Gedung Thamrin City, Lantai 1, BT 12-15-16 Jalan Thamrin Boulevard, Kebon Melati Tanah Abang, Jakarta 10340 Indonesia
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) RENCANA REKLAMASI PULAU F KELURAHAN PLUIT, PENJARINGAN - JAKARTA UTARA
DESEMBER 2014
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan kewajiban dokumen Andal Rencana Reklamasi Pulau F. Pulau F merupakan salah satu pulau hasil reklamasi ygang direncanakan dibangun oleh PT Jakarta Propertindo. Pulau F berada di sub-kawasan barat dengan luas pulau ± 190 ha. Sub-kawasan barat diarahkan untuk dikembangkan dengan fungsi utama sebagai kawasan perumahan horizontal dan vertikal, kegiatan pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas. Rencana Reklamasi Pulau F diprakirakan dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, baik yang bersifat positif maupun negatif. Mengacu pada Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan maka dokumen AMDAL yang disusun oleh pemrakarsa merupakan bagian dari studi kelayakan, yang hasilnya digunakan sebagai bahan untuk mengajukan permohonan izin lingkungan. Merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, maka rencana kegiatan Rencana Reklamasi Pulau F ini wajib Amdal. Dokumen ANDAL ini disusun untuk memprakirakan dan menganalisis dampak penting yang terjadi dari kegiatan Rencana Reklamasi Pulau F. Format penulisan dokumen merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (Lampiran II). Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dokumen ini, khususnya kepada Komisi Penilai AMDAL Provinsi DKI Jakarta. Jakarta, Desember 2014
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
i ii iii vi viii
1
I-1
2
PENDAHULUAN 1.1. Ringkasan Deskripsi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan 1.1.1. Lokasi Pulau F 1.1.2. Desain Pulau F 1.1.3. Tahap Pra-Konstruksi 1.1.4. Tahap Konstruksi 1.1.5. Kegiatan Pasca Konstruksi 1.1.6. Tahapan Waktu Pelaksanaan Reklamasi Pulau F 1.2. Ringkasan Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah/Dikaji 1.3. Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian 1.3.1. Batas Proyek 1.3.2. Batas Ekologis 1.3.3. Batas Sosial 1.3.4. Batas Administratif 1.3.5. Batas Waktu Kajian
I-5 I-5 I-6 I-12 I-12 I-39 I-40 I-42 I-55 I-55 I-55 I-55 I-55 I-56
DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP
II-1
2.1. Komponen Lingkungan terkena Dampak Penting Rencana Usaha dan/atau Kegiatan 2.1.1. Komponen Geo-Fisika-Kimia 2.1.1.1. Kondisi Iklim 2.1.1.2. Kualitas Air Laut 2.1.1.3. Kualitas Sedimen 2.1.1.4. Hidrologi 2.1.1.5. Kondisi Batimetri 2.1.1.6. Kondisi Pasang Surut 2.1.1.7. Kondisi Gelombang 2.1.1.8. Kondisi Arus 2.1.1.9. Komponen Bentuk Pantai 2.1.1.10. Kondisi Sampah 2.1.2. Komponen Biologi 2.1.2.1. Flora dan Fauna Mangrove 2.1.2.2. Biota Laut 2.1.3. Komponen Sosial Ekonomi Budaya dan Kesehatan Masyarakat 2.1.3.1. Rona Komponen Kesempatan Kerja dan Berusaha 2.1.3.2. Aktivitas Nelayan 2.1.3.3. Rona Komponen Kamtibmas
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II-1 II-1 II-1 II-6 II-12 II-17 II-19 II-20 II-21 II-24 II-25 II-26 II-27 II-27 II-30 II-37 II-37 II-42 II-45
iii
2.2. 3
2.1.3.4. Rona Komponen Keresahan Masyarakat 2.1.3.5. Rona Komponen Persepsi Masyarakat 2.1.3.6. Komponen Kesehatan Masyarakat Kegiatan Lain di Sekitar Rencana Reklamasi Pulau F
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING 3.1. Tahap Pra-Konstruksi 3.1.1. Keresahan Masyarakat 3.1.2. Perubahan Persepsi Masyarakat 3.2. Tahap Konstruksi 3.2.1. Komponen Fisik-Kimia 3.2.1.1. Penurunan Kualitas Air Laut 3.2.1.2. Penyebaran Sedimen 3.2.2. Komponen Biologi 3.2.2.1. Gangguan Mangrove 3.2.2.2. Gangguan Biota Laut 3.2.3. Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat 3.2.3.1. Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha 3.2.3.2. Gangguan Aktivitas nelayan 3.2.3.3. Gangguan Kamtibmas 3.2.3.4. Keresahan Masyarakat 3.2.3.5. Perubahan Persepsi Masyarakat 3.3. Tahap Pasca Konstruksi 3.3.1. Komponen Fisik-Kimia 3.3.1.1. Peningkatan Permukaan Air 3.3.1.2. Perubahan Arus Laut 3.3.1.3. Perubahan Bentuk Pantai 3.3.1.4. Sampah 3.3.1.5. Perwujudan Tatanan Ruang 3.3.2. Komponen Biologi 3.3.2.1. Gangguan Mangrove 3.3.3. Komponen Sosial Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat 3.3.3.1. Gangguan Aktifitas Nelayan 3.3.3.2. Keresahan Masyarakat 3.3.3.3. Perubahan Persepsi Masyarakat
4
EVALUASI SECARA HOLISTIK TERHADAP DAMPAK LINGKUNGAN 4.1. Telaahan Keterkaitan dan Interaksi Seluruh Dampak Penting Hipotetik 4.1.1. Tahap Pra Konstruksi 4.1.2. Penurunan Kualitas Air Laut 4.1.3. Penyebaran TSS 4.1.4. Gangguan Aktivitas Nelayan 4.1.5. Kesempatan Kerja dan Berusaha 4.1.6. Gangguan Kamtibmas 4.1.7. Peningkatan Muka Air 4.1.8. Perubahan Arus laut 4.1.9. Sampah 4.1.10. Gangguan Biota Laut 4.1.11. Gangguan Mangrove
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II-47 II-49 II-58 II-60 III-1 III-2 III-3 III-4 III-7 III-7 III-7 III-8 III-19 III-19 III-22 III-23 III-23 III-25 III-26 III-28 III-29 III-31 III-31 III-31 III-37 III-42 III-45 III-46 III-47 III-47 III-49 III-49 III-51 III-53 IV-1 IV-1 IV-5 IV-6 IV-7 IV-7 IV-8 IV-9 IV-10 IV-11 IV-11 IV-12 IV-12
iv
4.1.12. Keresahan Masyarakat 4.2. Arahan Pengelolaan Dampak Lingkungan 4.2.1. Arahan Pengelolaan Dampak Penting 4.2.2. Arahan Pengelolaan Yang Tidak Termasuk Dampak Penting 4.3. Kesimpulan Kelayakan Lingkungan
IV-13 IV-13 IV-14 IV-20 IV-21
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
v
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 1.6 Tabel 1.7 Tabel 1.8 Tabel 1.9 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 2.17 Tabel 2.18 Tabel 2.19 Tabel 2.20 Tabel 2.21 Tabel 2.22 Tabel 2.23 Tabel 2.24 Tabel 2.25
Susunan Tim Penyusun AMDAL Rencana Reklamasi Pulau F Elevasi Pasang Surut Terhadap Chat Datum Rincian Kebutuhan Tenaga Kerja Konstruksi dan Total Kebutuhan air Jenis dan Jumlah Peralatan Reklamasi yang Dibutuhkan Perusahaan Pemasok Material Reklamasi Jadwal Kegiatan Konstruksi Reklamasi Pulau F Hasil Evaluasi Dampak Potensial Menjadi Dampak Penting Hipotetik (DPH) Matriks Interaksi Dampak Penting Hipotetik Kegiatan Reklamasi Pulau F Batas Waktu Kajian Data Curah Hujan Rata-Rata Total Bulanan (mm) Data Temperatur Udara Maksimum Data Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan Data Kelembaban Udara Rata-Rata Bulanan Lokasi data Angin dan Gelombang di Laut Dalam Frekuensi dan Persentase Angin Pada Lokasi GP2 Frekuensi dan Persentase Angin Pada Lokasi GP4 Hasil Analisa Kualitas Air Laut di Wilayah Studi Hasil Analisis Kualitas Sedimen Konstanta Pasang Surut di Pantai Utara jakarta Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiever Hasil Analisis Zooplankton di Lokasi Studi Hasil Analisis Benthos di Lokasi Studi Jenis-Jenis Ikan Yang Ditemukan di Teluk Jakarta Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Rasio jenis Kelamin di Kecamatan Penjaringan Struktur Penduduk di kecamatan Penjaringan Berdasarkan Kelompok Umur Imigrasi dan Emigrasi Penduduk di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan Kondisi Air Tanah di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan Jumlah Nelayan di Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara Armada Kapal Motor Yang Berada di kecamatan Penjanringan, Kota Jakarta Utara Produksi Ikan dan Hasil laut yang Ada di Jakarta Utara Jumlah dan jenis Kasus Gangguan Keamanan di Wilayah Penjaringan Fasilitas Sanitasi di 3 Kelurahan di Wilayah Kecamatan Penjaringan Sepuluh Penyakit Dominan di Kecamatan Penjaringan Kegiatan Lain Sekitar Rencana Kegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-4 I-10 I-13 I-14 I-17 I-41 I-42 I-50 I-56 II-2 II-2 II-2 II-3 II-4 II-5 II-6 II-7 II-12 II-20 II-32 II-33 II-34 II-36 II-37 II-38 II-39 II-41 II-43 II-43 II-45 II-45 II-59 II-59 II-60
vi
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11
Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Tabel 3.21 Tabel 3.22 Tabel 3.23 Tabel 3.24 Tabel 3.25 Tabel 3.26
Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3
Kriteria Penentuan Dampak Penting Sifat Penting Dampak Kegiatan Rencana Reklamasi Terhadap Keresahan Masyarakat Sifat Penting Dampak Rencana Kegiatan Reklamasi Terhadap Perubahan Persepsi Masyarakat Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Penurunan Kualitas Air Laut Gambaran Skenario-Skenario Dari Permodelan Yang Dilakukan Nilai TSS pada 3 Lokasi tinjauan (RHDHV, 2013b) Resiko Terjadinya Nilai Batas TSS Untuk Beberapa Kondisi (RHDHV, 2013b) Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Penyebaran Sedimen Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Gangguan Mangrove Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Gangguan Biota Laut Sifat Penting Dampak Kegiatan Rekruitmen Tenaga Kerja Konstruksi reklamasi Pulau F Terhadap Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha Sifat Penting Dampak Kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F Terhadap Gangguan aktivitas nelayan Sifat Penting Dampak Kegiatan Rekruitmen Tenaga Kerja Konstruksi reklamasi Pulau F Terhadap Gangguan Kamtibmas Sifat Penting Dampak Kegiatan Konstruksi Reklamasi Pulau F Terhadap Keresahan Masyarakat Sifat Penting Dampak Kegiatan Konstruksi Reklamasi Pulau Terhadap Perubahan Persepsi Masyarakat F Simulasi Model Delf3D Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Peningkatan Muka Air di Muara Sungai (Banjir) Kecepatan Aliran Maksimum di Titik-Titik Representatif di Sekitar Pulau F Sifat Penting Dampak Kegiatan Paska Konstruksi Terhadap Perubahan Arus Laut Sifat Penting Dampak Perubahan Morfologi Pantai Terhadap Keberadaan Pulau F Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Sampah Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Perwujudan Tatanan Ruang Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Gangguan Mangrove Sifat Penting Dampak Kegiatan Pasca Konstruksi Reklamasi Pulau F Terhadap Gangguan Aktivitas Nelayan Sifat Penting Dampak Pengakhiran Tenaga Kerja Konstruksi dan Keberadaan Pulau F Terhadap Keresahan Masyarakat Sifat Penting Dampak Kegiatan Pasca Konstruksi Reklamasi Pulau F Terhadap Perubahan Persepsi Masyarakat Matriks Evaluasi Dampak Penting Hipotetik Arahan Pengelolaan Lingkungan Dampak Penting Arahan Pengelolaan Yang Tidak Termasuk Dampak Penting
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III-2 III-4 III-6 III-8 III-10 III-13 III-18 III-19 III-21 III-23 III-24
III-26 III-27 III-29 III-30 III-33 III-36 III-40 III-41 III-43 III-45 III-46 III-48 III-50 III-51 III-53
IV-3 IV-14 IV-20
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 1.4 Gambar 1.5 Gambar 1.6 Gambar 1.7 Gambar 1.8 Gambar 1.9 Gambar 1.10 Gambar 1.11 Gambar 1.12 Gambar 1.13 Gambar 1.14 Gambar 1.15
I-7 I-8 I-9 I-11 I-15 I-16 I-19 I-20 I-21 I-23 I-24 I-25 I-26 I-26 I-27
Gambar 1.31 Gambar 1.32
Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi DKI Jakarta Layout Rencana Reklamasi Pulau F Prediksi Sea Level Rise (IPCC,2001) Zona Kegempaan Indonesia Alur Pengangkutan Material Reklamasi Lokasi Daerah Pengerukan Proses Pekerjaan Reklamasi Pulau F Step 0-2 Proses Pekerjaan Reklamasi Pulau F Step 3-5 Proses Pekerjaan Reklamasi Pulau F Step 6-7 Penampang Melintang Sand Key Sand Key Ilustrasi Pekerjaan Pengisian Pasir Proses Pengisian Pasir Skema Jalur TSHD Proses Pengisian Pasir Menggunakan TSHD dengan Metode Pumping Spraying Pontoon Lokasi Storage Area Comtoh Storage Area pada Lahan Reklamasi Pemasangan PVD Vibro -compaction Ilustrasi Penyediaan Material Batu Untuk Pekerjaan Revetment Potongan Melintang Revetment di Sisi Utara Pulau F Proses Pemangkasan Pasir Proses Peletakan Geotexile Penempatan Batu dari Laut Penempatan Batu dari Darat a. Silt Screen b. Pemasangan Silt Screen Bagan Alir Untuk Dampak Penting Hipotetik (Tahap Pra Konstruksi) Bagan Alir Untuk Dampak Penting Hipotetik (Tahap Konstruksi) Bagan Alir Untuk Dampak Penting Hipotetik (Tahap Pasca Konstruksi) Bagan Alir Proses Pelingkupan Peta Batas Wilayah Studi
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11
Lokasi Data Angin dan Gelombang Di Laut Dalam Windrose Selama Tahun 1992-2012 : (a) GP4 (b) GP2 Kondisi Lingkungan Sekitar Muara Sungai Muara Angke Sebaran TSS di teluk Jakarta Tahun 2014` Sebaran Cd Terlarut diTeluk Jakarta Tahun 2014 Sebaran Zn Terlarut diTeluk Jakarta Tahun 2014 Sebaran Cu Sedimen diTeluk Jakarta Tahun 2014 Sebaran Cd Sedimen diTeluk Jakarta Tahun 2014 Sebaran Zn Sedimen diTeluk Jakarta Tahun 2014 Peta Lokasi Pengambilan Sampel Anak Sungai Yang Berada di Wilayah Rencana
II-4 II-5 II-7 II-10 II-11 II-12 II-13 II-14 II-15 II-16 II-17
Gambar 1.16 Gambar 1.17 Gambar 1.18 Gambar 1.19 Gambar 1.20 Gambar 1.21 Gambar 1.22 Gambar 1.23 Gambar 1.24 Gambar 1.25 Gambar 1.26 Gambar 1.27 Gambar 1.28 Gambar 1.29 Gambar 1.30
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-28 I-29 I-29 I-30 I-31 I-32 I-34 I-35 I-36 I-37 I-37 I-39 I-51 I-52 I-53 I-54 I-59
viii
Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24 Gambar 2.25 Gambar 2.26 Gambar 2.27 Gambar 2.28 Gambar 2.29 Gambar 2.30 Gambar 2.31 Gambar 2.32 Gambar 2.33 Gambar 2.34 Gambar 2.35 Gambar 2.36 Gambar 2.37 Gambar 2.38 Gambar 2.39 Gambar 2.40 Gambar 2.41 Gambar 2.42 Gambar 2.43 Gambar 2.44 Gambar 2.45 Gambar 2.46
Reklamasi Perairan Jakarta, Pada Debit dan Kejadian Ekstrim Kondisi Eksisting Muara Kali Angke Peta Batimetry Area Reklamasi Elevasi Muka Air Hasil pengukuran di Teluk Jakarta Selama Mei-Juni 2012 Mwar Gelombang Tahunan di Lokasi GP4 (atas) dan GP2 (bawah) Lokasi Data Gelombang Laut Dangkal Lokasi Pengukuran Arus Daerah Yang Mengalami Erosi di Teluk Jakarta Kondisi Timbulan Sampah di Muara Angke Kondisi Vegetasi Mangrove di Muara Angke Kondisi Tropik/Kesuburan di Perairan Tekuj Jakarta Indeks Ekologis Fitoplankton di Lokasi Studi Indeks Ekologis Zooplankton di Lokasi Studi Indeks Ekologis Benthos di Lokasi Studi Komposisi Penduduk di Kelurahan Pluit, Kapuk Muara dan Kamal Muara Tahun 2011 Kepadatan Penduduk di Kelurahan Kamal muara, Kapuk Muara dan Pluit Kondisi Perumahan di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan Gambaran Kondisi Tempat Tinggal, Status Kepemilikan dan Sertifikat Tanah Persentase Penggunaan air Bersih oleh Masyarakat di 4 Kelurahan di Wilayah Kecamatan Penjaringan Jumlah Sekolah di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan Hasil Tangkapan Ikan di Teluk Jakarta Peringkat Masalah Pembangunan Menurut Warga Muara Angke Pihak Yang Paling Berperan dalam Pembangunan di Muara Angke Sumber Informasi Pembangunan bagi Warga di Masyarakat Harapan Warga Terkait Agenda Reklamasi Pulau F Komposisi Kelompok Umur Warga di Muara Angka Status Pendidikan Warga di Muara Angke Sebaran Mata Pencaharian Warga di Muara Angke Besar Pendapatan dan Pengeluaran Warga di Muara Angke Tingkat Kesejahteraan Warga di Muara Angke Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Penjaringan Tingkat Kewajaran Warga Muara Angke Tidak Memperoleh Informasi Pentingnya Mengetahui Tujuan Rencana Reklamasi Pulau F Menurut Warga Muara Angke Dugaan Warga Terkait Peruntukkan Rencana Reklamasi Pulau F Sikap Warga Terhadap Rencana Reklamasi Pulau F Fasilitas Kesehatan yang Terdapat di 4 Kelurahan di Wilayah Kecamatan Penjaringan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II-18 II-19 II-21 II-22 II-24 II-25 II-26 II-27 II-29 II-31 II-32 II-33 II-35 II-38 II-39 II-40 II-40 II-41 II-42 II-45 II-47 II-48 II-49 II-49 II-50 II-50 II-50 II-51 II-53 II-54 II-55 II-56 II-56 II-57 II-58
ix
Gambar 2.47
Peta Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Kegiatan
II-63
Gambar 3.1
Lokasi Pulau F dan Lokasi Sensitif Terhadap Sedimen Tersupsensi Skenario Lokasi Sediment Plume (RHDHV, 2013b) Lokasi Peninjauan Total Suspended Solid (TSS) (RHDHV, 2013b) Konsentrasi TSS dengan Skenario Sed Plume 2 pada Kondisi (a. Angin Barat dengan Kecepatan 5m/s (b.) Angin Timur dengan Kecepatan 5.5m/s (c.) Angin Timur dengan Kecepatan 1m/s (RHDHV, 2013b).
III-9
Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12
Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15
Gambar 3.16 Gambar 3.17
Hasil Simulasi Pemodelan Dengan dan Tanpa Tanggul, Pengisian pasir di Selatan Pulau F, Dengan Angin Timur 5,5 m/s (RHDHV, 2013b) Hasil Simulasi Pemodelan Dengan dan Tanpa Tanggil, Pengisian pasir di Selatan Pulau F, Dengan Angin Barat 5,5 m/s (sedimentasi gram/liter) (RHDHV, 2013b) Perkembangan Sediment Plume di Teluk Jakarta pada 2 Musim Munson (RHDHV, 2013b) Kondisi Hutan Mangrove Muara Angke Diagram Alir Prosedur Pemodelan Menggunakan Delft3D dikombiniasikan dengan SOBEK Simulasi Muka Air di Mulut Sungai Selama Debit Sama dengan Nol Lokasi Potensial Terjadinya Sedimentasi Muka Air di Muara Sungai Angke dengan dan tanpa Pulau F (Kegiatan Pemeliharaan Kedalaman Dilakukan Secara Teratur) Kalibrasi hasil pengukuran dan pemodelan Titik-Titik Representative Hasil Modeling Kondisi Kecepatan Aliran Maksimum (tidak ada aliran dari sungai) dan Keberadaan Pemecah Gelombang diperhitungkan (kecepatan dalam m/s) Kecepatan Aliran Maksimum Saat Debit Buangan Sungai Diperhitungkan (kecepatan m/s) Prakiraan Perubahan Garis Pantai Setelah Reklamasi di Teluk Jakarta
Gambar 3.18
Kondisi Lingkungan Sekitar lokasi Reklamasi Pulau F
Gambar 4.1
Bagan Alir Evaluasi Dampak Penting Tahap Pra Konstruksi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III-11 III-13 III-14
III-15
III-16
III-17 III-20 III-32 III-34 III-35 III-36
III-37 III-38 III-39
III-40 III-43 III-44 IV-4
x
1 PENDAHULUAN Akumulasi dampak pembangunan fisik berlangsung di kawasan pantai yang secara topografi merupakan dataran rendah yang sangat datar. Wilayah Jakarta Utara merupakan dataran rendah, bahkan lebih dari 40% dari luas wilayah tersebut merupakan sub-merged land, yaitu dataran yang lebih rendah dari muka laut. Kondisi kawasan yang lebih rendah dari muka laut tersebut menyebabkan permasalahan ketika kawasan tersebut berfungsi sebagai muara aliran air permukaan dan air limbah di wilayah DKI Jakarta. Namun karena terbatasnya sistem drainase dan sanitasi maka permasalahan lingkungan seperti banjir dan penyakit merupakan hal yang sering terjadi. Upaya untuk menanggulangi penurunan kualitas lingkungan dan penyediaan lahan untuk pemukiman baru di kawasan pantura dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan proses reklamasi pantai. Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana melakukan penataan wilayah Pantura Jakarta. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030 menetapkan kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai kawasan strategis provinsi. Kawasan tersebut direncanakan sebagai pengembangan lahan baru yang dipisahkan oleh lateral kanal dari garis pantai melalui kegiatan reklamasi. Lahan baru di kawasan Pantura DKI Jakarta terbentuk sebagai pulau-pulau dan salah satu Pulau itu adalah Pulau F. Pulau F merupakan salah satu pulau hasil reklamasi yang direncanakan dibangun oleh PT Jakarta Propertindo. Sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Pulau F berada di sub-kawasan barat dengan luas pulau ± 190 ha. Sub-kawasan barat diarahkan untuk dikembangkan dengan fungsi utama sebagai kawasan perumahan horizontal dan vertikal, kegiatan pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas. PT Jakarta Propertindo sebagai salah satu mitra usaha berencana melakukan pembangunan lahan Pulau F dan telah mendapatkan ijin prinsip sesuai dengan dengan Surat Gubernur DKI Jakarta No. 1290/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau F dan kemudian diperbaharui dengan Surat Gubernur DKI Jakarta No. 544/-1.794.2 Tentang Perpanjangan Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau F Atas Nama PT Jakarta Propertindo tertanggal 10 Juni 2014. Luas lahan yang akan dibangun sebesar ±190 ha yang secara administrasi masuk dalam kawasan Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. PT Jakarta Propertindo berencana membangun lahan (reklamasi) dan melakukan pengembangan sesuai rencana Pemerintah DKI Jakarta yaitu sebagai kawasan perumahan horizontal dan vertikal, kegiatan pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas. Adapun tujuan reklamasi atau pembangunan lahan Pulau F adalah:
1.
Pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan Kota Jakarta sebagai kota pelayanan yang strategis dan memiliki daya saing yang tinggi dalam perkembangan kota-kota di dunia;
2.
Pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk kepentingan kesejahteraan dan keamanan;
3.
Mendukung terwujudnya Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta sebagai kawasan strategis sesuai Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012.
4.
Terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan yang memperhatikan pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya;
5.
Mendukung Pemerintah DKI Jakarta dalam mengembangkan program penyediaan dan penyiapan lahan hasil reklamasi bagi pembangunan pemukiman, komersial, jasa dan rekreasi beserta sarana dan prasarana lingkungan yang memadai;
6.
Kontribusi dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan (revitalisasi) melalui penataan kembali dan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan, perbaikan kampung;
7.
Kontribusi dalam rangka peningkatan aksesibilitas antara Kawasan Pantura Jakarta dengan wilayah di sekitarnya
mewujudkan
keseimbangan
Sedangkan manfaat jangka panjang pengembangan lahan melalui reklamasi Pulau F adalah: 1.
Menyiapkan ketersediaan lahan baru bagi perkembangan kegiatan di Provinsi DKI Jakarta;
2.
Mendukung upaya Pemerintah dan Pemda Provinsi DKI Jakarta dalam pengendalian banjir dan genangan:
3.
Mendukung upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengintegrasikan pembangunan Kawasan Pantura dalam satu kesatuan ruang untuk memperbaiki kondisi lingkungan di daratan yang ada
4.
Masyarakat akan merasakan manfaatnya dengan adanya konstribusi pemrakarsa dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan (revitalisasi) melalui penataan kembali dan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan, perbaikan kampung, dan pembangunan rumah susun yang dilaksanakan oleh instansi terkait. Selain itu dengan adanya pulau reklamasi dan nantinya dibangun berbagai sarana dan prasarana diharapkan dapat membuka peluang usaha dan kerja bagi masyarakat sekitar.
Pada saat ini daerah rencana reklamasi Pulau F tidak ada aktivitas masyarakat serta belum ada kegiatan konstruksi apapun yang dilakukan oleh pihak pemrakarsa. Rencana kegiatan reklamasi pulau F akan mengubah bentang alam dari kondisi perairan menjadi daratan serta menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 22 ayat (1) disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Selanjutnya ditekankan pada pasal 23 ayat (1) poin a UU yang sama disebutkan bahwa pengubahan bentuk lahan dan bentang alam termasuk kriteria
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-2
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan Amdal. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal wajib memiliki Ijin Lingkungan. Kewajiban kegiatan reklamasi pulau F untuk memiliki dokumen Amdal ditekankan juga pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha/Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL, yang menyebutkan bahwa rencana kegiatan reklamasi pesisir dan pulau pulau kecil dengan luas areal >25 ha atau volume material urug 500.000 m3 atau panjang reklamasi 50 m (tegak lurus kea rah laut dari garis pantai) wajib dilengkapi Amdal. Di tingkat propinsi, kewajiban untuk memiliki Amdal pada kegiatan reklamasi sebelumnya telah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2863/2001 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup di Wilayah Propinsi DKI Jakarta, yakni pada bagian B poin (5) bahwa kegiatan reklamasi dengan luas > 5 ha atau Volume > 1000.000 m3 wajib dilengkapi dengan Amdal. Dan menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 157 Tahun 2013 tertanggal 18 Desember 2013 Tentang Izin Lingkungan pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa setiap usaha dan /atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Studi AMDAL ini akan mengkaji dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dari rencana reklamasi Pulau F yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif melalui analisis dan pengelolaan dampak yang terintegrasi. Dokumen ANDAL ini disusun untuk memprakirakan dan menganalisis dampak penting yang terjadi dari rencana kegiatan reklamasi Pulau. Format penulisan dokumen merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (Lampiran II), dengan merujuk pada dokumen Kerangka Acuan yang sudah ditetapkan berdasarkan Keputusan Nomor 53/KA.ANDAL/-1.774.151 Tahun 2013 tentang Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Reklamasi Pulau F di Pantura Jakarta. Adapun identitas pemrakarsa dan penyusun adalah sebagai berikut: 1.
Identitas Pemrakarsa a. Nama Instansi b. Alamat Instansi
: :
c. Telpon d. Faksimili/Website
: :
e. Penanggung jawab f. Jabatan g. Jenis kegiatan
: : :
PT Jakarta Propertindo Gedung Thamrin City Lt.1 Jln. Thamrin Boulevard, Kebon Melati, Tanah Abang Jakarta Pusat 10230 021-29625700 021-29625707, 29625708 / www.Jakartapropertindo.com Ir. Budi Karya Sumadi Direktur Utama Reklamasi Pulau F
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-3
2.
Identitas Penyusun Studi AMDAL a. Nama Instansi b. No. Registrasi c. d. e. f. g. h.
: :
PT Mitra Lingkungan Dutaconsult 0034/LPJ/AMDAL-1/LRK/KLH Tertangal 11 Maret 2014 Alamat Instansi : Gedung Ventura lt. 2, Jln. R.A. Kartini No. 26 (outer ring road) Jakarta 12430; Kec Cilandak Barat Telpon : 021-7504605; 75004607 Faksimili / Email : 021-7504610 /
[email protected] Penanggung jawab : Wybe de Jager Jabatan : Presiden Direktur Tim penyusun studi AMDAL reklamasi Pulau F disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Susunan Tim Penyusun AMDAL Rencana Reklamasi Pulau F No.
Nama
Posisi
Kualifikasi
Ketua Tim / Ahli Lingkungan
- No registrasi KTPA No. K.025.12.10.10.000337 Tertanggal 18 Desember 2014 - S1, Ekonomi Pertanian, dan Sumber Daya Alam, Institut Pertanian Bogor, 1989 - No registrasi KTPA No. K.026.01.11.22.000352 Tertanggal 7 Januari 2014 - S3, Ilmu Lingkungan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2013 - S2, Kimia, University of Wollongong Australia, 1991 - No registrasi ATPA No. A.049.04.12.009.000558 Tertanggal 26 April 2012 - S2, Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, 2010 - No registrasi ATPA No. A.075.05.14.11.000799 Tertanggal 02 Mei 2014 - S2, Manajemen Lingkungan, Universitas Kebangsaan Malaysia, 2005
Tim Penyusun AMDAL
1.
Ir. Edy Priatna Email :
[email protected]
2.
Dr. Drs. Pranoto, M.Sc Email :
[email protected]
Anggota / Ahli Kualitas Air
3.
Dwi Susanto, MSi Email :
[email protected]
Anggota/Ahli Biologi
3.
Syarif H Mawahib, S.Si, M.Sc Email :
[email protected] om
Anggota/Ahli Kualitas Air
Tim Tenaga Ahli 4.
Liyantono, M.Sc
Ahli hidrologi
- S3, Doctoral program of Agriculture and Environmental Engineering, Tokyo University of Agriculture and Technology (on progress) - S2, Regional and Environmental Science Program, Ibaraki University, 2009
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-4
No.
Nama
5.
Dr. Sofyan, Sjaf, M.Si
6.
Tugiyo, M.Si
7.
Multazam, ST
8.
Destry Siagian, MT
9.
M. Iqbal Setiadi, S.Si
10
Dewi Iryany Fitri, S.Si
11
Lisa Indria Sarry, M.Sc
12.
Dwi Setyaningsih, ST
Posisi
Kualifikasi
Ahli Sosial Ekonomi & Budaya
- S3, Sosiologi Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2012 - S2, Sosiologi Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2006\ - S2, Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Indonesia, 2009 - S1, Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 2004. - S1, Tehnik Lingkungan, Sekolah Tinggi Tehnik Lingkungan Yogjakarta, 2004
Ahli Kesehatan Masyarakat
Ahli Kualitas Udara dan Kebisingan Ahli Hidro Oseanografi dan reklamasi Asisten Biologi Perairan Asisten Ahli kualitas air Asisten Ahli Sosial, Ekonomi dan Budaya Operator CAD
- S2, Tehnik Kelautan, Institut Tehnologi Bandung, 2006 - S1, Biologi, Universitas Indonesia, 2002 - S1, Kimia, Institut teknologi Bandung, 2004 - S2, Manajemen Lingkungan, Universitas Kebangsaan Malaysia, 2005 - S1, Tehnik Sipil, Universitas Diponegoro, 2001
Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Lingkungan Hidup (AMDAL) ini tidak termasuk rencana kegiatan diatas lahan reklamasi dimaksud. Adapun gambaran dari rencana usaha dan/atau kegiatan diuraikan sebagai berikut.
1.1.
Ringkasan Deskripsi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Pelaksanaan studi Amdal rencana Reklamsi Pulau F kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara; akan dilakukan setelah selesai melaksanakan penyusunan konseptual desain perencanaan reklamasi pulau F. Studi Amdal ini dilakukan bersamaan dengan kajian yang dipersyaratkan menurut Surat Gubernur DKI Jakarta No. 544/-1.794.2 Tertanggal 10 Juni 2014 Tentang Perpanjangan Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau F, dimana kajian Amdal merupakan salah satu syarat (dari 7 syarat) yang harus dilakukan oleh pemilik ijin sebelum mendapatkan ijin pelaksanaan reklamasi. Kajian lain terkait rencana reklamasi yang dilakukan sesuai surat gubernur tersebut dan hasilnya mendukung kedalaman Studi Amdal adalah kajian hidrodinamika, kajian pengendalian banjir, kajian dampak pemanasan global (climate change). Kesesuaian rencana reklamasi Pulau F tertuang dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-5
Provinsi DKI Jakarta 2030, dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis peta kesesuaian lokasi rencana kegiatan reklamasi Pulau F dengan dengan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, terlihat bahwa rencana kegiatan reklamasi pulau F berada di luar kawasan hutan alam primer dan lahan gambut yang tercantum dalam PIPIB. Kondisi eksisting lokasi rencana reklamasi Pulau F merupakan perairan dangkal yang yang berjarak sekitar ± 300 meter dari daratan dan bukan merupakan wilayah budi daya ikan maupun daerah tangkapan ikan. Namun demikian daerah tersebut dilihat dari posisi goegrafis kemungkinan merupakan jalur pelayan nelayan maupun kapal ikan yang berlabuh di Muara Angke dan TPI. Pada lokasi rencana lahan reklamasi Pulau F pada saat ini sama sekali belum ada aktivitas konstruksi reklamasi Pulau F.
1.1.1.
Lokasi Pulau F
Pulau F merupakan salah satu pulau hasil kegiatan reklamasi di kawasan Pantura Jakarta sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Tahun 2030. Pulau F terletak di wilayah Kota Administratif Jakarta Utara dan menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Penjaringan. Rencana lokasi Pulau F ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Lokasi rencana reklamasi Pulau F tidak mengganggu utilitas bawah laut karena lokasi tersebut tidak dilewati oleh jaringan utilitas apapun.
1.1.2.
Desain Pulau F
Rencana pekerjaan reklamasi Pulau F merupakan salah satu dari rencana pekerjaan reklamasi pulau-pulau di Pantai Utara Jakarta. Pembangunan Pulau F sendiri direncanakan memiliki dimensi dengan luasan 190 Ha (diatas permukaan air) dengan luas dasar pulau adalah 214 Ha (sampai ke sea bed level), dengan panjang sekitar 2,100 m dan lebar 940 m pada kedalaman laut sampai -8 m. Jarak terdekat Pulau F ke daratan 300 m, serta jarak ke pulau di kanannya (Pulau G) adalah 300 m dan ke pulau di kirinya (Pulau E) adalah 250 m. Layout rencana reklamasi Pulau F dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-6
Gambar 1.1 Peta Orientasi Lokasi Pulau F di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta (Sumber: Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030) Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-7
Gambar 1.2 Layout rencana reklamasi Pulau F (Sumber: Concept Design RHI)
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-8
Dalam rencana pembangunan Pulau F ini, beberapa kriteria ditetapkan dan dibagi atas 2 kriteria utama yaitu kriteria desain hidraulik dan kriteria desain geoteknik. Kriteriakriteria ini akan dijelaskan selanjutnya. a.
Kriteria Desain Hidraulik
Kriteria desain hidraulik reklamasi meliputi: 1) Reklamasi dirancang dengan design life 50 tahun 2) Rancangan elevasi permukaan tanah reklamasi adalah +4.0m LWS (ditambah 0.6 m tanah penutup (top soil)) 3) Muka air desain merupakan kombinasi dari Mean High Water Spring (MHWS), storm surge (efek tekanan barometric dan wind setup), robustness dan sea level rise (peningkatan muka air laut). Perubahan tekanan barometrik di Jakarta diperkirakan sebesar 0.2 m dan wind set-up sebesar 0.32 m, sedangkan robustness diambil 0.07 m. Sea level rise didasarkan pada prakiraan IPCC kondisi moderat, yaitu 0.3 m dalam periode 50 tahun (Gambar 1.3).
Gambar 1.3 Prediksi Sea Level Rise (IPCC, 2001)
4) Tinggi dan periode gelombang didasarkan pada kondisi ekstrim dengan periode ulang 1/1,000 tahun. 5) Kecepatan arus menggunakan nilai ekstrim. Kecepatan arus di wilayah studi relatif rendah, yaitu kurang dari 0.1m/detik dan meningkat lebih cepat di luar Teluk Jakarta menjadi 0.4 m/detik. 6) Kondisi pasang surut yang digunakan sebagai kriteria desain hidraulik reklamasi Pulau F didasarkan data Dishidros TNI AL 2012 sebagaimana tertera pada Tabel 1.2. 7) Kriteria limpasan (over topping) di sisi luar puncak revetment adalah 1lt/m/detik. Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I-9
Tabel 1.2. Elevasi Pasang Surut Terhadap Chart Datum (CD) Muka Air HAT MHWS MHWL MSL MLWL MLWS LWS
Highest Astronomical Tide Mean High Water Spring Mean High Water Level Mean Sea Level Mean Low Water Level Mean Low Water Spring Low Water Spring
Level (m+CD) 1.14 1.01 0.83 0.54 0.26 0.11 0
Dishidros TNI AL, 2012
b.
Kriteria Desain Geoteknik
Kriteria desain geoteknik reklamasi meliputi: 1) Kriteria seismik berdasarkan SNI-03-1726-2002 dengan PGA (Peak Ground Acceleration) pada permukaan sebesar 0.3 g. 2) Rancangan beban untuk rock density 2,650 kg/m3, concrete density 2,400 kg/m3, seawater 1,025 kg/m3. 3) Rancangan keamanan revetment slope didasarkan pada slope stability revetment dengan metode Bishop dan Spencer dengan FoS (Factor of Safety) kondisi statik (masa layan) > 1.50 dan kondisi seismic (saat gempa) > 1.00. 4) Kriteria settlement memperhitungkan immediate settlement, consolidation settlement, secondary (creep) settlement, dan seismic induced settlement dengan maksimal penurunan sisa sebesar 250mm pada akhir perencanaan selama 50 tahun. 5) Kriteria keamanan terhadap potensi likuifaksi mengikuti Eurocode 8 (EC8) untuk desain keamanan struktur yaitu minimal 1.30. Faktor keamanan ini didasarkan pada Peak Ground Acceleration (PGA) untuk Teluk Jakarta sebesar a = 0.15 m/s2 untuk bedrock level sesuai dengan Indonesia Code SNI 1726-2002 untuk Zona Kegempaan Indonesia (Gambar 1.4). Magnitude gempa bumi untuk Teluk Jakarta diasumsikan sebesar 8.0. 6) Material urugan terdiri dari coarser sand dengan kandungan material halus terbatas. Adapun spesifikasi material reklamasi sebagai berikut : a) b) c) d) e)
Sudut geser (φ) material minimal 30° Koefisien keseragaman (cu) material lebih besar dari 2.5 Berat volume (bulk) material minimal 18 kN/m3 Berat volume (submerged) material minimal 20 kN/m3 Material adalah pasir, butiran sedang (medium fine) hingga kasar (coarse), bergradasi baik f) Persyaratan minimal d50: antara 0.2 dan 2.0 mm g) Disarankan d50: antara 0.35 dan 2.0 mm h) Persentase butiran halus (< 0.063 mm) maksimal 15% i) Persentasi karang maksimal 5%, d90 pasir <10mm
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 10
Sumber : Indonesia Code SNI 1726-2002
Gambar 1.4 Zona Kegempaan Indonesia
Dari analisa hidraulik dan geoteknik, dihasilkan dimensi reklamasi Pulau F sebagai berikut: 1) Elevasi Final lahan reklamasi: +4.0m LWS 2) Revetment: a) Elevasi revetment: bervariasi mulai dari +7.6m LWS di bagian utara dan +5.6m LWS di bagian selatan b) Kemiringan revetment 1:4 untuk seluruh sisi Pulau F c) Ukuran batu Armour revetment bervariasi dari 1000-3000kg di bagian utara sampai 60-300kg di bagian selatan. 3) Sandkey: a) Kedalaman bervariasi dengan rata-rata 13 m di sebelah utara, 15m di bagian tengah dan 18m di bagian selatan b) Lebar sandkey bervariasi dari 55 m sampai 65m c) Kemiringan sisi lereng sandkey 1:3 Kegiatan pembangunan Pulau F akan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap prakonstruksi, tahap kontruksi, dan tahap pasca konstruksi.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 11
1.1.3. a.
Tahap Pra-Konstruksi
Proses Perijinan dan Sosialisasi Rencana Kegiatan
Sosialisasi rencana Reklamasi Pulau F dilakukan melalui beberapa cara, yaitu dengan pengumuman dalam media cetak “Harian Terbit” pada Kamis, 21 Maret 2013 serta konsultasi publik bersama dengan perwakilan masyarakat, LMK dan BPD di Kelurahan Pluit, SKPD terkait di lingkungan Provinsi DKI Jakarta dan unit kerjanya, Babinsa dan Kepolisian di Kelurahan Pluit - Kecamatan Penjaringan serta LSM. Yang bertempat di Restoran Muara kuring pada hari Selasa 23 April 2013. Adapun hasil dari konsultasi public tersebut dirangkum dalam sub bab rona lingkungan sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat. Selain lewat kedua media tersebut, sesuai dengan PerMenLH No.17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan Hidup dilakukan pemasangan pengumuman di dekat lokasi rencana reklamasi dan kantor Kelurahan Pluit. Walaupun sosialisasi rencana reklamasi secara formal dilakukan terkait penyelenggaraan kajian AMDAL, namun PT Jakarta Propertindo secara rutin melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan untuk memperoleh masukan dan tanggapan masyarakat. Adapun perizinan yang telah dimiliki untuk rencana kegiatan reklamasi Pulau F adalah: 1. Surat Gubernur DKI Jakarta No. 544/-1.794.2 Tentang Perpanjangan Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau F Atas Nama PT Jakarta Propertindo tertanggal 10 Juni 2014 2. Surat rekomendasi keselamatan pelayaran untuk kegiatan pengerukan Pulau F dari Kementrian Perhubungan Dirjen Perhubungan Laut Kantor Kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan kelas III Sunda Kelapa No. PP.201/1/2/KSOP-SKA/14 Tentang Rekomendasi Keselamatan Pelayaran Untuk Kegiatan Pengerukkan Pulau F tertanggal 08 Desember 2014 Kegiatan pra konstruksi rencana reklamasi Pulau F yang dilakukan pemrakarsa kegiatan adalah sosialisasi rencana kegiatan.
1.1.4.
Tahap Konstruksi
Tahap kegiatan konstruksi meliputi; rekrutmen tenaga kerja, mobilisasi peralatan dan material, pengangkutan material reklamasi, dan proses pekerjaan reklamasi. a.
Rekruitmen Tenaga Kerja
Proses rekrutmen tenaga kerja untuk tahap konstruksi akan dilakukan baik oleh pemrakarsa atau oleh kontraktor pelaksana. Perekrutan tenaga kerja akan disesuaikan dengan kebutuhan dan spesifikasi khusus yang sesuai dengan kegiatan reklamasi Pulau F. Untuk kegiatan konstruksi yang tidak memerlukan keahlian khusus (tenaga kasar), pemrakarsa akan menyarankan kepada kontraktor pelaksana agar memprioritaskan tenaga kerja lokal yang tinggal disekitar Muara Angke. Keuntungan menggunakan tenaga lokal adalah selain untuk memenuhi harapan masyarakat pada saat konsultasi publik untuk dapat bekerja di proyek reklamasi, juga effisiensi karena Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 12
kontraktor tidak perlu menyediakan fasilitas penginapan/mess/bedeng untuk pekerja. Keuntungan lainnya adalah dapat meminimalisasi dampak akibat pembuangan limbah domestik dari para pekerja. Khusus untuk pekerja pendatang, seperti para manajer, tenaga ahli dari dalam dan luar negeri (expert) akan disediakan penginapan (base camp) akan disewakan penginapan di kawasan pemukiman terdekat, seperti kawasan Green bay. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan reklamasi Pulau F ditampilkan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Rincian Kebutuhan Tenaga Kerja Konstruksi dan Total Kebutuhan Air Rincian Tenaga Kerja (orang) No 1 2 3
Uraian Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja (panitia penerimaan tenaga kerja) Mobilisasi Alat Berat Pekerjaan Reklamasi Konstruksi sand key Pengisian Pasir
4 5
Pemasangan PVD dan Pembebanan awal Perataan (levelling) dan kompaksi Pembangunan Revetment Pengisian Material TOTAL
Total Kebutuhan Air
Ahli
Terampil
Kasar
n x 50 liter/hari
2
5
-
350
5
-
250
5 5
10 75
850 4.250
4
40
2.200
2
4
50
2.800
3 1 15
5 2 35 300
60 15 250
3.400 900
2 5
15.000
Sumber: PT. Jakarta Propertindo, 2013
Jumlah pekerja menurut Tabel 1.3 diatas merupakan perkiraan jumlah total, sedangkan utilisasi pekerja tersebut bertahap sesuai dengan kebutuhan dan tahapan pekerjaan. Adapun pekerja yang didarat (kantor) berjumlah sekitar 6 orang dengan jam kerja 8 jam per hari. Sedangkan sisanya bekerja di atas kapal dengan pergantian sesuai dengan kebutuan dan tahapan pekerjaan. Perkiraan kebutuhan air bersih untuk pekerja berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik Di Provinsi DKI adalah 50 liter/pegawai/hari dan debit air limbah yang dihasilkan sekitar 40 L/pegawai/hari. Untuk kantor yang di darat kebutuhan air bersih berasal dari PDAM, sedangkan kebutuhan air bagi pekerja di atas kapal, berasal dari hasil pengolahan air laut (penyulingan) di kapal tersebut. Oleh karena itu total kebutuhan air bersih pada tahap reklamasi Pulau F adalah 15000 liter/hari atau 15 m3/hari dengan jumlah limbah domestic yang dihasilkan 12 m3/hari. Jumlah pekerja reklamasi sesuai dengan tahapan kegiatan sehingga tidak secara bersamaan dilakukan 300 orang. Kebutuhan tenaga kerja per tahapan kegiatan telah diuraikan pada Tabel 1.3, sebagai contoh pembangunan revetment memerlukan 68 tenaga kerja sehingga kebutuhan airnya pun hanya 3400 liter/hari atau 3,4 m3/hari. Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 13
b. Mobilisasi Peralatan dan Pekerja Reklamasi Mobilisasi tenaga kerja dari darat rencananya akan menggunakan perahu nelayan di muara angke yang telah di sediakan oleh pihak kontraktor. Sistem transportasi ini nantinya akan difungsikan untuk mengangkut para pekerja yang sedang ganti shift kerja. Para pekerja yang berada lokasi rencana reklamasi dapat kembali ke daratan dengan menggunakan perahu nelayan tersebut. Khusus untuk pekerja lokal, dapat langsung pulang kerumahnya masing-masing tanpa harus menempati base camp. Untuk menunjang kegiatan konstruksi reklamasi, dibutuhkan sejumlah peralatan dan material. Kegiatan mobilisasi peralatan reklamasi akan dilakukan melalui jalur laut dengan menggunakan kapal. Kebutuhan peralatan reklamasi disesuaikan dengan kondisi kawasan pengerukan pasir laut dan kawasan yang akan direklamasi. Gambaran jenis dan jumlah peralatan yang akan dibutuhkan dalam kegiatan reklamasi Pulau F disajikan pada Tabel 1.4. Tabel 1.4. Jenis dan Jumlah Peralatan Reklamasi yang dibutuhkan No.
Jenis Peralatan yang Dibutuhkan
1.
TSHD dredgers (15,000m – 30,000m ) (dengan floating pipeline/land based pipeline/sinker line) Backhoe dredgers
2.
3
3
Jumlah (unit) 2
3
2
3.
Barges (3,000 m ) + tugboats
3
4.
Spreader pontoon
1
5.
Multi purpose work vessel (multicat)
1
6.
Wheel loader
2
7.
Bull dozers
3
8.
Long boom excavators
2
9.
Wire crane with clamshell and orange peel grab
2
10.
Pontoon for crane
1
11.
Excavator
3
12.
Kapal Survey
1
13.
Kapal untuk mentransportasi pekerja
1
14.
Kapal untuk mentransportasi peralatan
1
15.
Pontoon with offshore vibro-compaction equipment
1
16.
Compaction rollers
2
17.
Rapid compaction drillers
2
18.
Onshore vertical drain inserters
5
Sumber: PT Jakarta Propertindo, 2013
c. Pengangkutan Material Reklamasi Material reklamasi yang akan digunakan adalah pasir laut, batu, geotekstile dan PVD. Pengangkutan material pasir reklamasi ke lokasi reklamasi Pulau F dilakukan dari laut dengan menggunakan TSHD (Trailer Suction Hopper Dredger) dengan kapasitas
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 14
15.000 m3 sampai 30,000m3. Pengadaan material reklamasi akan dilakukan oleh pemasok dari pihak ketiga. ketiga. Pemrakarsa akan mensyaratkan calon pemasok agar memiliki ijin lingkungan terkait penyediaan pe an material reklamasi atau ijin lainnya. lainnya Untuk pengangkutan material lainnya (batu, geotextile,, PVD) juga akan dilakukan melalui jalur laut dengan menggunakan kapal tongkang. Gambaran skema alur pengangkutan material untuk rencana kegiatan reklamasi Pulau F dapat dilihat pada Gambar 1.5. 1.
Sumber : Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013 201
Gambar 1.5 1. Alur Pengangkutan Material Reklamasi Pertimbangan pemrakarsa menggunakan jalur laut untuk pengangkutan material reklamasi adalah efektifitas efektif biaya dan meminimalkan dampak lingkungan yang mungkin terjadi. Pengangkutan material reklamasi dari laut akan sangat efektif dari segi biaya karena kapasitas volume material yang dapat diangkut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan material yang diangkut diangkut dari darat (misalnya: kapasitas 1 tongkang sama dengan kapasitas 200 unit dump truck). ). Disamping itu dari segi lingkungan, transportasi material dari darat melalui kawasan Muara Angke akan menimbulkan permasalahan yang sangat komplek bila dibandingkan dengan transportasi material dari laut. Perkiraan material pasir untuk reklamasi diperkirakan mencapai 25.000.000 m3, sedangkan kebutuhan batu untuk reklamasi pulau F adalah sekitar 700.000 m3. Dasar perhitungan angka angka diatas menggunakan GIS dimana volume volume material dihitung berdasarkan profile dasar laut dan tinggi rencana lahan reklamasi (RHDHV, 2013). Potensi sumber batu yang tersedia berada di wilayah Merak dan Lampung. Kebutuhan tanah penutup untuk lapisan atas lahan reklamasi diperkirakan sebesar 342.000 m3 yang diperkirakan berasal dari Bojonegara (Serang). Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 15
Pengadaan material reklamasi pulau F akan dilakukan melalui kerjasama dengan pemasok pihak ketiga yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis, seperti rekomendasi/izin alur pelayaran dari otoritas pelabuhan dan Kementerian Perhubungan. Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi pihak pemasok adalah harus memenuhi peraturan yang terkait dengan pengadaan bahan galian golongan C, yaitu: Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.217/Kpts/M/Pertamben/1963 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Ijin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C yang terletak di Lepas Pantai. PT Jakarta Propertindo sebagai pemrakarsa kegiatan telah mengidentifikasi lokasi sumber material reklamasi yaitu berada di barat-laut Laut Jawa, di Selat Sunda atau selatan Lampung. Gambar 1.6 menunjukkan lokasi pengerukan sumber material reklamasi (pasir laut) yang teridentifikasi. Sedangkan beberapa perusahaan pemasok material reklamasi yang disajikan pada Tabel 1.5.
Sumber : Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Daerah Pengerukan
50 – 150 km
Area Reklamasi
Gambar 1.6 Lokasi Daerah Pengerukan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 16
Tabel 1.5. Perusahaan Pemasok Material Reklamasi NAMA PERUSAHAAN
Nama Pemilik Konsesi
Lokasi Tambang Deposit
PT LAUTAN INDONESIA PERSADA
PT LABITRA BAHTERA PRATAMA
PT TANJUNG KUALA BERKAH
PT CITRA HARAPAN ABADI
PT PERMATA SUMBER ENERGI
PT Wahana Tanggamus Berkah
PT Labitra Ardhu Syakirah
PT Tobas Kaula Kencana
PT Citra Harapan abadi bekerja sama dengan Puskoneli
PT Permata Sumber Energi
Kab Tanggamus, Lampung
Serang Banten
Lampung Timur
Lampung
Serang, Banten
+/- 20 juta – 25 juta m
3
+/- 50 juta m
Luas Area
+/- 60 juta m
+/- 920 Ha • 104 32’35” BT o 5 31’53”LS o • 104 32’40” BT o 5 31’53”LS o • 104 32’40” BT o 5 31’56”LS o • 104 32’43” BT o 5 31’56”LS o • 104 32’43” BT o 5 32’1” LS o • 104 32’35” BT o 5 32’1” LS o
Koordinat
3
• • • •
o
106 18’55.9” E o 5 58’40.8” S o 106 19’09.6” E o 5 58’49.1” S o 106 19’13.7” E o 5 58’52.9” S o 106 19’30.4” E o 5 59’02.4” S
3
> 50 juta m
+/- 692 Ha • • • • • • •
o
105 46’35” BT o 4 38’50” LS o 105 46’38” BT o 4 37’05” LS o 105 47’30” BT o 4 38’30” LS o 105 49’00” BT o 4 39’52” LS o 105 50’25” BT o 4 37’30” LS o 105 51’20” BT o 4 39’10” LS o 105 53’00” BT o 4 41’07” LS
3
+/- 25 juta m
997 Ha • • • •
0
105 58’47.114”BT 0 4 24’ 22.208”LS 0 105 0’ 19.008”BT 0 4 24’ 22.208”LS 0 105 0’ 19.008”BT 0 4 26’ 16.270”LS 0 105 58’ 47.114”BT 0 -4 26’ 16.270”LS
3
1000 Ha • 617879.0000 BT 9357442.0000 LS • 623042.5335 BT 9357442.0000 LS • 623042.5335 BT 9355483.0695 LS • 617879.0000 BT 9355483.0695 LS
sumber: PT. Jakarta Propertindo
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 17
d.
Proses Pekerjaan Reklamasi
Proses pekerjaan reklamasi merupakan sebuah proses pekerjaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Terdapat 6 (enam) jenis pekerjaan utama yang akan dilakukan dalam proses pekerjaan reklamasi Pulau F yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Konstruksi Sand Key Penggelaran Bahan Urugan (Pengisian Pasir) Pemasangan Pre-fabricated Vertical Drain (PVD) dan Pembebanan Awal Pekerjaan Leveling dan Kompaksi (Pemadatan) Konstruksi Revetment Pengisian Material Top soil
Secara umum, proses pekerjaan reklamasi Pulau F diilustrasikan secara berurutan pada Gambar 1.7, Gambar 1.8 dan Gambar 1.9.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 18
Gambar 1.7 Proses Pekerjaan Reklamasi Pulau F Step 0 – 2
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 19
Gambar 1.8 Proses Pekerjaan Reklamasi Pulau F Step 3 – 5
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 20
Gambar 1.9 Proses Pekerjaan Reklamasi Pulau F Step 6 – 7
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 21
Uraian rinci tahapan pekerjaan utama reklamasi adalah sebagai berikut : 1)
Konstruksi Sand Key
Dalam engineering design yang telah dilakukan (referensi: Engineering Design Island F, RHDHV 2013) diindikasikan adanya lapisan tanah yang kurang baik (lempung sangat lunak) di area reklamasi pulau F. Lapisan tanah ini sangat lunak dan mempunyai daya dukung rendah. Akibat daya dukung yang rendah, lereng revetment menjadi tidak stabil (terutama saat gempa terjadi), oleh karena itu pembuatan sand key dibawah revetment diperlukan dengan cara menggantikan tanah yang kurang baik ini dengan tanah yang berkualitas lebih baik (dalam hal ini pasir yang sudah dipadatkan). Penggunaan sand key dipertimbangkan sebagai solusi yang efektif untuk mendapatkan kekuatan geser tanah yang cukup di sekitar daerah bawah revetment sehingga dihasilkan lereng revetment yang stabil (dengan Angka Keamanan memenuhi syarat minimum). Pengerukan material tanah lunak Pada lokasi sand key, lapisan tanah yang kurang baik perlu dikeruk sampai pada lapisan pasir. Hal ini biasanya dilakukan menggunakan back-hoe dredger yang dapat mengeruk dengan tepat dan meminimalkan hilangnya sedimen ke dalam air. Pengisian material pasir Setelah pengerukan dilakukan, perlu dilakukan pengisian pasir dengan segera untuk menghindari keruntuhan lereng. Volume tanah lunak yang perlu dikeruk diestimasikan sekitar 8,000,000 m3. Gambar contoh penampang melintang dari sand key di sebelah selatan reklamasi Pulau F disajikan pada Gambar 1.10. Pembuatan sand key (Gambar 1.11) berfungsi sebagai soil improvement untuk menjaga agar tidak terjadi settlement. Hasil soil investigation menunjukkan bahwa seabed mengandung soft clay, sehingga diperlukan soil improvement melalui sand key. Proses penimbunan pasir pada galian lapisan lunak dilakukan secara pararel dan simultan untuk menjaga stabilitas sand key.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 22
Sumber : Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 1.10 Penampang Melintang Sand Key
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 23
Sumber : engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 1.11 Sand Key
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 24
Pembuangan material keruk Lokasi pembuangan hasil keruk (dumping area) telah mendapat rekomendasi dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Sunda Kelapa, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan, yaitu Nomor: PP.201/1/2/KSOP-SKA/14 perihal Rekomendasi Keselamatan Pelayaran Untuk Kegiatan Pengerukan Pulau F, tertanggal 08 Desember 2014, yaitu pada koordinat 05o58’30”LS/106o45’00”BT; 05o58’00”LS/106o45’00”BT; 05o58’00”LS/106o46’00”BT; 05o58’30”LS/106o46’00”BT. Lokasi pembuangan hasil keruk dapat dilihat pada Lampiran XI. Ketentuan pembuangan hasil keruk mengacu pada UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 60 dan 61 serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 Tentang Pengerukan dan Reklamasi; Pasal (5) ayat (1) huruf d dengan persyaratan tidak diperbolehkan di: (a) alur pelayaran, (b) kawasan lindung, (c) kawasan suaka alam, (d) taman nasional, (e) taman wisata alam, (f) kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, (g) sepadan pantai, (h) kawasan terumbu karang, (i) kawasan mangrove, (j) kawasan perikanan dan budidaya, (l) daerah lain yang sensitif terhadap pencemaran sesuai ketentuan peraturan perundangan undangan. Lokasi pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan: kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter LWS dan jarak dari garis pantai lebih dari pantai lebih dari 12 (dua belas) Mil.
2)
Penggelaran bahan urugan (Pengisian Pasir)
Proses pekerjaan pengisian pasir pulau F berlangsung secara berkesinambungan mulai dari pengerukan pasir (pihak ketiga), pasir diangkut ke lokasi reklamasi sampai pasir dipompakan ke area reklamasi selama 24 jam. Proses ini dapat diilustrasikan melalui Gambar 1.12. di bawah ini.
TSHD Pengerukan Pasir
TSHD
TSHD
Meninggalkan area reklamasi
Pasir dibawa menuju lokasi
TSHD Pasir dipompakan ke area reklamasi menggunakan
Gambar 1.12 Ilustrasi Pekerjaan Pengisian Pasir Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 25
Untuk mengumpulkan, mengangkut dan mengisi pasir ke area reklamasi dilakukan dengan menggunakan Trailer Suction Hopper Dredger (TSHD). Kapal ini sangat cocok digunakan untuk pengerukan di laut dalam (dengan kondisi angin dan gelombang laut dalam) dan dalam kondisi pelayaran yang memiliki jarak tempuh yang cukup jauh. Beberapa cara pengisian pasir yang dapat dilakukan antara lain: direct dumping (pasir diletakkan secara langsung diarea reklamasi), pumping (pasir diisi dengan cara memompakannya melalui pipa), dan rainbowing (pasir disemprotkan dari atas kapal). Gambaran proses cara pengisian pasir ini dapat dilihat pada Gambar 1.13.
a. Direct Dumping
b. Pumping
c. Rainbowing
Gambar 1.13 Alternatif Proses Pengisian Pasir Untuk reklamasi Pulau F, metode pengisian pasir direncanakan dengan dua cara yaitu dengan cara pumping (pemompaan melalui pipa) menggunakan TSHD yang dihubungkan dengan floating pipeline dan menggunakan Sraying Pontoon untuk 2m ketebalan pertama. Pengisian pasir direncanakan akan dimulai dari selatan menuju ke utara. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pekerjaan reklamasi. Disamping itu untuk menjaga agar pasir tidak menyebar jauh dari area reklamasi, pengisian pasir dilakukan di bagian tengah area reklamasi (diantara sisi barat dan sisi timur reklamasi). Dengan metode seperti ini, diharapakan pasir akan membentuk kemiringan naturalnya masih pada area reklamasi. Skema proses pengisian pasir menggunakan TSHD dapat dilihat pada Gambar 1.14.
Gambar 1.14 Skema jalur TSHD Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 26
Seperti dijelaskan sebelumnya, pengisian pasir dengan menggunakan TSHD dihubungkan dengan floating pipeline. Hal ini dilakukan karena TSHD membutuhkan kedalaman yang cukup untuk berlabuh. Gambaran proses pengisian pasir menggunakan TSHD dengan metode pumping dapat dilihat pada Gambar 1.15. di bawah ini.
Gambar 1.15 Proses Pengisian Pasir Menggunakan TSHD dengan Metode Pumping Seperti dijelaskan sebelumnya, pengisian pasir ke area reklamasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati, terutama untuk 2m ketebalan lapisan pertama. Hal ini dikarenakan kondisi dasar laut Pulau F merupakan tanah yang sangat lunak. Oleh sebab itu, pengisian pasir dilakukan secara perlahan dan berlapis dengan ketebalan sekitar 0,5 m dengan cara menyemprotkan pasir dengan kecepatan rendah menggunakan spraying pontoon (Gambar 1.15).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 27
Gambar 1.16 Spraying Pontoon Pengisian/penggelaran pasir dilakukan secara simultan dengan pembangunan revetment. Sesaat setelah pengisian pasir telah berada di atas permukaan air, maka pekerjaan revetment dapat dimulai. Pekerjaan ini dimulai dengan pembentukan kemiringan pasir mengikuti rencana kemiringan revetment yaitu 1:4 dan sesegera mungkin dilanjutkan dengan pemasangan geotextile yang digambarkan pada Gambar 1.23 dan Gambar 1.24. Proses ini dilanjutkan secara berkesinambungan sampai pengisian pasir mencapai tinggi isian yang direncanakan (+4.0m LWS).Hal ini dilakukan untuk menjaga proses pekerjaan reklamasi berjalan secara terintegrasi dan berjalan sesuai dengan jadual yang telah direncanakan dan tentunya untuk menjaga material pasir tidak tergerus ke laut. Selama proses pekerjaan pengisian pasir ini, pemasangan silt screen harus dilakukan untuk mengurangi sebaran sedimen halus ke area di sekitar reklamasi Pulau F. Dalam proses reklamasi, perlu adanya storage area atau area penyimpanan material dan peralatan konstruksi, Hal ini dilakukan untuk menjaga proses konstruksi tetap berlangsung secara kontinyu dan memfasilitasi proses pekerjaan selanjutnya. Storage area ini diestimasikan berukuran 200m x 200m. Gambaran lokasi storage area pada Pulau F dan contoh storage area pada lahan reklamasi dapat dilihat dalam Gambar 1.17. dan Gambar 1.18. di bawah ini.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 28
Gambar 1.17 Lokasi Storage Area
Gambar 1.18 Contoh Storage Area pada Lahan Reklamasi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 29
3)
Pemasangan Pre-fabricated Vertical Drain (PVD) dan Pembebanan Awal
Tanah di lapisan atas di lokasi reklamasi Pulau F merupakan tanah lempung sangat lunak relatif tebal dengan permeabilitas yang cukup rendah. Kondisi ini menyebabkan proses konsolidasi pada tanah tersebut akan memakan waktu yang lama pada saat tanah reklamasi ditempatkan di atasnya sehingga waktu konstruksi yang dibutuhkan akan sangat lama. Untuk memenuhi persyaratan penurunan sisa setelah konstruksi maksimal 250mm, diperlukan suatu metode perbaikan tanah yang efektif. Setelah pekerjaan reklamasi tampak di atas permukaan air, peralatan vertical drain dimungkinkan untuk dimasukkan ke area reklamasi (untuk mengakomodasi mobilisasi peralatan PVD ke lokasi reklamasi). Seperti yang telah diindikasikan dalam desain (referensi: Engineering Design Island F, RHDHV 2013), PVD dipasang pada level +1.5m dari LWS (berada di atas muka air tertinggi MHWS).
Gambar 1.19 Pemasangan PVD Gambar 1.19 diatas menyajikan pekerjaan pemasangan PVD. Tujuan penggunaan PVD adalah untuk mempercepat disipasi tekanan air pori di lapisan tanah lempung. Hal ini akan menghasilkan proses konsolidasi yang lebih cepat untuk memenuhi persyaratan besarnya penurunan sisa dan menghasilkan kenaikan kuat geser tanah lempung eksisting. Umumnya penggunaan PVD bersamaan dengan pengaplikasian pembebanan awal (sementara) dengan menggunakan material pasir (material yang sama dengan material reklamasi). Pemasangan PVD dilakukan dengan jarak pusat ke pusat 1, 5 m (area utara dan selatan reklamasi) dan 1.8m (area tengah reklamasi) dengan kedalaman hingga menembus lapisan tanah lempung lunak. Pembebanan awal sebesar 4m (area utara dan selatan reklamasi) dan 2m (area tengah reklamasi) perlu diterapkan untuk memenuhi persyaratan penurunan sisa setelah konstruksi maksimal -250 mm. Dikarenakan pembebanan awal bersifat sementara, apabila pembebanan telah selesai dilaksanakan di suatu area maka material tersebut dapat digunakan untuk area lain. Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 30
4)
Pekerjaan Leveling (Perataan) dan Kompaksi (Pemadatan)
Setelah PVD dipasang, area reklamasi akan terkonsolidasi lebih lanjut. Kemudian pipa dan buldoser digunakan untuk mengarahkan pengisian pasir ke lokasi yang tepat dan meratakan area tersebut. Karena area reklamasi masih mengalami penurunan, area reklamasi perlu untuk diisi terus menerus walaupun sudah mencapai level design. Material Pasir yang akan ditempatkan pada area reklamasi tanpa densifikasi den terhadap kinerja kompaksi, rentan terhadap likuifaksi. Oleh karena itu, tindakan mitigasi diperlukan untuk mencegah likuifaksi. Kedalaman dan tebal material pasir yang dibutuhkan untuk reklamasi dan menggantian material yang tidak dibutuhkan bervariasi berva disepanjang area reklamasi. Kompaksi material granular diatas air dapat dilakukan dengan roller compaction atau ground vibratory compaction (kompaksi dinamik dangkal) sejalan dengan buldoser untuk mencapai pemadatan yang dibutuhkan. Kompaksi dinamik (sampai pada ketebalan lapisan isi 6-8m) 6 8m) dan Vibro-compaction (sampai ketebalan lapisan isi 10-12m) 10 12m) dibutuhkan untuk kompaksi dibawah air. Vibrocompaction (Gambar 1.20) 1.2 dapat dilakukan dari darat ataupun dari platform di laut, dan biasanya dilakukan dengan dengan menggunakan baik pola grid segitiga maupun persegi panjang dengan jarak berkisar antara 1.5m sampai 3m dari pusat ke pusat.
Gambar 1.20 Vibro-compaction
5)
Konstruksi Revetment
Sebagaimana disebutkan sebelumnya (Hal I-29), pekerjaan konstruksi revetment akan dilakukan secara simultan dengan pekerjaan pengisian pasir dimana pekerjaan revetment dimulai saat pengisian pasir sudah mencapai ketinggian diatas permukaan air laut. Material utama yang digunakan untuk konstruksi revertment adalah batu. Untuk tuk saat ini, material batu dengan kualitas yang baik diindikasikan terdapat di sekitar Merak dan Lampung. Proses penyediaan batu transport (dengan menggunakan tongkang), peletakan batu dan penempatan batu (dengan menggunakan excavator) untuk pekerjaan revetment ini dilakukan secara berkesinambungan seperti diilustrasikan dalam Gambar 1.21. 1.2 di bawah ini.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 31
Penggalian Batu Di Lokasi Quarry
Tongkang
Tongkang
Berlayar kembali ke lokasi quarry
Batu diangkut ke area reklamasi
Excavator
Tongkang
Penempatan Batu
Peletakan Batu
Gambar 1.21 Ilustrasi Penyediaan Material Batu Untuk Pekerjaan Revetment Seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.21, pengangkutan material batu ke area reklamasi dilakukan dengan menggunakan tongkang. Dalam pekerjaan reklamasi ini, direncanakan akan dibutuhkan 3 buah tongkang. Proses pengangkutan material batu ini diperkirakan akan memakan waktu 12 jam dari lokasi quarry dan 12 jam ke lokasi quarry. Sehingga pada saat 1 tongkang berada di area reklamasi, 1 tonggang lainnya berada pada lokasi quarry, dan 1 tongkang lainnya berlayar kembali ke area quarry. Proses ini lakukan sedemikian rupa untuk menjaga proses pekerjaan reklamasi berlangsung secara berkesinambungan dan menghindari waktu tunggu yang lama. Revetment terdiri dari beberapa bagian antara lain lapisan pelindung (armour layer), under layer (bisa lebih dari 1 lapisan), inti (core), geotextile dan kaki revetment (toe). Lapisan armour berfungsi menahan hantaman gelombang ekstrim secara langsung tanpa mengakibatkan kerusakan yang berarti pada struktur revetment secara keseluruhan. Under layer menyediakan pondasi bagi lapisan armour dan berfungsi sebagai filter antara lapisan armour dengan inti revetment (dalam hal ini pasir). Geotextile dipasang untuk mencegah tergerusnya pasir ke laut lepas. Kaki atau toe memiliki fungsi yang sangat vital, yaitu menjaga kestabilan bangunan revetment secara keseluruhan dan juga mendukung lapisan armour. Toe ini dipanjangkan ke laut untuk mencegah terjadinya scour (gerusan dasar laut di depan revetment). Revetment dibangun dengan mempertimbangkan kestabilan dari sisi geoteknik dan juga dari sisi hidrauliknya. Ukuran batu yang digunakan sebagai lapisan armour cukup kuat untuk menghadang gelombang dalam kondisi ekstrim (dalam hal ini untuk sisi utara Pulau F, ukuran batu yang digunakan untuk lapisan armour adalah 1000 – 3000kg). Revetment dibangun Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 32
dengan ketinggian tertentu (crest level) sehingga air yang masuk ke area reklamasi pada saat kondisi cuaca ekstrim dapat diminimalisasi (untuk sisi utara Pulau F crest level nya adalah +7.6m LWS). Pada Gambar 1.22 di bawah ini ditampilkan potongan melintang dari revetment di sisi utara Pulau F.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 33
Sand key 3
3
Gambar 1.22 Potongan Melintang Revetment di Sisi Utara Pulau F
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 34
Selanjutnya, urutan pekerjaan konstruksi revetment dilakukan sebagai berikut: a) Sand Trimming (Pemangkasan Pasir) Inti dari revetment terdiri dari pasir isi. Pasir ini akan disalurkan melalui pipa dalam volume yang besar dan akan diendapkan oleh gravitasi dengan kemiringan natural. Kemiringan pada batas reklamasi dibutuhkan sehingga perlu dilakukan pemangkasan pasir agar memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Pemangkasan pasir dapat dilakukan dengan menggunakan excavator untuk daerah yang berada di atas permukaan air dan untuk daerah lainnya dapat dilakukan dengan backhoe dredger atau clamshell dredger. Sangat disarankan untuk memperhatikan kondisi pasang surut dan gelombang saat pekerjaan ini dilakukan, dan sangat disarankan untuk segera menutupi lereng pasir yang baru dipangkas dengan menggunakan geotextile. Gambaran terkait pemangkasan pasir dan peletakan geotextil dapat dilihat pada Gambar 1.23 dan Gambar 1.24.
Gambar 1.23 Proses Pemangkasan Pasir b) Peletakan geotextile Untuk mencegah pasir terbuang ke laut, sangat penting untuk memasang geotextile diantara pasir dan lapisan batu. Peletakan geotextile dapat dilakukan secara efektif dengan menggulirkan gulungan geotextile dari puncak sampai ke ujung kaki revetment. Dengan bantuan penyelam, overlap diantara geotextile dapat dikendalikan. Biasanya untuk pekerjaan di laut, overlap geotextile berkisar antara 1m sampai 2 m. Peletakan batu direkomendasikan dilakukan pada saat geotextile digulirkan untuk menjaga geotextile tetap di tempat yang seharusnya.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 35
Gambar 1.24 Proses Peletakan Geotextile
c) Penempatan Batu Revetment terdiri dari beberapa lapisan batu yang berbeda-beda. berbeda beda. Batu yang berukuran besar tidak dapat diletakkan langsung diatas geotextile karena hal ini dapat merusak geotextile tersebut. Oleh karena itu, lapisan filter yang terdiri dari batu ukuran kecil diletakkan terlebih dahulu, diikuti dengan lapisan yang lebih besar dan lapisan utama. Untuk kegiatan konstruksi revetment, kebutuhan batu diperkirakan mencapai 700,000m3 yang terdiri dari batu berukuran 1,000 – 3,000kg, 300 – 1,000kg, 60 – 300kg, dan 10 – 60kg. Batu ini akan ditransportasikan dari jalur laut dengan menggunakan tongkang. Proses unloading material batu ini dapat langsung dilakukan dari tongkang ke area reklamasi reklamasi seperti yang akan dijelaskan dalam bagian pengisian material top soil selanjutnya. Umumnya, penempatan batu akan dilakukan dari sisi darat pulau dan dari laut. Untuk penempatan batu dari darat akan dilakukan dari puncak lereng dengan menggunakan Long arm excavator dengan jangkauan 15m sampai 25m. Penempatan batu dari laut akan menggunakan alat alat keruk yang kecil (dengan kapasitas 2m3 sampai 4m3). Penempatan dan peletakan baru harus dilakukan dengan baik agar sesuai design level yang dibutuhkan. Gambaran Gamba proses pekerjaan penempatan batu disajikan pada Gambar 1.25. dan Gambar 1.26. 1.2 di bawah ini.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 36
Gambar 1.25 Penempatan Batu dari Laut
Gambar 1.26 Penempatan Batu dari Darat 6)
Pengisian Material Top Soil
Setelah revetment terbangun dan pasir di lahan reklamasi sudah terkompaksi dan telah mencapai settlement yang telah ditetapkan, maka selanjutnya dilakukan pengisian material top soil. soil Pengisian material top soil diperkirakan sebesar se 30% dari area reklamasi,, dan dengan ketebalan 0,6m maka total kebutuhan material top soil adalah sekitar 342.000 m3. Rencana penempatan top soil tersebut akan digunakan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 37
untuk keperluan ruang terbuka hijau (top soil tidak dibutuhkan di lokasi konstruksi bangunan di atas lahan reklamasi). Untuk memenuhi kebutuhan top soil pemrakarsa akan bekerjasama dengan pihak ketiga yang sudah memenuhi persyaratan administrasi maupun teknis. Pengambilan top soil direncanakan berasal dari Bojonegara, Banten. Sistem pengangkutan top soil melalui jalur laut (Gambar 1.5) dengan menggunakan kapal tongkang. Kapal tongkang memiliki bagian penutup yang dapat digunakan sebagai akses loading/unloading yang disebut dengan rampdoor, sehingga untuk pekerjaan top soil ini proses unloading/bongkar dapat dilakukan langsung dari tongkang ke lahan reklamasi. Dengan demikian, ceceran dari material lainnya yang menyebar ke laut disekitar rencana reklamasi Pulau F dapat dicegah /diminimalkan. Pada tahap kegiatan reklamasi ada beberapa kegiatan pengelolaan lingkungan yang direncanakan, diantaranya adalah: 1)
Pemasangan Silt Screen
Area reklamasi pulau F berdekatan dengan kawasan mangrove Suaka Marga Satwa Muara Angke. Sangat penting untuk memperhitungkan dampak sediment plume (peningkatan sedimen tersuspensi) terhadap air laut yang mengalir ke asupan air tersebut. Lokasi mangrove terdekat adalah Suaka Margasatwa muara angke dengan jarak ± 500 m garis lurus dari rencana kegiatan reklamasi Pulau F. Pekerjaan reklamasi yang dilakukan akan mengakibatkan pelepasan pasir ke dalam air dan selanjutnya terdeposisi. Meskipun sebagian besar dari material tersuspensi namun material tersebut akan jatuh ke dasar laut. Sedimen yang lebih halus dapat bertahan dalam suspensi bahkan dalam jarak yang lebih jauh. Penggelaran material reklamasi dapat menyebabkan penyebaran sedimen ke perairan sekitar terutama sedimen halus. Tingkat dimana sediment plume dikatakan tersebar tergantung pada densitas/kepadatan sedimen yang tercampur air dibandingkan dengan densitas air laut di sekitarnya dan hal ini tergantung pada metode pengisian pasir yang dipilih. Semakin besar material yang ada dalam plume, semakin cepat material tersebut jatuh ke dasar laut bila dibandingkan dengan material yang lebih halus. Pasir kasar (> 2mm) dan batu kerikil cenderung mengendap di dasar laut dalam waktu seketika dengan jarak 50m dari kapal keruk. Untuk mencegah konsentrasi sedimen dalam air laut melebihi batas, penggunaan silt screen seperti pada Gambar 1.27 sangat dibutuhkan. Silt screen berfungsi sebagai tabir penahan material halus untuk mencegah penyebaran material halus tersebut ke perairan sekitar.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 38
(a)
(b)
Sumber : EngineeringDesign Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 1.27 a. Silt Screen 2)
b. Pemasangan Silt Screen
Pemantauan Geoteknik
Perlu juga diperhatikan bahwa selama masa konstruksi, pemantauan penurunan tanah harus dilakukan dengan hati-hati. Ketidakpastian dalam kondisi aktual geoteknik dibandingkan dengan kondisi geoteknik yang diasumsikan berdasarkan penyelidikan tanah dapat menyimpang dari asumsi desain yang telah ditentukan. Untuk itu, pemantauan geoteknik yang layak harus diimplementasikan. Program pemantauan geoteknik menyediakan data untuk menverifikasi perilaku aktual tanah dan mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi dari desain. Dalam rangka untuk memantau perilaku subsoil sebelum, selama, dan sesudah pekerjaan reklamasi, maka diperlukan pelaksanaan pemantauan geoteknik. Pengendalian dengan menggunakan program pemantauan diperlukan untuk memberikan peringatan ketidakstabilan dan perpindahan tanah yang berlebihan, sehingga memungkinkan tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan sebelum situasi kritis muncul.
1.1.5.
Kegiatan Pasca Konstruksi
Kegiatan pasca konstruksi yang meliputi; pengakhiran tenaga kerja, demobilisasi peralatan, dan keberadaan pulau hasil reklamasi. a. Pengakhiran Tenaga kerja. Setelah konstruksi reklamasi selesai, seluruh tenaga kerja yang terlibat dalam pekerjaan reklamasi pulau F (300 orang) akan diakhiri masa kerjanya. Pada dasarnya keterlibatan tenaga kerja tersebut berlangsung sebagai hubungan kerja dengan pihak kontraktor yang melaksanakan reklamasi. Tidak semua pekerja pada tahap konstruksi dari berbagai kualifikasi diberhentikan, namun pada masa pasca konstruksi beberapa staf yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan administrasi pekerjaan tahap akhir pasca kontruksi masih dilibatkan. b. Demobilisasi peralatan Reklamasi membutuhkan berbagai peralatan berat dan peralatan reklamasi yang sebagian besar akan dipergunakan di perairan laut, kecuali peralatan untuk membantu Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 39
penggelaran tanah penutup dan pemadatan lahan siap bangun. Dengan demikian demobilisasi peralatan berat dan peralatan reklamasi juga akan berlangsung di kawasan perairan laut Teluk Jakarta. Demobilisasi peralatan berat pendukung reklamasi, seperti bulldozer, loader, spreader, crane dan dumptruck, tidak dilakukan melalui jalan darat, melainkan menggunakan jalur laut. Demobilisasi peralatan akan berlangsung bertahap sesuai dengan progress reklamasi Pulau F karena kegiatan reklamasi dilakukan secara simultan dan menerus hingga terbangun Pulau F. c. Keberadaan dan Pemeliharaan Pulau Hasil Reklamasi Terwujudnya Pulau F dengan lahan siap bangun di dalamnya merupakan tujuan dilakukannya reklamasi. Selama pulau hasil reklamasi belum dimanfaatkan, perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan terhadap pulau hasil reklamasi tersebut. Kegiatan monitoring tersebut akan dilakukan oleh pihak pemrakarsa. Pemeliharaan tersebut juga bertujuan untuk mengetahui terjadi atau tidaknya longsoran dan penurunan muka tanah reklamasi disekitar reklamasi Pulau F. Terkait dengan kebijakan dan rencana pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun pantai Utara Jakarta melalui reklamasi dengan cara membangun pulaupulau yang terpisah dari daratan yang ada. Keberadaan Pulau F akan berfungsi determinasi bagi rencana pembangunan Pulau lainnya yang berdekatan dan kawasan daratan yang berbatasan dari aspek fisik, sebagai salah satu upaya pemanfaatan ruang sebaimana diamanatkan oleh Perda provinsi DKI Jakarta No.1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2030.
1.1.6.
Tahapan Waktu Pelaksanaan Reklamasi Pulau F
Jadual pembangunan reklamasi Pulau F direncanakan selama 30 bulan dengan beberapa pekerjaan yang dilaksanan secara pararel. Secara garis besar kegiatan akan meliputi tahapan pekerjaan pra konstruksi sampai dengan tahapan pekerjaan paska konstruksi. Adapun jadual pekerjaan reklamasi Pulau F secara rinci disajikan pada Tabel 1.6 berikut ini.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 40
Tabel 1.6. Jadual Kegiatan Konstruksi Reklamasi Pulau F
Tahun No
Kegiatan
2013 2014 2015 2016 2017 Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun
Jul
A. Tahap Pra Konstruksi 11 Sosialisasi Proses Perizinan danKegiatan Sosialisasi • Sosialisasi Rencana Rencana Kegiatan 2 Pekerjaan Perizinan • Proses Perizinan
B. Tahap Konstruksi 1 Rekruitment tenaga kerja 2 Mobilisasi peralatan dan material 3 Pengangkutan material reklamasi 4 Proses pekerjaan reklamasi a. Konstruksi Sand Key (pengerukan dan pembuangan) b. Penggelaran Bahan Urugan (Pengisian Pasir) c. Pemasangan PVD dan Pembebanan Awal d. Leveling dan Kompaksi (Pemadatan) e. Pembangunan Revertment f. Monitoring dan Pekerjaan leveling C. Tahap Pasca Paska Konstruksi 1 Demobilisasi peralatan 2 Pengakhiran tenaga kerja 3 Keberadaan dan pemeliharaan puau hasil reklamasi
Kontinyu
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 41
1.2.
Ringkasan Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah/Dikaji
Berdasarkan evaluasi dampak potensial pada proses pelingkupan yang bertujuan untuk menghilangkan/meniadakan dampak potensial yang dianggap tidak relevan atau tidak penting dalam studi Kerangka Acuan, maka diperoleh 20 (dua puluh) dampak penting hipotetik (DPH) yang akan dikaji. Hasil evaluasi dari dampak-dampak potensial menjadi dampak penting hipotetik adalah sebagai berikut: Tabel 1.7. Hasil Evaluasi Dampak Potensial Menjadi Dampak Penting Hipotetis (DPH) No
Komponen Lingkungan
Sumber Dampak
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik
Tahap Pra-Konstruksi 1.
Keresahan Masyarakat
Proses Perizinan dan Sosialisasi Rencana Kegiatan
Kegiatan sosialisasi rencana reklamasi Pulau F berpotensi menimbulkan dampak-dampak yang akan diterima masyarakat. Dampak potensial yang bersifat negatif berupa rasa khawatir akan timbulnya dampak lingkungan yang bersifat negatif akibat kegiatan reklamasi Pulau F, seperti terganggunya aktivitas nelayan di Muara Angke. Kekhawatiran ini dapat berupa keresahan dan kekhawatiran masyarakat yang akhirnya mendorong munculnya sikap dan persepsi negatif dari masyarakat terhadap rencana kegiatan proyek
2.
Perubahan Persepsi Masyarakat
Proses Perizinan dan Sosialisasi Rencana Kegiatan
Munculnya keresahan masyarakat berpotensi menimbulkan dampak lanjutan yakni terjadinya perubahan persepsi masyarakat. Masyarakat yang semula menganggap positif berubah menjadi negatif karena ada kekhawatiran akan dampak negatif yang timbul akibat rencana reklamasi Pulau F yang akan dilakukan. Oleh karena itu perubahan persepsi masyarakat akibat kegiatan sosialisasi dan proses perijinan merupakan dampak penting hipotetik yang harus dikelola.
Proses Pekerjaan Reklamasi
Kegiatan pekerjaan reklamasi (terutama pengisian material pasir) Pulau F seluas 190 ha berpotensi mengakibatkan penurunan kualitas air laut. Kegiatan tersebut berpotensi mengakibatkan meningkatnya kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) di perairan sekitar yang bersumber dari ceceran material urugan ke perairan laut. Meningkatnya kekeruhan dan TSS akan mengakibatkan berkurangnya penetrasi sinar matahari ke perairan sehingga mempengaruhi proses fotosintesis. Oleh karena itu dampak kegiatan penggelaran bahan/material urugan terhadap penurunan kualitas air laut merupakan dampak penting hipotetik.
Tahap Konstruksi 1.
Penurunan Kualitas Air Laut
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 42
No
Komponen Lingkungan
Sumber Dampak
2.
Penyebaran Sedimen
3.
Gangguan Mangrove
Proses Pekerjaan Reklamasi
Kegiatan tahap konstruksi untuk pekerjaan reklamasi Pulau F seluas 190 ha yang berdampak penting terhadap komunitas mangrove adalah kegiatan pengisian pasir atau penggelaran material urug di tapak proyek. Kegiatan ini berpotensi mengganggu komunitas mangrove di Hutan Lindung Angke yang berjarak kurang dari 1km dari lokasi proyek. Penggelaran material urug diperkirakan akan menambah tingkat kekeruhan disekitar kawasan mangrove. Hal tersebut berdampak pada berubahnya keasaman (pH) perairan, salinitas, dan kekeruhan di sekitar komunitas mangrove. Oleh sebab itu, dampak gangguan mangrove merupakan dampak hipotetik penting yang harus dikelola.
4.
Gangguan Biota Laut
Proses Pekerjaan Reklamasi
Proses pekerjaan reklamasi pulau F berpotensi menimbulkan gangguan terhadap biota laut. Gangguan biota laut merupakan dampak lanjutan yang muncul akibat penurunan kualitas air laut / peningkatan kekeruhan yang dapat mempengaruhi kehidupan biota laut. Oleh sebab itu, gangguan biota laut pada tahap konstruksi merupakan dampak penting hipotetik yang harus dikelola.
Pengisian Material pasir dan batu
Gangguan biota laut merupakan dampak lanjutan yang muncul akibat penurunan kualitas air laut / peningkatan kekeruhan. Pengisian material pasir dan batu yang dilakukan setelah tahapan proses kegiatan reklamasi selesai, seluruhnya dilakukan diatas pulau yang sudah jadi, tidak secara langsung mempengaruhi kehidupan biota laut. Oleh sebab itu, gangguan biota laut akibat pengisian material pasir dan batu bukan merupakan dampak penting hipotetik tetapi harus dipantau dan dikelola.
Terbukanya Rekruitment Kesempatan Tenaga Kerja Kerja Dan Berusaha
Kegiatan pada tahap konstruksi reklamasi Pulau F seluas 190 ha yang berdampak penting terhadap kesempatan kerja adalah kegiatan penerimaan (recruitment) tenaga kerja konstruksi. Total jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan selama tahap konstruksi bejumlah 300 orang yang terdiri dari 250 orang tenaga kerja kasar, 35 orang tenaga trampil dan 15 orang tenaga yang kategori ahli. Kesempatan kerja ini terbuka bagi masyarakat sekitar asal memenuhi qualifikasi yang dibutuhkan. Meningkatnya kesempatan kerja ini merupakan dampak positif yang perlu terus dikembangkan, yang tentunya akan menimbulkan dampak lanjutan berupa persepsi masyarakat/ yang bersifat positif dari warga sekitar lokasi. Perubahan
5.
Proses Pekerjaan Reklamasi
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik Proses pekerjaan reklamasi berpotensi terhadap penyebaran sedimen di sekitar tapak proyek. Dampak penyebaran sedimen dapat mengakibatkan dampak lanjutan berupa pendangkalan kanal. Oleh sebab itu dampak penggelaran bahan urugan terhadap penyebaran sedimen merupakan penting hipotetik yang harus dikelola.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 43
No
Komponen Lingkungan
Sumber Dampak
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik persepsi akan terjadi menjadi bersifat negatif manakala janji pemakarsa untuk memberikan prioritas bagi masyarakat sekitar muara angke tidak dipenuhi. Pemrakarsa akan menunjuk kontraktor pelaksana untuk melakukan kegiatan kontruksi reklamasi Pulau F dan akan memberikan arahan agar kebutuhan tenaga kerja dapat diambil sebanyak mungkin dari warga sekitar. Harapan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan konstruksi sudah terctus saat konsultasi. Dengan penerimaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja lokal akan mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Hal tersebut sesuai dengan harapan masyarakat yang disampaikan pada saat konsultasi publik yang berharap adanya manfaat dari pengembangan proyek terhadap masyarakat sekitar. Dampak terbukanya kesempatan kerja pada tahap konstruksi akan berdampak lebih lanjut pada kesempatan berusaha masyarakat dan persepsi positif masyarakat. Oleh karena itu, dampak peningkatan kesempatan kerja dan berusaha merupakan dampak penting hipotetik yang harus dikelola.
6.
Gangguan Aktivitas Nelayan
Mobilisasi Peralatan Dan Material
Kegiatan pengangkutan peralatan konstruksi berpotensi menimbulkan dampak lingkungan terhadap aktivitas nelayan, terutama yang tinggal di kawasan Muara Angke. Gangguan tersebut terutama pada alur pelayaran nelayan dan nelayan budidaya kerang hijau. Mereka sangat khawatir jumlah tangkapan ikan mereka akan semakin berkurang karena area tangkapannya semakin sempit dan terganggu oleh aktifitas mobilisasi peralatan konstruksi reklamasi. Pada saat konsultasi public kekhawatiran ini terungkap dan mereka (nelayan) sangat mengharapkan agar aktifitas proyek jangan sangat mengganggu mereka. Jika kekahwatiran nelayan tersebut diabaikan, dikahawatirkan akan berdampak lanjutan berupa gangguan kamtibmas dan munculnya persepsi masyarakat yang negatif terhadap aktifitas proyek. Oleh sebab itu dampak gangguan aktivitas nelayan akibat mobilisasi peralatan termasuk dampak penting hipotetik.
Pengangkutan Material Reklamasi
Kegiatan pengangkutan material urugan walau di lakukan oleh pihak ketiga berpotensi menimbulkan dampak berupa terganggunya aktivitas nelayan. Terutama nelayan tradisional (nelayan kerang hijau) yang tinggal di kawasan Muara Angke. Para nelayan tradisional maupun nelayan kerang hijau yang tinggal di Muara Amgke biasanya melaut melaui jalur lurus tepat di muara angke. Pada saat konsultasi publik dilakukan ada 2 (dua) hal yang diminta perwakilan nelayan saat itu yaitu : jangan ganggu akses nelayan ke laut untuk berusaha ikan, dan kegiatan proyek reklamasi jangan merusak habitat ikan. Jika kekhawatiran tersebut tidak diperhatikan dapat
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 44
No
Komponen Lingkungan
Sumber Dampak
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik berdampak lanjutan berupa gangguan kamtibmas dan munculnya persepsi masyarakat yang negatif terhadap aktifitas proyek. Oleh sebab itu dampak gangguan aktivitas nelayan merupakan dampak penting hipotetik.
Proses Pekerjaan Reklamasi
Pekerjaan reklamasi diperkirakan akan mengganggu aktivitas nelayan, terutama yang tinggal di kawasan Muara Angke. Gangguan tersebut terutama pada alur pelayaran nelayan dan nelayan budidaya kerang hijau. Dampak tersebut dirasakan langsung oleh nelayan dan dapat berdampak lanjutan berupa gangguan kamtibmas dan persepsi masyarakat. Kekhawatiran nelayan bahwa aktiftasnya akan terganggu oleh adanya konstruksi reklamasi muncul juga pada saat konsultasi publik dilaksanakan, Oleh sebab itu dampak gangguan aktivitas nelayan merupakan dampak penting hipotetik yang akan dikaji lebih mendalam dalam studi Andal.
Pengisian Material pasir dan batu
Kegiatan Pengisian material pasir dan batu reklamasi pukau F yang dilakukan stelah proses reklamasi selesai diperkiran akan menimbulkan dampak terganggunya aktivitas nelayan, terutama saat pengangkutan material pasir dan batu dengan kapal. Gangguan tersebut terutama pada alur pelayaran nelayan tradisional dan nelayan budidaya kerang hijau. Dampak tersebut dirasakan langsung oleh nelayan dan dapat berdampak lanjutan berupa gangguan kamtibmas dan munculnya persepsi masyarakat yang negative terhadap aktifitas proyek. Oleh sebab itu dampak gangguan aktivitas nelayan merupakan dampak penting hipotetik.
7.
Gangguan Kamtibmas
Rekruitment Tenaga Kerja
Terjadinya gangguan kamtibmas yang diakibatkan oleh adanya rekruitmen tenaga kerja merupakan dampak lanjutan (sekunder) terjadinya peningkatan peluang kerja; yakni terjadi jika ternyata dalam pelaksanaannya masyarakat lokal sekitar lokasi kegiatan tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja di proyek. Harapan masyarakat untuk dapat diterima bekerja yang disampaikan saat konsultasi publik jika ternyata tidak terkabul, pada akhirnya akan mendorong terjadinya gangguan kamtibmas. Oleh karena itu, dampak gangguan kamtibmas akibat adanya rekruitmen tenaga kerja merupakan dampak penting hipotetik.
8.
Keresahan masyarakat
Recruitment Tenaga Kerja
Aktivitas pekerja konstruksi berpotensi menimbulkan dampak keresahan masyarakat yang berada di sekitar tapak proyek apabila terjadi perilaku negatif dari pekerja yang tidak sesuai dengan norma dan Budaya masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, dampak aktivitas pekerja kontruksi terhadap keresahan masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 45
No
9.
Komponen Lingkungan
Perubahan Persepsi Masyarakat
Sumber Dampak
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik
Proses Pekerjaan Reklamasi
Kegiatan pekerjaan reklamasi dapat menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal tersebut karena akan terjadi gangguan aktivitas nelayan yang berdampak terhadap berkurangnya pendapatan nelayan. Hal tersebut dapat menyebabkan dampak lanjutan berupa persepsi negatif masyarakat yang berada di sekitar tapak proyek. Oleh sebab itu, dampak kegiatan pekerjaan reklamasi terhadap keresahan masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Rekruitment Pekerja
Kegiatan pada tahap konstruksi reklamasi Pulau F seluas 190 ha yang berdampak penting terhadap persepsi masyarakat adalah kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi, kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan revetment, pengangkutan material urugan, dan mobilisasi peralatan dan material, dan aktivitas pekerja konstruksi. Persepsi masyarakat merupakan muara dari semua dampak yang terjadi dari kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F. Oleh karena itu, dampak perubahan persepsi masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Mobilisasi Peralatan Dan Material
Kegiatan pada tahap konstruksi reklamasi Pulau F seluas 190 ha yang berdampak penting terhadap persepsi masyarakat adalah kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi, kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan revetment, pengangkutan material urugan, dan mobilisasi peralatan dan material, dan aktivitas pekerja konstruksi. Persepsi masyarakat merupakan muara dari semua dampak yang terjadi dari kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F. Oleh karena itu, dampak perubahan persepsi masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Pengangkutan Material Reklamasi
Kegiatan pada tahap konstruksi reklamasi Pulau F seluas 190 ha yang berdampak penting terhadap persepsi masyarakat adalah kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi, kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan revetment, pengangkutan material urugan, dan mobilisasi peralatan dan material, dan aktivitas pekerja konstruksi. Persepsi masyarakat merupakan muara dari semua dampak yang terjadi dari kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F. Oleh karena itu, dampak perubahan persepsi masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Proses Pekerjaan Reklamasi
Kegiatan pada tahap konstruksi reklamasi Pulau F seluas 190 ha yang berdampak penting terhadap persepsi masyarakat adalah kegiatan penerimaan tenaga kerja konstruksi, kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan revetment, pengangkutan material urugan, dan mobilisasi peralatan dan material, dan aktivitas pekerja konstruksi. Persepsi masyarakat merupakan muara dari semua dampak yang terjadi dari kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F. Oleh karena itu, dampak perubahan persepsi masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 46
No
Komponen Lingkungan
Sumber Dampak
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik
Tahap Pasca Konstruksi 1.
Peningkatan Muka Air
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Keberadaan Pulau F sebagai hasil reklamasi seluas 190 ha berpotensi menimbulkan peningkatan permukaan air di muara sungai. Kondisi tersebut terjadi karena berkurangnya luasan wilayah muara sungai akibat keberadaan Pulau F. Peningkatan muka air tersebut dapat menyebabkan dampak lanjutan, yaitu persepsi negatif di masyarakat terhadap keberadaan Pulau F, hal tersebut telah menjadi isu sejak sosialisasi rencana pembangunan Pulau F sebagai dampak negatif yang dikhawatirkan oleh masyarakat di sekitar lokasi proeyek. Oleh sebab itu, dampak peningkatan muka air merupakan Dampak Penting Hipotetik yang harus dikelola.
2.
Perubahan Arus Laut
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Keberadaan Pulau F hasil proses reklamasi berdampak terhadap perubahan arus laut di sekitar tapak proyek. Perubahan arus laut tersebut merupakan dampak sekunder yang dapat berdampak lebih lanjut terhadap abrasi atau sedimentasi. Dampak ini merupakan dampak penting yang harus dikelola.
3.
Perubahan Bentuk Pantai
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Keberadaan Pulau F hasil reklamasi seluas 190 ha akan berdampak terhadap perubahan bentuk pantai. Perubahan bentuk pantai ini akibat perubahan pola arus di sekitar lokasi proyek. Dampak yang terjadi merupakan dampak lanjutan yang dimulai sejak pengurugan dimulai dan terus berlanjut hingga tahap pasca konstruksi. Oleh sebab itu dampak tersebut merupakan Dampak Penting Hipotetik yang harus dikelola
4.
Gangguan Estetika (sampah)
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Pembangunan Pulau F dapat berdampak pada peningkatan volume sampah di sekitar lokasi proyek yang dihasilkan oleh pekerja konstruksi. Namun dengan selesainya tahap konstruksi, maka para pekerja akan demobilisasi meninggalkan lokasi proyek. Sedangkan keberadaan Pulau F belum ada aktivitas dan penghuni sehingga potensi menghasilkan sampah sangat kecil. Namun demikian karena eksisting timbulan sampah di sepanjang pantai dan muara angke sudah sangat besar dan menghawatirkan, maka keberadaan pulau ini akan sedikit menghambat proses penguraian sampah dari darat. Dari hasil pengamatan dilapangan dan konsultasi publik, dikhawatirkan jika sampah eksisting tidak ditanggulangi dengan baik maka area yang berada diantara daratan dan pulau yang dibangun akan ditumpuki sampah, dan selanjutnya akan mengalami pendangkalan dan berdampak lanjutan pada penurunan kualitas air. Kondisi meningkatnya timbulan sampah ini nyata bukan diakibatkan oleh keberadaan pulau, namun demikian apabila dibiarkan justru akan bebalik menganggu keberadaan pulau (jika pulau sudah ada aktifitas). Dengan demikian maka peningkatan volume sampah yang mengakibatkan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 47
No
Komponen Lingkungan
Sumber Dampak
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik pendakalan pada area diantara daratan dan pulau reklamasi merupakan dampak penting yang harus dikelola.
5.
Gangguan Mangrove
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Keberadaan Pulau F hasil reklamasi seluas 190 ha mengakibatkan perubahan pola arus, pH, dan salinitas perairan yang mengganggu habitat mangrove yang berada dekat dengan lokasi Pulau F. Perubahan pola arus akan mempengaruhi siklus nutrisi yang di komunitas mangrove. Dampak lanjutan dari gangguan habitat mangrove adalah terganggunya satwa liar yang berada di habitat tersebut. Oleh karena itu, dampak keberadaan pulau terhadap gangguan mangrove merupakan dampak penting hipotetik.
6.
Gangguan Aktivitas Nelayan
Demobilisasi Peralatan
Kegiatan demobilisasi peralatan pada tahap paska konstruksi akan berdampak pada gangguan aktivitas nelayan. Hal tersebut akibat peningkatan volume lalu lintas laut. Namun kontraktor pelaksana akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan melakukan kegiatan demobilisasi peralatan pada saat frekuensi lalu lintas rendah. Oleh sebab itu, dampak gangguan transportasi laut bukan merupakan dampak penting.
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Keberadaan Pulau F yang merupakan hasil reklamasi dengan luas 190 ha akan menggangu aktivitas nelayan, terutama nelayan tradisional yang melakukan aktivitas di sekitar lokasi reklamasi Pulau F. Keberadaan Pulau F akan menggangu akses keluar masuk kapal nelayan yang akan mendaratkan ikan di TPI Muara Angke. Selain itu, keberadaan Pulau F juga mengganggu aktivitas nelayan budidaya kerang hijau. Kegiatan pengurugan menyebabkan kenaikan tingkat kekeruhan (TSS) di perairan laut yang menggangu perkembangan kerang hijau. Dampak gangguan aktivitas nelayan tersebut akan mengakibatkan dampak lanjutan berupa gangguan aktivitas ekonomi yang bermuara pada persepsi negatif terhadap rencana reklamasi Pulau F. Oleh karena itu, dampak gangguan aktivitas nelayan merupakan dampak penting hipotetik yang harus dikelola.
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Keberadaan Pulau F hasil reklamasi seluas 190 ha sebelum dimanfaatkan tetap harus terus terjaga, baik kepadatannya maupun kestabilannya. Oleh karena itu, dampak keberadaan pulau terhadap perwujudan tatanan ruang merupakan dampak penting hipotetik.
7.
Perwujudan Tatanan Ruang
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 48
No 8.
9.
Komponen Lingkungan
Sumber Dampak
Keresahan Masyarakat
Pengakhiran Tenaga Kerja
Pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja pada tahap pasca konstruksi akan menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal tersebut karena akan mengakibatkan kehilangan sumber pendapatan dan gangguan ekonomi keluarga. Dampak tersebut dapat berlanjut pada gangguan kamtibmas dan timbulnya persepsi negatif masyarakat. Oleh sebab itu, dampak pengakhiran tenaga kerja terhadap keresahan masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Dampak gangguan kamtibmas akibat reklamasi Pulau F merupakan dampak turunan dari gangguan aktivitas nelayan. Hal tersebut sudah terjadi pada saat kegiatan konstruksi dimulai yang menyebabkan keresahan di masyarakat. Dampak tersebut akan berlanjut menjadi timbulnya persepsi negatif masyarakat terhadap kegiatan reklamasi. Oleh sebab itu, dampak keberadaan Pulau F terhadap keresahan masyarakat merupakan dampak penting hipotteik.
Pengakhiran Tenaga Kerja
Pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja pada tahap pasca konstruksi akan menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal tersebut karena akan mengakibatkan kehilangan sumber pendapatan dan gangguan ekonomi keluarga. Dampak tersebut dapat berlanjut pada gangguan kamtibmas dan timbulnya persepsi negatif masyarakat. Oleh sebab itu, dampak pengakhiran tenaga kerja terhadap perubahan persepsi masyarakat merupakan dampak penting hipotetik.
Keberadaan Pulau Hasil Reklamasi
Keberadaan Pulau F hasil reklamasi seluas 190 ha dapat mengakibatkan perubahan persepsi masyarakat sebagai dampak lanjutan terjadinya gangguan aktivitas nelayan, meningkatnya muka air di muara angke resiko banjir. Oleh karena itu, dampak perubahan persepsi masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang harus dikelola.
Perubahan persepsi masyarakat
Evaluasi Dampak Penting Hipotetik
Matriks interaksi dampak penting hipotetik disajikan pada Tabel 1.8. Sedangkan Bagan Alir untuk dampak penting hipotetik disajikan pada Gambar 1.28 (Tahap Pra Konstruksi), Gambar 1.29 (Tahap Konstruksi), dan Gambar 1.30 (Tahap Paska Konstruksi). Sedangkan Proses pelingkupan untuk kegiatan penyusunan AMDAL Reklamasi Pulau F disajikan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 1.31. Pada saat penyusunan ANDAL berdasarkan penelaahan lebih lanjut serta saran , masukan dan pendapat para pakar ada perubahan pada dampak penting hipotetik, yaitu (a) pengisian material top soil dengan luasan sebanyak 30 % dari total area reklamasi bukan merupakan sumber dampak, karena dilakukan setelah seluruh pulau reklamasi terbentuk, (b) DPH peningkatan sedimentasi di rubah menjadi DPH penyebaran sedimen.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 49
Tabel 1.8. Matriks Interaksi Dampak Penting Hipotetik Kegiatan Reklamasi Pulau F Komponen Kegiatan No A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. B. 1. 3. C. 1. 3. 4. 5. 6.
Komponen Lingkungan Fisika – Kimia Penurunan kualitas air laut Peningkatan muka air Perubahan arus laut Penyebaran Sedimen Perubahan bentuk pantai Gangguan sampah Perwujudan tatanan ruang Biologi Gangguan mangrove Gangguan biota laut Sosekbud-Kesmas Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha Gangguan aktivitas nelayan Gangguan kamtibmas Keresahan masyarakat Perubahan persepsi masyarakat
Tahap Pra Konstruksi
Tahap Konstruksi
Tahap Pasca Konstruksi
1
1
2
3
4
1
2
3
-
-
-
-
√ √ -
-
-
√ √
-
-
-
-
√ √
-
-
√ -
√ √
√ √ √ √
√ √
√ √
√ √ √
√ -
√ √
√ √ √
√ √ √
Keterangan :
Matrik berdasarkan hasil pelingkupan pada dokumen Kerangka Acuan yang kemudian disempurnakan berdasarkan masukan tim teknis pada sidang Komisi Tim Teknis (√ ) = Dampak Penting Hipotetis (DPH) ( - ) = Bukan DPH Tahap Pra Konstruksi 1. Proses Perizinan dan Sosialisasi rencana kegiatan
Tahap Konstruksi 1. Rekruitmen tenaga kerja 2. Mobilisasi peralatan dan material 3. Pengangkutan material reklamasi 4. Proses pekerjaan reklamasi
Tahap Pasca Konstruksi 1. Demobilisasi peralatan 2. Pengahiran tenaga kerja 3. Keberadaan pulau hasil reklamasi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 50
Proses Perizinan dan Sosialisasi Rencana Kegiatan
Gambar 1.28 Bagan Alir Untuk Dampak Penting Hipotetik (Tahap Pra Konstruksi).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 51
Penyebaran Sedimen
Gambar 1.29 Bagan Alir Untuk Dampak Penting Hipotetik (Tahap Konstruksi). Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 52
Gambar 1.30 Bagan Alir Untuk Dampak Penting Hipotetik (Tahap Pasca Konstruksi) Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 53
DAMPAK POTENSIAL 1. Tahap Pra-Konstruksi a. Keresahan masyarakat b. Perubahan persepsi masyarakat Rencana Kegiatan • Pra Konstruksi • Konstruksi • Pasca Konstruksi Rona Lingkungan Hidup Awal • Fisika-Kimia • Biologi • Sosekbudkesmas Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam dan mempengaruhi lingkungan setempat Informasi hasil proses pelibatan masyarakat berupa saran, masukan dan tanggapan
Identifikasi Dampak Potensial
• Matrik Identifikasi • Interaksi Kelompok • Bagan alir dampak
2. Tahap Konstruksi a. Penurunan kualitas air laut b. Peningkatan muka air c. Perubahan arus laut d. Penyebaran Sedimen e. Perubahan bentuk pantai f. Gangguan estetika (sampah) g. Penurunan permukaan tanah h. Gangguan mangrove i. Gangguan fauna daratan j. Gangguan biota laut k. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha l. Gangguan aktivitas nelayan m. Gangguan kamtibmas n. Keresahan masyarakat o. Perubahan persepsi masyarakat 3. Tahap Paska Konstruksi a. Penurunan kualitas air laut b. Peningkatan muka air c. Perubahan arus laut d. Penyebaran Sedimen e. Perubahan bentuk pantai f. Gangguan estetika (sampah) g. Perwujudan tatanan ruang h. Gangguan mangrove i. Gangguan biota laut j. Gangguan aktivitas nelayan k. Keresahan masyarakat l. Perubahan persepsi masyarakat
DAMPAK PENTING HIPOTETIK 1. Tahap Pra-Konstruksi a. Keresahan masyarakat b. Perubahan persepsi masyarakat
Evaluasi Dampak Potensial
• Bagan Alir • Survei Lapangan • Panduan Pelingkupan KA ANDAL, KLH RI
2. Tahap Konstruksi a. Penurunan kualitas air laut b. Penyebaran Sedimen c. Gangguan mangrove d. Gangguan biota laut e. Terbukanya kesempatan kerja dan beru f. Gangguan aktivitas nelayan g. Gangguan kamtibmas h. Keresahan masyarakat i. Perubahan persepsi masyarakat 3. Tahap Paska Konstruksi a. Peningkatan muka air b. Perubahan arus laut c. Perubahan bentuk pantai d. Sampah e. Perwujudan tatanan ruang f. Gangguan mangrove g. Gangguan aktivitas nelayan h. Keresahan masyarakat i. Perubahan persepsi masyarakat
Gambar 1.31 Bagan Alir Proses Pelingkupan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 54
1.3.
Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
Penentuan batas wilayah Studi Analisis Dampak Lingkungan rencana reklamasi pulau F di Kelurahan Pluit ditekankan pada pertimbangan luas daerah yang terkena dampak kegiatan proyek pada setiap tahapan kegiatan. Batas wilayah studi merupakan resultante dari batas kegiatan proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi dengan memperhatikan batas teknis yang meliputi keterbatasan sumberdaya, waktu, dana, teknik dan metoda telaahan. Dasar penentuan wilayah studi secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut: 1.3.1. Batas Proyek Batas kegiatan proyek mencakup seluruh areal yang direncanakan akan direklamasi seluas 190 Ha . Batas tersebut ditetapkan berdasarkan PerGub DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. 1.3.2. Batas Ekologis Batas ekologis adalah ruang persebaran kegiatan reklamasi dan perkiraan sebaran dampak suatu rencana kegiatan reklamasi pulau berdasarkan media transportasi limbah (air, udara), dimana proses alami yang terjadi dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar. Sebaran dampak diperkirakan bersumber dari gerakan arus (arah dan kecepatan), angin, batimetri, pasang-surut, dan aliran sungai Kali Angke yang bermuara di dekat rencana Pulau F. Khusus panjang sebaran berdasarkan arus mempetimbangkan kecepatan arus kurang dari 0.1 m/detik. Sedangkan sebaran berdasarkan angin, mempertimbangkan kecepatan angin (maksimum dominan 11-15 knot) dan gerakan angin (dari arah barat dan dari arah timur). 1.3.3. Batas Sosial Batas sosial adalah ruang disekitar tapak rencana kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan reklamasi. Mengingat dampak lingkungan hidup menyebar tidak merata, sehingga batas sosial ditetapkan dengan membatasi permukiman-permukiman yang diprakirakan akan terkena dampak lingkungan. Batas sosial khusunya meliputi wilayah permukiman penduduk Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan. 1.3.4. Batas Administratif Batas administratif dimaksudkan sebagai ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Batas ruang dimaksud berupa batas ruang secara adminstratif yaitu batas administrasi Kelurahan Pluit, Kecamatan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 55
Penjaringan. Batas wilayah studi reklamasi Pulau F di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan di Tampilkan pada Gambar 1.32. 1.3.5. Batas Waktu Kajian Batas waktu kajian dalam KA ANDAL merupakan tingkat kemampuan dalam proses analisis dampak penting dan kemampuan pelaksanaan dalam mengelola dan memantau lingkungan. Batas waktu kajian di tampilkan dalam Tabel 1.9. Batasan dalam proses ANDAL adalah: a. Keakuratan data dan pengukuran parameter lingkungan b. Perubahan dinamika sosial ekonomi yang sangat cepat di wilayah Jakarta Utara, khususnya di sekitar kawasan muara angke Sedangkan keterbatasan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan dipengaruhi oleh akurasi peralatan laboratorium dan perkembangan teknologi, sehingga mempengaruhi biaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Berdasarkan keterbatasan–keterbatasan tersebut serta melihat dampak dari kegiatan pra konstruksi, konstruksi, dan operasi, maka batas waktu kajian dapat dipenuhi dengan asumsi : a. Perubahan rona lingkungan hidup tanpa ada kegiatan b. Kebijakan pemerintah tidak berubah c. Sistem dan intensitas kegiatan tidak berubah Tabel 1.9. Batas Waktu Kajian No. A. 1.
2.
B. 1.
2.
3.
4.
Dampak Penting Sumber Hipotetik Tahap Pra Konstruksi Keresahan Proses Masyarakat Perizinan dan Sosialisasi Rencana kegiatan Perubahan Proses Persepsi Perizinan dan Masyarakat Sosialisasi Rencana kegiatan Tahap Konstruksi Penurunan Proses Kualitas Air pekerjaan Laut reklamasi Penyebaran Proses Sedimen pekerjaan reklamasi Gangguan Proses Mangrove pekerjaan reklamasi Gangguan Proses biota laut pekerjaan
Batas Waktu Kajian 2 bulan
2 bulan
Alasan Penentuan Batas Waktu Kajian
Masyarakat perlu diinformasikan adanya kegiatan reklamasi di sekitar pemukimannya. Proses sosialisasi rencana kegiatan diperkirakan berlangsung selama 2 bulan. Walaupun tidak ada penggusuran, masyarakat perlu diinformasikan adanya kegiatan reklamasi di sekitar pemukimannya. Proses sosialisasi rencana kegiatan diperkirakan berlangsung selama 2 bulan.
18 bulan
Proses pekerjaan reklamasi berlangsung selama 18 bulan
akan
18 bulan
Proses pekerjaan reklamasi berlangsung selama 18 bulan
akan
18 bulan
Proses pekerjaan reklamasi berlangsung selama 18 bulan
akan
18 bulan
Proses pekerjaan reklamasi berlangsung selama 18 bulan
akan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 56
No.
Dampak Penting Hipotetik
Sumber
Batas Waktu Kajian
Alasan Penentuan Batas Waktu Kajian
reklamasi 5.
6.
Terbukanya Kesempatan kerja dan berusaha Gangguan Aktifitas Nelayan
7.
Gangguan Kamtibnas
8.
Keresahan Masyarakat
9.
C. 1.
2.
3.
Perubahan Persepsi Masyarakat
Recruitment Tenaga Kerja
2 bulan
Recruitment tenaga kerja sebelum konstruksi dimulai dilaksanakan selama 2 bulan.
Mobilisasi Peralatan dan material
4 bulan
Pengangkutan material reklamasi
18 bulan
Seluruh peralatan (alat berat dll) yang didatangkan ke areal reklamasi diperkirakan berlangsung selama 4 bulan Pengangkutan material dilakukan selama pergelaran diperkirakan berlangsung selama 18 bulan.
Proses pekerjaan reklamasi Recruitment Tenaga Kerja
18 bulan
Konstruksi revertment diperkirakan berlangsung selama 18 bulan
2 bulan
Recruitment Tenaga Kerja Proses pekerjaan reklamasi Recruitment Tenaga Kerja
2 bulan
Recruitment tenaga kerja sebelum konstruksi dimulai dilaksanakan selama 2 bulan. Timbal balik dari kegiatan recruitment tenaga kerja konstruksi selama 2 bulan. Proses pekerjaan reklamasi akan berlangsung selama 18 bulan
18 bulan
2 bulan
Mobilisasi Peralatan dan material
4 bulan
Pengangkutan material reklamasi Proses pekerjaan reklamasi
18 bulan
Tahap Paska Konstruksi Peningkatan Keberadaan muka air dan Pemeliharaan pulau hasil reklamasi Perubahan Keberadaan Arus Laut dan Pemeliharaan pulau hasil reklamasi Penyebaran Keberadaan Sedimen dan Pemeliharaan pulau hasil reklamasi
18 bulan
Mobilisasi tenaga kerja sebelum konstruksi dimulai dilaksanakan selama 2 bulan. Seluruh peralatan (alat berat dll) yang didatangkan ke areal reklamasi diperkirakan berlangsung selama 4 bulan Pengangkutan material dilakukan selama pergelaran diperkirakan berlangsung selama 18 bulan Konstruksi revertment diperkirakan berlangsung selama 18 bulan
1 tahun
Hasil studi sekunder yang dilakukan sekitar lokasi reklamasi Pulau F memperlihatkan peningkatan muka air permukaan.
1 tahun
Keberadan pulau hasil reklamasi akan menyebabkan berubahnya pola arus di wilayah studi secara jangka panjang.
1 tahun
Terjadinya peningkatan sedimentasi akibat terbentuknya pulau perlu dikaji selama 1 tahun
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 57
No. 4.
Dampak Penting Hipotetik Perubahan Bentuk Pantai
5.
Sampah
6.
Perwujudan Tatanan Ruang
7.
Gangguan Mangrove
8.
9.
10.
Gangguan aktivitas nelayan
Keresahan Masyarakat
Perubahan persepsi masyarakat
Sumber Keberadaan dan Pemeliharaan pulau hasil reklamasi Keberadaan dan Pemeliharaan pulau hasil reklamasi Keberadaan dan Pemeliharaan pulau hasil reklamasi Keberadaan dan Pemeliharaan pulau hasil reklamasi Demobilisasi peralatan
Batas Waktu Kajian 1 tahun
Terjadinya perubahan bentuk pantai akibat terbentuknya pulau perlu dikaji selama 1 tahun
1 tahun
Timbulan sampah walaupun bukan akibat langsung keberadaan pulau, namun selama 1 tahun perlu dikaji /dipantau
1 tahun
Perubahan tatanan ruang. Waktu kajian diperkirakan selama 1 tahun
1 tahun
Terjadinya gangguan mangrove akibat terbentuknya pulau perlu dikaji selama 1 tahun
1 bulan
Seluruh peralatan (alat berat dll) yang dikembalikan dari areal reklamasi diperkirakan berlangsung selama 1 bulan Keberadaan Pulau F hasil reklamasi berpotensi menimbulkan gangguan akses lalu lintas laut, terutama bagi nelayan. Waktu kajian diperkirakan selama 1 tahun. Proses pengahiran Tenaga kerja akan berlangsung 1 bulan Keberadaan Pulau F hasil reklamasi berpotensi menimbulkan keresahan terutama bag masyarakat nelayan. Waktu kajian diperkirakan selama 1 tahun. Pengahiran tenaga kerja akan dilakukan selama 1 bulan Keberadaan Pulau F hasil reklamasi berpotensi menimbulkan gangguan akses lalu lintas laut, terutama bagi nelayan. Waktu kajian diperkirakan selama 1 tahun.
Pemeliharaan pulau hasil reklamasi
1 tahun
Pengakhiran Tenaga Kerja Keberadaan pulau hasil reklamasi
1 bulan
Pengakhiran Tenaga Kerja Keberadaan pulau hasil reklamasi
Alasan Penentuan Batas Waktu Kajian
1 tahun
1 bulan 1 tahun
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
I - 58
Gambar 1.32
DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP
2 2.1.
Komponen Lingkungan Terkena Dampak Penting Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Kondisi rona lingkungan di wilayah studi memperlihatkan kondisi lingkungan eksisting berdasarkan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian atau laporan dari instansi atau lembaga penelitian terkait serta pengamatan lapang dan analisis pada saat studi AMDAL. 2.1.1. Komponen Geo-Fisika-Kimia 2.1.1.1.
Kondisi Iklim
Kondisi iklim di lokasi rencana reklamasi Pulau F, yang termasuk dalam wilayah Jakarta, memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan pola angin yang bertiup di Indonesia. Pada bulan Juni sampai dengan September, pola angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau di Indonesia. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik setelah melewati beberapa lautan, dan pada bulanbulan tersebut biasanya terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April - Mei dan Oktober – November. a. Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Suroso, 2006). Wilayah Provinsi DKI Jakarta dapat diklasifikasikan beriklim tropis dengan dua arah angin musiman yang secara signifikan sangat berpengaruh terhadap pola kejadian musim hujan, yakni pergerakan angin musim barat – barat laut dengan perbedaan pola hujan musiman (musim hujan dan kemarau) yang jelas. Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan (mm) dari Badan Meteorologi Dan Geofisika, Tanjung Priok (Jakarta), 2013, menunjukkan data curah hujan maksimum terjadi pada Januari 2013 sebesar 626 mm dan data curah hujan minimum sebesar 220 mm dengan rata-rata curah hujan sebesar 429 mm. Data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. NO
TAHUN
1 2
Data Curah Hujan Rata-Rata Total Bulanan (mm) BULAN (mm) JAN
FEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOV
DES
2009
474
372
89
51
165
36
15
6,7
25
24
212
164
2010
572
359
170
21
134
172
86
67
194
220
138
155
3
2011
252
180
104
34
157
103
53
13
2,8
114
59
13
4
2012
220
195
180
110
121
44
25
0.0
25
73
252
279
5
2013
626
212
173
131
276
112
188
116
70
-
-
-
Rata-Rata
429
264
144
70
171
94
74
41
64
108
166
153
Maksimum
626
372
180
131
276
172
188
116
194
220
252
279
0
2.8
24
59
13
Minimum 220 180 89 21 121 36 15 Sumber: Badan Meteorologi Dan Geofisika, Tanjung Priok (Jakarta), 2013
b. Temperatur Udara Berdasarkan data Badan Meteorologi Dan Geofisika, Tanjung Priok (Jakarta), 2013, temperatur udara maksimum yang terjadi di wilayah studi selama Tahun 2013 (Januari – Oktober) selama 5 tahun terakhir (2009-2013) sebagaimana di tunjukkan dalam Tabel 2.2, terjadi pada bulan April, Mei, September dan Oktober dengan temperatur sebesar 33° C. Sedangkan temperatur udara rata-rata bulanan di wilayah studi sebesar 28,33 °C, data lengkap ditampilkan dalam Tabel 2.3. temperatur udara maksimum pada bulan-bulan tersebut terjadi karena adanya perubahan musim yang menyebabkan perubahan kondisi cuaca sekitarnya akan terpengaruh. Tabel 2.2. NO
TAHUN
1
Data Temperatur Udara Maksimum BULAN (°° C) JAN
FEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOV
DEC
2009
30
30
32
32
32
32
32
32
33
33
32
32
2
2010
31
31
32
33
33
31
31
32
32
32
32
31
3
2011
30
30
31
31
32
32
31
32
32
32
32
31
4
2012
30
31
31
32
32
32
31
32
32
32
32
32
5
2013
30
31
32
32
32
32
31
32
31
-
-
-
30
31
32
32
32
32
31
32
32
32
32
32
Max 31 31 32 33 33 32 32 Sumber: Badan Meteorologi Dan Geofisika, Tanjung Priok (Jakarta), 2013
32
33
33
32
32
Average
Tabel 2.3. NO
TAHUN
1
Data Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan BULAN (°° C) JAN
FEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOV
DEC
2009
27
27
28
28
28
28
28
28
29
29
28
28
2
2010
27
28
28
29
29
28
28
28
27
28
28
27
3
2011
27
27
28
28
28
28
28
28
28
29
29
28
4
2012
27
28
28
28
28
28
28
28
28
29
29
28
5
2013
27
28
28
29
28
28
27
28
28
-
-
-
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 2
NO
TAHUN
BULAN (°° C) JAN
FEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOV
DEC
27
28
28
28
28
28
28
28
28
29
29
28
Max 27 28 28 29 29 28 28 Sumber: Badan Meteorologi Dan Geofisika, Tanjung Priok (Jakarta), 2013
28
29
29
29
28
Average
c. Kelembaban Udara Kelembaban udara di wilayah studi selama periode tahun 2009 – 2013, menunjukkan bahwa di wilayah studi memiliki nilai prosentase kelembaban maksimum pada Bulan Januari, Tahun 2013 dengan prosentase 82% serta kelembaban minimum terjadi pada Bulan September, Tahun 2009, 2011 dan 2012 dengan prosentase 69%. Secara lengkap data kelembaban udara rata-rata bulanan di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. NO
TAHUN
1 2
Data Kelembaban Udara Rata-Rata Bulanan BULAN (%) JAN
FEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOV
DES
2009
80
81
76
76
78
75
71
73
69
71
76
78
2010
81
82
79
75
78
80
78
75
79
77
76
77
3
2011
80
80
77
76
76
73
74
70
69
71
74
77
4
2012
79
78
76
77
74
73
71
70
69
71
77
77
5
2013
83
78
76
77
78
76
79
71
70
81
80
77
76
77
75
75
72
71
73
76
77
Max 83 82 79 77 78 80 79 Sumber: Badan Meteorologi Dan Geofisika, Tanjung Priok (Jakarta), 2013
75
79
77
77
78
Average
Dari data pada tabel diatas dapat diketahui terjadi siklus kelembaban rata-rata bulanan di wilayah studi dengan siklus terjadi penurunan kelembaban dari Bulan Januari sampai dengan Bulan Mei, Kemudian meningkat lagi di Bulan Juni dan turun lagi sampai dengan Bulan Desember. d. Kecepatan dan Arah Angin Data angin di laut dalam yang dikembangkan oleh BMT Argoss telah dibeli pada bulan Agustus 2012 untuk kepentingan proyek reklamasi ini, referensi: 8W0020.01/R0005/WdH/Indo Modeling Study Island F. Data angin yang ekstensif telah diperoleh di dua lokasi, timur laut dan barat laut Jakarta seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. dan Tabel 2.5.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 3
Gambar 2.1. Lokasi Data Angin Di Laut Dalam
Tabel 2.5. Name GP2 (East) GP4 (West)
Lokasi Data Angin di Laut Dalam Latitude 5,5 S 5,5 S
Longitude 107,00 E 106,25 E
X (UTM 48S) 721576,6 638468,5
Y (UTM48S) 9391695,3 9391921,2
Kondisi angin di lokasi rencana reklamasi Pulau F di teluk Jakarta disajikan pada gambar dan tabel di bawah. Gambar 2.2. menunjukkan windrose rerata sepanjang tahun dari tahun 1992-2012 untuk kedua lokasi (GP4 dan GP2), sedangkan Tabel 2.7 dan Tabel 2.8 menunjukkan distribusi angin masing-masing untuk lokasi GP2 dan GP4. Berdasarkan data ini, kecepatan angin di sekitar tapak proyek yang lebih besar dari 14m/s sangatlah jarang.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 4
Gambar 2.2. Windrose Selama Tahun 1992 – 2012 : (a) GP4 (b) GP2 Berdasarkan windrose di atas, diketahui bahwa kecepatan angin di kedua lokasi menunjukkan perbedaan yang kurang lebih sama (lebih kecil dari 14m/s). Terdapat perbedaan arah angin dominan dari kedua lokasi, dimana pada lokasi di sisi barat (GP4), angin datang dari arah timur dan barat daya yang sedangkan pada lokasi di sebelah timur (GP2), angin dominan berasal dari arah timur dan barat). Tabel 2.6.
Frekuensi Dan Persentase Angin Pada Lokasi GP2
Sumber : Enginering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013 201
Dari tabel frekuensi dan persentase angin di lokasi pemantauan, dapat dilihat bahwa angin pada kedua lokasi didominasi oleh angin dengan kecepatan kecepatan 3.35 – 5.45 m/s masing-masing masing sebanyak 37.78% pada lokasi GP2 dan 34.67% pada lokasi GP4. Selanjutnya untuk kecepatan angin 0 - 0.25 m/s, presentase angin adalah 0.04% dan 0.65% untuk masing--masing lokasi GP2 dan GP4.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 5
Untuk angin dengan kecepatan 0.25 - 1.55 m/s, presentase angin adalah 6.26% dan 10.42% untuk masing-masing lokasi GP2 dan GP4. Untuk angin dengan kecepatan 1.55 - 3.35 m/s, presentase angin adalah 23.96% dan 28.10% untuk masing-masing lokasi GP2 dan GP4. Untuk angin dengan kecepatan 5.45 - 7.95 m/s, presentase angin adalah 26.83% dan 21.28% untuk masing-masing lokasi GP2 dan GP4. Dan untuk angin dengan kecepatan di atas 7.95 m/s, presentase angin adalah 5.13% dan 4.89% untuk masing-masing lokasi GP2 dan GP4. Tabel 2.7.
Frekuensi Dan Persentase Angin Pada Lokasi GP4
Sumber : Enginering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
2.1.1.2.
Kualitas Air Laut
Perairan Teluk Jakarta yang dikategorikan sebagai perairan pantai (coastal water) tentunya mempunyai peranan yang sangat besar dimana berbagai sektor telah memanfaatkan wilayah ini, baik wilayah laut maupun pantai, antara lain; sector industry, perhubungan, perdagangan dan pariwisata. Kegiatan berbagai sector yang sedemikian banyak dan tidak terkendali, tentunya akan menurunkan tingkat kualitas perairan. Disamping itu, Teluk Jakarta juga merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai yang melewati Jakarta, yang merupakan media pembawa limbah baik dari pembuangan sampah padat, industry maupun rumah tangga serta kegiatan lainnya, sehingga beban pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta cukup berat (Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah-Provinsi DKI Jakarta, BPLHD DKI Jakarta, 2013). Gambaran kondisi kualitas air laut di lokasi rencana reklamasi Pulau F selain diperoleh dari hasil pengamatan langsung yang dilakukan di 6 (enam) lokasi sekitar rencana reklamasi pulau F juga diperoleh dengan mengkaji data hasil penelitian sebelumnya. Gambaran eksisting muara Sungai Muara Angke diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 6
Gambar 2.3. Kondisi Lingkungan Sekitar Muara Sungai Muara Angke (Survei tanggal 19 Juli 2013) Adapun hasil pengukuran kualitas air laut di sekitar rencana Pulau F secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. No
Hasil Analisa Kualitas Air Laut di Wilayah Studi
Parameter
A
Fisika
1.
Kecerahan
2.
Kekeruhan Total Suspended Solids, TSS
3. 4.
Sampah
5.
Temperatur
B
Lapisan Minyak Kimia
1.
pH
2.
Salinitas
6.
7.
Nitrat, NO3-N
5.
Lokasi SW-2
SW-3
SW-4
SW-5
SW-6
>5
>5
>5
>5
>5
>5
0,8
1,2
0,9
2,3
2,1
2,3
5
5
6
10
13
15
None
None
None
None
None
None
30
30
30
30
30
30
None
None
None
None
None
None
7 - 8.5
8
8
8,1
8,1
8,1
7,9
‰
Natural coral: 33 - 34 mangrove: 34 lamun: 33 - 34
29,3
29,4
29,5
29,1
29,3
29,1
mg/L
>5
6,5
6,4
6,3
6
5,9
5,5
mg/L
20
4
4
5
6
9
6
mg/L
0,3
0,11
0,15
0,18
0,21
0,23
0,19
mg/L
0,015
mg/L
0,008
<0.01 <0.00 5
<0.01 <0.00 5
<0.01 <0.00 5
<0.01 <0.00 5
0,01 <0.00 5
<0.01 <0.00 5
Mete r NTU mg/L
°C
-
6.
4.
Baku Mutu
SW-1
-
Oksigen terlarut, DO Biological Oxygen Demand, BOD5 Amonia, NH3N Fosfat, PO4-P
3.
Unit
Coral: > 5 mangrove: lamun: > 3 <5 coral: 20 mangrove: 80 lamun: 20 None Natural mangrove: 28 32 lamun: 28 - 30 None
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 7
No 8. 9. 10 11 12. 13 14 15
Parameter
Unit
Baku Mutu
Sianida, CN Sulfida, H2S PAH (Poliaromatic hydrocarbon)
mg/L mg/L
0,5 0,01
mg/L
Phenol
Lokasi SW-1 <0.02 <0.01
SW-2 <0.02 <0.01
SW-3 <0.02 <0.01
SW-4 <0.02 <0.01
SW-5 <0.02 <0.01
SW-6 <0.02 <0.01
0,003
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
mg/L
0,002
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
<0.00 1
Polichlorinated bifenil, PCB's Surfaktan, MBAS Minyak dan Lemak
µg/L
0,01
<0.01
<0.01
<0.01
<0.01
<0.01
<0.01
mg/L
1
0,026
0,029
0,037
0,033
0,044
0,028
mg/L
1
<1
<1
<1
<1
<1
<1
Pesticide
µg/L
0,01
<0.00 24
<0.00 24
<0.00 24
<0.00 24
<0.00 24
<0.00 24
µg/L
0,01
<0.01
<0.01
<0.01
<0.01
<0.01
<0.01
C
Tri butil tin, TBT Logam
1.
Mercury, Hg
mg/L
0,001
<0.00 02
<0.00 02
<0.00 02
<0.00 02
<0.00 02
<0.00 02
2.
Chromium Hexavalent, Cr+6
mg/L
0,005
<0.00 5
<0.00 5
<0.00 5
<0.00 5
<0.00 5
<0.00 5
3.
Arsenic, As
mg/L
0,012
4. 5.
Cadmium, Cd Copper, Cu
mg/L mg/L
0,001 0,008
6.
Lead, Pb
mg/L
0,008
7. 8. D
Zinc, Zn Nickel, Ni Biologi
mg/L mg/L
0,05 0,05
<0.00 2 0,012 0,006 <0.00 5 0,067 0,02
<0.00 2 0,015 0,007 <0.00 5 0,081 0,01
<0.00 2 0,012 0,007 <0.00 5 0,069 0,01
<0.00 2 0,014 0,008 <0.00 5 0,055 0,04
<0.00 2 0,012 0,007 <0.00 5 0,057 0,01
<0.00 2 0,014 0,008 <0.00 5 0,046 0,02
1000
25
30
45
60
70
55
None
None
None
None
None
None
None
16
1.
Total Coliform
2.
Patogen
MPN / 100 ml Cell/ 100 ml
Sumber: Hasil analisa laboratorium PT. SKY Lab, 19 Juli 2013 Keterangan : *) = KEP. 51/MENLH/2004 Lampiran III. Untuk Biota Laut Titik SW-1 SW-2 SW-3 SW-4 SW-5 SW-6
Keterangan : Utara – Timur Laut Rencana Pulau F, mewakili kualitas air laut lepas pantai sisi sebelah Pulau G : Utara – Barat Laut Rencana Pulau F, mewakili kualitas air laut lepas pantai sisi sebelah rencana Pulau E : Timur Rencana Pulau F, mewakili kualitas air laut kanal antara Pulau F dan rencana Pulau G : Barat Rencana Pulau F, mewakili kualitas air laut kanal antara Pulau F dan rencana Pulau E : Tenggara Rencana Pulau F, mewakili kualitas air laut di dekat TPI Muara Angke : Muka Muara, mewakili kualitas air laut di muka muara sungai
Koordinat UTM E=696307.0515 N=9327690.0812 E=696052.7474
N=9327427.9296
E=696529.0424
N=9326491.9872
E=695741.4330
N=9325971.1343
E=696400.2212
N=9325601.8543
E=695572.7267
N=9325255.6535
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 8
Uraian hasil analisa terhadap beberapa parameter kualitas air laut adalah sebagai berikut : Temperatur Berdasarkan pada data hasil analisis di atas (Tabel 2.8) diketahui bahwa suhu di 6 (enam) lokasi pengukuran menunjukkan nilai rata-rata yang sama yaitu 30°C, pada saat air laut pasang. Suhu tersebut masih sesuai dengan suhu permukaan laut yang normal. Menurut Nybakken (1982), suhu dipermukaan laut yang normal berkisar antara 25,6 – 32,3 °C, sedangkan di perairan laut Indonesia suhu yang umum dijumpai berkisar antara 27 – 32 °C. Mengacu Lampiran III KepMenLH No.51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, yaitu suhu untuk biota laut dan budidaya perikanan, maka suhu disekitar pulau F masih sesuai untuk kehidupan biota laut (ikan dan sebagainya), yakno suhu alami ± 2% variasi alami. Salinitas Berdasarkan hasil pengukuran dilokasi rencana reklamasi Pulau F, kadar salinitas seragam berkisar antara 29,1‰ – 29,5‰. Kadar salinitas ini masih berada pada ambang toleransi untuk kehidupan biota air pada umumnya sesuai dengan Baku Mutu KEP.51/MENLH/2004 Lampiran III, yakni secara alami untuk coral: 33 – 34%; mangrove: 34% dan lamun: 33 – 34%. pH Kisaran nilai derajat keasaman (pH) pada stasiun pengamatan di rencana reklamasi Pulau F berkisar antar 7,9 – 8,1. Kisaran nilai pH tersebut masih berada pada kisaran baku mutu yang disyaratkan yakni 7,0 – 8,5 (Lampiran III’ KEP.51/MENLH/2004 untuk Biota Laut). Pada nilai pH tersebut, perairan masih cukup baik untuk kehidupan biota air laut yakni pada kisaran pH 6 – 9. DO (oksigen terlarut) Baku Mutu oksigen terlarut (DO) menurut KEP.51/MENLH/2004 Lampiran III peruntukan Biota Laut, adalah lebih besar 5 mg/l. Hasil pengukuran nilai DO di perairan sekitar rencana reklamasi Pulau F menunjukkan nilai 5,5 mg/l sampai dengan 6,5 mg/l pada kedalaman sekitar ± 5 m, dimana nilai tersebut masih dalam batas toleransi. BOD Hasil pengukuran untuk parameter BOD5, disekitar areal reklamasi pulau F menunjukkan terendah sebesar 4 mg/l dan tertinggi sebesar 9 mg/l. Sedangkan Baku Mutu yang dipersyaratkan 20 mg/l (Lampiran III Biota Laut). Kondisi BOD5 sangat menentukan kondisi perairan tersebut tercemar atau tidaknya. Hasil analisa BOD5. Amonia Kadar ammonia yang tersebar didalam perairan laut di lokasi pengamatan rencana reklamasi Pulau F, menunjukkan nilai pengukuran terendah sebesar 0,11 mg/l dan tertinggi sebesar 0,23 mg/l. Hasil ini masih dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 0,3 mg/l. Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 9
Total Suspended Solid (TSS) Pengukuran terhadap nilai parameter TSS pada bulan Agustus 2013 menunjukkan bahwa nilai parameter TSS pada lokasi sebelah utara pulau F yang mewakili lokasi laut lepas (SW-1 1 dan SW-2) SW 2) nilainya lebih rendah (5 mg/l) dibandingkan dibandi dengan nilai parameter TSS yang lokasinya lebih dekat ke pantai (SW-6) (SW 6) yaitu sebesar 15 mg/l. Sedang nilai parameter TSS yang terletak pada bagian tengah areal rencana lokasi reklamasi pulau F dan pulau G (SW-3) (SW 3) nilainya adalah 6 mg/l. Dilihat secara secar keseluruhan disemua lokasi sampling, kadar TSS masih dibawah baku mutu (KepMenLH No.51 Tahun 2004, Lampiran III Biota Laut, coral=20 mg/l). Selanjutnya Puslitbang Sumberdaya Laut Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP KP dan Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor (2014) telah melakukan penelitian terhadap beberapa parameter air di Teluk Jakarta. Penelitian tersebut dilakukan pada 15 stasiun penelitiaan yang tersebar di Teluk Jakarta (Peta pada Lampiran XII) Hasil penelitian terbaru tersebut terhadap sebaran TSS pada bulan April 2014, 2014 menunjukkan bahwa sebaran TSS mencapai 40 mg/l. Nilai tersebut 4 kali lebih besar dari hasil analisa kualitas air laut di pada bulan Agustus 2013. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh kegiatan didaratan yang masuk ke perairan Muara Muar Angke melalui Kali Angke dan Cengkareng Drain serta adanya aktifitas reklamasi pulau milik PT KNI. Gambaran selengkapnya sebaran TSS di Teluk Jakarta disajikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Sebaran TSS di Teluk Jakarta Tahun 2014 (Sumber : Balitbang KP-KKP, KP Ilmu Kelautan lautan - Institut Pertanian Bogor, 2014
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 10
Kadmium (Cd) Konsentrasi parameter logam Kadmium (Cd) Cd) disemua lokasi sampling sekitar rencana reklamasi Pulau F berkisar antara 0,012 mg/l – 0,015 mg/l. JIka dibandingkan dengan Baku Mutu menurut Kep.Men.LH No. 51 tahun 2004, Lampiran III Biota Laut, Laut nilai tersebut telah melebihi baku mutu (0,001 mg/l).. Tingginya kadar kadmium kemungkinan akibat pengaruh adanya ceceran oli, ceceran BBM dari kapal-kapal besar (tongkang) yang parkir diareal tersebut terseb serta adanya sampah padat lainnya. lainnya Konsentrasi parameter logam Cd yang sudah diatas baku mutu ditunjukkan juga oleh hasil penelitian dari Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP, KP Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor pada bulan April 2014, dimana nilai sebaran parameter Cd pada lokasi terdekat dengan rencana reklamasi pulau F adalah sebesar 0,0185 mg/l. Gambar 2.5. 2.5 menunjukkan gambaran ambaran nilai sebaran parameter paramet Cd terlarut di teluk Jakarta.
Gambar 2.5. Sebaran Cd Terlarut di Teluk Jakarta Tahun 2014 (Sumber : Balitbang KP-KKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor, 2014)
Seng (Zn) Hasil pengukuran terhadap konsentrasi logam seng (Zn) di 5 (lima) titik pengamatan sekitar lokasi pulau F menunjukkan nilainya sedikit diatas Baku Mutu yang dipersyaratkan (BM = 0.05 mg/l). Pada lokasi SW-1 1 yang terletak di laut lepas menunjukkan nilai yang lebih besar (0,067 mg/l ) jika dibandingkan di titik SW-5 SW yang letaknya di muka muara sungai (0,057 mg/l). Faktor yang paling mungkin berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai parameter Zn ini adalah keberadaan kapal kapal tongkang pada areal tersebut yang melakukan aktivitas bongkar muat barang. Selanjutnya berdasarkan hasil hasil penelitian Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP, P, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor yang dilakukan pada bulan Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 11
April 2014, menunjukkan nilai sebaran parameter Zn pada lokasi pengamatan yang paling dekat dengan areal reklamasi pulau F yang lebih kecil yaitu sebesar 0,024 mg/l. Gambaran selengkapnya selengkapnya tentang sebaran parameter Zn terlarut di teluk Jakarta disajikan pada Gambar 2.6. 2.6
Gambar 2.6. Sebaran Zn Terlarut di Teluk Jakarta Tahun 2014 (Sumber : Balitbang KP-KKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor, 2014
Kualitas Sedimen
2.1.1.3.
Hasil analisa terhadap kualitas sedimen di 5 (lima) lokasi sekitar rencana reklamasi pulau F disajikan pada Tabel 2.9. Tabel 2.9. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hasil Analisis Kualitas Sedimen Parameter
Oil and Grease Mineral Oil Tin, Sn Barium, Ba Copper, Cu Zinc, Zn Chromium, Cr Cadmium, Cd Mercury, Hg Lead, Pb Arsenic, As Selenium, Se
Unit *) ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
Hasil Analisis Sed-1
Sed-2
Sed Sed-3
Sed-4
Sed-5
210 202 2,21 455 8,33 207 15,7 0,61 0,007 11 <1 <1
90 88 4,02 627 13,2 64 10,2 0,92 0,007 17,3 <1 2
93 86 2,81 538 17 89 18,6 1,46 0,008 10,2 <1 1
131 125 1,64 711 9,29 71 7,9 1,17 0,007 8,6 <1 3
148 120 0,86 672 5,75 288 15 2,59 0,007 4,9 <1 2
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 12
No.
Parameter
13 14 15 16 17 18 19
Nickel, Ni Silver, Ag Iron, Fe Manganese, Mn Cobalt, Co Molybdenum, Mo Aluminum, Al
Unit *)
Hasil Analisis Sed-1
Sed-2
ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
0,74 0,88 <0.4 <0.4 40380,3 19385,2 243 291 13,6 15,2 <0.6 <0.6 1096 1609 Sumber: Hasil analisa laboratorium PT. SKY Lab, 19 Juli 2013 Catatan *) Konversi mg/kg ke ppm ( 1 mg/kg = 1 ppm) Keterangan : Titik Sed-1 Sed-2 Sed-3 Sed-4 Sed-5
Keterangan : Muka Muara, mewakili kualitas sedimen di muka muara sungai : Barat Rencana Pulau F, mewakili kualitas sedimen di kanal antara Pulau F dan Pulau E : Utara – Barat Laut Rencana Pulau F, mewakili kualitas sedimen lepas pantai sisi sebelah Pulau E : Timur Rencana Pulau F, mewakili kualitas sedimen di kanal antara Pulau F dan Pulau G : Tenggara Rencana Pulau F, mewakili kualitas air laut di dekat TPI Muara Angke
Sed Sed-3
Sed-4
Sed-5
0,13 <0.4 28185,5 571 33,17 <0.6 3144
0,58 <0.4 33855,5 686 17,21 <0.6 1848
0,73 <0.4 44034,6 355 24,07 <0.6 2293
Koordinat UTM E=695572.7267 N=9325255.6535 E=695741.4330 N=9325971.1343 E=696052.7474
N=9327427.9296
E=696529.0424
N=9326491.9872
E=696400.2212
N=9325601.8543
Berdasarkan hasil analisis kualitas sedimen di sekitar rencana reklamasi Pulau F kadar logam Cu dalam sedimen pada 5 (lima) lokasi di sekitar pulau F berkisar antara 5,75 ppm sampai dengan 17 ppm. Data hasil kualitas sedimen di sekitar perairan teluk Jakarta dari Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP, KP Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2014, sebaran parameter Cu berkisar antara 68 - 72 ppm. Gambaran sebaran parameter Cu di teluk Jakarta disajikan pada Gambar 2.7.
Teluk Jakarta Tahun 2014 (Sumber : Balitbang KP-KKP, Gambar 2.7. Sebaran Cu Sedimen di Teluk Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor, 2014
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 13
Sedangkan kadar Cd (kadmium) dalam sedimen (Tabel ( 2.9)) di sekitar lokasi rencana reklamasi Pulau F berkisar antara 0,61 – 259 ppm. Hasil penelitian terbaru oleh Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP, KP KKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2014, parameter Cd sebesar 5,5 - 6 ppm. Data ditunjukan dalam pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Sebaran Cd Sedimen di Teluk Jakarta Tahun 2014 (Sumber : Balitbang KP-KKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor, 2014)
Berdasarkan Gambar 2.9, hasil penelitian Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP, KKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2014 mengenai Sebaran Spasial Parameter Kualitas Perairan Teluk Jakarta-2014 Jakarta (Parameter Fisika-Kimia, Kimia, Nutrien, Klorofil dan Logam Berat) di perairan Teluk Jakarta telah dilakukan pada bulan April 2014 menunjukkan kandungan Zn Sedimen di sekitar Pulau F berkisar antara 210 – 260 ppm. Nilai Zn Sedimen serupa dengan hasil analisa data primer seperti yang terlihat pada Tabel 2.10 sebesar 64 – 288 ppm.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 14
Gambar 2.9. Sebaran Zn Sedimen di Teluk Jakarta Tahun 2014 (Sumber : Balitbang KPKKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor, 2014
Secara umum, hasil analisa sedimen untuk parameter Cu, Cd dan Zn di 5 (lima) lokasi sampel di perairan Muara Angke dan dibandingkan dengan data sekunder dari hasil penelitian Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP, KP Ilmu Kelautan Institut Pertanian nian Bogor pada Tahun 2014, terlihat tinggi hal hal ini kemungkinan karena ada perbedaan waktu pengambilan sampel dan diperkiraan telah terjadi proses pengendapan logam ke dasar perairan dalam sedimen terlalu cepat, sehingga kadar yang diperoleh perbedaannya cukup cukup tinggi, serta lokasi pengambilan sample yang tidak sama namun dapat mewakili lokasi sampel dalam studi Amdal rencana reklamasi Pulau F. Dari hasil analisa yang dilakukan oleh Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP, KKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor pada tahun 2014, secara lokasi sampel dan titik koordinat serta jarak sampel memang ada perbedaan, namun demikian hasill kualitas sedimen tersebut dapat dijadukan acuan sebagai data sekunder untuk membanding kondisi eksisting (sesaat) dengan referensi dari sumber lain yang masih masuk dalam kawasan perairan teluk Jakarta. Peta pengambil sample untuk kualitas air laut dan sedimen s dapat dilihat pada Gambar 2.1 .10.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 15
Gambar 2.10. Peta lokasi sampling
2.1.1.4.
Hidrologi
Morfologi wilayah DKI Jakarta merupakan dataran rendah, yang di bagian utaranya berhubungan langsung dengan Laut Jawa. Terdapat 13 sungai (Sungai Angke, Bekasi, Cakung, Cidurian, Ciliwung, Cikarang, Cimancuri, Ciranjang, Cisadane, Citarum, Karawang, Krukut dan Sunter) yang bermuara ke Teluk Jakarta dan beberapa diantaranya terhubung dengan Kanal Banjir Barat, Kanal Banjir Timur, Cengkareng Drain dan Cakung Drain, sehingga secara alami mempunyai potensi untuk terjadinya banjir. Faktor penyebab terjadinya banjir selain keadaan morfologinya yang berupa dataran rendah, juga disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di bagian hulunya (hinterland), aliran permukaan (run off) yang besar, gradien sungai atau drainase yang sangat landai, pengaruh pasang surut, dan pendangkalan sungai disekitar muaranya. Sedimen dari sungai sebagian besar tidak diangkut dari Teluk tetapi disimpan di delta sungai. Hal ini menyebabkan pendangkalan Teluk Jakarta pada jangka panjang. Pengaruh sungai mengalir di lokasi reklamasi dapat berpengaruh secara signifikan untuk kondisi desain dan sebaliknya. Gambar 2.11 menunjukkan lokasi dan perkiraan debit anak sungai (per keadaan ekstreem 100 tahun) yang relevan di wilayah Jakarta. (DHI, 2011).
Sumber:DHI, 2011.
Gambar 2.11. Anak Sungai Yang Berada Di Wilayah Rencana Reklamasi Perairan Jakarta, Pada Debit Dan Kejadian Ekstrim Daerah pesisir Teluk Jakarta saat ini telah mengalami penurunan tanah dengan laju hingga 10 cm/tahun (Hasanuddin, et. al., 2001). Disamping itu, pemanasan global yang Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 17
terjadi juga memberikan konstribusi terhadap kenaikan muka air laut di daerah ini. Penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut akan memperparah tingkat genangan lahan basah dan wilayah dataran rendah, erosi pantai, intrusi air laut, dan meningkatnya banjir rob. Intrusi air laut sudah terjadi di Teluk Jakarta yang mempengaruhi bagian utara Jakarta dan juga sudah mencapai lebih jauh di daerah Jakarta Pusat. Musim di Jakarta dipengaruhi angin muson, yaitu muson barat laut dan muson tenggara. Periode muson barat laut membawa uap air yang cukup banyak ddan berakibat hujan lebat ke wilayah Jakarta dengan rata-rata hujan tahunan sebesar 1.800 mm per tahun. Periode ini biasanya disebut musim hujan. Periode muson Tenggara membawa sedikit uap air dan tidak mengakibatkan hujan di Jakarta. Periode ini bertepatan dengan musim kemarau. Jakarta merupakan dataran rendah, dimana sekitar 40% wilayahnya berada dibawah muka air laut pada saat pasang 1-1.5 m. Pembangunan situ, waduk dan polder dilakukan melalui proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI). Proyek ini bertujuan mengembalikan fungsi hidrologi dari saluran, sungai, situ, dan waduk pada kondisi semula. Proyek ini diantaranya adalah: pengerukan dan normalisasi Waduk Pluit; normalisasi Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter. Hasil pengamatan di muara Kali Angke, saat ini terjadi pendangkalan dan penyempitan sungai karena sedimentasi, sampah dan aktivitas nelayan (Gambar 2.12).
Gambar 2.12. . Kondisi Eksisting Muara Kali Angke (15 November 2013)
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 18
2.1.1.5.
Kondisi Batimetri
Kedalaman perairan teluk Jakarta meningkat secara bertahap dari garis pantai, dengan kontur kedalaman -5m MLWS (Muka air rendah rerata pada setiap bulan purnama) terletak pada jarak 1 km dari garis pantai dan kontur kedalaman -10m MLWS terletak pada jarak 3 km dari garis pantai (Gambar 2.13).
Gambar 2.13. Peta Batimetry Area Reklamasi (Sumber: Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 19
Dengan melihat kondisi ini, Teluk Jakarta dapat diklasifikasikan sebagai teluk yang sangat dangkal. Peta batimetri (hasil dari survey batimetri oleh PT. Fugro Indonesia untuk proyek reklamasi) pada Gambar 2.13. diatas mengindikasikan area reklamasi Pulau F merupakan area yang cukup dangkal, yaitu berkisar antara -2m MLWS di sebelah selatan sampai -8 MLWS di sebelah utara (Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013). 2.1.1.6.
Kondisi Pasang Surut
Konstanta pasang surut area reklamasi pulau F disajikan dalam Tabel 2.10 di bawah ini, sedangkan elevasi penting muka air berdasarkan pasang surut pada area reklamasi pulau F disajikan dalam Tabel 1.2 (Bab I). Semua elevasi muka air diikatkan pada LWS (Muka air terendah). Nilai dari konstanta ini berdasarkan data Dishidros, 2012. Tabel 2.10. Konstanta Pasang Surut Di Pantai Utara Jakarta H (cm) g (deg)
M2 5 3
S2 4 78
N2 1 6
K2 1 78
K1 29 223
O1 13 240
P1 10 223
M4 1 212
MS4 1 151
S0 60
Sumber: Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Dengan menggunakan amplitude pasang surut K1, O1, M2 dan S2 dari Tabel 2.10, maka dapat ditentukan tipe pasang surut di Teluk Jakarta dengan menggunakan perhitungan di bawah ini.
Dengan ketentuan: : Pasang surut tipe ganda (semidiurnal tides) FN ≤ 0.25 0.25 < FN ≤ 1.5 : Pasang surut tipe campuran condong harian ganda (mixed mainly semidiurnal tides) 1.50 < FN ≤ 3.0 : Pasang surut tipe campuran condong harian tunggal (mixed mainly diurnal tides) FN > 3.0 : Pasang surut tipe tunggal (diurnal tides)
Berdasarkan nilai FN (Bilangan Formzal) di atas, maka pasang surut di Teluk Jakarta dapat diklasifikasikan pada pasang surut tipe harian tunggal (Diurnal Tide). Hal ini berarti dalam 1 hari akan terjadi 1 kali pasang dan 1 kali surut. Dibawah ini disajikan variasi muka air hasil pengukuran di Teluk Jakarta pada bulan Mei – Juni 2012. Elevasi muka air hasil pengukuran di Teluk Jakarta selama Mei-Juni 2012 ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 20
Gambar 2.14.
2.1.1.7.
Elevasi Muka Air Hasil Pengukuran Di Teluk Jakarta Selama Mei-Juni 2012 (Sumber: Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013)
Kondisi Gelombang
a. Gelombang Laut Dalam Data hindcast (peramalan gelombang dari data angin) di laut dalam yang dikembangkan oleh BMT Argoss yang ekstensif dari dua lokasi, timur laut dan barat laut Jakarta ditunjukkan pada Tabel 2.6 (Bab 2 halaman 5) dan Gambar 2.1 (Bab 2 halaman 4). Data gelombang di lokasi ini terdiri dari sprektrum 2D dan seri waktu selama 20 tahun, termasuk semua parameter gelombang yang relevan untuk total gelombang. Data gelombang tersedia dari Januari 1992 hingga Juni 2012. Parameter gelombang terdiri dari Tinggi gelombang signifikan (Hs), Periode puncak gelombang (Tp), Arah datang gelombang (Dir) dan arah penyebaran gelombang. Dalam studi gelombang yang telah dilakukan, data point di sebelah timur (GP4) digunakan untuk menurunkan kondisi batas untuk arah utara dan timur. Sedangkan data point sebelah barat (GP2) digunakan untuk menurunkan kondisi batas di sebelah barat daya sampai ke utara. Kondisi gelombang tahunan untuk kedua lokasi diatas disajikan dalam mawar gelombang (waverose) di bawah ini (Gambar 2.15). Arah gelombang utama datang dari Timur ke Timur laut. Dibelakang kepulauan seribu pada lokasi GP4 (barat), tinggi gelombang sedikit lebih kecil dan arahnya berubah ke timur laut. Selama musim munson barat, arah gelombang lebih terbagi kearah barat. Di bawah ini disajikan jumlah dan presentase kejadian gelombang pada titik GP2 dan GP4. Probabilitas terjadinya tinggi gelombang dan arahnya pada titik GP2 dan GP4 di tunjukkan dalam Lampiran IX.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 21
Sumber : Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 2.15.
Mawar Gelombang Tahunan Di Lokasi GP4 (atas) dan GP2 (bawah)
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 22
b. Analisa Gelombang Ekstrim dan Gelombang Laut Dangkal Untuk keperluan desain revetment reklamasi Pulau F maka diperlukan data hidrodinamika lokal pada kondisi ekstrim. Kondisi desain gelombang lepas pantai diturunkan untuk periode ulang 250, 500 dan 1000 tahun. Gelombang ekstrim di laut dalam ini kemudian ditransformasikan ke laut dangkal dan kemudian digunakan untuk keperluan desain. Gelombang ekstrim di lepas pantai ditentukan berdasarkan metode Peak Over Threshold (POT). Dalam metode ini, hanya tinggi gelombang tertinggilah dari setiap kejadian badai dipilih diatas sebuah ambang tertentu. Dengan menggunakan kondisi tertinggi ini, kondisi gelombang ekstrim ini diturunkan dengan menggunakan ekstrapolasi Weibull 3 atau Eksponensial. Ekstrapolasi yang terbaik kemudian dipilih untuk tiap arah. Untuk tinggi gelombang ekstrim, periode gelombangnya dihitung berdasarkan rentang kecuraman tinggi gelombang tertinggi. Data gelombang ekstrim pada arah barat (data poin GP4) terlihat jelas lebih kecil pada arah WNW-NNW daripada pada arah timur (data poin GP2). hal ini diakibatkan fetch geombang untuk arah barat (GP4) lebih kecil dibandingkan dengan arah timur. Gelombang ekstrim di laut dalam kemudian ditranformasikan ke laut dangkal dengan menggunakan model numerik SWAN (Simulating Waves Nearshore). Model SWAN yang dikembangkan untuk model numerik ini dapat diterapkan untuk menentukan kondisi glombang di daerah sekitar reklamasi untuk keperluan desain. Hasil dari transformasi ini kemudian di kalibrasi dengan menggunakan data pengukuran langsung selama 2 minggu. Lokasi proyek cenderung terlindungi terhadap gelombang dari arah timur.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 23
Gambar 2.16. Lokasi Data Gelombang Laut Dangkal (Sumber: Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013I)
Pada Gambar 2.16 (Sumber : Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013) disajikan lokasi gelombang di dekat pantai sebagai output transformasi gelombang di laut dangkal. Berdasarkan Gambar tersebut, gelombang ekstrim di sekitar pulau F dapat mencapai tinggi 1.98 m dengan periode gelombang 7.3s pada titik 65 (seperti ditunjukkan dengan tanda panah). Data gelombang ini digunakan sebagai input dalam desain revetment pulau F. 2.1.1.8.
Kondisi Arus
Arus dibangkitkan oleh pasang surut, gelombang akibat angin, angin, gradient berat jenis, dan debit sungai. Arah arus di teluk Jakarta pada umumnya ke arah timur dibawah pengaruh angin munson barat. Bagaimanapun, dikarenakan perbedaan geometri dan orientasi garis pantai, di bagian berbeda dari teluk Jakarta memiliki perkembangan morfologinya tersendiri. Untuk melihat seberapa besar arus yang terjadi di Teluk Jakarta, pengukuran Arus dilakukan dengan menggunakan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler). Pengukuran dilakukan selama 2 minggu pada bulan Mei sampai Juni 2012. Lokasi pengukuran arus ditunjukkan dengan titik berwarna kuning pada Gambar 2.17.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 24
Kecepatan arus ini diukur pada lepas pantai vertikal dari lokasi reklamasi pulau F setiap 2 m dari dasar laut pada kedalaman 12.1m dari LWS (Muka air terendah). Pada umumnya, hasil pengukuran menunjukkan bahwa kecepatan arus kurang dari 0.1m/s dan bervariasi dalam arahnya. Pada Gambar 2.17. ditunjukkan tipikal pembacaan dari pengukuran arus, dimana arah aliran dari pengukuran individual sepanjang sumbu vertikal ditunjukkan dalam bentuk panah. Dalam gambar ini ditunjukan lapisan atas air dapat memiliki arah yang sangat berbeda dengan arah pada lapisan air dibawahnya. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan atas sangat dipengaruhi oleh angin.
Lokasi Pengukuran arus
Gambar 2.17. Lokasi Pengukuran Arus Di Teluk Jakarta, arus yang diakibatkan oleh pasang surut sangatlah kecil (dalam order cm/det). Gradient densitas dan debit buangan sungai hanya berpengaruh signifikan pada daerah muara/mulut sungai saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arus di teluk Jakarta didominasi oleh arus yang dibangkitkan oleh angin munson. Selama musim munson timur, arus diarahkan ke barat dengan kecepatan 0.1 – 0.4 m/det. selama musim munson barat, arus diarahkan ke timur dengan keceepatan 0.2 – 0.5 m/det. Secara umum dapat disimpulkan bahwa arus di Teluk Jakarta cenderung sangat kecil, didukung dengan kondisi gelombang yang ringan dan kondisi batimetri yang cukup dangkal, maka akan memberikan kontribusi yang sangat kecil terhadap perubahan garis pantai Teluk Jakarta. 2.1.1.9.
Komponen Garis Pantai
Lokasi proyek reklamasi Pulau F berada di teluk Jakarta, di lepas pantai Pluit, sebelah barat Pantai Mutiara dan di sebelah timur Pantai Indah Kapuk (Pulau C, D dan E). Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 25
Teluk Jakarta merupakan Teluk eluk yang dangkal yang terlindung dari angin dan gelombang oleh tanjung yang menonjol ke barat dan timur dan tepi pantai yang panjang. Arah angkutan sedimen (yang mengakibatkan abrasi atau akresi) pada umumnya ke arah timur dipengaruhi oleh munson barat. Perubahan erubahan bentuk pantai bersifat lokal dan didorong oleh gaya dominan yang bersifat lokal juga seperti angin, gelombang, arus karena pasang-surut pasang dan debit buangan sungai (Gambar 2.18).
Gambar 2.18. Karakteristik Garis Pantai Teluk Jakarta Kawasan pantai di sekitar area reklamasii Pulau F cenderung stabil, artinya perubahan bentuk pantai di daerah ini cenderung kecil. Hal ini sesuai dengan kondisi gelombang di sekitar tapak proyek yang tergolong kecil, demikian halnya dengan kondisi arus laut. Disamping itu, kawasan awasan reklamasi Pulau F merupakan kawasan laut yang dangkal dengan posisi terlindung dari kekuatan pendorong perubahan morfologi seperti gelombang dan arus laut. 2.1.1.10. Kondisi Sampah Sampah ampah yang berada di Suaka Marga Satwa Muara Angke masuk ke dalam kawasan melalui aliran liran Kali Angke yang berada tepat di samping kawasan. Jika kondisi air pasang, sebagian sampah ada yang masuk ke dalam kawasan hutan mangrove. Sisanya, akan mengalir ke Teluk Jakarta. Kali Angke adalah salah satu sungai dari 13 sungai yang bermuara ke Teluk Tel Jakarta. Sungai-sungai sungai yang bermuara ke Teluk 3 Jakarta membawa lebih kurang 1400 m /hari limbah padat, di mana 1100 m3/limbah padat langsung masuk ke teluk ini (Dinas Kehutanan, 1997; Damar, 2003; Arifin, 2004). Sampah tersebut sebagian besar merupakan sampah anorganik yang susah terurai oleh lingkungan. Adapun kondisi sampah di Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 2. 19.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 26
Selain itu timbunan sampah dapat mengakibatkan tidak dapat tumbuhnya semai dan anakan mangrove yang membutuhkan substrat untuk tempat tumbuhnya, terganggunya respirasi, berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, dan kemungkinan adanya senyawa toksik yang dapat mengganggu komunitas mangrove.
Gambar 2.19.
Kondisi Timbulan Sampah Di Muara Angke (15 November 2013)
Reklamasi yang memunculkan daratan baru diperkirakan dapat mengakibatkan sampah bertumpuk di sisi pulau. Penumpukan itu terjadi karena sampah-sampah yang diangkut ombak dari laut lepas semestinya dapat dilempar lagi ke tengah laut oleh arus. Berhubung terhalang daratan baru itu, arus memutar lagi dan di sudut perputaran itulah terjadi penumpukan sampah. Namun demikian pulau reklamasi tersebut jika diperuntukan untuk kawasan komersil dan perkantoran tentunya untuk menarik konsumen akan memberi prioritas utama untuk menjaga kebersihan sekitar pulau. 2.1.2. 2.1.2.1.
Komponen Biologi Flora dan Fauna Mangrove
Komunitas mangrove terdekat dengan lokasi rencana reklamasi Pulau F adalah Suaka Margasatwa Muara Angke seluas 25,05 Ha dan Taman Wisata Alam Angke Kapuk seluas 99,82 Ha, dan Hutan Lindung Angke-Kapuk seluas 44,76 Ha (Pemda DKI Jakarta, 2013; Departemen Kehutanan RI, 2013; Pramudji, 2008). Hutan mangrove tersebut merupakan hutan mangrove alami yang merupakan satu kesatuan ekosistem estuaria Teluk Jakarta. Hutan mangrove merupakan hutan payau yang biasa ditemukan di daerah pesisir seperti pantai yang terlindungi dan di wilayah muara sungai. Pada daerah ini sebagian diantaranya masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan intrusi air laut. Sedangkan sebagian kawasan lainnya masih dipengaruhi oleh proses salami yang terjadi di daratan, seperti sedimentasi, aliran air tawar, dan pengaruh kegiatan manusia di daratan. Hutan mangrove mempunyai multifungsi dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suhu perairan (Pramudji, 2008).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 27
Hasil studi Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) memperlihatkan Hutan Lindung Angke-Kapuk Muara Angke terdapat 36 jenis mangrove, yang terbagi atas 9 jenis mangrove sejati dan 27 jenis mangrove ikutan. Hasil studi yang dilakukan oleh Ecodata (2004) mencatat terdapat 41 jenis yang dikelompokan menjadi 13 jenis mangrove sejati dan 28 jenis mangrove ikutan. Berdasarkan studi tersebut dapat terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah jenis mangrove sejati sebesar 10,77 % dan penurunan mangrove ikutan mencapai 3,57%. Penurunan jumlah jenis mangrove di Hutan Lindung Angke-Kapuk tersebut terutama disebabkan oleh kerusakan/gangguan habitat yang disebabkan oleh timbunan sampah. Timbunan sampah tersebut mengakibatkan tidak dapat tumbuhnya semai dan anakan mangrove yang membutuhkan substrat untuk tempat tumbuhnya, terganggunya respirasi, berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, dan kemungkinan adanya senyawa toksik yang dapat mengganggu komunitas mangrove. Keragaman jenis mangrove yang terdapat di Hutan Lindung Angke-Kapuk tergolong rendah. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada studi ANDAL reklamasi Pulau Kapuk Naga Indah nilai Indeks Keragaman (H’) hanya sebesar 1,753. Hal serupa juga terlihat tingkatan pertumbuhan, dimana Indeks Keragaman (H’) pada tingkat pohon hanya sebesar 1,193, anakan 1,989, dan untuk tingkat tegakan semai sebesar 1,693. Rendahnya keragaman jenis mangrove di lokasi tersebut terutama disebabkan oleh gangguan habitat mangrove akibat timbunan sampah. Selain itu, kualitas perairan estuary yang buruk akibat limbah cair yang terbawa aliran sungai, gangguan akibat aktivitas manusia dan proses abrasi ikut berperan dalam penurunan keragaman jenis mangrove di Hutan Lindung Angke-Kapuk. Kondisi ekositem mangrove yang ada di Hutan Lindung Angke-Kapuk dapat terlihat dari struktur komunitas, yang diindikasikan oleh parameter tingkat kehadiran (frekuensi), tingkat kerapatan, dominansi, dan penyebaran ukuran (tinggi dan diameter). Penyebaran kelas frekuensi menunjukkan bahwa 11,11 % dari jenis yang ada mempunyai kelas frekuensi 10,1 – 20 % yaitu Avicenia alba dan Rhizophora stylosa dengan frekuensi 11,11% dan 12,96% untuk tingkat pohon. Jenis Morinda citrifolia dan Rhizophora stylosa dengan frekuensi 12% dan 14% untuk tingkat anakan, serta jenis Acrostichum aireum dengan frekuensi 10,29% untuk tingkat semai. Sedangkan sisanya sebesar 88,89% jenis yang memiliki nilai frekuensi kurang dari 10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kehadiran dari masing-masing jenis yang ada relatif kecil. Rendahnya tingkat kehadiran jenis ini menunjukkan telah terjadi gangguan terhadap habitat mangrove sehingga jenis-jenis tidak mampu menyebar secara merata dan cenderung mengelompok di habitat tertentu. Hasil studi ANDAL memperlihatkan jumlah individu pada masing-masing tingkat pertumbuhan meliputi, tingkat pohon sebesar 2.472 individu, tingkat anakan sebesar 1.262 individu, dan tingkat semai sebesar 3.767 individu. Tingkat kerapatan masingmasing tingkat pertumbuhan sebesar 1.105,33 individu/ha pohon, 14.022,22 individu/ha anakan, dan 1.163.055,56 individu/ha semai. Jenis vegetasi yang memiliki nilai kerapatan relatif tinggi adalah jenis Avicenia alba untuk tingkat pohon, jenis Avicenia alba untuk tingkat anakan, dan jenis Rhizophora stylosa dan Avecenia alba untuk tingkat semai (Gambar 2.20).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 28
Gambar 2.20.
Kondisi Vegetasi Mangrove Di Muara Angke (Survei tanggal 19 Juli 2013)
Menurut Acharya & Shrestha,(2011) serta Jayakumar & Nair (2013) nilai kerapatan yang tinggi menunjukkan bahwa suatu jenis tumbuhan mempunyai regenerasi yang berjalan baik sehingga untuk beberapa waktu yang akan datang memungkinkan kondisi habitat menjadi lebih baik akibat banyaknya jumlah tumbuhan perintis yang tumbuh dan berkembang. Hasil pengamatan di Hutan Lindung Angke-Kapuk menunjukkan kerapan jenis pohon tergolong rendah. Nilai dominansi menunjukkan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh oleh suatu jenis pada suatu tipe komunitas. Jenis mangrove yang mendominasi dapat diketahui dengan Indeks Nilai Penting (INP), yaitu besaran yang menunjukkan kedudukan suatu jenis terhadap jenis lainnya di dalam suatu komunitas. Pada tingkat pohon, nilai INP yang paling tinggi adalah jenis Avicenia alba, kemudian untuk tingkat anakan yang memiliki nilai INP tertinggi juga adalah Avicenia alba, dan untuk tingkat semai jenis yang memiliki nilai INP tertinggi adalah Rhizophora stylosa. Jenis Avicenia alba dan Rhizophora stylosa merupakan jenis mangrove yang telah diketahui memiliki adaptasi dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungannya. Untuk menggambarkan suksesi komunitas dapat terlihat dari distribusi kelas diaemeter dan kelas tinggi pohon. Pada penyebaran kelas diameter batang di hutan mangrove menunjukkan bahwa 56,22% merupakan pohon kecil (0-<10 cm), 37,94% merupakan pohon sedang (10 - <30 cm), sedangkan pohon besar 5,84%. Analisis tinggi pohon menunjukkan pohon kecil sebanyak 63,58% dengan ketinggian pohon <5m, cukup tinggi (5-20 m) sebanyak 15,46%, dan tinggi (>20 m) sebesar 20,96%. Tumbuhan dengan ketinggian 0 hingga kurang dari 20 m didominasi oleh jenis Avicenia alba dengan jumlah nilai penting relatif sebesar 27,91%, sedangkan tumbuhan dengan ketinggian lebih dari 20 m tidak dijumpai.Tumbuhan dengan diameter 0 hingga kurang dari 30 cm didominasi oleh Avicenia alba, namun untuk tumbuhan dengan diameter lebih dari 30 cm didominasi oleh jenis Avicenia marina dengan jumlah nilai penting relatif 15,43%. Berdasarkan jumlah individunya, vegetasi di Hutan Lindung Angke-Kapuk lebih didominasi oleh tumbuhan tingkat bawah. Zonasi mangrove di lokasi tersebut tidak terlihat dengan jelas dan beberapa jenis mangrove tersebar secar acak. Hal tersebut karena komunitas mangrove tersebut telah mengalami kerusakan habitat.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 29
Kawasan mangrove di ujung utara Jakarta ini juga sebagai habitat dari berbagai fauna. Secara total kawasan mangrove di DKI Jakarta seluas sekitar 376 Ha (Pemda DKI Jakarta, 2013; Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2013a; Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2013b). Beberapa tahun terakhir ini tutupan vegetasi habitat mangrove mengalami kenaikan akibat penanaman dan aksi peduli berbagai pihak seperti Lembaga Peduli Mangrove, Wetlands International Indonesia, AEON dan lain-lain (Pemda DKI Jakarta, 2013). Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) juga masuk dalam kategori Important Bird Area (IBA) oleh lembaga nirlaba Birdlife International (2014), karena terdapat dua spesies burung yang dilindungi yaitu Mycteria cinerea (bangau bluwok) dan Centropus nigrorufus (bubut jawa) serta habitat bagi berbagai burung penetap dan migrant regional (Birdlife International, 2014; IUCN, 2014). Selain sebagai IBA, SMMA juga merupakan tetangga dari Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang telah dimasukan dalam Konvensi Lahan Basah Ramsar (Onrizal & Kusuma, 2004; Ramsar, 2014). Sehingga dapat disimpulkan kawasan mangrove di utara Jakarta adalah bagian penting dari habitat mangrove secara umum untuk Jakarta dan sekitarnya, namun juga sebagai habitat bagi fauna-fauna regional Asia dan Asia Tenggara. Selain sebagai habitat burung, kawasan mangrove utara Jakarta tersebut juga merupakan habitat bagi mamalia seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicualris) dan luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus), serta berbagai herpetofauna seperti kadal matahari atau Eutropis multifasciata, ular sanca Phyton reticulata, biawak Varanus salvator, serta katak sawah Fejervarya cancrivora (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2013a; Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2013b). 2.1.2.2. a.
Biota Laut
Plankton
Gambaran kondisi plankton di sekitar wilayah studi diambil dari hasil studi AMDAL Pembangunan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit yang memperlihatkan 36 jenis fitoplankton yang terdiri dari kelompok Chlorophyta, Cyanophyta, Chrysophyta, dan Pyrrophyta. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi perairan di wilayah Pluit berdasarkan keragaman fitoplankton memiliki kestabilan sedang. Hasil penelitian Jury et al. (2011) yang melakukan penelitian di wilayah Teluk Jakarta menerangkan wilayah tersebut kondisinya tidak terlalu baik dengan kekeruhan dan beban nutrisi yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kandungan klorofil-a tahunan konsentrasi rata-rata di Teluk Jakarta terjadi peningkatan 16 – 26 kali antara tahun 1993 – 2004 (Afdal, 2008) dengan konsentrasi rata-rata sebesar 31,37 mg/m3 selama periode musim timur dan 78,94 mg/m3 selama musim barat. Kondisi eutrofikasi sangat terlihat di wilayah sekitar Muara Kamal, Muara Gembong, dan Muara Sunter. Produksi primer rata-rata tahunan di Teluk Jakarta sebesar 223 gC m2y1 lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain yang serupa di Indonesia. Hasil penelitian Damar (2003) telah membuat klasifikasi wilayah Teluk Jakarta berdasarkan konsentrasi nutrisi (nitrogen organik terlarut dan fosfat), biomassa fitoplankton (klorofil-a), dan saturasi oksigen dengan membagi menjadi 3 (tiga) zona,
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 30
yaitu zona hipertropik di sepanjang pantai dan di muara sungai, zona eutrofik dan mesotrofik di perairan luar teluk. Gambaran kondisi tropik atau kesuburan perairan di Teluk Jakarta ditampilkan pada Gambar 2.21.
Gambar 2.21.
Kondisi Tropik / Kesuburan di Perairan Teluk Jakarta (Sumber: DHI, 2011 dikutip dari Damar, 2003.)
Pengamatan kondisi fitoplankton di lokasi rencana reklamasi Pulau F, Pluit dilakukan di 6 titik dengan mengambil sampel di masing-masing lokasi tersebut. Hasil analisis fitoplankton menunjukkan bahwa ditemukan 4 kelas Fitoplankton, yaitu Bacillariophyceae, Cyanophyceae, dan Dinophyceae. Kelas Bacillariophyceae merupakan kelompok yang dominan ditemukan di masing-masing titik sampling (Tabel 2.15). Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 – 1, semakin kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Komunitas merupakan suatu kumpulan berbagai jenis species yang berinteraksi di dalam suatu habitat tertentu. Krebs (1972) menyatakan bahwa struktur komunitas mempunyai lima karakteristik, yaitu keanekaragaman jenis, bentuk pertumbuhan dan struktur, dominansi, kelimpahan relatif, dan struktur trofik. Keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu jenis dalam ekositem. Dua komponen dari keanekaragaman tersebut adalah jumlah jenis dan keseragaman jumlah individu yang dimiliki oleh masing-masing jenis tersebut (Krebs 1972).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 31
Keanekaragaman juga menunjukkan pola distribusi dari suatu jenis dalam suatu komunitas. Hasil pengukuran Indeks Keanekaragaman (Gambar 2.22) secara teratur selama jangka waktu tertentu dapat digunakan sebagai informasi tentang suksesi komunitas, serta digunakan sebagai indikator tingkat pencemaran, dimana semakin kecil nilai keanekaragaman maka perairan tersebut semakin tercemar (Omori dan Ikeda, 1984).
Gambar 2.22.
Indeks Ekologis Fitoplankton di Lokasi Studi
Sedangkan berdasarkan hubungan antara indeks keragaman fitoplankton terhadap kualitas air permukaan dapat dilihat pada Tabel 2.11 dibawah ini. Tabel 2.11. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Indeks Keanekaragaman ShannonWiever Nilai Indeks
Kualitas Air
3,0 - 4,5
Tercemar sangat ringan
2,0 - 3,0
Tercemar ringan
1,0 - 2,0
Tercemat sedang
0,0 - 1,0
Tercemar berat
Sumber : Wardoyo, 1974
Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiever terhadap data pada Gambar 2.22 maka tingkat pencemaran perairan sekitar lokasi rencana reklamasi Pulau F pada semua titik sampling tercemar berat. Begitupula dengan kondisi rona awal untuk zooplankton, yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 32
Tabel 2.12. Hasil Analisis Zooplankton di Lokasi Studi Bio-1** No
Bio-2
Bio-3
Bio-4
Bio-5
Bio-6
Organisme (Ind/L)
%
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
CRUSTACEAE 1.
Macrosetella
323
41,04
392
50
280
38,89
264
51,56
110
25
330
41,98
2.
Microsetella
296
37,61
168
21,43
180
25
96
18,75
150
34,09
294
37,4
3.
Nauplius Abundance ( ind./L )
168
21,35
224
28,57
260
36,11
152
29,69
180
40,91
162
20,61
787
100
784
100
720
100
512
100
440
100
786
100
Taxa ( S )
3
3
3
3
3
3
0,462
0,449
0,47
0,441
0,469
0,459
Equitability (E)
0,968
0,942
0,985
0,925
0,982
0,963
Dominance (D)
0,356
0,378
0,344
0,389
0,346
0,359
Diversity (H ')
Sumber: Hasil analisa laboratorium PT. SKY Lab, 19 July 2013 Keterangan : *) = KEP. 51/MENLH/2004 Lampiran III. Untuk Biota Laut **)Koordinat pada lampiran Titik
Bio -1 Bio -2 Bio -3 Bio -4 Bio -5 Bio -6
Keterangan : Utara – Timur Laut Rencana Pulau F, : Utara – Barat Laut Rencana Pulau F, : Timur Rencana Pulau F, : Barat Rencana Pulau F, : Tenggara Rencana Pulau F, : Muka Muara,
Koordinat UTM E=696307.0515 E=696052.7474 E=696529.0424 E=695741.4330 E=696400.2212 E=695572.7267
N=9327690.0812 N=9327427.9296 N=9326491.9872 N=9325971.1343 N=9325601.8543 N=9325255.6535
Dominansi jenis zooplankton dapat dapat dilihat dari Indeks Dominansi (D). pada wilayah studi nilai indeks dominansi mendekati satu, oleh karena itu jika suatu komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka nilai indeks dominansinya mendekati nol. Adapun indeks keragaman Zooplankton di wilayah studi berdasarkan pada data table diatas, dapat dilihat pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23.
Indeks Ekologis Zooplankton di Lokasi Studi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 33
Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiever (Tabel 2.11) diketahui bahwa tingkat pencemaran perairan sekitar lokasi rencana reklamasi Pulau F pada semua titik sampling tergolong tercemar berat. b.
Benthos
Gambaran kondisi plankton dan benthos di sekitar wilayah studi diambil dari Penelitian Taurusman (2007) yang memperlihatkan 83 famili dan 63 taksa makrozoobenthos di Teluk Jakarta. Jenis-jenis tersebut yang umum ditemukan di wilayah tersebut adalah kelompok Bivalvia (Mactra sp., Chione sp.), kelompok Polychaetas (Prionospio sp., Lucifer sp., Nephtys sp.) dan kelompok Crustacea (Acetes). Studi Taurusman (2010) menunjukkan bahwa daerah-daerah hipertofik di Teluk Jakarta didominasi oleh surface deposit –feeding Polychaetes. Hasil penelitian yang dilakukan untuk studi AMDAL Pembangunan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit memperlihatkan terdapat 4 jenis Mollusca yang terdapat di sekitar perairan Pluit, yaitu: Alveinus sp. Tellina sp.1 Tellina sp.2 (kelompok Bivalvia) dan 1 jenis kelompok Veneridae. Berdasarkan hasil analisis indeks keragaman (indeks diversitas) bentos menunjukkan bahwa perairan dimana sampel diambil memiliki dasar perairan dengan kestabilan sedang namun telah tercemar berat (Gambar 2.24). Pengamatan kondisi benthos di lokasi rencana reklamasi Pulau F, Pluit dilakukan di 6 titik pengamatan dan dihasilkan di Tabel 2.13. Tabel 2.13. Hasil Analisis Benthos di Lokasi Studi No
Organisme
Bio-1** (Ind/L)
Bio-2 %
Bio-3
Bio-4
Bio-5
Bio-6
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
(Ind/L)
%
ARTHOPODA 1
Busycon
96
42.11
51
29.82
36
25.53
33
29.73
9
23.08
84
32.56
2
Cerithiideae
66
28.95
63
36.84
42
29.79
36
32.43
6
15.38
72
27.91
3
Mya
9
3.95
36
21.05
30
21.28
12
10.81
12
30.77
36
13.95
PELECYOPODA
GASTROPODA 4
Polymesodea
57
25
21
12.28
33
23.4
30
27.03
12
30.77
66
25.58
Abundance (Ind/m²)
228
100
171
100
141
100
111
100
39
100
258
100
Taxa ( S )
4
4
4
4
4
4
Diversity ( H ')
0.52
0.571
0.599
0.573
0.587
0.584
Equitability ( E )
0.864
0.948
0.994
0.952
0.975
0.97
Dominance ( D )
0.325
0.284
0.254
0.278
0.266
0.269
Sumber: Hasil analisa laboratorium PT. SKY Lab, 19 July 2013 Keterangan : *) = KEP. 51/MENLH/2004 Lampiran III. Untuk Biota Laut**)Koordinat pada lampiran Titik
Bio -1 Bio -2 Bio -3 Bio -4 Bio -5 Bio -6
Keterangan : Utara – Timur Laut Rencana Pulau F, : Utara – Barat Laut Rencana Pulau F, : Timur Rencana Pulau F, : Barat Rencana Pulau F, : Tenggara Rencana Pulau F, : Muka Muara,
Koordinat UTM E=696307.0515 N=9327690.0812 E=696052.7474 N=9327427.9296 E=696529.0424 N=9326491.9872 E=695741.4330 N=9325971.1343 E=696400.2212 N=9325601.8543 E=695572.7267 N=9325255.6535
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 34
Gambar 2.24.
Indeks Ekologis Benthos di Lokasi Studi
Wilhm (1975) yang menyatakan bahwa berdasarkan indeks keragaman zoobentos, kualitas air dapat dikelompokkan atas: tercemar berat (0
Ikan (Nekton)
Jenis ikan laut diketahui dan dicatat berdasarkan hasil tangkapan nelayan di laut lepas yang mendarat dan diperdagangkan di TPI Muara Angke yang berjarak 200 m dari lokasi rencana proyek. Selain itu dilakukan juga wawancara dengan nelayan yang sering merambah wilayah perairan pelabuhan Sunda Kelapa, yang mencari ikan sekitar 600 m di Utara lokasi rencana proyek. Jenis ikan yang ditangkap antara lain pari, layur, ekor kuning, layang, tongkol dan jenis lainnya yang mempunyai nilai ekonomis bagi masyarakat nelayan. Hasil pengamatan dan pencatatan jenis-jenis ikan yang ada di lokasi studi tersaji pada Tabel 2.14.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 35
Tabel 2.14. Jenis-Jenis Ikan Yang Ditemukan di Teluk Jakarta No
Nama Ikan
IKAN 1. Jambal siam 2. Kerapu 3. Kakap Merah 4. Pari 5. Layur 6. Selar 7. Kakap 8. Belanak 9. Bawal Putih 11. Tongkol 13. Kembung 14. Kuro/Senangin 15. Kuwe 16. Ekor Kuning 18. Bawal Hitam 19. Bawal Putih 20. Ikan Sebelah 21. Beronang NON-IKAN 1. Udang Pancet 2. Udang Barong 3. Udang Putih (jerbung) 4. Tiram 5. Rajungan 6. Kepiting 7. Cumi-cumi 8. Kerang hijau 9. Kerang darah
Nama Ilmiah Pangasius suchi Ephinepelus sp. Lutjanus sanguineus Trygon sp. Trichiurus savala Selaroides leptolepis Lates calcarifer Valamugil speigleri Pampus argenteus Euthynnus affinis Rastrelliger sp. Eletheronema tetradactilum Caranx sexfasciatus Caesio erythrogaster Formio niger Pampus argentus Psettodes errumei Siganus sp. Penaeus semisulcatus Panulirus sp. Penaeus merguensis Crassostrea cuculata Portunus pelagicus Scylla serrata Loligo spp. Perna viridis Anadara granosa
Sumber : Hasil Analisis Tim Studi Amdal, 2013
Terlihat dari tabel di atas, hasil tangkapan nelayan di sekitar teluk Jakarta terdiri dari 21 jenis ikan. Hasil tersebut jauh berkurang dari catatan oleh beberapa penelitian terdahulu (Djamali & Parino, 2008; Genisa, 2004). Perlu juga dicatat bahwa tabel di atas adalah kumulasi dari pengamatan di TPI Muara Angke serta wawancara (sumber sekunder) sehingga tidak serta merta mencerminkan keadaan sesungguhnya seperti data tangkapan langsung (data primer). Spesies seperti P. suchi tidak mungkin berasal dari Teluk Jakarta karena merupakan spesies air tawar yang tersebar di Pulau Sumatra. Namun ikan-ikan seperti tongkol, kembung dan belanak merupakan ikan yang memang tersebar luas di Laut Jawa (Djamali & Parino, 2008). Djamali & Parino (2008) melaporkan 250 jenis ikan di keseluruhan Teluk Jakarta, sedangkan Genisa (2004) melaporkan 36 jenis ikan di sekitar muara Ciliwung Cisadane, dan Citarum. Jika data-data tersebut benar, maka terjadi penurunan jenis tangkap yang luar biasa pada 10 tahun terakhir ini.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 36
2.1.3. Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat Rencana pembangunan atau reklamasi Pulau F yang akan dilakukan oleh PT Jakarta Propertindo berada di wilayah administrasi Kotamadya Jakarta Utara, Kecamatan Penjaringan, Kelurahan Pluit. Kondisi rona awal lingkungan di lokasi sekitar proyek, khususnya dari komponen Sosial – Ekonomi – Budaya akan di deskripsikan berdasarkan sosialisasi pada tanggal 23 April 2013, data sekunder yang dapat serta dari hasil penelitian sebagai berikut. 2.1.3.1. a.
Rona Komponen Kesempatan Kerja dan Berusaha
Kependudukan
Kecamatan Penjaringan merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah administratif Kotamadya Jakarta Utara. Kecamatan Penjaringan terdiri atas 5 Kelurahan, yaitu Kamal Muara, Kapuk Muara, Pejagalan, Penjaringan, dan Pluit. Luas wilayah Kecamatan Penjaringan seluas 45,4057 km2 dengan 3 kelurahan terbesar adalah Kamal Muara, Kapuk Muara, dan Pluit. Jumlah penduduk yang tercatat sampai tahun 2011 (BPS Jakarta Utara, 2012) sejumlah 288.190 jiwa. Kepadatan penduduk terbesar berada di Kelurahan Pejagalan dengan jumlah 27.896 jiwa. Kondisi kependudukan di Kecamatan Penjaringan ditampilkan pada Tabel 2.15. Tabel 2.15. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Rasio Jenis Kelamin di Kecamatan Penjaringan No 1. 2. 3. 4. 5.
Kelurahan Kamal Muara Kapuk Muara Pejagalan Penjaringan Pluit Penjaringan
Luas Area 2 (Km ) 10,534 10,055 3,2318 3,9543 7,7119 45,4057
Penduduk LakiLaki 5.509 16.333 46.147 57.553 24.319 149.861
Perempuan
Jumlah
Kepadatan Penduduk
5.160 15.183 44.006 49.557 24.423 138.329
10.669 31.516 90.153 107.110 48.742 288.190
1.013 3.134 27.896 27.087 6.320 6.347
Rasio Jenis Kelamin 106,76 107,57 104,87 116,13 99,57 108,34
Sumber: BPS Kota Jakarta Utara, 2012
Rencana reklamasi Pulau F yang terletak di Teluk Jakarta berada di wilayah adminsitrasi Kelurahan Pluit dan juga berdekatan dengan wilayah Kelurahan Kamal Muara dan Kapuk Muara. Jumlah penduduk di Kelurahan Pluit sebesar 48.742 jiwa dengan komposisi jumlah laki-laki sebanyak 24.319 jiwa dan perempuan sebanyak 24.423 jiwa. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Gambaran komposisi penduduk di Kelurahan Pluit, Kapuk Muara, Penjaringan dan Kamal Muara ditampilkan pada Gambar 2.25.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 37
Pluit
24,319
24,423
Penjaringan
57,553
Kapuk Muara
16,333
Kamal Muara
5,509 0
49,557
15,183 5,160 20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
Orang Laki-laki
Gambar 2.25.
Perempuan
Komposisi Penduduk di Kelurahan Pluit, Kapuk Muara, dan Kamal Muara Tahun 2011.
Struktur penduduk di suatu daerah memperlihatkan produktivitas penduduk di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil data dari BPS Kota Jakarta Utara memperlihatkan penduduk dengan kelompok umur 15 sampai 54 tahun (usia produktif/usia kerja) jumlahnya mencapai 215.863 jiwa, jauh lebih besar dari kelompok penduduk usia belum produktif /0 - 14 tahun(65.959 jiwa) dan usia tidak produktif / > 54 tahun (24.639 jiwa). Gambaran penduduk di Kecamatan Penjaringan berdasarkan kelompok umur ditampilkan pada Tabel 2.16. Tabel 2.16. Struktur Penduduk di Kecamatan Penjaringan Berdasarkan Kelompok Umur. Kelompok Umur 0-4 5-9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60+ Total
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 12.517 11.576 9.758 12.123 17.932 20.371 17.039 13.589 10.564 8.356 6.820 4.931 7.447 153.023
11.821 10.749 9.538 17.051 20.026 19.881 15.412 12.227 9.745 8.247 6.480 4.657 7.599 153.433
Jumlah Total 24.338 22.325 19.296 29.174 37.958 40.252 32.451 25.816 20.309 16.603 13.300 9.588 15.046 306.456
Sumber: BPS Kota Jakarta Utara, 2012
Kepadatan penduduk di 4 (empat) kelurahan yang berada di sekitar lokasi proyek memperlihatkan Kelurahan Penjaringan merupakan wilayah terpadat dibandingkan 3 kelurahan lainnya. Kepadatan di Kelurahan Pluit sebanyak 27.087 orang/km2. Gambaran kepadatan penduduk di Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjaringan, dan Pluit ditampilkan pada Gambar 2.26.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 38
30000
27087
orang/km2
25000 20000 15000 10000
6320
5000
3134
1013
0 Kamal Muara
Kapuk Muara
Penjaringan
Pluit
Kepadatan
Gambar 2.26.
Kepadatan Penduduk di Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, dan Pluit.
Dinamika populasi penduduk di suatu wilayah dapat dilihat dari tingkat kelahiran dan kedatangan (imigrasi) yang menyebabkan peningkatan jumlah penduduk. Hal yang sebaliknya terjadi apabila terjadi kematian dan perpindahan (emigrasi) yang menyebabkan penurunan jumlah penduduk. Gambaran dinamika populasi di 4 (empat) kelurahan di Kecamatan Penjaringan yang berada di sekitar lokasi proyek ditampilkan pada Tabel 2.17. Berdasarkan data BPS Kota Jakarta Utara (2012) memperlihatkan tingkat kelahiran dan kedatangan penduduk tertinggi terjadi di Kelurahan Penjaringan. Namun demikian juga dengan tingkat kematian dan perpindahan penduduk di Kelurahan Penjaringanjuga tinggi. Tabel 2.17. Imigrasi dan Emigrasi Penduduk di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan No 1. 2. 3. 4.
Kelurahan
Kelahiran
Kematian
Datang
Pindah
62 180 296 302
29 55 163 298
528 1.659 1.727 1.951
77 367 2.048 1.095
Kamal Muara Kapuk Muara Pluit Penjaringan
Sumber: BPS Kota Jakarta Utara, 2012
b.
Kesejahteraan Masyarakat dan Kebutuhan Air Bersih
Kondisi kesejahteraan masyarakat dapat terlihat dari kondisi tempat tinggal atau rumah yang ditempati masyarakat tersebut. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok dari 3 kebutuhan utama, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kondisi perumahan di 4 kelurahan di Kecamatan Penjaringan memperlihatkan kondisi yang sudah baik, yaitu kondisi rumah permanen yang sudah mencapai 70 %. Berdasarkan data dari BPS Jakarta Utara (2012) jumlah perumahan permanen di Kelurahan Pluit mencapai 93,31 %, kemudian diikuti Kelurahan Kapuk Muara (81,58 %), Kelurahan Kamal Muara (63,9 %), dan Kelurahan Penjaringan (53,03 %). Namun demikian, masih ada beberapa masyarakat yang kondisi rumahnya masih semi permanen dan sifatnya sementara. Kondisi perumahan yang semi permanen dan sementara tertinggi berada Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 39
Persen
di Kelurahan Kamal Muara dibandingkan 2 kelurahan. Gambaran kondisi perumahan di 4 Kelurahan wilayah Kecamatan Penjaringan disajikan pada Gambar 2.27. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
93.31 81.58 63.9 53.03 32.31
29.9 16.65
14.66 6.69
Permanen
Semi Permanen
Kamal Muara
Gambar 2.27.
6.2
Kapuk Muara
1.77
0
Sementara
Penjaringan
Pluit
Kondisi Perumahan di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan
Kondisi atau Keadaan Warga Kondisi Status Sertifikat Rumah Kepemilikan Tanah
Berdasarkan penelitian ini juga menunjukkan keadaan warga terkait konidisi rumah yang ditempati beserta status kepemilikan dan kepemilikan sertifikat tanah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Sosial-Ekonomi-Budaya menunjukkan klaim kepemilikan warga terhadap rumah yang menjadi miliknya cukup tingggi (60%) bila dibandingkan dengan status rumah non-milik baik itu dalam bentuk sewa rumah ataupun lainnya (40%). Namun berbeda dengan tingginya kepemilikan warga terhadap tempat tinggal, ternyata hampir sebanyak 98% warga masyarakat tidak memiliki sertifikat tanah diatas lahan rumah yang ditinggali. Hal ini didukung dengan kondisi rumah permanen yang hanya sebesar 10% bila dibandingkan dengan jumlah rumah semi permanen dan non-permanen sebesar 80% dan 10% warga yang tinggal diatas kapal. Bila digabungkan dengan data kepemilikan KTP, maka hampir sebagian besar warga tidak memiliki legitimasi yang kuat untuk tinggal di daerah Muara Angke. (Gambar 2.28)
Tidak Ada
98%
Ada
2%
Lainnya
22%
Sewa (Kontrak)
18%
Milik Sendiri
60%
Tidak Permanen
40%
Semi-Permanen
40%
Permanen
10% 0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Persentase Warga (n=50 Resp.)
Gambar 2.28.
Gambaran Kondisi Tempat Tinggal, Status Kepemilikan, dan Sertifikat Tanah
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 40
Terkait dengan kebutuhan akan air bersih, saat ini masyarakat di wilayah kecamatan Penjaringan sudah tidak dapat lagi menggunaan air tanah, karena air tanah di wilayah tersebut sudah terkena intrusi air laut. Data dari BPS Kota Jakarta Utara (2012) memperlihatkan semua air tanah di ke empat kelurahan tersebut sudah terasa payau dan tercemar oleh air laut. Gaambaran selengkapnya tentang kondisi air tanah di Kecamatan Penjaringan disajikan pada Tabel 2.18. Tabel 2.18. Kondisi Air Tanah di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan No
Kelurahan
1. 2. 3. 4.
Kamal Muara Kapuk Muara Pluit Penjaringan
Air Tanah Payau Seluruhnya Sebagian Tidak Ada 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0
Tercemar Air Laut Ada Tidak 1 0 1 0 1 0 1 0
Sumber: BPS Kota Jakarta Utara, 2012 Keterangan: (1) : Ya (2): Tidak
Untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih, masyarakat di keempat kelurahan tersebut saat ini lebih banyak menggunakan air dari PDAM, air kemasan, dan membeli air PAM dari pedagang keliling. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh BPS Jakarta Utara (2012) menunjukkan bahwa masyarakat di Kelurahan Kapuk Muara yang menggunakan air kemasan atau PAM mencapai 75,49% sedangkan sisanya membeli air dari penjual keliling. Kondisi serupa juga diperlihatkan di Kelurahan Pluit dimana 61,72% masyarakat menggunakan air PAM, sedangkan 32,73% menggunakan air yang dibeli dari penjual keliling. Kondisi yang agak berbeda adalah terlihat di Kelurahan Kamal Muara dimana untuk memenuhi kebutuhan air bersih, seluruh masyarakat membeli air bersih dari pedangan keliling. Gambaran sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat di empat kelurahan wilayah Kecamatan Penjaringan ditampilkan pada Gambar 2.29. 120
100
100
Persen
100 75.49
80
61.72
60 40
32.73
24.51
20
0
0
0
0
0
0
0 Air Kemasan/PAM Kamal Muara
Gambar 2.29.
Sumur/Pompa Kapuk Muara
Penjaringan
Air Ledeng Pluit
Persentase Penggunaan Air Bersih oleh Masyarakat di 4 Kelurahan di Wilayah Kecamatan Penjaringan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 41
c.
Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator kesejahteraan. Secara administrasif, wilayah rencana kegiatan yang berada di Ibukota Propinsi DKI Jakarta telah membangun sarana dan prasarana pendidikan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Program pemerintah “Wajib Belajar 9 Tahun” merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan masyarakat dengan pendidikan yang wajib ditempuh oleh masayarakat. Berdasarkan data BPS Jakarta Utara (2012) memperlihatkan fasilitas pendidikan berupa sekolah dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas telah mencukupi di empat kelurahan di Kecamatan Penjaringan. Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwa jumlah sekolah paling banyak berada di Kelurahan Pluit. Gambaran jumlah sekolah yang berada di empat kelurahan di Kecamatan Penjaringan ditampilkan pada Gambar 2.30. 25 20 20 Unit
16 13
15 11 9
10
8
7
6 4
5
2
2
5 3
0
3
2
1
0 TK
SD Kamal Muara
Gambar 2.30. 2.1.3.2.
SLTP Kapuk Muara
SLTA Penjaringan
Kejuruan
Pluit
Jumlah Sekolah di 4 Kelurahan di Kecamatan Penjaringan
Aktivitas Nelayan
Kondisi perekonomian di wilayah rencana reklamasi Pulau F memperlihatkan kondisi yang bervariasi. Pekerjaan masyarakat yang berada di wilayah tersebut pada umumnya merupakan nelayan, peternak kerang ijo, buruh, karyawan pabrik, dan sebagian kecil adalah sebagai pegawai negeri sipil. Penduduk yang memiliki pekerjaan utama sebagai nelayan sangat ditunjang oleh kondisi lingkungan yang berada di daerah pesisir pantai utara. Nelayan yang berada di Kecamatan Penjaringan dibedakan sebagai nelayan penetap dan nelayan pendatang. Nelayan penetap adalah nelayan yang berdomisili di wilayah Muara Angke. Sedangkan nelayan pendatang merupakan nelayan yang berasal dari luar wilayah Muara Angke. Klasifikasi nelayan tersebut terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan nelayan pemilik unit pemilik penangkap ikan. Gambaran kondisi jumlah nelayan di Kecamatan Penjaringan ditampilkan pada Tabel 2.19.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 42
Tabel 2.19.
Jumlah Nelayan di Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara
Total Jumlah
Pemilik
Pekerja
Total Jumlah
Pemilik
Pekerja
Total Jumlah
Jumlah Nelayan
Pekerja
Nelayan Pendatang
Pemilik
Nelayan Penetap
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
2006 2007 2008 2009 2010 2011
824 595 610 635 615 559
6650 4639 4965 5290 5085 5031
7474 5234 5575 5925 5700 5590
655 645 720 520 510 478
4895 4855 5420 4000 4030 3824
5550 5500 6140 4520 4540 4302
1479 1240 1330 1155 1125 1037
11545 9494 10385 9292 9115 8855
13024 10734 11715 10447 10240 9892
Tahun
Sumber: DHI (2012)
Berdasarkan data pada diatas terlihat bahwa jumlah nelayan penetap lebih banyak dibandingkan jumlah nelayan pendatang dari jumlah total sebanyak 9892 orang. Beradasarkan data tersebut juga dapat diketahui bahwa jumlah nelayan pekerja lebih dominan dibandingkan jumlah pemilik. Berdasarkan data tersebut juga terlihat bahwa jumlah nelayan di Kecamatan Penjaringan berfluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah nelayan sampai tahun 2011 tercatat 9.892 orang yang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Nelayan di wilayah Kecamatan Penjaringan didominasi oleh nelayan tradisional dan hanya sebagian kecil yang melakukan usaha secara modern dengan dukungan modal besar oleh investor. Nelayan tradisional yang berada di wilayah tersebut merupakan pendatang dari Bugis, Jawa Timur, Jawa Barat, Madura, dan warga asli Jakarta sendiri. Jumlah kapal motor ikan di Kecamatan Penjaringan tahun 2011 sebanyak 1.940 unit kapal motor. Perahu tanpa motor yang digunakan sebagai armada perikanan memiliki ukuran sedang sampai berukuran besar. Kapal motor dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran volume kapal menjadi 6, yaitu 0-5 GT (Gross Ton), 5-10 GT, 1020 GT, 20-30 GT, 30-50 GT, dan ukuran diatas 50 GT. Jenis armada penangkap ikan yang berada di Kecamatan Penjaringan ditampilkan pada Tabel 2.20. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa armada kapal motor yang mendominasi adalah ukuran 510 GT, 20-30 GT, dan ditas 50 GT. Tabel 2.20.
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Armada Kapal Motor yang berada di Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara 0-5 206 230 260 235 210 197
5-10 609 675 1258 827 1043 990
Kapal Motor (GT) 10-20 20-30 354 279 459 254 230 496 110 385 122 275 120 268
30-50 24 17 36 73 68 65
>50 353 460 264 250 310 300
Total (unit) 1825 2095 2544 1880 2028 1940
Sumber:DHI (2012)
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 43
Kapal motor yang berada di Muara Angke dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut. Kapal-kapal ikan yang melakukan pendaratan di Muara Angke antara lain, kapal gillnet (jaring insang yang dipasang di buritan kapal atau samping kapal), jaring cumi, purse seine, jaring insang dasar, bubu dan pancing. Berbagai alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Jakarta Utara untuk kegiatan usaha penangkapan terdiri dari jaring payang, purse seine, rampus, gill net, bagan, bubu, dan pancing. Sedangkan nelayan di wilayah Cilincing mengoperasikan alat tangkap berupa jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol, dan trawl. Alat tangkap trawl dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian habitat maupun spesies biota laut yang ada sehingga sering menimbulkan konflik dengan nelayan lainnya. Nelayan di Muara Kamal umumnya menggunkan alat tangkap yang terdiri dari jaring kejer, payang, bagan dan sero, sedangkan nelayan di Muara Baru umumnya menggunakan alat tangkap gill net dan pancing tuna long line. Daerah penangkap ikan bagi nelayan kecil atau tradisional di wilayah Muara Angke yang melakukan aktivitas pulang hari (one day fishing) seperti payang, bubu, dan pancing umumnya memilih daerah penangkapan di sekitar Teluk Jakarta dan Karawang karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, pada wilayah rencana reklamasi Pulau F tidak ditemukan adanya aktifitas penangkapan ikan oleh nelayan di sekitar tapak proyek. Sedangkan nelayan besar yang melaut dalam waktu berminggu-minggu seperti Purse Seine, Buko Ami, dan Jaring Cumi lebih memilih daerah penangkapan di daerah perairan Bangka Belitung, perairan Sumatera, Selat Karimata, dan kepulauan Natuna. Selain berprofesi sebagai nelayan, masyarakat di Muara Angke juga berprofesi sebagai peternak atau pembudidaya kerang hijau (Perna viridis) terutama di sekitar perkampungan Muara Angke. Budidaya kerang hijau cukup banyak di wilayah Teluk Jakarta. Pertumbuhan kerang hijau sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter fisika dan kimia yang terdapat di perairan, seperti suhu, salinitas, kedalaman, kecerahan, dan substrat. Kerang hijau banyak ditemukan pada wilayah perairan yang memiliki suhu sekitar 26 – 34 oC dan berada pada kedalaman 2,6 – 4 m. Kerang hijau dapat berkembang dengan baik di wilayah perairan yang memiliki salinitas 27 – 35 ‰. Masa panen kerang hijau kurang lebih sekitar 6 – 7 bulan terhitung mulai dari terkumpulnya benih pada rawai di rakit kerang hijau tersebut. Selama menunggu masa panen, aktivitas para nelayan rakit kerang hijau adalah menjaga kondisi rakit supaya tetap kokoh dengan cara melakukan pergantian pada bambu-bambu yang mengalami kerusakan. Untuk kerang hijau sendiri tidak membutuhkan perlakukan khusus, hanya membersihkan sampah-sampah yang datang.Produktivitas nelayan dapat terukur dari jumlah tangkapan ikan dan hasil laut lainnya yang diperoleh. Berdasarkan data BPS Jakarta Utara jumlah produksi ikan dari 3 Tempat Pendaratan Ikan (TPI) sebesar 203.894,65 ton atau setara dengan 3.092.520,94 juta rupiah. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa TPI Muara Baru merupakan tempat yang paling produktif dengan produksi paling besar diantara TPI lainnya. Gambaran
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 44
produksi ikan di 3 (tiga) TPI yang ada di wilayah Jakarta Utara ditampilkan pada Tabel 2.21. Tabel 2.21. No 1. 2. 3.
Produksi Ikan dan Hasil Laut Yang Ada di Jakarta Utara Lokasi
TPI Muara Angke TPI Muara Baru TPI Kamal Muara Jumlah
Produksi (Ton)
Nilai (Juta Rp)
20.624,70 182.998,86 271,09 203.894,65
62.964,28 3.029.053,91 502,75 3.092.520,94
Sumber: DHI (2012)
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Jakarta Utara (2012) puncak hasil tangkapan ikan yang dilakukan nelayan adalah pada bulan Oktober dan November setiap tahunnya. Gambaran produksi ikan setiap bulan yang diperoleh oleh nelayan di Jakarta Utara ditampilkan ditamp pada Gambar 2.31.
Gambar 2.31.
2.1.3.3.
Hasil Tangkapan Ikan di Teluk Jakarta
Rona Komponen Kamtibmas
Kondisi keamanan dan ketertiban mayarakat di wilayah Kecamatan Penjaringan berdasarkan informasi dari aparat keamanan Polsek Penjaringan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 22 disebutkan kondisinya cukup kondusif. Tabel 2.22.
Jumlah dan Jenis Kasus Gangguan Keamanan Keamanan di Wilayah Penjaringan
Jenis Peristiwa 1. 2. 3. 4.
Pembunuhan Aniaya Berat Pencurian Berat Pencurian Keras a. Todong b. Rampas c. Rampok
Tahun 2011 CT CC 0 0 31 16 59 50 5 3 1
4 1 0
Tahun 2012 CT CC 1 1 31 26 46 40 4 6 2
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
4 4 2
II - 45
Jenis Peristiwa d. Bajak Pencurian Ranmor a. Roda 2 b. Roda 3 c. Roda 4 6. Kebakaran 7. Perjudian 8. Peras/Ancam 9. Perkosaan 10. Narkoba 11. Kenakalan Remaja Jumlah
Tahun 2011 CT CC 0 0
Tahun 2012 CT CC 0 0
48 0 8 0 18 4 1 25 0
15 0 1 0 15 4 1 24 0
41 0 10 5 25 1 0 33 0
13 0 0 5 23 2 0 31 0
203
131
205
151
5.
Sumber: Polri Resor Metropolitan Jakarta Utara, Sektor Metropolitan Penjaringan, 2013 Keterangan: CT : Crime Total (total kejahatan: kasus kejahatan) CC : Clearness Crime (kasus yang diselesaikan)
Sedangkan berdasarkan hasil interview di lapangan beberapa gangguan keamanan yang sering terjadi adalah pencurian kendaraan bermotor, narkoba, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pertengkaran antar suku. Khusus untuk kasus KDRT (ratarata sebulan muncul 4-5 kasus KDRT), kasus kasus ini tidak sampai ke tangan Polsek Kawasan Sunda Kelapa, selesai sampai subsektor saja lewat hubungan kemitraan polisi dengan para pemuka lingkungan maka kasus diselesaikan secara kekeluargaan. Kasus-kasus KDRT sering terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan, dan tingginya tingkat kemajemukan warga. Kondisi lain di daerah studi adalah setiap dinihari, ratusan preman sudah berkumpul di pelabuhan, menunggu para nelayan yang melaut, datang menurunkan ikan. Para preman ini minta jatah ikan dari para nelayan dan jika tidak dikasih, bisa saling bunuh serta ujung-ujungnya bisa perang antar suku. Untuk meredam kasus-kasus diatas Bhabinkamtibmas bersama dengan warga membentuk Kelompok Kesadaran Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Pokdarkamtibmas yang populer disebut Pokdar). Setelah polisi dan warga membentuk Pokdar, kekacauan di pelabuhan ikan itu secara bertahap mereda. Di Pokdar, seluruh pemuka suku dan figur berpengaruh lainnya, diminta menjadi pengurus. Mereka bertugas mengarahkan para preman dan mencegah mereka berbuat onar. Sebagai ganjarannya, para preman ini diberi pekerjaan seperti mengatur lalulintas dan parkir. Kehadiran Pokdar membuat para preman sadar akan pentingnya ketertiban dan keamanan mendukung putaran roda ekonomi di pelabuhan. Kalau ada preman baru yang masuk dan merusak ketertiban, maka yang menghadapi adalah para preman yang sudah mendapat kesadaran dari Pokdar. Adanya kerjasama pengamanan lingkungan oleh polisi dan warga yang kian membaik, tidak akan mampu melenyapkan premanisme sepanjang kesejahteraan warga belum memadai. Tapi sekurang-kurangnya sekarang, aksi premanisme sudah tidak lagi dilakukan secara terang-terangan Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 46
2.1.3.4.
Rona Komponen Keresahan Masyarakat
Kehidupan nelayan kita masih tergolong tradisional, baik pengetahuan maupun peralatannya. Sehingga, setiap perubahan dari kebiasaan, jelas sangat meresahkan karena mengganggu tata cara mencari nafkah, sebagai tulang punggung ekonomi keluarganya. Satu contoh pelaksanaan reklamasi dalam pembuatan Marunda Center oleh kapal tongkang di tengah laut (berjarak sekitar 15 kilometer dari daratan), membuat ratusan nelayan bagan yang hanya mengandalkan jaring dan lampu sorot, tidak bisa lagi menangkap ikan. Selain itu beberapa komponen yang menimbulkan keresahan adalah sebagai berikut: a. Isu Pembangunan
Persentasi Warga (n=50 Resp.)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Sosekbud 2013 menunjukkan sebanyak 80% dari responden yang merupakan representative warga Muara Angke tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk. Hal ini dapat kembali dirinci berdasarkan lama tinggal dimana sebanyak 34% responden yang tidak memiliki KTP telah menetap selama 10 tahun lebih dan 32% responden yang tidak memiliki KTP telah menetap antara 1 sd 5 tahun. Selain itu sebanyak 96% responden mengakaui tidak memiliki sertifikat tanah dan sebanyak 80% persen responden memiliki rumah dalam kondisi tidak permanen. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kekhawatiran adanya pembangunan berimplikasi pada status mereka sebagai warga Muara Angke (Gambar 2.32). Sosialisasi kurang
Partisipasi kurang
Ketidakjelasan target sasaran
Ancaman penggusuran pemukiman warga
Kesadaran lingkungan warga
Kurangnya manfaat yang dirasakan warga
90%
80%
80% 70% 54%
60%
50%
46%
50% 40% 30% 20% 4%
10%
2%
0% 1
2
3
4
5
6
Peringkat Masalah Pembangunan
Gambar 2.32.
Peringkat Masalah Pembangunan Menurut Warga Muara Angke
b. Peranan Tokoh Masyarakat Gambar 2.32 menunjukkan sebanyak 80% warga melihat ancaman penggusuran pemukiman warga adalah masalah dari pembangunan yang dirasakan saat ini. Selanjutnya, sebanyak 42% responden melihat permasalahan sosialisasi yang kurang
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 47
merupakan peringkat kedua yang dirasakan warga. Pembangunan yang kurang menyentuh kebutuhan menjadi permasalahan tersendiri yang dirasakan warga Muara Angke. Untuk itu, kurangnya manfaat yang dirasakan warga terkait agenda pembangunan menjadi peringkat ketiga (28%) dan keempat (48%). Sedangkan pada peringkat lima (32%) dirasakan kurangnya partisipasi warga dalam pembangunan.
Persentasi Warga (n=50 Resp.)
Disisi lain peran kelompok-kelompok strategis masih dianggap memiliki peran yang cukup penting dalam agenda pembangunan. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 66% responden melihat tokoh masyarakat adalah pihak yang memiliki peran dalam proses pembangunan, baik itu dalam hubungannya dengan masyarakat ataupun dengan pemerintah/ swasta. (Gambar 2.33.) 66%
70% 60% 50% 40% 30%
24%
20% 6%
10%
4%
0% Tokoh Masyarakat
Tokoh Masy. & Lainnya Pengurus Koperasi Pihak yang Paling Berperan dalam Perencanaan Pembangunan
Gambar 2.33.
Pengurus Koperasi
Pihak yang Paling Berperan dalam Pembangunan di Muara Angke
Namun disisi lain tokoh masyarakat tidak memiliki peran yang cukup signifkan sebagai sumber info terhadap adanya pembangunan di Muara Angke. Berdasarkan Gambar 2.34, dari berbagai pola sumber informasi yang ada, tetangga dan gosip (64%) merupakan sumber utama dari berbagai informasi pembangunan. Sedangkan tokoh masyarakat dan stakeholder seperti pengurus koperasi hanya memiliki persentase sebesar 6% - 12% sebagai sumber utama informasi menurut warga.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 48
Persentase Warga (n=50 Resp.)
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
64%
14%
12%
6% Pengurus koperasi
Gosip warga
Tetangga
Tokoh masyarakat
2%
2%
Pemda/ Swasta
Tokoh masyarakat, pengurus koperasi, tetangga, gosip warga
Sumber Informasi Program Pembangunan
Gambar 2.34.
Sumber Informasi Pembangunan bagi Warga di Masyarakat
Persentase Warga (n=50 Resp.)
Oleh karena itu menarik untuk melihat keterkaitan antara masalah yang dikhawatirkan oleh warga dari ancaman penggusuran, peran tokoh, dan alur informasi, yang dimana bila alur informasi tidak dikontrol oleh stakeholder dan cenderung menyebar di masyarakat, maka potensi terjadinya permasalahan konflik akibat ketakutan ancaman penggusuran dapat saja terjadi. Hal ini (Gambar 2.35) dapat dikuatkan berdasarkan harapan masyarakat agar tidak terjadinya penggusuran (40%), kondisi yang lebih baik (18%), dan dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan (14%) 66%
70% 60% 50% 40% 30% 20%
14%
10% 10%
2%
6%
2%
0% Ada Ganti Rugi Lebih bila Terjadi Memperhatikan Penggusuran Nelayan dan Pengelolaan Ikan Asin
Tidak ada Penggusuran dan Meningkatnya Ekonomi
Dapat bekerja untuk memperoleh penghasilan
Tempat Penjualan dan Pengasinan dipertahankan
Tidak Menghilangkan mata pencaharian
Harapan Warga Terkait Agenda Reklamasi Pulau F
Gambar 2.35.
2.1.3.5.
Harapan Warga Terkait Agenda Reklamasi Pulau F
Rona Komponen Persepsi Masyarakat
Perubahan persepsi masyarakat pada suatu rencana kegiatan seperti rencana reklamasi pulau F dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya serta kondisi kesehatan. Karakteristik responden yang diwawancarai seperti latar belakang
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 49
pendidikan, mata pencaharian,usia serta budaya akan mempengaruhi secara signifikan terhadap sikap dan persepsi mereka. a.
Karakteristik Responden
Berikut adalah data dan informasi tentang karakteristik responden yang diwawancarai : 1)
Usia Respoden
Hasil survey di wilayah studi menunjukkan bahwa dilihat dari kelompok umur penduduk, masyarakat Muara Angke yang berusia 0-10 tahun dan di atas usia 25 tahun jumlahnya relatif sedikit, dibandingkan dengan kelompok umur penduduk yang berusia 10-25 tahun yang memiliki jumlah relatif banyak. Kondisi ini berarti suatu gejala dimana angka kelahiran relatif kecil, namun angka harapan hidup relatif pendek. Adapun gejala yang dimaksud, disatu sisi mendorong tumbuhnya kesadaran warga bahwa mitos of tradition tentang banyak anak-banyak rezki tidak selamanya benar, namun pada disisi lain beban kerja yang berat dan tingkat stress yang tinggi memberikan sumbangan memperpendek tingkat harapan hidup warga Muara Angke. Gambar 2.36 menyajikan gambaran kompisisi kelompok Umur masyarakat Muara Angke. Perempuan
Laki-laki
> 29 25 - 29 20 - 24 15 - 19 10 - 14 5-9 0-4
Gambar 2.36.
Komposisi Kelompok Umur Warga di Muara Angke (Sumber: Hasil survey Tim Sosekbud Amdal Pulau F, 2013).
2)
Tingkat Pendidikan Responden
Dilihat dari tingkat pendidikan, persentase warga di Muara Angke yang menampatkan pendidikan SD lebih tinggi (35%) dibandingkan yang menamatkan SMP dan sejenisnya (33%) maupun yang menamatkan SMA dan sejenisnya (28%). Salah satu faktor yang menyebabkan adalah keterdesakan kondisi ekonomi sehingga mencari uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lebih relevan dibandingkan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Gambaran tingkat pendidikan warga Muara Angke berdasarkan hasil survey disajikan pada Gambar 2.37.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 50
Perempuan
Laki-laki
15,9%
Tingkat Pendidikan
SMA
12,5%
15,9%
SMP
17,0%
12,5%
SD
22,7%
1,1%
Tidak Sekolah/Tamat SD
2,3%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
Persentase Warga (n = 50 Resp.)
Gambar 2.37.
Status Pendidikan Warga di Muara Angke (Sumber: Hasil survey Tim Sosekbud Amdal Pulau F, 2013).
3)
Mata Pencaharian Responden
Selanjutnya berdasarkan mata pencaharian, hasil survey Tim Sosekbud (2013) menunjukkan bahwa profesi pekerjaan warga Muara Angke adalah buruh (bongkar, timbang, gerobak), pedagang, sewa keranjang, nelayan tradisional, dan usaha kerang hijau. Dari profesi (matapencaharian) tersebut, sebagian besar telah ditekuni warga lebih dari 10 tahun (sebanyak 32%). Meski masih terdapat beberapa warga yang baru menekuni profesinya di bawah 10 tahun (sebanyak 68%). Hasil penelitian Tim Sosekbud (2013) memberikan gambaran bahwa dari ketujuh profesi yang ditekuni warga, nelayan merupakan profesi yang ditekuni lebih dari 10 tahun (12%). Kemudian diikuti buruh dan lainnya sebanyak 20% (Gambar 2.38). Waktu Bekerja > 10 Tahun
Waktu Bekerja 6 - 10 Tahun
Waktu Bekerja 1 - 5 Tahun
4%
Pemilik usaha ikan asin
4%
Jenis Matapencaharian
Karyawan ikan asin
4%
8% 2%
Pemilik usaha kerang hijau
8%
2% 4% 4%
Karyawan usaha kerang hijau
14% 2%
Nelayan tradisional
4% 12%
Nahkoda kapal kecil
2% 8% 8%
Anak buah kapal
6%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
Persentase Warga (n = 50 Resp.)
Gambar 2.38.
Sebaran Mata Pencaharian Warga di Muara Angke (Sumber: Hasil survey Tim Sosekbud Amdal Pulau F, 2013).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 51
Kemudian, jika diamati jumlah pendapatan yang diperoleh warga dari profesinya, maka sangat bervariasi mulai dari: (a) Rp. 500.000 – Rp. 1.500.000; (b) Rp. 1.600.000 – Rp. 2.500.000; dan (c) di atas Rp. 2.500.000 per bulan. Namun demikian, hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa umumnya warga memiliki pendapatan berkisar Rp. 500.000 – Rp. 1.500.000 per bulan. Adapun persentase tertinggi dari pendapatan berdasarkan profesi yang ditekuni adalah nelayan tradisional dengan presentasi sebesar 18%. (Gambar 2.39). Pengeluaran (Rp) 500.000-1.500.000
Pengeluaran (Rp) 1.600.000-2.500.000
Pengeluaran (Rp) > 2.500.000
Pendapatan (Rp) 500.000-1.500.000
Pendapatan (Rp) 1.600.000-2.500.000
Pendapatan (Rp) > 2.500.000
20%
18%
18%
18%
16%
14%
14%
PersentaseW arga(n=50Resp.)
14%
12% 12%
10% 10%
8%
8%
8%
8%
8%
8%
6%
6%
6%
6%
6%
6%
6%
4%
4%
4%
4%
4%
4%
2%
2%
2%
2%
0% Anak buah kapal
Nahkoda kapal kecil Nelayan tradisional
Karyawan usaha kerang hijau
Pemilik usaha kerang hijau
Karyawan ikan asin Pemilik usaha ikan asin
Jenis Matapencaharian
Gambar 2.39.
Besar Pendapatan dan Pengeluaran Warga di Muara Angke (Sumber: Hasil survey Tim Sosekbud Amdal Pulau F, 2013).
Dari jumlah pendapatan yang relatif minim disertai pengeluaran yang tinggi di atas, menyebabkan sebagian besar warga menganggap tidak adanya perubahan kesejahteraan sepanjang 3 tahun terakhir (60%), bahkan mereka berpendapat bahwa kesejahteraan warga terus menurun sepanjang 3 tahun terakhir (40%). Diantara tujuh profesi warga, pemilik usaha ikan asin merupakan profesi yang paling banyak mengungkapkan kesejahteraan mereka terus menurun selama 3 tahun terakhir (18%), disusul nelayan tradisional (16%). Sedangkan profesi yang paling banyak mengungkapkan tingkat kesejahteraan mereka tidak mengalami perubahan sepanjang 3 tahun terakhir adalah usaha kerang hijau (16%), nelayan tradisional (12%), nahkoda kapal kecil dan karyawan ikan asin masing-masing sebesar 8%, serta usaha kerang hijau sebesar 4% (Gambar 2.40).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 52
Tingkat Kesejahteraan Warga Semakin Menurun
Tingkat Kesejahteraan Warga Tidak Ada Perubahan
Tingkat Kesejahteraan Warga Semakin Meningkat
Persentase Warga (n=50 Resp.)
20%
18%
18%
16%
16% 14%
12%
12%
10%
10%
8%
8% 6%
8% 6%
6%
6% 4%
4% 2% 0% Anak buah kapal
Nahkoda kapal kecil
Nelayan Karyawan Pemilik usaha Karyawan Pemilik usaha tradisional usaha kerang kerang hijau ikan asin ikan asin hijau Jenis Matapencaharian Warga
Gambar 2.40. Tingkat Kesejahteraan Warga di Muara Angke (Sumber: Hasil survey Tim Sosekbud Amdal Pulau F, 2013).
b.
Adat Istiadat dan Agama
Lokasi studi merupakan wilayah yang sudah terbuka terlihat dari tingginya jumlah pendatang yang berada di wilayah tersebut. Besarnya persentase penduduk pendatang, baik yang sudah menetap maupun yang bersifat musiman serta aksesibilitas yang cukup baik ke lokasi-lokasi strategis mempengaruhi karakter penduduk di wilayah studi. Masyarakat bersifat lebih terbuka menerima pendatang atau orang baru maupun nilai-nilai baru. Hal serupa merupakan gambaran penduduk Jakarta yang sudah berasimilasi. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat dimana adat istiadat daerah asal sudah tidak begitu kuat mewarnai kehidupan mereka sehari-hari. Penduduk yang berada di Kecamatan Penjaringan pada umumnya merupakan penduduk asli Betawi dan pendatang dari berbagai daerah yang merantau di Jakarta. Masyarakat pendatang umumnya berasal dari wilayah Sulawesi Selatan (Suku Bugis dan Makasar) dan Jawa Barat (Indramayu). Keberagaman suku tersebut yang telah berdomisili puluhan tahun telah menyebabkan terjadinya proses sosial yang sangat instens dan dinamis dalam sistem sosial masyarakat di sekitar lokasi studi. Interaksi sosial dan komunikasi yang terjalin antar warga di sekitar lokasi kegiatan telah terwujud dalam integrasi sosial. Proses sosial yang telah teradi di Kelurahan Kamal Muara dan kelurahan Pluit, yaitu antara masyarakat asli Betawi dengan pendatang sudah berlangsung sejak lama yang ditandai dengan terjadinya perkawinan antar suku tersebut, dan diikuti dengan terjadinya proses akomodasi, asimilasi dan akulturasi dalam sistem sosial masyarakat tersebut. Proses terjadinya akomodasi antar warga di kelurahan ini dilakukan secara gotong royong dan pertemuan antar warga dalam melakukan kegiatan sosial keagamaan atau hari besar nasional. Berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian juga telah memperat komunikasi antar masyarakat.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 53
Adat istiadat atau kebiasaan masyarakat yang telah turun menurun dilakukan khususnya oleh masyarakat di Kelurahan Pluit merupakan budaya yang sudah mengkristal dalam kehidupan bermasyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut dijalankan dalam bentuk kegiatan kemasyarakatan, seperti upacara perkawinan, sunatan, atau acara kematian, dan juga memulai pekerjaan seperti melaut. Kondisi masyarakat di Kecamatan Penjaringan yang didominasi oleh muslim memperlihatkan banyak rumah ibadah yang dibangun untuk mendukung kegiatan peribadatan masyarakat muslim. Berdasarkan data dari BPS Jakarta Utara (2012) jumlah Masjid dan Mushola mendominasi di semua kelurahan. Sarana peribadatan lain yang banyak ditemukan adalah gereja dan kuil/klenteng, terutama di kelurahan Pluit. Hal tersebut dikarenakan banyak masyarakat yang berasal dari etnis Tionghoa yang berada di kelurahan Pluit yang memeluk agama kristen, budha, dan konghuchu. Gambaran jumlah tempat ibadah di Kecamatan Penjaringan ditampilkan pada Gambar 2.41. 60
50
50 Unit
40 25
30 20 10
5
10
14 5
7
5
2
6
9
12
9 1
0
2
2
1
3
2
0 Mesjid
Mushola Kamal Muara
Gambar 2.41.
c.
Gereja Kapuk Muara
Pura Penjaringan
Kuil/Kelenteng Pluit
Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Penjaringan
Sikap dan Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Reklamasi Pulau F
Sehubungan dengan rencana reklamasi Pulau F hasil wawancara dengan responden menunjukkan sebanyak 66% warga tidak pernah mengetahui dan 34% warga mengetahui adanya rencana reklamasi Pulau F. Pada umumnya penyebab banyaknya warga yang tidak mengetahui rencana reklamisi antara lain: tidak adanya sosialisasi yang dilakukan kepada warga, kesibukan warga itu sendiri sehingga tidak sempat mencari informasi, dan minimnya akses informasi terkait agenda pembangunan. (Gambar 2.42)
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 54
Tingkat Kewajaran Tidak Memperoleh Informasi
Tidak Wajar
26%
Wajar
20%
Ragu-ragu
18%
0%
Gambar 2.42.
5%
10% 15% 20% Persentase Warga (n=50 Resp.)
25%
30%
Tingkat Kewajaran Warga Muara Angke Tidak Memperoleh Informasi (Sumber: Tim Survei Sosekbud 2013).
Ketidaktahuan warga terkait reklamasi Pulau F, akhirnya berdampak terhadap anggapan kewajaran bagi warga yang tidak memperoleh informasi tentang rencana reklamasi Pulau F tersebut. Setidaknya, sebanyak 18% warga terkesan ragu-ragu dan 20% warga masing-masing menganggap wajar dan sebanyak 26% menganggap tidak wajar (lihat Gambar 2.39). Dengan demikian, alasan warga merespon informasi rencana reklamasi Pulau F disesuaikan dengan sikap masing-masing. Untuk warga yang bersikap ragu-ragu atas kewajaran tidak memperoleh informasi, beberapa alasan yang dikemukakan: (1) tidak memahami duduk persoalannya; dan (2) belum lama di Muara Angke sehingga ragu-ragu untuk memberikan pendapat. Kemudian bagi warga yang menganggap wajar atas informasi yang tidak diperoleh, beberapa alasan yang dikemukakan: (1) Hanyalah nelayan kecil sehingga dianggap tidak penting untuk memberikan informasi; dan (2) Bisa jadi karena tidak memiliki KTP warga Muara Angke sehingga tidak dianggap. Sementara itu, bagi warga yang menganggap tidak wajar atas informasi yang tidak diperoleh, beberapa alasan yang dikemukakan adalah karena mereka warga muara angke dan bila ada hal-hal yang terjadi di daerah tersebut maka akan berdampak pada warga masyarakat setempat. Oleh karena itu, hampir sebagian besar warga Muara Angke beranggapan bahwa tujuan rencana reklamasi Pulau F dirasa penting oleh masyarakat untuk diketahui walaupun sebagaian diantara mereka tidak mengetahuinya saat ini. (Gambar 2.43 dan Gambar 2.44).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 55
Persentasi Warga (n=50 Resp.)
Penting
Tidak penting
100% 80% 80% 60% 40% 16%
20%
4%
0%
0% Tahu Tidak Tahu Mengetahui Tujuan Reklamasi Pulau
Gambar 2.43.
Pentingnya Mengetahui Tujuan Rencana Reklamasi Pulau F Menurut Warga Muara Angke
Dugaan Peruntukkan Kawasan Pemukiman Dugaan Peruntukkan Kawasan Perkantoran Dugaan Peruntukkan Kawasan Ekonomi Non-Perikanan
Persentase Warga (n=50 Resp.)
Dugaan Peruntukkan Kawasan Ekonomi Perikanan 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0%
16%
10% 8% 6%
6%
6% 4%
0%
0%
0%
Anak buah kapal
Nahkoda kapal kecil
Nelayan tradisional
0% Karyawan Pemilik usaha usaha kerang kerang hijau hijau
0% Karyawan ikan asin
0% Pemilik usaha ikan asin
Matapencaharian Warga
Gambar 2.44.
Dugaan Warga Terkait Peruntukkan Rencana Reklamasi Pulau F
Selanjutnya perihal dugaan peruntukkan reklamasi Pulau F sebagian besar warga berpandangan bahwa reklamasi Pulau F nantinya hanya diperuntukkan pengembangan ekonomi non-perikanan (68%), serta sisanya diperuntukkan bagi pemukiman (28%) dan perkantoran (4%) serta sama sekali tidak ada yang beranggapan bahwa rekalamasi digunakan untuk kawasan ekonomi perikanan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan warga, pembangunan reklamasi pulau F ini sama sekali tidak memberikan dampak keuntungan bagi mata pencaharian serta sumber ekonomi mereka dilaut. Hal ini dapat terjadi mengingat minimnya informasi yang diketahui oleh warga terkait reklamasi pulau F ini. Meski sebagian besar warga Muara Angke tidak mengetahui informasi tentang rencana reklamasi Pulau F dan sebagian menganggap tidak wajar dan ragu-ragu atas
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 56
ketidakjelasan informasi yang ada, akan tetapi warga Muara Angke masih berharap dapat berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau F selain juga masyarakat menganggap perlu adanya informasi tujuan dari rekalmasi pulau F. Hal ini terungkap dari penggalian informasi dari warga perihal keterlibatan dan partisipasi mereka dalam rencana reklamasi Pulau F.
Persentase Warga (n=50 Resp.)
Setidaknya beberapa bentuk keterlibatan yang dimaksud, antara lain warga mengetahui secara langsung informasi dan tujuan dari reklamasi Pulau F. Hal ini, seyogyanya pemerintah daerah atau pihak yang bertanggungjawab memberikan penjelasan kepada warga. Selain itu warga bisa memberikan saran dan masukan sebelum dilakukannya reklamasi serta terlibat sebagai tenaga kerja dalam pelaksanaan reklamasi Pulau F. 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
44% 34% 22%
Menerima Menolak Ragu-ragu Sikap Warga Terhadap Rencana Reklamasi Pulau F
Gambar 2.45.
Sikap Warga terhadap Rencana Reklamasi Pulau F
Hal-hal diatas penting untuk dapat diperhatikan, baik oleh pemerintah maupun swasta untuk meminimalisir potensi konflik yang mungkin akan terjadi dengan masyarakat akibat reklamasi lahan tersebut dengan cara berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dapat menjadi persoalan ketika reklamasi pulau F mengganggu sumber penghidupan warga dan tidak dilakukan secara partisipatif. Dengan rendahnya pengetahuan masyarakat akan informasi reklamasi pulau F, maka dapat digambarkan hanya 22% dari warga masyarakat yang menerima rekalmasi pulau F serta 78% menyatakan menolak serta ragu-ragu terhadap rencana reklamasi pulau F. (Gambar 2.45). Berangkat dari uraian sebelumnya, maka jalan satu-satunya untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari rencana reklamasi Pulau F adalah menghimpun saran warga di Muara Angke. Saran-saran tersebut diantaranya agar reklamasi Pulau F tidak menggusur warga di muara angke dan tidak menyebabkan sulit untuk menjangkau pekerjaan yang ditekuni saat ini. Selain itu diharapkan Reklamasi Pulau F tidak meminggirkan rakyat kecil dan menimbulkan masalah-masalah sosial baru serta hak-hak masyarakat di Muara Angke diperhatikan.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 57
2.1.3.6.
Komponen Kesehatan Masyarakat
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan di suatu wilayah. Kesehatan masyarakat dapat meningkatkan produktivitas masyarakat di wilayah tersebut dan berpengaruh kesejahteraan ekonomi di wilayah tersebut. Fasilitas kesehatan dan sanitasi masyarakat merupakan faktor yang mendukung kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Kondisi fasilitas kesehatan di 4 wilayah Kelurahan di Kecamatan Penjaringan ditanpilkan pada Gambar 2.46. Berdasarkan gambaran tersebut terlihat bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan berupa rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, dan posyandu sudah mencukupi walaupun tidak tersedia di setiap Kecamatan. Gambaran tersebut memperlihatkan Posyandu (Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu) merupakan fasilitas kesehatan yang jumlahnya paling banyak dibandingkan fasilitas kesehatan yang lainnya. Hal tersebut karena Posyandu merupakan ujung tombak unit pelayanan kesehatan bagi masyarakat di tingkat kelurahan.
Gambar 2.46.
Fasilitas Kesehatan yang terdapat di 4 Kelurahan di Wilayah Kecamatan Penjaringan
Kondisi sanitasi masyarakat; Kondisi sanitasi masyarakat di empat wilayah kelurahan yang berada di sekitar lokasi rencana kegiatan memperlihatkan masyarakat sudah memiliki fasilitas sanitasi yang mencukupi. Data BPS Kota Jakarta Utara (2012) memperlihatkan masyarakat sudah memiliki jamban untuk kegiatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus), meskipun ada sebagian masyarkat yang masih menggunakan jamban umum untuk kegiatan MCK. Data penggunaan jamban oleh masyarkat di 4 wilayah Kelurahan di Kecamatan Penjaringan ditampilkan pada Tabel 2.23.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 58
Tabel 2.23. Fasilitas Sanitasi di 3 Kelurahan di wilayah Kecamatan Penjaringan No 1. 2. 3. 4.
Kelurahan Kamal Muara Kapuk Muara Pluit Penjaringan
Jamban Sendiri 1 1 1 1
Jamban Bersama 1 1 1 1
Jamban Umum 1 1 1 1
Bukan Jamban 1 0 1 0
Sumber: BPS Kota Jakarta Utara, 2012
Penyakit dominan; Gambaran kondisi kesehatan masyarakat di wilayah kecamatan Penjaringan dapat dilihat dari jumlah kasus / kejadian penyakit yang diderita atau penyakit dominan. Bedasarkan infprmasi yang diperoleh di Puskesmas kecamatan Penjaringan, diketahui bahwa dari 10 (sepuluh) penyakit dominan yang diderita warga kecamatan Penjaringan, penyakit Inspeksi Saluran Pernapasan bagian Atas (ISPA) merupakan yang tertinggi. Disusul penyakit lainnya seperti diare (sakit perut), penyakit gastritis, dan hipertensi. Gambaran 10 (sepuluh) penyakit dominan di kecamatan Penjaringan disajikan pada Tabel 2.24. Tabel 2.24. Sepuluh Penyakit Dominan di Kecamatan Penjaringan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Penyakit ISPA Diaree Gastritis Hipertensi Insfeksi Kulit (Gatal) Alergi Mata TBC Asma Mata Rhematik Jumlah
Jumlah Kasus
Prosen (%)
6,345 578 497 325 317 298 187 180 87 76 8890
71 7 6 4 4 3 2 2 1 1 100
Sumber : Puskesmas Kecamatan Penjaringan, 2013
Peta lokasi sampling komponen Fisik-Kimia, Biologi dan Sosial-Ekonomi serta Kesehatan masyarakat di tampilkan dalam Gambar 2.10 dimuka.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 59
2.2.
Kegiatan Lain di Sekitar Rencana Reklamasi Pulau F
Recana reklamasi Pulau F di Kawasan Pantura Jakarta berada di perairan teluk Jakarta. Pada saat ini lokasi rencana kegiatan merupakan perairan dangkal yang merupakan akses bagi kapal-kapal nelayan untuk beraktivitas serta sebagai lokasi tempat parkirnya tongkang dan tugboot dari daerah lain. Pada bagian selatan rencana reklamasi Pulau F pelabuhan perikanan Muara Angke dan komplek hunian dan bisnis terpadu Green Bay. Di bagian tenggara rencana lokasi kegiatan, terdapat Pembangkit listrik (PLTU) Muara Karang serta di bagian timur terdapat kawasan perumahan Pantai Mutiara dan berjarak sekitar 1 km dari rencana kegiatan merupakan hutan lindung Swaka Marga satwa Muara Angke. Dalam rencana pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta, dibagian timur akan dibangun pulau G, dan dibagian barat akan dibangun pulau E. Gambaran detil kegiatan lain di sekitar rencana kegiatan beserta dampaknya terhadap lingkungan disajikan pada Tabel 2.25. Peta yang menggambarkan kegiatan lain sekitar rencana reklamasi pulau F disajikan pada Gambar 2.47. Tabel 2.25.
No
Kegiatan Lain Sekitar Rencana Kegiatan Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Kegiatan lain sekitar rencana kegiatan
Dampak terhadap lingkungan
A. 1.
Kegiatan eksisting yang ada di sekitar rencana kegiatan Pasar Ikan Muara Angke Banyaknya kapal penangkap ikan (dari daerah jakarta maupun luar jakarta) yang bersandar di pelabuan selain menimbulkan dampak positif seperti membuka peluang usaha berupa usaha warung makan /minum dan meningkatkan lapangan kerja seperti sebagai pengangkut roda atau penyewa kendaraan truk, juga berkontribusi terhadap potensi timbulnya dampak negative berupa penurunan kualitas perairan pantai akibat ceceran oli dan minyak dari kapal serta limbah domestic dari penumpang kapal.
2.
Kawasan Suaka Marga satwa Muara Angke
Kawasan suaka Marga satwa Muara Angke yang berada tidak jauh dari rencana kegiatan reklamasi Pulau F ( ± 1km), merupakan hutan mangrove. Keberadaan hutan mangrove tersebut, selain dapat berfungsi sebagai penahan gelombang juga merupakan tempat berkembang biaknya biota perairan disekitar. Kegiatan reklamasi berpotensi akan meningkatkan sedimentasi akibat penyebaran lumpur halus dari material reklamasi. Kawasan Suaka Marga Satwa Muara Angke (SMMA) merupakan kawasan lindung berdasarkanSK Menteri Kehutanan No. 095/Kpts-II/88 pada tanggal 28 February 1988 kemudian diperbaharui oleh SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 755/KptsII/1998 on 26 November 1998. Kawasan SMMA tidak
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 60
No
Kegiatan lain sekitar rencana kegiatan
Dampak terhadap lingkungan masuk dalam Konvensi Ramsar (Ramsar Convention Secretariat, 2010) namun masuk dalam daftar Important Bird Area (IBA) berdasarkan Lembaga Birdlife International. Dua spesies burung yang memicu kategori ini yaitu Mycteria cinerea dan Centropus centroropus (Birdlife International, 2014). Sedangkan Kawasan terdekat yang masuk Konvensi Ramsar adalah Pulau Rambut (Ramsar Convention Secretariat, 2010)
Muara
Komunitas masyarakat nelayan tradisional muara angke sebagian besar memanfaatkan sumberdaya laut (ikan dan kerang hijau) sebagai mata pencaharian utama. Penataan perumahan yang kurang rapi ditambah kondisi sanitasi buruk menyebabkan areal permukiman tampak kumuh. Penataan kawasan permukiman muara angke dapat dilakukan dengan menggandeng investor pulau hasil reklamasi.
bisnis
Kawasan green bay yang terletak dipinggir pantai dan ditata secara modern , merupakan potensi pasar bagi bagi nelayan warga muara angke untuk menjual hasil tangkapannya. Pada masa konstruksi pulau F kawasan ini dapat dijadikan tempat atau mess bagi pekerja/karyawan pulau F.
Pelabuhan umum milik Pemprov DKI Jakarta
Pelabuhan umum dan pelabuhan perikanan milik Pemprov DKI Jakarta ini mengangkut penumpang dari dan ke kepulauan Seribu. Sedangkan pelabuhan perikanan milik Pemprov DKI Jakarta yang terdapat disekitar lokasi tersebut difungsikan untuk tempat sandar kapal-kapal penangkap ikan (Tempat Pelelangan Ikan/TPI) muara angke.
3.
Permukiman Angke
nelayan
4.
Kawasan hunian terpadu Green Bay
5
dan
Dampaknya adalah diperkirakan akan terjadi gangguan lalulintas jalur nelayan dan pelabuhan umum. 6
Pelabuhan/dermaga perikanan milik pemprov DKI Jakarta
Selain pelabuhan umum, terdapat juga pelabuhan Muara Angke, yang bertujuan untuk memudahkan warga maupun wisatawan dan dikhususkan untuk angkutan penumpang, barang maupun jasa yang hendak mengunjungi wilayah kepulauan, di wilayah Provinsi DKI Jakarta tersebut. Di Pelabuhan Muara Angke ini, terdapat sarana yang menunjang, diantaranya dermaga, loket pembelian tiket, kolam dermaga, break water (pemecah ombak), kantor pelabuhan, halte, ruang tunggu penumpang (shelter), boarding pass seperti bandara, lahan parkir untuk sandaran kapal.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 61
No B. 1.
2.
Kegiatan lain sekitar rencana kegiatan
Dampak terhadap lingkungan
Kegiatan reklamasi lain yang rencananya akan dibangun di sekitar lokasi reklamasi Pulau F Pulau G rencananya akan dibangun di sebelah timur Reklamasi Pulau G Pulau F (sejajar dengan pulau F). Pulau tersebut akan dibangun dengan luas sekitar 161 ha dengan pemrakarsa PT Muara Wisesa. Keberadaan pulau tersebut ikut berkontribusi terjadinya perubahan lingkungan di sekitarnya. Reklamasi Pulau E
Pulau E rencananya akan dibangun di sebelah barat Pulau F (Sejajar dengan Pulau F). Pulau tersebut akan dibangun dengan luas 284 ha dengan pemrakarsa PT Kapuk Naga Indah. Keberadaan pulau tersebut ikut berkontribusi terjadinya perubahan lingkungan di sekitarnya.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
II - 62
3
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
Prakiraan dampak penting dilakukan dengan menelaah secara cermat dan mendalam terhadap dampak-dampak penting hipotesik (DPH) yang telah dtetapkan dalam kajian pelingkupan yang dikemukakan dalam Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA) dan disampaikan juga pada Bab I (Ringkasan Dampak Penting Hipotetik). Sesuai dengan metode prakiraan penting yang dipakai, maka untuk dapat mengetahui besarnya dampak yang timbul digunakan metode formal dan non-formal yang berlaku secara nasional / internasional diberbagai literatur, sedangkan untuk mengetahui tingkat pentingnya dampak, dilakukan dengan mengacu pada kriteria dampak penting sesuai penjelasan Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Ijin Lingkungan. Pada prakiraan dampak penting ini akan dilakukan kajian dan selanjutnya ditentukan apakah dampak penting hipotetik tersebut akan menjadi dampak penting atau tidak penting, apakah dampak bersifat positif atau negatif, langsung (primer) atau turunan (sekunder, tersier). Dampak yang dikaji adalah khusus yang terkait dengan rencana reklamasi Pulau F, sehingga dampak yang muncul dari kajian ini lebih focus kepada dampak yang terkait dengan reklamasi Pulau saja dan tidak terhadap pemanfaatannya. Penilaian dampak penting ditentukan dengan berpedoman pada pasal 22 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009, bahwa kriteria mengenai dampak penting suatu kegiatan terhadap lingkungan yaitu berdasarkan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jumlah manusia yang akan terkena dampak Luas wilayah persebaran dampak Lamanya dampak berlangsung Intensitas dampak Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dari tingkat kepentingan dampak dapat diketahui penting tidaknya dampak dan lamanya dampak berlangsung (sementara atau permanen). Kriteria dampak penting dari penjelasan di atas dapat disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. No. 1.
Kriteria Penentuan Dampak Penting
Bobot Dampak Tidak Penting Penting Besarnya jumlah M1 > M2 M2 > M1 penduduk yang terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan Faktor Penentu Dampak
2.
Luas wilayah persebaran dampak
3.
a. Intensitas
W1
W2
I1
I2
Keterangan M1 = Jumlah manusia di wilayah studi terkena dampak tetapi tidak mendapat manfaat. M2 = Jumlah manusia di wilayah studi yang menerima manfaat. W1 = Wilayah persebaran dampak mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak, tidak berbaliknya dampak, atau kumulatif dampak. W2 = Wilayah persebaran dampak tidak mengalami perubahan mendasar. I1
dampak I2
b. Lamanya
T1
T2
dampak berlangsung 4.
T1 T2
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
B1> B2
B2 > B1
5.
Sifat kumulatif dampak
K1
K2
6.
Berbalik atau tidak berbalik
R1
R2
7.
Kriteria lain
B1
B2 K1 K2 R1 R2
= Dampak melampaui baku mutu, populasi yang terkena dampak terpengaruh dan/atau dapat menimbulkan konflik sosial. = Dampak tidak melampaui baku mutu, populasi yang terkena dampak tidak terpengaruh, dan tidak menimbulkan konflik sosial. = Berlangsung lebih dari satu tahapan kegiatan = Berlangsung hanya pada satu tahapan kegiatan = Jumlah komponen lingkungan terkena dampak sekunder dan dampak lanjutannya. = Jumlah komponen lingkungan terkena dampak primer = = = =
Dampak kumulatif Dampak tidak kumulatif Dampak tidak berbalik Dampak berbalik
Sumber : Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Berdasarkan kerangka acuan terdapat beberapa Dampak Penting Hipotetik yang telah ditentukan sejumlah 20 (dua puluh) yang terjadi dari tahap pra konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi, dan kajian prakiraan dampaknya diuraikan sebagai berikut :
3.1.
Tahap Pra Konstruksi
Pada tahap pra konstruksi komponen lingkungan yang terkena dampak hanya pada komponen lingkungan Sosekbudkesmas, seperti berikut ini:
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 2
3.1.1. Keresahan Masyarakat Kegiatan sosialisasi rencana reklamasi Pulau F berpotensi menimbulkan dampakdampak yang akan diterima masyarakat. Dampak potensial yang bersifat negatif berupa rasa khawatir akan timbulnya dampak lingkungan yang bersifat negatif akibat kegiatan reklamasi Pulau F, seperti aktivitas nelayan yang terganggu, terjadinya peningkatan sedimentasi atau berubahnya garis pantai. Kekhawatiran ini dapat berupa keresahan dan kekhawatiran masyarakat yang akhirnya mendorong munculnya sikap dan persepsi negatif dari masyarakat terhadap rencana kegiatan proyek. Sedangkan dampak potensial yang bersifat positif muncul dari harapan masyarakat terhadap perekrutan tenaga kerja selama proses konstruksi sehingga dampak yang diprakirakan bersifat penting karena menentukan sikap dan persepsi yang menerima kegiatan rencana reklamasi Pulau F. Merujuk informasi bab sebelumnya (Sub Bab 2.1.3.4 Rona Komponen Keresahan Masyarakat: Harapan Warga Terkait Agenda Reklamasi Pulau F), terlihat jelas bahwa pada tahap pra konstruksi, masyarakat mengalami kekhawatiran terhadap rencana reklamasi Pulau F. Adapun kekhawatiran tersebut adalah ancaman terhadap upaya penggusuran pemukiman warga dan tidak adanya dampak ekonomi yang akan dirasakan warga. Sebagaimana ditunjukkan sebanyak 66% responden menyatakan bahwa pembangunan pulau F akan berdampak terhadap penggusuran rumah warga dan tidak adanya dampak meningkatnya ekonomi warga. Meski demikian, terdapat 14% responden yang mengharapkan dapat bekerja di lokasi reklamasi pulau F untuk menambah penghasilan rumah tangga masyarakat. Kekhawatiran di atas, sangat beralasan karena potensi sumber informasi reklamasi pulau F tidak berasal dari pemerintah/rekanan, tokoh masyarakat, atau pengurus organisasi masyarakat, melainkan isu yang berkembang di warga (64%) sehingga alur informasi tidak dapat dikontrol dengan baik sehingga terus berkembang tanpa ada konfirmasi dari pihak yang paling bertanggungjawab ke masyarakat (Sub Bab 2.1.3.4 Rona Komponen Keresahan Masyarakat: Sumber Informasi Program Pembangunan) Selanjutnya, kondisi di atas dikarenakan sebagian besar warga tidak memperoleh informasi terkait dengan reklamasi pulau F dari pihak-pihak yang bertanggungjawab. Setidaknya, sebanyak 18% warga terkesan ragu-ragu dan 20% warga masing-masing menganggap wajar dan sebanyak 26% menganggap tidak wajar (Sub bab 2.1.3.4 Rona Komponen Keresahan Masyarakat: Tingkat Kewajaran Warga Muara Angke Tidak Memperoleh Informasi). Dengan demikian, alasan warga merespon informasi rencana reklamasi Pulau F disesuaikan dengan sikap masing-masing. Untuk warga yang bersikap ragu-ragu atas kewajaran tidak memperoleh informasi, beberapa alasan yang dikemukakan: (1) tidak memahami duduk persoalannya; dan (2) belum lama di Muara Angke sehingga ragu-ragu untuk memberikan pendapat. Kemudian bagi warga yang menganggap wajar atas informasi yang tidak diperoleh, beberapa alasan yang dikemukakan: (1) hanyalah nelayan kecil sehingga dianggap tidak penting untuk memberikan informasi; dan (2) Bisa jadi karena tidak memiliki KTP warga Muara Angke sehingga tidak dianggap.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 3
Oleh karena itu, sifat penting dampak kegiatan penetapan lokasi proyek terhadap keresahan masyarakat kaitannya dengan rencana reklamasi Pulau F disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2.
Sifat Penting Dampak Kegiatan Rencana Reklamasi Terhadap Keresahan Masyarakat
Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Luas wilayah persebaran dampak Intensitas dampak
Tidak penting
Lamanya dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak
Tidak Penting
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
Penting
Tidak Penting
Dasar Penilaian Manusia di wilayah studi yang terkena dampak tetapi tidak mendapat manfaat, lebih besar jumlahnya daripada jumlah manusia di wilayah studi yang menerima manfaat. Wilayah persebaran hanya meliputi masyarakat di wilayah Muara Angke. Dampak terjadi dengan intensitas tinggi sejak mulai sosialisasi Hanya berlangsung saat sosialisasi dilakukan Tidak ada komponen lingkungan lain terkena dampak.
Penting
Dampak bersifat kumulatif karena dapat memicu persoalan baru seperti perselisihan, dan mengganggu keharmonisan bermasyarakat Tidak Penting Dampak timbulnya Keresahan masyarakat menyebabkan dampak lanjutan berupa munculnya sikap dan persepsi masyarakat menjadi negatif. Dampak ini dapat dapat berbalik menjadi persepsi yang postif jika sosialisasi kegiatan dilakukan dengan baik. Keresahan masyarakat pada kegiatan sosialisasi iproyek di tahap pra konstruksi adalah dampak penting.
3.1.2. Perubahan Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat sangat tergantung dari pengetahuan yang diperoleh tentang tujuan suatu kegiatan yang akan dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut, penetapan lokasi proyek dan proses perijinan rencana reklamasi Pulau F akan berpotensi menimbulkan dampak (positif maupun negatif) yang akan diterima masyarakat. Sehubungan dengan rencana reklamasi Pulau F, studi ini menunjukkan bahwa sebanyak 96% warga tidak pernah mengetahui adanya rencana reklamasi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 4
Pulau F dan hanya 4% saja yang mengetahuinya. Kemudian dari 96% tersebut, sebanyak 80% warga menganggap penting untuk mengetahui tujuan dari reklamasi (lihat Sub bab 2.1.3.5 Rona Komponen Persepsi Masyarakat: Pentingnya Mengetahui Tujuan Reklamasi Pulau F). Umumnya penyebab banyaknya warga yang tidak mengetahui rencana reklamasi antara lain: tidak adanya sosialisasi yang dilakukan kepada warga dan minimnya akses informasi terkait agenda pembangunan reklamasi pulau F. Selanjutnya, dampak dari ketidaktahuan akan tujuan reklamasi pulau F berujung pada hadirnya beragam dugaan warga terkait peruntukkan lahan reklamasi pulau F. Setidaknya, terdapat 4 dugaan peruntukkan lahan pasca reklamasi pulau F, yaitu: (1) kawasan pemukiman; (2) kawasan perkantoran; (3) kawasan ekonomi non-perikanan; dan (4) kawasan ekonomi perikanan. Dari keempat dugaan di atas, sebagian besar warga masih menduga bahwa reklamasi Pulau F hanya diperuntukkan bagi pengembangan ekonomi non-perikanan (68%), serta sisanya diperuntukkan bagi pemukiman (28%) dan perkantoran (4%), serta sama sekali tidak ada yang beranggapan bahwa reklamasi digunakan untuk kawasan ekonomi perikanan (lihat Sub bab 2.1.3.5 Rona Komponen Persepsi Masyarakat: Dugaan Warga Terkait Peruntukkan Pulau F). Oleh karena itu, mayoritas warga berpandangan bahwa pembangunan reklamasi pulau F ini sama sekali tidak memberikan dampak keuntungan bagi mata pencaharian serta sumber ekonomi mereka dilaut. Kondisi seperti ini, terjadi karena minimnya informasi yang diketahui warga terkait reklamasi pulau F. Atas dasar dugaan tersebut, sebagian besar warga Muara Angke yang tidak mengetahui informasi rencana reklamasi Pulau F bersikap ragu-ragu (44%), menolak (34%), dan menerima pembangunan reklamasi pulau F sebesar 22%. Meski demikian, warga Muara Angke masih berharap dapat berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau F selain diperlukan adanya informasi tujuan dari rekalmasi pulau F. Hal ini terungkap dari penggalian informasi dari warga perihal keterlibatan dan partisipasi mereka dalam rencana reklamasi Pulau F. Adapun keterlibatan warga yang dimaksud, dalam beberapa bentuk, antara lain: warga mengetahui langsung informasi dan tujuan dari reklamasi Pulau F. Untuk itu, seyogyanya pemerintah daerah atau pihak yang bertanggungjawab memberikan penjelasan kepada warga sedini mungkin. Selain memberikan saran dan masukan sebelum dilakukannya reklamasi serta keterlibatan warga sebagai tenaga kerja dalam pelaksanaan reklamasi Pulau F. Apa yang telah diuraikan di atas, seyogyanya menjadi perhatian khusus baik oleh pemerintah maupun swasta untuk meminimalisasi potensi konflik yang mungkin akan terjadi dengan masyarakat akibat reklamasi lahan tersebut dengan cara berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dapat menjadi persoalan ketika reklamasi pulau F mengganggu sumber penghidupan warga dan tidak dilakukan secara partisipatif. Dengan rendahnya pengetahuan masyarakat akan informasi reklamasi pulau F, maka dapat digambarkan hanya 22% dari warga masyarakat yang menerima rekalmasi pulau F serta 78% menyatakan menolak serta Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 5
ragu-ragu terhadap rencana reklamasi pulau F perikanan (lihat Sub bab 2.1.3.5 Rona Komponen Persepsi Masyarakat: Sikap Warga terhadap Rencana Reklamasi Pulau F). Berangkat dari uraian sebelumnya, maka jalan satu-satunya untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari rencana reklamasi Pulau F adalah menghimpun saran warga di Muara Angke. Saran-saran tersebut diantaranya agar reklamasi Pulau F tidak menggusur warga di Muara Angke dan tidak menyebabkan sulit untuk menjangkau pekerjaan yang ditekuni saat ini. Selain itu, diharapkan reklamasi pulau F tidak meminggirkan rakyat kecil dan menimbulkan masalah-masalah sosial baru serta hak-hak masyarakat. Atas uraian di atas, maka menjadi jelas bahwa pada tahap pra konstruksi aktivitas sosialisasi, penjelasan tujuan dan maksud reklamasi dilakukannya reklamasi, serta keterlibatan orang lokal menjadi penting untuk melakukan perubahan persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan rencana reklamasi Pulau F (Tabel 3.3). Tabel 3.3.
Sifat Penting Dampak Rencana Kegiatan Reklamasi Terhadap Perubahan Persepsi Masyarakat
Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak Intensitas dampak
Lamanya dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian
Jumlah manusia di wilayah studi terkena dampak mencakup masyarakat Muara Angke dan sekitarnya. Tidak penting Wilayah persebaran dampak tidak mengalami perubahan mendasar. Tidak Penting Dampak hanya terjadi dengan intensitas kecil, tidak menyebabkan perubahan mendasar. Penting Dampak hanya berlangsung pada saat kegiatan sosialisasi berlangsung. Penting TIdak ada komponen lingkungan lain yang terkena dampak, kecuali adanya perubahan persepsi masyarakat. Penting Dampak bersifat kumulatif karena dapat memicu persoalan baru seperti perselisihan, dan mengganggu keharmonisan bermasyarakat serta gagalnya proses reklamasi Tidak Penting Jika tidak dikelola dapat menyebabkan perubahan sikap dan persepsi masyarakat berbalik menjadi negatif Sikap dan persepsi masyarakat pada kegiatan sosialisasi rencana kegiatan di tahap pra konstruksi adalah dampak penting.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 6
3.2.
Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi rencana reklamasi Pulau F semua komponen lingkungan terkena dampak, baik itu kompolnen lingkungan Fisika – Kimia, Biologi maupun Sosekbudkesmas seperti berikut ini 3.2.1. Komponen Fisik-Kimia 3.2.1.1.
Penurunan Kualitas Air Laut
Kegiatan rencana reklamasi Pulau F di pantai utara Jakarta, diperkirakan akan mempengaruhi kondisi kualitas air laut di sekitarnya. Hasil analisa kualitas air laut yang telah diuraikan pada bab sebelumnya (Bab II Tabel 2.8) menunjukkan bahwa secara fisik kualitas air laut masih dibawah baku mutu sesuai KepMenLH No.51 Tahun 2004 (Lampiran III Biota Laut). Namun, parameter kimia kualitas air laut seperti; pH, DO, BOD dan Amoniak serta parameter logam berat seperti; Cu, Cd dan Zn telah melebihi baku mutu sesuai KepMenLH No.51 Tahun 2004 (Lampiran III Biota Laut). Secara umum, kualitas air laut disekitar perairan Teluk Jakarta telah dipengaruhi oleh berbagai faktor dari daratan yang dapat menyebabkan bertambahnya beban pencemaran disekitar area tersebut. Faktor daratan tersebut tentunya dialirkan melalui sungai yang bermuara di perairan Teluk Jakarta. Faktor lain dari daratan yang memberikan pengaruhi terhadap penurunan kualitas air laut telah dijelaskan dalam Bab 2. Halaman II-7. Selama proses kegiatan konstruksi (konstruksi sand key, penggelaran pasir dan konstruksi revetment reklamasi berlangsung), diperkirakan kualitas air laut terhadap parameter (fisik, kimia dan logam berat) tersebut tidak terpengaruh secara signifikan hal ini diakibatkan oleh kondisi arus di sekitar area reklamasi tergolong kecil. Berdasarkan hasil modeling Delft3D yang telah dilakukan, kecepatan aliran maksimum pada kondisi tanpa aliran sungai, dengan aliran paling tinggi berada pada posisi Selatan dan Utara reklamasi Pulau F dengan nilai tidak melebihi 0,9 – 1,0 m/s, dan kecepatan aliran di posisi Timur dan Barat reklamasi Pulau F sebesar 0,4 m/s. Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan proses pekerjaan reklamasi terhadap penurunan kualitas air laut rencana reklamasi Pulau F (Tabel 3.4). Tabel 3.4.
Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Penurunan Kualitas Air Laut
Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak Luas wilayah persebaran dampak
Intensitas dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting Tidak Penting
Tidak Penting
Dasar Penilaian Tidak ada manusia yang terkena dampak Luas wilayah persebaran dampak diperkirakan hanya terjadi disekitar Pulau reklamasi karena tingkat arus rendah Intensitas dampak hanya pada tahap kontruksi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 7
Faktor Penentu Dampak Lamanya dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
3.2.1.2.
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting Penting
Dasar Penilaian Dampak tidak berlangsung lama Komponen lingkungan lain yang akan terpengaruh adalah biota laut
Tidak Penting Tidak Penting
Dampak bersifat sementara Pengelolaan yang baik dapat mencegah kualitas air laut menjadi lebih buruk Penurunan kualitas air laut pada kegiatan konstruksi adalah merupakan dampak tidak penting.
Penyebaran Sedimen
Kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya pada saat pelaksanaan kegiatan proses pekerjaan reklamasi diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi Fisika – Kimia di sekitar lokasi kegiatan berupa penyebaran TSS. Aktivitas konstruksi Pulau F terdiri dari aktivitas pengisian pasir dan kegiatan pengerukan (sand key). Kegiatan ini dapat mengakibatkan meningkatnya sedimen tersuspensi di lingkungan sekitar pada masa konstruksi terutama pada lokasi yang sensitif seperti kawasan bakau dan water intake PLTGU Muara Karang seperti terlihat pada Gambar 3.1. Hal ini dikarenakan sedimen yang berukuran kecil (dengan diameter butiran D50 <63 µm) terbawa oleh arus selama proses reklamasi. Peningkatan sedimen tersuspensi tergantung pada kondisi hidrodinamik, kondisi meteorologi, metode dan lokasi pengisian pasir. Sebuah pemodelan hidrodinamika dilakukan untuk menganalisa peningkatan TSS di sekitar lokasi reklamasi akibat kegiatan ini. Pemodelan ini dijelaskan secara detail pada Flow and Wave Modelling Study for Island F (Royal HaskoningDHV, 2013) dengan menggunakan perangkat lunak Delft3D. Modul Delft3D-SED digunakan untuk pemodelan transportasi sedimen halus. Beberapa skenario dilakukan dalam pemodelan ini untuk menganalisa perkembangan sediment plume dalam beberapa kondisi. Tabel 3.5 dibawah ini menunjukkan skenario-skenario yang dilakukan termasuk kode dan deskripsi parameter yang bervariasi untuk setiap skenario. Kode ini berhubungan dengan simulasi dengan menggunakan Delft3D. Skenario-skenario tersebut merupakan kondisi hipotetik yang mungkin terjadi dalam proses pekerjaan reklamasi Pulau F.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 8
Gambar 3.1.
Tabel 3.5.
Gambaran Skenario-Skenario Dari Pemodelan Yang Dilakukan
Kode Run (Modelling)
R01
R02
R03
Lokasi Pulau F dan Lokasi Sensitif Terhadap Sedimen Tersuspensi. Garis hijau adalah batas area reklamasi Pulau F dan garis merah putus-putus adalah kawasan sensitive.
Deskripsi Skenario - Lokasi pengisian pasir dilakukan di selatan pulau dengan tanggul di sebelah selatan batas pulau. - Kecepatan angin dari arah barat 5 m/s - Beban sedimen sebesar 36 kg/s - Debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s - Lokasi pengisian pasir di selatan pulau, dengan tanggul di sebelah selatan batas pulau - Kecepatan angin dari timur 5,5 m/s - Beban sedimen sebesar 36 kg/s - Debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s - Lokasi pengisian pasir di selatan pulau dengan tanggul di sebelah selatan batas pulau - Kecepatan angin dari timur 1 m/s - Beban sedimen sebesar 36 kg/s - Debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 9
Kode Run (Modelling) R04
R05
R06
R07
R08
R09
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
Deskripsi Skenario - Lokasi pengisian pasir di selatan pulau tanpa tanggul - Kecepatan angin dari barat 5 m/s - Beban sedimen sebesar 36 kg/s - Debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengisian pasir di selatan pulau, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari timur 5,5 m/s, 36 kg/s sediment load, 25 m3/s discharge Muara Angke and Cengkareng Lokasi pengisian pasir di selatan pulau, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari timur 1 m/s, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah utara (pulau sudah mulai terbangun mulai dari selatan), Kecepatan angin dari barat 5 m/s, beban sedimen sebesar 36kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah utara (pulau sudah mulai terbangun mulai dari selatan), Kecepatan angin dari timur 5,5 m/s, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah utara (pulau sudah mulai terbangun mulai dari selatan), Kecepatan angin dari timur 1 m/s, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah utara (pulau sudah mulai terbangun mulai dari selatan), Kecepatan angin dari barat 5 m/s, beban sedimen sebesar 72 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah barat daya, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari barat 5 m/s, beban sedimen sebesar 72 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah barat daya, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari timur 5,5 m/s, tegangan geser kritis di dasar laut untuk sedimentasi sebesar 0.1 N/m, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengisian pasir di sebelah barat daya, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari timur 1 m/s, tegangan geser kritis di dasar laut untuk sedimentasi sebesar 0.1 N/m, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 25 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah barat daya, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari barat 5 m/s, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 80 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah barat daya, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari timur 5,5 m/s, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 80 m3/s Lokasi pengiisian pasir di sebelah barat daya, tanpa tanggul, Kecepatan angin dari timur 1 m/s, beban sedimen sebesar 36 kg/s, debit Muara Angke and Cengkareng sebesar 80 m3/s
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 10
Gambar 3.2.
Skenario Lokasi Sediment Plume (RHDHV, 2013b)
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 11
Dalam model ini (Gambar 3.2.), ada 3 lokasi sumber sediment plume yang telah diperhitungkan, yaitu: a. Gambar pertama/Sed Plume 1 (atas) mengindikasikan sebuah tanggul di batas selatan pulau F. lokasi sumber sediment plume teletak tepat di sebelah utara dari tanggul ini. Hal ini merepresentasikan situasi pemompaan sedimen pada saat tanggul yang merupakan bagian dari revetment nantinya, telah dibangun. b. Gambar kedua/Sed plume 2 (kiri bawah) menunjukkan kondisi awal ketika tanggul belum dibangun. Dan sumber sediment plume berada pada ujung barat daya pulau F. c. Gambar ketiga/sed plume 3 (kanan bawah) menunjukkan pulau F yang hampir selesai dengan sumber sediment plume berada pada ujung barat laut pulau F. Kondisi angin, diambil dari pengukuran angin di dua lokasi di lepas pantai, data angin tersebut diketahui 2 musim munson yang terjadi; musim timur dan musim barat. Musim barat dimulai dari bulan Desember sampai Maret, dan bulan april adalah masa transisi. Musim timur dimulai dari bulan Mei sampai Oktober, dimana bulan November merupakan masa transisi, dalam masa transisi ini, kondisi angin cenderung stabil. Tipikal nilai kecepatan angin rata-rata pada musim barat adalah 5 m/det dengan arah 280°. Selama musim timur, kecepatan angin rata-rata adalah 5.5 m/det dengan arah 95°. Kondisi ketiga adalah kondisi angin timur dengan kecepatan total 1m/det dan oleh karena itu dapat dilihat sebagai suatu kondisi konservatif sehubungan dengan perkembangan sediment plume menuju ke kawasan bakau. Selanjutnya, bobot dari sumber sediment plume ekstrim telah diperhitungkan. Dengan pendekatan yang realistik, jumlah sedimen halus sebesar 5% dari material reklamasi yang telah digunakan. Untuk spesifikasi perhitungan source term (beban sedimen) terdapat pada Flood and Morphological Study Island F (RHDHV, 2013). Besaran source term (beban sedimen) yang digunakan dalam pemodelan ini adalah 36kg/det. Selanjutnya kondisi debit sungai yang digunakan adalah sebagai berikut; kondisi normal harian dari debit Muara Angke and Cengkareng adalah 25 m3/det. Debit ini akan terjadi secara teratur dan karena itu dipandang sebagai kondisi debit yang normal. Untuk skenario R14, R15 dan R16 pembuangan Muara Angke dan Cengkareng ditetapkan sebesar 80 m3/s. Dengan debit ini perkembangan sediment plume selama debit per tahun dapat dievaluasi. Hasil Simulasi Berdasarkan kriteria-kriteria diatas, dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa akan terdapat periode selama masa pengisian pasir dimana nilai TSS (Total Suspended Solid) dari sediment plume meningkat pada daerah sensitif (kawasan bakau). Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa perkembangan sediment plume ini sangat tergantung pada kondisi hidrodinamik, kondisi meteorology, metode dan lokasi pengisian pasir. Dalam Tabel 3.6 dirangkumkan hasil pemodelan sediment plume dengan meninjau 3 lokasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 12
Gambar 3.3.
Tabel 3.6.
Lokasi Peninjauan Total Suspended Sediment (TSS) (RHDHV, 2013b)
Nilai TSS pada 3 lokasi tinjauan (RHDHV, 2013b)
Kode Run
Nilai TSS pada Sisi Utara Mangrove (mg/l)
Nilai TSS pada Sisi Barat Mangrove (mg/l)
Nilai TSS pada water intake PLTGU(mg/l)
Baku Mutu TSS (mg/l)
R01 R02 R03 R04 R05 R06 R07 R08 R09 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16
50 220 240 150 320 400 10-20 30 50 20-40 300 250 230 80 160 170
25 200 200 50 280 300 10-20 40 60 20-40 100 180 120 30 160 150
150 0 70 140 0 70 40 0 20 70 280 0 5 120 0 50
80 mg/l Sesuai dengan KepMenLH no 51 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Kualitas Air Laut Lampiran 3
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 13
Gambar 3.4. Konsentrasi TSS dengan Skenario Sed Plume 2 pada Kondisi (a. Angin Barat dengan Kecepatan 5m/s (b.) Angin Timur dengan Kecepatan 5.5m/s (c.) Angin Timur dengan Kecepatan 1m/s (RHDHV, 2013b).
Analisis alisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 14
Situasi tanpa tanggul dan pengisian pasir dilakukan di batas selatan Pulau F adalah kondisi kritis untuk nilai TSS untuk kawasan bakau (Gambar (Gambar 3.4). 3.4) Setelah konstruksi tanggul di batas selatan Pulau F, nilai TSS (Total Suspended Solid) pada daerah bakau diperkirakan 2 kali lebih kecil dari konsentrasi sebelumnya, seperti yang terdapat pada Gambar 3.5, 3.5 Gambar 3.6 dan Gambar 3.7 di bawah ini.
Gambar 3.5.
Hasil Simulasi Pemodelan (a.) Dengan dan (b.) Tanpa Tanggul, Pengisian Pasir di Selatan Pulau F, Dengan Angin Timur 5.5m/s (RHDHV, 2013b).
Analisis alisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 15
Gambar 3.6.
Hasil Simulasi Pemodelan Sediment Plume Dengan dan Tanpa Tanggul, Pengisian Pasir di Selatan Pulau F, Dengan Angin Barat 5,5m/s m/s (sedimentasi gram/liter) (RHDHV, 2013b).
Analisis alisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 16
Gambar 3.7.
Perkembangan Sediment Plume di Teluk Jakarta Pada 2 Musim Munson (RHDHV, 2013b)
Analisis alisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 17
Angin memiliki pengaruh besar dari perkembangan TSS, karena arus yang diakibatkan oleh pasang surut cukup rendah. Selama musim munson barat, TSS ini akan bergerak ke arah timur. Selama musim munson timur, bergerak ke arah sebaliknya. Hal ini berarti TSS (konsentrasi sediment tersuspensi) terbesar pada area bakau akan ditemui pada musim munson timur (Tabel 3.7). Tabel 3.7.
Resiko Terjadinya Nilai Batas TSS Untuk Beberapa Kondisi (RHDHV, 2013b)
Nama Lokasi Lokasi pengisian pasir di selatan reklamasi (dengan dan tanpa tanggul) Lokasi pengisian pasir di utara reklamasi (dengan dan tanpa tanggul)
Munson Barat
Munson Timur
Kawasan bakau: rendah – sedang
resiko Kawasan bakau: resiko tinggi
Kawasan tinggi
resiko Kawasan bakau: resiko rendah – sedang
bakau:
Dari penjelasan tersebut diatas terkait dengan TSS, dapat disimpulkan: a) Situasi tanpa tanggul dan pembuangan di batas selatan Pulau F merupakan situasi dimana konsentrasi tinggi TSS berada pada kawasan bakau. b) Setelah pembangunan tanggul disebelah selatan, maka TSS di kawasan bakau akan menjadi lebih rendah. c) Untuk pengisian pasir di batas utara Pulau F, menghasilkan konsentrasi 7 kali lebih rendah di daerah mangrove. Dalam hal ini, konsentrasi sedimen tidak melebihi nilai batas 80 mg/l. d) Angin memiliki pengaruh besar dari perkembangan sedimen, selama musim barat, TSS akan mengalami perubahan aliran ke arah timur. Selama musim timur mengarah ke arah yang berlawanan. Ini berarti bahwa TSS tertinggi di kawasan mangrove akan ditemukan selama musim timur. Untuk kawasan water intake TSS mengalami peningkatan selama musim barat. Selama monsun timur TSS tidak mengalami peningkatan yang signifikan di lokasi water intake. e) Kenaikan debit sungai memiliki efek besar pada konsentrasi sedimentasi di kawasan mangrove dan efek kecil pada water intake. Konsentrasi TSS akan berkurang di kawasan pantai saat debit sungai tinggi. Hal ini berarti bahwa pengisian pasir selama musim hujan akan mengurangi nilai TSS di sekitar kawasan mangrove. f) Sebagian besar simulasi dilakukan tanpa pengendapan material halus. Hal Ini adalah pendekatan bersifat konservatif. Ketika sedimentasi disertakan, maka TSS akan lebih rendah. Berdasarkan hasil pemodelan ini diperoleh nilai TSS yang cukup tinggi (lihat Tabel 3.6), sehingga sangat disarankan upaya mitigasi seperti pemasangan silt screen harus dilakukan pada saat kegiatan reklamasi.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 18
Berdasarkan penjelasan di atas, sifat penting dampak kegiatan proses pekerjaan reklamasi terhadap penyebaran sedimen kaitannya dengan konstruksi reklamasi Pulau F dapat dilihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8.
Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Penyebaran Sedimen Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Dasar Penilaian Masyarakat yang diperkirakan terkena dampak sekitar kegiatan reklamasi Pulau F, seperti masyarakat yang bermukim disekitar muara angke, terutama para nelayan.
Luas wilayah persebaran dampak
Penting
Sebaran dampak diperkirakan akan terjadi mengikuti pola arus gelombang, arah angin dominan serta kondisi musim
Intensitas dampak
Penting
Intensitasnya selama kegiatan proses pekerkaan reklamasi berlangsung
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Selama kegiatan proses pekerjaan reklamasi berlangsung
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Komponen lingkungan yang akan ikut terpengaruh seperti; biota laut.
Sifat kumulatif dampak
Penting
Bersifat komulatif, karena memicu berbagai persoalan baru seperti gangguan biota laut.
Tidak Penting
Sifat dampak dapat berbalik, karena setelah proses pekerjaan reklamasi selesai akan kembali pada kondisi semula
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
Penyebaran Sedimen pada kegiatan pekerjaan reklamasi di tahap konstruksi adalah merupakan dampak penting.
3.2.2. Komponen Biologi 3.2.2.1.
Gangguan Mangrove
Kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya pada saat pelaksanaan kegiatan proses pekerjaan reklamasi diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi Biologi di sekitar lokasi kegiatan berupa gangguan mangrove. Perkiraan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 19
dampak yang akan terjadi terhadap gangguan mangrove disebabkan kegiatan konstruksi revetment reklamasai Pulau F, yang memiliki luas area 190 Ha, diperkirakan akan berpotensi untuk mengganggu komunitas hutan mangrove yang ada disebelah Selatan Pulau F. Disamping itu, perubahan pola arus, serta penurunan penyebaran sedimen akan sangat sdberpengaruh terhadap keberlangsungan komunitas Mangrove. Hutan mangrove sangat dipengaruh oleh pasang surut air laut, angin laut, dan intrusi airt laut. Pengaruhi lain secara alami terhadap hutan mangrove seperti; sedimentasi, aliran air tawar, dan pengaruh kegiatan manusia di daratan (Dahuri & et al, 1996; Pramudji, 2008). Berikut kondisi eksisting hutan mangrove disekitar rencana reklamasi Pulau F (Gambar 3.8).
Gambar 3.8.
Kondisi Hutan Mangrove Muara Angke (15 November 2013)
Hasil studi ANDAL Reklamasi Pulau F Tahun 2013 memperlihatkan jumlah individu pada masing-masing tingkat pertumbuhan meliputi, tingkat pohon sebesar 2.472 individu, tingkat anakan sebesar 1.262 individu, dan tingkat semai sebesar 3.767 individu. Tingkat kerapatan masing-masing tingkat pertumbuhan sebesar 1.105,33 indivisu/ha pohon, 14.022,22 individu/ha anakan, dan 1.163.055,56 individu/ha semai. Jenis vegetasi yang memiliki nilai kerapatan relatif tinggi adalah jenis Avicenia alba untuk tingkat pohon, jenis Avicenia alba untuk tingkat anakan, dan jenis Rhizophora stylosa dan Avecenia alba untuk tingkat semai. Kondisi ekositem mangrove yang ada di Hutan Lindung Angke-Kapuk dapat terlihat dari struktur komunitas, yang diindikasikan oleh parameter tingkat kehadiran (frekuensi), tingkat kerapatan, dominansi, dan penyebaran ukuran (tinggi dan diameter). Penyebaran kelas frekuensi menunjukkan bahwa 11,11 % dari jenis yang ada mempunyai kelas frekuensi 10,1 – 20 % yaitu Avicenia alba dan Rhizophora stylosa dengan frekuensi 11,11% dan 12,96% untuk tingkat pohon. Jenis Morinda citrifolia dan Rhizophora stylosa dengan frekuensi 12% dan 14% untuk tingkat anakan, serta jenis Acrostichum aireum dengan frekuensi 10,29% untuk tingkat semai. Sedangkan sisanya sebesar 88,89% jenis yang memiliki nilai frekuensi kurang dari 10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kehadiran dari masing-masing jenis yang ada relatif kecil. Rendahnya tingkat kehadiran jenis ini menunjukkan telah terjadi gangguan terhadap habitat mangrove secara signifikan sehingga jenis-jenis tidak mampu menyebar secara merata dan cenderung mengelompok di habitat tertentu.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 20
Pemanfaatan seperti untuk budidaya perairan, infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya. Ganguan utama komunitas mangrove adalah total padatan tersuspensi. Seperti yang dilaporkan oleh beberapa penelitian terdahulu (Woodroffe, 1992; Furukawa et. al. 1997; Ikeda, 2004) partikel-partikel tersuspensi biasanya terbawa dan tetap dalam kondisi tersupensi pada saat pasang laut tinggi, dan selanjutnya pada saat pasang rendah akan terdepositkan dalam wilayah mangrove tersebut. Menurut Keputusuan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 51 Tahun 2004, baku mutu untuk padatan tersuspensi total untuk kawasan mangrove adalah 80 mg/l. Komunitas mangrove juga terpengaruhi oleh sedimentasi, walupun pada dasarnya komunitas ini tahan terhadap sedimentasi ringan, namun jika sedimentasi tersebut cukup banyak sehingga menutup akar nafas (pneumatophore) atau akar tunjang pohon-pohon mangrove, maka akan menjadi fatal. Hal tersebut, terutama sangat mempengaruhi tumbuhan-tumbuhan anakan (Furukawa et. al. 1997). Faktor lain yang menimbulkan gangguan mangrove adalah pengelolaan DAS di darat yang tidak baik, dimana terjadi peningkatan pencemar hasil industri dan domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi. Hasil yang terjadi adalah dari erosi sungai yang berlebihan dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen yang diendapkan di lingkungan mangrove, sehingga kematian masal (dieback) mangrove yang tidak terhindarkan lagi. Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh serius pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove. Uraian penentuan sifat penting dampak kegiatan proses pekerjaan reklamasi terhadap gangguan mangrove Tabel 3.9. Tabel 3.9.
Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Gangguan Mangrove
Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Penduduk disekitar muara Sungai Angke terutama masyarakat nelayan
Luas wilayah persebaran dampak
Penting
Mencakup wilayah sekitar muara angke, dimana komunitas mangrove tersebut berada.
Intensitas dampak
Penting
Intensitas terjadi dampak, akan berlangsung selama proses pekerjaan reklamasi berlangsung berlangsung
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Lamanya dampak adalah selama masa konstruksi berlangsung sampai pasca kontruksi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 21
Faktor Penentu Dampak Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
3.2.2.2.
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Terganggunya mangrove akan menimbulkan dampak lanjutan pada biota laut, dan keberadaan ikan disekitar mangrove, yang pada akhirnya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap proyek.
Penting
Bersifat komulatuf karena dapat menimbulkan dampak Lingkungan yang lain.
Tidak Penting
Sifat dampak dapat berbalik, apabila terjadi gangguan terhadap mangrove akan berdampak pada komponen biota perairan sekitarnya.
Adanya gangguan vegetasi mangrove pada kegiatan pekerjaan reklamasi di tahap konstruksi adalah merupakan dampak penting.
Gangguan Biota Laut
Kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya pada saat pelaksanaan kegiatan proses pekerjaan reklamasi dan pengisian material top soil diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi Biologi di sekitar lokasi kegiatan berupa gangguan biota laut. Dampak lanjutan terjadinya gangguan biota laut adalah munculnya persepsi masyarakat yang negatuif terhadap kegiatan reklamasi pulau F. Perkiraan dampak yang akan terjadi terhadap gangguan biota laut merupakan dampak turunan dari penyebaran sedimen. Dari hasil analisis studi diketahui bahwa kondisi rona awal untuk biota laut di sekitar lokasi rencana lokasi reklamasi Pulau F berdasarkan indeks keragaman terhadap plankton dan bentos termasuk dalam kategori tercemar berat . Hal tersebut juga tercemin dengan biota-biota pada tingkat tropik yang lebih tinggi, yaitu nekton. Seperti yang telah ditunjukkan pada bab sebelumnya (Bab II Tabel 2.14), tercatat 21 jenis ikan yang merupakan penurunan luar biasa jika dibanding dengan penelitian-penelitian terdahulu (250 spesies), terutama terjadi penurunan pada 10 tahun terakhir ini (Genisa, 2004; Djamali & Parino, 2008). Dengan adanya kegiatan reklamasi tidak menambah terjadinya penyebaran sedimen yang signifikan sehingga memperburuk kondisi lingkungan terutama gangguan terhadap biota laut.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 22
Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan proses pekerjaan reklamasi terhadap gangguan biota laut kaitannya dengan konstruksi reklamasi Pulau F Tabel 3.10. Tabel 3.10. Sifat Penting Dampak Kegiatan Proses Pekerjaan Reklamasi Terhadap Gangguan Biota Laut Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Penduduk disekitar muara Sungai Angke terutama masyarakat nelayan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi harga tangkapan ikan.
Luas wilayah persebaran dampak
Penting
Terjadi sekitar muara angke dan sekitar tapak proyek, dimana biota laut tersebut berada.
Intensitas dampak
Penting
Intensitas terjadi dampak, akan berlangsung selama fase konstruksi.
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Lamanya dampak adalah selama masa konstruksi berlangsung sampai pasca kontruksi.
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Komponen lingkungan yang terpengaruh seperti; indeks keberagaman plankton dan benthos, serta keberadaan ikan disekitar tapak proyek, dan persepsi masyarakat.
Sifat kumulatif dampak
Penting
Bersifat komulati1f karena dapat menimbulkan dampak Lingkungan yang lain.
Tidak Penting
Sifat dampak dapat berbalik, gangguan akan terjadi pada saat konstruksi dan diharapkan akan menjadi seperti semula ketika konstruksi selesai.
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
Adanya gangguan biota laut pada kegiatan pekerjaan reklamasi di tahap konstruksi adalah merupakan dampak penting.
3.2.3. Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat 3.2.3.1.
Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
Kegiatan perekrutan tenaga kerja pada tahap konstruksi merupakan upaya pelibatan masyarakat sekitar wilayah proyek yang didasari atas kebutuhan yang dikorelasikan dengan ketrampilan, keahlian, tingkat pendidikan masyarakat. Kegiatan Perekrutan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 23
tenaga kerja lokal ini, memiliki dua sisi koin, yakni disatu sisi berdampak positif, namun disisi lain berdampak negatif. Untuk dampak positif, hal yang memungkinkan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat di sekitar lokasi reklamasi Pulau F. Sebaliknya perekrutan tenaga kerja juga berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa kecemburuan sosial. Sebagaimana umumnya terjadi, yakni minimnya kualifikasi warga lokal yang memiliki keahlian dan persyaratan yang telah distandarkan. Untuk itu, Kegiatan reklamasi pulau F akan dilaksanakan oleh kontraktor yang di tunjuk oleh pihak pemrakarsa. Selanjutnya, secara kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan pada tahap konstruksi adalah sekitar 300 orang (total) dengan rincian tenaga kerja disesuaikan jumlah dan kebutuhan pekerjaan sesuai dengan keahliannya masing-masing. Apabila masalah ini tidak dicermati dengan baik, maka akan mendorong munculnya keresahan masyarakat, sehingga sikap dan peresepsi masyarakat terhadap kegiatan proyek cenderung bersifat negatif. Pentingnya keterlibatan tenaga kerja lokal ini, merupakan harapan yang mengemuka saat sosialisasi. Saat sosialisasi dilakukan, hampir semua masyarakat di wilayah studi menyatakan kesempatan kerja merupakan masalah yang penting untuk ditindaklanjuti oleh pemrakarsa saat melakukan aktivitas konstruksi. Kenyataan dalam praktek pemborongan pekerjaan konstruksi para pelaksana konstruksi biasanya telah membawa pekerja sendiri dari luar daerah sekitar. Pemrakarsa sejak dini harus mencermati potensi konflik pada kegiatan ini dengan cara sewaktu membuat perjanjian pelaksanaan pemborongan pekerjaan konstruksi dengan pelaksana mewajibkan dengan tegas untuk menyediakan dalam prosentasi tertentu untuk menggunakan tenaga lokal. Disamping itu pemrakarsa juga dapat mendorong kegiatan peluang usaha disekitar proyek dengan memberi bantuan sosial. Terkait dengan hal di atas, maka sifat penting dampak kegiatan rekruitmen tenaga kerja terhadap terbukanya kesempatan kerja dan berusaha kaitannya dengan konstruksi reklamasi Pulau F sebagai disajikan pada Tabel 3.11. Tabel 3.11. Sifat Penting Dampak Kegiatan Rekruitmen Tenaga Kerja Konstruksi reklamasi Pulau F Terhadap Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak Luas wilayah persebaran dampak Intensitas dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Tidak penting
Penting
Dasar Penilaian Jumlah penduduk/warga yang terekrut untuk bekerja sebagai karyawan tetap/tidak tetap pada tahap konstruksi Wilayah persebaran dampak peluangkerja dan berusaha terbatas pada wilayah komunitas Muara Angke. Dampak terjadi dengan intensitas cukup tinggi pada saat penerimaan tenaga kerja.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 24
Faktor Penentu Dampak
Tingkat Kepentingan Dampak
Dasar Penilaian
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Kesempatan kerja selain muncul pada tahap konstruksi juga akan berlanjut pada tahap paska konstruksi.
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Peluang kerja dan berusaha merupakan dampak positif jika banyak tenaga lokal yang terserap, sebaliknya akan menimbulkan dampak munculnya keresahan jika harapan sebagian masyarakat sekitar tidak sepenuhnya terlaksana.
Sifat kumulatif dampak
Penting
Sikap dan persepsi masyarakat bersifat akumulasi
Tidak Penting
Sikap dan persepsi masyarakat dapat berbalik menjadi negatif
Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
3.2.3.2.
Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha pada kegiatan rekruitmen tenaga kerja konstruksi pada tahap konstruksi adalah dampak penting.
Gangguan Aktivitas Nelayan
Terjadinya gangguan aktivitas nelayan pada tahap konstruksi terutama disebabkan oleh adanya kegiatan mobilisasi peralatan material, pengangkutan material reklamasi, serta proses pekerjaan reklamasi. Terjadinya gangguan tersebut terutama terjadi pada alur pelayaran nelayan dan nelayan budidaya kerang hijau, dimana terjadinya peningkatan volume lalu lintas laut. Kapal nelayan yang banyak berlabuh di pelabuhan muara angke yang sebelumnya leluasa melewati alur pelayaran sekitar rencana pulau F akan terganggu aktifitasnya jika selama kegiatan berlangsung tidak ada pengaturan rambu rambu yang jelas. Untuk mengatasi hal tersebut, pemrakarsa akan mendorong kontraktor pelaksana, untuk melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan melakukan kegiatan demobilisasi peralatan pada saat frekuensi lalu lintas rendah. Pada bab II (sub bab 2.1.3.2 Rona lingkungan aktifitas nelayan) disebutkan bahwa nelayan di Kecamatan Penjaringan jumlahnya berfluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah nelayan sampai tahun 2011 tercatat 9.892 orang, dan jumlah kapal motor sebanyhak 1940 unit. Jumlah nelayan yang tinggal di Muara Angke (penetap) diketahui berjumlah 5590 orang. Jika alur pelayaran para nelayan tersebut terganggu tentunya akan mendorong munculnya persepsi masyarakat yang negative terhadap aktifitas proyek. Penjelasan sifat penting dampak kegiatan konstruksi terhadap gangguan aktivitas nelayan kaitannya dengan konstruksi reklamasi Pulau F sebagaimana disajikan pada Tabel 3.12.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 25
Tabel 3.12. Sifat Penting Dampak Kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F Terhadap Gangguan aktivitas nelayan Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Penduduk yang terkena dampak adalah komunitas nelayan yang terdiri nelayan penetap dan pendatang.
Luas wilayah persebaran dampak
Penting
Wilayah persebaran dampak meliputi wilayah Muara angke dan pelabuhan TPI dimana banyak kapal motor lego jangkar.
Intensitas dampak
Penting
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Intensitas terjadi dampak, akan berlangsung selama tahap konstruksi dan berlanjut pada tahap operasi Lamanya dampak adalah selama masa konstruksi berlangsung sampai pasca kontruksi
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Terjadinya gangguan terhadap aktifitas nelayan pada akhirnya akan mendorong munculnya persepsi masyarakat yang negative terhadap aktifitas proyek. Tergangguny alur pelayaran nelayan, akan menambah waktu tempuh dfan penggunaan bahan bakar yang harus dikeluarkan.
Sifat kumulatif dampak
Penting
Bersifat komulatif karena dapat menimbulkan dampak Lingkungan yang lain.
Berbalik atau tidak berbalik
Penting
Sifat dampak tidak berbalik, karena terjadinya gangguan aktifitas nelayan akan berlanjut sampai pulau terbentuk.
Kesimpulan
3.2.3.3.
Adanga gangguan aktivitas nelayan pada kegiatan pekerjaan reklamasi adalah merupakan dampak penting.
Gangguan Kamtibmas
Kegiatan perekrutan tenaga kerja pada tahap konstruksi sebagai upaya pelibatan masyarakat sekitar wilayah proyek didasari kepada kebutuhan yang dikorelasikan dengan ketrampilan, keahlian, tingkat pendidikan masyarakat. Kegiatan Perekrutan tenaga kerja lokal ini berdampak positif karena meningkatnya pendapatan masyarakat
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 26
di sekitar lokasi reklamasi Pulau F. Namun sebaliknya kegiatan ini akan menimbulkan dampak negative berupa adanya gangguan kamtibmas jika masyarakat yang semula sangat berharap dapat ikut bekerja pada kenyataannya tidak diberikan kesempatan. Masalah gangguan kamtibmas ini perlu mendapat perhatian yang serius, dimana pemrakarsa harus mampu menginisiasi wadah bagi kelompok-kelompok strategis (sebagai misal: tokoh masyarakat) dalam sebuah aktivitas yang konstruktif sekaligus sebagai media konsultatif dan penengah, jika terdapat gugatan dan ancaman gangguan kamtibmas yang datangnya dari penduduk/warga. Pada uraiaan bab II telah ditunjukkan bahwa sebanyak 66% responden melihat tokoh masyarakat adalah pihak yang memiliki peran dalam proses pembangunan, baik itu dalam hubungannya dengan masyarakat ataupun dengan pemerintah/ swasta. Bahkan tokoh masyarakat dianggap sebagai tempat untuk mencurahkan segala persoalan dan permasalahan yang dihadapi warga. Namun disisi lain, patut untuk menjadi perhatian bahwa tokoh masyarakat tidak memiliki peran yang cukup signifkan sebagai sumber info terhadap adanya pembangunan di Muara Angke. Setidaknya studi ini menunjukkan bahwa pola sumber informasi yang ada, tetangga dan gosip (50%) adalah sumber utama dari berbagai informasi pembangunan. Sedangkan tokoh masyarakat dan stakeholder seperti pengurus koperasi hanya memiliki persentase sebesar 4% s.d 6% sebagai sumber utama informasi menurut warga. Untuk itu, menarik melihat keterkaitan antara masalah yang dikhawatirkan oleh warga dari ancaman penggusuran, peran tokoh, dan alur informasi. Disini alur informasi tidak bisa dikontrol stakeholder dan cenderung menyebar di masyarakat, maka potensi terjadinya permasalahan konflik akibat ketakutan ancaman penggusuran bisa terjadi. Hal ini dikuatkan berdasarkan harapan masyarakat agar tidak terjadinya penggusuran (40%), kondisi yang lebih baik (18%), dan dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan (12%) . Dampak positif kegiatan perekrutan tenaga kerja juga berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa kecemburuan sosial, hal ini terjadi manakala proses penerimaan tenaga kerja kurang melibatkan tenaga sekitar atau tidak mampu menyerap tenaga lokal karena terbentur ketidak sesuaian dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Apabila masalah ini tidak dicermati dengan baik, maka akan berdampak kepada masalah keamanan dan ketertiban. Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan rekruitmen tenaga kerja terhadap gangguan kamtibnas kaitannya dengan konstruksi reklamasi Pulau F diuraikan dalam Tabel 3.13. Tabel 3.13. Sifat Penting Dampak Kegiatan Rekruitmen Tenaga Kerja Konstruksi reklamasi Pulau F Terhadap Gangguan Kamtibmas Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Jumlah warga yang terkena dampak dan merugikan sebagian besar
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 27
Faktor Penentu Dampak
Tingkat Kepentingan Dampak
Dasar Penilaian warga/penduduk khususnya yang bermukim di Muara Angke, umum bagi masyarakat kelurahan penjaringan yang berjumlah 107.110 jiwa.
Luas wilayah persebaran dampak
Tidak penting
Wilayah persebaran dampak men cakup wilayah kelurahan Penjaringan seluas 45,4057 Km2.
Intensitas dampak
Penting
Intensitas terjadinya kamtibmas cukup tinggi.
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Berlangsung lebih dari satu tahapan kegiatan
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Tidak Penting
Jumlah komponen lingkungan terkena dampak primer tidak ada,
Sifat kumulatif dampak
Penting
Terjadinya gangguan kamtibmas akan terakumulasi menjadi besar jika tidak diantisipasi sejak dini.
Tidak Penting
Sikap dan persepsi masyarakat yang positif dapat berbalik menjadi negatif
Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
3.2.3.4.
dampak
Gangguan Kamtibmas pada kegiatan rekruitmen tenaga kerja konstruksi pada tahap konstruksi adalah dampak penting.
Keresahan Masyarakat
Kegiatan konstruksi rencana reklamasi Pulau F berpotensi menimbulkan dampakdampak yang akan diterima masyarakat. Dampak potensial yang bersifat negatif berupa rasa khawatir akan timbulnya dampak lingkungan yang bersifat negatif akibat kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F, seperti aktivitas nelayan yang terganggu, terjadinya sedimentasi atau berubahnya garis pantai. Kekhawatiran ini dapat berupa keresahan maupun konflik sosial masyarakat yang akhirnya menentukan sikap dan persepsi negatif dari masyarakat terhadap rencana kegiatan proyek. Sedangkan dampak potensial yang bersifat positif muncul dari harapan masyarakat terhadap perekrutan tenaga kerja selama proses konstruksi sehingga dampak yang diprakirakan bersifat penting karena menentukan sikap dan persepsi yang menerima kegiatan rencana reklamasi Pulau F. Informasi terhadap tahapan konstruksi reklamasi Pulau F sangat membantu dalam meminimalisir dampak negatif yang timbul. Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan konstruksi terhadap keresahan masyarakat kaitannya dengan rencana reklamasi Pulau F (Tabel 3.14).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 28
Tabel 3.14. Sifat Penting Dampak Kegiatan Konstruksi Reklamasi Pulau F Terhadap Keresahan Masyarakat Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak Intensitas dampak
Lamanya dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
3.2.3.5.
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
penting Penting
Tidak Penting Tidak Penting
Dasar Penilaian Jumlah manusia di wilayah studi terkena dampak tetapi tidak mendapat manfaat lebih besar daripada jumlah manusia di wilayah studi yang menerima manfaat. Mencakup penduduk kelurahan Penjaringan yang berjumlah 107.110 jiwa. Wilayah persebaran dampak meluas sekelurahan Penjaringan. Dampak terjadi dengan intensitas sedang sampai tinggi tergantung penanganan yang dilakukan. Berlangsung hanya satu tahapan kegiatan Jumlah komponen lingkungan terkena dampak primer tidak ada,
Penting
Dampak bersifat kumulatif karena dapat memicu persoalan baru seperti perselisihan, dan mengganggu keharmonisan bermasyarakat Tidak Penting Keresahan masyarakat menyebabkan sikap dan persepsi masyarakat yang semula positif dapat berbalik menjadi negatif Keresahan masyarakat pada kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F di tahap konstruksi adalah dampak penting.
Perubahan Persepsi Masyarakat
Kunci utama dari perubahan persepsi masyarakat adalah pengetahuan yang diberikan sejak dini baik oleh pemrakarsa maupun institusi yang memiliki wewenang tentang hal tersebut. Ketidaktahuan warga terkait reklamasi Pulau F, akan berdampak terhadap anggapan kewajaran bagi warga yang tidak memperoleh informasi tentang rencana konstruksi reklamasi Pulau F tersebut. Dengan demikian, alasan warga merespon informasi rencana reklamasi Pulau F disesuaikan dengan sikap masing-masing. Beberapa alasan yang dikemukakan: (1) tidak memahami duduk persoalannya; dan (2) belum lama di Muara Angke sehingga ragu-ragu untuk memberikan pendapat. Demikian halnya, beberapa alasan lain,
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 29
seperti: (1) hanyalah nelayan kecil sehingga dianggap tidak penting untuk memberikan informasi; dan (2) bisa jadi karena tidak memiliki KTP warga Muara Angke sehingga tidak dianggap. Untuk itu, perubahan perspepsi warga sangat ditentukan dari dilakukannya transfer pengetahuan kepada warga agar memahami dampak yang ditimbulkan dari reklamasi pulau F. Dengan demikian, sifat penting dampak kegiatan konstruksi terhadap perubahan persepsi masyarakat kaitannya dengan rencana reklamasi Pulau F disajikan pada Tabel 3.15: Tabel 3.15. Sifat Penting Dampak Kegiatan Konstruksi Reklamasi Pulau Terhadap Perubahan Persepsi Masyarakat F Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Intensitas dampak Lamanya dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Terjadinya perubahan Sikap atau persepsi terjadi pada penduduk/warga yang menyatakan menerima atau menolak) terhadap rencana reklamasi pulau F
Tidak penting
Wilayah persebaran dampak hanyas mencakup komunitas warga Muara Angke dan tidak menyebar pada wilayah yahg lebih luas.. Penting Intensitas terjadinya dampak cukup tinggi. Penting Berlangsung pada beberapa tahapan kegiatan Penting Apabila penanganan tidak dilakukan dengan baik maka akan mengakibatkan komponen lingkungan lain terkena dampak Penting Dampak bersifat kumulatif karena dapat memicu persoalan baru seperti perselisihan, dan mengganggu keharmonisan bermasyarakat serta gagalnya proses reklamasi Penting Pengelolaan yang tidak baik dapat menyebabkan perubahan sikap dan persepsi masyarakat berbalik menjadi negatif Sikap dan persepsi masyarakat pada kegiatan konstruksi reklamasi di tahap konstruksi adalah dampak penting.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 30
3.3.
Tahap Pasca Konstruksi
3.3.1. Komponen Fisik - Kimia 3.3.1.1.
Peningkatan Permukaan Air
Untuk memperkirakan pengaruh hasil reklamasi pkkulau F terhadap peningkatan permukaan air di muara Kali Angke, maka dilakukan pemodelan hidrodinamika dengan software Delft3D. Pemodelan peningkatan muka air dengan menggunakan perangkat lunak ini (Delft3D) hanya berfokus pada muara Kali Angke saja. Untuk mengetahui pengaruh kenaikan muka air di hulu, model ini dikombinasikan dengan perangkat lunak SOBEK yang telah dikembangkan oleh Dutch Hydraulic Institute, Deltares. Perangkat SOBEK ini telah digunakan secara efektif untuk mensimulasikankondisi banjir di Jakarta. Delft3D merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk pendekatan multidisiplin dan perhitungan 3D untuk pantai dan muara sungai. Perangkat lunak ini dapat mensimulasikan arus, transport sedimen, gelombang, penyebaran sedimen, dan perubahan garis pantai. Untuk pemodelan kenaikan muka air ini, salah satu modul dari perangkat lunak ini digunakan; yaitu Delft3D-FLOW. Gambar 3.9 dibawah ini, menyajikan diagram alir dari prosedur pemodelan menggunakan Delft3D dikombinasikan dengan SOBEK.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 31
Sumber : Engineering Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 3.9.
Diagram alir prosedur pemodelan menggunakan Delft3D dikombinasikan dengan SOBEK
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 32
Dalam perhitungan prakiraan dampak ini muka air laut yang digunakan untuk model Delft3D adalah Chart Datum (CD) yang berhubungan dengan Low Water Spring (LWS). Konvensi yang digunakan ini diturunkan dari data di Tanjung Priok Tahun 2012, seperti yang disajikan dalam Tabel 1.2 pada Bab I. Delft3D-FLOW (salah satu modul dalam Delft3D) adalah program simulasi hidrodinamika multi dimensi (2D atau 3D) yang menghitung penomena aliran nonsteady dan transport yang dihasil dari gelombang pasang surut dan pengaruh meteorological dalam batas garis lurus atau lengkung yang tersusun secara grid. Model ini mampu mensimulasikan kombinasi efek dari pasang surut dan debit sungai kali Angke yang mengalir ke Teluk Jakarta Model Delft3D dijalankan dengan berbagai skenario untuk periode 20 Juni – 8 Juli 2012, dimana didalam periode tersebut terdapat satu siklus pasang-surut penuh. Tabel 3.16 menyajikan simulasi model Delft3D pada berbagai skenario dengan periode ulang banjir 100 tahunan. Puncak debit banjir sungai diasumsikan pada saat pasang, dimana pada kondisi ini muka air laut pada posisi tertinggi. Hal ini diverikasi dengan menjalankan simulasi Delft3D tambahan pada puncak banjir terjadi pada saat surut. Tabel 3.16. Simulasi Model Delft3D
R111
Debit Sungai Periode Ulang -
R201
-
R211
100 tahun
R212
100 tahun
R213
100 tahun
R214
100 tahun
R221
100 tahun
R222
100 tahun
R223
100 tahun
R224
100 tahun
Run
Kondisi Banjir
Layout
-
Terdapat Pulau E, F, dan G Kondisi saat ini (tanpa pulau) Kondisi saat ini (tanpa pulau) Kondisi saat ini (tanpa pulau) Kondisi saat ini (tanpa pulau) Kondisi saat ini (tanpa pulau)
Ya, debit puncak pada saat pasang Tidak, debit puncak pada saat pasang Ya, debit puncak pada saat surut Tidak, debit puncak pada saat surut Ya, debit puncak pada saat pasang Tidak, debit puncak pada saat pasang Ya, debit puncak pada saat surut Tidak, debit puncak pada saat surut
Terdapat Pulau E, F, dan G Terdapat Pulau E, F, dan G Terdapat Pulau E, F, dan G Terdapat Pulau E, F, dan G
Sumber : Conceptual Design Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2012
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 33
Skenario R111 tidak mempertimbangkan adanya debit buangan sungai namun mempertimbangkan keberadaan Pulau E, F, dan G. Skenario R201 tidak mempertimbangkan adanya debit buangan sungain dengan kondisi tanpa pulau. Skenario R211 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai pada saat banjir dan debit puncak pada saat pasang dengan kondisi tanpa pulau. Skenario R212 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai dengan debit puncak pada saat pasang dengan kondisi tanpa pulau. Skenario R213 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai pada saat banjir dan debit puncak pada saat surut dengan kondisi tanpa pulau. Skenario R214 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai dengan debit puncak pada saat surut dengan kondisi tanpa pulau. Skenario R221 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai pada saat banjir dan debit puncak pada saat pasang dan dengan mempertimbangkan keberadaan Pulau E, F, dan G. Skenario R222 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai dengan debit puncak pada saat pasang dan dengan mempertimbangkan keberadaan Pulau E, F, dan G. Skenario R223 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai pada saat banjir dan debit puncak pada saat surut dan dengan mempertimbangkan keberadaan Pulau E, F, dan G. Skenario R224 mempertimbangkan adanya debit buangan sungai dengan debit puncak pada saat surut dan dengan mempertimbangkan keberadaan Pulau E, F, dan G. Hasil pemodelan a.
Muka Air Pada Kondisi Debit Nol
Selama kondisi debit sama dengan 0, dampak kenaikan muka air dimulut sungai Kali Angke akibat adanya Pulau F menunjukkan kenaikan yang dapat diabaikan (lihat garis hijau dalam Gambar 3.10) Keberadaan pulau tidak mempengaruhi muka air pada kondisi tidak ada debit sungai.
Sumber : EngineeringDesign Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 3.10. Simulasi Muka Air di Mulut Sungai Kali Angke Selama Debit Sama Dengan Nol (Catatan: Garis Biru Dan Merah Berhimpitan).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 34
Dengan adanya Pulau F, diprediksikan bahwa proses sedimentasi mendominasi daerah di sekitar lahan reklamasi. Oleh karena itu, dasar muara Sungai Angke diprediksikan lebih rendah dari saluran di antara Pulau F dengan Pulau E yang berada di sisi selatan. Disamping itu saluran diantara Pulau F dan G juga diprediksikan akan mengalami hal yang sama.
Gambar 3.11. Lokasi Potensial Terjadinya Sedimentasi
Pengerukan saluran di antara Pulau F dan Pulau E; serta Pulau F dan Pulau G sampai pada kedalaman yang sama dengan kedalaman muara Sungai Angke akan memberikan kapasitas yang lebih besar bagi air di Muara Angke untuk mengalir dengan debit buangannya ke Teluk Jakarta. Untuk mendemonstrasikan dampak pengerukan sebagai langkah mitigasi yang efektif terhadap kenaikan muka air di Muara Angke, pemodelan dilakukan. Dari pemodelan ini, disimpulkan bahwa pada saat kondisi ekstrim kenaikan muka air di Muara Angke dengan dan tanpa adanya Pulau F tidak mengalami peningkatan yang signifikan (sekitar 4cm) apabila kegiatan pengerukan di sekitar mulut Sungai Angke dilakukan secara teratur dan dipertahankan kedalamannya. Pada Gambar 3.12 di bawah ini, dapat dilihat hasil pemodelan kenaikan muka air dengan dan tanpa Pulau F apabila kegiatan pemeliharaan kedalaman air di mulut Sungai Angke dilakukan secara teratur.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 35
Tergantung pada tingkat sedimentasinya, kegiatan pemeliharaan dengan cara pengerukan akan diperlukan untuk Area di sekitar saluran antara Pulau F dan Pulau E. Untuk tujuan ini, disarankan untuk melakukan pemantauan dengan cara survei bathimetri setiap 2 kali dalam setahun untuk memonitor tingkat sedimentasinya.
Sumber : EngineeringDesign Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 3.12.
Muka Air di Muara Sungai Angke dengan dan tanpa Pulau F (Kegiatan Pemeliharaan Kedalaman Dilakukan Secara Teratur)
Dengan demikian, sifat penting dampak kegiatan konstruksi terhadap kenaikan muka air di muara Sungai Angke kaitannya dengan rencana reklamasi Pulau F disajikan pada Tabel 3.17 di bawah ini. Tabel 3.17. Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Peningkatan Muka Air di Muara Sungai (Banjir) Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Intensitas dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Penting
Dasar Penilaian Kawasan Muara Angke merupakan kawasan permukiman dan jasa. Peningkatan luasan area yang tergenang banjir (pada kondisi ekstrim), akan menyebabkan peningkatan jumlah manusia yang terkena dampak banjir semakin bertambah. Luas wilayah persebaran dampak hingga pada jarak sekitar 10 Km, oleh karenanya dinilai penting dari wilayah persebaran dampak
Tidak Penting Intensitas dampak adalah adalah berulang hingga tahap operasi dengan frekuensi yang jarang.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 36
Faktor Penentu Dampak Lamanya dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dasar Penilaian Dampak Tidak Penting Lamanya dampak terjadi sementara pada saat banjir. Penting
Komponen lingkungan lain yang akan terkena adalah komponen lingkungan pada aspek sosekbud dan kesehatan masyarakat. Komponen ini diperkirakan akan terkena dampak yang cukup signifikan karena dampak peningkatan muka air sungai.
Sifat kumulatif dampak
Tidak Penting Dampak tidak bersifat kumulatif
Berbalik atau tidak berbalik
Tidak Penting Dampak bersifat berbalik, namun dampak turunan terutama aspek sosial ekonomi (kerugian dsb) bersifat tidak berbalik.
Kesimpulan
Peningkatan muka air di sekitar muara sungai atas keberadaan reklamai Pulau F adalah merupakan dampak penting.
3.3.1.2.
Perubahan Arus Laut
Kegiatan reklamasi Pulau F diperkirakan akan berdampak terhadap perubahan arus laut disekitar lokasi reklamasi. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh reklamasi terhadap perubahan arus laut ini, studi pemodelan arus telah dilakukan dengan menggunakan model Delft3D. Sebelumnya, untuk memastikan bahwa model hidraulik yang dipakai dapat dipercaya, kalibrasi telah dilakukan dengan membandingkan hasil pemodelan dengan hasil pengukuran menggunakan ADCP (Acoustic Doppler Current Profile), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.13. di bawah ini.
Gambar 3.13. Kalibrasi hasil pengukuran dan pemodelan Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 37
Dari gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil pemodelan dengan pengukuran menggunakan ADCP menghasilkan kecepatan arus yang representatif. Selanjutnya, untuk melihat dampak keberadaan reklamasi Pulau F terdapat perubahan arus, parameter-parameter yang dipertimbangkan dalam pemodelan adalah sebagai berikut: a. Debit buangan dari sungai atau kanal dari Kali Angke, Saluran Cengkareng dan Kali Karang. b. Kondisi angin ekstrim dengan periode ulang 1/1000 tahun c. Kenaikan muka air akibat wind set-up dan perbedaan tekanan udara dan sea level rise (Kenaikan muka air laut akibat pemananasan global) Dikarenakan aliran kali Angke ke Teluk Jakarta berada di sebelah barat daya pulau F, debit buangan dari sungai ini tidak akan memiliki faktor yang signifikan pada kondisi aliran desain pulau F. Dalam pemodelan arus ini, keberadaan Pulau G dan Pulau E dipertimbangkan. Untuk melihat hasil pemodelan arus disekitar pulau F, maka titik-titik representatif telah ditentukan seperti pada Gambar 3.14 di bawah ini.
E
Gambar 3.14.
F
G
Titik-Titik Representative Hasil Modeling
Dalam Gambar 3.15 di bawah ini, ditunjukkan kecepatan aliran maksimum dengan kondisi tidak ada aliran dari sungai dan keberadaan bangunan pemecah gelombang diperhitungkan. Hasil pemodelan ini ditunjukkan kecepatan aliran paling tinggi di kawasan reklamasi Pulau F terdapat di titik ‘south’ dan ‘north’. Dari Gambar dibawah ini terlihat bahwa Pulau E dan Pulau G memberikan perlindungan terhadap pulau F.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 38
Kecepatan aliran di titik ‘north’ tidak akan melebihi 0.9-1.0 m/s, sedangkan kecepatan aliran di titik ‘east’ dan ‘west’ Pulau F terbatas pada kisaran 0.4 m/s.
F
G
E
Sumber : EngineeringDesign Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 3.15.
Kondisi Kecepatan Aliran Maksimum (tidak ada aliran dari sungai) dan Keberadaan Pemecah Gelombang Diperhitungkan (kecepatan dalam m/s)
Di titik ‘south’ (sisi selatan) dimana kali Angke mengalir ke Teluk Jakarta, kecepatan aliran maksimal mencapai 1.3 m/s. Dalam Gambar 3.16 di bawah ini menunjukkan kecepatan aliran maksimal pada saat kejadian periode ulang 1/100 tahun di lokasi yang sama. Hasil pemodelan menunjukkan kecepatan aliran maksimum berada pada titik ‘west’ dan ‘south-west’ dari Pulau F dan dapat mencapai kecepatan 2.0 m/s di dekat mulut sungai. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kecepatan aliran tertinggi di sebelah barat Pulau F akan terjadi selama skenario debit tinggi buangan sungai diterapkan. Kondisi aliran dominan dari utara, timur dan selatan area reklamasi dapat dikaitkan dengan kondisi aliran pasang surut dengan angin yang bertiup dari barat. Kecepatan aliran sungai mencapai titik tertinggi pada saat kondisi air kendur selama surut, sedangkan kecepatan aliran pasang surut tertinggi ketika muka air meningkat karena wind set-up pada saat zero crossing (muka air di antara pasang surut dan banjir).
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 39
F
G
E
Sumber : EngineeringDesign Pulau F, Royal HaskoningDHV, 2013
Gambar 3.16.
Kecepatan Aliran Maksimum Diperhitungkan (kecepatan: m/s)
Saat
Debit
Buangan
Sungai
Perlu diperhatikan bahwa skenario dengan mempertimbangkan debit buangan sungai, komponen aliran pasang surut diabaikan, karena tidak ada faktor koreksi yang dimasukkan dalam simulasi ini. Namun dapat diharapkan bahwa aliran sungai mencapai nilai tertinggi pada saat air kendur, ketika kecepatan pasang surut rendah, yang berarti bahwa arus pasang surut dalam situasi ini tidak berkontribusi secara signifikan terhadap total kecepatan aliran. Dalam Tabel 3.18 di bawah ini disajikan kecepatan aliran maksimum di sekitar pulau F di titik-titik representatif. Bila dibandingkan dengan kondisi eksisting, dengan keberadaan Pulau F, diekspektasikan terdapat perubahan kecepatan arus dari 0,2 0,5 m/s hingga 1,38 m/s di sisi tenggara Pulau F, 1,22 m/s di sisi selatan Pulau F, 0,91 m/s di sisi barat Pulau F, dan 0,88 m/s disisi Utara, dengan arah dominan aliran ke arah Barat Tabel 3.18. Kecepatan Aliran Maksimum di Titik-Titik Representatif di Sekitar Pulau F
Kecepatan aliran maksimum (m/s)
Tenggara
Breakwater
Selatan
Muara
Barat
Barat Laut
Utara
Timur Laut
Timur
1.38
0.62
1.22
2.01
0.91
0.36
0.88
0.32
0.39
Kecepatan aliran di Barat Laut dan Barat Pulau F didominasi oleh skenario debit buangan sungai dengan periode ulang 1/100 tahun. Pulau F diproteksi dari kecepatan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 40
aliran pasang surut yang tinggi oleh pulau-pulau di sekitarnya. Jika Pulau E tidak akan dibangun, maka kecepatan aliran akan semakin besar. Dalam hal ini, kecepatan aliran di barat laut Pulau F diekspektasikan memiliki nilai maksimum sebesar 1,7 m/s. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas, maka terjadi perubahan kondisi arus berupa peningkatan percepatan arus pada titik-titik tertentu. Berdasarkan skenarioskenario ekstrim seperti yang tertera diatas, maka perubahan kecepatan arus tersebut tidaklah signifikan. Sifat penting dampak keberadaan Pulau F terhadap perubahan pola arus kaitannya dengan pasca konstruksi reklamasi Pulau F dapat disimpulkan sebagai berikut: Tabel 3.19. Sifat Penting Dampak Kegiatan Paska Konstruksi Terhadap Perubahan Arus Laut Faktor Penentu Dampak
Tingkat Kepentingan Dampak
Jumlah manusia terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Tidak Penting
Dasar Penilaian Keberadaan pulau F akan menyebabkan terjadinya perubahan arah arus. Namun dengan dibangunnya pulau E dan pulau G diprediksi pulau F akan terlindungi dari aliran pasang surut tinggi. Persebaran dampak ini hanya terjadi di sekitar Pulau F yang telah terbentuk. Persebarannya akan terhambat dengan keberadaan pulau disekitarnya/ Intensitas terjadi dampak terjadi setelah Pulau terbentuk. Dbandingkan dengan kondisi eksisting, keberadaan Pulau F, menyebabkan perubahan kecepatan arus dari 0.2 - 0.5 m/s hingga 1.38 m/s di sisi tenggara Pulau F, 1.22 m/s di sisi selatan Pulau F, 0.91 m/s di sisi barat Pulau F, dan 0.88 m/s disisi Utara Dampak perubahaan arus laut terjadi setelah keberadaan Pulau
Intensitas dampak
Penting
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah sedimentasi atau abrasi di sekitar tapak proyek
Sifat kumulatif dampak
Penting
Bersifat komulatif karena dapat menimbulkan dampak Lingkungan yang lain.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 41
Faktor Penentu Dampak Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
3.3.1.3.
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting
Dasar Penilaian Sifat dampak tidak berbalik, karena tidak ada gangguan pada komponen lain.
Perubahan pola arus dengan keberadaan Pulau F di tahap paska konstruksi adalah merupakan dampak penting.
Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai disebabkan oleh faktor alam dan aktifitas manusia. Faktor alam utama yang mempengaruhi adalah gelombang, pasang-surut, arus, angin, dan sedimentasi dari sungai. Dapat dikatakan bahwa aliran pasang surut dan kondisi gelombang pada umumnya bukanlah merupakan faktor utama dalam re-suspensi sedimen. Hal ini berdasarkan perbandingan simulasi yang dibuat antara situasi dengan dan tanpa reklamasi Pulau F, referensi: Morphology study (RHDHV, 2013). Teluk Jakarta merupakan sebuah sistem yang lambat terisi sedimen dan yang sebagian besar sedimen naturalnya terdiri dari lumpur. Sedimen ini dapat dengan mudah tererosi apabila tidak terkonsolidasi. Sedimentasi ini pada umumnya berada pada lokasi yang kecepatan alirannya kecil. Dapat dikatakan bahwa perubahan garis pantai di Teluk Jakarta umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia, antara lain pembangunan di depan garis pantai atau penambangan pasir. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di Pantai Utara Jakarta bagian Timur. Aktifitas manusia menyebabkan terjadinya perubahan dalam keseimbangan alam, sehingga pantai akan mencari keseimbangan baru, referensi: Paper, Profesor Hang Tuah (1995). Dalam Gambar 2.18 pada Bab II terlihat beberapa bagian pantai di Teluk Jakarta yang mengalami abrasi dan akresi. Pada gambar tersebut terlihat bahwa bagian pantai yang mengalami abrasi umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia, yaitu pantai Ancol yang dibatasi oleh 2 (dua) groin dan sebelah Barat pelabuhan Tanjung Priok oleh breakwater. Kedua bagian pantai tersebut telah mengalami keseimbangan baru. Pembangunan tambak di bagian Barat perairan Teluk Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tanaman mangrove. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Hang Tuah (1995), reklamasi akan mengakibatkan perubahan pola angkutan sedimen litoral, terutama di daerah sekitar lokasi reklamasi. Proses sedimentasi dan perubahan garis pantai mengakibatkan dampak terjadinya gangguan terhadap keseimbangan alam. Keseimbangan baru yang terbentuk dipengaruhi oleh iklim gelombang, yakni pada saat suplai sedimen telah berhenti. Keseimbangan akan terjadi apabila arah gelombang adalah tegak lurus terhadap pantai. Jika arah gelombang membentuk sudut terhadap pantai, maka akan terjadi arus litoral yang membawa sedimen di sepanjang pantai. Untuk kondisi batimetri Teluk Jakarta yang landai, angkutan sedimen dalam arah tegak
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 42
lurus pantai relatif dapat diabaikan. Berdasarkan hasil pemodelan dengan model Genesis atau SMS (Gambar ( 3.17), menunjukkan bahwa perubahan terbesar terjadi pada masa kegiatan reklamasi, oleh karena garis pantai belum mengikuti alinyemen garis pantai yang stabil. Perubahan juga akan terjadi pada bagian pantai yang tidak mengikuti garis pantai yang stabil. Namun secara keseluruhan keseluruhan net sediment yang terbentuk adalah kecil.
Gambar 3.17. Prakiraan Perubahan Garis Pantai Setelah Reklamasi di Teluk Jakarta
Berdasarkan penjelasan di atas, atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan memiliki net sediment yang terbentuk akibat kegiatan reklamasi adalah kecil, selanjutnya perubahan garis pantai ini tidak dapat ditinjau secara terpisah karena keberadaan Pulau F saja, namun harus mempertimbangkan keberadaan pulau-pulau pulau lainnya di Teluk eluk Jakarta. Berdasarkan penjelasan enjelasan diatas, sifat penting dampak perubahan garis pantai terhadap keberadaan Pulau F dijelaskan dalam Tabel 3.20 berikut. Tabel 3.20. Sifat Penting Dampak Perubahan Garis Pantai Terhadap T Keberadaan Pulau F Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak Luas wilayah persebaran dampak
Tingkat Kepentingan Dampak
Dasar Penilaian
Tidak Penting
Tidak ada masyarakat yang terkena dampak adanya perubahan garis pantai.
Tidak Penting
Dampak tidak menyebar karena garis pantai dipengaruhi oleh kecepatan arus dan arah angin dominan
Analisis alisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 43
Tingkat Kepentingan Dampak
Dasar Penilaian
Tidak Penting
Intensitas terjadi dampak sangat jarang,berlangsung pada paska konstruksi (pulau telah terbentuk)
Lamanya dampak berlangsung
Tidak Penting
Lamanya dampak adalah sementara pada saat terkena arus yang kuat.
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Tidak Penting
Tidak ada komponen lingkungan lain yang terganggu
Tidak Penting
Dampak tidak bersifat komulatif karena tidak ada dampak lain yang terpengaruh
Tidak Penting
Sifat dampak berbalik dan tidak ada gangguan pada komponen lain.
Faktor Penentu Dampak Intensitas dampak
Sifat kumulatif dampak Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
3.3.1.4.
Perubahan garis pantai pada tahap pasca konstruksi merupakan dampak tidak penting.
Sampah
Prakiraan terjadinya ganguan sampah pada paska konstruksi pulau F bukan diakibatkan oleh adanya Pulau F. Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa timbulan sampah yang ditemukan di sepanjang pesisir pantai bersumber dari kegiatan di daratan yang masuk melalui muara Sungai Angke. Gambar 3.18 menunjukkan kondisi lingkungan sekitar lokasi reklamasi Pulau F.
Gambar 3.18.
Kondisi Lingkungan Sekitar Lokasi Reklamasi Pulau F
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 44
Jenis sampah yang terlihat di muara Sungai Angke seperti; plastik, bekas tempat tidur, besi bekas dan cangkang kerang hijau serta banyak enceng gondok yang tumbuh subur di muara Sungai Angke yang mengakibatkan terjadi pendangkalan dan menghambat laju pergerakan sampah yang di bawa melalui aliran Sungai Angke. Keberadaan Pulau F hasil reklamasi tidak akan menambah beban timbulan sampah dikarenakan studi Amdal ini hanya sampai wujud pulau tidak sampai Pulau ini dioperasionalkan. Walaupun demikian sampah yang datang dari muara sungai timbulannya semakin banyak karena yang tadinya sampah itu terbawa arus ketika tidak adanya pulau, maka setelah keberadaan pulau jadi tertahan dan menumpuk di areal antara pulau dan daratan. Tertumpuknya sampah di perairan pantai, jika tidak ada upaya pengelolaan akan mempengaruhi kondisi mangrove yang letaknya hanya 1km dari pulau F. Tabel 3.21. Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Sampah Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak Luas wilayah persebaran dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting Penting
Dasar Penilaian Manusia yang terkena dampak pada relative kecil sekitar Muara Angke Luas wilayah persebaran timbunan sampah tergantung dari arah gelombang yang terjadi setiap waktu.
Intensitas dampak
Penting
Intensitas dampak adalah berulang hingga tahap operasi.
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Lamanya dampak adalah setiap saat.
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Komponen lingkungan lain yang akan terkena adalah komponen lingkungan terganggunya kawasan mangrove dan pada akhirnya mempengaruhi persepsi masyarakat.
Sifat kumulatif dampak
Penting
Dampak bersifat kumulatif karena dapat berulang setiap waktunya
Tidak Penting
Dampak bersifat berbalik, namun dampak turunan terutama aspek sosial ekonomi (kerugian dsb) bersifat tidak berbalik. Dinilai dari sifat berbaliknya dampak primer, maka dampak ini dinilai tidak penting.
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
Peningkatan gangguan sampah terhadap keberadaan Pulau F di tahap pasca konstruksi adalah merupakan dampak penting.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 45
3.3.1.5.
Perwujudan Tatanan Ruang
Kawasan reklamasi pantai merupakan kawasan hasil perluasan daerah pesisir pantai melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru. Kawasan reklamasi pantai termasuk dalam kategori kawasan yang terletak di tepi pantai, dimana pertumbuhan dan perkembangannya baik secara sosial, ekonomi, dan fisik sangat dipengaruhi oleh badan air laut. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di tepi pantai akan berimbas pada daerah sekitarnya termasuk kawasan reklamasi pantai sebagai perluasan kota tersebut. Hal ini tentu saja akan menimbulkan berbagai persoalan kompleks sehingga diperlukan pengaturan terhadap kawasan reklamasi pantai dimaksud. Dalam rangka menata pembangunan kawasan reklamasi pantai diperlukan suatu pedoman teknis yang operasional bagi pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam penyelenggaraan penataan ruang di kawasan reklamasi pantai. Pedoman teknis tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2030, dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, rencana reklamasi Pulau F seluas 190 Ha yang terletak di kawasan Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, rencana reklamasi Pulau F berada diantara Pulau E dan Pulau G, dimana lokasi tersebut tidak akan mengganggu PLTU/PLTGU Muara Tawar. Oleh karena itu sifat penting dampak keberadaan Pulau F terhadap perwujudan tatanan ruang adalah: Tabel 3.22. Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Perwujudan Tatanan Ruang Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting
Luas wilayah persebaran dampak
Tidak Penting
Intensitas dampak
Tidak Penting
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Tidak Penting
Dasar Penilaian Jumlah yang terkena dampak lebih sedikit dari pada yang menerima manfaat. Luas wilayah persebaran dampak hanya sekitar pulau F. Intensitas dampak adalah selama tahap operasi.
sekali
Lamanya dampak adalah setiap saat. Tidak ada komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 46
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting
Faktor Penentu Dampak Sifat kumulatif dampak Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
Tidak Penting
Dasar Penilaian Dampak tidak bersifat kumulatif Dampak bersifat berbalik, namun dampak turunan terutama aspek sosial ekonomi (kerugian dsb) bersifat tidak berbalik. Dinilai dari sifat berbaliknya dampak primer, maka dampak ini dinilai tidak penting.
Perwujudan tatanan ruang terhadap keberadaan Pulau F di tahap pasca konstruksi adalah merupakan dampak tidak penting.
3.3.2. Komponen Biologi 3.3.2.1.
Gangguan Mangrove
Dengan terbentuknya pulau hasil reklamasi yaitu Pulau F, maka gangguan terhadap kawasan hutan mangrove yang ada disebelah selatan Pulau F, diperkirakan akan terganggu yang disebabkan oleh adanya perubahan pola arus dan arah gelombang, dan disamping itu pula jalur atau akses nelayan di kawasan Muara Angke sedikit tergangu. Dari hasil survey lapangan yang dilakukan oleh tim studi Amdal, bahwa terdapat 41 jenis mangrove yang dikelompokan menjadi 13 jenis mangrove sejati dan 28 jenis mangrove ikutan. Berdasarkan studi tersebut dapat terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah jenis mangrove sejati sebesar 10,77 % dan penurunan mangrove ikutan mencapai 3,57%. Penurunan jumlah jenis mangrove di Hutan Lindung Angke-Kapuk tersebut dapat disebabkan antara lain oleh timbunan sampah. Timbunan sampah tersebut mengakibatkan tidak dapat tumbuhnya semai dan anakan mangrove yang membutuhkan substrat untuk tempat tumbuhnya, terganggunya respirasi, berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, dan kemungkinan adanya senyawa toksik yang dapat mengganggu komunitas mangrove. Selain itu, komunitas mangrove juga dipengaruhi oleh total padatan tersuspensi. Seperti yang dilaporkan oleh beberapa penelitian terdahulu (Woodroffe, 1992; Furukawa et. al. 1997; Ikeda, 2004) partikel-partikel tersuspensi biasanya terbawa dan tetap dalam kondisi tersupensi pada saat pasang laut tinggi, dan selanjutnya pada saat pasang rendah akan terdepositkan dalam wilayah mangrove tersebut. Oleh karena itu sesuai Keputusuan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 51 Tahun 2004, baku mutu untuk padatan tersuspensi total untuk kawasan mangrove harus dijaga agar di bawah 80 mg/l.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 47
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya komunitas mangrove juga terpengaruhi oleh sedimentasi, walupun pada dasarnya komunitas ini tahan terhadap sedimentasi ringan, namun jika sedimentasi tersebut cukup banyak sehingga menutup akar nafas (pneumatophore) atau akar tunjang pohon-pohon mangrove, maka akan menjadi fatal. Hal tersebut, terutama sangat mempengaruhi tumbuhan-tumbuhan anakan (Furukawa et. al. 1997). Tidak luput pula bahwa ekosistem mangrove merupakan habitat pesisir yang penting. Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) contohnya, merupakan kawasan Important Bird Area (IBA) oleh lembaga nirlaba Birdlife International (2014), karena terdapat dua spesies burung yang dilindungi yaitu Mycteria cinerea (bangau bluwok) dan Centropus nigrorufus (bubut jawa) serta habitat bagi berbagai burung penetap dan migrant regional (Birdlife International, 2014; IUCN, 2014). Selain sebagai IBA, SMMA juga merupakan tetangga dari Suaka Margasatwa Pulau Rambut yang telah dimasukan dalam Konvensi Lahan Basah Ramsar (Onrizal & Kusuma, 2004; Ramsar, 2014). Sehingga dapat disimpulkan kawasan mangrove di utara Jakarta adalah bagian penting dari habitat mangrove secara umum untuk Jakarta dan sekitarnya, namun juga sebagai habitat bagi fauna-fauna regional Asia dan Asia Tenggara. Oleh karena itu, walaupun kajian Amdal reklamasi ini tidak mencakup fase lanjutan seperti pendirian gedung atau struktur-struktur pelengkap Pulau F, selanjutnya perlu pula memperhatikan agar pembangunan lanjutan tersebut mempertimbangkan jalurjalur lintasan satwa burung yang akan melintas di sekitar Teluk Jakarta. Dengan terbentuknya Pulau F tersebut, berdasarkan keterangan modeling pada bagian terdahulu Bab II, maka potensi kerusakan terhadap komunitas mangrove relatif tidak signifikan. Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan proses pekerjaan reklamasi terhadap gangguan mangrove kaitannya dengan konstruksi reklamasi Pulau F adalah: Tabel 3.23. Sifat Penting Dampak Keberadaan Pulau F Terhadap Gangguan Mangrove Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting,
Tidak Penting
Dasar Penilaian Kawasan mangrove muara Angke merupakan kawasan yang dilindungi, dimana tidak sembarang orang dapat menjamah areal tersebut. Tidak ada manusia yang akan terkena dampak. Luas wilayah persebaran dampak, sebatas pada kawasan hutan lindung mangrove di muara angke serta sekitar tapak proyek terutama lintasan satwa.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 48
Faktor Penentu Dampak Intensitas dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Intensitas dampak diperkirakan terjadi selama kondisi mangrove terganggu dan belum adanya pengelolaan yang lebih baik
Lamanya dampak berlangsung
Penting
Lamanya dampak adalah selama masa pulau tersebut ada.
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Komponen lingkungan lain yang akan terkena adalah komponen lingkungan pada aspek biota laut dan jenis satwa liar yang masih terdapat di kawasan hutan mangrove dan sekitarnya.
Sifat kumulatif dampak
Tidak Penting
Dampak bersifat kumulatif karena dapat berulang setiap waktunya, namun apabila lingkungan sekitarnya telah diperbaharui maka kondisi secara alami hutan mangrove akan kembali normal
Berbalik atau tidak berbalik
Tidak Penting
Dampak bersifat berbalik, karena jika pengelolahan dilakukan dengan baik, maka kondisi akan kembali normal dan kondisi habitat tetap terjaga.
Kesimpulan
Adanya gangguan vegetasi mangrove pada keberadaan Pulau F di tahap pasca konstruksi adalah merupakan dampak tidak penting.
3.3.3. Komponen Sosial Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat 3.3.3.1.
Gangguan Aktivitas Nelayan
Kegiatan pasca konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya kegiatan demobilisasi peralatan keberadaan Pulau F diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap komponen lingkungan Sosekbudkesmas di sekitar lokasi kegiatan berupa gangguan aktivitas nelayan. Jarak antar pulau reklamasi yang telah ditetapkan pemerintah sejauh 300 meter, menurut mereka masih terlalu sempit dan dirasa akan mengganggu aktifitas pelayaran nelayan yang melewati areal tersebut. Terganggunya aktifitas nelayan akan mempengaruhi persepsi masyarakat karena mereka merasa pendapatan mereka akan menurun dengan terganggunya aktifitas mereka. Telah disebutkan dimuka (lihat Gambar 2.39, bab II) bahwa pasca kegiatan reklamasi pulau F akan menyisakan persoalan yang akan dihadapi warga. Setidaknya persoalan yang akan mengemuka pada tahap ini adalah pengaruhnya pada tingkat pendapatan warga. Jumlah nelayan (nelayan penetap dan pendatang) yang aktivitasnya akan terganggu berjumlah 9892 nelayan . Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 49
Hasil studi ini menunjukkan bahwa terdapat 7 mata pencaharian yang ditekuni oleh masyarakat di Muara Angke dengan jumlah pendapatan dan pengeluaran yang bervariasi. Bagi status pekerjaan anak buah kapal, karyawan usaha kerang hijau, dan karyawan ikan asin secara mayoritas memiliki pola yang hampir sama dimana pendapatan rata-rata yang didapatkan adalah sebesar Rp500.000 s.d Rp. 1.500.000 dan pengeluaran rata-rata yang didapatkan adalah sebesar Rp.500.000 s.d Rp. Rp. 500.000 dan sisanya di atas Rp. 1.600.000. Artinya hanya sedikit uang yang dapat disisihkan untuk ditabung dikarenakan rata-rata pendapatan dan pengeluaran hampir sama serta cenderung untuk mengalami kekurangan dikarenakan pendapatan yang dimiliki tidak lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan yang didapatkan. Dengan demikian jika aktifitas dari para nelayan tersebut terganggu, dalam artian bahwa kegiatan mencari nafkah mereka terganggu, akibat jalur lalu lintas terhalang oleh adanya pulau F, maka jelas pendapatan yang diperoleh akan mengalami penurunan. Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan demobilisasi peralatan terhadap gangguan aktivitas nelayan kaitannya dengan pasca konstruksi reklamasi Pulau F adalah: Tabel 3.24. Sifat Penting Dampak Kegiatan Pasca Konstruksi Reklamasi Pulau F Terhadap Gangguan Aktivitas Nelayan Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Penduduk disekitar Muara terutama masyarakat nelayan
Angke
Luas wilayah persebaran dampak
Penting
Persebaran dampak ini hanya terjadi di jalur pelayaran kapal nelayan.
Intensitas dampak
Penting
Intensitas terjadi dampak, akan berlangsung selama tahap pasca konstruksi dan berlanjut pada tahap operasi
Lamanya dampak berlangsung
Tidak Penting
Lamanya dampak adalah hanya selama masa pasca konstruksi berlangsung
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Komponen lingkungan yang terpengaruh seperti; biota laut, berkurangnya jenis tangkapan ikan, penurunan tingkat pendapatan masyarakat.
Sifat kumulatif dampak
Penting
Bersifat komulatif karena dapat menimbulkan dampak Lingkungan yang lain.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 50
Faktor Penentu Dampak Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
3.3.3.2.
Tingkat Kepentingan Dampak Tidak Penting
Dasar Penilaian Sifat dampak tidak berbalik, karena tidak ada gangguan pada komponen lain.
Adanga gangguan aktivitas nelayan pada kegiatan demobilisasi peralatan konstruksi dan keberadaan Pulau F adalah merupakan dampak penting.
Keresahan Masyarakat
Kegiatan paska konstruksi rencana reklamasi Pulau F berpotensi menimbulkan dampak-dampak yang akan diterima masyarakat. Dampak potensial yang bersifat negatif berupa rasa khawatir akan timbulnya dampak lingkungan yang bersifat negatif akibat kegiatan paska konstruksi reklamasi Pulau F, seperti aktivitas nelayan yang terganggu, terjadinya sedimentasi atau berubahnya garis pantai dan pemutusan hubungan kerja bagi tenaga kerja konstruksi. Kekhawatiran di atas, dapat berupa keresahan maupun konflik vertikal maupun horisontal yang akhirnya menentukan sikap dan persepsi negatif dari masyarakat terhadap pemutusan tenaga kerja selama proses konstruksi sehingga dampak yang diprakirakan bersifat penting karena menentukan sikap dan persepsi terhadap keberadaan Pulau F. Informasi terhadap pemutusan tenaga kerja konstruksi sangat membantu dalam meminimalisir dampak negatif yang timbul. Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan pemutusan tenaga kerja terhadap keresahan masyarakat kaitannya dengan rencana reklamasi Pulau F disajikan pada Tabel 3.25. Tabel 3.25. Sifat Penting Dampak Pengakhiran Tenaga Kerja Konstruksi dan Keberadaan Pulau F Terhadap Keresahan Masyarakat Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Luas wilayah persebaran dampak Intensitas dampak
Tidak penting
Lamanya dampak
Tidak Penting
Penting
Dasar Penilaian Jumlah manusia di wilayah studi terkena dampak tetapi tidak mendapat manfaat lebih besar daripada jumlah manusia di wilayah studi yang menerima manfaat. Wilayah persebaran dampak tidak mengalami perubahan mendasar. Dampak dapat menimbulkan konflik sosial. Berlangsung hanya satu tahapan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 51
Faktor Penentu Dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbalik Kesimpulan
3.3.3.3.
Tingkat Kepentingan Dampak
Dasar Penilaian
Tidak Penting
kegiatan Jumlah komponen lingkungan terkena dampak primer tidak ada,
Penting
Dampak bersifat kumulatif karena dapat memicu persoalan baru seperti perselisihan, dan mengganggu keharmonisan bermasyarakat Tidak Penting Keresahan masyarakat menyebabkan sikap dan persepsi masyarakat dapat berbalik menjadi negatif Keresahan masyarakat pada kegiatan pengakhiran tenaga kerja konstruksi di tahap pasca konstruksi adalah dampak penting.
Perubahan Persepsi Masyarakat
Kegiatan pada tahap pasca konstruksi reklamasi Pulau F seluruh kegiatannya berpotensi menimbulkan dampak-dampak yang akan diterima masyarakat baik itu yang bersifat negatif maupun yang berisfat positif. Sehubungan dengan rencana reklamasi Pulau F hasil study dilapangan menunjukkan bahwa sebanyak 66% warga tidak pernah mengetahui (34% warga mengetahui) tata cara pengakhiran tenaga kerja konstruksi reklamasi Pulau F. Pada umumnya penyebab banyaknya warga yang tidak mengetahui rencana reklamasi antara lain: tidak adanya sosialisasi yang dilakukan kepada warga, kesibukan warga itu sendiri sehingga tidak sempat mencari informasi, dan minimnya akses informasi terkait agenda pembangunan. Ketidaktahuan warga terkait reklamasi Pulau F, akhirnya berdampak terhadap anggapan kewajaran bagi warga yang tidak memperoleh informasi tentang rencana konstruksi reklamasi Pulau F tersebut. Warga yang menganggap tidak wajar atas informasi yang tidak diperoleh, beberapa alasan yang dikemukakan adalah karena mereka warga Muara Angke dan bila ada hal-hal yang terjadi di daerah tersebut maka akan berdampak pada warga masyarakat setempat. Meski sebagian besar warga Muara Angke tidak mengetahui informasi tentang tahapan pengakhiran tenaga kerja konstruksi reklamasi Pulau F dan sebagian menganggap tidak wajar dan ragu-ragu atas ketidakjelasan informasi yang ada, akan tetapi warga Muara Angke masih berharap dapat diminimalisir dengan melkukan pengelolaan seperti melaksanakan CSR (Coorporate Social Responsibility) terhadap masyarakat sekitar Pulau F. Oleh karena itu sifat penting dampak kegiatan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 52
pengakhiran tenaga kerja serta keberadaan Pulau F terhadap perubahan persepsi masyarakat kaitannya dengan rencana reklamasi Pulau F adalah: Tabel 3.26. Sifat Penting Dampak Kegiatan Pasca Konstruksi Reklamasi Pulau F Terhadap Perubahan Persepsi Masyarakat Faktor Penentu Dampak Jumlah manusia terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Tingkat Kepentingan Dampak Penting
Dasar Penilaian Jumlah manusia di wilayah studi terkena dampak tetapi tidak mendapat manfaat lebih besar daripada jumlah manusia di wilayah studi yang menerima manfaat.
Tidak penting
Wilayah persebaran dampak tidak mengalami perubahan mendasar.
Intensitas dampak
Penting
Dampak dapat menimbulkan konflik sosial.
Lamanya dampak berlangsung Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Penting
Sifat kumulatif dampak
Penting
Berlangsung pada beberapa tahapan kegiatan Apabila penanganan tidak dilakukan dengan baik maka akan mengakibatkan komponen lingkungan lain terkena dampak Dampak bersifat kumulatif karena dapat memicu persoalan baru seperti perselisihan, dan mengganggu keharmonisan bermasyarakat serta gagalnya proses reklamasi Pengelolaan yang tidak baik dapat menyebabkan perubahan sikap dan persepsi masyarakat berbalik menjadi negatif
Berbalik atau tidak berbalik
Kesimpulan
Penting
Tidak Penting
Sikap dan persepsi masyarakat pada kegiatan pengakhiran tenaga kerja dan keberadaan pulau di tahap pasca konstruksi adalah dampak penting.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
III - 53
4
EVALUASI SECARA HOLISTIK TERHADAP DAMPAK LINGKUNGAN
Dalam rangka melaksanakan evaluasi dampak penting, maka kajian atau telaahan akan dilaksanakan secara holistik dengan metode evaluasi menggunakan matrik interaksi. Beragam dampak penting yang akan dievaluasi, akan ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi yang didasarkan atas hasil prakiraan dampak penting yang dapat timbul dalam lingkup ruang dan waktu yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi ini digunakan sebagai alat pertimbangan oleh instansi yang berwenang untuk memutuskan kelayakan lingkungan hidup dari rencana kegiatan tersebut. Selanjutnya dampak penting yang dihasilkan dari prakiraan dampak akan digunakan sebagai acuan dalam rangka menetapkan dampak-dampak penting yang harus dikelola.
4.1. Telaahan Hipotetik
Keterkaitan
dan
Interaksi
Seluruh
Dampak
Penting
Dampak penting hipotetik (DPH) yang pada bab III telah diprakirakan berdasarkan sifat, besaran serta tingkat kepentingan dampak selanjutnya akan dievaluasi dan ditelaah secara holistik. Penilaian secara holistik, dimaksudkan sebagai penilaian secara totalitas terhadap semua dampak penting yang timbul akibat kegiatan rencana reklamasi pulau F sebagai satu kesatuan utuh, saling terkait dan saling mempengaruhi, serta sifatnya saling memperkuat (sinergitis) ataupun saling memperlemah (antagonitis). Evaluasi dampak secara holistis dilakukan dengan meninjau “besaran dan pentingnya” dampak-dampak yang telah diperkirakan timbul sebagaimana diuraikan pada bab III secara menyeluruh (komperehensif). Evaluasi dampak secara holistis tersebut dibantu dengan matrik dan untuk melihat keterkaitan antar dampak digunakan bagan alir dampak. Matrik evaluasi dampak secara holistik disajikan pada Tabel 4.1. Hasil evaluasi seperti tertuang dalam tabel matrik evaluasi dampak kegiatan dapat menggambarkan arah dan kecenderungan perubahan lingkungan yang mungkin akan terjadi. Beberapa hal yang disimpulkan dari Tabel 4.1. tersebut adalah sebagai berikut : a. Komponen kegiatan yang menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial, ekonomi dan budaya adalah: 1) Pada tahap pra konstruksi adalah sosialisasi rencana kegiatan. 2) Pada tahap konstruksi terdiri dari recruitment tenaga kerja, kegiatan mobilisasi peralatan dan material, kegiatan pengangkutan material reklamasi, proses pekerjaan reklamasi.
3) Pada tahap pasca konstruksi terdiri dari pengakhiran tenaga kerja, dan keberadaan pulau hasil reklamasi b. Kegiatan yang menimbulkan dampak langsung terhadap komponen fisik kimia biologi, kemudian menimbulkan dampak lanjutan terhadap komponen bioogi; sosial ekonomi dan budaya adalah kegiatan proses pekerjaan reklamasi, dan pengisian material top soil pada tahap konstruksi serta keberadaan pulau hasil reklamasi pada tahap pasca konstruksi. c. Kegiatan yang menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada sub komponen lingkungan hidup yang menonjol karena lebih banyak terkena dampak dari sub komponen kegiatan rencana reklamasi pulau F secara berurutan adalah perubahan persepsi masyarakat, keresahan masyarakat, gangguan aktivitas nelayan, kualitas air laut, peningkatan muka air, peningkatan sedimentasi, gangguan estetika (sampah), gangguan mangrove, gangguan biota laut, gangguan aktivitas nelayan, kesempatan kerja dan berusaha serta gangguan kamtibmas. Pada dasarnya setiap komponen lingkungan tidak ada yang berdiri sendiri (independent), maka perubahan mendasar yang dialami oleh suatu komponen lingkungan akan membawa akibat lanjutan pada komponen lingkungan lainnya sebagai dampak lanjutan (dampak sekunder). Komponen lingkungan ini selanjutnya membangkitkan perubahan pula pada komponen lingkungan lainnya (dampak tersier). Demikian seterusnya, hingga di berbagai komponen dampak penting lingkungan tersebut terjalin hubungan sebab akibat seperti disajikan pada Gambar 4.1. Telaah sebagai dasar pengelolaan dilakukan dengan: menelaah hubungan sebab akibat (kausatif) antara rencana kegiatan dan rona lingkungan hidup dengan dampak positif dan negatif yang mungkin; menelaah ciri dampak penting, dalam arti apakah dampak penting baik positif atau negatif akan berlangsung terus selama rencana kegiatan berlangsung atau antara dampak-dampak satu dengan dampak yang lainnya akan terdapat hubungan timbal baik yang antagonistis (bertentangan/berbanding terbalik) dan sinergistis (bersesuaian/berbanding lurus); menelaah kelompok masyarakat yang akan terkena dampak negatif dan kelompok yang akan terkena dampak positif; dan menelaah luas sebaran dampak dengan menguraian kemungkinan seberapa luas daerah yang akan terkena dampak penting, apakah hanya akan dirasakan dampaknya secara lokal, regional atau nasional.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 2
Tabel 4.1. Matriks Evaluasi Dampak Penting Hipotetik Komponen Kegiatan No
Komponen Lingkungan
A. Fisika – Kimia 1. Penurunan kualitas air laut 2. Peningkatan muka air 3. Perubahan arus laut 4. Penyebaran TSS 5. Perubahan bentuk pantai 6. Gangguan estetika (sampah) 7. Perwujudan tatanan ruang B. Biologi 1. Gangguan mangrove 3. Gangguan biota laut C. Sosekbud-Kesmas 1. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha 3. Gangguan aktivitas nelayan 4. Gangguan kamtibmas 5. Keresahan masyarakat 6. Perubahan persepsi masyarakat Keterangan (P) = Dampak Penting Hipotetis (DPH) ( - ) = Bukan DPH Tahap Pra Konstruksi 1. Sosialisasi rencana kegiatan
Tahap Pra Konstruksi
Tahap Konstruksi
Tahap Pasca Konstruksi
1
1
2
3
4
5
1
2
3
-
-
-
-
(-) P (-) P -
-
-
-
(-) P (-) P TP (-) P TP
-
-
-
-
(-) P (-) P
-
-
-
TP -
(-) P (-) P
(±) P (-) P (-) P (-) P
(-) P (-) P
(-) P (-) P
(-) P (-) P (-) P
-
(-) P -
(-) P (-) P
(-) P (-) P (-) P
Tahap Konstruksi 1. Rekruitmen tenaga kerja 2. Mobilisasi peralatan dan material 3. Pengangkutan material reklamasi 4. Proses pekerjaan reklamasi 5. Pengisian material Top soil
Tahap Pasca Konstruksi 1. Demobilisasi peralatan 2. Pengahiran tenaga kerja 3. Keberadaan dan pemeliharaan pulau hasil reklamasi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 3
Gambar 4.1.
Bagan Alir Evaluasi Dampak Penting Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 4
4.1.1 Perubahan Persepsi Masyarakat Kegiatan sosialisasi rencana reklamasi Pulau F pada tahap pra konstruksi berpotensi menimbulkan dampak-dampak yang akan diterima masyarakat baik itu yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Dampak langsung yang diperkirakan terjadi adalah terjadinya keresahan masyarakat dan selanjutnya akan mendorong terjadinya perubahan persepsi masyarakat terhadap kegiatan proyek yang semula menganggap positif menjadi negatif. Kegiatan sosialisasi kegiatan sebaiknya dilakukan : (1) secara transparan dan jelas menyampaikan tentang rencana reklamasi yang akan dilakukan, kemungkinan dampak positif maupun negatif yang akan diterima masyarakat (2) dilakukan dengan dua arah sehingga masyarakat dapat menyampaikan masukan ,saran atau keluhan terkait reklamasi secara terbuka, (3) melibatkan tokoh masyarakat dan pemuka agama setempat. JIka masyarakat sekitar tidak mendapat informasi yang jelas tentang kegiatan reklamasi yang dilakukan, dikhawatirkan akan muncul isu isu yang kurang baik. Berdasarkan survai yang dilakukan pada tahun 2013 diketahui bahwa sebanyak 66% warga tidak pernah mengetahui (34% warga mengetahui) adanya rencana reklamasi Pulau F. Pada umumnya penyebab banyaknya warga yang tidak mengetahui rencana reklamasi antara lain adalah: belum adanya sosialisasi yang dilakukan kepada warga, kesibukan warga itu sendiri sehingga tidak sempat mencari informasi, dan minimnya akses informasi terkait agenda pembangunan. Selanjutnya perihal dugaan peruntukkan lahan/pulau reklamasi Pulau F sebagian besar warga menyampaikan bahwa pembangunan reklamasi pulau F ini sama sekali tidak memberikan dampak keuntungan bagi mata pencaharian serta sumber ekonomi mereka di laut. Hal ini dapat terjadi mengingat minimnya informasi yang diketahui oleh warga terkait reklamasi pulau F ini. Meski sebagian besar warga Muara Angke tidak mengetahui informasi tentang rencana reklamasi Pulau F dan sebagian menganggap tidak wajar dan ragu-ragu atas ketidakjelasan informasi yang ada, akan tetapi warga Muara Angke masih berharap dapat berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau F. Hal-hal diatas penting untuk dapat diperhatikan, baik oleh pemerintah daerah maupun pemrakarsa kegiatan atau rekanan investor swasta untuk meminimalisir potensi munculnya keresahan yang mungkin akan terjadi akibat rencana reklamasi Pulau F tersebut dengan cara berpihak pada kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan hak-hak masyarakat di Muara Angke dengan tidak meminggirkan rakyat kecil dan menimbulkan masalah-masalah sosial baru, sehingga persepsi masyarakat terhadap rencana reklamasi pulau F akan berubah menjadi positif. Pada tahap konstruksi rencana reklamasi pulau F yaitu pada kegiatan rekruitmen tenaga kerja, mobilisasi peralatan dan material, pengangkutan material reklamasi, serta proses pekerjaan reklamasi, terjadinya perubahan persepsi masyarakat adalah merupakan muara dari seluruh dampak yang diperkirakan terjadi yakni akibat terjadinya (a) penurunan kualitas air yang berdampak lanjutan terhadap terjadinya gangguan biota laut, (b) penyebaran TSS yang menimbulkan dampak lanjutan berupa
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 5
gangguan mangrove, (c) aktifitas nelayan (d) kesempatan kerja dan berusaha, dan (e) gangguan kamtibmas. Selanjutnya pada tahap paska Konstruksi. Terjadinya perubahan persepsi masyarakat diakibatkan oleh adanya beberapa aktifitas setelah pulau reklamasi terbentuk yaitu pengakhiran tenaga kerja konstruksi, demobilisasi kegiatan, dan (akibat keberadaan pulau hasil reklamasi. Kegiatan kegiatan tersebut telah menimbulkan dampak penting berupa : (a) perubahan muka air laut yang menimbulkan dampak lanjutan berupa naiknya muka air di muara sungai angke, (b) perubahan pola arus yang menimbulkan dampak lanjutan pada perubahan bentuk pantai dan keresahan masyarakat, (c) gangguan aktifitas nelayan, (d) perwujudan tata ruang, serta (e) keberdaan sampah di wilayah pesisir pantai sekitar areak pulau reklamasi. Kegiatan pada tahap paska konstruksi reklamasi Pulau F seluruh kegiatannya berpotensi menimbulkan dampakdampak yang akan diterima masyarakat baik itu yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Sehubungan dengan rencana reklamasi Pulau F hasil study dilapangan menunjukkan bahwa sebanyak 66% warga tidak pernah mengetahui (34% warga mengetahui) tata cara pengakhiran tenaga kerja konstruksi reklamasi Pulau F. Pada umumnya penyebab banyaknya warga yang tidak mengetahui rencana reklamasi antara lain: tidak adanya sosialisasi yang dilakukan kepada warga, kesibukan warga itu sendiri sehingga tidak sempat mencari informasi, dan minimnya akses informasi terkait agenda pembangunan. Meski sebagian besar warga Muara Angke tidak mengetahui informasi tentang tahapan pengakhiran tenaga kerja konstruksi reklamasi Pulau F dan sebagian menganggap tidak wajar dan ragu-ragu atas ketidakjelasan informasi yang ada, akan tetapi warga Muara Angke masih berharap dapat diminimalisir dengan melakukan pengelolaan seperti melaksanakan CSR (Coorporate Social Responsibility) terhadap masyarakat sekitar Pulau F. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa munculnya potensi perubahan persepsi masyarakat terhadap rencana reklamasi Pulau F pada tahap pra konstruksi, konstruksi dan paska konstruksi, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu terus diperhatikan. 4.1.2 Penurunan Kualitas Air Laut Perkiraan dampak yang akan terjadi terhadap penurunan kualitas air laut bersumber dari kenaikan konsentrasi sedimen tersuspensi di perairan sekitar, yang bersumber dari ceceran/paparan material urugan ke perairan laut sekitar kegiatan proses pekerjaan reklamasi pada tahap konstruksi. Meningkatnya kekeruhan dan TSS akan mengakibatkan berkurangnya penetrasi sinar matahari ke perairan sehingga mempengaruhi proses fotosintesis. Hal tersebut akan berdampak pada kehidupan biota laut, terutama plankton. Gangguan pada kehidupan biota laut dapat mengakibatkan gangguan terhadap rantai makanan di komunitas sekitar tapak proyek. Selain itu, peningkatan kekeruhan tersebut juga dapat mengganggu kehidupan vegetasi mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke yang berada tidak jauh dari tapak proyek. Proses pengisian material reklamasi juga berpotensi menyebarkan paparan sedimen ke perairan di sekitarnya dan akan mengakibatkan padatan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 6
tersuspensi dan parameter kimia lainnya seperti parameter logam berat dan limbah domestik akan ikut menyebar ke perairan sekitar pulau F. Dampak negatif dari proses pekerjaan reklamasi pada tahap konstruksi tersebut diharapkan tidak menambah beban lingkungan kualitas air yang cukup tercemar pada saat ini. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa munculnya potensi penurunan kualitas air akibat kegiatan tahap konstruksi reklamasi Pulau F yakni proses pekerjaan reklamasi, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu terus diperhatikan dan dilakukan pengelolaan. 4.1.3 Penyebaran Sedimen Terjadinya penyebaran sedimen terjadi pada tahap konstruksi yakni selama proses pekerjaan reklamasi terutama aktivitas pengisian pasir dan kegiatan konstruksi sandkey dimana dilakukan pengerukan dan pembuangan lumpur. Kegiatan pengisian pasir dan konstruksi sandkey tersebut akan mengakibatkan meningkatnya penyebaran sedimen tersuspensi di lingkungan sekitar pada masa konstruksi terutama pada lokasilokasi yang sensitif (kawasan mangrove/bakau), dikarenakan sedimen yang berukuran kecil terbawa oleh arus selama proses pengisian pasir reklamasi. Peningkatan TSS tergantung pada kondisi hidrodinamik, kondisi meteorologi, metode dan lokasi pengisian pasir. Untuk menganalisa dampak dari pekerjaan ini terhadap peningkatan konsentrasi TSS di sekitar lokasi reklamasi, sebuah model aliran digunakan. Pemodelan ini dijelaskan secara detail pada Flow and Wave Modelling Study for Island F (Royal HaskoningDHV, 2013) dengan menggunakan perangkat lunak Delft3D. Dari hasil simulasi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya disebutkan bahwa akan terdapat periode selama masa pengisian pasir dimana nilai TSS (Total Suspended Solid) meningkat pada daerah sensitif (kawasan hutan mangrove). Angin memiliki pengaruh besar dari peningkatan konsentrasi TSS, karena arus akibat pasang surut cukup rendah. Selama musim munson barat, paparan sedimen halus ini akan berkembang menyebar ke arah timur. Selama musim munson timur, perkembangannya ke arah sebaliknya. Hal ini berarti TSS (konsentrasi sedimen tersuspensi) terbesar pada area mangrove akan ditemui pada musim munson timur. Untuk meminimalisir dampak negatif akibat paparan sedimen ini maka proses kegiatan treklamasi harus dilakukan dengan waktu yang tepat. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting penyebaran TSS F akibat kegiataan proses pekerjaan reklamasi pada tahap konstruksi, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu dilakukan pengelolaan. 4.1.4 Gangguan Aktivitas Nelayan Pada tahap kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya pada saat pelaksanaan kegiatan mobilisasi peralatan material, pengankutan material reklamasi, proses pekerjaan reklamasi dan pengisian material reklamasi diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap komponen lingkungan Sosekbudkesmas di sekitar lokasi kegiatan berupa terganggunya aktivitas nelayan terutama gangguan pada alur pelayaran nelayan dan aktivitas nelayan budidaya kerang hijau. Sebanyak 5590
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 7
nelayan penetap dan 4302 nelayan pendatang yang biasa berlabuh di pelabuhan ikan maupun TPI Muara Angke akan merasa terganggu oleh adanya kegiatan reklamasi. Antisipasi untuk meminimalisir dampak terjadinya gangguan terhadap aktifitas nelayan ini perlu dilakukan sedini mungkin, sehingga munculnya persepsi masyarakat yang negatif terhadap kegiatan proyek dapat dihindari. Terjadinya gangguan terhadap aktifitas nelayan akan berlanjut pada tahapan paska konstruksi dimana pulau reklamasi sudah terbentuk. Pada tahap ini peralatan yang selama konstruksi digunakan akan didemobilisasi menggunakan beberapa kapal tongkang. Setelah pulau F terbentuk, seluruh peralatan berat akan dikeluarkan dari pulau reklamasi. Pengangkutan peralatan tersebut seluruhnya akan dilakukan melalui jalur laut menuju pelabuhan besar. Gangguan terhadap aktifitas nelayan akan terjadi jika waktu kegiatan demobilisasi peralatan tidak mempertimbangkan waktu para nelayan mulai beraktifitas. Dalam meminimalisir dampak negatif yang timbul, Pemrakarsa akan meminta kontraktor pelaksana agar melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan selalu memantau aktifitas nelayan, sehingga kegiatan demobilisasi peralatan tidak akan mengganggu jalur pelayaran para nelayan. Dampak lainnya yang menyebabkan terganggunya aktifitas nelayan pada paska konstruksi adalah keberadaan pulau reklamasi. Jika sebelum ada pulau reklamasi, jalur pelayaran nampak luas; tetapi setelah ada pulau reklamasi, jalur pelayaran kapal kapal nelayan yang bersandar di pelabuhan Muara Angke hanya bisa lewat melalui jalur yang berada diantara pulau reklamasi selebar 300 meter. Mereka (nelayan) pada saat berlayar harus menyesuaikan diri dengan alur pelayaran setelah pulau terbentuk. Upaya untuk meminimalisir dampak terganggunya aktifitas nelayan perlu dilakukan, jika tidak maka akan mendorong munculnya persepsi masyarakat (terutama nelayan) yang negatif terhadap kegiatan proyek reklamasi. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa gangguan aktivitas nelayan akibat kegiataan pada tahap konstruksi maupun pada tahap paska konstruksi, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus dan dilakukan pengelolaan sedini mungkin. 4.1.5 Kesempatan Kerja dan Berusaha Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha akibat kegiatan penerimaan/rekruitment tenaga kerja untuk persiapan kontruksi rencana reklamasi pulau F merupakan salah satu yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini terungkap dalam kegiatan wawancara dan konsultasi publik, dimana 22 % responden yang diwawancarai menyatakan bahwa kegiatan rencana reklamasi pulau F akan membuka kesempatan kerja bagi penduduk sekitar, serta akan membuka peluang berusaha. Tetapi sebagian besar masyarakat sekitar lokasi tapak proyek, yaitu yang berada di wilayah kecamatan Penjaringan menyatakan tidak mendukung adanya reklamasi pulau F (78%). Minimnya informasi dan pengetahuan tentang manfaat kegiatan rencana reklamasi pulau F, membuat banyak penduduk merasa ragu dan menolak. Mereka merasa keberadaan pulau F akan mengganggu aktivitas mereka yang sebagian besar bermata pencaharian nelayan. Mereka juga mengkhawatirkan terjadinya penggusuran pemukiman dan lahan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 8
pekerjaan mereka. Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya kebutuhan tenaga kerja selama masa konstruksi secara total adalah sebanyak ± 300 orang yang terdiri atas 15 orang tenaga ahli, 35 orang terampil dan 250 orang tenaga kasar. Walaupun kebanyakan dari penduduk sekitar tapak proyek menyatakan tidak biasa melakukan pekerjaan bangunan, namum mereka merasa dapat memanfaatkan peluang berusaha ada dengan menyediakan tempak kost (terutama bagi pekerja yang tidak mampu untuk tinggal di barak) atau berjualan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja. Terbukanya peluang berusaha dan lapangan kerja baru yang ditimbulkan akibat kegiatan mobilisasi tenaga kerja merupakan dampak positif penting dan akan berubah menjadi dampak negatif penting saat kegiatan demobilisasi tenaga kerja, bila tidak diantisipasi dengan melakukan upaya-upaya pengelolaan terhadap dampak tersebut. Dampak meningkatnya kesempatan kerja dan berusaha pada tahap konstruksi merupakan dampak penting yang cenderung positif. Munculnya dampak ini berkaitan dengan kegiatan rekrutmen tenaga kerja untuk pelaksanaan fisik proyek. Dengan terbukanya peluang kerja/usaha sebenarnya bagi masyarakat sekitar proyek merupakan sumber penghasilan yang tetap walau hanya untuk periode tertentu. Karena itu sangat perlu diperhatikan untuk memberi prioritas kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, agar sejak dini masyarakat bisa merasakan manfaat proyek secara nyata. Bila kebutuhan tenaga kerja cukup banyak dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk bekerja, maka terjadi peningkatan pendapatan secara cukup luas di masyarakat, karena dengan bekerja sebagai tenaga kerja mereka mendapat penghasilan tetap secara teratur. Dampak positif ini dirasakan juga oleh para pendatang dari luar yang dapat kesempatan untuk bekerja di proyek. Dan dengan banyaknya pekerja yang datang tentunya mendorong terbukanya peluang berusaha bagi penduduk sekitar lokasi proyek, yaitu berdagang dalam rangka memenuhi kebutuhan makanan dan minuman bagi para pekerja atau jasa lain seperti penyewaan kamar kos. Tenaga kerja yang terlibat dalam tahap konstruksi dapat dikatakan cukup besar dan berlangsung selama tahap pembangunan fisik. Terjadinya peningkatan peluang usaha/kerja ini akan mendorong munculnya persepsi sangat positif dari masyarakat terhadap kegiatan reklamasi pulau F ini. Namun demikian sebaliknya, kegiatan penerimaan tenaga kerja pada saat konstruksi rencana reklamasi ini akan bersifat negatif jika ternyata sebagian besar masyarakat yang sebelumnya berminat untuk dapat bekerja di proyek reklamasi pada kenyataannya tidak dapat diterima. Kondisi ini akan menimbulkan dampak lanjutan berupa keresahan masyarakat. Mereka akan kecewa dan jika tidak diantisipasi akan berpotensi menimbulkan dampak lanjutan berupa gangguan kamtibmas, dan pada akhirnya mendorong terjadinya perubahan persepsi masyarakat yang semula bersifat positif menjadi negatif. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa peluang berusaha/bekerja akibat kegiataan penerimaan tenaga kerja pada tahap konstruksi, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu terus dikembangkan.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 9
4.1.6 Gangguan Kamtibmas Kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya pada saat pelaksanaan kegiatan rekruitmen tenaga kerja diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap komponen lingkungan sosial di sekitar lokasi kegiatan, yaitu berupa gangguan kamtibmas. Kegiatan Perekrutan tenaga kerja lokal ini berdampak positif karena meningkatnya pendapatan masyarakat di sekitar lokasi reklamasi Pulau F. Kegiatan perekrutan tenaga kerja pada tahap konstruksi sebagai upaya pelibatan masyarakat sekitar wilayah proyek didasari kepada kebutuhan yang dikorelasikan dengan ketrampilan, keahlian, tingkat pendidikan masyarakat. Selain menimbulkan dampak positif, kegiatan perekrutan tenaga kerja juga berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa kecemburuan sosial, hal ini terjadi manakala proses penerimaan tenaga kerja kurang melibatkan tenaga sekitar atau tidak mampu menyerap tenaga local karena terbentur ketidak sesuaian dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Apabila masalah ini tidak dicermati dengan baik, maka akan berdampak kepada masalah gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Oleh karena itu, maka dampak penting berupa gangguan kamtibmas akibat kegiataan rekruitmen tenaga kerja pada tahap konstruksi, nyata merupakan isu lingkungan yang perlu dilakukan pengelolaan. 4.1.7 Peningkatan Muka Air Dampak negatif terhadap kondisi Fisik-Kimia di sekitar lokasi kegiatan berupa peningkatan muka air disekitar Pulau F terutama di muara sungai diperkirakan akan timbul dari kegiatan pasca konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya pengaruh terhadap keberadaan Pulau F. Untuk mengestimasi pengaruh hasil reklamasi pulau F terhadap peningkatan permukaan air di muara Sungai Angke, model hidrodinamik Delft3D digunakan. Dari pemodelan ini, dihasilkan analisis pengaruh keberadaan Pulau F (dikombinasikan dengan keberadaan Pulau E dan Pulau G) terhadap peningkatan muka air pada kondisi pasang tinggi dikombinasikan dengan volume curah hujan pada saat periode ulang 1/100 tahun. Jika salah satu dari pulau-pulau ini tidak akan dibangun, diprediksikan (berdasarkan pertimbangan ahli/engineering judgement) bahwa backwater effect pada kenaikan muka air di Muara Angke akan kurang dari 5 cm. Terjadinya peningkatan muka air di sungai Angke jika tidak ada upaya untuk mengatasinya berpotensi akan menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat sekitar Muara Angke, yang pada akhirnya akan mendorong munculnya persepsi masyarakat yang negatif terhadap proyek. Upaya pengelolaan lingkungan yang direncanakan oleh pengelola pulau reklamasi dalam rangka meminimalisir dampak negatik akibat peningkatan muka air perlu di integrasikan dengan program pengendalian banjir dari pemerintah DKI Jakarta.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 10
Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa peningkatan muka air di muara sungai akibat kegiatan pasca konstruksi reklamasi Pulau F, nyata merupakan isu lingkungan yang perlu mendapat perhatian dan dilakukan pengelolaan. 4.1.8 Perubahan Arus Laut Terbentuknya Pulau F akan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan disekitarnya. Dampak tersebut berupa berubahnya arus laut di sekitar lokasi Pulau F. Berdasarkan hasil analisis melalui pemodelan dengan membandingkan pengaruh ada dan tidaknya Pulau F terhadap perubahan arus laut, maka diekspektasikan terdapat perubahan kecepatan arus dari 0.2 - 0.5 m/s hingga 1.38 m/s di sisi tenggara Pulau F, 1.22 m/s di sisi selatan Pulau F, 0.91 m/s di sisi barat Pulau F, dan 0.88 m/s disisi Utara. Kecepatan aliran di Barat Laut dan Barat Pulau F didominasi oleh skenario debit buangan sungai dengan periode ulang 1/100 tahun. Pulau F diproteksi dari kecepatan aliran pasang surut yang tinggi oleh pulau-pulau di sekitarnya. Jika Pulau E tidak akan dibangun, maka kecepatan aliran akan semakin besar. Dalam hal ini, kecepatan aliran di barat laut Pulau F diekspektasikan memiliki nilai maksimum sebesar 1,7 m/s. Berdasarkan skenario-skenario ekstrim seperti yang telah dibahas pada bab perkiraan dampak, maka perubahan kecepatan arus tersebut tidaklah signifikan atau dari sisi tingkat kepentingan dampak, terjadinya dampak berupa perubahan pola arus, termasuk dampak tidak penting. Namun demikian adanya perubahan arus laut ini tetap harus ada tindakan pengelolaannya. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa perubahan arus laut akibat kegiataan pasca konstruksi reklamasi Pulau F, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu terus menjadi perhatian. 4.1.9 Sampah Pada tahap paska konstruksi, dimana pulau reklamasi terbentuk, sebenarnya sama sekali tidak menimbulkan dampak terhadap peningkatan timbulan samah. Namun demikian berdasarkan hasil pengamatan kondisi eksisting di sepanjang pesisir sekitar rencana reklamasi pulau F ditemukan banyak tumpukan sampah. Sampah tersebut masuk melalui muara Sungai Angke. Sumber sampah yang masuk ke Sungai Angke berasal dari kegiatan sekitarnya sepanjang alur Sungai Angke, dan kebiasaan masyarakat yang bermukim di sisi Sungai Angke membuang sampah ke sungai, karena kurang tersedianya tempat buang sampah di daerah tersebut. Keberadaan Pulau F hasil reklamasi sebenarnya tidak akan menambah timbulan sampah, namun demikian akan terjadi sebaliknya dimana sampah semakin menumpuk apabila sampah yang datang dari muara Sungai Angke tertahan oleh keberadaan pulau. Oleh karena itu upaya upaya pengelolaan untuk mengatasi kondisi demikian perlu dilakukan agar keberadaan pulau hasil reklamasi justru akan membuat lingkungan sekitar pesisir Muara Angke menjadi bersih dari sampah.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 11
Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa gangguan oleh sampah di sekitar areal reklamasi Pulau F, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu dilakukan pengelolaan. 4.1.10 Gangguan Biota Laut Gangguan biota laut merupakan dampak turunan terjadinya penurunan kualitas air berupa penyebaran TSS akibat proses pekerjaan reklamasi pada tahap konstruksi. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kondisi eksisting perairan sekitar lokasi proyek dilihat dari indeks keragaman plankton dan bentos termasuk dalam kategori tercemar berat. Degradasi kondisi plankton dan bentos yang merupakan produsen primer dalam jaringan tropik (makanan) akan mempengaruhi fauna-fauna di tingkat tropik yang lebih tinggi seperti nekton atau ikan (Damar, 2003; Djamali & Parino, 2008). Gangguan biota laut seperti menurunnya hasil tangkapan nelayan berupa ikan dan hasil laut lainya akan menyebabkan gangguan terhadap komunitas nelayan setempat. Akibatnya akan terjadi kenaikan harga komoditas makanan laut dan akhirnya mengakibatkan persepsi negatif masyarakat terhadap proyek reklamasi ini. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting gangguan biota laut terhadap kegiatan reklamasi Pulau F akibat kegiataan proses pekerjaan reklamasi pada tahap konstruksi, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu terus diperhatikan 4.1.11 Gangguan Mangrove Dampak negatif terhadap kondisi Biologi di sekitar lokasi kegiatan berupa gangguan mangrove diperkirakan akan timbul pada tahap konstruksi reklamasi Pulau F, khususnya pada saat pelaksanaan kegiatan proses pekerjaan reklamasi. Kondisi ekosistem mangrove yang ada di Suaka Margasatwa Muara Angke dapat terlihat dari struktur komunitas, yang diindikasikan oleh parameter tingkat kehadiran (frekuensi), tingkat kerapatan, dominansi, dan penyebaran ukuran (tinggi dan diameter). Penyebaran kelas frekuensi menunjukkan bahwa 11,11 % dari jenis yang ada mempunyai kelas frekuensi 10,1 – 20 % yaitu Avicenia alba dan Rhizophora stylosa dengan frekuensi 11,11 % dan 12,96 % untuk tingkat pohon. Jenis Morinda citrifolia dan Rhizophora stylosa dengan frekuensi 12 % dan 14 % untuk tingkat anakan, serta jenis Acrostichum aireum dengan frekuensi 10,29 % untuk tingkat semai. Sedangkan sisanya sebesar 88,89% jenis yang memiliki nilai frekuensi kurang dari 10 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kehadiran dari masing-masing jenis yang ada relatif kecil. Rendahnya tingkat kehadiran jenis ini menunjukkan telah terjadi gangguan terhadap habitat mangrove secara signifikan sehingga jenis-jenis tidak mampu menyebar secara merata dan cenderung mengelompok di habitat tertentu. Ekosistem mangrove sangat penting bagi masyarakat pesisir, karena fungsinya dalam melindungi garis pantai dari hempasan gelombang dan tiupan angin kencang, mengatur sedimentasi, memperbaiki kualitas air, mengendalikan intrusi air laut, mengatur air bawah tanah dan menjaga stabilitas iklim mikro. Ekosistem mangrove juga berperan dalam penyediaan sandang, pangan, papan dan bahan baku obat, Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 12
karena merupakan tempat hidup berbagai flora dan fauna. Selain dari aspek ekologis, gangguan terhadap ekosistem mangrove juga akan mempengaruhi aspek persepsi masyarakat jika terjadi degradasi terhadap habitat tersebut secara besar-besaran. Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting gangguan mangrove terhadap kegiatan reklamasi Pulau F akibat kegiataan proses pekerjaan reklamasi pada tahap konstruksi, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu terus diperhatikan. 4.1.12 Keresahan Masyarakat Dampak berupa keresahan masyarakat terjadi sejak tahap pra konstruksi reklamasi, yaitu semenjak kegiatan sosialisasi rencana kegiatan proyek. Kegiatan sosialisasi kegitan yang kurang transparan dan disampaikan satu arah akan berpotensi memunculkan pemahaman yang salah dari msyarakat terhadap proyek, Masyarakat akan resah manakala mereka mendapatkan informasi yang salah terhadap kegitan proyek, misalnya reklamasi pulau akan menggusur permukiman, reklamasi pulau tidak memperhitungkan / mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitarnya. Terjadinya keresahan ini pada akhirnya akan menimbulkan persepsi masyarakat yang negatif terhadap rencana proyek. Pada tahap konstruksi rencana reklamasi Pulau F keresahan masyarakat akan kembali muncul karena dipicu oleh adanya rasa khawatir akan timbulnya dampak lingkungan yang bersifat negatif akibat kegiatan konstruksi reklamasi Pulau F, seperti aktivitas nelayan yang terganggu, terjadinya sedimentasi atau berubahnya bentuk pantai. Kekhawatiran ini dapat berupa keresahan masyarakat yang akhirnya menentukan sikap dan persepsi negatif dari masyarakat terhadap rencana kegiatan proyek. Sedangkan dampak potensial yang bersifat positif muncul dari harapan masyarakat terhadap perekrutan tenaga kerja selama proses konstruksi sehingga dampak yang diprakirakan bersifat penting karena menentukan sikap dan persepsi yang menerima kegiatan rencana reklamasi Pulau F. Informasi terhadap tahapan konstruksi reklamasi Pulau F sangat membantu dalam meminimalisir dampak negatif yang timbul. Sedangkan pada tahap pasca konstruksi reklamasi Pulau F, terjadinya keresahan masyarakat dapat diakibatkan oleh : (a) kegiatan pengakhiran tenaga kerja konstruksi, dan (b) kekhawatiran adanya dampak negatif akibat keberadaan pulau hasil reklamasi. Dampak potensial yang bersifat negatif berupa rasa khawatir akan timbulnya dampak lingkungan yang bersifat negatif akibat kegiatan pasca konstruksi reklamasi Pulau F berupa pemutusan hubungan kerja bagi tenaga kerja konstruksi dan keberadaan pulau reklamasi yang akan menimbulkan peningkatan muka air Sungai Angke. Kekhawatiran ini akan menimbulkan keresahan masyarakat yang akhirnya menentukan sikap dan persepsi negatif dari masyarakat terhadap keberadaan Pulau F. Upaya untuk meminimalisir dampak negatif perlu dilakukan sedini mungkin agar dampak negatif tersebut dapat dicegah Berdasarkan uraian diatas maka dampak penting berupa keresahan masyarakat akibat kegiataan konstruksi dan paska reklamasi Pulau F, nyata merupakan isu lingkungan utama yang perlu mendapat perhatian dan pengelolaan.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 13
4.2. Arahan Pengelolaan Dampak Lingkungan 4.2.1. Arahan Pengelolaan Dampak Penting Arahan pengelolaan lingkungan terhadap seluruh komponen kegiatan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan disajikan pada Tabel 4.2.
yang
Tabel 4.2. Arahan Pengelolaan Lingkungan Dampak Penting No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup
A
Tahap Pra Konstruksi
1
Keresahan Masyarakat
2
Perubahan Persepsi • Melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Masyarakat Intansi terkait dan Kelurahan Pluit untuk perencanaan sosialisasi (cara dan teknis penyelenggaraan serta materi yang akan disampaikan ke masyarakat)
• Melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Intansi terkait dan Kelurahan Pluit untuk perencanaan sosialisasi (cara dan teknis penyelenggaraan serta materi yang akan disampaikan ke masyarakat) • Sedini mungkin melakukan sosialisasi rencana kegiatan proyek pada masyarakat dengan cara praktis dan sederhana agar mudah diterima oleh masyarakat melalui media elektronik, poster dan tatap muka. • Sosialisai rencana kegiatan dilakukan dengan melibatkan formal leader, informal leader, pemuka agama serta masyarakat sekitar lokasi kegiatan untuk membangun komunikasi dua arah tentang rencana reklamasi Pulau F • Pemrakarsa melakukan komunikasi intensif dengan stakeholder terkait, seperti perwakilan kelurahan (Penjaringan dan Pluit), kecamatan, tokoh masyarakat nelayan (ketua HKNSI Muara Angke), tokoh pemuda, LSM lokal untuk saling bertukar informasi dan berembug berbagai masalah sosial. Komunikasi ini bisa dijalankan dengan membentuk suatu “FORUM” • Membuat Standar Operation Procedure (SOP) khusus untuk menangani potensi timbulnya pengaduan dari masyarakat • Menunjuk seorang karyawan sebagai Person In Charge (PIC) dalam menagani pengaduan dari masyarakat
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 14
No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup • Sedini mungkin melakukan sosialisasi rencana kegiatan proyek pada masyarakat dengan cara praktis dan sederhana agar mudah diterima oleh masyarakat melalui media elektronik, poster dan tatap muka.; Materi yang disosialisaikan misalnya : Tahapan reklamasi yang akan dilakukan, rambu rambu yang perlu diketahui masyarakat terkait kegiatan reklamasi, kemungkinan dampak positif maupun negatif yang akan dirasakan masyarakat,. • Sosialisai rencana kegiatan dilakukan dengan melibatkan formal leader, informal leader, pemuka agama serta masyarakat sekitar lokasi kegiatan untuk membangun komunikasi dua arah tentang rencana reklamasi Pulau F • Pemrakarsa melakukan komunikasi intensif dengan stakeholder terkait, seperti kelurahan, kecamatan, tokoh masyarakat nelayan, tokoh pemuda, LSM lokal untuk saling bertukar informasi dan berembug berbagai masalah sosial. Komunikasi ini bisa dijalankan dengan membentuk suatu “FORUM ”
B
Tahap Konstruksi
1
Penurunan Kualitas • Pemasangan silt screen yang berfungsi sebagai Air Laut tabir penahan material halus untuk mencegah penyebaran material halus tersebut ke perairan sekitar • Pengisian material reklamasi dilakukan dengan kecepatan sedang/rendah menggunakan spraying pontoon (yang dihubungkan dengan pipa terapung) secara berlapis dengan ketebalan maksimal 0,5 meter • Pengisian material reklamasi secara simultan dikuti dengan membangun tanggul (revertment) hingga mencapai permukaan laut, • Memasang Geotextile pada revetment untuk mencegah tergerusnya pasir ke laut lepas • Menggunakan kapal khusus untuk mengangkut material melalui jasa perusahaan yang mempunyai kemampuan dan kompetensi dan dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 15
No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup • Pemasangan silt screen sebagai penghalang agar padatan tersuspensi tidak menyebar dilokasi dumping site • Menyediakan MCK portable untuk para pekerja di lokasi reklamasi pulau F Bekerjasama dengan dinas kebersihan untuk mengangkut secara berkala limbah cair domestik yang dihasilkan para pekerja
2.
Penyebaran Sedimen
• Pengisian material reklamasi dimulai dari sisi Selatan area reklamasi pulau F dan secara bertahap dilanjutkan ke bagian Utara Penempatan material reklamasi dilakukan dengan spraying pontoon (yang dihubungkan dengan pipa terapung yang sudah tersambung dengan kapal pengeruk/TSHD) secara berlapis dengan ketebalan maksimal 0,5 meter • Pengisian material reklamasi secara simultan dikuti dengan membangun tanggul (revertment) hingga mencapai permukaan laut dan pada platform sekitar 1,5 m dari LWS dipasang vertical drain. • Pemasangan silt screen untuk menjaga aliran air dan kepadatan dari padatan tersuspensi
3
Gangguan Mangrove
• Pemasangan silt screen yang berfungsi sebagai tabir penahan material halus untuk mencegah penyebaran material halus tersebut ke perairan sekitar • Pengisian material reklamasi dimulai dari sisi Selatan area reklamasi ke arah Utara • Memasang Geotextile pada revetment untuk mencegah tergerusnya pasir ke laut lepas • Bekerjasama dengan Pengelola pulau reklamasi lainnya di sekitar pulau F (seperti Pulau E dan G) • Pengisian material reklamasi dimulai dari sisi Selatan area reklamasi pulau F dan dilanjutkan ke bagian Utara secara perlahan (kecepatan rendah). Waktu reklamasi dilakukan pada saat Muson Barat.
4
Gangguan Laut
Biota • Memasang Geotextile pada revetment untuk mencegah tergerusnya pasir ke laut lepas • Membuat tanggul diperpanjang ke arah utara dan sisi barat batas area reklamasi
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 16
No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup • Pengisian material reklamasi dimulai dari sisi Selatan area reklamasi Pulau F dan dilanjutkan ke bagian Utara • Secara perlahan (kecepatan rendah). Waktu reklamasi dilakukan pada saat Muson Barat.
5
Terbukanya • Melaksanakan penerimaan kerja secara transparan Kesempatan Kerja • Melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar dan Berusaha tentang persyaratan, cara, dan waktu penerimaan tenaga kerja. • Mewajibkan kontraktor pelaksana reklamasi agar memberikan prioritas kepada penduduk sekitar (Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan) sesuai dengan keahlian dan syarat yang dibutuhkan. • Adanya kemudahan bagi masyarakat sekitar untuk mendapatkan akses penerimaan tenaga kerja. • Bekerjasama dengan pemerintah Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan dan instansi terkait (Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat sekitar lokasi rencana reklamasi Pulau F dalam mengembangkan potensi usaha, serta melakukan identifikasi terkait peluang usaha yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya penyediaan sarana angkutan kapal/perahu untuk menuju areal reklamasi pulau F.
6
Gangguan AKtivitas • Berkoordinasi dengan kontraktor pelaksana dan Nelayan akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait serta melakukan kegiatan mobilisasi peralatan dan material, pengangkutan material reklamasi, proses pekerjaan reklamasi serta pengisian material pasir dan batuan pada saat frekuensi lalu lintas rendah • Melakukan komunikasi dengan perwakilan nelayan tentang pengaturan jadwal pengangkutan material reklamasi • Pemasangan rambu-rambu di rencana lokasi reklamasi Pulau F untuk memberikan isyarat tentang lokasi dan aktivitas yang akan dilakukan oleh pemrakarsa sehingga tidak mengganggu kepentingan kegiatan lain
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 17
No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup
7
Gangguan Kamtibmas
• Melaksanakan penerimaan kerja secara transparan • Melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar tentang persyaratan, cara, dan waktu penerimaan tenaga kerja. • Mendorong kontraktor pelaksana reklamasi agar memberikan prioritas kepada penduduk sekitar (Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan) dan tentunya sesuai dengan keahlian dan syarat yang dibutuhkan. • Bekerjasama dengan Polsek Penjaringan dan masyarakat guna membangun pos terpadu di dekat lokasi kegiatan
8
Keresahan Masyarakat
• Memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa dampak negatif yang ditimbulkan akibat rencana reklamasi Pulau F dapat dan akan dikelola dengan baik • Melaksanakan penerimaan kerja secara transparan • Memberikan prioritas kepada penduduk Kalurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan syarat yang dibutuhkan. • Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal terutama pekerjaan tanpa keahlian khusus. • Koordinasi dengan Pemeritah daerah (Kotamadya Jakarta Utara, kecamatan Penjaringan maupun Polsek Penjaringan) untuk membentuk suatu “ Pos Pengaduan”, misalnya membuat pelayanan “ hotline service”
9
Perubahan Persepsi • Menyiapkan sarana untuk menanggapi dan Masyarakat menindak lanjuti berbagai keluhan/protes masyarakat terhadap berbagai dampak negatif yang muncul yang diakibatkan oleh kegiatan tahap konstruksi • Melaksanakan pengelolaan untuk meminimalisasi berbagai potensi dampak negatif secara baik dan profesional • Memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa dampak negatif yang ditimbulkan akibat rencana reklamasi Pulau F dapat dan akan dikelola dengan baik • Melakukan komunikasi intensif dengan stakeholder terkait, seperti kelurahan Pluit, kecamatan Penjaringan, tokoh masyarakat nelayan, tokoh Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 18
No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup pemuda, LSM lokal untuk saling bertukar informasi dan berembug berbagai masalah sosial. Komunikasi ini bisa dijalankan dengan membentuk suatu “FORUM ”
C
Tahap Pasca Konstruksi
1
Peningkatan Air
2.
Perubahan Arus Laut
• Berkoordinasi dengan pengelola Pulau E dan Pulau G dalam memelihara dimensi kanal antar Pulau • Memelihara dimensi kanal antar Pulau E dan F serta pulau G dan F yang telah ditingkatkan dengan cara mengeruk secara periodik
3.
Sampah
• Membersihkan sampah disekitar Pulau F • Berkoordinasi dengan instansi terkait (Dinas kebersihan) dan pengembang pulau-pulau reklamasi lainnya untuk melakukan kegiatan bersama dalam membersihkan sampah di sekitar pesisir.
4
Gangguan Aktivitas • Berkoordinasi dengan kontraktor pelaksana akan Nelayan melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan melakukan kegiatan demobilisasi peralatan pada saat frekuensi lalu lintas rendah • Melakukan komunikasi dengan perwakilan nelayan tentang pengaturan jadwal kegiatan demobilisasi peralatan • Memasang rambu-rambu lalulintas laut sehingga mobilitas nelayan tidak terganggu
5
Keresahan Masyarakat
Muka • Berkoordinasi dengan pengelola Pulau E dan Pulau G dalam memelihara dimensi kanal antar Pulau • Memelihara dimensi kanal antar Pulau E dan F serta Pulau G dan F yang telah ditingkatkan dengan cara mengeruk secara periodik • Koordinasi dengan pengembang pulau lain dan instansi terkait untuk melakukan pengerukkan sungai sekitar pulau.
• Berkoordinasi dengan pihak kontraktor pelaksana pekerjaan konstruksi dalam pelaksanaan kegiatan pengakhiran tenaga kerja konstruksi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan tenaga kerja
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 19
No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup • Melaksanakan pengelolaan berbagai potensi dampak negatif secara baik dan profesional yang diakibatkan oleh kegiatan tahap pasca konstruksi. • Menyampaikan informasi kepada tenaga kerja perihal pengahiran kerjasama sekurang kurangnya 30 hari sebelum proses pengakhiran tenaga kerja dilaksanakan.
Perubahan Persepsi • Menanggapi dan menindak lanjuti berbagai Masyarakat keluhan/protes masyarakat terhadap berbagai dampak negatif yang muncul yang diakibatkan oleh kegiatan tahap pasca konstruksi • Memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa dampak negatif yang ditimbulkan akibat rencana kegiatan pengakhiran tenaga kerja dapat dan akan dikelola dengan baik. • Menyampaikan informasi kepada tenaga kerja perihal pengahiran kerjasama sekurang kurangnya 30 hari sebelum proses pengakhiran tenaga kerja dilaksanakan
5
4.2.2. Arahan Pengelolaan Yang Tidak Termasuk Dampak Penting Arahan pengelolaan lingkungan terhadap komponen kegiatan yang tidak termasuk dampak penting terhadap lingkungan berdasarkan hasil evaluasi dampak disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Arahan Pengelolaan Yang Tidak Termasuk Dampak Penting No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tahap Pasca Konstruksi
1 a.
Perubahan bentuk pantai
• Berkoordinasi dengan pengelola Pulau E dan Pulau G dalam memelihara dimensi kanal antar Pulau • Memelihara dimensi kanal antar Pulau E dan F serta Pulau G dan F yang telah ditingkatkan dengan cara mengeruk secara periodik. • Koordinasi dengan pengembang pulau lain dan instansi terkait untuk melakukan pengerukkan sungai sekitar pulau.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 20
No.
Dampak Penting
Arahan Pengelolaan Lingkungan Hidup
b.
Gangguan Mangrove
• Menjaga tingkat kualitas air laut (TSS) tetap terjaga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan • Berkoordinasi dengan instansi terkait melaksanakan rehabilitasi kerusakan ekosistem mangrove apabila terjadi • Koordinasi dengan pengembang pulau lainnya untuk melaksanakan kegiatan bersama dalam memelihara kawasan mangrove
c.
Perwujudan Tatanan Ruang
• Memastikan kinerja (kekuatan) lahan terbangun/reklamasi Pulau F mampu mendukung pembangunan diatasnya • Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan menyiapkan kebutuhan perizinan dan pesyaratan administratif yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam pemanfaatan ruang di lahan Pulau F
4.3. Kesimpulan Kelayakan Lingkungan Berdasarkan pada hasil kajian terhadap rencana kegiatan reklamasi Pulau F serta hasil evaluasi dampak lingkungan dan arahan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang telah diuraikan diatas, terlihat bahwa rencana kegiatan pengembangan bandar udara selain cenderung menimbulkan dampak penting positif juga diperkirakan menimbulkan dampak penting negatif. Kecenderungan terjadinya dampak penting tersebut menjadi dasar perlunya dilakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat dieliminasi dengan berbagai pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kegiatan rencana reklamasi Pulau F Layak Secara Lingkungan. Rekomendasi kelayakan lingkungan ini disampaikan berdasarkan kriteria kelayakan sebagai mana yang tertuang dalam Lampiran II Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan. yakni : a. Kegiatan rencana reklamasi Pulau F masih dilakukan diareal kawasan strategis provinsi dimana lokasinya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030. b. Kegiatan rencana reklamasi Pulau F dilakukan dengan selalu melakukan upaya untuk meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan dan berusaha mentaati kebijakan pemerintah di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup c. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan terkait rencana reklamasi Pulau F merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang secara rutin telah akan dilaksanakan oleh pengelola.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 21
d. Sebagian besar masyarakat di lokasi kegiatan memiliki pengetahuan yang rendah akan informasi reklamasi pulau F, sehingga hanya 22% dari warga masyarakat yang menerima rekalmasi pulau F serta 78% menyatakan tidak menerima serta ragu-ragu terhadap rencana reklamasi pulau F. Akan tetapi masyarakat memiliki harapan dapat terlibat dalam pekerjaan reklamasi Pulau F sehingga membantu meningkatan lapangan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat sekitar rencana lokasi kegiatan. e. Kesimpulan kelayakan lingkungan terkait kegiatan reklamasi Pulau F telah didasarkan pada hasil prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari asfek lingkungan fisika-kimia, biologi serta sosial ekonomi budaya, dan kesehatan masyarakat. f.
Evaluasi dampak terkait rencana reklamasi Pulau F telah dilakukan secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai suatu kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi.
g. PT Jakarta Propertindo sebagai pemrakarsa secara manajemen, ekonomi dan lingkungan serta teknologi mampu melaksanakan seluruh agenda pengelolaan lingkungan guna meminimalisi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari seluruh kegiatan rencana reklamasi Pulau F.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 22
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
IV- 23
DAFTAR PUSTAKA _________, 2004. Himpunan Peraturan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Penegakkan Hukum Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta _________, 2009, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. _________, 2012, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. _________, 2012, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Acharya, R., & Shrestha, B. B. (2011). Vegetation Structure, Natural Regeneration and Management of Parroha Community Forest in Rupandehi District, Nepal. Scientific World, 9(9), 70–81. Afdal, A., & Riyono, S. (2008). Konsentrasi dan Sebaran Klorofil-A di Estuari Cisadane. In Ekosistem Estuari Cisadane (pp. 15–26). Jakarta: LIPI Press. APHA, 1975. Standard Methods For Examination Of Water and Waste Water 4th Edition, APHA. AWWA. Washington DC. Arifin, T., Kusuma, A. H., Salaim, H. L., & Ramdhan, M. (2014). Sebaran spasial parameter kualitas perairan Teluk Jakarta-2014. Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP-KKP. Jakarta. Arifin, Z., & Fadhlina, D. (2009). Fraksinasi Logam Berat Pb , Cd , Cu dan Zn dalam Sedimen dan Bioavailabilitasnya bagi Biota di Perairan Teluk Jakarta. Ilmu Kelautan, 14(1), 27–32. Arifin, Z., Puspitasari, R., & Miyazaki, N. (2012). Heavy metal contamination in Indonesian coastal marine ecosystems : A historical perspective. Coastal Marine Science, 35(1), 227–233. Asdep Urusan Kajian Dampak Lingkungan. 2004. Kajian dampak kumulatif. Asdep Urusan Kajian Dampak Lingkungan. American Society of Civil Engineers. (1996). Hydrology Handbook (2nd ed., p. 824). American Society of Civil Engineers. Balitbang KP-KKP, Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor (2014). Sebaran spasial parameter kualitas perairan Teluk Jakarta-2014. BAPEDAL. 1996. Buku panduan: penyusunan AMDAL kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan. BAPEDAL: Jakarta.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
Basmi J. 2000. Planktonologi: plankton sebagai bioindikator kualitas perairan. Thesis IPB, Bogor. Birdlife International. (2014). Important Bird Area Factsheet: Muara Angke (ID070). Retrieved August 30, 2014, from http://www.birdlife.org Biro Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Utara. (2012). Jakarta Utara Dalam Angka. Jakarta: 412 pp. BP Reklamasi Pantura, 2001, AMDAL Regional Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta Cairns, J., D.W. Albaugh, F. Busey, M.D. Chaney, 1968.The Sequential Comparison Index – a simplified method for non-biologist to estimate relative differences in biological diversity in stream pollution studies. JWPCF, 40 (39): 1607 – 1613 Canter, L.W. and Hill, L.G., 1980. Handbook of Variables for Environmental Impact Assesment, Ann Arbor Science Publisher Inc., Collingwood. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, and Sitepu. 1996. Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita: Jakarta. Damar, A. (2003). Effects of enrichment on nutrient dynamics, phytoplankton dynamics and productivity in Indonesian tropical waters : a comparison between Jakarta Bay, Lampung Bay and Semangka Bay. Thesis. Christian-AlbrechtsUniversität. DHI Water and Environment Pte. 2011. Rapid Environmental Assessment for Coastal Development in Jakarta Bay. Jakarta. Djamali, A., & Parino, P. (2008). Jenis-jenis Ikan dari Teluk Jakarta. In A. Aziz, R. Ruyitno, A. Syahailatua, M. Muchtar, P. Pramudji, S. Sulistijo, & T. Susana (Eds.), Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta (pp. 135–175). Jakarta: Puslit Oseanografi LIPI. Erlangga, 2007. Efek pencemaran perairan Sungai Kampar di Propinsi Riau terhadap Ikan Baung (Hemobagrus hemurus). Thesis. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 87 hal Fandeli Chafid, 2000. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Pemaparannya dalam Pembangunan.Cetakan Revisi. Liberty, Yogyakarta. Genisa, A. S. (2004). Sebaran dan struktur ikan di sekitar estuaria Citarum, Ciliwung, dan Cisadane, Teluk Jakarta. Torani, 14(1), 1–7. Gunarwan Suratmo, 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hadikusumah. (2007). Variabilitas Musiman Temperatur dan Salinitas di Teluk Jakarta. J Lingkungan Tropis, 33–41.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
Hosono, T., Su, C.-C., Delinom, R., Umezawa, Y., Toyota, T., Kaneko, S., & Taniguchi, M. (2011). Decline in heavy metal contamination in marine sediments in the Jakarta Bay Indonesia due to increasing environmental regulations. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 92, 297–306. Hasannuddin, Z. Abidin, Djaja, R., Darmawan, D., Hadi, S., Akbar, A., Rajiyowiryono, H., Sudibyo, Y., Meilano, I., Kasuma, MA, Kahar, J and Subarya, C. (2001) Land Subsidence of Jakarta (Indonesia) and its Geodetic Monitoring System. Natural Hazards 23: 365 – 387 IPPC. (2001): Fourth Assessment Report. WHO and ENEP.
IUCN. (2014). IUCN Red List for birds: Online Database. Retrieved August 13, 2014, from http://www.iucnredlist.org Irwin T. Sanders. 1958. Theories of Community Development. Journal Rural Sociology, Vol 23. Jayakumar, R., & Nair, K. K. N. (2013). Species Diversity and Tree Regeneration Patterns in Tropical Forests of the Western Ghats, India. ISRN Ecology, 2013, 1–14. doi:10.1155/2013/890862 Jury, M., S. Pans, & T. Golingi. 2011. Rapid Environmental Assessment for Coastal Development in Jakarta Bay.DHI Water and Environment Pte. Ltd. Jakarta. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. (2013a). Statistik Kehutanan Indonesia 2012 (p. 307). Jakarta: Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Kementerian Kehutanan RI. (2013b). Profil Kehutanan 33 Propinsi (p. 632). Jakarta: Kementerian Kehutanan RI. Krebs, C.J. (1972). Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance (p. 694). New York: Harper & Row. Koentjaraningrat, 1989. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Penerbit Gramedia, Jakarta. Krauskopf, K.B. 1979. Introduction to Geochemistry. 2nd ed. McGraww-Hill. New York. Munn, R.E., 1975, Environmental Impact Assesment Principless and Procedures, New York, John Wiley and Sons. Murtianto, E. 1994. Peta Hidrologi Indonesia. Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Bandung. Nybakken JW. 1992. Biologi laut: Suatu Pendekan Ekologis. (Alih Bahasa oleh: H.M. Eidman, Koesobiono, DG. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
Omori, M., & Ikeda, T. (1984). Methods in Marine Zooplankton Ecology (pp. xiii, 332). New York: John Wiley and Sons. Pemda DKI Jakarta. (2013). Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013. Jakarta: 750 hlm. Pramudji, P. (2008). Informasi Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Teluk Jakarta. Dalam A. Aziz, R. Ruyitno, A. Syahailatua, M. Muchtar, P. Pramudji, S. Sulistijo, & T. Susana (Eds.), Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta (pp. 59–73). Jakarta: LIPI. Onrizal, O., & Kusuma, C. (2006). Komposisi Jenis dan Struktur Mangrove di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Teluk Jakarta. Peronema Forestry Science J, 2(1). Ramsar Convention Secretariat. (2014). The List of Wetlands of International Importance (pp. 1–47). Gland, Switzerland. Retrieved from http://www.ramsar.org/ Rau J.G., Wooten DC., 1980. Environmental Impact Analysis Handbook. Graw Hill Book Company, New York. RHDHV. 2013a. Engineering Design Island F, Final Report. RHDHV: 8W0020.01. (270pp), Jakarta. RHDHV. 2013b. Pluit City Land Development – Island F: Flooding, Morphological and Sediment Plume Modeling Studies. RHDHV: 9W0020.02 (134pp), Jakarta. Sarjono, A. (2009). Analisis Kandungan Logam Berat Cd , Pb , Dan Hg Pada Air dan Sedimen Di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. Institut Pertanian Bogor. Sawarendro, S. (2010). Sistem Polder & Tanggul Laut: Penanganan Banjir Secara Madani di Jakarta. (S. Sawarianto & Z. Harahap, Eds.) (p. 130). Jakarta: Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute. Sawarendro, S. (2012). Memasuki Era Tanggul Laut: Harapan Baru di Teluk Jakarta. (S. Sawarianto, Z. Harahap, & D. Waryono, Eds.) (p. 172). Jakarta: Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute. Singarimbun, M. 1987. Metode Survei. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Soegianto A, Charmantier-Daures M, Trilles J, & Charmantier G. 1999. Impact of cadmium on the structure of gills and epipodites of the shrimp Penaeus japonicus (Crustacea: Decapoda). Aquat Living Resour 12:57–70. doi:10.1016/S0990-7440 (99)80015-1 Soemarwoto, Otto. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Cetakan ke-9, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara
Sudharto P. H. 2002. Aspek Sosial AMDAL: Sejarah, Teori dan Metode, Cet 2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Shahidul Islam, M., & Tanaka, M. (2004). Impacts of pollution on coastal and marine ecosystems including coastal and marine fisheries and approach for management: a review and synthesis. Marine Pollution Bulletin, 48(7-8), 624– 49. doi:10.1016/j.marpolbul.2003.12.004 Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-DurationFrequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabuaten Banyumas. Jurnak Teknik Sipil, Vol. 3, No.1. Purwakarta : Universitas Jendral Sudirman Taursuman A.A. (2007). Community structure, clearance rate, and carrying capacity of macrozoobenthos in relation to organic matter in Jakarta Bay and Lampung Bay,Indonesia. Thesis. Kiel University, Kiel. Taurusman, A.A. (2010). Community structure of macrozoobenthic feeding guilds in responses to eutrophication in Jakarta Bay. Biodiversitas 11(3):133-138. Triatmojo, B. 1999. Teknik Pantai Edisi Kedua. Beta Offset. Yogyakarta. Verstappen, T. H. (1953). Djakarta Bay: A Geomorphological Study on Shoreline Development. Thesis, Utrecht University. Wardoyo, S.T. (1974). Manajemen Kualitas Air Bagi Perikanan (p. 78). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wilhm, J. (1975). Biological Indicators of Pollution. In B. Whitton (Ed.), River Ecology (pp. 375–402). Berkeley: University of California Press. Wesli, 2008. Drainase Perkotaan, Graha Ilmu Yogyakarta Woodroffe, C. (1992). Mangrove Sediments and Geomorphology. In Tropical Mangrove Ecosystems (Vol. 41, pp. 7–41). American Geophysical Union. Yatim, S., Surtipanti, Suwirma dan E. Lubis. 1979. Distribusi Logam Berat Dalam Air Permukaan Teluk Jakarta. Majalah Batan 12: 1 – 19
Analisis Dampak Lingkungan Hidup Reklamasi Pulau F. Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara