Analisis Cool Japan dalam Politik dan Ekonomi Luar Negeri Jepang Periode 2002-2013 Bagus Fitrian Yudoprakoso, Asra Virgianita Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Cool Japan merupakan bagian dari kebijakan Jepang dalam menguatkan citra baiknya di mata dunia. Sejak 2004, Cool Japan digunakan sebagai instrumen dalam diplomasi publik Jepang. Hingga 2009 Cool Japan diberdayakan dalam berbagai kegiatan diplomasi publik oleh MOFA. Namun sejak 2011, Cool Japan menjadi komoditas dan strategi dalam pengembangan industri kreatif Jepang. Perkembangan ini menarik untuk dikaji. Cool Japan diketahui memiliki keunggulan sebagai alat diplomasi publik Jepang. Cool Japan juga ternyata memiliki keunggulan kompetitif yang dapat menghasilkan profit. Lebih jauh, penelitian ini menemukan penggunaan Cool Japan oleh METI menggabungkan kedua keunggulan sekaligus, keunggulan dalam ekonomi dan dalam diplomasi publik Jepang.
Cool Japan Analysis in Japan’s Foreign Politics and Economy (2002-2013) Abstract Cool Japan is part of Japan’s policy to enhance its prestige globally. Since 2004, Cool Japan is instrument for Japan’s public diplomacy. Up to 2009 MOFA used Cool Japan in several public diplomacy activities. In 2011, Cool Japan is being assigned to METI, being used as commodity and for enhanching Japan’s creative industry. Cool Japan has been widely used for the benefit in public diplomacy attempts. It is also acknowledged as profit generator. This research found that METI’s Cool Japan gives double advantages for Japan. Cool Japan benefits Japan on public diplomacy as well as on creative industry. Keywords: Cool Japan; competitive advantages; creative industry; international politics and economy; popular culture; public diplomacy
Pendahuluan Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik membuat Jepang kehilangan haknya untuk membangun
angkatan
militer.
Kyouhei
(kekuatan
militer)
dari
slogan
Fukoku
Kyouhei1(perkaya negeri, perkuat militer) tidak dapat lagi digunakan oleh Jepang. Akan tetapi prinsip Fukoku (perkaya negeri) masih tetap hidup. Pasca Perang Pasifik Jepang dengan cepat merevitalisasi industrinya dan berkembang menjadi negara industri yang kaya
1
W.G Beasley, Pengalaman Jepang: Sejarah Singkat Jepang, trans. Masri Maris (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), 273
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
pada 1960-1980an.2 Kekuatan industri, terutama industri otomotif, elektronik, dan teknologi, mengangkat prestis Jepang menjadi negara ekonomi yang kuat secara global. Tahun 1990an ekonomi gelembung menyeret Jepang ke dalam krisis ekonomi. Sejak saat itu perekonomian Jepang terpuruk. Hingga saat ini pertumbuhan ekonomi Jepang stagnan, nyaris 0% per tahunnya. Lebih jauh, diprediksikan stagnansi pertumbuhan ekonomi Jepang ke depannya akan menurunkan pertumbuhan produktivitas dan kemudian berdampak ke penurunan penyerapan tenaga kerja. Jepang dihadapkan pada fakta yang tidak menyenangkan. Kekuatan industri yang merupakan sumber prestisnya tidak mampu mendorong kembali pertumbuhan ekonomi Jepang. Ini berarti untuk mengembalikan prestisnya Jepang memerlukan strategi baru untuk menunjukkan wibawanya ke negaranegara lain. Pada tahun 2002 Douglas McGray dari Foreign Policy menyebut Jepang sebagai negara super power. Perekonomian Jepang pasca pecahnya ekonomi gelembung awal 1990an sedang surut. Akan tetapi secara paradoks McGray menemukan berbagai hal bernuansa Jepang ditemui di berbagai negara. Anime dan manga populer di Amerika Serikat, majalah mode Jepang digemari kalangan muda Taiwan, sampai musik Jepang di Eropa. 3 Ditambah lagi video games seperti ‘Pokemon’ begitu dikenal secara global. Temuan-temuan inilah yang melatarbelakangi McGray menyebut Jepang sebagai negara cultural super power.4 Gelar sebagai cultural super power tampaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah Jepang. Tak lama setelah artikel McGray diterbitkan, pemerintah Jepang segera mengadopsi konsep Gross National Cool (GNC) dan mulai menggunakan budaya populer sebagai alat penting dalam memperoleh power. Mengadaptasi dari GNC, pemerintah Jepang kemudian memunculkan kampanye budaya populer dengan slogan Cool Japan. Mulanya Cool Japan digunakan sebagai instrumen diplomasi publik Jepang. Meskipun demikian, pada perkembangannya Cool Japan tidak hanya digunakan untuk mengkampanyekan budaya populer Jepang semata, tetapi juga menggunakannya untuk kepentingan ekonomi dalam skala global. Kebijakan pemerintah Jepang tersebut tidak serta-merta mendapatkan dukungan publik. Ketika Cool Japan menjadi strategi ekonomi global Jepang, beberapa kalangan sangsi. 2
W. Scott Morton dan J. Kenneth Olenik, Japan: Its History and Culture 4th edition. (New York: MacGraw-Hill, Inc., 2004), 196 3 Douglas McGray, “Japan’s Gross National Cool” Foreign Policy, May-June, 2002, 44-54 4 Ibid., 44
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Direktur dari program studi Cool Japan Universitas Meiji, Manabu Kitawaki, juga mengkritik kreativitas tidak muncul dari marketing.5 Seniman seperti Keiji Inafune, desainer game, juga mengutarakan bahwa industri video game mulai tidak relevan.6 Lebih keras, Profesor Nancy Snow dari Universitas California menyebut Cool Japan sebagai “Uncool Japan”.
7
Media global juga mengkritik atau setidaknya memperingatkan kebijakan
pemerintah Jepang menjadikan Cool Japan sebagai strategi pengembangan industri kreatif Jepang. The Marketing Society Inggris juga menyebutkan budaya populer Jepang tidak semudah itu menjadi bisnis.8 Meskipun demikian Cool Japan tetap disokong oleh pemerintah Jepang. Alasan yang membuat pemerintah Jepang tetap mempertahankan penggunan Cool Japan inilah yang menarik untuk dikaji. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan membahas alasan pemerintah Jepang untuk menjadikan Cool Japan tidak hanya sebagai bagian dari diplomasi publik, tetapi juga sebagai bagian dari kebijakan pengembangan industri kreatif Jepang secara global.
Tinjauan Teoritis Penelitian ini akan menggunakan konsep-konsep dan teori berikut untuk membantu menganalisis alasan pemerintah Jepang menjadikan Cool Japan tidak hanya sebagai bagian dari diplomasi publik, tetapi juga sebagai bagian dari kebijakan pengembangan industri kreatif Jepang secara global: A. Diplomasi Publik Edmund Gullion menyebutkan, diplomasi publik melibatkan publik atau masyarakat dalam mendukung kebijakan suatu negara. Publik juga dapat ikut serta mempengaruhi opini publik negara lainnya mengenai negaranya sendiri. Diplomasi publik menekankan bentuk komunikasi dari pemerintah suatu negara ke publik negara target diplomasi, atau dari publik suatu negara ke publik negara lain.9
5
“Is Japan losing its cool?” The Christian Science Monitor, 2, diakses 12 September 2013, http://www.csmonitor.com/World/Asia-Pacific/2012/1208/Is-Japan-losing-its-cool/(page)/2 6 Ibid., 7 Nancy Snow, “Uncool Japan: Japan’s Gross National Propaganda” Metropolis, diakses 13 September 2013, http://metropolis.co.jp/features/the-last-word/uncool-japan/ 8 “Branding Japan Cool isnot enough,” Marketing Society UK, diakses 15 September 2013, https://www.marketingsociety.co.uk/the-library/branding-japan-cool-not-enough 9 Daniell S. Papp, Contemporary International Relations: Frameworks for Understanding (United States of America: Allyn and Bacon, 1997), 442-443.
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Bentuk diplomasi ini menunjukan perbedaan saluran komunikasi, sifat, dan bentuk dengan diplomasi tradisional. Misalnya, diplomasi publik tidak terlalu kaku (rigid) hanya dilakukan dalam pertemuan-pertemuan formal atau diplomatik. Kegiatan diplomasi publik juga bersifat atraktif dan persuasif. Atraktif berarti aktivitas diplomasi yang dijalankan harus mampu menarik perhatian masyarakat targetnya. Persuasif berarti aktivitas yang dilakukan diharapkan untuk mampu membuat negara target diplomasi mengagumi, meniru, mengikuti, maupun menginginkan keterbukaan lebih dengan negara pelaku diplomasi.Tujuan dari diplomasi publik sendiri di antaranya:10 1. mengedukasi masyarakat, terutama mengenalkan, menbuat mereka memikirkan, dan merubah pendapat mengenai negara tersebut 2. meningkatkan apresiasi dari masyarakat target, membentuk persepsi positif, dan membentuk opini mereka 3. meningkatkan kerja sama dengan suatu negara, terutama dalam isu-isu low politics 4. mempengaruhi masyarakat negara target untuk mendukung atau mempermudah kepentingan suatu negara seperti mempermudah kerjasama, investasi, maupun penyamaan visi politik
B. Cool Japan dan Industri Kreatif Jepang Dalam konteks studi Hubungan Internasional, Cool Japan secara umum merupakan kebijakan penggunaan budaya populer oleh pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang dalam penelitian ini tidak hanya menggunakan budaya populer sebagai soft power, tetapi juga sebagai komoditas ekonomi kreatif. Singkatnya, Cool Japan merupakan kebijakan pengelolaan budaya populer Jepang dalam politik luar negeri maupun ekonomi global Jepang. Dalam website resmi UNESCO’s Culture, Trade, and Globalization menyebut industri kreatif sebagai: “those industries that combine the creation, production, and commercialization of products which are intangible and cultural in nature. These contents are typically protected by copyright and they can take the form of goods and services.” 11 (industri-industri yang mengkombinasikan penciptaan, produksi, dan komersialisasi produk-produk yang intangible dan bersifat kultural. Konten-konten tersebut umumnya dilindungi dengan hak cipta dan dapat berwujud barang atau jasa). Sementara, pemerintah Inggris menyatakan industri kreatif sebagai: 10 11
Mark Leonard, Public Diplomacy (London: The Foreign Policy Centre, 2002), 9-10 “Creative Induastries”, diakses 30 Desember, 2012, http://portal.unesco.org/culture
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
“those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property.” 12 (industri-industri yang berasal dari kreativitas, kemampuan, dan bakat individual, dan yang memiliki potensi menciptakan kekayaan dan lapangan kerja melalui penciptaan dan eksploitasi properti intelektual). Dari kedua definisi tersebut, terdapat beberapa ciri umum dari suatu industri kreatif:13 1.
sumber daya utama adalah kreativitas
2.
cenderung padat karya karena bergntung pada kreativitas manusia
3.
memiliki sisi kultural dan ekonomi
4.
biasanya terkait dengan hak cipta Industri kreatif di tiap negara kemungkinan memiliki fokus industri yang berbeda.
Demikian pula industri kreatif Jepang. Industri kreatif Jepang diformulasikan sekitar tahun 2010 dengan menggunakan industri kreatif Inggris sebagai dasar perbandingannya. Untuk klasifikasi sektor apa saja yang ada pada industri kreatifnya, Jepang berpatokan pada 13 sektor mengadopsi Cool Britanica dan ditambah beberapa sektor spesifik lainnya. Bila dibandingkan dengan rumusan yang digunakan oleh METI Jepang tahun 2010, industri kreatif Jepang mencakup (1) advertising, (2) arsitektur, (3) pertunjukan seni, (4) kesenian, (5) desain, (6) film, (7) music & video, (8) televisi & radio, (9) computer software & service, (10) penerbitan, (11) fashion designing & tekstil, (12) kerajinan, (13) mainan, (14) furnitur, (15) tableware, (16) perhiasan, (17) stationary, (18) olahan kulit.14 C. Competitive Advantage of Nations Keunggulan kompetitif sangat bergantung pada kekuatan inovasi dan produktifitas yang berkelanjutan.15 Porter menjelaskan bahwa inovasi tidaklah selalu sesuatu yang benarbenar baru. Inovasi dapat muncul dari suatu hal yang sudah ada sebelumnya namun belum dimaksimalkan potensinya.16 Inovasi juga merupakan sesuatu yang memiliki perbedaan dari apa yang dimiliki oleh pesaing lainnya. Perbedaan nilai, budaya, basis sumber daya alam, dan lainnya mungkin dapat mendorong inovasi.
12
“Creative Industry,” diakses 30 Desember 2012,http://www.culture.gov.uk/creative_industries Mike Van Graan, “ Towards an understanding of the current nature and scope of the Creative Industries in the Western Cape,” Cultural Industries, Arts, Culture, and Creative Arts First Paper, 9 14 HAKUHODO dan METI, The Research for Supports of Small and Medium-sized Business: The Research if Ways of Supporting Life and Culture Industries, (HAKUHODO, 2010), 9 15 Ibid., 179-182 16 Ibid., 179 13
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Apabila suatu negara memiliki inovasi, selanjutnya yang diperlukan adalah produktivitas yang berkelanjutan, termasuk di dalamnya meneruskan inovasi dari waktu ke waktu. Dalam hal ini negara sebagai aktor perlu terus melakukan produksi, menjaga kualitas, efektivitas, dan efisiensi. Proses berinovasi dan berproduksi tersebut perlu dipelihara untuk memastikan negara tetap unggul dalam persaingan di pasar global. Untuk melihat gambaran keunggulan kompetitif suatu negara, Porter menunjukkan ada 4 atribut yang saling terkait. Atribut-atribut yang saling terkait dalam Diamond of National Advantage dapat menggambarkan kekuatan dari suatu negara. •
Factor Conditions menjelaskan mengenai kekuatan produksi suatu negara.
•
Demand Conditions menjelaskan sifat dari permintaan yang mempengaruhi output produksi suatu negara.
•
Related and Supporting Industries menjelaskan industri apa saja yang saling terkait dan mendukung terciptanya keunggulan kompetitif
•
Firm Strategy, Structure, and Rivalry menggambarkan pengaturan, pengelolaan oleh aktor dan strategi apa yang digunakan dalam menghadapi persaingan.
Dinamika keterkaitan antar keempat atribut tersebut akan menentukan kekuatan suatu negara dalam persaingan di pasar global dalam suatu industri. Sementara, dalam menghadapi persaingan global diperlukan suatu strategi. Untuk menentukan suatu strategi Porter menunjukkan ada lima kekuatan yang dapat mempengaruhi strategi. •
Rivalry Among Existing Competitors mengidentifikasi siapa saja pesaing dalam pasar dan bagaimana rivalitas antara aktor dengan pesaingnya.
•
Threat of New Entrants menjelaskan potensi ancaman dari pemain baru yang mungkin masuk atau sebaliknya juga dapat melihat peluang untuk masuk ke pasar sebagai pemain baru.
•
Threat of Subtitutions menjelaskan potensi ancaman dari produk-produk pengganti dalam pasar.
•
Bargaining Power of Suppliers menjelaskan mengenai pengaruh kekuatan suppliers dalam mendukung produk.
•
Bargaining Power of Buyers mengidentifikasi pengaruh dari preferensi pembeli atas suatu produk.
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Dengan menganalisa kelima faktor tersebut, negara dapat menentukan strategi apa yang kiranya dapat memaksimalkan keunggulan kompetitifnya dalam pasar global. Keunggulan penggunaan budaya populer (Cool Japan) mempengaruhi diberikannya dukungan dari pemerintah Jepang terhadap penggunaan Cool Japan. Keunggulan Cool Japan sendiri, setelah Jepang melalui berbagai dinamika situasi politik dan ekonomi global sejak 2002 hingga 2013, merupakan akumulasi dari keunggulan diplomasi publik Jepang, keunggulan kompetitif industri kreatif Jepang, dan keuntungan gabungan dari kedua keunggulan tersebut dalam aktivitas ekonomi dan politik global Jepang. Keunggulan diplomasi publik Jepang akan dianalisis dengan memperhatikan keunggulan penggunaan saluran, sifat, dan bentuk diplomasi publik Jepang. Keunggulan kompetitif industri kreatif Jepang akan dinalisis menggunakan Porter’s Diamond of National Advantages dan Five Forces that Shape Strategy. Sementara keunggulan gabungan antara diplomasi publik dengan industri kreatif Jepang akan dianalisis dengan memperhatikan penggunaan strategi Cool Japan oleh METI dan keuntungan ekonomi sekaligus diplomasi dari aktivitas Cool Japan yang dikoordinasikan METI. Periode 2002 hingga 2013 dalam penelitian ini ditandai dengan awal mula kemunculan konsep Cool Japan pada 2002 diikuti perkembangannya hingga 2013.
Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif berakar pada pendekatan intepretatif.17 Selain itu, penelitian kualitatif juga dapat dilakukan melalui analisis dokumen dan studi kasus.18 Dokumen yang ada dapat menyediakan masukan atau pandangan terhadap suatu kejadian oleh seseorang atau kelompok yang tidak dapat diobservasi melalui cara-cara lainnya. Kemudian penelitian kualitatif ini juga bersifat rekostruksi atas suatu kejadian atau permasalahan.19 Penelitian kualitatif atau suatu studi kasus menunjukkan adanya bukti kuat bahwa terjadi pergeseran atau perubahan dari yang sudah ada sebelumnya. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan melakukan analisis dokumen untuk menjelaskan alasan pemerintah Jepang menjadikan budaya populer (Cool Japan) sebagai alat untuk mendukung diplomasi publik, dan lebih lanjut untuk perekonomian 17
Tim May, Qualitative Research in Action, (SAGE, 2002), 8-10 Michael Brecher dan Frank P Harvey, Millenial Reflections on International Studies, (University of Michigan Press, 2009), 432-433 19 Ibid., 435-436 18
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
global Jepang. Penelitian ini akan menganalisis data-data kualitatif melalui studi pustaka, literatur, dokumen dari pemerintah Jepang, jurnal, dan artikel-artikel terkait. Analisa yang dilakukan akan lebih difokuskan pada keunggulan kompetitif industri kreatif Jepang, serta keunggulan ganda baik diplomatik maupun ekonomi dari aktivitas Cool Japan. Keunggulan diplomasi publik Jepang akan dilihat dari berbagai dokumen pemerintah Jepang (seperti press release) dan artikel-artikel berita terkait penggunaan budaya populer dalam kegiatan diplomasi publik Jepang. Sementara keunggulan kompetitif industri kreatif Jepang akan dikaji dari laporan-laporan penelitian JETRO dan METI terkait penggunaan budaya populer dan konten kreatif dalam kegiatan ekonomi kreatif Jepang. Dari data-data tersebut akan dilakukan intepretasi untuk mengetahui motif pemerintah Jepang untuk menggunakan budaya populer dalam diplomasi publik maupun pengembangan industri kreatifnya secara global.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Tahun 2002 McGray menyebut Jepang yang sedang terpuruk perekonomiannya sebagai negara cultural super power.20 Padahal Jepang saat itu bukan lagi economic super power seperti kejayaannya pada dekade 1980an. Namun demikian budaya populer Jepang menyebar ke berbagai negara dan digemari. Alih-alih memiliki Gross National Product (GNP), aset Jepang beralih ke kreativitas dan budayanya yang kemudian dijuluki Gross National Cool (GNC). Japan National’s Cool tulisan McGray dan GNC tampaknya menginspirasi pemerintah Jepang dalam merumuskan slogan Cool Japan. Cool Japan pada mulanya adalah bagian dari kampanye soft power Jepang. Tahun 2004 PM Junichiro Koizumi mulai mengakui pentingnya kampanye soft power Jepang secara global.21 Tahun 2004 tersebut, divisi pertukaran budaya dan divisi public relations eksternal digabungkan dalam Departemen Diplomasi Publik.22 MOFA memprioritaskan pengenalan subkultur populer seperti manga, anime, J-pop, dan mode.23 Langkah ini berbeda dengan persebaran budaya Jepang sebelumnya yang lebih banyak mempromosikan subkultur tradisional seperti seni merangkai bunga (ikebana), upacara minum teh (chanoyu), drama Noh,opera klasik Kabuki, dan lain-lain. Jepang bergeser dari mempromosikan budaya 20
“Gross National Cool,” 44 Diplomatic Blue Book 2005, 207 22 Ibid., 207-208 23 Ibid., 208 21
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
tradisional ke budaya populer. Tujuannya adalah untuk membentuk image baik Jepang di mata dunia.24 Sejak 2004 hingga 2009, MOFA melakukan berbagai diplomasi publik dengan memanfaatkan budaya populer Jepang. Tahun 2004 Menteri Luar Negeri Onodera menyatakan budaya populer penting dalam meningkatkan kerjasama regional Asia. Pada 2006, MOFA mulai bekerja sama dengan pihak swasta dalam melakukan diplomasi publiknya. MOFA pada tahun tersebut mensponsori World Cosplay Summit yang diikuti oleh partisipan dari berbagai negara. Tahun 2007, MOFA dan Menteri Luar Negeri Taro Aso meluncurkan penghargaan ‘the International Manga Award’ untuk meningkatkan keterikatan para kontributor manga di berbagai negara terhadap Jepang. Tahun 2008, MOFA menguatkan penggunaan animasi sebagai alat untuk mengomunikasikan nilai-nilai positif Jepang dengan menobatkan Doraemon sebagai Anime Ambassador. Tahun 2009, MOFA semakin gencar melakukan diplomasinya. Tahun 2009, Jepang membangun pusat budaya populer di luar negeri pertamanya di Singapura. Pada tahun yang sama pula Jepang menggelar festival kerja sama budaya dengan Indonesia, Jak-Japan Matsuri. Setelah tahun 2009 ini, terjadi pergeseran keijakan dalam pemanfaatan Cool Japan oleh pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang rupanya tidak hanya melihat budaya populer Jepang untuk keperluan diplomasi semata. Pemerintah rupanya juga mencari tahu kemungkinan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari budaya populernya. Tahun 2005 Japan Economic and Trade Organization (JETRO) mengeluarkan laporan terkait kemungkinan tersebut. Dalam laporannya disebutkan Cool Japan memberikan sumbangan positif bagi perekonomian global Jepang.25 Sementara kampanye Cool Japan dalam diplomasi publik terus berjalan, mulai muncul wacana untuk mengoptimalkan sektor kreatif Jepang. JETRO meneliti sektor-sektor kreatif seperti penerbitan, animasi, perfilman, video games, desain, dan kuliner memiliki potensi ekonomi yang baik di pasar global. Kemudian pada tahun 2010 lembaga riset HAKUHODO bekerjasama dengan METI mengeluarkan laporan yang lebih mendalam. Dalam The Research for Supports of Small and Medium-sized
24 25
Toshiya Nakamura, “Japan’s New Public Diplomacy: Coolness in Foreign Policy Objectives,” 8-9. Economy Warms Up, 7-10
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Business (The Research of Ways of Supporting Life and Culture Industries) dijelaskan mengenai
potensi sektor kreatif sekaligus formulasi pembentukan industri kreatif Jepang.26 Pada akhir tahun 2010 tersebut divisi khusus Cool Japan dibentuk dalam METI.27 Cool Japan sejak saat itu tidak hanya slogan dalam diplomasi semata. Cool Japan kemudian menjadi sebuah strategi untuk mengembangkan industri kreatif Jepang di pasar global. Segala kegiatan terkait Cool Japan berarti juga turut mengembangkan industri kreatif Jepang.28 Uniknya, ini juga berarti Cool Japan berpindah dari otoritas MOFA ke METI. Setelah 2011, semua kegiatan Cool Japan dikoordinasikan sebagai kegiatan ekonomi kreatif oleh METI. Kegiatan diplomasi publik Jepang masih terus dijalankan, akan tetapi Cool Japan secara de jure tidak lagi berada di bawah wewenang MOFA melainkan METI. Namun demikian dampak positif dari pergeseran kebijakan pemakaian Cool Japan dari Departemen Diplomasi Publik (MOFA) ke Industri Kreatif (METI) ini masih perlu dianalisis lebih lanjut. Skema aktivitas dan dinamika pergeseran penggunaan strategi Cool Japan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema Aktivitas dan Dinamika Pergeseran Cool Japan (2002-2013)
26
HAKUHODO dan METI, The Research for Support, 5-11 METI, “Creative Industry Policy” 28 Ibid., 27
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Pergeseran dari penggunaan diplomasi budaya tradisional ke diplomasi publik yang menggunakan budaya populer oleh pemerintah Jepang tentunya dilandasi oleh alasan-alasan tertentu. Diplomasi publik dengan menggunakan budaya populer tentunya memiliki keunggulan dibandingkan bentuk diplomasi budaya tradisional yang digunakan pemerintah Jepang sebelumnya. Selain budaya populer lebih digemari oleh masyarakat global, perbedaan keunggulan antara diplomasi publik saat ini dengan diplomasi budaya sebelum 2004 tampaknya dapat dilihat dari saluran yang digunakan dalam diplomasi, sifat dari diplomasi yang dilakukan, dan bentuk-bentuk dari aktivitas diplomasi yang dilakukan. Diplomasi konvensional Jepang biasanya dilakukan antar pemerintah, dan sedikit porsi untuk melakukan sosialisasi ke publik. Dalam hal saluran diplomasi dan jangkauan, diplomasi publik Jepang saat ini tampak memiliki keunggulan dibandingkan dengan diplomasi budaya yang biasa dilakukan sebelumnya. Pertama, diplomasi publik Jepang memberikan prioritas untuk menyebarluaskan budaya Jepang ke masyarakat global. Ini artinya kegiatan sosialisasi budaya lebih dikuatkan. Meskipun demikian, diplomasi budaya antar negara juga tetap dilakukan. Kedua, diplomasi publik Jepang saat ini menggunakan budaya populer sebagai alat komunikasinya. Budaya populer Jepang mudah dikenali oleh masyarakat. Dampaknya, budaya populer Jepang dapat melakukan penetrasi pengaruh hingga ke lapisan masyarakat yang tidak terlalu mengenal atau belum mengenal budaya Jepang sama sekali. Budaya populer Jepang juga cukup persuasif dalam mengenalkan budaya dan tradisi masyarakat Jepang pada dunia. Sifat budaya populer Jepang yang atraktif dan persuasif tersebut secara tidak langsung menarik masyarakat dunia untuk lebih mengenal Jepang dan nilai-nilai positif yang dimilikinya. Sifat diplomasi publik yang atraktif dan persuasif mempengaruhi pula bentuk diplomasi yang dilakukan. Dalam diplomasi tradisional antar pemerintah, diplomasi cenderung dilakukan dalam bentuk formal dan cenderung rigid. Namun demikian berbeda halnya dengan praktik diplomasi publik Jepang saat ini. Diplomasi publik dapat melakukan aktivitas dalam bentuk informal dan lebih fleksibel guna menarik perhatian publik targetnya. Diplomasi publik Jepang saat ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan bentuk diplomasi budaya yang pernah dipakai oleh pemerintah Jepang sebelum 2004. Diplomasi publik Jepang tidak hanya tetap menjalankan fungsi dari diplomasi budaya, tetapi juga mampu memperluas jangkauan diplomasi budaya. Keunggulan diplomasi publik tersebut
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
salah satunya dikarenakan pemerintah Jepang kini membuka kemungkinan pihak swasta dan masyarakat global untuk ikut mempromosikan nilai-nilai positif Jepang. Cool Japan memberdayakan budaya populer dalam diplomasi publik Jepang. Secara umum budaya populer Jepang, terutama anime dan manga mengandung konten-konten yang mewakili nilai-nilai tradisi, sejarah, budaya, dan harmoni dengan alam seperti yang ingin disebarluaskan sebagai diplomasi publik Jepang. Anime atau manga dianggap oleh pemerintah Jepang dapat mengenalkan nilai-nilai terkait sejarah, budaya, tradisi, dan alam Jepang dalam anime atau manga juga dianggap pemerintah Jepang dapat membentuk persepsi positif masyarakat global. Industri kreatif adalah industri andalan baru bagi perekonomian Jepang. Industri kreatif memiliki potensi nilai ekonomi yang besar. Nilai dari penjualan sektor-sektor kreatif dan budaya seperti anime, manga, perfilman, mode, dan kuliner secara global terbilang besar. Bahkan dikatakan nilai totalnya nyaris setara dengan industri otomotif Jepang dan melebihi industri elektronik Jepang. METI percaya industri kreatif global akan tumbuh mencapai 900 trilyun Yen (90 ribu trilyun Rupiah) pada 2020. METI optimis Jepang mampu memperoleh 811 trilyun yen (800-1.100 trilyun Rupiah) dari pasar kreatif global.29 Budaya populer dan kreativitas adalah inovasi pasca terhentinya pertumbuhan ekonomi Jepang. Budaya populer seperti anime dan manga sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Akan tetapi budaya populer Jepang dapat dikatakan khas, berbeda dengan produk dari negara-negara lain, dan belum dimaksimalkan potensinya oleh Jepang. Anime contohnya, memiliki karakteristik yang cukup berbeda dibandingkan produk animasi dari negara-negara lain. Industri kreatif merupakan salah satu core industry Jepang saat ini. Sebagai industri yang diunggulkan untuk bersaing secara global, Industri kreatif perlu dipastikan memiliki keunggulan kompetitif. Selain harus mampu berinovasi dan membaca peluang dalam pasar global, juga penting diketahui basis kekuatan yang dimiliki oleh industri kreatif Jepang. 1. Factor Conditions Industri jasa kreatif tentunya lebih tidak tergantung pada sumber daya alam kecuali kreativitas itu sendiri. Minimnya ketergantungan terhadap sumber daya alam dan luasnya opsi-opsi
untuk
produksi
memberikan
dampak
pada
keleluasaan
berproduksi.
Dimungkinkannya melakukan produksi dengan biaya yang lebih murah dan lebih sederhana memungkinkan perluasan industri yang lebih masif. Kreativitas sebagai sumber daya utama 29
Cool Japan Strategy, January 2012, 6
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
juga berarti secara global industri kreatif Jepang bersifat padat karya. Industri kreatif Jepang juga memiliki sisi kultural dan ekonomi sekaligus. Dalam budaya populer Jepang nilai-nilai, budaya, tradisi, ataupun sejarah dapat dijaga sekaligus dipromosikan sebagai daya tarik. 2. Demand Conditions Preferensi masyarakat Jepang yang menuntut keunggulan dan kebutuhan yang lebih kompleks dari sebagian besar masyarakat luar negeri lainnya. Dalam hal industri kreatif, budaya masyarakat Jepang sangat membentuk industri kreatif Jepang saat ini. Permintaan masyarakat Jepang terkait konten kreatif sangat dipengaruhi oleh selera mereka. Sementara, selera masyarakat Jepang sangat dipengaruhi oleh budaya yang sudah lama terbentuk maupun yang terus berkembang. Budaya Jepang dapat dikatakan unik dan berbeda dengan budayabudaya negara lainnya, terutama budaya Barat. Sebagai akibatnya, produk-produk kreatif dan budaya Jepang pun memiliki karakter yang unik tersebut. Keingintahuan akan keunikan tersebut dari masyarakat asing menciptakan pasar bagi industri kreatif Jepang di luar negeri. Porter berpendapat bahwa konsumen domestik memiliki tuntutan atau preferensi tinggi terhadap suatu produk yang akan mendorong industri untuk menciptakan produkproduk yang memiliki daya saing tinggi. Apabila standar yang dituntut oleh konsumen domestik lebih tinggi daripada tuntutan konsumen global, maka industri tersebut berpeluang untuk unggul bersaing dalam pasar global. Dalam hal industri kreatif Jepang, maka kebudayaan dan preferensi masyarakat Jepang membentuk industri Jepang untuk menciptakan konten-konten dan produk kreatif yang unik dan berbeda dengan produk kreatif atau budaya dari negara lain. Preferensi masyarakat Jepang membentuk produk-produk kreatif Jepang memiliki karakter, budaya, tradisi, dan nilai-nilai positif Jepang yang unik di mata negara lain. Singkatnya, preferensi masyarakat Jepang menciptakan keunikan, keunggulan, dan daya tarik produk kreatif Jepang terhadap konsumen global. 3. Related and Supporting Industries Pada industri kreatif Jepang, industri konten kreatif merupakan industri sentral. Industri konten kreatif tersebut mencakup anime, manga, video games, diikuti pula oleh film, musik, hingga periklanan. Industri konten kreatif menjadi sentral karena aktivitasnya mampu memberikan spillover ke industri kreatif lainnya. Misalnya pembuatan anime yang populer akan memberikan proyek pada industri jasa periklanan dan komunikasi. Kepopuleran anime tersebut kemudian menciptakan pasar untuk diproduksinya character goods baik berupa mainan ataupun berbagai souvenir dan gambar karakter pada produk kebutuhan sehari-hari
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
seperti gelas hingga stationary. Bahkan kepopuleran yang lebih luas dari anime tersebut dapat mendukung sektor jasa taman hiburan dengan memanfaatkan karakter anime tersebut. Ini berarti satu proyek konten kreatif berpotensi menciptakan proyek-proyek menguntungkan pada sektor industri kreatif lainnya. 4. Firm Strategy, Structure, and Rivalry Di dalam negeri Jepang, persaingan antar produsen terus berjalan dengan tuntutan konsumen yang tinggi. Struktur akan terbentuk dengan sendirinya berdasarkan modal, skala, dan kinerja. terbatasnya pasar dan adanya persaingan memunculkan kreativitas yang lebih luas. Terbatasnya pasar domestik Jepang, adanya persaingan, adanya kemampuan produksi yang mumpuni, dan dimilikinya keunikan yang signifikan dalam budaya dan kreativitas ini pada akhirnya juga mendorong industri Jepang melakukan ekspansi ke pasar global. Industri kreatif Jepang tampak memiliki basis kekuatan produksi yang baik dan lingkungan usaha yang mendukung. Oleh karenanya ekspansi ke pasar global menjadi opsi peluang yang sangat baik. Persaingan antar perusahaan dalam industri kreatif juga menguatkan kreativitas dan stuktur industri kreatif Jepang sendiri. Persaingan dalam industri kreatif Jepang membuat produk-produk kreatifnya unggul dalam kualitas dan menciptakan perusahaanperusahaan yang siap menghadapi persaingan dengan perusahaan lain, bahkan menghadapi pesaing dari luar negeri sekalipun. Pasar global menawarkan peluang yang lebih luas dari pasar nasional. Namun demikian, dalam pasar global pun kompetisi industri dalam menguasai pasar terjadi. Dalam skala global, bahkan terkadang tidak hanya terjadi kompetisi antar pihak swasta, namun kepentingan negara-negara terkait juga turut mempengaruhi kompetisi. Untuk mengetahui keunggulan kompetitif industri kreatif Jepang di pasar global, perlu dikaji kekuatan-kekuatan apa saja yang mempengaruhinya secara global. 1. Rivalry among Existing Competitors Jepang bukanlah satu-satunya aktor dalam industri kreatif global. Dalam laporan METI sendiri Jepang mengidentifikasi adanya kompetitor atau aktor yang sudah terlebih dahulu aktif di pasar industri kreatif global yaitu Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Inggris. Ketiga negara tersebut dianggap
sebagai negara yang aktif dalam menguatkan dan
mendorong industri kreatif sebagai penopang perekonomian nasional negara-negara tersebut di pasar global. Industri kreatif yang diusung oleh METI berarti dimaksudkan untuk menjadi salah satu pemain besar dalam industri kreatif global berikutnya.
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Industri kreatif Jepang cukup fleksibel dalam menghadapi aktor-aktor yang berpotensi menjadi pesaingnya. Jepang memilih untuk tidak bersaing frontal dengan Hollywood yang sudah dominan sejak awal. Keunggulan Jepang terletak pada konten-konten kreatifnya yang justru dapat dipromosikan melalui Hollywood. Untuk bersaing dengan industri kreatif Inggris, Jepang lebih memiliki keunggulan di konten kreatif yang unik dan cenderung berbeda dengan konten kreatif Barat. Sementara dengan Korea Selatan, Jepang mengandalkan keuntungan dari produk kreatifnya yang beragam sehingga bisa menghindari kerugian akibat persaingan pada beberapa produk budaya seperti K-Pop, kuliner, atau beberapa sub kultur Korea Selatan lainnya yang memang mirip dengan beberapa sub kultur Jepang. 2. Threat of New Entry Threat of new entry berarti berkaitan dengan acaman dari pendatang baru. Masuknya pendatang baru berarti muncul persaingan. Munculnya pesaing dalam suatu pasar biasanya ditentukan dari barrier to entry atau adanya kesulitan untuk masuk ke dalam pasar. Apabila halangan untuk masuk ke pasar relatif kecil, aktor-aktor baru diuntungkan untuk ikut mengambil keuntungan di pasar. Jepang sebagai salah satu pemain besar baru terbilang cukup mudah untuk masuk ke dalam industri kreatif global. Cool Japan atau budaya populer Jepang dalam hal ini menjadi keunggulan Jepang. Budaya populer Jepang yang sudah lama dikenal oleh masyarakat global memudahkan produk-produk kreatif Jepang diterima oleh konsumen global. Kemudian beragamnya produk kreatif Jepang membantu untuk melakukan pemasaran ke negara-negara dengan preferensi yang berbeda-beda. 3. Power of Suppliers Dari kebiasaan Jepang untuk mengelola pabrik di luar negeri pada masa kejayaan industri otomotif dan elektroniknya, Jepang mampu mengontrol pula kekuatan dari para supplier untuk industri kreatifnya. Dimilikinya beberapa supplier di suatu kawasan memudahkan Jepang melakukan proyek-proyek besar sekaligus mencegah ketergantungan terhadap supplier tunggal. Terutama dalam industri kreatif, dalam sektor-sektor tertentu seperti konten kreatif dan jasa, supplier material terkadang tidak signifikan. Singkatnya, industri kreatif Jepang memiliki keunggulan dengan tidak terlalu terhambat masalah supplier sehingga dapat melakukan ekspansi dan pengelolaan bisnis di luar negeri dengan lebih efektif. 4. Power of Buyers Meskipun produk industri kreatif Jepang bergantung pada preferensi pembeli, produkproduk kreatif tersebut tetap memiliki keunggulan secara global. Produk-produk kreatif
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Jepang dapat dikatakan unggul karena memiliki setidaknya 4 sektor (18 sektor menurut METI). Ini memungkinkan strategi penyesuaian pemasaran produk yang berbeda di negara berbeda. Masih dari sisi produk, keunikan produk-produk ini membatasi kekuatan pembeli untuk menentukan harga ataupun membandingkannya dengan produk-produk dari negara lain, khususnya pada produk-produk yang khas atau niche. Ini berarti keunikan dari produkproduk kreatif Jepang membuat konsumen tidak memiliki daya tawar yang terlalu tinggi untuk mengkonsumsi ‘kekhasan Jepang’. 5. Threat of Subtitutes Industri kreatif Jepang secara umum relatif aman dari ancaman subtitusi. Ini dikarenakan adanya konten-konten khas yang membedakannya dari produk-produk lainnya. Terutama dalam konten kreatif rasa, pengalaman, dan keunikan kerap kali tidak dapat digantikan begitu saja. Perbedaan dan keunikan dari produk kreatif Jepang membuatnya sulit disubtitusikan dengan produk-produk kreatif negara lain yang bahkan secara sifat dan fungsinya bisa dikatakan sama. Dilihat dari kondisi yang mempengaruhi Jepang dalam memberlakukan Cool Japan dan mengembangkan industri kreatifnya, kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya tampak cukup menguntungkan Jepang. Jepang memang memiliki beberapa rival besar, akan tetapi tampak Jepang mampu memanfaatkan kondisi yang ada untuk menghindari persaingan atau bahkan melakukan kolaborasi. Budaya populer Jepang yang sudah lama dikenal memudahkan Jepang untuk melakukan ekspansi pasar dan memasarkan produk-produk kreatifnya. Keunikan dari produk-produk kreatif Jepang juga memberikan keuntungan dalam menghadapi preferensi konsumen dan perbedaan preferensi antar negara. Produk kreatif Jepang yang beragam misalnya memastikan ada banyak negara yang dapat dimasuki pasarnya. Sementara keunikan produk-produk kreatif Jepang membuat konsumen mencari kekhasan Jepang yang sulit ditemui pada produk-produk asing. Dengan kata lain, industri kreatif Jepang diuntungkan dengan kondisi pasar kreatif global yang ada. Secara garis besar, strategi Cool Japan METI terbagi dalam 3 bagian. Bagian pertama adalah menciptakan Japan boom di luar negeri. Menciptakan Japan boom berarti melakukan promosi ke berbagai negara dunia. Promosi Cool Japan ini dilakukan METI dengan beragai cara. Promosi Cool Japan dapat dilakukan melalui penyebaran konten kreatif dan pengenalan masif budaya dan produk Jepang. Tahapan selanjutnya adalah upaya memperoleh profit dari negara-negara yang telah dipromosikan konten dan produk kreatif atau negara-negara yang
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
mengalami Japan boom. Ini dilakukan melalui perdagangan produk-produk kreatif atau membuka usaha kreatif di di luar negeri. METI mengagendakan dua tahapan sebelumnya akan membawa wisatawan yang tertarik pada budaya populer dan produk kreatif Jepang untuk datang langsung ke Jepang. Tujuan dari menarik wisatawan ini untuk mendorong masyarakat asing melakukan konsumsi di Jepang langsung. Ketiga tahapan strategi Cool Japan METI tersebut dirancang untuk memaksimalkan potensi perolehan keuntungan ekonomi Jepang secara global melalui industri kreatif. Telah dipaparkan sebelumnya, Cool Japan METI memiliki keunggulan-keunggulan dan potensi ekonomi secara global. Akan tetapi Cool Japan tidak hanya menghasilkan keuntungan ekonomi saja. Cool Japan METI juga turut menjalankan aktivitas diplomasi publik bagi Jepang. Proyek pemasaran Cool Japan METI justru tampaknya memberi ruang untuk dilakukannya diplomasi publik budaya populer dengan lebih intensif. Dilakukannya promosi dan pemasaran Cool Japan di berbagai negara dapat juga dianggap sekaligus sebagai diplomasi publik Jepang, sekalipun diselenggarakan oleh pihak swasta. Lebih jauh, selain acara-cara tersebut menghasilkan keuntungan ekonomi, dikonsumsinya produk-produk kreatif Jepang pasca promosi juga berarti mengindikasikan adanya ketertarikan dan rasa suka dengan budaya atau nilai-nilai yang dibawa dalam produkproduk kreatif tersebut. Produk kreatif dan budaya populer Jepang dikonsumsi tentunya karena ada rasa tertarik dan suka dari konsumen terhadap Jepang sebagai negara asal produk. Kemudian, kesukaan terhadap produk-produk kreatif Jepang dapat membuat masyarakat global lebih simpati terhadap kebijakan-kebijakan luar negeri pemerintah Jepang. Ringkasnya, kegiatan ekonomi Cool Japan juga sekaligus menjalankan fungsinya sebagai alat diplomasi publik Jepang di berbagai negara. Setiap aktivitas ekonomi yang dijalankan oleh Cool Japan METI turut memenuhi tujuan dari diplomasi publik Jepang.
Kesimpulan Pada penelitian ini, keunggulan dalam hal diplomasi dan keunggulan kompetitif menunjukkan Cool Japan memiliki dua keunggulan. Namun demikian kedua keunggulan tersebut tidak terpisah satu dengan lainnya. Dalam Cool Japan METI atau dalam industri kreatif Jepang, kedua keunggulan tersebut saling terkait dan menguatkan. Keterkaitan tersebut dapat dilihat melalui strategi Cool Japan yang dibuat oleh METI ternyata juga mampu memenuhi tujuan-tujuan dari diplomasi publik Jepang.
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
Penulis menemukan Cool Japan memiliki keunggulan ekonomi maupun diplomasi publik sekaligus. Berjalannya kegiatan ekonomi Cool Japan juga berarti berjalannya kegiatan diplomasi publik Jepang seperti yang dipaparkan pada bahasan mengenai keunggulan gabungan dalam kegiatan Cool Japan METI. Maka penelitian ini menyimpulkan dimilikinya keunggulan gabungan dari keunggulan diplomasi dan keunggulan ekonomi inilah yang menjadi alasan pemerintah Jepang mendukung penggunaan strategi Cool Japan dalam diplomasi publik Jepang, dan lebih jauh dalam pengembangan industri kreatif Jepang.
Saran Penelitian ini masih memiliki banyak keterbatasan. Namun demikian penelitian ini diharapkan dapat menjadi penambah wacana dalam penelitian selanjutnya dengan topik serupa. Pada penelitian selanjutnya mungkin dapat menggunakan data-data yang lebih spesifik untuk melakukan riset yang lebih mendalam. Analisis mengenai power dan keterkaitannya dengan topik ini juga akan memperkaya penelitian dengan topic serupa dalam perspektif studi Hubungan Internasional. Selanjutnya, penulis juga menemukan strategi pengelolaan budaya populer Jepang (Cool Japan) dapat dipelajari oleh Indonesia untuk mengelola budayanya. Jepang memilih untuk memanfaatkan produk budaya populernya yang variatif. Produk budaya populer Jepang yang variatif memungkinkan Jepang masuk ke pasar di berbagai negara dengan preferensi pasar yang berbeda-beda. Indonesia sebagai negara dengan berbagai macam produk budaya mengkin dapat menerapkan strategi serupa dengan Jepang dalam mempromosikan budayanya secara global.
Daftar Referensi Asia Japan Watch. ’Washoku’ to be listed on UNESCO intangible cultural heritage list, diakses 4 Desember, 2013. http://ajw.asahi.com/article/cool_japan/culture/AJ201310230062 BBC. Japan film’s throne of blood, dalam BBC News, diakses 13 September, 2013. http://news.bbc.co.uk/2/hi/entertainment/3517957.stm Beasley, W.G. (2003) Pengalaman Jepang: Sejarah Singkat Jepang. Diterjemahkan oleh Masri Maris. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Christensen, Asger Røjle. [Global Asia] Cool Japan, Soft Power, dalam The Hankyoreh, April 5, 2011, diakses 11 September, 2013, http://www.hani.co.kr/arti/english_edition/e_international/471476.html Creative Industries Division METI. (2012, January) Cool Japan Strategy.
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
------------------------------------------. (2012, July) Cool Japan Strategy. ------------------------------------------. (2013, November) Cool Japan Strategy. CSMonitor. Is Japan losing its cool? dalam The Christian Science Monitor, diakses 12 September, 2013. http://www.csmonitor.com/World/Asia-Pacific/2012/1208/Is-Japan-losing-its-cool/(page)/2 Edano, Yukio. (2012, March) Initiatives toward the Creation of New Industries and New Market. Gilpin, Robert. (2001) Global Political Economy: Understanding The International Economic Order. New Jersey: Princeton University Press. http://www.animefestival.asia/ http://www.dannychoo.com/ Japan Ministry of Foreign Affairs. Diplomatic Blue Book 2005. -----------------------------------------. Diplomatic Blue Book 2006. -----------------------------------------. Diplomatic Blue Book 2007. -----------------------------------------. Diplomatic Blue Book 2008 -----------------------------------------. Diplomatic Blue Book 2009 Japan Today. Diakses 28 Oktober 2013. http://www.japantoday.com/category/quote-of-the-day/view/its-alsoquite-important-to-spread-japanese-anime-throughout-the-world JETRO. (2005) “Cool” Japan’s Economy Warms Up. Leonard, Mark. (2002) Public Diplomacy. London: The Foreign Policy Centre. Marketing Society. Branding Japan Cool isnot enough, dalam Marketing Society UK, diakses 15 September, 2013. https://www.marketingsociety.co.uk/the-library/branding-japan-cool-not-enough May, Tim. (2002) Qualitative Research in Action. SAGE. McGray, Douglas. (2002, May-June) Japan’s Gross National Cool. dalam Foreign Policy. METI dan HAKUHODO. (2010) The Research for Supports of Small and Medium-sized Business: The Research of Ways of Supporting Life and Culture Industries. HAKUHODO. METI. Cool Japan/Creative Industries Policy, diakses 12 September, 2013. http://www.meti.go.jp/english/policy/mono_info_service/creative_industries/creative_industries.html ------. Proposal of the Public-Private Expert Panel on Creative Industries, diakses 8 November, 2013. http://www.meti.go.jp/english/press/2011/0512_02.html -------. The Cabinet has Approved a Cabinet Order Specifying the Effective Date of the Act on Establishment of the Japan Brand Fund, diakses 12 November, 2013. http://www.meti.go.jp/english/press/2013/0910_01.html MOFA. Creative Industry: a key to solidify bases for regional cooperation in Asia, diakses 18 Oktober, 2013. http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/speech0411.html -------. Foreign Minister Gemba’s Speech on Japan’s Diplomacy in the Future at ‘A Talk with Foreign Minister Gemba’ (Overview), diakses 16 April, 2013. http://www.mofa.go.jp/announce/jfpu/2012/04/0405-01.html
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013
-------.“Inauguration Ceremony of Anime Ambassador, diakses 20 Oktober, 2013. http://www.mofa.go.jp/announce/announce/2008/3/0319-3.html -------. Introduction of the KAWAII Ambassadors, diakses 25 Oktober, 2013. http://www.mofa.go.jp/announce/press/2009/3/0312.html -------. JENESYS 2.0, diakses 3 November, 2013.http://www.mofa.go.jp/region/page24e_000001.html -------. World Cosplay Summit 2013 Conferment of Foreign Minister’s prize, diakses 5 November, 2013. http://www.mofa.go.jp/policy/culture/page5e_000020.html Montrel Ville UNESCO de Design. UNESCO Creative Cities Network, diakses 2 November, 2013. http://mtlunescodesign.com/en/UNESCO-cities-design Mori, Sumiko. Japan’s Public Diplomacy and Regional Integration in East Asia: Using Japan’s Soft Power, diakses 18 September, 2013.http://www.wcfia.harvard.edu/us-japan/research/pdf/06-10.mori.pdf Morton, W. Scott dan J. Kenneth Olenik. (2004) Japan: Its History and Culture 4th edition. New York: MacGraw-Hill, Inc. Nakamura, Toshiya. Japan’s New Public Diplomacy: Coolness in Foreign Policy Objectives, NHK. Cool Japan, diakses 28 Oktober, 2013. http://www.nhk.or.jp/cooljapan/en/ Papp, Daniell S. (1997) Contemporary International Relations: Frameworks for Understanding. United States of America: Allyn and Bacon. Porter, Michael. (2008) The Competitive Advantage of Nations dalam On Competition. Harvard Business Press. -----------------. (2008) The Five Competitive Forces That Shape Strategy dalam On Competition, Harvard Business Press. Snow, Nancy. Uncool Japan: Japan’s Gross National Propaganda, dalam Metropolis, diakses 13 September, 2013. http://metropolis.co.jp/features/the-last-word/uncool-japan/ UK Government. Creative Industry, diakses 30 Desember, 2012. http://www.culture.gov.uk/creative_industries UNESCO. Creative Induastries, diakses 30 Desember, 2012. http://portal.unesco.org/culture Van Graan, Mike. Towards an understanding of the current nature and scope of the Creative Industries in the Western Cape, dalam Cultural Industries, Arts, Culture, and Creative Arts First Paper. Yoshimoto, Mitsuhiro. The Status of Creative Industries in Japan and Policy Recommendations for Their Promotion.
Analisis cool..., Bagus Fitrian Yudoprakoso, FISIP UI, 2013