ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) USAHA TERNAK BURUNG PUYUH (Kasus : Desa Jati Mulyo, Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai dan Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)
Syahrul Akbar*), Lily Fauzia**), Salmiah**) *)
**)
Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp.0816308308 , E-mail:
[email protected] Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan teknis penyelenggaraan usaha peternakan puyuh di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dan desa Pantai Labu, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang dan untuk menganalisis besar biaya, penerimaan, keuntungan serta BEP produksi dan BEP harga usaha ternak burung puyuh di daerah penelitian. Metode analisis adalah analisis deskriptif, analisis biaya, analisis penerimaan, pendapatan dan Break Even Point. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa teknis penyelenggaraan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak 1 di Pantai Labu dan peternak 2 di Jati Mulyo diantaranya: persiapan kandang, pembibitan ternak, pemeliharaan ternak dan pemanenan telur. Pemeliharaan ternak yang dilakukan peternak 1 adalah pemberian pakan, vaksin dan pembersihan kandang. Sedangkan peternak 2 menambahkan pemberian vitamin selain pakan, vaksin dan pembersihan kandang. Biaya yang dikeluarkan pada usaha ternak peternak 1 sebesar Rp.746.407.214,terdiri dari biaya tetap Rp. 8.372.214,- dan biaya variabel Rp.738.035.000,-. Penerimaan dari penjualan telur puyuh dalam 1 periode sebesar Rp.806.400.000,maka pendapatan usaha ternak burung puyuh Rp.59.992.786,-. Break Even Point pada jumlah 3.110.030 butir telur dalam 1 periode dan pada harga Rp.222,1. Biaya yang dikeluarkan pada usaha ternak peternak 2 sebesar Rp.295.140.928,terdiri dari biaya tetap 5.118.428,- dan biaya variable Rp.290.022.500,-. Penerimaan dari penjualan telur puyuh dalam 1 periode sebesar Rp. 403.200.000,maka pendapatan usaha ternak burung puyuh sebesar Rp.108.059.072,-. Break Even Point pada jumlah 1.229.754 butir telur dalam 1 periode dan pada harga Rp. 175,7. Kata kunci: ternak burung puyuh, BEP, telur
1
ABSTRACT The objective of the research is to describe the technical implementation of farm quail in the Jati Mulyo Village, Pegajahan Subdistrict, Serdang Bedagai District and Pantai Labu Village, Pantai Labu Subdistrict, Deli Serdang District and to analyze the costs, revenues, profits and BEP production and BEP price of livestock business quail in the study area. The method of analysis is descriptive analysis, cost analysis, revenue analysis, income analysis and Break Even Point. Results of the research show that the technical implementation of the livestock business conducted by the first breeder in Pantai Labu Village and the second breeder in Jati Mulyo Village include: preparation cages, breeding, livestock raising and harvesting of eggs. Maintenance of the livestock conducted by the first breeder is feeding, vaccines and cleaning cages. While the second breeder adds vitamin in addition to feed, vaccines and cleaning cages. Costs incurred on the business of livestock by the first breeder Rp 746.407.214,- consist of fixed cost Rp 8.32.214,- and variable costs Rp 738.035.000,-. Revenue from the sale of quail eggs in one period of amounted Rp. 806.400.000,- the livestock business quail income Rp. 59.992.786,-. Break Even Point in the amount of 3.110.030 eggs in one period and at price Rp. 222,1. Costs incurred business of livestock by the second breeder Rp. 295.140.928,- consists of fixed costs Rp. 5.118.428,- and variable costs Rp. 290.022.500,-. Revenue from the sale of quail eggs in one period of amounted Rp 403.200.000,- the livestock business quail income Rp. 108.059.072,-. Break Even Point in the amount of 1.229.754 eggs in one period and at price Rp. 175,7. Keywords: Livestock quail, Break Even Point (BEP), eggs PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub-sektor peternakan pada masa ini telah diarahkan kepada pengembangan aneka ternak termasuk unggas, salah satunya yaitu burung puyuh. Burung puyuh mulai banyak dipelihara atau diternakkan karena memiliki banyak keuntungan antara lain telur dan dagingnya mempunyai nilai nutrisi tinggi, produksi telur bisa mencapai 250-300 butir/tahun, pemeliharaannya tidak membutuhkan lahan yang luas dan modal yang dibutuhkan juga relatif kecil. (Listiyowati dan Roospitasari, 2007). Puyuh (Coturnix coturnix japonica L.) merupakan salah satu sumber diversifikasi produk daging dan telur.Dengan ukuran tubuh yang kecil, puyuh memiliki keunikan, yaitu pertumbuhan yang cepat, dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang relatif tinggi, interval generasi dalam waktu singkat, dan periode inkubasi relatif cepat (Susilorini, 2007).
2
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan jumlah penduduk 13.326.307 jiwa. Dengan tingkat konsumsi per kapita per tahun 2,71 butir telur puyuh pada tahun 2011 dan perkembangan 20,93 % per tahun, maka Sumatera Utara merupakan pasar yang besar untuk perkembangan peternakan burung puyuh (Badan Pusat Statistik, 2015). Tingginya kebutuhan telur puyuh di Sumatera Utara ternyata tidak sejalan dengan perkembangan jumlah peternakan puyuh. Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah peternakan di Sumatera Utara hanya terdiri dari 504.004 ekor sapi, 93.169 ekor kerbau, 872.372 ekor babi, 461.424 ekor kambing, dan 53.059 domba untuk hewan besar. Untuk jenis unggas, Sumatera Utara memiliki jumlah peternakan 49,56 juta ekor ayam ras pedaging, 4,47 juta ayam buras, 3,01 juta ayam ras petelur, dan 1,31 juta itik (Badan Pusat Statistik, 2015). Peternakan burung puyuh lebih banyak dilakukan secara pribadi dalam skala rumah tangga, Padahal peternakan puyuh dapat dijadikan usaha permanen yang memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat (Anugrah, 2009). Analisis BEP (break even point) di perlukan bagi pengembangan usaha peternakan puyuh karena analisis ini dapat membantu pengelola dalam mengambil keputusan-keputusan dalam menjalankan usahanya. Selisih antara volume penjualan saat break even point merupakan angka margin of safety (MOS). Margin of safety juga menggambarkan batas jarak yang mana kalau penjualan berkurang melampaui batas jarak tersebut maka usahanya akan menderita kerugian. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap analisis Break Even Point usaha ternak burung puyuh di Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Deli Serdang.
Identifikasi Masalah 1.
Bagaimana teknis penyelenggaraan usaha peternakan puyuh di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dan desa Pantai Labu, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang?
2.
Berapa besar biaya, penerimaan, keuntungan serta BEP produksi dan BEP Harga di daerah penelitian ?
3
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mendeskripsikan teknis penyelenggaraan usaha peternakan puyuh di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dan desa Pantai Labu, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.
2.
Untuk menganalisis besar biaya, penerimaan, keuntungan serta BEP produksi dan BEP harga usaha ternak burung puyuh di daerah penelitian. TINJAUAN PUSTAKA
Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak (Bhs. Jawa- Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870. Di Indonesia Burung Puyuh mulai dikenal, dan diternak semenjak akhir tahun 1979 (Sari, 2009). Species (jenis) puyuh yang umum dibudidayakan adalah Coturnix coturnix japonica dengan systematic zoology (Klasifikasi Ilmiah) sebagai berikut : Kingdom
: Animal
Phylum
: Chordata
Kelas
: Aves (Bangsa Burung)
Ordo
: Galiformes
Sub Ordo
: Phasianoidae
Famili
: Phasianidae
Sub Famili
: Phasianinae
Genus
: Coturnix
Species
: Coturnix-coturnix Japonica
(Rahmad, 2012) Puyuh jenis coturnix- citurnix japonica memiliki karakteristik sebagai berikut: bentuk badannya lebih besar dari burung puyuh jenis lain, mencapai dewasa kelamin pada umur sekitar 42 hari, puyuh betina mampu menghasilkan sebanyak 200-300 butir telur/tahun dengan periode bertelur selam 9-12 bulan, bobot telur rata-rata 10 gram per butir data 7-8% dari bobot badannya, warna kerabang telur bervariasi dari coklat tua, biru, putih dengan bercak-bercak hitam. Lama periode pengeraman antara 16-17 hari, ciri khas perbedaan jantan dan betina terdapat pada
4
warna , suara, dan berat tubuhnya. Warna puyuh betina pada bulu leher dan dada bagian atas lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua sedangkan puyuh jantan lebih besar dibandingkan puyuh betina, bobot badan puyuh betina lebih berat sekitar 143 gram/ ekor daripada puyuh jantan sekitar 117 gram/ekor (Nugroho dan Mayun, 1982). Landasan Teori Penggolongan biaya usahatani berdasarkan fungsinya adalah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Produsen harus tetap membayarnya, berapa pun jumlah komoditas yang dihasilkan usahataninya. Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah (Soekartawi, 2001). Menurut Soekartawi (2001), penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika produksi berlebihan. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya total. Impas (Break Event Point) adalah suatu keadaan pada perusahaan yang tidak mengalami kerugian dan tidak memperoleh keuntungan. Menurut Jumingan (2006:183) Analisis Break Even Point diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi. Hipotesis Penelitian Volume produksi dan harga penjualan usaha peternakan burung puyuh di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dan di Desa Pantai Labu, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang lebih besar dari Break Even Point. METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Jati Mulyo Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai dan Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
5
Serdang. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive atau secara sengaja. Pertimbangan ini didasarkan karena di desa tersebut ditemukan peternakan burung puyuh mandiri yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Deli Serdang. Metode Penentuan Sampel Metode yang digunakan untuk menentukan sampel adalah metode sensus yaitu dengan melakukan penelusuran terhadap peternakan burung puyuh yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Deli Serdang, dengan keterbatasan data yang ada. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu berupa penelusuran jumlah peternakan burung puyuh di daerah penelitian dan kuesioner dari hasil wawancara kepada peternak di daerah penelitian. Data sekunder yang meliputi data populasi ternak, kependudukan dan keadaan lokasi daerah penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera Utara. Metode Analisis Data Untuk menyelesaikan masalah 1 digunakan analisis deskriptif. Untuk menyelesaikan masalah 2 digunakan analisis biaya, penerimaan, pendapatan dan Break Even Point. Untuk mengetahui biaya total, secara matematis ditulis sebagai berikut (Rosyidi, 2001). TC = TFC + TVC Keterangan : TC = Total Cost/Biaya Total (Rp) TFC = Total Fixed Cost/Biaya Tetap Total (Rp) TVC = Total Variabel Cost/Biaya Variabel Total (Rp) Secara matematis, penerimaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: TR = Q x Pq Keterangan: TR = Total penerimaan (Rp)
6
Q = Jumlah produk Pq = Harga produk (Rp) Keuntungan (Л) merupakan hasil pengurangan dari penerimaan (revenue) dengan biaya (cost). secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Л = TR - TC Keterangan : Л = Profit/Keuntungan/(Rp) TR = Total Revenue/Penerimaan Total (Rp) TC = Total Cost/Biaya Total (Rp) Perhitungan break even point (BEP) dapat dirumuskan sebagai berikut: Q* = P* =
𝑻𝑪 𝑷 𝑻𝑪 𝑸
Keterangan : Q = Produksi telur aktual (butir/produksi/tahun) Q* = Titik impas volume produksi (butir/produksi/tahun) P = Harga jual (Rp/butir) P* = Titik impas harga (Rp/butir) TC = Total biaya (Rp/produksi/tahun) HASIL DAN PEMBAHASAN Teknis Penyelenggaraan Usaha Ternak Burung Puyuh Persiapan Kandang Pelaksanaan usaha ternak yang dilakukan peternak 2 di Desa Jati Mulyo menggunakan kandang dengan bahan kayu dilapisi kawat ram (sistem sangkar). Kandang dibuat bertingkat dua dengan jarak antar tingkat 40 cm. Dengan ukuran kandang 180 m2 hanya diisi dengan jumlah kotak kayu sebanyak 200 set sehingga hanya mampu menampung sebanyak 5.000 ekor puyuh. Untuk peternakan puyuh yang dikelola peternak 1 di Desa Pantai Labu, menggunakan kandang sistem sangkar. Dengan luas lahan kandang sekitar 300 m2 digunakan untuk mengelola burung puyuh penghasil telur maupun pembibitan puyuh. Untuk jenis puyuh yang
7
menghasilkan telur hanya diisi 10.000 ekor puyuh sisanya digunakan untuk pembibitan puyuh. Pembibitan burung puyuh Usaha ternak burung puyuh yang belum banyak berkembang di daerah Serdang Bedagai membuat peternak 2 sulit mendapatkan bibit dari wilayahnya sendiri. sehingga peternak 2 masih membeli bibit puyuh dari peternak lain di Deli Serdang, yaitu peternak 1. Peternak 1 sendiri yang merupakan peternak puyuh yang sudah berpengalaman dan selalu mengembangkan usaha puyuh tersebut menjadikan pembibitan menjadi salah satu fokus usahanya. Pembibitan puyuh diawali dengan menggabungkan puyuh jantan sehat dan puyuh betina sehat dalam satu kandang dengan perbandingan 1: 3. Telur yang dihasilkan kandang ini segera dihangatkan pada tempat tertutup dengan suhu hangat menggunakan media lampu. Hingga 17 hari setelahnya telur akan menetaskan puyuh yang dapat dijadikan bibit. Pemeliharaan Burung Puyuh A. Pemberian Pakan Dalam pelaksanaannya, peternak 2 memberikan pakan ternak dengan pola 2 kali satu hari yaitu pada pagi dan sore hari. Dengan pemberian pakan rata-rata 20 gram per ekor per hari. Jenis pakan yang diberikan adalah pakan pabrikan dengan merk Confeed. Sedangkan peternak 1 memberikan pakan ternaknya dengan pola makan 3 kali satu hari dengan pemberian pakan 25 gram per ekor per hari. Jenis pakan yang diberikan juga pakan pabrikan dengan merk Confeed. B. Pemberian Vaksin Peternak 2 memberikan vaksin ND Lasota dengan cara mencampurkan pada minum ternak pada pagi hari, pemberian vaksin dicampur dengan es. Pemberian vaksin ini dilakukan sekali dalam sebulan. Peternak 1 memberikan vaksin ND Lasota dengan cara mencampur pada minum ternak untuk umur 1 minggu dan setiap sebulan sekali dengan cara disuntikkan di dada burung puyuh dengan dosis 25 cc per ekor. C. Pemberian Vitamin Vitamin adalah faktor yang dianggap penting oleh Peternak 2. Pemberiannya dilakukan secara rutin 2 kali sebulan apabila ada indikasi produksi ternaknya
8
rendah. Dengan ciri-ciri kotoran ternak yang berwarna hijau. Peternak memberikan vitamin dengan merk “Strong n Fit”. Sedangkan, Peternak 1 hanya memberikan vitamin hanya untuk proses pembibitan saja yaitu untuk bibit baru yang baru 3 hari menetas, dengan secara berturut-turut dalam 3 hari diberikan vitamin merk “Terapi”. D. Pembersihan Kandang Peternak 2 dan Peternak 1 setiap hari memprogramkan kegiatan pembersihan kandang ternak burung puyuh. Selain faktor kebersihan dan kelembaban kandang, kotoran unggas juga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Sehingga dapat menjadi nilai tambah tersendiri bagi peternak. Pemanenan Keuntungan ternak puyuh adalah panen dapat dilakukan setiap hari setelah puyuh berumur sekitar 30 hari sampai umur 1 tahun 3 bulan. Produksi telurnya dapat dilakukan setiap hari dengan persentase hasil 80-90% dari jumlah ternak. Setelah dikumpulkan hasil panen telurnya, telur langsung dikemas untuk dipasarkan. Peternak 2 mengemasnya pada kardus mie instan yang diisi dengan sekam. Kapasitas 1 kardus dapat berisi 500 butir telur. Sedangkan peternak 1 mengemasnya pada papan telur puyuh, dengan harga modal papan Rp.800,- per papan berisi 100 butir. Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Ternak Burung Puyuh Biaya Usaha Ternak A. Biaya Tetap Pada lampiran 1 dan 2 dapat menunjukkan bahwa besaran biaya tetap paling besar pada peternak 1 yaitu sebesar Rp.8.372.214,- sedangkan peternak 2 sebesar Rp.5.118.428,- Hal ini berhubungan dengan jumlah populasi ternak burung puyuh pada kedua peternakan tersebut yang berpengaruh terhadap kandang dan peralatan yang digunakan. B. Biaya Variabel Berdasarkan hasil hitungan biaya variabel pada lampiran 3 dan 4 maka dapat diketahui bahwa komponen biaya variabel yang paling besar dikeluarkan dalam usaha ternak burung puyuh peternak 1 adalah pakan sebesar 80,78%. Peternak 2
9
menghabiskan dana untuk biaya variabel sebesar Rp.290.022.500,-. Komponen biaya variabel yang paling besar adalah biaya pakan sebesar 85,34%. C. Curahan Tenaga Kerja Curahan tenaga kerja pada peternakan 1 dapat dijelaskan pada lampran 5, dimana peternak 1 menggunakan tenaga kerja luar keluarga sebanyak 2 orang dan masingmasing digaji sebesar Rp. 100.000,- per hari. Curahan tenaga kerja pada peternakan 2 dapat dijelaskan pada lampiran 6, dimana Peternak 2 menggunakan tenaga kerja luar keluarga sebanyak 1 orang dan tenaga kerja dalam keluarga 1 orang. Tenaga kerja luar keluarga tersebut digaji sebesar Rp. 50.000,- per hari. Penerimaan Usaha Ternak Burung Puyuh Harga jual telur paling tinggi terjadi saat bulan puasa hingga lebaran, harga mencapai Rp.300,-/ butir. Sedangkan harga jual paling rendah pada tahun ini Rp.180,-/ butir. Maka harga rata-rata telur puyuh sebagai berikut: Harga rata-rata : Harga rata-rata :
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖+ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 2 300+180 2
Harga rata-rata : Rp.240,- / butir. Maka, penerimaan usaha burung puyuh dari telur milik peternak 1 sebesar: TR : (80% x 10.000 x 420 Hari) x Rp.240,TR : 3.360.000 x Rp. 240,TR : Rp.806.400.000,Sedangkan penerimaan usaha burung dari telur milik peternak 2 sebesar: TR : (80% x 5.000 x 420 Hari) x Rp.240,TR : 1680.000 x Rp.240,TR : Rp. 403.200.000,Keuntungan Usaha Ternak Burung Puyuh Keuntungan yang didapatkan peternak 1 dari 1 periode musim ternak adalah sebagai berikut: Л : TR – TC ( FC+VC) Л : Rp. 806.400.000, – (Rp. 8.372.214,- + Rp. 738.035.000,-) Л : Rp. 806.400.000,- – Rp. 746.407.214,Л : Rp. 59.992.786,-
10
Sedangkan, keuntungan yang didapatkan peternak 2 dari 1 periode musim ternak adalah sebagai berikut: Л : TR – TC ( FC+VC) Л : Rp.403.200.000,- – (Rp.5.118.428,- + Rp.290.022.500,-) Л : Rp. 403.200.000,- – Rp. 295.140.928,Л : Rp. 108.059.072,Break Even Point Usaha Ternak Burung Puyuh Break Even Point Jumlah Nilai BEP pada usaha ternak peternak 1 adalah Q* =
𝐑𝐩.𝟕𝟒𝟔.𝟒𝟎𝟗.𝟕𝟏𝟒,− 𝟐𝟒𝟎
Q* = 3.110.040 Dari nilai BEP jumlah diatas maka produksi minimal dalam 1 periode adalah 3.110.040 butir, atau 7405 butir per hari, atau 74,05%. Dengan produksi rata-rata per hari usaha ternak telur puyuh peternak 1 sebesar 80%. Maka, usaha yang dijalankan peternak 1 sudah diatas nilai Break Even Point (BEP) nilai BEP jumlah pada usaha ternak peternak 2 adalah sebagai berikut: Q* =
𝐑𝐩.𝟐𝟗𝟓.𝟏𝟒𝟑.𝟒𝟐𝟖,− 𝟐𝟒𝟎
Q* = 1.229.764 Dari nilai BEP jumlah diatas maka produksi minimal dalam 1 periode adalah 1.229.764 butir, atau 2928 butir per hari, atau 58,56%. Dengan produksi rata-rata per hari usaha ternak telur puyuh peternak 2 sebesar 80%. Maka, usaha yang dijalankan Peternak 2 sudah diatas nilai Break Even Point (BEP). Break Even Point Harga Nilai BEP harga pada usaha ternak peternak 1 adalah P* =
𝐑𝐩.𝟕𝟒𝟔.𝟒𝟎𝟗.𝟕𝟏𝟒,− 𝟑.𝟑𝟔𝟎.𝟎𝟎𝟎
P* = Rp.222,1 Dari nilai diatas, maka harga minimal penjualan telur adalah Rp.222,1, dibawah harga tersebut peternak 1 akan mengalami kerugian.Dengan harga rata-rata sebesar Rp.240,- per butir. Harga telur puyuh peternak 1 sudah diatas dari BEP harga, tetapi peternak 1 harus mewaspadai ketika harga telur jatuh hingga dibawah Rp, 222,1 yang dapat membuat peternak 1 merugi. 11
Perhitungan BEP harga pada peternakan peternak 2 adalah P* =
𝐑𝐩.𝟐𝟗𝟓.𝟏𝟒𝟑.𝟒𝟐𝟖,− 𝟏.𝟔𝟖𝟎.𝟎𝟎𝟎
P* = Rp.175,7 Dari nilai diatas, maka harga minimal penjualan telur adalah Rp. 175,7 dibawah harga tersebut peternak 2 akan mengalami kerugian. Tabel 1. Hasil Penelitian Penelitian
Nama Peternak Pak Sugiarto 10.000 5.000 8.374.714,5.120.928,Kandang 1. Kandang (95,95%) (94,15%) Arco (2,24%) 2. Arco (3,66%) Ember (0,65%) 3. Sekop (0,93%) Sapu (0,59%) 4. Sapu (0,73%) Sekop (0,57%) 5. Ember (0,53%) 738.035.000,290.022.500,Pakan (80,78%) 1. Pakan Tenaga Kerja (85,34%) (12,14%) 2. Tenaga Kerja Kemasan (3,64%) (9,50%) Bibit (2,30%) 3. Bibit (2,93%) Vaksin (0,81%) 4. Kemasan Air & listrik (1,04%) (0,32%) 5. Vaksin (0,64%) Pajak (0,01%) 6. Air & listrik (0,51%) 7. Vitamin (0,03%) 8. Pajak (0,01%) 806.400.000,403.200.000,59.992.786,108.059.072,3.110.040 1.229.764 74,05% 58,56% Pak Liewa
Jumlah Populasi Biaya Tetap Urutan nilai biaya tetap
1. 2. 3. 4. 5.
Biaya Variabel Urutan nilai biaya variable
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Penerimaan Keuntungan BEP Jumlah Persentase BEP Jumlah harian BEP Harga Sumber: Pengolahan data penelitian
222,1
175,7
Dari tabel diatas dapat diuraikan bahwa dari segi BEP dan keuntungan usaha ternak Pak Sugiarto lebih baik jika dibandingkan usaha ternak Pak Liewa. Dari segi break even point (BEP) juga peternakan Pak Sugiarto lebih unggul, dimana BEP jumlah harian 58,56% sedangkan rataan hasil produksi sekitar 80%, dan BEP harga pada harga Rp.175,7. Artinya pak Sugiarto harus mengantisipasi 12
harga telur dibawah harga BEP tersebut. Pada peternakan pak Liewa BEP jumlah harian 74,05% sedangkan BEP harganya sebesar Rp.222,1. Ini artinya resiko kerugian pak Liewa lebih tinggi ketika produksi harian tidak mencapai 74,05% atau harga merosot dibawah Rp.222,-
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Teknis penyelenggaraan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak 1 di Pantai Labu dan peternak 2 di Jati Mulyo diataranya: persiapan kandang, pembibitan ternak, pemeliharaan ternak dan pemanenan telur. Pemeliharaan ternak yang dilakukan peternak 1 adalah pemberian pakan, vaksin dan pembersihan kandang. Sedangkan peternak 2 menambahkan pemberian vitamin selain pakan, vaksin dan pembersihan kandang.
2.
Biaya
yang
dikeluarkan
pada
usaha
ternak
peternak
1
sebesar
Rp.746.409.714,- terdiri dari biaya tetap Rp. 8.374.714,- dan biaya variabel Rp.738.035.000,-. Penerimaan dari penjualan telur puyuh dalam 1 periode sebesar Rp.806.400.000,- maka pendapatan usaha ternak burung puyuh Rp.59.990.286,-. Break Even Point pada jumlah 3.110.040 butir telur dalam 1 periode dan pada harga Rp.222,1. 3.
Biaya
yang
dikeluarkan
pada
usaha
ternak
peternak
2
sebesar
Rp.295.143.428,- terdiri dari biaya tetap 5.120.928,- dan biaya variabel Rp.290.022.500,-. Penerimaan dari penjualan telur puyuh dalam 1 periode sebesar Rp. 403.200.000,- maka pendapatan usaha ternak burung puyuh sebesar Rp.108.056.572,-. Break Even Point pada jumlah 1.229.764 butir telur dalam 1 periode dan pada harga Rp. 175,7. Saran 1.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dari segi BEP dan keuntungan usaha ternak Pak Sugiarto lebih baik jika dibandingkan usaha ternak Pak Liewa. Peternakan Pak Sugiarto mendapatkan keuntungan lebih besar Rp.48.065.786,- jika dibandingkan dengan keuntungan Pak Liewa, padahal dari segi jumlah populasi dan nilai investasi Pak Liewa lebih unggul
13
2 kali lipat. Dari biaya yang diinvestasikan ditemukan perbedaan usaha Pak Liewa dan Pak Sugiarto dari segi biaya kemasan. Pak Liewa terlalu besar mengeluarkan biaya kemasan hingga 3,64% dari total biaya variabel sedangkan Pak Sugiarto hanya 1,04%. Untuk itu, Pak Liewa perlu mengefisienkan biaya kemasan yang dikeluarkan karna nyatanya faktor kemasan tidak mempengaruhi harga jual telur. 2.
Harga minimum pada hasil BEP pada masing-masing peternak, dimana Pak Liewa pada harga Rp.222,1 dan pak Sugiarto pada harga Rp.175,7 menunjukkan bahwa peternak harus jeli dalam menjual telur terhadap pasar. Jangan sampai telur terjual dibawah harga BEP sehingga menyebabkan kerugian.
3.
BEP jumlah juga memberikan peringatan bagi peternak untuk menjaga produktifitas burung puyuh tidak dibawah nilai BEP jumlah dan dapat mencari solusi lain jika produktifitas telah menurun. Dimana BEP jumlah Pak Liewa sebesar 74,05% dan Pak Sugiarto sebesar 58,56% per hari. DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, 2009. Kebijakan Kelembagaan Usaha Unggas Tradisional Sebagai Sumber Ekonomi Rumah Tangga Pedesaan. Jurnal Analisis Kebijakan Pernaian. Vol.7 No. 3. Badan Pusat Statistik, 2015. Sensus Pertanian Sumatera Utara 2013. Jumingan, 2006. Analisis Laporan Keuangan. Cetakan pertama. Jakarta: Bumi Aksara. Listiyowati dan Roospitasari, 2007. Puyuh. Tata Laksana Budidaya Puyuh Secara Komersil. Jakarta: Penebar Swadaya. Nugroho dan Mayun, 1982. Beternak Puyuh. Semarang: Eka Offset. Rahmad, 2012. Diktat Aneka Ternak Puyuh. Kediri: Universitas Islam Kediri. Rosyidi, Suherman.2011. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press. Sari Marlinda, 2009. Analisis Strategi Pemasaran Peternakan Burung Puyuh Bintang Tigasitu Ilir Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Soekartawi, 2001. Analisis Usaha Tani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Susilorini, 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial. Jakarta : Penebar Swadaya.
14