ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
ZUL ASMAN RANDIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Bioekonomi Pemanfaaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2008
Zul Asman Randika NIM C451020071
ABSTRACT
ZUL ASMAN RANDIKA. Bioeconomic Analysis of Pelagic and Demersal Fisheries Optimal Resource Utilization in Balikpapan Ocean, East Kalimantan. Under the direction of AKHMAD FAUZI and MOCH. PRIHATNA SOBARI. The utilization of fisheries resource to give economic maximum advantage for human being with keep secure sustainability of resource will be an important issue in the fisheries world. The objectives of the research is to analysis optimal catch, degradation and depreciation of fisheries resource at the sea of Balikpapan city. The optimum catch were accounted: harvest, effort and benefit of fisheries resources. This research utilized time series data for the period of 1995-2006. The results based on analitycal solve using Excel and MAPLE 10 showed that the maximum sustainable yield (MSY) value of harvest for the small pelagic, big pelagic, demersal and anchovies resources are 3.725,02 ton per annum; 5.928,07 ton per annum; 1.868,42 ton per annum; 566,52 ton per annum, the MSY value of optimal effort are 2.033 trip per annum; 1.508 trip per annum; 1.795 trip per annum; 607 trip per annum, the MSY optimal value of rent are Rp20.642,30 million per annum; Rp44.207,78 million per annum; Rp15.209,71 million per annum; Rp1.370,84 million per annum. The maximun economic yield (MEY) value of harvest for the small pelagic, big pelagic, demersal and anchovies resources are 3.721,02 ton per annum; 5.926,49 ton per annum; 1.865,05 ton per annum; 557,09 ton per annum, the MEY value of optimal effort are 1.966 trip per annum; 1.483 trip per annum; 1.718 trip per annum; 529 trip per annum, the MEY optimal value of rent are Rp 20.666,06 million per annum; Rp 44.220,01 million per annum; Rp 15.239,66 million per annum; Rp1.401,62 million per annum. The open access (OA) value of harvest for the small pelagic, big pelagic, demersal and anchovies resources are 472,59 ton per annum; 381,58 ton per annum; 303,81 ton per annum; 254,74 ton per annum, the OA value of optimal effort are 3.932 trip per annum; 2.967 trip per annum; 3.437 trip per annum; 1.058 trip per annum, the OA optimal value of rent are Rp 0 per annum. The dynamic value of optimal harvest with annual continuous discount rate 2,28% aret 3.724,57 ton per annum; 5.928,03 ton per annum; 1.867,23 ton per annum; 558,85 ton per annum. The dynamic value of optimal effort are 2.010 trip per annum; 1.504 trip per annum; 1.749 trip per annum; 537 trip per annum. CPUE (catch per unit effort) optimal dinamik are 1.853,02 Kg per trip; 3.941,51 Kg per trip; 1.067,60 Kg per trip; 1.040,69 Kg per trip, the value of optimal rent are Rp742.749,60 million per tahun; Rp1.590.491,99 million per tahun; Rp548.062,86 million per tahun; Rp50.412,12 million per annum, maximum quantity of gear are 2.123 unit; 2.078 unit; 4.404 unit; 7 unit. The degradated value of the small pelagic, big pelagic, and demersal resources are 0,55; 0,45; 0,54; 0,46. The depreciated value of the small pelagic, big pelagic, and demersal resources are 0,48; 0,45; 0,46; 0,31. Key word :
Bioeconomic, pelagic and demersal fisheries optimal resource utilization, Balikpapan Ocean
RINGKASAN
ZUL ASMAN RANDIKA. Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan MOCH. PRIHATNA SOBARI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pemanfaatan optimal, tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan agar dapat memberikan manfaat ekonomi yang optimal pula secara berkelanjutan. Tingkat pemanfaatan optimal yang dianalisis meliputi tingkat produksi, tingkat upaya dan rente ekonomi. Penelitian ini menggunakan data cross section runtut waktu dari tahun 1995-2006. Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan pemecahan analitik melalui program Excel dan MAPLE 10 menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri pada kondsi maximun sustainable yield (MSY) berturut-turut adalah 3.725,02 ton per tahun; 5.928,07 ton per tahun; 1.868,42 ton per tahun; 566,22 ton per tahun, tingkat upaya optimal MSY secara berturut-turut adalah 2.033 trip per tahun; 1.508 trip per tahun; 1.795 trip per tahun; 607 trip per tahun, tingkat rente ekonomi MSY berturut-turut adalah Rp20.642,30 juta per tahun; Rp44.207,78 juta per tahun; Rp15.209,71 juta per tahun; Rp1.370,84 juta per tahun. Tingkat produksi pada kondsi maximun economic yield (MEY) berturutturut adalah 3.721,02 ton per tahun; 5.926,49 ton per tahun; 1.865,05 ton per tahun; 557,09 ton per tahun, tingkat upaya optimal MEY secara berturut-turut adalah 1.966 trip per tahun; 1.483 trip per tahun; 1.718 trip per tahun; 529 trip per tahun, tingkat rente ekonomi MEY berturut-turut adalah Rp 20.666,06 juta per tahun; Rp 44.220,01 juta per tahun; Rp 15.239,66 juta per tahun; Rp1.401,62 juta per tahun. Tingkat produksi pada kondsi open access (OA) berturut-turut adalah 472,59 ton per tahun; 381,58 ton per tahun; 303,81 ton per tahun; 254,74 ton per tahun, tingkat upaya optimal OA secara berturut-turut adalah 3.932 trip per tahun; 2.967 trip per tahun; 3.437 trip per tahun; 1.058 trip per tahun, tingkat rente ekonomi OA berturut-turut adalah Rp 0 per tahun. Pemanfaatan sumberdaya ikan pada discount rate 2,82% menunjukkan bahwa tingkat produksi optimal dinamik sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri berturut-turut adalah 3.724,57 ton per tahun; 5.928,03 ton per tahun; 1.867,23 ton per tahun; 558,85 ton per tahun, tingkat upaya optimal dinamik secara berturut-turut adalah 2.010 trip per tahun; 1.504 trip per tahun; 1.749 trip per tahun; 537 trip per tahun, tingkat CPUE (catch per unit effort) optimal dinamik berturut-turut adalah 1.853,02 kg per trip; 3.941,51 kg per trip; 1.067,60 kg per trip; 1.040,69 kg per trip, tingkat rente ekonomi optimal dinamik berturt-turut adalah Rp742.749,60 juta per tahun; Rp1.590.491,99 juta per tahun; Rp548.062,86 juta per tahun; Rp50.412,12 juta per tahun, jumlah alat tangkap maksimal secara berturut-turut adalah 2.123 unit; 2.078 unit; 4.404 unit; 7 unit. Tingkat degradasi sumberdaya ikan secara berturut-turut, yaitu 0,55; 0,45; 0,54; 0,46. Tingkat depresiasi sumberdaya ikan secara berturut-turut, yaitu sebesar 0,48; 0,45 ; 0,46; 0,31. Kata Kunci :
Bioekonomi, pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan pelagis dan demersal, Perairan Balikpapan.
Judul Tesis
Nama NIM
: Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur : Zul Asman Randika : C451020071
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ketua
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S Prof.Dr.Ir.Chairil A Notodiputro, M.Sc
Tanggal Ujian : 28 Maret 2008
Tanggal Lulus :
ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
ZUL ASMAN RANDIKA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Tarakan, Kalimantan Timur pada tanggal 17 Desember 1975 sebagai anak sulung dari pasangan Saiful Aspar dan Mariana. Pada tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tenggarong. Pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Perikanan, Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Mulawarman. Pada tahun 2002 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Mulawarman. Pada tahun 2001 penulis menikah dengan Rika Novita, S.Pd dan telah dikaruniai dua orang putri yang bernama Mutia Nur Sadida (3,5 tahun) dan Aisyah Nur Syahidah (2 tahun).
PRAKATA Alhamdulillah, segala puja dan puji serta rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan September sampai dengan Bulan Desember tahun 2007. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S selaku komisi pembimbing, atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan tesis ini, juga kepada Ir. Taryono, M.Si atas kesediaannya menjadi penguji dari luar komisi pembimbing. Pada kesempatan ini, penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H Helminuddin, MM; Gusti Haqiqiansyah, SP, M.Si; Juliani, S.Pi, M.Si dan seluruh staf pengajar pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Mulawarman atas dukungannya yang tak pernah henti, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada H Hadi Mulyadi, S.Si, M.Si; H Masykur Sarmi’an, S.Pdi; H M Nurhuda Trisula, S.Ak; Sukoco, SE; Sarwono, SP; Iwan Darmawan, SE, MM; Suwarno, SE, MM; Saiful Aduar, S.Pd; H Suryadi, S.Hut atas semua bantuan dan dukungan yang luar biasa yang diberikan selama ini baik moril mau pun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak Saiful Aspar dan Ibu Mariana (orang tua); Bapak H Achmad Soer Abbas dan Ibu Hj Aida Sofia (mertua); Rika Novita, S.Pd (isteriku tercinta), kedua putriku yang sholehah Mutia Nur Sadida dan Aisyah Nur Syahidah, kakak dan adik-adikku atas semua pengertian, pengorbanan dan do’a serta kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2008
Zul Asman Randika
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………....... xii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...... xiv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...... xvi I
PENDAHULUAN ……………………………………………………... 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1.2 Perumusan Masalah …………………………………………………. 1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………….
1 1 3 4
II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. 2.1 Sumberdaya Alam …………………………………………………... 2.2 Sumberdaya Ikan ……………………………………………………. 2.2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis ……………………………………... 2.2.2 Sumberdaya Ikan Demersal …………………………………... 2.2.3 Sumberdaya Ikan Teri…………………………………………. 2.3 Estimasi Stok Ikan …………………………………………………... 2.4 Pengelolaan Sumberdaya Ikan ……………………………………… 2.5 Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan ...………………………. 2.6 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan ……………………………. 2.6.1 Model Surplus Produksi ………………………………………. 2.6.2 Model Optimasi Statik ………………………………………... 2.6.3 Model Optimasi Dinamik ……………………………………... 2.8 Kebijakan Perikanan dan Kelautan….……………………………….
5 5 6 6 7 8 8 9 10 12 12 16 20 22
III KERANGKA PENDEKATAN STUDI ……………………………….
24
IV METODOLOGI ………………………………………………………... 4.1 Waktu dan Tempat …………………………………………………... 4.2 Metode Penelitian ……………………………………………………. 4.3 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………. 4.4 Metode Pengambilan Sampel ………………………………………... 4.5 Analisis Data ………………………………………………………… 4.5.1 Hasil Tangkapan per Unit Upaya (Catch per Unit Effort/CPUE) 4.5.2 Standarisasi Alat Tangkap ……………………………………... 4.5.3 Estimasi Parameter Biologi ……………………………………. 4.5.4 Estimasi Parameter Ekonomi ………………………………….. 4.5.4.1 Estimasi Biaya Input …………………………………... 4.5.4.2 Estimasi Harga Output ………………………………… 4.5.4.3 Estimasi Discount Rate ………………………………... 4.5.5 Estimasi Tingkat Produksi Lestari …………………………….. 4.5.6 Analisis Laju Degradasi dan Depresiasi ……………………….. 4.5.6.1 Analisis Laju Degradasi .……………………………..... 4.5.6.2 Analisis Laju Depresiasi ……………………………….
26 26 26 26 27 27 27 28 28 29 29 31 31 33 35 35 35
Halaman 4.5.7 Analisis Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan…………… 36 4.5.7.1 Analisis Surplus Produksi. ..…………………………... 36 4.5.7.2 Analisis Optimasi Statik......…………………………... 37 4.5.7.3 Analisis Optimasi Dinamik …………………………... 40 4.6 Batasan dan Pengukuran ……………………………………………. 43 V HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………… 45 5.1 Gambaran Umum Kota Balikpapan………………………………… 45 5.1.1 Letak Geografis……………………………………………….. 45 5.1.2 Pembagian Wilayah …………………………………………... 45 5.1.3 Penduduk……………………………………………………… 47 5.1.4 Perekonomian Kota Balikpapan………………………………. 48 5.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian …………………………………... 50 5.2.1 PPI Manggar ………………………………………………….. 50 5.2.2 Rumah Tangga Perikanan …………………………………….. 50 5.2.3 Armada Penangkapan Ikan …………………………………… 51 5.2 4 Alat Penangkapan Ikan ……………………………………….. 53 5.2.5 Volume dan Nilai Produksi Perikanan………………………... 54 5.2.6 Produksi per Jenis Alat Tangkap …...………………………… 55 5.3 Catch per Unit Effort (CPUE)…….………………………………… 58 5.4 Standarisasi Alat Tangkap ………………………………………….. 60 5.5 Hubungan Catch Per Unit Effort (CPUE) dan Effort……………….. 62 5.6 Estimasi Parameter Biologi…………………………………………. 67 5.7 Estimasi Produksi Lestari…………………………………………… 70 5.8 Estimasi Parameter Ekonomi………………………………………... 76 5.8.1 Estimasi Biaya Input…………………………………………... 76 5.8.2 Estimasi Harga Output………………………………………… 77 5.8.3 Estimasi Tingkat Discount Rate………………………………. 79 5.9 Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi………………………. 79 5.9.1 Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil…... 79 5.9.2 Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar…... 81 5.9.3 Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Demersal ……… 82 5.9.4 Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri.……………. 84 5.10 Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan………….. 85 5.10.1 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil……... 88 5.10.2 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar……... 91 5.10.3 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal…………. 93 5.10.4 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri……………….. 96 5.11 Analisis Optimasi Dinamik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan………. 98 5.10.1 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil…... 99 5.10.2 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar….. 100 5.10.3 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Demersal………. 101 5.10.4 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Teri……………. 103 5.12 Implikasi Kebijakan ………………………………………………... 104 VI KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 111 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 113 LAMPIRAN ………………………………………………………………... 117
DAFTAR TABEL
1.
Halaman Pembagian Wilayah Berdasarkan Kelurahan…………………………… 46
2.
Luas Wilayah per Kecamatan, Kelurahan dan Jumlah RW, RT...............
3.
Jumlah, Penyebaran dan Pertumbuhan Penduduk di Balikpapan Tahun 2001-2005………………………………………………………………. 48
4.
Perkembangan PDRB Kota Balikpapan 1994 – 2004…………………..
49
5.
Distribusi PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku 2000 – 2004.........
49
6.
Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Balikpapan Tahun 1995-2006……………………………………………………………..... 51
7.
Perkembangan Armada Penangkapan Ikan di PPI Manggar Tahun 1995-2006………………………………………………………..
52
Perkembangan Alat Tangkap di PPI Manggar Balikpapan Tahun 1995-2006………………………………………………………..
53
8. 9.
46
Perkembangan Volume dan Nilai Produksi Perikanan di PPI Manggar Balikapapan Tahun 1995-2006…………………………………………. 54
10. Produksi per Jenis Alat Tangkap SDI Pelagis Kecil…………………….. 56 11. Produksi per Jenis Alat Tangkap SDI Pelagis Besar…………………….
57
12. Produksi per Jenis Alat Tangkap SDI Demersal………………………… 57 13
Perkembangan Produksi SDI Teri………………………………
58
14. CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil………………………………….. 59 15. CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Besar………………………………….
59
16. CPUE Sumberdaya Ikan Demersal……………………………………… 60 17. Standarisasi Alat Tangkap SDI Pelagis Kecil Tahun 1995-2006………..
61
18. Standarisasi Alat Tangkap SDI Pelagis Besar Tahun 1995-2006……….. 61 19. Standarisasi Alat Tangkap SDI Demersal Tahun 1995-2006……………
62
20. Nilai R square Estimasi CYP dan WH……..…………………………....
68
21. Hasil Regresi Sumberdaya Perikanan dengan Model CYP……………...
68
22. Hasil Estimasi Parameter Biologi………………………………………..
69
23. Hasil Estimasi Produksi Lestari……………………………………….....
70
24. Data Series Biaya Riil Input Sumberdaya Ikan………………………….
77
25. Data Series Harga Riil Output Sumberdaya Ikan………………………..
78
26.
Halaman Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Kecil.. 80
27.
Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Besar..
82
28.
Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Demersal..…..
83
29
Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Teri………….
84
30.
Hasil Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan SDI………………….......
86
31.
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Pelagis Kecil…..
89
32.
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Pelagis Besar…..
91
33.
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Demersal………
91
34
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Teri…………….
96
35.
Estimasi Optimasi Dinamik pada Berbagai Tingkat Discount Rate…...
98
36.
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil…………………………………………………………………...
99
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar…………………………………………………………………..
101
37. 38.
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Demersal……………………………………………………………… 102
39
Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Teri….
103
40.
Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan ……………………………...
107
DAFTAR GAMBAR
1.
Halaman Model Pertumbuhan Logistik………………………...……………….. 13
2.
Model Pertumbuhan Schaefer………………………………………....
15
3.
Model Gordon Schaefer……………………………………………….
18
4.
Hubungan Discount Rate dengan Keseimbangan Stok dalam Kondisi Dinamik………………………………………………………………..
22
5.
Diagram Alir Kerangka Pendekatan Studi…………………………….
25
6.
Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil….
63
7.
Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Besar…
64
8.
Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Demersal….......
65
9.
Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Teri…………...
66
10.
Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Pelagis Kecil…………………………………………………………………...
71
11.
Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Kecil
72
12.
Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Pelagis Besar……………………………………………………………….…..
73
13.
Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Besar..
73
14.
Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Demersal……………………………………………………………….
74
15.
Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Demersal……
75
16
Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Teri……
75
17
Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Teri…………
76
18.
Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil……………
80
19.
Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Pelagis Besar……………
81
20.
Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Demersal…...…….
83
21
Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Teri……………….
85
22.
Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Pelagis Kecil………
90
23.
Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil………………
90
24.
Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Pelagis Besar………
92
25.
Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar………………
93
26.
Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Demersal………......
94
27.
Halaman Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal…………………. 95
28.
Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Teri……………….
97
29.
Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri…...…………………..
97
30.
Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil…………………………………………………………...
100
Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar…………………………………………………………..
101
Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Demersal…...…………………………………………………………..
102
Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Teri…….…...…………………………………………………………..
104
31. 32. 33.
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Halaman Peta Wilayah Administrasi Kota Balikpapan………………………… 110
2.
Peta Tata Rencana Pemanfaatan Lahan Kota Balikpapan…………….
3.
Peta Tata Ruang Laut Kota Balikpapan………………………………. 112
4.
Kelompok Sumberdaya Ikan yang Tertangkap di Perairan Balikpapan
113
5a.
Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil …………...
114
5b.
Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil………………
115
6a.
Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Besar…………… 116
6b.
Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar………………
117
7a.
Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Demersal………………..
118
7b.
Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Demersal………………......
119
8.
Hasil Estimasi Biaya Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil…………… 120
9.
Hasil Estimasi Biaya Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Besar...…………
121
10.
Hasil Estimasi Biaya Riil Sumberdaya Ikan demersal..……………
122
11.
Hasil Estimasi Harga Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil...…………
123
12.
Hasil Estimasi Harga Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Besar...………… 123
13.
Hasil Estimasi Harga Riil Sumberdaya Ikan Demersal…......………...
14.
Hasil Perhitungan Tingkat Discount Rate ……………………………. 125
15.
Hasil Analisis Laju Koefisien Degradasi dan Koefisien Depresiasi….. 126
16
Hasil Perhitungan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dengan menggunakan Software MAPLE 10…………………...
111
124
127
17
Hasil Perhitungan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Pelagis Besar dengan menggunakan Software MAPLE 10…………………… 134
18
Hasil Perhitungan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Demersal dengan menggunakan Software MAPLE 10………………………….. 141
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur yang secara geografis berada pada 113º44’ Bujur Timur dan 119º00’ Bujur Barat serta diantara 4º24’ Lintang Utara dan 2º25’ Lintang Selatan merupakan salah satu pintu gerbang pembangunan Indonesia Timur. Daerah ini memiliki luas wilayah 239.135,09 km² dengan luas daratan 198.441,17 km2 dan luas pengelolaan laut 40.693,92 km2, serta panjang pantai 1.567 km (BAPPEDA dan BPS Kaltim 2006). Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah terluas ke dua di Indonesia setelah Provinsi Papua yang memiliki potensi perikanan sangat besar, bahkan jika dikelola dengan baik bisa menjadi sumber baru bagi pertumbuhan ekonomi selain dari hasil sumberdaya kayu dan tambang. Potensi sumberdaya perikanan di Provinsi Kalimantan Timur diperkirakan mencapai 150.000 ton per tahun. Satu diantara wilayah di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki sumberdaya perikanan yang cukup besar adalah Kota Balikpapan. Pada tahun 2006 produksi perikanan laut di Kota Balikpapan mencapai 12.969,7 ton atau 17% dari total produksi perikanan di Provinsi Kalimantan Timur (DKP Provinsi Kalimantan Timur 2006). Pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan sudah berlangsung sejak lama. Pemanfaatan ini dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Kota Balikpapan. Pada tahun 2004-2005 persentase pertumbuhan jumlah penduduk Kota Balikpapan merupakan persentase pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu sebesar 8,99 %, sementara kabupaten/kota lainnya pertumbuhannya hanya berkisar 1,08 – 5,57 % (BAPPEDA dan BPS Kalimantan Timur 2006). Situasi ini kemudian berdampak kepada meningkatnya permintaan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang berasal dari ikan. Meningkatnya eksploitasi sumberdaya ikan sebagai akibat meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya tersebut sudah barang tentu berdampak pada semakin tingginya tekanan terhadap keberadaan sumberdaya ikan di Perairan
2
Balikpapan. Ditambah lagi dengan sifat pemanfaatan sumberdaya laut yang secara umum bersifat open access dan common property yang berarti pemanfaatannya terbuka untuk siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum, menjadikan pemanfaatan sumberdaya ini cenderung bebas tanpa ada batasan selama masih ada manfaat/keuntungan yang diperoleh. Kondisi tersebut di atas jika tidak segera dikendalikan (manage) dengan baik, cepat atau lambat dikhawatirkan akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan. Acaman terhadap kelestarian ikan bukan tidak mungkin terjadi di Perairan Balikpapan. Pada tahun 1990 di Perairan Barat Daya Atlantik telah terjadi penurunan yang sangat drastis dari stok ikan cod, yang mengakibatkan lebih dari 40.000 nelayan kehilangan pekerjaannya di beberapa provinsi di Atlantik Canada. Lebih lanjut menurut FAO diacu dalam Fauzi A (2005), diperkirakan bahwa 47% sumberdaya perkanan dunia telah mengalami full exploited, 19% dinyatakan overexplotie, 9% diantaranya sudah depleted (terkuras). Dengan demikian 75% sumberdaya ikan sudah mengalami kritis. Selama tahun 1996-2006, armada penangkapan ikan di Perairan Balikpapan mengalami pertumbuhan rata-rata yang cukup signifikan setiap tahunnya yaitu sebesar 17,41%. Pertumbuhan aramada penangkapan ini diikuti oleh pertumbuhan produksi perikanan yang relatif kecil setiap tahunnya, yaitu hanya sebesar 0,98%. Kecilnya tingkat pertumbuhan produksi perikanan ini merupakan indikasi bahwa sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan telah mengalami overfishing. Pemerintah Kota Balikpapan harus melakukan evaluasi dari data dan pada beberapa kasus yang terjadi dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya perikanan. Overfishing, baik secara biologi (biological overfishing) mau pun secara ekonomi (economical overfishing) dan dampak-dampak negatif lainnya, merupakan akibat dari pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar. Untuk mengantisipasi dan mencegah dampak negatif dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan, pemerintah dalam hal ini
telah mengeluarkan
kebijakan pengelolaan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 3 dan pasal 6 ayat 1. Pada pasal ini dikatakan bahwa
3
pemanfaatan sumberdaya perikanan haruslah tetap memperhatikan dan menjamin kelestariannya, atau dengan kata lain pengelolaan sumberdaya ikan haruslah memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap memperhatikan faktor biologi sumberdaya ikan. Seiring dengan hal itu, maka penelitian dengan kajian bioekonomi pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan sangat diperlukan, yaitu suatu kajian yang memadukan dinamika biologi perikanan dan faktor ekonomi perikanan tangkap. Kajian bioekonomi akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengontrol tingkat eksploitasi agar tidak berlebih sekaligus mendorong melakukan upaya pemanfaatan dengan keuntungan yang optimal yang bisa dilakukan secara terus menerus.
1.2 Perumusan Masalah Ikan dalam klasifikasi sumberdaya alam termasuk dalam kelompok flows (alur). Sumberdaya flows merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui (renewable). Kuantitas fisik dari jenis sumberdaya ini berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang dapat dimanfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya dimasa mendatang. Regenerasi dari sumberdaya ini ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Regenerasi dari sumberdaya ini sangat tergantung dari proses biologi (reproduksi), akan tetapi meski pun sumberdaya ikan bisa melakukan proses regenerasi, jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah terlewati, sumberdaya ini akan menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (Fauzi A 2004). Pemanfaatan sumberdaya ikan oleh para nelayan selama ini lebih berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya ikan jangka pendek, para nelayan senantiasa berupaya untuk dapat menangkap ikan yang lebih banyak agar dapat memperoleh manfaat yang lebih besar tanpa pernah menghiraukan nilai yang diperoleh dalam jangka panjang. Disisi lain, jumlah nelayan terus mengalami peningkatan, sehingga memunculkan persaingan dalam mendapatkan hasil tangkapan, dengan jumlah upaya penangkapan yang semakin tak terkendali. Kondisi ini akan berdampak kepada semakin besarnya
4
preasure yang terjadi terhadap sumberdaya ikan, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi : 1) Bagaimana dengan tingkat produksi, upaya dan rente ekonomi optimal sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi nelayan secara terus menerus ? 2) Apakah sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan sudah terdegradasi dan terdepresiasi ? 3) Bagaimana alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan ?
1.3 Tujuan Penelitian Dari permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis tingkat produksi, tingkat upaya dan rente ekonomi optimal dari sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan. 2) Menilai tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan. 3) Menentukan alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan.
II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam Soemarno MS (1991), mendefinisikan sumberdaya sebagai segala sumber persediaan yang secara potensial dapat didayagunakan. Dari sudut pandang ekonomi, sumberdaya mengandung arti masukan (input) dalam suatu proses produksi yang dapat menghasilkan produk yang bermanfaat, berupa barang dan jasa. Randall A (1989) mengatakan bahwa sumberdaya adalah segala sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Sumberdaya alam dapat juga diartikan sebagai segala sumber hayati dan non hayati yang dimanfaatkan manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Dengan kata lain, sumberdaya alam adalah faktor produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi (Fauzi A 2004). Lebih jauh Fauzi A (2004) menjelaskan bahwa, secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok stok dan kelompok flows (alur). Kelompok sumberdaya stok merupakan jenis sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (non renewable) atau terhabiskan (exhaustible). Sumberdaya ini dianggap memiliki sumberdaya terbatas, sehingga eksploitasi terhadap jenis sumberdaya ini akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Termasuk dalam jenis sumberdaya ini antara lain sumber daya mineral, logam, minyak, dan gas bumi. Kelompok kedua adalah flows (alur). Sumberdaya flows merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable). Kuantitas fisik sumberdaya ini berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang dapat dimanfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya dimasa mendatang. Regenerasi dari sumberdaya ini ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Ikan misalnya, regenerasi dari sumberdaya ini sangat tergantung dari proses biologi (reproduksi). Sementara energi surya, pasang surut, angin dan sebagainya tidak tergantung pada proses biologi, akan tetapi meski pun ada sumberdaya yang bisa melakukan proses regenerasi, jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah terlewati, sumberdaya ini akan menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (Fauzi A 2004).
6
2.2 Sumberdaya Ikan Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 4 , ikan didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus
hidupnya
berada
di
dalam
lingkungan
perairan.
Dalam
pengelompokkan sumberdaya alam, ikan termasuk sebagai sumberdaya flows atau sumberdaya yang bersifat dapat diperbaharui atau memperbaharui diri (renewable). Nikijuluw VPH (2001) menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open acces (akses terbuka) dimana siapa saja bisa berpartispasi memanfatkan sumberdaya tersebut tanpa harus memilikinya. Lebih lanjut Nikijuluw VPH (2001) mengemukakan 3 (tiga) sifat khusus yang dimilki oleh sumberdaya ikan, yaitu: 1) Ekskludabitas Sifat phisik ikan yang bergerak ditambah lautan yang cukup luas membuat upaya pengendalian dan pengawasan terhadap sumberdaya ikan bagi stakeholder tertentu menjadi sulit. 2) Subtraktabilitas Suatu situasi dimana seseorang mampu dan dapat menarik sebagian atau seluruh manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain dalam pemanfatan sumberdaya, akan tetapi berdampak negatif pada kemampuan orang lain dalam memanfaatkan sumberdaya yang sama 3) Indivisibilitas Sifat ini pada hekekatnya menunjukkan fakta bahwa sumberdya milik bersama sangat sulit untuk dibagi atau dipisahkan, walau pun secara administratif pembagian ataupun pemisahan ini dapat dilakukan oleh otoritas manajemen. 2.2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis merupakan ikan yang hidup pada lapisan permukaan perairan sampai tengah (mid layer). Ikan pelagis umumnya hidup secara bergerombol baik dengan kelompoknya mau pun jenis ikan lain. Ikan pelagis bersifat fototaxis positif dan tertarik pada benda-benda terapung. Bentuk tubuh ikan menyerutu (stream line) dan merupakan perenang cepat (Mukhsin I 2002).
7
Berdasarkan ukurannya Direktorat Jenderal Perikanan (1998) diacu dalam Bakosurtanal (1998) mengelompokkan ikan pelagis menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : 1) Pelagis Besar Mempunyai ukuran 100-250 cm (ukuran dewasa), umumnya ikan pelagis besar adalah ikan peruaya dan perenang cepat. Contoh dari kelompok ini antara lain ikan tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp), dan tongkol (Euthynnus spp). 2) Pelagis Kecil Mempunyai ukuran 5-50 cm (ukuran dewasa), didominasi oleh 6 kelompok besar, yaitu kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), jenis selar (Selaroides sp dan Atale sp), lemuru (Sardinella sp) dan teri (Stolephorus sp) Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup dilapisan permukaan, sampai kedalaman 30-60 m, tergantung pada kedalaman laut. Bila hidup di perairan yang secara berkala/musiman mengalami up welling (pengadukan) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomassa yang besar (Mukhsin I 2002).
2.2.2 Sumberdaya Ikan Demersal Widodo J (1980) mengungkapkan perubahan ikan demersal berdasarkan sifat ekologinya, yaitu reproduksi yang stabil, hal ini disebabkan oleh : (1) Habitat di lapisan dasar laut yang relatif stabil, sehingga mengakibatkan daur hidup ikan demersal juga stabil. (2) Daerah ruayanya yang sempit dan ikan demersal cenderung menempati suatu daerah dengan tidak membentuk kelompok besar, oleh karena itu
besar
sediaannya sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang ditempatinya. Apabila kondisi lingkungan memburuk, ikan pelagis masih mampu beruaya ke daerah perairan baru yang lebih baik kondisinya, sedangkan jenis ikan demersal tidak mampu untuk menghindar, sehingga dapat mengakibatkan penurunan stok sumberdaya ikan demersal. Ikan demersal pada umumnya dapat hidup dengan baik pada perairan yang bersubtrat lumpur, lumpur berpasir, karang dan karang berpasir (Fischer W dan PJP Whiteahead 1974)
8
2.2.3 Sumberdaya Ikan Teri Menurut Hutomo, Burhanuddin, A Djamali dan S Martosewojo (1987) ikan teri adalah semua jenis dari marga Stolephorus dari anak suku Engraulinae, anggota suku Engraulidae. Pada umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, yang berukuran relatif besar bisa mencapai 17, cm Ikan teri, Stelophorus, bersifat pelagik, menghuni perairan pesisir dan estuaria, tetapi beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara 10-15 %. Umumnya hidup dalam gerombolan, terutam jenis-jenis yang berukuran kecil, yang terdiri atas ratusan sampai ribuan ekor. Jenis-jenis yang besar seperti Stolephorus indicus dan Stolephorus commersoni lebih bersifat soleter, sehingga tertangkap hanya dalam jumlah kecil (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Laevastu T dan MI Hayes (1981) mengatakan bahwa ikan-ikan teri selama siang hari membentuk gerombolan di dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari, dimana ketebalan gerombolan ini mencapai 6-15 m. Kedalaman renang dari gerombolan teri bervariasi selama siang haridan bermigrasi kedaerah yang dangkal (permukaan) pada pagi dan sore hari.
2.3 Estimasi Stok Ikan Menurut Aziz KA (1989), suatu unit stok adalah sebuah kelompok yang berdiri sendiri, tanpa campur dari luar dan mempunyai karakteristik biologi dan dampak penangkapan seragam. Stok juga bisa didefenisikan sebagai masalah operasional, yaitu suatu sub kelompok dalam suatu spesies dapat diperlakukan sebagai
stok
jika
perbedaan-perbedaan
dalam
kelompok
tersebut
dan
pencampuran dengan kelompok lain dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak absah (Gulland JA 1983 diacu dalam Sparre P and SC Venema 1999). Menurut Endroyono (2002), untuk menduga stok ikan di daerah tropis diperlukan pengetahuan tentang karakteristik dari ikan tersebut. Karekteristik tersebut meliputi keragaman spesies yang relatif banyak, sedangkan gerombolan dari tiap spesies tersebut relatif kecil dibandingkan dengan daerah tropis. Selain itu ikan tropis biasanya memijah dua kali dalam setahun.
9
Stok ikan pada suatu perairan dapat juga diduga dengan menggunakan dua metode, yaitu metode analitik dan metode holistic. Metode analitik digunakan untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data hasil tangkapan dan upaya , dengan melihat frekuensi panjang atau umur ikan. Metode holistik digunakan untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data hasil tangkapan dan upaya tanpa ada data komposisi ukuran ( Sparre P dan SC Venema 1998). Sparre P dan SC Venema (1998), menyatakan bahwa model yang sering digunakan untuk mengkaji stok ikan adalah model produksi surplus/surplus produksi, yaitu suatu model untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data produksi dan upaya. Dengan metode akan diketahui tingkat upaya optimal, suatu upaya yang dapat menghasilkan produksi (hasil tangkapan) yang lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok ikan dalam jangka panjang, atau yang dikenal dengan hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY).
2.4 Pengelolan Sumberdaya Ikan Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu upaya untuk mengantisipasi terjadinya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penerapan kebijakan open access terhadap permasalahan ekologi dan sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Upaya ini muncul sebagai respon terhadap masalahmasalah yang terjadi dari praktek open access, berupa kerusakan sumberdaya hayati laut maupun konflik antar nelayan di wilayah perairan (Satria A 2001). Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 7, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, implementasi, serta penegakkan hukum dari peraturan perundangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumberdaya ikan dan tujuan yang telah disepakati. Selanjutnya pada pasal 2 Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.
10
FAO (1995) mengemukakan bahwa berdasarkan status pemanfaatan, sumberdaya perikanan dibagi menjadi 6 (enam) kelompok yaitu : 1) Unexploited Stok sumberdaya ikan belum tereksploitasi (belum terjamah), sehingga aktifitas penangkapan ikan sangat dianjurkan guna memperoleh manfaat dari produksi. 2) Lightly exploited Sumberdaya ikan baru tereksploitasi dalam jumlah sedikit (< 25% dari MSY). Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya, dan hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) masih bisa meningkat. 3) Moderately exploited Stok sumberdaya sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya. CPUE mungkin mulai menurun. 4) Fully exploited Stok sumberdaya sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan walaupin jumlah tangkapan masih bisa meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan. CPUE pasti menurun. 5) Over exploited Stok sumberdaya sudah menurun karena tereksploitasi melebihi MSY. Upaya penangkapan harus diturunkan karena kelestarian sumberdaya ikan sudah terganggu. 6) Depleted Stok sumberdaya ikan dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara drastis. Upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah sangat terancam.
2.5 Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 6 menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan
11
Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Menurut Simanjuntak S (2000) konsep dasar dari sustainability adalah penggunaan sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga tidak terkuras atau rusak secara permanen. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai batas kekuatan sumberdaya alam tersebut sampai seberapa jauh bisa digunakan tanpa terkuras atau rusak secara permanen Menurut World Commission on Environment and Development (WCED) (1987) diacu dalam Dahuri R (2003), pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Charles AT (2001), keberlanjutan pembangunan perikanan mengandung 4 (empat) komponen dasar yang harus terpenuhi. Komponen dasar tersebut adalah sebagai berikut : 1) Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability). Berhubungan dengan stok dari sumberdaya ikan, daya dukung lingkungan dan keseimbangan dari ekosistem. 2) Keberlanjutan sosial-ekonomi (socioeconomic sustainability). Berhubungan dengan pemerataan kesejahteraan yang akan dan bisa diperoleh oleh generasi berikutnya dengan pemanfaatan sumberdaya ikan. 3) Keberlanjutan masyarakat (community sustainability). Berhubungan
dengan
peningkatan
kualitas
kesejahteraan
masyarakat
khususnya masyarakat nelayan, sehingga dengan ini di diharapkan pengelolaan ikan secara berkelanjutan akan terus berlangsung secara turun temurun dari satu generasi kapada generasi berikutnya. 4) Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability) Berhubungan dengan dukungan dari lembaga (pemerintah maupun swasta), administrasi yang baik dan keuangan sebagai prasyarat tercapainya 3 (tiga) komponen dasar sebelumnya. Dengan pendekatan ini, tampak bahwa pembangunan perikanan yang berkelanjutan bukan semata-mata ditujukan untuk kelestarian sumberdaya ikan itu
12
sendiri atau keuntungan ekonomi saja, melainkan juga keberlanjutan masyarakat dan lembaga perikanan.
2.6 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan 2.6.1 Model Surplus Produksi Pengelolaan sumberdaya ikan pada awalnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield) atau disingkat MSY. Inti dari konsep ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan. Dengan kata lain konsep ini hanya mempertimbangkan faktor biologi ikan semata (Fauzi A 2004). Menurut Aziz KA (1989) model surplus produksi adalah salah satu model yang digunakan dalam pengkajian stok ikan, yaitu dengan dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan adalah suatu parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi ini diharapkan dapat mengganti bioamassa yang hilang akibat kematian, penangkapan mau pun faktor alami. Produksi yang berlebih dari kebutuhan penggantian dianggap sebagai surplus yang dapat dipanen. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan surplus yang diproduksi maka perikanan tersebut berada dalam kondisi equilibrium atau seimbang. Fauzi A (2004) mengatakan bahwa fungsi pertambahan atau pertumbuhan atau perubahan stok biomass ikan yang pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi awal periode (terjadi secara alami), disebut sebagai density dependent growth. Hubungan ini secara matematik dinotasikan sebagai : xt +1 − x = F ( x)
.....................................................(2.1)
dalam bentuk fungsi yang kontinyu menjadi :
∂x = F (x) ∂t
.....................................................(2.2)
Fungsi density dependent growth yang umum digunakan dalam literatur ekonomi sumberdaya ikan adalah model pertumbuhan logistik (logistic growth model).
13
model pertumbuhan logistik secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : ∂x x⎞ ⎛ = F ( x) = rx⎜1 − ⎟ ∂t ⎝ K⎠ dimana :
...……..…………..……..(2.3)
∂x = F (x) = perubahan stok ikan atau fungsi pertumbuhan stok ikan, ∂t x = stok ikan r = laju pertumbuhan intrinsik ikan K = adalah kapasitas daya dukung lingkungan.
F(x)
0
1 K 2
K
x
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Logistik (Fauzi A 2004)
Dari persamaan matemetis dan Gambar 1 tersebut di atas terlihat bahwa dalam kondisi keseimbangan yang terjadi secara alami , dimana laju pertumbuhan sama dengan nol ( ∂x / ∂t = 0 ), tingkat populasi akan sama dengan K (carrying
capacity). Carrying capacity sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan instrinsik (r), dimana semakin tinggi nilai r, semakin cepat tercapainya carrying capacity. Tingkat maksimum pertumbuhan akan terjadi pada kondisi setengah dari carrying
capacity atau K/2. Tingkat ini disebut juga sebagai Maximum Sutainable Yield atau MSY.
14
Untuk menangkap (memperoleh manfaat) sumberdaya ikan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana merupakan faktor input yang biasa disebut upaya atau
effort. Aktifitas penangkapan atau produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut :
h = qxE
……………………………..…...(2.4)
dimana :
h q x E
= produksi = koefisien daya tangkap = stok ikan = Upaya (effort)
dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi, maka fungsi perubahan stok ikan menjadi : ∂x x⎞ ⎛ = F ( x) = rx⎜1 − ⎟ − h ∂t ⎝ K⎠ x⎞ ⎛ = rx⎜1 − ⎟ − qxE ⎝ K⎠
dalam kondisi keseimbangan dimana
..……………………………(2.5)
∂x = 0 , maka persamaan (2.5) berubah ∂t
menjadi persamaan sebagai berikut : x⎞ ⎛ qxE = rx⎜1 − ⎟ ⎝ K⎠
…………………………...…......(2.6)
dari persamaan (2.6) diperoleh nilai stok ikan (x) sebagai berikut : ⎛ qE ⎞ x = K ⎜1 − ⎟ r ⎠ ⎝
……………………...………......(2.7)
dengan mensubtitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.4) diperoleh persamaan berbentuk kuadratik terhadap input yang disebut sebagai fungsi produksi lestari atau yang dikenal dengan yield effort curve sebagai berikut : ⎛ qE ⎞ h = qKE ⎜1 − ⎟ r ⎠ ⎝
......……..……………………...(2.8)
15
Yield MSY
Produksi Lestari
hMSY
0
E MSY
E Max
Effort
Gambar 2. Model Pertumbuhan Schaefer (kurva produksi lestari) ( Fauzi A 2004; Lawson RM 1984)
Persamaan (2.8) dan Gambar 2 di atas menunjukkan hubungan kuadratik antara produksi (yield) dengan upaya (effort) yang kurvanya berbentuk simetris, yang merupakan penerapan dari konsep produksi kuadartik Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian dikembangkan oleh Schaefer pada tahun 1957 untuk diterapkan pada perikanan. Hubungan ini kemudian dikenal dengan model pertumbuhan Schaefer (Lawson RM 1984) atau disebut juga dengan kurva produksi lestari (Fauzi A 2004). Dari Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan ikan, maka produksi ikan sama dengan nol. Apabila upaya penangkapan ditingkatkan sampai mencapai titik E MSY , maka akan diperoleh produksi yang maksimum atau dikenal dengan MSY, tetapi karena sifat dari kurva produksi lestari berbentuk kuadratik, maka peningkatan upaya yang dilakukan secara terus menerus sampai melewati titik MSY, akan mengakibatkan turunnya produksi sampai mencapai titik nol pada titik upaya maksimum ( E Max ). Dengan membagi kedua sisi dari persamaan (2.8) dengan variabel input (E), maka akan diperoleh persamaan linear berikut ini :
16
⎛ qE ⎞ h = qKE ⎜1 − ⎟ r ⎠ ⎝ = qKE −
q 2 KE 2 r
.…………………………(2.9)
⎞ h qKE ⎛ q 2 KE 2 = − ⎜⎜ / E ⎟⎟ E E ⎝ r ⎠ q2K h = qK − E r E
…….......…………….(2.10)
U = α − βE
……………………....(2.11)
dimana : U = produksi per unit input (CPUE) α = qK , dan β = q 2 K / r .
Menurut Schaefer yang diacu dalam Fauzi (2004), dengan meregresikan variabel U dan E dari data time series produksi dan upaya (effort) akan diperoleh nilai koefisien α dan β , sehingga akan diketahui tingkat input (E) dan tingkat produksi (h) optimal dalam kondisi MSY. Dari uraian di atas tampak bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pendekatan MSY oleh Schaefer hanya dilihat dari aspek biologi saja. Pengelolaan perikanan belum berorientasi pada perikanan secara keseluruhan, apalagi berorientsi pada manusia. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan dengan konsep ini belakangan banyak dikritik oleh berbagai pihak terutama dari para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa tujuan pengelolaan sumberdaya ikan pada dasarnya adalah untuk menghasilkan pendapatan dan bukan semata-mata untuk menghasilkan ikan. Kritik yang paling mendasar adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali aspek sosial ekonomi pengelolaan sumberdaya alam (Fauzi A 2004).
2.6.2 Model Optimasi Statik
Dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan MSY, maka mulailah dikembangkan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Konsep ini mulai diperkenalkan pada tahun 1957
17
oleh seorang ahli ekonomi Kanada yang bernama HS Gordon yang memanfaatkan kurva produksi lestari yang dikembangkan oleh Schaefer, sehingga dalam perkembangannya pendekatan ini dikenal dengan teori Gordon-Schaefer yang banyak dipergunakan oleh ahli perikanan dalam melakukan analisis pengelolaan sumberdaya ikan. Menurut Gordon, pengelolaan sumberdaya perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi (dalam bentuk rente ekonomi). Rente tersebut merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dari ekstraksi sumberdaya ikan (TR = ph) dengan biaya yang dikeluarkan (TC = cE) (Fauzi A 2004). Manfaat ekonomi tersebut dinotasikan dalam bentuk :
π = ph − cE
……...…………………………………(2.10)
dimana p adalah harga output dan c adalah biaya input
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.2) ke dalam persamaan (2.7) akan diperoleh penerimaan dari sisi input, secara matematis dapat ditulus sebagai :
π = p(αE − βE 2 ) − cE
………………………………...(2.11)
Pemikiran dengan memasukkan unsur ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan, telah menghasilkan pendekatan baru yang dikenal dengan Maximum Economic Yield atau disingkat menjadi MEY. Pendekatan ini menggunakan beberapa asumsi (Lawson RM 1984; Fauzi A 2004), yaitu : (1) Harga per satuan output adalah konstan. (2) Biaya per satuan upaya dianggap konstan. (3) Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal. (4) Strukutur pasar bersifat kompetitif. (5) Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pascapanen dan lain sebagainya).
18
Rp
MSY MEY
TC
π =0 OA
π max Biaya, Penerimaan
TR
0
E3 E1
E2
Effort
Gambar 3. Model Gordon Schaefer ( Fauzi A 2004) Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva penerimaan total (Total Revenue/TR) adalah sama dengan kurva produksi lestari, karena harga ikan diasumsikan konstan dan penerimaan total akan ditentukan langsung oleh hasil tangkapan ikan. Kurva biaya total (Total Cost/TC) berbentuk garis lurus, yang mengindikasikan bahwa besarnya biaya meningkat secara proporsional dengan meningkatnya effort (Lawson RM 1984). Pada setiap tingkat upaya yang lebih tinggi dari E 2 , maka biaya total (TC) akan melebihi penerimaan total (TR), sehingga banyak pelaku perikanan yang keluar dari perikanan. Sebaliknya pada tingkat upaya yang lebih rendah dari E 2 , maka penerimaan total (TR) melebihi biaya total (TC), sehingga dalam kondisi akses terbuka, hal ini akan menyebabkan bertambahnya pelaku yang masuk dalam industri perikanan. Kondisi ini akan terus terjadi hingga manfaat ekonomi terkuras sampai titik nol, atau dengan kata lain tidak ada lagi manfaat ekonomi yang bisa diperoleh. Gordon menyebut hal ini sebagai bioeconomic equilibrium of open access fishery atau keseimbangan bioekonomi dalam kondisi akses terbuka (Fauzi A 2005).
19
Dari Gambar 3 di atas juga dapat dijelaskan bahwa keuntungan lestari yang maksimum akan diperoleh pada tingkat upaya E3 , tingkat upaya ini disebut dsebagai Maximum Economic Yield (MEY) atau produksi yang maksimum secara ekonomi karena lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi (tenaga kerja, modal) dan merupakan tingkat upaya yang optimal secara sosial karena tingkat upaya yang lebih sedikit, sehingga lebih bersahabat dengan lingkungan. Kondisi ini secara matematik dapat dinotasikan sebagai (Fauzi A 2004) : max π = pαE − pβE 2 − cE ∂π = pα − 2 β pE − c = 0 ∂E
………………………...(2.12)
sehingga diperoleh tingkat input yang optimal sebesar :
E• =
αp − c 2 pβ
………………………...(2.13)
Dalam model bioekonomi Gordon-Schaefer di atas, tampak bahwa beberapa parameter biologi penting seperti r, q, dan K tergantikan oleh koefisien
α dan β . Hal ini menyebabkan informasi mengenai perubahan biologi yang terjadi tidak akan pernah terakomodasi dalam model. Oleh karena itu diperlukan cara untuk memodifikasi model Gordon-Schaefer. Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto, dan Pooley, atau yang biasa dikenal dengan model CYP. Persamaan CYP secara matematis ditulis sebagai berikut :
ln(U t +1 ) =
q (2 − r ) 2r ln(U t ) − ( Et + Et +1 ) ln(qK ) + (2 + r ) (2 + r ) (2 + r )
……………(2.14)
dengan meregresikan tangkap per unit upaya pada periode t+1 (Ut+1), U pada periode t, dan penjumlahn input pada periode t dan t+1, akan diperoleh nilai koefisien r,q, dan K.
20
2.6.3 Model Optimasi Dinamik
Clark CW (1985) diacu dalam Fauzi A (2004) menyatakan bahwa, pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan statik yang telah banyak digunakan untuk memahami sumberdaya ikan dalam kurun waktu yang cukup lama memiliki beberapa kelemahan mendasar yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahaman realitas sumberdaya ikan yang dinamis. Faktor mendasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri yang tidak memasukkan faktor waktu di dalamnya. Hal ini lebih disebabkan karena sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk memulihkan diri dan tumbuh dalam kondisi perairan tertentu maupun terhadap kondisi eksternal yang terjadi di sekitarnya (Cunningham 1981 diacu dalam Fauzi A 2004). Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang mampu secara tepat menangkap perubahan-perubahan eksogenous yang terjadi pada parameter-parameter biologi dan ekonomi dari sumberdaya ikan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan dengan menggunakan model dinamis. Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan pendekatan dinamis sudah dimulai sejak tahun 1970, namun pendekatan ini berkembang sepenuhnya dan banyak digunakan sebagai analisis setelah publikasi artikel Clark CW dan Munro (1975). Dalam artikel tersebut terungkap bahwa Clark CW dan Munro (1975) menggunakan pendekatan kapital untuk memahami aspek
intertemporal dari pengelolaan sumberdaya ikan (Fauzi A 2004). Aspek pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan model dinamik bersifat intertemporal, maka aspek tersebut dijembatani dengan penggunaan
discount rate, sehingga dalam konteks dinamik, pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal merupakan perhitungan tingkat upaya dan panen yang optimal yang menghasilkan discounted present value (DPV) surplus sosial yang paling maksimum. Surplus sosial ini diwakili oleh rente ekonomi dari sumberdaya
(resource rent) (Fauzi A 2004). Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan formula model dinamik dalam bentuk fungsi yang kontinyu ditulis sebagai berikut : ∞
max π (t ) = ∫ π ( x(t ), h(t ))e −δt dt ……………….…………...(2.15) t =0
21
dengan kendala : ∂x . = x = F ( x(t )) − h(t ) ∂t 0 ≤ h ≤ hmax dengan menggunakan teknik Hamiltonian, maka model kontinyu di atas menghasilkan Golden Rule untuk pengelolaan sumberdaya ikan yang secara matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi A 2004) : ∂F ∂π / ∂x =δ + ∂x ∂π / ∂h
………………….………………...(2.16)
F ( x) = h
……………………………………(2.17)
dan
dimana, ∂π / ∂x adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, ∂π / ∂h adalah rente marjinal akibat perubahan tangkap (panen), ∂F / ∂x produktifitas dari biomass. Dalam kondisi
∂π / ∂x = 0 , maka persamaan (36) menjadi ∂F / ∂x = δ ∂π / ∂h
yang merupakan golden rule dari teori kapital, dimana kapital harus dimanfaatkan sampai manfaat marjinalnya sama dengan biaya oportunitas (interest rate). Dalam konteks ini, ketika ( ∂π / ∂x ) = 0 yang identik dengan kondisi MEY, kondisi pengelolaan mengikuti kaidah teori kapital, dimana stok akan dipelihara pada tingkat laju pertumbuhannya sama dengan manfaat yang diperoleh dari investasi (dalam hal ini interest rate). Kondisi ini dapat juga dijelaskan sebagaimana Gambar 4. Dari Gambar 4 terlihat bahwa jika discount rate meningkat yang ditunjukkan oleh pergeseran slope ke arah yang berlawanan dengan arah jarum jam, maka stok akan mengalami penurunan (Fauzi A 2004).
22
F(x)
Slope = δ
Slope =
∂F ∂x F(x)
0
x•
x
Gambar 4 Hubungan Discount Rate dengan Keseimbangan Stok dalam Kondisi Dinamik (Fauzi A 2004)
2.7 Kebijakan Perikanan dan Kelautan Menurut Parson W (2001), kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan. Menurut Simatupang P (2001), kebijakan pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik. Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan privat (individu mau pun lembaga swasta). Hogwood dan Gunn (1986) diacu dalam Suyasa IN (2007) menambahkan bahwa, ciri-ciri kebijakan publik yaitu : 1) Dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintah atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan pemerintah. 2) Bersifat memaksa, berpengaruh terhadap tindakan privat (masyarakat luas atau publik)
23
Dari uraian di atas, maka kebijakan pembangunan perikanan dapat dikelompokkan ke dalam kebijakan publik, yaitu suatu keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan pembangunan nasional. Perumusan kebijakan perikanan dan kelautan menurut Kusumastanto T (2002) meliputi tiga tingkatan, yaitu tingkatan politis (kebijakan) yang terdiri atas lembaga eksekutif dan lembaga legislatif; tingkatan organisasi (institusi, aturan main) yang terdiri atas lembaga departemen dan non departemen yang memiliki tugas dan fungsi yang memiliki keterkaitan koordinatif dan saling mendukung; dan tingkatan implementasi (evaluasi, umpan balik) yang terdiri atas unsur nelayan, petani, pengusaha dan sebagainya yang berperan dalam implementasi kebijakan pemerintah dalam bidang perikanan dan kelautan Pada sidang negara-negara FAO di Roma, Italia tahun 1995, telah ditetapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sebagai petunjuk umum dalam melaksanakan perikanan yang bertanggung jawab. FAO (1995) menyatakan beberapa hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab tersebut, yaitu : 1) Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem perairan, dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab. 2) Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan (carrying capacity). 3) Pengelolaan perikanan harus menjamin tersedianya perikanan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. 4) Pelaksanaan pengelolaan perikanan harus dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian. 5) Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia. 6) Perlunya dilakukan perlindungan dan upaya rehabilitasi terhadap habitat perikanan yang kritis. 7) Negara harus menjamin pengelolaan perikanan yang transparan, mendorong adanya konsultasi dan partisipasi dari para pengguna sumberdaya ikan. 8) Negara harus menjamin terlaksananya pengawasan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pengelolaan.
III KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Kegiatan penangkapan sumberdaya ikan yang semakin meningkat di Perairan Balikpapan telah memberikan tekanan yang hebat terhadap keberadaan sumberdaya ikan. Peningkatan ini membuat para nelayan saling berlomba untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang sesuai dengan harapannya. Kondisi ini akhirnya menimbulkan persaingan dengan tujuan jangka pendek yang mengarah pada eksploitasi sumberdaya ikan secara berlebihan. Untuk menghindari dan mencegah terjadinya eksploitasi sumberdaya ikan yang tak terkendali, perlu kiranya dibuat sebuah kebijakan yang mengarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab, sehingga diperoleh manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Untuk itulah diperlukannya kajian bioekonomi sumberdaya ikan, yaitu suatu kajian yang memadukan dinamika biologi perikanan dan faktor ekonomi perikanan tangkap. Kajian bioekonomi akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengontrol tingkat eksploitasi agar tidak berlebih sekaligus mendorong melakukan upaya pemanfaatan dengan keuntungan yang optimal yang bisa dilakukan secara terus menerus. Kajian bioekonomi pada penelitian ini diawali dengan observasi lapang, melihat secara langsung kondisi perikanan di Perairan Balikpapan. Setelah itu, melakukan identifikasi terhadap data sekunder dan informasi lainnya yang mendukung dari tahun 1995-2006. Data sekunder ini meliputi, data rumah tangga nelayan, armada, alat tangkap, produksi dan upaya penangkapan. Proses selanjutnya adalah melakukan tabulasi data, dilanjutkan dengan melakukan analisis data dengan menggunakan model estimasi parameter Clark, Yoshimoto and Pooley (CYP). Dari estimasi ini diperoleh data parameter biologi berupa carrying capacity (K), coefficient of catchability (q) dan instrinsic growth rate (r) dari sumberdaya ikan. Kemudian mengolah data primer untuk mendapatkan parameter ekonomi yang meliputi data harga output (p), biaya input (c), discount rate (δ) Berikutnya melakukan analisis bioekonomi, dengan cara melakukan perhitungan terhadap data parameter biologi dan ekonomi untuk mendapatkan
25
tingkat degradasi dan depresiasi serta pengelolaan optimal sumberdaya ikan. Hasil analisis
bioekonomi
ini
kemudian
menjadi
bahan
pembahasan
untuk
menghasilkan kebijakan yang tepat bagi pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan. Pendekatan studi pada penelitian ini dapat juga dijelaskan sebagaimana terlihat pada Gambar 5
Observasi Lapang
Data Sekunder
Data Primer
Parameter Biologi : r , q, K
MAPLE dan Excel
Parameter Ekonomi : p , c, δ
Analasis Data
Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal
Alternatif Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal Gambar 5 Diagram Alir Kerangka Pendekatan Studi
IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Bulan September sampai dengan Bulan Desember 2007. Lokasi penelitian adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Manggar Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
4.2 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder. Analisis data sekunder adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut data yang sudah tersedia agar diperoleh sesuatu yang berguna (Singarimbun M dan S Effendi 2000). Setelah itu, dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif berupa penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data.
4.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuntitatif. Data kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan 1984 diacu dalam Sitorus MTF 1998). Data kualitatif terbagi dalam tiga kategori yaitu hasil pengamatan, hasil pembicaraan dan bahan tertulis. Data kuantitatif adalah data yang nilainya berbentuk numerik atau angka, bersifat ringkas, sederhana, sistematis, terbakukan dan mudah disajikan (Sitorus MTF 1998) Berdasarkan sumbernya, data penelitian in terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa data-data cross section yang diperoleh dengan cara penelusuran bahan tertulis (literature), hasil penelitian, jurnal, surat kabar, majalah, bulletin, dan lain sebagainya yang berhubungan dan menunjang kelengkapan data pada penelitian ini (data silang). Data sekunder pada penelitian ini berupa data series. Data series yang digunakan adalah time series data pada tahun
27
1995-2006. Data ini diperoleh data statistik perikanan Kota Balikpapan mau pun data statistik perikanan Provinsi Kalimantan Timur.
4.4 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel (sampling) pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner yang diajukan kepada responden. Sampel yang diambil adalah nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Manggar Balikpapan dan dianggap mewakili dari keseluruhan nelayan yang menggunakan alat tangkap payang, pancing tonda, dan jaring insang. Jumlah sampel yang diambil masing-masing alat tangkap sebanyak 5, sehingga jumlah total sampel pada penelitian ini sebanyak 20.
4.5 Analisis Data 4.5.1 Catch per Unit Effort (CPUE) Setelah data produksi dan upaya (input atau effort) disusun dalam bentuk urut waktu menurut jenis alat tangkap dan masing-masing target dari sumberdaya perikanan yang akan diteliti, langkah selanjutnya adalah mencari nilai hasil tangkapan per unit upaya (CPUE). Menurut Gulland JA (1983), penghitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada suatu daerah perairan tertentu. Nilai CPUE dapat dinotasikan sebagai berikut : CPUE t =
catcht effort t
…………………….……(4.1)
t = 1,2,...n dimana : CPUE = hasil tangkapan per upaya penangkapan pada tahun ke-t Catcht = hasil tangkapan pada tahun ke-t effortt = upaya penangkapan pada tahun ke-t
28
4.5.2 Standarisasi Alat Tangkap
Standarisasi dilakukan karena alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap target sumberdaya perikanan beragam, sehingga sangat dimungkinkan satu spesies ikan tertangkap oleh dua alat tangkap yang berbeda. Standarisasi dilakukan dengan maksud untuk bisa menjumlahkan input upaya secara agregat karena kedua alat tangkap tersebut memiliki kemampuan daya tangkap yang berbeda. Alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap yang memiiiki produktivitas yang tinggi (dominan) dalam menangkap sumberdaya perikanan yang menjadi objek penelitian atau memiliki nilai rata-rata CPUE terbesar pada suatu periode waktu dan memiliki nilai faktor daya tangkap (Fishing Power Indeks) sama dengan satu (Gulland JA 1983). Secara matematis menurut Fauzi A (2004), input alat tangkap yang akan distandarisasi merupakan perkalian dari fishing power indeks dengan input (upaya/effort) dari alat yang distandarisasi. E std = ϕ i Ei
ϕi =
Ui U std
..............................................(4.2) ..............................................(4.3)
dimana : Estd Ui U std
= Effort standar = CPUE = Cacth per Unit Effort tangkap ke-i = CPUEstd = CPUE yang dijadikan standar
4.5.3 Estimasi Parameter Biologi Fauzi A (2004) menyatakan, estimasi parameter biologi dari model surplus produksi dapat dilakukan dengan teknik pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clark,Yoshimoto dan Pooley atau yang dikenal dengan model CYP. Secara matematis model CYP ditulis sebagai berikut :
29
ln (U t +1 ) =
2r (2 − r ) q ln(qK ) + ln(U t ) − ( Et + Et +1 ) (2 + r ) (2 + r ) (2 + r )
…….(4.4)
dengan meregresikan tangkap per unit upaya pada periode t+1 (Ut+1), U pada periode t, dan penjumlahn input pada periode t dan t+1, akan diperoleh nilai koefisien r, q, dan K. Ada pun besaran koefisen r, q, dan K dalam model CYP diperoleh dengan cara sebagai berikut : ⎛ 2 − 2β1 ⎞ ⎟⎟ r = ⎜⎜ ⎝ 1 + β1 ⎠
q=−
β2 (2 + r )
……………………………..(4.5)
……………………………..(4.6)
β 0 ( 2+ r )
K=
e
2r
q
……………………………..(4.7)
4.5.4 Estimasi Parameter Ekonomi
Parameter ekonomi dalam penelitian ini berupa harga output (p) per kg atau per ton dari produksi sumberdaya ikan dan biaya input (c) dari aktivitas upaya per trip atau per hari melaut. Semua data harga dan biaya dikonversi ke dalam nilai riil dengan cara menyesuaikannya dengan indeks harga konsumen (IHK), sehingga pengaruh inflasi dapat dieliminir (Fauzi A dan S Anna 2005).
4.5.4.1 Estimasi Biaya Input
Dalam kajian bioekonomi biaya penangkapan didasarkan atas asumsi hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan, sehingga biaya penangkapan dapat didefinisikan sebagai variabel per hari operasi dan dianggap konstan. Pada penelitian ini data biaya penangkapan masing-masing alat tangkap diperoleh dari wawancara terhadap responden yang menggunakan alat tangkap pukat kantong (payang), jaring insang (Gill net), pancing dan data sekunder yang ada di PPI
30
Manggar Balikpapan, yang kemudian dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berlaku di Kota Balikpapan, guna mengeliminir pengaruh inflasi. Biaya riil pada tahun t diperoleh dari proses perkalian antara biaya riil pada tstd (didapatkan dari hasil perkalian rata-rata biaya effort per tahun dengan share dari produksi sumberdaya) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun t. Biaya per unit upaya standar per tahun alat tangkap adalah :
C pj = ∑ trip ×
∑ biaya trip
proporsi produksi alat tangkap adalah :
C pj
⎛ h pj = ⎜⎜ ⎝ hz
1
⎞t ⎟⎟ ⎠
maka biaya standar dinotasikan sebagai :
C std = (C pj × C pj ) / 1000000 sehingga diperoleh nilai biaya riil sebagai berikut :
C t = (C std × IHK ) / IHK n
…………………..…………(4.8)
dimana:
Cpj = biaya produksi Ct = biaya pada tahun t Cstd = biaya standar h pj = produksi total alat tangkap ke j
IHKt hz t IHKn
= Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t = produksi total = 1,2,3…n = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar
31
4.5.4.2 Estimasi Harga Output
Data harga output penangkapan masing-masing alat tangkap diperoleh dari wawancara terhadap responden yang menggunakan alat tangkap pukat kantong (payang), Gill net (jaring insang), pancing dan data sekunder yang ada di PPI Manggar Balikpapan, yang kemudian dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berlaku di Kota Balikpapan, guna mengeliminir pengaruh inflasi. Pendekatan untuk mendapatkan data series harga ikan pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengalikan rasio harga ikan saat ini (Pt) dan Indeks Harga Konsumen (IHKt) tahun ini dengan IHKt+1. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : n
Pn =
∑P
i
n
n
i = 1...n
Pt =
Pn × IHK t IHK n
………...…………………...(4.9)
dimana :
i Pt Pn IHK n IHKt
= jumlah produksi ikan = Harga ikan pada tahun t = Harga ikan berlaku = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t
4.5.4.3 Estimasi Discount Rate
Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana masyarakat berprilaku terhadap ekstraksi sumberdaya alam dan bagaimana masyarakat menilai sumberdaya alam itu sendiri (Hanley and Splash 1995 diacu dalam Fauzi A 2004). Dalam ekonomi sumberdaya alam, kegagalan memahami konsep ini akan berdampak pada persepsi yang keliru terhadap sumberdaya alam (Fauzi A 2004). Discount rate
32
dalam penilaian ekonomi-ekologi sumberdaya alam akan sangat berbeda dengan
discount rate yang biasa digunakan dalam analisis finansial (Wahyudin Y 2005). Discount rate adalah menyangkut nilai yang diukur, sehingga menyebabkan terjadinya variasi untuk nilai discount rate. Variasi discount rate terjadi oleh karena adanya faktor inflasi yang sangat berkolerasi erat dengan discount rate. Atas dasar faktor-faktor inilah, pengukuran discount rate harus diukur dalam nilai riil, dimana nilai ini diukur dari nilai discount rate nominal dikurangi laju inflasi (Fauzi A 2004). Berdasarkan uraian di atas, discount rate yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada beberapa pendekatan yang ada, yaitu pendekatan nilai discount rate berbasis pasar (market discount rate) dan pendekatan nilai real discount rate Kula (1984) berbasis Ramsey diacu dalam Anna S (2003) Pendekatan nilai market discount rate yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan nilai tengah discount rate yang umum digunakan untuk sumberdaya alam, yaitu sebesar 15%, sebagaimana yang pernah digunakan oleh Fauzi A (1998). Nilai discount rate (r) dengan teknik Kula (1984) diacu dalam Anna (2003) didefinisikan sebagai :
r = ρ − γ .g
………………………………(4.10)
dimana ρ adalah pure time preference, γ adalah elastisitas pendapatan terhadap
konsumsi sumberdaya alam, g adalah pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan teknik Kula (1984), yaitu dengan cara meregresikan : ln C t = α 0 − α 1 ln t
………………………………(4.11)
dengan t sebagai periode waktu dan Ct sebagai konsumsi per kapita pada periode t. Hasil dari regresi ini akan menghasilkan formula elastisitas dimana :
α1 =
∂ ln C t ∂ ln t
secara matemetis persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi :
33
ΔC t g= C Δt t
……………………………………(4.12)
Berdasarkan pendekatan yang dilakukan oleh Brent (1990) diacu dalam Anna S (2003) nilai standar elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya ( γ ) adalah 1, sedangkan nilai pure time preference ( ρ ) yang dihitung berdasarkan kemungkinan bertahan hidup tidak tersedia di lapangan, sehingga nilai ( ρ ) sebagaimana yang dilakukan oleh Anna S (2003) diasumsikan sama dengan nominal discount rate saat ini dari Ramsey sebesar 15%. Nilai discount rate (r) ini kemudian dijustifikasi untuk menghasilkan real discount rate dalam bentuk annual continues discount rate melalui :
δ = ln(1 + r )
……………………………….(4.13)
4.5.5 Estimasi Tingkat Produksi Lestari
Salah satu fungsi pertumbuhan yang umum digunakan dalam literatur ekonomi sumberdaya ikan adalah model pertumbuhan logistik (Fauzi A 2004). Pada kondisi dimana perubahan stok ikan pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi pada awal periode (terjadi secara alami), model pertumbuhana logistik secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : ∂x x⎞ ⎛ = F ( x) = rx⎜1 − ⎟ ∂t ⎝ K⎠
...…………..……………..(4.14)
dimana : ∂x ∂t x r K
= F (x) = perubahan stok ikan/ fungsi pertumbuhan stok ikan = stok ikan, = laju pertumbuhan intrinsik ikan. = kapasitas daya dukung lingkungan.
34
Untuk menangkap (memperoleh manfaat) sumberdaya ikan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana merupakan faktor input yang biasa disebut upaya atau effort. Aktivitas penangkapan atau produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut :
h = qxE
……………………………(4.15)
dimana :
h = produksi q = koefisien daya tangkap x = stok ikan E = Upaya (effort) dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi maka fungsi perubahan stok ikan menjadi :
∂x x⎞ ⎛ = F ( x) = rx⎜1 − ⎟ − h ∂t ⎝ K⎠ x⎞ ⎛ = rx⎜1 − ⎟ − qxE ⎝ K⎠ dalam kondisi keseimbangan dimana
...………………………….(4.16)
∂x = 0 , maka persamaan (4.16) berubah ∂t
menjadi persamaan sebagai berikut : x⎞ ⎛ qxE = rx⎜1 − ⎟ ⎝ K⎠
.…………………………...(4.17)
dari persamaan (4.17) diperoleh nilai stok ikan (x) sebagai berikut : ⎛ qE ⎞ x = K ⎜1 − ⎟ r ⎠ ⎝
.…………………………...(4.18)
sehingga dengan mensubtitusikan persamaan (4.18) ke dalam persamaan (4.15) diperoleh fungsi produksi lestari atau yang dikenal dengan yield effort curve sebagai berikut :
35
⎛ qE ⎞ h = qKE ⎜1 − ⎟ r ⎠ ⎝
..……..……………………(4.19)
4.5.6 Analisis Laju Degradasi dan Depresiasi 4.5.6.1 Analisis Laju Degradasi
Menurut Fauzi A dan S Anna (2005), degradasi dapat diartikan sebagai tingkat atau laju penurunan kualitas atau kuantitas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) atau dengan kata lain, kemampuan alami sumberdaya alam dapat diperbaharukan untuk melakukan regenerasi sesuai kapasitas produksinya berkurang. Kondisi ini dapat terjadi baik karena kondisi alam maupun karena pengaruh aktivitas manusia. Degradasi sumberdaya alam dapat dihitung berdasarkan Anna S (2003) :
1
φDG =
1+ e
hδ hο
……………………………(4.20)
dimana : φ DG = laju degradasi hδ = produksi lestari pada periode t hο = produksi aktual pada periode t
4.5.6.2 Analisis Laju Depresiasi
Analisis depresiasi sumberdaya ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam, atau dengan kata lain depresiasi merupakan pengukuran degradasi yang dirupiahkan. Menurut Anna S (2003) formula pengukuran depresiasi sumberdaya dapat dinotasikan sebagai berikut :
φ
DP
=
1 1 + e
π π
δ ο
..…………………………..(4.21)
36
dimana : φ DP = laju depresiasi hδ = rente lestari pada periode t hο = rente aktual pada periode t
4.5.7 Analisis Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan
Analisis optimal sumberdaya perikanan pada penelitian ini menggunakan pendekatan optimal dinamik. Sebagai pembanding dan juga untuk memperkaya khasanah pada penelitian ini, maka dilakukan pula perhitungan nilai optimal pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan surplus produksi atau maximum sustainable yield (MSY) dan pendekatan optimal statik (maximum economic yield/MEY dan open acces/OA) dengan segala kelemahan dan kekurangannya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter biologi yang digunakan untuk melakukan analisis bioekonomi pada penelitian ini adalah hasil dari pendugaan koefisien model CYP.
4.5.7.1 Analisis Surplus Produksi
Nilai MSY diperoleh dengan menurunkan persamaan (2.9) terhadap E, atau ∂h = 0 , sehingga diperoleh nilai E MSY sebagai berikut : ∂E E MSY =
α 2β
E MSY =
qKr 2Kq 2
E MSY =
r 2q
dengan mensubtitusikan persamaan E MSY =
………………………..…..(4.22)
α ke dalam persamaan (2.9), maka 2β
diperoleh nilai tingkat produksi yang dinotasikan sebagai berikut :
37
⎛α hMSY = α ⎜⎜ ⎝ 2β
hMSY =
⎛ α2 ⎞ ⎟⎟ − β ⎜⎜ 2 ⎠ ⎝ 4β
⎞ ⎟⎟ ⎠
α 2 K 2 q 2 r Kr = = 4β 4 4 Kq 2
…..………………………..(4.23)
sedangkan stok ikan pada tingkat MSY diperoleh dengan mensubtitusikan persamaan E MSY =
α ke dalam persamaan (4.18), yang dapat dinotasikan sebagai berikut : 2β ⎛ q α ⎞ ⎟⎟ x MSY = K ⎜⎜1 − ⎝ r 2β ⎠ ⎛ q rqK ⎞ ⎟⎟ x MSY = K ⎜⎜1 − 2 ⎝ r 2q K ⎠
x MSY =
K 2
.…………………………..(4.24)
4.5.7.2 Analisis Optimasi Statik
Dengan asumsi bahwa kurva permintaan bersifat elastis sempurna, maka rente sumberdaya perikanan dapat dinotasikan sebagai berikut :
π = ph − cE
…………………………....(4.25)
dimana : π = rente sumberdaya perikanan p = harga ikan h = produksi /tangkapan lestari c = biaya per unit upaya E = upaya/effort Dengan mensubtitusikan persamaan (2.9) ke dalam persamaan (4.25), sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
π = ph − cE
38
π = p(αE − βE 2 ) − cE
……………………..…….(4.26)
dengan menurunkan persamaan (4.26) terhadap variabel input (E), dimana
∂π =0 ∂E
maka diperoleh nilai E MEY , yang secara matematis dinotasikan sebagai berikut : ∂π = p (α − 2 β ) − c ∂E ⎛ ⎛ q2 K ⎞⎞ ⎜ ⎟⎟ ⎟ − c = p⎜ qK − 2⎜⎜ ⎟ r ⎝ ⎠⎠ ⎝ ⎛ pqK − c ⎞ ⎟⎟ = r ⎜⎜ 2 ⎝ 2 pq K ⎠
E MEY =
r ⎛ c ⎞ ⎜⎜1 − ⎟ 2q ⎝ pqK ⎟⎠
……………………..……..(4.27)
dengan asumsi bahwa sistem dalam kondisi keseimbangan (lestari) dimana h = F (x) , maka dengan mensubtitusikan persamaan (4.14) dan fungsi upaya h / qx dari persamaan (4.15) ke dalam persamaan (4.25) kemudian membuat fungsi turunannya atau
∂π = 0 , maka diperoleh fungsi stok ikan (x) pada kondisi MEY : ∂x
π = pF ( x) − cE x⎞ ⎛ rx⎜1 − ⎟ x⎞ K⎠ ⎛ = prx⎜1 − ⎟ − c ⎝ qx ⎝ K⎠ ⎛ x⎞ c ⎞ ⎛ = ⎜⎜ p − ⎟⎟rx⎜1 − ⎟ qx ⎠ ⎝ K ⎠ ⎝
39
= prx −
prx 2 crx crx 2 − + K qx qxK
∂π 2 prx cr 2crx = pr − − + ∂x K q qK ⎛ 2 x ⎞ crx = pr ⎜1 − ⎟ + K ⎠ qK ⎝ 2 prx ⎞ crx ⎛ = ⎜ pr − ⎟+ K ⎠ qK ⎝ x MEY =
K⎛ c ⎞ ⎜⎜1 + ⎟ 2⎝ pqK ⎟⎠
………………...…………(4.28)
kemudian dengan mensubtitusikan E MEY dan x MEY ke dalam persamaan (4.15) akan diperoleh nilai hMEY sebagai berikut : h = qxE
=q hMEY =
K⎛ c ⎞ r ⎛ c ⎞ ⎜⎜1 + ⎟⎟ ⎜⎜1 − ⎟ 2⎝ pqK ⎠ 2q ⎝ pqK ⎟⎠ rK ⎛ c ⎞⎛ c ⎞ ⎜⎜1 + ⎟⎟⎜⎜1 − ⎟ 4 ⎝ pqK ⎠⎝ pqK ⎟⎠
……….…………………...(4.29)
Tingkat upaya dalam kondisi open access (akses terbuka) dapat dilakukan dengan menghitung rente ekonomi yang hilang, dimana π = 0 maka :
π = pF ( x) − cE x⎞ ⎛ rx⎜1 − ⎟ x⎞ K⎠ ⎛ prx⎜1 − ⎟ = c ⎝ qx ⎝ K⎠ xOA =
c pq
……………………………(4.30)
40
nilai produksi optimal (hOA ) pada kondisi open access dapat ditentukan dengan cara mensubtitusikan persamaan (4.30) ke dalam persamaan (4.14) : ⎛ x ⎞ hOA = F ( x) = rxOA ⎜1 − OA ⎟ K ⎠ ⎝ =
rc ⎛ c ⎞ ⎜⎜1 − ⎟ pq ⎝ Kpq ⎟⎠
……………………………(4.31)
sedangkan tingkat upaya optimal ( EOA ) pada kondisi open access ditentukan berdasarkan fungsi upaya
EOA =
h dari persamaan (4.15), yaitu : qx
hOA qxOA
rc ⎛ c ⎞ ⎜⎜1 − ⎟ pq ⎝ Kpq ⎟⎠ = qc pq =
r⎛ c ⎞ ⎜⎜1 − ⎟ q ⎝ Kpq ⎟⎠
……………………………(4.32)
4.5.7.3 Analisis Optimasi Dinamik
Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan formula model dinamik dalam bentuk fungsi yang kontinyu ditulis sebagai berikut :
max π (t ) =
∞
∫ π ( x(t ), h(t ))e
t =0
dengan kendala :
−δt
dt
……………….…………..(4.33)
41
∂x . = x = F ( x(t )) − h(t ) ∂t 0 ≤ h ≤ hmax
dengan menggunakan teknik Hamiltonian, maka model kontinyu di atas menghasilkan Golden Rule untuk pengelolaan sumberdaya ikan yang secara matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi A 2004) : ∂F ∂π / ∂x + =δ ∂x ∂π / ∂h
………………….………………...(4.34)
F ( x) = h
……………………………………(4.35)
dan
dimana, ∂π / ∂x adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, ∂π / ∂h adalah rente marjinal akibat perubahan tangkap (panen), ∂F / ∂x produktifitas dari biomass. Dengan menyatakan fungsi rente sumberdaya sebagai :
π ( x, h) = ph − c
h ⎛ c ⎞ = ⎜⎜ p − ⎟⎟h qx ⎝ qx ⎠
dan fungsi pertumbuhan sebagaimana pada
persamaan (4.14), maka dengan
melakukan penurunan sesuai kaidah pada pada persamaan (4.34) menghasilkan : ∂F ⎛ 2x ⎞ = r ⎜1 − ⎟ ∂x K⎠ ⎝
……………………………….…...(4.36)
∂π ch = 2 ∂x qx
…….………………………….…..(4.37)
∂π ⎛ c ⎞ = ⎜⎜ p − ⎟⎟ ∂h ⎝ qx ⎠
……………………………………(4.38)
dengan mensubtitusikan persamaan-persamaan (4.36), (4.37), (4.38) ke dalam persamaan (4.34), maka diperoleh :
42
2 ⎛ 2 x ⎞ ch / qx r ⎜1 − ⎟ + =δ K⎠ ⎛ c ⎞ ⎝ ⎜⎜ p − ⎟⎟ qx ⎠ ⎝
c ⎞ ⎛ 2x ⎞ ⎛ ch = δ − r ⎜1 − ⎟qx 2 ⎜⎜ p − ⎟⎟ K⎠ ⎝ qx ⎠ ⎝
h• =
⎡ x ⎛ 2 x ⎞⎤ ( pqx − c) ⎢δ − r ⎜1 − ⎟⎥ c K ⎠⎦ ⎝ ⎣
……………………………(4.39)
kemudian persamaan (4.14), (4.34) disubtitusikan ke dalam persamaan (4.39), sehingga menghasilkan solusi untuk nilai stok ikan optimal, yaitu :
⎡ x⎞ x ⎛ ⎛ 2 x ⎞⎤ rx⎜1 − ⎟ = ( pqx − c) ⎢δ − r ⎜1 − ⎟⎥ K ⎠⎦ ⎝ K⎠ c ⎝ ⎣ ⎡⎛ δ⎞ c x • = ⎢⎜⎜ + 1 − ⎟⎟ + ⎢⎝ Kpq r⎠ ⎣
2 ⎤ ⎛ c δ⎞ 8cδ ⎥ ⎜⎜ ……………(4.40) + 1 − ⎟⎟ + r⎠ Kpqr ⎥ ⎝ Kpq ⎦
dengan diketahuinya nilai stok dan produksi optimal, maka nilai upaya dapat diketahui sebagai berikut :
h• E = • qx •
……………………………(4.41)
43
4.6 Batasan dan Pengukuran
a) Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. b) Lingkungan sumberdaya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumberdaya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya. c) Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. d) Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. e) Effort adalah upaya untuk menangkap ikan dengan menggunakan teknologi penangkapan tertentu yang dinyatakan dalam satuan trip. f) Produksi adalah hasil tangkapan ikan yang dinyatakan dalam satuan berat. g) Perikanan open access adalah kondisi dimana setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatkan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan. h) Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah tingkat pemanfaatan yang maksimum dengan tetap menjaga kelestarian dari sumberdaya ikan. i) Maximum Economic Yield (MEY) adalah tingkat pemanfaatan maksimum yang memberikan rente ekonomi yang tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan. j) Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih (over fishing) secara biologi adalah kondisi dimana pemanfaatan ikan telah melebihi potensi maksimum lestari (MSY). k) Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih (over fishing) secara ekonomi adalah kondisi dimana penerimaan total dari hasil penangkapan sama dengan biaya penangkapan, sehingga keuntungan yang diperoleh sama dengan nol (π = 0) . l) Kapal/armada perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
44
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan m) Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. n) Biaya penangkapan ikan (cost per unit effort) adalah biaya operasional yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan ikan per tahun per unit effort. o) Nilai rente adalah selisih antara harga produk sumberdaya ikan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sumberdaya ikan tersebut. p) Pemanfaatan sumberdaya ikan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal (kestabilan ekosistem perairan dan faktor eksternal (pencemaran lingkungan), dalam penelitian ini kedua faktor tersebut dianggap tidak mempengaruhi analisis pemodelan. q) Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis kecil yang menjadi objek penelitian adalah ikan Layang, Selar, Kembung, dan Tembang r) Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis besar yang menjadi objek penelitian adalah ikan Tongkol, Tenggiri, dan Cakalang. s) Jenis-jenis sumberdaya ikan demersal yang menjadi objek penelitian adalah ikan Kakap, Kakap Merah, Bawal, Kerapu, Manyung, Peperek, Kurisi, Pari, Gerotgerot.
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Kota Balikpapan 5.1.1 Letak Geografis Secara geografis wilayah Kota Balikpapan berada antara 01° 24′ 00"-1,5° 00′ 00" LS dan 116° 5′ 00" 118° 38′ 00" BT, yang luasnya sekitar 50.330,57 Ha atau sekitar 503,3 Km² dengan batas-batas sebagai berikut (Sekdakot Balikpapan 2000) : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar.
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar.
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara. Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38
Tahun 1996 tentang Pembentukan 13 (tiga belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten Kutai, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Pasir, Kota Samarinda dan Kota Balikpapan dalam Wilayah Provinsi Kalimantan Timur, maka sejak tanggal 24 Pebruari 1997 Kota Balikpapan resmi dimekarkan dari 3 (tiga) Kecamatan menjadi 5 (lima) Kecamatan yaitu : •
Kecamatan Balikpapan Timur
•
Kecamatan Balikpapan Selatan
•
Kecamatan Balikpapan Tengah
•
Kecamatan Balikpapan Utara
•
Kecamatan Balikpapan Barat
5.1.2 Pembagian Wilayah Sehubungan dengan pemekaran wilayah kecamatan tersebut di atas, maka melalui Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No. 19 Tahun 1996 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah, maka sejak tanggal 15 Oktober 1996 ditetapkan 7 (tujuh) kelurahan persiapan menjadi kelurahan definitif dan pada tanggal 17 Mei 1996 ditetapkan pula melalui Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur perubahan status Desa Manggar Baru menjadi Kelurahan Manggar Baru secara definitif. Dengan demikian maka
46
pada saat ini wilayah Kota Balikpapan terdiri atas 27 (dua puluh tujuh) kelurahan (Pemkot Balikpapan 1997), sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Table 1. Pembagian Wilayah Berdasarkan Kelurahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelurahan Manggar Manggar Baru Lamaru Teritip Prapatan Klandasan Ulu Klandasan Ilir Damai Gunung Bahagia
No 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kelurahan Gunung Sari Ilir Gunung Sari Ulu Mekar Sari Karang Rejo Sumber Rejo Karang Jati Gunung Samarinda Muara Rapak Batu Ampar
No 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kelurahan Baru Ilir Margo Mulyo Marga Sari Baru Tengah Baru Ulu Kariangau BAtu Ampar Sepinggan Karang Joang
Sumber : Pemerintah Daerah Kota Balikpapan
Dari 27 kelurahan tersebut terdapat 369 RW dan 1.143 RT. Ini berarti bahwa jumlah RW sebelum dan sesudah pemekaran tidak berubah sedangkan RT mengalami penambahan sebanyak 62 buah, sehingga berubah dari jumlah 1.081 menjadi 1.143 buah RT. Luas wilayah per kecamatan, kelurahan dan jumlah RW, RT dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Luas Wilayah per Kecamatan, Kelurahan dan Jumlah RW, RT. Luas Wilayah ( Ha ) Kecamatan Balikpapan Timur 1. Manggar 2. Manggar Baru 3. Lamaru 4. Teritib Balikpapan Selatan 1. Perapatan 2. Telaga Sari 3. Kelandasan Ulu 4. Kelandasan Ilir 5. Damai 6. Gunung Bahagia 7. Sepinggan
Perairan/Laut
Darat
Sebelum Pemekaran (buah) RW
RT
Setelah Pemekaran (buah) RT
RW
9.242
13.715,80 3.525,50 383,60 4.855,50 4.951,20
22 5 7 4 6
77 22 24 13 18
24 6 7 54 7
93 30 26 13 24
20.03
4.795,57
90
355
101
379
314,12 253,48 89,00 143,50 601,75 891,72 2.502,00
21 12 14 28 15
71 45 57 123 59
11 10 13 13 14 23 17
36 38 53 57 51 76 68
47
Lanjutan Tabel 2. Luas Wilayah ( Ha ) Kecamatan
Perairan/Laut
Darat
Sebelum Pemekaran (buah)
RW Balikpapan 1.107,38 86 997 Tengah 1. Gn. Sari Ilir 114,10 19 2. Gn. Sari Ulu 182,52 21 3. Mekar Sari 128,66 4. Karang Rejo 120,50 33 5. Sumber Rejo 220,50 6. Karang Jati. 341,10 13 Balikpapan Utara 13.216,62 50 1. Gn. Samarinda 573,80 29 2. Muara Rapak 352,72 3. Batu Ampar 2,980,70 11 4. Karang Joang 9.309,40 10 Balikpapan Barat 61 3.749 17.995,20 1. Baru Ilir 58,90 32 2. Margo Mulyo 184,53 3. Marga Sari 66,50 4. Baru Tengah 57,04 11 5. Baru Ulu 95,48 15 6. Kariangau 17.532,75 3 Kota Balikpapan 309 16.01 50.330,57 Sumber : Bagian Pemerintahan Desa Sekdakot Balikpapan
RT
Setelah Pemekaran (buah) RT
RW
268
84
285
61 58 109 40 273 117 46 40 208 119 41 40 8 1.081
21 11 12 14 13 13 55 12 21 12 12 68 18 10 10 11 15 4 334
69 34 35 66 44 37 227 44 87 54 42 223 62 39 30 43 40 9 1.207
5.1.3 Penduduk Pertumbuhan penduduk Balikpapan dari tahun 2001-2005 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bahkan pada tahun 2004-2005, pertumbuhan penduduk Kota Balikpapan merupakan pertumbuhan penduduk yang tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu sebesar 8,99% (BAPPEDA dan BPS Kaltim 2006). Kota Balikpapan merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak ke tiga di Provinsi Kalimantan Timur setelah Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Apabila dilihat dari tingkat kepadatan (rasio dari luas wilayah dengan jumlah penduduk), maka Kota Balikpapan dengan tingkat kepadatan sebesar 609 jiwa per Km2 merupakan daerah terpadat ke dua setelah Kota Samarinda dengan tingkat kepadatan 800 jiwa per Km2 (BAPPEDA dan BPS Kaltim 2006).
48
Tabel.3 Jumlah, Penyebaran dan Pertumbuhan Penduduk di Balikpapan Tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Kaltim (jiwa) 2.494.625 2.558.572 2.704.851 2.750.369 2.840.874
Balikpapan (jiwa) 412.045 421.330 428.819 431.113 469.884
Penyebaran (%) 16,55 16,47 15,85 15,67 16,54
Pertumbuhan (%) 2,25 1,78 0,53 8,99
Sumber : Bagian Pemerintahan Desa Sekdakot Balikpapan
5.1.4
Perekonomian Kota Balikpapan Perkembangan
Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB)
Kota
Balikpapan atas dasar harga berlaku cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, PDRB Kota Balikpapan dengan migas mencapai 17,29 milyar, sedangkan PDRB tanpa migas mencapai 9,22 milyar atau terdapat selisih sekitar 8,07 milyar. Besarnya selisih tersebut menggambarkan masih besarnya peranan sektor migas dalam pembentukan PDRB Kota Balikpapan. Apabila diukur berdasarkan harga konstan tahun 1993, PDRB Kota Balikpapan dengan migas mencapai 4,57 milyar, sedangkan tanpa migas sebesar 2,58 milyar atau mempunyai selisih hampir 2 milyar rupiah. PDRB Kota Balikpapan atas dasar konstan mengalami peningkatan 4,34 %, dan tanpa migas kenaikannya 6,61 %. Pada tahun 2002, laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tampak mulai menurun, penurunan laju pertumbuhan tersebut tampaknya diakibatkan oleh turunnya laju pertumbuhan sebagian besar sektor ekonomi yang menunjang pembentukan PDRB. Sektor-sektor yang paling tajam penurunannya adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor bangunan. Tahun 2003 terjadi peningkatan pertumbuhan PDRB. Distribusi PDRB sektoral atas dasar harga berlaku dengan migas masih didominasi oleh peranan sektor-sektor yang ada kaitannya dengan migas. Peranan terbesar dengan persentase sebesar 43,27 persen diperoleh dari sektor industri pengolahan. Besarnya peranan sektor industri pengolahan ini sebagian besar sumbangan dari produksi pengilangan minyak oleh Pertamina. Sementara itu sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mempunyai peranan terbesar kedua setelah sektor industri
49
pengolahan, sedangkan sektor terendah dalam peranannya adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan peranan sebesar 0,85 persen. Distribusi PDRB sektoral atas dasar harga berlaku tanpa migas diperoleh dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan peranan sebesar 54,92 persen, selanjutnya sektor pengangkutan dan komunikasi dengan peranan sebesar 13,10 persen dan sektor bangunan dengan peranan sebesar 12,22 persen. Ketiga sektor yang mempunyai peranan terbesar di atas dapat dikategorikan pada sektor jasa, sehingga tidak salah, apabila salah satu visi Kota Balikpapan berupaya sebagai kota jasa dan perdagangan (BPS Kota Balikpapan 2006). Tabel 4 Perkembangan PDRB Kota Balikpapan 1994 – 2004 Dengan Migas (Juta Rupiah) Atas Dasar Harga Atas Dasar Harga Berlaku Konstan 1994 3.235.397 10 2.975.043,98 1995 3.620.375,63 3.112.911,07 1996 4.119.867,80 3.521.350,34 1997 4.372.382,29 3.607.189,67 1998 7.897.236,44 3.580.101,53 1999 7.890.785,04 3.572.181,44 2000 8.550.645,57 3.722.532,88 2001 11.158.505,56 4.049.104,28 2002 13.257.932,42 4.289.937.,83 2003 14.089.948,25 4.382.263,80 17.285.198,44 4.566.718,09 2004 Sumber : BPS Kota Balikpapan Tahun 2006 Tahun
Tanpa Migas (Juta Rupiah) Atas Dasar Harga Atas Dasar Berlaku Harga Konstan 1.146.524,90 1.086.686,19 1.479.135,79 1.346.421,28 1.857.761,60 1.521.297,37 2.115.207,15 1.646.748,38 3.177.485,11 1.623.743,67 4.164.035,68 1.702.498,06 4.705.903,71 1.802.397,73 6.516.162,78 2.066.198,69 7.458.811,64 2.228.078,23 8.405.989,91 2.424.730,18 9.217.146,79 2.583.529,32
Tabel 5 Distribusi PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku (Dalam %) 2000 – 2004 Sektor Pertanian
2000 Tanpa Migas Migas
2001 Tanpa Migas Migas
Periode 2002 Tanpa Migas Migas
2003 Tanpa Migas Migas
2004 Tanpa Migas Migas
4,76
2,62
4,02
2,35
3,26
1,84
3,42
2,04
3,42
1,82
0,07
6,47
0,06
5,99
0,06
5,45
0,06
5,94
0,06
5,34
4,80
41,17
3,81
37,12
3,56
40,33
3,59
36,58
3,56
43,28
1,19
0,66
1,06
0,62
1,12
0,63
1,55
0,93
1,60
0,85
Bangunan
12,63
6,95
11,80
6,90
11,26
6,34
11,45
6,83
12,22
6,53
Perdagangan, Hotel dan Restoran
50,82
27,97
55,95
32,70
56,61
31,85
56,55
33,74
54,92
29,28
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih
50
Lanjutan Tabel 5 2000 Tanpa Migas Migas
2001 Tanpa Migas Migas
Periode 2002 Tanpa Migas Migas
2003 Tanpa Migas Migas
2004 Tanpa Migas Migas
16,06
8,84
13,99
8,18
14,17
7,97
13,62
8,13
13,10
6,98
4,03
2,22
4,40
2,57
4,89
2,75
4,85
2,90
5,90
3,14
Jasa – jasa
5,64
3,11
4,91
3,57
5,06
2,85
4,90
2,92
5,22
2,78
Total PDRB
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Persewaan
100
Sumber : BPS Kota Balikpapan Tahun 2006
5.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5.2.1 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Manggar Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Manggar terletak di Kecamatan Balikpapan Timur, sekitar 30 km dari pusat Kota Balikpapan. PPI Manggar berdiri di atas areal seluas 104 x 40 meter. PPI Manggar berfungsi untuk keperluan berlabuhnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan nelayan, pelelangan ikan dan aktivitas lainnya. Secara umum fasilitas di PPI Manggar masih sangat kurang bahkan memprihatinkan sekali, selain berupa dermaga sepanjang 40 meter dan ruang kantor yang sangat sederhana, karena sangat jauh dari kondisi standar minimal sebuah kantor baik dari segi administrasi, perlengkapan maupun bentuk fisik bangunan, tidak ada fasilitas pendukung lainnya guna mendukung kelancaran aktivitas perikanan. Hal ini diakui sendiri oleh beberapa petugas yang ada di PPI Manggar, sehingga perlu kiranya bagi Pemerintah Kota Balikpapan untuk segera melakukan evaluasi dan pembenahan PPI Manggar menjadi lebih baik, agar pembangunan perikanan dan kelautan di Balikpapan dapat berjalan dengan lebih baik lagi.
5.2.2 Rumah Tangga Perikanan Rumah Tangga Perikanan (RTP) adalah rumah tangga yang melakukan penangkapan ikan atau binatang lainnya atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Perkembangan RTP di Balikpapan selama
51
periode 1995 - 2006 mengalami peningkatan yang cukup berarti, rata-rata setiap tahunnya bertambah 17,77 %. Peningkatan RTP mencapai puncaknya pada tahun 1998, dimana peningkatan jumlah RTP mencapai 185,5 %. Pada periode 20012006, jumlah RTP kembali mengalami penurunan. Penurunan yang drastis terjadi pada periode 2001-2002, mencapai 70%. Lebih lengkap mengenai perkembangan RTP di Balikpapan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kota Balikpapan Tahun 1995-2006 Tahun Jumlah RTP (orang) Pertumbuhan (%) 1995 781 1996 1.235 58.13 1997 1.341 8.58 1998 3.825 185.23 1999 4.334 13.31 2000 4.420 1.98 2001 4.592 3.89 2002 1.374 -70.08 2003 1.082 -21.25 2004 1.131 4.53 2005 1.259 11.32 2006 1.257 -0.16 Rataan 17.77 Sumber: Data diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Tahun 1995-2006 Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Timur
5.2.3 Armada Penangkapan Ikan Armada penangkapan ikan yang berpangkalan di PPI Manggar dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan, baik dari sisi jumlah mau pun teknologi yang digunakan. Perkembangan armada ini rata-rata setiap tahunnya selama periode 1996-2006 mencapai 17,41%. Armada penangkapan ikan yang digunakan adalah perahu tanpa motor, perahu motor tempel, kapal motor. Perahu tanpa motor yang sempat hilang dari peredaran, mulai kembali digunakan oleh nelayan pada tahun 2003-2006. Perahu jenis ini terdiri atas jukung dan perahu papan. Perahu motor tempel mengalami penurunan rata-rata sebesar 3,4% pada tahun 1995-2000, lalu secara signifikan mengalami kenaikan sebesar 240% pada tahun 2001. Kemudian kembali mengalami penurunan pada tahun berikutnya. Diduga penurunan jumlah nelayan perahu motor tempel disebabkan
52
banyaknya nelayan yang sebelumnya menggunakan perahu motor tempel beralih menggunakan armada kapal motor. Pada periode tahun 1995-1998 secara keseluruhan pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan sebesar 1 sampai dengan 9%. Pada periode tahun 20002001, jumlah armada mengalami peningkatan yang sangat fantastis, hingga mencapai 240,25%. Pada periode selanjutnya, yaitu tahun 2002-2006, pertumbuhan armada secara keseluruhan cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2002, jumlah armada turun drastis hingga mencapai 70%. Diduga penurunan ini dikarenakan meningkatnya jumlah armada pada tahun sebelumnya yang cukup fantastis, sehingga berdampak kepada meningkatnya effort dan persaingan dalam penangkapan ikan. Meningkatnya effort
dan
persaingan ini berdampak langsung pada keberadaan biomass ikan, dimana biomass ikan akan semakin berkurang, yang pada akhirnya mengurangi produksi perikanan dan pendapatan para nelayan. Data mengenai perkembangan armada penangkapan ikan di Balikpapan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan Armada Penangkapan Ikan di PPI Manggar Balikpapan Tahun 1995-2006 Tahun
Tanpa Motor (unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 115 123 52 35
Motor Tempel (unit) 485 435 400 385 380 380 1.121 377 47 60 60 2
Kapal Motor (unit)
Jumlah Total (unit) 1.134 1.236 1.350 1.375 1.329 1.334 4.539 1.324 1.224 1.285 1.399 1.381
Pertumb
< 5 GT 5-10 GT 10-20 GT (%) 463 186 0 1995 572 229 0 8,99 1996 275 422 253 9,22 1997 707 283 0 1,85 1998 656 286 7 -3,35 1999 656 291 7 0,38 2000 2.395 986 37 240,25 2001 655 277 15 -70,83 2002 485 446 131 -7,55 2003 521 450 131 4,98 2004 707 417 163 8,87 2005 727 455 162 -1,29 2006 17,41 Rataan Sumber : Laporan Statistik Perikanan Tangkap KotaBalikpapan dan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 1995-2006
53
5.2.4 Alat Penangkapan Ikan Berbagai macam jenis alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan di PPI Manggar Balikpapan, pada tahun 1996 jumlahnya 4.445 unit, namun pada tahun 2006 jumlah alat penangkapan ikan sudah
mencapai 7.455 unit alat
penangkapan. Jenis alat penangkapan ikan tersebut antara lain payang (term. lampara), dogol (danish seine), jaring insang hanyut (drift gillnet), bagan perahu (boat net), pancing tonda (troll lines), sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Alat Tangkap di PPI Manggar Balikpapan Tahun 1995-2006 Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
Pk (unit)
Ptn ( %)
1.239 740 1.388 875 880 533 447 368 486 442 411
-40 88 -37 1 -39 -16 -18 32 -9 -7 -5
Ji (unit) 1.783 2.150 1.996 2.522 2.540 2.316 2.333 4.134 4.361 3.874 3.969
Ptn ( %) 21 -7 26 1 -9 1 77 5 -11 2 11
Bgn (unit) 21 20 44 172 175 270 279 184 62 62 21
Ptn ( %) -5 120 291 2 54 3 -34 -66 0 -66 30
Pcg (unit) 722 700 786 853 865 994 994 256 284 86 261
Ptn ( %) -3 12 9 1 15 0 -74 11 -70 203 10
Lainnya (unit) 680 835 809 803 830 750 768 174 1.869 2.455 2.793
Total (unit)
Ptn ( %)
4.445 4.445 5.023 5.225 5.290 4.863 4.821 5.116 7.062 6.919 7.455
0 13 4 1 -8 -1 6 38 -2 8 6
Sumber : Data diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Kota Balikpapan dan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 1995-2006 Ket : Pk (Pukat kantong: payang, dogol, pukat pantai); Ji (Jaring insang: hanyut, klitik, Lingkar, tetap, trammel net); Bgn (bagan); Pcg (pancing); Ptn (pertumbuhan).
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perkembangan jumlah total atau keseluruhan alat tangkap di PPI Manggar Balikpapan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, rata-rata sebesar 6% per tahun. Selama tahun 1996-2006 tercatat hanya sekali mengalami penurunan yaitu pada tahun 2005, setelah itu perkembangan jumlah alat tangkap kembali mengalami peningkatan. Jumlah total keseluruhan alat tangkap pada tahun 2006 sebanyak 7.455 unit, meningkat 8% dari tahun 2005. Data pada Tabel 8 juga menjelaskan bahwa selama periode 1996-2006, alat tangkap pukat kantong menunjukkan penurunan, yaitu rata-rata sebesar 5% setiap tahun, sementara perkembangan alat tangkap jaring insang rata-rata setiap tahunnnya meningkat sebesar 11%. Alat tangkap pancing dan bagan mengalami
54
fluktuasi. Jika dibandingkan pada tahun 1996 dengan tahun 2006, maka terlihat bahwa alat tangkap bagan tidak mengalami perkembangan atau pertumbuahan karena jumlahnya sama, 21 unit, tetapi sebenarnya sepanjang tahun 1996-2006 pertumbuhan rata-rata alat tangkap bagan sebesar 30%. Begitu pula dengan alat tangkap pancing, jika dibandingkan dari jumlah alat tangkap pancing tahun 1996 dengan tahun 2006, maka alat tangkap pancing tampak mengalami penurunan, tetapi secara prosentase alat tangkap ini mengalami pertumbuhan yang fluktuatif rata-rata sebesar 10% setiap tahun selama periode 1996-2006.
5.2.5 Volume dan Nilai Produksi Perikanan Perkembangan produksi dan nilai perikanan yang didaratkan di PPI Manggar Balikpapan selama rentang waktu 1996-2006, secara umum setiap tahunnya mengalami peningkatan, sebagaimana terlihat pada Tabel 9, peningkatan tersebut tampak dari prosentase rata-rata pertumbuhan secara keseluruhan produksi perikanan, yaitu
sebesar
0,98% per tahun, sedangkan prosentase
pertumbuhan nilai produksi perikanan secara keseluruhan sebesar 31,82% setiap tahunnya. Tabel 9 Perkembangan Volume dan Nilai Produksi Perikanan di PPI Manggar Balikapapan Tahun 1996-2006 Ptn Ptn Nilai (ton) (%) (Rp) (%) 1996 12.034,00 19.543.700,00 1997 12.376,00 2,84 20.145.000,00 3,08 1998 12.735,00 2,90 26.546.600,00 31,78 1999 12.599,00 -1,07 26.546.600,00 0,00 2000 12.609,00 0,08 86.914.600,00 227,40 2001 12.788,00 1,42 132.265.310,00 52,18 2002 12.752,00 -0,28 151.925.500,00 14,86 2003 12.986,00 1,84 157.165.500,00 3,45 2004 15.152,00 16,68 204.910.450,00 30,38 2005 13.118,00 -13,42 101.693.200,00 -50,37 2006 12.969,00 -1,14 107.233.100,00 5,45 Rataan 12.919,82 0,98 100.834.296,00 31,82 Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun 1996-2006 Ket : Ptn (pertumbuhan) Tahun
Produksi
55
Dari data yang disajikan pada Tabel 9, terlihat bahwa pada tahun 19992000 produksi perikanan di Kota Balikpapan mengalami penurunan secara kuantitas, akan tetapi dari segi nilai, penurunan kuantitas produksi tidak memberikan dampak negatif pada nilai produksi, bahkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 66%. Hal ini tidak lain disebabkan karena ikan yang didaratkan pada tahun-tahun tersebut merupakan jenis-jenis ikan yang secara ekonomi memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga walau pun secara kuantitas produksi perikanan mengalami penurunan, tapi dari
segi nilai produksi
mengalami peningkatan. Selama periode tahun 1996-2006, produksi perikanan tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 15.152,50 ton dengan nilai mencapai Rp204.910.450,00 sementara produksi perikanan terendah terjadi pada tahun 1996, yaitu sebesar 12.034,60 ton dengan nilai sebesar Rp19.543.700,00. 5.2.6 Produksi per Jenis Alat Tangkap Produksi pada prinsipnya merupakan output dari kegiatan penangkapan (effort), sedangkan effort yang diperlukan pada prinsipnya adalah merupakan input dari kegiatan penangkapan itu sendiri. Perbandingan antara output dengan input dalam istilah ekonomi merupakan tingkat efisiensi teknis dari setiap penggunaan input, atau dengan kata lain hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (catch per unit effort atau CPUE) dapat dijadikan sebagai indikator tingkat efisiensi teknik dari pengerahan effort, dimana semakin tinggi nilai CPUE, maka tingkat efisiensi penggunaan effort semakin baik, yang juga berarti produktivitas semakin tinggi. Tabel 10 menunjukkan bahwa secara umum produksi sumberdaya perikanan pelagis kecil mengalami peningkatan setiap tahunnnya, kalau pun terjadi penurunan jumlahnya hanya sedikit, hal ini seiring dengan kondisi jumlah alat tangkap yang setiap tahunnya juga mengalami penambahan secara kuantitas. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 5.182 ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 1995 sebesar 1705 ton. Jenis sumberdaya ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan diantaranya adalah jenis ikan layang, kembung, selar dan tembang.
56
Dari sejumlah alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan di Perairan Balikpapan, tampak bahwa alat tangkap yang dominan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil adalah payang dan jaring insang. Proporsi produksi dari masing-masing alat tangkap tersebut terhadap total produksi perikanan pelagis kecil secara berturut-turut adalah 38% dan 14%, sedangkan alat tangkap lainnya (pancing, bagan, bubu, purse seine, dan lain-lain) sebesar 47%. Tabel 10 Produksi per Jenis Alat Tangkap Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Persentase (%)
Produksi Aktual (ton) Payang Jaring Insang 342 204 874 256 1668 350 657 991 1076 370 1086 372 1829 317 1668 328 1758 318 291 792 1571 725 756 84 1131,33 425,58 38,11 14,34
Lainnya (ton) 1159 881 120 630 731 739 63 212 144 5798 2124 4342 1411,92 47,56
Total (ton) 1705 2011 2138 2278 2177 2197 2209 2208 2220 6881 4420 5182 2968,83 100
Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun 1995-2006
Demikian halnya dengan sumberdaya perikanan pelagis besar, dari data yang tersaji pada Tabel 11 memperlihatkan bahwa alat tangkap yang dominan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis besar adalah jaring insang dan pancing. Proporsi produksi dari masing-masing alat tangkap secara berturut-turut adalah 41,27% dan 44,80%, sedangkan alat tangkap lainnya (payang, bagan, purse seine) sebesar 13,93%. Pada Tabel 11 juga terlihat bahwa, produksi sumberdaya perikanan pelagis setiap tahunnya mengalami fluktuasi, dimana produksi terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 1.653,98 ton, sedangkan produksi tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 8.543 ton. Ada pun jenis sumberdaya perikanan pelagis besar yang dominan tertangkap dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan diantaranya adalah jenis ikan tenggiri, cakalang, dan tongkol, sementara untuk jenis pelagis besar yang lain jumlahnya hanya sedikit.
57
Tabel 11 Produksi per Jenis Alat Tangkap Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Persentase (%)
Produksi Aktual (ton) Lainnya (ton) Jaring Insang Pancing 3.546,00 3.664,00 1.333,00 1.041,00 1.008,00 330,00 1.095,16 1.100,81 50,00 1.231,00 1.548,00 94,00 309,00 1.241,00 1.216,00 312,00 1.298,00 1.221,00 1.206,00 1.676,97 227,00 2.646,91 3.043,14 209,00 1.230,00 1.704,14 230,00 1.491,00 1.126,46 742,00 3.288,67 1.825,68 106,00 779,00 496,38 378,60 1.514,65 1.644,38 511,38 41,27 44,80 13,93
Total (ton) 8.543,00 2.379,00 2.245,97 2.873,00 2.766,00 2.831,00 3.109,97 5.899,05 3.164,14 3.359,46 5.220,36 1.653,98 3.670,41 100,00
Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun 1996-2006
Tabel 12 Produksi per Jenis Alat Tangkap Sumberdaya Ikan Demersal Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Persentase (%)
Produksi Aktual (ton) Pancing Jaring Insang 593,00 1.039,00 328,00 357,00 793,00 834,00 748,00 622,00 613,00 570,00 481,00 570,00 728,00 329,00 1.153,00 687,00 732,00 334,00 399,00 211,00 637,00 267,00 280,10 75,30 623,76 491,28 38,33 30,19
Lainnya (ton) 625,00 535,00 213,00 330,00 507,00 510,00 648,00 641,00 664,00 378,20 465,00 632,60 512,40 31,49
Total (ton) 2.257,00 1.220,00 1.840,00 1.700,00 1.690,00 1.561,00 1.705,00 2.481,00 1.730,00 988,20 1.369,00 988,00 1.627,43 100,00
Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun 1996-2006
Pada Tabel 12 terlihat bahwa sepanjang tahun 1995-2006 produksi sumberdaya ikan demersal mengalami fluktuasi, produksi tertinggi perikanan demersal terjadi pada tahun 2002 dengan jumlah produksi sebanyak 2.481 ton, sementara tahun 2006 merupakan produksi terendah dengan jumlah produksi sebanyak 988 ton. Jenis sumberdaya perikanan demersal yang dominan tertangkap
58
dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan diantaranya adalah jenis ikan kakap, bawal, manyung, peperek dan gerot-gerot. Tabel 12 juga menunjukkan bahwa alat tangkap yang dominan untuk sumberdaya ikan demersal di Perairan Balikpapan adalah pancing dan jaring insang. Proporsi produksi dari alat tangkap pancing dan jaring insang secara berturut-turut adalah 38,33% dan 30,19%, sedangkan alat tangkap lainnya (lampara, bagan, dan purse seine) sebesar 31,49%. Pada Tabel 13 menunjukkan perkembangan produksi ikan teri yang diperoleh dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan. Terlihat bahwa selama rentang waktu dari tahun 1995 sampai dengan 2006 produksi sumberdaya ikan teri mengalami peningkatan yang sangat tajam dan merupakan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 10.009,80 ton, sedangkan produksi yang paling rendah dalam rentang waktu yang sama terjadi pada tahun 2002 dan 2003, yaitu sebesar 89 ton. Sebagian besar alat tangkap yang digunakan nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan teri di Perairan Balikpapan adalah alat tangkap bagan. Tabel 13. Perkembangan Produksi Sumberdaya Ikan Teri Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi Aktual (ton) 83,00 91,00 82,00 91,00 91,00 136,50 91,00 89,00 89,00 453,00 810,00 1.099,80
Upaya (trip) 8.912 2.342 312 7 42 57 103 146 288 61 1.710 5.699
Sumber : Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun 1996-2006.
5.3 Catch Per Unit Effort (CPUE) Besaran atau nilai dari catch per unit effort (CPUE) menggambarkan atau mencerminkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan (effort). Nilai CPUE
59
semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat produktivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula. Pada Tabel 14 terlihat bahwa alat tangkap yang dominan digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil yaitu payang dan jaring insang memiliki tingkat produktivitas berturut-turut sebesar 3,19 dan 1,32. Dengan demikian alat tangkap payang lebih produktif dari pada alat tangkap jaring insang. Tabel 14 CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
Produksi (ton) 342,00 874,00 1.668,00 657,00 1.076,00 1.086,00 1.829,00 1.668,00 1.758,00 291,00 1.571,00 756,00 1.131,33
Payang Effort (trip) 13.538,00 6.979,00 4.966,00 257,00 180,00 141,00 165,00 384,00 562,00 130,00 2.730,00 5.616,00 2.970,67
CPUE (ton) 0,03 0,13 0,34 2,56 5,98 7,70 11,08 4,34 3,13 2,24 0,58 0,13 3,19
Jaring Insang Produksi (ton) Effort (trip) 3.546,00 15.478,00 1.008,00 7.746,00 1.100,81 3.138,00 1.548,00 527,00 1.241,00 514,00 1.298,00 411,00 1.676,97 386,00 3.043,14 2.377,00 1.704,14 2.410,00 1.126,46 22.692,00 1.825,68 26.470,00 496,38 2.930,00 1.634,55 7.089,92
CPUE (ton) 0,23 0,13 0,35 2,94 2,41 3,16 4,34 1,28 0,71 0,05 0,07 0,17 1,32
Sumber : Data diolah
Tabel 15 CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
Produksi (ton) 3.664,00 1.041,00 1.095,16 1.231,00 309,00 312,00 1.206,00 2.646,91 1.230,00 1.491,00 3.288,67 779,00 1.329,98
Sumber : Data diolah
Pancing Effort (trip) 7.283,00 2.449,00 552,00 251,00 298,00 273,00 286,00 320,00 214,00 197,00 3.342,00 3.409,00 1.053,73
CPUE (ton) 0,50 0,43 1,98 4,90 1,04 1,14 4,22 8,27 5,75 7,57 0,98 0,23 3,32
Produksi (ton) 3.546,00 1.008,00 1.100,81 1.548,00 1.241,00 1.298,00 1.676,97 3.043,14 1.704,14 1.126,46 1.825,68 496,38 1.460,78
Jaring Insang Effort (trip) 15.478,00 7.746,00 3.138,00 527,00 514,00 411,00 386,00 2.377,00 2.410,00 22.692,00 26.470,00 2.930,00 6.327,36
CPUE (ton) 0,23 0,13 0,35 2,94 2,41 3,16 4,34 1,28 0,71 0,05 0,07 0,17 1,42
60
Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa alat tangkap yang dominan digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis besar yaitu pancing dan jaring insang memiliki tingkat produktivitas berturut-turut sebesar 3,32 dan 1,42. Dengan demikian alat tangkap pancing lebih produktif dari pada alat tangkap jaring insang. Tabel 16 CPUE Sumberdaya Ikan Demersal Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
Produksi (ton) 593 328,00 793,00 748,00 613,00 481,00 728,00 1153,00 732,00 399,00 637,00 280,10 623,76
Pancing Effort (trip) 7.283,00 2.449,00 552,00 251,00 298,00 273,00 286,00 320,00 214,00 197,00 3.342,00 3.409,00 1572,83
CPUE (ton) 0,08 0,13 1,44 2,98 2,06 1,76 2,55 3,60 3,42 2,03 0,19 0,08 1,69
Produksi (ton) 1039 357,00 834,00 622,00 570,00 570,00 329,00 687,00 334,00 211,00 267,00 75,30 491,28
Jaring Insang Effort (trip) 15.478,00 7.746,00 3.138,00 527,00 514,00 411,00 386,00 2.377,00 2.410,00 22.692,00 26.470,00 2.930,00 7089,92
CPUE (ton) 0,07 0,05 0,27 1,18 1,11 1,39 0,85 0,29 0,14 0,01 0,01 0,03 0,45
Sumber : Data diolah
Pada Tabel 16 terlihat bahwa alat tangkap yang dominan digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan demersal yaitu pancing dan jaring insang memiliki tingkat
produktivitas berturut-turut sebesar 1,69 dan 0,45. Dengan
demikian alat tangkap pancing lebih produktif dari pada alat tangkap jaring insang. 5.4 Standarisasi Alat Tangkap Dalam melakukan analisis bioekonomi untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan, dibutuhkan data total input agregat (total effort) dari sumberdaya perikanan yang dianalisis. Mengingat karakteristik perikanan di Indonesia yang bersifat multi-spesies ( spesies yang beragam) dan multi-gears (alat penngkapan ikan yang beragam), maka sangat dimungkinkan setiap unit alat tangkap mempunyai kemampuan yang berbeda, baik terhadap jenis mau pun jumlah spesies yang tertangkap. Oleh karena itu dilakukan standarisasi terhadap alat tangkap yang dominan dari masing-masing sumberdaya ikan.
61
Pada penjelasan sebelumnya yaitu pada Tabel 10, diketahui bahwa alat tangkap yang dominan untuk sumberdaya ikan pelagis adalah alat tangkap payang dan jaring insang, sehingga standarisasi dilakukan terhadap kedua alat tangkap tersebut, dimana alat tangkap jaring insang distandarkan ke alat tangkap payang, karena alat tangkap payang ternyata memiliki produktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang (Tabel 14). Hasil standarisasi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Standarisasi Alat Tangkap Perikanan Pelagis Kecil Tahun 1995-2006 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
Produksi Aktual (ton) P ayang J Insang Total
Upaya Aktual (trip) Payang J Insang
Indeks J Insang
Std J Insang
Total Std effort
342,00
204,00
546,00
13.538
15.478
0,52
8.075
21.613
874,00
256,00
1.130,00
6.979
7.746
0,26
2.044
9.023
1.668,00
350,00
2.018,00
4.966
3.138
0,33
1.042
6.008
657,00
991,00
1.648,00
257
527
0,74
388
645
1.076,00
370,00
1.446,00
180
514
0,12
62
242
1.086,00
372,00
1.458,00
141
411
0,12
48
189
1.929,00
317,00
2.246,00
165
386
0,07
27
192
1.668,00
328,00
1.996,00
384
2.377
0,03
76
460
1.758,00
318,00
2.076,00
562
2.410
0,04
102
664
291,00
792,00
1.083,00
130
22.692
0,02
354
484
1.571,00
725,00
2.296,00
2.730
26.470
0,05
1.260
3.990
756,00
84,00
840,00
5.616
2.930
0,21
624
6.240
1.139,67
425,58
1.565,25
2.971
7.090
0,21
1.175
4.146
Sumber : Data Diolah
Tabel 18 Standarisasi Alat Tangkap Perikanan Pelagis Besar Tahun 1995-2006. Tahun
Produksi Aktual (ton) Pancing J Insang Total
Upaya Aktual (trip) Pancing J Insang
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
3.664,00 1.041,00 1.095,16 1.231,00 309,00 312,00 1.206,00 2.646,91 1.230,00 1.491,00 3.288,67 779,00 1.524,48
7.283 2.449 552 251 298 273 286 320 214 197 3.342 3.409 1.572,83
Sumber : Data diolah
3.546,00 1.008,00 1.100,81 1.548,00 1.241,00 1.298,00 1.676,97 3.043,14 1.704,14 1.126,46 1.825,68 496,38 1.634,55
7.210,00 2.049,00 2.195,97 2.779,00 1.550,00 1.610,00 2.882,97 5.690,05 2.934,14 2.617,46 5.114,36 1.275,38 3.159,03
15.478 7.746 3.138 527 514 411 386 2.377 2.410 22.692 26.470 2.930 7.089,92
Indeks J Insang
Std J Insang
Total Std effort
0,46 0,31 0,18 0,60 2,33 2,76 1,03 0,15 0,12 0,01 0,07 0,74 0,73
7.048 2.371 555 316 1.197 1.136 398 368 296 149 1.855 2.172 1.488,44
14.331 4.820 1.107 567 1.495 1.409 684 688 510 346 5.197 5.581 3.061,28
62
Dari penjelasan sebelumnya yaitu pada Tabel 11 diketahui bahwa alat tangkap yang dominan terhadap sumberdaya ikan pelagis besar adalah pancing dan jaring insang, sehingga dilakukan standarisasi terhadap kedua alat tangkap tersebut. Alat tangkap yang menjadi standar adalah alat tangkap pancing karena lebih produktif dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang (Tabel 15). Hasil standarisasi dari kedua alat tangkap tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 19 Standarisasi Alat Tangkap Perikanan Demersal Tahun 1995-2006. Tahun
Produksi Aktual (ton) Pancing J Insang Total
Upaya Aktual (trip) Pancing J Insang
Indeks J Insang
Std J Insang
Total Std effort
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
593,00
1.039,00
15.478,00
357,00 834,00 622,00 570,00 570,00 329,00 687,00 334,00 211,00 267,00 75,30
1.632,00 685,00 1.627,00 1.370,00 1.183,00 1.051,00 1.057,00 1.840,00 1.066,00 610,00 904,00 355,40
7.283,00
328,00 793,00 748,00 613,00 481,00 728,00 1.153,00 732,00 399,00 637,00 280,10
2.449,00 552,00 251,00 298,00 273,00 286,00 320,00 214,00 197,00 3.342,00 3.409,00
7.746,00 3.138,00 527,00 514,00 411,00 386,00 2.377,00 2.410,00 22.692,00 26.470,00 2.930,00
0,82 0,34 0,19 0,40 0,54 0,79 0,33 0,08 0,04 0,00 0,05 0,31
12.760,60 2.665,53 580,54 208,72 277,10 323,51 129,25 190,67 97,64 104,18 1.400,81 916,45
20.044 5.115 1.133 460 575 597 415 511 312 301 4.743 4.325
626,55
441,48
1.068,04
1.053,73
6.327,36
0,28
626,76
1.680
Sumber : Data diolah
Dari penjelasan sebelumnya yaitu pada Tabel 12 diketahui bahwa alat tangkap yang dominan terhadap sumberdaya ikan demersal adalah pancing dan jaring insang, sehingga dilakukan standarisasi terhadap kedua alat tangkap tersebut. Alat tangkap yang menjadi standar adalah alat tangkap pancing karena lebih produktif dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang (Tabel 16). Hasil standarisasi dari kedua alat tangkap tersebut dapat dilihat pada Tabel 19. 5.5 Hubungan Catch Per Unit Effort (CPUE) dan Effort Pada Gambar 6 terlihat bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya
ikan
pelagis
kecil
digambarkan
dalam
persamaan
y = −0,0003x + 4,592 , dari persamaan ini diperoleh nilai intersep ( α ) sebesar 4,592 dan nilai slope ( β ) sebesar -0,0003. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) akan menurunkan produktivitas hasil
63
tangkapan (CPUE). Kondisi ini mengindikasikan sumberdaya ikan pelagis kecil telah mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). .
Gambar 6 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Tahun 1995-2006
Dari Gambar 6 terlihat trendline untuk sumberdaya ikan pelagis kecil yang menggambarkan kondisi dimana semakin bertambah jumlah effort, maka CPUE akan semakin berkurang. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer dimana hMSY = α 2 / 4 β
dan
E MSY = α / 2 β , maka diperoleh besaran nilai tingkat produksi lestari ( hMSY ) ikan pelagis kecil sebesar 17.556,75 ton per tahun dengan tingkat effort ( E MSY ) sebanyak 7.650 trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan pelagis kecil berturut-turut sebesar 1.565 ton per tahun dan 4.146 trip per tahun. Hasil ini tidak mendukung keterangan sebelumnya, karena meningkatnya effort ternyata tidak menurunkan tingkat peroduksi atau atau sumberdaya ikan pelagis kecil belum terindikasi overfishing.
64
Gambar 7 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Tahun 1995-2006
Hubungan antara CPUE dan effort untuk sumberdaya ikan pelagis besar dapat dilihat pada Gambar 7. Terlihat bahwa CPUE juga mengalami penurunan seiring dengan semakin meningkatnya jumlah effort. Scatter pelagis besar membentuk linear line, semakin bertambah jumlah effort, maka CPUE akan semakin berkurang. Pada Gambar 7 terlihat juga bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya
ikan
pelagis
besar
digambarkan
dalam
persamaan
y = −0,0004 x + 4,3568 , dari persamaan ini diperoleh nilai intersep ( α ) sebesar 4,3568 dan nilai slope ( β ) sebesar -0,0004. Sama halnya dengan sumberdaya ikan pelagis kecil, dari persamaan tersebut di atas dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan pelagis besar akan menurunkan produktivitas hasil tangkapan (CPUE). Kondisi ini mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan pelagis besar telah mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). Dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer diketahui bahwa tingkat produksi lestari ( hMSY ) ikan pelagis besar sebesar 11.863,56 ton per tahun dengan tingkat effort ( E MSY ) sebanyak 5.446 trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan pelagis besar berturut-turut
65
sebesar 3.159 ton per tahun dan 3.061 trip per tahun, lebih kecil dari tingkat produksi mau pun effort lestari. Hasil ini tidak mendukung keterangan sebelumnya, karena meningkatnya effort ternyata tidak menurunkan tingkat peroduksi atau atau sumberdaya ikan pelagis besar belum terindikasi overfishing. Gambar 8 menunjukkan bahwa CPUE sumberdaya ikan demersal juga mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya effort. Scatter sumberdaya ikan demersal membentuk linear line, yang menunjukkan kecenderungan penurunan dari nilai CPUE
jika effort terus mengalami peningkatan. Dari
Gambar 8 diketahui bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya ikan teri digambarkan dalam persamaan y = −0,0001x + 2,1714 , dari persamaan ini diperoleh nilai intersep ( α ) sebesar 2,1714 dan nilai slope ( β ) sebesar -0,0001. Kondisi ini dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan demersal akan menurunkan produktivitas hasil tangkapan (CPUE). Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan demersal telah mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing).
Gambar 8 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Demersal Tahun 1995-2006
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer diketahui bahwa tingkat produksi lestari ( hMSY ) ikan demersal
66
sebesar 11.787,45 ton per tahun dengan tingkat effort ( E MSY ) sebanyak 10.857 trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan demersal berturut-turut sebesar 1.068 ton per tahun dan 1.680 trip per tahun, lebih kecil dari produksi mau pun effort lestari. Hasil ini berbeda dengan
keterangan sebelumnya, karena
kecilnya jumlah produksi aktual yang diperoleh dibandingkan dengan produksi lestari tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh peningkatan effort aktual yang melebihi kapasitas effort lestari, atau sumberdaya ikan demersal belum terindikasi
overfishing.
Gambar 9 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Teri Tahun 1995-2006
Gambar 9 memperlihatkan bahwa CPUE sumberdaya ikan teri mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya effort. Scatter sumberdaya ikan teri membentuk linear line, yang menunjukkan kecenderungan penurunan dari nilai
CPUE jika effort terus mengalami peningkatan. Dari Gambar 9 diketahui bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya ikan teri digambarkan dalam persamaan y = −0,0005x + 3,1005 , dari persamaan ini diperoleh nilai intersep ( α ) sebesar 3,1005 dan nilai slope ( β ) sebesar -0,0005. Kondisi ini dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan teri akan menurunkan produktivitas hasil tangkapan (CPUE). Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan teri mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing).
67
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer diketahui bahwa tingkat produksi lestari ( hMSY ) ikan teri sebesar 4.806,55 ton per tahun dengan tingkat effort ( E MSY ) sebanyak 3.100 trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan teri berturut-turut sebesar 267,19 ton per tahun dan 1.640 trip per tahun, lebih kecil dari produksi mau pun
effort lestari. Hasil ini berbeda dengan keterangan sebelumnya, karena kecilnya jumlah produksi aktual yang diperoleh dibandingkan dengan produksi lestari tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh peningkatan effort aktual yang melebihi kapasitas effort lestari, atau sumberdaya ikan teri belum terindikasi overfishing. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter biologi seperti r, q, dan K dalam model surplus produksi Schaefer telah tergantikan oleh nilai koefisien α dan β , sehingga informasi mengenai perubahan biologi yang terjadi tidak terakomodir dalam pemodelan. Konsekuensi dari masalah ini adalah biasnya hasil perhitungan dengan teori dan kenyataan yang ada, sebagaimana yang terjadi pada kasus sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri pada penelitian ini. 5.6 Estimasi Parameter Biologi
Ada beberapa model estimasi yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi parameter biologi, yaitu model estimasi yang dikembangkan oleh WalterHilborn (1976), dan Clark,Yoshimoto dan Pooley (1992). Pada penelitian ini, model estimasi yang digunakan adalah model estimasi yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto dan Pooley (1992) atau yang lebih dikenal dengan istilah model estimasi CYP. Penggunaan model estimasi in karena nilai R square dari model estimasi CYP untuk semua kelompok sumberdaya ikan dalam penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan model estimasi Walter-Hilborn (WH), seperti terlihat pada Tabel 20. Menurut Pindyck RS and DL Rubinfeld (1998), nilai determinasi atau R square lazim digunakan untuk mengukur goodnes of fit dari model regresi dan untuk membandingkan tingkat validitas hasil regresi terhadap variabel independen dalam model, dimana semakin besar nilai R square menunjukkan bahwa model tersebut semakin baik.
68
Tabel 20 Nilai R square Estimasi CYP dan WH Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Pelagis Besar Demersal Teri
R square CYP 0,67 0,58 0,55 0,57
R square WH 0,08 0,22 0,25 0,18
Sumber : data diolah
Parameter biologi yang akan diestimasi meliputi daya dukung lingkungan
(K), koefisien daya tangkap (q), dan tingkat pertumbuhan intrinsik (r). Dengan meregresikan tangkap per unit input (upaya), yang disimbolkan dengan U pada periode t+1, dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1 akan diperoleh nilai koefisien r, q, dan K secara terpisah (Fauzi A 2005). Pada Tabel 21 disajikan hasil regresi dari masing-masing sumberdaya perikanan dengan menggunakan model estimasi CYP. Data yang digunakan sebagai dasar melakukan regresi dapat dilihat pada Lampiran 5a-8b. Tabel 21 Hasil Regresi Sumberdaya Perikanan dengan Model CYP Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Pelagis Besar
Demersal
Teri
Parameter Regresi β0
Coefficients
Standard Error
t Stat
0,972976684
0,8409296
1,15702517
β1
0,250889006
0,4826524
0,51981305
β2 β0 β1 β2 β0
-9,21E-05 1,4696578 0,007895195 -0,000164478 0,622941194
9,92E-05 0,5481237 0,3172288 6,16E-05 0,5130107
-0,9288047 2,68125194 0,02488801 -2,6680141 1,21428499
β1
0,150699472
0,4159306
0,3623188
β2
-0,000118315
7,99E-05
-1,4817224
β0
-0,621791503
0,350436
-1,774338
β1 β2
-0,106040338 -0,000141949
0,354237 6,21E-05
-0,299348 -2,286111
F
R2
8,13
0,67
5,62
0,58
5,03
0,55
5,29
0,57
Sumber : Hasil analisis
Model Ordinary Least Squares (OLS) dari Tabel 20 untuk masing-masing sumberdaya ikan adalah sebagai berikut :
Ypk
=
0,972976684 (0,840929572)
+
0,250889006 (0,482652384)
Ut -
9,21312E-05 (9,91933E-05)
Et
R2 0,67
69
Ypb
=
1,4696578 (0,548123725)
+
0,007895195 (0,317228784)
Ut -
Ydm =
0,622941194 (0,5130107)
+
0,150699472 (0,415930587)
Ut
-
-0,621791503 (0,350436)
-
0,106040338 (0,354237)
Ut
-
Ytr
=
dimana, Yt Ut+1 Ut Et
0,000164478 (6,16481E-05)
Et
0,000118315 (7,985E-05)
Et
0,000141949 (2,286111)
Et R2 0,57
R2 0,58 R2 0,55
= ln(Ut+t) = produksi per unit upaya (CPUE) pada waktu t+1 = produksi per unit upaya pada waktu t = tingkat upaya pada waktu t
Dari data yang terdapat pada Tabel 21, terlihat bahwa besaran nilai R 2 dari sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri secara berturutturut adalah 0,67; 0,58; 0,55, 0,57, hal ini mengindikasikan bahwa variabel
independent dalam persamaan memiliki pengaruh dan keterkaitan yang kuat terhadap variabel dependent. Begitu pula dengan besaran nilai F-test, nilai Fhitung untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, dan demersal secara berturutturut adalah 8,13; 5,62; 5,03; 5,29, sedangkan nilai Ftabel (2,8)0,05 = 4,26 , maka
Fhitung > Ftabel , hal ini mengandung pengertian bahwa persamaan regresi untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri tersebut di atas bisa digunakan untuk melakukan prediksi dan estimasi. Data pada Tabel 21 kemudian diolah untuk mendapatkan besaran nilai dari parameter biologi masingmasing sumberdaya ikan. Hasil perhitungan dari parameter biologi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil Estimasi Parameter Biologi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Pelagis Besar Demersal Teri Sumber : Hasil analisis
r (ton per tahun) 1,20 1,97 1,48 1,68
Parameter Biologi q (ton per trip) 0,0003 0,001 0,0004 0,0013
K (ton per tahun) 12.440,32 12.044,85 5.062,96 1.346,54
70
Berdasarkan data yang diperoleh sebagaimana yang disajikan pada Tabel 22, koefisien pertumbuhan alami (r) sumberdaya ikan pelagis kecil sebesar 1,20 yang berarti sumberdaya ikan pelagis kecil akan tumbuh secara alami tanpa ada gangguan dari gejala alam mau pun kegiatan manusia dengan koefisien sebesar 1,20 ton per tahun. Koefisien alat tangkap (q) sebesar 0,0003, mengindikasikan bahwa setiap peningkatan satuan upaya penangkapan akan berpengaruh sebesar 0,0003 ton per trip terhadap hasil tangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil. Daya dukung lingkungan (K) sebesar 12.440,32, ini menunjukkan bahwa lingkungan mendukung produksi sumberdaya ikan pelagis kecil sebesar 12.440,32 ton per tahun dari aspek biologinya, diantaranya kelimpahan makanan, pertumbuhan populasi dan ukuran ikan. Begitu pula yang terjadi dengan sumberdaya ikan pelagis besar, demersal dan teri. 5.7 Estimasi Produksi Lestari
Estimasi produksi lestari dilakukan dengan cara mensubtitusikan parameter biologi yang telah didapat ke dalam persamaan (4.19), kemudian dari data ini akan diperoleh kurva produksi lestari (sutainable yield-effort curve). Hasil estimasi produksi lestari dari masing-masing sumberdaya ikan setiap tahunnya selama tahun 1995-2006 secara ringkas disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil Estimasi Produksi Lestari Produksi (ton) Tahun
Pelagis kecil Aktual
Pelagis besar
Demersal
Aktual
Lestari
Aktual
Lestari
1.632,00
-191.343,68
Aktual 83
Lestari -105.395,99
-4.526,28
91,00
-4.057,04
1.614,14
82,00
432,60
1.370,00
834,66
91,00
12,99
5.927,62
1.183,00
1.005,64
91,00
75,66
1.610,00
5.902,41
1.051,00
1.035,68
136,50
101,36
670,84
2.882,97
4.156,84
1.057,00
764,64
91,00
175,89
1.493,78
5.690,05
4.174,91
1.840,00
912,07
89,00
239,67
2.035,28
2.934,14
3.334,31
1.066,00
592,59
89,00
409,95
1.562,18
2.617,46
2.407,29
610,00
574,52
453,00
108,10
271,89
5.114,36
-29.555,53
904,00
-3.174,48
810,00
-1.301,83
-12.232,73
1.275,38
-37.325,41
355,40
-1.847,78
1.099,80
-39.265,64
3.159,03
-39.774,24
1.115,03
-16.129,86
267,19
-12.372,02
1995
546,00
-341.912,82
7.210,00
-422.764,53
1996
1.130,00
-40.328,70
2.049,00
-22.675,52
685,00
1997
2.018,00
-10.521,54
2.195,97
5.508,63
1.627,00
1998
1.648,00
1.988,03
2.779,00
3.618,07
1999
1.446,00
833,81
1.550,00
2000
1.458,00
661,48
2001
2.246,00
2002
1.996,00
2003
2.076,00
2004
1.083,00
2005
2.296,00
2006
840,00 1.565,25
-32.956,54
Rataan
Teri
Lestari
Sumber : Data diolah
71
Dari hasil estimasi produksi lestari sebagaimana yeng terlihat pada Tabel 23, rata-rata produksi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan balikpapan selama tahun 1995-2006 sebesar -32.956,25. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan dalam rentang waktu dari tahun 1995-2006 terindikasi mengalami overfishing secara biologi atau biological
overfishing. Gambar 10 menunjukkan perbandingan kontras antara produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil yang ditangkap dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan. Sepanjang tahun 1995-2002 grafik dari produksi aktual mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan volume produksi aktual sumberdaya ikan pelagis kecil menjadi 2.296 ton dari tahun sebelumnya 2004 sebesar 1.083 ton. Peningkatan yang cukup tajam ini membuat kondisi produksi lestari turun menjadi 271,89 ton dari tahun sebelumnya 2004 sebesar 1.562,18 ton, bahkan penurunan volume produksi aktual yang terjadi pada tahun 2006 tidak serta merta diikuti oleh meningkatnya volume produksi lestari sebagaimana yang terjadi pada tahun sebelumnya. Jika tidak segera diambil tindakan yang tepat maka bukan tidak mungkin masyarakat Balikpapan pada masa yang akan datang sangat sulit memperoleh ikan pelagis kecil, kalau pun ada, harganya bisa jadi sangat mahal, karena ikan pelagis kecil menjadi sejenis hewan langka di Balikpapan.
Gambar 10 Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Ikan Pelagis Kecil
72
Pada Gambar 11 terlihat dengan jelas bahwa sepanjang tahun 1995-2006 sebagian besar volume produksi aktual sumberdaya ikan pelagis kecil berada di luar kurva produksi lestari. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami
overfishing secara biologi (biological overfishing).
Gambar 11 Kurva Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Kecil
Rata-rata produksi lestari sumberdaya ikan pelagis besar selama tahun 1995-2006 sebesar -39.774,24 (Tabel 23). Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami
overfishing secara biologi atau biological overfishing. Dari Gambar 12 tampak bahwa sepanjang tahun 1995-2004 produksi aktual dan produksi lestari mengalami fluktuasi, dimana meningkatnya volume produksi aktual pada satu waktu diikuti oleh peningkatan volume produksi lestari, dan pada waktu yang lain meningkatnya produksi aktual diikuti oleh menurunnya produksi lestari. Pada periode tahun 2005-2006, peningkatan volume produksi aktual yang terjadi pada tahun 2005 menjadi 5.114,36 ton diikuti oleh penurunan volume produksi lestari menjadi -29.555,53 ton, bahkan penurunan produksi aktual pada tahun 2006 menjadi 1.275,38 diikuti penurunan produksi lestari menjadi -37.325,41 ton.
73
Gambar 12 Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Ikan Pelagis Besar
Gambar 13 Kurva Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Besar
Dari Gambar 13 terlihat bahwa dari tahun 1996-2006 cukup banyak volume produksi aktual sumberdaya ikan pelagis besar berada di luar kurva atau
trendline produksi lestari. Kondisi ini mengindikasikan bahwa, kemampuan sumberdaya ikan pelagis besar untuk perbaharuan atau memperbaharui diri sudah berkurang, sehingga walau pun produksi aktual menurun, produksi lestarinya
74
tetap menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). Pada kasus sumberdaya ikan demersal, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 23 dan Gambar 14, rata-rata produksi lestari selama tahun 1995-2006 sebesar -16.129,86. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan demersal di Perairan Balikpapan selama rentang waktu dari tahun 1995-2006 terindikasi mengalami overfishing secara biologi atau biological overfishing, karena kemampuan sumberdaya ikan demersal untuk melakukan perbaharuan atau memperbaharui diri sudah berkurang, sehingga walau pun produksi aktual menurun, produksi lestarinya tetap menurun.
Gambar 14 Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari SDI Ikan Demersal
Kondisi di atas dapat juga dijelaskan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 15. Dari Gambar 15 terlihat dengan jelas bahwa pada tahun 1995-2006 volume produksi aktual sumberdaya ikan demersal sebagian besar berada di atas
trendline produksi lestari, terutama pada produksi aktual yang dihasilkan pada tahun 1995, 2005, dan 2006.
75
Gambar 15 Kurva Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Demersal
Produksi lestari sumberdaya ikan teri selama tahun 1995-2006, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 23 dan Gambar 16, rata-rata sebesar 12.372,02. Hal ini juga menunjukkan bahwa sumberdaya ikan teri di Perairan Balikpapan selama rentang waktu dari tahun 1995-2006 terindikasi mengalami
overfishing secara biologi atau biological overfishing.
Gambar 16 Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari SDI Ikan Teri
76
Dari Gambar 17 terlihat bahwa dari tahun 1995-2006 sebagian besar volume produksi aktual sumberdaya ikan teri berada di luar kurva atau trendline produksi lestari. Kondisi ini mengindikasikan bahwa, kemampuan sumberdaya ikan teri untuk perbaharuan atau memperbaharui diri sudah berkurang, sehingga walau pun produksi aktual menurun, produksi lestarinya tetap menurun, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami overfishing secara biologi (biological
overfishing).
Gambar 17 Kurva Hubungan Produksi Lestari , Produksi Aktual dan Effort SDI Teri
5.8 Estimasi Parameter Ekonomi 5.8.1
Estimasi Biaya Input
Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh data series biaya input pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan persamaan (4.8), yaitu :
Ct = (C std * IHK t ) / IHK n dimana, Ct = biaya pada tahun t, Cstd = biaya standar, IHKt = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t IHKn = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar Hasil estimasi secara keseluruhan dari biaya input masing-masing sumberdaya ikan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 24.
77
Dari Tabel 24 secara berturut-turut dapat diketahui besaran rata-rata biaya riil dari sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri, yaitu Rp 0,71 juta per ton; Rp 0,99 juta per ton; Rp 0,79; Rp 0,79 juta per ton. Data lengkap mengenai hasil dari estimasi biaya input dapat dilihat pada Lampiran 9-12. Dari Tabel 24 juga dapat diketahui bahwa biaya input tertinggi dan biaya
input terendah untuk melakukan eksploitasi sumberdaya ikan selama tahun 19962006 pada masing-masing sumberdaya ikan terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2006 untuk biaya input tertinggi dan tahun 1995 untuk biaya input terendah. Secara berturut-turut biaya input teringgi dan terendah untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri adalah sebagai berikut Rp1,15 juta per ton, Rp0,27 juta per ton; Rp1,60 juta per ton, Rp0,38 juta per ton; Rp1,27 juta per ton, Rp0,30 juta per ton; Rp0,30 juta per ton, Rp1,27 juta per ton. Tabel 24 Data Series Biaya Riil Input Sumberdaya Ikan Tahun
IHK
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 85,17
Pelagis Kecil (Rp juta per ton) 0,27 0,28 0,28 0,47 0,57 0,76 0,87 0,88 0,97 1,06 0,98 1,15 0,71
Pelagis Besar (Rp juta per ton) 0,38 0,39 0,38 0,66 0,80 1,06 1,21 1,23 1,35 1,48 1,36 1,60 0,99
Demersal (Rp juta per ton) 0,30 0,31 0,31 0,52 0,63 0,84 0,96 0,98 1,07 1,17 1,08 1,27 0,79
Teri (Rp juta per ton) 0,30 0,31 0,30 0,52 0,63 0,84 0,96 0,97 1,07 1,17 1,08 1,27 0,79
Sumber : data diolah
5.8.2
Estimasi Harga Output
Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh data series biaya input pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan persamaan (4.9), yaitu :
Pt =
Pn × IHK t IHK n
78
dimana, Pt Pn IHKn IHKt
= = = =
Harga ikan pada tahun t Harga ikan berlaku Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t
Hasil estimasi secara keseluruhan dari harga output masing-masing sumberdaya ikan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 25. Data lengkap mengenai harga output dapat dilihat pada Lampiran 13-16. Dari Tabel 25 secara berturut-turut dapat diketahui besaran rata-rata dari harga output dari sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri yaitu Rp5,93 juta per ton, Rp7,71 juta per ton, Rp8,90 juta per ton, Rp3,26 juta per ton. Harga output tertinggi dan terendah selama tahun 1995-2006 untuk masing-masing sumberdaya ikan terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2006 untuk harga output tertinggi dan tahun 1995 untuk harga output terendah. Secara berturut-turut harga output tertinggi dan terendah untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri adalah sebagai berikut Rp 9,55 juta per ton, Rp. 2,28 juta per ton; Rp 13 juta per ton, Rp 2.28 juta per ton; Rp 15 juta per ton, Rp 3,42 juta per ton; Rp5,25 juta per ton, Rp1,25 juta per ton. Tabel 25 Data Series Harga Riil Output Sumberdaya Ikan Tahun
IHK
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 136,00
Sumber : Data diolah
Pelagis Kecil (Rp juta per ton) 2,28 2,35 2,30 3,94 4,76 6,36 7,23 7,35 8,07 8,86 8,12 9,55 5,93
Pelagis Besar Demersal Teri (Rp juta per (Rp juta per (Rp juta per ton) ton) ton) 2,96 3,42 1,25 3,06 3,53 1,29 2,99 3,45 1,27 5,12 5,91 2,17 6,18 7,13 2,62 8,27 9,54 3,50 9,41 10,85 3,98 9,56 11,03 4,04 10,49 12,10 4,44 11,52 13,29 4,87 10,56 12,18 4,47 12,42 14,33 5,25 7,71 8,90 3,26
79
5.8.3 Estimasi Tingkat Discount Rate
Dengan mengacu pada pembahasan sebelumnya mengenai tingkat
discount rate, yaitu pada persamaan (4.10) sampai dengan (4.15) diperoleh nilai laju pertumbuhan (ekonomi) PDRB Kota Balikpapan sebesar 0,121812 atau g = 12,18% dan nilai nominal discount rate saat ini sebesar 15%, sehingga dengan menggunakan pendekatan Kula (1984) diacu dalam Anna S (2003) diperoleh nilai riil discount rate sebesar 2,82%. Nilai riil discount rate ini kemudian dijustifikasi untuk mendapatkan nilai riil discount rate dalam bentuk annual continues
discount rate dengan menggunakan persamaan δ = ln(1 + r ) , sehingga diperoleh nilai annual continues discount rate sebesar 2,78% (Lampiran 17) 5.9 Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi
Degradasi dan depresiasi sumberdaya dapat diartikan sebagai penurunan nilai dari sumberdaya baik secara kuantitas maupun kualitas dan manfaat secara ekonomi sebagai dampak dari pemanfaatan sumberdaya tersebut. Jika nilai koefisien degradasi dan depresiasi suatu sumberdaya berada pada kisaran nilai toleransi yaitu, 0-0,5, maka sumberdaya tersebut belum mengalami degradasi dan depresiasi. Hasil analisis laju degradasi dan depresiasi keseluruhan sumberdaya ikan dapat dilihat pada Lampiran 18. 5.9.1 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
Pada sumberdaya ikan pelagis kecil, koefisien laju degradasi dan laju depresiasi tiap tahun secara berturut-turut rata-rata mencapai 0.55 dan 0.48. Nilai dari laju degradasi sumberdaya ikan pelagis kecil lebih besar dari nilai toleransi koefisien laju degradasi, sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan telah terdegradasi tetapi tidak terdepresiasi. Sebenarnya sejak tahun 1998-2005 sumberdaya ikan pelagis kecil berada dalam zona aman, yang ditunjukkan oleh nilai koefisien laju degradasi yang berada di bawah nilai koefisien standar, namun demikian pada tahun 2006 nilai koefisien laju degradasi sumberdaya ikan pelagis kecil semakin tinggi, hingga melewati batas ambang toleransi, sebagaimana terlihat pada Gambar 15, hal ini diduga sebagai akibat dari pemanfaatan aktual yang melebihi pemanfaatan yang
80
optimal. Kondisi ini mendukung data sebelumnya dimana tingkat effort aktual untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan telah melebihi tingkat effort optimal yang seharusnya. Tabel 26 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Kecil Tahun
Produksi (ton) Aktual
RenteEkonomi (Rp juta)
Laju
Laju Depresiasi
Persentase (%)
Lestari
Aktual
Lestari
1995
546,00
-341.912,82
(4.671,19)
(784.383,23)
1,00
1996
1.130,00
-40.328,70
107,00
(97.334,82)
1,00
0,00
1,00
100,00
1997
2.018,00
-10.521,54
2.980,93
(25.863,19)
0,99
-0,54
1,00
-0,02
1998
1.648,00
1.988,03
6.186,82
7.526,33
0,23
-76,84
0,23
-77,14
1999
1.446,00
833,81
6.739,32
3.827,57
0,36
56,16
0,36
58,26
2000
1.458,00
661,48
9.125,19
4.061,00
0,39
8,00
0,39
7,97
2001
2.246,00
670,84
16.082,26
4.686,32
0,43
9,63
0,43
9,50
2002
1.996,00
1.493,78
14.270,39
10.577,56
0,32
-24,59
0,32
-24,53
2003
2.076,00
2.035,28
16.101,97
15.773,50
0,27
-15,06
0,27
-15,42
2004
1.083,00
1.562,18
9.080,93
13.326,82
0,19
-29,93
0,19
-31,38
2005
2.296,00
271,89
14.749,46
(1.686,04)
0,47
146,09
0,53
182,17
2006
840,00
-12.232,73
859,83
(123.988,77)
1,00
112,57
1,00
89,20
1.565,25
-32.956,54
7.634,41
-81.123,08
0,55
16,86
0,48
27,15
Rataan
Degradasi
Persentase (%)
0,00
Sumber : data diolah
Gambar 18 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi, Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
81
Pada Gambar 18 terlihat pola grafik laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil yang hampir sama, karena besaran nilai keduanya yang tidak jauh berbeda. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien laju degardasi akan diikuti oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien laju depresiasi, ini artinya, kondisi biologi sumberdaya ikan pelagis kecil akan sangat berpengaruh pada tingkat ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan. 5.9.2 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar
Dari Gambar 19 terlihat bahwa sumberdaya ikan pelagis besar punya track
record terdegradasi dan terdepresiasi pada tahun 1995, kemudian pada tahuntahun berikutnya 1997-2004 sumberdaya ini berada pada zona aman, dengan nilai koefisien laju degradasi dan laju depresiasi yang berada di bawah koefisien standar. Pola grafik laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan besar hampir sama, karena besaran nilai keduanya yang tidak jauh berbeda. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien degardasi akan diikuti oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien depresiasi, ini artinya, kondisi biologi sumberdaya ikan demersal akan sangat berpengaruh pada tingkat rente ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan.
Gambar 19 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar
82
Pada sumberdaya ikan pelagis besar, nilai koefisien laju degradasi dan koefisien laju depresiasi rata-rata selama tahun 1996-2006 berturut-turut sebesar 0.45 dan 0.45. Hal ini menunjukkan bahwa laju degradasi dan laju depresiasi yang terjadi pada sumberdaya ikan pelagis besar masih dalam batas toleransi, namun demikian, jika tidak segera dilakukan tindakan preventif terhadap pemanfaatan sumberdaya ini, maka dikhawatirkan nilai degradasi dan depresiasi akan semakin tinggi, gejala ke arah itu sudah terlihat pada tahun 2005-2006. Pada kedua tahun ini nilai koefisien laju degradasi dan laju depresiasi sudah mencapai angka 1, yang berarti lebih tinggi dari nilai koefisien degradasi dan depresiasi stándar. Hasil analisis laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Besar Tahun
Produksi (ton)
Rente ekonomi (Rp juta)
Laju Degradasi
Persentase (%)
Laju Depresiasi
Persentase (%)
Aktual
Lestari
Aktual
Lestari
1995
7.210,00
-422.764,53
15.884,25
(1.256.774,52)
1,00
1996
2.049,00
-22.675,52
4.366,12
(71.178,05)
1,00
0,00
1,00
0,00
1997
2.195,97
5.508,63
6.140,95
16.046,88
0,08
-92,47
0,07
-93,17
1998
2.779,00
3.618,07
13.858,41
18.155,42
0,21
184,12
0,21
211,09
1999
1.550,00
5.927,62
8.395,06
35.462,69
0,02
-90,01
0,01
-93,21
2000
1.610,00
5.902,41
11.809,41
47.287,45
0,02
16,71
0,02
24,17
2001
2.882,97
4.156,84
26.287,81
38.268,90
0,19
666,92
0,19
955,81
2002
5.690,05
4.174,91
53.544,41
39.061,38
0,32
69,60
0,33
72,01
2003
2.934,14
3.334,31
30.078,92
34.275,03
0,24
-25,09
0,24
-25,48
2004
2.617,46
2.407,29
29.637,98
27.216,99
0,29
17,30
0,29
17,69
2005
5.114,36
-29.555,53
46.929,45
(319.039,22)
1,00
249,77
1,00
250,12
2006
1.275,38
-37.325,41
6.921,36
(472.322,92)
1,00
0,31
1,00
0,11
Rataan
3.159,03
-39.774,24
21.154,51
(155.295,00)
0,45
90,65
0,45
119,92
1,00
Sumber : data diolah
5.9.3 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Demersal
Dari Tabel 28 dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata koefisien laju degradasi dan koefisien laju depresiasi sumberdaya ikan demersal selama rentang waktu dari tahun 1995-2006 secara berturut-turut sebesar 0,54 dan 0,46, yang berarti bahwa secara umum selama rentang waktu 1995-2006 sumberdaya ikan demersal telah terdegradasi tetapi tidak terdepresiasi.
83
Tabel 28 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Demersal Tahun
Produksi (ton)
Rente ekonomi (Rp juta)
Degradasi
Persentase (%)
Depresiasi
Persentase (%)
1995
Aktual 1.632,00
Lestari -191.343,68
Aktual (477,64)
Lestari (659.529,69)
1996
685,00
-4.526,28
821,00
(17.551,38)
1,00
-0,13
1,00
1997
1.627,00
1.614,14
5.268,33
5.223,96
0,27
-72,91
0,27
1998
1.370,00
834,66
7.855,21
4.691,89
0,35
30,22
0,35
31,18
1999
1.183,00
1.005,64
8.077,34
6.812,00
0,30
-14,99
0,30
-15,25
2000
1.051,00
1.035,68
9.520,36
9.374,28
0,27
-9,22
0,27
-9,59
2001
1.057,00
764,64
11.072,38
7.899,61
0,33
20,17
0,33
20,91
2002
1.840,00
912,07
19.796,22
9.561,68
0,38
15,89
0,38
16,03
2003
1.066,00
592,59
12.564,47
6.836,59
0,36
-3,71
0,37
-3,75
2004
610,00
574,52
7.753,70
7.282,11
0,28
-23,04
0,28
-23,46
2005
904,00
-3.174,48
5.903,97
(43.770,97)
0,97
246,14
1,00
255,57
2006
355,40
-1.847,78
386,36
31.947,87
0,99
2,42
1,00
0,06
1.115,03
-16.129,86
7.378,47
-52.601,84
0,54
17,35
0,46
19,87
Rataan
1,00
0,00 -72,94
Sumber : data diolah
Hanya saja gejala bahwa sumberdaya ini akan terdegradasi dan terdepresiasi lebih jauh lagi sudah terlihat pada tahun 2005-2006. Pada kedua tahun ini nilai koefisien degradasi dan depresiasi sudah mencapai angka 1, lebih tinggi dari nilai koefisien standar, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 28, sehingga perlu kiranya dilakukan upaya-upaya pencegahan agar sumberdaya ini tidak mengalami penurunan yang lebih jauh baik secara biologi maupun ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Demersal
84
Pergerakan pola grafik dari laju degradasi dan laju depresiasi sebagaimana yang disajikan pada Gambar 20, sejak tahun 1995-2006 tampak memiliki pola gerakan yang hampir sama. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien degardasi akan senantiasa diikuti pula oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien depresiasi, hal ini mengindikasikan bahwa, kondisi biologi sumberdaya ikan demersal akan sangat berpengaruh pada tingkat rente ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan. 5.9.4 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri
Dari Tabel 27 dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata koefisien laju degradasi dan koefisien laju depresiasi sumberdaya ikan teri selama rentang waktu dari tahun 1995-2006 secara berturut-turut sebesar 0,46 dan 0,31, yang berarti bahwa secara umum selama rentang waktu 1995-2006 sumberdaya ikan teri belum terdegradasi dan belum terdepresiasi. Gejala bahwa sumberdaya ini akan terdegradasi dan terdepresiasi mulai terlihat pada tahun 2005-2006. Pada kedua tahun ini nilai koefisien degradasi dan depresiasi sudah mencapai angka 1, lebih tinggi dari nilai koefisien standar, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 29, sehingga perlu kiranya dilakukan upayaupaya pencegahan agar sumberdaya ini tidak mengalami penurunan yang lebih jauh baik secara biologi maupun ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 21. Tabel 29 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Teri Tahun
Produksi (ton)
Rente ekonomi (Rp juta)
Persentase (%)
Depresiasi
1,00
-0,13
1,00
452,237
0,27
-72,91
0,27
-72,94
24,483
0,35
30,22
0,35
31,18 -15,25
1995
Aktual 83
Lestari -105.395,99
Aktual -2.583,876
Lestari -134.669,193
1996
91,00
-4.057,04
-611,512
-5.973,617
1997
82,00
432,60
8,675
1998
91,00
12,99
193,511
Degradasi 1,00
Persentase (%)
0,00
1999
91,00
75,66
211,591
171,456
0,30
-14,99
0,30
2000
136,50
101,36
429,315
306,452
0,27
-9,22
0,27
-9,59
2001
91,00
175,89
263,391
601,172
0,33
20,17
0,33
20,91
2002
89,00
239,67
217,722
827,058
0,38
15,89
0,38
16,03
2003
89,00
409,95
87,118
1.510,959
0,36
-3,71
0,37
-3,75
2004
453,00
108,10
2.136,052
455,232
0,28
-23,04
0,28
-23,46
2005
810,00
-1.301,83
1.778,139
-7.653,139
0,97
246,14
1,00
255,57
2006
1.099,80
-39.265,64
-1.432,759
-213.459,049
0,99
2,42
1,00
0,06
267,19
-12.372,02
58,11
-29.783,83
0,46
17,35
0,31
19,87
Rataan
Sumber : data diolah
85
Pergerakan pola grafik dari laju degradasi dan laju depresiasi sebagaimana yang disajikan pada Gambar 21, sejak tahun 1997-2006 tampak memiliki pola gerakan yang hampir sama. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien degradasi akan senantiasa diikuti pula oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien depresiasi, hal ini mengindikasikan bahwa, kondisi biologi sumberdaya ikan teri akan sangat berpengaruh pada tingkat rente ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan.
Gambar 21 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri
5.10 Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Berdasarkan sediaan data yang ada, maka analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan dalam beberapa kondisi yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu model optimasi statis yang meliputi open access (OA), sole owner atau
maximum economic yield (MEY) dapat ditentukan, dengan menggunakan alat pemecahan analitik melalui program Excell dan MAPLE
(Lampiran 16-18).
Analisis optimasi dari setiap kondisi pengelolaan pada masing-masing sumberdaya ikan pada penelitian ini menggunakan persamaan-persamaan yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, yaitu pada persamaan (4.25) sampai dengan persamaan (4.32). Hasil analisis optimasi statik berikut hasil analisis surplus produksi secara ringkas disajikan pada Tabel 30.
86
Tabel 30 Hasil Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sumberdaya Ikan (SDI)
Model Pengelolaan SDI Open Access (OA) Pelagis Sole Owner/MEY kecil MSY Open Access (OA) Pelagis Sole Owner/MEY besar MSY Open Access (OA) Demersal Sole Owner/MEY MSY Open Access (OA) Teri Sole Owner/MEY MSY Sumber : Data diolah
Biomass (x) (ton) 407,95 6.424,14 6.220,16 197,05 6.120,95 6.022,42 214,94 2.638,95 2.531,48 174,06 761,30 674,27
Produksi (h) (ton) 472,59 3.721,02 3.725,02 381,58 5.926,49 5.928,07 303,81 1.865,05 1.868,42 254,74 557,09 566,52
Effort (E) (trip) 3.932 1.966 2.033 2.967 1.483 1.508 3.437 1.718 1.795 1.058 529 607
π (Rp juta) 0,00 20.666,06 20.642,30 0,00 44.220,01 44.207,78 0,000 15.239,66 15.209,71 (0,00) 1.401,62 1.370,84
Berdasarkan data pada Tabel 30, diketahui bahwa untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, tingkat biomass pada kondisi open access, MEY, dan MSY berturutturut adalah 407,95 ton per tahun; 6.424,14 ton per tahun; 6.220,16 ton per tahun. Tingkat produksi teringgi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 3.725,02 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY sebesar 3.721,02 ton per tahun, dan OA sebesar 472,59 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari tingkat yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil secara berturut-turut adalah sebagai berikut OA sebanyak 3.932 trip per tahun, MSY sebesar 2.033 trip per tahun, MEY sebanyak 1.966 trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp20.666,06 juta per tahun, MSY sebesar Rp20.642,30 juta per tahun, OA sebesar Rp0 juta per tahun. Pada sumberdaya ikan pelagis besar, tingkat biomass pada kondisi open
access, MEY, dan MSY berturut-turut adalah 197,05 ton per tahun; 6.120,95 ton per tahun; 6.022,42 ton per tahun. Tingkat produksi tertinggi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 5.928,07 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY sebesar 5.926,49 ton per tahun, dan OA sebesar 381,58 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut-turut adalah sebagai berikut OA sebanyak 2.967 trip per tahun, MSY sebanyak 1.508 trip per tahun,
87
MEY sebanyak 1.483 trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi untuk sumberdaya ikan pelagis besar, terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp44.220.01 juta per tahun, MSY sebesar Rp44.207,78 juta per tahun, OA sebesar Rp 0 juta per tahun. Pada sumberdaya ikan demersal, tingkat biomass pada kondisi open
access, MEY, dan MSY berturut-turut adalah 214, 94 ton per tahun; 2.638,95 ton per tahun; 2.531,48 ton per tahun. Tingkat produksi tertinggi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 1.868,42 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY dan OA sebesar 1.865,05 ton per tahun dan 303,81 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut-turut adalah sebagai berikut : OA sebanyak 3.437 trip per tahun, MSY sebanyak 1.795 trip per tahun, MEY sebanyak 1.718 trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi untuk sumberdaya ikan demersal, terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp15.239,66 juta per tahun, MSY sebesar Rp 15.209,71 juta per tahun, OA sebesar Rp0 juta per tahun. Pada sumberdaya ikan teri, tingkat biomass pada kondisi open access,
MEY, dan MSY berturut-turut adalah 174,06 ton per tahun; 761,30 ton per tahun; 674,27 ton per tahun. Tingkat produksi tertinggi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 566,52 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY dan OA sebesar 557,09 ton per tahun dan 254,74 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut-turut adalah sebagai berikut : OA sebanyak 1.058 trip per tahun, MSY sebanyak 607 trip per tahun, MEY sebanyak 529 trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi untuk sumberdaya ikan demersal, terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp1.401,62 juta per tahun, MSY sebesar Rp 1.370,84 juta per tahun, OA sebesar Rp0 juta per tahun. Dari hasil analisis data yang tersaji pada Tabel 30 diketahui pula bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi open access cenderung akan merusak kelestarian sumberdaya ikan yang ada, hal ini ditunjukkan oleh jumlah tingkat
effort yang sangat tinggi, rente ekonomi yang diperoleh pada kondisi open access sama dengan nol, karena keuntungan yang diperoleh sama dngan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan. Pemanfaatan sumberdaya ikan pada
88
kondisi MEY tampak lebih bersahabat dengan lingkungan bahkan memberikan tingkat rente yang lebih besar dibanding pemanfaatan pada kondisi open access dan MSY. Untuk mengetahui kondisi pengelolaan sumberdaya ikan yang terjadi di Perairan Balikpapan, terutama yang berhubungan dengan tingkat produksi, tingkat upaya dan tingkat rente, maka dilakukan perbandingan antara kondisi pemanfaatan aktual dengan kondisi pemanfaatan hasil analisis optimasi statik dari masing-masing kelompok sumberdaya ikan dalam penelitian ini. 5.10.1 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
Dari data perbandingan status pemanfaatan, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 31 diketahui bahwa rata-rata tingkat effort (E) aktual sumberdaya ikan pelagis kecil selama periode 1995-2006 lebih besar dari tingkat effort optimal dalam berbagai kondisi dari hasil optimasi statik pada penelitian ini. Rata-rata tingkat effort aktual ikan pelagis kecil dalam rentang waktu dari tahun 1995-2006 sebesar 4.146 trip per tahun sedangkan hasil analisis terhadap effort optimal dengan menggunakan pendekatan optimasi statik adalah 3.932 trip per tahun
(open access), 1.966 trip per tahun (MEY), 2.033 trip per tahun (MSY). Kondisi ini kemudian berdampak langsung pada hasil tangkapan para nelayan. Pada Tabel 31 tampak bahwa tingkat produksi (h) optimal ikan pelagis kecil memiliki nilai yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada kondisi aktual. Rata-rata tingkat produksi aktual sumberdaya ikan pelagis kecil selama rentang waktu 1995-2006 adalah sebesar 1.565,25 ton per tahun, sedangkan tingkat produksi optimal dalam berbagai kondisi pengelolaan adalah 3.721,02 ton per tahun (MEY), 3.725,02 ton per tahun (MSY). Tingkat produksi aktual yang jauh lebih kecil dari tingkat produksi optimal yang seharusnya bisa dihasilkan nelayan disebabkan tingginya tingkat aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan pelagis kecil, sehingga stok sumberdaya ikan pelagis kecil semakin berkurang. Dengan berkurangnya atau menurunnya stok sumberdaya maka produksi pun menurun. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa tingkat keuntungan atau rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp20.666,06 juta per tahun pada kondisi MEY, dan Rp20.642,30 juta per tahun pada kondisi MSY,
89
tetapi kondisi di lapangan terlihat bahwa tingkat keuntungan aktual yang diperoleh hanya sebesar Rp7.634,41 juta per tahun. Selisih jumlah rente yang sangat kontras ini disebabkan oleh menurunnya jumlah produksi hasil tangkapan, sementara tingkat effort semakin tinggi. Dengan kata lain biaya yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas penangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil sudah mengalami overfishing baik secara biologi
(biological overfishing) mau pun secara ekonomi (economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil sudah terganggu. Tabel 31 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Statik SDI Pelagis Kecil Pemanfaatan Pelagis Kecil
Prod (h) (ton) Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta) Sumber : data diolah
Aktual
MSY
OA
MEY
1.565,25
3.725,02
472,59
3.721,02
4.146
2.033
3.932
1.966
7.634,41
20.642,30
0,00
20.666,06
Perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil dalam kondisi aktual dan optimasi statik lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 22. Pada Gambar 22 tampak bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan pelagis kecil dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, hal ini ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya yang merupakan jarak terbesar. Gambar 23 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi
MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY (Hannesson 1993 diacu dalam Fauzi A 2004).
90
Gambar 22 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Pelagis Kecil
TR πmax
TC EMEY
EMSY
EOA
Gambar 23 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
91
5.10.2 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar
Pada kasus sumberdaya ikan pelagis besar, tingkat effort (E) aktual lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat effort (E) optimal hasil analisis dalam berbagi kondisi pendekatan. Sebagaimana terlihat pada Tabel 32, rata-rata effort aktual selama tahun 1995-2006 adalah sebanyak 3.061 trip per tahun, sementara pada kondisi optimal tingkat effort sebanyak 1.508 trip per tahun (MSY); 2.967 trip per tahun (OA); 1.483 trip per tahun (MEY). Tingkat effort aktual yang melampaui tingkat effort optimal hasil analisis pada penelitian ini berdampak langsung pada produksi aktual yang diperoleh. Berdasarkan data pada Tabel 32, produksi aktual rata-rata selama tahun 19952006 sebesar 3.159,03 ton per tahun, sedangkan tingkat produksi optimal pada kondisi MSY sebesar 5.928,07 ton per tahun; OA sebesar 381,58 ton per tahun;
MEY sebesar 5.926,49 ton per tahun. Hal tersebut diatas kemudian berpengaruh pada tingkat rente yang diperoleh para nelayan. Dari data yang tersaji pada Tabel 32, rente aktual yang diperoleh untuk sumberdaya ikan pelagis besar selama rentang waktu dari tahun 1995-2006 rata-rata sebesar Rp21.154,51 juta per tahun, sementara rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp44.220,01 juta per tahun pada kondisi MEY dan Rp44.207,78 juta per tahun pada kondisi MSY.
Pelagis Besar
Tabel 32 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Pelagis Besar Pemanfaatan Prod (h) (ton) Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta)
Aktual
MSY
OA
MEY
3.159,03
566,52
254,74
557,09
3.061
607
1.058
529
21.154,51
1.370,84
(0,00)
1.401,62
Sumber : Data diolah
Gambaran dari perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar dapat juga dijelaskan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 20. Kecilnya jumlah rente yang diperoleh disebabkan karena tingginya jumlah effort, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk eksploitasi sumberdaya menjadi lebih banyak dan pada akhirnya berdampak pada minimnya rente yang diperoleh, atau dengan kata
92
lain pada kasus pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar telah terjadi
overfishing baik secara biologi (biological overfishing) mau pun ekonomi (economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan pelagis besar sudah terganggu.
Gambar 24 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal Statik SDI Pelagis Besar Sama akan halnya dengan sumberdaya ikan pelagis kecil, pada Gambar 24 terlihat bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan pelagis besar dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, yang ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar. Gambar 25 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat
effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik
MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY.
93
TR πmax
EMEY
EMSY
EOA
TC
Gambar 25 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar 5.10.3 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal
Kondisi yang sama juga terjadi pada kasus pengelolaan sumberdaya ikan demersal, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 33. Tingkat upaya atau effort aktual selama kurun waktu dari tahun 1995-2006 sebanyak 3.211 trip per tahun diperoleh produksi sebesar 1.115,03 ton per tahun dengan tingkat rente sebesar Rp7.378,47 juta per tahun. Dari hasil analisis optimasi statik terhadap sumberdaya ikan demersal diketahui bahwa tingkat produksi, tingkat effort dan tingkat rente yang optimal pada kondisi MSY, OA dan MEY secara berturut-turut adalah sebagai berikut 1.868,42 ton per tahun, 303,81 ton per tahun, 1.865,05 ton per tahun; 1.795 trip per tahun, 3.437 trip per tahun, 1.718 trip per tahun; Rp15.209,71 juta per tahun, Rp0 per tahun, Rp15.239,66 juta per tahun, sebagaimana tersaji pada Tabel 33. Dari uraian data di atas terlihat bahwa tingkat upaya aktual untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan demersal lebih banyak atau telah melewati tingkat upaya optimal, tingkat produksi aktual lebih sedikit dari tingkat produksi optimal, rente ekonomi aktual jauh lebih kecil dibanding rente ekonomi optimal,
94
atau dengan kata lain pada kasus pemanfaatan sumberdaya ikan demersal telah terjadi overfishing baik secara biologi (biological overfishing) mau pun ekonomi
(economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan demersal sudah terganggu.
Demersal
Tabel 33 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Demersal Pemanfaatan Prod (h) (ton) Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta)
Aktual
MSY
OA
MEY
1.115,03
1.868,42
303,81
1.865,05
3.211
1.795
3.437
1.718
7.378,47
15.209,71
0,000
15.239,66
Sumber : data diolah
Gambaran dari perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dalam kondisi aktual dan optimasi statik lebih jelas dapat dilihat pada grafik
perbandingan
pemanfaatan
sumberdaya
ikan
sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 26.
Gambar 26 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal Statik SDI Demersal
yang
95
Pada Gambar 27 terlihat bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan demersal dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, yang ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar. Gambar 27 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi
MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY.
TR
π max TC EMEY
EMSY
EOA
Gambar 27 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal
96
5.10.4 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri
Pada kasus pengelolaan sumberdaya ikan teri, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 34. Tingkat upaya atau effort aktual selama kurun waktu dari tahun 1995-2006 sebanyak 1.640 trip per tahun diperoleh produksi sebesar 267,19 ton per tahun dengan tingkat rente sebesar Rp 58,11 juta per tahun. Dari hasil analisis optimasi statik terhadap sumberdaya ikan teri diketahui bahwa tingkat produksi, tingkat effort dan tingkat rente yang optimal pada kondisi
MSY, OA dan MEY secara berturut-turut adalah sebagai berikut 566,52 ton per tahun, 254,74 ton per tahun, 557,09 ton per tahun; 607 trip per tahun, 1.058 trip per tahun, 529 trip per tahun; Rp1.370,84 juta per tahun, Rp0 per tahun, Rp1.401,62 juta per tahun, sebagaimana tersaji pada Tabel 34.
Teri
Tabel 34 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Teri Pemanfaatan Prod (h) (ton) Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta)
Aktual
MSY
OA
MEY
267,19
566,52
254,74
557,09
1.640
607
1.058
529
58,11
1.370,84
(0,00)
1.401,62
Sumber : data diolah
Dari uraian data di atas terlihat bahwa tingkat upaya aktual untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan teri lebih banyak atau telah melewati tingkat upaya optimal, tingkat produksi aktual lebih sedikit dari tingkat produksi optimal, rente ekonomi aktual jauh lebih kecil dibanding rente ekonomi optimal, atau dengan kata lain pada kasus pemanfaatan sumberdaya ikan teri telah terjadi
overfishing baik secara biologi (biological overfishing) mau pun ekonomi (economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan teri sudah terganggu. Gambaran dari perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan teri dalam kondisi aktual dan optimasi statik lebih jelas dapat dilihat pada grafik perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 28.
97
Gambar 28 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal Statik SDI Teri
TR
πmax
EMEY
TC
EMSY
EOA
Gambar 23 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri Pada Gambar 23 terlihat bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan teri dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, yang
98
ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar. Gambar 23 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi
MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY. 5.11 Analisis Optimasi Dinamik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Aspek pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pendekatan model dinamik bersifat intertemporal, maka untuk menganalisanya aspek tersebut dijembatani dengan penggunaan discount rate. Tingkat discount rate yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 2,82%, 12,18%, dan 15%. Tabel 35 Hasil Estimasi Optimasi Dinamik pada Berbagai Tingkat Discount Rate Kelompok SDI x • (ton) h • (ton) Pelagis Kecil E • (trip) π • (Rp juta) x • (ton) h • (ton) Pelagis Besar E • (trip) π • (Rp juta) x • (ton) h • (ton) Demersal E • (trip) π • (Rp juta) x • (ton) h • (ton) Teri E • (trip) π • (Rp juta) Sumber : data diolah
δ = 2,82% δ = 12,18% 6.289,08 5.876,45 3.724,57 3.713,65 2.010 2.145 742.749,60 180.843,76 6.038,69 5.786,07 5.928,03 5.918,94 1.504 1.567 1.590.491,99 388.945,63 2.595,23 2.461,57 1.867,23 1.866,99 1.749 1.844 548.062,86 141.244,23 752,73 726.72 558,85 563,09 537 560 50.412,12 12.324.88
δ = 15% 5.749,81 3.703,72 2.186 146.008,46 5.708,16 5.911,93 1.587 314.858,92 2.420,55 1.864,83 1.873 114.212,49 718.80 564,05 567,13 9.976.11
99
Nilai discount rate ini kemudian digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan optimal dinamik pada masing-masing kelompok sumberdya ikan pada penelitian ini. Hasil estimasi tingkat discount rate pada masing-masing sumberdaya ikan disajikan pada Tabel 35. 5.11.1 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
Pada Tabel 36 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik dengan tingkat
discount rate yang berbeda. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Dari sisi tingkat effort, maka effort yang dilakukan jauh lebih sedikit dari tingkat effort aktual. Apalagi jika dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, maka rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan sudah terjadi overfishing baik biological
overfishing maupun economical overfishing, sehingga upaya penangkapan (effort) harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan. Tabel 36 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil Pengukuran
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) (π ) (Rp juta)
Aktual
1.565,25 4.146 7.634,41
Pelagis Kecil Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% 3.724,57 3.713,65 3.703,72 2.010 2.145 2.186 742.749,60 180.843,76 146.008,46
Sumber : data diolah
Pada pendekatan optimal dinamik, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 30 terlihat bahwa tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan
100
memperlambat laju tingkat effort. Pada Gambar 30 juga terlihat bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin tinggi.
Gambar 30 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil
5.11.2 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar
Pada Tabel 37 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Dari sisi tingkat
effort, maka tingkat effort optimal dinamik yang dilakukan jauh lebih sedikit dari tingkat effort aktual. Apabila dilihat dari sisi rente ekonomi, maka rente ekonomi yang diperoleh pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan sudah terjadi
overfishing baik biological overfishing mau pun economical overfishing, sehingga upaya penangkapan (effort) untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis besar harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan.
101
Tabel 37 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar Pengukuran
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) (π ) (Rp juta)
Pelagis Besar Optimal Dinamik Aktual δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% 3.159,03 5.928,03 5.918,94 5.911,93 3.061 1.504 1.567 1.587 21.154,51 1.590.491,99 388.945,63 314.858,92
Sumber : data diolah
Gambar 31 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar Pada sumberdaya ikan pelagis besar sebagaimana terlihat pada Gambar 34, terlihat bahwa tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan memperlambat laju tingkat effort. Pada Gambar 25 juga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin tinggi. 5.11.3 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Demersal
Pada Tabel 38 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika
102
pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Apabila dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Dari sisi tingkat effort, maka effort aktual yang dilakukan berada di atas atau telah melewati
tingkat
effort
optimal,
sehingga
upaya
penangkapan
untuk
mengeksploitasi sumberdaya ikan demersal harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan demersal di Perairan Balikpapan. Tabel 38 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Demersal Pengukuran
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) (π ) (Rp juta)
Aktual
1.115,03 3.211 7.378,47
Demersal Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% 1.867,23 1.866,99 1.749 1.844 548.062,86 141.244,23
δ = 15% 1.864,83 1.873 114.212,49
Sumber : data diolah
Gambar 32 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Demersal Pada kasus sumberdaya ikan demersal seperti yang tampak pada Gambar 35, tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat
effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan memperlambat laju
103
tingkat effort. Dari Gambar 32 juga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat
discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yag diperoleh akan semakin tinggi. 5.11.4 Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Teri
Sama halnya dengan sumberdaya ikan sebelumnya, Dari Tabel 39 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan teri pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Apabila dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Dari sisi tingkat effort, maka effort aktual yang dilakukan berada di atas atau telah melewati tingkat effort optimal, sehingga upaya penangkapan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan teri harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan teri di Perairan Balikpapan. Tabel 39 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Teri Pengukuran
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) (π ) (Rp juta) Sumber : data diolah
Aktual
267,19 1.640 58,11
Teri Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% 558,85 563,09 537 560 50.412,12 12.324,88
δ = 15% 564,05 567,13 9.976,11
Gambar 33 tampak bahwa tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan memperlambat laju tingkat effort. Dari Gambar 33 juga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yag diperoleh akan semakin tinggi.
104
Gambar 33 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Teri Dari hasil analisis dengan beberapa tingkat discount rate di atas, pada masing-masing sumberdaya ikan tampak bahwa semakin tinggi tingkat discount
rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi A (2004); Clark CW (1976) bahwa apabila nilai discount rate sangat tinggi dan mendekati tak hingga, maka net price atau rente sumberdaya akan sama dengan nol, hal ini identik dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam kondisi akses terbuka (open access). Sebaliknya, jika nilai discount rate sama dengan nol, maka rente sumberdaya akan semakin besar, hal ini identik dengan maksimasi rente sumberdaya dalam kondisi MEY.
5.11 Implikasi Kebijakan
Tujuan pengelolaan perikanan termasuk di dalamnya perikanan tangkap sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan mengandung beberapa makna, diantaranya adalah melakukan pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, serta meningkatkan peran perikanan tangkap terhadap pembangunan perikanan nasional
105
Sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access dan common
property, artinya pemanfaatan ikan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum, tanpa ada pengelolaan. Konsekuensi dari sifat sumberdaya seperti ini adalah munculnya gejala eksploitasi berlebih (over
exploitation), investasi berlebih (over investment) dan tenaga kerja berlebih (over employment). Dalam kondisi seperti ini, jika tidak segera diambil kebijakan yang tepat, maka sulit rasanya untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan yang telah digariskan di atas. Begitu pula dengan yang terjadi pada sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akses negatif dari pengelolaan ikan selama kurun waktu dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006 sudah nampak, hal ini diketahui dari kecenderungan menurunnnya produksi sumberdaya ikan dari tahun ke tahun, karena tingginya tingkat aktivitas penangkapan (overfishing). Kondisi ini kemudian menimbulkan dampak berupa inefisiensi ekonomi (economic inefficiency), karena selain menghilangkan potensi rente ekonomi sumberdaya, juga terjadi kondisi berlebihnya faktor produksi yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Model pemanfaatan
pendekatan
MSY
merupakan
sumberdaya
ikan
dalam
model
perspektif
pendekatan biologi
yang
optimasi hanya
memperhatikan aspek biologi saja. Penggunaan pendekatan model MSY dalam pemanfaatan sumberdaya ikan memiliki beberapa kelemahan yang cukup mendasar sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dalam perspektif bioekonomi, pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk memaksimumkan manfaat ekonomi dengan tetap menjaga kelestariaan sumberdaya ikan atau dengan kata lain bagaimana manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan dapat diperoleh secara berkelanjutan. Analisis bioekonomi dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan statik dan pendekatan dinamik. Pendekatan statik adalah pendekatan yang menggabungkan parameter biologi dan ekonomi dalam analisisnya, tetapi tidak memasukkan faktor waktu. Pendekatan dinamis adalah pendekatan yang sama dengan pendekatan statik, tetapi memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Pendekatan statik, seperti
MEY memiliki kelemahan yang cukup serius dalam analisisnya, kelemahan
106
mendasar dari pendekatan optimasi statik, karena tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya, hal ini bisa menyebabkan masalah serius dalam penegelolaan sumberdaya ikan, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil perbandingan dari beberapa model optimasi diatas, diperoleh data bahwa model optimasi dinamik memberikan rente ekonomi yang lebih tinggi dari model optimasi yang lain pada semua jenis sumberdaya ikan dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlangsungan dari sumberdaya ikan. Dari hasil perhitungan nilai optimal pemanfaatan masing-masing sumberdaya ikan dengan pendekatan optimasi dinamik pada tingkat discount rate sebesar 2,82%, 12,18%, 15% diperoleh data pemanfaatan pengelolaan optimal sumberdaya perikanan, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 40. Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan dengan pendekatan dinamik sangat dipengaruhi oleh
discount rate yang berlaku, dimana semakin rendah discount rate, maka pemanfaatan sumberdaya ikan akan lebih bersahabat dengan lingkungan, dan semakin meningkatkan
rente ekonomi yang diperoleh. Sebaliknya, semakin
tinggi discount rate yang digunakan, maka berdampak pada semakin tingginya tingkat effort, sehingga akan menurunkan produksi dan rente ekonomi yang bisa diperoleh. Pada Tabel 40 terlihat bahwa rente ekonomi optimal pada masingmasing sumberdaya ikan diperoleh pada tingkat discount rate sebesar 2,82% . Pada sumberdaya ikan pelagis kecil, volume produksi optimal sebesar 3.724,57 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 2.010 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.853,02 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp742.749,60 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal sebanyak 2.123 unit, dengan perincian 199 unit setingkat payang dan 1.924 unit setingkat jaring insang. Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan pelagis besar 5.928,03 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 1.504 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 3.941,51 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp1.590.491,99 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal sebanyak 2.078 unit, dengan perincian 128 unit setingkat pancing tonda dan 1.950 unit setingkat jaring insang.
107
Tabel 40 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
Aktual
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) Rente (π ) (Rp juta) Alat Tangkap (unit)
1.565,25 4.146 377,53 7.634,41 4.380
Pelagis Besar
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) Rente (π ) (Rp juta) Alat Tangkap (unit)
Aktual
3.159,03 3.061 1.032,03 21.154,51 4.230
Demersal
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) Rente (π ) (Rp juta) Alat Tangkap (unit) Teri
Produksi (h) (ton) Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) Rente (π ) (Rp juta) Alat Tangkap (unit)
Aktual
1.068,04 1.680 635,74 7.378,47 4.230 Aktual
Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% 3.724,57 3.713,65 3.703,72 2.010 2.145 2.186 1.853,02 1.731,31 1.694,29 742.749,60 180.843,76 146.008,46 2.123 2.266 2.309 Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% 5.928,03 5.918,94 5.911,93 1.504 1.567 1.587 3.941,51 3.777,24 3.725,22 1.590.491,99 388.945,63 314.858,92 2.078 2.165 2.193 Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% 1.867,23 1.866,99 1.864,83 1.749 1.844 1.873 1.067,60 1.012,47 995,64 548.062,86 141.244,23 114.212,49 4.404 4.643 4.716 Optimal Dinamik
267,19 1.640 162,92 58,11
δ = 2,82% 558,85 537 1.040,69 50.412,12
21
7
δ = 12,18% 563,09 560 1.005,52 12.324.88 7
δ = 15% 564,05 567 994,80 9.976.11 7
Sumber : Data diolah
Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan demersal sebesar 1.867,23 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 1.749 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.067,60 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp548.062,86 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan demersal adalah sebanyak 4.404 unit, dengan perincian 272 unit setingkat alat tangkap pancing dan 4.132 unit setingkat alat tangkap jaring insang.
108
Pada sumberdaya ikan teri, tingkat produksi optimal sumberdaya ikan teri sebesar 558,85 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 537 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.040,69 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp58,11 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan teri adalah sebanyak 7 unit setingkat alat tangkap bagan. Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan selama ini belum berjalan dengan optimal, sehingga berdampak pada minimnya produksi dan manfaat ekonomi yang diperoleh nelayan. Oleh karena itu, pemerintah Kota Balikpapan harus segera melakukan pembenahan, membuat kebijakan antisipatif dan strategis sebagai solusi dari permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan. Sehubungan dengan hal itu, dengan berdasar pada hasil penelitian ini, berikut beberapa rekomendasi alternatif kebijakan yang diajukan, yaitu : 1) Membuat dan Menetapkan regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis dan demersal di Perairan Balikpapan yang meliputi tingkat
effort optimal, volume produksi optimal , CPUE optimal dengan mengacu pada pendekatan optimal dinamik pada tingkat discount rate yang rendah, sehingga tercapainya rente ekonomi yang optimal sebagaimana yang dihasilkan dalam penelitian ini. 2) Membuat regulasi tentang rasionalisasi jumlah alat tangkap. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari jumlah alat tangkap yang berlebih, juga dari alat tangkap yang bersifat destruktif. Kebijakan ini memiliki cost dan resistensi yang cukup tinggi, karena dengan kebijakan mengurangi alat tangkap dan membatasi alat tangkap, apabila memang sudah berlebih, berarti menuntut harus ada yang dikorbankan, kondisi ini sama halnya dengan menghalangi seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 3) Penetapan kuota atas produksi. Pembatasan produksi akan mengurangi tingkat upaya, sehingga akan mencegah terjadinya biological dan economical
overfishing, implikasinya akan menurunkan suplai ikan di pasar, sehingga dapat meningkatkan harga ikan. Dengan meningkatnya harga ikan, maka pendapatan nelayan akan meningkat, sehingga akan mendorong kembali peningkatan upaya.
109
4) Menciptakan daerah-daerah perlindungan laut (marine protected areas). Opsi ini adalah kunci keberhasilan pengelolaan perikanan berbasis lingkungan. Sama halnya dengan makhluk hidup lainnya, di mana diperlukan tempat yang aman dari pemangsaan, demikian pula halnya dengan populasi ikan di laut. Dengan diciptakannya daerah-daerah (zones) yang aman di dalam daerah perlindungan laut dari penangkapan (partial no-take zones), maka diharapkan populasi ikan yang telah mengalami tangkap lebih akan pulih. 5) Penetapan schedule of catch. Kebijakan penetapan jadwal penangkapan ikan dilatarbelakangi oleh banyaknya kendala dalam implementasi kebijakan untuk mengurangi dan mengontrol peningkatan jumlah alat tangkap. Dengan kebijakan ini diharapkan tidak ada yang dikorbankan terutama para nelayan, karena masih bisa melaut. Penjadwalan ini diatur sedemikian rupa, sehingga tingkat produksi effort dan manfaat rente yang diperoleh tetap dalam kondisi yang optimal. 6) Melakukan monitoring, controlling dan law enforcement (penegakkan hukum), kebijakan ini bertujuan agar produksi aktual yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas dari produksi optimal yang seharusnya dihasilkan, juga untuk meminimalkan praktek pencurian ikan, hasil tangkapan yang tidak dilaporkan (unreported catch), penangkapan yang merusak ekosistem
(destructive fishing). 7) Kebijakan terakhir sebagai pelengkap dan penyempurna dari kebijakan tersebut di atas adalah kebijakan human development, mengingat manusia adalah pelaku utama dalam aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan. Kebijakan sehebat apa pun atau sebagus apa pun seringkali terlihat mentah di lapangan, tidak memberikan dampak apa-apa sebagaimana tujuan dari ditetapkannya kebijakan tersebut, jika tidak didukung sendiri oleh para pelaku utama dari kebijakan tersebut, baik pembuat kebijakan atau pun yang harus melaksanakan kebijakan. Kebijakan ini ditujukan bagi peningkatan kualitas dan profesionalitas para pemegang kebijakan dan pengelola perikanan, juga ditujukan kepada para nelayan dalam bentuk memberikan penyadaran, sosialisasi, pemahaman, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab akan pentingnya pembangunan perikanan yang berkelanjutan bagi kehidupan
110
dikemudian
hari,
pentingnya
memanfaatkan
sumberdaya
ikan
agar
memberikan manfaat ekonomi yang optimal secara terus menerus. Selain rekomendasi tersebut di atas, dalam hal pengelolaan perikanan, Pemerintah Kota Balikpapan diharapkan juga mengacu pada kode etik pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Responsible
Fisheries, CCRF) yang telah dicanangkan oleh badan dunia yang menangani pangan dan pertanian (Food and Agriculture Organization, FAO) pada tahun 1995. Banyak hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam mengaplikasikan pengelolaan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab di Perairan Balikpapan sebagaimana terkandung dalam butir-butir isi CCRF, antara lain : 1) Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem perairan, dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab. 2) Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan (carrying capacity). 3) Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia.
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1) Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah 3.724,57 ton per tahun; 5.928,03 ton per tahun; 1.867,23 ton per tahun; 558,85 ton per tahun. 2) Tingkat effort optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah sebanyak 2.010 trip per tahun; 1.504 trip per tahun; 1.749 trip per tahun; 537 trip prt tahun. 3) Tingkat CPUE optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah sebesar 1.853,02 kg per trip; 3.941,51 kg per trip; 1.067,60 kg per trip; 1.040,69 kg per trip. 4) Rente ekonomi optimal yang bisa diperoleh pada pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah mencapai Rp742.749,60 juta per tahun; Rp1.590.491,99 juta per tahun; Rp548.062,86 juta per tahun; Rp50.412,12 juta per tahun. 5) Laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri secara berturut-turut sebesar 0.55 dan 0,48 (terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,45 dan 0,45(tidak terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,54 dan 0,46 (terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,46 dan 0,31 (tidak terdegradasi dan tidak terdepresiasi). 6) Jumlah alat tangkap maksimal untuk pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturutturut adalah 2.123 dengan perincian 199 unit setingkat payang dan 1.924 unit setingkat jaring insang; 2.078 unit, dengan perincian 128 unit setingkat pancing tonda dan 1.950 unit setingkat jaring insang; 4.404 unit, dengan perincian 272 unit setingkat alat tangkap pancing dan 4.132 unit setingkat alat tangkap jaring insang; 7 unit setingkat bagan. 7) Sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar demersal, dan teri di Perairan Balikpapan telah mengalami biological overfising dan economical overfishing.
112
8) Alternatif kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis dan demersal di Perairan Balikpapan diantaranya : (1). Membuat regulasi pemanfaatan optimal, yang meliputi produksi optimal, upaya optimal, CPUE optimal; (2). Membuat regulasi tentang rasionalisasi alat tangkap; (3). Penetapan kuota atas produksi; (4). Menciptakan marine protected area; (5). Membuat dan menetapkan schedule of catch; (6). Monitoring, controlling dan law enforcement; (7). Human development.
6.2 Saran 1) Membuat kebijakan-kebijakan yang tepat sebagaimana rekomendasi alternatif kebijakan dari penelitian ini guna terciptanya pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal, sehingga dapat mengurangi dan mencegah terjadinya overfishing, degradasi dan depresiasi dari sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan 2) Menerapkan sistem monitoring dan evaluasi serta pendataan yang baik dan sistematis, sehingga tersedia data yang akurat mengenai status pemanfaatan sumberdaya ikan. 3) Pembangunan sistem informasi, peningkatan sarana dan prasarana perikanan dan kelautan di pelabuhan (PPI Manggar) yang menunjang dan berkaitan dengan informasi mengenai stok ikan di laut, fishing ground, musim penangkapan, perkembangan harga dan kerusakan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi PerikananPencemaran. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Program Pascasaejana. 371 hal. Aziz KA.1989. Dinamika Populasi Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.Bogor: Institut Pertanian Bogor. 115 hal. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. 1998. Indonesia Atlas Sumberdaya Kelautan. Bogor. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2006. Kalimantan Timur Dalam Angka 2006. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 412 hal. [BPN] Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur. 2000. Ruang Lingkup Penyusunan dan Penyajian Pengembangan Pusat Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah. Provinsi Kalimantan Timur. Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. United Kingdom: Blackwell Science Ltd. 370 p Clark CW and JM Conrad. 1987. Natural Resource Economic: Notes and Problem. United States of America: Cambridge University Press. 231 p Endroyono. 2002. Upaya-Upaya Pengontrolan dan Kuota Hasil Tangkapan dan Aspek Ekonomi Hasil Tangkapan. Bahan Pengajaran (tidak dipublikasikan) Bogor: Institut Pertanian Bogor. 37 hal. Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 233 hal. [Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur. 19962006. Laporan Statistik Perikanan Tangkap. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. 1996-2006 [Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Madya Balikpapan. 1996-2006. Laporan Statistik Perikanan dan Kelautan Kota Balikpapan. Pemerintah Kota Madya Balikpapan. 1996-2006
114
[FAO] Food and Agricultural Organization. 1995. Tatalaksana untuk Perikanan yang Bertanggung Jawab. Tim Deptan, Penerjemah; Jakarta; FAO, Deptan, JICA. Terjemahan dari: Code of Conduct for Resposible Fisheries. Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 259 hal. ______. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis, dan Gagasan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 185 hal. Fauzi A dan S Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 343 hal Fischer W and PJP. Whiteahead (eds), 1974. FAO Species Identification Sheet for Fishery Purpose, Eastern Indian Ocean (Fishing Area 57) and Western Central Pacific (Fishing Area 71) Rome. FAO, Volume 1. (unpaged). Gullan JA.1983. Fish Stock Assesment: Manual of Basic Method. New York: Wiley and Sons Inter-sience. Volume 1, FAO/Wileys Series on Food and Agricultural. 233 p Hutomo M, Burhanuddin, A Djamali dan S Martosewojo. 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Seri Sumberdaya Alam, 137. Jakarta. 80 Hal. Laevastu T and ML Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Book Ltd. Farnham. 201 p Lawson RM. 1984 Economics of Fisheries Development. London: Frances Pinter (Publisher). 281 hal. Mukhsin I. 2003. Pengelolaan sumberdaya Hayati Pesisir dan Laut. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 80 hal. Nikijuluw VPH. 2001. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT Pustaka Cidesindo. Nyibakken JW. 1989. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 488 hal. Parsons W. 2001. Public Policy: An Introduction to the theory and Practice of Policy Analysis. (Terjemahan). Edward Elgar Publishing, Ltd. Pindyick RS and DL Rubinfeld. 1998. Econometric Models and Economic Forecast. Singapore: McGraw-hill Book Co-Singapore. Fourth Edition. 634 p.
115
Randall A. 1987. Resource Economics: An Economic Approach to Natural Resource and Environmental Policy. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Second Edition. 434 p Saanin H. 1994. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta. 85 hal. Satria A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Humaniora Utama Press. Bandung. 153 hal. [Sekdakot] Sekretaris Desa Kota Balikpapan. 2000. Ruang Lingkup Penyusunan dan Penyajian Pengembangan Pusat Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah (berdasarkan penjabaran UU No 22 Tahun 1999 dan UU 4799) Bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah Daerah Balikpapan. Simanjuntak S. (2000). Platform Riset Ekonomi Sumberdaya Perikanan. Forum Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. DKP. Simatupang P. 2001. Konsepsi Teoritis Analisi Kebijakan Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Laporan Forum Sosial Ekonomi Kelautan I. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Singarimbun M dan S Effendi. 2000. Metode Peneltian Survey. Jakarta : [LP3ES] Lembaga Penyelidikan, Penelitian Pengembangan Ekonomi dan Sosial. 336 hal. Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif : Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropologi dan Kependudukan Jurusan Ilmu-ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hal. Soemarno MS. 1992. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Malang: Pusat Penerbitan Institut Pertanian Malang Sparre P dan Venema SC, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1:manual. Kerjasama Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Badan Penelitian Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: FAO dan Deptan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assesment. 438 hal. Suyasa IN. 2007. Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 380 hal
116
Wahyudin Y. (2005). Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 166 hal. Widodo J. 1980. Nilai Hasil Tangkapan Ikan Demersal, Hubungannya dengan Beberapa Faktor Abiotik di Laut Jawa. Buletin Penelitian Perikanan. Jakarta. Hal 7-26.
L A M P I R A N
Lampiran 1 Peta Wilayah Administrasi Kota Balikpapan
PPI Manggar Balikpapan
118
Lampiran 2 Peta Tata Ruang Kota Balikpapan
119
Lampiran 3 Peta Tata Ruang Laut Kota Balikpapan
PPI Manggar Balikpapan
120
121
Lampiran 4. Kelompok Sumberdaya Ikan Penelitian yang Tertangkap di Perairan Kota Balikpapan. Kel. Ikan Indonesia Inggris Nama Ilmiah Decapterus macrosama Scads Pelagis Kecil Layang D. ruselli Trevallies, Yellow Selaroides leptolepis Selar striperevallies Selar crumenophthalmus Rastrelliger kanagurta Kembung Indian mackerel R. brachysoma Fringe scale Sardinella gibbosa Tembang Sardinella S. fimbriata Euthynnus spp Eastern litle tunas Pelagis Besar Tongkol Auxiss spp Narrow-barred king Scomberomorus spp Tenggiri mackerel Cakalang Skipjack tuna Katsuwonus pelamis Barramundi, Giant Lutjanus malabaricus Kakap merah Demersal sea perch L. sanguineus Bawal Kerapu Groupers Epinephelus spp Manyung Sea catfishes Arius Spp Pony fishes, slip Peperek Leiognathidae mounts Kurisi Tread fin breams Nemipterus spp Pari Rays Trigonidae Gerot-gerot Grunters, Sweet lips Pamadasys spp Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Madya Balikpapan 2006
Lampiran 5a Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil sebagai Bahan Regresi Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi E std (ton) 546,00 21.613 1.130,00 9.023 2.018,00 6.008 1.648,00 645 1.446,00 242 1.458,00 189 2.246,00 192 1.996,00 460 2.076,00 664 1.083,00 484 2.296,00 3.990 840,00 6.240
Ut 0,03 0,13 0,34 2,56 5,98 7,70 11,69 4,34 3,13 2,24 0,58 0,134615385
U t +1
E std +1 0,13 0,34 2,56 5,98 7,70 11,69 4,34 3,13 2,24 0,58 0,13
ln U t +1
9.023,19 6.008,03 644,65 241,90 189,30 192,12 459,51 663,66 483,81 3.989,87 6.240,00
-2,08 -1,09 0,94 1,79 2,04 2,46 1,47 1,14 0,81 -0,55 -2,01
Y
E std + E std +1
ln U t -3,68 -2,08 -1,09 0,94 1,79 2,04 2,46 1,47 1,14 0,81 -0,55
X1
30.636,49 15.031,22 6.652,68 886,55 431,19 381,41 651,63 1.123,17 1.147,47 4.473,68 10.229,87 X2
122
Lampiran 5b Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dengan Model Estimasi CYP SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,818615038 R Square 0,67013058 Adjusted R Square 0,587663225 Standard Error 1,036116589 Observations 11 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 8 10
SS 17,44715505 8,588300685 26,03545574
MS 8,723577525 1,073537586
F 8,126010343
Significance F 0,011840451
Coefficients 0,972976684 0,250889006 -9,21312E-05
Standard Error 0,840929572 0,482652384 9,91933E-05
t Stat 1,157025173 0,519813046 -0,928804694
P-value 0,280639626 0,617266933 0,380161511
Lower 95% -0,966210386 -0,862109387 -0,000320872
Upper 95% 2,912163753 1,363887398 0,000136609
Lower 95,0% -0,966210386 -0,862109387 -0,000320872
Upper 95,0% 2,912163753 1,363887398 0,000136609
123
Lampiran 6a Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Besar sebagai Bahan Regresi
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi (ton) 7.210,00 2.049,00 2.195,97 2.779,00 1.550,00 1.610,00 2.882,97 5.690,05 2.934,14 2.617,46 5.114,36 1.275,38
E std 14.331 4.820 1.107 567 1.495 1.409 684 688 510 346 5.197 5.581
Ut 0,50 0,43 1,98 4,90 1,04 1,14 4,22 8,27 5,75 7,57 0,98 0,23
U t +1 0,43 1,98 4,90 1,04 1,14 4,22 8,27 5,75 7,57 0,98 0,23
E std +1
ln U t +1
4.820,37 1.106,85 566,64 1.494,82 1.408,75 683,69 687,90 510,49 345,84 5.197,29 5.581,24
-0,86 0,69 1,59 0,04 0,13 1,44 2,11 1,75 2,02 -0,02 -1,48
Y
ln U t -0,69 -0,86 0,69 1,59 0,04 0,13 1,44 2,11 1,75 2,02 -0,02 X1
E std + E std +1 19.151,82 5.927,21 1.673,48 2.061,46 2.903,57 2.092,44 1.371,59 1.198,40 856,33 5.543,12 10.778,52 X2
124
Lampiran 6b Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar dengan Model Estimasi CYP SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,764306835 R Square 0,584164939 Adjusted R Square 0,480206173 Standard Error 0,871454385 Observations 11 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 8 10
SS 8,534806698 6,075461967 14,61026866
MS 4,267403349 0,759432746
F 5,619198503
Significance F 0,029900911
Coefficients 1,4696578 0,007895195 -0,000164478
Standard Error 0,548123725 0,317228784 6,16481E-05
t Stat 2,681251937 0,024888014 -2,668014088
P-value 0,027871875 0,980753894 0,028449711
Lower 95% 0,205682224 -0,723635692 -0,000306639
Upper 95% 2,733633375 0,739426081 -2,23172E-05
Lower 95,0% 0,205682224 -0,723635692 -0,000306639
Upper 95,0% 2,733633375 0,739426081 -2,23172E-05
125
Lampiran 7a Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Demersal sebagai Bahan Regresi
Tahun
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi (ton) 1.632,00 685,00 1.627,00 1.370,00 1.183,00 1.051,00 1.057,00 1.840,00 1.066,00 610,00 904,00 355,40
E std 20.044 5.115 1.133 460 575 597 415 511 312 301 4.743 4.325
Ut 0,08 0,13 1,44 2,98 2,06 1,76 2,55 3,60 3,42 2,03 0,19 0,08
U t +1 0,13 1,44 2,98 2,06 1,76 2,55 3,60 3,42 2,03 0,19 0,08
E std +1
ln U t +1
5.115 1.133 460 575 597 415 511 312 301 4.743 4.325
-2,01 0,36 1,09 0,72 0,57 0,93 1,28 1,23 0,71 -1,66 -2,50 Y
ln U t -2,51 -2,01 0,36 1,09 0,72 0,57 0,93 1,28 1,23 0,71 -1,66 X1
E std + E std +1 25.158 6.247 1.592 1.035 1.172 1.012 926 822 613 5.044 9.068 X2
126
Lampiran 7b Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,746392947 R Square 0,557102431 Adjusted R Square 0,446378039 Standard Error 1,043739041 Observations 11 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 8 10
SS 10,96239892 8,715129494 19,67752842
MS 5,481199462 1,089391187
F 5,031433638
Significance F 0,038478062
Coefficients 0,622941194 0,150699472 -0,000118315
Standard Error 0,5130107 0,415930587 7,985E-05
t Stat 1,214284994 0,362318803 -1,48172236
P-value 0,259264027 0,726498498 0,176693548
Lower 95% -0,5600636 -0,80843818 -0,00030245
Upper 95% 1,805945988 1,109837125 6,58189E-05
Lower 95,0% -0,5600636 -0,80843818 -0,00030245
Upper 95,0% 1,805945988 1,109837125 6,58189E-05
127
Lampiran 8a Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Teri sebagai Bahan Regresi Tahun
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi (ton) 83,00 91,00 82,00 91,00 91,00 136,50 91,00 89,00 89,00 453,00 810,00 1.099,80
E std 8.912,00 2.342,00 312,00 7,00 42,00 57,00 103,00 146,00 288,00 61,00 1.710,00 5.699,00
Ut 0,01 0,04 0,26 13,00 2,17 2,39 0,88 0,61 0,31 7,43 0,47 0,19
U t +1 0,04 0,26 13,00 2,17 2,39 0,88 0,61 0,31 7,43 0,47 0,19
E std +1
ln U t +1
2.342,00 312,00 7,00 42,00 57,00 103,00 146,00 288,00 61,00 1.710,00 5.699,00
ln U t
-3,25 -1,34 2,56 0,77 0,87 -0,12 -0,49 -1,17 2,01 -0,75 -1,65 Y
-4,68 -3,25 -1,34 2,56 0,77 0,87 -0,12 -0,49 -1,17 2,01 -0,75 X1
E std + E std +1 11.254,00 2.654,00 319,00 49,00 99,00 160,00 249,00 434,00 349,00 1.771,00 7.409,00 X2
128
Lampiran 8b Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Teri dengan Model Estimasi CYP SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,754592748 R Square 0,569410216 Adjusted R Square 0,46176277 Standard Error 1,240830503 Observations
11
ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 8 10
SS 16,2883256 12,3172827 28,6056083
MS 8,1441628 1,539660338
F 5,289584073
Significance F 0,034375964
Coefficients 0,569580843 -0,086835021 -0,000375949
Standard Error 0,451443182 0,242546108 0,000140039
t Stat 1,261688881 -0,35801449 -2,684599355
P-value 0,242603148 0,729595 0,027727675
Lower 95% -0,471449 -0,646147349 -0,00069888
Upper 95% 1,610610686 0,472477306 -5,30181E-05
Lower 95,0% -0,471449 -0,646147349 -0,00069888
Upper 95,0% 1,610610686 0,472477306 -5,30181E-05
129
Lampiran 9. Hasil Estimasi Biaya Riil Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dengan IHK (2002) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan Alat Tangkap Payang Jaring Insang Rataan
Produksi 546,00 1.130,00 2.018,00 1.648,00 1.446,00 1.458,00 2.246,00 1.996,00 2.076,00 1.083,00 2.296,00 840,00 1.657,91 Jml trip/ tahun 384,00 2.377,00 1.380,50
Total Prod seluruh 1.841,00 1.842,00 1.800,41 2.044,00 2.086,00 2.108,00 2.118,00 2.379,78 2.131,00 3.659,00 2.212,60 3.814,70 2.381,41 Biaya
459,51
Share
IHK (2002) 30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 85,17
Real cost
0,30 0,61 1,12 0,81 0,69 0,69 1,06 0,84 0,97 0,30 1,04 0,22 0,76 Effort rata-rata 525.300,00 1.367.200,00 946.250,00
Total biaya/alat 201.715.200,00 3.249.834.400,00 1.725.774.800,00
cost/effort
0,27 0,28 0,28 0,47 0,57 0,76 0,87 0,88 0,97 1,06 0,98 1,15 0,71
1.250.108,51
Total cost of standardized effort 0,70692260 adjusted factor 0,883730 adjusted cost 130
Lampiran 10. Hasil Estimasi Biaya Riil Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis Besar dengan IHK (2002) Tahun Produksi (ton) Total Produksi (ton) share IHK (2002) 1995 7.210,00 2.378,00 3,03 30,96 1996 2.049,00 2.379,00 0,86 31,96 1997 2.195,97 2.245,97 0,98 31,28 1998 2.779,00 2.873,00 0,97 53,58 1999 1.550,00 2.766,00 0,56 64,69 2000 1.610,00 2.831,00 0,57 86,47 2001 2.882,97 3.109,97 0,93 98,39 2002 5.690,05 5.899,05 0,96 100,00 2003 2.934,14 3.164,14 0,93 109,70 2004 2.617,46 3.359,46 0,78 120,51 2005 5.114,36 5.220,36 0,98 110,43 2006 1.275,38 1.653,98 0,77 129,88 Rataan 3.159,03 3.156,66 1,03 80,65 Alat Tangkap Pancing Jaring Insang Rataan
Jml trip / tahun 320,00 2.377,00 1.348,50
Biaya/trip 2.153.800,00 1.367.200,00 1.760.500,00
Total cost of standardized effort adjusted factor adjusted cost
Total biaya/alat 689.216.000,00 3.249.834.400,00 1.969.525.200,00
Effort rata-rata
687,90
Real cost 0,38 0,39 0,38 0,66 0,80 1,06 1,21 1,23 1,35 1,48 1,36 1,60 0,99 cost/effort
1.460.530,37
0,84184 1,22953
131
Lampiran 11. Hasil Estimasi Biaya Riil Penangkapan Sumberdaya Ikan Demersal dengan IHK (2002) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Alat Tangkap Pancing Jaring Insang Rataan
Produksi 685,00 685,00 1.627,00 1.370,00 1.183,00 1.051,00 1.057,00 1.840,00 1.066,00 610,00 904,00 355,40 1.036,12
Total Produksi 1.220,00 1.220,00 1.840,00 1.700,00 1.690,00 1.561,00 1.705,00 2.481,00 1.730,00 988,20 1.369,00 988,00 1.541,02
Jml trip /tahun 320 2377 1348,5
Biaya/trip 2153800 1367200 1760500
Share 0,56 0,56 0,88 0,81 0,70 0,67 0,62 0,74 0,62 0,62 0,66 0,36 0,65 Total biaya/alat 689216000 3249834400 1969525200
IHK (2002) 30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 80,65 Effort rata-rata
510,6678231
Real cost 0,30 0,31 0,31 0,52 0,63 0,84 0,96 0,98 1,07 1,17 1,08 1,27 0,79 cost/effort
1460530,367
Total cost of standardized effort 0,66756634 adjusted factor adjusted cost 0,975001 132
Lampiran 12. Hasil Estimasi Biaya Riil Penangkapan Sumberdaya Ikan Teri dengan IHK (2002) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Alat Tangkap Bagan Rataan
Produksi
Total Produksi
Share
83 91 82 91 91 136,5 91 89 89 453 810 1099,8 267,191667
83 91 82 91 91 136,5 91 89 89 453 810 1099,8 267,191667
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1,000000
Jml trip /tahun 146 146
Biaya/trip 974.000 974000
Total biaya/alat 142.204.000 142.204.000
IHK (2002) 30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 80,654474 Effort rata-rata 146
Real cost 0,30 0,31 0,30 0,52 0,63 0,84 0,96 0,97 1,07 1,17 1,08 1,27 0,79 cost/effort 974.000
Total cost of standardized effort 1,00000000 adjusted factor 0,974000 adjusted cost
133
134
Lampiran 13 Hasil Estimasi Harga Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dengan IHK (2002) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rataan
IHK (2002)
Real price
30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 136,00 85,17
2,28 2,35 2,30 3,94 4,76 6,36 7,23 7,35 8,07 8,86 8,12 9,55 10,00 5,93
Lampiran 14 Hasil Estimasi Harga Sumberdaya Ikan Pelagis Besar dengan IHK (2002) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rataan
IHK (2002) 30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 136,00 85,17
Real price 2,96 3,06 2,99 5,12 6,18 8,27 9,41 9,56 10,49 11,52 10,56 12,42 13,00 7,71
135
Lampiran 15 Hasil Estimasi Harga Sumberdaya Ikan Demersal dengan IHK (2002) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rataan
IHK (2002)
Real price
30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 136,00 85,17
3,42 3,53 3,45 5,91 7,13 9,54 10,85 11,03 12,10 13,29 12,18 14,33 15,00 8,90
Lampiran 16 Hasil Estimasi Harga Sumberdaya Ikan Teri dengan IHK (2002) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rataan
IHK (2002) 30,96 31,96 31,28 53,58 64,69 86,47 98,39 100,00 109,70 120,51 110,43 129,88 136,00 85,17
Real price 1,25 1,29 1,27 2,17 2,62 3,50 3,98 4,04 4,44 4,87 4,47 5,25 5,50 3,26
Lampiran 17 Perhitungan Discount Rate Model Kula (1984) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006
PDRB (Rp Juta) 11158505,56 13257932,42 14089948,25 17285198,44 22353578,85 26150266,60
Jml Pend (jiwa) 412,045 421,330 428,819 495,314 500,406 505,498
Porsi konsumsi (% PDRB) 0,0235 0,0184 0,0204 0,0182 0,0167 0,0153
Konsumsi/ Kapita/Tahun 636,40 578,99 670,29 635,13 743,77 789,43
1 4 5
SS 0,032577287 0,032001704 0,064578991
MS 0,032577287 0,008000426
F 4,071944037
Significance F 0,113768891
Coefficients 6,376710789 0,121812685
Standard Error 0,075597711 0,060365891
P-value 1,18411E-07 0,113768891
Lower 95% 6,166817896 -0,045789898
t
ln t 1 2 3 4 5 6
ln c
0,0000 0,6931 1,0986 1,3863 1,6094 1,7918
6,455825171 6,361285615 6,507716914 6,453835522 6,611732162 6,671305608
Upper 95% 6,587 0,289
Lower 95.0% 6,166817896 -0,0457899
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,710250960 0,504456426 0,380570532 0,089445101 6
ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
t Stat 84,35058068 2,017905854
Upper 95.0% 6,58660368 0,28941527
136
Lampiran 18 Hasil Analisis Laju Degradasi dan laju Depresiasi Tahun
Bench Marking Degradasi
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rataan
0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
Pelagis Kecil Laju Laju Degradasi Depresiasi 1,00 0,00 1,00 1,00 0,99 1,00 0,23 0,23 0,36 0,36 0,39 0,39 0,43 0,43 0,32 0,32 0,27 0,27 0,19 0,19 0,47 0,53 1,00 1,00 0,55 0,48
Pelagis Besar Laju Laju Degradasi Depresiasi 1,00 1,00 1,00 1,00 0,08 0,07 0,21 0,21 0,02 0,01 0,02 0,02 0,19 0,19 0,32 0,33 0,24 0,24 0,29 0,29 1,00 1,00 1,00 1,00 0,45 0,45
Demersal Laju Laju Degradasi Depresiasi 1,00 0,00 1,00 1,00 0,27 0,27 0,35 0,35 0,30 0,30 0,27 0,27 0,33 0,33 0,38 0,38 0,36 0,37 0,28 0,28 0,97 1,00 0,99 1,00 0,54 0,46
Teri Laju Laju Degradasi Depresiasi 1,00 0,00 1,00 0,00 0,01 0,00 0,46 0,47 0,30 0,31 0,32 0,33 0,13 0,09 0,06 0,02 0,01 0,00 0,44 0,45 0,83 1,00 1,00 1,00 0,46 0,31
137
138
Lampiran 19 Perhitungan Optimal SDI Pelagis Kecil dengan Software MAPLE 10 > Zul Asman Randika; > restart; >r:=1.197725763;q:=0.00029461;K:=12440.32338;p:=5.93047 6044;c:=0.712767752;delta:=0.027809701;
r := 1.197725763 q := 0.00029461 K := 12440.32338
p := 5.930476044 c := 0.712767752 d := 0.027809701 > f(x):=r*x*(1-x/K);
f ( x ) := 1.197725763x ( 1 - 0.00008038376250 x )
> plot(f(x),x=0..15000,growth=0..4000);
> h:=q*x*E;
139
h := 0.00029461 x > g:=solve(f(x)=h,x);
g := 0., 12440.32338 - 3.060002368
> y:=q*E*(K*(1-q/r*E));
y := 3.665043671E ( 1 - 0.0002459745036 E )
Kondisi MSY: > hMSY:=r*K/4;EMSY:=r/(2*q);xMSY:=hMSY/(q*EMSY);
hMSY := 3725.023952 EMSY := 2032.731006 xMSY := 6220.161685 > plot({y,hMSY},E=0..4500,yield=0..4000);
> TC:=c*E;
140
TC := 0.712767752 > TR:=p*y;
TR := 21.73545369E ( 1 - 0.0002459745036 E )
> plot({TR},E=0..4500,Revenue=0..25000);
> plot({TR,TC},E=0..4500,Revenue=0..25000);
141
> RentMSY:=(p*hMSY-c*EMSY);
RentMSY := 20642.30020 Kondisi Open Acces (OA) : > xOA:=c/(p*q);
xOA := 407.9538186 > EOA:=solve(TR-TC=0,E);
EOA := 0., 3932.143873 > hOA:=q*xOA*EOA;
hOA := 0., 472.5936550 Kondisi Sole Owner (SO)/MEY: > MR:=diff(TR,E);
MR := 21.73545369 - 0.01069273486
> MC:=diff(TC,E);
MC := 0.712767752
142
> ESO:=solve(MR-MC=0,E);
ESO := 1966.071937 > TRSO:=p*q*ESO*(K*(1-q/r*ESO));
TRSO := 22067.40910 > TCSO:=c*ESO;
TCSO := 1401.352675 > RentSO:=TRSO-TCSO;
RentSO := 20666.05642 > hSO:=q*ESO*(K*(1-q/r*ESO));
hSO := 3721.018168 > xSO:=hSO/q/ESO;
xSO := 6424.138600 Optimasi Dinamik pada Discount Rate 2,8% > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta;
f ( x ) := 1.197725763 - 0.0001925554065x 0.8537002996 ( 1 - 0.00008038376250x ) + = 0.027809701 0 001747177547x - 0.712767752
> solve(f(x),x);
- 9.368375906, 6289.08256
> xOpt:=6289.082567;
xOpt := 6289.082567 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 3724.566626 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 2010.207860 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 20655.64181
143
> RentOvertime:=RentOpt/delta;
RentOvertime := 7.427495107 105 > plot({y,hOA,hSO,hOpt},E=0..4500,yield=0..4500);
Optimasi Dinamik pada Discount Rate 12,18% > delta1:=0.113328685307003;
d1 := 0.113328685307003 > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta1;
f ( x ) := 1.197725763 - 0.0001925554065x 0.8537002996 ( 1 - 0.00008038376250x ) + = 0.001747177547x - 0.712767752 0.113328685307003 > solve(f(x),x);
-40.85830973, 5876.445868
144
> xOpt:=5876.445868;
xOpt := 5876.445868 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 3713.649651 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 2145.056351 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 20494.78330 > RentOvertime:=RentOpt/delta1;
RentOvertime := 1.808437400 105 Optimasi Dinamik pada Discount Rate 15% > delta2:=0.139761942375159;
d2 := 0.139761942375159 > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta2;
f ( x ) := 1.197725763 - 0.0001925554065x 0.8537002996 ( 1 - 0.00008038376250x ) + = 0.001747177547x - 0.712767752 0.139761942375159 > solve(f(x),x);
-51.49804679, 5749.809495 > xOpt:=5749.809495;
xOpt := 5749.809495 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 3703.724322 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 2186.440754 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 20406.42391 > RentOvertime:=RentOpt/delta2;
RentOvertime := 1.460084452 105
145
Lampiran 20 Perhitungan Optimal SDI Pelagis Besar dengan Software MAPLE10 > Zul Asman Randika; > restart; >r:=1.968666605;q:=0.000652758;K:=12044.84782;p:=7.7096 18857;c:=0.991670991;delta:=0.027797363;
r := 1.968666605 q := 0.000652758 K := 12044.84782
p := 7.709618857 c := 0.991670991 d := 0.027797363 > f(x):=r*x*(1-x/K);
f ( x ) := 1.968666605x ( 1 - 0.00008302304977 x ) > plot(f(x),x=0..13000,growth=0..6500);
> h:=q*x*E;
146
h := 0.000652758 x > g:=solve(f(x)=h,x);
g := 0., 12044.84782 - 3.993754327
> y:=q*E*(K*(1-q/r*E));
y := 7.862370773E ( 1 - 0.0003315736643 E ) Kondisi MSY: > hMSY:=(r*K)/4;EMSY:=r/(2*q);xMSY:=hMSY/(q*EMSY);
hMSY := 5928.072418 EMSY := 1507.960534 xMSY := 6022.423913 > plot({y,hMSY},E=0..3500,yield=0..6500);
> TC:=c*E;
147
TC := 0.991670991 > TR:=p*y;
TR := 60.61588197E ( 1 - 0.0003315736643 E )
> plot({TR},E=0..3500,Revenue=0..50000);
148
> plot({TR,TC},E=0..3500,Revenue=0..50000);
> RentMSY:=(p*hMSY-c*EMSY);
RentMSY := 44207.77818 Kondisi Open Acces (OA) : > xOA:=c/(p*q);
xOA := 197.0527490 > EOA:=solve(TR-TC=0,E);
EOA := 0., 2966.580841 > hOA:=q*xOA*EOA;
hOA := 0., 381.5846434 Kondisi Sole Owner (SO)/MEY: > MR:=diff(TR,E);
MR := 60.61588197 - 0.04019726020
> MC:=diff(TC,E);
MC := 0.991670991
149
> ESO:=solve(MR-MC=0,E);
ESO := 1483.290420 > TRSO:=p*q*ESO*(K*(1-q/r*ESO));
TRSO := 45690.94657 > TCSO:=c*ESO;
TCSO := 1470.936081 > RentSO:=TRSO-TCSO;
RentSO := 44220.01049 > hSO:=q*ESO*(K*(1-q/r*ESO));
hSO := 5926.485787 > xSO:=hSO/(q*ESO);
xSO := 6120.950288 Optimasi Dinamik pada Discount Rate 2,8% > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta;
f ( x ) := 1.968666605 - 0.0003268894110x + 1.952269563 ( 1 - 0.00008302304977x ) = 0.027797363 0.005032515386x - 0.991670991
> solve(f(x),x);
-2.774869516, 6038.689170
> xOpt:=6038.689170;
xOpt := 6038.689170 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 5928.029177 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 1503.887861 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
150
RentOpt := 44211.48356 > RentOvertime:=RentOpt/delta;
RentOvertime := 1.590492003 106 > plot({y,hOA,hSO,hOpt},E=0..3500,yield=0..6500);
Optimasi Dinamik pada Discount Rate 12,18% > delta1:=0.1133;
d1 := 0.1133 > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta1;
f ( x ) := 1.968666605 - 0.0003268894110x 1.952269563 ( 1 - 0.00008302304977x ) + = 0.1133 0.005032515386x - 0.991670991 > solve(f(x),x);
-11.80379315, 5786.153680 > xOpt:=5786.153680;
xOpt := 5786.153680
151
> hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 5918.948341 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 1567.120465 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 44078.76784 > RentOverTime:=RentOpt/delta1;
RentOverTime := 3.890447294 105 Optimasi Dinamik pada Discount Rate 15% > delta2:=0.1398;
d2 := 0.1398 > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta2;
f ( x ) := 1.968666605 - 0.0003268894110x 1.952269563 ( 1 - 0.00008302304977x ) + = 0.1398 0.005032515386x - 0.991670991 > solve(f(x),x);
- 14.76390712, 5708.046623 > xOpt:=5708.046623;
xOpt := 5708.046623 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 5911.918674 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 1586.677767 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 44005.17738 > RentOverTime:=RentOpt/delta2;
RentOverTime := 3.147723704 105
152
Lampiran 21 Perhitungan Optimal SDI Demersal dengan Software MAPLE 10 > Zul Asman Randika; > restart; >r:=1.476146549;q:=0.000411282;K:=5062.963298;p:=8.8957 14066;c:=0.786381861;delta:=0.027797363;
r := 1.476146549 q := 0.000411282 K := 5062.963298
p := 8.895714066 c := 0.786381861 d := 0.027797363 > f(x):=r*x*(1-x/K);
f ( x ) := 1.476146549x ( 1 - 0.0001975127887 x ) > plot(f(x),x=0..5500,growth=0..2000);
153
> h:=q*x*E;
h := 0.000411282 x > g:=solve(f(x)=h,x);
g := 0., 5062.963298 - 1.410636141
> y:=q*E*(K*(1-q/r*E));
y := 2.082305671E ( 1 - 0.0002786186780 E ) Kondisi MSY: > hMSY:=(r*K)/4;EMSY:=r/(2*q);xMSY:=hMSY/(q*EMSY);
hMSY := 1868.418950 EMSY := 1794.567412 xMSY := 2531.481649 > plot({y,hMSY},E=0..4500,yield=0..2000);
> TC:=c*E;
TC := 0.786381861
154
> TR:=p*y;
TR := 18.52359585E ( 1 - 0.0002786186780 E )
> plot({TR},E=0..4000,Revenue=0..18000);
> plot({TR,TC},E=0..4500,Revenue=0..20000);
155
> RentMSY:=(p*hMSY-c*EMSY);
RentMSY := 15209.70547 Kondisi Open Acces (OA) : > xOA:=c/(p*q);
xOA := 214.9378842 > EOA:=solve(TR-TC=0,E);
EOA := 0., 3436.765352 > hOA:=q*xOA*EOA;
hOA := 0., 303.8103420 Kondisi Sole Owner (SO)/MEY: > MR:=diff(TR,E);
MR := 18.52359585 - 0.01032203958 > MC:=diff(TC,E);
MC := 0.786381861
> ESO:=solve(MR-MC=0,E);
ESO := 1718.382675
156
> TRSO:=p*q*ESO*(K*(1-q/r*ESO));
TRSO := 16590.96558 > TCSO:=c*ESO;
TCSO := 1351.304966 > RentSO:=TRSO-TCSO;
RentSO := 15239.66061 > hSO:=q*ESO*(K*(1-q/r*ESO));
hSO := 1865.051581 > xSO:=hSO/(q*ESO);
xSO := 2638.950592 Optimasi Dinamik pada Discount Rate 2,8% > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta;
f ( x ) := 1.476146549 - 0.0005831156428x 1.160814870 ( 1 - 0.0001975127887x ) + = 0.027797363 0.003658647072x - 0.786381861 > solve(f(x),x);
- 3.948083305, 2595.228262
> xOpt:=2595.228262;
xOpt := 2595.228262 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 1867.234167 > EOpt:=hOpt/(q*xOpt);
EOpt := 1749.377437 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 15234.70256 > RentOverTime:=RentOpt/delta;
RentOverTime := 5.480628706 105 > plot({y,hOA,hSO,hOpt},E=0..4500,yield=0..2500);
157
Optimasi Dinamik pada Discount Rate 12,18% > delta1:=0.113328685307003;
d1 := 0.113328685307003 > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta1;
f ( x ) := 1.476146549 - 0.0005831156428x 1.160814870 ( 1 - 0.0001975127887x ) + = 0.1133 0.003658647072x - 0.786381861
> solve(f(x),x);
- 16.97015671, 2461.570473
> xOpt:=2461.570473;
xOpt := 2461.570473 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
158
hOpt := 1866.993940 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 1844.127447 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 15158.05588 > RentOverTime:=RentOpt/delta1;
RentOverTime := 1.337530374 105 Optimasi Dinamik pada Discount Rate 15% > delta2:=0.139761942375159;
d2 := 0.139761942375159 > f(x):=r*(1-(2*x/K))+(c*r*(1-x/K)/(p*q*x-c))=delta2;
f ( x ) := 1.476146549 - 0.0005831156428x 1.160814870 ( 1 - 0.0001975127887x ) + = 0.1397 0.003658647072x - 0.786381861 > solve(f(x),x);
- 21.28299506, 2420.552240
> xOpt:=2420.552240;
xOpt := 2420.552240 > hOpt:=r*xOpt*(1-xOpt/K);
hOpt := 1864.831234 > EOpt:=hOpt/q/xOpt;
EOpt := 1873.205274 > RentOpt:=p*hOpt-c*EOpt;
RentOpt := 15115.95079 > RentOverTime:=RentOpt/delta2;
RentOverTime := 1.081549850 105
Lampiran 22 Solusi Bioekonomi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Menggunakan Program MS Excel Parameter Dinamik r=
0,027809701
0,032792812
δ=ln(1+r)
0,027809701
0,023218755
φ2=δ/r
1,009574057
ß=φ1+1-φ2
Diketahui : a=
φ1=Cost/Price*q*K
0,97
c=
0,0001
x
Sole Owner / MEY 6.424,14
407,95
6.220,16
6.289,08
r = 2(1-b)/(1+b)
1,20
h*
3.721,02
472,59
3.725,02
3.724,57
1.966
3.932
2.033
2.010
20.666,06
0,00
20.642,30
742.749,60
b=
q = -c*(2+r) K = (EXP((a*(2+r))/(2*r)))/q Effort Opt (Emsy) = r/2q Biomass MSY (xopt) = K/2 hMSY (h opt) = rK/4 Rata2 Produksi Aktual = Rata2 Effort Aktual = % Overfishing =
0,25
E*
0,0003 12.440,32
Ton
2032,727825
Trip
6220,16169
Ton
3725,023952
Ton
1565,25
Ton
4145,777324
Trip
-137,9826834
π (juta)
Open Access/OAY
MSY
Optimal Dinamik
%
Price =
5,930476044
juta Rp/ton
Cost =
0,712767752
juta Rp/trip
159
Lampiran 23 Solusi Bioekonomi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Menggunakan Program MS Excel Parameter Dinamik r= δ=ln(1+r)
0,028
0,02
0,027797363
0,01
φ2=δ/r
1,00
ß=φ1+1-φ2
Diketahui :
φ1=Cost/Price*q*K
a=
2,05
b=
0,01
c=
-0,0002
x
6.120,95
197,05
6.022,42
6.038,69
r = 2(1-b)/(1+b)
1,97
h*
5.926,49
381,58
5.928,07
5.928,03
0,001
E*
1.483
2.967
1.508
1.504
44.220,01
0,00
44.207,78
1.590.491,99
q = -c*(2+r) K = (EXP((a*(2+r))/(2*r)))/q
Sole Owner / MEY
12.044,85
Ton
Effort Opt (Emsy) = r/2q
1507,960445
Trip
Biomass MSY (xopt) = K/2
6022,423908
Ton
hMSY (h opt) = rK/4
5928,072415
Ton
Rata2 Produksi Aktual =
3159,028198
Ton
Rata2 Effort Aktual =
3853,122159
Trip
% Overfishing =
-87,65493825
π (juta)
Open Access/OAY
MSY
Optimal Dinamik
%
Price =
7,709618857
juta Rp/ton
Cost =
0,991670991
juta Rp/trip
160
Lampiran 24 Solusi Bioekonomi Sumberdaya Ikan Demersal Menggunakan Program MS Excel Parameter Dinamik r=
0,0282
0,042452989
δ=ln(1+r)
0,028
0,018831032
φ2=δ/r
1,023621957
ß=φ1+1-φ2
Diketahui : a=
φ1=Cost/Price*q*K
0,623
b=
0,151
Sole Owner / MEY
Open Access/OAY
c=
-0,0001
x
2.638,951
214,938
2.531,482
2.595,23
1,48
h*
1.865,052
303,810
1.868,419
1.867,23
0,0004
E*
1.718,383
3.436,766
1.794,568
1.749
π (juta)
15.239,660
0,000
15.209,705
548.062,86
r = 2(1-b)/(1+b) q = -c*(2+r) K = (EXP((a*(2+r))/(2*r)))/q Effort Opt (Emsy) = r/2q Biomass MSY (xopt) = K/2 hMSY (h opt) = rK/4 Rata2 Produksi Aktual = Rata2 Effort Aktual = % Overfishing =
5.062,96
Ton
1794,56777
Trip
2531,481649
Ton
1868,41895
Ton
1115,033333
Ton
3210,749657
Trip
-67,56619684
MSY
Optimal Dinamik
%
Price =
8,895714066
juta Rp/ton
Cost =
0,786381861
juta Rp/trip
161
Lampiran 25 Solusi Bioekonomi Sumberdaya Ikan Teri Menggunakan Program MS Excel Parameter Dinamik r=
0,028
0,129076
δ=ln(1+r)
0,0278
0,0165
φ2=δ/r
1,1125
ß=φ1+1-φ2
Diketahui : a=
φ1=Cost/Price*q*K
0,570
b=
0,087
Sole Owner / MEY
Open Access/OAY
c=
0,000
x
761,30
174,06
674,27
752,73
r = 2(1-b)/(1+b)
1,680411399
h*
557,09
254,74
566,52
558,85
q = -c*(2+r)
0,001383647
E*
529
1.058
607
537
1.401,62
(0,00)
1.370,84
50.412,12
K = (EXP((a*(2+r))/(2*r)))/q
1.348,538
Ton
Effort Opt (Emsy) = r/2q
607,240
Trip
Biomass MSY (xopt) = K/2
674,269
Ton
hMSY (h opt) = rK/4
566,525
Ton
Rata2 Produksi Aktual =
1.565,250
Ton
Rata2 Effort Aktual =
3.853,122
Trip
% Overfishing =
63,806
π (juta)
MSY
Optimal Dinamik
%
Price =
3,261762
juta Rp/ton
Cost =
0,785575
juta Rp/trip
162