ANALISIS ASAL TUJUAN KOMODITI UTAMA ANTAR WILAYAH PULAU JAWA, KALIMANTAN, DAN NUSA TENGGARA TIMUR ANALYSIS ON ORIGIN-DESTINATION OF INTER-REGION MAJOR COMMODITY IN JAVA, KALIMANTAN, AND EAST NUSA TENGGARA ISLANDS Yandra Rahadian Perdana dan Joewono Soemardjito Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL), Universitas Gadjah Mada Jurusan Teknik Industri, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jl. Grafika 2, Kampus UGM, Yogyakarta, Indonesia email:
[email protected] Diterima: 17 Desember 2015; Direvisi: 4 Januari 2016; disetujui: 3 Februari 2016 ABSTRAK Distribusi komoditi antar wilayah masih menunjukkan ketimpangan volume muatan antara wilayah Barat Indonesia, dalam hal ini Pulau Jawa, dan wilayah Timur Indonesia, dalam hal ini Pulau Kalimantan dan Pulau Nusa Tenggara. Untuk mengetahui kondisi tersebut, maka perlu diidentifikasi dan dianalisis pola pergerakan (asal-tujuan) komoditi utama berbasis pangan antar wilayah melalui jalur laut di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis berbasis Matriks Asal Tujuan (MAT) dengan dukungan data lalu lintas barang pada 5 pelabuhan yang dikaji, yaitu: Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Banjarmasin, Pelabuhan Lembar, dan Pelabuhan Tenau. Hasil analisis data asal-tujuan komoditi utama dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan: (i) ketidakseimbangan muatan antar pelabuhan/wilayah; (ii) hubungan antara wilayah(pulau) ditinjau dari jenis komoditinya; dan (iii) kuatnya posisi Pelabuhan Tanjung Perak sebagai simpul distribusi komoditi antar wilayah di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Kata kunci: pola asal-tujuan, komoditi pangan utama, pelabuhan.
ABSTRACT The distribution of interislands commodity shows imbalancing of volume between western region of Indonesia, in this case is Java Island and eastern region of Indonesia, in this case are Kalimantan and Nusa Tenggara Islands. To determine this fact, it needs to be identified and analyzed the patterns of movement of primary food-based commodities amongst the regions through the sea in Java, Kalimantan, and Nusa Tenggara Islands. The analytical method used in this study is based on analysis of an Origin Destination (OD) with the support of the data of freight traffic at five ports, namely: Port of Tanjung Emas, Port of Tanjung Perak, Port of Banjarmasin, Port of Lembar, and Port of Tenau. The results of data analysis of origin-destination of primary commodities in the last ten years show: (i) imbalancing volume between ports/regions; (ii) the inter-region relationships in terms of the type of commodity; and (iii) the strong position of the Port of Tanjung Perak as a distribution node of commodities amongst the regions of Java, Kalimantan, and Nusa Tenggara Islands. Keywords: origin-destination pattern, major food commodities, sea-ports.
PENDAHULUAN Distribusi merupakan isu penting dari supply chain management (SCM), terutama terkait dengan perencanaan dan optimasi. Aktivitas distribusi melibatkan aspek manajemen gudang, transportasi, persediaan dan pengelolaan hubungan dengan konsumen. Tujuan utama dari distribusi adalah memastikan produk yang dihasilkan oleh produsen dapat diterima oleh konsumen secara tepat waktu, tepat kuantitas, tepat kualitas dan tepat tujuan (Dawande, et al, 2006). Distribusi dapat menjadi optimal jika jaringan pemasok, distributor, shipper dan forwarder melakukan proses kolaborasi (Ambrosino & Scutella, 2005). Tantangan yang dihadapi adalah
keterbatasan sumber daya dari masing-masing entitas rantai pasok dan kompleksitas bisnis. Hal tersebut membutuhkan suatu pendekatan sistem distribusi yang tangguh (robust) dengan mempertimbangkan aspek jumlah, lokasi, persediaan, dan kapasitas gudang (Amiri, 2006). Perencanaan jaringan distribusi secara robust (tangguh) dibutuhkan untuk memastikan suatu produk dapat dikirim secara optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan sumber daya (Tsiakisa & Papageorgiou, 2008 ; Browne & Gomez, 2011; Hammami, et al, 2009). Sistem distribusi barang dan jasa di suatu wilayah mempengaruhi perkembangan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Efisiensi distribusi menentukan biaya
Analisis Asal Tujuan Komoditi Utama Antar Wilayah Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur Yandra Rahadian Perdana dan Joewono Soemardjito | 1
produksi, tingkat harga dan daya saing suatu komoditi di pasar. Pertumbuhan berbagai sektor di suatu wilayah menimbulkan suatu pergerakan untuk pemenuhan kebutuhan. Transportasi menjadi media distribusi, baik jalan, rel, pelabuhan, maupun bandara. Pembangunan transportasi merupakan bagian penting dalam pembangunan nasional. Transportasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari tiga subsistem, yaitu sistem aktivitas, sistem pergerakan, dan sistem jaringan (Hesse & Rodrigue, 2004). Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi tersebut menjadi mudah dan efisien. Pengembangan sistem transportasi nasional yang terpadu dengan pembangunan wilayahnya diharapkan mampu menciptakan layanan transportasi secara efisien, handal, berkualitas, aman, dan harga terjangkau. Sektor transportasi menjadi bagian dari suatu sistem distribusi yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas termasuk meningkatkan jaringan transportasi domestik maupun regional yang memadai. Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan, dimana transportasi laut mempunyai peran vital dalam pembangunan nasional. Selain itu, transportasi laut merupakan yang paling efektif untuk angkutan barang jarak jauh dan berjumlah besar. Pelabuhan menjadi simpul jaringan transportasi laut yang memungkinkan perpindahan muatan barang dan penumpang, kapal-kapal dapat berlabuh dan bersandar untuk kemudian melakukan bongkar muat dan meneruskan pelayaran ke daerah lain. Sistem logistik memiliki peran penting dalam pergerakan aliran barang di dalam negeri, dimana peranan penting tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, tetapi juga sebagai wahana untuk mengantarkan hasil produksi pertanian, pertambangan, dan industri agar dapat digunakan serta dipasarkan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Distribusi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas logistik di pelabuhan. Tongzon, et al, (2009) menyatakan pelabuhan mempunyai peranan yang sangat penting dalam distribusi komoditi di suatu negara. Hal ini dikarenakan pelabuhan merupakan titik transhipment utama dalam proses ekspor dan impor. Peran dari pelabuhan adalah tempat pertukaran barang yang akan dikirim ke tujuan secara tepat waktu, kualitas dan kuantitas. Terdapat banyak jenis komoditi yang dibongkar dan dimuat di pelabuhan dengan tujuan tertentu. Komoditi tersebut harus didistribusikan ke berbagai wilayah yang membutuhkan. Dalam konteks wilayah nasional Indonesia, distribusi komoditi terbagi menjadi dua wilayah, yaitu distribusi ke Kawasan Indonesia Barat dan Kawasan Indonesia Timur. PT. Pelabuhan Indonesia (PELINDO) III sebagai salah satu operator pelabuhan di Indonesia, memiliki 17
cabang pelabuhan yang keberadaannya tersebar di dua wilayah tersebut, yang dikelola di 7 (tujuh) provinsi, bertanggung jawab dalam aktivitas bongkar muat komoditi di Pelabuhan yang berasal dari berbagai pelabuhan di Indonesia. Dari 17 cabang pelabuhan yang dikelola oleh PT. PELINDO III, terdapat beberapa pelabuhan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap kegiatan bongkar muat barang, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Tanjung Emas, dan Pelabuhan Banjarmasin. Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pelabuhan terbesar di wilayah Indonesia Timur berperan sebagai pintu gerbang perdagangan KTI dengan hinterland di wilayah Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi, Bali, NTB, NTT, Maluku dan Papua. Pelabuhan Tanjung Perak berada di ujung utara Kota Surabaya yang juga memiliki potensi hinterland dari kawasan andalan darat dari sistem perwilayahan sekitar, kawasan industri sekitar Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur. Pelabuhan Tanjung Perak yang digunakan sebagai tempat pembongkaran barang dari 2 (dua) jalur yaitu jalur dalam negeri dan luar negeri. Pelabuhan Tanjung Emas dalam RTRWP Jawa Tengah tahun 2009-2029 merupakan salah satu kawasan strategis Provinsi Jawa Tengah yang terletak di Kota Semarang dalam sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dalam konteks kondisi demografi memiliki potensi hinterland yang cukup handal antara lain lahan yang luas, sarana dan prasarana yang memadai serta adanya dukungan kantong-kantong produksi. Pelabuhan Tanjung Emas Semarang merupakan Pelabuhan yang berada di wilayah Utara Provinsi Jawa Tengah. Potensi hinterland Pelabuhan Tanjung Emas yaitu dari sistem perwilayahan sekitar meliputi KendalDemak-Semarang-Ungaran-Purwodadi atau sekitar yang dikenal dengan sebutan Kedungsepur. Kawasan Pelabuhan Tanjung Emas termasuk pula dalam wilayah kawasan perkotaan Kedungsepur tersebut. Kawasan ini merupakan suatu sistem terkait yang dapat saling meningkatkan perekonomian kawasan tersebut secara khusus dan perekonomian Provinsi Jawa Tengah secara umum. Sementara itu, hinterland Pelabuhan Banjarmasin meliputi Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian selatan dan Kalimantan Tengah bagian selatan. Adapun penghasilan utama dari daerah hinterland ini adalah hasil bumi berupa hasil hutan dan hasil pertambangan. Potensi lahan hutan produktif di Pulau Kalimantan memiliki hasil hutan diantaranya yang terutama adalah kayu, karet, rotan, getah jelutung, kulit gembor, biji tengkawang, dan lain sebagainya. Selain itu, untuk mewakili daerah timur maka Pelabuhan Kupang dan Lembar juga
2 | Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda | Volume 14/No. 01/Maret/2016 | 1 - 10
memberikan peranan dalam perencanaan pengembangan yang akan dilakukan oleh PT. PELINDO III. Hubungan antarwilayah tersebut di atas dapat terlihat dari pola pergerakan komoditas yang terjadi selama ini. Dan kondisi tersebut dapat menjadi representasi hubungan antarwilayah dalam konteks supply-demand, dimana satu daerah menjadi pemasok komoditi bagi wilayah yang lain yang membutuhkannya. Hasil riset PT. PELINDO III (2015), mengindikasikan adanya disparitas permintaan maupun pasokan komoditas antara Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. PT. PELINDO III memandang penting untuk mengetahui pola pergerakan komoditi berdasar asal dan tujuannya. Data dan informasi tersebut akan membantu dalam optimasi distribusi dengan pendekatan supply dan demand. Mengingat bahwa kondisi ekonomi wilayah dengan beragam karakteristik yang dimilikinya, antara wilayah Barat dan Timur Indonesia, sangat berpengaruh terhadap aktivitas supply dan demand komoditi di wilayah tersebut. Hasil riset GIZ (2014) menunjukkan perbedaan faktor muatan antara wilayah timur (Nusa Tenggara) dan barat Indonesia (Kalimantan) yang cukup signifikan. Oleh karena itu, dengan mengetahui pola pergerakan asal tujuan komoditi melalui jalur laut pada 5 (lima) lokasi pelabuhan besar, yaitu: Pelabuhan Cabang Tanjung Perak, Tanjung Emas, Banjarmasin, Kupang, dan Lembar dengan fokus pada komoditi berbasis pangan, maka dapat diidentifikasi jalur pergerakan, jenis komoditi, dan besaran volumenya. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asal-Tujuan Komoditi Pangan di Indonesia Sheu, (2006) menyatakan perlunya manajemen distribusi arus komoditi yang masuk (inbound) dan keluar (outbound) untuk menciptakan sistem rantai pasok yang optimal dengan mempertimbangkan berbagai kriteria yang berpengaruh. Kriteria tersebut antara lain biaya, waktu, lokasi dan kapasitas (Ho & Emrouznejad, 2009; Ho, et al, 2010). Berbagai kriteria tersebut dapat dikelola dengan baik jika diketahui pola distribusi komoditinya. Pola distribusi komoditi adalah pola pergerakan komoditi dari tempat asal (origin) menuju tempat tujuan (destination). Tempat asal didefinisikan sebagai simpul pelabuhan asal komoditi tersebut diangkut atau lokasi penghasil komoditi, sedangkan tempat tujuan didefinisikan sebagai simpul pelabuhan tujuan pengiriman komoditi atau lokasi akhir pengiriman komoditi berbasis wilayah kabupaten/ kota, umumnya berupa kawasan industri atau
simpul distribusi akhir (pergudangan). Lokasi penghasil (produsen) dan pengguna (konsumen) ini dalam studi ini didefinisikan sebagai wilayah hinterland, yaitu daerah-daerah berbasis kabupaten/kota sebagai produsen atau konsumen komoditi. Suatu kegiatan produksi dan konsumsi dapat terjadi di satu wilayah. Oleh karena itu, pelabuhan dapat merangkap sebagai simpul asal maupun simpul tujuan suatu komoditi. Demikian pula dengan lokasi/wilayah hinterland, dimana suatu daerah dapat berperan sebagai produsen maupun konsumen. Daerah-daerah hinterland tersebut, dalam konteks supply-demand berperan penting terhadap posisi pelabuhan sebagai simpul keluar masuk komoditi yang dihasilkan atau dikonsumsi oleh daerah tersebut. Aktivitas pergerakan barang tersebut tentu melibatkan aspek lokasi, jenis moda transportasi, dan rute distribusinya (Eskigun, et al, 2005; Ahmadi-Javid dan Hoseinpour, 2015). B. Peran Pelabuhan sebagai Simpul Distribusi Komoditi Peran pelabuhan sebagaimana diatur pada Pasal 4 PP No. 61 Tahun 2009 adalah sebagai (1) Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya; (2) Pintu gerbang kegiatan perekonomian; (3) Tempat kegiatan alih moda transportasi; (4) Penunjang kegiatan industri dan/ atau perdagangan; (5) Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan (6) Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara. Franc, (2010) menyatakan bahwa kunci dari kemajuan suatu pelabuhan adalah kemampuan untuk mengintegrasikan pelabuhan dengan daerah hinterland. Peraturan tersebut secara jelas menyatakan peran penting dari pelabuhan, yaitu sebagai pintu gerbang dan penunjang kegiatan ekonomi. Namun peran tersebut dapat berjalan dengan optimal jika pelabuhan mempunyai kinerja yang baik. Indikator kinerja pelabuhan merupakan pengukuran atas berbagai aspek operasional pelabuhan. Kompleksitas kinerja pelabuhan ini dipengaruhi oleh berbagai segmen layanan yang disediakan oleh suatu pelabuhan, yaitu layanan untuk kapal, kargo maupun transportasi darat. Suatu pelabuhan dimungkinkan dapat menyediakan layanan yang sangat memuaskan bagi operator kapal, tetapi pada saat bersamaan kualitas layanan bagi kepentingan kargo atau operator transportasi darat dinilai tidak memadai. Dengan demikian, kinerja pelabuhan yang baik tidak hanya terbatas pada satu segmen pengguna saja, tetapi juga semua jenis layanan yang
Analisis Asal Tujuan Komoditi Utama Antar Wilayah Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur Yandra Rahadian Perdana dan Joewono Soemardjito | 3
disediakan oleh pelabuhan. C. Hubungan Antar Wilayah dalam Konteks Supply-Demand Komoditi Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi masing-masing daerah antar pulau menyebabkan terjadinya pola arus barang yang berbeda pada setiap daerah. Jiang, et al, (2015) menyatakan bahwa konektivitas antar pelabuhan sangat penting dalam menciptakan distribusi barang yang efektif dan efisien. Konektivitas tersebut harus mempertimbangkan aspek proses bongkar muat dan kapasitas pelabuhan. Hal ini untuk mengurangi terjadinya bottleneck. Reggiani, et al, (2015) menegaskan bahwa suatu wilayah yang tidak terhubung dengan sarana dan prasarana transportasi cenderung mengalami disparitas harga dengan wilayah lain. Rodrigue (2013), menyatakan bahwa interaksi atau hubungan antar wilayah (spatial interaction) merupakan wujud pergerakan asal-tujuan manusia, barang dan/atau informasi. Hal ini dapat digunakan untuk menggambarkan pola suppydemand transportasinya dalam konteks geografi wilayah. Terdapat tiga kondisi terjadinya interaksi antar wilayah, yaitu: (i) complimentary (hubungan saling melengkapi); (ii) intervening opportunity (peluang untuk intervensi); dan (iii) transferability (kemudahan untuk berpindah/bergerak). Dalam konteks supply-demand komoditi antar wilayah, ketiga kondisi tersebut dapat terjadi sebagai bentuk kombinasi atau salah satu kondisi di antara tiga kondisi tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi lokasi studi berbasis data runtun waktu untuk arus barang (bongkar-muat) di 5 Pelabuhan yang bersumber dari PT. Pelindo III. Tujuannya adalah 2
1
untuk menentukan 5 jenis komoditi unggulan yang dibongkar/dimuat di pelabuhan bersangkutan berdasarkan volume terbesar. Langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi di lapangan (masingmasing lokasi studi) dengan melakukan survei bangkitan dan distribusi, dengan tujuan untuk mendapatkan data jenis dan volume 5 komoditi terpilih yang dimuat dan dibongkar di pelabuhan bersangkutan. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi pola distribusi barang dari masing-masing 5 komoditi terpilih (unggulan) yang berlaku secara umum pada masingmasing wilayah pelabuhan. Pola distribusi barang yang dimaksud akan memberikan gambaran informasi mengenai: (1) asal dan tujuan pergerakan komoditi terpilih berbasis port-to-port; dan (2) asal dan tujuan pergerakan komoditi terpilih berbasis lokasi hinterland to port atau sebaliknya. Pola distribusi barang berisikan informasi mengenai asal dan tujuan pergerakan komoditi berbasis wilayah hinterland ke pelabuhan sebagai titik lokasi asal dan tujuan akhir komoditi. Data wilayah hinterland akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan daerah (provinsi/kabupaten) sebagai lokasi supply (pemasok/industri) atau lokasi demand (konsumen). Metode yang digunakan untuk merepresentasikan pergerakan asal-tujuan barang adalah metode Matriks Asal Tujuan (MAT) yang lazim digunakan dalam pemodelan transportasi. Metode ini menggunakan asumsi 5 lokasi pelabuhan yang dianalisis dalam riset ini, yaitu: Pelabuhan Tanjung Emas di Provinsi Jawa Tengah, Pelabuhan Tanjung Perak di Provinsi Jawa Timur, Pelabuhan Banjarmasin di Provinsi Kalimantan Selatan, Pelabuhan Lembar di Propinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pelabuhan Tenau di Propinsi Nusa Tenggara Timur, sebagai node atau simpul pergerakan barang (komoditi pangan) antar wilayah. Secara diagramatis, pola pergerakan komoditi pangan antar wilayah melalui jalur laut yang terdistribusi antarpelabuhan, disajikan pada Gambar 1.
3
5
4 Gambar 1. Diagram Pergerakan Barang Antar Node (Pelabuhan).
4 | Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda | Volume 14/No. 01/Maret/2016 | 1 - 10
Tabel 1. Matrik Asal Tujuan TUJUAN (j) Pelabuhan
1
2
3
N
Oi
1 ASAL (i)
2 3 N Dj Sumber: Tamin, 2000
a.
b.
c.
Penjelasan diagram pada Gambar 1 adalah: 1,2,3,4, dan 5 adalah node berupa pelabuhan di lima cabang Pelabuhan PT. Pelindo III, yang berfungsi sebagai simpul pergerakan barang (komoditi pangan) antar wilayah; garis panah merepresentasikan pergerakan antar pelabuhan, yang didalamnya memuat informasi berupa besaran volume muatan dan jenis komoditinya; setiap node (pelabuhan) akan memiliki informasi berupa total volume muatan yang dimuat dan dibongkar di pelabuhan tersebut. Bentuk MAT akan disajikan seperti tabel 1. Baris menyatakan node (pelabuhan) asal dan kolom menyatakan node (pelabuhan)tujuan, sehingga setiap sel matriks menyatakan besarnya pergerakan dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan. Notasi Oi menyatakan volume muatan yang berasal dari pelabuhan asal i, sedangkan Dj menyatakan jumlah pergerakan yang menuju ke pelabuhan tujuan j. Sel pada diagonal menunjukkan pergerakan intra pelabuhan. Notasi T menyatakan total matriks, sedangkan N adalah jumlah pelabuhan. Notasi T ij menyatakan besarnya arus (volume) pergerakan barang/ komoditi yang bergerak dari pelabuhan asal i ke pelabuhan tujuan j selama periode waktu tertentu (Tamin, 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola pergerakan komoditi pangan digambarkan dalam bentuk arus barang yang bergerak dari pelabuhan. A. Pergerakan Komoditi Pangan Antar Wilayah Selama kurun waktu 2005 hingga 2014, volume rata-rata tahunan muatan komoditi pangan utama yang tercatat di 5 pelabuhan yang dianalisis, yaitu: beras, gandum, soya, minyak sawit, disajikan pada Tabel 2. Secara total, volume muatan komoditi pangan yang dimuat dan dibongkar di 5 pelabuhan tersebut sebanyak 66.138 ton/tahun, terdiri atas:
(i) beras sebanyak 48.408 ton/tahun; (ii) minyak sawit sebanyak 9.728 ton/tahun; (iii) gandum sebanyak 4.800 ton/tahun; dan (iv) soyabean sebanyak 3.202 ton/tahun. Dari keempat jenis komoditi pangan tersebut, beras merupakan komoditi yang paling dominan ditinjau dari volume muatannya. B. Matrik Asal Tujuan Komoditi Pangan Berdasarkan data pergerakan komoditi pangan antar wilayah yang melalui 5 pelabuhan yang diamati, sebagaimana disajikan pada Tabel 2 dapat disusun matrik asal tujuan seperti disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis terhadap matrik asal-tujuan komoditi pangan antar wilayah Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara, yang diangkut melalui jalur laut di 5 pelabuhan yang di studi, dapat diperoleh indikasi sebagai berikut: 1. Pulau Jawa berkontribusi sebanyak 58.447 ton/ tahun untuk volume yang dimuat dari Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Emas atau sebesar 88,3% dari total muatan, sementara untuk volume yang dibongkar sebanyak 17.070 ton/tahun atau sebesar 25,8% dari total muatan; 2. Pulau Kalimantan berkontribusi sebanyak 3.351 ton/tahun untuk volume yang dimuat dari Pelabuhan Banjarmasin atau sebesar 5,1% dari total muatan, sementara untuk volume yang dibongkar sebanyak 11.210 ton/tahun atau sebesar 16,9% dari total muatan; 3. Pulau Nusa Tenggara berkontribusi sebanyak 4.340 ton/tahun untuk volume yang dimuat dari Pelabuhan Lembar dan Tenau atau sebesar 6,6% dari total muatan, sementara untuk volume yang dibongkar sebanyak 37.858 ton/tahun atau sebesar 57,2% dari total muatan. Secara diagramatis, pola pergerakan komoditi pangan utama antar wilayah melalui jalur laut, sebagaimana disajikan pada matrik asal-tujuan tersebut di atas, disajikan pada Gambar 2.
Analisis Asal Tujuan Komoditi Utama Antar Wilayah Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur Yandra Rahadian Perdana dan Joewono Soemardjito | 5
Tabel 2. Volume Pergerakan Komoditi Pangan Antar Wilayah (ton/tahun) Komoditi Beras Pelabuhan Pelabuhan Asal Tujuan Tg Perak Tg Emas Tg Perak Banjarmasin Tg Perak Lembar Tg Perak Tenau Tg Emas Tg Perak Tg Emas Banjarmasin Tg Emas Lembar Tg Emas Tenau Banjarmasin Tg Emas Banjarmasin Tg Perak Banjarmasin Lembar Banjarmasin Tenau Lembar Tg Emas Lembar Tg Perak Lembar Banjarmasin Lembar Tenau Tenau Tg Emas Tenau Tg Perak Tenau Banjarmasin Tenau Lembar Total
Volume (Ton) 500 11210 52 31567 965 0 0 600 0 0 0 0 0 781 0 1313 0 1420 0 0 48408
Minyak Sawit Pelabuhan Pelabuhan Asal Tujuan Tg Perak Tg Emas Tg Perak Banjarmasin Tg Perak Lembar Tg Perak Tenau Tg Emas Tg Perak Tg Emas Banjarmasin Tg Emas Lembar Tg Emas Tenau Banjarmasin Tg Emas Banjarmasin Tg Perak Banjarmasin Lembar Banjarmasin Tenau Lembar Tg Emas Lembar Tg Perak Lembar Banjarmasin Lembar Tenau Tenau Tg Emas Tenau Tg Perak Tenau Banjarmasin Tenau Lembar Total
Volume (Ton) 125 0 4326 0 1100 0 0 0 2912 439 0 0 127 699 0 0 0 0 0 0 9728
Gandum Pelabuhan Pelabuhan Asal Tujuan Tg Perak Tg Emas Tg Perak Banjarmasin Tg Perak Lembar Tg Perak Tenau Tg Emas Tg Perak Tg Emas Banjarmasin Tg Emas Lembar Tg Emas Tenau Banjarmasin Tg Emas Banjarmasin Tg Perak Banjarmasin Lembar Banjarmasin Tenau Lembar Tg Emas Lembar Tg Perak Lembar Banjarmasin Lembar Tenau Tenau Tg Emas Tenau Tg Perak Tenau Banjarmasin Tenau Lembar Total
Volume (Ton) 0 0 0 0 4800 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4800
Soyabean Pelabuhan Pelabuhan Asal Tujuan Tg Perak Tg Emas Tg Perak Banjarmasin Tg Perak Lembar Tg Perak Tenau Tg Emas Tg Perak Tg Emas Banjarmasin Tg Emas Lembar Tg Emas Tenau Banjarmasin Tg Emas Banjarmasin Tg Perak Banjarmasin Lembar Banjarmasin Tenau Lembar Tg Emas Lembar Tg Perak Lembar Banjarmasin Lembar Tenau Tenau Tg Emas Tenau Tg Perak Tenau Banjarmasin Tenau Lembar Total
Volume (Ton) 0 0 0 0 3202 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3202
6 | Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda | Volume 14/No. 01/Maret/2016 | 1 - 10
Tabel 3. Matrik Asal-Tujuan Komoditi Pangan Antar Wilayah (ton/tahun) Tujuan
Asal
Pelabuhan
Tg Perak
Tg Emas
Banjarmasin
Lembar
Tenau
Total
Tg Perak
-
625
11,210
4,378
31,567
47,780
Tg Emas
10,067
-
-
-
600
10,667
Banjarmasin
439
2,912
-
-
-
3,351
Lembar
1,480
127
-
-
1,313
2,920
Tenau
1,420
-
-
-
-
1,420
Total
13,406
3,664
11,210
4,378
33,480
66,138
Banjarmasin M= 3351 Ton B= 11210 Ton
TgEmas M= 10667 Ton B= 3664 Ton
TgPerak M= 47780 Ton B= 13406 Ton
Beras, Minyaksawit Beras, Minyaksawit, Soyabean, Gandum
Tenau M= 1420 Ton B= 33480 Ton Lembar M= 2920 Ton B= 4378 Ton Keterangan: M = Muat; B = Bongkar Volume barang: 0 - 1,000 ton 1,001 – 10,000 ton >10,000 ton
Total volume bongkar & muat 0 - 10,000 ton 10,001 – 50,000 ton >50,000 ton
Gambar 2. Diagram Pergerakan Komoditi Pangan Utama Antar Wilayah Melalui Jalur Laut.
Analisis Asal Tujuan Komoditi Utama Antar Wilayah Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur Yandra Rahadian Perdana dan Joewono Soemardjito | 7
1.
2.
3.
Berdasarkan Gambar 2 dapat diindikasikan beberapa hal berikut: Secara umum, terjadi ketidakseimbangan volume muatan antara yang dimuat dan dibongkar di seluruh pelabuhan tersebut; Total volume yang dimuat dari wilayah Jawa, melalui Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Emas, lebih banyak daripada yang dibongkar, sebaliknya untuk wilayah Kalimantan dan Nusa Tenggara, total volume yang dibongkar lebih banyak dibandingkan yang dimuat; Pelabuhan Tanjung Perak memiliki peran yang sangat penting/strategis sebagai simpul distribusi muatan ke wilayah tengah Indonesia (Kalimantan) dan timur Indonesia (Nusa Tenggara). Secara umum distribusi komoditi dilakukan menggunakan moda transportasi truk dan kapal. Truk digunakan untuk distribusi dalam pulau, sedangkan kapal untuk distribusi antar pulau. Proses kelancaran distribusi sangat tergantung pada ketersediaan infrastruktur di wilayah tersebut. Pulau Jawa memiliki ketersediaan infrastruktur yang jauh lebih siap dibandingkan wilayah lain. Proses distribusi barang di Pulau Jawa relatif tidak menghadapi hambatan yang signifikan dibandingkan di Pulau Kalimantan atau Pulau Nusa Tenggara. Selain ketersediaan infrastruktur transportasi, ketersediaan informasi muatan juga sangat dibutuhkan bagi pengguna. Hillbrand & Schoech, (2007) menyatakan bahwa penelusuran barang (tracking dan tracing) secara real time penting dalam proses distribusi sangat dibutuhkan bagi pengguna dan telah menjadi standar bagi industri transportasi saat ini. Informasi kedatangan barang berpengaruh terhadap perencanaan persediaan (inventory). Li, et al, (2009) menyatakan perlunya integrasi proses rantai pasok dari pemasok hingga distribusi untuk mendapatkan kinerja rantai pasok yang efektif dan efisien. Integrasi tersebut dapat dilakukan melalui proses perencanaan secara bersama antar pelaku bisnis dan penggunaan data secara kolektif. Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam distribusi komoditi adalah karakteristik dari komoditi yang dikirim. Bogataj, et al, (2005) menekankan perlunya penanganan khusus untuk produk yang rentan terhadap perubahan suhu atau mudah rusak (perisable) seperti ikan, buah-buahan, daging. Untuk produk tersebut memerlukan fasilitas dan teknologi yang mendukung sistem logistik rantai dingin (cool chain logistics).
Proses distribusi komoditi yang optimal diciptakan melalui integrasi berbagai proses dari hulu hingga hilir. Integrasi tersebut harus dapat memberikan nilai tambah dari masing-masing proses (Mills, et al, 2004). Hasil penelitian dari Wong, et al, (2015) memberikan bukti bahwa integrasi terbukti mampu meningkatkan kinerja logistik. Area yang dapat diintegrasikan antara lain adalah bagian finansial dan operasional. Aspek fleet management juga berpengaruh dalam menekan biaya transportasi (Shintani, et al, 2010). Tindak-lanjut dari hasil pemetaan distribusi komoditi adalah perlunya: (1) Perencanaan pengembangan kapasitas area penampungan barang di sisi pelabuhan; (2) Peningkatan efektifitas dan efisiensi operasional arus (keluarmasuk) barang dalam hal kesiapan sarana prasarana bongkar-muat barang, SDM, dan sistem informasi barang; (3) Perencanaan pengembangan kapasitas terminal petikemas; (4) Peningkatan efisiensi dalam proses bongkar-muat petikemas; dan (5) Optimalisasi peran pelabuhan pengumpul untuk konsolidasi/ distribusi muatan dari/ke pelabuhan pengumpan. KESIMPULAN Terdapat 4 komoditi pangan yang dianalisis dalam kurun waktu 2005 hingga 2014, yaitu beras, gandum, soya, minyak sawit. Pulau Jawa mempunyai konstribusi terbesar untuk volume muat sebesar 88,3% dari total muatan, sementara untuk volume yang dibongkar adalah sebesar 25,8% dari total muatan. Pulau Kalimantan berkontribusi sebesar 5,1% dari total muatan, sementara untuk volume yang dibongkar adalah 16,9% dari total muatan. Sedangkan Pulau Nusa Tenggara berkontribusi sebesar 6,6% dari total muatan, sementara untuk volume yang dibongkar adalah 57,2% dari total muatan. Pulau Jawa mendominasi aktivitas bongkar-muat. Terlihat perbedaan yang mencolok antara volume muat dengan bongkar antara Pulau Jawa dengan non Pulau Jawa. Hal ini sangat wajar mengingat pertumbuhan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan komoditi pangan di wilayah KTI seiring dengan perkembangan perekonomian di luar Pulau Jawa, maka diperkirakan akan terjadinya peningkatan volume komoditas pangan di wilayah tersebut. Dan tentunya hal tersebut akan membawa implikasi penting terhadap dukungan infrastruktur transportasi yang memadai, baik di sisi pelabuhan maupun sisi hinterland-nya.
8 | Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda | Volume 14/No. 01/Maret/2016 | 1 - 10
SARAN Penelitian ini masih terbatas dalam tahap pemetaan. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk optimasi distribusi dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek suppy demand, namun aspek lain dengan pendekatan analisis yang komprehensif, misalnya multi criteria analysis. UCAPAN TERIMA KASIH Tim penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada PT. PELINDO III (Persero) atas dukungan dan kesempatan yang diberikan untuk melakukan riset ini. Tim penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Antarmoda atas kesempatan yang diberikan sehingga tulisan ini dapat diterbitkan. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi-Javid, A., Hoseinpour, P. 2015. Incorporating location, inventory and price decisions into a supply chain distribution network design problem. Computers & Operations Research, 56 : 110–119. Ambrosino, D., Scutella, M, G. 2005. Distribution network design: New problems and related models. European Journal of Operational Research, 165 (3) : 610–624. Amiri, A. 2006. Designing a distribution network in a supply chain system: Formulation and efficient solution procedure. European Journal of Operational Research, 171(2) : 567–576. Bogataj, M., Bogataj, L., Vodopivec, R. 2005. Stability of perishable goods in cold logistic chains. International Journal of Production Economics, 93–94 : 345–356. Browne, M., Gomez, M. 2011. The impact on urban distribution operations of upstream supply chain constraints. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, 41(9): 896912. Dawande, M., Geismar, H, N., Hall, N, G., Sriskandarajah, C. 2006. Supply Chain Scheduling: Distribution Systems. Production and Operations Management, 15(2) : 243-261. Eskigun, E., Uzsoy, R., Preckel, P, V., Beaujon, G., Krishnan, S., Tew, J, D. 2005. Outbound supply chain network design with mode selection, lead times and capacitated vehicle distribution centers. European Journal of Operational Research, 165(1) : 182– 206. Franc, P., Horst, M, V, D. 2010. Understanding hinterland service integration by shipping lines and terminal operators: a theoretical and empirical analysis. Journal of Transport Geography, 18 : 557–566. GIZ. 2014. Study on Sea Transportation in NTT and Sumbawa as bottlenecks for Value Chain Development. Final Report.
Hammami, R., Frein, Y., Hadj-Alouane, A, B. 2009. A strategic-tactical model for the supply chain design in the delocalization context: Mathematical formulation and a case study. International Journal of Production Economics, 122 (1) :351–365. Hesse, M., Rodrigue, J, P. 2004. The transport geography of logistics and freight distribution. Journal of Transport Geography, 12 : 171–184. Hillbrand, C., Schoech, R. 2007. Shipment Localization Kit: An Automated Approach for Tracking and Tracing General Cargo. Sixth International Conference on the Management of Mobile Business. Ho, W., Emrouznejad, A. 2009. Multi-criteria logistics distribution network design using SAS/OR. Expert Systems with Applications, 36 (3) Part 2 : 7288– 7298. Ho, W., Lee, C, K, M., Ho, G, T, S. 2010. Multiple criteria optimization of contemporary logistics distribution network problems. OR Insight, 23 (1) :27–43. Jiang, J., Lee, L, H., Chew, E, K., Gan, C, C. 2015. Port connectivity study: An analysis framework from a global container liner shipping network perspective. Transportation Research Part E, 73:47–64. Li, H., Hendry, L., Teunter, R. 2009. A strategic capacity allocation model for a complex supply chain: Formulation and solution approach comparison. International Journal of Production Economics, 121(2) : 505–518. Mills, J., Schmitz, J., Frizelle, G. 2004. A strategic review of “supply networks”. International Journal of Operations & Production Management, 24 (10) : 1012-1036. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. PT. Pelabuhan Indonesia (PELINDO) III. 2015. Studi Trafik Barang Berdasarkan Daerah Asal dan Tujuan (Origin-Destination) dan Jenis Komoditi untuk Pelabuhan Cabang Tanjung Perak, Tanjung Emas, Banjarmasin, Kupang, dan Lembar. Laporan Akhir Reggiani, A., Nijkamp, P., Lanzi, D. 2015. Transport resilience and vulnerability: The role of connectivity. Transportation Research Part A, 81:1-92. Rodrigue, Jean-Paul. 2013. Spatial Interactions and the Gravity Model. 3rd Ed. Routledge. New York. Shintani, K., Konings, R., Imai, A. 2010. The impact of foldable containers on container fleet management costs in hinterland transport. Transportation Research Part E, 46: 750–763 Sheu, J, B. 2006. A novel dynamic resource allocation model for demand-responsive city logistics distribution operations. Transportation Research Part E: Logistics and Transportation Review, 42 (6) ; 445–472. Tamin, O, Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Tongzon, J., Chang, Y., Lee, S. 2009. How supply chain oriented is the port sector?. International Journal of Production Economics, 122 (1) : 21–34.
Analisis Asal Tujuan Komoditi Utama Antar Wilayah Pulau Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur Yandra Rahadian Perdana dan Joewono Soemardjito | 9
Tsiakisa, P., Papageorgiou, L, G. 2008. Optimal production allocation and distribution supply chain networks. International Journal of Production Economics, 111 (2) : 468–483
Wong, C, W, Y., Lai, K., Bernroider, E, W, N. 2015. The performance of contingencies of supply chain information integration: The roles of product and market complexity. International Journal of Production Economics, 165:1–11
10 | Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda | Volume 14/No. 01/Maret/2016 | 1 - 10