Analisa Transient Stability dan Pelepasan Beban Pengembangan Sistem Integrasi 33 KV di PT. Pertamina RU IV Cilacap Aryo Nugroho, Prof. Dr.Ir. Adi Soeprijanto, MT., Dedet Candra Riawan, ST, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Abstrak : PT. Pertamina RU IV Cilacap merupakan salah satu unit pengolahan kilang minyak yang ada di PT Pertamina. PT. Pertamina RU IV Cilacap mengoperasikan Pembangkit listrik dengan kapasitas 4 x 8 MW dan 4 x 20 MW. Akibat dari penambahan beban pada PT. Pertamina RU IV Cilacap mengakibatkan adanya penambahan pembangkit baru dengan kapasitas 3 x 15 MW pada sistem kelistrikan di lingkungan PT. Pertamina RU IV Cilacap, Maka dari itu diperlukan pemodelan sistem yang dapat digunakan untuk menganalisa kinerja secara keseluruhan akibat adanya perubahan konfigurasi maupun pengembangan jaringan. Pada tugas akhir ini analisa yang dilakukan yaitu membandingkan penambahan pabrik baru dengan menggunakan sistem kelistrikan lama atau dengan menggunakan sistem kelistrikan baru dan difokuskan pada analisa kestabilan transien dan pelepasan beban akibat lepas generator, motor starting, dan hubung singkat. Dari hasil analisis dapat disimpulkan penggunaan three winding transformer dapat membuat sistem lebih stabil. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa lepasnya generator menyebabkan penurunan pada frekuensi sistem sehingga dibutuhkan skema pelepasan beban untuk menaikkan frekuensi hingga ke batas normal yaitu 49 Hz. Sedangkan saat starting motor dengan kapasitas terbesar sistem masih dapat beroperasi secara normal. Gangguan hubung singkat yang terjadi dapat menyebabkan tegangan bus disekitar gangguan turun sampai 86,53 % sehingga perlu dilakukan pelepasan CB pada sumber gangguan.
perubahan konfigurasi maupun pengembangan jaringan. Pada tugas akhir ini analisa yang dilakukan difokuskan pada analisa kestabilan transien, pelepasan beban lepas generator, motor starting, dan hubung singkat.
Kata Kunci : Kestabilan transien, pelepasan beban
II. SISTEM KELISTRIKKAN SISTEM KELISTRIKAN PT PERTAMINA RU IV CILACAP
I. PENDAHULUAN PT. Pertamina RU IV Cilacap merupakan salah satu unit pengolahan kilang minyak yang ada di PT Pertamina. PT. Pertamina RU IV Cilacap mengoperasikan Pembangkit listrik dengan kapasitas 4 x 8 MW dan 4 x 20 MW. Akibat dari penambahan beban pada PT. Pertamina RU IV Cilacap mengakibatkan adanya penambahan pembangkit baru dengan kapasitas 3 x 15 MW di lingkungan PT. Pertamina RU IV Cilacap, dengan daya total 157 MW. Maka dari itu diperlukan pemodelan sistem yang dapat digunakan untuk menganalisa kinerja secara keseluruhan akibat adanya Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Suatu sistem tenaga listrik dikatakan sebagai sistem yang baik jika memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: Keandalan, Kualitas, dan kestabilan. Dalam sistem tenaga listrik yang baik maka ketiga syarat tersebut harus dipenuhi yaitu sistem harus mampu memberi pasokan listrik secara terus menerus dengan standar besaran untuk tegangan dan frekuensi sesuai dengan aturan yang berlaku dan harus segera kembali normal bila sistem terkena gangguan. Untuk jaringan yang sangat komplek dimana beberapa pembangkit saling terkoneksi satu sama lain maka keluaran daya elektris berupa besaran seperti tegangan dan frekuensi haruslah diperhatikan agar tidak ada pembangkit yang kelebihan beban dan pembangkit yang lain bebannya kecil Dengan daya pembangkitan total sebesar 157 MW dan konsumsi daya sebesar 90 MW, mengingat adanya perubahan besar terutama akibat adanya penambahan unit baru berupa pembangkit dan beban pada sistem kelistrikan di lingkungan PT Pertamina RU IV Cilacap , diperlukan pemodelan sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja secara keseluruhan akibat adanya perubahan konfigurasi maupun pengembangan jaringan
PT. Pertamina Refinery Unit (Unit Pengolahan) IV Cilacap memiliki sebuah sistem yang cukup besar. Sistem kelistrikannya juga cukup kompleks. Sebelumnya Pertamina RU IV Cilacap memiliki 8 unit pembangkit. 4 unit pembangkit dengan kapasitas 20 MW dan 4 unit pembangkit sisanya dengan kapasitas 8 MW. Total substation di PT. Pertamina RU IV CilacapCilacap berjumlah 32 substation. Dimana masing-masing substation mempunyai beban statis dan motor. Sistem kelistrikan di PT. Pertamina RU IV Cilacap dibagi menjadi 3 utility. Yaitu utility I, II, dan IIa. Halaman 1 dari 6
Akibat dari penambahan beban pada sistem kelistrikan di IV PT. Pertamina Refinery Unit (Unit Pengolahan) Cilacap sehingga mengakibatkan perlunya penambahan pembangkit dan pabrik baru. Dari penambahan pembangkit dan pabrik baru juga mengakibatkan berubahnya sistem kelistrikan sehingga perlu menambahkan sistem bus 33 kV. Selain itu 3 daerah utlility berkembang menjadi 4 daerah utility. Yaitu utility III sebagai tambahan.
“OFF” dengan menggunakan studi-studi kasus sebagai berikut: Kasus 1 2
3
Gambar 1 Sistem kelistrikan lama 4 5
Keterangan
TS 1
Pembangkitan Minimum, Generator 51G1 (8 MW) Trip
TS 2
Pembangkitan Minimum, Generator 051G103 (20 MW) Trip
TS 3
Pembangkitan Minimum, Generator 051G103 (8 MW) dan 152G501A (15 MW) Trip
TS 3a
Pembangkitan Minimum, Generator 051G103 (8 MW) dan 152G501A (15 MW) Trip / Load Shedding 1
TS 3b
Pembangkitan Minimum, Generator 051G103 (8 MW) dan 152G501A (15 MW) Trip / Load Shedding 2
MS
Starting Motor 014K102AM Saat Pembangkitan Minimum
SC
Gangguan Hubung Singkat di Bus 3.45 kV Saat Pembangkitan Minimum
4.2 Simulasi Stabilitas Transien Berikut akan dijelaskan mengenai hasil dari simulasi serta analisis telah dilakukan. Untuk studi kasus menggunakan konfigurasi sistem kelistrikan baru.
Gambar 2 Sistem kelistrikan baru
III. LOAD SHEDDING Skema pelepasan beban di PT Pertamina RU IV Cilacap berdasarkan skema tiga langkah (tahap). Tahap pertama pada frekuensi 49 Hz, tahap kedua pada frekuensi 48,5 Hz dan tahap ketiga pada frekuensi 47,5 Hz. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1 Skema Pelepasan beban eksisting di PT Pertamina RU IV Cilacap
Tahap
Frekuensi (Hz)
Total Daya (MW)
1
49
2,4
2
48,5
14,08
3
47,5
5,8
4.2.1 Studi Kasus TS1: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator 51G1 (8 MW) Trip (t = 3 detik) Pada saat sedang dalam pola operasi pembangkitan minimum, Generator 51G1 trip. Generator 51G1 menyuplai daya sebesar 7,2 MW.
IV. SIMULASI DAN ANALISA 4.1 Studi Kasus Simulasi Stabilitas Transien Pada simulasi ini dilakukan perbandingan antara konfigurasi sistem kelistrikan lama ditambah dengan pabrik dan pembangkit baru dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru dengan menggunakan pola operasi pembangkitan minimum (Generator 51G2 dan 051G102 Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar 3 Respon frekuensi TS1
Dari gambar di atas, dapat ditunjukkan bahwa terjadi gangguan pada detik ke 3 dengan total simulasi 50 Halaman 2 dari 6
detik ditunjukkan respon frekuensi sistem turun setelah detik ke 3 sehingga turun mencapai 99,36 % atau 49,68 Hz pada detik 7,005 s. Penurunan ini dikarenakan hilangnya suplai daya sebesar 7,2 MW dan jumlah beban yang tetap. Kemudian frekuensi perlahan-lahan berangsur pulih dan kembali dalam kondisi steady state 99,53 % atau 49.69 Hz. Dapat disimpulkan bahwa sistem masih aman karena frekuensi sistem setelah gangguan masih dalam batas normal tanpa perlu adanya shedding yaitu diatas 99% atau 49 Hz dan tegangan sistem juga masih aman karena masih dalam batas normal standar RU IV Pertamina Cilacap yaitu –10%. 4.2.2 Studi Kasus TS2: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator 051G103 (20 MW) Trip (t = 3 detik) Pada saat sedang dalam pola operasi pembangkitan minimum, Generator 51G1 trip. Generator 051G103 menyuplai daya sebesar 17,4 MW.
Gambar 5 Respon frekuensi TS3
Dari gambar di atas, dapat ditunjukkan bahwa terjadi gangguan pada detik ke 3 dengan total simulasi 30 detik ditunjukkan respon frekuensi sistem turun setelah detik ke 3 sehingga turun mencapai 89,18% atau 44,09 Hz pada t = 30 s. Frekuensi sistem dipastikan akan turun secara terus menerus. Sehingga menyebabkan sistem akan terganggu atas penurunan frekuensi tersebut. 4.2.3.a Studi Kasus TS3a: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator 051G103 (8 MW) dan 152G501A (15 MW) Trip (t = 3 detik)/ Load Shedding 1
Gambar 4 Respon frekuensi TS2
Dari gambar di atas, dapat ditunjukkan bahwa terjadi gangguan pada detik ke 3 dengan total simulasi 50 detik ditunjukkan respon frekuensi sistem turun setelah detik ke 3 sehingga turun mencapai 98,62 % atau 49,31 Hz pada detik 5,9s. Penurunan ini dikarenakan hilangnya suplai daya sebesar 17,4 MW dan jumlah beban yang tetap. Kemudian frekuensi perlahan-lahan berangsur pulih dan kembali dalam kondisi steady state 98,68 % atau 49,34 Hz. Dapat disimpulkan bahwa sistem masih aman karena frekuensi sistem setelah gangguan masih dalam batas normal tanpa perlu adanya shedding yaitu diatas 99% atau 49 Hz dan tegangan sistem juga masih aman karena masih dalam batas normal standar RU IV Pertamina Cilacap yaitu –10%. 4.2.3 Studi Kasus TS3: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator 051G103 (8 MW) dan 152G501A (15 MW) Trip (t = 3 detik) Pada saat sedang dalam pola operasi pembangkitan minimum, Generator 051G103 dan 152G501A trip. Generator 051G103 menyuplai daya sebesar 17,4 MW dan Generator 152G501A menyuplai daya sebesar 6,1 MW Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Pada kasus ini frekuensi mencapai 97,97 % atau 48,98 Hz pada saat t = 4,405 s. Berdasarkan standar ANSI/IEEE C37.106-1987, pelepasan beban tahap pertama dilakukan UFR (Under Frequency Relay) dengan delay t = 0,1 s. Sehingga dilakukan pelepasan beban tahap pertama pada saat t1 = 4,505 s. Sesuai dengan standar UFR PT. Pertamina RU IV Cilacap yaitu dilakukan pelepasan beban tahap 1 saat frekuensi sistem mencapai 49 Hz.
Gambar 6 Respon frekuensi TS3a
Dari gambar di atas dapat ditunjukkan bahwa terjadi gangguan pada detik ke 3 dengan total simulasi 30 detik ditunjukkan respon frekuensi sistem turun setelah detik ke 3 sehingga turun mencapai 85,26% atau 42,63 Hz pada t = 50 s. Frekuensi sistem dipastikan akan turun secara terus menerus. Sehingga menyebabkan sistem akan terganggu atas penurunan frekuensi tersebut. 4.2.3.b Studi Kasus TS3b: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator Halaman 3 dari 6
051G103 (8 MW) dan 152G501A (15 MW) Trip (t = 3 detik)/ Load Shedding 1 dan 2 Pada kasus ini frekuensi mencapai 96,9 % atau 48,45 Hz. Sehingga dilakukan pelepasan beban tahap dua pada saat t2 = 6,31 s. Sesuai dengan standar UFR RU IV Pertamina Cilacap yaitu dilakukan pelepasan beban tahap dua saat frekuensi sistem mencapai 48,5 Hz. Total daya dari beban yang dilepas pada pelepasan beban tahap dua adalah 14,08 MW. Gambar 9 Respon tegangan MS
Gambar 7 Respon frekuensi TS3b
Dari gambar di atas, dapat ditunjukkan bahwa terjadi setelah dilakukan pelepasan beban tahap kedua, frekuensi sistem mengalami kenaikan dibandingkan dengan pada saat kondisi gangguan dan pelepasan beban pertama. Dengan adanya pelepasan beban kedua, frekuensi sistem dapat kembali aman dan mengalami kondisi steady state pada 99,14% atau 49,57 Hz. Sehingga dapat dikatakan bahwa kestabilan sistem pada studi kasus TS3 ini dapat terjaga setelah dilakukan pelepasan beban sebanyak dua tahap. 4.2.4 Studi Kasus MS: Starting Motor 014K102AM Saat Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”)
Pada gambar di atas ditunjukkan ketika starting motor 014K102BM frekuensi bus sistem sedikit menurun hingga mencapai 99,86 % atau 49,93 Hz pada t = 4,805 s dan kemudian mencapai keadaan steady state 99,92% atau 49,96 Hz. Sedangkan respon tegangan bus pada saat motor 014K102AM distart, bus 01EE1202A mengalami penurunan tegangan hingga 98,30 % atau 49,15 Hz kemudian mencapai keadaan steady state pada 98,66 % atau 49,33 Hz. 4.2.5 Studi Kasus SC: Gangguan Hubung Singkat di Bus 3.45 kV Saat Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”)
Gambar 10 Respon frekuensi SC
PT. Pertamina RU IV Cilacap mempunyai beban motor sebesar 78,051 MW. Pada simulasi ini akan dilakukan simulasi penyalaan motor dengan kapasitas terbesar yaitu motor 014K102AM di PT. Pertamina RU IV Cilacap pada saat sistem sedang beroperasi. Motor distart pada saat t = 1s. Sistem beroperasi pada pola operasi pembangkitan minimum. Gambar 11 Respon tegangan SC
Gambar 8 Respon frekuensi MS
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Pada Gambar 10 ditunjukkan respon frekuensi bus sistem setelah terjadi gangguan hubung singkat pada detik ke 3. Terjadi osilasi setelah gangguan dan kembali menuju normal. Osilasi yang terjadi masih pada batas aman. Pada Gambar 11 respon tegangan bus sistem setelah terjadi gaingguan terjadi kedip tegangan pada bus sistem. Contoh pada bus 01EE1103B terjadi kedip tegangan mencapai 83,11 % dalam 0,2 detik dan kemudian berosilasi sebelum keadaan steady state. Kedip Halaman 4 dari 6
tegangan ini masih dijinkan karena masih memenuhi standar voltage sag SEMI F47 4.3 Perbandingan Konfigurasi Sistem Kelistrikan Lama dengan Konfigurasi Sistem Kelistrikan Baru
4.3.2 Studi Kasus TS1: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator 051G103 (20 MW) Trip Perbandingan pada salah satu kabel sebagai berikut:
Akan dilakukan perbandingan antara konfigurasi sistem kelistrikan lama dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru. 4.3.1 Studi Kasus TS1: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator 51G1 (8 MW) Trip Akan dilakukan perbandingan antara konfigurasi sistem kelistrikan lama dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru dengan menggunakan studi kasus TS1. Hasil perbandingan sebagai berikut: Perbedaan aliran daya sebagai berikut: 16 MVA
Cable 606 0,65 MW
13,8 kV
51G1 G 8 MW
Cable 605 0,65 MW
51G3 G 8 MW
TRIP
13,8 kV 7,84 MW
16 MVA
13,8 kV 5,7 MW
13,8 kV
510G301 G 8 MW 13,8 kV
Cable 764 0,65 MW 51G201 G 20 MW
13,8 kV
2,78 MW
13,03 MW
16 MVA
Cable 720 13,8 kV 0,65 MW
Cable 832 3,11MW
051G101 G 20 MW 13,8 kV
9,9 MW
05G103 G 20 MW
13,8 kV 13,1 MW
Cable 833 3,12 MW
13,8 kV 11,2 MW
13,8 kV
152G501A 152G501B 152G501C G 15 MW G 15 MW G 15 MW 13,8 kV
13,8 kV
10,2 MW
6,8 MW
13,8 kV 6,8 MW
Gambar 15 Perbandingan pembebanan kabel 720 pada MS antara konfigurasi sistem kelistrikan lama dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru
4.3.3 Studi Kasus TS3: Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”), Generator 051G103 (20 MW) dan Generator 152G501A (15 MW)
13,8 kV 6,8 MW
Perbandingan pada salah satu kabel sebagai berikut:
Gambar 12 Aliran daya pada sistem kelistrikan lama 33 kV
Cable 849 0,41 MW
Cable 606 1.069 MW 13,8 kV
Cable 605 0,65 MW
Cable 764 0,65 MW
13,8 kV
51G1 G 8 MW
51G3 G 8 MW
Cable 835 0,835 MW
Cable 836 0,41 16 MVA
16 MVA
16 MVA
Cable 832 2,27 MW
Cable 720 1.069 MW
G
510G301 8 MW
51G201 G 20 MW
Cable 833 3.11 MW 13,8 kV
13,8 kV
051G101 G 20 MW
05G103 G 20 MW
G
152G501A 152G501B 152G501C 15 MW G 15 MW G 15 MW
TRIP 13,8 kV 7,84 MW
13,8 kV 5,7 MW
13,8 kV 2,78 MW
13,8 kV 13,03 MW
13,8 kV 9,9 MW
13,8 kV 13,1 MW
13,8 kV 11,2 MW
13,8 kV 10,2 MW
13,8 kV 6,8 MW
13,8 kV 6,8 MW
13,8 kV 6,8 MW
Gambar 13 Aliran daya pada sistem kelistrikan baru
Perbandingan pada salah satu kabel sebagai berikut:
Gambar 16 Perbandingan pembebanan kabel 720 pada TS3 antara konfigurasi sistem kelistrikan lama dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru
4.3.4 Studi Kasus MS: Starting Motor 014K102AM Saat Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”) Perbandingan pada salah satu kabel sebagai berikut:
Gambar 14 Perbandingan pembebanan kabel 606 pada TS1 antara konfigurasi sistem kelistrikan lama dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar 17 Perbandingan pembebanan kabel 720 pada MS
Halaman 5 dari 6
antara konfigurasi sistem kelistrikan lama dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru
4.3.5 Studi Kasus SC: Gangguan Hubung Singkat di Bus 3.45 kV Saat Pembangkitan Minimum (Generator 51G2 dan 051G102 “OFF”) Perbandingan pada salah satu kabel sebagai berikut:
Gambar 18 Perbandingan pembebanan kabel 720 pada SC antara konfigurasi sistem kelistrikan lama dengan konfigurasi sistem kelistrikan baru
V. PENUTUP Dari hasil simulasi dan analisis, maka dalam tugas akhir ini dapat di tarik kesimpulan yang penting sebagai berikut: 1. Pada saat terjadinya lepas generator 51G1 pada saat sistem sedang beroperasi dalam pola operasi pembangkitan minmum, sistem masih dalam kondisi stabil dan normal. 2. Pada saat terjadinya lepas generator 051G103 pada saat sistem sedang beroperasi dalam pola operasi pembangkitan minmum, sistem masih dalam kondisi stabil dan normal. 3. Pada saat terjadinya lepas generator 051G103 dan 152G501A pada saat sistem sedang beroperasi dalam pola operasi pembangkitan minmum, menyebabkan frekuensi sistem turun. Sehingga dibutuhkan 2 tahap pelepasan beban untuk mengembalikan kestabilan sistem. 4. Pada saat start motor terbesar sistem masih dapat bekerja dengan normal karena frekuensi dan tegangan bus sistem masih dalam keadaan aman 5. Pada saat hubung singkat terjadi di bus 3,45 kV, pada bus sistem terjadi kedip tegangan. Kedip tegangan ini masih dalam batasan normal, sehingga tidak menganggu kestabilan sistem. Respon frekuensi dan tegangan sistem masih dalam keadaan normal dan aman. 6. Penggunaan two winding transformer dibandingkan three winding transformer tidak terlalu berpengaruh terhadap respon frekuensi dan respon tegangan sistem. Tetapi lebih berpengaruh dari aliran daya yang melewati kabel-kabel. Pada three winding transformer daya yang mengalir, lebih cepat kembali ke keadaan stabil. Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
DAFTAR PUSTAKA [1]
Saadat, H., “Power System Analysis”, McGrawHill, Inc, 1999. [2] Kundur, P., “Power System Stability and Control”, McGraw-Hill, Inc, 1994. [3] Marsudi, Djiteng, “Operasi Sistem Tenaga Listrik”, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006 [4] Penangsang, Ontoseno.”Kestabilan Sistem Tenaga Listrik” Diktat Kuliah Analisis Sistem Tenaga Listrik 2, Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. [6] Stevenson, W.D., Jr, “Elements of Power System Analysis, 4th Edition”. McGraw-Hill, Inc, 1994. [7] Meier, A.v., “Electric Power System: A Conceptual Introduction”. John Wiley & Sons, Inc, Canada, 2006. [8] Bayliss, C., Hardy, B., “Transmision and Distribution Electrical Engineering”. Elsevier Ltd., India, 2007. [9] Wei-Jen Lee, “IEEE Recommended Practice for Industrial and Commerial Power System Analysis”. The Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc. Ch. 8, 1988. [10] Charles Concordia , Lester H. Fink & George Poullikkas, “ Load Shedding on an Isolated System “,Power System, IEEE Transaction, vol. 10, no,3, pp.1467-1472, 1995. [11] D. Prasetijo Stud. IEEE, W.R. Lachs SMIEEE & D. Sutanto SMIEEE. “A New Load Shedding Scheme For Limiting Underfrequency”, Power System, IEEE Transaction, vol. 9, no,3, pp.1371-1378, 1994. RIWAYAT HIDUP PENULIS Aryo Nugroho dilahirkan di So’e NTT, 5 Februari 1989. Penulis adalah putra dari pasangan Soekosantoso dan Yetty Nuryanti. Penulis memulai jenjang pendidikan di SDN Kampung Dalem I Tulungagung, SLTPN 1 Tulungagung, serta SMA Taruna Nusantara Magelang hingga lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan diterima di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya pada Jurusan Teknik Elektro, dan kemudian mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Semasa kuliah, penulis pernah aktif dalam organisasi sebagai staf Departemen Riset dan Teknologi Himatektro. Selain itu penulis juga pernah aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti BME Days 2008, SITIA 2009 dan 2010. Saat ini penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Instrumentasi, Pengukuran dan Identifikasi Sistem Tenaga.
Halaman 6 dari 6