ANALISA SILIKA BEBAS (SiO2) DALAM DEBU RESPIRABEL DENGAN METODE NIOSH 7500* Gatot Suhariyono, Bunawas, dan Makhsun Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jl. Cinere Pasar Jum’at, Jakarta selatan 12440 Indonesia email :
[email protected], Fax : 021-7657950
ABSTRAK ANALISA SILIKA BEBAS (SiO2) DALAM DEBU RESPIRABEL DENGAN METODE NIOSH 7500. Analisa silika bebas (SiO2) dalam debu respirabel dengan metode NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) 7500 telah dilakukan. Debu silika bebas (SiO2), berdiameter 0,02 sampai 0,08 m, dapat terhirup ke saluran pernafasan dan terdeposisi di paru-paru, sehingga menyebabkan penyakit silikosis serta berakibat pada kematian bagi pekerja dan masyarakat yang menghirupnya. Pemerintah RI berdasarkan KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999 mengeluarkan baku mutu silika bebas di lingkungan kerja adalah sebesar 1 %. Sedangkan menurut Mine Safety and Health Administration (MSHA) - USA Nilai Ambang Batas (NAB) untuk silika bebas respirabel sebesar 100 g/m3. Tujuan makalah ini adalah menginformasikan kepada pekerja dan masyarakat sekitar pabrik semen akan pentingnya penelitian silika bebas (SiO2). Dalam makalah ini pengukuran SiO2 dilakukan dengan metode NIOSH 7500 menggunakan alat XRD (X-Ray Diffraction). Konsentrasi silika bebas quartz di pabrik semen dari hasil penelitian ini yang melebihi baku mutu (1 %) adalah di Raw Mill P5 (12,47 % atau 46,47 g/m3), Raw Mill P6 (17,81 % atau 77,81 g/m3), Storage P5 (6,82 % atau 26,94 g/m3), Finish Mill P3 (4,77 % atau 59,08 g/m3), Packaging P3 (3,98 % atau 92,92 g/m3) dan Packaging P4 (8,31 % atau 92,79 g/m3). Akan tetapi konsentrasi-konsentrasi silika bebas quartz di pabrik semen tersebut masih lebih rendah daripada NAB yang direkomendasikan oleh MSHA, Amerika Serikat. Kata kunci : Silika bebas (SiO2), quartz, XRD
ABSTRACT ANALYSIS OF FREE SILICA (SiO2) IN RESPIRABLE DUST WITH METHOD OF NIOSH 7500. Analysis of free Silica ( SiO2) in respirable dust with method of NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) 7500 has been conducted. Free silica dust ( SiO2), diameter from 0.02 to 0.08 m, can be breathed in to the inhalation channel and deposited in lung, so that it cause disease of silicosis and also cause death to society and worker in it breathing. Indonesia government based on KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999 release quality standard of free silica in work environment is 1 %. While according to Mine Safety and Health Administration (MSHA) - USA threshold limit value (TLV) respirable free silica equal to 100 g/m3. Target of this paper is to inform to society and worker around cement factory for the research importance of free silica ( SiO2). In this paper measurement of SiO2 was conducted with method of NIOSH 7500 using instrument of XRD (X-Ray Diffraction). Concentrations of quartz free Silica in cement factory from result of this research which exceed quality standard (1 %) were in Raw Mill P5 (12.47 % or 46.47 g/m3), Raw Mill P6 (17.81 % or 77.81 g/m3), Storage P5 (6.82 % or 26.94 g/m3), Finish Mill P3 (4.77 % or 59.08 g/m3), Packaging P3 (3.98 % or 92.92 g/m3), and Packaging P4 (8.31 % or 92.79 g/m3). However, the concentrations of quartz free silica in the cement factory still lower than TLV recommended by MSHA, USA. Keywords: Free silica (SiO2), quartz, XRD
*Makalah ini dipresentasikan pada Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan II di Gd. DRN, Serpong, oleh PTKMR, BATAN, Jakarta, 19 Desember 2006.
PENDAHULUAN
Pencemaran udara oleh partikel padat dalam bentuk debu, asap dan kabut dapat menurunkan kualitas lingkungan yang pada gilirannya menurunkan kualitas hidup pekerja dan masyarakat di kawasan industri. [1, 2]. Pekerja tambang yang bekerja sebagai pengebor, penghancur, dan pengangkut material tambang (seperti tambang batubara, tambang bahan baku semen, tambang emas, granit, keramik, timah putih, tambang besi – baja dan lain-lain), berhadapan dengan resiko terhirup partikel udara, salah satunya adalah terhirup silika bebas (SiO2) [3]. Oleh karena itu pengukuran karakteristik polusi debu silika bebas di tambang, meliputi distribusi diameter, kadar silika bebas dan kadar udara total maupun udara respirabel telah dilakukan secara mendalam di banyak negara. Kegiatan pabrik semen pada prinsipnya meliputi penambangan bahan baku semen sampai dengan proses produksi semen. Proses pembuatan semen secara garis besar terdiri dari 4 tahap kegiatan yaitu : tahap pengeringan dan penggilingan bahan baku (raw mill), tahap pembakaran dan pendinginan terak (kiln), tahap penggilingan akhir semen (finish mill), dan tahap pengantongan semen (packaging). Jenis semen yang diproduksi meliputi portland cement (PC), oil well cement (OWC), dan white cement (WC). PC digunakan untuk konstruksi umum dan pekerjaan beton. OWC digunakan khusus untuk pengeboran minyak bumi dan gas alam, baik di pantai maupun lepas pantai. WC merupakan PC yang kandungan Fe2O3 – nya rendah dibawah 0,3 %, biasanya digunakan untuk beton cor dan estetika. Ordinary portland cement (PC) mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, dan SO3. Bahan baku semen terdiri dari batu kapur (limestone), tanah liat (clay), pasir besi, pasir silika dan gipsum. Dispersi debu yang terbentuk oleh kegiatan produksi semen ke penduduk dan pekerja diperlihatkan pada Gambar 1. Pencemaran udara oleh partikel debu berukuran 0,1 sampai 100 m dapat menimbulkan penyakit pernapasan, sedangkan asap (0,001 - 1 m) dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan. Silikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh debu silika bebas (SiO2), berdiameter 0,02 sampai 0,08 m, terutama dominan mengandung unsur Si yang terhirup waktu bernafas dan tertimbun di paru-paru [4]. Polusi debu respirable yang mengandung silika akan mengendap di daerah bronkioli dan alveoli. Debu ini bersifat fibrogenik dan dapat menyebabkan kelainan paru restriktif. Jika sudah terjadi fibrosis (jaringan paru), maka proses fibrosis akan terus berlanjut, walaupun pemajanan debu silika
2
sudah tidak ada, sehingga dapat terjadi massive progresive fibrosis [5, 6]. Penelitian yang dilakukan Coure dan Mabena, maupun oleh Holman, diperoleh informasi bahwa polusi debu yang mengandung silika dapat menyebabkan bronkitis akut dan tuberkulosa paru (disebut tuberkulo silicosis) [6, 7]. Resiko bronkitis akut dan silikosis meningkat seiring dengan bertambahnya lama kerja dan faktor usia yang berhubungan erat dengan kualitas kesehatan pekerja [8]. Tidak satupun obat khusus untuk menyembuhkan penyakit silikosis. Berdasarkan program “silicosis surveillance” di Ontario diperoleh informasi, bahwa insidensi silicosis dengan kenaikan yang signifikan lebih dari 8 % responden terpajan debu silika dari saat pertama kali masuk setelah 35 tahun bekerja (Gambar 2.) [9].
Gambar 1. Dispersi debu semen ke penduduk dan pekerja
Gambar 2. Distribusi diagnosis silicosis (%) dan perbandingan kumulatifnya terhadap waktu pekerja mulai dari awal terpapar debu [9].
3
Menurut rekomendasi National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) dan International Agency for Research on Cancer (IARC), silika bebas digolongkan zat karsinogenik, karena selain dapat menyebabkan kelainan paru restriktif, juga dapat menyebabkan kanker [10]. Oleh karena itu pajanan debu silika bebas dan hasil lepasannya harus diminimisasi, dalam upaya menekan resiko penyakit paru akibat kerja yang akan muncul dibelakang hari, khususnya karyawan (pekerja) yang menjelang maupun sesudah pensiun. Pemerintah RI berdasarkan KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999 mengeluarkan baku mutu debu silika di lingkungan kerja adalah sebesar 1 %. Sedangkan nilai ambang batas (NAB) polusi debu secara menyeluruh (terhirup atau tidak) sebesar 10 mg/m3 atau 30 ppm (parts per million) [13]. NAB tersebut tanpa mempertimbangkan adanya silika bebas. Oleh karena itu NAB yang ideal harus mempertimbangkan adanya silika bebas respirabel (SiO2) yang berdampak negatif terhadap kesehatan, seperti yang diusulkan Occupational Safety and Health Administration (OSHA) yaitu 10 mg/m3 / (% SiO2 + 2) untuk quartz, sedang untuk cristobalite dan tridymite dihitung ½ dari perhitungan quartz [14, 15]. Sedangkan menurut administrasi kesehatan dan keselamatan tambang (Mine Safety and Health Administration, MSHA) Amerika Serikat pada tahun 1989, merevisi peraturan yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk merubah nilai NAB untuk silika respirabel sebesar 100 g/m3 [16, 17]. Lain pula menurut NIOSH, NAB untuk silika bebas sebesar 0,05 mg/m3. American Conference of Govermental Industrial Hygienist (ACGIH) membuat keputusan NAB yang lebih detil yaitu 0,1 mg/m3 untuk quartz (respirabel), 0,05 mg/m3 untuk cristobalite (respirabel) dan 0,05 mg/m3 untuk tridymite (respirable) [15, 18]. Dalam rangka mengantisipasi peraturan pemerintah tersebut di atas dan untuk menjaga kelestarian lingkungan, serta mendukung program langit biru yang dicanangkan BAPEDAL dan melindungi karyawan yang merupakan salah satu aset perusahaan pabrik semen, maka salah satu upaya awal yang perlu dilakukan yaitu melakukan penelitian pengukuran silika bebas (SiO2) di tempat kerja industri semen dengan metode NIOSH 7500 yang diterapkan menggunakan alat XRD (X-Ray Diffraction).
TINJAUAN PUSTAKA Wujud silika bebas (SiO2) adalah debu halus (padat) berdiameter 0,02 sampai 0,08 m dengan densitas 2,65 g/cm3 pada suhu 0 °C. Silika bebas merupakan bentuk silika kristallin. 4
Silika kristalin mempunyai struktur kristal yang teratur dan sama dalam tiga dimensi. Silika kristallin mempunyai 7 bentuk yang berbeda (polymorf). Empat diantaranya sedikit sekali ada di alam, sebaliknya tiga bentuk silika yang banyak ditemukan dalam proses industri yaitu berupa quartz, tridymite, dan cristobalite. Transformasi kristallin dari quartz ke tridymite perlu suhu 867 °C; dari tridymite ke cristobalite perlu suhu 1470 °C [15]. Silika bebas banyak ditemukan di dalam material batu pasir, granit, batu api (flint), batu tulis (slate), batu bata, beton, adukan semen, batu karang, batu kapur, batu permata, pasir, aspal, gipsum dan lain-lain yang sebagian besar berupa silika quartz. Pekerja yang sering terpajan silika bebas biasanya adalah pekerja tambang batubara, tambang emas, granit, keramik, timah putih, tambang besi – baja, pabrik gelas, tembikar, pabrik gipsum, porselin, ampelas, pabrik cat, plastik, karet, minyak dan gas [13, 19]. Silikosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan pneumoconiosis. Penyebabnya adalah silika bebas (SiO2) yang terdapat pada debu yang dihirup waktu bernapas dan terdeposisi di paru-paru dalam waktu yang lama. Masa inkubasi silikosis adalah 2 – 4 tahun. Sebagaimana umumnya berlaku untuk penyakit-penyakit, masa inkubasi ini sangat bergantung dari banyaknya debu dan kadar silika bebas di dalam debu tersebut. Semakin banyak silika bebas yang terhirup ke paru-paru, semakin pendek masa inkubasi penyakit silikosis [13]. Silikosis biasanya digolongkan menurut tingkat penyakitnya yaitu pertama, kedua dan ketiga, atau masing-masing disebut pula tingkat ringan, sedang dan berat. Tingkat pertama, penyakit silikosis ringan ditandai dengan sesak napas (dyspnoea) ketika bekerja, mula-mula ringan, kemudian bertambah berat. Batuk-batuk sudah terdapat pada tingkat pertama ini, tetapi bisanya berupa batuk kering, tidak berdahak. Keadaan umum penderita umumnya masih baik. Gejala klinis paru-paru masih sangat sedikit. Pengembangan paru-paru sedikit terganggu atau tidak sama sekali. Suara pernafasan dalam batas normal, tetapi pada pekerja yang berusia lanjut didapati hiperresonansi akibat adanya emphysema. Pada tingkat ringan ini, gangguan kemampuan bekerja sedikit sekali atau tidak ada. Pada silikosis tingkat sedang, sesak dan batuk menjadi kelihatan dan tanda-tanda kelainan paru-paru pada pemeriksaan klinik juga nampak. Dada kurang berkembang, kepekaan tersebut hampir di seluruh bagian paru-paru, suara napas tidak jarang bronkhial. Pada tingkat sedang ini selalu ditemui gangguan kemampuan untuk bekerja. Kadang-kadang disertai demam dan kulit kebiru-biruan pada bibir atau telinga. Lebih rentan tertular penyakit-penyakit yang berkaitan dengan paru-
5
paru. Mudah lelah, napas sangat pendek, hilang nafsu makan dan sakit pada rongga dada. Pada tingkat ketiga, sesak mengakibatkan cacat total. Pada pemeriksaan klinik, terlihat hypertrofi jantung kanan, dan kemudian muncul tanda-tanda kegagalan jantung kanan [13, 16]. Silikosis akut (gawat) terjadi, bila terpajan silika bebas kristalin kadar tinggi dalam waktu yang pendek mungkin hanya beberapa minggu. Silikosis cepat terjadi, bila terpajan silika bebas kristalin kadar tinggi dalam waktu 5 sampai 10 tahun dari terpajan awal. Silikosis kronik (kontinyu / menahun) terjadi, bila terpajan silika bebas kristalin kadar rendah dalam waktu lama dari mulai tidak berkembang sampai berkembang parah sesudah 10 tahun atau lebih [16, 19]. Pada tingkat pertama silikosis, gambaran dari hasil sinar Rontgen menunjukkan bayangan noduli yang terpisah, bundar dan paling besar diameternya 2 mm. Noduli mungkin terlihat pada sebagian paru-paru atau seluruhnya, tetapi yang penting adalah terpisahnya noduli satu dengan yang lainnya. Kadang-kadang noduli tertutup oleh bayangan gelap yang mengesankan adanya emphysema. Gambaran Rontgen pada tingkat kedua menunjukkan bahwa pada seluruh paru-paru terlihat noduli dan terdapat penyatuan dari beberapa noduli membentuk bayangan yang lebih besar. Pada tingkat ketiga, gambaran paru-paru memperlihatkan daerah-daerah noduli dengan konsolidasi massif (raksasa) [13]. Akan tetapi diagnosa silikosis bukan semata-mata dari foto Rontgen saja, melainkan harus dilakukan cara-cara diagnosa penyakit akibat kerja. Selain itu perlu diperhatikan, bahwa TBC mungkin sekunder terhadap silikosis (disebut tuberculosilicosis), tetapi mungkin pula silikosis terjadi pada pekerja-pekerja yang sedang menderita TBC paru-paru (disebut silicotuberculosis). Tidak ada satupun obat khusus penyembuh silikosis. Ada 4 teori mekanisme silika bebas menimbulkan silikosis yaitu [13] : 1. Teori mekanisme yang menganggap permukaan runcing debu-debu merangsang terjadinya penyakit-penyakit. 2. Teori elektromagnetis, bahwa gelombang-gelombang elektromagnetislah penyebab fibrosis dalam paru-paru. 3. Teori Silikat, bahwa SiO2 bereaksi dengan air di jaringan paru-paru, sehingga terbentuk silikat yang menyebabkan kelainan paru-paru. 4. Teori immunologis, yaitu tubuh mengadakan zat anti yang bereaksi di paru-paru dengan antigen berasal dari debu.
6
Pencegahan sangat penting untuk mengurangi penyakit silikosis. Cara-cara itu adalah substitusi, penurunan kadar debu di udara tempat kerja, dan perlindungan diri dari para pekerja. Substitusi kadang-kadang dilaksanakan, seperti mengganti ”kieselguhr” dengan batu kapur untuk pendinginan lambat hancuran logam, dan zirkonium sebagai pengganti tepung silika dalam pabrik penuangan besi atau baja. Untuk gurinda digunakan carborundum, emery atau alumina, bukan lagi bahan silika. Begitu juga mengganti pasir dengan bubuk alumina pada proses sandblasting yaitu proses meratakan permukaan logam dengan debu pasir yang disemprotkan dengan tekanan tinggi. Cara lain pencegahan silikosis adalah ventilasi. Ventilasi umum dengan mengalirkan udara ke ruang kerja melalui pintu dan jendela. Ventilasi lokal yaitu mengalirkan udara dari ruang kerja dengan pompa isap. Cara lain yaitu dengan pengeboran basah (wet drilling) untuk megurangi debu beterbangan. Cara terakhir adalah perlindungan diri para pekerja dengan menutup hidung, mungkin dengan masker atau kain kasa. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan sesudahnya secara berkala adalah penting untuk mengevaluasi kesehatan pekerja. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja berguna, misalnya untuk mengetahui suatu perusahaan tidak menerima karyawan yang mengalami penyakit paru-paru, atau tidak menempatkan pekerja yang sakit demikian ke tempat kerja yang banyak debunya. Terutama penyakit-penyakit, seperti TBC paru-paru, bronchitis kronis, asma, dan lain-lain merupakan alasan kuat untuk menolak para calon untuk bekerja menghadapi bahaya silika bebas. Pemeriksaan berkala dimaksudkan untuk menentukan penderita silikosis sejak dini, sehingga cacat dapat dicegah atau dapat dipindahkan ke pekerjaan yang lain tidak mengandung debu [13]. Suatu contoh survey terhadap pekerja di tambang emas Cikotok dan Cirotan yang mengalami silicosis sebanyak 0,5 % dari seluruh pekerja yang ada. Angka ini sungguh rendah, tetapi sebab utamanya adalah ganti-ganti kerja yang sangat sering pada para pekerja, sehingga tidak cukup waktu untuk terjangkit penyakit silikosis [13]. Banyak metode yang digunakan dalam pengukuran silika bebas quartz di dalam sampel, diantaranya adalah [19]: 1. Metode mikroskop optik : sampel secara visual diuji dan secara mineralogi dianalisa. Metode ini keakuratannya hanya beberapa persen dan perlu keahlian menganalisis identifikasi keberadaan suatu mineral, juga ukuran sampel sangat kecil.
7
2.
Metode mikroskop elektron : sampel dapat ditentukan komposisi dan morfologi partikelnya. Metode ini keakuratannya terbatas dalam analisa, tidak dapat membedakan silika kristalin atau amorf, kecuali mikroskop elektron transmisi digunakan. Metode ini lambat, mahal dan ukuran sampel sangat kecil.
3. Metode analisa thermal : mengukur respon mineral terhadap perubahan suhu. Metode ini hanya akurat untuk kuantitas lebih dari 1 % dan dapat digunakan pada sampel yang sangat kecil. 4. Metode dissolusi selektif : mineral dilarutkan secara selektif menggunakan larutan asam. Quartz biasanya sedikit larut daripada mineral lain, jadi tinggal sisanya yang dianalisa untuk menentukan kandungan silika kristalin. Metode ini tidak sangat akurat, komposisi sampel dan ukuran partikel mempengaruhi keakuratan analisa. Silika quartz, cristobalit dan tridymite dapat ikut larut, tetapi mineral lain mungkin dapat tidak larut. 5. Metode pemisahan berdasarkan densitas : sampel yang digerinda halus dilarutkan di dalam larutan kental. Mineral yang lebih padat lebih cepat mengendap daripada mineral yang kurang padat. Dengan memvariasi densitas dari larutan, mineral dengan densitas yang berbeda dapat dipisahkan dengan mineral yang lain. Metode ini keakuratannya kurang memuaskan untuk analisis rutin. Ukuran, dan bentuk partikel mempengaruhi kecepatan pengendapan. Teknik ini sukar dan lambat untuk dilakukan serta banyak larutan kental yang digunakan sangat toksik 6. Metode spektroskopi infra merah : mineral-mineral diabsorbsi cahaya infra merah pada panjang gelombang tertentu. Dengan metode ini identifikasi mineral-mineral di dalam sampel dapat dianalisa. Metode ini keakuratannya sekitar 1 % dan memerlukan sampel sangat kecil. 7. Metode XRD : sinar X didifraksi dengan kisi-kisi bidang dari senyawa-senyawa di dalam sampel. Dengan mengamati intensitas dari sinar X yang didifraksi pada sudut yang berbeda, maka para analis dapat menentukan identitas dan konsentrasi senyawa di dalam sampel. Metode ini lebih akurat sekitar 1 % dan dapat menentukan senyawa-senyawa tertentu (spesifik) di dalam sampel.
METODA PENELITIAN Pengambilan sampel silika bebas dilakukan menurut metode NIOSH 7500 (2003) [15]. Pengukuran silika bebas di dalam sampel dengan metode NIOSH 7500 menggunakan
8
alat X-Ray Diffraction (XRD). Sampel udara dicuplik menggunakan alat cyclone nylon dengan laju alir 1,7 liter per menit (Gambar 3). Sampel udara yang mengandung silika bebas akan teradsorpsi di filter PVC (polivinyl chloride) berdiameter 37 mm. Cyclon nylon diletakkan di tripot (penyangga kaki tiga) dan disambungkan flow meter dan pompa hisap. Sampel udara yang mengandung silika bebas diadsorpsi di filter PVC tidak lebih dari 2 mg. Filter PVC sebelum dan sesudah dipakai ditimbang. Kondisi cuaca serta suhu, tekanan udara dan kelembaban udara di lokasi sampling perlu diamati. Setelah dilakukan penyamplingan udara, sampel dipreparasi di laboratorium. Filter PVC dibakar selama 2 jam sampai jadi abu. Larutan 2-propanol ditambahkan ke abu sampai volume total larutan menjadi 15 ml. Larutan diaduk dengan ultrasonic bath sampai tidak ada gumpalan di dalam larutan. Larutan disaring ke dalam filter membran silver berdiameter 25 mm melalui corong gelas dengan pemvakuman. Corong dibilas beberapa kali dengan 2propanol sampai volume filtrat maksimum 20 ml. Filter membran silver dikeringkan dan diletakkan pada pemegang (holder) sampel untuk dilakukan pengukuran dengan XRD
Gambar 3. Alat pencuplik silika bebas (quartz)
XRD dikalibrasi dengan menggunakan standar silika bebas (SiO2) berbentuk quartz (SRM 1878a), buatan NIST-USA. 10 mg dan 50 mg standar silika bebas (SiO2) dimasukkan masing-masing ke dalam beaker glass 1 L dan dituangkan 2 propanol 1 L. masing-masing larutan diaduk dengan ultrasonic bath. Segera dipanaskan dengan hot plate dan diaduk dengan batang pengaduk stirrer. 2-propanol diteteskan ke filter silver dan didinginkan pada suhu kamar. Larutan 10 mg/L dan 50 mg/L diambil dengan pipet ke filter silver lewat corong gelas dengan pemvakuman, sehingga diperoleh variasi berat larutan pada filter silver yaitu 20, 9
30, 50, 100, 200 dan 500 g. 5 sampai 10 ml dari 2-propanol diteteskan ke filter silver sebagai cacahan filter latar (blank). Intensitas filter blank dan variasi larutan standar silika bebas tersebut pada filter silver diukur dengan XRD. Data kalibrasi dibuat garis lurus berdasarkan kurva kalibrasi intensitas terhadap variasi berat dan ditentukan kemiringannya (m) dengan satuan counts/g. Absis (b) dari garis miring tersebut sebaiknya 5 g dari nol. Absis yang terlalu besar dari 5 g berarti ada faktor kesalahan dalam penentuan larutan standar atau ada faktor lain yang perlu diperbaiki. Pengukuran dengan XRD dilakukan pada sumbu horisontal sudut 2 theta mulai dari 10o sampai 80o di dalam software XRD. Puncak difraksi yang diharapkan dari sampel atau standar yang mengandung silika bebas diperlihatkan pada tabel 1. Apabila perbandingan intensitas sampel di bawah 15 % dari quartz murni, maka mineral-mineral lain tidak tercampur di dalam sampel silika bebas. Cyclon nylon setelah dipakai perlu dirawat dan dibersihkan baik terhadap debu yang menempel di dalam atau di luar cyclon. Pompa hisap sebelum dan sesudah digunakan perlu diperiksa, agar tidak macet selama pengoperasiannya. Hasil konsentrasi silika bebas dinyatakan dalam satuan persen (%) atau satuan g/m3. Konsentrasi silika bebas (SiO2) dirumuskan sebagai berikut :
C
I x . f (t ) b m.V
(g/m3)
Keterangan: V = volume udara yang disampling m = kemiringan garis dari grafik kalibrasi (counts/g) b = absis garis dari grafik kalibrasi Ix = intensitas dari puncak sampel f(t) = faktor koreksi absorpsi
Tabel 1. Puncak pulsa pada pengukuran silika bebas quartz Mineral Quartz Silver
Puncak pulsa (derajat 2 theta) Primer Sekunder Tersier 26,66 20,85 50,16 38,12 44,28 77,47
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data hasil pengukuran konsentrasi silika bebas quartz di pabrik semen di Indonesia lebih rinci ditunjukkan pada Tabel 2. Suhu, kelembaban (RH), kecepatan angin dan kondisi cuaca pada saat sampling di masing-masing tempat dapat diketahui pada Tabel 3. Konsentrasi debu respirable di daerah kerja berkisar antara 83 dan 2333 g/m3 dengan nilai rata-rata 434,23 g/m3. Konsentrasi terendah di Kiln P3 dan tertinggi di Packaging P3. Oleh karena itu untuk daerah dengan tingkat debu respirable tinggi perlu pemakaian alat pelindung diri, khususnya masker separuh muka. Hasil dari analisis silika bebas dengan XRD menunjukkan bahwa konsentrasi silika bebas yang terkandung di dalam debu respirable antara 0,67 dan 92,92 g/m3 dengan nilai rata-rata 20,42 g/m3 dan bila dibuat dalam prosentase silika bebas antara 0,63 dan 17,81 % dengan nilai rata-rata 4,38 %. Berdasarkan fraksi berat, konsentrasi silika bebas terendah (0,67 g/m3) di storage P6 dan tertinggi (92,92 g/m3) di Packaging P3. Hal ini berbeda bila berdasarkan prosentase, konsentrasi terendah (0,63 %) di storage P3 dan tertinggi (17,81 %) di Raw Mill P6. Perbedaan ini disebabkan oleh perbandingan konsentrasi silika bebas dan konsentrasi debu respirable. Jika konsentrasi debu respirable jauh lebih besar daripada konsentrasi silika bebasnya, maka prosentase konsentrasi silika bebasnya kecil. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi yang perlu mendapat perhatian konsentrasi silika bebasnya adalah di Raw Mill P5 (12,47 % atau 46,47 g/m3), Raw Mill P6 (17,81 % atau 77,81 g/m3), Storage P5 (6,82 % atau 26,94 g/m3), Finish Mill P3 (4,77 % atau 59,08 g/m3), Packaging P3 (3,98 % atau 92,92 g/m3) dan Packaging P4 (8,31 % atau 92,79 g/m3). Prosentase rata-rata debu silika bebas di pabrik semen dalam orde yang sama dengan hasil pengukuran di Amerika Serikat sebesar 5,6 % dengan nilai terendah sebesar 1,22 %. Tetapi bila dibandingkan berdasarkan fraksi berat, maka konsentrasi debu silika bebas di pabrik semen tersebut 50 % lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat dengan nilai ratarata sebesar sebesar 41 g/m3 [11, 17]. Konsentrasi silika bebas quartz di pabrik semen dari hasil penelitian ini lebih rendah dari NAB yang direkomendasikan oleh MSHA, Amerika Serikat yaitu di bawah 100 g/m3 [16]. Akan tetapi bila mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja berdasarkan KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999, maka hampir 85 % hasil pengukuran silika bebas quartz di pabrik semen tersebut melebihi baku mutu (1 %).
11
Tabel 2. Hasil konsentrasi silika bebas quartz di salah satu pabrik semen No.
Lokasi
ug/m3
Konsentrasi Silika bebas respirable % ug/m3
Konsentrasi DR
Lama sampling (jam)
1
Storage P3
212,42
0,63
1,33
5
2
Storage P5
394,77
6,82
26,94
5
3
Storage P6
101,96
0,65
0,67
5
4
Storage P11
124,18
2,79
3,46
5
5
Raw Mill P3
240,52
5,02
12,07
5
6
Raw Mill P5
372,55
12,47
46,47
5
7
Raw Mill P6
437,91
17,81
77,98
5
8
Raw Mill P11
254,90
3,64
9,28
5
9
Kiln P3
83,01
2,67
2,22
5
10
Kiln P5
88,24
0,75
0,67
5
11
Kiln P6
176,47
3,14
5,55
5
12
Kiln P11
176,47
2,64
4,66
5
13
Finish Mill P3
1237,47
4,77
59,08
4,5
14
Finish Mill P5
445,10
1,55
6,88
5
15
Finish Mill P6
392,16
3,00
11,76
5
16
Finish Mill P11
372,55
1,74
6,48
5
17
Packaging P3
2333,33
3,98
92,92
4
18
Packaging P5
418,30
1,98
8,30
5
19
Packaging P6
214,38
8,61
18,46
5
20 Packaging P11 607,84 1,90 11,54 5 DR = Debu respirable berdiameter 0,1 – 2,5 um yang masuk ke pernafasan dan mengendap di paru-paru (bronchiolar, bb Alviolar Interstisial, AI)
Tabel 3. Kondisi cuaca pada saat pengukuran di salah satu pabrik semen Suhu (OC)
RH (%)
Tekanan (mmHg)
Arah Angin
Kecepatan Angin (m/s)
Kondisi Cuaca
1 Storage P3
30,87
62,67
759,25
ke S
2,91
mendung
2 Storage P5
33,25
55,5
760,5
ke S
2,14
mendung
3 Storage P6
28,8
66
760,50
ke T
0,99
mendung
4 Storage P11
31,55
54
759,50
ke T
0,45
cerah
5 Raw Mill P3
30,87
62,67
759,25
ke S
2,91
mendung
6 Raw Mill P5
33,25
55,5
760,5
ke S
2,14
mendung
7 Raw Mill P6
28,8
66
760,50
ke T
0,99
mendung
8 Raw Mill P11
31,55
54
759,50
ke T
0,45
cerah
No.
Lokasi
9 Kiln P3
30,35
67
760
ke T
0,25
mendung
10 Kiln P5
29
59,5
758,75
ke T
1,01
cerah
11 Kiln P6
32,9
40,33
761,50
ke S
0,74
cerah
12 Kiln P11
33,9
42,67
759
ke U
1,37
cerah
13 Finish Mill P3
33,95
48,5
759,50
ke S
0,47
cerah
14 Finish Mill P5
31,55
62
759,5
ke T
1,53
mendung
15 Finish Mill P6
34,5
40
761,5
ke B
2,56
cerah
16 Finish Mill P11
33,9
42,67
759
ke B
1,37
cerah
17 Packaging P3
30,35
67
760
ke T
0,25
mendung
18 Packaging P5
29
59,5
758,75
ke B
1,01
cerah
19 Packaging P6
30,83
65,33
760
ke S
0,16
cerah
20 Packaging P11
32,3
47,8
757,63
ke BD
0,38
cerah
12
Berdasarkan program “silicosis surveillance” di Ontario diperoleh informasi, bahwa insidensi silicosis dengan kenaikan yang signifikan lebih dari 8 % responden terpajan debu silika dari saat pertama kali masuk setelah 35 tahun bekerja (Gambar 2.) [9]. Kalau dianggap usia pekerja awal masuk umur 20 tahun (setingkat SMU), maka peluang terjadinya resiko silicosis adalah pada saat menjelang usia pensiun ( 55 tahun). Hal ini cukup memprihatinkan, karena pada masa pensiun para eks pekerja ini akan menghadapi banyak permasalahan mulai dari finansial maupun syndrome, akibat tidak bekerja. Oleh karena itu upaya memperkecil resiko terpajan debu silika bebas dapat dilakukan sejak dini melalui program lingkungan udara bersih dan budaya keselamatan terpadu dengan sosialisasi pemakaian masker yang didukung mulai dari pihak manajemen, merupakan langkah yang sangat mulia dalam melindungi kesehatan karyawan yang telah purna bakti (pensiun).
KESIMPULAN Konsentrasi silika bebas quartz di pabrik semen dari hasil penelitian ini yang melebihi baku mutu (1 %), berdasarkan KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999, adalah di Raw Mill P5 (12,47 % atau 46,47 g/m3), Raw Mill P6 (17,81 % atau 77,81 g/m3), Storage P5 (6,82 % atau 26,94 g/m3), Finish Mill P3 (4,77 % atau 59,08 g/m3), Packaging P3 (3,98 % atau 92,92 g/m3) dan Packaging P4 (8,31 % atau 92,79 g/m3). Akan tetapi konsentrasi silika bebas quartz di pabrik semen tersebut masih lebih rendah daripada NAB yang direkomendasikan oleh MSHA, Amerika Serikat yaitu di bawah sebesar 100 g/m3.
SARAN Dalam upaya memperkecil resiko terpajan debu silika bebas pada saat menjelang atau sesudah usia pensiun agar konsentrasinya di bawah baku mutu dari KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999, maka perlu dilakukan sejak dini program lingkungan udara bersih dan budaya keselamatan terpadu dengan sosialisasi pemakaian masker yang didukung mulai dari pihak manajemen sampai bawahan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Asep Setiawan (PTKMR-BATAN) dan Bapak Yulizon Menry (PATIR-BATAN) yang membantu penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terselenggara dengan baik. 13
DAFTAR PUSTAKA 1. WELSON. R (editor)., Particle in Our Air : Concentration and Health Effects, Harvard University Press, USA, 1996. 2. BUNAWAS., OTTO. PR., SURTIPANTI. S., dan YUMIARTI., Partikel Debu Anorganik : Komposisi, Diameter, Pengendapan di Saluran Pernafasan dan Efek Kesehatan. Seminar Nasional Kimia Anorganik V, Yogyakarta 8 – 9 Maret 1999. 3. MURRAY M. FINKELSTEIN., Silicosis, Radon and Lung Cancer Risk in Ontario Miners. Journal Health Physics Society. pp 396 – 399 (1995) 4. MASSARO, E. J., Handbook of Human Toxicology, National Health Environmental Effects Research Laboratory, Research Triangle Park, North Carolina, CRC Press, Boca Raton, New York, 1997. 5. MERCHANT, J.A., Occupational Respiratory Disease, NIOSH 71, pp 221 – 229, 1996. 6. COURE. M.R., and MABENE. S.K., Silicosis, Chromic Airflow Limitation and Chronic Bronchitis in South African Gold Miners. American Review of Respiratory Disease 143 : 80 – 84, 1991. 7. HOLMAN. C.O.J., Determinans of Chronic Bronchitis and Lung Dysfuntion in western Australian Gold Miners. Brtitish Journal of Industrial Medicine 44 : 810 – 818, 1987. 8. FINKELSTEIN, M.M., Silicosis, Radon, and Lung Cancer Risk in Ontario Miners, Journal Health Physics Society, pp 396-399, 1995. 9. UNITED
NATIONS
ENVIRONMENT
PROGRAMME
/
WORLD
HEALTH
ORGANIZATION [UNEP / WHO], Measurement of suspended particulate matter in ambient air, GEMS (Global Environment Monitoring System) / AIR Metodology Reviews Handbook Series, Vol. 3, WHO/EOS / 94.3, UNEP / GEMS / 94. A.4, UNEP / WHO , Nairobi, Kenya, 1994. 10. NATIONAL INSTITUTE of OCCUPATIONAL SAFETY and HEALTH (NIOSH), Carcinogenic Effects of Exposure to Diesel Exhaust, NIOSH, pub., 88 – 116, 1988. 11. CANTRELL. B.K., et. al., Mine Aerosol Measurment, Aerosol Measurement Handbook : principles, Techniques and Applications, Van Nostrand Reinhold press, New York, 1993, 12. ANONIM, Polutan Radioaktif dari Batubara, Elektro Indonesia, Edisi ke Lima, 1996, www.elektroindonesia.com/elektro/energi4c. 13. SUMAKMUR, P.K., Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Gunung Agung, Jakarta, 1984.
14
14. BUNAWAS, Baku Mutu Udara Ambien : Pertimbangan Diameter Partikel, Kesehatan dan Teknologi Pemantauan. Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan I, Jakarta, 2001. 15. NATIONAL INSTITUTE of OCCUPATIONAL SAFETY and HEALTH (NIOSH), Manual of Analytical Methods 7500, Silica Crystalline by XRD, Cincinnati, OH: U.S. Department of Health, Education, and Welfare, Publ., issue 4, fourth edition, 2003. 16. MINE SAFETY and HEALTH ADMINISTRATION (MSHA), Air Quality, Chemical substances, and respirastory protection standards; proposed rule, USA Federal Register, 54(166): 35760-35785, 1989. 17. WATT, W.F., JR., Dust exposure data for the period 1985-1990; collected by MSHA and complied by the U.S. Department of the Interior, Bureau of Mines, “Mine Inspection Data Analysis System”. Available from W.F. Watts, Jr., Bureau of Mines, Minneapolis, MN, 1992. 18. AMERICAN CONFERENCE of GOVERMENTAL INDUSTRIAL HYGIENIST (ACGIH), Documentation of The Threshold Limit Value, 4th edition, pp 364 – 365, ACGIH, Cincinati, USA, (1980). 19. ARY, T.S. and MANUEL LUJAN, Jr., Crystalline Silica Primer, United States Branch of Industrial Minerals and United States Bureau of Mines, Special publication, USA, 2002.
15