perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN SiO2 PADA KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Escherichia coli
Disusun Oleh :
DESWITA ARISTIANTI M 0306005
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user 2011 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh: Pembimbing I
Pembimbing II
Candra Purnawan, M. Sc
Dra. Tri Martini, M. Si
NIP. 19781228 200501 1001
NIP. 19581029 198503 2002
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari
: Selasa
Tanggal
: 8 Februari 2011
Anggota Tim Penguji : 1. Dr. Sayekti Wahyuningsih, M. Si
1………………………..
NIP. 19711211 199702 2001 2. Ahmad Ainurofiq, M. Si., Apt
2………………………..
NIP. 19780319 200501 1003
Disahkan oleh Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas SebelasMaret Surakarta
Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D NIP. 19560507 198601 1001 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN SiO2 PADA KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Escherichia coli” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 8 Februari 2011
Deswita Aristianti
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAYA HAMBAT KOMPOSIT KITOSAN/Ag DENGAN LAPISAN SiO2 PADA KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Escherichia coli DESWITA ARISTIANTI Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang studi penambahan sifat antibakteri komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan, mengetahui pengaruh lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun, dan untuk mengetahui daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli. Adsorpsi logam Ag oleh kitosan dilakukan dengan memvariasikan dengan waktu shaker. Lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun dapat dilihat dari hasil analisa XRD, SEM dan uji kekakuan. Daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli di uji dengan shake flash method dan turbidimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan maka semakin banyak Ag yang teradsorp. Waktu optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan pada saat 5 jam (jam ke-5). Adanya lapisan SiO2 menyebabkan kain katun semakin tidak kaku dan komposit kitosan/Ag pada kain katun menyebabkan kain kaku. Komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun mampu menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli optimum pada konsentrasi komposit kitosan/Ag 0.1 % (b/v) baik sebelum maupun setelah pencucian, selain itu daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 sebelum pencucian lebih besar daripada setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli. Kata kunci : SiO2, kain katun, kitosan/Ag, daya hambat, bakteri E.coli.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
THE INHIBITION CHITOSAN/Ag COMPOSITE WITH SiO2 LAYER ON THE COTTON FOR BACTERIAL ACTIVITY OF Escherichia coli DESWITA ARIATIANTI Department of Chemistry, Faculty of Mathematic and Sciences Sebelas Maret University
ABSTRACT The study of additional antibacterial characteristic chitosan/Ag composite with SiO2 on the cotton was has been conducted. The purpose of this research had studied the time of adsorpsion Ag metal by chitosan, the influence of SiO2 layer and chitosan/Ag composite on the cotton, and inhibition of chitosan/Ag composite with the SiO2 on the cotton before and after laundering for the growth activity of E.coli. Adsorption of the Ag metal by chitosan was conducted with variation of the shaker time. SiO2 layer and chitosan/Ag composite on the cotton could be analyzed from XRD, SEM and stiffness tester. The inhibition of chitosan/Ag composite with SiO2 on the cotton before and after the laundering for the growth activity of E.coli with shake flash method and turbidimetry. The results showed that longer time of adsorption so more Ag metal adsorped by chitosan. The optimum time of adsorption was at five hours (to at 5 hours). SiO2 layer made cotton not stiff and chitosan/Ag composite on the cotton made cotton stiff. The optimum consentration of chitosan/Ag composite was 0.1 % (b/v) as bacterial agent before and after laundering. And inhibition of chitosan/Ag composit with SiO2 before laundering was higher than after laundering for the growth activity of E.coli. Key word : SiO2, cotton, chitosan/Ag, inhibition, E.coli
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan membuat kita bahagia di dunia ini, yaitu; seseorang untuk dicintai, sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk diharapkan
Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu (William Feather)
Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini untuk: Allah SWT yang begitu luar biasa atas karunia dan kasih sayangNya untukku. Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa mendoakan dan mendukungku. Adik- adikku tersatang, Nensi dan Chiara. Kisworo yang senantiasa memberikan motifasinya.
Partner terbaikku mama Dhienta dan semua teman–teman kimia 2006.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia. Skripsi yang berjudul ”Daya Hambat Komposit Kitosan/Ag Dengan Lapisan SiO2 Pada Kain Katun Terhadap Aktivitas Bakteri E.coli” ini disusun atas dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Prof. Drs. Sutarno, M. Sc. Ph. D, selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas Maret. 2. Prof. Drs. Sentot Budi Raharjo, Ph. D, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret. 3. Candra Purnawan, M. Sc. selaku pembimbing I, atas bimbingan, dorongan, arahan dan ilmu yang telah diberikan. 4. Dra. Tri Martini, M. Si. selaku pembimbing II, atas bimbingan dan ilmu yang diberikan. 5. IF. Nurcahyo, M. Si. selaku Ketua Lab. Kimia Dasar, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, beserta laboran mbak Nanik dan mas Anang atas bantuannya selama di laboratorium kimia. 6. Dr. rer. nat. Atmanto Heruwibowo, M. Si selaku Ketua Sub Lab. Kimia Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret, beserta laboran dan satpam, mbak retno, mbak hastuti, mbak wati, pak ken, pak bas, pak wanto, pak gito, pak wening, pak anjar, pak yusak, pak toni, dan pak basuki. 7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, atas ilmu yang telah diberikan. 8. Staf Laboratorium Mikrobiologi PAU UGM Yogyakarta. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin. Penulis Menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
iii
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................
iv
HALAMAN MOTO ........................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..............................................................................
3
1. Identifikasi masalah .......................................................................
3
2. Batasan masalah .............................................................................
5
3. Rumusan masalah ...........................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................
6
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ...................................................................................
7
1. Kitin dan kitosan ............................................................................
7
2. Silika ..............................................................................................
9
3. Bakteri ............................................................................................
10
4. Escherichia coli .............................................................................
12
5. Aktivitas kain antibakteri ................................................................ commit to user B. Kerangka Pemikiran .............................................................................
13
ix
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Hipotesis ...............................................................................................
15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian .................................................................................
16
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................................
16
C. Alat dan Bahan Penelitian .....................................................................
16
D. Prosedur Penelitian ...............................................................................
17
1. Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang ..................
17
2. Pembuatan komposit kitosan/Ag ....................................................
18
3. Pelapisan kain dengan SiO2 ...........................................................
18
4. Pelapisan kain dengan kitosan/Ag variasi berat .............................
18
5. Uji aktivitas antibakteri kain sebelum pencucian (laundering) ......
18
6. Uji aktivitas antibakteri kain setelah pencucian (laundering) ........
19
7. Karakterisasi Gugus Fungsi, Uji kekakuan kain, dan Analisa Difraksi Sinar X (XRD) pada kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag, Analisis permukaan kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag dengan SEM ...................................................................................
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Kitin dan Sintesis Kitosan .........................................................
23
1. Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR ................
24
2. Analisis X-Ray Diffractometer (difraksi sinar-X)...........................
26
B. Penentuan Konsentrasi Optimum Adsorpsi Logam Ag oleh Kitosan ...
28
1. Karakterisasi FTIR kitosan setelah adsorpsi logam Ag ..................
29
2. Karakterisasi XRD kitosan setelah adsorpsi logam Ag ..................
31
3. Karakterisasi DTA/TGA kitosan setelah adsorpsi logam Ag .........
32
C. Penentuan Kondisi Optimum Pelapisan Kain katun dengan SiO2 dan Komposit Kitosan/Ag...........................................................................
34
1. Pelapisan kain katun dengan SiO2 ..................................................
34
2. Pelapisan kain katun terlapisi SiO2dengan komposit kitosan/Ag ..
36
D. Aktivitas Bakteri Escherichia coli Pada Kain ...................................... commit to user
40
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................................
47
B. Saran ......................................................................................................
47
Daftar Pustaka .................................................................................................
48
Lampiran .........................................................................................................
51
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan .....................................
24
Tabel 2.
Hasil uji kekakuan kain terlapisi SiO2 ...........................................
35
Tabel 3.
Hasil Uji Kekakuan Kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag
37
Tabel 4.
Berat kain sesudah dan sebelum proses pencucian .........................
43
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Struktur kitin, kitosan dan selulosa ............................................
7
Gambar 2.
Reaksi hidrolisis pada proses deasetilasi kitin oleh basa kuat ...
8
Gambar 3.
Bakteri Escherichia coli .............................................................
12
Gambar 4.
Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang ...........................
24
Gambar 5.
Difraktogram kitin dan kitosan ..................................................
26
Gambar 6.
Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan .................................
27
Gambar 7.
Ikatan hidrogen dari kitin ..........................................................
27
Gambar 8.
Ikatan hidrogen dari kitosan .....................................................
27
Gambar 9.
Kurva standar logam Ag menggunakan AAS ............................
28
Gambar 10. Adsorpsi logam Ag oleh kitosan ................................................
29
Gambar 11. Perubahan spektra IR kitosan sebelum dan setelah proses adsorpsi ......................................................................................
30
Gambar 12. Perubahan difraktogram kitosan ................................................
31
Gambar 13. Berkurangnya ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitosan ...............................................................
32
Gambar 14. Perubahan Termogram TGA Kitosan ........................................
33
Gambar 15. Perubahan Termogram DTA Kitosan ........................................
33
Gambar 16. Hubungan antara waktu pencelupan kain dengan berat lapisan SiO2 ...........................................................................................
35
Gambar 17. Hubungan antara konsentrasi komposit kitosan/Ag dengan berat lapisan komposit kitosan/Ag .............................................
36
Gambar 18. Perubahan difraktogram kain yang terlapisi SiO2 dan terlapisi komposit kitosan/Ag ....................................................
37
Gambar 19. Tekstur permukaan kain tanpa perlakuan ..................................
38
Gambar 20. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2 ...............................
39
Gambar 21. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2 dan komposit commit to user kitosan/Ag 0,1%(b/v) .................................................................
39
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 22. Kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density dan jumlah koloni sel bakteri Escherichia coli (CFU/mL) ........
42
Gambar 23. Perbandingan persentase daya hambat komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri E.coli sebelum dan setelah pencucian. (a : Data percobaan ke – 1 dan b : Data percobaan ke – 2) .......
44
Gambar 24. Perbandingan persentase efektivitas komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri E.coli sebelum dan setelah pencucian. (a : Data percobaan ke – 1 dan b : Data percobaan ke – 2) .......
commit to user xiv
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Penentuan Derajad Deasetilasi (DD) berdasarkan baseline b ....
51
Lampiran 2. Data pembuatan kurva standar adsorbsi logam Ag menggunakan AAS ...................................................................
52
Lampiran 3. Data persentase (%) adsorbsi logam Ag oleh kitosan ...............
52
Lampiran 4. Penentuan kondisi optimum % adsorbsi ....................................
53
Lampiran 5. Uji Duncan kondisi optimum % adsorbsi ..................................
53
Lampiran 6. Data uji Duncan kekakuan kain terlapisi SiO2 ...........................
54
Lampiran 7. Data kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density dan jumlah koloni sel bakteri E.coli (CFU/mL)........................
54
Lampiran 8. Data ke-1 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag sebelum pencucian terhadap bakteri E.coli ............
55
Lampiran 9. Data ke-1 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag setelah pencucian terhadap bakteri E.coli...............
55
Lampiran 10. Data ke-2 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag sebelum pencucian terhadap bakteri E.coli ............
56
Lampiran 11. Data ke-2 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag setelah pencucian terhadap bakteri E.coli...............
commit to user xv
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tekstil merupakan material yang penting dan merupakan kebutuhan pokok manusia terutama sebagai pakaian pelindung tubuh. Kain yang baik adalah kain yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pakaian yang tidak higienis akan dapat menimbulkan masalah kesehatan, misalnya penyakit infeksi saluran kencing yang dapat disebabkan tidak higienisnya pakaian dalam atau seringnya iritasi pada bayi karena penggunaan popok (pampers) dan pakaian yang tidak higienis (http://gresnews.com/ch/Health/cluster/Dokter,
2010).
Salah
satu
penyebab
pakaian tidak higienis karena banyak bakteri yang tumbuh pada pakaian tersebut. Untuk manghambat dan mencegah pertumbuhan bakteri perlu adanya bahan antibakteri didalam pakaian tersebut. Dekade terakhir ini, fenomena permintaan pasar terhadap produk tekstil mulai bergeser dari tekstil konvensional menuju tekstil multifungsi yaitu tekstil yang menghasilkan nilai tambah fungsional baru dengan adanya proses penambahan menggunakan teknologi (Wong et al., 2006; Mahlting et al., 2005). Sebagai ilustrasi, perkembangan pasar produk tekstil multifungsional di Jerman pada tahun 2002 saja sudah mencapai penjualan sekitar 24,3% (Mahlting et al., 2005). Tekstil multifungsi harus mampu memenuhi permintaan konsumen dalam hal perawatannya, memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan, serta memiliki ketahanan terhadap serangan mekanis, termal, kimia dan biologis. Salah satu nilai tambah fungsional dari tekstil multifungsi adalah tekstil yang bersifat anti bakteri. Ramachandran (2003) dan Vigo dalam Lee et al. (1999) menyebutkan bahwa salah satu bahan antibakteri yang digunakan untuk memberikan sifat antibakteri pada kain adalah senyawa ammonium kuartener yang menunjukkan sifat polikationik. Kitosan (2-amino-deoksi-β-D-glukosa) merupakan polimer kationik alami yang
bersifat
nontoksik,
dapat mengalami biodegradasi dan bersifat to user biokompatibel. Kitosan memilikicommit kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
misalnya sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna, anti jamur, kosmetik, farmasi, flokulan, antikanker, dan antibakteri (Prashanth and Tharanathan 2007; Liu et al., 2006). Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik polimer yang bermuatan negatif (Stephen, 2005). Seperti diketahui kitosan memiliki gugus amino (NH2) yang akan menjadi ammonium (NH3+) dalam medium asam. Muatan positif ion ini yang akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri, baik gram positif maupun gram negatif (Zhang et al., 2003). Oleh karena itu, kitosan dapat dijadikan salah satu alternatif bahan antibakteri yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya dalam pembuatan kain antibakteri. Penelitian Purnawan dkk. (2008) menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri kitosan pada kain katun hanya sekitar 67% sebelum pencucian dan jauh menurun menjadi sekitar 43% setelah pencucian kain dalam waktu kontak 3 jam. Aktivitas antibakteri kitosan yang relatif kecil ini disebabkan karena interaksi kitosan dengan kain yang masih lemah dan besarnya berat molekul kitosan. Lemahnya interaksi kitosan dangan kain menyebabkan kitosan mudah lepas, sedangkan besarnya berat molekul kitosan menyebabkan interaksi ammonium kuartener kitosan yang bermuatan positif dengan bakteri menjadi kurang efektif. Upaya peningkatan sifat antibakteri dalam pembuatan kain antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: 1) Penambahan senyawa pengemban yang dapat memperkuat interaksi dengan kain, seperti penambahan SiO2. Adanya gugus aktif silanol (Si-OH) pada SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat memperkuat interaksi dengan kain sehingga kitosan tidak mudah lepas (Li et al., 2007). 2) Penambahan suatu logam yang dapat menghambat bakteri seperti (Cd, Ag, Cu) (Ramachandran, 2003). Adanya ion logam Ag dalam polietilen dapat meningkatkan sifat antibakteri secara signifikan (Zhang et al., 2008). Ahmad et al. (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil sintesis bionanokomposit Ag/Lempung/kitosan cocok diaplikasikan sebagai bahan antibakteri dan dunia kesehatan meskipun penelitian ini belum menguji sifat antibakteri hasil sintesis tersebut. Hal ini diharapkan dengan penambahan ion commit to user logam Ag ke dalam silika dan kitosan dapat meningkatkan sifat antibakteri kain.
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keberhasilan penelitian ini akan memberikan peningkatan dalam menciptakan pakaian yang memiliki daya hambat dan daya tahan terhadap aktivitas bakteri dikulit manusia sehingga kesehatan lebih terjaga. Selain itu, keberhasilan metode penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pembuatan tekstil antibakteri terhadap masyarakat luas maupun kalangan industri sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Jenis tekstil yang ada di Indonesia adalah katun, nilon, wool. Tetapi pada umumnya yang sering digunakan sebagai bahan pakaian adalah katun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya keunggulan katun dibandingkan dengan jenis tekstil yang lain karena katun terbuat dari kapas sehingga enak dipakai dan lembut. Saat ini, fenomena permintaan pasar terhadap produk tekstil mulai bergeser dari tekstil konvensional menuju tekstil multifungsi yaitu tekstil yang menghasilkan nilai tambah fungsional baru dengan adanya proses penambahan menggunakan teknologi (Wong et al., 2006; Mahlting et al., 2005). Adanya penambahan bahan-bahan aditif banyak dilakukan dalam upaya peningkatan fungsi dan kualitas kain katun. Sebagai contohnya kain harus mampu memenuhi permintaan konsumen dalam hal perawatannya, memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan serta memiliki ketahanan terhadap serangan mekanis, termal, kimia dan biologis. Salah satu nilai tambah fungsional dari tekstil adalah tekstil yang bersifat anti bakteri. Fungsi dan kualitas kain juga dapat ditingkatkan dengan penambahan senyawa antibakteri dalam proses pembuatannya. Beberapa jenis senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri adalah sodium benzoat, senyawa fenol, asamasam organik, asam lemak rantai medium dan esternya, sulfur dioksida dan sulfit, nitrit, senyawa-senyawa kolagen dan surfaktan, dimetil karbonat dan metil askorbat. Ramachandran (2003) merekomendasikan beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain, yaitu: oksidator (aldehida dan commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
halogen), produk triklosan yang berfungsi sebagai disinfektan, senyawa ammonium kuaterner, senyawa kompleks logam, kitosan sebagai bahan antibakteri alami. Kitosan banyak terdapat pada biota laut terutama dari hewan golongan crustacea dan arthropoda sepeti udang dan kepiting. Kitosan merupakan polimer kationik yang melimpah setelah selulosa bersifat nontoksik, dapat mengalami biodegradabel dan bersifat kompatibel. Kitosan mempunyai aktivitas antibakteri dimana gugus amina terprotonasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan menahan muatan ion negatif mikroorganisme. Aktivitas antibakteri kitosan akan berbeda terhadap bakteri yang berbeda. Sifat dan karakter kitosan tersebut sangat dipengaruhi oleh derajat deasetilasi (DD). Besarnya derajat deasetilasi dipengaruhi oleh konsentrasi, basa,
temperatur, waktu dan banyaknya
pengulangan proses deasetilasi. Penambahan kitosan dalam proses pembuatan kain diharapkan mampu memberikan sifat antibakteri. Pembuatan komposit dapat dilakukan dengan metode larutan dan leburan (Kim et al., 2005). Sifat antibakteri kain dapat ditingkatkan dengan penambahan logam yang memiliki sifat antibakteri ke dalam kitosan membentuk komposit logam-kitosan seperti perak (Ag), tembaga (Cu), cadmium (Cd), timbal (Pb) dan nikel (Ni). Kemampuan kitosan dalam menyerap logam sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, waktu kontak dan konsentrasi. Komposit logam-kitosan diimpregnasikan secara reaktif terhadap kain. Untuk lebih meningkatkan daya impreg komposit terhadap kain maka perlu ditambah suatu senyawa pengemban yaitu SiO2, dimana sifat dari SiO2 amorf, mempunyai daya serap tinggi, serta sebagian berada dalam bentuk terhidrat, sehingga dapat meningkatkan ikatan yang terjadi pada komposit ke kain. Analisa besarnya DD pada kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR, spektroskopi UV-VIS,
13
C-NMR, XRD, HPLC. Selama
proses deasetilasi kitin dapat mengalami perubahan sifat dan karakter. Karakterisasi
kitin
dan
kitosan
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
spektroskopi infrared (IR) dan spektroskopi difraksi sinar-x (XRD). Karakterisasi commit to user penyerapan logam oleh kitosan dengan menggunakan spektrofotometer serapan
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atom (AAS) atau spektofotometer UV-Vis. Karakterisasi komposit yang dihasilkan dapat dilakukan dengan berbagai analisa yaitu analisis kimia, analisis spektroskopi dengan inframerah, analisis permukaan polimer dengan SEM dan TEM, analisis termal dengan analisis termal diferensial (DTA), pengukuran diferensial kalorimetri (DSC) dan analisis termogravimetri (TGA). Analisa aktivitas antibakteri bisa dilakukan terhadap bakteri gram negatif ataupun gram positif. Metode yang bisa digunakan untuk melakukan pengujian aktivitas antibakteri antara lain turbidimetri dan shake flash, diameter daya hambat dan viable count. Media pembiakan bakteri yang dapat digunakan antara lain nutrient broth (NB), nutrient agar (NA), tripthone soya agar (TSA) dan lainlain. Penggunaan media yang berbeda akan memberikan tingkat pertumbuhan. 2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi oleh : a.
Kain katun yang digunakan adalah jenis primisima.
b.
Senyawa antibakteri yang digunakan adalah kitosan dengan DD ≥ 90% yang diperoleh dari proses deasetilasi kitin limbah cangkang udang dalam 60% NaOH pada suhu 120 oC selama 1 jam, kemudian didiamkan beberapa saat sampai sedikit dingin lalu dipanaskan kembali sebanyak 3 x.
c.
Adsorpsi logam Ag oleh kitosan dilakukan pada variasi waktu shaker 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 jam, dengan 20 ml larutan Ag 1000 ppm dan menggunakan kitosan sebanyak 0,2 g serta Ag dianalisis dengan AAS.
d.
Karakterisasi komposit kitosan/Ag menggunakan IR, XRD dan DTA-TGA.
e.
Pelapisan kain dilakukan dengan mencelupkan kain kedalam larutan SiO2, kemudian
pada
larutan
komposit
kitosan/Ag.
Pelarut
untuk
SiO2
menggunakan NaOH 5% (b/v) dan dipanaskan pada suhu ≥ 80 0C dan untuk komposit menggunakan asetat 1% (b/v). f.
Konsentrasi SiO2 yang digunakan 0,20% (b/v), sedangkan konsentrasi komposit kitosan/Ag yang digunakan adalah 0; 0,05; 0,10; 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00% (b/v).
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g.
Analisis kain meliputi Uji kekakuan, XRD dan SEM.
h.
Metode yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri kain adalah shake flask method dan turbidimetri menggunakan UV-Vis pada λ = 610 nm. Analisis bakteri dilakukan pada waktu kontak jam ke 0, 2, 4, 6 dan 8. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: a.
Bagaimanakah pengaruh variasi waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan?
b.
Bagaimanakah pengaruh lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun?
c.
Bagaimana daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui pengaruh variasi waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan.
2.
Mengetahui pengaruh lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun.
3.
Mengetahui daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama yang berkaitan dengan sifat antibakteri lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain.
2.
Secara praktis, dapat digunakan untuk menciptakan kain yang mempunyai sifat anti bakteri terhadap bakteri E.coli. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kitin dan Kitosan Kitin disebut juga sebagai poli (1,4)-2-asetamida-2-deoksi-β-D-glukosa atau
poli-(β-1,4-N-asetilglukosamin)
merupakan
polimer
alami
yang
kelimpahannya terbesar setelah selulosa. Kitosan adalah derivatif dari kitin melalui proses deasetilasi kitin disebut juga poli (1,4)-2-amina-2-deoksi-β-Dglukosa atau poli-(β-1,4-glukosamin). Kedua macam polimer terkandung dalam semua hewan berbuku-buku seperti serangga, udang dan kepiting. Struktur kitin, kitosan dan selulosa memiliki kemiripan seperti yang terlihat pada Gambar 1. OH
OH O
NHAc
HO
O
O HO
O O
NHAc OH
HO O
HO
NH2
OH
O
HO
HO
O
NH2
O
O HO
O
NHAc
HO
O HO
O HO
kitin
NH2
NHAc
HO
NH2
O
HO
kitosan HOH2HO C O
HO
OH
O HO
OH
HOHHO 2C
HOHHO 2C O
OH
O
O HO
O
HO
OH
HOH2HO C
O
selulosa
Gambar 1. Struktur kitin, kitosan dan selulosa. Kitin dan kitosan memiliki struktur yang hampir sama tapi sifat kimia dan fisika keduanya sangat berbeda. Kitosan memiliki gugus amina primer yang lebih banyak daripada kitin sehingga membuat kitosan lebih basa dan nukleofilik. Pada saat pemanasan, kitosan cenderung terdekomposisi daripada meleleh sehingga polimer ini tidak memiliki titik leleh. Kitosan tidak larut dalam larutan netral atau basa tetapi larut dalam larutan asam seperti commit to asam user asetat, asam format, asam laktat,
7
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan asam glutamat. Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam, gugus amina primer dalam kitosan akan terprotonasi dan bermuatan positif. Oleh karena itu, molekul kitosan yang tersolvasi merupakan polikationik dan dapat terkoagulasi jika ditambahkan partikel atau molekul yang membawa muatan negatif seperti sodium alginat, anion sulfat dan phosphat. Namun kitosan juga rentan terhadap hidrolisis dengan katalis asam atau basa sehingga terjadi proses depolimerisasi dengan pemutusan ikatan β-glikosidik (Shepherd, 1997). Kitin dan kitosan mempunyai sifat dapat terbiodegradasi, biokompabilitas, tidak berbau, tidak beracun, secara umum tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut dalam asam atau basa encer. Oligomer dari kitin dan kitosan secara biologis dapat aktif dan berinteraksi dengan sel maupun jaringan hewan dan tumbuhan, dapat membentuk jaringan atau matrik dengan polimer yang bermuatan negatif. Kitin dan kitosan juga berikatan dengan lemak, protein dan substansi kimia lain dalam tubuh, sesuai dan berhubungan dengan karbohidrat yang dimiliki manusia (Prashanth et al., 2007). Pembentukan kitosan dari kitin dilakukan dengan pemutusan gugus asetil menggunakan nukleofil kuat. Mekanisme pemutusan asetil pada Gambar 2. O
O H N
C
CH3
+
H N
OH
C
CH3
O
Kitin
H
O
O NH2
+
H3C
C
NH
O
+
H3C
C
OH
Kitosan CH2OH O
H
=
H OH
O
H H
H
Gambar 2. Reaksi hidrolisis pada proses deasetilasi kitin oleh basa kuat (Champagne, 2002) Dalam hidrolisis basa terhadap kitin dan kitosan, adanya oksigen dan ion hidroksil tidak menginisiasi putusnya ikatan glikosida. Kemungkinan disebabkan oleh adanya air yang berlebih dalam larutan. Adanya nukleofilik dari NaOH, KOH, NaCl, NaI, dan KI dalam kondisi atmosfer udara bebas, O2, N2 tidak commit to user memberikan perbedaan BM karena rasio perbandingan BM/BM0 dalam kondisi
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut adalah sama. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi-kondisi tersebut memiliki pengaruh yang sama terhadap putusnya ikatan glikosida (Chebotok et al., 2006). Performance sifat-sifat kitosan sangat dipengaruhi oleh 2 parameter penting yaitu: derajat deasetilasi (DD) dan berat molekul (BM). Variasi BM kitosan dengan DD tetap diperoleh melalui metode hidrolisis asam asetat (Liu et al., 2006). Nilai DD dan BM ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi basa, temperatur, waktu dan pengulangan proses selama pembentukan kitosan. Tretenichenko et al. (2006) melaporkan tentang karakteristik kitosan yang dihasilkan dari berbagai variasi kondisi perlakuan dalam proses isolasi kitin maupun deasetilasi kitin menjadi kitosan. Kitosan tersebut mempunyai derajat dasetilasi 70-87%, berat molekul 270.000-660.000 g/mol. Sementara, kitosan hasil isolasi Tolaimate et al. (2003) mempunyai karakteristik dengan harga derajat deasetilasi 95,5-99%, berat molekul 174.000-590.000 g/mol dan. Kitosan hasil isolasi mempunyai karakteristik dengan harga derajat deasetilasi 86-89%, berat molekul 290.000-305.000 g/mol. Kitosan komersial, umumnya bersifat heterogen dengan derajat deasetilasi 60-90% dan berat molekul 50.000-200.000 g/mol (Rege dan Lawrence., 1999). Pengukuran DD kitosan dapat dihitung melalui beberapa metode antara lain: metode spektrofotometer IR yang diusulkan oleh Domzy dan Robert (base line a) dan yang diusulkan oleh Baxter (base line b) serta pengembangannya (Brugnerotto et al., 2001; Khan et al., 2002), XRD (Zhang et al., 2005), first derivative UV-Spectrophotometry, HBr titrimetry (Khan et al., 2002), high intensity ultrasonicated (Baxter et al., 2005), dan titrasi potensiometri (Balazs et al., 2007). 2. Silika (SiO2) Silikon jarang ditemukan secara alami dalam bentuk murninya. Silikon murni yang terkandung kerak bumi sekitar 25,7%. Silikon berikatan kuat dengan oksigen dan hampir selalu ditemukan sebagai silikon oksida, SiO2 (quartz) atau sebagai silikat (SiO44-). Silikon commit ditemukan sebagai mineral asli hanya dalam to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pernafasan vulkanis dan kandungan kecil dalam emas. Silika adalah suatu istilah yang digunakan dalam geologi untuk SiO2 atau silikon dioksida dalam bentuk quartz atau sebagai segmen kimia dari silikat atau silikon dioksida yang larut dalam air. Unit dasar kimia dari silikat adalah SiO44- bentuk tetrahedron. Ion pusat silikon mempunyai muatan positif empat dimana oksigen mempunyai muatan negatif dua (2-) dari energi ikatan total oksigen. Kondisi ini memungkinkan oksigen mengikat ion silikon sehingga menghubungkan satu (SiO44-) tetrahedron dengan yang lain. Struktur tetrahedron silikat ini sungguh mengagumkan karena dapat membentuk unit tunggal, unit ganda, rantai, lembaran, cincin dan struktur kerangka (Berry et al., 1983). Scott (1993) menyatakan bahwa silika bersifat amorf, mempunyai daya serap tinggi, serta sebagian berada dalam bentuk terhidrat. Silika amorf memiliki densitas yang rendah, luas permukaan yang besar dan porositas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai katalis. Silika memiliki gugus aktif pada permukaannya yaitu gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) (Oscik, 1982). Silika dipilih sebagai host/inang material agar dapat berfungsi sebagai pembatas pertumbuhan kristal oksida yang berada didalamnya sehingga ukuran partikel menjadi sangat kecil. Efektivitas dari suatu semikonduktor dapat meningkat jika memiliki ukuran partikel relatif kecil atau dalam skala nanometer (Ekimov et al., 1985). 3. Bakteri Organisme prokariotik secara garis besar dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu Eubakteri yang merupakan bakteri sejati dan Archaea. Kelompok Archaea meliputi organisme prokariotik yang tidak memiliki peptidoglikon pada dinding selnya. Eubakteri dibagi 4 kategori utama berdasarkan ciri khas dinding selnya yaitu: eubakteri gram-negatif yang memiliki dinding sel, eubakteri gram-positif yang memiliki dinding sel, eubakteri yang tidak memiliki dinding sel, dan arkeobakteri (Pratiwi, 2005). Sel bakteri memiliki struktur eksternal dan internal sel. Salah satu struktur eksternal sel bakteri adalah dinding commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
sel sedangkan salah satu struktur internal sel bakteri adalah membran plasma atau membran sitoplasma. Dinding sel bakteri merupakan struktur komplek dan berfungsi sebagai penentu bentuk sel, pelindung dari kemungkinan pecahnya sel, pelindung isi sel dari perubahan lingkungan luar sel. Dinding sel terdiri dari atas peptidoglikan atau murein yang menyebabkan kakunya dinding sel. Peptidoglikan merupakan polimer yang tersusun atas perulangan disakarida yang tersusun atas monosakarida N-asetilglikosamin (NAG) dan N-asam asetilmuramid (NAM) yang melekat pada suatu peptida yang terdiri dari 4 atau 5 asam amino yaitu L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat, dan lisin atau asam diaminopimelat membentuk selubung mengelilingi sel. Asam amino dalam kondisi lingkungan tertentu (netral) berada dalam bentuk ion dipolar (switter ion) dengan memiliki ion negatif dan positif sekaligus. Asam-asam amino lisin memiliki rantai cabang yang dapat bermuatan positif maupun negatif. Asam-asam glutamat memiliki rantai cabang berupa asam dan bermuatan negatif (Brooks et al., 1996). Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapis peptidoglikan membentuk struktur yang tebal dan kaku, serta mengandung asam teikoat yang terdiri dari alkohol dan fosfat sehingga sel bakteri cenderung bermuatan negatif dan memiliki gugus hidrofilik. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada lipoprotein pada membran luar. Selain itu, terdapat daerah periplasma yaitu daerah yang terdapat diantara plasma membran dan membran luar. Dinding sel bakteri gram negatif tidak mengandung asam teikoat dan hanya mengandung sejumlah kecil peptidoglikan sehingga dinding sel gram negatif relatif tidak kaku dan relatif lebih tahan terhadap kerusakan mekanis (Pratiwi, 2005). Membran plasma (inner membran atau membran sitoplasma) adalah struktur tipis yang terdapat di sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel. Membran plasma tersusun atas fosfolipid dua lapis dan protein. Fosfolipid merupakan ester asam lemak dan gliserol yang mengandung ion fosfat yang bermuatan negatif. Membran plasma berfungsi sebagai sekat selektif materialcommit to plasma user juga berfungsi untuk memecah material di dalam dan di luar sel. Membran
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nutrien dan produksi energi. Golongan bakteri garam negatif antara lain: Treponema, Helicobacter, Pseudomonas, Escherichia, Salmonella, Bacteriodes sedangkan golongan bakteri garam positif antara lain: Staphylococcus, Streptococcus, Bacillus, Listeria, Mycobacterium, Streptomyces. 4. Escherichia coli Bakteri Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang sering dibicarakan. Cukup banyak masyarakat yang tahu E. coli namun hanya sebatas bakteri ini adalah penyebab infeksi saluran pencernaan. Namun banyak sebenarnya yang patut diketahui dari bakteri ini (Liu et al., 2008).
Gambar 3. Bakteri Escherichia coli Klasifikasi Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Gamma proteobacteria
Order
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteri aceae
Genus
: Escherichia
Species
: Escherichia coli
Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0,5 micrometer. Volume sel E. coli berkisar 0,6 - 0,7 micrometer kubik dan umumnya hidup pada rentang 20 - 40 oC, optimum pada 37 oC . Bakteri Esherichia coli merupakan bakteri gram negatif tahan hidup dalam media yang kekurangan zat gizi (Yalun, 2008). Esherichia coli merupakan bakteri yang habitatnya di lingkungan akuatik, commit tanah, to usermakanan, air seni, dan tinja, dan
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bersifat sebagai patogen. Dinding selnya mengandung peptidoglikan dan asam teikhoat, selalu berpasangan membentuk rantai pendek atau seperti anggur, biasanya ada di kulit dan bersifat sebagai pathogen. 5. Aktivitas Kain Antibakteri Kain merupakan material yang penting dan menjadi kebutuhan pokok manusia sebagai pelindung badan. Kain yang baik adalah kain yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Ancaman terhadap kesehatan didasarkan pada sifat kain berpori dan kasar sehingga kondusif untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Bakteri akan menyerang kain dan berdampak pada kesehatan tubuh seperti menimbulkan bau dan infeksi serta menurunkan kualitas kain. Sifat antibakteri tersebut dapat diperoleh melalui dua metode umum, yaitu penambahan bahan antibakteri pada polimer sebelum proses ekstrusi (fibre chemistry) dan pemberian perlakuan akhir (post-treatment) pada serat atau kain pada tahap finishing (Anonim, 2005). Proses akhir pada produksi kain dengan pemberian nilai tambah bahan antibakteri menjadi penting untuk menghasilkan kain yang aman dan sehat. Pada umumnya, tujuan perlakuan kain dengan bahan antibakteri (Ramachandran, 2003) adalah : 1) untuk mencegah infeksi silang oleh mikroorganisme patogen, 2) untuk mengontrol penyebaran mikroba, 3) untuk menghambat metabolisme mikroba sehingga mengurangi bau yang tidak mengenakkan, 4) untuk melindungi produk kain dari noda dan perusakan warna serta menurunnya kualitas kain. Kain sebagai produk garment semestinya memenuhi syarat dalam hal kemudahan pembasahan sekaligus tahan terhadap proses pencucian yang aman dan nyaman digunakan sebagai bahan pakaian. Oleh karena itu, sangat penting memperhitungkan efek bahan yang digunakan sebagai nilai tambah pada proses akhir produksi kain terhadap kekuatan kain serta daya tahan termal dan mekanis. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari proses pemberian nilai tambah antibakteri pada kain adalah : 1) ketahanan terhadap pencucian basah maupun kering serta pencucian dengan panas, 2) mempunyai aktivitas selektif terhadap mikroorganisme tidak menyenangkan, commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan kontrol efektif terhadap bakteri dan jamur, 3) tidak memberikan efek berbahaya bagi produsen, pengguna maupun lingkungan, 4) metode mudah diaplikasikan dalam proses tekstil secara umum, 5) tidak mengurangi kualitas kain (Anonim, 2003). Bahan antibakteri dapat digunakan pada kain dengan berbagai cara, seperti teknik penguapan, penambahan bahan pengisi secara kering, pelapisan, penyemprotan dan teknik pembusaan. Ramachandran (2003) merekomendasikan beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain, yaitu: 1) oksidator, seperti aldehida dan halogen yang dapat menyerang membran sel, 2) koagulan, 3) produk triklosan yang berfungsi sebagai disinfektan, 4) senyawa amonium kuartener, amina dan glukoperotamin yang menunjukkan sifat polikationik, 5) senyawa komplek logam (Cd, Ag, Cu), 6) kitosan sebagai bahan antibakteri alami. Aktifitas antibakteri dapat melalui cara membunuh mikroorganisme (bakteriosidal)
dan
atau
penghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
(bakteriostatik) dengan jalan menghancurkan atau menggangu dinding sel, menghambat sintesis dinning sel, menghambat sintesisi protein dan asam nukleat, merusak DNA, denaturasi protein, menghambat aktifitas enzim.
B. Kerangka Pemikiran Kitosan merupakan senyawa polikationik alam unik yang memilki aktivitas antibakteri. Adanya gugus amina terprotonasi dapat menghambat pertumbuhan
bakteri
melalui
interaksi
dengan
muatan
ion
negatif
mikroorganisme. Semakin besar derajad deasetilasi (DD) kitosan, daya hambat kitosan terhadap bakteri semakin besar. Semakin besar konsentrasi kitosan, diharapkan dapat meningkatkan sifat antibakteri pada kain. Selain memiliki sifat antibakteri, kitosan juga dapat berfungsi sebagai adsorben logam. Adanya penambahan logam Ag dalam kitosan diharapkan mampu meningkatkan sifat antibakteri kain. Menurut Ramachandran (2003) merekomendasikan beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan commit to user antibakteri pada kain salah satunya adalah senyawa kompleks logam seperti
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
logam Ag. Logam Ag yang terabsorb oleh kitosan diharapkan dapat meningkatkan sifat antibakteri pada kain. Silika merupakan senyawa kimia yang bersifat amorf, mempunyai dayaserap tinggi dan berada dalam bentuk terhidrat. Adanya gugus aktif silanol pada silika dapat digunakan sebagai pengemban kitosan, sehingga dapat memperkuat interaksi dengan kain, sehingga kitosan tidak mudah lepas. Pembuatan komposit kitosan/Ag dilakukan dengan cara pencampurkan larutan Ag dan kitosan kemudian dishaker pada kondisi tertentu. Terjadinya ikatan antara kitosan/Ag dapat dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer infra merah (FTIR). Kristanilitas komposit yang terbentuk baik tanpa maupun dengan Ag dianalisa dengan menggunakan difraksi sinar-X (XRD). Pelapisan kain dilakukan dengan mencelupkan kain kedalam larutan SiO2, kemudian pada larutan komposit kitosan/Ag. Pelarut untuk SiO2 menggunakan NaOH 5% dan untuk komposit kitosan/Ag menggunakan asetat 1%. Adanya NaOH sebagai pelarut SiO2 secara tidak langsung dapat mendegradasi selulosa kain sehingga membuat kain katun yang dilapisi oleh SiO2 menjadi tidak kaku dan adanya komposit kitosan/Ag pada kain katun membuat kain menjadi kaku. Analisis kain meliputi Uji kekakuan, XRD dan SEM. Diharapkan kain yang dilapisi oleh SiO2 dan komposit kitosan/Ag dapat menghambat aktivitas bakteri E.coli.
C. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis: 1.
Semakin lama waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan maka semakin banyak logam Ag yang teradsorb.
2.
Adanya lapisan SiO2 menyebabkan kain katun semakin tidak kaku dan komposit kitosan/Ag pada kain katun membuat kain menjadi kaku.
3.
Adanya daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian Penelitian tentang daya hambat komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2 pada kain katun terhadap aktivitas bakteri menggunakan metode eksperimen laboratorium dan data yang didapatkan merupadan data duplo. Pembuatan kitosan dilakukan melalui proses deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi dari serbuk cangkang udang. Pembuatan komposit kitosan/Ag dilakukan dengan cara pencampurkan larutan Ag dan kitosan kemudian dishaker pada kondisi tertentu. Sedangkan karakterisasi dan analisa daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun dilakukan dengan FTIR, XRD, DTA-TGA, uji kekakuan kain serta uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri E.coli.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS, Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS, Laboratorium Mikrobiologi PAU UGM. Waktu penelitian dari bulan Juli 2010 sampai Oktober 2010.
C. Alat dan Bahan yang digunakan 1. Alat Peralatan laboratorium yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: spektrofotometer infra merah (FTIR, Shimdzu Prestige 21), spektrometer serapan atom (AAS, AA-6650 Shimadzu manufactured by mitorika.co.Hitaci.Ltd),
spektrometer
UV-Vis
(UV,
1601
UV-Visible
Spectrophotometer Shimadzu), internal mixer (haake polydrive with rheomix R600-610), alat difraksi sinar-x (Shimadzu XRD 7000 X-Ray difractometer maxima), alat penguji kekakuan kain, autoclave (Hirayama), seperangkat alat refluks, peralatan gelas, ayakan stainless steel ukuran 100 mesh, incubator, oven, commit to user gunting, termometer, penggerus porselin, cawan porselin, seperangkat penyaring
16
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
buchner, pengaduk magnet dan hotplate, pH indicator, neraca analitis, mikropipet, bunsen. 2. Bahan Kain katun jenis Primisima, serbuk cangkang udang yang lolos ayakan 100 mesh, NaOH (Merck), SiO2 (Merck), asam asetat p.a (Merck), AgNO3 (Merck), H2SO4 (Merck), HNO3 (Merck), minyak goreng, kertas saring whatman 41, bakteri Escherichia Coli, spirtus, kapas, etanol 70%, nutrien broth, aquades produksi laboratorium FMIPA UNS.
D. Prosedur Penelitian 1. Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang Cangkang udang yang telah dibersihkan, dikeringkan dan diblender kemudian disaring menggunakan ayakan 100 mesh. Proses deproteinasi. Serbuk cangkang udang yang lolos ayakan 100 mesh sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 mL ditambah 250 mL larutan NaOH 4% (b/v), dipanaskan sambil diaduk pada suhu 80 ºC selama 1 jam. Padatan yang diperoleh kemudian dicuci dengan akuades sampai netral dan dikeringkan pada suhu 60 ºC sampai kering (Purnawan dkk., 2008). Proses demineralisasi. Serbuk cangkang udang sebanyak 10 g hasil deproteinasi dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL ditambah 150 mL larutan HCl 1 M, diaduk pada suhu kamar selama 3 jam. Serbuk yang diperoleh kemudian dicuci sampai netral dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 60 ºC sampai kering (Purnawan dkk., 2008). Proses Deasetilasi Kitin. Sebanyak 10 g kitin dimasukkan ke dalam labu leher dua 500 mL ditambah 150 mL larutan NaOH 60% (b/v), direfluks pada suhu 120 °C selama 3 jam. Hasil deasetilasi disaring dengan kertas saring biasa dan dicuci menggunakan akuades sampai netral. Residu hasil deasetilasi dikeringkan pada suhu 60 °C sampai kering (±8 jam) (Purnawan dkk., 2008). Kemudian kitin dan kitosan yang diproleh dikarakterisasi menggunakan spektrometer IR dan XRD.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pembuatan komposit kitosan/Ag Sebanyak 200 mg adsorben (kitosan hasil deasetilasi) diinteraksikan dengan Ag pada konsentrasi 1000 mg/L, diambil sebanyak 20 ml pada 7 gelas beker dan masing-masing dishaker dengan variasi waktu shaker 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 jam. Kemudian filtrat dan residu dipisahkan dengan disaring. Residu dikeringkan dengan dioven selama 3 jam. Filtrat diukur kadar Ag yang tersisa dalam larutan dengan spektrofotometer serapan atom untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi kitosan terhadap logam Ag sedangkan residu yang berupa komposit kitosan/Ag dikarakterisasi IR, DTA/TGA dan XRD. 3. Pelapisan kain dengan SiO2 Kain katun dengan ukuran 12 x 3 cm2 yang sudah ditimbang beratnya dicelupkan kedalam larutan SiO2 (0.2 gram SiO2 yang dilarutkan dalam NaOH 5% (b/v)) dengan variasi waktu pencelupan 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit. Kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit. Kemudian kain ditimbang beratnya hingga konstan. Kekakuan kain diuji dengan uji kekakuan. 4. Pelapisan kain dengan kitosan/Ag variasi berat Kain katun yang sudah terlapisi SiO2 dicelupkan kedalam variasi larutan komposit 0, 0.01, 0.05, 0.10, 0.50, 1.00, 1.50 dan 2.00 % (b/v) selama 10 menit. Kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan dimantapkan pada suhu 150 oC selama 3 menit. Kemudian kain ditimbang beratnya hingga konstan. Kekakuan kain diuji dengan uji kekakuan dan karakterisasi kain dianalisis menggunakan XRD dan SEM. 5. Uji aktivitas antibakteri kain sebelum pencucian (laundering) Metode yang digunakan adalah shake flash method dan turbidimetri. Media NB 3% (b/v) 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml yang sudah steril. Kain masing - masing berukuran 2 x 3 cm2 sebanyak 6 potong yang telah dilapisi komposit dimasukkan kedalam 6 erlenmeyer, lalu dimasukkan dan dipanaskan didalam autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit. Setelah dingin sebanyak 1 ml bakteri E.coli hasil inkubasi selama 24 jam dimasukkan ke dalam commit to user sampel larutan media (sebagai kontrol), larutan media dan kain tanpa perlakuan,
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
larutan media dan kain dilapisi SiO2, larutan media dan kain dilapisi komposit (0.01, 0.05, 0.10, 0.50 % (b/v)). Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 610 nm. Percobaan dilakukan duplo. Dari data tersebut, dihitung persentase daya hambat pada kain berlapiskan SiO2 dan kitosan/Ag terhadap pertumbuhan bakteri E.coli. inhibisi (%) =
(A t - A 0 ) - ( Bt - A0 ) x 100% At - A0
Dengan: A0 = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-nol At = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-t Bt = jumlah koloni bakteri sampel jam ke-t 6. Uji aktivitas antibakteri kain setelah pencucian (laundering) Metode yang digunakan adalah shake flash method dan turbidimetri. Media NB 3% (b/v) 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml yang sudah steril. Kain masing - masing berukuran 2 x 3 cm2 sebanyak 6 potong yang telah dilapisi komposit dan dicuci dengan 0.2% (v/v) surfaktan tween-20 selama 5 menit dan dibilas dengan aquades selama 2 menit menggunakan sonic washer. Kemudian kain dikeringkan, setelah kering kain dimasukkan kedalam 6 erlenmeyer, lalu dimasukkan dan dipanaskan didalam autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit. Setelah dingin sebanyak 1 ml bakteri E.coli hasil inkubasi selama 24 jam dimasukkan ke dalam sampel larutan media (sebagai kontrol), larutan media dan kain tanpa perlakuan, larutan media dan kain dilapisi SiO2, larutan media dan kain dilapisi komposit (0.01, 0.05, 0.10, 0.50 % (b/v)). Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 610 nm. Percobaan dilakukan duplo. Dari data tersebut, dihitung persentase daya hambat pada kain berlapiskan SiO2 dan kitosan/Ag dengan konsentrasi bervariasi terhadap pertumbuhan bakteri E.coli.
(A t - A 0 ) - ( Bt - A0 ) inhibisi (%) = commit x 100% Atot -user A0
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan: A0 = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-nol At = jumlah koloni bakteri kontrol jam ke-t Bt = jumlah koloni bakteri sampel jam ke-t 7. Karakterisasi Gugus Fungsi, Uji kekakuan kain, dan Analisa Difraksi Sinar X (XRD) pada kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag, Analisis permukaan kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag dengan SEM a. Analisis Gugus Fungsi Spesimen dengan ketebalan 0,4 mm dimasukkan dalam spektrofotometer Infra Merah (FTIR, Shimdzu Prestige 21). Hasil diperoleh dalam bentuk spektra IR yang menginformasikan adanya serapan gugus fungsi pada frekuensi tertentu. Analisis IR dilakukan pada kitin, kitosan dan komposit kitosan/Ag optimum. b. Analisis kekakuan kain Kekakuan kain dianalisis menggunakan stiffness tester. Kain yang sudah ditimbang beratnya dan diukur luasnya (2 x 3 cm2) diletakkan diatas alat kemudian digeser menggunakan penggaris kearah bidang miring hingga ujing kain menyentuh bidang miring yang bersudut 41,5o. Panjang pita yang menggantung dari kain tersebut dicatat dan besarnya kekakuan kain didapatkan. c. Analisa Difraksi Sinar X (XRD) Sampel ditempatkan pada sample holder yang ketebalannya 2 mm alat XRD pada posisi rata atau sejajar dengan Ganiometer dan luas penyinaran antara 0,5 x 2 cm sampai 1 x 2 cm, kemudian dilakukan scanning pada kondisi: X-ray tube X-ray tube (target = Cu, voltage = 40.0 (kV), current = 30.0 (mA)); Slits (divergence slit = 1.00000 (deg), scatter slit = 1.00000 (deg), receiving slit = 0.15000 (mm)); Scanning (drive axis = Theta-2Theta, scan range = 5.000 89.980), scan mode = Continuous Scan, scan speed sampling pitch = 0.0200 (deg) , preset time = 0.60 (sec) commit to user
= 2.0000 (deg/min),
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Analisis Permukaan dengan SEM Kain dengan ketebalan sekitar 0,5 mm diletakkan di bawah mikroskop elektron dengan perbesaran 2500x dan diatur sedemikian rupa sehingga terlihat gambar yang jelas. Gambar kain difoto dengan kamera digital melalui mikroskop.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data 1. Penetuan derajat deasetilasi (DD) Derajat deasetilasi kitosan ditentukan berdasarkan karakter spektra IR. Derajat deasetilasi (DD) kitosan diperoleh dari perbandingan absorbansi puncak pada daerah serapan sekitar 1650 cm-1 yang merupakan serapan gugus karbonil dan absorbansi puncak serapan sekitar 3450 cm-1 yang merupakan serapan hidroksil sebagai standar internal atau puncak referensi dari metode spektroskopi IR. Semakin besar derajat deasetilasi kitosan, intensitas serapan pada daerah sekitar 1650 cm-1 yang menunjukkan C=O stretching semakin menurun, sedangkan intensitas serapan pada daerah sekitar 1596 cm-1 yang menunjukkan amina primer (-NH2) semakin meningkat. 2. Penentuan kondisi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan Dengan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS) dengan teknik analisa menggunakan metode kurva kalibrasi. Dari AAS diperoleh data absorbansi dan konsentrasi. Kondisi optimum adsorpsi ditentukan dari grafik % adsorpsi terhadap perbandingan kitosan dan Ag. Kondisi optimum adsorpsi ditunjukkan oleh penurunan % abdsorbsi secara signifikan dengan naiknya perbandingan kitosan/Ag hingga mencapai maksimum dan penurunan secara tajam % absorbsi. Penentuan kondisi optimum juga didukung dengan perhitungan secara statistik kimia melalui uji anova satu faktor. 3. Penentuan kekakuan kain Dengan menggunakan stiffness tester yang akan diperoleh data berupa kekakuan kain (g.cm). Sehingga diperoleh data kekakuan kain tanpa perlakuan, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag. Semakin commit to user kaku suatu bahan, maka kekakuannya semakin besar. Kondisi optimum kain yang
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak terlalu kaku ditentukan dari besarnya kekakuan yang dihasilkan. Data yang terbaik menunjukkan kekakuan kain yang tidak terlalu kaku. 4. Analisa interaksi antara senyawa penyusun komposit kitosan/Ag Dapat dipelajari dari data spektra IR menggunakan FTIR dan kristalinitas menggunakan XRD. Adanya penurunan intensitas pada serapan tertentu dan munculnya serapan baru mengindikasikan adanya ikatan baru. Hal serupa ditunjukkan oleh difraktogram XRD, munculnya pola difraktogram baru mengindikasikan adanya pembentukan serapan baru dengan pola kristal yang berbeda. 5. Penentuan kristalinitas kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag Dengan menggunakan XRD yang akan diperoleh data berupa difraktogram yang menunjukkan pola difraksi 2θ. Terbentuknya ikatan antara kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag ditandai dengan ternjadinya pergeseran pola difraksi utama pada posisi 2θ disekitar 10o dan 20o serta jarak antar puncak utama. Selain itu adanya perubahan pola difraksi dan intensitas puncak ini menunjukkan pola kristal kristalinitas kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag dibandingkan senyawa-senyawa pembentuknya. 6. Homogenitas permukaan komposit SiO2/kitosan/Ag Dianalisis dengan scanning mikroskop elektron (SEM). Data foto mikrografi berupa gambar dengan perbesaran tertentu yang menunjukkan homogenitas permukaan kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag. Semakin homogen pencampuran bahan, persebaran lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag dalam kain semakin merata. 7. Analisis kemampuan aktivitas antibakteri pada kain Dilakukan terhadap bakteri Escherichia Coli. Dari uji antibakteri ini akan diperoleh data jumlah koloni bakteri pada masing-masing sempel. Komposit yang memiliki jumlah koloni paling sedikit, berarti memiliki daya hambat terhadap bakteri paling besar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang isolasi kitin dan sintesis kitosan cangkang udang, penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan, penentuan kondisi optimum pelapisan kain katun dengan SiO2 dan komposit kitosan/Ag dan karakterisasinya serta uji aktivitas bakteri Escherichia coli pada kain.
A. Isolasi kitin dan sintesis kitosan Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang melalui beberapa tahap yaitu pembuatan serbuk cangkang udang lolos ayakan 100 mesh, proses deproteinasi, proses demineralisasi dan proses deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa protein dan lemak pada cangkang udang. Pada cangkang udang, keberadaan kitin disertai dengan adanya protein dan fraksi anorganik yang kebanyakan disusun oleh garam-garam kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Untuk memperoleh kitin diperlukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan mineral-mineral yang terdapat dalam kulit udang. Adapun reaksi demineralisasi dalam pelarut asam adalah sebagai berikut: Ca3(PO4)2
(s)
+ 6 HCl
CaCO3 (s) + 2 HCl (aq)
3 CaCl2
(aq)
(aq)
+ 2 H3PO4
(aq)
CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
Adanya CO2 yang dihasilkan dapat terlihat dari buih yang terbentuk pada proses demineralisasi. Pemutusan gugus asetil dari gugus N-asetil pada kitin untuk menghasilkan kitosan disebut proses deasetilasi. Reaksi hidrolisis dengan basa kuat yang terjadi antara kitin dengan NaOH yang terjadi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Proses isolasi kitin dari cangkang udang yang telah dilakukan sebanyak 25 g serbuk cangkang udang (berat kering) menghasilkan kitin rata- rata sebanyak 4,526 g (18,10% dari cangkang udang) yang kemudian sintesis kitin menjadi kitosan rata-rata menghasilkan sebanyak 3,005 g (12,02% commit to user dari berat cangkang udang) kitosan.
23
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR
Kitin dan kitosan yang dihasilkan dari cangkang udang dikarakterisasi dengan
spektroskopi
infra
merah
untuk
mengidentifikasi
gugus-gugus
fungsionalnya selain itu derajat deasetilasi kitosan juga dapat ditentukan. Serapan dan gugus fungsi yang terdapat pada kitin dan kitosan disajikan pada Tabel 1 (Brugnerotto et al., 2001; Ming et al., 2001; Khan et al., 2002; Tretenichenko et al., 2006; Liu et al., 2006) Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan Bil. Gelombang (cm-1) sekitar
Gugus fungsi kitin dan kitosan
3448,5 3271,0 & 3109,0 2931,6 & 2885,3 (doublet) 1658,7 & 1630,0 (doublet-singlet) 1596,0 1419,0 & 1377,0 1558,4 & 1311,5 1157,2 1072,3 & 1026,1 894,9
O-H stretching dan N-H (-NH2)Amina N-H (NHCOCH3) Amida II C-H stretching (C-H ring, -CH3 dan –CH2-) C=O stretching (NHCOCH3) Amida I N-H bending (-NH2) C-H bending (C-Hring;-CH2;-CH3)dan C-C N-H & C-N (NHCOCH3) AmidaII & III Brigde-O-stretching (C-OC) C-O asym & C-O sym stretching Ring stretching (C-H siklo atau ring)
Spektra kitin dan kitosan hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 4.
1596 cm-1, -NH2 1311,5 -C-N Amida III
3271 & 3109 3271 &Amida 3109 II -NH
1558,4 –NH amida II
1658,7 & 1630 -C=O -C=O str
Gambar 4. Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Gambar 4, spektra IR kitin muncul serapan sekitar 3271 dan 3109 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (NHCOCH3, Amida II); 2931,6 dan 2885,3 cm-1 yang menunjukkan gugus C-H stretching; 1658,7 dan 1630 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O stretching (NHCOCH3, Amida I); 1558,4 dan 1311,5 cm-1 menunjukkan gugus N-H dan C-N (NHCOCH3, Amida II dan III). Terbentuknya kitosan dari proses deasetilasi kitin ditandai dengan perubahan serapan sekitar 3448,5 cm-1 menjadi lebih lebar. Intensitas puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (Amida II) semakin rendah dan hilang. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadi tumpang tindih dengan serapan -NH2 dan -OH. Serapan gugus amina lebih kecil daripada serapan gugus hidroksida karena ikatannya lebih lemah. Semakin besarnya gugus asetil pada kitin yang tersubstitusi dengan atom H menjadi gugus amina (-NH2), kemampuan kitosan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air semakin besar, sehingga menyebabkan pelebaran puncak serapan sekitar 3448,5 cm-1 dan menyebabkan puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm-1 semakin tidak kelihatan. Perubahan juga terjadi pada puncak serapan sekitar 1658,7 dan 1630 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O stretching (NHCOCH3, Amida I). Intensitas puncak serapan ini menjadi lebih kecil dan muncul serapan baru yang lebih kecil yaitu serapan pada bilangan gelombang 1596 cm-1 yang menunjukkan gugus amina primer. Hal ini menunjukkan banyaknya gugus asetil yang lepas, membentuk gugus amina (-NH2). Kekuatan ikatan C=O dari gugus asetil lebih besar dari kekuatan ikatan N-H dari gugus amina, sehingga energi vibrasi yang dibutuhkan dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus asetil lebih besar daripada energi vibrasi dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus amina (hukum Hooke). Serapan 1558,4 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (NHCOCH3, Amida II) bergeser ke bilangan gelombang yang lebih besar yaitu ke arah 1596 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H amina. Hal ini disebabkan karena kekuatan ikatan N-H dalam amina (-NH2) lebih kuat daripada kekuatan ikatan N-H dalam amida (NHCOCH3). commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karakterisasi kitosan dengan spektrofotometer IR selain untuk mengetahui gugus-gugus fungsi dari kitosan hasil isolasi, dapat juga digunakan untuk menghitung derajat deasetilasi kitosan hasil isolasi yang didasarkan pada absorbansi gugus amina, hidroksi dan karbonil. Untuk menghitung derajat deasetilasi kitosan dapat digunakan baseline b yang diusulkan oleh Baxter (Khan et al., 2002). Dari penelitian ini derajat deasetilasi yang diperoleh adalah 95,15% berdasarkan baseline b. Adapun cara penentuan DD dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.
Analisis X-Ray Diffractometer (difraksi sinar-X)
Karakterisasi kedua dari kitin dan kitosan dilakukan dengan menggunakan teknik difraksi sinar-X yang umumnya digunakan untuk karakterisasi padatan sehingga diketahui kristalinitasnya. Difraktogram kitin dan kitosan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Difraktogram kitin dan kitosan Pola difraksi sinar-X kitin dan kitosan menunjukkan pola puncak difraksi yang memiliki posisi 2θ yang relatif sama, namun pada kitosan mempunyai intensitas yang lebih lemah dan melebar. Pola difraksi kitin dan kitosan terdiri dari puncak utama pada 2θ sekitar 10o dan 20o. Pelebaran puncak menunjukkan ketidakteraturan pengaturan bidang kristal setelah deasetilasi. Tingginya kristalinitas pada kitin disebabkan adanya ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Struktur kristalinitas kitin dan kitosan dapat terlihat seperti pada Gambar 6.
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 6. Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan (Champagne, hampagne, 2002) Adanya interaksi intramolekuler menyebabkan keteraturan bidang unit polimer kitin dan kitosan. Secara umum kristalinitas kitin lebih tinggi daripada kitosan karena ikatan hidrogen yang mempengaruhi interaksi intramolekuler dan intermolekuler kitin lebih kuat daripada kitosan. Ikatan hidrogen kiti kitin n dan kitosan terlihat seperti Gambar 7 dan 8. Ik.hidrogen
HN
:
C
..δδ+ O : ------- H
..δ-
O ..
H3C Gambar 7. Ikatan hidrogen dari kitin Ik.hidrogen δ-
.. N
Hδ+
δ+
..δ-
H------- :O
Hδ+
Gambar 8. Ikatan hidrogen dari kitosan Oksigen lebih elektronegatif dari pada nitrogen sehingga dipol negatif oksigen lebih kuat dari pada nitrogen dan menyebabkan momen dipol hidrogen yang terikat pada oksigen lebih positif dari pada hidrogen yang terikat pada nitrogen. Hal ini menyebabkan ikatan hidrogen intramolekuler dan iintermolekuler ntermolekuler kitin lebih kuat daripada kitosan. Selama proses deasetilasi kitin sangat dimungkinkan terjadinya deasetilasi commit to Hal userini menyebabkan keteraturan kitin dan pemutusan rantai polimer secara acak.
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semakin menurun. Selain itu ikatan hidrogen intermolekuletr –NH2---OH kitosan dapat diperlemah oleh adanya faktor sterik molekul karena panjang ikatan gugus amina lebih pendek dibandingkan panjang ikatan gugus asetil. Semakin banyak gugus asetil tersubstitusi menjadi gugus amina maka jarak antar bidang rantai polimer yang membentuk ikatan hidrogen intermolekuler semakin pendek dan menyebabkan kestabilan ikatan hidrogen intermolekuler –NH2---OH lebih kecil dibandingkan ikatan hidrogen intermolekuler –C=O---HO-gugus asetil pada kitin. Oleh karena itu, secara umum kristalinitas kitosan lebih rendah daripada kitin.
B. Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan Proses adsorbsi logam Ag oleh kitosan dilakukan untuk menentukan persentase (%) optimum penyerapan logam Ag oleh kitosan pada variasi waktu shaker Ag/kitosan (20 ml Ag 1000 ppm : 0,2 g) selama 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 jam. Besarnya persentase adsorpsi logam Ag oleh kitosan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) dengan metode kurva standar. Kurva standar dan persentase adsorpsi logam Ag oleh kitosan dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10 serta data dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. 0.35 0.3
y = 0,0815x + 0,0008 R = 0,9994
Absorbansi
0.25 0.2
0.15 0.1 0.05 0 0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000 3.5000 4.0000 4.5000 Konsentrasi (ppm)
commit to user Gambar 9. Kurva standar logam Ag menggunakan AAS
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konsentrasi logam Ag teradsorb (ppm)
985 980 975 970 965 960 955 0 0
2
4
6
8
Waktu (jam)
Gambar 10. Adsorpsi logam Ag oleh kitosan Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah logam Ag yang teradsorp pada jam ke-1 (1 jam) sampai jam ke-5 (5 jam) secara signifikan. Akan tetapi pada jam ke-5 (5 jam) sampai jam ke-7 (7 jam) jumlah logam Ag yang teradsorp semakin tidak signifikan. Penurunan ini terjadi mulai dari waktu shaker pada jam ke-5 (5 jam). Hal ini disebabkan karena adanya ketidak seimbangan jumlah logam Ag dan situs aktif (-NH2 dan -OH) pada kitosan, semakin lama waktu shaker logam Ag dengan jumlah situs aktif yang sama, maka situs aktif kitosan mengalami kejenuhan. Berdasarkan Gambar 10, kondisi optimum proses penyerapan logam Ag oleh kitosan terjadi pada jam ke-5 (5 jam). Penentuan kondisi optimum ini didukung dengan penghitungan secara statistika menggunakan anova satu arah dan uji Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. 1. Karakterisasi FTIR kitosan setelah adsorpsi logam Ag Adanya interaksi antara kitosan dengan logam Ag menyebabkan terjadinya perubahan karakter spektra IR kitosan. Perubahan spektra IR kitosan setelah mengadsorp logam Ag dapat dilihat pada Gambar 11.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-OH & -NH2str
-NH2 str -C-C
Kitosan/Ag
Kitosan
-C-H
-C-N
Gambar 11. Perubahan spektra IR kitosan sebelum dan setelah proses adsorpsi Secara kualitatif, Gambar 11 menunjukkan adanya perubahan baik intensitas, maupun lebar puncak dari kitosan. Serapan vibrasi sekitar 3448,72 cm-1 dan 1597,06 cm-1 yang menunjukkan serapan overlapping vibarasi gugus –NH2 dan -OH mengalami penyempitan karena adanya logam Ag. Hal ini dimungkinkan karena berkurangnya kekuatan ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitosan setelah adanya logam Ag, serta terbentuknya ikatan hidrogen dengan molekul air semakin besar pada kitosan. Interaksi antara logam Ag dengan gugus –NH2 dan -OH juga menyebabkan terjadinya penurunan intensitas pada daerah 1419,61 cm-1 yang merupakan serapan dari C-H dan daerah 1319,31 cm-1 serapan dari gugus C-N serta 1381,03 cm-1 yang merupakan daerah serapan dari gugus C-C semakin tidak kelihatan. Hal ini dimungkinkan karena interaksi Ag dengan gugus NH2 dan –OH menyebabkan kekakuan vibrasi gugus C-H, C-C dan C-N, sehingga intensitas vibrasi gugus - gugus tersebut menjadi lebih kecil. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Karakterisasi XRD kitosan setelah adsorpsi logam Ag Kitosan memiliki kisi kristal yang ditunjukkan oleh munculnya pola difraksi utama yaitu 2θ sekitar 10o dan 20o, dengan intensitas yang rendah (Trecenichenco et al., 2006). Adanya proses adsorbsi logam Ag oleh kitosan mempengaruhi kristalinitas kitosan. Adanya logam Ag menyebabkan puncak utama difraktogram kitosan semakin lebar dan intensitas kitosan semakin rendah. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 12.
62
66 769
579 Kitosan/Ag
Gambar 12. Perubahan difraktogram kitosan Berdasarkan Gambar l2 menunjukkan bahwa terjadinya penurunan intensitas puncak pada difraktogram kitosan disebabkan karena kristalinitas kitosan setelah adanya logam Ag dalam kitosan. Modrzejewska et al. (2009) menyebutkan bahwa dengan meningkatnya jumlah ion logam yang teradsop oleh kitosan, maka indek kristalinitas dari kitosan semakin menurun. Kristalinitas kitosan dipengaruhi oleh ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler. Dengan adanya logam Ag menyebabkan rusaknya ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitosan dengan membentuk khelat antara logam Ag dengan kitosan seperti yang diiliustrasikan Gambar 13. Hal ini menyebabkan kristalinitas kitosan menurun.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 13. Berkurangnya ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kkitosan 3. Karakterisasii DTA/TGA kitosan setelah adsor adsorpsi logam Ag Dalam analisis TGA ((Thermogravimetric Analysis) dan DTA (Differential Differential Thermal Analysis), ), sampel mulai mengalami perubahan atau reaksi ditunjukkan oleh penyimpangan terhadap garis horizontal dan reaksi telah sempurna apabila tercapai kurva horizontal dan tidak mengalami perubahan kembali ((plateu plateu). Suatu reaksi yang ng tidak diikuti oleh adanya perubahan massa, tidak dapat dianalisis dengan TGA. Perubahan termogram DTA disebabkan oleh perubahan panas reaksi yang tidakk hanya dipengaruhi oleh perubahan massa sampel tapi juga oleh terjadinya proses reaksi, perubahan stru struktur ktur dan perubahan fasa sampel. Perubahan termogram adsor adsorpsi logam Ag oleh kitosan disajikan pada Gambar ambar 14 dan 15. II
I
III
Kitosan/Ag
IV Kitosan
commit to user Gambar 144. Perubahan Termogram TGA Kitosan
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I
Kitosan/Ag
II
III Kitosan
IV
Gambar 15. Perubahan Termogram DTA Kitosan Dari termogram TGA dan DTA, secara umum diperoleh 4 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi yaitu : Suhu antara di bawah 120 oC (kurva miring I), suhu antara 250 – 360 oC (kurva miring II), suhu antara sekitar 360 – 610 oC (kurva miring III) dan suhu diatas 610 oC. Suhu antara dibawah 120 oC (kurva miring I) menunjukkan proses lepasnya molekul air. Hilangnya molekul air dari kitosan merupakan reaksi eksotermis yang ditunjukkan puncak ke atas pada termogram DTA kitosan. Suhu antara 250 – 360 oC (kurva miring II) kemungkinan menunjukkan hilangnya sisa gugus asetil dari kitosan karena gugus asetil memiliki ikatan π yang lebih lemah dan reaktif sehingga mudah putus terlebih dahulu. Termogram TGA pada komposit kitosan/Ag pada suhu sekitar 300
o
C menunjukkan proses
hilangnya gugus asetil telah selesai. Sedangkan pada Termogram TGA kitosan proses hilangnya gugus asetil masih terus berlangsung. Lepasnya gugus asetil pada komposit kitosan/Ag lebih cepat daripada pada kitosan. Hal ini dimungkinkan karena hilangnya ikatan hidrogen pada komposit kitosan/Ag, sehingga keteraturannya menjadi lebih acak dan gugus asetil lebih cepat lepas. Hilangnya gugus asetil dari kitosan merupakan reaksi endotermis, ditunjukkan munculnya puncak ke bawah termogram DTA. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suhu antara sekitar 360 – 610 oC (kurva miring III) kemungkinan menunjukkan proses degradasi dan dekomposisi rantai kitosan, maupun komposit kitosan/Ag berdasarkan termogram DTA proses degradasi dan dekomposisi rantai kitosan merupakan reaksi eksotermis. Suhu di atas 610 oC (kurva miring IV) terbentuk garis horizontal pada termogram TGA kitosan yang menunjukkan habis terdekomposisi menjadi komponen penyusunnya. Adanya sisa logam Ag dalam kitosan menyebabkan komposit kitosan/Ag tidak habis terdegradasi hingga mendekati persen berat yaitu 0% karena titik leleh Ag lebih besar dari 700 oC. Proses degradasi kitosan merupakan reaksi eksotermis, ditunjukkan munculnya puncak ke atas termogram DTA.
C. Penentuan kondisi optimum pelapisan kain katun dengan SiO2 dan komposit kitosan/Ag 1. Pelapisan kain katun dengan SiO2 Kain katun dengan ukuran 12 x 3 cm2 yang sudah ditimbang beratnya dicelupkan kedalam larutan SiO2. Larutan SiO2 dibuat dengan cara melarutkan 0,2 gram SiO2 dalam NaOH 5% (b/v) dan dipanaskan sampai suhu ≥ 80 oC. (Anonim, 2002). Pencelupan kain dilakukan dengan waktu pencelupan 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Kain decelupkan secara bolak-balik dengan kecepatan celup 8 celupan/menit. Kemudian kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan ditimbang beratnya hingga konstan. Hubungan antara waktu pencelupan dengan berat lapisan SiO2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16 dan data pada Tabel 2. Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin lama kain dicelupkan maka semakin besar beratnya, hal itu disebabkan semakin banyaknya SiO2 yang menempel pada selulosa kain. Kain yang sudah terlapisi oleh SiO2 dilakukan uji kekakuaanya menggunakan stiffness tester. Hasil uji kekakuan kain disajikan pada Tabel 2 dan menunjukkan bahwa semakin lama waktu celup kain kedalam larutan SiO2 maka kain semakin kaku. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
0.018
Berat Lapisan SiO2 (g)
0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu (menit)
Gambar 16. Hubungan antara waktu pencelupan kain dengan berat lapisan SiO2 Tabel 2. Hasil uji kekakuan kain terlapisi SiO2 Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30
Berat lapisan (gr) 0,000 ± 0,000 0,0022 ± 0,001 0,0066 ± 0,001 0,009 ± 0,000 0,0122 ± 0,001 0,016 ± 0,000 0,016 ± 0,000
Kekakuan (mg/cm) 6,845 ± 0,106 6,088 ± 0,096 6,185 ± 0,085 6,237 ± 0,118 6,341 ± 0,147 6,341 ± 0,084 6,765 ± 0,050
Berdasarkan Gambar 16 dan Tabel 2, waktu yang dianggap paling optimum adalah waktu pencelupan 25 menit dengan berat kain optimum dan kekakuan yang tidak terlalu kaku. Penentuan kondisi optimum ini didukung dengan penghitungan secara statistika menggunakan anova va satu arah dan uji Duncan yang dapat dilihat di Lampiran 6. Pada penelitian kali ini SiO2 berfungsi sebagai pengemban bagi komposit kitosan-Ag Ag dan selulosa kain (Li et al., 2007). Oleh karena itu kain dilapisi terlebih dahulu dengan SiO2 sehingga diharapkan terdapat interaksi antar SiO2 dengan selulosa kain. Adanya interaksi antara SiO2 dengan selulosa kain maka
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diharapkan SiO2 bisa mengemban komposit kitosan/Ag sehingga interaksi komposit kitosan/Ag menjadi lebih kuat. 2. Pelapisan kain katun terlapisi SiO2dengan komposit kitosan/Ag Kain katun terlapisi SiO2 dicelupkan kedalam variasi larutan komposit 0; 0,05; 0,10; 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00 % (b/v) dalam asetat 1% selama 10 menit. Kain dicelupkan secara bolak-balik dengan kecepatan celup 8 celupan/menit kemudian kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan dimantapkan pada suhu 150 oC selama 3 menit. Kain ditimbang beratnya hingga konstan. Hubungan antara konsentrasi komposit kitosan/Ag dengan berat lapisan komposit kitosan/Ag seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17 dan data pada Tabel 3. 0.160
Berat Lapisan kitosan/Ag (g)
0.140 0.120 0.100 0.080 0.060 0.040 0.020 0.000 0.00
0.01
0.05
0.10
0.50
1.00
Kons. kitosan/Ag (% b/v)
1.50
2.00
Gambar 17. Hubungan antara konsentrasi komposit kitosan/Ag dengan berat lapisan komposit kitosan/Ag Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi komposit kitosan/Ag, maka semakin banyak komposit kitosan/Ag yang terikat pada kain yang telah dilapisi SiO2. Kain yang sudah terlapisi oleh SiO2 dan komposit kitosan/Ag dilakukan uji kekakuaanya menggunakan stiffness tester. Hasil uji kekakuan kain disajikan pada Tabel 3 dan menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi komposit kitosan/Ag maka kain semakin kaku. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3. Hasil Uji Kekakuan Kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag Kons. Kitosan/Ag (% (b/v)) 0.00 0.01 0.05 0.10 0.50 1.00 1.50 2.00
Berat lapisan (g) 0.000 ± 0.000 0.004 ± 0.000 0.006 ± 0.001 0.007 ± 0.001 0.007 ± 0.000 0.090 ± 0.001 0.133 ± 0.000 0.151 ± 0.001
Kekakuan (mg/cm) 6.845 ± 0.003 4.877 ± 0.003 4.495 ± 0.001 4.124 ± 0.000 24.166 ± 0.003 57.149 ± 0.001 86.440 ± 0.003 105.094 ± 0.001
Berdasarkan Tabel 3, berat kain yang sudah dilapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag dan uji kekakuan kain, maka yang dianggap paling optimum adalah pada saat kain terlapisi komposit kitosan/Ag pada konsentrasi 0.10 % (b/v). Hal ini disebabkan karena kain terlapisi komposit kitosan/Ag pada konsentrasi diatas 0.10 % (b/v) terjadi pengelupasan komposit dari kain, dengan kata lain komposit kitosan/Ag sudah tidak menempel sempurna pada kain.
Gambar 18. Perubahan difraktogram kain yang terlapisi SiO2 dan terlapisi komposit kitosan/Ag commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 18 menunjukkan adanya interaksi antara kain dengan SiO2 dan komposit kitosan/Ag dimana ketika kain terlapisi SiO2 mempunyai puncak difraktogram yang lebih rendah dibandingkan dengan difraktogram kain sebelum terlapisi SiO2. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara selulosa kain dengan SiO2 pada gugus aktif silika pada permukaannya yaitu gugus silanol (Si(Si OH) dan gugus siloksan (Si (Si-O-Si) (Oscik, 1982). Silika dipilih sebagai host/inang material agar dapat berfungsi sebagai pembatas pertumbuhan krist kristal al oksida yang berada didalamnya sehingga ukuran partikel menjadi sangat kecil. Dengan adanya ikatan antara SiO2 dengan selulosa kain maka diharapkan SiO2 bisa mengemban komposit kitosan/Ag. Pada difraktogram kain yang terlapisi komposit kitosan/Ag mempunyai puncak difraktogram yang lebih tinggi dibandingkan dengan difraktogram kain yang terlapisi SiO2, karena dimungkinkan adanya Si yang lepas dari kain. Meskipun demikian adanya komposit kitosan/Ag pada kain ditunjukkan dengan turunnya puncak difraktogram ogram kain yang terlapisi komposit kitosan/Ag jika dibandingkan dengan difraktogram kain. Adanya interaksi antara kain dengan SiO2 dan kain dengan komposit kitosan/Ag ditunjukkan pada Gambar 19 – 21.
Gambar 19. Tekstur permukaan kain tanpa perlakuan
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 20. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2
Gambar 21. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag 0,1%(b/v) Berdasarkan analisis SEM nampak bahwa permukaan serat kain tanpa perlakuan relatif halus dan homogen. Tekstur serat kain setelah dilapisi SiO2 menjadi kasar dan tidak rata. Hal ini menunjukkan bahwa SiO2 menempel pada kain.. Di sisi lain nampak pula kain yang dilapisi komposit kitosan/Ag 0,1% (b/v) permukaannya menjadi lebih kasar dan tidak rata jika dibandingkan dengan kain yang terlapisi SiO2. Hal ini menunjukkan bahwa komposit kitosan/Ag menempel pada kain yang terlapisi SiO2.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Aktivitas bakteri Escherichia coli pada kain Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu bakteri pathogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga perlu dihambat pertumbuhannya. Aktivitas
antibakteri
dapat
melalui
cara
membunuh
atau
menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Kitosan merupakan polikationik alami yang unik, dimana gugus amina (–NH2) dalam larutan asam akan terprotonasi menjadi ammonium (NH3+). Gugus ammonium (NH3+) ini merupakan gugus aktif yang dapat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan
bakteri
melalui
interaksi
antara
polikationik
ammonium kuarterner kitosan dengan muatan ion negatif sel bakteri. Salah satu parameter penting yang menentukan karakteristik kitosan adalah derajat deasetilasi (DD) kitosan. Semakin besar DD maka gugus amina dalam kitosan semakin besar (Purnawan. dkk., 2008). Semakin tinggi DD kitosan, dimungkinkan aktivitas antibakteri kitosan akan semakin besar. Namun disisi lain, nitrogen merupakan salah satu sumber makanan bagi bakteri sehingga kitosan akan memicu pertumbuhan bakteri pada konsentrasi tertentu. Penelitian Liu et al. (2006) menunjukkan bahwa larutan kitosan mulai menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 200 ppm. Semakin besar konsentrasi, daya hambat semakin besar. Pada konsentrasi 1000 ppm, daya hambat kitosan optimum. Zang et al. (2003) menunjukkan bahwa kain yang dilapisi kitosan memiliki daya hambat optimum terhadap Escherichia coli pada konsentrasi 0,3 g/L dan 0,5 g/L terhadap Hay bacillus. Penambahan suatu logam seperti Ag, Cu dan Cd dapat menghambat bakteri (Ramachandran, 2003). Berbeda dengan logam berat lainnya Ag tidak mempunyai toksisitas tinggi untuk manusia. Selain itu ion perak dan senyawa perak menunjukkan efek toksik pada beberapa bakteri, virus, alga dan jamur. Sifat antibakteri perak berasal dari sifat kimia bentuk terionisasi nya, yaitu ion Ag+. Dalam penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya Ion perak menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur ketika ditambahkan ke pakaian, seperti kaos kaki, untuk mengurangi bau, risiko bakteri dan jamur. Perak to user baik dengan mengintegrasikan dimasukkan ke dalam pakaiancommit atau sepatu
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
nanopartikel perak ke dalam polimer dari benang yang dibuat atau dengan benang pelapisan dengan perak (Anonim, 2008). Upaya lain untuk meningkatan sifat antibakteri dalam pembuatan kain antibakteri dapat dilakukan dengan penambahan senyawa pengemban yang dapat memperkuat interaksi dengan kain, seperti penambahan SiO2. Adanya gugus aktif silanol (Si-OH) pada SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat memperkuat interaksi dengan kain sehingga kitosan tidak mudah lepas (Li et al., 2007). Interaksi bahan antibakteri dapat melalui interaksi ionik dan interaksi hidrofobik. Namun karena kitosan tidak memiliki gugus alkil hidrofobik, maka kemungkinan besar interaksi sifat antibakteri lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag dengan bakteri melalui interaksi ionik antara polikationik ammonium kuarterner kitosan yang bergabung dengan Ag yang memiliki ion positif dengan muatan ion negatif sel bakteri. Kemungkinan besar sasaran agen antibakteri lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag adalah dinding sel, membran sitoplasma dan mengganggu sintesis DNA sel bakteri. Bahan anti bakteri khususnya dengan gugus ammonium kuaterner berinteraksi dengan dinding sel yang mengandung protein, lipopolisakarida atau peptidoglikon, serta asam teikoat yang mengandung alkohol dan fosfat (Kim et al. 2002). Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang memiliki dinding sel yang tersusun dari peptidoglikon yang merupakan lipopolisakarida dan asam teikoat yang terdiri dari alkohol dan fosfat. Membran sitoplasma mengandung protein dan phospolipida. Adanya phospat, protein, alkohol, asam teikoat dan phospolipid menyebabkan bakteri memiliki gugus hidrofilik yang cenderung bermuatan negatif dan lebih polar, walaupun disisi lain memiliki gugus hidrofobik. Gugus hidrofilik yang cenderung bermuatan negatif ini kemudian berinteraksi dengan lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag. Maka dengan adanya lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag maka dapat mengganggu metabolisme bakteri dengan melapisi permukaan sel bakteri, mencegah masuknya nutrient kedalam sel, berikatan dengan DNA kemudian menghambat RNA dan sintesis protein, sehingga menyebabkan kerusakan commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komponen intraseluler dan penyusutan membran sel secara perlahan dan akhirnya mengakibatkan kematian sel bakteri. Pada penelitian ini, konsentrasi komposit kitosan/Ag yang digunakan untuk melapisi kain yang telah terlapisi SiO2 adalah 0, 0.01, 0.05, 0.10, 0.50, 1.00, 1.50 dan 2.00% (b/v) dalam asam asetat 1% dengan DD > 95%. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Liu et a.l (2006) menyebutkan bahwa pada konsentrasi 1000 ppm (0,1% b/v) membunuh bakteri E. coli hingga mencapai optimum. Volume media yang digunakan sebanyak 25 mL. Pengukuran absorbansi larutan sampel kain antibakteri dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 610 nm. Kemudian absorbansi dari bakteri dikonversi kedalam jumlah koloni sel bakteri (CFU, Colony Forming Units) menggunakan kurva standar. Kurva standar yang terbentuk merupakan hubungan antara absorbansi dengan jumlah koloni bakteri Escherichia coli, yang dapat dilihat pada Gambar 22 dan data pada Lampiran 7. 9.00 y = 8,782x - 0,071 R = 0,999
8.00
Jumlah koloni sel (x10E7 CFU)
7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.0000 -1.00
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
1.0000
Absorbansi atau OD
Gambar 22. Kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density (OD) dan jumlah koloni sel bakteri Escherichia coli (CFU/mL) commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kain yang terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag juga dilakukan pencucian untuk mengetahui kekuatan interaksi komposit pada kain. Proses pencucian dilakukan 1 kali. Kain yang telah terlapisi komposit ditimbang, dicuci dengan surfaktan non ionik tween-20 0,2% (v/v) selama 5 menit dan dibilas dengan akuades selama 2 menit menggunakan sonic-washer. Kemudian kain dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan ditimbang hingga berat konstan. Berat kain sesudah dan sebelum proses pencucian terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Berat kain berukuran 2 x 3 cm sesudah dan sebelum proses pencucian No.
Perlakuan
Berat Kain Sebelum Pencucian (g)
Berat Kain setelah Pencucian (g)
1
Kain tanpa perlakuan
0,12
0,12
2
Kain dg SiO2
0,16
0,16
3
Kain dg komposit 0,01
0,13
0,12
4
Kain dg komposit 0,05
0,13
0,12
5
Kain dg komposit 0,10
0,13
0,12
6
Kain dg komposit 0,50
0,14
0,12
Berdasarkan Tabel 4, berat kain sebelum dan sesudah pencucian relatif sama, kecuali pada kain yang terlapisi komposit 0,50% (b/v) karena komposit sudah seperti lapisan yang tidak terikat kuat dengan kain. Hal ini menunjukkan bahwa komposit kitosan/Ag berinteraksi pada kain dengan adanya SiO2 sebagai pengemban. SiO2 juga tidak larut dalam H2O maka diharapkan SiO2 berinteraksi kuat dengan komposit kitosan/Ag. Pembiakan bakteri Escherichia coli untuk pengujian antibakteri lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag dilakukan dalam nutrient broth (NB) selama 24 jam. Pengukuran absorbansi kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag yang telah diberikan bakteri kemudian dikonversi dengan persamaan y = 8,782x 0,071 dari kurva standar Gambar 22 diperoleh jumlah koloni (CFU) bakteri Escherichia coli. Perbandingan antara persentase (%) daya hambat dan efektivitas komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 23 (a dan b) dan commit to user Gambar 24 (a dan b) serta data pada Lampiran 8 - 11.
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
50.00
Sebelum Pencucian
Setelah Pencucian
% Inhibisi
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke2 4 6 8 2 4 6 8
kain tanpa perlakuan kain SiO2 kain komposit 0.01 kain komposit 0.05 kain komposit 0.1 kain komposit 0.5
Waktu (jam)
a. 60.00
% Inhibisi
50.00
Sebelum Pencucian
Setelah Pencucian
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke2 4 6 8 2 4 6 8
kain tanpa perlakuan kain SiO2 kain komposit 0.01 kain komposit 0.05 kain komposit 0.1 kain komposit 0.5
Waktu (jam)
% Efektivitas
b. Gambar 23. Perbandingan persentase daya hambat komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri Escherichia coli sebelum dan setelah pencucian (a : Data percobaan ke – 1 dan b : Data percobaan ke – 2) 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 -5.00
kain SiO2 kain komposit 0.01 kain komposit 0.05 kain komposit 0.1 kain komposit 0.5
Waktu (jam)
commit to user a.
45 digilib.uns.ac.id
% Efektivitas
perpustakaan.uns.ac.id
40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 -5.00 -10.00
kain SiO2 kain komposit 0.01 kain komposit 0.05 kain komposit 0.1 kain komposit 0.5
Waktu (jam)
b. Gambar 24. Perbandingan persentase efektivitas komposit kitosan/Ag dengan lapisan SiO2 pada kain katun terhadap bakteri Escherichia coli sebelum dan setelah pencucian (a : Data percobaan ke – 1 dan b : Data percobaan ke – 2) Gambar 23 a dan b serta Gambar 24 a dan b pada data percobaan ke – 1 dan ke-2 menunjukkan trend yang sama dimana konsentrasi komposit kitosan/Ag yang efektiv dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri paling besar pada konsentrasi 0,1%, baik sebelum maupun setelah pencucian. Daya hambat yang paling optimum sebelum dan setelah pencucian yaitu pada jam ke-4. Hal ini disebabkan karena jumlah amonium kuaterner bermuatan positif yang terbentuk semakin besar sehingga interaksinya dengan sel bakteri yang cenderung bermuatan negatif juga semakin besar. Komposit diatas konsentrasi 0.1% mempunyai daya hambat yang menurun. Hal ini disebabkan karena adanya atom nitrogen yang semakin besar menjadikan kitosan tidak sebagai inhibitor melainkan sebagai sumber makanan bakteri. Kain setelah pencucian memiliki aktivitas bakteri yang relatif menurun daripada sebelum pencucian. Hal ini dimungkinkan karena adanya komposit kitosan/Ag yang hilang setelah pencucian sehingga jumlah komposit kitosan/Ag sebelum pencucian lebih banyak daripada setelah pencucian. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada kain tanpa perlakuan dan kain terlapisi SiO2 pertumbuhan bakteri Escherichia coli semakin cepat sehingga diperoleh persentase inhibisi yang relatif kecil, dimana jumlah koloni bakteri pada konsentrasi ini lebih banyak daripada kontrol. Hal ini karena kain tanpa perlakuan dan kain terlapisi SiO2 belum dilapisi komposit kitosan/Ag yang berfungsi sebagai antibakteri pada kain. Selain itu adanya atom oksigen pada silika bisa menjadi sumber makanan bakteri. Kitosan memiliki sifat menghambat dan mempercepat pertumbuhan bakteri yang saling berkompetisi. Adanya atom nitrogen menjadikan kitosan sebagai inhibitor dan sekaligus sebagai sumber makanan. Bakteri membutuhkan konsentrasi tertentu untuk bisa mengubah kitosan sebagai sumber makanannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Semakin lama waktu adsorpsi logam Ag oleh kitosan maka semakin banyak jumlah logam Ag yang teradsorp. Namun, waktu yang terlalu lama menyebabkan logam Ag yang teradsorp semakin tidak signifikan.
2.
Lapisan SiO2 menyebabkan kain katun tidak kaku dan semakin besar konsentrasi komposit kitosan/Ag pada kain katun membuat kain menjadi kaku.
3.
Lapisan SiO2 sebagai pengemban komposit kitosan/Ag dapat memperkuat interaksi komposit kitosan/Ag dengan kain katun, sehingga komposit kitosan/Ag tidak mudah lepas pada saat pencucian. Daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada kain katun sebelum pencucian lebih besar daripada setelah pencucian dan optimum pada konsentrasi komposit kitosan/Ag 0.1% (b/v) terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri E.coli.
B. SARAN Adapun beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penigkatan hasil penelitian ini, antara lain: 1.
Perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap metode pelapisan kain katun dengan pengemban SiO2 sehingga komposit kitosan/Ag dapat terikat lebih kuat.
2.
Variasi kecepatan pencelupan yang lebih beragam dalam proses pelapisan kain.
3.
Perlu dilakukan pencucian berulang pada kain dengan waktu yang lebih lama untuk mengetahui apakah SiO2 sebagai pengemban yang baik untuk komposit kitosan/Ag pada kain. commit to user
47