ANALISA RESIKO PADA MOORING LINE SPM (SINGLE POINT MOORING) AKIBAT BEBAN KELELAHAN Henny Triastuti Kusumawardhani(1), Daniel M.Rosyid(2), Murdjito(3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan
Analisa kekuatan pada struktur yang secara dominan menerima beban siklis sangat diperlukan untuk memastikan integritas struktur dan untuk penilaian kemungkinan kerusakan akibat fatigue (kelelahan). Tugas akhir ini membahas tentang analisa resiko pada mooring line struktur SPM akibat beban kelelahan. Analisa diawali dengan pemodelan menggunakan software ORCAFLEX untuk mendapat tension yang kemudian digunakan untuk menghitung damage, selanjutnya dapat diketahui umur kelelahan (fatigue life) dari masing-masing mooring line untuk tiap arah pembebanan tanker terhadap mooring. Setelah damage diketahui maka dapat dilanjutkan dengan menghitung keandalan berdasarkan moda kegagalan berbasis kelelahan untuk mengetahui peluang kegagalan total fatigue cumulative damage. Peluang kegagalan terbesar dari mooring kondisi inline adalah pada chain ketiga sebesar 0.008 sedangkan untuk kondisi betweenline peluang kegagalan terbesar adalah pada chain ketiga yaitu sebesar 0.005. Tingkat resiko pada mooring line adalah termasuk tingkat resiko rendah, hanya chain 3 pada kondisi inline yang mempunyai tingkat resiko lebih tinggi dari pada chain lainnya yaitu memasuki daerah ALARP dimana merupakan daerah batas minimum dimana resiko dapat diterima. Kata-kata kunci : SPM, Mooring line, Resiko, Inline, Between line, Total Fatigue Cumulative Damage
1. PENDAHULUAN damping) pada mooring system (Andi Harmanzah, 2000). Kelelahan (fatigue) struktur masih menjadi penyebab mayoritas kerusakan pada bangunan laut termasuk struktur SPM. Perkiraan umur kelelahan dilakukan berdasar pada fluktuasi beban yang akan diterima struktur selama masa operasinya. Beban yang diterima bangunan laut lebih didominasi oleh beban gelombang sehingga menyebabkan bangunan laut mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami kelelahan, selain itu faktor operasi pada tingkat tertentu menambah beban siklis sehingga struktur menjadi bertambah kritis (Djatmiko,2003). Komponen dari struktur SPM yang mendapat pengaruh besar dari beban siklis antara lain pada moooring chain dan subsea hose. Analisa tentang kekuatan fatigue diterapkan pada semua struktur yang secara dominan menerima beban siklis, untuk memastikan integritas struktur dan untuk penilaian kemungkinan kerusakan akibat beban kelelahan (fatigue) sebagai dasar untuk memperkirakan rencana inspeksi yang paling efisien.
Kebutuhan kilang di pulau Jawa memiliki konsekuensi tersendiri dalam pemenuhan kebutuhan akan bahan baku. Karena bahan baku yang berasal dari minyak mentah (crude oil) harus didatangkan dari luar pulau. Untuk penyaluran minyak menggunakan tanker terdapat pula suatu sistem penunjang fasilitas produksi minyak yaitu SPM (Single Point Mooring). SPM merupakan sarana tambat yang terpadu dengan sistem penyaluran minyak dimana kapal tanker harus bertambat dan melakukan bongkar/muat minyak melalui rangkaian hose dan jalur pipa bawah laut. Mengingat pentingnya peranan sistem tambat ini maka jika terjadi kerusakan akan dapat mengganggu kelancaran proses penyaluran minyak, menjaga kondisi sistem tambat sehingga dapat beroperasi dengan lancar dan aman merupakan permasalahan penting yang tidak boleh diabaikan. SPM bersifat floating (mengapung) untuk mempertahankan kedudukan atau posisinya memerlukan suatu sistem penjangkaran, yaitu biasa disebut dengan mooring system. Gerakan (motion) dari kapal tanker dan SPM menyebabkan adanya gaya yang bekerja (tension force, restoring force, dan
1
Dalam tugas akhir ini akan dibahas analisa resiko pada mooring line akibat beban kelelahan (fatigue) yang mengenainya, sehingga dapat diketahui kegagalan mooring line tersebut, selain itu tingkat resiko akibat kegagalan dapat diketahui sehingga diharapkan untuk meminimalisasi peluang kegagalan yang terjadi. Data yang akan digunakan untuk analisa dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : Tabel 1.Data utama Single Point Mooring
2. DASAR TEORI 2.1 Mooring System Untuk komponen sistem mooring sendiri dibedakan menjadi dua yaitu : Wire Rope : sistem kabel lebih ringan dibanding sistem rantai oleh karena itu pada umunya tali tambat terdapat gaya pengembali yang lebih baik pada laut dalam dibanding rantai dan membutuhkan tegangan awal yang kecil. Chain (Rantai) : sistem rantai telah terbukti untuk daya tahan pada operasi di lepas pantai.Rantai lebih baik untuk pencegahan akan abrasi pada dasar laut dan memberikan konstribusi yang signifikan pada daya cengkram jangkar.
Tabel 2.Data Lingkungan Balongan
2.2 Penentuan Panjang Mooring Line Penentuan panjang chain line berfungsi agar CALM pada penambatannya memiliki posisi yang tepat dan chain line sendiri memiliki panjang dan pretension yang sesuai.
Tabel 3.Data Mooring Chain
Gambar 2.1 Parameter mooring line Panjang minimum Mooring Line (Basic Equation) : l 2T 1 h ph
............................... ( 1 )
l 2FH . 1 h ph
................................( 2 )
dimana: l h hm hc p
2
= panjang minimum dari chain line = hm + hc = kedalaman air = tinggi fairlead diatas permukaan air = berat chain line didalam air persatuan panjang
FH
=
gaya horizontal chain line pada fairlead T = tension dari chain line pada fairlead D = length resting on the seabed Harga D dapat diasumsikan berdasarkan tipe dari mooring line, yaitu: 1. 200 s/d 300 m (mooring line dengan konfigurasi wire rope anchor lines). 2. 50 s/d 100 m (mooring line yang memiliki konfigurasi chain anchor lines). 2.3 Tension pada Mooring Line
atau ditentukan jika nilai semua beban cycle berada dibawah limit dan dengan syarat tanpa korosi. 2.5 Metode Palmgren-Miner Kerusakan akibat fatigue pada struktur lepas pantai secara dominan disebabkan oleh beban gelombang. Stress yang disebabkan oleh beban ini selalu berubah arah dan besarnya dan berlangsung secara random. Stress ini terbagi menjadi variasi pengelompokan stress yang secara kumulatif mengakibatkan total fatigue damage. Gesekan pada fatigue lifetime diasumsikan oleh range tegangan yang diberikan dalam satu tahun didefinisiskan oleh Miner (1945) sebagai perbandingan jumlah cycles dalam range tegangan itu yang menyebabkan kerusakan. Total kerusakan per tahun yang diberikan oleh jumlah gesekan pada umur pakai (consume life) adalah sebagai berikut :
Gerakan pada FPSO karena pengaruh dari gerakan vessel dan pengaruh lingkungan menyebabkan adanya tarikan pada mooring line. Maximum tension dapat ditentukan dengan prosedur di bawah ini : 1. Tlfmax Twfmax , maka:
Tmax Tmean Tlfmax Twfsig ..........( 3 ) 2.
Twfmax Tlfmax , maka: Tmax Tmean Twfmax Tlfsig ......... ( 4 )
k
D= i
dimana: T mean = mean tension T max = maximum tension T wfmax = maximum wave frequency tension T wfsig = significant wave frequency tension T lfmax = maximum low-frequency tension T lfsig = significant low-frequency tension
ni / N i
....................( 5 )
dengan : ni = Jumlah cycle kolom interval rentangan tegangan i dari rentangan distribusi tegangan jangka panjang. Ni = Jumlah cycle untuk gagal pada perhitungan tegangan yang sama, didapatkan dari S-N diagram. k = total dari interval-interval rentangan tegangan D = Rasio kerusakan kumulatif Hubungan antara Ni dan Si dapat diambil dari S-N Curve. Untuk Formulasi umur kelelahan dari suatu struktur adalah sebagai berikut :
2.4 Analisa Fatigue (Kelelahan) Bangunan lepas pantai banyak sekali mengalami beban yang sifatnya berulang (cyclic) yang menyebabkan berkurangnya kekuatan. Fenomena ini dikenal dengan kelelahan, dan secara esensial ditandai dengan proses keretakan (crack) dan pada proses selanjutnya terjadi penjalaran (propagation) dan kerusakan (failure). Analisa kelelahan penting dilakukan untuk memprediksi besar relatif dari fatigue life pada sambungan kritis. Data Fatigue biasanya dipresentasikan dalam diagram S-N, dalam literatur lama disebutkan bahwa kurva S-N adalah pengembangan dari kurva Wohler. Kategori high cycle range pada fatigue life adalah diatas 105 dan low cycle range adalah dibawah 105. Fatigue limit bisa digunakan
Umur Kelelahan =
1 1/D D
................( 6 )
Sedangkan kegagalan akan terjadi jika nilai indeks kerusakan D mencapai harga 1. 2.6 Kurva S-N Dasar dari kurva S-N atau Wohler curva adalah plot dari Stress (S) versus jumlah cycle (N). Kurva ini digunakan untuk menyatakan karakteristik kelelahan pada material yang mengalami pembebanan yang
3
K Г m
= intersepsi kurva S-N = gamma function = kemiringan kurva S-N
berulang pada magnitude konstan. Tingkat keyakinan akurasi penentuan kurva S-N dipengaruhi oleh parameter kemiringan (slope) dan intersepsi. Kedua parameter ini mempunyai ketidaktentuan. Kombinasi ketidaktentuan kedua parameter menjadikan ketidaktentuan total kurva S-N, ekpresi analitis dari kurva S-N adalah: Nc (s) = aD S-m ...............................( 7 )
2.8 Analisa Resiko Resiko yang didefinisikan sebagai fungsi peluang kegagalan (probability of failure) dan fungsi konsekuensi (conquence of failure) diformulasikan sebagai berikut :
log(Nc(s)) = log (aD) - m log(S) .......... ( 8 ) dengan: aD = Intersepsi sumbu log m = Kemiringan kurva S-N S = Stress range (Mpa) Nc = Number of Cycles
Risk = Consequence of Failure (CoF) x Probability of Failure (PoF) Kedua fungsi resiko tersebut perlu dilakukan identifikasi terhadap bobot kontribusi atau peranan masing-masing guna mengetahui batasan-batasan dan penilainya.
2.7 Penentuan Moda Kegagalan Penentuan moda kegagalan merupakan unsur penting dalam melakukan analisa keandalan suatu struktur. Pada analisa keandalan pada mooring line, moda kegagalan yang akan ditinjau disebabkan karena total cumulative damage . Jadi mooring line dikatakan gagal apabila total cumulative damage yang terjadi pada chain melebihi besarnya nilai damage limit. Persamaan umum dari moda kegagalan seperti di bawah ini :
3. METODOLOGI PENELITIAN Pengerjaan tugas akhir ini dimulai dengan proses pengumpulan data struktur data lingkungan yang meliputi data gelombang yang berupa data gelombang acak untuk tiaptiap sea state. Kemudian dilakukan pemodelan struktur dengan menggunakan software MOSES 7.0 dengan memasukkan data geometri dari hull tanker. Analisa kemudian dilanjutkan dengan MOSES 6.0 yang menghasilkan RAO motion dan wave drift force struktur. Kemudian dilakukan analisa dinamis untuk arah surge, sway, heave, roll, pitch dan yaw. Dengan analisa dinamis ini akan didapatkan frekuensi natural dan perilaku gerakan FPSO untuk gelombang reguler dan gelombang acak. Selanjutnya dilakukan pemodelan struktur dengan menggunakan sofware Orcaflex. RAO dan Wave drift force yang dihasilkan dari sofware MOSES 6.0 digunakan sebagai input beban untuk menganalisa tension yang terjadi pada mooring line untuk analisa fatigue, kemudian didapatkan fatigue damage yang akan dikonversi menjadi fatigue life (umur kelelahan) dari mooring line. Analisa keandalan kemudian dilakukan untuk mengetahui peluang kegagalan yang terjadi dengan menggunakan moda kegagalan terhadap kelelahan (fatigue), selanjutnya ditentukan konsekuensi yang sesuai dengan kegagalan pada mooring sehingga dapat
MK = K - B
.......................................( 9 )
dengan : K = variabel kekuatan B = variabel beban Dari persamaan umum di atas, disesuaikan dengan permasalahan yang digunakan dalam moda kegagalan berbasis kelelahan pada mooring chain. Persamaan yang digunakan yaitu : f(x)
= Δ < D ..............................( 10 )
f(x)=Δ< 1 1 m niw2 K
2
m m 2 wave nil 2 2 low T T
(11 )
dengan : Δ = damage limit = jumlah siklus tegangan selama NL operasi Se = stress range (kN/m2)
4
dihitung tingkat resiko yang terjadi akibat kegagalan yang ada.
Tabel 5.Validasi Pemodelan MAXSURF dengan Pemodelan MOSES
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Struktur a.Pemodelan dengan maxsurf Permodelan dengan menggunakan bantuan software MAXSURF ini untuk mendapatkan model tanker dan koordinatkoordinatnya. Berikut adalah koefisien hidrostatik tanker dari pemodelan maxsurf : Tabel 4. Koefisien Hidrostatik Tanker dengan Pemodelan MAXSURF
Pemodelan struktur Single Point Mooring (SPM)
b. Pemodelan Tanker dan Single Point Mooring (SPM) dengan Software MOSES. Tanker dimodelkan secara sederhana dimana yang dimodelkan hanya hull-nya saja. Sedangkan topside dan compartment tidak dimodelkan Pemodelan Struktur.
Gambar 2. Model geometri SPM Tampak bow. Dari permodelan dengan menggunakan software MOSES ini akan diketahui RAO motion dari tanker dan SPM. c.Pemodelan Struktur dengan ORCAFLEX Pemodelan menggunakan software ORCAFLEX dengan dua variasi yaitu tanker berada searah dengan mooring (inline) dan tanker diantara mooring (Between Line) seperti dibawah ini :
Gambar 1. Model geometri Tanker Tampak isometri. Kemudian dilakukan validasi antara dua software yang digunakan untuk membuat model struktur tanker seperti dibawah ini :
Gambar 3. Pemodelan struktur Inline
5
Gambar 6. Grafik RAO Motion Tanker Heading 180° (rotasional)
Gambar 4. Pemodelan struktur between line 4.2 Analisa Perilaku Gerakan Tanker dan SPM di Gelombang Reguler Pada Tugas Akhir ini perilaku gerakan tanker dan SPM (Single Point Mooring) dianalisa hanya pada saat kondisi free floating dan hanya meninjau gerakangerakan yang mengalami perubahan secara signfikan saja sesuai dengan arah datang gelombang (heading). Dari analisa grafik RAO tanker dan SPM diketahui bahwa secara umum karakteristik gerakannya tidak terlalu berbeda. Dengan karakteristik gerakan pada masingmasing arah pembebanan (heading) dapat dijelaskan sebagai berikut :
gerakan tanker yang mengalami perubahan paling signifikan adalah surge, heave, dan pitch. Gerakan sway, roll, dan yaw hampir tidak mengalami perubahan.
b. SPM (Single Point Mooring) Karakteristik gerakan SPM (Single Point Mooring) untuk berbagai arah pembebanan yaitu pada Following seas (μ= 0°) dan head seas (μ=180°) adalah sama karena bentuk dari struktur SPM sendiri yang bulat sehingga pembebanan dari arah manapun mempunyai nilai yang sama, SPM yang mengalami perubahan pergerakan paling signifikan adalah saat heave dan pitch. Sedangkan untuk surge sedikit mengalami perubahan pergerakan. Akan tetapi untuk gerakan sway, roll dan yaw hampir tidak mengalami perubahan, atau dapat dikatakan SPM tidak mengalami pergerakan.
a. Tanker Pada Tugas Akhir ini dilakukan analisa kelelahan menggunakan arah pembebanan 180° sehingga digunakan analisa gerakan tanker digunakan hanya untuk arah pembebanan 180°. Karakteristik gerakan tanker dengan heading 180° adalah seperti grafik dibawah ini : Grafik RAO Motion Tanker 1.2
RAO (m/m)
1 0.8 surge sway
0.6
heave 0.4 0.2 0 0
0.5
1
1.5
Gambar 7. Grafik RAO Motion SPM Heading 180° (rotasional)
2
Frequency (rad/sec)
Gambar 5. Grafik RAO Motion Tanker Heading 180° (translasional)
6
Tabel 6. Effective Tension pada Mooring dengan Arah Pembebanan Inline
Gambar 8. Grafik RAO Motion SPM Heading 180° (rotasional) 4.2 Analisa Tension pada Mooring Line Setelah menganalisa gerakan SPM (Single Point Mooring) dan tanker dengan menggunakan software MOSES ver6.0 kemudian dimasukkan hasil output dari analisa pada MOSES ver6.0 ke dalam software ORCAFLEX untuk melakukan analisa statis yang kemudian dilanjutkan dengan analisa dinamis sehingga didapatkan effective tension dari masing-masing mooring line. Pada analisa ini mooring line dibagi menjadi beberapa segment. Untuk menentukan jumlah segment, menurut Germanischer Lloyd dirumuskan bahwa panjang satu segment adalah 1 fathom = 27.5 m, karena panjang mooring line yang digunakan dalam analisa tugas akhir ini adalah 190 m maka pembagian segment adalah sebanyak 7 segment namun pembacaan pada software ORCAFLEX untuk daerah segment yang terletak didekat daerah fairlead dan segment yang terletak pada daerah seabed dibagi lagi menjadi lebih teliti yaitu menjadi 0,5 fathum sehingga jumlah segment pada mooring line pada analisa ini menjadi 9 buah segment. Pembagian segment pada mooring line seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Tabel 7. Effective Tension pada Mooring dengan Arah Pembebanan Between Line
Dari hasil analisa tersebut dapat diketahui bahwa tension maksimum pada masing-masing chain terdapat pada segment pertama yaitu pada daerah fairlead. Hal ini diartikan bahwa dari semua segment pada masing-masing mooring daerah tersebut merupakan penerima tegangan terbesar dari sistem SPM. 4.3 Time History time history yang terjadi pada mooring merupakan time history yang fluktuatif. Tension yang terjadi merupakan tension acak Sehingga untuk menganalisa umur kelelahan dari masing-masing mooring dapat menggunakan metode rainflow. Tension yang dihasilkan adalah berupa tegangan acak yang terkadang antara dua titik tidak hanya terdapat satu puncak saja, namun terkadang juga terdapat beberapa puncak antara dua titik. Hal ini yang membuat penentuan jumlah cycle menjadi lebih rumit. Asal usul nama metode rainflow penghitungan yang disebut “Metode Atap Pagoda” dapat dijelaskan sebagai bahwa waktu sebagai
Gambar 9. Pembagian segment pada mooring line
7
sumbu vertikal dan tegangan acak merupakan atap di mana air jatuh.
4.4 Analisa Keandalan Analisa keandalan digunakan untuk menentukan peluang kegagalan yanag terjadi pada mooring sistem sesuai dengan moda kegagalan berbasis kelelahan pada persamaan 2.7 yaitu : m m 1 m wave low nil 2 2 1 niw2 2 K 2 T T Tabel 10. Parameter Statistik dari Variabel Acak
Gambar 10. Grafik Time History Tension pada Mooring Line
4.3 Analisa Umur Kelelahan Setelah melakukan running fatigue life dengan menggunakan software ORCAFLEX, maka didapatkan hasil berupa damage (D). karena itu untuk memperoleh umur kelelahan pada mooring menggunakan persamaan T=1/D (tahun) sesuai dengan metode Palmgren-Miner. Tabel 8. Umur kelelahan (fatigue life) untuk arah pembebanan Inline
Setelah diketahui parameter statistik dari variabel acak, maka langkah yang selanjutnya dilakukan adalah men-generate masing-masing variabel acak menjadi masingmasing 10000 random number generated (RNG). Masing-masing RNG dari variabel acak kemudian ditransformasi menjadi random variables dengan menggunakan Cumulative Distribution Function (CDF) variabel acak : x f ( x) 1 exp
Sehingga : x ln f ( x) 1
1
σ
Dengan : F(x) = RNG (Random Number Generated ) x = variabel acak berdasarkan distribusi μ = mean (nilai rata-rata) σ = standard deviasi
Tabel 9. Umur kelelahan (fatigue life) untuk arah pembebanan Between Line
Kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam persamaan Moda Kegagalan untuk disimulasikan. Dari hasil simulasi kemudian dihitung peluang suksesnya dengan menghitung jumlah sukses dari simulasi sejumlah 10000 data. Setelah mengetahui peluang kegagalan maka dapat diketahui
8
rangking dari peluang kegagalan berdasarkan kriteria rangking frekuensi pada DNV,2001 sebagai berikut : Tabel 11. Kriteria Rangking Peluang Kegagalan
Setelah diketahui batas yang akan dipakai untuk menentukan persentase maximum equivalent stress terhadap material properties dari chain, maka dapat diketahui persentase maximum equivalent stress seperti dibawah ini: Tabel 13. Maximum Equivalent Stress Untuk Masing- Masing Mooring
Tabel 12. Peluang Kegagalan mooring
Tabel 14. Kriteria Rangking Konsekuensi
4.5 Analisa Konsekuensi Pada tugas akhir ini bahaya yang diperkirakan akan muncul pada mooring line yang mengalami beban kelelahan adalah mooring akan mengalami stress berlebih yang perambatan retak kemudian akan putus. Adanya fenomena kelelahan sebagai hasil akhir dari adanya interaksi antara beban siklis yang mengenai mooring. Karena seluruh sistem yang ditinjau adalah sistem mooring, maka konsekuensi yang mungkin terjadi bila terkena beban kelelahan adalah terjadinya perubahan kekuatan mooring yang disebabkan oleh perubahan stress. Stress yang terjadi disebabkan oleh Von Misses atau tegangan kombinasi Sebagai batas untuk stress pada mooring digunakan material properties untuk mooring berdasarkan pada DNV OS 301 seperti dibawah ini : Tabel 12 Material Properti Offshore Chain
Tabel 15.Rangking Konsekuensi
4.6 Analisa Resiko Dari perhitungan frekuensi kegagalan dan analisa konsekuensi diatas, maka didapatkan Matriks resiko. Matriks resiko yang digunakan merupakan matriks 5x5 antara peluang kegagalan dan rangking konsekuensi yang telah ditentukan pada pembahasan sebelumnya. Untuk peluang kegagalan diambil dari peluang tiap-tiap kegagalan untuk pembebanan. Untuk memudahkan pembuatan matriks resiko maka dibuat tabulasi untuk nilai frekuensi peluang kegagalan dan rangking konsekuensi tiap mooring sebagai berikut :
Sumber : DNV OS 301,2004
9
Dari hasil analisa pada mooring line SPM akibat beban kelelahan untuk kondisi inline potensi resiko terjadi pada chain 3 apabila tidak dilakukan pengurangan resiko maka akan timbul kegagalan yang tentunya akan dapat menimbulkan bahaya bagi sistem SPM itu sendiri sehingga dimungkinkan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan terkait. Sedangkan untuk kondisi between line potensi resiko yang terjadi rendah dan dapat diterima, hal ini disebabkan karena semua chain menerima tegangan yang hampir sama dan merata sehingga resiko yang terjadi merata untuk masing-masing chain.
Tabel 16. Tabulasi untuk Matriks Resiko
Berdasarkan Tabel 16 diatas matriks resiko untuk mooring line adalah sebagai berikut :
KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari proses analisa yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peluang kegagalan (PoF) dengan simulasi Monte Carlo pada masing-masing mooring line adalah sebagai berikut: Untuk kondisi inline peluang kegagalan untuk chain 1 adalah 0.007, chain 2 adalah 0.003, chain 3 adalah 0.008 dan chain 4 adalah 0.0027. Untuk kondisi between line peluang kegagalan untuk chain 1 adalah 0.0046, chain 2 adalah 0.0049, chain 3 adalah 0.005 dan chain 4 adalah 0.0047. 2. Tingkat resiko pada mooring line pada kondisi inline untuk chain 3 berada pada daerah ALARP (As Low As Reasonably Practicable) atau daerah matriks resiko warna kuning sedangkan untuk chain lainnya berada pada daerah matriks resiko warna hijau atau daerah dimana resiko dapat diterima. Untuk kondisi between line untuk semua chain berada pada daerah matriks resiko warna hijau atau daerah dimana resiko dapat diterima.
Gambar 11.Matriks Resiko untuk kondisi inline.
Gambar 12.Matriks Resiko untuk kondisi between line Dari matriks resiko dapat diketahui bahwa tingkat resiko yang paling besar pada mooring line untuk pada kondisi inline adalah chain 3, hal ini disebabkan chain 3 memiliki tingkat konsekuensi yang lebih tinggi dari pada chain yang lain. Chain 3 berada pada daerah ALARP (As Low As Reasonably Practicable) merupakan perbatasan antara resiko itu dapat diterima atau tidak, akan tetapi masih dapat diterima dan merupakan batas minimal suatu resiko untuk dapat diterima. Sedangkan untuk kondisi between line untuk chain 1 dan chain 4 mempunyai matriks resiko 3 x 1 yaitu berada pada daerah hijau,dimana resiko dapat diterima. Tidak beda jauh dengan chain 2 dan chain 3 meskipun mempunyai matriks resiko 3 x 2, kedua chain ini juga berada pada daerah resiko yang dapat diterima.
SARAN Beberapa hal yang dapat dijadikan saran yang sifatnya membangun penelitian selanjutnya diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Metode yang digunakan dalam mencari keandalan sistem dengan menggunakan
10
Rosyid, D. M. 2007. Pengantar Rekayasa Keandalan. Airlangga University Press; Surabaya.
2. Perlu dipertimbangkan juga apabila beban gelombang dan arus terjadi dari arah heading yang berbeda (crossline). 3. Dipertimbangkan subsea hose untuk dimodelkan. 4. Untuk mengurangi resiko kegagalan perlu dipertimbangkan penggunaan tanker yang lebih kecil sehingga menambah umur kelelahan (fatigue life) dan menambah jumlah mooring line menjadi 5 atau 6.
OCIMF. 1995. Single Point Mooring Maintenance and Operation Guide: Second Edition. Witherby & Co Ltd, England. Yuangga, dkk. 2009. Laporan Kerja Praktek di Pertamina RU-VI Balongan, Pertamina, Balongan.
DAFTAR PUSTAKA ABS, 2003, Fatigue Assessment of Offshore Stuctures, Houston, USA. API RP 2SK., 1996, Recommended Practice for Design and Analysis of Station Keeping Systems for Floating Structures, Washington, DC. API RP 2P., 1987, Analysis of Spread Mooring Systems for Floating Drilling Units, Washington, DC. Chakrabarti, S.K., 1987, Hydrodynamics of Offshore Structures, Computational Mechanics Publications Southampton. Boston, USA. Diah P, Meirina, 2010. Analisa Perilaku Gerak Single Point Mooring Sebagai Fasilitas Loading/ Unloading Kapal Tanker di Kilang Pertamina Indramayu Berbasis Ranah Waktu (Time Domain). Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya Djatmiko, E. B., 2003, Fatigue Analysis, Kursus Singkat Offshore Structure Design and Modelling, Surabaya. Indiyono, P., 2004, Hidrodinamika Bangunan Lepas Pantai, SIC, Surabaya. Kurnia Sari, Lillah, 2008. Analisa Keandalan Terhadap Beban Kelelahan pada Mooring Line Single Buoy dengan Simulasi Monte Carlo. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya.
11