Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
ANALISA RESIKO CLEARATOR IPAM KARANG PILANG III PDAM SURYA SEMBADA KOTA SURABAYA Qomaruddin, Nieke Karnaningrum, Iwan Vanany Jurusan Manajemen Teknologi Lingkungan Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email:
[email protected]
ABSTRAK Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) adalah alat utama PDAM Surya Sembada Kota Surabaya dalam melayani kebutuhan air bersih para pelanggannya. Oleh karena itulah, IPAM harus bekerja secara kontinyu 24 jam dengan kualitas dan kuantitas yang terjaga. IPAM Karang Pilang III dengan kapasitas 2000 l/dt yang baru saja dibangun dan dioperasikan adalah salah satunya. Pada unit bangunan IPAM Karang Pilang III ini, terdapat bagian yang mempunyai peranan paling menentukan terhadap kualitas hasil produksi IPAM, yaitu Clearator. Karena di Clearator ini proses penjernihan paling utama yang terdiri dari flokulasi, klarifikasi dan sedimentasi terjadi. Sedang pada unit berikutnya yaitu filter lebih bersifat menyempurnakan dari sisa-sisa flok kotoran yang belum terendapkan di Clearator. Karena posisinya yang sangat penting tersebut, maka kinerja Clearator harus dijaga. Untuk itulah diperlukan analisa resiko yang dapat mengetahui potensi bahaya yang akan mengganggu kinerjanya. Juga sekaligus untuk memetakan resiko, sehingga akan lebih mudah dalam melakukan langkah-langkah antisipatif. Metode fault tree analysis (FTA) dipilih karena metode analisa ini lebih mudah daripada metode analisa resiko yang lain. Karena pada metode FTA ini dapat digambarkan secara diagramatis dan dapat diketahui hingga akar penyebab resiko. Dari hasil identifikasi dan analisa resiko dengan menggunakan FTA diketahui bahwa faktor utama penyebab terjadinya penurunan kinerja Clearator dengan Key Performance Indicator (KPI) turbidity (kekeruhan), adalah faktor kondisi air baku, sistem pembubuhan bahan kima dan proses internal yang terjadi di dalam Clearator. Dari tiga faktor utama tersebut, tergambarkan dalam peta resiko bahwa tingkat resiko paling tinggi adalah faktor injeksi bahan kimia kategori major risk, disusul faktor proses intern kategori moderate risk dan faktor air baku kategori low risk. Kata kunci: Air Baku, Sistem Pembubuhan Bahan Kimia, Proses Internal, Analisa Resiko, Fault Tree Analysis
PENDAHULUAN Air bersih, adalah kebutuhan yang sangat vital bagi manusia. Karena tanpa air bersih, manusia tidak akan dapat bertahap hidup lebih lama. Oleh karena itulah, pemerintah melalui pemerintah daerah dan kota, selalu menetapkan pelayanan air bersih adalah merupakan prioritas utama terhadap fungsi pelayanan kepada masyarakat. Seiring dengan dinamika pertumbuhan penduduk, baik jumlah maupun penyebarannya, maka sistem pelayanan akan air bersih pun juga mengikutinya. Kategori pelayanan sistem penyediaan air bersih adalah tersedianya air bersih yang memenuhi standar kualitas, kuantitas dan kontinuitas (3K). Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia juga memperhatikan sistem pelayanan akan air bersih dengan sungguh-sungguh melalui Perusahaan Daerah Air Minum ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
Surya Sembada Kota Surabaya. Saat ini, PDAM Kota Surabaya tersebut telah memiliki jumlah pelanggan sekitar 450 ribu pelanggan yang terdiri dari pelanggan domestik (rumah tangga), dan non domestik (pemerintah, komersiil dan industri). Sumber air baku yang digunakan berasal dari sumber mata air tanah yang berada di daerah Umbulan, Pasuruan dan air dari kali Surabaya. Sebelum didistribusikan, sumber dari mata air tidak melalui sistem pengolahan lengkap, hanya melalui proses desinfeksi saja, sedang sumber air dari kali Surabaya harus diolah dulu dengan sistem pengolahan air lengkap yang disebut IPAM (Instalasi Pengolahan Air Minum) baru kemudian distribusikan. Kali Surabaya, disamping digunakan sebagai sumber air baku untuk IPAM PDAM Kota Surabaya yang terdiri dari IPAM Karang Pilang (I,II,III) dan IPAM Ngagel (I,II,III), juga digunakan sebagai saluran drainase dan outlet saluran pembuangan limbah pertanian, domestik dan industri. Limbah industri yang masuk ke Kali Surabaya sudah sangat memprihatinkan. Lebih dari 100 pabrik skala kecil dan besar semuanya membuang limbahnya ke Kali Surabaya. Injeksi pencemaran terbesar menurut BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) Surabaya adalah berasal dari Kali Tengah dimana di sepanjang Kali tersebut terdapat sekitar 25 unit industri besar di wilayah Driyorejo yang membuang limbahnya ke Kali Tengah yang kemudian masuk ke Kali Surabaya. Kualitas air Kali Surabaya sebelum masuknya Kali Tengah relatif masih bagus, masuk kelas 2 (golongan B). Namun setelah masuknya air dari Kali Tengah, kualitas air Kali Surabaya langsung turun menjadi kelas 4 (golongan D). Bahkan pada kasus tertentu (seperti pada bln Mei 2002), kualitas air Kali Surabaya nilai DO (Dissolve Oksigen) hampir mencapai titik nadir 0 (nol), tidak ada oksigen dan pada saat tersebut, ikan-ikan yang berada di dalam sungai pada mabuk dan mati. Bila hal tersebut terjadi, maka menjadi beban berat bagi IPAM PDAM Surabaya karena mata airnya berasal dari Kali Surabaya dan dia harus tetap berproduksi kontinyu dengan kualitas dan kuantitas tetap terjaga. Pada IPAM Karang Pilang III yang berkapasitas 2000 l/dt, terdapat unit bangunan pengolah yang mempunyai tugas penting sebagai penjernih dalam sistem pengolahan air bersih, yaitu Clearator. Clearator adalah tempat terjadinya detik-detik proses penjernihan air. Karena Clearator ini sangat menentukan sekali akan keberhasilan IPAM dalam memproduksi air bersih, maka kinerja Clearator harus senantiasa terjaga. Di dalamnya terjadi peristiwa proses fisis pembentukan flok-flok kecil sebagai wujud dari reaksi kimia antara ion negatif kotoran pada air baku dan ion positif bahan kimia yang dibubuhkan. Flok-flok kecil ini menjadi semakin besar dan berat kemudian menggumpal dan mengendap sehingga terpisah menjadi lumpur dan efluen air bersih. Di Clearator inilah sejatinya penjernihan air dalam IPAM itu berlangsung. Melalui analisa resiko, diharapkan dapat diketahui resiko bahaya yang mungkin akan terjadi pada Clearator sehingga dapat dilakukan langkah-langkah antisipatif. Metode analisa resiko yang digunakan adalah fault tree analysis. Metode ini dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan metode yang lain antara lain adalah: a. Mudah dipahami, karena menggunakan diagram sebagai alat untuk mendefinisikan permasalahan yang terjadi. b. Dapat digunakan untuk membantu mengontrol penyebab yang memungkinkan terjadinya kegagalan pada sistem. c. Dapat mengetahui faktor penyebab resiko dari elemen yang paling kecil, sehingga lebih mudah untuk mengantisipasinya
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi langkahlangkah terstruktur guna mempermudah pencapaian tujuan penelitian. Tahapan langkahlangkah tersebut terdeskripsikan sebagai berikut: 1. Tahap Identifikasi Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian a. Identifikasi dan Perumusan Masalah Identifikasi merupakan langkah awal sebelum dilakukan penelitian lebih mendalam. Identifikasi yang dilakukan masih menyangkut gambaran awal dari masalah-masalah dalam perusahaan yang ada. Dari hasil identifikasi ini, kemudian dirumuskan menjadi perumusan masalah, yang nantinya sekaligus akan menjadi dasar diadakannya sebuah penelitian. Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi resiko pada unit bangunan Clearator sehingga didapatkan nilai dan peta resiko dari unit bangunan tersebut. Dengan demikian, akan dihasilkan langkah terbaik bagi IPAM untuk mengurangi resiko terhadap kinerja Clearator karena akan berkaitan langsung dengan kualitas air bersih hasil olahan IPAM Karang Pilang III. b. Penetapan Tujuan Penelitian Setelah dilakukan identifikasi dan perumusan masalah, maka selanjutnya ditetapkan tujuan penelitian untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi yaitu: a. Mendapatkan gambaran fault tree analysis Clearator, b. Mendapatkan besaran nilai resiko yang dihadapi dan menentukan prioritas tingkatan resiko yang terjadi dan, c. Mendapatkan mitigasi perbaikan yang dapat mengurangi resiko yang dihadapi oleh unit bangunan Clearator IPAM Karang Pilang III PDAM Surabaya. c. Penentuan Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian membatasi skope penelitian yang akan dilakukan agar penelitian dapat lebih fokus dari obyek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini ruang lingkupnya adalah hanya pada IPAM Karang Pilang III PDAM Kota Surabaya dan secara spesifik untuk unit bangunan Clearator. 2.
Tahap Studi Pustaka dan Pengumpulan Data a. Kajian Pustaka Kajian pustaka dilakukan dari awal hingga akhir penelitian, dalam rangka menunjang proses penelitian. Sedang literatur yang digunakan terutama adalah yang berkaitan dengan sistem pengolahan air di IPAM Karang Pilang III (terutama Clearator), manajemen resiko, dan fault tree analysis. b. Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan (data sekunder) dilakukan selama penelitian dan berdasar pada laporan produksi instalasi selama satu tahun terakhir yang meliputi turbidity dan pemeliharaan.
3.
Tahap Pengolahan Data Tahap ini adalah kelanjutan dari tahap sebelumnya yang meliputi : a. Identifikasi resiko Identifikasi risk event dilakukan dengan jalan penelusuran dan pengamatan tentang kejadian-kejadian yang berpotensi menimbulkan resiko yang mengganggu. Sumber data diperoleh dari hasil wawancara kepada kepala unit dan kepala bagian IPAM Karang Pilang III PDAM Surabaya. b. Analisa resiko Analisa resiko dari hasil identifikasi menggunakan fault tree analysis yang antara lain meliputi:
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
Tahap pertama, analisis kualitatif dengan pembuatan fault tree diagram Resiko-resiko yang ada dianalisis dengan mengunakan metode fault tree, dengan dilakukannya hal tersebut maka kita dapat mengetahui dengan pasti penyebab terjadinya resiko. Tahap kedua, analisis Kuantitatif Setelah diketahui dengan pasti penyebab dari resiko tersebut, maka dapat ditentukan consequences dan likelihood. o Penentuan consequences (konsekuensi) : Sesuai dengan klasifikasi resiko yang telah ditetapkan sebelumnya dan hasil diskusi dengan pihak manajemen, maka consequence ditentukan berdasarkan kualitas air yang diproduksi o Penentuan likelihood (probabilitas) : Penentuan likelihood dilakukan mulai pada tahap diketahui seberapa besar frekuensi yang pada terjadi pada peristiwa tersebut, dan setelah itu diukur probabilitas kejadiannya. c. Validasi Fault Tree Analysis Untuk menjamin agar bobot validitas terhadap identifikasi dan analisa risk event, likelihood dan consequences resiko lebih sahih, maka validasi dilakukan bersama dengan orang yang benar-benar paham akan permasalahan. Untuk itu, dalam validasi ini dilakukan bersama-sama dengan Kepala Instalasi IPAM Karang Pilang III, kasi operasi dan kasi pemeliharaan serta seorang yang berpengalaman di bidang IPAM. Apakah model resiko yang telah dibuat sudah sesuai atau belum. Jika model sudah tepat, maka dilakukan perhitungan lanjutan yaitu nilai resiko, jika belum maka dilakukan pengidentifikasian resiko kembali. d. Perhitungan Nilai Probabilitas Perhitungan nilai probabilitas dilakukan setelah didapatkan jika nilai frekuensi kejadian dan frekuensi proses telah ditentukan. e. Evaluasi resiko Pada tahap ini, nilai resiko yang didapatkan pada pengolahan data tersebut dievaluasi untuk menentukan resiko-resiko manakah yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Evaluasi tersebut dilakukan dengan pembuatan peta resiko. 4.
Tahap Analisis dan Kesimpulan Pada tahapan ini dilakukan analisis dan penjabaran usulan mitigasi resiko serta pembuatan kesimpulan dan saran. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : a. Analisis dan interpretasi data Analisis dilakukan terhadap pengolahan data yang telah dilakukan pada saat pelaksanaan identifikasi resiko, perhitungan bobot dampak, bobot probabilitas dan evaluasi resiko. b. Mitigasi Resiko Mitigasi resiko adalah deskripsi mengenai tindakan penanganan yang perlu dilakukan terhadap nilai resiko yang telah dievaluasi pada tahap sebelumnya sehingga dapat meminimalkan resiko yang diperkirakan akan terjadi. c. Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan dan saran adalah merupakan hasil akhir dari penelitian, yang diharapkan dapat digunakan oleh pihak manajemen dalam pengambilan keputusan, juga untuk pengembangan penelitian berikutnya.
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
HASIL DAN DISKUSI Identifikasi Resiko Dari data lapangan yang didapatkan, bahwa output resiko yang tidak diharapkan pada Clearator adalah terjadinya kekeruhan dengan nilai turbidity yang melebihi batas. Inilah yang yang dijadikan KPI (key performance indicator). Nilai standar yang ditetapkan untuk Clearator adalah berkisar angka 5 sd 10 NTU. Batas 10 NTU ditetapkan berdasar pengalaman bahawa filter masih mampu menyaring sisa flok yang terbawa sehingga output filter masih di bawah 0,6 NTU. Sedang 5 NTU adalah batas ekonomis. Semakin kecil nilai turbidity dari efluent Clearator sebenarnya semakin baik dan ringan bagi beban filter, namun pemakaian bahan kimia semakin boros. Dalam proses pengolahan air yang terjadi di dalam Clearator, faktor penentu utama dan sub faktor terhadap resiko kinerja Clearator adalah sebagai berikut: a. Air baku: kondisi air baku Clearator adalah berasal dari outlet prasedimentasi dan flash mixer. Dalam flash mixer, terjadi pencampuran bahan kimia alum dengan air baku yang diaduk dengan kecepatan tinggi dengan gradien kecepatan minimal 900/detik. Sistem pengadukan di flash mixer terjadi karena proses hidrolik water jumper. Yaitu proses yang mengandalkan perbedaan grafitasi dari ketinggian bak prasedimentasi dan pintu air yang dibuka dengan bukaan tertentu sehingga terjadi lompatan air yang kencang dan bergolak dan mengakibatkan pengadukan cepat. Bila ketinggian air di bak prasedimentasi rendah dan atau bukaan pintu air lebih besar dari 15 cm, maka lompatan dan golakan air akan menurun yang mengakibatkan gradient kecepatan yang disyarakatkan tidak tercapai dan akibatnya proses koagulasi tidak terjadi secara sempurna. Bila proses koagulasi tidak tercapai, maka proses pembentukan flok juga tidak akan maksimal. b. Sistem Pembubuhan bahan kimia : Bahan kimia yang digunakan sebagai koagulan adalah tawas cair dan untuk flokulan adalah poly eletrolyte. Bahan kimia ini harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan kontinyu. Disamping itu, dosis dan sistem pembubuhan bahan kimia juga sangat berpengaruh terhadap efluent Clearator. Bila dosisnya kurang, maka tidak akan terbentuk flok yang memadahi meski telah dilakukan pengadukan cepat sesuai yang ditentukan. Karena masih terdapat ion-ion negatif dari kotoran yang belum terikat dengan ion positif bahan koagulan. Demikian pula sebaliknya, bila dosis bahan kimia terlalu banyak, disamping boros, air yang terbentuk nantinya juga akan ada kekeruhan akibat kotoran dari bahan kimia itu sendiri. Untuk itu perlu dilakukan jar test dalam rangka optimasi dosis bahan kimia. Sistem pembubuhan yang terdiri dari bak pelarut tawas, pompa dan sistem perpipaan juga harus terjaga. Bila ada kerusakan, maka sistem pembubuhan akan terganggu dan akibatnya efluent Clearator akan menghasilkan kekeruhan melebihi standar yang ditetapkan. c. Proses Intern yang terjadi di dalam Clearator adalah flokulasi, klarifikasi dan sedimentasi. Proses flkulasi terjadi pada pipa difuser yang berbentuk pipa PVC Dn 150mm yang terletak pada kompartemen-kompartemen bagian dalam Clearator. Gradien kecepatan di dalam pipa difuser sudah ditetapkan, untuk kompartemen I sebesar G1= + 100/dtk , pada kompartement II, G2 = + 60/dtk dan pada kompartement III G3 = + 30 dan lubang outlet kompartemen III adalah G4 =+ 10. Total Gtd adalah minimal = 25.000. Pipa difuser sifatnya permanen, tidak bisa disetel seperti motor. Oleh karena itu, bila debit air yang keluar dari prasedimentasi dan masuk ke Clearator berubah, maka angka gradient kecepatan juga berubah. Demikian pula dengan td (time detentionnya) dan Gtd nya. Proses klarifikasi adalah proses saat terjadinya pemisahan air bersih dan lumpur. Air bersih naik ke permukaan keluar clerator sedang flok yang sudah besar dan berat, mengendap menjadi lumpur (proses sedimentasi). Saat flok-flok yang terbentuk sudah banyak, maka ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
terbentuklah flok blanket yang mengapung pada ketinggian sekitar setengah meter di bawah hingga pertengahan tube settler. Flok blanket ini berfungsi menjerat sekumpulan flok sehingga ada sekumpulan flok jenuh kemudian dia mengendap menjadi lumpur dan saat itu pula terpisah air yang bersih naik ke permukaan untuk proses berikutnya. Proses sedimentasi ini tidak akan optimal bila proses flokulasi tidak berjalan dengan sempurna. Disamping itu, sistem sludge drain atau sistem pembuangan lumpur baik yang terletak di samping yang berjumlah 8 buah untuk setiap Clearator maupun yang berada di tengah (central drain). juga sangat mempengaruni terhadap efluent Clearator. Periode pengoperasian disetel secara otomatis pada SCADA selama 30 detik dengan selang 5 menit bergiliran dari Clearator satu sampai Clearator 4. Sedang untuk central drain, setiap 3 hari sekali dioperasikan selama 10 menit setiap Clearator. Setting waktu bukaan ini tergantung pada kondisi musim. Bila musim penghujan, maka lama bukaan lebih lama dibanding musim kemarau. Bila periode pengurasan lumpur tidak kontinyu sesuai jumlah yang optimal, maka sludge hopper akan penuh dan akibatnya flok-flok yang terbentuk dapat naik ke permukaan sehingga efluent Clearator menjadi keruh, inilah yang biasa disebut di lapangan sebagai flok “mabul’ (bhs Jawa) atau carrry over. Sistem pengoperasian drain lumpur samping menggunakan kendali dari SCADA (Supervisory Control And Data Aquisition) dan power dari sistem pneumatic. Sedang drain tengah (central drain) dioperasikan secara manual hanya dengan worm gear. Sistem pneumatic ditentukan oleh peralatan antara lain adalah solenoid valve, kompressor, pressure tank dan pipe line. Analisa FTA (Fault Tree Analysis) Dari hasil penelusuran faktor utama hingga faktor level terendah seperti tersebut di atas, bila digambarkan diagram FTA dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1 Fault Tree Analysis (FTA) ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
Analisa resiko Perhitungan Likelyhood (probabilitas resiko) sbb: Formulasi yng digunakan adalah: (P)
=
FP FK ( FP FK )
Dimana: P= Probabilitas. FP = Frekuensi Proses, FK = Frekuensi Kejadian Dari FTA di atas didapatkan tabel sbb: Tabel 1 Perhitungan Frekuensi Faktor Penyebab Terjadinya Resiko Penurunan Kinerja Clearator Jenis Kejadian
Air Baku
Faktor Penyebab
Sub Faktor Penyebab
Sub Faktor Penyebab
Sub Faktor Penyebab
Sub Faktor Penyebab
level 1
level 2
level 3
level 4
Debit
Flokulasi
Sedimen tasi
Grad. Kec. Pipa difuser
Sludge drain
Drain Samping
Pneumat ic
Pipeline Kompresor Solenoid
Tube Settler
Injeksi Bhn Kimia
Bahan kimia Dosis
Injektor
FK
5
2
50
6,7
5
2
50
6,7
10
4
C
5
2
100 14,6
6,7
D
5
2
14,6
6,7
E
5
1
12,5
5,8
F
5
2
14,6
6,7
G
5
2
14,6
6,7
H
5
3
16,7
7,7
I
5
1
12,5
5,8
35
13
100
J K L
5 5 5
1 1 3
14,3 14,3 19
5,8 5,8 7,7
M
5
1
14,3
5,8
N
5
3
19
7,7
O
5
3
19
7,7
30
12
100
75
29
B
Central Drain
PROSES INTERN
FP
Kode FTA
A
Koagulasi
Tawas Polimeer Tangki. Pelarut V Notch &pipeline Pompa & panel JUMLAH
Catatan: FP = Frekuensi Proses FK = Frekuensi Kejadian
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-7
Prob
Pro b. tota l (% )
Faktor (%)
100
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
Dari tabel di atas, bila dihitung nilai Probabilitas Penurunan Kinerja Clearator adalah: P (PKC) = P(ab) U P(pi) U P(ibk) P (ab) = P(A) P(B) P (pi) = P(f) U P(s) = {P(C P(D}U[{P(ds) U P(H)} U P(I)}] P (ibk) = P(bk) U P(L U P(i) =[{P(J) U P(K)} U P(L) U {P(M) U P(N) U P(O)}] Keterangan: P (PKC) = Probabilitas akibat pernurunan kinerja Clearator P (ab) = Probabilitas akibat air baku P (pi) = Probabilitas akibat proses intern P (ibk) = Probabilitas akibat injeksi bahan kimia P (A) = Probabilitas akibat kode A (debit air baku) Didapatkan: P (PKC) = 17,6 % P (ab) = 0,25 x 0,25 = 0,25 = 25 % P (pi) = 0,299 + 0,0213 = 0,32 = 32 % P (ibk) = 0,143+0,143+0,143+19+0,143+0,19+0,19 = 100 % P (A) = Probabilitas faktor (kode A) = 50%, Probabilitas (A) total = 6,7% Data KPI Turbidity untuk Clearator adalah pada tabel sbb : REKAPITULASI (NTU)(NTU) TabelKEKERUHAN 2 Rekapitulasi Kekeruhan URAIAN BULAN
Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Rata2 kumulatif
AERATOR
PRASEDIMENTASI
CLEARATOR
RESERVOAR
77,04
54,45
8,94
0,47
167,38
109,55
8,32
0,42
172,30
100,98
8,30
0,41
281,93
172,83
8,38
0,42
234,29
145,15
9,50
0,54
322,68
198,20
8,30
0,42
243,92
154,16
8,41
0,49
332,56
187,20
8,87
0,53
275,25
185,67
8,49
0,57
188,30
118,70
8,81
0,52
32,99
25,21
9,53
0,52
33,06
23,37
9,45
0,55
24,83
20,15
12,00
0,63
19,14
16,05
10,12
0,61
17,59
14,61
7,47
0,39
169,84
105,58
8,94
0,50
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
Gambar 2 Nilai Turbidity
Perhitungan Consequense: Dari data di atas, terdapat 2 data dengan nilai turbidity yang di atas 10 NTU dari total 12 data, maka menurut standar Australia, Interval Likelyhood dan Consequensenya adalah: Tabel 3 Consequence dan Likelihood
Consequence Negligible X<1 Low 1.< X < 4 Medium 4<X<7 High 7 < X < 10 Extreme X > 10
Likelihood Rare X < 10 % Unlikely 10% < X < 30 % Moderate 30% < X < 60 % Likely 60% < X < 80 % Almost Certain X > 80 %
Pemetaan Resiko Dari hasil perhitungan probabilitas dan consequense, maka peta resikonya adalah sbb: Almost Certain Trivial >80 % Likely Trivial 60% < X < 80% Moderate Trivial 30% < X < 60% Unlikely Trivial 10% < X < 30% Rare Trivial <10 % Negligible X<1
Major Resiko 3 Faktor ibk Significant
High
Severe
Severe
Major
High
Severe
Moderate Resiko 2 Faktor pi Low Resiko 1 Faktor ab Trivial
Significant
Major
High
Moderate
Significant
Major
Low
Moderate
Significant
Low 1 <X< 4
Medium 4 <X< 7
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-9
High 7 <X< 10
Extreeme X > 10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
KESIMPULAN Dari hasil perhitungan dan pemetaan terhadap resiko karena 3 faktor utama terjadinya penurunan kinerja Clearator dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Resiko karena faktor air baku termasuk kategori low risk ini artinya bahwa permasalahan dapat dikelola dengan prosedur 2. Resiko karena faktor proses intern termasuk kategori moderate risk ini artinya memerlukan prosedur pengawasan yang spesifik 3. Resiko karena faktor injeksi bahan kimia termasuk kategori major risk ini artinya memerlukan perhatian manajemen senior untuk mengatasinya SARAN MITIGASI Rekomendasi yang diberikan sebagai upaya mitigasi resiko secara umum adalah agar manajemen instalasi pengolahan (kabag IPAM) beserta seluruh jajarannya berupaya terus untuk menekan dan mengurangi kecenderungan likelyhood resiko yang lebih buruk. Untuk itu beberapa hal dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Antisipasi terhadap faktor resiko karena air baku adalah tetap menjaga debit air baku agar stabil dengan jalan senantiasa mengontrol debit pompa intake melalui layar monitoring SCADA dan CCTV serta tetap menjaga pintu air outlet intake tetap terjaga ketinggiannya. Hal ini adalah dalam rangka menjaga agar gradient kecepatan untuk koagulasi tidak berubah. Pada pintu air outlet intake perlu diberi tulisan pada handlenya “dilarang dirubah kecuali petugas jaga”. 2. Antisipasi terhadap faktor resiko karena proses intern perlu mendapat perhatian dari level manajemen setingkat Kasie Operasi. Langkah yang perlu dilakukan adalah menyiapkan cadangan terhadap accessories peralatan yang rutin perlu diganti karena mudah aus akibat beban kerja rutin seperti solenoid valve, bearing kompressor dll. Sehingga bilamana terjadi kerusakan pada accessories tersebut dengan cep.at dapat diatasi. Disamping itu, kontrol dan monitoring rutin harian terhadap drain air filter kompressor, penelusuran pipeline sistem pneumatic, kebersihan tube settler, greese penstock harus selalu dilakukan. Setiap bertugas, kepala pul operator harus memeriksa check list yang tergantung di dekat peralatan tersebut yang sudah dibuatkan oleh tim O&M pada setiap peralatan. 3. Antisipasi terhadap faktor resiko karena injeksi bahan kimia perlu mendapat perhatian dari Kepala Instalasi dengan jalan melalukan monitoring terhadap kinerja SDM operator dan senantiasa melakukan simulasi serta kontrol terhadap pelaksanaan petunjuk pemeliharaan rutin sesuai buku manual dan operation (O & M) yang telah dibuat berdasar petunjuk dari O & M pabrikan. Setiap bulan sekali diadakan meeting evaluasi kinerja setiap elemen faktor penentu resiko terutama untuk faktor injeksi bahan kimia. Semua accessories diberi catatan pembelian, sehingga tahu usia masingmasing. Accesosories equipment harus dicatat tanggal pembelian untuk mengetahui jadwal penggantian accessoriesnya seperti bearing pompa, packing dll. Stok spare part equipment dan accessories yang sering rusak harus disediakan dan selalu ada dalam keadaan stand by. Penggantian terhadap spare part dan accessories yang sering rusak bila perlu dilakukan sebelum barang tersebut rusak agar tidak sampai mengganggu kinerja Clearator.
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Februari 2013
DAFTAR PUSTAKA Anonimous (B), (1990), Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No : 416/MENKES.PER/IX/1990 Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Bersih, Departemen Kesehatan R.I, Jakarta. Anonimous (B), (2010), Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Departemen Kesehatan R.I, Jakarta. Anonimous (B), (2006), Pedoman Penyusunan Tesis, Pasca Sarjana ITS, Surabaya. Anonimous (B), (2011), Laporan Hasil Uji Kinerja IPAM Karang Pilang III PDAM Kota Surabaya, PT. Adhi Karya – PT. Infratama Yakti, Joint Operation, Surabaya. Bagus.S.A, (2008), Identifikasi dan Analisa Resiko Sebagai Jaminan Kualitas Air Produksi Pada Sistim Pengolahan Air Di PDAM Ngagel III Surabaya Menggunakan Metode Fault Tree Analysis, Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Bramanti.G.W, (2007), Analisa Resiko Kesehatan Kualitas Air Minum PDAM Kota Surabaya, Tugas Akhir S1 Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Government of Western Australia, (1999), Guidelines For Managing Risk In The Western Australia Public Sector, Australia. Kodoatie.R.J, (1996), Pengantar Hidrogeologi, ANDI, Yogyakarta. Iriawan.N.I., Astuti.P.S, (2006), Mengolah Data Statistik Dengan Mudah Menggunakan Minitab 14, ANDI, Yogyakarta. Rausand, M., (2005), System Reliability Theory: System Analysis Fault Tree Analysis, Departement of Production and Quality Engineering Norwegian University of Science and Technology, Norwwegia. Rimantho.D, (2007), Pengelolaan Resiko Pencemaran Udara Dari Kendaraan Bermotor Di Jalan MH.Thamrin-Jakarta Pusat, Thesis S2 Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Ramanathan.R (2001), A Note On The Use Of The Analytic Hierarchy Process For Environmental Impact Assessment, Journal of Environmental Management (2001) 63, 27–35, http://www.idealibrary.com. Singarimbun M. dan Effendi S., (1989), Metode penelitian Survai, LP3ES, Jakarta Sudarsono.D.E, (2004), Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pemilihan Metode Audit PDE Oleh Auditor Internal, Proceedings Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT2004) Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 24 – 25 Agustus 2004. Susanto E., (2008), Identifikasi dan Analisis Resiko Pada Kehilangan Air di PDAM Ngagel III Surabaya Dengan Metode Fault Tree Analysis, Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan – Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
ISBN : 978-602-97491-6-8 D-7-11