1
Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II Andis Dian Saputro dan Budi Agung Kurniawan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS, Keputih, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Fleksibilitas sistem perpipaan harus diperhatikan karena berhubungan erat dengan tegangan yang nantinya akan berpengaruh langsung terhadap keamanan untuk menjamin sistem yang dirancang sesuai dengan konsepnya. Untuk menjamin kemanan sistem perancangan dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai pipe support yang menjadi tumpuan dari sistem perpipaan tersebut. Pada tugas akhir ini dilakukan analisa rancangan pipe support dengan adanya varisai jenis pipe support sistem perpipaan dari pressure vessel ke air condenser berdasarkan stress analysis dengan pendekatan software CAESAR II dimana sistem perpipaan memiliki allowable stress sebesar 35000 psi. Hasil dari analisa thermal load, jenis resting dan guide tidak melebihi allowable stressnya. Pada support jenis resting memiliki tegangan kritis sebesar 1096,3 psi, sedangkan jenis guide memiliki tegangan kritis sebesar 23949,8 psi. Hasil analisa tegangan sustain load jenis resting dan guide memiliki nilai tegangan yang tidak terlalu berbeda, bahkan memiliki nilai tegangan kritis yang sama yaitu sebesar 4662,3 psi. Untuk analisa nozzle check, gaya dan momen pada support jenis resting tidak melebihi allowablenya, sebaliknya support jenis guide terdapat kegagalan pada equipment sehingga harus dilakukan modifikasi. Dalam analisa rancangan pipe support ini jenis support yang paling optimal dalam mengakomodir seluruh tegangan adalah jenis resting
Kata Kunci— tegangan pipa, sustain load, expansion load, ASME B31.3.
I. PENDAHULUAN
S
istem perpipaan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu tempat ke tempat lain. Saat ini sistem perpipaan sudah sangat maju, misalnya saja digunakannya pipa underground, ataupun sistem perpipaan bawah laut (offshore) yang digunakan untuk mengalirkan minyak dari suatu negara ke negara lain. Penggunaan sistem perpipaan jauh lebih efisien dalam hal waktu maupun biaya yang jauh lebih baik dibandingkan dengan cara menggunakan suatu wadah/kapal tanker/truck dalam pemindahan fluidanya. Walaupun dalam kenyataanya, menggunakan sistem perpipaan memiliki banyak hal yang harus diperhatikan [1, 2]. Di dalam sebuah plant, baik LNG, Gas, Petrochemical ataupun yang lainnya, piping akan berisikan fluida yang mempunyai temperature tertentu. Pipa dapat diartikan sebagai
tube yang terbuat dari logam, plastik, kayu, concrete, atau fiberglas. Sistem perpipaan merupakan suatu pipa yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, termasuk di dalamnya adalah komponen perpipaan lain misalnya yaitu pipe fitting dan flanges, valve, instrument dan equipment yang terhubung di dalamnya, misalnya adalah pompa, heat exchanger, tanks, dan yang lainnya [1, 3]. Satu kegagalan saja dalam komponen sistem perpipaan akan memungkinkan dilakukanya shut down dalam produksi yang tengah berjalan, atau yang lebih buruknya lagi adalah terjadi kebocoran sehingga akan terjadi kehilangan fluida yang mengakibatkan kerugian besar dalam produksi, dan mungkin nantinya fluida yang bocor tersebut akan membahayakan kesehatan publik, untuk itu perlu perhatian khusus dalam mendesain sistem perpipaan [2]. Piping stress analysis merupakan suatu metode penting untuk meyakinkan dan menetapkan secara numeric bahwa sistem perpipaan yang dikonsep merupakan sistem yang aman tanpa terjadinya kegagalan seperti adanya overstressing dan overloading di komponen perpipaan ataupun yang terhubung dengan equipment [4, 5]. Engineer pada tahun 1950 hanya membahas dari sisi permasalahan mengkalkulasi tegangan pipa yang diakibatkan oleh adanya ekspansi thermal, dengan kata lain, engineer saat itu hanya melihat apakah sistem perpipaan cukup mampu menahan ekspansi thermal karena perubahan temperature [2, 6]. Namun pada saat ini pipe stress analysis sudah berkembang pesat sehingga kemanan sistem perpipaan tidak hanya melihat dari ekspansi thermal saja misalnya yaitu dari berat pipa itu sendiri, tegangan karena tekanan fluida, getaran yang ditimbulkan yang berakibat pada equipment, dan yang lainnya [2, 4]. Dalam mengakomodir semua penyebab dari kegagalan tersebut, dibutuhkan adanya pipe support dalam sistem perpipaan. Pipe support merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dikesampingkan dalam perancangan sistem perpipaan, karena tanpa pipe support (tumpuan), pipa dan komponennya akan sangat rentan terhadap kegagalan karena cenderung akan mengalami overstress. Saat ini pipe support tidak hanya mempertimbangkan dalam menghindari overstress saja, tetapi juga mempertimbangkan hal lain seperti efisiensi distribusi tegangan, kemudahan dalam instalasinya, dan biaya dalam pembuatan pipe support tersebut [2, 3].
2 II. METODE PENELITIAN Analisa rancangan pipe support ini menggunakan alur proses kerja yang digambarkan seperti gambar 2.1.
C. Check error Check error dilakukan agar dapat mengetahui apakah terjadi kesalahan mengenai design piping input yang dimodelkan ataupun tidak. Hal ini perlu dilakukan karena bila terdapat kesalahan, analisa lebih jauh pada permodelan tidak akan bisa dilakukan. Jika terdapat kesalahan kemudian diproses kembali ke tahapan input data, namun jika tidak ada kesalahan dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya. D. Analisa sesuai batasan ASME B31.3 Setelah melakukan analisa tegangan pada CAESA, selanjutnya adalah pengecekan terhadap stress pada sistem perpipaan yang telah dimodelkan terhadap code yang digunakan dalam sistem perpipaan, dalam analisa ini menggunakan ASME B31.3 karena merupakan sistem perpipaan yang termasuk ke dalam proses piping. Bila tegangan melebihi batas yang diizinkan, maka dilakukanlah modifikasi pipe support. Allowable stress pipa yang dianalisa berdasarkan tabel 2.1 Tabel 2.1 Allowable Stress Berdasarkan ASME B31.3 Basic Allowable Yield Stress (psi) pada Material Strength Temperature (oF) (psi) 200 300 ASTM A333 Grade 35000 20000 20000 6 ASTM A106 Grade 35000 20000 20000 B
Gambar 2.1 Diagram alir proses kerja A. Evaluasi isometrics sesuai dengan standard Pada tahapan ini yaitu melakukan evaluasi isometrics yang diekstrak oleh piping design engineer berdasarkan standard yang dipakai dan sesuai dengan P&ID yang berkaitan. Bila memang nantinya terjadi kesalahan kemudian akan diproses kembali oleh piping design engineer untuk dilakukan revisi. B. Perhitungan pipe support secara teori Perhitungan pada tahapan ini yaitu dengan terlebih dahulu membuat stress sketch. Stress sketch berbeda dengan isometrics. Stress sketch digunakan untuk menentukan secara kasaran penentuan node-node. Kemudian setelah itu melakukan perhitungan terlebih dahulu jumlah keseluruhan panjang perpipaan serta berat sistem perpipaan, kemudian dilakukan kalkulasi allowable pipe span yang akan diaplikasikan dalam analisa rancangan ini dan digambarkan pada stress sketch.
E. Analisa sesuai batasan vendor Melakukan pengecekan terhadap gaya dan momen pada equipment yang telah dimodelkan terhadap batasan gaya dan momen yang diizinkan berdasarkan batasan vendor, bila melebihi batas yang diizinkan, maka dilakukanlah modifikasi pipe support. Batasan gaya dan momen pada equipment SNOE 5028 dan SNO-V 5029 berdasarkan tabel 2.2, sedangkan untuk SNO-V 5027 berdasarkan tabel 2.3, sedangkan acuan dalam arah gaya ditunjukkan pada gambar 2.2 Tabel 2.2 Allowable Nozzle Load SNO-E 5028 dan SNOV5029 Moments (kg.m) Forces (kg) Equipment Mx My Mz Fx Fy Fz SNO-E 4730 6748 3602 2696 3390 3390 5028 SNO-V 6017 6943 6017 2645 3527 3527 5029 Tabel 2.3 Allowable Nozzle Load SNO-V 5027 Moments (kg.m) Forces (kg) Equipment Mr My Fr Fy SNO-V 5027
8510,5
6943,7
4409,2
3527,4
3
Gambar 2.2 Arah momen dan gaya equipment F. Isometric sistem perpipaan Dalam analisa ini, isometric sistem perpipaan dibagi menjadi dua bagian karena memiliki densitas fluida yang berbeda, gambar 2.3 dan 2.4 merupakan isometric sistem perpipaan yang dianalisa
G. Data sistem perpipaan 1) Data material pipa Tabel 2.4 Data Material Pipa Material Properties A106 Grade B (1) A333 Grade 6 (2) Modulus 28,7 x 106 psi 28,7 x 106 psi Elastisitas Densitas Fluida 35,73 kg/m3 452 kg/m3 Temperature 140oF 120oF Operasi Temperature 210oF 210oF Design Pressure 231,4 psi 227 psi Operasi Pressure 275 psi 275 psi Design Maksimum 0,5 in 0,5 in defleksi III. HASIL DAN DISKUSI A. Perhitungan allowable stress Nilai tegangan ijin yang dijadikan acuan dalam analisa adalah nilai tegangan ijin berdasarkan desain temperature. Untuk sustain load, allowable stressnya adalah basic allowable stress berdasarkan ASME, yaitu sebesar 20000 psi, sedangkan untuk thermal load, perhitungan allowablenya adalah sebagai berikut : 𝑆𝑒𝑘𝑠𝑝𝑎𝑛𝑠𝑖 = 𝑓(1,25 𝑆𝑐 + 0,25 𝑆ℎ ) = 1(1,25 𝑥 20000 + 0,25 𝑥 20000) = 30000 psi B. Perhitungan Jarak Antar Support
Gambar 2.3 Isometric sistem perpipaan sheet 1
Tabel 3.1 Perhitungan Jarak Antar Support Defleksi
Stress
128𝐸𝐼∆ √ 𝑤
10𝑍𝑆 √ 𝑤
128 𝑥 28,7 𝑥 106 𝑥 72,5 𝑥 0,5 √ 4,15
10 𝑥 16,81 𝑥 20 𝑥 103 √ 4,15
10,75 m
22,86 m
4
4
Gambar 2.4 Isometric sistem perpipaan sheet 2
Terlihat dari perhitungan allowable pipe span berdasarkan defleksi menghasilkan nilai yang lebih rendah daripada batasan tegangan sehingga jarak ini menjadi acuan. Terlihat dari gambar isometric pipe span terjauh memiliki jarak 7000 mm yang masih masuk dalam batasan defleksi maupun tegangan.
4 C. Analisa tegangan CAESAR 1) Thermal load
THERMAL STRESS (PSI)
35000 30000 25000
104; 23949,8
20000 15000 10000
91; 1096,3
5000
401
381
363
361
131
123
121
103
91
101
0 NODE Resting
Guide
Gambar 3.4 Distribusi tegangan sustain load Allowable Stress
Sustain load merupakan kondisi pembebanan yang dipengaruhi oleh berat pipa, fluida dan komponen pipa lain yang cenderung mengakibatkan pipa mengalami beban bending ke bawah. Terlihat dari gambar 4.4 hasil analisa sustain load sistem perpipaan yang diberi support jenis resting dan resting dengan guide menghasilkan tegangan yang tidak melebihi allowable stressnya. Tegangan terbesar untuk kedua jenis support tersebut berada pada node 123 dan memiliki nilai yang sama, yaitu 4662,3 psi atau sekitar 23,3%. Dari grafik juga terlihat bahwa analisa tegangan pada resting dan resting dengan guide tidak memiliki perbedaan yang jauh, namun pada nodenode tertentu support jenis resting menghasilkan tegangan yang lebih tinggi daripada jenis resting dengan guide.
Gambar 3.1 Hasil thermal load
D. Nozzle check Untuk analisa gaya dan momen nozzle pada equipment, ditinjau dari gaya dan momen arah x, y dan z seperti pada gambar 2.2. Terdapat 6 nozzle pada equipment yang dianlaisa, yaitu nozzle pressure vessel SNO-V 5029 berada di node 51, untuk nozzle pressure vessel SNO-V 5027 berada di node 490, sedangkan untuk nozzle air condenser SNO-E 5028 berada di node 1090,1121, 240, dan 271.
Gambar 3.2 Distribusi tegangan thermal load 2) Sustain load
20000 15000
10000 5000
123; 4662,3
123; 4662,3 401
381
363
361
131
123
121
103
101
0 91
SUSTAIN LOAD (PSI)
25000
Gambar 3.5 Nozzle pressure vessel
NODE Resting
Guide
Allowable Stress
Gambar 3.3 Hasil sustain load
5
Node
51
Kondisi OPE (T. Ope) OPE (T. Dgn) Allowable
Jenis Support Guide Modifikasi Guide Modifikasi
Mx (lb.ft) 9877,8 1382.4 26145 2593.8 6017,9
My (lb.ft) 53,2 1007.6 59,9 1940.9 6943,7
Mz (lb.ft) 417,0 734.4 956,6 1531.9 6017,9
IV. KESIMPULAN
Gambar 3.6 Nozzle air condenser Dari analisa nozzle check didapat bahwa pada pressure vessel SNO-V 5029 dan air condenser SNO-E 5028 terdapat kegagalan pada jenis guide, sehingga perlu dilakukanya modifikasi dari support pada node 131 dan 101 yang semula guide dengan resting menjadi resting, dan node 124 yang semula guide dengan resting menjadi resting dengan limit stop. Perubahan ini terlihat pada gambar berikut
Gambar 3.7 Modifikasi pipe support node 131 dan 124
Dari hasil percobaan pada kondisi thermal load, pipe support jenis resting dengan guide memiliki stress yang sangat besar dibandingkan dengan pipe support jenis resting. Tegangan terbesar terjadi pada node 104 dengan nilai tegangan 23949,8 psi. Sedangkan pada support jenis resting tegangan terbesar terjadi pada node 91 dengan nilai 1096,3 psi Dari hasil percobaan pada kondisi sustain load, tegangan antara resting dan resting dengan guide saling berhimpitan, dimana keduanya memiliki tegagan terbesar yang sama yaitu pada node 123 dengan nilai tegangan sebesar 4662,3 psi. Sedangkan dari analisa nozzle, support jenis resting tidak memiliki kegagalan pada setiap nozzle equipment, sedangkan untuk support jenis resting dengan guide, terdapat kegagalan pada nozzle pressure vessel SNO-V 5029 dan air condenser SNO-E 5028 sehingga diperlukan adanya penggantian jenis support pada node 124 menjadi limit stop, node 131 dan 101 menjadi resting. Dari analisa tegangan untuk berbagai kondisi pembebanan dan nozzle check pada equipment, didapat bahwa jenis support yang paling optimal dalam mengakomodir berbagai kondisi yang ada yaitu jenis resting. DAFTAR PUSTAKA [1]
Nayyar, Mohinder L. 2000. “Piping Handbook Seventh Edition”. U.S.A. : McGraw-Hill Companies, Inc.
Peng, Liang-Chuan dan Peng, Tsen-Loong. 2009. “Pipe Stress Engineering”. New York : ASME [3] Smith, Paul R. 1987. “Piping and Pipe Support System”. U.S.A. [2]
: McGraw-Hill Companies, Inc.
Gambar 3.7 Modifikasi pipe support node 101 Dan berikut merupakan hasil analisa software setelah dilakukan perubahan Tabel 3.2 Gaya dan momen pada nozzle setelah modifikasi Node 1090
Node 51
Jenis Mx My Support (lb.ft) (lb.ft) Guide 1142,2 617,8 OPE (T. Dgn) Modifikasi 2384.6 1741.7 Allowable 4730,4 6748,4 Jenis Kondisi Fx (lb) Fy (lb) Support Guide 109 1300 OPE (T. Dgn) Modifikasi 389 352 Allowable 2645,5 3527,4 Kondisi
Mz (lb.ft) 5142,9 2584.7 3602,0 Fz (lb) 5983 757 3527,4
[4]
Chamsudi, Achmad. 2005. “Piping Stress Analysis”. Serpong : Badan Tenaga Nuklir Nasional PUSPITEK.
[5]
Kannappan, P.E., Sam. 1986. “Introduction to Pipe Stress Analysis”. Canada : John Wiley & Sons, Inc.
[6]
Agustinus, Donny. 2009. “Pengantar Piping Stress Analysis Dengan CAESAR II”. Jakarta : Entry Augisino Publisher