ANALISA PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BPD DAN BANK SWASTA NASIONAL SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1
1
Nuriman Wirakusumah
jurusan akuntansi, universitas gunadarma (
[email protected])
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan bank pembangunan daerah dan bank swasta nasional (devisa dan non devisa) antara sebelum dan sesudah penerapan Arsitektur Perbankan Indonesia bila dilihat dari kredit bermasalah (NPL), kecukupan modal (CAR), serta rentabilitas yang diukur dengan ROA, dan BOPO. Selain itu, penelitian ini juga membandingkan kinerja antara ketiga kelompok bank tersebut. Metode analisis data yang digunakan adalah, Two Paired Sample T test, dan One Way ANOVA (Analysis Of Variances). Hasil penelitian menunjukkan kinerja BPD terdapat perbedaan untuk ratio BOPO, NPL. Untuk kinerja BUSN devisa dan Non Devisa tidak berbeda secara signifikan sebelum dan sesudah Arsitektur Perbankan Indonesia. Untuk perbandingan kinerja antara BPD, BUSN Devisa dan Non Devisa tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada ratio ROA Kata Kunci: Arsitektur perbankan indonesia, bank pembangunan daerah, bank umum swasta nasional, kinerja keuangan
PENDAHULUAN Semenjak krisis ekonomi di Asia Tenggara yang terjadi kurun waktu 1997 - 2000, yang memaksa otoritas moneter di Indonesia harus melikuidasi banyak bank yang dipandang tidak dapat diselamatkan lagi waktu itu. Menyadari pengalaman yang sangat buruk tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia merasa perlu adanya merancang ulang sektor perbankan di Indonesia. Di sisi lain, Bank for International Settlement (BIS) telah lama mencari tahu praktik-praktik perbankan yang dianggap dapat menciptakan dunia perbankan yang efisien dan efektif dalam perannya sebagai financial intermediary. Berdasarkan wacana keuangan global tersebut. Otoritas moneter Indonesia berusaha untuk membuat Arsitektur Perbankan Indonesia, dengan adanya API berarti Bank Indonesia secara bertahap berkeinginan untuk menerapkan praktik – praktik perbankan terbaik international yang tercakup dalam 25 Prinsip Pokok Basel untuk pengawasan perbankan yang efektif ( Basel Core Principles for Effective Banking Supervision) yang dibuat oleh BIS, sehingga dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Indonesia telah sejajar dengan negara-negara lain yang telah lebih dahulu menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Sistim perbankan yang sehat dibangun dengan permodalan yang kuat sehingga akan mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang selanjutnya bank akan mampu memperkuat permodalan melalui pemupukan laba ditahan. Selanjutnya perbankan nasional yang beroperasi secara efisien akan mampu meningkatkan daya saingnya
sehingga tidak hanya jago kandang yaitu hanya mampu bersaing di sekmen pasar domestik tetapi justru diharapkan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan bank nasional mampu bersaing di pasar internasional. Oleh karenanya, dalam 10 sampai dengan 15 tahun kedepan, API menginginkan akan terdapat 2 sampai 3 bank dengan skala bank internasional, 3 sampai 5 bank nasional, 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu dan BPR serta bank dengan kegiatan usaha terbatas. Untuk mewujudkan ketentuan di atas. Bank Indonesia telah menetapkan berbagai upaya untuk penyehatan dan penguatan industri perbankan Indonesia melalui kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dimulai wacananya pada awal Januari 2004 dimana salah satu syarat modal minimum bagi bank umum menjadi Rp. 100 miliar selambat-lambatnya pada tahun 2011. Secara ideal sebenarnya kita menginginkan bank-bank yang ada sekarang memiliki kinerja dan tingkat kesehatan yang baik terlepas dari persoalan apakah jumlahnya sedikit atau banyak. Jadi masalah kualitas, yang seharusnya menjadi tolok ukur yang fundamental, bukan jumlahnya. Oleh karena itu, struktur perbankan nasional ke depan yang perlu diakomodir oleh API adalah struktur perbankan yang mampu menciptakan bank-bank yang sehat dan prudent. Sebagai gambaran jumlah bank sebelum krisis pada tahun 1997 mencapai 222 bank (tidak termasuk BPR), pada akhirnya mengalami penyusutan sesuai dengan mekanisme pasar dan terakhir mencapai 130 bank dengan jumlah kantor bank mencapai 9.110 pada bulan Desember 2006. Pada bulan Desember 2006 jumlah asset perbankan nasional sebesar 1,693.50 triliun rupiah, jumlah modal sebesar 134.50 triliun rupiah. Sugiarto (2003) dalam Mencari Struktur Perbankan yang Ideal mengatakan, salah satu hal yang menarik dalam pembentukan struktur perbankan yang ideal tersebut adalah keragaman jenis dan kepemilikan bank-bank itu sendiri di pasar. Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai salah satu bank yang ada pada sistem perbankan nasional memiliki fungsi dan peran yang signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional karena BPD mampu membuka jaringan pelayanan di daerah-daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh bank swasta. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana peran BPD ke depan nantinya, apakah BPD hanya difokuskan pada bank daerah saja ataukah lebih luas dari itu. Dalam setahun terakhir kita melihat bahwa beberapa BPD telah membuka kantor cabang di Jakarta seperti yang dilakukan BPD Jabar, BPD Jatim dan BPD Sumbar. Ekspansi mereka sampai ke Jakarta ternyata dikarenakan beberapa alasan dan alasan yang paling utama adalah untuk mencari sumber dana (funding) yang murah dan lebih terdiversikasi. Tujuan Penelitian 1. apakah terdapat perbedaan kinerja perbankan pada BPD dan Bank Swasta Nasional (Devisa dan Non Devisa) sebelum dan sesudah Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API). 2. Apakah terdapat perbedaan kinerja pada 3 kelompok bank yaitu BPD, BUSN Devisa Dan BUSN Non Devisa.
TINJAUAN PUSTAKA Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan itu akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank, penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilas dan likuiditas. Rasio kecukupan modal, likuiditas, dan rentabilitas adalah tolak ukur yang sering digunakan dalam pengukuran kinerja bank. Ratio merupakan alat yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara faktor satu dengan yang lainnya dari suatu laporan finansial. Rasio-rasio finansial umumnya diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu rasio likuiditas atau liquidity ratio, rasio laverage, rasio aktivitas atau activity ratio, dan rasio keuntungan atau profitability ratio (Syafarudin alwi,1989, 95). Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas bank adalah ROA (Return on Assets) yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dari keseluruhan aktiva yang ada dan yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan. CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung resiko, misalnya kredit yang diberikan. BOPO (Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi) adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. NPL (Non Performing Loan) adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPL merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPL diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar Terhadap Total Pembiayaan. Beberapa penelitian tentang kinerja bank diantaranya adalah Febriyanti dan Zulfadin (2003) yang menggunakan Pengembalian Aset (PA). Pengembalian Ekuitas (PE) dan Rasio Pinjaman Terhadap Deposito (RPTD) untuk menguji perbedaan antara bank devisa dan bank non devisa. Data yang digunakan adalah laporan keuangan bank devisa dan non devisa 2000-2001. Sampel yang digunakan adalah 30 bank devisa dan 10 bank non devisa. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara kinerja bank devisa dan bank non devisa. Lestari dan Sugiharto (2007) melakukan penelitian dengan obyek yang sama yaitu yaitu bank devisa dan bank non devisa dengan jumlah sampel sebanyak 7 bank devisa dan 7 bank non devisa. Hasil yang diperoleh dari penelitia ini mendukung penelitian sebelumnya, yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja bank devisa dengan bank non devisa. Rakhmawati dan Hermana (2005) yang meneliti pengklasifisikasian kelompok bank menurut kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia menjadi 4 kelompok bank berdasarkan kemampuan modalnya, yaitu bank international, bank nasional, bank fokus dan bank dengan kegiatan terbatas. Hasil penelitian ini adalah pengelompokkan bank menurut kerangka API ternyata menunjukkan perbedaan kinerja keuangan hanya untuk BOPO, EATAR, dan ROA, sedangkan NPL, LDR dan CAR tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. METODE PENELITIAN Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan bank pembangunan daerah dan bank umum swasta nasional devisa dan non
devisa yang dipublikasikan Bank Indonesia, sumber data yang digunakan adalah laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi tahun 2002 sampai 2006. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah kinerja keuangan bank devisa dan non devisa. Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan terdiri dari ROA, CAR, BOPO, dan NPL. Ratio Solvabilitas Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung resiko, misalnya kredit yang diberikan. semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi (sesuai ketentuan BI 8%) berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono , 2002: 573). CAR dapat dirumuskan sebagai berikut : Modal Bank
x 100 %
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko Ratio Profitabilitas Pada ratio ini tujuannya untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut : Beban Operasional
x 100 %
Pendapatan Operasional Return On Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. ROA dapat dirumuskan sebagai berikut : Laba Sebelum Pajak x 100 % Total Aktiva
Non Performing Loan (NPL) NPL adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPL merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPL diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar Terhadap Total Pembiayaan. Apabila semakin rendah NPL maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan, sebaliknya bila tingkat NPL tinggi bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Pembiayaan Non Lancar
x 100 %
Total Pembiayaan Karena alat analisis yang digunakan dalam mengolah data adalah test hipotesis dengan analisis perbandingan beda diantara dua rata - rata dan One Way ANOVA (Analysis Of Variances) maka harus ada hipotesis yang merupakan langkah awal dalam pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Metode Two- Paired Sample T Test Ho = Tidak ada perbedaan kinerja perbankan sebelum dan sesudah API Ha = Tidak ada perbedaan kinerja perbankan sebelum dan sesudah API Metode analisis One Way ANOVA Ho = Ketiga rata-rata varian (kinerja BPD,BUSN Devisa, dan Non Devisa) identik Ha = Kedua rata-rata varian (kinerja BPD,BUSN Devisa, dan Non Devisa) tidak identik HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Modal Industri Perbankan Sehubungan dengan Tahap Penguatan Struktur Perbankan Nasional Pilar I API yang bertujuan memperkuat permodalan Bank yaitu : a. Meningkatkan persyaratan modal minimum bagi Bank umum (termasuk BPD) menjadi Rp 100 M sampai dengan 1 Januari 2011 b. Mempertahankan persyaratan modal Rp 3 Triliun untuk pendirian bank baru sampai dengan 1 Januari 2011 Dalam upaya mencapai persyaratan tersebut, Upaya yang dilakukan bank dapat dengan beberapa cara atau kombinasinya yaitu, pertama, diharapkan terdapat penambahan modal baru baik dari shareholder lama bank maupun investor baru. Kalau pemegang saham lama dari masing-masing 55 bank tersebut tergolong likuid dan solvable tentu tidak ada masalah tetapi sebaliknya kalau tidak maka sejak 2004 ini, pemegang saham bank perlu menyusun suatu strategi yang dituangkan dalam bisnis plan tentang upaya-upaya apa yang akan dilakukan kedepan mencapai permodalan Rp.100 milliar. Kedua, upaya yang dapat dilakukan bank adalah penggabungan usaha (merger) dengan beberapa bank. Merger bank ini seperti orang yang menikah (kawin) dimana dari hasil perkawinan akan ada penggabungan modal (harta) yang juga menciptakan sinergi dan efisiensi.
Ketiga, dengan secondary offering di pasar modal (Go-Public), bank akan mampu meningkatkan permodalan. Tetapi tentu saja bank harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan BAPEPAM sebagai perusahaan Go – Publik. Keempat, penerbitan pinjaman subordinasi dapat diakui sebagai komponen dalam perhitungan modal bank. Namun ada ketentuan perbankan yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar pinjaman subordinasi dapat diakui sebagai modal pelengkap dalam struktur permodalan bank. Tabel 1 Perkembangan Modal Industri Perbankan Tahun
TM Bank Persero
TM BUSN Devisa
TM BUSN Non Devisa
TM BPD
2002
42.119
37.030
2.348
2003
48.237
37.487
2004
56.798
2005 2006
TM Bank Campuran
TM Bank Asing
TM Bank Umum
4.864
7.950
9.473
103.602
2.753
5.951
8.837
9.130
112.395
44.040
2.728
7.815
9.453
9.938
130.168
58.904
42.384
2.114
9.180
11.476
19.448
144.470
62.577
70.049
3.459
11.586
12.664
23.057
183.391
Sumber: www.bi.go.id
Dapat dilihat dari tabel tersebut setelah Implentasi API yaitu pada tahun 2004 Modal Industri perbankan mengalami kenaikan. Terutama di sektor Bank Asing ini dikarenakan dengan banyaknya bank – bank kecil yang diakusisi atau merger oleh Bank Asing untuk bisa mencapai Persyaratan API. Pada tahun 2002 dari ke 35 BUSN devisa terdapat 24 bank yang tergolong bank fokus, sedangkan 11 bank tergolong bank terbatas karena modalnya masih dibawah 100 milyar. Untuk tahun 2003 terdapat 1 bank yang tergolong bank nasional yaitu BCA, 26 bank tergolong bank fokus dan sisanya 9 bank tergolong bank terbatas. Untuk tahun 2004 terdapat 1 bank tergolong bank nasional yaitu BCA dan 28 bank tergolong bank fokus dan 6 bank tergolong bank terbatas. Untuk tahun 2005 terdapat 2 bank yang tergolong bank nasional yaitu BCA dan Bank Danamon, 28 bank tergolong bank fokus dan 5 bank tergolong bank terbatas. Untuk tahun 2006 terdapat 2 bank yang tergolong bank nasional yaitu BCA dan Bank Danamon, 30 bank tergolong bank fokus dan 3 bank tergolong bank terbatas. Selama tahun 2002 sampai tahun 2006 belum terdapat bank umum swasta nasional devisa yang tergolong bank Internasional. Perkembangan Aset Industri Perbankan
Grafik 2 Perkembangan Aset Perbankan Sumber: www.bi.go.id
Di sisi perkembangan aset Bank Umum, pada tahun 2004 ini Aset Bank Umum mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai Rp 58,56 triliun atau 4,82% dari tahun lalu. Kelompok Bank yang mengalami peningkatan jumlah asset tertinggi adalah BUSN Devisa yang mencapai Rp 57,96 triliun, disusul Bank Asing sebesar Rp
17,13 triliun, BPD sebesar Rp 12,06 triliun, terakhir Bank Campuran sebesar Rp 10,73 triliun. Sedangkan, kelompok Bank Persero dan BUSN non Devisa justru tahun ini mengalami penurunan jumlah asset. Aset Bank Persero berkurang sebesar Rp 37,15 triliun dan aset BUSN non Devisa berkurang sebesar Rp 2,18 triliun dibandingkan aset pada tahun lalu. Perkembangan aset BPD dalam 12 bulan terakhir 2005 cukup pesat. Komponen utama yang mengalami perkembangan pesat adalah pertumbuhan kredit yang ditopang oleh peningkatan DPK. Hal ini dimungkinkan mengingat adanya skim pemberian kredit yang mewajibkan debitur untuk menyetorkan dana yang belum digunakan dalam rekening DPK. Total aset produktif BPD tercatat sebesar Rp61,7 triliun atau 3% dari total aset seluruh bank di Indonesia. Komposisi aktiva produktif BPD adalah 60% pada kredit, 25% pada antarbank aktiva, 13% pada SBI, dan selebihnya pada surat berharga. Perkembangan Return On Assets Industri Perbankan
Grafik 3 Perkembangan ROA Industri Perbankan Sumber: www.bi.go.id
Indikator kinerja rentabilitas Bank Umum menunjukkan perkembangan yang positif. Selama tahun 2004, indikator terus mengalami peningkatan. Pada bulan Desember 2004 indikator ROA menunjukkan angka sebesar 3,46% atau meningkat sebesar 0,43 point dibandingkan tahun lalu. Kemudian penurunan profitabilitas perbankan pada tahun 2005 diindikasikan oleh menurunnya rasio Return on Assets (ROA) bank umum dari 3,5% di tahun 2004 menjadi 2,6% pada akhir Desember 2005. Pada tahun 2006 berkat berbagai kebijakan perbankan seperti Paket Kebijakan Perbankan (Pakjan) 2006 dan Paket Kebijakan Oktober (Pakto 2006) serta upaya pengelolaan risiko oleh bank berdampak positif dan membuat ROA relatif stabil pada 2,6% Rasio ROA BPD lebih baik dibandingkan dengan keseluruhan Bank Umum. Apabila dikaitkan dengan rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), tampaknya rasio ROA yang baik disebabkan oleh tingkat efisiensi BPD lebih baik dibandingkan Bank Umum. Perkembangan Capital Adequacy Ratio Industri Perbankan
Grafik 4 Perkembangan CAR Industri Perbankan
Sumber: www.bi.go.id
CAR perbankan selama tahun 2005 relatif stabil dengan kecenderungan meningkat jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2004 dari 19,4% (Desember 2004) menjadi 19,5% (Desember 2005). Hal ini dikarenakan adanya tambahan modal pada satu bank besar yang berhasil melakukan right issue dan mendapatkan subordination debt. Dan pada tahun 2006 Permodalan mampu bertahan pada tingkat yang tinggi dengan rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 20,5% (2006) atau naik dari 19,5% (2005), antara lain bersumber dari pertumbuhan laba. Kinerja permodalan BPD yang diukur dengan CAR menunjukkan kinerja yang sangat baik. CAR konsolidasi BPD tercatat 19,2% (hampir sama dengan CAR perbankan nasional 19,4%). Perkembangan Liquidity Debt Ratio Industri Perbankan
Grafik 5 Perkembangan LDR Industri Perbankan Sumber: www.bi.go.id
Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio/LDR) perbankan yang sangat rendah paska krisis sering diterjemahkan sebagai tidak berjalannya intermediasi perbankan. Namun rendahnya LDR tersebut disebabkan adanya pemindahan kredit macet bank-bank rekap dalam jumlah relatif besar kepada BPPN. Karena itu, penggunaan LDR sebagai indikator intermediasi menjadi misleading. Pertumbuhan kredit paska krisis memang lebih rendah dari sebelum krisis yakni ratarata bulanan sebesar 1,51% dibandingkan dengan 1,29% (2000-04). Namun, fenomena credit crunch ini juga dialami oleh semua Negara yang mengalami krisis keuangan. Studi empiris menunjukkan di negera-negara tersebut terjadi penurunan dan perlambatan pertumbuhan kredit dalam tiga sampai lima tahun paska krisis. Oleh karena itu, sebaiknya digunakan indikator lain sebagai ukuran intermediasi yang lebih tepat seperti tingkat pertumbuhan kredit dan LDR incremental. Meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 61,8% (Desember 2004) menjadi 64,7% (Desember 2005). Hal ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi di sektor perbankan terus mengalami perkembangan yang kian membaik. Pada tahun 2006 rasio loan to deposit ratio hanya mencapai 64,7% atau mencerminkan adanya likuiditas yang tinggi di perbankan. BPD memiliki rasio LDR yang lebih besar dibandingkan dengan keseluruhan bank umum. Apabila LDR ini digunakan sebagai indikator intermediasi, maka tampaknya fungsi intermediasi BPD berjalan dengan cukup baik walaupun masih tetap perlu ditingkatkan. Perkembangan Beban Operasi thd Pendapatan Operasi Industri Perbankan
Grafik 6 Perkembangan BOPO Industri Perbankan Sumber: www.bi.go.id
Kinerja Bank Umum dalam efisiensi juga mengalami peningkatan, indikator BOPO dari tahun ke tahun ini terus mengalami penurunan, sejalan dengan peningkatan laba operasional Bank Umum. Pada tahun 2004 ini indicator BOPO turun sebesar 4,14 point dari bulan lalu menjadi 76,64%. Dan pada tahun 2006 Rasio BOPO turun menjadi sebesar 86,4% Perkembangan Non Performing Loan Industri Perbankan
Grafik 7 Perkembangan NPL Industri Perbankan Sumber: www.bi.go.id
NPL gross perbankan pada Desember 2004 tercatat sebesar 4,75% yang menurun dari 8,21% pada akhir tahun sebelumnya. Namun demikian, perbankan telah membentuk cadangan kerugian atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang sangat memadai yakni sebesar 178% dari PPAP yang wajib dibentuk. Oleh karena itu NPL neto – neto perbankan cukup rendah yakni sebesar 1,72% atau turun signifikan dibanding posisi tahun lalu sebesar 3,04%. pada akhir tahun 2005 NPL gross dan netto masing-masing tercatat sebesar 7,9 % dan 4,8%, maka pada akhir tahun 2006 menurun menjadi masing-masing sebesar 6,0% dan 3,6%. Analisis Perbedaan Kinerja Bank dengan Metode Two- Paired Sample T Test Berikut ini akan membahas kinerja bank dengan menggunakan metode analisis Two- Paired Sample T Test dengan menggunakan bantuan program SPSS 11.0 for windows. Dengan menggunakan metode ini, kita dapat melihat apakah terdapat perbedaan kinerja bank sebelum dan sesudah API dengan menggunakan rasio CAR, NPL, BOPO, dan ROA. Tabel 2 Analisis Metode Two Paired Sample T Test BPD Tahun perbandingan
2002 -2004 2002 -2005
ratio
korelasi
perbedaan
car npl bopo roa car
signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan
tidak signifikan tidak signifikan signifikan signifikan tidak signifikan
npl bopo Roa Car 2002 - 2006
2003 - 2004
Npl bopo roa car npl bopo roa car
2003 - 2005
npl bopo roa car
npl bopo roa Sumber : data diolah 2003 - 2006
signifikan signifikan signifikan tidak signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan tidak signifikan signifikan signifikan signifikan tidak signifikan signifikan signifikan signifikan
tidak signifikan signifikan tidak signifikan signifikan tidak signifikan signifikan tidak signifikan tidak signifikan signifikan signifikan signifikan tidak signifikan signifikan signifikan tidak signifikan signifikan signifikan tidak signifikan tidak signifikan
dari perbandingan kinerja BPD sebelum (2002,2003) dan sesudah (2004,2005,2006) penerapan Arsitektur Perbankan Indonesia. Untuk ratio CAR tidak berbeda secara signifikan meskipun terdapat perbedaan pada tahun 2006, untuk ratio NPL untuk perbandingan tahun 2002 dengan sesudah (2004,2005,2006) tidak berbeda secara signifikan. Tetapi untuk perbandingan tahun 2003 dengan sesudah (2004,2005,2006) berbeda secara signifikan, untuk ratio BOPO terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah, untuk ratio ROA meskipun terdapat perbedaan pada tahun 2004 namun pada tahun- tahun berikutnya tidak ada perbedaan. Tabel 3 Analisis Metode Two Paired Sample T Test BUSN Devisa Tahun perbandingan
ratio
korelasi
car
signifikan
npl
tidak signifikan
bopo
signifikan
roa
signifikan
car
signifikan
npl
tidak signifikan
bopo
signifikan
roa
signifikan
2002 -2004
2002 -2005
perbedaan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan
car npl 2002 - 2006 bopo
signifikan tidak signifikan tidak signifikan
roa
signifikan
car
signifikan
npl
tidak signifikan
bopo
signifikan
roa
signifikan
car
signifikan
npl
tidak signifikan
bopo
signifikan
roa
signifikan
car
signifikan
2003 - 2004
2003 - 2005
npl 2003 - 2006 bopo roa
tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan
tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan
Sumber : data diolah
Tabel 4 Analisis Metode Two Paired Sample T Test BUSN Non Devisa Tahun perbandingan
2002 -2004
ratio
korelasi
car
signifikan
npl
signifikan
roa
tidak signifikan signifikan
car
signifikan
npl
signifikan
bopo
2002 -2005 bopo roa 2002 - 2006
tidak signifikan tidak signifikan
car
signifikan
npl
signifikan
perbedaan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak
signifikan bopo
tidak signifikan
roa
signifikan
car
signifikan
npl
signifikan
2003 - 2004
roa
tidak signifikan signifikan
car
signifikan
bopo
npl 2003 - 2005 bopo roa car npl 2003 - 2006 bopo roa
tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan signifikan tidak signifikan tidak signifikan signifikan
tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan tidak signifikan
Sumber : data diolah
dari perbandingan kinerja BUSN Devisa dan Non Devisa sebelum (2002,2003) dan sesudah (2004,2005,2006) penerapan Arsitektur Perbankan Indonesia. Tidak terdapat perbedaan secara signifikan meskipun terdapat perbedaan dalam Ratio ROA pada tahun 2004 tapi ini mungkin disebabkan munculnya beberapa kasus kejahatan perbankan dan adanya penutupan dua bank kecil bermasalah yang terpaksa dilikuidasi karena tidak berhasil disehatkan oleh pengurusnya dan pemiliknya serta dinilai tidak berdampak sistematik pada tahun tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Maharani Ika Lestari dan Toto Sugiharto (2007) bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan BUSN Devisa dan Non Devisa pada periode 2002-2006. Analisis Perbedaan Kinerja Bank dengan Metode One Way ANOVA Berikut ini akan membahas kinerja bank dengan menggunakan metode analisis One Way ANOVA. Dengan menggunakan metode ini, kita dapat melihat apakah terdapat perbedaan kinerja BPD dan BUSN Devisa dan BUSN Non Devisa dengan menggunakan rasio CAR, NPL, BOPO, dan ROA. Berikut ini adalah hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan program SPSS 17 for windows. Sebelum menganalisis dengan metode One Way ANOVA pertama harus dicek apakah varian dari ketiga variabel homogen. Hal ini harus dilakukan karena salah satu dasar syarat anova adalah bahwa variannya harus sama.
Hipotesis : Ho = Ketiga rata-rata varian identik Ha = Kedua rata-rata varian tidak identik Pengambilan keputusan: Jika signifikan > 0.05 Ho diterima Jika signifikan < 0.05 Ho ditolak Tabel 5 Homogenity Varians Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic roa 2002 roa 2003 roa 2004 roa 2005 roa 2006 npl 2002 npl 2003 npl 2004 npl 2005 npl 2006 car 2002 car 2003 car 2004 car 2005 car 2006 bopo 2002 bopo 2003 bopo 2004 bopo 2005 bopo 2006 Sumber : data diolah
1.889 .409 4.825 .969 2.174 3.425 3.799 .729 .944 3.674 7.982 7.147 6.366 7.474 4.846 2.859 2.210 .779 .692 .603
df1
df2
Sig.
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83 83
.158 .666 .010 .384 .120 .037 .026 .486 .393 .030 .001 .001 .003 .001 .010 .063 .116 .462 .504 .550
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Ratio CAR tidak memenuhi syarat ANOVA HO (< 0,05) atau Ketiga varian Ratio CAR tidak homogen. Ini mungkin dikarenakan perbedaan kekuatan modal dimana BPD dimiliki oleh Pemerintah sedangkan BUSN dimiliki oleh swasta. Tabel 5 Analysis Of Variances BPD, BUSN Devisa dan Non Devisa Tahun perbandingan
2002
2003
ratio
perbedaan
npl
signifikan
bopo
signifikan
roa
tidak signifikan
npl
signifikan
bopo
signifikan
roa
tidak signifikan
2004
2005
2006
npl
signifikan
bopo
tidak signifikan
roa
tidak signifikan
npl
signifikan
bopo
tidak signifikan
roa
tidak signifikan
npl
signifikan
bopo
tidak signifikan
roa
signifikan
Sumber : data diolah
Untuk perbandingan kinerja antara BPD, BUSN Devisa dan Non Devisa tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada ratio ROA kecuali pada tahun 2006. Sedangkan untuk ratio NPL terdapat perbedaan dan untuk BOPO walaupun ada perbedaan pada saat sebelum penerapan API (2004) tapi untuk sesudahnya tidak terdapat perbedaan secara signifikan. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kinerja keuangan Bank Pembangunan Daerah menunjukkan adanya perbedaan dan bahkan terlihat membaik. Maka untuk kedepannya peran BPD akan semakin besar dalam perbankan Indonesia untuk itu diharapkan dukungan dari pihak pemerintah 2. Secara umum, kinerja bank devisa dan non devisa memang tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, sama seperti penelitian-penelitian sebelumnya akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa kinerja bank non devisa mampu mengimbangi bank devisa meskipun bank devisa mempunyai struktur dan fasilitas yang lebih baik. 3. Yang menarik dari hasil uji metode One Way ANOVA pada 3 kelompok bank yaitu BPD, BUSN Devisa dan Non Devisa. Meskipun adanya perbedaan pada 3 kelompok bank tersebut baik dari segi keuangan, pangsa pasar, daerah operasi dan sebagainya, tetapi dilihat dari Ratio Return On Assets tidak ada perbedaan yang signifikan pada BPD, BUSN Devisa dan Non Devisa. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya peran BPD dan BUSN Non Devisa, sedangkan untuk BUSN Devisa diharapkan semakin mengoptimalkan kembali kinerja terutama sehubungan dengan visi Arsitektur Perbankan Indonesia menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien Saran Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis guna mendukung penerapan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dalam rangka memperbaiki kondisi perbankan dan perekonomian nasional adalah sebagai berikut : 1. Melihat kinerja BPD yang membaik maka sejalan dengan pernyataan Agus Sugiarto (2003) dalam Mencari Struktur Perbankan yang Ideal , tidak perlu membatasi usaha BPD baik dari sisi produk maupun daerah operasionalnya. Sehingga untuk ke depan kita tidak perlu lagi mempermasalahkan batas-batas wilayah operasional BPD,
apabila BPD tersebut memang mampu melakukannya secara efisien kita harus membiarkan mereka berekspansi keluar daerah propinsinya. 2. sesuai dengan program API yaitu peningkatan kualitas perbankan. Diharapkan kedepannya pihak bank meningkatkan kualitasnya baik dari Good Corporate Governance, manajemen operasional dan resiko. sehingga tidak ada kasus likuidasi bank lagi. 3. Bank Indonesia dan Pemerintah untuk meningkatkan indepedensi dan pengawasan perbankan sehingga tidak ada lagi kasus – kasus kejahatan perbankan seperti BLBI dan Bank Century. Dengan demikian nasabah terlindungi dan diharapkan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap perbankan. DAFTAR PUSTAKA Agus Sugiarto, “Mencari Struktur Perbankan Yang Ideal”, Jurnal Bank Indonesia, Jakarta, 2004. Kasmir, “Manajemen Perbankan” , Ed-1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Lukman Dendawijaya, “Manajemen Perbankan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. Maharani Ika Lestari dan Toto Sugiarto, “Kinerja Bank Devisa Dan Non Devisa Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya” , Universitas Gunadarma, Depok, 2007. Nurul Wulansari, “Analisis Biaya Dana, Persentase Aktiva Produktif, Interest Spread dan Pendapatan Bank Umum Swasta Nasional Devisa : Tingkat Prediksi Pengelompokkan Bank Menurut Kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API)“, Universitas Gunadarma, Depok, 2005. Rini Restu Rakhmawati dan Budi Hermana, “Evaluasi Keuangan Bank dalam Kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia: Perbandingan Kredit Bermasalah, Kecukupan Modal, Likuiditas dan Rentabilitas”. Universitas Gunadarma, Depok, 2005. Sigit Triandaru, Totok Budisantoso, “ Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Salemba Empat, Jakarta, 2007 Teguh Pudjo Mulyono, “Analisa Laporan Keuangan untuk Perbankan”, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1995. Teguh Wahyono, “25 Model Analisis Statistik dengan SPSS 17”, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1995. Tumpak Silalahi, “Mengapa Perlu Arsitektur Perbankan Indonesia”. Jurnal Bank Indonesia, Jakarta, 2004. Zaki Baridwan, “Intermediate Accounting”, BPFE Edisi 7, Yogyakarta, 1993. www.bi.go.id www.wikipedia.com