ANALISA KUALITATIF DISTRIBUSI TEGANGAN TERMAL PADA LAMPU PIJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE FOTOELASTISITAS DIGITAL
Anggi Anggraeni, Agoes Soetijono
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Pola frinji isokromatik dari lampu pijar dianalisa untuk mengetahui distribusi tegangan termal. Lampu pijar memiilki filamen berupa tungsten yang menghasilkan cahaya ketika dialiri arus listrik. Sampel yang digunakan adalah lampu Chiyoda dengan daya 5 watt variasi warna bulb (bola lampu) clear (bening), merah, dan biru. Polariskop yang dipakai adalah set up polariskop lingkaran. Analisa fotoelastisitas digital dilakukan dengan program Fringe Image Processing. Dari program didapat data, grafik RGB dan intensitas pada piksel yang ditinjau. Lamanya pengamatan pada lampu pijar menghasilkan temperatur yang semakin meningkat. Pola frinji isokromatik yang terbentuk sesuai dengan warna bulb lampu pijar. Perubahan pola frinji tersebut menunjukkan adanya perubahan indeks bias pada gas pengisi yang diakibatkan oleh perubahan suhu. Nilai dan distribusi intensitas yang diperoleh dari program Fringe Image Processing dari tertinggi sampai terendah adalah pada bulb clear, merah, dan biru. Pertambahan temperatur pada bulb lampu pijar cenderung meningkatkan nilai intensitas pada tungsten sehingga membuat lampu semakin terang. Perbedaan nilai RGB mempengaruhi penentuan orde frinji yang akan berpengaruh pada distribusi tegangan termal. Kata Kunci : lampu pijar, tegangan termal, fotoelastisitas digital Abstract The isochromatic fringe pattern of incandescent lamp has been analyzed to observe thermal stress distribution. Incandescent lamp has tungsten as filament which produces light when it is emitted by electricity current. The utilized models are Chiyoda lamp with 5 watt power color variation: clear, red, and blue. Polariscope used is circle polariscope set up. It is processed using digital photoelasticity by fringe image processing software. This software yields data, RGB graphic and observed intensity of pixels. Duration of incandescent lamp observation produces increasing temperatur. Isochromatic fringe pattern formed is suitable with bulb color of incandescent lamp. The changing of fringe pattern shows changing of refraction index on substance gases caused by temperatur. Value and intensity distribution obtained from the highest to lowest are clear bulb, red, and blue. The increasing of incandescent lamp bulb temperatur is comparable with the increasing tungsten intensity level which makes the lamp brighter. Difference of RGB value influences determination of fringe level which is cause in distribution of termal stress. Keywords: incandescent lamp, thermal stress, digital photoelasticity
1. Pendahuluan Sekarang ini hampir 6000 lampu yang berbeda diproduksi di berbagai pabrik pembuatan lampu. Karakteristik utama yang perlu dipertimbangkan ketika memilih sebuah lampu adalah efikasi cahaya lampu, daya tahan, penurunan lumen dan warna cahaya lampu. Lampu pijar memiliki beberapa aplikasi selain sebagai sumber pencahayaan seperti penghangat bayi, kotak penetasan ayam, proses pengeringan beberapa senyawa kimia, dan sebagai salah satu sumber cahaya pada beberapa alat-alat praktikum seperti alat konstanta Planck dan spektroskopi. Lampu pijar dapat menyala karena di dalam lampu pijar terdapat filamen yang terbuat dari tungsten. (Mostavan, 2000) Semakin lama lampu dinyalakan maka akan terjadi perubahan temperatur pada lampu sehingga terjadi perubahan indeks bias di sekitar filamen. Perubahan temperatur ini mengakibatkan terjadinya perubahan distribusi tegangan termal pada daerah tungsten yang bisa diamati dengan metode fotoelastisitas digital Dengan metode ini didapatkan pola frinji isokromatik tungsten lampu pijar yang berubah sesuai perubahan tegangan termal yang diberikan. Pola frinji isokromatik didapat dari polariskop lingkaran. Analisa intensitas warna pada pola frinji isokromatik dilakukan dengan Fringe Image Processing (FIP) dengan model warna Red Green Blue (RGB). 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Cahaya Maxwell menunjukkan bahwa gelombang elektromagnetik terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang mengalami vibrasi menuju arah propagasi (arah z) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Medan tersebut memiliki frekuensi yang sama dan ada dalam fasa satu sama lainnya pada satu waktu. (Mostavan, 2000)
2.2 Polariskop Lingkaran Gambar 2.2 merupakan sistem polarisasi lingkaran yang terdiri dari sumber cahaya, polariser, plat seperempat gelombang pertama, model, plat seperempat gelombang kedua, dan analiser.
Gambar 2.2 Polariskop lingkaran 2.3 Hukum Tegangan Optik Hukum tegangan optik Maxwell (1853) menjelaskan teori tentang perubahan indeks bias pada suatu bahan jika diberi tegangan. Perubahan indeks bias pada bahan sebanding dengan tegangan yang bekerja pada bahan tersebut, yang dinyatakan dalam hubungan:
........... (2.1) ........... (2.2) ........... (3.3) dengan n0 .................................................... = indeks bias baha tanpa pengaruh tegangan n1, n2, n3 ........................................... = indeks bias utama yang bersesuaian dengan arah tegangan utama c1, c2 ............................................................................... = koefisien tegangan optik (konstanta) Untuk persoalan dua dimensi dimana = 0 hukum tegangan optik untuk cahaya normal terhadap bidang model, persamaan retardasi dapat ditulis menjadi:
∆
.............. (2.4)
Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk sederhana: σ1 − σ 2 =
Nf σ .................... (2.5) d
dengan : N =
Gambar 2.1 Gelombang cahaya berupa gelombang elektromagnetik
∆ 2π
fσ =
..................................... (2.6)
λ c ..................................... (2.7)
N adalah orde frinji dan
fσ adalah nilai frinji
Sumber cahaya T(r)
bahan. Beda tegangan utama pada model dua dimensi dapat ditentukan jika retardasi N dapat diukur dan jika nilai frinji bahan 2.4 Lampu Pijar Cahaya lampu pijar dibangkitkan dengan mengalirkan arus listrik dalam suatu filamen. Dalam kawat ini energi listrik diubah menjadi panas dan cahaya. Supaya cahaya lampu pijar dapat memancarkan cahaya sebanyak mungkin cahaya tampak. 2.4.1 Filamen Tungsten Sebuah lampu pijar mempunyai filamen yang terletak kurang lebih di tengah dalam bulb. Filamen terbuat dari kawat tungsten atau wolfram. Semakin tinggi temperatur, dengan filamen dinyalakan maka semakin banyak cahaya yang dipancarkan tetapi semakin cepat filamen itu putus. 2.4.2 Evaporasi Tungsten Sebuah material yang dipanaskan pada temperatur tinggi akan menguap demikian juga dengan tungsten pada kawat pijar. Evaporasi pada zat padat disebut juga sublimasi, atom-atom mendadak lepas dari permukaan zat padat dan berubah fasa menjadi gas. Laju evaporasi tungsten meningkat secara cepat sesuai dengan kenaikan temperatur. Akibat dari evaporasi tungsten adalah kawat filamen semakin menipis, terbakar habis dan putus. Beberapa bagian kawat tipis atau lebih tebal karena tidak mungkin membuat kawat dengan ketebalan yang 100% sama. (Sari, 2006) 2.5 Pengaruh Temperatur terhadap Indeks Bias Salah satu tegangan pada suatu benda adalah pemanasan yang tak serba sama. Dengan kenaikan temperatur, elemen-elemen dari suatu benda mengalami ekspansi. Akibat adanya tegangan termal juga berpengaruh pada perubahan indeks bias pada suatu bahan. (Yaozu, 2002) Indeks bias bahan merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya dalam vakum dan pada bahan. Besarnya indeks bias bergantung pada jenis materialnya. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap besarnya indeks bias suatu bahan. (Timoshenko, 1986)
r
T(∞ ) T lingkungan
Gambar 2.3 Perambatan panas
∞ ∞
1
(2.8)
dengan n(r) = indeks bias udara ssebagai fungsi posisi terhadap sumber panas n(∞) = indeks bias udara di jauh tak hingga T(r) temperatur saat dipanaskan (sumber panas) dan T (∞) temperatur udara di jauh tak hingga (T lingkungan) (Yaozu, 2002)
2.6 Fotoelastisitas Image Processing 2.6.1 Citra Digital Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut, hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.10. Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue - RGB). (Fajri, 2000) 2.6.2 Komponen Citra Digital Resolusi citra menyatakan ukuran panjang kali lebar dari sebuah citra. Resolusi citra biasanya dinyatakan dalam satuan piksel, (pixel atau picture element) ( Fajri,2000 ). Piksel merupakan bagian terkecil dari citra, umumnya dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar piksel adalah sama pada seluruh bagian citra (Ahmad, 2005) 2.6.3 Representasi Citra Digital • Citra Warna (true color) Citra warna yang sering digunakan adalah RGB (Red, Green, Blue) dan CMY (K) yang terdiri dari cyan, magenta, kuning dan hitam (Ahmad, 2005). Setiap warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai
maksimum 255 (8 bit), misalnya warna kuning merupakan kombinasi warna merah dan hijau sehingga nilai RGB-nya adalah 255 255 0. Jumlah kombinasi warna yang mungkin untuk format ini adalah 224 atau lebih dari 16 juta warna
Gambar 2.4 Citra warna true color dan representasinya dalam data digital 2.7 Pengolahan Warna Model RGB Salah satu cara yang mudah untuk menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga komponen warna tersebut. Normalisasi penting dilakukan terutama bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbedabeda. Cara melakukan normalisasi adalah sebagai berikut:
....................... (2.9)
3.2 Set up Alat untuk Mendapatkan Pola Frinji Isokromatik Untuk mendapatkan frinji, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut, yaitu menyusun peralatan (set up alat) dalam penelitian seperti Gambar 3.2 Model (lampu pijar) Plat gelombang1 Sumber cahaya Polariser Lensa
Plat gelombang 2 Analiser Layar
Lensa
Kamera
............................ (2.10) ........................ (2.11)
Dengan r indeks warna merah, indeks warna hijau (g) dan b indeks warna biru. Jika masing-masing r, g, b bernilai sama misal 1/3 maka obyek tidak berwarna. Untuk mendapat nilai intensitas besarnya dapat dihitung secara langsung dengan
Gambar 3.1 Lampu pijar filament tungsten merk Chiyoda daya 5 Watt dengan bulb clear, merah dan biru
............................... (2.12)
: 3. Metodologi 3.1Preparasi Alat Sampel yang digunakan berupa lampu Chiyoda yang mempunyai daya 5 watt, dengan variasi warna bola lampu dilengkapi penyangga dari kayu yang bisa diletakkan pada optical track
Gambar 3.2 Set Up Polariskop lingkaran Set up fotoelastisitas dalam penelitian ini merupakan set up alat polariskop lingkaran. Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu halogen dengan cahaya polikromatik untuk mendapat pola frinji isokromatik. Cahaya dari lampu halogen diarahkan menuju Polariser selanjutnya ke plat "4 pertama kemudian menuju lensa pertama dan model , kemudian melalui lensa kedua, plat "4 kedua dan analiser sehingga pola frinji yang didapat langsung ditangkap layar dan kamera Pola frinji berupa pola warna isokromatik didapat pada setiap penambahan waktu 10 menit. Setiap penambahan waktu dicatat temperatur pada bola lampu pijar.
3.3 Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Fringe Image Processing dengan model warna RGB. Data yang diolah disimpan dalam bentuk jpg kemudian dilakukan pengolahan citra yaitu cropping, resize dan penghilangan noise dengan program Adobe Photoshop CS menggunakan magic wand tool. Pengolahan data dengan program ini bertujuan untuk mempermudah dalam penganalisaan. Dari pola frinji didapatkan grafik distribusi intensitas, data RGB dan intensitas dari gambar pada setiap piksel.
(a)
4. Hasil dan Diskusi 4.1 Pola Frinji Isokromatik Dari percobaan set up polariskop lingkaran medan gelap yang telah dilakukan didapatkan pola frinji isokromatik. Adanya plat gelombang pada set up dapat mengeliminasi pola frinji isoklinik. Pengamatan pola frinji diikuti pengamatan temperatur pada bola lampu. Tabel 4.1 Temperatur bubl clear, merah dan biru pada 0, 10, dan 20 menit Warna
Waktu Nyala Lampu Pijar
Clear
Merah
Biru
( ⁰C )
1’09” 11’20”
40,0 47,5
21’01”
49,0
1’31
40,0
9’59”
52,0
20’00 0’56” 10’16 20’19”
54,0 36,8 60,0 61,0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semakin lama lampu dinyalakan maka suhu permukaan bola semakin tinggi.
(b)
(c) garis acuan garis tinjau Gambar 4.1 Pola frinji isokromatik pada tugsten lampu pijar pada bulb (a) clear (b) merah (c) biru pada 20 menit Perbedaan panjang gelombang yang dipancarkan lampu pijar berhubungan dengan daya serap warna bola lampu terhadap perubahan temperatur ketika lampu pijar dinyalakan. Kenaikan paling cepat terjadi pada
bulb warna biru. Lampu bulb biru mencapai 610C pada menit ke-20, bulb merah 540C sedangkan pada lampu clear suhu permukaan lampu 490C dengan temperatur sebelum pemanasan adalah 300C. Warna biru lebih banyak menyerap spektrum warna cahaya yang dihasilkan oleh lampu pijar sedangkan lampu bulb clear cenderung meneruskan lebih banyak spektrum warna. Kenaikan temperatur yang terjadi didasarkan pada saat cahaya mengenai suatu bahan sebagian atau keseluruhan maka cahaya diserap bahan tersebut dan menaikkan temperatur bahan (Muhaimin, 2001) Analisa gambar dilakukan menggunakan program Fringe Image Processing (FIP) dimana gambar harus melalui tahap image processing . Dalam penelitian ini dilakukan image processing tahap awal yakni cropping, resize gambar, dan pemilihan pola frinji hanya di sekitar daerah tungsten.. Jumlah piksel pada pola frinji tergantung pada bentuk pola frinji tungsten. Hasil gambar pola frinji harus disesuaikan dengan jumlah piksel maksimum yang bisa masuk dalam program yakni 639 arah horizontal dan 479 arah vertikal. Gambar 4.1 (a) menunjukkan pola frinji isokromatik untuk bola lampu clear, pola frinji ini memiliki warna lebih variatif daripada pola frinji untuk bola lampu merah dan biru. Hal ini disebabkan bola lampu clear dapat meneruskan spektrum warna lebih banyak daripada merah dan biru. Jika cahaya putih mengenai permukaan suatu benda maka akan terjadi absorbsi warna. Dan jika suatu sinar putih direfleksikan pada suatu permukaan bahan yang berwarna merah maka komponen warna selain warna merah akan diserap lebih banyak dari pada warna merah sehingga pola frinji isokromatik yang dominan adalah warna merah (Muhaimin, 2001). Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.1 (b). Begitu pula cahaya putih yang melewati permukaan biru yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1(c). Hal ini menunjukkan bahwa pada bola lampu clear menghasilkan intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga lampu pijar akan menyala lebih terang daripada lampu dengan warna merah dan biru sedangkan bulb biru menghasilkan penerangan yang paling rendah. Hal ini berkaitan dengan emisivitas bulb warna biru lebih besar daripada emisivitas bulb clear dan
merah. Semakin besar emisivitas maka semakin besar pula cahaya yang diserap dan semakin kecil yang diteruskan. Sesuai dengan teori fotoelastisitas, perubahan pola warna dari frinji isokromatik pada bahan fotoelastis mengakibatkan perubahan orde frinji juga berubah. Besarnya orde frinji akan mempengaruhi distribusi tegangan pada setiap titik tungsten. 4.2 Distribusi Intensitas Pola Frinji Daerah Tungsten Setiap piksel pada pola frinji mempunyai nilai RGB yang berbeda. Piksel yang tidak mempunyai nilai RGB dan intensitas merupakan piksel yang berwarna hitam (bukan termasuk daerah tungsten). Intensitas (kurva warna hitam) pada bulb bola lampu clear cenderung mempunyai nilai yang lebih besar daripada merah dan biru.
(a)
(b)
membuat temperatur pada tungsten juga berbeda. Adanya perubahan temperatur menyebabkan perubahan pola frinji isokromatik. Perubahan frinji tersebut menunjukkan adanya perbedaan indeks bias pada gas pengisi lampu pijar.
(c) Gambar 4.2 Grafik RGB dan intensitas setiap piksel pada (a) clear (b) merah (c) biru 20 menit Gambar 4.2 menunjukkan grafik nilai Red (kurva warna merah), Green (kurva warna hijau), Blue (kurva warna biru) dan intensitas dengan kurva berwarna hitam. Tinjauan pada penelitian ini adalah intensitas sepanjang garis tinjau horizontal, 9 piksel di atas garis acuan horizontal. Pada Gambar 4.2 (a) tinjauan piksel yang digunakan pada lampu pijar bulb clear 0 sampai 538 untuk arah horizontal menunjukkan kurva Red paling tinggi. Pada bulb merah (Gambar 4.2 (b)) kurva nilai Red merupakan kurva paling atas yang menunjukkan lampu tersebut didominasi oleh warna merah. Gambar 4.2 (c) menunjukkan bahwa lampu pijar dengan bulb biru mempunyai kurva Blue tertinggi daripada kurva Green. Puncak intensitas pada Gambar 4.2 menunjukkan intensitas terbesar yakni pada kawat tungsten. Intensitas cenderung berimpit dengan kurva warna hijau. Hal ini sesuai dengan design lampu pijar yang disesuaikan dengan kepekaan terhadap cahaya yakni pada panjang gelombang 555 nm (cahaya berwarna kuning-hijau). Pada Gambar 4.3 (c) menunjukkan kurva intensitas mengalami lebih banyak puncak dan lembah kurva daripada Gambar 4.3 (a) dan (b). Hal ini menunjukkan bahwa variasi intensitas lebih banyak terjadi pada pemanasan filamen yang lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi adalah adanya perpindahan panas pada tungsten yakni konduksi pada kawat filamen. Terjadinya aliran panas ini sangat berpengaruh pada besarnya temperatur pada setiap titik pada tungsten. Tebal kawat yang berbeda juga
(a)
(b)
(c) Gambar 4.3 Grafik RGB dan intensitas setiap piksel pada Bulb clear (a) 0 menit (b) 10 menit (c) 20 menit
Dari pola frinji bulb clear didapat data RGB dan intensitas dari piksel 0 sampai 538. Nilai intensitas yang didapat sesuai dengan persamaan 2.12. Dari data tersebut pada bulb clear didapat intensitas yang paling besar adalah 255 pada piksel 495 sampai 501 setelah lampu dinyalakan, sedangkan pada penyalaan lampu 10 menit intensitas paling besar 255 pada piksel 52, 55, 58, 59, 60-63, 65, 191-195, 197, 198, 201, 373, 377,407-415, 502-510, dan 512-514. Pada menit ke-10 intensitas tertinggi terdistribusi lebih merata daripada intensitas pada menit ke-0. Data intensitas setiap piksel garis tinjau pada bulb merah didapat nilai intensitas tertinggi 247 pada piksel 97 dan 98 terjadi pada nyala lampu 0 menit, sedangkan intensitas 247 pada piksel 99 dan 104 terjadi ketika nyala lampu 10 menit. Intensitas tertinggi menurun terjadi pada nyala lampu selama 20 menit tetapi intensitas ini terdapat pada 4 piksel yakni 63, 64, 68, dan 349 sebesar 246. Nilai intensitas semakin tinggi dan terdistribusi lebih banyak dan semakin merata menunjukkan cahaya dari lampu pijar semakin terang. Perubahan nilai intensitas juga bias dipengaruhi ketidakkonstanan tegangan. Jika tegangan input tidak konstan dan menurun maka daya akan turun sehingga intensitas cahaya pun akan menurun.( Aniespandu, 2006). Dari 100% daya yang diterima oleh filamen : 72% menjadi panas yang diakibatkan oleh sinar infra merah 18% menjadi radiasi panas 6% – 12% menjadi cahaya. Jadi jika daya yang diterima lampu menurun maka maka cahaya yang dihasilkan semakin kecil.
Intensitas tertinggi
(a)
Intensitas tertinggi
(b)
Intensitas tertinggi
(c) Gambar 4.4 Data RGB dan intensitas pada bulb biru 20 menit pada piksel 108 sampai 138 pada garis tinjau Gambar 4.4 menunjukkan data RGB dan intensitas pada piksel 108 sampai 138 pada bulb biru 0 menit, 10 menit, dan 20 menit. Data paling kiri menunjukkan piksel selanjutnya berurutan data X dan Y (koordinat piksel), nilai RGB, dan nilai intensitas. Intensitas terbesar pada 0 menit yakni 205 pada piksel 128(Gambar 4.4 (a)) sedangkan intensitas sebesar 204 pada piksel 125 dan 126 terjadi pada nyala lampu selama 10 menit. Intensitas terbesar terjadi pada nyala lampu paling lama yakni 211 pada piksel 130. Dengan program Adobe Photoshop CS maka dapat diketahui bahwa nilai RGB dan
intensitas tertinggi pada tungsten lampu pijar bulb clear tersebut merupakan warna putih yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 (a). Warna putih adalah warna yang dipancarkan oleh lampu pijar (polikromatis). Adobe Photoshop CS merupakan program yang cocok untuk analisa image ( citra atau gambar ).
(a)
(b)
(c) Gambar 4.5 Warna pada nilai RGB dan intensitas tertinggi pada lampu pijar bulb(a) (c)merah pada 20 menit Image hasil daripola frinji merupakan image jenis bitmap. Image jenis bitmap akan menunjukkan piksel-piksel yang terpecah jika
resolusi gambar lebih kecil daripada tampilan resolusi (display resolution) (Bah, 2007). Dari beberapa jenis warna, jenis warna yang paling cocok dengan pola frinji isokromatik adalah jenis Focoltone, sedangkan jenis warna yang lain kurang merepresentasikan pola frinji isokromatik pada tabel orde frinji. Gambar 4.5 (b) merupakan konversi nilai RGB terbesar ke warna. Pada bulb biru didapat warna biru muda sedangkan pada bulb merah didapat warna dari nilai RGB tertinggi adalah kuning. Dari warna ini dapat ditentukan orde frinji dengan program Adobe Photoshop CS. Orde frinji berpengaruh pada perhitungan tegangan termal 5. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai distribusi tegangan pada tungsten lampu pijar sebagai bahan model fotoelastis yang dilakukan dalam tugas akhir ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Lamanya pengamatan pada lampu pijar menghasilkan temperatur yang semakin naik. 2. Pola frinji isokromatik yang terbentuk sesuai dengan warna bulb lampu pijar. 3. Perubahan pola frinji menunjukkan adanya perubahan indeks bias pada gas pengisi yang diakibatkan oleh perubahan temperatur. 4. Nilai dan distribusi intensitas yang diperoleh menggunakan program Fringe Image Processing dari tertinggi sampai terendah adalah pada bulb clear, merah, dan biru 5. Pertambahan temperatur pada bulb lampu pijar cenderung meningkatkan nilai intensitas pada tungsten sehingga membuat lampu semakin terang. 6. Perbedaan nilai RGB mempengaruhi penentuan orde frinji yang berpengaruh pada distribusi tegangan termal Daftar Pustaka Aniespandu. 2006. Bab II Tugas Akhir
Achmad, B. dan Firdausy K. 2005. Teknik Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Yogyakarta: PT Mitra Aksara Mulia.
Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogamannya Yogyakarta : Graha Ilmu. Dally, J. W., dan William F. R. 1991. Experimental Stress Analysis. Edisi Ketiga. New York : McGraw-Hill Dosen-dosen Fisika FMIPA ITS, 2005. Fisika II. Surabaya Penerbit ITS : Fajri,. 2000 Desain dan Implementasi Sistem Komputasi Terdistribusi untuk Kompresi Citra Medis Sinar X Menggunakan Jpeg 2000. Departemen Teknik Elektro: Institut Teknologi Bandung. Susilo, E, Yunus A., dan Yudoyono G. 2003. Optika . Surabaya: Penerbit ITS. Mostavan, A. 2000. Cahaya. Bandung : Penerbit ITB Muhaimin, 2001. Teknologi Pencahayaan. Bandung : Refika Aditama
Ramesh, K, 2000. Digital Photoelasticity, Advanced Technique and Application. New York :Springer-Verlag Sari, A.T.. 2006. Analisa Kualitatif Tegangan Termal pada Lampu Pijar dengan Menggunakan Metode Fotoelastisitas. Laporan Tugas Akhir Jurusan Fisika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Sears, Z. 1962. Fisika Untuk Universitas III Optika dan Atom. Bandung : Bina cipta Thimoshenko, G. dan Sebayang D. 1986. Teori Elastisitas. Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga Yaozu S., Zhang X., Zhang H. Laser Moire Deflectometry Applicable for Min/Micro Scale Flow Visualization. Proceeding of SPIE Vol 5058 Halaman 322-330