FINESTA Vol. 2, No. 1, (2014) 26-31
26
Analisa Kinerja Bank Umum di Indonesia Berdasarkan Cluster Kepemilikan Peter Alimin Program Manajemen, Program Studi Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail:
[email protected];
[email protected] Abstrak— Industri perbankan memiliki peranan penting terhadap perekonomian Indonesia. Pengawasan kinerja perbankan membutuhkan analisa yang komprehensif mengingat beragamnya model bisnis dan jumlah bank umum yang banyak. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat kinerja bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011 dalam cluster kepemilikan, dengan bantuan analisa matriks untuk mendapatkan gambaran komprehensif dari karakteristik kinerja tiap cluster. Metode analisis data yang dilakukan adalah analisa matriks terhadap indikator-indikator kuantitatif dari masing-masing cluster kepemilikan. Hasil yang diperoleh menunjukkan ada perbedaan kinerja pada tiap cluster bank umum ditinjau baik berdasar data rerata ataupun antarwaktu. Perbedaan karakteristik kinerja juga terjadi dipicu oleh faktor kepemilikan yang turut dimoderasi oleh adanya perbedaan ukuran permodalan ataupun model bisnis. Kata Kunci— Bank Umum, Cluster Kepemilikan, Kinerja, Matriks Abstrak— The banking industry has an important role in the Indonesian economy. Supervision of banking performance requires a comprehensive analysis, given the diversified business model and numbers of commercial banks. This study is intended to look at the performance of commercial banks in Indonesia during period 2004-2011 based on ownership cluster, with the help of matrix analysis to obtain a comprehensive overview of the performance characteristics of each cluster. Data analysis method that used in this study is matrix analysis which used quantitative indicators of each ownership cluster. The result shows there is difference in the performance of commercial banks in each cluster based on the average and intertemporal data. Differences also occur on the performance characteristics triggered by ownership factor, which also moderated by the difference in the size of capital or in the business model. Keywords— Commercial Bank, Matrix, Ownership Cluster, Performance
1. PENDAHULUAN INDUSTRI perbankan memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia (2013), industri perbankan memiliki pangsa 77% dibandingkan sistem keuangan secara keseluruhan, diukur berdasarkan total aset pada akhir semester II-2012. Kinerja perbankan harus diawasi secara ketat untuk memastikan kesehatan perbankan secara keseluruhan. Hal ini dilakukan demi kepentingan seluruh stakeholders, mengingat natur industri perbankan yang sistemik. Kinerja yang didefinisikan oleh Desfian (2005) sebagai hasil yang dicapai suatu bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam bank dengan efektif dan efisien guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen
(dalam Perkasa, 2007), dapat diukur dengan menggunakan rasio keuangan yang berdasarkan definisi tersebut adalah Return on Equity (ROE). Model dekomposisi ROE digunakan sebagai pengukuran kinerja untuk melihat faktor-faktor pembentuk kinerja. Model dekomposisi yang digunakan adalah pendekatan matriks, yang merupakan pengembangan model-model dekomposisi ROE sebelumnya. Matriks memungkinkan hasil analisa yang lebih komprehensif mengingat lebih banyak rasio yang dapat diteliti. Analisa matriks untuk menilai kinerja bank dikemukakan oleh Vensel, Aarma, dan Vainu (2004) dalam observasi terhadap sistem perbankan Estonia. Selanjutnya, Kalluci (2011) melakukan analisa matriks dengan beberapa modifikasi rasio terhadap sistem perbankan Albania dan menemukan pengaruh krisis finansial 2008 terhadap penurunan profitabilitas didominasi oleh faktor Net Interest Margin (NIM). Bank umum dibagi dalam cluster kepemilikan, dengan mempertimbangkan jumlah bank di Indonesia yang lebih banyak dan model bisnis yang beragam. Keadaan ini menyebabkan adanya karakteristik tertentu, yang dapat menyebabkan adanya perbedaan kinerja yang dihasilkan. Dalam penelitian ini, periode pengamatan dilakukan sejak tahun 2004 yang merupakan tahun dibubarkannya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) oleh pemerintah. Pembubaran BPPN menjadi momentum yang tepat sebagai periode awal observasi karena merupakan indikasi bahwa industri perbankan dapat berjalan secara sehat dan mandiri), dan kondisi perubahan cluster kepemilikan bank menjadi minimal setelah BPPN menyelesaikan penjualan. Berkenaan dengan hal tersebut, penelitian ini akan menganalisa dinamika kinerja bank umum di Indonesia dalam rentang waktu 8 tahun sejak momentum tersebut, hingga 2011. 2. TEORI PENUNJANG A. Bank Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bank komersial di Indonesia, secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu: bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam penelitian ini, pembahasan terbatas pada bank umum, yang memiliki pangsa 75,8% dari sistem keuangan dan bukan BPR yang hanya menguasai 1,2% (Bank Indonesia, 2013).
FINESTA Vol. 2, No. 1, (2014) 26-31 B. Jenis-jenis Bank Umum Berdasarkan kelompok kepemilikannya, bank umum dibagi menjadi 6 cluster, antara lain: Bank Umum Persero (BUP), Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Umum Swasta Nasional Devisa (BUSND), Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa (BUSNND), Bank Asing (BA), dan Bank Campuran (BC). BUP adalah bank umum yang kepemilikan sahamnya dimiliki sebagian besar atau seluruhnya oleh negara, sehingga dapat disebut juga bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara). BPD adalah bank-bank umum milik pemerintah daerah, yang dibentuk atas dasar hukum UU No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Saham BPD dimiliki sebagian besar atau seluruhnya oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II pada provinsi tersebut. Bank umum swasta nasional adalah bank yang berbadan hukum Indonesia, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia (Siamat, 2005). Bank umum swasta kemudian dibagi kembali menjadi BUSND dan BUSNND. Bank yang memiliki izin sebagai bank devisa dapat melakukan kegiatan transaksi dalam valuta asing, setelah memperoleh persetujuan BI. Pemisahan kedua kelompok ini menunjukkan perbedaan model bisnis, dan perbedaan ukuran permodalan pada keduanya, dimana BUSNND memiliki ukuran modal yang lebih kecil dengan operasional yang lebih terbatas dibanding BUSND. BA merupakan kantor cabang dari suatu bank di luar Indonesia, yang dimiliki baik oleh swasta asing ataupun pemerintah asing. Walaupun sebagai cabang, keberadaan BA tetap tunduk terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku, serta otoritas keuangan di Indonesia selayaknya bank umum. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BA di Indonesia lebih banyak berfokus pada segmen corporate banking dan investment bank (Siamat, 2005). BC dikenal juga dengan istilah joint venture bank, merupakan bank yang kepemilikannya dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan. Pendiriannya dimulai ketika dilakukan deregulasi perbankan pada Oktober 1988, berkembang seiring dengan kebijakan yang mengharuskan lembaga keuangan bukan bank yang berfungsi sebagai investment bank berubah menjadi bank umum (dalam kategori bank campuran) (Siamat, 2005). C. Perkembangan Perbankan di Indonesia Perbankan Indonesia telah mengalami serangkaian dinamika sejak era hadirnya perbankan. Dari perkembangan tersebut, Lindgren, Garcia, dan Saal (1996) menyebutkan bahwa kondisi kesehatan perbankan ditentukan oleh 3 faktor penting, yaitu: lingkungan operasional, pengaturan internal, dan pengaturan eksternal. Indira dan Muljawan (1998) menyebutkan kondisi ketiganya tidak baik pada saat krisis moneter terjadi di Indonesia. Krisis moneter yang terjadi selanjutnya mendorong terjadinya serangkaian perubahan regulasi dan kebijakan yang diharapkan dapat memperbaiki kinerja perbankan di masa yang akan datang.
27 D. Kinerja Desfian (2005) mendefinisikan kinerja perbankan sebagai hasil yang dicapai suatu bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam bank dengan efektif dan efisien guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen (dalam Perkasa, 2007). Tujuan pendirian perusahaan adalah untuk melakukan maksimalisasi nilai kepada pemegang saham maupun stakeholders, sehingga dimensi kinerja yang relevan dalam pembahasan ini adalah kinerja keuangan. Buch, Eickmeier, dan Prieto (2010) menyatakan faktor makroekonomi memiliki pengaruh penting dalam kinerja dan tingkat resiko perbankan, namun derajat implikasi tersebut ditentukan oleh kondisi internal perbankan, misalnya faktor model bisnis dan ukuran kapitalisasi bank. Athanasoglou, Brissimis, dan Delis (2005) menyatakan kinerja perbankan sangat dipengaruhi faktor makroekonomi dan faktor internal perbankan yang ditentukan oleh manajemen bank tersebut. Pengukuran kinerja dibantu dengan rasio keuangan, khususnya rasio kinerja/rentabilitas (earning) yang mengukur wealth maximization (Koch & MacDonald, 2009). E. Return on Equity (ROE) Return On Equity (ROE) adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja karena menggambarkan imbal hasil yang diterima oleh pemilik dari aktivitas operasional perbankan (Bachruddin, 2006; Cole, 1972; Kalluci, 2011; Koch & MacDonald, 2009). Pencapaian ROE ini tersusun atas faktor-faktor lain yang mempengaruhi, sehingga dilakukan dekomposisi ROE, dalam penelitian ini menggunakan model matriks yang merupakan pengembangan dari modified DuPont. F. Modified DuPont Koch dan MacDonald (2009) melakukan modifikasi pada analisa DuPont agar dapat digunakan untuk melihat dekomposisi ROE pada industri perbankan. Modifikasi yang dilakukan terletak pada proporsi expense yang dibagi dengan total aset, dan bukan revenue seperti pada industri lainnya. Model ini dapat menunjukkan fungsi income management bank (melalui AU), expense management (melalui ER dan T), dan tingkat penggunaan leverage (melalui EM) sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1 berikut.
Gambar. 1. Model Modified DuPont (Koch & MacDonald, 2009)
FINESTA Vol. 2, No. 1, (2014) 26-31
28
G. Model Matriks Model Matriks dikembangkan Vensel pada tahun 1997 untuk menganalisa kinerja perbankan, menggunakan interelasi dari n banyaknya indikator kuantitatif (Y) yang tersedia untuk mendapatkan indikator kualitatif (x) sebanyak n2-n (Vensel et al., 2004). Interelasi yang dilakukan menghasilkan persamaan berikut: (1) Sehingga menghasilkan model matriks berikut: (2) Interelasi tersebut selanjutnya digambarkan ke dalam matriks yang digunakan untuk pengujian berikut:
Gambar. 2. Model Matriks Pengujian
Model matriks tersebut menunjukkan jumlah dan jenis indikator yang digunakan untuk pengamatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan peneliti, dan tidak terbatas seperti model dekomposisi ROE dalam modified DuPont. Model matriks tersebut memungkinkan analisa dekomposisi ROE ke dalam rumus berikut:
menunjukkan struktur kepemilikan menentukan kondisi dari manajemen bank. Penelitian terdahulu mengungkapkan adanya perbedaan kinerja pada bank dengan kelompok kepemilikan yang berbeda. Aviliani (1995) menemukan bahwa dalam penelitiannya yang menggunakan data dalam kurun waktu 1984-1992, struktur kepemilikan bank di Indonesia memiliki pengaruh signifikan dalam kinerja, biaya transaksi, dan perilaku manajerial bank. Hasil penelitian saat itu (2.3) menunjukkan bahwa kinerja bank swasta dan bank asing cenderung lebih baik dibandingkan bank milik pemerintah. Perbedaan kinerja pada kelompok kepemilikan bank juga ditemukan oleh Sarkar et al. (1998) di India sebagaimana juga ditemukan Davies (1981) di Australia (dalam Sarkar et al., 1998), dan Chantapong (2.4) (2003) pada perbankan Thailand. Perbedaan kinerja pada kelompok kepemilikan dimoderasi oleh perbedaan kemampuan permodalan bank umum, sebagaimana dicontohkan kelompok BUP. Dengan jumlah bank yang hanya 4 dari 120 bank umum di Indonesia, BUP menguasai 36,37% total aset perbankan. (Bank Indonesia, 2012a). Model bisnis yang dijalankan perbankan juga dapat menyebabkan perbedaan kinerja, seperti ada kelompok bank yang berfokus sebagai corporate banking, retail banking, ataupun bank regional. Perbedaan model bisnis yang terjadi menyebabkan perbedaan biaya, perbedaan tingkat efisiensi operasional perbankan, yang selanjutnya berpengaruh pada profitabilitas bank. Analisa matriks digunakan untuk melihat indikator-indikator kualitatif sebagai pembuktian perbedaan karakteristik kinerja yang ditimbulkan dari perbedaan kelompok kepemilikan ini. I. Kerangka Pemikiran
(3) Selain model tersebut, ROE juga ditinjau dari indikator kualitatif lainnya sepanjang hasil akhir yang dicapai adalah x18 yang merupakan proporsi dari Y1 dan Y8. Atas dasar tersebut, pengamatan juga bisa dilakukan secara antarwaktu dengan rumus sebagai berikut: Gambar. 3. Kerangka Pemikiran
(4) Proporsi kinerja diatas angka 1 menunjukkan pertumbuhan, sementara dibawah angka 1 sebagai penurunan. Dengan demikian, proporsi indikator diatas angka 1 adalah penyebab pertumbuhan kinerja dan sebaliknya. H. Hubungan Antar Konsep Buch et al. (2010) dan Athanasoglou et al. (2005) menjelaskan bahwa kinerja perbankan dipengaruhi baik oleh faktor makroekonomi maupun kondisi internal bank. Faktor internal bank menyebabkan adanya kondisi kinerja yang belum tentu seragam antara satu bank dengan bank lainnya. Faktor internal banyak dipengaruhi oleh manajemen bank. yang merupakan direksi dan komisaris yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari bank tersebut,
Gambar 3 menunjukkan bahwa bank umum dibagi berdasarkan 6 cluster kepemilikan, untuk selanjutnya dilihat kinerja masing-masing, yang diukur berdasarkan ROE, dan karakteristik kinerja tersebut menggunakan analisa matriks menggunakan data rerata dan time-series. J. Hipotesis Ha1 : Terdapat perbedaan kinerja bank umum di Indonesia pada setiap cluster kepemilikan ditinjau dengan menggunakan pendekatan matriks. Ha2 : Terdapat perbedaan karakteristik kinerja bank umum di Indonesia pada setiap cluster kepemilikan ditinjau dengan menggunakan pendekatan matriks.
FINESTA Vol. 2, No. 1, (2014) 26-31
29
3. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini, digunakan data numerik sehingga dapat digolongkan sebagai penelitian yang bersifat kuantitatif. Populasi yang akan diteliti adalah seluruh bank umum yang terdaftar dalam periode 2004-2011, yang selanjutnya dibagi dalam 6 cluster kepemilikan: BUP, BUSND, BUSNND, BPD, BC, dan BA. Penelitian ini menggunakan data tahunan yang diambil dari rentang waktu 2004-2011, dan menggunakan data sekunder yang diunduh dari situs resmi Bank Indonesia. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, selain kinerja yang diukur dengan menggunakan ROE, melibatkan 8 indikator kuantitatif (y), antara lain: Earning After Taxes (EAT), Net Interest Income (NII), Interest Revenue (IR), Non Interest Revenue (NIR), Total Operating Income (TOI), Earning Assets (EA), Total Assets (TA), Book Value of Equity (BVE). Sedangkan indikator kualitatif hasil interelasi yang digunakan berjumlah sebanyak 28, dan penjelasan dari interelasi terdapat dalam gambar 2. Teknik analisa data yang dilakukan meliputi perhitungan agregat data untuk masing-masing cluster ke dalam tiap indikator kuantitatif, melakukan interelasi hingga menghasilkan indikator kualitatif ke dalam matriks, dan melakukan analisa serta pembahasan. 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN ROE BUP BUSND BUSNND BPD BC BA BU
Tabel 1.Deskriptif Statistik ROE Min Max Average 0,15411 0,24583 0,20271 0,05637 0,24003 0,15822 0,05341 0,18255 0,11501 0,27522 0,33780 0,31137 0,08576 0,12326 0,10421 0,08629 0,24774 0,12126 0,12902 0,22542 0,17139
Stdev 0,03196 0,05225 0,04764 0,01976 0,01278 0,04944 0,02531
Kinerja industri secara umum ditinjau dari sudut pandang antarwaktu mengalami penurunan dibandingkan awal periode, hanya kelompok BUP yang membukukan kenaikan kinerja. Hal ini sejalan dengan penelitian McKinsey & Company (2012) yang menyatakan adanya penurunan ROE pada perbankan global, dari 15% pada tahun 2006 menjadi 8% tahun 2011. Sehingga, dengan pencapaian ROE rerata sebesar 0,17139 dan 0,17850 pada tahun 2011, industri masih menunjukkan kinerja yang baik dibandingkan kondisi global. Namun, angka kinerja tersebut perlu ditelusuri lebih jauh terkait kinerja pada tiap cluster dan faktor pendorong dari kinerja tersebut. Dalam analisa antarwaktu terlihat penurunan kinerja paling signifikan terjadi pada kelompok BA, dan disebabkan penurunan leverage secara signifikan yang terlihat pada angka EAER 11/04 sebesar 0,45511. Kelompok BA memang diwajibkan memiliki modal yang lebih besar, dan BA terus menambah modalnya seiring dengan regulasi yang ada, termasuk peraturan Basel II. Tingkat permodalan yang lebih tinggi telah menyebabkan kinerja BA terlihat lebih buruk dibanding kelompok lain, kecuali kelompok BC. Kinerja BC menurun sepanjang periode pengamatan, disebabkan oleh makin tingginya rasio beban operasional, yang ditunjukkan tren penurunan NENII. Kelompok BC
juga terus berusaha meningkatkan pendapatan non-bunga, berkompetisi secara head-to-head dengan kelompok BA, ditunjukkan tren naiknya komposisi NIR dalam TOI yang direfleksikan rasio NIRTIR dengan perubahan antarwaktu sebesar 1,5, lebih tinggi dibandingkan kelompok bank lainnya. Peningkatan NIRTIR menyebabkan penurunan NENII, menjadi alasan utama ROE dari BC menurun. Kelompok BC maupun BA berupaya membidik segmen korporasi melalui bisnis corporate banking, yang lebih banyak melibatkan aktivitas yang menghasilkan pendapatan non-bunga. Perubahan perilaku dalam model bisnis dan penyaluran kredit disebabkan oleh krisis moneter, dimana sebelum krisis bank cenderung menyalurkan kredit jangka panjang dan investasi yang menyebabkan tingginya NPL bank asing dibandingkan industri ketika krisis terjadi (Hadad et al., 2004). Keadaan krisis menyebabkan BA dan BC berupaya meningkatkan fee-based income dan enggan menyalurkan kredit modal kerja, investasi, atau jangka panjang. Walaupun BC dan BA yang memiliki natur bisnis yang hampir identik, terdapat perbedaan yang menyebabkan ROE yang dicapai BA masih lebih baik dibandingkan BC, yaitu pada komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK). DPK BC yang mayoritas berasal dari deposito memberikan beban bunga yang lebih tinggi dibandingkan DPK BA yang sebagian besar berasal dari produk giro (Bank Indonesia, 2012). Secara rerata, NIM BC merupakan yang terendah dan eksposur pendapatan bunga BC pada level 0,54495 menyebabkan pencapaian ROE BC yang rendah. Kelompok BPD membukukan ROE yang paling tinggi ditunjang oleh kemampuan mendapatkan NIM yang lebih tinggi dibandingkan cluster lainnya. Kinerja cemerlang BPD tidak lepas dari faktor kepemilikan BPD yang mempengaruhi model bisnis BPD. Sumber pendanaan BPD umumnya berupa dana pemda yang ditempatkan dalam bentuk giro, yang berbunga rendah (Indrajana, 2010), dan selanjutnya disalurkan dalam bentuk kredit konsumsi yang berbunga tinggi, khususnya kepada pegawai pemda (Satriani, 2011), dan kredit mikro. Pada matriks terlihat NIIR rerata 0,63116 sebagai hasil kombinasi dana murah dan penyaluran kredit berbunga tinggi, dengan ITIR rerata 0,91326 menunjukkan konsentrasi yang tinggi pada aktivitas konvensional. Keunggulan komparatif tersebut menimbulkan dampak yang signifikan pada pencapaian kinerja BPD. Kinerja BUSND maupun BUSNND membukukan standar deviasi yang cukup lebar (tabel 1). Fluktuasi ROE pada BUSND terjadi pada 2008, sedangkan BUSNND terjadi pada tahun 2009 dan 2010. Hal ini dikarenakan efek dari krisis global pada tahun 2008 yang diakibatkan oleh subprime mortgage. Krisis yang ada memicu capital flight dan berakibat pada ketatnya likuiditas perbankan. Ketatnya likuiditas melanda bank swasta, karena adanya persepsi masyarakat bahwa bank pemerintah lebih aman dibandingkan bank swasta. Keadaan krisis menyebabkan bank harus menaikkan tingkat provisioning atau dikenal dengan istilah PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif). Sebagian besar bank swasta yang tergabung dalam kelompok BUSND membukukan penurunan laba akibat meningkatnya PPAP pada tahun tersebut (Trianto, 2009). Oleh karena itu, dekomposisi penurunan kinerja pada
FINESTA Vol. 2, No. 1, (2014) 26-31
30
tahun 2008 pada kelompok BUSND mengindikasikan penurunan yang terjadi pada NENII, karena peningkatan PPAP terefleksikan setelah perhitungan NII dan sebelum mendapatkan hasil EAT. Pada kelompok BUSNND, PPAP yang meningkat terjadi karena peningkatan NPL pada tahun 2009 dan 2010. Hal ini ditunjukkan rendahnya pencapaian NENII, yang berakibat rendahnya ROE BUSNND pada periode tersebut. Kinerja BUP merupakan satu-satunya kelompok bank yang menunjukkan peningkatan, yang disebabkan tiga faktor utama. Pertama, BUP semakin meningkatkan penyaluran kredit sejalan dengan kondusifnya kondisi makroekonomi Indonesia, ditunjukkan meningkatnya rasio EAR, EAER, maupun EM pada data antarwaktu. Kedua, kelompok BUP hanya terdiri dari 4 bank, yang memiliki ukuran kapitalisasi bank yang cukup besar. Hal ini memudahkan BUP dalam memperoleh dana murah dalam bentuk tabungan. DPK BUP dalam bentuk tabungan lebih tinggi dibandingkan industri, 11/04 BUP BUSND BUSNND BPD BC BA BU
Jenis Bank BA
BC
BPD
ROE 1,11673 0,63782 0,96583 0,89957 0,76987 0,37233 0,79186
Karakteristik
NENII 1,07137 0,81204 0,86016 1,03295 0,64560 1,00170 0,93502
dan dalam bentuk deposito lebih rendah (Bank Indonesia, 2012). Sehingga, NIM yang dimiliki BUP lebih tinggi dibandingkan industri dan pesaing utamanya BUSND. Ketiga, BUP adalah bank yang cenderung memiliki fokus bisnis dan keunggulan komparatif tertentu. Dengan fokus bisnis tersebut, perbankan berjalan lebih efisien dari waktu ke waktu yang diindikasikan peningkatan NENII sepanjang periode pengamatan. Dibandingkan kelompok bank lainnya, kinerja BUP merupakan yang terbaik kedua setelah BPD. Dengan demikian, perbedaan cluster kepemilikan bank umum terbukti menyebabkan perbedaan pada kinerja yang diukur menggunakan ROE. Perbedaan tersebut dapat ditelusuri dan diindikasikan melalui indikator-indikator kualitatif pada analisa matriks. Selain itu, analisa matriks telah membantu menelusuri penyebab terjadinya perbedaan kinerja antar-waktu pada industri perbankan di Indonesia. Adapun karakteristik masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 2. Hasil Analisa Time-series NIIR INIR NIRTIR 1,09102 1,70193 0,67184 1,02710 0,95985 1,03400 0,96709 1,88549 0,55527 0,89809 1,07508 0,93626 0,89809 0,52554 1,50100 1,04653 1,00382 0,99865 1,03786 1,30928 0,81971
TIEA 0,73154 1,02952 1,06909 0,93251 1,27642 0,77849 0,86769
Tabel 3.Ringkasan Karakteristik Kinerja Berdasarkan Kelompok Bank Indikator
Angka permodalan yang lebih kuat Penurunan rasio leverage antarwaktu Memiliki fokus pada pendapatan non-bunga Angka permodalan yang besar Upaya peningkatan leverage antarwaktu Berupaya meningkatkan pendapatan non-bunga, bersaing dengan BA Aktivitas berbasis pendapatan bunga kurang menguntungkan Fokus pada sumber dana murah pemda dan penyaluran kredit dengan yield tinggi, misal kredit konsumsi pegawai pemda, kredit mikro
BUSND
Sensitivitas tinggi terhadap volatilitas makroekonomi, natur preventif dilakukan, kinerja jangka pendek turun
BUSNND
Sensitivitas tinggi terhadap volatilitas makroekonomi, peningkatan PPAP baru dilakukan setelah NPL meningkat
BUP
Peningkatan leveraging melalui penyaluran kredit yang searah dengan peningkatan makroekonomi Kepercayaan masyarakat yang lebih tinggi pada BUP, sumber dana tabungan lebih besar dibanding industri Fokus pada segmen bisnis tertentu untuk meningkatkan efisiensi
5. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasar analisis data serta pembahasan yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kinerja bank umum di Indonesia pada setiap cluster kepemilikan, yang ditunjukkan pada data rerata maupun antarwaktu untuk tiap cluster. Kelompok BUP mengalami kenaikan kinerja sepanjang periode pengamatan, sedangkan kelompokkelompok lainnya mengalami penurunan. Selain itu, terdapat perbedaan karakteristik kinerja yang ditunjukkan melalui besarnya perbedaan indikator kualitiatif tertentu pada cluster tersebut dibandingkan rerata industri.
EAR 1,04408 0,93503 0,83787 0,98635 0,91618 1,04761 0,98153
EM
Cluster
Industri
1,09395 0,80042 1,23804 1,04740 1,20565 0,43443 0,89275
EM Rerata Rasio EM 11/04 NIRTIR Rerata EM Rerata Rasio EM 11/04 Rasio NIRTIR 11/04 NIM Rerata NIIR Rerata ITIR Rerata NIM Rerata stdev ROE ROE 2008 NENII 2008 stdev ROE ROE 2009 ROE 2010 NENII 2009 NENII 2010 Rasio EAR 11/04 Rasio EAER 11/04 Rasio EM 11/04 NIM Rerata
6,4521 0,4344 0,5585 5,7911 1,2056 1,5010 0.0359 0,63116 0,91326 0,08053 0,05225 0,05637 0,12126 0,04764 0,05341 0,05990 0,10866 0,09491 1.04408 1.14217 1.09395 0.05498
9,4726 0,8927 0,2351 9,4726 0,8927 0,8197 0.0530 0,55500 0,76488 0,05303 0,02531 0,12902 0,27095 0,02531 0,16833 0,17729 0,34981 0,38260 0.98153 0.87626 0.89275 0.05303
Rasio NENII 11/04
1.07137
0.93502
Perbedaan indikator kualitatif yang ada menunjukkan adanya pengaruh kepemilikan terhadap kinerja perbankan, yang dimoderasi lewat adanya pengaruh ukuran permodalan ataupun model bisnis yang dijalankan kelompok perbankan. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan kinerja perbankan Indonesia dengan ASEAN atau negara-negara berkembang lain untuk dapat menganalisa karakteristik tiap negara. Menambahkan komponen cost of equity, sehingga dapat mengetahui imbal hasil bersih yang diterima oleh investor perbankan.
FINESTA Vol. 2, No. 1, (2014) 26-31 DAFTAR PUSTAKA Athanasoglou, P., Brissimis, S., & Delis, M. (2005). Bank-specific, industry-specific and macroeconomic determinants of bank profitability. Aviliani. (1995). Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Perilaku Manajerial Perbankan di Indonesia (Suatu Pendekatan Kinerja dan Biaya Transaksi). Universitas Indonesia. Bachruddin. (2006). PENGUKURAN TINGKAT EFISIENSI BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL DI INDONESIA DENGAN FORMULA DAVID COLE’S ROE FOR BANK. Jurnal Siasat Bisnis, 11(1), 67–80. Bank Indonesia. (2012). STATISTIK PERBANKAN INDONESIA FEBRUARI 2012. Jakarta. Retrieved from http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+ Perbankan+Indonesia/spi_0212.htm Bank Indonesia. (2013). Laporan Pengawasan Perbankan ( LPP ) Tahun 2012. Jakarta. Buch, C. M., Eickmeier, S., & Prieto, E. (2010). Macroeconomic factors and micro-level bank risk. Discussion Paper Series 1 : Economic Studies, 1(20). Chantapong, S. (2003). Comparative Study of Domestic and Foreign Bank Performance in Thailand : The Regression Analysis. Cole, D. W. (1972). Return on Equity Model for Banks. The Bankers Magazine, 40–47. Hadad, M. D., Santoso, W., Besar, D. S., Rulina, I., Purwanti, W., & Satria, R. (2004). Fungsi Intermediasi Bank Asing Riil di Indonesia. Jakarta. Retrieved from http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1414FFFC-16AE-4506-9513BAF6D12B764A/7819/BankAsing.pdf Indira, G. A., & Muljawan, D. (1998). MEMPREDIKSI KONDISI PERBANKAN MELALUI PENDEKATAN SOLVENCY SECARA DINAMIS. BULETIN EKONOMI, MONETER DAN PERBANKAN, 1(2), 169–184. Indrajana, S. (2010). BPD belum sepakat tekan NIM. Kontan. Retrieved October 05, 2013, from http://keuangan.kontan.co.id/news/bpd-belum-sepakat-tekan-nim-1 Kalluci, I. (2011). ANALYSIS OF THE ALBANIAN BANKING SYSTEM IN A RISK PERFORMANCE FRAMEWORK. Tirana. Koch, T. W., & MacDonald, S. S. (2009). Bank Management. Mason: Cengage Learning. Lindgren, C.-J., Garcia, G. G., & Saal, M. I. (1996). Bank Soundness and Macroeconomic Policy. Washington D.C.: International Monetary Fund. McKinsey & Company. (2012). The Triple Transformation: Achieving a Sustainable Business Model. Perkasa, P. P. (2007). Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia. Universitas Diponegoro. Sarkar, J., Sarkar, S., & Bhaumik, S. K. (1998). Does Ownership Always Matter ?— Evidence from the Indian Banking Industry. Journal of Economic Literature, 26, 262–281.
31 Satriani, W. (2011). NIM BPD tertinggi, mencapai 8,5%. Kontan. Retrieved October 05, 2013, from http://keuangan.kontan.co.id/news/nim-bpd-tertinggi-mencapai-851 Siamat, D. (2005). Sistem Keuangan, Lembaga Keuangan, dan Pasar Keuangan Dalam Ekonomi. In Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan (Edisi kelima) (p. 6). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Trianto, H. (2009). Bank BUMN kinclong Likuiditas & modal tantangan tahun ini. Retrieved October 05, 2013, from http://www.bumn.go.id/26102/publikasi/berita/bank-bumnkinclong-likuiditas-modal-tantangan-tahun-ini/ Vensel, V., Aarma, A., & Vainu, J. (2004). Bank Performance Analysis : Methodology and Evidence ( Estonian Banking System , 1994-2002 ). Tallinn.