ANALISA KELELAHAN PADA SISTEM TAMBAT SSP (SEVAN STABILIZED PLATFORM) AKIBAT EKSITASI GELOMBANG ACAK ( Hero Naifida Putra1, Eko Budi Djatmiko2, Rudi Walujo Prastianto2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS Surabaya 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Sevan Stabilized Platform (SSP) merupakan bangunan apung dengan struktur lambung berbentuk silinder yang memiliki berbagai macam jenis sesuai dengan fungsinya. Konsep ini akan difungsikan sebagai anjungan pengeboran (driling platform) atau anjungan produksi (production platform) dan FPSO (Floating Production Storage Offloading). Struktur ini di klaim memiliki stabilitas yang lebih tinggi dari pada struktur yang berbentuk kapal. Struktur yang lebih stabil tentunya memiliki karakteristik gerak yang lebih tenang. Pada tugas akhir ini dilakukan analisa kelelahan pada sistem tambat yang bekerja pada struktur tersebut. Karena sistem tambat merupakan salah satu bagian yang penting untuk suatu bangunan terapung. Analisis kelelahan pada sistem tambat SSP ini dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisa karakteristik pergerakan struktur tersebut dengan beban berupa gelombang acak. Setelah menganalisa pergerakan SSP dengan software MOSES, maka kita dapat menganalisa tension yang terjadi pada sistem tambat akibat pergerakan struktur dengan software ORCAFLEX. Beban siklis berupa tension pada sistem tambat tersebut tentunya akan menyebabkan kelelahan pada rantai. Analisis fatigue akan dilakukan dengan metode full spectral analysis. Dengan menggunakan metode di atas dicari segmen terkritis yang memiliki umur kelelahan paling pendek. Dari hasil analisa diketahui bahwa sistem tambat yang memiliki umur paling pendek adalah mooring nomor 2d pada segmen yang berbahan chain yaitu berumur 15.07 tahun Kata kunci : Fatigue, mooring system, SSP, offset, tension. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Secara garis besar anjungan lepas pantai dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu anjungan trapung, anjungan terpancang, dan anjungan struktur lentur. SSP (Sevan Stabilized Plaform ) adalah termasuk anjungan terapung dengan geometri yang sangat berbeda dengan FPSO jenis konvensional yang biasanya adalah konversi dari kapal tanker. Dalam merancang bangunan lepas pantai pertimbangan penting yang digunakan adalah biaya investasi, perilaku hidrodinamis, kemampuan mobilitas serta reability dalam pengoperasiannya. Perilaku gerak dan hidrodinamis dari SSP telah diuji secara intensif dalam kolam uji Marintek di Trondheim, Norwegia. Gerak angular dan vertikalnya yang bagus telah berhasil diverifikasi. SSP (Sevan Stabilized Platform) suatu konsep struktur baru jenis apung yang mampu menyediakan luasan geladak dan kapasitas muat beban yang lebih besar. Selain itu, jenis struktur baru ini diklaim akan memiliki biaya
pengadaan/pembuatan yang lebih murah, dan juga mempunyai kapasitas penyimpanan yang besar serta memiliki karakteristik gerak yang baik/halus. SSP memiliki karakteristik gerak yang halus karena bentuknya lambung silindris, sehingga menyebabkan struktur bersifat sama ke segala arah (omni-directionality) dalam menerima gaya-gaya lingkungan. II. POKOK BAHASAN 2.1 Sistem Tambat Sistem tambat sangat penting digunakan dalam bangunan apung untuk menjaga struktur tersebut tetap dalam posisi tertentu. Pada saat tidak ada pembebanan eksternal terhadap struktur, maka struktur tersebut akan tetap berada pada posisi setimbangnya. Namun jika terdapat gaya yang bekerja pada struktur tersebut, maka akan mengalami offset hingga hingga gaya restoring yang timbul mampu mengimbangi pembebanan luar yang terjadi (HSE, 2006). Dengan kata lain tension yang timbul pada fairlead akan meningkat.
Komponen-komponen pada system mooring dibagi menjadi 3 bagian, yaitu mooring line, winching, dan anchoring. Mooring line sendiri dapat diklasifikasikan menjadi nenerapa bagian berdasarkan jenis mateialnya, yaitu wire rope, chain synthetic rope dan kombinasi antara ketiganya. Beban lingkungan yang bervariasi mengakibatkan fuktuasi tegangan pada mooring sehingga menyebankan kelelahan pada sistem tambatan. Perhitungan umur kelelahan pada struktur didasarkan pada beban yang diterima struktur pada masa operasi. Sedangkan perhitungan untuk mengetahui sisa umur kelelahan struktur dapat dilakukan setelah memperoleh informasi kondisi beban yang diterima oleh struktur. Perhitungan kelelahan struktur pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua metode pendekatan ( Djatmiko, E.B.,2003) yaitu metode full spectra dan metode analisis kelelahan yang disederhanakan (simplified approach). Pada sistem tambat terapat lokasi-lokasi yang rawan untuk mengalami kegagalan. Pada lokasilokasi yang dianggap rawan tersebut tentunya memerluksn inspeksi yang ekstra untuk mencegah dan memperkecil kemungkinan gagal struktur tersebut. Pada mooring bagian yang terletak di dasar laut akan cepat mengalami abrasi atau degradasi diameter disebabkan gaya gesekan antara tanah dengan mooring. Analisa kelelahan hanya dilakukan pada permanen mooring dengan safety faktor tiga. Angka 3 dalam safety factor ini tidaklah mutlak. Beberapa desain bahkan menggunakan safety factor enam. Semakin besar safety factor maka struktur tersebut akan semakin aman. 2.2 Tipe Mooring API RP 2P edissi ke dua (1987) dan API RP 2SK edisi ke dua (1996) menyatakan type mooring line yang biasa di gunakan pada floating structure ada 2 kategori yaitu : 1.
Sistem Wire Rope
Wire rope system lebih ringan jika di bandingkan dengan chain. Sehingga wire rope memiliki restoring force yang lebih besar dan pretension yang kecil. 2.
Sistem Chain
Dalam operasi offshore yang umum di gunakan adalah penggunakan sistem chain. Karena memiliki keunggulan dalam mengatasi abrasi, karena memiliki daya cengkeram anchor yang sangat kuat. Namun kelemahannya adalah pada berat chain itu sendiri. Pada perairan dalam seringkali menjadi masalah karena berat chain yang terlalu besar. 2.3 Penentuan Panjang mooring Posisi penambatan pada sistem tambat harus tepat untuk mendukung operabilitas semi-submersible. Oleh karena itu panjang mooring dan pretension harus disesuaikan
Gambar 1. Penentuan panjang mooring 2.4 Offfset Offset adalah respons dari struktur akibat beban lingkungan. Dapat juga dikatakan berpindahnya sebuah struktur sejauh x meter akibat beban lingkungan. Offset dikategorikan dalam 2 jenis yaitu : 1. Mean offset Perpindahan vessel akibat angin, arus dan mean wave drift force. 2. Maximum offset Mean offset yang mendapat pengaruh dari kombinasi frekuensi gelombang dan lowfrequency motions. 2.5 Teori Gerak Gelombang
Struktur
Akibat
Eksitasi
Pada dasarnya benda yang mengapung mempunyai 6 Mode gerakan bebas (SDOF-Six Degree Of Freedom) yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu 3 mode gerakan translasional dan 3 mode gerakan rotasional. Berikut adalah ke enam ode gerakan tersebut, antara lain,
1.Mode gerak translasional Surge, gerakan tranversal arah sumbu x Sway, gerakan tranversal arah sumbu y Heave, gerakan tranversal arah sumbu z 2. Mode gerak rotasional Roll, Gerakan rotasional arah sumbu x Pitch, Gerakan rotasional arah sumbu y Yaw, Gerakan rotasional arah sumbu z dengan asumsi bahwa 6 mode gerakan di atas adalah linier dan harmonic, maka 6 persamaan differensial gerakan kopel dapat dituliskan sebagai berikut : 6
∑ [ (M n =1
jk
+ Ajk )ξk + B jkξ k + C jkξ k
] = Fj eiwt , j = 1 (2.1)
dengan : = komponen matriks massa struktur = matriks untuk koefisien massa tambah redaman =koefisien gaya hidrostatik pengembali = amplitude gaya eksitasi dalam besaran kompleks. Bila matriks massa, koefisien added mass, dumping dan koefisien pengembali di masukkan ke persamaan gerak, maka untuk kapal yang simetris dalam arah lateral enam persamaan gerak couple akan dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu surge, heave, pitch dan sway roll, yaw. Jadi untuk apal denga bentuk simetris tidak terjadi couple antara surge, heave dan pitch dengan sway,roll, dan yaw. 2.6 Teori Spektum Gelombang JONSWAP Analisa spektrum gelombang dapat menggunakan beberapa teori spektrum gelombang yang telah ada, antara lain model spektrum JONSWAP, model spektrum Pierson-Moskowitz, model spektrum ISSC, dan lain-lain. Penggunaan masing-masing teori spektrum gelombang tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satu pertimbangan tersebut adalah lokasi spektrum gelombang yang akan dianalisa. Persamaan spektra JONSWAP dikemukakan oleh Hasselman, et al (1973) berdasarkan percobaan yang dilakukan di daerah North Sea. Perumusan spektrum JONSWAP mewakili angin dengan batasan fetch 2.7 Response Amplitude Operators (RAO) Metode spectra merupakan cara untuk menegetahui suatu respon struktur akibat beban
gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi. Response-Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO dapat juga didefinisikan sebagai hubungan antara amplitudo respon terhadap amplitude gelombang. Dapat dinyatakan dengan bentuk matematis yaitu
ξrespons ξgelombang
(2.2) amplitudo respon bisa berupa gerakan, tegangan, maupun getaran. RAO juga disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur. (Chakrabarty, 1987). Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi adalah sebagai berikut : Response (ω) = (RAO) η(ω) (2.3) dimana : η : amplitudo gelombang, m, ft ω : frekuensi angular, rad/sec. 2.8 Respons Struktur Respon spektrum didefinisikan sebagai response energy density pada struktur akibat gelombang, dalam hal ini berupa energy density spectrum. Pada sistem linier, fungsi dari RAO merupakan fungsi kuadrat. Respon spektrum merupakan perkalian antaraspektrum gelombang dengan RAO kuadrat. Persamaan dari respon spektrum adalah (Chakrabarty, 1987) sebagai berikut : SR(ω) = [RAO(ω)]2 S(ω) (2.4) dimana : SR = response spectrum, ft2 –sec S(ω) = spektra gelombang, ft2 –sec RAO = response amplitude operator ω = frekuensi angular, rad/sec. Response spectra dapat digunakan untuk mengetahui besar respon maksimum yang mungkin terjadi dalam suatu rentang waktu tertentu. Respon extreme maksimum yang terjadi dengan tingkat probabilitas dari suatu kejadian sebesar 62,3% dapat dicari dengan persamaan (Chakrabarty, 1987) sebagai berikut :
1
602 T ξ n = 2 ln 2π .
Rwrms)M.
D = Nw(
m2 2 m0 m0
RIrms)M.
(1 + M/2) / K + NI(
(1 + M/2) / K
(2.5) Sedangkan respon extreme maksimum yang mungkin terjadi pada saat proses perancangan dapat dicari berdasarkan persamaan diatas dengan mempertimbangkan faktor peluang terlampauinya suatu kejadian α sebagai berikut :
602 T ξ n = 2 ln 2πα
m2 m0
1 2
m0 (2.6)
dimana: T = lama kejadian badai (storm propagation) α = kemungkinan kejadian tidak terjadi pada saat perancangan (1% - 5%)
(2.9) Dimana : D
= Annual fatigue damage
K
= Nilai perpotongan pada kurva T/N
M
= kemiringn kurva T/N
Rwrms
= rasio dari wave frequency
Rirms
= rasio dari low frequency
Nw
= jumlah cycle of wave frequency
Nl
= jumlah cycle of low frequency
Nilai Nw dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
NW = v x 3.15576 x 107 x Pd x Ps (2.10)
∞
m0 = ∫ S (ω )dω
Dimana :
0
(2.7)
v = zero up-crossing frequency dari spektra tegangan
∞
m2 = ∫ ω 2 S (ω )dω 0 (2.8) M0 merupakan luasan di bawah kurva spektrum amplitudo kepadatan energi gelombang dimana luasannya sama dengan varian dari time history gelombang sedangkan m2 merupakan momen spektra kecepatan. Setelah spektrum tension didapat langkah selanjutnya dalam mencari umur kelelahan (fatigue life).
2.9 Spectra Analysis Analisa spektra penuh (full spectral analysis) baru dapat dilakukan jika data-data RAO, spektrum gelombang, dan mode operasi, yaitu arah gelombang, tinggi gelombang signifikan dan periode spesifik telah diketahui. Analisa kelelahan dilakukan dalam kurun waktu tahunan. Kurun waktu satu tahun diasumsikan dengan 3.15576 x 10 detik. Dengan teori Narrow Band, analisa umur fatigue dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Pd = kemungkinan kejadian berdasarkan arah datang gelombang Ps=kemungkinan kejadian berdasarkan kondisi laut Zero crossing period pada Fatigue damage frekuensi rendah diestimasikan sama dengan periode natural dari vessel atau mooring system sebagai fungsi yang digunakan pada beban rata-rata. Jumlah cycle pada frekuensi rendah dihitung dengan menggunakan rumus : NI = ( 3.15576 x 107 x Pd x Ps) / Tn
(2.11)
Dimana: Tn= periode natural vessel / moring Periode natural dapat digunakan sebagai pendekatan nilai zero-up crossing period. Metode ini kurang akurat, namun masih bisa digunakan pada lowfrequency karena dampaknya tidak begitu signifikan. Pada kasus wave-frequency zero-up crossing period harus di masukkan nilai yang
sesungguhnya. Perhitungan zero-up crossing period di dapatkan dari tension spectrum dengan perhitungan sebagai berikut :
(2.12)
Dimana : v = zero – up crossing period
M0 dan M2 masing-masing adalah luasan dan momen luasan bidang dibawahkurva spektra tension. III.
METODOLOGI
3.1 Pengumpulan Data 1.
Data struktur Tabel. 3.1 Data struktur
Sevan 300 Sevan 650 Sevan 1000 Sevan 2000
Diameter (m) hull deck
Deck Area (m)
Storage (bbl)
Displacement (mt)
300000
55000
60
64
3220
650000
110000
75
80
5020
1000000
175000
90
102
8170
2000000
330000
110
122
11130
Pada kasus ini struktur yang digunakan adalah SSP 650.
2. Data
Data Mooring mooring
lines
yang
digunakan
dalam
pemodelan struktur adalah tipe rantai, dimana data adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Data Mooring Chain 1 Chain type
studlink
Untuk mengurangi beban pada struktur maka diperlukan properties mooring yang berbahan wire rope. Selain ringan wire rope juga memiliki kelebihan yaitu mempunyai ketahanan terhadap beban siklis tension. Umur kelelahan. Namun memiliki kekurangan sangat rentan terhadap gesekan di seabed. Maka untuk wire rope diletakkan di tengah untuk menghindari gesekan.
Chain Length (m)
500
Chain nominal diameter (mm)
100
Catalog breaking strength (kN)
10005
Breaking strength (kN)
7596
Chain type
Weight (dry) (kN)
0.219
Chain Length (m)
700
Weight (w/ marine growth) (ton/m)
0.3476
Chain nominal diameter (mm)
128
Weight (in water) (ton/m)
0.2537
Catalog breaking strength (kN)
10005
Diameter effective (mm)
189
Breaking strength (kN)
7596
Service time (tahun)
20
Weight (dry) (ton/m)
0.065
Weight (w/ marine growth)
0.3476
Marine growth density (ton/m) Marine growth thickness (m)
0.0736 0.1
Tabel 3.3 Data Mooring Chain 2 Chain type
studlink
Chain Length (m)
700
Chain nominal diameter (m)
90
Catalog breaking strength (kN)
10005
Breaking strength (kN)
7596
Weight (dry) (ton/m)
0.177
Weight (w/ marine growth) (ton/m)
0.3476
Weight (in water) (ton/m)
0.2537
Diameter effective (mm)
170
Service time (tahun)
20
Marine growth density (ton/m) Marine growth thickness (m)
0.0736 0.1
Tabel 3.4 Data Mooring Wire Rope Wire Core
(ton/m) Weight (in water) (ton/m)
0.253
Diameter effective (mm)
102
Service time (tahun)
20
Marine growth density (ton/m) Marine growth thickness (m)
0.0736 0.1
Data lingkungan tempat beroperasinya bangunan lepas pantai sangat mempengaruhi kinerja struktur, maka data lingkungan mempunyai peranan sangat penting. Data lingkungan di North Sea tempat beroperasinya FPSO SSP dapat diketahui dari Tabel 3.5
All Year
Sea Wave Direction 1 Year
Hs (m)
Tp (s)
N
NEE
E
SE
S
SW
W
NW
All Sea
0.5
3.05
0.19
0.6
0.41
0.34
0.33
0.38
0.22
0.07
2.54
1.2
3.35
1.55
5.27
3.83
3.47
4.61
5.6
2.02
0.9
27.25
2.5
3.73
2.04
5.19
2.72
1.68
3.21
4.38
0.97
0.57
20.76
4
3.93
2.23
4.28
1.96
0.7
1.68
2.44
0.4
0.35
14.04
5.4
4.24
2.36
4.17
1.69
0.29
0.53
0.79
0.18
0.14
10.15
6.8
4.58
2.15
3.47
1.35
0.11
0.13
0.19
0.08
0.06
7.54
8.3
4.77
1.96
2.9
1.19
0.05
0.02
0.02
0.03
0.02
6.19
9.6
4.9
0.98
1.39
0.59
0.01
0
0
0.01
0
2.98
10.4
5.38
0.62
0.84
0.38
0.01
0
0
0
0
1.85
12.5
5.56
0.13
0.18
0.08
0
0
0
0
0
0.39
15
6.05
0.05
0.06
0.03
0.01
0.01
0.01
0
0
0.17
14.28
28.39
14.2
6.67
10.52
13.81
3.91
2.11
93.93
VI. ANALISA DATA & PEMBAHASAN
Gambar 4.3 RAO dengan sarat air 14 m (kondisi penuh) 4.2 Offset Struktur Selanjutnya modeling akan dilanjutkan dengan menggunakan software orcaflex 8.4 a7. Dalam software orcaflex 8.4 a7 akan dilakukan analisa offset struktur dan analisa tension yang terjadi pada mooring line. Software ini membutuhkan input RAO struktur yang di dapatkan dari pemodelan MOSES yang telah dilakukan sebelumnya. Offset struktur dapat dilihat pada hasil running software orcaflex pada kondisi sarat 22 meter (penuh)
4.1 Modeling MOSES 1. Model SSP free floating Untuk desain awal, akan dimodelkan struktur SSP pada kondisi free floating untuk diketahui RAO motion murni dari struktur tersebut.
Gambar 4.4. Offset pada struktur pada sarat 22 meter (penuh) Tabel 4.1 Offset Struktur
Gambar 4.1 Model MOSES free floating Hasil output dari MOSES adalah RAO free floating
Gambar 4.2RAO dengan sarat air 14 m (kondisi kosong)
Offset struktur arah x, y. z X
Y
Z
9.545m
-40.91m
4.954m
Dari hasil running software orcaflex dapat dilihat bahwa offset maksimum terjadi pada kondisi sarat penuh. Offset maksimum akan mengakibatkan tension maksimum pada mooring line. Oleh karena itu pada kondisi tersebut perlu di perhatikan secara intensif kekuatan dari mooring line. Kekuatan mooring line harus lebih kecil dari maximum breaking load dari line mooring dengan safety factor 1.67.
4.3 Tension mooring Line Analisa tension pada mooring line dilakukan dengan hasil output dari software orcalfex. Hasil output dari orcaflex adalah berupa tension yang berdasarkan pada time history. OrcaFlex 8.4a7: hs 10.s im (m odified 10:18 PM on 7/15/2010 by OrcaFlex 8.4a7) 1692.9
1692.88
tension maksimum sebesar 480.6636KN terjadi pada mooring nomor 2d kondisi tinggi gelombang signifikan (Hs) 15m pada frekuensi 0.0314. tension rata-rata tertinggi terjadi pada mooring nomor 2d dengan besar mooring rata-rata adalah 480.66.KN 4.4 Perhitungan Umur Kelelahan Mooring Line Analisa fatigue dengan metode ini sesuai dengan API RP 2 SK yang mengacu pada Narrow Band Theory. Pada teori ini menjelaskan cara perhitungan fatigue damage dengan metode spectra analysis.
Mooring#1dEffectiveTension(kN) at EndB
1692.86
Grafik Spektra Density menunjukkan kepadatan tension terhadap frekuensi
1692.84
1692.82
sebaran
1692.8
1692.78
1692.76 400
600
800
1000 Tim e (s )
1200
1400
Gambar 4.5 Grafik tension berdasarkan time history dengan Hs 6.8 Data tension yang diperoleh berupa time history menunjukkan besarnya effective tension yang terjadi pada masing-masing mooring line pada rentang waktu tertentu. Dari data tersebut dapat diketahui data statistik berupa nilai tension maksimum dan tension rata-rata pada masing-masing mooring line.
Gambar 4.6 Grafik spectra density mooring 1a
Tabel 4.2 nilai tension maksimum dan tension rata-rata dari effective tension pada mooring line SSP dalam kondisi sarat air 22 meter (penuh Mooring
1d
2d
3d
Hs 1.2 4 6.8 10.43 15 1.2 4 6.8 10.43 15 1.2 4 6.8 10.43 15
Frekuensi 4.0971 3.9505 3.9610 3.9575 3.9540 3.9959 3.9924 3.9470 4.0622 0.0314 3.8388 3.8772 3.8947 3.9575 4.0099
Spektrum Effective Tension 198.4807 267.5687 265.7004 263.4864 264.4256 286.1323 302.0797 307.3282 297.3302 480.6636 121.8575 129.1668 128.5409 128.9138 127.0240
Dari tabel hasil spectrum effective tension pada kondisi sarat 22 meter dapat ditentukan nilai spectrum effective tension maksimum dan nilai rata-ratanya. Effective
Gambar 4.7 Grafik spectra density mooring 2a Dari kurva power spectral density kemudian dilakukan analisis sehingga didapatkan luasan dan momen luasan dari respon spektrum tegangan struktur. Setelah luasan dan momen luasan dari respon spektrum tegangan struktur diketahui maka dapat dihitung umur fatigue sesuai dengan narrow band theory yang terdapat dalam API RP 2SK.
Tabel 4.3 Tension FPSO Kondisi Produksi dengan 12 Mooring Line
Mooring
m₀
m₂
m₄
Extrem
(kN²)
(kN²/s²)
(kN²/s⁴)
Tension
Probability
1.2
724.4385
25973.49
1529479.939
231.4054
of
annual fatigue
annual fatigue
4
770.0126
19811.311
789898.9912
236.4215
Direction
direction
damage (chain)
damage (wire)
6.8
770.0403
19912.307
798059.2533
236.4586
0
6
1.20E-02
5.23E-05
10.43
759.7935
19767.584
802701.2936
234.9195
45
8
3.40E-03
4.30E-05
Hs
Line
1a
2a
3a
Tabel 4.5 Perhitungan total fatigue damage untuk semua arah pembebanan
15
757.7569
19555.182
781988.7184
234.552
90
13
6.30E-02
2.30E-04
1.2
711.1919
16381.3577
633320.6229
226.5183
135
12.5
2.34E-02
9.23E-03
4
765.4384
17508.0537
663326.7191
234.953
180
14
1.45E-01
2.75E-05
6.8
772.5436
17684.0200
671055.2157
236.0459
225
16
3.98E-04
3.87E-05
10.43
781.475
17214.4104
643633.8435
237.1535
270
18
2.59E-01
6.34E-04
15
807.9197
17572.0204
666216.5926
241.0474
315
12.5
1.23E-01
3.54E-04
1.2
601.81
23458.5238
1409802.2346
211.3892
TOTAL
100
7.15E-01
1.06E-02
4
628.858
25764.9425
1735706.2949
216.3771
6.8
632.1701
25930.5156
1753947.9928
216.9529
10.43
632.5962
26292.4380
1781370.8245
217.1028
15
629.3047
25748.8437
1741667.6199
216.4462
Analisa hasil dari Spectra dencity efektif tension dapat dilihat bahwa mooring tension yang paling besar bebannya adalah mooring nomor 2a. Berikut adalah hasil perhitungan umur fatigue mooring nomor 2a Tabel 4.4 perhitungan fatigue damage arah 00 mooring nomor 2a
Hs
RMS tension (wave)
RMS tension (low)
cycles of tension (wave)
Cycles of tension (low)
Zero cross period (wave)
1.2
3.6
0.8
1.35E+05
8.34E+04
7.34
Zero cross period (low) 105.7
Wave fatigue damage
Low frequency Damage
5.35E-06
2.85E-07
7.93E-05
2.58E-05
4.25E-04
3.56E-05
7.45E-03
3.98E-06
3.98E-03
2.65E-07
1.19E-02
6.59E-05
100.45 4
15.6
3.8
8.56E+04
2.45E+04
9.24 91.34
6.8
34.2
5.2
6.75E+03
5.87E+03
10.34 84.65
10.43
56.8
6.3
1.34E+03
4.56E+02
13.23 83.56
15
68.9
8.2
8.23E+02
2.13E+02
14.56 TOTAL
Kemudian langkah berikutnya adalah menjumlah semua fatigue damage untuk semua arah gelombang pada masing-masing mooring. Mooring line yang paling kritis dan mempunyai umur paling pendek adalah mooring 2#d. Total fatigue damage dapat di lihat pada table berikut
Tabel 4.6 perhitungan umur fatigue masing-masing mooring untuk kondisi sarat 22 m
Umur
Umur
Fatigue
fatigue
chain
wire
(Tahun)
(tahun)
Mooring 1a
27.80
94.87
Mooring 1b
33.56
87.45
Mooring 1c
31.96
98.23
Mooring 1d
29.45
93.67
Mooring 2a
17.26
70.31
Mooring 2b
29.45
93.67
Mooring 2c
20.52
67.78
Mooring 2d
15.22
65.96
Mooring 3a
23.45
73.57
Mooring 3b
27.98
82.87
Mooring 3c
25.45
81.34
Mooring 3d
23.53
83.87
Posisi mooring
Dari tabel perhitungan fatigue damage dapat dilihat umur kekelahan yang paling kritis adalah mooring nomor 2d dengan umur 15.07 tahun. Dari perhitungan umur fatigue di atas dapat di simpulkan bahwa kondisi SSP dengan sarat kosong lebih rentan terhadap fatigue damage. Karena beban siklis dengan frekuensi tinggi dampaknya lebih signifikan terhadap struktur yang bebannya ringan dan akan sangat berpengaruh terhadap umur kelelahan suatu struktur. Desain fatigue life adalah 20 tahun. Dengan safety factor 3 service life yang telah dimasukkan dalam persamaan fatigue life > (1/3D), beberapa mooring tidak memenuhi standart dan harus di desain ulang, diantaranya adalah mooring 2a dengan fatigue life 16.22 < 20 tahun dan mooring 2d dengan fatigue life 15.07 < 20 tahun.
IV.
Tabel 4.7 Perhitungan umur fatigue sarat 14 m Umur
Umur
Fatigue
fatigue
Posisi
chain
wire
mooring
(Tahun)
(tahun)
25.02
85.38
31.88
83.08
29.08
89.39
26.83
85.33
16.22
66.09
26.51
84.30
20.31
67.10
15.07
65.30
22.51
70.63
27.64
81.88
24.18
77.27
23.06
82.19
Mooring 1a Mooring 1b Mooring 1c Mooring 1d Mooring 2a Mooring 2b Mooring 2c Mooring 2d
PENUTUP
Dengan hasil seperti yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa mooring yang masih tidak memenuhi syarat service life yaitu sebesar 20 tahun. Maka diperlukan pendesainan ulang pada konfigurasi mooring atau pada properties mooring supaya hasil perkiraan umur kelelahan yang didapatkan sesuai dengan servive life yaitu > 20 tahun.
DAFTAR PUSTAKA Aage Christian dkk 1996 ”Evaluate Technique and Procedure for the Experimental Simulation of Moored Vessels in and Current”. Final report and Recommendations to the 22nd ITTC Agarwal A.K. Jain A.K. 2002.” Dinamic Behavior of offshore Spar olatform Under Regular Sea Waves.” International Journal of Ocean Engineering, USA 30 (4), 487-16
Mooring 3a Mooring 3b Mooring 3c Mooring 3d
Agarwal A. K. Jain A. K. 2002 “Non Linear Coupled Dinamic Response of Offshore Spar Platform Under regular Sea Wave “,
International Journal of Ocean Engineering USA 30 (4) 571-551 API RP 2SK 2st Edition, 1996, “Recommended Practice for Design and Analysis of Stationkeeping Systems for Floating”, USA.
Biodata Penulis
Barltrop, N.D.P., 1991, “Dynamics Of Fixed Marine Structures”, 3rd Edition. Butterworth Heinemann.London, UK Battacharyya, R. 1978. “Dynamic of Marine Vehicles”. John Wiley and Sons Inc., New York. Chakrabarti S.K. 1987. ”Hydrodinamic of Offshore Structure Bosston” Computation Mechanics Publications Southompton Dawson T. H. 1983. ”Offshore Structural Engineering New Jersey” , Prentice-Hall inc Engelwood Cliftts Dean R.G. and Dalrymple R.A. (1991) “Water Wave Mechanics for Engineer and Scientist. World “, Scientific Publishing Co. Djatmiko, E.B., 2003, “Fatigue Analysis”, Kursus Singkat Offshore Structure Design And Modelling, Surabaya.
Health and Safety Executive, 2006, “Floating Production System Mooring Integrity”, Noble Denton Europe Kery S. (1996) Mooring issues common in most types of open ocean aquaculture. In: Open Ocean Aquaculture, Proceedings of an international Conference, Polk, M. (ed.), 1996, Portland, Maine, pp. 297-325. New Hampshire/Maine Sea Grant College Program Rpt No. UNHMP-CP-SG-969, Roger, Maari, 1985, “Single Point Mooring”, An SBM Inc. Publication, Monaco SSC-351 Ship Structure Committee, 1990, “An Introduction To Structural Reliability Theory”, Washington, USA Turner R,(1997) Offshore Mariculture , Mooring system design
Nama : Hero Naifida Putra Tempat/Tanggal Lahir : Sragen, 4 Juli 1987 Jenis Kelamin : Pria Agama : Islam Status : Belum Menikah Alamat : Keputih IIIE/ 37A Surabaya Telepon/HP : (031)77878302 / 085642099606 E-Mail :
[email protected] Pendidikan :Mahasiswa Teknik Kelautan ITS