ANALISA HUKUM PENGATURAN SYARAT-SYARAT KERJA DAN HAK-HAK NORMATIF DALAM PERJANJIAN KERJA BERSAMA STUDI PADA PT.UMADA DI MEDAN
TESIS
Oleh
SATIRUDDIN LUBIS 077011068/ MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
ANALISA HUKUM PENGATURAN SYARAT-SYARAT KERJA DAN HAK-HAK NORMATIF DALAM PERJANJIAN KERJA BERSAMA STUDI PADA PT.UMADA DI MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SATIRUDDIN LUBIS 077011068/ MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISA HUKUM PENGATURAN SYARATSYARAT KERJA DAN HAK-HAK NORMATIF DALAM PERJANJIAN KERJA BERSAMA STUDI PADA PT.UMADA DI MEDAN : Satiruddin Lubis : 077011068 : Kenotariatan
Menyetujui Komisi pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua
(Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)
(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) Anggota
Direktur
(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc)
Tanggal lulus :
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Telah diuji pada Tanggal
:
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota
: 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum 2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS 3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum 4. Syafruddin Hasibuan,SH, MH, DFM
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
ABSTRAK Dalam upaya terciptanya serta terbinanya ketenangan kerja dan berusaha, Pengusaha dan Pekerja bersama-sama bertanggung jawab atas kelancaran dan terlaksananya proses produksi serta kepastian peningkatan taraf hidup Pekerja dan keluarganya. Pengawasan ketenagakerjaan harus mampu untuk memberikan jaminan terhadap terwujudnya ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha melalui penegakan hukum secara bijak dan adil. Perjanjian Kerja Bersama dimaksudkan untuk mengatur syarat-syarat kerja yang merupakan hasil perundingan dan kesepakatan antara Pengusaha dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan, yang akan digunakan sebagai pedoman oleh kedua belah pihak dalam pelaksanaan hubungan kerja dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan. Dari gambaran diatas maka yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apakah pengaturan syarat-syarat kerja dan hakhak normatif dalam Perjanjian Kerja Bersama yang dilakukan pada PT.Umada telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apakah sanksi hukum diterapkan jika perjanjian kerja bersama tidak dilaksanakan sesuai dengan yang telah disepakati tersebut, bagaimana bentuk pengawasan dan kendala yang dihadapi terhadap Perjanjian Kerja Bersama. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian dilakukan di perusahaan perkebunan swata PT.Umada di Medan, Data sekunder diperoleh melalui laporan-laporan yang berkaitan dengan perjanjian kerja, baik melalui departemen/dinas terkait, organisasi pengusaha, organisasi pekerja/ buruh maupun dari perusahaan yang dianggap cukup kredibel. Sedangkan data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung dilapangan (observasi). Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan syarat-syarat kerja dan hak-hak normatif dalam Perjanjian Kerja Bersama haruslah mempedomani aturanaturan perundang-undangan yang telah ada dan hendaknya apa-apa yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama mempunyai nilai yang lebih baik dari apa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, hal-hal yang tidak mungkin diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan yang disebabkan beragamnya jenis pekerjaan dapat dituangkan dalam Perjanjian kerja Bersama. Pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pemerintah harus benar-benar tetap di intensifkan. Dengan kemauan yang keras dan berani mengatakan tidak terhadap Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), maka kendala-kendala yang dihadapi dalam pengawasan terhadap terlaksananya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, akan dapat mencapai sasaran dengan sebaik-baiknya. Kata Kunci : Syarat-syarat Kerja, Hak-hak Normatif, Perjanjian Kerja Bersama.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
ABSTRACT In an effort of creating and guiding a comfort in working and running a business, the employer and worker jointly assume a responsibility for smoothness and progress of production process and certainty of life level of the workers and their families. Control of manpower management has to be able of ensuring the created comfort in working and running a business through legal enforcement wisely and fairly. The Contract if Joint Work is intended to settle the requirements ofwork as a result of agreement and consensus between the Employer and Workers Assciation in a company to be used as a primary reference in the case of conflict. Based on the description above, the problem of discussion in the study included have the settlement of working requirements and normititive rights in the Contract of Joint Work made by PT.Umada been adjusted to the prevailing Statutory Rules, will the legal sanction be implemented if the contract fails to implement according to the consensus, how is the control and the challenge faced in the Contract of Joint Work. According to the problem and the objective of the study, the study is a descriptive analysis. The location included PT.Umada, a private company domiciled in Medan. The secondary data were collected from the reports related to the contract of work either through the related department/ institution, organization of the employers, organization of workers or of any companies which are considered to be credible enough. Whereas the primary data were collected by interview and direct observation. The collected data were then analyzed using a normative juridical approach. The result of the study showed that the settlement of working requirements and normative rights in the Contract of Joint Work have to rely on the existing statutory rules and it is expected that anything stipulated in the Contract have better valuable than as stipulated in the statutory rules of manpower, and even the things that are impossible to settle in the statutory rules of manpower due to the variety of the works should be stipulated in the Contract have better valuable than as stipulated in the statutory rules of manpower, end even things that are impossible to settle in the statutory rules of manpower due to the variety of the works should be stipulated in the Contract of Joint Work. Control of manpower made by the government has to be sincerely conducted intensively. With the stronger and brave willingness to say no Collution, Corruption and Nepotism (CCN), the challenges faced in the control of implementation of the statutory rules of manpower can reach the objectives as goods as possible. Keywords : Working Requirements, Normative Rights, Contract of Joint Work.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan
program
studi
Magister
Kenotariatan
Sekolah
Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing utama yang telah memberikan dukungan, semangat, dan masukan kepada penulis;
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis; 5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum.,dan bapak Dr.Pendastaren Tarigan, SH, MS selaku komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran serta pinjaman textbook kepada penulis; 6. Bapak, Syafruddin Hasibuan,SH, MH, DFM selaku penguji yang selalu memberi semangat, arahan serta kritik yang membangun kepada penulis; 7. Seluruh Staf
Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 8. Seluruh Staf Pegawai Administrasi Ibu Fatima, Kak Sari, Kak Winda, Kak Lisa, Kak Afni, Bang Izal, dan Bang Aldi Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, selaku para pihak yang selalu membantu selama penulis menyelesaikan urusan besar dan urusan kecil yang berhubungan dengan perkuliahan. 9. Rekan-rekan satu angkatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan moral maupun material kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun substansi yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan penulisan tesis ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.
Medan,
Agustus 2009 Penulis,
Satiruddin Lubis
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
RIWAYAT HIDUP
A. Keterangan Pribadi Nama
: H. Satiruddin Lubis
Tempat/ Tangal Lahir
: P. Sidempuan 15 Juni 1969
Agama
: Islam
Alamat Rumah
: Komplek Perumahan LP Anak Tj.Gusta No.10 Medan Telp. (061)8466093, Hp.081361102278.
Status
: Kawin
Nama Istri
: Dr. Adhayani, SpKJ.
Jumlah Anak
: 2 (dua) orang 1. Muhammad Al Razi. 2. Anisa Taqwa.
B. Riwayat Pendidikan 1. SD Perguruan Bersubsidi Pematang Siantar
Tahun 1983
2. SMP Negeri 8 (delapan) Pematang Siantar
Tahun 1986
3. SMA Taman Siswa Pematang Siantar
Tahun 1989
4. Fakul Ekonomi Universitas Medan Area
Tahun 1994
5. Fakul Hukum Universitas Dharmawangsa Medan
Tahun 2001
6. Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan USU Medan
Tahun 2009
C. Riwayat Pekerjaan 1. Direktur Cv. Palma Poto Tahun
1990 sampai dengan 1995
2. Humas Perkebunan PT. Binanga Karya
1995 sampai dengan sekarang.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
DAFTAR TABEL Nomor l.
Judul Isi Peraturan Perusahaan (PP) Pada Umumnya …………….
Halaman 43
Tabel II
: Yang Berhak Mewakili Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/ SB) Dalam Perundingan ……………………………………. 50
Tabel III
: Ruang Lingkup Materi Perjanjian Kerja Bersama (PKB)….. 53
Tabel IV
: Perbandingan PKB dan PP Menurut Kepmenakertrans No.48 /2004 Permenakertrans No.08/2006 ………………………… 54
Tabel V
: Rekapitulasi Perkembangan UMR/UMP Tahun 2001 s/d 2009 Pegawai Bulanan di PT.Umada Medan…..…………… 59
Tabel VI
: Natura/ Catu Beras Pekerja dan Tanggungannya……………. 60
Tabel VII
: Rekapitulasi Daftar Kehadiran Pegawai Bulanan PT.Umada Bulan Januari s/d Desember 2008……………………………. 68
Tabel VIII
: Rekapitulasi Pembayaran Bonus PT.Umada Tahun 2008……. 73
Tabel IX
: Contoh Perhitungan iuran Jamsostek Seorang Pekerja………. 74
Tabel X
: Rekapitulasi Pembayaran iuran Jamsostek PT.Umada Bulan Januari s/d Desember 2008……………………………………. 75
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK …………………………………………………………………… i ABSTRACT ………………………………………………………………….. ii KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. iii RIWAYAT HIDUP DAFTAR TABEL DAFTAR ISI …………………………………………………………………. v BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1 A. Latar Belakang …………………………………………………. 1 B. Perumusan Masalah ………………………………………........ 11 C. Tujuan Penelitian ……………………………………..……….. 12 D. Manfaat Penelitian …………………………………..………..... 12 E. Keaslian Penelitian ……………………………………………. 13 F. Kerangka Teori dan Konsepsi ………………………………… 13 1. Kerangka Teori ……………………………………………. 13 2. Kerangka Konsepsi ………………………………………… 24 G. Metode Penelitian ………..……………………………………. 25 1. Spesifikasi Penelitian ……………………………………… 25 2. Sumber Data ………………………………………………. 26 3. Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 26 4. Analisis Data ………………………………………………. 27 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
BAB II PERIHAL SYARAT-SYARAT KERJA DAN HAK-HAK NORMATIF DALAM PERJANJIAN KERJABERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN PADA PT.UMADA MEDAN A. Syarat-syarat Kerja
………………….…………………….. 28
B. Peraturan Perusahaan …………………………………………. 38 C. Perjanjian Kerja Bersama ……………………………………… 47 D. Hak-hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama di PT.Umada Medan ……………………………………………... 55 BAB III
PENERAPAN SANKSI HUKUM DALAM PERJANJIAN KERJA BESAMA YANG TELAH DISEPAKATI A. Kebebasan Membuat Perjanjian Kerja Bersama…….………. 98 B. Sanksi Hukum Dalam Perjanj Kerja Bersama………..………. 102 1. Bagi Karyawan/ Buruh …………………………………... 102 2. Bagi Pengusaha …………………………………………… 108 C. Sarana Menciptakan Hubungan Industrial Yang Harmonis …. 126
BAB IV
PENGAWASAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA DI PT.UMADA MEDEAN A. Pengawasan Ketenagakerjaan ………………………………… 131 B. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan ……………………... 138 C. Kendala yang Dihadapi Dalam Pengawasan Ketenagakerjaan 141
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………………… 143 B. Saran – saran ………………………………………………….. 144
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 146 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelaksanaan Hubungan Industrial yang sejalan dengan perkembangan ekonomi pada umumnya sebagai konsekuensi logis dari pembangunan mutlak diperlukan, adanya kerja sama dalam penyusunan Perjanjian Kerja Bersama sebagai suatu pegangan/pedoman untuk lebih menjamin kelancaran hubungan yang harmonis antara Pimpinan Perusahaan dan serikat pekerja/buruh, guna terciptanya serta terbinanya ketenangan kerja dan berusaha menuju perbaikan taraf hidup, dan peningkatan produktivitas, yang didasari azas Hubungan Industrial dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Pimpinan
Perusahaan dan Serikat Pekerja menyadari pentingnya merumuskan secara jelas, seluruh permasalahan ketenagakerjaan antara Pengusaha dan Pekerja yang sekaligus merupakan pegangan dan pedoman demi terciptanya hubungan kerja sama yang serasi, selaras dan seimbang, baik hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam pelaksanaannya menuju pembangunan manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 1 Mengingat manfaat ketenteraman kerja dimaksud, serta penciptaan dan pembinaan hubungan kerja sama yang serasi, selaras dan seimbang antara Pimpinan Perusahaan dan Serikat Pekerja, Selama kurun waktu Perjanjian Kerja Bersama,
1
Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera,Bagian Mukadimah, 2008, halaman.1
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
kedua belah pihak tidak akan mengemukakan sesuatu tuntutan untuk merubah Perjanjian Kerja Bersama atau suatu tuntutan baru yang akan melebihi atau mengurangi nilai-nilai dari ketentuan yang telah disepakati bersama.
Namun
demikian bergantung pada perkembangan dan situasi ekonomi, kedua belah pihak akan tetap membuka peluang untuk mengadakan musyawarah khususnya dalam sektor upah.
Pengusaha dan Pekerja bersama-sama bertanggung jawab atas
kelancaran dan terlaksananya proses produksi serta kepastian peningkatan taraf hidup Pekerja dan keluarganya. Untuk itu Pimpinan Perusahaan bertanggung jawab atas terlaksananya segala kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian Kerja Bersama atau hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaannya dan sebaliknya Serikat Pekerja bertanggung jawab pula atas pelaksanaannya oleh masing-masing anggotanya dari seluruh kewajiban yang tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama atau hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaannya. 2 Kerangka dasar pembangunan ketenagakerjaan adalah Pasal 27 ayat(2) Undang-undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Disini jelas bahwa penyediaan kesempatan kerja merupakan arahan pasal tersebut, tetapi disisi lain pasal tersebut juga mengarahkan agar lapangan kerja yang tersedia harus dapat memberikan suatu tingkatan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan, kehidupan
2
Ibid. halaman.2
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
yang layak bagi pekerja dan keluarganya. 3 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada dasarnya merupakan penjabaran dari Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945. 4 Undang-undang No.13.Tahun 2003 Pasal 102 ayat(1) menyebutkan bahwa, “dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundangundangan ketenagakerjaan”. Dalam ayat (2) dinyatakan bahwa “Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya”, serta dalam ayat (3) dinyatakan, “dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusaha hanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan kepada pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan”. 5 Secara umum perjanjian dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian dalam arti luas boleh dilakukan terhadap apa saja yang disepakati 3
Thoga M. Sitorus, makalah ini di sampaikan pada seminar sehari ”Penyakit akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja di lingkungan Perusahaan, Medan tanggal 08 Desember 2008 di Tiara Convention Center Medan 4 Ibit. halaman.1 5 Pasal 102 Undang-undang No.13 tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan norma yang berlaku. Perjanjian bisa dilakukan dalam usaha, pekerjaan, akibat perbuatan, penyelesaian sengketa dan lain-lain. Hubungan industrial dikenal dengan Perjanjian Kerja Perorangan baik untuk pekerjaan tertentu maupun waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu serta perjanjian kerja kollektif yang dibuat antara perwakilan pekerja Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dengan pengusaha atau gabungan pengusaha. Perjanjian kerja pada masa sekarang ini masih sangat diperlukan sebagai pendamping dari peraturan perundangan yang berlaku karena secara umum peraturan perundangan ketenagakerjaan kita belum mengatur secara terperinci tentang syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Untuk
pengaturan syarat-syarat kerja tersebut agar dapat dipedomani sehari-hari dalam hubungan kerja, maka perlu diatur melalui Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan maupun Perjanjian Kerja Bersama. Suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, antara lain : 1. Pihak-pihak paling sedikit ada dua orang, para pihak yang bertindak sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2. Persetujuan antara pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka. 3. Adanya tujuan yang akan di capai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 6 4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apa bila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak dan sebaliknya. 5. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada. 6. Syarat-syarat tertentu dalam suatu perjanjian harus ada, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut harus telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
6
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Cet.34,( PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2004), Pasal 1320. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Sejarah perburuhan diseluruh dunia mencatat bahwa sejak jaman dahulu kedudukan
hukum
kaum
pekerja/buruh
selalu
dibawah
posisi
majikan
(pengusaha), hal ini terjadi karena pada saat itu berlaku prinsip bahwa pekerja/buruh hanya akan dapat bekerja jika diberikan pekerjaan oleh majikannya. Berkembangnya pembangunan terutama pembangunan ekonomi yang melahirkan
perusahaan-perusahaan
baik
perusahaan
perkebunan,
industri,
perdagangan dan lain sebagainya, kondisi hubungan antara pengusaha dan pekerja seperti itu telah dimulai dari jaman perbudakan, dimana pekerja adalah budak dari pengusaha yang tidak memiliki hak apapun termasuk hak atas kehidupannya. Budak hanya mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan tuannya, sedangkan pemilik budak tidak memiliki kewajiban apapun terhadap budaknya. Seiring dengan perjalanan waktu, perbudakan sebagai bentuk hubungan ketenagakerjaan antara buruh dan majikan terus berubah, mulai dari bentuk kerja paksa (rodi), poenale sanksi, yang tetap memposisikan pekerja/buruh sebagai pihak yang lebih rendah kedudukannya dibanding para pengusaha/majikan, sampai pada akhirnya muncul usaha-usaha untuk menyetarakan kedudukan antara majikan dan buruh.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Hukum perburuhan di Indonesia mengenal istilah “panca krida hukum perburuhan”, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Membebaskan bangsa Indonesia dari perbudakan dan perhambaan. Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa. Pembebasan pekerja/ buruh Indonesia dari poenale sanksi. Pembebasan pekerja/ buruh Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan. Memberikan posisi yang seimbang antara pekerja/ buruh dengan pengusaha. 7 Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tiga poin panca krida
yaitu membebaskan bangsa Indonesia dari perbudakan dan perhambaan, pembebasan manusia Indonesia dari poenale telah dapat dilaksanakan. Sedangkan pembebasan pekerja/ buruh Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan masih menjadi tugas bagi penyelenggara yang membidangi masalah hukum perburuhan maupun masalah ketenagakerjaan. Demikian juga untuk memberikan posisi yang seimbang antara pekerja/buruh dengan pengusaha, masih merupakan cita-cita yang belum terwujud sampai saat ini. Langkah lain yang ditempuh adalah menerbitkan peraturan perundangundangan yang mengatur secara khusus mengenai hak-hak pekerja/buruh seperti Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/serikat buruh dan peraturan perundangundang lainnya termasuk meratifikasi konvensi ILO No.87 tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan Perlindungan Hak untuk berorganisasi yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada bulan Juni tahun 1998, maupun Konvensi ILO
7
Djimialdji FX, dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Cetakan Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1982, hal.27 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
No.98 tahun 1949 tentang dasar-dasar dari pada Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama. Disamping upaya tersebut di atas, perlindungan terhadap kaum buruh juga dilakukan dengan menerbitkan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal-hal yang timbul dari akibat adanya perselisihan perburuhan. Perselisihan perburuhan itu sendiri adalah hal yang wajar dan dapat dipahami, karena telah menjadi kodrat manusia itu sendiri. Oleh karena itu yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mencegah atau memperkecil terjadinya perselisihan tersebut atau mendamaikan kembali mereka yang berselisih. Dalam bidang perburuhan timbulnya perselisihan antara pengusaha dengan pekerja/buruh biasanya bermula dari adanya perasaan-perasaan kurang puas.
Pengusaha
membuat kebijaksanaan-kebiksanaan yang menurutnya sudah baik dan dapat diterima oleh para pekerja/ buruh. Namun karena para pekerja/buruh mempunyai pandangan dan pertimbangan yang berbeda, maka akibatnya kebijaksanaan yang diberikan oleh pengusaha itu menjadi tidak sama dengan apa yang diinginkan oleh para perkerja/buruh. Buruh yang merasa puas akan bekerja semakin baik sedangkan bagi sebagian pekerja/buruh akan merasa tidak puas dan menunjukkan semangat kerja yang menurun sehingga terjadi perselisihan-perselisihan. Yang menjadi pokok permasalahan ketidak puasan itu pada umumnya berkisar pada masalah-masalah : 8
8
Gunawi Kartasapoetra, Pokok-pokok Hukum Perburuhan, (Cet, I, Armico, Bandung, 1982), halaman. 246-247 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
a. Pengupahan b. Jaminan Sosial Tenaga Kerja. c. Perilaku Pengusaha yang kadang-kadang dirasakan kurang menghargai pekerja/buruh. d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan apa yang diharapkan pengusaha. e. Adanya masalah pribadi. Memasuki era globalisasi khususnya di sektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antar dunia usaha akan semakin ketat dan penggunaan teknologi maju akan semakin mendapat perhatian sehingga pemilihan pekerja akan semakin selektif. Hanya pekerja yang memiliki kualitas diri baik, intelektual maupun derajat kesehatan yang tinggi yang pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan
pasar kerja
internasional menuntut pula berbagai persyaratan serta kualifikasi dan hubungan antar manusia, serta keberhasilan pembinaan terhadap pekerja selama ini, akan meningkatkan kesadaran hukum mereka yang menyangkut hak dan kewajiban dalam hubungan industrial dan hal ini membuka peluang terjadinya perselisihan industrial baik yang menyangkut hak dan kepentingan termasuk kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja. 9 Pengawasan ketenagakerjaan harus mampu untuk memberikan jaminan terhadap terwujudnya ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha melalui penegakan hukum secara bijak dan adil.
9
Ibid, halaman.2
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Perjanjian Kerja Bersama dimaksudkan untuk mengatur syarat-syarat kerja yang merupakan hasil perundingan dan kesepakatan antara Pengusaha dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan, yang akan digunakan sebagai pedoman oleh kedua belah pihak dalam pelaksanaan hubungan kerja dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan Perjanjian Kerja Bersama 10 adanya perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja/buruh, dan proses penyelesaian perselisihan yang digunakan oleh perusahaan ini, terutama penyelesaian di tingkat perusahaan. Tuntutan pekerja/buruh untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan, seperti kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik, dapat dipandang sebagai tuntutan yang dapat difahami. Namun, dalam hal ini, kebijakan dan peraturan perundangan pemerintah yang mempengaruhi kehidupan ekonomi pekerja/buruh juga ikut memberikan kontribusi terhadap timbulnya sejumlah aksi-aksi pemogokan dan demonstrasi pekerja/buruh.
Di lain pihak, pemulihan ekonomi akibat krisis
ekonomi yang berjalan lambat, ditambah dengan adanya gejala resesi global yang cenderung menurunkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan suatu dilemma tersendiri bagi pengusaha dalam menghadapi tuntutan para pekerja/buruhnya. Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa semua peraturan di waktu yang akan datang yang disusun oleh pemerintah mempertimbangkan dengan hati-hati dalam
10
Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, (Medan, 2008). Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
menciptakan keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha agar protes-protes dan unjuk rasa pekerja dapat dihindari. Lebih lanjut, melihat adanya berbagai opini dan pemahaman mengenai peraturan yang saat ini berlaku dan yang sedang diajukan, maka pemerintah perlu memberikan pengarahan, dan sosialisasi mengenal peraturan atau undang-undang ketenaga kerjaan yang berlaku pada saat ini. Dengan gerakan serikat pekerja/serikat buruh yang
kuat berarti
pemerintah tidak perlu lagi memainkan peran utama dalam perselisihan hubungan industri, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator yang adil. Efektivitas dan profesionalisme suatu Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) tergantung pada tingkat kemampuan mereka dalam mengorganisasikan dan merekrut anggotanya, tingkat pemahaman mereka atas peran mereka, fungsi dan peraturan yang ada, maupun seberapa baik mereka dapat mengkomunikasikan kebutuhan para pekerja, kemampuan bernegosiasi dan menyelesaikan perselisihan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada tingkat kabupaten dan kota memiliki peran mempengaruhi efektivitas dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB)
di tingkat kabupaten dan kota umumnya siap
membela dan mendukung Serikat Pekerja (SP) tingkat Propinsi dan para pekerja/buruh dalam berbagai situasi yang membutuhkan penyelesaian perselisihan. Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) juga merupakan sarana yang efektif untuk meminimalkan gejolak dalam skala yang lebih besar, karena mereka cenderung memprioritaskan negosiasi di tingkat perusahaan dan hanya menggunakan pemogokan sebagai pilihan terakhir. Akan tetapi, umumnya peran serikat Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan dianggap lebih penting ketimbang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) di tingkat kabupaten/kota karena mereka memiliki hubungan langsung, baik dengan pekerja/buruh maupun pengusaha, serta memiliki pemahaman yang jauh lebih baik atas tantangan-tantangan yang dihadapi keduanya. 11 B. Perumusan Masalah Sesuai dengan
latar belakang penelitian ini, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah pengaturan syarat-syarat kerja dan hak-hak normatif dalam Perjanjian Kerja Bersama yang dilakukan pada PT.Umada telah sesuai dengan Ketentuan perundang-undangan yang berlaku ? 2. Apakah sanksi hukum diterapkan jika Perjanjian Kerja Bersama
tidak
dilaksanakan sesuai dengan yang telah disepakati tersebut ? 3. Bagaimana bentuk pengawasan dan kendala yang dihadapi terhadap Perjanjian Kerja Bersama di PT.Umada Medan ?
11
Laporan Lembaga Penelitian (SMERU, Mei 2002), halaman. v
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaturan syarat-syarat kerja dan hak-hak normatif dalam Perjanjian Kerja Bersama yang dilakukan pada PT.Umada dengan Ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Untuk mengetahui sanksi hukum yang diterapkan jika Perjanjian Kerja Bersama tidak dilaksanakan sesuai dengan yang telah disepakati tersebut. 3. Untuk mengetahui bentuk pengawasan dan kendala yang dihadapi terhadap pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. . Secara teoritis Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas akan melahirkan pemahaman dan pandangan yang lebih jelas tentang ketenagakerjaan dan hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang keperdataan khususnya bidang hukum Ketenagakerjaan serta menambah khasanah perpustakaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2. Secara praktis Secara praktis,
penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan
kepada setiap orang yang berhubungan langsung dengan hukum ketenaga kerjaan
dan perburuhan, baik praktisi, pemerintah, pengusaha, asosiasi
perkebunan, industri,
pekerja/buruh yang ingin lebih mendalami hukum
perburuhan di Indonesia, khususnya mengenai Perjanjian Kerja Bersama ataupun hak-hak pekerja/buruh. E. Keaslian Penelitian Sepanjang yang diketahui penulis berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada Sekolah Pasca sarjana, Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Analisa Hukum Pengaturan Syarat-syarat Kerja dan Hak-hak Normatif
Dalam Perjanjian Kerja
Bersama : Studi Pada PT.Umada Medan” Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Untuk mendalami tentang “Pengaturan syarat-syarat Kerja dan Hak-hak Normatif dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)” sudah seharusnya didasarkan kepada teori, Penelitian-penelitian, Undang-undang ataupun ketentuan-ketentuan yang saling berkaitan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Friedman menyatakan bahwa peran Negara adalah “pembentuk aturan dan wasit.” Terlihat di sini bahwa di satu sisi, neo-liberalisme menginginkan agar Negara tidak ikut campur dalam arus perdagangan antar-negara. Namun disisi lainnya, negara diharapkan ikut serta dalam memberikan aturan-aturan yang memudahkan liberalisasi perdagangan. 12 Di titik inilah kemudian muncul upaya untuk mempengaruhi Negara sebagai pembuat hukum yang memuluskan liberalisasi. Dalam konteks hukum, konstitusionalis pro-neo-liberalisme semacam Schneiderman misalnya, dengan mengutip Panitch dan Santos, menyatakan bahwa negara seharusnya tidak dipinggirkan dalam sistem ekonomi global. Yang diperlukan justru adalah reorganisasi Negara. Hal ini dikarenakan fakta bahwa Negara adalah penyusun perangkat hukum yang dapat menata kembali batas-batas bagi tindakan yang dapat dilakukan dalam kerangkan neo-liberalisme. 13 Di sini lebih jauh lagi bahkan ada upaya yang lebih sistematis untuk memanfaatkan Negara untuk menciptakan perangkat konstitusional yang menyokong neoliberalisme. Pengaturan syarat-syarat kerja dan hak-hak normatif
yang dituangkan
dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) haruslah sesuai bahkan hendaknya lebih baik dari apa yang telah diatur pada ketentuan-ketentuan peraturan perundang12
Milton Friedman, Capitalism and Freedom, (Chicago and London: The University of Chicago Press, 1982), halaman. 27 dalam “Implikasi Globalisasi terhadap Perubahan Kebijakan Pemerintah di Bidang Ekonomi, Politik dan Pembangunan”, Bivitri Susanti, Jakarta, 21 Oktober 2003. 13 David Schneiderman, “Investment Rules and New Constitutionalism,” 25 Law & Soc. Inquiry 757, hlm. 758, mengutip Leo Panitch, “Globalization, States, and Left Strategies,” Social Justice 23:79-90, hlm. 80; Leo Panitch, Rethinking the Role of the State. In Globalization: Critical Refelctions, ed. James Mittelman, International Political Economy Yearbook, vol. 9 (Boulder, Colo.: Lynne Reiner Publishers, 1996), hlm. 85; dan Boaventura de Sousa Santos, Toward a New Common Sense: Law, Science, and Politics in the Paradigmatic Transition (New York: Routledge, 1995), hlm. 279, Ibid.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
undangan yang telah ada. Sanksi atau penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan peraturan ketenagakerjaan haruslah dapat dilaksanakan guna menjamin terlaksananya hak dan kewajiban antara pihak-pihak secara berkeadilan. Pengawasan terhadap dilaksanakannya aturan-aturan yang telah disepakati harus dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kompetensi yang tinggi dan mampu bertindak sebagai wasit yang adil dan tidak memihak baik kepada buruh/ pekerja ataupun kepada pengusaha. Menurut Robert B. Seidman, 1972) 14 dalam Teori Bekerjanya Hukum
sedikitnya ada 3 (tiga) sasaran penting yang ingin dicapai dalam bekerjanya hukum yaitu : 1.
Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaiman seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak. Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan yang
ditujukan
kepadanya, sanksi-sanksinya,
aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya. 2.
Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan yang
ditujukan
kepada
fungsi peraturan-peraturan hukum
mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan
kompleks
14
DwiRiyantoAgustiar,PekerjaAnak/BuruhAnak ,http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional 2009/03/ 30/brk,id.html
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan. 3.
Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan
yang mengatur
tingkah laku mereka, sanksi-
sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis dan lainlainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi. Dari media elektronik dan berbagai media lainnya sering kita mendengar dan
menbaca
terjadinya
pelanggaran-pelangaran
terhadap
undang-undang
ketenagakerjaan. Seperti misalnya walaupun Undang-undang pada dasarnya melarang anak untuk bekerja, namun masih banyak pekerja anak yang ditemukan dilapangan, hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan penduduk. Kendati, kemiskinan bukan satu-satunya penyebab anak-anak terpaksa bekerja. Komponen upah dalam pembayaran uang pesangon bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak digabung dengan uang tunjangan tetap sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 hal ini tentunya sangat merugikan buruh/ pekerja. Maraknya sektor perekonomian informal menjadi sebab lain yang membuat anak terdorong untuk bekerja. Selain itu, kegagalan pemerintah dalam menciptakan sistem pendidikan juga berperan menyumbang pekerja anak. Hasil pengumpulan data yang dilakukan International Labour Organization (ILO) menyebutkan sekitar 40
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
persen dari total pekerja anak bekerja di sektor pertanian. Selebihnya tersebar di sektor usaha alas kaki, perikanan lepas pantai, dan pertambangan, bahkan ada juga beberapa yang bekerja sebagai kurir bandar narkoba dan pelacur anak.15 Guna melindungi serta menjamin terlaksananya hak- hak normatif dalam posisi buruh yang tidak berimbang jika dibandingkan dengan pemilik modal, kehadiran Negara sangatlah dibutuhkan yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas tenagakerja dan transmigrasi sebagai faktor yang menyeimbangkannya. Walaupun konsep keadilan sangat abstrak, namun cukup dapat diterima secara umum bahwa “adil” tidaklah berarti kesamaan dalam segala tindakan melainkan proporsional tergantung pada kebutuhannya. Dalam proses produksi dimana hubungan buruh – majikan sangat timpang maka sangatlah tidak adil apabila Negara memberikan perlindungan serta menempatkan posisi keduanya dalam kedudukan yang sama. Commons dan Andrews mengatakan “where the parties are unequal (and public purpose is shown) then the state which refuses to redress the unequality is actually denying to the weaker party the equal protection of the laws.” 16 Tiga Paket Undang-undang Perburuhan yang terdiri dari Undang-undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebenarnya merupakan turunan dari kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam Propenas (Program Pembangunan 15
Dwi Riyanto Agustiar, Pekerja Anak/Buruh Anak , http://www.tempointeraktif.com/hg/ nasional/2007/04/30/ brk,2007/0430-99130,id.html 16 Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan. (Jakarta: Djambatan, 2003),halaman. 12. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Nasional). Selain itu didalam Inpres No. 3/2006 dan juga RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudoyono) berusaha untuk menciptakan lapangan kerja formal dan meningkatkan produktivitas dengan cara “menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang berkaitan dengan rekrutmen, outsourcing, pengupahan, PHK, serta memperbaiki aturan main yang mengakibatkan perlindungan yang berlebihan”. Dari beberapa kajian, salah satu biang dari buramnya potret perburuhan di Indonesia adalah terkait kebijakan politik upah murah terhadap buruh. Inilah yang dipakai oleh rezim Orde baru sebagai keunggulan komparative dalam menarik investor demi kepentingan ekonomi dan pembangunan. Buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi layaknya modal, yang nilainya bisa dimainkan dan diperebutkan oleh mekanisme pasar. Bahkan, peraturan dan perundang-undangan yang dibuat pemerintah selalu dipengaruhi oleh para pemilik modal. Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan lebih berpihak kepada pengusaha ketimbang kepada rakyat kebanyakan, terutama kaum buruh. Dalam penelitian ini teori perjanjian sangat relevan untuk ditinjau dari hukum perdata, sebab menurut ketetapan Undang-undang hukum Perdata semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu, suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 17 Perjanjian diistilahkan dalam Bahasa Inggris dengan contract, dalam bahasa Belanda dengan verbintenis atau perikatan juga dengan overeenkomst atau perjanjian. Kata kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian yang tertulis dibandingkan dengan kata perjanjian 18 . Kata perjanjian juga sering dikaitkan dengan perjanjian kerja sama yang dimaksudkan adanya hubungan timbal balik antara satu pihak dengan yang lainnya.
Perjanjian Kerja yang dalam Bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, mempunyai
beberapa
pengertian,
Pasal
1601a
KUHPerdata
memberikan
pengertian sebagai berikut : Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Selain pengertian tersebut diatas, Imam Soepomo “berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain yakni membayar upah”. 19
17
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, terjemahan, cet. 8 (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), halaman.338 18 Supraba Sekarwati, Perancangan Kontrak (Bandung: Iblam, 2001), halaman. 23 19
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada Jakarta 2001), halaman 36. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti tersebut diatas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah dibawah perintah pihak lain, dibawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dengan atasan. Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan perintah kepada pihak pekerja yang secara social ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Adanya wewenang perintah inilah yang
membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya. Konsepsi mengenai perjanjian kerja mempunyai sifat ganda sebagai perikatan
yang
didasarkan
pada
hubungan
yang
bersifat
pribadi
dan
hubungan/perikatan yang bersifat ekonomis. Sebagai hubungan pribadi hubungan itu banyak diwarnai perasaan, kekerabatan dan kekuasaan, sedangkan sebagai hubungan ekonomis dilakukan berdasarkan perhitungan untung rugi atau pemikiran rasional. Pemikiran bahwa perjanjian kerja adalah, perjanjian timbal balik yang dilakukan berdasarkan hubungan ekonomis menganggap perjanjian kerja itu adalah suatu perjanjian synallgamatik, yaitu sebagai perjanjian dimana masingmasing pihak wajib memenuhi kewajibannya tanpa penilaian apakah hak dan kewajihban itu seimbang atau tidak. Pemikiran demikian bertitik tolak dari pandangan, bahwa perjanjian yang dibuat itu berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Pemikiran seperti itu tidak sesuai jika dihubungkan dengan sifat perjanjian kerja sebagai dwang contract dan karena itu umumnya sekarang Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
menganggap bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian komulatip (commulative contract) yaitu, perjanjian yang menentukan bahwa masing-masing pihak harus saling memberi dan menerima sesuatu yang berimbang atau ekuivalen. Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja yakni : 1. Adanya unsur work atau pekerjaan. Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603a yang berbunyi, Si buruh diwajibkan sendiri melakukan pekerjaannya; tak boleh ia, selain dengan izin si majikan dalam melakukan pekerjaannya itu digantikan oleh orang ke tiga. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya, karena itu menurut hukum jika si pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum. 2. Adanya unsur perintah. Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
3. Adanya waktu. Adanya waktu yang dimaksudkan adalah dalam melakukan pekerjaan harus disepakati jangka waktunya. Unsur jangka waktu dalam perjanjian kerja dapat dibuat secara tegas dalam perjanjian kerja, misalnya untuk pekerja kontrak, sedangkan untuk pekerja tetap hal ini tidak diperlukan. 4. Adanya upah. Upah memegang peran yang penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seseorang bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. 20 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau sering juga disebut Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) ataupun istilah lain yaitu perjanjian perburuhan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Colective Labour Agrement (CLA), yang dalam hukum Indonesia dikenal dalam KUH Perdata sebelum kemudian diatur lebih spesifik pada undang-undang No.21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara serikat buruh dan majikan yang kemudian disempurnakan dalam Undang-undang No.13 tahun 2003.
20
Lalu Husni, Ibid, halaman, 4
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dibuat oleh serikat pekerja/ serikat buruh atau beberapa serikat pekerja serikat/ buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha. 21 Undang-undang Republik Indonesia Nomor.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 108 ayat(1) menyebutkan, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Kewajiaban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama. 22 Peraturan Perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha
yang
bersangkutan. 23
Peraturan
perusahaan
disusun
dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/ serikat buruh maka wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam
hal
di
perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, wakil pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan
21
Pasal 116 ayat (1) Undang-undang No.13 tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 108 ayat (1),(2) Undang- undang No.13 tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan. 23 Pasal 109 Undang- undang No.13 tahun, 2003, Tentang Ketenagakerjaan. 22
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. 24 Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban pengusaha. b. Hak dan kewajiban pekerja/ buruh. c. Syarat Kerja. d. Tata tertib Perusahaan; dan e. Jangka waktu berlakunya peraturan Perusahaan. Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib melayani. Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja sebagaimana dimaksudkan, tidak tercapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya. 25 Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur dengan keputusan menteri. 26
24
Pasal 110 ayat (1),(3) Undang-undang No.13. tahun, 2003, Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 111 ayat (1-5) Undang-undang No.13 tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan 26 Pasal 115 Undang-undang No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 25
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2. Konsepsi Konsepsi dari Penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Syarat-syarat Kerja yaitu ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Pemerintah atas dasar Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku di Perusahaan, yang akan digunakan sebagai pedoman oleh kedua belah pihak dalam pelaksanaan hubungan kerja dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan. b.
Hak Normatif adalah hak-hak Pekerja dan Pengusaha yang di atur oleh peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang dinikmati dan diberikan kepada Pekerja/buruh dan keluarganya.
c.
PT. Umada adalah sebuah Perusahaan yang berbadan hukum dan bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit.
d. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang yang menjalankan perusahaan. e. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. f. Serikat Pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka,
mandiri,
demokratis,
dan
bertanggung
jawab
guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
g. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsure pekerjaan, upah dan perintah. h. Perjanjian kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. i. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu “penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder atau disebut juga penelitian kepustakaan” Dalam melakukan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif atau disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal. “Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori”
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Dalam penelitian ini, penelitian hukum dipergunakan untuk menemukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan syarat-syarat kerja, hak-hak normatif dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya pada bidang ketenaga kerjaan. 2. Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan bahan studi kepustakaan (library research), data-data dalam penelitian ini diperoleh dari peraturan perundang-undangan, bukubuku, Internet, makalah dan dokumen yang ada kaitannya dengan permasalahan. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan dengan mempelajari : a. Bahan
hukum
primer
yang
merupakan
peraturan
perundang-undangan,
yurisprudensi, dokumen, dan lain-lain yang berhubungan dengan Ketenaga kerjaan. b. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberi penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer, ulasan hukum dan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pada PT.Umada di Medan, kepustakaan (Library Research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Sedangkan bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 4. Analisis Data Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokan, pengolahan dan dievaluasi sehingga diketahui validitasnya, lalu dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban kemudian diolah dengan menggunakan metode induksi dan terakhir dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
BAB II PERIHAL SYARAT-SYARAT KERJA DAN HAK-HAK NORMATIF DALAM PERJANJIAN KERJA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN PADA PT.UMADA MEDAN
A. Syarat-syarat kerja Apabila kita membicarakan syarat-syarat kerja, terlebih dahulu kita ketahui apa sebenarnya syarat-syarat kerja itu dan apa yang diatur didalamnya. Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan atau pemberikerja dalam mengikat hubungan kerja, yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban parapihak. Dalam pembuatan perjanjian kerja dipersyaratkan atau dibuat atas dasar : 1. 2. 3. 4.
Kesepakatan Kedua belah pihak. Kemampuan dan kecakapan melakukan perbuatan hukum. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan. Perjanjian yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 27 Dalam perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak tidak dilandasi oleh
adanya pekerjaan yang diperjanjiakan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian kerja tersebut batal demi hukum, sedangkan perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak bertentangan dengan ketentuan yang berkaitan dengan kemampuan dan kecakapan para pihak, perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 28
27
Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 52 Undang-undang No.13 Tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan. Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenagakerja anak, yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya. 28 Pasal 52 Undang-undang No.13 Tahun. 2003, Tentang Ketenagakerjaan, .Ibit ayat (3).
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Dalam pembuatan perjanjian kerja ada empat unsur utama yang wajib dipatuhi, yaitu : 1. Adanya pekerjaan. 2. Adanya upah yang dibayarkan. 3. Adanya perintah. 4. Dilakukan selama waktu tertetu atau tidak tertentu. Adapun orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian menurut Pasal 1330 KUH Perdata ialah : 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Pengertian suatu hal tertentu mengarah kepada barang yang menjadi obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUH Perdata barang yang menjadi obyek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan. Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat atau terakhir agar suatu perjanjian sah. Mengenai syarat ini Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau perjanjian yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Dengan sebab (bahasa Belanda Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
oorzaak, bahasa Latin causa) ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Jadi, yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. Setiap perjanjian semestinya memenuhi keempat syarat di atas supaya sah. Perjanjian yang tidak memenuhi keempat syarat tersebut mempunyai beberapa kemungkinan. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi dua syarat yang pertama atau syarat subyektif maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang telah memberikan sepakat secara tidak bebas. Sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat obyektif mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum (null and void). Perjanjian semacam ini sejak semula dianggap tidak pernah ada. Oleh karena itu, para pihak tidak mempunyai dasar untuk saling menuntut. Dalam Pasal 52 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan kesepakatan kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum dapat dibatalkan. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan adanya pekerjaan yang diperjanjikan serta pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
berlaku batal demi hukum. Berdasarkan syarat-syarat sahnya perjanjian, Asser membedakan bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan inti (non wezenlijk oordeel). Bagian inti disebut esensialia dan bagian non inti terdiri dari naturalia dan aksidentialia. Unsur esensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada dalam setiap perjanjian. Tanpa unsur ini perjanjian tidak mungkin ada. Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli harus ada barang dan harga yang disepakati sebab tanpa barang dan harga perjanjian jual beli tidak mungkin dapat dilaksanakan. Adapun unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang diatur dalam undang-undang tetapi dapat diganti atau disingkirkan oleh para pihak. Undang-undang dalam hal ini hanya bersifat mengatur atau menambah (regelend/aanvullend). Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli dapat diatur tentang kewajiban penjual untuk menanggung biaya penyerahan. Sedangkan unsur aksidentialia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak sebab undang-undang tidak mengatur tentang hal itu. Sebagai contoh, perjanjian jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga. Perjanjian kerja yang dikenal dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan dalam praktek hubungan kerja yang berlangsung antara pemberikerja dengan pekerja khususnya dalam sektor industri antara lain dikenal dengan nama Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang tidak ditentukan kapan Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
berakhir. Secara umum hubungan kerja ini berakhir karena salah satu pihak melanggar janji atau melanggar peraturan yang berlaku atau atas kesepakatan kedua belah pihak karena keadaan perusahaan. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dapat dilakukan secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis dapat berfungsi sebagai bukti awal hubungan kerja terjalin, sebagai pedoman mengenai hak dan kewajiban, dan sebagai salah satu sarana untuk menciptakan ketenangan bekerja dan berusaha, karena dengan perjanjian tertulis tersebut akan mudah untuk memahami hak dan kewajiban yang telah disepakati bersama dan sebagai pedoman untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul selama hubungan kerja. Bilamana Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dibuat secara lisan pengusaha berkewajiban untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan dan sekurang-kurangnya memuat keterangan : 1. Nama dan alamat pekerja. 2. Tanggal mulai bekerja. 3. Jenis Pekerjaan. 4. Besarnya upah. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dapat dipersyaratkan masa percobaan paling lama tiga bulandan selama masa percobaan, pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku. 29 Masa percobaan pekerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja dan untuk perjanjian kerja yang dilakukan 29
kepmenakertrans nomor 100/2004
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
secara lisan, masa percobaan harus diberitahukan kepada yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan pekerja. Apabila tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, masa percobaan tersebut dianggap tidak ada. Disamping Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Ada pula yang dikenal dengan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT). Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu 30 . Pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu banyak dilakukan baik antara pengusaha dengan pekerja secara langsung maupun melalui jasa pihak ketiga yang dikenal dengan system outsourching sebagaimana diatur dalam keputusan menteri
tenaga
kerja
dan
transmigrasi
Republik
Indonesia
Nomor.
KEP.101/MEN/VI/2004, tentang tata cara perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh. Walaupun aturan tersebut telah diberlakukan namun pada prakteknya di lapangan menurut pekerja/ buruh bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan merugikan pekerja/ buruh secara umum, oleh sebab itu pelaksanaan outsourching ini ditentang oleh pekerja/buruh. Untuk mengatasi praktek-praktek yang tidak sehat itu, dilakukan pembatasan tentang jenis dan macam pekerjaan apa saja yang bisa dibuat dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yaitu :
30
kepmenakertrans nomor 100/2004. Ibit.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
a. b. c. d.
Sekali selesai atau sementara sifatnya. Diperkirakan untuk waktu yang tidak lama akan selasai. Bersifat musiman atau berulang kembali. Bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya merupakan pekerjaan penunjang. e. Berhubungan dengan produk baru atau kegiatan baru atau masih dalam percobaan penjajakan. 31 Disamping hal di atas persyaratan lain yang juga dipenuhi dalam membuat
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu : a. Dibuat secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. b. Tidak boleh dipersyaratkan adanya masa percobaan. 32 c. Dibuat rangkap tiga, masing-masing untuk pekerja, pengusaha dan instansi ketenagakerjaan untuk didaftar. d. Seluruh biaya yang berhubungan dengan pembuatan perjanjian ditanggung oleh pengusaha. e. Tidak dapat ditarik kembali atau dirubah, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk berubah. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dapat dilakukan untuk jenis pekerjaan 1. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya. 33 Perjanjian Waktu Tertentu (PKWT) untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun harus : a. Didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. b. Dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. c. Apabila pekerjaan yang diperjanjikan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dapat diselesaikan lebih cepat daripada yang diperjanjikan maka 31
kepmenakertrans nomor. KEP.101/MEN/VI/2004 Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 58 ayat (1) Undang-undang No.13 Tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan. 33 Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 59 Undang-undang No.13 Tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan, Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah yang tidak tergabtung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan yang tetap sehingga dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu. 32
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. d. Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan pada selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan suatu batas pekerjaan dinyatakan selesai, namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. e. Selama tenggang waktu hari tersebut tidak ada hubungan antara pekerja dengan pengusaha. 2. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk pekerjaan yang bersifat musiman. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca dan hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu, seperti panen dan pemilihan daun tembakau, panen tebu, pemupukan, dan lain-lain. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) juga dapat dilakukan pada pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dan hanya diberlakukan untuk pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut tidak dapat dilakukan pembaharuan. 3. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dapat dilakukan pada pekerja untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, serta hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat dilakuakan pembaharuan dan hanya boleh diberlakukan bagi pekerja di luar kegiatan atau pekerjaan yang biasa dilakukan. 34 4. Perjanjian Kerja Harian Lepas. Perjanjian kerja untuk harian lepas dapat dilakukan kepada pekerja dalam hal sifat pekerjaan : a. Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran pekerja. b. Lamanya hari kerja dalam 1 (satu) bulan kurang dari 21 (dua puluh satu) hari c. Apabila pekerja melaksanakan pekerjaan 21 (dua puluh satu ) hari atau lebih atau selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut atau lebih maka Perjanjian Kerja Lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). d. Wajib memuat Perjanjian Kerja harian lepas secara tertulis dengan pekerja.
34
Hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 59 Undang-undang No.13 Tahun 2003.Tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja dalam hal ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
e. Pengusaha wajib membuat daftar pekerja yang melakukan pekerjaan kerja lepas tersebut yang memuat sekurang-kurangnya : 1. Nama dan alamat perusahaan atau pemberi kerja. 2. Nama dan alamat pekerja/ buruh. 3. Jenis pekerjaan yang dilakukan. 4. Besarnya upah dan/ atau imbalan lainnya. f. Daftar tersebut diatas disampaikan kepada Instansi yang membidangi ketenagakerjaan selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/ buruh. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada Instansi yang membidangi ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak penanda tanganan. 5. Perubahan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Pekerjaan Waktu Tertentu secara hukum dapat berubah menjadi Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak tertentu dalam hal : a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang tidak dibuat dalam huruf latin dan Bahasa Indonesia. b. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) musiman yang tidak tergantung pada musim tertentu dan dilakukan bukan sebagai pekerjaan tambahan. c. Bertentangan dengan waktu yang diperjanjikan dalam produk baru. d. Masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tidak terpenuhi. e. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan masih berlaku, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan bagi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). B. Peraturan Perusahaan Peraturan Perusahaan dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama 35 .
35
Pasal 108 Undang-undang No.13 Tahun 2003.Tentang Ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
1. Tata cara pembuatan Peraturan Perusahaan : a. Peraturan Perusahaan wajib bagi perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 (sepuluh) orang pekerja. 36 b. Peraturan Perusahaan berlaku sejak disyahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. c. Peraturan Perusahaan yang disusun menjadi tanggung jawab pengusaha. d. Peraturan Perusahaan disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja atau pengurus Serikat Pekerja/ serikat buruh (SP/SB). e. Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang berlaku atau hanya sebagai pelengkap atau penyempurnaan/ pelaksanaan tambahan dari aturan yang telah ada. f. Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat : 1. 2. 3. 4. 5.
Hak dan kewajiban pengusaha. Hak dan kewajiban pekerja. Syarat-syarat kerja. 37 Tata tertib perusahaan. Jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan.
g. Masa berlaku Peraturan Perusahaan hanya untuk 2 (dua) tahun yang dapat diperbaharui kembali apa bila ada perubahan sebelum berakhir jangka waktu 36
Ibit. Pelanggaran Pasal ini, mendapat Sanksi Pidana paling sidikit Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 37 Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 111 Undang-undang No.13 Tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan. Yang dimaksud dengan syarat kerja dalam hal ini adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/ buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
berlakunya dapat diperlakunya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/SP/SB dan harus mendapatkan pengesahaan dari mentri dan pejabat yang dihunjuk. h. Dalam satu perusahaan hanya boleh dibuat 1(satu) Peraturan Perusahaan yang berlaku di perusahaan, dan bagi perusahaan yang mempunyai cabang dibuat Peraturan Perusahaan Induk yang berlaku disemua cabang serta dapat dibuatkan Peraturan Perusahaan
turunan yang berlaku di masing-masing
cabang sesuai dengan kondisi hubungan industrial masing-masing cabang. i. Dalam suatu group perusahaan yang mempunyai Badan Hukum tersendiri, maka Peraturan Perusahaan dibuat oleh masing-masing perusahaan. Langkah awal dari pembuatan Peraturan Perusahaan yaitu Pengusaha harus menyampaikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan
kepada pekerja atau
Pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) perusahaan untuk mendapatkan saran dan pertimbangan. Saran dan Pertimbangan dari wakil Pekerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) perusahaan sudah diterima dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah naskah diterima oleh pekerja. 38 Dalam hal Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) atau wakil pekerja telah menyampaikan saran dan pertimbangan, maka pengusaha wajib memperhatikan saran dan pertimbangan tersebut dan dalam hal 14 hari wakil pekerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh dapat mengajukan pengesahan peraturan disertai bukti bahwa
38
Pasal 112 ayat (4) Undang-undang No.13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
pengusa telah meminta saran dari wakil pekerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) 2. Tata cara Pengesahan Peraturan Perusahaan a. Pengesahan Peraturan Perusahaan dilakukan oleh : 1) Instansi yang membidangi ketenagakerjaan Kabupaten/Kota untuk untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) Wilayah Kabupaten/Kota. 2) Instansi yang membidangi ketenagakerjaan Propinsi untuk perusahaan yang terdapat lebih dari 1 Kabupaten/Kota dalam 1 Propinsi. 3) Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan jaminan Sosial untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) Propinsi. b. Permohonan Pengesahaan Peraturan Perusahaan : Permohonan Pengesahan peraturan perusahaan diajukan rangkap 3 (tiga) yang telah ditanda tangani oleh pengusaha dengan melampirkan : 1) Bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). 2) Mengajukan permohonan tertulis yang memuat identitas perusahaan secara umum, wilayah kerja perusahaan, jumlah tenaga kerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dan masa berlaku Peraturan Perusahaan (PP) serta pengesahan yang keberapa. Pejabat yang dihunjuk untuk melakukan pengesahaan atas Peraturan Perusahaan yang diajukan pengusaha wajib meneliti dan menerbitkan Surat Keputusan Pengesahaan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterima permohonan pengesahan Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
oleh pengusaha. Apabila materi Peraturan Perusahaan yang diajukan oleh pengusaha ditemukan adanya pasal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku atau kurangnya kelengkapan, wajib dikembalikan kepada pengusaha untuk diperbaiki dalam waktu 7 (tujuh) hari untuk dilengkapi atau diperbaiki dalam waktu 14 (empat belas) hari.Bagi perusahaan yang mengajukan permohonan peraturan perusahaan tidak memenuhi syarat atau tidak mengajukan perbaikan yang dimintakan, maka perusahaan yang bersangkutan dianggap belum memiliki peraturan perusahaan. Ketentuanketentuan dalam peraturan Perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya tetap berlaku sampai ditanda tanganinya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau disahkannya peraturan perusahaan yang baru dalam hal Perjanjian Kerja Bersama (PKB) belum mencapai kesepakatan, maka pengusaha wajib mengajukan permohonan pengesahan pembaharuan peraturan perusahaan. c. Perubahan materi Peraturan Perusahaan. Dalam hal pengusaha akan mengadakan perubahan ini peraturan perusahaan dalam waktu tenggang waktu masa berlaku peraturan perusahaan, perubahan tersebut harus didasarkan kesepakatan antara wakil pekerja atau SP/SB dan harus mendapatkan pengesahan kembali dan merupakan bagian yang tidak terpisah dari materi peraturan perusahaan sebelumnya, apabila pengesahan tidak diajukan oleh pengusaha, maka perubahan tersebut dianggap tidak ada. d. Pembaharuan Peraturan Perusahaan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Pengusaha wajib mengajukan pembaharuan peraturan perusahaan paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa berlakunya masa peraturan perusahaan untuk mendapatkan pengesahan. Apabila dalam pembaharuan peraturan perusahaan terdapat perubahan materi dari peraturan perusahaan sebelumnya, maka perubahan materi tersebut harus didasarkan atas kesepakatan antara perwakilan pekerja atau Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Perjanjian perburuhan adalah hasil perundingan antara pihak-pihak yang berkepentingan, maka isinya pada umumnya telah mendekati keinginan buruh dan majikan. Berbeda dengan peraturan majikan dalam perjanjian perburuhan, majikan tidak dapat memasukkan apa saja yang ia kehendaki untuk menekan atau merugikan buruh. Karena itu perjanjian perburuhan di Negara Barat memainkan peranan yang sangat penting. Hampir tiap peraturan yang mengatur hubungan kerja diberbagai perusahaan adalah hasil musyawarah antara majikan dan serikat buruh yang bersangkutan. Di Indonesia perkembangan perjanjian perburuhan belum dapat berkembang dan lebih condong menguntungkan pihak majikan, dimana majikan lebih suka mengatur segala sesuatu dalam peraturan majikan, yang pembuatannya tidak memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh aturan perundang-undangan. Menurut Peraturan Menteri Tenaga kerja Transmigrasi dan koperasi Nomor 02/MEN/1978, di perusahaan dimana telah terbentuk serikat buruh, pengusaha wajib melayani kehendak serikat buruh untuk mengadakan perundingan
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
perjanjian perburuhan atas permintaan serta secara tertulis dari serikat yang bersangkutan. 3. Sosialisasi Peraturan Perusahaan Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada Pekerja/Buruh (P/B). Peraturan perusahaan secara umum berisikan hal-hal sebagai mana termuat dalam tabel dibawah ini : Tabel 1 : Isi Peraturan Perusahaan (PP) Pada Umumnya Nomor
MATERI
URAIAN ISI
1
Identitas Perusahaan
Berisikan nama,alamat badan Hukum,jenis usaha,dan /atau kedudukannya sebagai kantor pusat atau kantor cabang/perwakilan.
2
Pendahuluan
Memuat latar belakang,maksud dan tujuan pembuatan PP, harapan serta tekad untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing pihak secara sungguh- sungguh guna kelancaran dan kemajuan usaha dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya.
3
Ketentuan umum
Terdiri dari pengertian-pengertian terhadap istilah atau kata yang banyak digunakan didalam batang tubuh PP untuk mudah dipahami dan dipatuhi bersama.
4
Status dan Penggolongan Pekerja.
Mengatur tata cara dan persyaratan penerimaan pekerja,status,masa percobaan, macam-macam dan penggolongan pekerja,penilaian dan penghargaan prestasi,keluarga pekerja dan Fasilitas yang diberikan terhadap keluarga pekerja yang diterima setempat atau yang diterima dari luar daerah.Usia pekerja paling rendah dan usia pansiun.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
5
Pegupahan
Dalam pengaturan pengupahan ini antara lain diatur mengenai sistem pengupahan,kenaikan gaji dan pangkat,tunjangan-tunjangan, premi upah lembur. pengaturan sistem pengupahan, misalnya Sistem upah bersih, atau disamping upah uang diberikan juga dalam bentuk natura sebagai bagian dari upah.
6
Peraturan Pekerja
Disini dapat diatur tentang: a)jam kerja dan waktu kerja, b) aturan beregu, c) pemindahan dan fasilitas yang diberikan kepada pekerja yang dipindahkan karena kepentingan perusahaan.
7
Isitirahat
Lamanya istiraharat tahunan, tata cara pelaksanaannya, perseorangan atau masal. Fasilitas yang diberikan dalam menjalani cuti panjang, tata cara pelaksanaannya dan Fasilitas yang diberikan.
8
Perlengkapan Kerja
Pakaian kerja, alat-alat kerja, Fasilitas kerja, dalam hal apa dan kapan diberikan, cara mempertanggungjawabkan. Perlengkapan K3 seperti helm, topi, kacamata, dan sabuk pengaman.
9
Pendidikan Latihan
10
Perawatan Kesehatan
dan Diadakan di dalam atau di luar perusahaan, mengenai tehnis dan atau mengenai manajemen, persyaratan dan pemberian kesempatannya. Bentuk-bentuk perawatan yang diberikan untuk pekerja, keluarga, istri dan jumlah anak yang ditanggung, usia anak paling tinggi yang ditanggung, pembiayaan perawatan atau pengobatan tersebut antara lain : a) Perawan dirumah sakit, b) pemeriksaan mata dan pembelian kaca mata, c) perawatan gigi, d) biaya bersalin, c) Perawan pada dokter spesialis .
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
11
Fasilitas dan Kesejahteraan
a) Perumahan, Transport, beasiswa anak, tugas belajar, hadiah akhir tahun, penghargaan ulang tahun perusahaan, tunjangan hari raya (THR), b)perlindungan, jaminansosial, asuransi, bantuan hari tua, dan pensiun, c) santunan ahli waris dan d) hadiah perkawinan, bantuan melahirkan, dan sumbangan kematian .
12
Peraturan Tata Tertib
Dalam ketentuan ini diatur kewajiban dan larangan bagi pekerja, hubungan atasan bawahan dan sebaliknya. Tindakan yang dibolehkan dan atau dilarang didalam pekerjaan atau di luar pekerjaan, misalnya keharusan datang tepat pada waktunya , mentaati perintah atasannya, larangan meninggalkan pekerajaan sebelum waktunya/tampa izin.
13
Perlindungan Kerja
Diatur pemberian alat-alat perlindungan kerja, kewajiban untuk memakai alat perlindungan kerja serta sanksinya bilamana alat tersebut dengan sengaja tidak digunakan, dan sebagainya. Di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3), menjaga kebersihan keamanan, ditentukan tempat-tempat yang tidak boleh merokok.
14
Tindakan Disiplin
a) Keluh Kesah Diatur tata cara dan kepada siapa keluh kesah adapat disampikan,batas waktu dan Prosedur penyelesaiannya. Dalam hal penyelasaian tidak memuaskan, diatur atasan selanjutnya yang akan menerima dan menyelesaikannya keluh kesah tersebut. b) Peringatan/ Skorsing Diatur jenis-jenis peringatan pelangaran yang dapat dikenakan surat peringatan. beberapa lama surat peringatan berlaku, dan akibat selanjutnya terhadap diberikan surat peringatan. Dibedakan dan dijelaskan mengenai macam-macam skorsing, masa berlaku dan akibatnya. Dalam hal apa diberikan skorsing sebagai tindakan pencegahan pengulangan kesehatan atau
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
penelitian atas tuduhan kesalahan atau dalam proses permohonan PHK. 15
Pemutusan Hubungan Dibuat kualifikasi kesalahan (ringan, sedang, dan Kerja (PHK) berat) yang dapat mengakibatkan PHK, pemberian kompensasi atas macam-macam kesalahan tersebut. PHK atas permintaan pekerja dan hak-hak yang dapat diberikan dan besarnya pemberian dimaksud. PHK karena keadaan perusahaan atau karena adanya kebijakan pemerintah, diatur kompensasinya.
16
Usia Tua/ Pensiun
Diatur tata cara, hak dan kewajiban pekerja untuk dapat memperoleh jaminan usia tua/ pensiun. kapan dan dapat diperolehnya, bagai mana cara pembayaran jaminan dan mamfaatnya.
17
Penutup
Meliputi waktu pembuatan, tempat dan tanda tangan yang membuat atau yang bertangung jawab. Ditandatangani oleh wakil pekerja/ SP, sekurang-kurangnya dua orang, sebagai bukti persetujuan, dengan diberi catatan telah menyetujui isi dari PP.
Sumber : Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara, 2009
C. Perjanjian Kerja Bersama Perjanjian Kerja Bersama merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/SB) atau beberapa Serikat Buruh (SP/SB) yang tercatat pada instansi yang membidangi ketenagakerjaan dengan Pengusaha atau beberapa
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
pengusaha 39 atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama hanya bisa dilakukan pada perusahaan yang sudah terbentuk Serikat Buruh (SP/SB) yang tercatat pada instansi yang membidangi ketenagakerjaan yang dibuat atau dirundingkan antara pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang ada diperusahaan dengan tidak membatasi atau mengisyaratkan jumlah Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/SB)
yang ada
diperusahaan. Materi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan hasil kesepakatan murni antara Pengusaha dengan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/SB) perusahaan. Agar Perjanjian Kerja Bersama yang dihasilkan dan diberlakukan di perusahaan adalah benar-benar merupakan hasil musyawarah antara pengusaha dengan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, harus dilakukan melalui prosedur dan tahapan-tahapan
yang
sistimatis
sehingga
diharapkan
dapat
menghasilkan
kesepakatan yang maksimal, yaitu dengan cara : a. Masing-masing pihak mengajukan konsep/rancangan Perjanjian Kerja Bersama kepada pihak yang lainnya untuk dipelajari. b. Menyepakati/ membentuk Tim perunding yang bertugas merundingkan materi yang diajukan oleh para pihak.
39
Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 116 ayat (1) Undang-undang No.13 Tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan. Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama harus dilandasi dengan itikad baik, yang berarti harus ada kejujuran dan keterbukaan para pihak serta kesukarelaan/ kesadaran yang artinya tanpa ada tekanan dari satu pihak terhadap pihak lain. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
c. Membentuk Tim perunding masing-masing pihak paling banyak 9 (Sembilan) orang dengan kuasa penuh. d. Menetapkan jadwal dan tempat perundingan e. Menetapkan/ menyepakati tata tertib perundingan (bila buntu bagaimana dan bila sepakat bagaimana) f. Menyepakati tata cara penandatanganan dan pendaftaran. Perundingan Perjanjian Kerja Bersama harus didasari dengan itikat baik dan kemauan bebas kedua belah pihak secara musyawarah dan mufakat sehingga hasil yang dicapai dapat dilaksanakan bersama dalam upaya menciptakan hubungan yang harmonis didalam perusahaan. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja perusahaan walaupun didalam perusahaan berdiri lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/SB) Bagi perusahaan yang memiliki cabang, Perjanjian Kerja Bersama secara umum berlaku bagi semua cabang kecuali pada cabang-cabang tersebut dibuatkan Perjanjian Kerja Bersama turunan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing cabang. Sebagaimana peraturan perusahaan, bagi perusahaan dalam satu group terdiri dari beberapa perusahaan yang mempunyai badan hukum sendiri-sendiri, maka Perjanjian Kerja Bersama dibuat oleh masing-masing badan usaha dengan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/SB) masing-masing perusahaan. Berikut ini adalah tabel pihak yang berhak mewakili serikat pekerja/ serikat buruh di perusahaan ketika mengadakan perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Tabel 2 : Yang berhak mewakili Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/SB) Dalam Perundingan No. Keberadaan Serikat Pekerja/Serikat Yang berhak mewakili perundingan Buruh (SP/SB) 1. 1 (satu) Serikat → Memiliki anggota lebih dari 50% dari seluruh jumlah Pekerja/Serikat pekerja perusahaan. 40 Buruh (SP/SB) → Dalam hal anggota kurang dari 50% dari seluruh jumlah pekerja, setelah mendapat dukungan lebih dari 50% melalui pemungutan suara yang diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dan wakil-wakil dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) yang bukan anggota yang dibentuk selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) hari sebelum tanggal pemungutan suara dengan memberitahukan tanggal pelaksanaannya kepada instansi untuk menyaksikan pelaksanaan pemungutan. → Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) diberikan kesempatan selama 14 (empat belas) hari untuk menjelaskan programnya kepada pekerja yang dilakukan diluar jam kerja pada tempat-tempat yang disepakati oleh pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). → Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari sebelum dilaksanakan pemungutan suara ternyata Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) ternyata dapat membuktikan keanggotaannya kepada pengusaha telah lebih dari 50%, maka Pemungutan suara tidak perlu dilaksanakan.
40
Pasal 119 ayat (1) Undang-undang No.13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2
Lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB
→ Serikat 1 (satu) Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) yang memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah pekerja perusahaan yang dibuktikan dengan hasil verifikasi oleh panitia atau Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), hasil verifikasi dibuatkan dalam berita acara yang dilaksanakan oleh Instansi ketenagakerjaan. → Apabila salah satu Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) tidak mempunyai anggota > 50% dari seluruh jumlah pekerja, Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) yang ada diperusahaan bisa melakukan koalisi sehingga mencapai > 50%. 41
Sumber : Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara, April 2009 Tata tertib perundingan yang harus disepakati sebelumnya sekurangkurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Tujuan pembuatan tata tertib. 2. Susunan Tim perunding. 3. Lamanya masa perundingan (paling lama 30 (tiga puluh) + 30 (tiga puluh) hari setelah perundingan gagal. 4. Materi Perundingan. 5. Tempat perundingan. 6. Tata cara perundingan. 7. Cara penyelesian apa bila terjadi kebuntuan perundingan. 8. Sahnya perundingan. 9. Biaya perundingan.
41
Pasal 120 ayat (2) Undang-undang No.13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, didaftarkan pada Instansi yang membidangi ketenagakerjaan yaitu : 1. Instansi ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) Kabupaten/ Kota. 2. Instansi Ketenagakerjaan Propinsi untuk perusahaan yang terdapat lebih dari 1 (satu) Kabupaten/ Kota dalam 1 (satu) Propinsi. 3. Dirjen Pembina Hubungan Industrial dan Jaminan sosial ketenagakerjaan untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) Propinsi. Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tersebut bertujuan untuk : 1. Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan. 2. Sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dalam hal Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang diajukan untuk didaftarkan tidak ada meteri yang bertetangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dalam waktu 7 (tujuh) hari sudah harus memberikan surat bukti pendaftaran. Apabila ada materi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang diajukan untuk didaftarkan terdapat materi yang bertentangan dengan ketentuan perundangan yang berlaku, dibuatkan catatan pada Surat Keputusan perdaftarannya mengenai pasal-pasal mana yang bertentangan dengan peraturan perundangan ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Tabel 3 : Ruang Lingkup Materi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) No 1. 2.
3.
4.
Undang-undang ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Hak dan kewajiban pengusaha; Hak dan kewajiban serikat pekerja /serikat buruh serta pekerja/buruh; Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; Tandatangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama. pasal 124 ayat (1) Ayat (2) menyatakan : Ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 42
Kepmenakertrans No. 48/2004
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Nama dan tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh; Nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan; Nomor Serta tanggal pencatatan serikat pekerja /serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan Kabupaten/Kota; Hak dan kewajiban Pengusaha; Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja /buruh; Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama ;dan Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama ; (Pasal 21)
42
Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah kualitas dan kuantitas isi perjanjian kerja bersama tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Tabel 4 : Perbandingan PKB dan PP Menurut Kepmenakertrans No. 48/2004 Permenakertans No. 08/2006 Perihal Pembuat
Substansi/ isi Peran Pekerja
Asas Kesepakatan Mengikat
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Peraturan Perusahaan (PP) Serikat Pekerja dengan pengusaha Pengusaha. atau beberapa pengusa atau asosiasi pengusaha. Syarat kerja,hak dan kewajiban para Syarat kerja dan tata tertib pihak. perusahaan. Aktif dan sangat menentukan karena Pasif, hanya dapat harus ada kesempatan para pihak. memberikan pertimbangan dan saran sebagai bahan pertimbangan jika diminta. Ada, jika tidak terpenuhi dapat Tidak ada, tidak dapat diperselisihakan. diperselisihkan. Setelah ditandatangani para pihak Setelah disahkan oleh didaftarkan ke instansi ketenaga pejabat Disnakertrans kerjaan yang berwenang. setempat.
Pengusaha, Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dan Pekerja Perusahaan wajib melaksanakan isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) secara utuh dan keseluruhan dan Pengusaha dan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh wajib memberitahukan isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau perubahannya kepada seluruh pekerja. 43
D. Hak- hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama di PT.Umada Medan Dalam penyusunan syarat-syarat kerja haruslah memperhatikan ketentuanketentuan perundang-undangan yang berlaku, jangan sampai apa yang di tuangkan/ diperjanjikan dalam PKB (Perjanjan Kerja Bersama) memuat justru lebih rendah dari apa yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Perjanjian Kerja Bersama, hendaknya mengatur ketentuan-ketentuan apa-apa yang belum diatur pada 43
Pasal 28, Kepmenakertrans No.48 Tahun. 2004.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku dan sedapat mungkin hendaknya mengatur lebih baik dengan apa yang telah diatur dalam perundang-undangan ketenagakerjaan yang ada. Dari Hasil Penelitian yang Penulis lakukan di PT.Umada hak-hak normatif antara lain telah diatur sebagai berikut : 1. Waktu Kerja Jumlah jam kerja adalah 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu, atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu. Ketentuan ini diatur pada Pasal IV Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) dan dijadikan dasar dalam ketentuan jam kerja normal. Setiap Tenaga Kerja yang bertugas melebihi jumlah jam kerja 8 (delapan) jam sehari atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 (empat puluh) jam seminggu, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah tertulis dari pimpinan perusahaan yang diperhitungkan sebagai jam kerja lembur. 44 Perusahaan dapat melakukan penggantian dan atau perubahan waktu kerja. Pergantian atau perubahan tersebut diatas wajib diberitahukan terlebih dahulu oleh perusahaan kepada PUK SP.PP.SPSI setempat sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal perubahan dilaksanakan serta memberitahukan secara tertulis kepada Disnakertrans kabupaten/kota. Dalam hal pekerjaan yang menyangkut teknis
44
Keputusan Bersama Menteri Tenaga kerja Republik Indinesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor : Kep.275/Men/1989 . No.Pol : Kep/04/V/1989. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
produksi, yang sifatnya insidentil dan/atau darurat, kepentingan perusahaan bersifat menentukan dalam perubahan waktu kerja. 45 2.
Hari Istirahat Mingguan. Pada umumnya hari istirahat mingguan, ialah hari Minggu, kecuali jika
setempat ditetapkan hari lain oleh Pengusaha, mengingat kepentingan Perusahaan dan keinginan Pekerja satu dan lain atas dasar kesepakatan. Ketentuan ini merupakan kesepakatan yang dilakukan berhubungan dengan penggangtian hari kerja kepada hari libur resmi sehingga libur umum bisa
diperpanjang sesuai dengan kesepakatan
penggantian hari kerja antara pengusaha dan Pekerja/ buruh. Kesepakatan ini dilakukan dengan tidak memperhitungkan sebagai hari kerja libur. 3. Hari Libur Resmi. Hari libur resmi ialah hari-hari yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hari libur resmi tidak menutup kemungkinan dijadikan sebagai hari kerja biasa sepanjang ada kesepakatan antara Perusahaan dengan Pekerja. 46 4. Pekerjaan pada hari-hari istirahat mingguan dan hari-hari libur resmi. Pada hari-harinistirahat mingguan dan pada hari-hari libur resmi, pekerja tidak dipekerjakan, kecuali jika pekerjaan menurut sifatnya tidak dapat dihindarkan dan jika timbul keadaan yang memerlukan pekerjaan ketika itu juga (misalnya
45
Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Ibid, halaman. 8
46
Hal ini biasa dilakukan sesuai dengan permohonan Buruh/ Pekerja kepada pengusaha guna memperpanjang hari libur Buruh/ Pekerja terutama pada hari hari libur terjepit. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
dalam hal bencana), dengan mengingat peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Pekerjaan diwaktu hari-hari hujan untuk pekerja yang bekerja diluar gedung. a. Dalam hal pekerja telah masuk bekerja, dan untuk sementara waktu oleh karena hujan harus menghentikan pekerjaannya atas petunjuk pengusaha, maka waktu tunggu itu dianggap sebagai jam kerja. b. Dalam hal pekerja disebabkan hujan belum mulai melakukan pekerjaannya pada jam masuk kerja hari itu, maka waktu kerja yang 7 (tujuh) jam sehari itu dihitung dari waktu pekerja mulai bekerja sesudah hujan selesai dengan ketentuan, bahwa pergeseran waktu pengakhiran bekerja hanya dapat berlaku sampai selambat-lambatnya jam 16.00 (enam belas) c. Dalam hal hujan turun sebelum pekerja mulaibekerja dan hujan itu terus berlangsung sampai jam 16.00 (enam belas) maka pekerja dianggap sebagai telah bekerja 7 (tujuh) jam. d. Dalam hal pekerja mulai bekerja sesudah hujan dan belum mendapat istirahat atau kesempatan ½ (setengah) jam untuk makan, maka pekerja tersebut harus diberikan istirahat ½ (setengah) jam untuk makan. e. Terutama ditempat-tempat terpencil, Pengusaha menyediakan rumah-rumah hujan agar pekerja dapat berteduh sewaktu menjalankan tugas di hari hujan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
6. Pekerja Wanita. a. Pekerja wanita yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara jam 23.00 (dua puluh tiga) sampai dengan jam 07.00 (tujuh). b. Pengusaha dilarang memperkerjakan pekerja wanita hamil yang menerut Dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara jam 23.00 (dua Puluh tiga) sampai jam 07.00 (tujuh). 7. Upah a.
Upah berupa Uang Pekerja harian tetap dan pekerja Bulanan diberi upah uang yang ditetapkan bedasarkan kesepakatan bersama antara Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) dengan Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD.FSP.SPSI) Propinsi yang bersangkutan sesuai peraturan perundangundangan Otonomi Daerah yang berlaku, dengan mengingat situasi ekonomi dan kemampuan perusahaan. Berikut adalah tabel Perkembangan UMR/UMP tahun 2001 sampai dengan tahun 2009 di PT.Umada.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Tabel 5 : Rekapitulasi Perkembangan UMR/UMP Tahun 2001 s/d 2009Pegawai Bulanan di PT.Umada Medan TAHUN
UMR/UMP
KHM/KHL
%KHL/KHM DARI KHM/KHL
%KENAIKAN UMR/UMP
1
2001
374.550,-
340.250,-
110,08
--
2
2002
510.400,-
453.000,-
112,67
36,27
3
2003
555.920,-
455.996,-
121,91
8,91
4
2004
590.700,-
482.489,-
122,42
6,25
5
2005
660.000,-
547.255,-
120,60
11,73
6
2006
811.573,-
702,660,-
115,50
22,97
7
2007
837.100,-
739.836,-
113,14
3,14
8
2008
918.000,-
873.051,-
109,67
9,66
9
2009
1.011.680, 47
-
-
10,20
NO
Sumber : PT.Umada Mei 2009 UMR/UMP = Upah Minimum Regional/ Upah Minimum Propinsi, KHM/KHL= Kebutuhan Hidup Minimum/ Kebutuhan Hidup Layak. Jika di lihat dari data yang ada maka kenaikan upah di PT.Umada terhitung sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2009, mengalami kenaikan upah ratarata pertahun sebesar 13,64%. b. Upah berupa natura. Disamping upah berupa uang Pekerja Harian Tetap dan Pekerja Bulanan menerima catu beras setiap bulan yang besarnya sebagai berikut :
47
Data dari PT.Umada, Mei 2009.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Tabel 6 : Natura / Catu Beras Pekerja dan Tanggungannya. 48
No
Bahan
Pekerja Pria/Wanita
1.
Beras
15 Kg
Istri /tidak bekerja paling banyak seorang 9 Kg
Tiap anak Maksimum 3 (tiga) orang 7,5 Kg
Catu beras diberikan satu kali sebulan. Bahan catu beras dimaksud diberikan dengan mutu yang baik, yang dapat diterima oleh para pihak. Jika seluruh atau bagian catu beras tidak dapat diberikan pada waktunya, kepada para pekerja diberikan uang menurut harga Surat Edaran Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS). 8. Ketentuan-Ketentuan mengenai yang berhak mendapat catu beras a. Yang berhak memperoleh catu beras : 1. Pekerja sendiri (pria/wanita) 2. Tanggungannya (istri dan anak) sesuai yang ditetapkan. b. Pekerja wanita yang bersuami dapat menerima tambahan catu beras bagi anak-anaknya, apabila suaminya yang juga bekerja diperusahaan yang sama, karena keadaan jasmani/ rohaninya tidak dapat bekerja seperti biasa sesuai keterangan Dokter Peruasahaan atau Suaminya meninggal dunia sebelum berhak pensiun. c. Pekerja dengan sendirinya tidak menerima catu beras untuk istrinya jika istrinya bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri didalam atau diluar 48
Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008,Op, Cit, halaman .10 Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
perkebunan pada Pemeritah maupun Swasta, kecuali istrinya itu memperoleh penghasilan tidak tetap misalnya sebagai tenaga honor tidak tetap. Hal ini harus diketahui oleh perusahaan. d. Pencatuan beras yang biasa diberikan oleh perusahaan untuk pekerja- pekerja di Kantor Besar/Direksi, tetap berlaku. 9.
Tanggungan Pekerja. a. Istri dari Pekerja yang tidak bekerja. Jika pekerja yang menikah lebih dari 1(satu) istri, maka Istri yang menikah lebih dahulu yang menjadi tanggungan Pekerja. b. Anak sah dari pekerja yaitu : b.1. Anak kandung dari perkawinan yang sah. b.2. Anak tiri yang semula telah sah yang menjadi tanggung jawab ibunya yang terbukti dari surat keterangan /keputusan pengadilan agama /Negeri. b.3. Anak angkat yang telah disahkan oleh Pengadilan Negeri. b.4. Anak angkat yang ditanggung sebanyak-banyaknya 1 (satu) orang tanpa mengurangi jumlah tanggungan anak angkat yang telah diakui/ berlaku sebelumnya. 49
49
Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008, .Ibid, halaman 11. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
b.5. Anak yang cacat yang menurut keterangan seorang ahli tidak dapat melakukan pekerjaan, menjadi tanggungan pekerja tanpa batas umur. Disamping itu untuk menjadi tanggungan harus dipenuhi pula ketentuanketentuan dibawah ini : 1. Sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anak. 2. Anak yang tidak bersekolah sampai umur 16 (enam belas) tahun (pada hari ulang tahunnya yang ke 16). 3. Anak yang bersekolah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau SLTA (Sederajat) dengan menunjukkan surat keterangan Kepala Sekolah, dengan tidak lebih dari 21 tahun. Untuk anak yang telah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) kemudian anak tersebut belum dapat melanjutkan keperguruan tinggi, maka anak tersebut masi dapat tanggungan selama 1 (satu) tahun dengan menunjukkan bukti bahwa anak yang bersangkutan telah mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. 4. Anak yang kuliah diperguruan tinggi Negeri /Swasta dengan menunjukkan surat keterangan Pimpinan Fakultas sampai dengan umur 25 (dua puluh lima) tahun. 5. Pekerja yang telah mempunyai 3 (tiga) orang anak dan kemudian seorang diantaranya meninggal atau berumah tangga/menikah itu dapat digantikan oleh anak pekerja yang tadinya belum terdafatar pada perusahaan sebagai tanggungannya sehingga yang menjadi tanggungan perusahaan tetap 3 (tiga) orang. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Yang dimaksud dengan anak pekerja yang belum terdaftar
ialah jumlah
anak pada waktu pekerja diterima pada waktu bekerja sudah lebih dari 2 (dua) orang. Bagi pekerja yang telah mempunyai 2 (dua) orang anak, kemudian pada kelahiran berikutnya ternyata kembar, maka anak kembar tersebut menjadi tanggungan Perusahaan. Perusahaan setiap waktu berhak melakukan pemeriksaan terhadap susunan keluarga Pekerja untuk mengetahui kebenaran jumlah tanggungannya. Pengubahan umur anak tidak diketahui dengan pasti, maka tanggal 1 (satu) Juli dari tahun yang ditaksir dianggap sebagai tanggal lahir. 50 10. Bantuan Hari-hari Sakit Kepada Pekerja yang dengan sepengetahuan Pengusaha berhalangan hadir bekerja disebabkan sakit dan yang dapat menunjukkan surat keterangan sakit dari Dokter Perusahaan atau Dokter yang ditunjuk oleh Perusahaan akan dibayar oleh pengusaha bantuan selama sakit menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 10.1. Selama 4 (empat) bulan pertama 100% (seratus perseratus) upah bruto (uang + catu beras). Selama 4 (empat) bulan kedua 75% (tujuh puluh lima perseratus) upah bruto (uang + catu beras). Selama 4 (empat) bulan ketiga 50% (lima puluh perseratus) upah bruto (uang + catu beras).
50
Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008.Op.Cit . halaman 12. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Hal ini diatur pada pasal VII Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) dan tidak berbeda dengan apa yang telah diatur pada ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, pasal 93 ayat (3) tentang ketenagakerjaan. 10.2. JIka Pekerja tersebut diperiksa oleh Dokter Perusahaan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi (diapkir) maka pekerja tersebut dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan mendapat uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja atau jika memenuhi syarat dapat dipensiunkan menurut peraturan yang berlaku. 10.3. Jika Pekerja yang diapkir tersebut ingin di uji lagi oleh Majelis Pengujian Kesehatan atau instansi yang berwenang untuk itu, maka dalam tempo 14 (empat belas) hari ia harus mengajukan permohonan untuk diuji lagi kepada instansi yang bersangkutan. Dalam hal ini Pengusaha harus memberikan kesempatan atas biaya Pengusaha. 10.4.
Bantuan selama sakit tidak diberikan dalam hal penyakit kelamin dan/atau penyakit yang ternyata merupakan akibat dari perbuatan sendiri misalnya, usaha bunuh diri, mabuk, morfinis dan lain-lain. Mengenai penyakit akibat dari perbuatan sendiri harus dibuktikan dengan keterangan tertulis dari pihak yang berwajib atau medis, memang adakalanya hal ini sangat sulit untuk dibuktikan sehingga sepanjang
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
bukti belum ditemukan maka pengusaha terlebih dahulu berkewajiban untuk memberikan pertolongan. 10.5
Jika Pekerja atau anggota keluarganya tidak mau tunduk kepada pengobatan Dokter c.q pemeriksaan Dokter ataupun jika Pekerja atau anggota keluarganya melepaskan diri dari pengobatan Dokter ataupun tidak atau hanya sebahagian mentaati petunjuk-petunjuk dari Dokter yang mengobatinya dengan alasan yang kurang sah, maka pekerja itu untuk diri sendiri dan/atau untuk keluarganya kehilangan hak-hak yang tersebut dalam ketentuan-ketentuan ini. Penolakan secara berkeras oleh Pekerja untuk tunduk pada pengobatan yang dianggap perlu dan kepada petunjuk-petunjuk Dokter, pada pokoknya merupakan alasan untuk dapat diputus hubungan kerjanya.
10.6 JIka Pekerja dirawat di Rumah Sakit maka pekerja serta anggota keluarganya tetap tetap berhak sepenuhnya atas catu beras yang ditentukan bagi mereka, kecuali untuk Pekerja sendiri yang dirawat di Rumah Sakit/opname selama 4 (empat) bulan kedua dan ketiga mengikuti ketentuan ayat (1) diatas. 10.7 Jika seorang anggota keluarga sakit baik di rumah maupun di Rumah Sakit maka kepada pekerja bersangkutan diberikan catu beras sebagai tanggungannya tanpa suatu pemotongan. 11. Mangkir Kerja
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Pekerja yang tidak melakukan pekerjaan (mangkir), upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan. Upah dibayar pada hari-hari pekerja tidak melakukan pekerjaan, yaitu : a. Hari istirahat mingguan dan hari libur resmi. b. Cuti Tahunan ( hal ini sesuai dengan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 79 ayat 2c). c. Cuti bersalin ( sesuai dengan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal
82)
Tentang Ketenagakerjaan. d. Haid ( sesuai dengan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 81), Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid selama masa haid, pekerja tersebut diberi istirahat di klinik perusahaan. e. Pekerja menikah, dibayarkan upahnya untuk selama 3 (tiga) hari, yakni hari perkawinan serta hari sebelum dan sesudahnya. f. Pekerja menikahkan anaknya, dibayar upahnya untuk selama 2 (dua) hari, yakni hari perkawinan dan hari sebelum atau sesudahnya. g. Pekerja menghitankan anaknya, dibayar upahnya untuk selama 2 (dua) hari, yakni hari peresmian sunatan dan sesudahnya. h. Pekerja membabtiskan anaknya, dibayar upahnya untuk selama 2 (dua) hari, yakni hari pembaktisan dan hari sebelum atau sesudahnya. i. Istri pekerja melahirkan atau menggugurkan kandungan, dibayar upahnya untuk selama 2 (dua) hari, yakni hari kelahiran dan hari sesudahnya. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
j. Suami/Istri, orang tua/mertua, anak/menantu pekerja meninggal dunia, dibayar upahnya untuk selama 2 (dua) hari, yakni kematian dan hari sesudahnya. k. Adik/kakak kandung pekerja meninggal dunia dibayar upahnya untuk 1 (satu) hari, yakni hari kematiannya atau 1 (satu) hari sesudahnya. l. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar upahnya untuk selama 1 (satu) hari. m. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena sakit menurut keterangan Dokter. n. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena sedang menjalankan kewajiban terhadap Negara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, upah dibayar jika Negara tidak melakukan pembayaran atau Negara membayar kurang dari upah yang diterima pekerja, maka kekurangannya wajib dibayar pengusaha. o. Karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan. p. Pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha. q. Pekerja melaksanakan hak istirahat. r.
Pekerja melaksanakan tugas serikat pekerja atas persetujuan pengusaha.
s. Pekerja melakukan tugas pendidikan dari pengusaha. Pekerja yang akan tidak masuk kerja pada hari-hari seperti tersebut pada angka 2 (dua) huruf b, c, e sampai dengan h, n, o, q, s diatas memberitahukan kepada Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaannya, sedangkan huruf d, i sampai dengan m, memberitahukannya pada saat kejadian. Pekerja yang belum saatnya waktu pulang, tiba-tiba mendapat berita kemalangan dari keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) j, sampai dengan I, tersebut diatas, cukup melaporkan
kepada
atasannya
minimal
mandor
agar
dapat
meninggalkan
pekerjaannya dengan pembayaran upah penuh. Guna mengetahui frekwensi kehadiran para buruh/ pegawai bulanan di PT.Umada dibuat suatu daftar hadir yang harus ditandatangani oleh para buruh/ pekerja sendiri ketika masuk kerja dan penendatangan ketika buruh/ pekerja pulang/ selesai bekerja, penandatanganan daftar hadir ini tidak dapat diwakilkan kepada orang lain, yang mana dari daftar ini dapat memberikan informasi kepada perusahaan mengenai tingkat kedisiplinan buruh/ pekerja dalam melaksanakan Perjanjian Kerja Bersama yang akan digunakan dalam penilaian indeks prestasi kerja buruh/ pekerja itu sendiri dan dijadikan salah satu komponen penetuan besarnya kenaikan upah ketika diadakan penyesuaian upah berkala bagi para buruh/ pekerja. Berikut ini adalah contoh rekapitulasi daftar hadir pekerja/ buruh PT.Umada dari Bulan Januari sampai dengan Desember 2008.
Tabel VII : Rekapitulasi Daftar Kehadiran Pegawai Bulanan PT.Umada Bulan Januari s/d Desember 2008 BULAN
Jumlah pegawai
KETERANGAN HADIR
KETERANGAN
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
T/H
M/H
I/H
S/H
C/H
5
35
Januari
287
Februari
286
2
32
Maret
286
1
36
April
294
Mei
294
Juni
2
22
1
10
12
294
3
16
49
Juli
296
2
2
34
Agustus
293
2
11
September
294
1
5
8
Oktober
294
3
7
38
Nopember
282
2
51
Desember
281
1
40
6
1
Sumber : PT.Umada, Mei 2009 Keterangan : T/H M/H I/H S/H C/H
: Terlambat : Mangkir : Izin : Sakit : Cuti
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tidak ada pekerja yang mangkir pada tahun 2008. 12. Pembayaran Uang Makan dan Uang Mandah
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
a. Uang makan : Kepada Pekerja yang melakukan pekerjaan di luar perkebunan dan tidak dapat pulang ke rumah pada waktu makan yang biasa, diberi uang makan sebagai berikut : Sarapan pagi Rp. 7.000,- (tujuh ribu rupiah) Makan siang Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) Makan malam Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) 51 b. Uang Mandah : Sewaktu mandah, kepada Pekerja dibayar uang makan (atas dasar jumlah tersebut diatas), ditambah uang penginapan (sesuai dengan kwitansi). Dalam hal Pengusaha menyediakan makan dan penginapan, kepada Pekerja tidak dibayarkan uang makan dan uang penginapan, tetapi kepada pekerja diberikan uang saku sebesar Rp.30.000,- (tiga puluh ribu rupiah)/ hari, sedangkan selama mandah tersebut tidak diberikan uang lembur. 13.
Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. Berpedoman pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia No.KEP-102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja dan Upah Kerja Lembur. a. Untuk menghitung upah lembur 1 (satu) jam bagi Pekerja Bulanan dipakai dasar sebagai berikut : 51
Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008, Op, Cit, halaman 17.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Upah uang sebulan + nilai catu beras pekerja sebulan 173 b. Perhitungan Upah Lembur : 13.1. Hari biasa. Untuk jam kerja lembur pertama dibayar 1,5 (satu setengah kali upah sejam dan untuk setiap jam kerja lembur berikutnya dibayar 2 (dua) kali upah sejam. 13.2. Hari istirahat mingguan/ hari libur resmi. Untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja/40 jam seminggu : 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam. Jam ke 8 (delapan) dibayar 3 (tiga) kali upah sejam. Jam ke 9 (Sembilan) dan ke 10 (sepuluh) dibayar 4 kali upah sejam. Jika hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek : a. 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam. b. Jam ke 6 (enam) dibayar 3 (tiga) kali upah sejam. c. Jam ke 7 (tujuh) dan ke 8 (delapan) dibayar 4 (empat) kali upah sejam. 13.3. Untuk waktu 5 (lima) hari kerja/40 (empat puluh) jam seminggu. Hari istirahat mingguan/ hari libur resmi : a. 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam. b. Jam ke 9 (sembilan) dibayar 3 (tiga) kali upah sejam.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
c. Jam ke 10 (sepuluh) dan ke 11 (sebelas) dibayar 4 (empat) kali upah sejam. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu, kecuali kerja lembur pada hari minggu atau hari libur resmi. Berikut ini adalah contoh perhitungan upah lembur selama 3 (tiga) jam pada hari kerja biasa :
Nama Tenagakerja : AR Perhitungan Lembur Bulan : Juni 2009 Upah Pokok Bulan Juni 2009 : Rp. 1.067.000 Natura ( beras ) diuangkan : Rp.15 Kg x Rp.5.600 = Rp.84.000,Jumlah Upah Pokok + Natura : Rp. 1.151.000,Dasar Perhitungan Lembur adalah Rp.1.151.000 : 173 = Rp.6.653
Upah Lembur 1 (satu) Jam I = 1 x Rp.6.653 x 150% = Rp.9.979,5 Upah Lembur 2 Jam II = 2 x Rp.6.653 x 200% = Rp.26.612,Jumlah Upah Lembur selam 3 Jam ………………… = Rp.36.591,5 Keterangan : Rp.5.600 adalah Harga beras per kilo gram pada bulan Juni tahun 2009. 173 (tujuh puluh tiga) adalah 6 hari kerja dalam seminggu per 6 hari kerja dalam seminggu x 40 jam dalam seminggu x 52 minggu dalam setahun dibagi 12 Bulan. 14. Tunjangan Hari Raya Keagamaan. Setiap tahun dibayarkan kepada Pekerja Tunjangan Hari Raya (THR), yang diberikan berkenaan dengan Hari Raya Keagamaan. Besarnya Tunjangan Hari Raya
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
dibayarkan berdasarkan kesepakatan bersama antara Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) dengan Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP.PP-SPSI) yang disaksikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dan dibayarkan 15 (lima belas) hari menjelang Hari Raya/ Tahun Baru. 15.
Bonus. Besarnya Bonus ditetapkan berdasarkan Kesepakatan Bersama antara Badan
Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) dengan Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(FSP.PP-
SPSI). 52 Adapun besarnya bonus yang diberikan kepada pegawai untuk tahun 2008 di PT.Umada dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel : VIII Rekapitulasi Pembayaran Bonus PT. Umada Tahun 2008 No
Nama
Natura (Rp)
Gaji Pokok
Jumlah Rp
Bonus 4 Bulan
Panjar 1 Bulan
Sisa dibayar
I
PKS
1
Pegawai
4.089.000,-
53.911.855,-
58.000.855,-
232.003.420,-
58.000.855,-
174.002.565,-
2
KHT
3.313.500,-
41.266.000,-
44.579.500,-
178.318.000,-
44.579.500,-
133.738.500,-
3
Kary.Berhenti
846.000,-
10.837.230,-
11.683.230,-
40.686.268,-
10.581.585,-
30.104.683,-
Sub.Jumlah
8.248.500,-
106.015.085,
114.263.585,
451.007.688,
113.161.940,
337.845.748,
II
ESTET
1
Pegawai
2.538.000,-
33.688.635,-
36.226.635,-
144.906.540,-
36.226.635,-
108.679.905,-
2
KHT
6.627.000,-
82.532.000,-
89.159.000,-
345.886.333,-
86.471.583,-
259.414.750,-
Ket
52
Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008, Op.Cit,.halaman 20.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
3
Kary.Berhenti
493.500,-
6.254.535,-
6.748.035,-
12.159.047,-
1.897.000,-
10.262,047,-
Sub.Jumlah
9.658.500,-
122.475.170,
132.133.670,
502.951.920,
124.595.218,
378.356.702,
Jumlah
17.907.000,
228.490.255,
246.397.255,
953.959.608,
237.757.158,
716.202.450,
16. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Dengan ditetapkannya Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), maka Pengusaha diwajibkan mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja tersebut pada PT.JAMSOSTEK (PERSERO). a. Ruang lingkup program JAMSOSTEK meliputi : 53 1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 2. Jaminan Kematian (JK) 3. Jaminan Hari Tua (JHT) 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) b. Pada dasarnya anggota Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) telah melakukan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan lebih baik dari yang ditetapkan di dalam Undang-undang No.3 Tahun 1992, oleh sebab itu anggota Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) tidak diwajibkan mengikuti program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
53
-
Rincian Pembayaran iuran menurut ketentuan Undang-undang. No.3. Tahun 1992 adalah : Jaminan Kecelakaan Kerja ( JKK) = 0,54% dari Upah sebulan Jaminan Hari Tua ( JHT) = 5,7% dari Upah sebulan Jaminan Kematian ( JKM ) = 0,3% dari Upah sebulan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ( JPK) = 0,54% dari Upah sebulan Khusus Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dibebankan Kepada Pekerja/ Buruh sisah lainnya 3,7%, 0,54%, dan 0,3% adalah menjadi beban Pengusaha/ Penyelenggara Kerja.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
c. Tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak menerima Santunan Kecelakaan Kerja dari PT.Jamsostek (Persero) sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-undang No.3 Tahun 1992. Berikut ini adalah contoh cara menghitung iuran Jamsostek seorang pekerja sesuai ketentuan Undang-undang No.3 tahun 1992 dengan upah sebesar Rp.1.067.000,-
Tabel : IX Contoh perhitungan iuran Jamsostek Seorang Pekerja Program
Tarif
Jumlah Upah (Rp)
Jumlah iuran
(1)
(2)
(3)
(4) = (2) x (3)
a. Jaminan Kecelakaan kerja (JKK) b. Jaminan Hari Tua (JHT) c. Jaminan Kematian (JK)
0,54%
1.067.000
5.761,8
5,7%
1.067.000
60.819
0,3%
1.067.000
3.201
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
3,0% (lajang) 6,0% (kawin)
e. Jumlah a+b+c+d
69.781,8
Sumber : PT.Umada Mei 2009. Berikut adalah gambaran Rekapitulasi Pembayaran iuran Jamsostek PT.Umada tahun 2008. Tabel : X Rekapitulasi Pembayaran Iuran Peserta Jamsostek PT. Umada Bulan Januari s/d Desember 2008 NPP NAMA
: BB000172 : Umada. PT
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
ALAMAT
: Jl. Tan Malaka NO.88 Medan
BULAN JANUARI BAYAR = Rp.18.699.679,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 287 1.544.010,19 JHT 287 16.297.885,37 Januari JKM 287 857.783,44 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 18.699.679,00 BULAN FEBRUARI BAYAR = Rp.18.754.425,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 286 1.548.530,50 JHT 286 16.345.599,77 Februari JKM 286 860.294,72 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 18.754.425,00
BULAN MARET BAYAR = Rp.19.822.686,70 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 286 1.636.735,60 JHT 286 17.276.653,55 Maret JKM 286 909.297,56 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 19.822.686,70 BULAN APRIL BAYAR = Rp.20.710.920,72 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK
Iuran Dihitung 1.544.010,19 16.297.885,37 857.783,44 0,00 0,00 18.699.679,00
Iuran Dihitung 1.548.530,50 16.345.599,77 860.294,72 0,00 0,00 18.754.425,00
Iuran Dihitung 1.636.735,60 17.276.653,55 909.297,56 0,00 0,00 19.822.686,70
Iuran Dihitung
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Selisih Iuran
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
April
JKK JHT JKM JPK - Lajang JPK - Keluarga SUB TOTAL
294 294 294 0 0
1.710.076,02 18.050.802,46 950.042,23 0,00 0,00 20.710.920,72
BULAN MEI BAYAR = Rp.20.710.920,72 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 294 1.710.076,02 JHT 294 18.050.802,46 Mei JKM 294 950.042,23 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 20.710.920,72
BULAN JUNI BAYAR = Rp.20.710.920,72 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 294 1.710.076,02 JHT 294 18.050.802,46 Juni JKM 294 950.042,23 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 20.710.920,72
BULAN JULI BAYAR = Rp.20.823.595,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 296 1.719.379,40 JHT 296 18.149.004,82 Juli JKM 296 955.210,78
1.710.076,02 18.050.802,46 950.042,23 0,00 0,00 20.710.920,72
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Iuran Dihitung
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.710.076,02 18.050.802,46 950.042,23 0,00 0,00 20.710.920,72
Iuran Dihitung 1.710.076,02 18.050.802,46 950.042,23 0,00 0,00 20.710.920,72
Iuran Dihitung 1.719.379,40 18.149.004,82 955.210,78
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
JPK - Lajang JPK - Keluarga SUB TOTAL
0 0
0,00 0,00 20.823.595,00
BULAN AGUSTUS BAYAR = Rp.20.741.686,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 293 1.704.507,79 JHT 293 18.090.229,43 Agustus JKM 293 946.948,77 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 20.741.686,00
BULAN SEPTEMBER BAYAR = Rp.20.703.521,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 294 1.709.465,04 JHT 294 18.044.353,17 September JKM 294 949.702,80 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 20.703.521,00
BULAN OKTOBER BAYAR = Rp.20.703.521,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 294 1.709.465,04 JHT 294 18.044.353,17 Oktober JKM 294 949.702,80 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 20.703.521,00
0,00 0,00 20.823.595,00
0,00 0,00 0,00
Iuran Dihitung
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.704.507,79 18.090.229,43 946.948,77 0,00 0,00 20.741.686,00
Iuran Dihitung
Selisih Iuran 1.709.465,04 0,00 0,00 18.044.353,17 0,00 949.702,80 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20.703.521,00
Iuran Dihitung
Selisih Iuran 1.709.465,04 0,00 0,00 18.044.353,17 0,00 949.702,80 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20.703.521,00
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
BULAN NOPEMBER BAYAR = Rp.19.980.488,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 282 1.649.765,06 JHT 282 17.414.186,79 Nopember JKM 282 916.536,15 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 19.980.488,00
BULAN DESEMBER BAYAR = Rp.19.920.450,00 Bulan Jumlah Iuran Dibayar TK JKK 281 1.644.807,80 JHT 281 17.361.860,09 Desember JKM 281 913.782,11 JPK - Lajang 0 0,00 JPK - Keluarga 0 0,00 SUB TOTAL 19.920.450,00
Iuran Dihitung 1.649.765,06 17.414.186,79 916.536,15 0,00 0,00 19.980.488,00
Iuran Dihitung 1.644.807,80 17.361.860,09 913.782,11 0,00 0,00 19.920.450,00
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Selisih Iuran 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
JKK= Jaminan Kecelakaan Kerja, JHT= Jaminan Hari Tua, JKM= Jaminan Kematian, JPK= Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Sumber : PT.Umada, Mei 2009 Jumlah iuran Jamsostek yang dibayar pada tahun 2008 adalah Rp. 242.282.813,86 Jumlah iuran berdasarkan data upah pada tahun 2008 adalah Rp. 242.282.813,86 Selisih iuran Jamsostek PT.Umada tahun 2008 adalah Nihil. Dari tabel diatas dapat diketahuai bahwa PT.Umada telah melaksanakan program Jamsostek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
17. Jaminan Kematian.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Dengan mengikut sertakan program Jaminan Kematian pada PT.Jamsostek (Persero), maka Jaminan Kematian sepenuhnya ditanggung oleh PT.Jamsostek (Persero), sesuai dengan ketentuan Undang-undang No.3 Tahun 1992. Disamping Jaminan Kematian yang disantuni oleh PT.Jamsostek (Persero), Perusahaan PT.Umada juga memberikan bantuan kepada karyawannya berupa : 1. Tanah untuk pekuburan. Tanah untuk pekuburan diareal kebun dengan memperhatikan agama yang dianut Pekerja dan sedapat-dapatnya dipinggir jalan, jika tidak ada tempat pemakaman umum disekitar tempat tinggal pekerja yang bersangkutan dan perusahaan memelihara kebersihannya. 2. Kain kafan. Kain kapan secukupnya dengan maksimum 13 (tiga belas) meter untuk dewasa dan 6 (enam) meter untuk anak-anak serta papan secukupnya, yaitu untuk Pekerja atau keluarganya yang meninggal dunia. Pemberian kain kafan dan papan tersebut diatas diberikan juga kepada para pensiunan sepanjang yang bersangkutan berada di perkebunan dan sekitarnya.
3. Santunan Ahliwaris. Jika seorang Pekerja meninggal dunia, maka kepada keluarga yang ditinggalkan diberi santunan ahliwaris sesuai dengan ketentuan Pasal 166 Undangundang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pemberian pesangon yang Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
dilakukan PT.Umada kepada tenagakerjanya dapat dilihat pada contoh perhitungan pesangon dibawah ini. Perincian Perhitungan Pesangon di PT.Umada Nama Tenaga Kerja Pekerjaan Tanggal Masuk Kerja Status Keluar Tanggal/ Bulan Berhenti Kerja Lamanya Masa kerja Gaji Pokok Tunjangan
: AR : Bag.Pembukuan : 01 Januari 1997 : PHK : 30 Desember 2008 : 11 Tahun : Rp.1.020.500,: Rp 275.000,-
Upah Sebulan
: Rp.1.295.500,-
Uang Pesangon : Masa Kerja 11 Tahun = 9 Bulan Gaji x 2 = Rp.1.020.500,- x 18
: Rp.18.369.000,-
Uang Penghargaan Masa Kerja : Masa Kerja 11 Tahun = 4 Bulan Gaji x 1 Sub Jumlah ……………………………………………..
: Rp. 4.082.000,: Rp.22.451.000,-
Penggantian Fasilitas ( Perumahan dan Kesehatan = 15%) Perumahan = 10% x Rp,22.451.000,: Rp. 2.245.100,Kesehatan = 5% x Rp.22.451.000,: Rp. 1.122.550,Sisa cuti yang belum di jalani :Jumlah Penerimaan Sebelum Pajak : Rp.25.818.650,(Dua puluh lima juta delapan ratus delapan belas ribu enam ratus lima puluh rupiah) Perhitungan Pajak Penghasilan (PPH Pasal 21) : Rp.25.818.650 - Rp.25.000.000, = Rp.818.650 x 5% : Rp. 40.932,50 Dibulatkan menjadi………………………………………… : (Rp. 40.900),Jumlah Penerimaan Setelah Pajak : Rp.25.777.750,(Dua puluh lima juta tujuh ratus tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus lima puluh rupiah)
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Berdasarkan dari perhitungan uang pesangon dan jasa AR di ketahui bahwa dalam penghitungan pesangon dan jasa PT.umada hanya menggunakan upah pokok sebagai dasar perhitungannya. Menuruat ketentuan Pasal 157 ayat (1) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas : a. Upah pokok b. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh. Perhitungan Pesangon dan jasa, menurut ketentuan Pasal 157 ayat (1) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :
Perincian Perhitungan Pesangon PT.Umada Sesuai ketetapan Pasal 156 UU No.13 Thn 2003 Nama Tenaga Kerja
: AR
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Pekerjaan Tanggal Masuk Kerja Status Keluar Tanggal/ Bulan Berhenti Kerja Lamanya Masa kerja Gaji Pokok Tunjangan
: Bag.Pembukuan : 01 Januari 1997 : PHK : 30 Desember 2008 : 11 Tahun : Rp.1.020.500,: Rp 275.000,-
Upah Sebulan
: Rp.1.295.500,-
Uang Pesangon : Masa Kerja 11 Tahun = 9 Bulan Gaji x 2 = Rp.1.295.500,- x 18
: Rp.23.319.000,-
Uang Penghargaan Masa Kerja : Masa Kerja 11 Tahun = 4 Bulan Gaji x 1 Sub Jumlah ……………………………………………..
: Rp. 5.182.000,: Rp.28.501.000,-
Penggantian Fasilitas ( Perumahan dan Kesehatan = 15%) Perumahan = 10% x Rp,28.501.000,: Rp. 2.850.100,Kesehatan = 5% x Rp.22.451.000,: Rp. 1.425.050,Sisa cuti yang belum di jalani :Jumlah Penerimaan Sebelum Pajak : Rp.32.776.150,(Tiga puluh dua juta tujuh ratus tujuh puluh enam ribu seratus lima puluh rupiah ) Perhitungan Pajak Penghasilan (PPH Pasal 21) : Rp 32.776.150 - Rp.25.000.000, = Rp.7.776.150 x 5% : Rp. 388.807,50 Dibulatkan menjadi………………………………………… : (Rp. 388.800),Jumlah Penerimaan Setelah Pajak : Rp.32.387.350,(Tiga puluh dua juta tiga ratus delapan puluh tujuh ribu tiga ratus lima puluh rupiah)
18.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Karena Pengusaha PT.Umada melaksanakan sendiri Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja maka Pengusaha berkewajiban untuk memberikan perawatan kesehatan kepada Pekerja dan keluarganya yang diatur sebagai berikut : a.
Selama hubungan kerja berlaku, Pekerja beserta tanggungannya memperoleh perawatan kesehatan dari Perusahaan/ Dokter yang ditunjuk oleh Perusahaan. Perusahaan menanggung biaya rawat jalan dan rawat inap bagi pekerja beserta tanggungannya pada klinik pengobatan/ Rumah sakit/ Dokter yang ditunjuk oleh Perusahaan, kecuali ditentukan lain oleh Perusahaan atau atas izin Perusahaan.
b.
Pekerja dan setiap anggota keluarganya diwajibkan tunduk kepada perawatan Dokter, dalam hal ini pemeriksaan dan perawatan oleh seorang Dokter yang ditunjuk pengusaha atau oleh Dokter Perusahaan.
c.
Yang berhak memperoleh perawatan kesehatan ialah : 1. Pekerja sendiri (pekerja pria/ wanita). 2. Tanggungan pekerja (istri tidak bekerja dan anak-anak yang masih dalam tanggungan).
d.
Jika pekerja wanita yang sedang menjalani cuti bersalin jatuh sakit, maka ia hanya berhak atas upah menurut peraturan cuti bersalin. Jika setalah cuti bersalin ia menurut keterangan Dokter Perusahaan belum dapat melaksanakan pekerjaannya disebabkan sakit yang tidak ada hubungannya dengan bersalin, maka, bantuan hari-hari sakit berlaku padanya.
e.
Jika Istri Pekerja terdesak hendak melahirkan anak dan memakai bidan yang terdekat, maka perusahaan membayar kembali biayanya meksimum sebesar tarif
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
yang berlaku pada PUSKESMAS/ RSU Pemerintah/ Rumah sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan. f.
JIka pekerja yang sedang menjalani cuti berada diluar perkebunan, jatuh sakit, dapat berobat ke Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah/ PUSKESMAS dengan biaya yang ditanggung oleh Perusahaan maksimum setara dengan Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan.
g.
Jika pekerja/ anggota keluarga pekerja yang menurut sifat penyelidikan perlu berobat diluar daerah dan menurut Dokter Perusahaan memerlukan penjagaan, maka Pengusaha berkewajiban menyediakan seorang perawat untuk penjagaan tersebut.
h.
Anak pekerja yang disebabkan pendidikannya di Perguruan Tinggi terpaksa bertempat tinggal di luar perkebunan dan setahu Perusahaan, diberi kelonggaran berobat di Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah/ PUSKESMAS yang biayanya ditanggung oleh Perusahaan maksimum setara dengan Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan.
i.
Biaya perawatan ibu dan anak sewaktu melahirkan anak ke 4 (empat) dan seterusnya ditanggung oleh Perusahaan, sedangkan biaya perawatan anak selanjutnya ditanggung oleh pekerja.
j.
Ongkos angkutan pekerja dan tanggungannya yang pergi berobat ke Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan, ditanggung oleh Perusahaan kecuali Perusahaan menyediakan sarana angkutannya.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
k.
Ketentuan-ketentuan yang tertera dalam ayat a sampai dengan h, tersebut diatas dikecualikan terhadap penyakit kelamin dan sejenisnya dan/atau penyakit yang ternyata diakibatkan oleh perbuatan pekerja sendiri dan tanggungannya, misalnya usaha bunuh diri, mabuk, psikotropika/ narkoba, termasuk akibat perbuatan/ perlakuan bunuh diri pekerja dan tanggungannya. Pekerja dan tanggungannya yang mengalami kecelakaan lalulintas karena tidak memenuhi peraturan lalulintas, biaya pengobatan dan perawatannya tidak menjadi tanggungan perusahaan. PT.Umada dalam pelaksanaan fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pegawainya disamping mendirikan klinik kesehatan dilingkungan Perusahaan yang di kepalai oleh seorang Bidan dan seorang Mantri, juga mengadakan perjanjian-perjanjian kerja sama dengan dua rumah sakit, yaitu rumah sakit Metodis dan rumah sakit Imelda, dengan menunjuk seorang Dokter Perusahaan yang cakupan pelayanannya sesuai dengan ketentuan diatas.
19. Perawatan Gigi. a. Jika seorang Pekerja atau seorang anggota keluarganya harus mengalami perawatan gigi oleh karena sakit (abses) dan gigi harus dicabut atau diplombir dengan bahan amalgam atau selikat (bukan logam mulia) menurut pertimbangan Dokter Perusahaan maka biaya-biaya sehubungan dengan perawatan itu ditanggung oleh Pengusaha. b. Pemasangan gigi palsu (prothese) atau biaya-biaya lainnya tidak berhubungan langsung dengan sakit gigi tidak ditanggung oleh Pengusaha, terkecuali jika
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
sebelumnya telah dibicarakan dengan dan mendapat persetujuan tertulis dari Pengusaha. c. Untuk pengawasan yang diperlukan, dalam rekening biaya-biaya untuk keperluan perawatan gigi harus dimuat perincian (spesificatie) dari perawatan dan biaya. 20.
Pemberian kacamata. Pemberian kacamata kepada pekerja adalah berdasarkan pendapat Dokter Perushaan serta sifat pekerjaan dari yang bersangkutan. Pembiayaan kacamata diatur sebagai berikut : a. Harga lensa kacamata (standar) dan gagang (standar) yang dibeli untuk pertama kali atas resep Dokter Perusahaan atau Dokter yang ditunjuk oleh Dokter Perusahaan, ditanggung oleh Pengusaha paling banyak Rp.350.000,- ( tiga ratus lima puluh ribu rupiah ). b. JIka atas petunjuk Dokter sebagai dimaksud dalam sub a ayat ini harus diadakan penukaran lensa kacamata, maka harga lensa kacamata juga merupakan tanggungan Pengusaha paling banyak Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah). c. Harga yang ditentukan pada sub a dan b, diatas setelah satu tahun terhitung tanggal Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ini dapat ditinjau kembali. d. Pada pembelian berikutnya (dengan alasan apapun), harga gagang ditanggung seluruhnya oleh Pekerja yang bersangkutan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
e. Ketentuan-ketentuan tentang pembelian kacamata ini hanya berlaku untuk Pekerja sendiri.
21. Perumahan. a. Selama berlangsung hubungan kerja, Pengusaha menyediakan perumahan dengan cuma-cuma kepada Pekerja yang memenuhi syarat kesehatan dan kelayakan menurut petunjuk Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. b. Pengusaha diperkenankan setiap waktu menunjuk perumahan lain yang sederajat sebagai pengganti perumahan yang disediakan oleh Perusahaan. c. Jika Perusahaan belum sanggup menyediakan perumahan, maka kepada Pekerja yang bersangkutan yang menjadi kepala keluarga diberikan tunjangan sewa rumah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari upah uang setiap bulan. d. Pekerja berkewajiban menempati dan menjaga rumah yang disediakan baginya sebaik mungkin, sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan pengusaha berkenaan dengan itu dan Pengusaha akan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang patut diperbaiki. e. Tanpa izin Pengusha Pekerja tidak diperkenankan membuat bangunan tambahan dan/ atau merobah bentuk rumah yang disediakan baginya. f. Pada waktu hubungan kerja berakhir pekerja harus mengosongkan rumah yang disediakan baginya serta mengembalikan rumah dan halaman berikut
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
tumbuhan yang ada dalam keadaan baik dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah putusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja karena pensiun atau meninggal dunia pengosongan rumahnya diberi tempo paling lama
3
(tiga)
bulan
dan
perusahaan
memberikan
bantuan
pemindahannya. 54 22. Piagam Penghargaan. Dalam upaya menghargai prestasi kerja para buruh/pegawai yang telah dengan setia memberikan sumbangsi tenaga dan pikirannya kepada perusahaan, Perusahaan memberikan piagam penghargaan dan hadiah uang kepada Pekerja yang telah mempunyai masa kerja terus-menerus tanpa terputus diperusahaan yang sama. Pemberian hadiah tersebut adalah masa kerja 25 (dua puluh lima ) tahun diberikan minimal 2 (dua) bulan upah, setiap penambahan masa kerja 5 (lima) tahun diberikan 1 (satu) bulan upah. 55 23.
Jaminan Hari Tua. 1. Perusahaan PT.Umada menyelenggarakan program Dana pensiun bagi pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). 2. Ketentuan Program pensiun atau Jaminan Hari Tua yang berlaku bagi pekerja adalah sebagai berikut : 2.1. Hak Atas Pensiun. 56
54
Hal ini sebagaimana di atur dalam, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008, halaman 25. 55 Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008, Op.Cit, halaman 28. 56 A.Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, halaman 148. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
a. Hak atas pensiun diperoleh jika pada waktu pemutusan hubungan kerja pekerja sudah mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun. b. Pada waktu pemutusan hubungan kerja sudah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan masa kerjanya sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun. c. Setelah mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun ia kemudian diberhentikan oleh pengusaha bukan karena kesalahannya sendiri atau berhenti atas kehendak sendiri karena suatu alasan mendesak yang disebabkan oleh pengusaha. Adapun perhitungan, Pensiun yang dilakukan di PT.Umada terhadap pegawainya dalah sebagai berikut :
Perincian Perhitungan Uang Pensiun Nama Tenaga Kerja Pekerjaan Tanggal Masuk Kerja Status Keluar Tanggal/ Bulan Pensiun Lamanya Masa kerja Gaji Pokok Tunjangan Tetap
: SK : Bag.Transportasi : 01 Januari 1980 : Pensiun : 30 Desember 2008 : 28 Tahun : Rp.1.720.000,: Rp 350.000,-
Dasar Perhitungan Pensiun : Upah Sebulan
: Rp.2.070.000,-
Persentase Perhitungan Pensiun : Untuk Masa Kerja 30 Tahun
: 60%
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Masa Kerja dijalani 28 Tahun Kekurangan 2 Tahun
: 57,50 % : 2,50%
Persentase Pensiun
: 57,50%
Perolehan Pensiun per Bulan : Pensiun Pokok 57,50% x Rp.2.070.000, Nilai catu beras bagi pensiunan 16 Kg x Rp.5.500,-
: Rp.1.190.250,: Rp. 88.000,-
Perolehan Pensiun per Bulan Bayar sekali gus (tebas) 60 Bulan x Rp.1.278.250,
: Rp. 1.278.250,: Rp.76.695.000,-
Sisa Cuti Belum dijalani
:-
Jumlah Penerimaan Sebelum Pajak : Rp.76.695.000,(Tujuh puluh enam juta enam ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah) Perhitungan Pajak Penghasilan (PPH Pasal 21) : Rp 76.695.000 - Rp.25.000.000, = Rp.51.695.000,5% x 25.000.000,: Rp.1.250.000,10% x 1.695.000,: Rp. 169.500,Jumlah Pemotongan Pajak………………………………… : (Rp.1.419.500),Jumlah Penerimaan Setelah Pajak : Rp.75.275.500,(Tujuh puluh lima juta dua ratus tujuh puluh lima ribu lima ratus rupiah)
2.2. Hak Atas Pensiun Cacat. Hak atas pensiun cacat diperoleh pekerja yang mempunyai masa kerja sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun, jika menurut keterangan Dokter yang ditunjuk oleh pengusaha tidak mampu melakukan pekerjaan yang layak baginya, kecuali : a. Jika ketidak mampuannya untuk melakukan pekerjaan itu disebabkan olehnya sendiri dengan sengaja. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
b. Jika ia menerima pensiun dari Pengusaha yang sama menurut ayat 2.1. diatas. 2.3.Hak Atas Tunjangan Janda. a. Yang berhak atas tunjangan janda ialah wanita yang ditinggal mati oleh : - Seorang pensiunan atau seorang pensiun cacat. -
Seorang pekerja yang meninggal dunia dan mempunyai hak pensiun atau pensiun cacat.
b.
Tunjangan janda tidak dibayarkan, jika janda yang bersangkutan bekerja pada Pengusaha yang sama atau menerima pensiun atau pensiun cacat dari Pengusaha yang sama.
c.
JIka terdapat lebih dari seorang janda, maka yang mempunyai hak atas tunjangan janda ialah janda yang terlama menikah dengan pekerja.
2.4. Dasar Pensiun dan Pensiun Cacat. Yang dipakai sebagai dasar pensiun dan pensiun cacat ialah jumlah rata-rata dari nilai catu beras bagi pekerja sendiri dalam 1 (satu) bulan selama 2 (dua belas) bulan terakhir dari masa kerjanya ditambah upah uang pekerja sendiri bulan terakhir dari masa kerjanya. 2.5. Besarnya Pensiun dan Pensiun Cacat. 1. Besarnya pensiun dan pensiun cacat sebulan adalah sebagai berikut : a. Bagi yang sudah mempunyai masa kerja 30 tahun sebesar 60% (enam puluh perseratus) dari dasar pensiun dan pensiun cacat.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
b. Bagi masa kerja kurang dari 30 tahun maka 60% (enam puluh perseratus) tersebut dikurangi dengan 11/4% (satu seperempat perseratus) buat tiaptiap tahun masa kerja, sehingga mencapai minimum 30%. (tiga puluh perseratus). c. Bagi masa kerja lebih dari 30 tahun maka 60% (enam puluh perseratus) tersebut ditambah dengan 11/2% (satu setengah perseratus) buat tiap-tiap tahun masa kerja, sehingga mencapai miksimum 70%. (tujuh puluh perseratus) 2.
Besarnya uang pensiun atau pensiun cacat dibayar dengan perhitungan rupiah bulat, pecahan rupiah dibulatkan keatas menjadi satu rupiah.
3.
Tunjangan janda besarnya 50% (lima puluh perseratus) dari : a.
Uang pensiun suaminya yang sewaktu meninggal adalah seorang pensiunan.
b.
Uang pensiun suaminya yang sewaktu meninggal adalah seorang pekerja dan telah mempunyai hak pensiun.
c.
Uang pensiun cacat dari suaminya yang sewaktu meninggal adalah seorang pensiunan cacat.
d.
Uang pensiun cacat yang diterima suaminya jika suami tersebut pada waktu meninggal mempunyai hak pensiun cacat.
2.6. Awal dan akhir dari hak pensiun atau pensiun cacat. a. Hak atas pensiun atau pensiun cacat mulai berlaku sejak ditetapkannya hak pensiun atau pensiun cacat. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
b. Hak atas pensiun atau pensiun cacat berakhir : a. Jika seorang pensiunan meninggal, pada akhir bulan meninggalnya. b. Jika seorang pensiunan dipekerjakan kembali, pada hari sebelum ia dipekerjakan kembali. 2.7. Awal dan akhir dari hak atas tunjangan janda. Tunjangan janda mulai berlaku pada ke esokan harinya pembayaran upah uang pensiun atau uang pensiun cacat kepada suami yang meninggal dihentikan. 2.8. Tunjangan janda berakhir pada akhir bulan janda itu menikah lagi atau meninggal. Jika ia menikah lagi maka kepada janda itu diberikan pembayaran sekaligus sebesar 5 (lima) bulan tunjangan pembayaran Pensiun, Pensiun cacat dan Tunjangan Janda. Pensiun cacat dan tunjangan janda dinyatakan dapat dibayar pada akhir tiap bulan yakni untuk pertama kali pada akhir bulan mulai berlaku hak bersangkutan. 2.9. Ketentuan-ketentuan Tata Usaha. a. Jika timbul keragu-raguan mengenai umur pekerja, maka umur pekerja itu ditentukan oleh panitia yang terdiri dari Serikat Pekerja Pengusaha dan Pemerintah setempat. b. Mengenai ketentuan-ketentuan Dokter yang dimaksud dalam ayat 2.2 untuk yang bersangkutan terbuka kemungkinan minta banding pada Dewan Penguji Kesehatan asal saja permintaan banding diajukan dalam waktu 2 (dua) minggu sesudah keterangan tersebut diberitahukan kepada yang bersangkutan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
c. Kepada yang berhak diberi surat bukti dimana disebut tanggal mulai berlakunya dan besarnya pensiun, pensiun cacat atau tunjangan janda. 2.10. Akibat Keuangan. Baik pensiun, pensiun cacat maupun tunjangan janda akan dibiayai seluruhnya oleh Pengusaha sehingga untuk keperluan tersebut, dari pekerja tidak ditagih pembayaran iuran apapun. 2.11. Ketentuan-ketentuan Umum. a. Hak atas pensiun, pensiun cacat dan tunjangan janda tidak dapat diserahkan kepada orang lain. b. Hak atas pensiun, pensiun cacat dan tunjangan janda yang telah dinyatakan dapat dibayar, menjadi batal, apabila pembayaran tersebut tidak diambil oleh yang bersangkutan selama 2 (dua) tahun. c. Apabila terdapat kesepakatan antara Pengusaha dengan Pekerja dimana Pekerja menginginkan untuk dibayar secara sekaligus (pensiun tebas) pensiun, pensiun cacat atau tunjangan jandanya, maka pengusaha membayarkannya sebesar 60 (enam puluh) bulan dari besarnya pensiun, pensiun cacat dan tunjangan janda. 57
57
Bandingkan dengan ketentuan Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah : Hak yang diperoleh buruh menurut ketentuan pada Pasal 156 ayat (2), Uang pesangon : - Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu bulan upah. - Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah. - Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (dua) bulan upah. - Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah. - Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah. - Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah. - Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (dua) bulan upah. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2.12. Disamping uang pensiun/ tunjangan janda, Pengusaha memberikan bantuan beras sejumlah 8 (delapan) Kg per jiwa dengan maksimum 16 (enam belas) Kg setiap bulan. 2.13. Bantuan pengobatan rawat jalan kepada pensiunan dan istrinya serta penerima tunjangan janda ditanggung oleh Perusahaan. Khusus bagi pensiunan, istri dan penerima tunjangan janda yang sakit dan oleh Dokter perusahaan atau Dokter yang ditunjuk oleh Perusahaan dinyatakan perlu mendapat rawat inap (opname) di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan, maka biaya rawat inap (opname) tersebut ditanggung sepenuhnya oleh Perusahaan. 24.
Uang Pisah. 1. Uang Pisah diberikan kepada Pekerja yang putus hubungan kerjanya disebabkan hal-hal dibawah ini :
- Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah. - Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 9 (sembila) bulan upah. Hak yang diperoleh buruh sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), uang penghargaan masa kerja : - Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah. - Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah - Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan. Upah. - Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (dua) bulan upah. - Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah. - Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu tahun, 7 (tujuh) bulan upah. - Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat tahun, 8 (dua) bulan upah. - Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
a. Pekerja yang putus hubungan kerjanya karena kesalahan berat 58 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Pekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 162 ayat (3) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. c. Pekerja yang putus hubungan kerjanya karena mangkir 5 (lima) hari berturut-turut, yang dikualifikasikan mengundurkan diri sebagaimana diatur dalam Pasal 168 ayat (3) Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 58
Lihat pula ketentuan dalam Pasal 161 ayat (1-2) Undang-undang No.13 Tahun 2003, Jika seorang Pekerja/ buruh melakukan pelanggaran yang atur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/ buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Bahwa masing-masing surat peringatan dapat diterbitkan secara berturutan atau tidak, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dalam hal surat peringatan diterbitkan secara berurutan, maka surat peringatan pertama berlaku untuk jangka 6 (enam) bulan. Apabila pekerja/ buruh melakukan kembali pelanggaran ketentuan dalam perjanajian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama masih dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan, maka pengusaha dapat menerbitkan surat peringatan kedua, yang juga mempunyai jangka waktu berlaku selama 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya. Peringatan kedua, apabila pekerja/ buruh masih masih melakukan pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat menerbitkan peringatan ketiga (terakhir) yang berlaku selama 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya peringatan ketiga. Apabila dalam kurun waktu peringatan ketiga pekerja/ buruh kembali melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Dalam hal jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan pertama sudah terlampaui, maka apa bila perkerja/ buruh yang bersangkutan melakukan kembali pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka surat peringatan yang diterbitkan oleh pengusaha adalah kembali sebagai peringatan pertama, demikian pula berlaku juga bagi peringatan kedua dan ketiga. Perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dapat memuat pelanggaran tertentu yang dapat diberikan peringatan pertama dan terakhir. Apabila pekerja/ buruh melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dalam tenggang waktu masa berlakunya peringatan pertama dan terakhir dimaksud, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Tenggang waktu 6 (enam) bulan dimaksud sebagai upaya mendidik pekerja/ buruh agar dapat memperbaiki kesalahannya dan disisilain waktu 6 (enam) bulan ini merupakan waktu yang cukup bagi pengusaha untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pekerja/ buruh yang bersangkutan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2. Besarnya Uang Pisah adalah sebagai berikut : a. Masa Kerja kurang dari 3 (tiga) tahun tidak memperoleh uang pisah. b. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun Rp. 650.000,- (enam ratus lima puluh ribu rupiah). c. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun Rp. 900.000,- (Sembilan ratus ribu rupiah). d. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima puluh ribu rupiah) e. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun Rp. 1.700.000,- (satu juta tujuh ratus ribu rupiah). f. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun Rp. 1.950.000,- (satu juta Sembilan ratus lima puluh ribu rupiah). g. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 20 (dua puluh) tahun Rp. 2.200.000,- (dua juta dua ratus ribu rupiah). h. Masa kerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih, Rp. 2.750.000,- (dua juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). i. JIka pekerja yang bersangkutan berhak atas pensiun, maka kepadanya tidak diberikan uang pisah. 59
59
Hal ini sesuai dengan ketentuan, Perjanjian Kerja Bersama, BKSPPS, Medan, 2008, halaman, 36. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di PT.Umada, apa yang dinamakan Bipartit yaitu perundingan antara pekerja dan pengusaha telah berjalan dengan baik dimana hal-hal yang belum cukup diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama, mereka rundingkan secara Bipartit kemudian hasil perundingan dimajukan kepada menejemen Perusahaan guna mendapat pertimbangan dan keputusan dalam penyelesaiannya/ pelaksanaannya.
BAB III PENERAPAN SANKSI HUKUM DALAM PERJANJIAN KERJA BERSAMA YANG TELAH DISEPAKATI
A. Kebebasan Membuat Perjanjian Kerja Bersama Hubungan kerja senantiasa terjadi di masyarakat, baik secara formal maupun informal, dan semakin intensif didalam masyarakat modern. Di dalam hubungan kerja memiliki potensi timbulnya perbedaan pendapat atau bahkan konflik. Untuk mencegah timbulnya akibat yang lebih buruk, maka perlu adanya pengaturan di dalam hubungan kerja ini.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Pencapaian tujuan perusahaan bisa terwujud bila hubungan industrial berjalan harmonis. Untuk mencapainya, manajemen PT Umada secara aktif menampung aspirasi karyawan lewat PKB. Perjanjian tersebut juga dibuat sebagai perwujudan kesungguhan perusahaan perkebunan ini meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Perusahaan dan karyawan sejatinya adalah sebuah simbiosis mutualisme. Saling membutuhkan dan seiring sejalan menggerakkan langkah hingga mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai hubungan yang dinamis, harmonis, dan berkeadilan ini tak pelak diperlukan rambu dan koridor sehingga kedua belah pihak bisa mengayunkan langkah bersama. Pemerintah sendiri dalam Undang-Undang No. 13/2003 dan dalam Kepmennakertrans Nomor 48/MEN/IV/2004 mengamanatkan perusahaan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dirumuskan bersama dengan karyawan yang diwakili oleh serikat pekerja. ”Peran PKB dalam sebuah hubungan industrial itu sangat penting,” kata Arnold Hutauruk, Manajer PT. Umada di ruang kerjanya. Dalam pandangannya, PKB sangat diperlukan bukan hanya oleh karyawan tetapi juga oleh perusahaan sebagai pegangan dalam menjalankan fungsinya masing masing. Ia menjelaskan, pihak manajemen PT Umada adalah salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit, melihat era keterbukaan dan kebebasan dalam budaya kerja semakin dinamis. ”Kami melihat era keterbukaan dan kebebasan saat ini sebagai sesuatu yang bisa diambil positifnya,” ungkapnya. Karena itu cara terbaik yang dipilih perusahaan adalah melakukan adaptasi. Pasalnya, semangat pencapaian tujuan secara kolektif memerlukan keterbukaan, transparansi, dan komunikasi yang dinamis. Ia berpendapat melalui keterbukaan maka objektif perusahaan bisa dimengerti dan dipahami secara Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
lebih baik oleh karyawan sampai ke level yang paling bawah. Sementara kebebasan yang ada bisa diarahkan untuk mendorong munculnya pemikiran-pemikiran baru yang
tajam
dan
berani
dalam
rangka
meningkatkan
kinerja
perusahaan.
PKB sendiri pada dasarnya adalah perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha bersama-sama dengan serikat pekerja/serikat buruh yang mengatur berbagai aspek kehidupan dalam lingkup organisasi perusahaan dengan acuan Undang-undang Ketenagakerjaan. Menurutnya, pembuatan PKB sejatinya untuk mewujudkan hubungan kerja yang serasi antara anggota serikat pekerja dengan perusahaan. ”Sehingga tercipta suasana kerja yang mendukung pencapaian target operasional,” katanya. PKB juga dibuat sebagai perwujudan kesungguhan perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Diakuinya, pada dasarnya pihak manajemen adalah juga karyawan. Tetapi dalam hal hubungan industrial, di PT.Umada pihak manajemen adalah wakil perusahaan sehingga manajemen tidak menjadi anggota serikat pekerja. Menurut Arnold Hutauruk, antara Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan Perusahaan (PP) tidak ada posisi yang lebih ditinggikan. Hanya saja PP dibuat oleh perusahaan tanpa melibatkan serikat pekerja. Isi PP umumnya normative, sedangkan PKB karena dibuat oleh perusahaan bersama serikat pekerja, umumnya sudah di atas normatif. Dalam perjalanannya bisa dibilang bahwa PKB merupakan PP yang ditingkatkan dengan menyerap lebih banyak aspirasi dari karyawan. Manajer PT.Umada ini menjelaskan pembuatan PKB di PT.Umada sendiri dilakukan lewat tiga tahapan. Pada tahap pertama atau tahap persiapan, masing-masing pihak menunjuk tim perunding yang kemudian membahas tata tertib dan usulan materi Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
perundingan. Setelah itu pada tahap kedua atau tahap perundingan, kedua tim merundingkan secara langsung materi perundingan yang sudah disepakati. “Apabila diperlukan pada tahap ini bisa dihadirkan staf ahli Departemen Tenaga Kerja untuk memberikan
saran
dan
arahan,”
tuturnya.
Tahap
terakhir
adalah
tahap
pengesahan/pendaftaran. Isi kesepakatan didaftarkan ke Departemen Tenaga Kerja untuk diperiksa dan ditetapkan. Implementasinya dimulai sejak tanggal perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berunding. Selama pembuatan PKB, Manajer PT.Umada ini mengaku tidak ada hambatan yang signifikan. “sampai saat ini belum ada hambatan yang berarti pada setiap pembuatan PKB, ” ujar Manajer ini. “Umumnya perundingan bisa diselesaikan dalam dua atau tiga hari saja. Kami sangat bangga dengan hal ini karena merupakan cerminan hubungan kerja yang harmonis dan berjalannya komunikasi antara manajemen dengan karyawan,” tambahnya. Menurut Arnold Hutauruk, keharmonisan dalam hubungan industrial bisa diciptakan oleh perusahaan dengan menumbuhkan kepercayaan dari karyawan bahwa manajemen adalah pihak yang paling memikirkan peningkatan kesejahteraan seluruh karyawan. Ini bisa dimulai dengan menjalankan PKB dan kebijakan perusahaan lainnya yang berkaitan dengan kekaryawanan secara adil dan konsekuen, demikian penjelasan Arnold Hutauruk. ”Kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang tercantum dalam PKB sebisa mungkin pemenuhannya tidak mengalami hambatan,” imbuhnya. Dalam kaca matanya, keberpihakan manajemen pada karyawan harus juga diperlihatkan dalam beberapa keputusan yang bernuansa finansial. Misalnya, Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
persentase kenaikan gaji di setiap awal tahun memiliki ketentuan sebagai berikut : manajemen lebih rendah dibanding persentase kenaikan level di bawahnya. ”Sebagai wakil perusahaan, manajemen harus aktif mencari pemikiran dan terobosan baru terhadap hal yang bisa meningkatkan kesejahteraan karyawan melalui kontribusi karyawan itu sendiri,” tuturnya. Seperti, meningkatkan rentang nilai skema bonus produksi dengan memasukkan faktor- faktor yang dipengaruhi kinerja karyawan baik individu maupun kelompok. 60 Perjanjian Kerja Bersama atau PKB sebelumnya dikenal juga dengan istilah KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) / CLA (Collective Labour Agreement) adalah merupakan perjanjian yang berisikan sekumpulan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak yang merupakan hasil perundingan antara Pengusaha, dalam hal ini diwakili oleh Managemen Perusahaan dan Pekerja yang dalam hal ini diwakili oleh Serikat Pekerja, serta tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1 undang-undang No.13 tahun 2003 Point 21. PKB dibuat dengan melalui perundingan antara managemen dan serikat pekerja / serikat buruh. Kesemua itu untuk menjamin adanya kepastian dan perlindungan di dalam hubungan kerja, sehingga dapat tercipta ketenangan kerja dan berusaha. Lebih dari itu, dengan partisipasi ini juga merupakan cara untuk bersamasama memperkirakan dan menetapkan nasib perusahaan untuk masa depan. PKB di PT Umada Medan yang berlaku saat ini adalah merupakan PKB periode ke 9 yang berlaku untuk tahun 2008-2010, terdaftar pada Dinas Sosial Tenaga 60
Hasil wawancara penulis dengan Ketua SPSI PT.Umada Juni 2009.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Kerja dan Transmigrasi RI di Jakarta nomor Kep.239/M/BW/1998. PKB saat ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja. PKB juga merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk menjalankan hubungan industrial, dimana sarana yang lain adalah serikat pekerja, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perusahaan, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. C. Sanksi Hukum Dalam Perjanj Kerja Bersama. 1. Bagi Karyawan/ Buruh. Dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia masalah Perjanjian Kerja Bersama atau yang biasa kita kenal dengan sebutan PKB telah diatur dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam prakteknya, persyaratan kerja diatur dalam bentuk perjanjian kerja yang sifatnya perorangan. Perjanjian kerja ini dibuat atas persetujuan pemberi kerja dan pekerja yang bersifat individual. Pengaturan persyaratan kerja yang bersifat kolektif dapat dalam bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Beberapa sanksi hukum yang secara tegas telah diatur dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, antara lain mengenai mogok kerja, menurut ketentuan Pasal 140 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
ketenagakerjaan sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat: a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja. b. tempat mogok kerja. c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja. d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan harus ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja. Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara : a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi. b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Sanksi hukum lainnya yang diatur dalam undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan kepada karyawan/ buruh adalah mengenai Pemutusan hubungan kerja karena alasan pekerja/ buruh telah melakukan kesalahan berat. Ketentuan lama yang diatur dalan Pasal 158 undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut : a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan. b. memberikan
keterangan
palsu atau
yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan. c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja. d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja. e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja. f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya ditempat kerja. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara. j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Ketentuan Pasal 158 ayat (1) ini telah dibatalkan pada tanggal 7 (tujuh) Januari 2005 dengan Surat Edaran Menteri tenagakerja dan transmigrasi Republik Indonesia Nomor : SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005. Dengan ketentuan ini pengusaha yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan pekerja/ buruh melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), maka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hanya dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada Pasal 161 ayat (1) dinyatakan dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Pada ayat (2) dinyatakan, Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ketentuan Pasal 164 ayat (1) Undang-undang No.13 tahun 2003 menyatakan bahwa Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Pengusaha
dapat
melakukan
pemutusan
hubungan
kerja
terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Pasal 165 Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Disamping ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 tersebut di PT.Umada dalam memberikan sanksi pada Pekerja/ buruh antara lain sebagai berikut : Pekerja yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) akan diberikan teguran secara lisan oleh bagian Sumber Daya Manusia Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
(SDM), jika kejadian yang sama terulang kembali maka, kepada pekerja/ buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama yang berlaku selama 6 (enam) Bulan. Jika pekerja/ buruh yang bersangkutan mengulangi kembali melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dalam kurun waktu kurang dari 6 (enam) Bulan, maka kepada pekerja/ buruh yang bersangkutan diberikan lagi peringatan kedua dan ketiga. Jika masih melakukan pelanggaran kembali pekerja/ buruh yang bersangkutan dapat diputus hubungan kerjanya oleh pengusaha. 61 Sanksi lain yang tidak diatur dalam ketentuan Undang-undang No.13 Tahun 2003 yang diterapkan di PT.Umada adalah, bahwa kepada pekerja/ buruh yang mendapat surat peringatan, pada waktu penerimaan bonus yang biasanya dilakan di PT.Umada pada Bulan April setelah selesai audit yang dilakukan akuntan publik kepada perkerja/ buruh yang mendapat surat peringatan tersebut akan diberikan lebih rendah dibandingkan dengan pekerja/ buruh yang mempunyai prestasi baik. Demikian pula dalam penentuan persentase kenaikan upah, bagi perkerja yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) akan memperoleh persentase kenaikan upah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja/ buruh yang menunjukkan prestasi yang baik dan memuaskan. Dengan adanya sanksi yang diberlakukan tersebut diharapkan pekerja/ buruh dapat memotifasi para pekerja/ buruh untuk dapat melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya. 61
Hal ini sesuai denga ketentuan Pasal 161 Undang-undang No.13 Tahun 2003.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2. Bagi Pengusaha. Pelaksanaan PKB adalah wujud nyata usaha
dalam mencapai hubungan
industrial yang baik. Di PT Umada, hal ini adalah merupakan tanggung jawab bersama antara Pengusaha dan Pekerja. Setiap individu harus dapat memahami isi PKB tersebut. Ketentuan-ketentuan yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maupun aturan- aturan lain yang ada, wajib untuk dilaksanakan. Sanksi bagi pengusaha jika tidak mengindahkan aturan ini antara lain yang terdapat dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 antara lain sebagai berikut : 1. Ketentuan Pidana Ketentuan Pidana dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan antara lain terdapat pada Pasal 74 yang menyatakan : (1). Siapa pun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaanpekerjaan terburuk. (2). Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud ayat (1) meliputi : a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya. b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian. c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit rupiah)
dan
paling
banyak
Rp.200.000.000,00
Rp.500.000.000,00
(lima
ratus
(dua ratus juta juta
rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. 62 Pada Pasal 167 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : (1). Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat(4). (2). Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam Program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata lebih Kecil dari pada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2)
dan
uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. 62
Pasal 183 Undang-undang No.13 tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
(3). Dalam hal pengusaha telah mengikut sertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iuran/preminya dibayar oleh pengusaha dan
pekerja/buruh,
maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha. 63 (4). Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat
diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. (5). Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang
mengalami
pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
63
Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 167(3) Undang-undang No.13 Tahun. 2003.Tentang Ketenagakerjaan. Contoh ayat ini adalah : Misalnya uang pesangon yang seharusnya diterima pekerja/ buruh adalah Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan besarnya jaminan pensiun menurut program pensiun adalah Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah) serta dalam pengaturan program pensiun tersebut telah ditetapkan premi yang ditanggung oleh pengusaha 60% (enam puluh perseratus) dan oleh pekerja/ buruh 40% (empat puluh perseratus), maka : - Perhitungan hasil dari premi yang sudah dibayar oleh pengusaha adalah : sebesar 60% x Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah). - Besarnya santunan yang preminya dibayar oleh pekerja/ buruh adalah sebesar 40% x Rp.6.000.000,= Rp.2.400.000,- Jadi, kekurangan yang masih harus dibayar oleh Pengusaha sebesar Rp.10.000.000,- dikurangi Rp.3.600.000,- = Rp.6.400.000,- Sehingga uang yang diterima oleh pekerja/ buruh pada saat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pensiun tersebut adalah : ∗ Rp 3.600.000,- (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 60% dibayar oleh pengusaha). ∗ Rp 6.400.000,- (berasal dari kekurangan pesangon yang harus dibayar oleh pengusaha). ∗ Rp 2.400.000,- (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 40% dibayar oleh pekerja/ buruh). Jumlah Rp 12.400.000,- (dua belas juta empat ratus ribu rupiah).
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
156 ayat (4). (6). Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun sanksi hukum terhadap pelanggaran Pasal 167 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah sebagai berikut : (1). Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.100.000.000.00
(seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah). (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Ketentuan Pasal 42 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 64 (2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing. (3) Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai 64
Perlunya pemberian izin penggunaan tenagakerja warga Negara asing dimaksudkan agar penggunaan tenaga kerja warganegara asing dilaksanakan secara selektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
pegawai diplomatik dan konsuler. (4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. (5) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (6) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang masa
kerjanya
habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya. Pasal 68 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : Pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Pasal 69 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak
berumur antara 13 (tiga belas) tahun melakukan
pekerjaan
sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk
ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental, dan sosial. (2) Pengusaha
yang mempekerjakan
anak
pada pekerjaan ringan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. izin tertulis dari orang tua atau wali; b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
e. keselamatan dan kesehatan kerja; f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, b, f dan g di
kecualikan
bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya. Pasal 80 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : Pengusaha wajib memberikan
kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh
untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. 65 Pasal 82 Undangundang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. 66 (2) Pekerja/buruh perempuan
yang mengalami
keguguran
memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau
kandungan
berhak
sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan atau bidan. Pasal 90 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Kentenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Pengusaha
dilarang membayar
upah lebih rendah
dari upah
minimum
65
Yang dimaksud dengan kesempatan secukupnya yaitu : menyediakan tempat untuk melaksanakan ibadah yang memungkinkan pekerja/ buruh dapat melaksanakan ibadahnya secara baik, sesuai kondisi dan kemampuan perusahaan. 66 Lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. (2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan. (3) Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan KeputusanMenteri. Pasal 160 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak
wajib
membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang
menjadi
tanggungannya
dengan
ketentuan
sebagai
berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah; b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah; c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus)
dari
upah; d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50%
(lima puluh perseratus)
dari upah. (2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib. (3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan mestinya
karena dalam
proses
perkara
pekerjaan sebagaimana
pidana sebagaimana
dimaksud
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
pada ayat (1). (4) Dalam hal
pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam)
bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berakhir dan
dinyatakan
maka
tidak
bersalah,
pengusaha
wajib
pekerja/buruh mempekerjakan
pekerja/buruhkembali. (5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan
pemutusan
hubungan
kerja kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan. (6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan
industrial. (7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). Pasal 185
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan
menyatakan : (1). Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal
160 ayat (4) dan ayat (7),
dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
denda paling
sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
paling
banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Ketentuan mengenai mogok kerja diatur pada Pasal 137 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sebagai berikut : Mogok kerja
sebagai hak
dasar pekerja/ buruh
dan serikat pekerja/serikat
buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya 67 perundingan. Pasal 138 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : (1) Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum. (2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1),
dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut. Menurut ketentuan Pasal 35 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Kentenagakerjaan menyatakan : (1). Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana
penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
67
Yang dimaksud dengan gagalnya perundingan dalam pasal ini adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian hubungan industrial yang dapat dibebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami jalan buntu. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 44 Undang-undang
No. 13 Tahun
2003 tentang
ketenagakerjaan
menyatakan bahwa : (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib mentaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku. 68 (2) Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 45
Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentang
ketenagakerjaan
menyatakan bahwa : (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib: a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing. b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi
tenaga kerja Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing. (2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja
68
Menurut penjelasan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja warga Negara asing antara lain pengetahuan, keahlian, keterampilan di bidang tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris. Pasal 71 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.69 (2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi syarat : a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah. (3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 76 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18
(delapan belas) tahun
dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00. (2) Pengusaha dilarang
mempekerjakan
pekerja/buruh perempuan hamil yang
menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya
maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul
69
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak umumnya muncul pada usia ini tidak terhambat. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
07.00. (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 wajib: a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh
perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 5.00. (5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan
Keputusan Menteri. Pasal 78
Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentan
ketenagakerjaan
menyatakan bahwa : (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat: a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur. (3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. (4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Pasal 79 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. (2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama
4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 (satu) hari
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya
12 (dua belas)
minggu;
hari kerja
setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang
telah bekerja
selama
perusahaan yang sama dengan
6 (enam) tahun secara terus-menerus pada ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak
berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. (3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian
kerja,
peraturan perusahaan, atau
perjanjian
kerja bersama. Untuk PT.Umada pelaksanaan istirahat tahunan ini diatur di pasal
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
III Perjanjian Kerja Bersama. (4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu. (5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan keputusan Menteri. Pasal 85 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : (1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi. (2) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. 70 (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur. (4) Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 140 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : (1) Sekurang-kurangnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja
70
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melayani kepentingan dan kesejahteraan umum. Disamping itu untuk pekerjaan yang karena sifatnya dan jenis pekerjaannya tidak memungkinkan pekerjaan itu dihentikan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
dilaksanakan, pekerja/buruh dan
serikat
pekerja/serikat
buruh
wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. (2) Pemberitahuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat: a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja; b. tempat mogok kerja; c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. (3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan anggota serikat pekerja/serikat dimaksud pada ayat (2)
oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi
buruh, maka
pemberitahuan
sebagaimana
ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang
ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja. (4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara : a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Pasal 144 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : Terhadap mogok kerja
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang: a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau b. Memberikan
sanksi
atau tindakan
pekerja/buruh dan pengurus serikat
balasan dalam bentuk apapun kepada
pekerja/serikat buruh selama dan sesudah
melakukan mogok kerja. Pasal 187 Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentang
ketenagakerjaan
menyatakan : (1). Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,00
(seratus juta
rupiah). (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 78 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa : Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat: a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur. (3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. 71 (4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 188 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : (1). Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2), Pasal 38 ayat (2),
Pasal 63
ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108
ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, pidana denda paling
sedikit
dan
Pasal 148,
Rp.5.000.000,00
dikenakan sanksi
(lima juta rupiah)
dan
paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2). Tindak
pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan tindak
pidana pelanggaran.
71
Ketentuan yang dimaksud sektor usaha atau pekerjaan tertentu dalam ayat ini misalnya misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Pasal
189
Undang-undang
No.
13
Tahun
2003
tentang
ketenagakerjaan menyatakan : Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha
membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau
pekerja/buruh. 1. Sanksi Administratif Pasal 190 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : (1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran
ketentuan-ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 5, Pasal 6,
Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106,
Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-undang No.13 tahun 2003 serta peraturan pelaksanaannya. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran; b. peringatan tertulis; c. pembatasan kegiatan usaha; d. pembekuan kegiatan usaha; e. pembatalan persetujuan; f. pembatalan pendaftaran; g. penghentian sementara sebahagian atau seluruh alat produksi; h. pencabutan ijin. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Dari hasil penelitian yang penulislakukan pada PT.Umada, dimana para pekerja yang telah bekerja rata-rata lebih dari 10 (sepuluh) tahun diperusahaan ini pada umumnya telah menjalankan perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dinas tenagakerjaan dan transmigrasi Propinsi Sumatera Utara kususnya yang membidangi syarat-syarat kerja secara berkala melakukan monitoring/ pemeriksaan tentang norma-norma kerja yang diterapkan di PT.Umada. Sejak perusahaan berdiri sampai saat ini PT.Umada belum pernah terjadi masalah yang signifikan ataupun mendapat sanksi yang berat sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Beberapa anjuran yang pernah diberikan oleh Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi pada PT.Umada umumnya merupakan saran untuk lebih meningkatkan kesejahteraan buruh/ pekerja. Disamping ketentuan-ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif yang terdapat pada Undang-undang ketenagakerjaan tersebut, sanksi lain bagi pengusaha yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berlaku yaitu, mengingat perusahaan adalah merupakan sumber pendapatan bagi pekerja dan keluarganya, jika pekerja/ buruh merasa tidak mendapatkan kenyamanan dan serba kekurangan dalam kehidupannya, pekerja tersebut tidak akan dapat bekerja secara maksimal, yang hal ini tentunya sangat berpengaruh pada prestasi kerjanya serta berpengaruh pula pada tingkat pencapaian kemajuan perusahaan serta tingkat keuntungan yang akan dicapai oleh perusahaan. Pekerja/ buruh yang tidak mendapatkan haknya secara penuh, akan Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
selalu berusaha untuk menuntut haknya kepada pihak perusahaan, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan melakukan mogok kerja bahkan demonstrasi serta berusaha mendapatkan/ mencari perusahaan lain yang lebih menjanjikan. Hal ini tentunya sangat merugikan perusahaan, dimana untuk mendapatkan pekerja/ buruh yang terampil tidaklah mudah, hal ini membutuhkan waktu yang lama dan dengan biaya yang tidak pula murah. Jika pekerja/ buruh yang telah menguasai pekerjaannya dengan baik, pergi begitu saja meninggalkan perusahaan tentunya akan menyulitkan pihak menajemen dalam mencapai tujuannya. Untuk menghindari hal-hal seperti ini pihak manajemen PT.Umada memberikan penghargaan bagi pekerja/ buruhnya yang mempenyai prestasi baik dan memuaskan dalam mengemban tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan secara berlaka menbuat acara wisata bersama.
C. Sarana Menciptakan Hubungan Industrial Yang Harmonis Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran perundang-undangan ketenagakerjaan. Pekerja/buruh dan serikat Pekerja/ serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan, sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
anspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Sedangkan pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi meciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan
kesejahteraan
pekerja/buruh
secara
terbuka,
demokratis,
dan
berkeadilan. Hubungan industrial dapat dilakukan melalui berbagai sarana antara lain, Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, Organisasi Pengusaha, Lembaga Kerjasama Bipartit, Lembaga Kerjasama Tripartit, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerjasa Bersama, Peraturan
Perundang-undangan
Ketenagakerjaan
dan
Lembaga
Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. Selanjutnya akan diuraikan berbagai sarana tersebut yaitu sebagai berikut : 1. Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Serikat Pekerja/ Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh
dan
keluarganya.
Setiap
pekerja/buruh
berhak
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud di atas, serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok. Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan. 2. Organisasi Pengusaha. Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Keberadaan organisasi pengusaha dimaksudkan untuk memperjuangkan kepentingan
pengusaha
dalam
rangka
melindungi
iklim
investasi
dan
terselenggaranya proses produksi yang aman dan lancar. Untuk saat ini, organisasi pengusaha yang mewakili pengusaha di bidang ketenagakerjaan dan Lembaga Kerjasama Tripartit adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Lembaga Kerjasama Bipartit Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. Lembaga kerja sama bipartit berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan. Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. 4. Lembaga Kerjasama Tripartit Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah. Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan. Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi dan Kabupataen/Kota; dan Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh. 5. Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
Ketentuan-ketentuan
pokok
mengenai
ketenagakerjaan/ perburuhan diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain UU tersebut, beberapa ketentuan mengenai hal-hal yang terkait dengan ketenagakerjaan antara lain UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU Nomor 7 tahun 1981 tentang Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. Pelaksanaan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. 6. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 2004.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
BAB IV PENGAWASAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA DI PT.UMADA MEDAN
A. Pengawasan Ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan adalah suatu sistem pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan ketenagakerjaan. Sistem ini adalah suatu tata jaringan yang terdiri dari unsur (sub sistem) yang mana satu dengan yang lainnya saling berkaitan, ketergantungan dan saling berhubungan dalam mencapai tujuan. Dalam hubungan sistem pengawasan ketenagakerjaan ini terdapat beberapa sub sistem, yaitu pola pendidikan, operasional, ketatalaksanaan serta mekanisme operasional pengawas ketenagakerjaan. Pola pendidikan menyediakan pengawas ketenagakerjaan, baik umum maupun spesialis. Sedangkan pola operasional, merupakan pengaturan interaksi antar pegawai pengawas. Kemudian ketatalaksanaan merupakan pendukung administrasi pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Ada pun mekanisme operasional pengawasan adalah, urutan pemeriksaan atau pengawasan perusahaan di lapangan. Keseluruhan pola tersebut antara pola yang satu dengan pola yang lainnya saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Katakanlah pola operasional tidak dapat berjalan apabila pola pendidikan sebagai sarana pengadaan pegawai pengawas tidak diselenggarakan karena tidak ada pegawai pengawas yang mengoperasikan sistem. Begitu seterusnya.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Dengan demikian tidak berjalannya dengan baik salah satu sub system, akan berakibat tidak berjalannya system itu sendiri. Kaitannya dengan pengawasan ketenagakerjaan adalah perusahaan dan tenaga kerja. Untuk dapat terlaksananya 2 (dua) obyek tersebut secara baik maka pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagai pegangan adalah sistem pengawasan yang berkaitan dengan mekanisme operasional pengawasan ketenagakerjaan. Berdasarkan temuan di lapangan, masalah lowongan kerja, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sebagai seorang pegawai pengawas ketenagakerjaan yang memahami akan sistem pengawasan, temuan-temuan tersebut akan ditidaklanjuti dengan cara mendistribusikan ke Subdit (tingkat pusat). Ditemukannya lowongan akan didistribusikan ke bagian lowongan kerja. Sedang kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Pekerja Daerah (P4D). Begitu selanjutnya, tergantung temuan yang didapat di lapangan. Sedangkan kasus yang berkaitan dengan pengawasan, misal upah lembur diselesaikan oleh pegawai pengawas yang bersangkutan. Kemudian untuk kasus-kasus yang belum ada pengaturannya didistibusikan ke biro hukum guna pembahasan lebih lanjut untuk diterbitkan undang-undang atau peraturan lainnya. Di sinilah bagi para pegawai pengawas ketenagakerjaan dituntut suatu kemauan akan pelaksanaan system pengawas ketenagakerjaan. Bila ini dipenuhi maka pegawai pengawas sebagai ujung tombak, mata hukum (law of eyes) serta sumber data akan terwujud.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Dasar hukum pengawasan ketenagakerjaan adalah Undang-undang nomor.3 Tahun 1951 tentang pengawasan perburuhan dan Undang-undang nomor.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Dalam Undang-undang dimaksud telah diatur fungsi pengawasan sebagai berikut : a. Mengawasi berlakunya peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. b. Mengumpulkan bahan-bahan ketenagakerjaan tentang hubungan kerja dalam arti seluas-luasnya termasuk menyelami keinginan masyarakat, guna membuat peraturan baru. c. Menjalankan pekerjaan lain yang diserahkan kepadanya dengan Undang-undang atau
peraturan
lainnya.
Secara
universal
maksud
dan
tujuan
utama
dilaksanakannya pengawasan ketenagakerjaan adalah untuk ikut menciptakan keadilan sosial. Dengan demikian wilayah kerja pengawasan ketenagakerjaan termasuk dalam bidang kemanusiaan. Agar
pengawasan
ketenagakerjaan
dapat
dilaksanakan
secara
maksimal, terdapat 5 (lima) prinsip dasar yang harus diperhatikan, kelima prinsip dasar dimaksud adalah : 1. Pengawasan Ketenagakerjaan merupakan fungsi dari Negara. Oleh karena itu Negara bertanggung jawab menyusun system Pengawasan Ketenagakerjaan yang lengkap dan baik. 2. Pengawas ketenagakerjaan harus bekerjasama secara erat dengan pengusaha dan pekerja.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
3. Pengawas ketenagakerjaan harus bekerjasama dengan institute lain seperti lembaga riset, perguruan tinggi maupun lembaga yang bertanggung jawab dalam jaminan sosial. 4. Pengawas ketenagakerjaan harus berorientasi pada pendekatan pencegahan (prevention). 5. Cakupan inspeksi bersifat universal. 72 Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, peranan pengawasan ketenagakerjaan menjadi semakin sangat penting, strategis dan mempunyai tanggung jawab moral serta beban tugas yang cukup berat. Berdasarkan penelitian yang punulis lakukan di PT.Umada Pengawasan ketenagakerjaan di lakukan dengan pendekatan persuasive edukatif (prepentif) tanpa meninggalkan tindakan represip justitia, sebagaimana pula diterapkan untuk seluruh perusahaan swasta lainnya di Indonesia. 73 Namun perlu diakui bahwa filosofi dan konsepsi pengawasan ketenagakerjaan yang terkandung dalam undang-undang ketenagakerjaan belum dikembangkan secara maksimal dalam suatu system yang lengkap dan komprehensif. Sistem pengawasan ketenagakerjaan yang telah berhasil dikembangkan di Indonesia baru memuat pokok-pokok. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan antara lain dilakukan dengan sistem berikut : 1. Personil Sumber Daya Manusia (SDM) Pengawas ketenagakerjaan
72 73
Richthoven, Labour inspection, 2002 Penjelasan umum Undang-undang Nomor. 3 tahun 1952.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Agar dapat mempertahankan sekaligus meningkatkan kualitas pengawasan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat industri, diperlukan personil pengawasan yang mampu menjawab setiap tantangan ketenagakerjaan, untuk itulah perlu pengawasan ketenagakerjaan itu diketahui secara manajerial. Pengelolaan secara manajement dibidang personil Sumber Daya Manusia (SDM) terdiri dari : a. Rekruitmen Rekruitmen dilakukan melalui seleksi sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. b. Pendidikan dan latihan. Pendidikan dan latihan merupakan suatu proses untuk memperoleh kompetensi sesuai dengan standart yang telah ditentukan (umum atau spesialis) c. Penempatan. Penempatan yang bersangkutan disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah. 2. Kelembagaan Pengawas Ketenagakerjaan. Di dalam penjelasan umum Undang-undang nomor.3 Tahun 1952 dikemukakan bahwa pengawasan perburuhan merupakan suatu institusi yang sangat penting dalam membuat keputusan atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan secara efektif dan efisien. 74 3. Operasional Pengawasan Ketenagakerjaan. Operasional pengawasan ketenagakerjaan merupakan mekanisme. Prosedur dan tata kerja pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan yang diperlukan agar
74
Konvensi ILO. nomor.81 Tahun 1947.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
pengawasan ketenagakerjaan dapat menjalankan fungsi dan tugasnya. Cakupan operasional pengawasan ketenagakerjaan meliputi : a. Pemasyarakatan Norma Ketenagakerjaan. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk sosialisasi melalui berbagai kesempatan dan media, sosialisasi dilakukan agar masyarakat industri dapat mengetahui dan memahami norma ketenagakerjaan sehingga diharapkan mampu melaksanakan peraturan perundang-undangan ditempat kerjanya.
b. Penerapan Norma Ketenagakerjaan Dalam penerapan norma ketenagakerjaan dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Tindakan Preventif Edukatif Kegiatan preventif edukatif ini dilakukan melalui pemeriksaan, pengujian, bimbingan tehnis atau konsultasi setelah mendapat informasi pengaduan atau karena pelaksanaan pemeriksaan rutin sesuai dengan yang direncanakan. Upaya ini diarahkan pada pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan oleh masyarakat industri dengan cara-cara yang efektif dan efisien sedemikian rupa sehingga ketenangan bekerja dan berusaha, peningkatan produktivitas dan kesejahteraan dapat terwujud. Pada umumnya tindakan preventif menghasilkan nota pemeriksaan, penetapan atau rekomendasi dan cara-cara yang efektif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut. Tindakan preventif pada Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
umumnya
dilakukan
pada
setiap
kunjungan
aparat
pengawasan
keperusahaan/tempat kerja baik dalam rangka pemeriksaan/pengujian atau pada kesempatan lain dalam bentuk bimbangan teknis. 2. Tindakan Preventif Non Justitial Apabila dalam tempo sesuai dengan yang telah ditentukan dalam nota pemeriksaan atau penetapan ataupun rekomendasi ternyata pihak yang diwajibkan tidak melakukan kewajiban, maka akan diadakan upaya pemaksaan di luar lembaga peradilan hingga yang bersangkutan menyadari kekeliruannya dan membuat surat pernyataan untuk itu.
3. Tindakan Represif Justitial Apabila ada kasus-kasus tertangkap tangan yang sifatnya mendesak atau pemaksaan diluar lembaga peradilan menurut hukum harus diambil tindakan represif justitial, maka hal itu harus dituangkan dalam bentuk risalah yang menggambarkan suatu dugaan telah terjadi pelanggaran dan disusun dalam bentuk laporan kejadian. Setelah dilakukan proses penyidikan terhadap dugaan pelanggaran tersebut, maka baik terbukti maupun tidak terbukti terhadap pelanggaran tersebut harus dibuat pernyataan untuk hal tersebut sebagai kesimpulan penyelidikan yang dilakukan. Khusus terhadap dugaan pelanggaran yang dapat dibuktikan, maka terhadap pihak yang melanggar harus diambil tindakan hukum melalui mekanisme yang sesuai dengan Undang-undang Nomor.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
c. Pengembangan Pengawasan Ketenagakerjaan. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya terpadu dengan melibatkan dan memberdayakan masyarakat yang diposisikan sebagai pihak ketiga agar dapat membantu pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan yang memenuhi tuntutan yuridis dan kompetensi yang dibutuhkan. Pihak ketiga tersebut dapat diposisikan sebagai kader atau agen ataupun pihak yang mampu membantu dan melakukan kontrol sosial terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenakerjaan seperti selama ini telah dilakukan oleh kader norma ketenagakerjaan, ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), kelompok masyarakat Peduli, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lain-lain dengan harapan agar masyarakat industri secara mandiri dapat melaksanakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. 4. Ketata Laksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan Ketatalaksanaan
merupakan
kegiatan
penunjang
pengawasan
ketenagakerjaan berupa pengadministrasian yang mencakup kegiatan registrasi, pembentukan jaringan informasi dan dokumentasi serta pelaporan hasil pengawasan baik bersifat individual maupun laporan unit.
B. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan. 75 Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan dipimpin oleh seorang Kepala Subdinas yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada 75
Sumber Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara.2009.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Kepala Dinas. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyusun pedoman dan petunjuk teknis penyelenggaraan pengawasan ketejenagakerjaan dan perlindungan tenaga kerja, melaksanakan pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja, norma keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan kerja dan jaminan sosial tenaga kerja. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas,Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai fungsi : a. Pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja serta norma jaminan sosial tenaga kerja. b. Pembinaan dan pengawasan norma keselamatan kerja. c. Pembinaan dan pengawasan norma kesehatan dan lingkungan kerja. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan terdiri dari : a. Seksi Pengawasan Norma Kerja. b. Seksi Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. c. Seksi Pengawasan Lingkungan Kerja.
Tiap Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnnya bertanggung jawab kepada Kepala Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai berikut : A. Seksi Pengawasan Norma Kerja. Seksi Pengawasan norma kerja bertugas :
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
a. Menyusun pedoman dan petunjuk teknis pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan
fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja serta
norma jaminan sosial tenaga kerja. b. Melakukan inventarisasi data laporan ketenagakerjaan dari perusahaan. c. Melakukan pembinaan dan pengawasan norma kerja,
penyelenggaraan
fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja serta norma jaminan sosial tenaga kerja. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin kerja wanita pada malam hari dan perusahaan yang melakukan kerja lembur.
e. Melakukan pengawasan norma kerja khususnya tenaga kerja wanita, anak dan orang muda.
f. Menyusun dan menyiapkan bahan serta rencana kerja pegawai pengawas norma kerja. 2. Seksi Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. a. Menyusun pedoman dan petunjuk teknis pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja. b. Melaksanakan pengawasan kesehatan norma keselamatan kerja.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
c. Melaksanakan pengawasan, pemeriksaan dan penelitian terhadap penggunaan pesawat uap, bejana tekan, mekanik, listrik, kebakaran, konstruksi bangunan serta alat-alat kerja lainnya dan memproses ijin penggunaannya. d. Membantu pelaksanaan tugas komisi keselamatan dan kesehatan kerja daerah. e. Menyusun dan menyiapkan bahan serta rencana kerja pegawai pengawas kesehatan dan keselamatan kerja. f. Melakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap panitia keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3). 3. Seksi Pengawasan Lingkungan Kerja. a. Menyusun pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan peraturan lingkungan kerja. b. Melakukan pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja, serta pemeriksaan terhadap pemakaian alat pelindung diri bagi tenaga kerja. c. Melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
perusahaan
yang
memproduksi penggunaan bahan kimia berbahaya. d. Melakukan pengawasan terhadap perusahaan jasa tenaga kerja dan tempat penampungan calon tenaga kerja. e. Menyusun dan menyiapkan bahan serta rencana kerja pegawai pengawas lingkungan kerja. C. Kendala yang dihadapi dalam Pengawasan Ketenagakerjaan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Kondisi ketenagakerjaan saat ini meskipun secara kualitatif dapat dikatakan sudah makin membaik, namun masih banyak masalah yang harus segera dilakukan terutama dalam manajemen pengawasan ketenagakerjaan. Salah satu permasalahan yang mencuat adalah rendahnya kuantitas dan kualitas pengawas ketenagakerjaan. Untuk mengawasi 207.433 perusahaan rasio idealnya dibutuhkan 4.149 orang, namun saat ini hanya tersedia 1.846 orang pengawas dan 505 Pegawai Pengawas Negeri Sipil (PPNS) Ketenagakerjaan. 76 Revitalisasi Pengawasan Ketenagakerjaan yang dicanangkan Menakertrans sejak tahun 2007 berisikan 6 (enam) sasaran pokok yang meliputi : 1. Penurunan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebanyak 50 %. 2. Peningkatan kepesertaan Jamsostek l2 juta orang. 3. Berkurangnya pekerja anak sebanyak 10.000 orang, 4. Menurunkan pelanggaran ketenagakerjaan 20 %, 5. Peningkatan efektivitas pengawasan di 122 kabupaten/kota. 6. Peningkatan peranserta masyarakat. 77 Untuk mewujudkan 6 (enam) sasaran pokok revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan tersebut, dibutuhkan kerjasama erat dengan berbagai pihak terkait, diantaranya dengan Kepolisian dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam mengemban fungsi penegakan hukum serta asosiasi pengusaha, Serikat Buruh/ Pekerja, institusi lain seperti lembaga riset dan perguruan tinggi dalam mendukung
76 77
serta program
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ Ibit
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan. Selain itu dibutuhkan pula kerjasama dan peranserta Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kebijakan sesuai amanat Otonomi Daerah. 78 Keberadaan pengawas ketenagakerjaan di PT.Umada mempunyai peranan yang
penting
dalam
penerapan
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
ketenagakerjaan yang adil dan seragam secara nasional, bersikap profesional, tidak memihak dalam menegakkan hukum di bidang ketenagakerjaan serta memberikan pelayanan yang terbaik bagi pengusaha, pekerja/buruh dan masyarakat pada umumnya. Dengan dilaksanakannya revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap hukum ketenagakerjaan. Selain itu juga dapat terciptanya ketenangan bekerja dan berusaha, tercapainya efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, perluasan kesempatan berusaha, berkurangnya pengangguran dan meningkatnya pendapatan masyarakat serta menguatnya komitmen nasional pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang disepakati oleh Pemangku Kepentingan, sehingga para buruh dan karyawan yang bekerja di PT.Umada Medan juga dapat menikmatinya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 78
Hal ini sesuai dengan PP 38 Tahun 2007 yang mengamanatkan Pengawasan ketenagakerjaan merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan di tingkat Provinsi, Kabupaten dan kota sesuai dengan standar dan norma yang telah ditatapkan perundang-undangan.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Syarat-syarat kerja dan hak-hak normatif dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah merupakan pegangan/ pedoman bagi pengusaha dan pekerja guna lebih menjamin kelancaran hubungan yang harmonis serta terciptanya hubungan kerjasama yang serasi, selaras dan seimbang antara Pimpinan Perusahaan dengan para pekerja/ buruh ataupun karyawannya. Tidak semua aturan-aturan ketenagakerjaan yang dibutuhkan telah diatur di dalam Undang-undang ketenagakerjaan yang telah ada. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang baik dan benar adalah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dirundingkan atas dasar keterbukaan secara total dan kemauan yang iklas dari Pengusaha dan Pekerja/ buruh ataupun serikat perkerja. 2. Bagi Pengusaha yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku saat ini, khusus undangundang
No.13
Tahun
2003
tentang
ketenagakerjaan
serta
peraturan
pelaksanaannya akan berhadapan dengan hukum. Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif diatur pada Pasal 183 sampai dengan Pasal 189 undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan Pasal 190 mengatur tentang sanksi administratif. Monitoring terhadap pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan yang diterapkan di perusahaan agar tetap diintensifkan, secara berkala.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
3.
Pengawasan Peraturan
terhadap pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan
perundang-undangan
dibidang
ketenagakerjaan
serta
peraturan
pelaksanaannya mutlak harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan pengusaha maupun pekerja/ buruh.
Kendala
terbesar bagi Dinas tenagakerja dan transmigrasi dalam melakukan pengawasan ketenagakerjaan adalah minimnya jumlah pegawai pengawas yang menyebabkan kurang intensifnya pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan. Rendahnya kompetensi pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat berakibat pengawas tersebut memberikan informasi yang salah dalam menafsirkan Pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang ketenagakerjaan ketika melakukan monitoring terhadap perusahaan dimana hal ini dapat merugikan kedua belah pihak. B. Saran - saran Adapun hal-hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Syarat-syarat Kerja dan hak-hak normatif yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ada di PT.Umada telah telah sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang ada bahkan telah diatur beberapa hak non Normatif pekerja/ buruh, hendaknya hal ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Pada masa kedepan aspek-aspek tenagakerja/buruh agar lebih banyak diatur di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
2. Pengusaha dan pekerja/buruh harus bersungguh-sungguh dalam melaksanakan hak-hak dan kewajiban masing-masing yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), maupun dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Mengintensifkan lembaga bipartite adalah salah satu upaya mencairkan kelukesah yang mungkin terjadi dalam hubungan kerja. Berunding/ musyawarah dan mufakat haruslah dipertahankan. Upaya mencari keadilan lewat pengadilan sedapat mungking harus dihindari, sebab mencari keadilan lewat peradilan pasti ada yang kalah dan ada yang menang dan hal itu merupakan awal penderitaan bagi yang kalah dan bukan kebanggaan bagi yang menang. 3. Disarankan kepada instansi yang membidangi syarat-syrat kerja dan hak-hak normatif agar terus meningkatkan kuantitas dan kualitas pegawai pengawasnya yang melakukan pengawasan dengan cara melakukan monitoring terhadap pelaksanaan syarat-syarat kerja dan hak-ham normatif. Kendala-kendala yang dihadapai hendaknya diselesaikan dengan cara memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Para pegawai atau pihak perantara yang diwakili oleh pihak Departemen tenagakerja dan transmigrasi harus bersifat netral kepada Perusahaan maupun kepada Pekerja jika terjadi perselisihan ketenakerjaan, sebab jika keberpihakan terjadi pada salah satu pihak akan merusak hubungan antara pengusaha ataupun pekerja dengan Departemen tenagakerja dan transmigrasi, yang salama ini telah berjalan dengan baik.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku - buku Benoe M Satryo Wibowo, Himpunan Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002. BKSPPS, Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, No. KEP. 75/ PHIJSK /PKKAD/2008. Perjanjian Kerja Bersama, Medan, 2008. Djimialdji FX, dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Cetakan Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1982. Darus Mariam Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung, Alumni, 1996. Fuady Munir, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bakti, 2001.
Citra Aditya
Gunawi Kartasapoetra, Pokok-pokok Hukum Perburuhan, Armico, Bandung, 1982. Ghofur Abdul Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2004. Husni Lulu, Pengantar Hukum Ketenaga Kerjaan Indonesia, PT.Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003. Halim A. Ridwan, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984. Kartasapoetra dkk, Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja, Cetakan Pertama, Amico, Bandung, 1982. Mulyono R, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Himpunan Undang-undang dan Peraturan, Gita Media, Jakarta, 2002. Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2004.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Subekti,R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2004. Supraba Sekarwati, Perancangan Kontrak, Bandung, 2001. Soebekti R, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003. Soebekti R, Aspek-aspek Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,1979. Subekti, R, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1996. Syaufii Syamsuddin, Mohd. Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005. Soepomo Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djembatan, Jakarta, 1983. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa,1996. Sofyan Effendi, Hukum Perburuhan di Indonesia, Kumpulan Lengkap Undangundang dan Peraturan, Cetakan Pertama, Jilid Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984. Suwarto, Buku Panduan Undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia, Depnakertrans Indonesia, Jakarta, 2003.
Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia, Jakarta, 2006. Sitotorus, Thoga M, Makalah Seminar Sehari : Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja di Perusahaan, Tiara Convention Center, Medan 8 Desember, 2008. Widjaya G Ray, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, Bekasi, 2004.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
Wiwoho Sedjono, Hukum Perjanjian Kerja, Cetakan Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1983. Zainal Asikin dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2002. ---------------------, PKB tahun 2008 – 2009 antara Badan Kerjasama Perusahaan Sumatera dengan Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Jakarta, 2008. ------------------------------, Lembaga Penelitian SMERU, Laporan Penelitian, Mei, 2002. B. Peraturan Perundang – undangan UUD 45 Kitab UU Hukum Perdata Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Bersama Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta, 2005. Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Jakarta, 2005. DEPNAKERTRANS Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor. KEP. 48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Jakarta, 2005. Konvensi ILO. nomor.81 Tahun 1947. Penjelasan umum Undang-undang Nomor. 3 tahun 1952.
C. Situs Internet Dwi Riyanto Agustiar, Pekerja Anak/Buruh Anak , http://www. tempointeraktif.
com/ hg/ nasional, di update 5 Mei 2009. http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com, di update 15 Mei 2009.
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com,di update 1 Juni 2009
Satiruddin Lubis : Analisa Hukum Pengaturan Syarat-Syarat Kerja Dan Hak-Hak Normatif Dalam Perjanjian Kerja Bersama Studi Pada PT.Umada Di Medan, 2009