MODEL SISTEM PERADILAN TERHADAP ANAK YANG ANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM UKUM DI BAPAS KOTA SURAKARTA (Melalui Pendekatan Diversi dan Restoratif Justice Justice)
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh: ASIKA MAHARGINI NIM: R 100 110 013
MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
i
HALAMAN PERSETUJUAN
MODEL SISTEM PERADILAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI BAPAS KOTA SURAKARTA (Melalui Pendekatan Diversi dan Restoratif Justice)
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh: ASIKA MAHARGINI NIM: R 100 110 013
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh: Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Supanto, SH., M. Hum.
Dr. Nurhadiantomo
i ii
HALAMAN PENGESAHAN
MODEL SISTEM PERADILAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI BAPAS KOTA SURAKARTA (Melalui Pendekatan Diversi dan Restoratif Justice) PUBLIKASI ILMIAH
Oleh: ASIKA MAHARGINI NIM: R 100 110 013
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Kamis, 6 Oktober 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji: 1. Prof. Dr. Supanto, SH., M. Hum. (Ketua Dewan Penguji)
( .............................................. )
2. Dr. Nurhadiantomo (Anggota I Dewan Penguji)
( .............................................. )
3. Wardah Yuspin, SH., M. Kn., Ph. D. (Anggota II Dewan Penguji)
( .............................................. )
Direktur,
Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati ii iiiii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi karya ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 27 Oktober 2016 Penulis
Asika Mahargini R100110013
iii iv
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH MODEL SISTEM PERADILAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI BAPAS KOTA SURAKARTA (Melalui Pendekatan Diversi dan Restoratif Justice) Asika Mahargini
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan wawasan tentang tugas dan wewenang Balai Pemasyarakatan (BAPAS), peran penting kerjasama antara BAPAS dengan lembaga-lembaga terkait, dan memberikan tawaran model tentang pola kerjasama antara BAPAS dengan lembaga tersebut, terkait dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Kota Surakarta dalam sistem diversi dan restorative justice. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan pendekatan yuridis sosiologis. Sumber data berasal dari data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumen. Metode analisis data menggunakan beberapa tahapan, mulai invertarisasi dan pengelompokan data, sampai dengan analisis data dan pengambilan simpulan. Hasil penelitian ini, antara lain 1) BAPAS Surakarta berperan dalam penanganan terhadap ABH, karena Pembimbing Kemasyarakatan (PK) mempunyai 3 peran yang melekat dalam proses penegakan hukum, yaitu Pra Ajudikasi, Ajudikasi, dan Post Ajudikasi, 2) BAPAS Surakarta melalui PK melaksanakan fungsinya sejak tersangka anak ditangkap polisi dan dibuatkan berita acara pemeriksaan hingga terdakwa anak diputus oleh hakim, dan 3) menjalankan secara konsisten Pasal 7 dan 8 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, agar terjadi sinergisitas antar aparatur hukum dalam mengatasi ABH, dengan tujuan terlaksananya pemulihan psikis, keamanan, perlindungan terhadap masa depan anak, tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat, dan anak mendapatkan keadilan restorative. Kata Kunci: Diversi, Restorative Justice, Anak yang Berhadapan dengan Hukum ABSTRACT This study aims to identify and provide insight about the duties and authorities of Correctional Center (CC), the important role of the cooperation between CC with related institutions, and offer a model of cooperation pattern between CC with related institution, associated with the handling of children dealing with the law (CDL) in Surakarta, inside diversion and restorative justice system. This is a qualitative research, with a sociological juridical approach. Source of data derived from secondary data and primary data. Method of data collection using observation, interviews, and document study. Method of data analysis using several stages, starting from inventory and grouping the data, unto data analysis and making conclusions. 1
The conclusions of this study, among others 1) Surakarta CC role in handling CDL, because the Community Supervisor (CS) has three roles in the law enforcement process, namely, Pre-Adjudication, Adjudication, and Post Adjudication, 2) Surakarta CC through CS carries out its functions since the suspected child being arrested by the police and reported for examination, unto decided by the judge, and 3) run consistently the Articles 7 and 8 of Statute No. 11 Year 2012 about the Children Criminal Justice System, in order to be synergy among the legal apparatus in overcoming CDL, aiming on the implementation of psychological recovery, security, protection of the child's future, not having discriminated in the community, and children get restorative justice. Keywords: Diversion, Restorative Justice, Children Dealing with the Law
1. PENDAHULUAN Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Juvenile Justice System adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasuskasus kenakalan anak. Pertama, polisi sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua, jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang juga akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Ketiga, Pengadilan Anak, tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Dan Keempat adalah Bapas tersebut bergerak sejak tahap penyelidikan, penyidikan hingga tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Berangkat dari pemikiran ini, maka tujuan sistem peradilan pidana anak terpadu lebih ditekankan kepada upaya pertama (resosialiasi dan rehabilitasi) dan ketiga (kesejahteraan sosial). Namun upaya yang lain diluar mekanisme pidana atau peradilan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya metode Diversi dan Restorative Justice. Penanganan perkara anak dalam UU SPPA memberi penguatan terhadap peran pemasyarakatan berada dalam keseluruhan penanganan anak yang
berkonflik
dengan
hukum
dalam
kaitan
dengan
pembinaan,
pembimbingan, pengawasan dan/ atau pendampingan. Disinilah maka, peran Balai Pemasyaraklatan (BAPAS), Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang akan dibentuk menjadi Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara (LPAN) yang nanti akan berubah 2
menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), sebagai Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan menjadi sangat penting dalam mendorong penanganan perkara anak melalui pendekatan restorative justice dan diversi. Perlindungan anak
melalui
perlakuan
khusus
tersebut
diperlukan
dengan
mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak, dimana anak adalah subyek dengan kebutuhan khusus dan berhak atas masa depannya. Berdasarkan fenomena demikian, Kota Surakarta merupakan salah satu Daerah Kabupaten Kota di Jawa Tengah yang dimana sistem peradilan pada anak yang terlibat tindak pidana telah menerapkan konsep diversi dan sistem peradilan restoratif. Sehingga Kota Surakarta merupakan salah satu kota layak anak yang dipilih Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan sejak 2006. Konsekuensinya, Pemkot Surakarta harus berupaya memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak yang berkonflik dengan hukum salah satunya dengan membentuk tim kerja untuk penerapan restorative justice. Penelitian ini bertujuan untuk: a) Mengukur dan mengetahui sejauhmana
tugas dan
wewenang BAPAS terkait dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum di Kota Surakarta dalam Sistem Diversi dan Restorative Justice; b) Pemaparan penjelasan mengenai pentingnya kerjasama antara BAPAS dengan Lembaga-Lembaga Terkait dalam penanganan anak yang Berhadapan dengan Hukum di Kota Surakarta dalam Sistem Diversi dan Restorative Justice;dan c) Memberikan tawaran Model tentang pola Kerjasama antara BAPAS dengan Lembaga-Lembaga Terkait di Kota Surakarta dalam Sistem Diversi dan Restorative Justice. 2. METODE Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang berusaha menginventarisasi bahan hukum (mengumpulkan, mengelompokkan dan mengklarifikasi) dalam rangka meneliti konsistensi dan sinkronisasi penerapan peraturan perundang-undangan dengan kenyataannya di lapangan mengenai penerapan konsep diversi serta Peraturan MA (Perma) Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang ditandatangani oleh Ketua MA Hatta Ali pada 24 Juli 2014.
3
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian Problematika sosial ekonomi masyarakat khususnya di perkotaan termasusk Kota Surakarta yang merupakan masyarakat perkotaan denga tingkat kepadatan penduduk yang signifikan akan memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Masyarakat perkotaan dengan kemajemukan yang tinggi dari sisi tingkat pendidikan, strata sosial, dan ekonomi berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan. Tingkat pendidikan yang dicerminkan dari lamanya seseorang menempuh jalur pendidikan formal telah memberikan sumbangan terhadap penguasaan atas ilmu pengetahuan teknologi. Dengan demikian, tingkat pendidikan secara tidak langsung akan membentuk watak dan perilaku masyarakat.
Karena dukungan
pengetahuan yang memadai, seseorang mampu menghindarkan diri dari perilaku-perilaku yang kontra produktif terhadap lingkungannya. Dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat di Kota Surakarta, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian masyarakatnya, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku social terutama bagi anak. Pondasi Sosial budaya Kota Srakarta yang sebenarnya dapat dikatakan “kokoh” tidak cukup kuat menopang lajunya berkembang dalam spektrum keterbukaan teknologi informasi modern di tengah-tengah gempuran budaya moderen termasuk wilayah Indonesia yang lain dapat terpengaruhi, sehingga budaya
moderen
dapat
menentukan
tinggi
rendahnya
moralitas
masyarakat. Dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi, dalam hal ini misalnya televisi yang antara lain adalah adanya tayangan-tayangan yang mengarah kepada pornografi maupun gaya hidup yang amoral, kehidupan matrealistis, tayangan kekerasan dll. Hal tersebut ditengarai sebagai pemicu meningkatnya kejahatan dalam bentuk lain di masyarakat dan tindak pidana asusila, terutama tindak pidana perkosaan, pelecehan seks hingga yang paling “biadab” adalah tindakan-tindakan amoral 4
tersebut akan dipraktekkan oleh
anak-anak. Atau dalam konteks ini,
“anak-anak tencam sebagai pelaku sekaligus sebagai korban dari kejahatan”. Pada kondisi seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak dan lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Dengan perubahan tata nilai sosiokultural masyarakat dan lingkungan keluarga tersebut berpengaruh terhadap pola perilaku masyarakat dan juga pada proses perkembangan anak. Hal tersebut, menyebabkan anak tersebut diharuskan berhadapan dengan
proses
hukum
yang
disamakan
dengan
orang
dewasa.
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor tersebut, yaitu dampak negatif perkembangan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perubahan cara hidup.1 Konsep Anak Berhadapan
dengan
Hukum
(ABH)
sendiri
bermula dari adanya konsep mengenai anak nakal sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Istilah ABH baru muncul ketika perspektif hak anak mulai banyak dipahami yang ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak nakal selanjutnya disebut sebagai ABH. Pasal 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa, “Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana”. Penelitian ini difokuskan pada ABH sebagai pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum. Jadi ABH yang dimaksud dalam penelitian adalah ABH adalah anak yang secara sengaja maupun tidak, harus berurusan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi ataupun pelaku (berkonflik) dengan hukum. Mengacu pada Komite Hak Anak PBB, ABH termasuk dalam salah satu kelompok Anak dalam Situasi Khusus yang membutuhkan 1
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademika Presindo, 1989. Hal. 2
5
penanganan
secara khusus.
Seorang
anak
dapat
masuk
dalam
kelompok rentan akibat tidak adanya kepedulian dari orang dewasa di sekitarnya yang memperhatikan hak-hak mereka. Dalam hal ini negara dibebani kewajiban untuk melakukan intervensi lebih dan tindakan yang berbeda demi mewujudkan terpenuhinya hak-hak anak, terlebih pada anak-anak berada pada situasi dan kondisi kelompok rentan.2 Perlindungan
bagi
ABH
dilakukan
dengan
mengupayakan
penahanan sebagai jalan akhir. Jika proses hukum terus berjalan maka perlindungan terhadap mereka dapat dilakukan berbasis masyarakat atau dalam istilah hukum disebut diversi dan
keadilan
restoratif
atau
Retorative Justice (RJ). Tujuannya untuk memulihkan hubungan antara korban dan pelaku berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dengan membuat kesepakatan melalui komunikasi terbuka antara ABH dan korban
serta keluarga masing-masing
yang melibatkan
para
ahli,
masyarakat, tokoh masyarakat, dan tokoh adat, serta penanganan kasus anak harus merupakan bagian dari program pencegahan anak menjadi ABH.3 Untuk pelaksanaan tujuan seperti yang dijelaskan di atas, maka sangat diperlukannya kerjasama seluruh lembaga yang terkait dan tentunya masyarakat. Dan salah satu lembaga yang paling memegang peranan penting dalam melindungi masa depan ABH adalah BAPAS. Keberadaan BAPAS seperti dihelaskan pada Pasal 1 angka 4 di rumuskan bahwa Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan
bimbingan
Klien
Pemasyarakatan.
Adapun
Klien
Pemasyarakatan dirumuskan sebagai seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS (Pasal 1 angka 9). Pembentukan Pos-pos BAPAS di Kabupaten/Kota sebagai upaya untuk mendekatkan jangkauan pelayanan, mempermudah akses dan
2
Yayasan Pemantau Anak, Bahan Masukan Draft Laporan Alternatif (Inisiatif) Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10): Praktek-Praktek Penanganan Anak Berkonflik Dengan Hukum Dalam Kerangka Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) Di Indonesia : Perspektif Hak Sipil Dan Hak Politik, 2010. Hal. 2-3 dalam www.hukumonline.com diakses Tgl 26 Juli 2015 Jam 23.15 3 Marlina. Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan: USU Press, 2012. Hal. 18-19
6
efisiensi pelayanan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Surakarta yang memiliki wilayah luas dan sulit untuk dijangkau. Selain itu Pos BAPAS akan sangat membantu apabila BAPAS induk mengalami keterbatasan SDM, sarana dan prasarananya dalam pelaksanaan pelayanan dan pembimbingan.
Kedepan
Pos-pos
BAPAS
ini diharapkan
akan
meningkatkan optimalisasi pelayanan dan pembimbingan yang dilakukan oleh BAPAS Surakarta.4 Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pemerintah Surakarta berkomitmen untuk memberikan perlindungan terhadap anak yaitu dengan membuat suatu kebijakan yang tertuang pada Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak. 3.2 Pembahasan Pelaksanaan sistem Pemasyarakatan mempunyai tujuan akhir yaitu terciptanya kemandirian warga binaan Pemasyarakatan atau membangun manusia mandiri. Sistem Peradilan pidana dalam kerangka sistem merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka menegakkan hukum pidana dan menjaga ketertiban sosial, dilaksanakan mulai kerja polisi dalam melakukan penyidikan peristiwa pidana, penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, Pemeriksaan perkara di pengadilan dan pelaksanaan hukuman di Lapas, Rutan dan Cabang Rutan. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut harus saling dukung mendukung secara sinergis hingga tujuan dari bekerjanya system peradilan pidana tersebut dapat dicapai. Berdasarkan data yang didapatkan dari Balai Pemasyarakatan Surakarta, diperoleh informasi bahwa peran Balai Pemasyarakatan dalam pembimbingan anak nakal dilakukan oleh petugas pembimbing kemasyarakatan (PK) dari Balai Pemasyarakatan yang memdampingi klien anak mulai dari penyidikan, penuntutan, persidangan, hingga pelaksanaan
putusan
hakim.
Pembimbing kemasyarakatan (PK)
mempunyai peranan strategis dalam penanganan terhadap ABH. Hal ini terjadi karena pembimbing kemasyarakatan mempunyai 3 (tiga) peranan 4
Heri Pamungkas, Mekanisme dan Uraian Tugas http://www.bapassolo.co.id/, diakses Tgl. 12 Juli, 2015, Jam 22.00
7
Pos
Bapas
dalam
yang melekat dalam mata rantai proses penegakan hukum, yaitu Pra Ajudikasi, Ajudikasi, dan Post Ajudikasi.5 Pembimbing membuatlaporan pemintaan
kemasyarakatan
hasil
penelitian
melaksanakan
tugasnya
kemasyarakatan
(Litmas)
untuk atas
pihak penyidik kepolisian. Hasil laporan penelitian
kemasyarakatan tersebut nantinya juga bermanfaat untuk membantu jaksa dalam membuat putusan
tuntutandam
terhadap
membantu
ABH. Dalam
hakim
membuat
dalam
laporan
membuat penelitian
kemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan berperan sangat strategis dan
penting
penelitian
di
sebagai
seorang peneliti.
lapangan,
mampu mencari data,
Dalam
melakukan proses
pembimbing kemasyarakatan dituntut untuk
fakta, dan informasi secara akurat, tepat, dan
objektif tentang latar belakang masalah dan pribadi anak nakal yang menjadi kliennya, keluarga dan lingkungan yang lebih luas dimana anak nakal tersebut bersosialisasi.6 Pembimbing Kemasyarakatan (PK), tidak sekedar hanya membuat hasil laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), namun lebih dari itu, seorang pembimbing kemasyarakatan harus bersikap profesional. Dengan hasil
penelitian
kemasyarakatan
yang
dibuatnya, harus mampu
melaksanakan seluruh perannya dalam sistem peradilan anak terpadu (Intregated Justice System), membuat saran terbaik bagi klien anak yang hanya ditujukan untuk kepentingan terbaik bagi klien anak dan memenjarakannya merupakan bagian akhir apabila usaha lain tidak bisa ditempuh lagi. Selanjutnya pembimbing kemasyarakatan dituntut untuk dapat menggerakkan hati klien anak yang ditanganinya sehingga timbul kesadaran diri klien anak tersebut dan dapat mengembalikan rasa percaya diri klien anak agar mampu kembali berintegrasi dengan masyarakat.7 Tugas pokok dari pembimbing kemasyarakatan yang menangani perkara anak adalah setelah ditunjuk oleh Kepala Balai Pemasyarakatan untuk menjadi pembimbing terhadap klien anak tersebut. Dengan 5
BAPAS Surakarta, data diambil tgl 26 Januari 2016 Ibid. 7 Ibid. 6
8
ditugaskannya pembimbing kemasyarakatan dalam menangani perkara klien anak, langkah pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan bahan untuk menyusun laporan penelitian kemasyarakatan (Litmas). Laporan penelitian kemasyarakatan tersebut dipergunakan untuk bahan persidangan perkara pidana dari klien anak tersebut, guna
menyusun
dakwaan oleh penyidik, menyusun tuntutan oleh jaksa penuntut umum, maupun bahan pertimbangan menjatuhkan putusan oleh hakim anak.8 Setelah penyusunan
laporan penelitian kemasyarakatan oleh
pembimbing kemasyarakatan telah selesai, maka selanjutnya laporan penelitian tersebut diserahkan kepada penyidik, penuntut umum anak, dan hakim pengadilan negeri yang khusus menangani perkara anak. Pada hari sidang klien anak yang telah kemasyarakatan
harus
dipanggil
ditentukan,
pembimbing
untuk mengikuti sidang
guna
mendampingi klien anak yang dibimbingnya. Setelah persidangan dibuka oleh hakim dan dinyatakan tertutup untuk umum, selanjutnya terdakwa anak dipanggil masuk ruang sidang dengan didampingi oleh orang
tua, wali
atau
orang
pembimbing kemasyarakatan menyampaikan
tua guna
asuh,
penasihat
memberikan
hukum,
penjelasan
dan atau
laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas)
mengenai kehidupan kliennya. Dalam acara persidangan tersebut pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan saran dan pertimbangan kepada hakim mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan klien anak yang
sedang
diperiksa
di
pengadilan.
Dari
laporan
penelitian
kemasyarakatan tersebut hakim dapat mempelajarinya guna mendapatkan data yang lebih lengkap yang akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan.9 Sebelum hakim menjatuhkan putusan final, terutama putusan pemidanaan, diperlukan adanya latar belakang dan keadaan-keadaan dimana anak itu tinggal dan keadaan yang menyebabkan anak tersebut melakukan
tindak pidana. Hal-hal
8
tersebut sudah
terdapat
dalam
Retno Siti Sari. “Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Di Surakarta”. Makalah. Disusun Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Diklat DIM Tingkat IV Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2006. Hal. 57 9 Ibid.
9
laporan
penelitian
pembimbing
kemasyarakatan
kemasyarakatan
yang dibuat
dari Balai
oleh
petugas
Pemasyarakatan. Sebelum
hakim memberikan putusan final harus memperhatikan prinsip berikut.10 a. Reaksi harus diambil secara proporsional, tidak hanya berdasar pada keadaan berat ringannya tindak pidana, tetapi juga pada keadaan dan kebutuhan si anak serta kepentingan masyarakat; b. Pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan pribadi si anak hanya dikenakan
setelah
melalui
pertimbangan
yang
hati-hati
dan
dibatasi seminimal mungkin; c. Perampasan kebebasan pribadi sebisa mungkin
jangan dikenakan,
kecuali anak melakukan kejahatan serius terhadap orang lain atau terus-menerus melakukan kejahatan serius dan tidak ada bentuk sanksi lain; dan d. Kesejahteraan
anak
harus
menjadi
faktor
pedoman
dalam
mempertimbangkan perkara yang menyangkut anak nakal. Ide diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai dasar dan acuan penegak hukum dalam proses peradilan bagi anak yang berkonflik dengan hukum masih memerlukan upaya serta pemikiran yang serius. Maka Diperlukannya peningkatan koordinasi antara sesama aparat penegak hukum khususnya dalam penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh anak. Baik itu Kepolisian, jaksa anak, hakim anak dan Balai Pemasyarakatan mengkoordinasikan guna membentuk satu definisi dan kesepahaman dalam penanganan perkara ABH. Penulis beranggapan, konsep restoratif hanya
dapat
diambil
unsur-unsur
pemulihan
psikis,
keamanan,
perlindungan terhadap masa depannya, serta masaharkat dan keadilan. Sedangkan untuk menimbulkan efek “pembelajaran” bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak haruslah sekaligus diterapkan penanggulangan secara penal yaitu penanggulangan setelah terjadinya kejahatan atau menjelang terjadinya kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terulang kembali. 10
Waluyadi, Kejahatan, Pengadilan dan Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju, 2009. Hal. 151-152
10
Penanggulangan secara penal dalam suatu kebijakan kriminal merupakan penanggulangan kejahatan dengan memberikan sanksi pidana bagi ABH dengan tetap memperhatikan psikis dan masa depannya. Dengan diberikannya sanksi hukum dengan model restoratif justice pada pelaku yang masih dibawah umur, maka dengan tujuan memberikan jaminan mental dan masa depan ABH. Ini berarti memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya namun juga secara tidak lansung tetap menjaga masa depan anak yang melakukan tindak pidana.
4. PENUTUP Berdasarkan hasil kajian yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan beberapa simpulan berikut, yaitu pertama, Pembimbing kemasyarakatan (PK) yang dibentuk oleh BAPAS Surakarta, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam penanganan terhadap ABH. Hal ini terjadi karena pembimbing kemasyarakatan mempunyai 3 (tiga) peranan yang melekat dalam mata rantai proses penegakan hukum, yaitu Pra Ajudikasi, Ajudikasi, dan Post Ajudikasi. Kedua, BAPAS Kota Surakarta melalui Pembimbing Kemasyarakatan (PK), melaksanakan fungsinya sejak tersangka anak ditangkap oleh polisi dan dibuatkan berita acara pemeriksaan, hingga setelah terdakwa anak diputuskan oleh hakim, dan PK selalu dilibatkan oleh kepolisian, serta PK melakukan penelitian guna menyusun laporan penelitian kemasyarakatan (litmas). Ketiga, Menjalankan secara konsisten Pasal 7-8 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Agar terjadi sinergisitas antar aparatur hukum dalam mengatasi ABH, dengan tujuan terlaksananya pemulihan psikis, keamanan, perlindungan terhadap masa depan anak, tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat, dan anak mendapatkan keadilan restorative.
DAFTAR PUSTAKA Abdussalam, H.R., Kriminologi, Jakarta: Restu Agung, 2007. Adi, Koesno, Kebijakan Kriminal dalam Sistem Peradilan Pidana yang Berorientasi pada Kepentingan Terbaik Bagi Anak, Pidato Pengukuhan 11
Jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2009. Atmasasmita, Romli, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Bandung: Armico. 1983. Bagus, Loren, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Bapas Solo, Sejarah Bapas dalam http://www.bapassolo.co.id/2013/06/sejarahbalai-pemasyarakatan.html, diakses Tgl. 12 Juli, 2015, Jam 22.00 Bapas
Solo, Struktur Organisasi BAPAS Kota Surakarta dalam http://www.bapassolo.co.id/, diakses Tgl. 12 Juli, 2015, Jam 22.00
Braithwaite, John, Restorative Justice & Responsive Regulation, England: Oxford University Press. 2002. Day A.J., Catatan materi kuliah Restorative Justice dan Diversi dalam penanganan ABH, Jakarta: Pusdiklat Kejaksaan Agung R.I, Diklat ABH tanggal 1 s/d 14 Maret 2011 Dellyana, Shanty, Wanita dan Aanak di Mata Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2004. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Didit, Letak dan Geografis Kota Surakarta, dalam https://www.didit34. com/letak-dan-geografis/, diakses tgl 26 Juli 2014, jam 22.30 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta 2013-2014, dalam http://dispendukcapil.surakarta.go.id/20XIV/index.php/id/2014-05-2104-43-06/2014-05-21-08-47-11/kuantitas-penduduki/item/65-jumlahdan-persebaran-penduduk/65-jumlah-dan-persebaran-penduduk, diakses tgl 26 Juli 2014, jam 22.30 Folk, Kenneth, Early Intervention: Diversion and Youth Conferencing, A national review of current approach to diverting juvenile from the criminal justice sistem. Australia: Canberra. Commonwealth of Australia. Government Attorney-general’s Departement. 2003. Gelsthrope, Loraine dan Padfield, Nicola, Exercising Discretion Decision-Making in The Criminal Justice System And Beyond. USA: Willian Publishing, 2003. Gosita, Arif, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademika Presindo, 1989. Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. ___________, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
12
Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP, Jakarta: Sinar Grafika, 2002. Hasil Wawancara dengan Kepala BAPAS Surakarta, Bapak Suparjo S, ST, hari Kamis 23 April 2015, jam 13.30-15.00 di Surakarta. Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2009. Indrati S, Maria farida. Ilmu Perundang-Undangan (1):Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta, Kanisius, Edisi Revisi 2007. Inter-Parliamentary Union & UNICEF, Improving the Protection of Children in Conflict with the Law in South Asia: A regional parliamentary guide on juvenile justice, UNICEF ROSA, 2006. Juwono, Afner, Bapas Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak, http://afnerjuwono.com/2013/07/bapas-dalam-perspektif-sistemperadilan.html, diakses tgl 16 Maret 2015 jam 15.15 Kartono, Kartini, Pathologi Sosial (2), Kenakalan Remaja, Jakarta: Rajawali Pers, 1992. Kerlinger, N., Azas-Azas Penelitian Behavioral, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2008. Kuffal, H.M.A. Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Malang: UMM Press, 2008. Mansyur, Ridwan, Keadilan Restotarif Sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi Pada Sistem Peradialn Pidana Anak, dalam https://www.mahkamahagung.go.id/rbnews.asp?bid=4085, diakses tgl 20 November 2014 jam 16.30 Mantja, W., Etnografi: Desain Penelitian Kualitatif dan Manajemen Pendidikan, Wineka Media, Malang, 2007. Margono, S., Metode Penelitian Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2007. Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan: USU Press, 2010. Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, 2008. Martina, Efektifkah Konsep Diversi dan Keadilan Restoratif pada Sistem Peradilan Anak di Indonesia?, dalam http://hukum.kompasiana.com/2012/08/21/efektifkah-konsep-diversidan-keadilan-restoratif-pada-sistem-peradilan-anak-di-indonesia487685.html, diakses tgl 20 November 2014 jam 15.15
13
Muladi dan Nawawi, Arief Barda, Pidana dan Pemidanaan, Semarang: Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1984. Mulyadi, Mahmud, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008. Nainggolan, Lukman Hakim, “Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur”, Jurnal Equality, Vol. 13 No. 1. Februari 2008. Nawan,
Anjar, Konsep Diversi dan Restoratif Justice, dalam https://www.anjarnawanyep.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/, diakses tgl 20 November 2014 jam 15.15
Nawawi, Arief Barda, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Selanjutnya disebut dengan Barda Nawawi Arief V), Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2006. Pamungkas, Heri, Mekanisme dan Uraian Tugas Pos Bapas dalam http://www.bapassolo.co.id/, diakses Tgl. 12 Juli, 2015, Jam 22.00 Priyatno, Dwidja, Pemindanaan untuk Anak dalam Konsep Rancangan KUHP (dalam Kerangka Restorative Justice), Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA), Edisi VIII/Volume III, Bandung, 2007. Putranto, Picta Dhody, Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Pembimbingan Terhadap Aanak Nakal Di Balai Pemasyarakatan Surakarta, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010. Ratomi, Achmad Prosedur Pelaksanaan Diversi Pada Tahap Penyidikan Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak, Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, 2010. Ritzer, George, Sociology: A Multiple Science, Boston: Allyn and Bacon, Inc., 1980. Rizky, Rudi (ed), Refleksi Dinamika Hukum (Rangkaian Pemikiran dalam Dekade Terakhir), Jakarta: Perum Percetakan Negara Indonesia, 2008. Rochaeti, Nur, Partisipasi Masyarakat Dalam Peradilan Restoratif Bagi Pelaku Anak di Masa Datang, UNDIP tanggal 20 Juni 2011. Rotami, Achmad, http://hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/JURNALrevisi-Achmad-Ratomi.pdf, diakses tgl 20 November 2014 jam 15.30 Sari, Retno Siti, “Peran Balai Pemasyarakatan Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Di Surakarta”, Makalah, disusun Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Diklat DIM Tingkat IV Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2006. 14
Soekanto, Soerjano, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, Dan Perdata , Cet. 1, (Jakarta : Visimedia), 2008. _____________, Faktor-Faktor Yang Mepengaruhi Penegakan Hukum, Grafindo Persada: Jakarta, 1993. Soetodjo, Wagiati, Hukum Pidana Anak, Bandung: PT. Refika Aditama. 2006. Soewandi, CM Marianti, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Bimbingan dan Penyuluhan Klien. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2003. Sudarsono. Kenakalan Remaja, Jakarta, Rineka Cipta, 1991. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Alfabeta, Bandung, 2008. Sunggono, Bambang. Metodologi Persada, 2002.
Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo
Sutopo, H.B., Metode Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta, 2008. Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Pustaka Kartini, Jakarta, Cetakan pertama, Juli 1991. UNICEF, Child Protection Information Sheet, Child Protection Information Sheet. 2006. UNODC, Handbook on Restorative Justice Programmes. Criminal Justice Handbook Series, Vienna: UN New York, 2006. Waluyadi, Kejahatan, Pengadilan dan Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju, 2009. Winarto, Yudho, (Institute For Criminal Justice Reform), MA terbitkan Perma Diversi Peradilan Anak, http://icjr.or.id/ma-terbitkan-perma-diversiperadilan-anak/, diakses tgl 25 Juli 2014, jam 00.15. Yayasan Pemantau Anak, Bahan Masukan Draft Laporan Alternatif (Inisiatif) Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10): Praktek-Praktek Penanganan Anak Berkonflik Dengan Hukum Dalam Kerangka Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) Di Indonesia, Perspektif Hak Sipil Dan Hak Politik, dalam www.hukumonline.com diakses Tgl 26 Juli 2015 Jam 23.15.
15