RESPON APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM PENYELESAIAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: RM. FAJAR HARMANTO BAYU KUSUMA ATMAJA C.100.090.046
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
IIALAMAN PENGESAIIAN
Naskah publikasi skripsi ini terah diterima dan disahkan oleh
Dewan penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing
&
I
Pembimbing
(Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum.)
II
(Kuswardani, S.H., M.Hum.)
Itas Hukum UMS
Iksan, S.H.,M.H.)
SURAT PERNYATAAFI
PT'BLIKASI KARYA
B
ILMIAII
ismillahirahmanirrahim
ini' saya Yang bertanda tangan di bawah ATMAJA HARMANTO BAYU KUSUMA FAJAR : RM, Nama : C 100 090 046
NIM
Fakultas/Jurusan Jenis
Judul
:
HUKUIW ILMU HUKUM SKRIPSI I{UKUM TERHADAP RESPON APARAT PENEGAK TIVE JUSTIC KEADILAN RESTORATIF (REsron',4 BERHADAPAN DALAM PENYELESAIAN ANAK
n
DENGAN HUKUM saya menyetujui untuk: Dengan ini menyatakan bahwa
l.MemberikanhakbebasroyaltykepadaperusahaanUMSataspenulisarrkarya ilmu pengetahuan' ilmiah saya, demi pengembangan
z.Memberikanhakmenyimpan'mengatitr-meaiarar/mengatihformatkan, aa (database), mendisfiibusikannya' mengelola daram b€nt rk pangmranl bentuk serta menampilkannya dalam
untuk kegentingan akademis
'oPcipy kepadaperpustakaanUMs,tanpaperlumintaijindarisayaselamatetap
3.
penulis/pencipta' mencantumkan saya sebagai tanpa melibatkan menanggung secara pribadi Bersedia dan menjamin untuk tuntutan hukum yang timbul pihak perpustakaan uMS, oari semuiir"*t dalam karya ilmiah ini' atas pelanggaran hak cipta
dan semoga daPat saya buat dengan sesungguhnYa digunakan sebagaimana semestinya'
Demikian pemyamrrn
ini
Surakarta' 24 Juli20t3
tu
ypgp":Yatakan BK) GM. FAJfR HARMAT\mO
lll
Respon Aparat Penegak Hukum Terhadap Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Anak Berhadapan Dengan Hukum. RM. Fajar Harmanto Bayu Kusuma Atmaja, C100090046, Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta. ABSTRAK Penelitian yang berjudul “RESPON APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM PENYELESAIAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM” bertujuan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana konsep keadilan restoratif digunakan untuk menyelesaikan perkara anak yang berhadapan dengan hukum serta respon dari aparat penegak hukum terhadap konsep keadilan restoratif di kota Surakarta, sebagai salah satu kota layak anak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kulitatif, karena data dalam bentuk cerita yang diperoleh dari wawancara dengan masing-masing aparat penegak hukum yang meliputi polisi, jaksa dan hakim. Untuk data dalam bentuk tulisan atau teori-teori hukum diperoleh dari buku literatur dan peraturan perundang-undangan. Adapun hasil penelitian ini yakni berkaitan dengan konsep keadilan restoratif dalam penyelesaian anak berhadapan dengan hukum, khususnya anak yang berkonflik dengan hukum yang mana konsep keadilan restoratif dalam penyelesaian anak yang berkonflik dengan hukum dirasa telah memenuhi rasa keadilan baik dari pihak korban dan pelaku, yakni adanya kesetaraan, keseimbangan, pertanggung jawaban serta kemanfaatan. Konsep keadilan restoratif ketika menyelesaikan perkara anak khususnya sebagai pelaku tindak pidana, antara anak sebagai korban dan anak sebagai pelaku duduk bersama untuk melakukan dialog atau musyawarah yang mana korban dan pelaku didampingi oleh keluarga. Selain keluarga dalam proses dialog juga ada masyarakat yang diwakili oleh lembaga kemasyarakatan yang peduli terhadap anak berkonflik dengan hukum, serta aparat penegak hukum sebagai perwakilan kehadiran Negara yang mewujudkan pertanggung jawaban Negara terkait perlindungan anak. Keadilan restoratif ini dalam penyelesaian anak berkonflik dengan hukum dilakukan di luar proses peradilan formal supaya anak terhindar dari sanksi berupa pidana dan memberikan sanksi lebih pada hal yang mendidik bagi si anak serta memulihkan kerugian korban secepat mungkin. Sementara respon dari masing-masing aparat penegak hukum di wilayah hukum kota Surakarta terhadap konsep kedilan restoratif cukup positif hal ini terbukti telah diterapkannya konsep keadilan restoratif di kepolisian dan pengadilan, dalam penerapannya kepolisian lebih mendekati keadilan restoratif karena benar-benar diselesaikan di luar peradilan formal semantara untuk pengadilan oleh hakim keadilan restoratif ini diterapkan dengan memberikan sanksi pada anak berupa tindakan bukan pidana, hakim beralasan bahwa sanksi tindakan mempunyai tujuan yang sama dengan konsep keadilan restoratif yakni menjauhkan si anak dari sanksi pidana. Kata kunci: Aparat penegak hukum, Keadilan restoratif, Anak berkonflik dengan hukum. iv
Enforcer Agency Response Sentences to Restoratif's Justice (Restorative Justice) In front Child Working Out With Jurisdictional. RM. Fajar Harmanto Bayu Kusuma Atmaja, C100090046, Law Faculty, Muhammadiyah Surakarta's university. ABSTRACT Research that gets title “RESPON APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM PENYELESAIAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM” intent to give picture about how restoratif's justice concept is utilized to solve front child matter with law and response from enforcer agency sentences to restoratif's justice concept at Surakarta's city, as one of childs reasonable city. Analisis is data in observational it utilizes to methodic kulitatif, since data in shaped story which is gotten from interview with their enforcer agency sentences that covers police, attorney and judge. For shaped deep data writing or law theory are gotten from literature book and legislation regulations. There is result even this research namely gets bearing with restoratif's justice concept in front child working out with jurisdictional, notably child which gets conflict with jurisdictional which restoratif's justice concept in child working out that gets conflict with jurisdictional being perceived has accomplished good justice taste from side victim and agent, namely marks sense equivalence, balance, responsibility and expediency. restoratif's justice concept while solve child matter in particular as agent acts pidana, among child as victim and child as agent of seat with to do dialogue or deliberation which victim and agent adjoined by family. Besides family in processes dialogue also available represented society by social institute that cares for child to get conflict with jurisdictional, and enforcer agency sentences as delegation of State present that render State responsibility concerning child protection. This restoratif's justice in child working out gets conflict with jurisdictional being done process beyond formal jurisdiction so child most dodge from sanction as pidana and gives sanction more on thing which teach divides the child and recover victim loss as soon as possible. While response from each enforcer agency sentences at Surakarta's city territory of jurisdiction to restoratif's justice concept last positive it is evident has have been applied by its restoratif's justice concept at police force and justice, in its implement police force moring to approach restoratif's justice because quite a is solved jurisdiction beyond formal while to justice by restoratif's justice judge this was applied by gives sanction on child as action is not pidana, that well-grounded judge action sanction has a purpose that equal to restoratif's justice concept namely keeps away the child of sanction pidana. Keywords: Aparat penegak hukum, Keadilan restoratif, Anak berkonflik dengan hukum. v
PENDAHULUAN Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat merupakan tolak ukur perdaban bangsa tersebut karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan bangsa. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan anak,1 terlebih bagi anak yang berhadapan dengan hukum khususnya anak nakal (juvenile delinquency) atau anak yang berkonflik dengan hukum. Anak nakal (juvenile delinquency) atau anak yang berkonflik dengan hukum merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang melakukan tindak pidana. Penggunaan istilah tersebut untuk menghindari stigma dari masyarakat, mengingat anak merupakan pribadi yang masih labil dan rentan untuk mengalami tekanan. Di Solo berdasarkan hasil beberapa kali pengamatan di Pengadilan Negeri Solo, terdapat beberapa anak yang dihadapkan kepersidangan. Salah satunya anak berinisial BT, 15 tahun, karena mencuri sandal, atau juga DSW, 14 tahun karena melakukan pemerasan terhadap teman sekolahnya. Karena kasus itu, keduanya harus mengeyam udara di Rumah Tahanan (Rutan) Solo beberapa bulan selain itu dari 20 anak usia sekolah yang berada di Rutan Solo, hanya satu anak yang sempat merasakan ujian akhir semester.2 Sementara itu, pada tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat adanya peningkatan kasus anak yang berhadpan dengan hukum yang diajukan ke pengadilan hingga 70 persen. Komnas PA menerima 1.851 pengaduan angka ini mengalami peningkatan dibanding pengaduan pada tahun 2010, yakni 730 kasus. Dari jumlah kasus pengaduan itu, hampir 89,8 persen kasus anak yang berhadapan dengan hukum berakhir pada pemidanaan atau diputus pidana.3 Seiring perkembangan pengetahuan dan permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum, lahirlah model penghukuman yang bersifat restoratif (restorative 1
Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal. 3. 2 Dian Sasmita, 2009, Anak-anak di Balik Teralis Besi, dalam http://www.kotalayakanak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=444:anakanak-di-balik-terali-besi&catid=56:artikel&Itemid=77, di unduh Selasa, 02 Oktober 2012. pukul 05:10. 3 Eko Priliawito dan Luqman Rimadi, 2011, Anak Indonesia Mendekam di Penjara, dalam http://metro.news.viva.co.id/news/read/273781-4-622-anak-indonesia-mendekam-di-penjara, diunduh Rabu, 03 Oktober 2012. Pukul. 15:05.
1
2
justice). Terminologi restorative justice dapat diartikan dalam dua pengertian, pertama, diartikan konteks proses penyelesaian masalah, kedua, bisa juga diartikan dalam konteks produk dari proses penyelesain masalah berupa tipe atau kualitas hasil penyelesaian masalah. Dalam konteks penyelesaian masalah, restorative justice diterjemahkan menjadi peradilan restoratif, seperti halnya criminal justice system diterjemahkan menjadi sistem peradilan pidana, dan juvenile justice menjadi peradilan anak. Dalam konteks produk, retributive justice diterjemahkan menjadi keadilan retributif, dan restorative justice diterjemahkan menjadi keadilan restoratif.4 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta kota Solo yang telah ditunjuk sebagai salah satu kota layak anak oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang respon aparat penegak hukum terhadap keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian anak berhadapan dengan hukum. Dalam penelitian ini yang hendak peneliti uraikan adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian anak berhadapan dengan hukum, (2) Bagaimana respon Aparat Penegak Hukum terhadap keadilan restoratif (restorative justice) dalam rangka penyelesaian anak berhadapan dengan hukum. Tujuan dari penelitian ini ialah memahami konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian anak berhadapan dengan hukum serta mengetahui respon aparat penegak hukum tentang penerapan keadilan restoratif (restorative justice). Sementara manfaat yang diharapkan ialah Pertama, manfaat praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan bahwa hasil penelitian dapat memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan keadilan restoratif (restorative justice) serta gambaran dari respon aparat penegak hukum dalam penyelesaian anak berhadapan dengan hukum. Kedua, manfaat teoritis, dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan pemahaman terhadap konsep keadilan restoratif dan memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum
4
Natangsa Surbakti, 2012, Dari Keadilan Retributif Ke Keadilan Restoratif (Rangkuman Hasil Penelitian Penyelesaian Perkara Pidana dengan Pendekatan Keadilan Restoratif), Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 2.
3
dalam menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum.
Kerangka Pemikiran Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik, karena yang diutamakan adalah kepentingan umum bukan kepentingan pribadi. Selain itu apabila ada pelanggaran maka yang bertindak adalah Negara bukan pribadi atau individu yang sudah dirugikan akibat perbuatan yang melanggar tersebut. Negara bertindak melalui alat-alatnya guna menangani dan menyelesaikan masalah yang ditimbulkan akibat dari perbuatan seseorang yang sudah melanggar aturan dan membuat masyarakat tidak nyaman serta mengganggu ketertiban umum, alat-alat Negara bertindak dengan cara memberikan atau menjatuhkan sanksi berupa pidana atau tindakan guna melindungi kepentingan umum atau masyarakat.5 Moeljatno memberikan definisi hukum pidana seperti berikut. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: (1) Menentukan perbuatanperbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan sertai ancaman atau saksi yang berupa pidana tertentu bagi yang telah melanggar larangan tersebut; (2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi sanksi pidana sebagaimana yang telah diancamkan; (3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.6 Selama ini penerapan sanksi hukum yang diberikan pada para pelaku tindak pidana baik dewasa maupun anak-anak lebih berupa pemidanaan. Walaupun sanksi yang diberikan merupakan sanksi yang memeberikan pederitaan, namun tetap saja tidak mengurangi jumlah peristiwa kejahatan di masyarakat, justru semakin meningkat hal ini dapat kita dengar dan lihat di pemberitaan mass media. Oleh karena itu muncul suatu gagasan untuk memberikan sanksi yang lebih bermanfaat serta mendidik bagi para pelaku kejahatan, yang sanksi tersebut tidak 5 6
Andi Hamzah, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Renika Cipta, hal. 5. Ibid .
4
melulu memidanakan pelaku khususnya anak. Sanksi tersebut berupa pemulihan atau memperbaikinya pelaku serta memulihkan kerugian yang dialami korban yang mana pemulihan melibatkan pihak pelaku. Konsep keadilan restoratif (restorative justice) muncul lebih dari dua puluh tahun yang lalu sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana dengan pelaku anak. Kelompok kerja peradilan anak perserikatan bangsa-bangsa (PBB) mendefinisikan keadilan restoratif (restorative justice) sebagai suatu proses semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada masa yang akan datang. Proses perwujudan keadilan restoratif (restorative justice) pada dasarnya dilakukan melalui diskresi (kebijaksanaan) dan diversi, yaitu pengalihan dari proses peradilan pidana ke luar proses formal untuk diselesaikan secara musyawarah.7 Dengan menggunakan konsep keadilan restoratif (restorative justice), hasil yang diharapkan ialah berkurangnya jumlah anak-anak yang ditangkap, ditahan, dan divonis penjara; menghapuskan stigma/cap dan mengembalikan anak menjadi manusia normal sehingga diharapkan dapat berguna kelak di kemudian hari; pelaku pidana anak dapat menyadari kesalahannya sehingga tidak mengulangi perbuatan; mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan lapas; menghemat keuangan Negara; tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku dimaafkan
oleh
korban;
korban
cepat
mendapatkan
ganti
kerugian;
memberdayakan orang tua dan masyarakat dalam mengatasi kenakalan anak; dan pengintegrasian kembali anak kedalam masyarakat.8
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Karena dalam penelitian ini akan menjelaskan atau menggambarkan bagaimana konsep keadilan restoratif (restorative justice) diterapkan untuk menyelesaikan perkara anak yang berhadapan dengan hukum serta respon dari aparat penegak hukum terhadap 7
Rika Saraswati, 2009, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 135. 8 Ibid, hal. 135-136.
5
konsep keadilan restoratif. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan normatif empiris. Sementara untuk metode pengumpulan data, menurut Soerjono Soekanto dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview,9 untuk penelitian ini peneliti menggunakan studi dokumen dan wawancara. Untuk menganalisis atau membahas masing-masing rumusan masalah peneliti akan melakukan analisis yang bersifat kualitatif karena data yang diperoleh berupa cerita dari hasil wawancara dengan aparat penegak hukum dan teori-teori hukum tentang perlidungan anak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Anak Berhadapan Dengan Hukum. Pancasila khususnya sila ke empat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan” dan sila ke lima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Maksud dari sila ke empat dan ke lima bahwa pada saat masyarakat dalam hal ini warga Negara Indonesia ketika mengahadapi suatu permasalahan maka diharapkan diselesaikan dengan jalan bermusyawarah dengan tujuan tercapainya suatu keadilan dalam masyarakat, karena adanya proses diskusi dari segala pihak guna menyampaikan
pendapat
jadi
tidak
ada
perlakuan
sewenang-wenang.
Penyelesaian masalah dengan musyawarah ini tentunya diharapkan dapat diterapkan untuk berbagai masalah di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, sosial, politik dan hukum termasuk penyelesaian terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang merupakan fokus dari penelitian ini. Penyelesaian dengan jalan musyawarah terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dilakukan karena mengingat anak merupakan aset yang berharga bagi suatu kelanjutan kehidupan, sehingga ketika ada anak yang berkonflik dengan hukum tidak cukup hanya terhenti dalam penjatuhan sanksi, tanpa tau apa 9
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal. 67.
6
penyebabnya si anak melakukan perbutan pidana. Untuk mengetahui apa yang mendorong si anak untuk berbuat jahat maka diperlukanlah dialog, yang mana dialog ini melibatkan semua pihak seperti pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban, aparat penegak hukum sebagai penengah dan tokoh masyarakat. Hal tersebut dilakukan terkait bahwa anak sebagai pelaku tindak pidana tidak hanya terdorong dari dalam diri si anak, terkadang terpengaruh juga oleh keadaan lingkungan baik keluarga maupun masyarakat, ini tidak terlepas dari sifat dasar seorang anak yang belum mempunyai pola pikir yang matang sehigga ia dalam mengambil keputusan dan bertindak kurang perhitungan. Berdasarkan hal tersebut menurut peneliti, anak yang terlibat dalam kasus hukum perlu adanya solusi tersendiri mengingat anak adalah future generation (penerus masa depan) sehingga perlu dipertimbangkan untuk pemenuhan hak– haknya. Solusi yang tepat saat ini adalah penyelesaian di luar peradilan yang dapat mencerminkan keadilan restoratif. Keadilan merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan dengan perjalanan perkembangan manusia, terlebih perkembangan dalam bidang hukum, dikatakan demikian karena hukum dibuat untuk memberikan kepastian terwujudnya keadilan dalam masyarakat. Berikut keadilan menurut beberapa ahli serta ajaran agama. Menurut Hans Kelsen keadilan dapat dimaknai sebagai legalitas, keadilan dalam arti legalitas adalah suatu kualitas yang tidak berhubungan dengan isi tata aturan positif, tetapi dengan pelaksanaannya. Jadi adil atau tidak adil berarti legal atau ilegal, yaitu tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan norma hukum positif.10 Menurut John Rawls keadilan adalah kesetaraan, namun juga berupa ketidak setaraan sosial dan ekonomi disusun sedemikian rupa agar mereka dapat memberikan keuntungan terbesar bagi pihak yang kurang beruntung dan kesetaraan yang adil terhadap kesempatan, dilekatkan pada jawatan dan jabatan kepemerintahan yang terbuka bagi semua orang.11
10
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hal. 17-23. 11 Karen Leback, 2012, Teori-Teori Keadilan (Six Theories of Justice), Bandung: Nusa Media, hal. 53-57.
7
Sementara itu, menurut ajaran Islam berdasar penelitian M. Quraish Shihab,12 paling tidak ada empat makna keadilan. Pertama, ‘adl dalam arti “sama”, Kedua, ‘adl dalam arti “seimbang”. Ketiga, ‘adl dalam arti “perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya”. Keempat, ‘adl dalam arti yang dinisbahkan kepada Allah. Menurut ajaran Hindu, Tuhan menciptakan hukum yang murni dan abadi bersifat absolute berlaku bagi semua ciptaan-Nya. Hukum itu disebut hukum rta, rta berasal dari bahasa sansekerta yang artinya adil, tuhan sebagai pencipta dan pengendali hukum rta disebut rtawan. Contoh hukum rta; adanya siklus kehidupan. Apabila rta tidak dijalankan maka akan terjadi ketidak seimbangan atau keharmonisan dalam kehidupan ini.13 Selain itu keadilan juga tercermin di dalam hukum karmaphala, “Karma” yang maksudnya ialah segala gerak atau aktivitas yang dilakukan, disengaja atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah, Hukum sebab akibat inilah yang disebut dengan hukum karmaphala. Jadi setiap orang berbuat baik (subha karma), pasti akan menerima hasil dari perbuatan baiknya, demikian pula sebaliknya, setiap yang berbuat buruk (acubha karma) maka keburukan itu sendiri tidak akan terelakkan dan pasti akan diterima.14 Dari penjelasan keadilan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keadilan terdiri bebarapa unsur yang sama diantaranya: (1) Kesetaraan, maksudnya setiap orang mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hak-hak yang melekat padanya tanpa memandang status. (2) Keseimbangan, (3) Pertanggung jawaban, dan (4). Kemanfaatan. Sementara konsep asal dari praktik keadilan restoratif berasal dari praktik pemelihara perdamaian yang digunakan suku bangsa Maori, penduduk asli selandia baru. Menurut Helen Cowei dalam Hadi Supeno, keadilan restoratif pada intinya terletak pada konsep komunitas yang peduli dan inklusif. Bilamana timbul konflik, praktik restoratif akan menangani pihak pelaku, korban, dan Negara 12
Ibrahim Lubis, 2012, Pengertian Keadilan Dalam Alquran, dalam http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalam-alquran.html, di unduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20. 13 Didik , 2012, Hukum Dalam Rangka Menegakkan Keadilan, dalam http://dikdiklove.blogspot.com/2012/02/hukumdalam-rangka-menegakkan-keadilan.html, diunduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20. 14 Anak Agung Gde Oka Netra, 2001, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Jakarta: Hanuman Sakti, hal. 28-29.
8
melalui aparat penagak hukumnya komunitas tersebut, yang secara kolektif memecahkan masalah. Tujuannya adalah memperbaiki kerusakan, memulihkan kualitas hubungan, dan memfasilitasi reintegrasi para pihak yang terlibat dan terkait. Praktik keadilan restoratif lebih menekankan kepada para pelaku dan korban, sehingga penyelesaiannya tidak sekedar berhenti pada penghukuman pelaku, tetapi pencapaian kedewasaan pada para pihak terkait untuk memperkuat kualitas hubungan untuk kurun waktu yang lebih panjang.15 Halen Cowie dan Dawn Jeniffer dalam Hadi Supeno mengidentifikasikan aspek-aspek utama keadilan restoratif sebagai berikut: (1) Perbaikan, (2) Pemulihan hubungan, dan (3) Reintegrasi, pada tingkatnya yang terluas, memberikan arena tempat anak dan orang tua dapat memperoleh proses yang adil. Maksudnya agar mereka belajar tentang konsekuensi kekerasan dan kriminalitas serta memahami dampak perilaku mereka terhadap orang lain. 16 Dari pengertian teori kedilan serta kedilan restoratif (Restorative Justice) maka dapat dilihat bahwa keadilan restoratif ini memenuhi prinsip-prinsip keadilan yakni kesetaraan, keseimbangan, pertanggung jawaban dan kemanfaatan dikatakan demikian karena dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum melibatkan semua elemen yakni korban yang telah dirugikan hakhaknya oleh pelaku, juga pelaku yang seharusnya berkewajiban untuk menghargai hak-hak korban tapi malah dilanggarnya selain itu keluarga dan masyarakat yang mewujudkan suatu pertanggung jawaban atas si anak yang telah melakukan perbuatan jahat tersebut, keluarga dan masyarakat berhak tau sekaligus turut bertanggung jawab kenapa dilingkungannya bisa sampai terjadi peristiwa tersebut serta negara berkaitan dengan perlindungan anak, terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Dilihat dari kemanfaatanya penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum, dengan cara keadilan restoratif yakni di luar peradilan formil, menghindarkan anak dari proses peradilan yang panjang serta menghindarkan anak dari tekanan secara psikis selain itu juga kemungkinan untuk dikenai sanksi 15
Hadi Supeno, Hadi Supeno, 2010, Kriminalisasi Anak (Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 196. 16 Ibid, hal 203.
9
pidana juga terminimalisir. Disisi lain dengan penyelesaian yang melibatkan semua elemen mulai dari korban, pelaku, keluarga, aparat penegak hukum dan masyarakat akan diketahui apa yang sebenarnya menjadi permasalahan utama, dengan dikatahui hal tersebut maka akan dapat diperbaiki sebagai langkah preventif atau pencegahan supaya perbuatan anak tidak terulang lagi serta tidak terjadi pada anak-anak lainnya. Jadi konsep keadilan restoratif yakni berupa dialog atau duduk bersama antara pelaku, korban, keluarga pelaku maupun korban, masyarakat dan aparat penegak hukum guna menjamin legalitas apa-apa yang sudah disepakati di antara masing-masing pihak guna mencari solusi dari permasalahan yang timbul. Yang mana kesepakatan tersebut berbentuk pemulihan kerugian korban baik berupa materiil dan imateriil yang dilakukan oleh pelaku sebagai bentuk tanggung jawab dan perwujudan dari rasa bersalahnya pelaku, serta masyarakat ikut serta mengawasi proses pemulihan sebagai bentuk kepedulian baik pada korban dan pelaku. Sementara pemulihan terhadap pelaku dengan cara memperbaiki pelaku kejahatan agar dapat diterima oleh lingkungan keluarga ataupun masyarakat seperti sebelum pelaku melakukan kejahatan sehingga terwujud keseimbangan dalam masyarakat. Apabila dilihat dari segi hukum positif perihal konsep keadilan restoratif (restorative justice) dapat dilihat dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, secara tersirat Undang-Undang ini sudah megajarkan tentang keadilan restoratif (restorative justice), hal ini terlihat dari jenis sanksi yang diterapkan pada anak yang berkonflik dengan hukum atau anak nakal, didalam undang-undang tersebut terdapat sanksi tindakan selain sanksi pidana, hal ini dicantumkan secara tegas di dalam Pasal 22 Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Keadilan restoratif (restorative justice) dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menurut hemat penulis telah ada dengan dimasukkannya sanksi yang berupa tindakan, macam sanksi demikian ini jika dikaitkan dengan pendapat bapak Johny Aswar selaku hakim anak di pengadilan negeri Surakarta yang menyatakan “menyelesaikan perkara anak yang berkonflik dengan hukum atau anak yang di duga melakukan tindak pidana dengan
10
memulihkan kerugian korban serta menjauhkan anak dari sanksi pemidanaan tetapi tidak juga menghapuskan pertanggung jawaban si anak pelaku tindak pidana atas perbuatan yang telah dilakukan, dengan pemberian sanksi berupa tindakan.“17 ini menunjukan bahwa sanksi berupa tindakan menurut beliau mempunyai tujuan yang sama dengan keadilan restoratif yakni menjauhkan anak yang berkonflik dengan hukum dari sanksi pemidanaan serta memberikan sanksi yang bermanfaat bagi masa depan si anak. Penyusunan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ada paradigma menuju kearah keadilan restoratif. Namun disatu sisi Undang-Undang Pengadilan Anak sama sekali belum mengakomodir konvensi hak anak khususnya pada pasal 37 huruf b18 karena dalam praktik setiap anak yang dimajukan ke Pengadilan selama ini diproses melalui pengadilan, sebagaimana tergambar dalam table dibawah ini. Sumber Data Dari Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Di Kota Surakarta
Jumlah perkara anak yang di Tahun
sidangkan di Pengadilan Negeri
Keterangan
Surakarta 1. Tiga kasus pencurian. 2012
5 (lima) orang anak
2. Dua kasus pencabulan. 1. Satu kasus penggelapan.
2013
5 (lima) orang anak
2. Satu kasus perjudian. 3. Satu kasus kekerasan. 4. Dua kasus pencabulan.
17
Johny Aswar, Hakim Anak Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, 13 Maret 2013, pukul 11:00 WIB. 18 Bunyi Pasal 37 huruf b “Tidak seorang anakpun akan kehilangan kebebasannya secara tidak sah dan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau penghukuman anak akan disesuaikan dengan undang-undang dan akan dugunakan hanya sebagai langkah terakhir dan untuk masa yang paling singkat dan layak.”
11
Respon Aparat Penegak Hukum Terhadap Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Rangka Penyelesaian Anak Berhadapan Dengan Hukum. 1.
Respon Polisi (Kepolisian Resor Kota Surakarta) Terhadap Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Polresta Surakarta dalam menangani perkara anak, telah membentuk unit tersendiri namun masih bagian dari reskrim, unit tersebut diberi nama unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Unit PPA bukan merupakan suatu unit baru dalam organisasi Polri, karena sebelumnya unit ini dinamakan rendawan (Remaja, Pemuda dan Wanita) yang berada di bawah naungan fungsi Binmas (Pembinaan Masyarakat dan sekarang dinamakan Binamitra). Sesuai dengan namanya unit ini difokuskan pada penanganan wanita dan anak yang rentan terhadap perilaku kekerasan baik secara fisik maupun seksual, ini dikarenakan posisi mereka yang lemah dalam masyarakat. 19 Penyelesaian perkara yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana dengan sistem keadilan restoratif bagi Polresta Surakarta khususnya unit PPA bukan suatu hal yang baru atau asing, hal ini dikarenakan sudah ada untuk beberapa kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana yang diselesaikan dengan jalan damai tidak diproses ketingkat penuntutan. Namun demikian perkara-perkara yang diselesaikan dengan melibatkan korban dan pelaku secara aktif masih terbatas dengan perkara tertentu saja semisal hanya dalam kasus tindak pidana ringan seperti pencurian, perkelahian sesama anak. Sementara untuk kasus yang berat seperti pembunuhan, kejahatan asusila belum pernah ada yang diselesaikan dengan sistem keadilan restoratif yang melibatkan secara langsung baik keluarga korban maupun keluarga pelaku, kebanyakan perkara tindak pidana berat diselesaikan hingga tingkat pengadilan.
2.
Respon Jaksa (Kejaksaan Negeri Kota Surakarta) Terhadap Konsep Keadilan Retoratif (Restorative Justice) Jaksa sangat mendukung dengan adanya sistem keadilan restoratif yang diterapkan dalam rangka penanganan perkara anak yang berhadapan dengan
19
Sri Rayahu, Kanit PPA Polresta Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, 18 Februari 2013, pukul 13:00 WIB.
12
hukum khususnya anak sebagai pelakunya. Meskipun demikian tidak semua kasus yang melibatkan anak dapat diselesaikan dengan sistem atau konsep keadilan restoratif ini serupa dengan konsep mediasi penal. Untuk kasus atau perkara tindak pidana tertentu terutama yang bukan merupakan kasus-kasus pidana berat masih dapat untuk diselesaikan dengan cara restoratif. Kasus-kasus tindak pidana tertentu yang melibatkan anak sebagai pelaku menurut Jaksa kurang tepat apabila diselesaikan dengan cara restoratif, hal ini dikarenakan mempertimbangkan rasa keadilan dari pihak korban, perkara tersebut diantaranya adalah perkara asusila, pembunuhan atau perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dan narkotika. Untuk perkaraperkara tersebut kurang tepat apabila diselesaikan dengan cara restoratif dikarenakan akibat atau dampak dari perbuatan itu sudah sangat merugikan dan meresahkan sehingga apabila pelanggaran hukum pidana itu diselesaikan dengan konsep keadilan restoratif maka akan dikhawatirkan adanya sikap meremehkan. Selain itu adanya perbuatan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang bisa jadi memanfaatkan anak-anak utuk melakukan kejahatan tersebut. Harapan dari Jaksa mengenai sistem keadilan restoratif ialah segera untuk dilaksanakan dan peraturan pelaksananya untuk secapatnya di buat, guna mempermudah aparat pada saat menerapkannya, jadi diharapkan untuk secara jelas diatur perkara-perkara apa saja yang dapat diselesaikan dengan restoratif, supaya tidak menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam dari aparat. 3.
Respon Hakim Anak (Pengadilan Negeri Surakarta) Terhadap Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Beliau (Johny Aswar)20 sebagai hakim anak sangat mendukung dengan adanya sistem keadilan restoratif guna menyelesaikan perkara anak yang berhadapan dengan hukum khususnya bagi anak yang berkonflik dengan hukum atau seorang anak yang diduga melakukan tindak pidana. Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan
20
Johny Aswar, Hakim Anak Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, 13 Maret 2013, pukul 11:00 WIB.
13
pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Jadi dengan sistem keadilan restoratif menjauhkan anak yang berkonflik dengan hukum dari sanksi pidana atau pemenjaraan sementara untuk korban segera terpulihkan kerugian karena dalam hal ini dapat diketahui apa yang dialami korban secara langsung dengan keterlibatan korban untuk menyelesaikan perkara. Dalam “Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus” yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2008 menyatakan bahwa terhadap terdakwa anak sedapat mungkin tidak dijatuhi pidana penjara. Pada dasarnya sebagai hakim yang menangani perkara anak yang berkonflik dengan hukum, sangat mendukung serta mendorong untuk segera diterapkannya dan dikeluarkannya peraturan pelaksana guna pelaksanaan sistem keadilan restoratif sehingga hakim mempunyai pijakan untuk melaksanakan konsep keadilan restoratif. Selain itu mengingat hubungan antara orang tua dengan anaknya merupakan suatu hubungan yang hakiki, baik hubungan psikologis maupun mental spiritualnya, maka dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap anak nakal diusahakan agar anak dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya. Apabila karena hubungan antara orang tua dan anak kurang baik, atau karena sifat perbuatannya sangat merugikan masyarakat sehingga perlu memisahkan anak dari orang tuanya, hendaklah tetap dipertimbangkan bahwa pemisahan tersebut semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar.
PENUTUP Kesimpulan Konsep keadilan restoratif (Restorative Justice) ialah suatu konsep yang dilandasi dengan musyawarah guna menyelesaikan maslah atau konflik dalam bidang hukum yang melibatkan semua eleman mulai dari korban, pelaku, keluarga, masyarakat serta aparat penegak hukum untuk kasus yang sangat serius.
14
Konsep keadilan restoratif (Restorative Justice) menyelesaikan perkara anak yang berkonflik dengan hukum di luar proses perdilan formal. Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah secara tersirat sudah mengarah pada keadilan restoratif, hal ini dapat dilihat dari jenis sanksi yang ada, karena undang-undang pengadilan anak mencantumkan sanksi tindakan selain sanksi pidana. Namun demikian Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak belum mengakomodir ketentuan yang ada dalam Konvensi Hak-Hak Anak khususnya pasal 37 huruf b. Respon dari aparat penegak hukum khususnya di kota Surakarta mengenai keadilan restoratif cukup positif. Kepolisian, penerapan keadilan restoratif lebih mendekati pada konsep keadilan restoratif yakni dengan melibatkan anak sebagai pelaku dan korban (anak atau dewasa) serta keluarga baik dari pihak pelaku maupun korban yang mana kedua pihak duduk bersama dengan penengahnya adalah aparat kepolisian khususnya dari unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), jadi benar-benar di selesaikan diluar proses peradilan. Hakim, penerapan keadilan restoratif dilakukan dengan memberikan sanksi pada si anak berupa sanksi tindakan. Sanksi berupa tidakan ini mempunyai tujuan yang sama dengan keadilan restoratif yakni menjauhkan anak dari sanksi berupa pemidanaan yang sifatnya lebih kepada pemberian penderitaan serta perampasan kemerdekaan si anak. Saran Perlu adanya diklat tentang implementasi keadilan restoratif (restorative justice) bagi jajaran aparat penegak hukum dari tinggkat kepolisian sampai dengan hakim dan bisa jadi advokat, khususnya di wilayah hukum Kota Surakarta. Perlu adanya divisi atau bagian atau focal point tentang penanganan perkara anak ditingkat kejaksaan sebagaimana di kepolisian yang diberi nama unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Jadi para petugasnya benar-benar terlatih serta mempunyai perhatian khusus terhadap penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, guna menjalankan sistem keadilasn restoratif.
15
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hamzah, Andi, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Renika Cipta. Leback, Karen, 2012, Teori-Teori Keadilan (Six Theories of Justice), Bandung: Nusa Media. Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan konsep Diversi dan Restorative Justice), Bandung: Refika Aditama. Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Netra, Anak Agung Gde Oka, 2001, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Jakarta: Hanuman Sakti. Saraswati, Rika, 2009, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Supeno, Hadi, 2010, Kriminalisasi Anak (Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Surbakti, Natangsa, 2012, Dari Keadilan Retributif Ke Keadilan Restoratif (Rangkuman Hasil Penelitian Penyelesaian Perkara Pidana dengan Pendekatan Keadilan Restoratif), Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Didik , 2012, Hukum Dalam Rangka Menegakkan Keadilan, dalam http://dikdiklove.blogspot.com/2012/02/hukumdalam-rangka-menegakkankeadilan.html, diunduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20. Lubis, Ibrahim, 2012, Pengertian Keadilan Dalam Alquran, dalam http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalamalquran.html, diunduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20. Priliawito, Eko dan Luqman Rimadi, 2011, Anak Indonesia Mendekam di Penjara, dalam http://metro.news.viva.co.id/news/read/273781-4-622-anakindonesia-mendekam-di-penjara, diunduh Rabu, 03 Oktober 2012. pukul 15:05.