Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
ALAT TUKAR DI PAPUA DAN KOMODITASNYA Marlin Tolla (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Exchange of goods that eventually led to trade in the coastal areas and central highlands of Papua occur because of increased demand for commodities. It is also caused by the influence of the contact that occurred between the inhabitants papua papua with residents from the outside. The exchange of goods conducted in Papua between the tribes who live in coastal regions and tribes in the mountainous areas in the beginning is made very simple without the use of a medium of exchange, ie, mutual exchange of goods with goods that are considered necessary by each party to the transaction in a place which been agreed. Then on the next period, then the familiar medium of exchange in transactions that ultimately the emergence of trade. This occurred after the entry of some of the influences brought by the party who began to explore commodities - commodities such as birds of paradise in Papua, masohi woods, slaves and other commodities. As for the goods as a means to exchange commodities mentioned above, among others: the goods are made from bronze, ceramic, metal, cloth of timor, and others. Along with the inclusion of these objects to the Papuans, the tribe - the tribal papua then started using some tools, which have value in their own trade, among others: stone axes, seashells, beads and others who until now is still used mainly in traditional ceremonies like marriage
Keywords: Exchange, trades, commodities
Pendahuluan Sejarah perdagangan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman prasejarah terbukti dengan ditemukannya nekara, manik-manik dan alat-alat logam lainnya yang menyebar dari sabang hingga merauke (Mahmud,2002). Perdagangan tersebut terjadi karena adanya permintaan dari penduduk pribumi akan barang tersebut khususnya orang-orang yang dianggap terpandang atau mampu. Atau diperoleh karena adanya sistem persembahan yang biasa disebut dengan sistem resiprokal atau eperion. Sebagai contoh adalah manikmanik kaca Indo-pasifik yang menyebar di seluruh kawasan Indonesia hingga pasifik Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
55
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
yang merupakan bukti nyata terjadinya perdagangan antar bangsa dan lebih meningkat berkat adanya hubungan maritim yang dilakukan dengan menggunakan kano atau perahu sejenisnya (Bellwood, 2000). Papua yang terbentang antara masa lalu dan masa sekarang cukup sarat akan perjalanan sejarah budaya khususnya dalam hal perdagangan. Proses perjalanan perdagangan tersebut merupakan hasil dari proses kontak budaya dengan berbagai komponen yang dimulai dari abad ke-8 sampai abad ke-16. Kontak yang terjadi pada periode ini merupakan kontak perdagangan yang terjadi antara penduduk Papua dengan penduduk dari daerah lain di kepulauan Indonesia maupun dari luar Nusantara. Adapun sumber yang menyebutkan adanya kontak dagang yang terjadi yakni diantaranya dari keterangan tertulis dalam sumber kerajaan Sriwijaya tahun 724 dan dalam sumber kerajaan Majapahit pada abad ke-14 terbukti dari burung cenderawasih yang dibawa oleh para duta raja Sri Indrawarman dari Sriwijaya untuk dipersembahkan kepada Kaisar Tiongkok. Dalam masa jaya Sriwijaya, Papua disebut “Janggi” oleh para penulis berita (Korm, 1926:120; Rouffaer 1915). Keterangan ini menggambarkan bahwa dalam lintas perdagangan Nusantara, Papua sudah menjadi salah satu tempat tujuan untuk mendapatkan komoditi tertentu seperti burung cenderawasih, kulit buaya, kayu masohi dan komoditi lainnya. Menurut Timbul Haryono (2010), proses perdagangan ditandai dengan adanya alat tukar. Sebelumnya transaksi yang dilakukan di kala itu belum memiliki kepastian mengenai nilai suatu benda yang dapat dijadikan sebagai alat ukur atas barang yang diperdagangkan.
Pembahasan Komoditas dan Alat tukar adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Alat tukar digunakan untuk membayar komoditas dan begitupun sebaliknya atau dengan kata lain bentuk-bentuk perdagangan dilakukan untuk memperoleh komoditas dan juga faktor untuk mendapatkan alat tukar. Suku- suku yang berdiam baik di daerah pesisir maupun di daerah pegunungan Papua kaya akan komoditas tetapi sangat kekurangan dalam hal alat tukar. Pada masa belum dikenalnya alat tukar, transaksi dilakukan dengan barter yaitu menukarkan barang dengan barang. Ukuran yang digunakan adalah kebutuhan satu 56
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
pihak akan barang tertentu yang dimiliki oleh pihak lain dan atas dasar itulah terjadi tawar-menawar dan kecocokan harga sehingga dapat dilakukan barter. Barang yang diperdagangkan umumnya adalah hasil pertanian, hewan ternak, perburuan serta kerajinan tangan. Hal ini bisa dilihat pada suku yang berdiam di pegunungan tengah antara lain suku Amungme, Suku Dani, Suku Moni dan ekagi yang saling mempertukarkan komoditi hasil daerah masing-masing. Suku Amungme mempunyai kulit kerang (cypraea moneta) di tukarkan dengan tembakau, noken, busur dan kapak dari suku Dani. Suku Dani mempunyai banyak babi kemudian ditukarkan dengan garam dari orang Moni dan suku Kamoro yang bermukim di daerah yang lebih rendah bagian selatan. Suku Amungme mempertukarkan tembakau, tebu, pisang dan keladi miliknya dengan ikan, parang, kapak, pisau, garam dan manik-manik dari suku Kamoro. Selain itu suku yang berada di Pegunungan Tengah Papua juga melakukan barter dengan suku yang berada di daerah pesisir dengan menukarkan masing-masing komoditas yang dimiliki. Barter menjadi awal dari hubungan antara suku di pegunungan dan pesisir dan selanjutnya digantikan dengan perdagangan dengan menggunakan alat tukar seperti kulit kerang, kapak batu, manik-manik, gelang kerang, dan beberapa benda lainnya. Alat tukar tersebut digunakan oleh suku-suku yang berdiam baik di daerah pesisir maupun di Pegunungan Tengah Papua. Dalam perdagangan lokal yang dilakukan oleh suku-suku di pegunungan tengah terdapat central place tertentu dalam hal ini suatu tempat yang disepakati bersama dimana mereka bertemu dan melakukan transaksi, dalam bahasa suku Kamoro tempat itu bernama Aikwa. Perdagangan antar suku ini cukup unik yakni pada saat melakukan transaksi mereka tidak saling menyapa, tetapi dilakukan dengan memakai bahasa isyarat. Dalam perdagangan ini juga terdapat pihak ketiga atau biasa disebut middle man yang bertugas mempertemukan dua pihak dalam bertransaksi. Gbr. 1 Barter yang dilakukan dengan saling menukarkan hasil kebun.
Gbr. 2 Alat tukar kulit kerang (mege) yang digunakan untuk membeli ubi jenis talas
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura 2010)
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
57
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
Meningkatnya kebutuhan akan komoditas yang berfungsi sebagai penanda status sosial sejalan dengan munculnya tatanan masyarakat di Papua yang menjadi faktor pendorong terjadinya pertukaran barang dan sekaligus perdagangan antar penduduk baik yang berada di daerah pesisir maupun masyarakat yang berdiam di daerah pegunungan. Mobilitas alat tukar dalam perdagangan yang dilakukan di daerah pesisir lebih cepat dibandingkan dengan daerah di sekitar pegunungan Papua. Hal ini terjadi disebabkan oleh faktor keletakan. Daerah pesisir lebih mudah diakses oleh setiap komponen baik yang berada dalam lingkup Nusantara maupun dari luar Nusantara, sedangkan daerah pegunungan Papua yang tingginya rata-rata 3000-5000 m dpl sangat berat untuk ditaklukkan. Aktivitas perdagangan yang dilakukan baik di pesisir maupun di daerah pegunungan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dalam hal ini ketersediaan bahan komoditi dan alat tukar yang menjadi alat pembayaran. Pada awalnya perdagangan dilakukan tanpa alat tukar dan hal ini khususnya dilakukan di daerah pegunungan/dataran tinggi Papua. Walaupun alat tukar di Nusantara mulai dikenal pada awal abad ke-3 Masehi namun ternyata hal ini tidak mempunyai banyak pengaruh di kawasan timur Indonesia khususnya di Papua. Berdasarkan data sejarah dan beberapa data yang berkaitan dengan itu maka diketahui bahwa ada beberapa tahapan gelombang yang datang ke Papua dan dimulai pada abad ke-8 Masehi yang dimulai dengan masuknya ras Austronesia ke Papua menduduki daerah pesisir Utara dimulai dari daerah Kepala Burung (Raja Ampat) sampai ke Papua New Guinea. Di daerah Raja Ampat terdapat beberapa peninggalan seperti nekara yang terbuat dari perunggu, di sekitar Danau Sentani ditemukan kapak perunggu serta beberapa daerah lainnya di pesisir utara Papua yang menjadi bukti masuknya pengaruh Dongson. Dengan adanya hal ini maka diperkirakan proses perdagangan di Papua yang melibatkan unsur di luar Nusantara telah mulai ada di Papua sejak masa prasejarah.
58
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
Gbr. 3 Kapak Perunggu yang ditemukan di Kwadeware Sentani yang diperkirakan berasal dari Dongson
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura 2010) Pada abad-abad berikutnya setelah abad ke-8 Masehi, ketika kerajaan-kerajaan besar baik yang terdapat di pulau Jawa maupun di Sumatra seperti kerajaan Majapahit, Mataram dan Sriwijaya berada dalam masa keemasannya serta kedatangan orangorang Eropa seperti Spanyol, Portugis dan Belanda ke yang mencari komoditi di Papua menjadikan beberapa alat tukar seperti bahan yang terbuat dari kuningan, manik-manik, keramik, serta alat tukar lainnya masuk ke Papua. Baik yang berada pada bagian pesisir maupun di Pegunungan Tengah Papua. Adapun jenis-jenis alat tukar tradisional tersebut diatas mengalami perkembangan nilai baik pada masyarakat di daerah pesisir maupun di daerah pegunungan. Perkembangan nilai alat tukar dalam masyarakat Papua yang pada awalnya hanya sebagai alat pembayaran komoditi kemudian berfungsi untuk pembayaran mas kawin, pembayaran kepala, dan berbagai macam kegiatan adat lainnya. Hal ini dapat dilihat pada suku yang berdiam di Teluk Cendrawasih seperti Waropen, Yapen dan Biak, alat tukar yang dianggap memiliki Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
59
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
nilai pada akhirnya dijadikan sebagai alat pembayaran mas kawin yaitu antara lain: piring besar yang terbuat dari keramik (rewanggua bawa/benbepon), gelang kerang (sampari), guci /porselin (mori-mori). Kemudian pada suku yang berdiam di sekitar Danau Sentani menggunakan kapak batu dan manik-manik sebagai mas kawin. Masing-masing alat tukar tersebut diatas mempunyai nilai tersendiri yang didasarkan atas ukuran, jenis, serta tanda-tanda fisik yang menyertai benda tersebut. Hal inilah yang menjadi ukuran untuk dilakukannya transaksi dalam upacara adat.
Gbr. 4 Proses Penilaian Kapak Batu dan Manik-manik dalam Suku Sentani
(dokumentasi Marlin Tolla 2010) Lain halnya yang terjadi pada suku Bauzi yang berdiam di sekitar aliran Sungai Mamberamo. Kulit buaya menjadi komoditas andalan dan sekaligus sebagai komponen utama yang membuka terjadinya kontak dengan daerah luar. Komoditi inilah yang kemudian menjadikan benda–benda seperti masuknya benda yang terbuat dari besi, yang pada akhirnya menjadi barang yang begitu bernilai di sekitar aliran Sungai Mamberamo. Benda-benda yang terbuat dari besi memiliki nilai tukar yang sangat tinggi khususnya 60
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
digunakan dalam pembayaran mas kawin hingga sekarang ini. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan komoditas di Nusantara, Papua kemudian menjadi salah satu pulau yang menjadi tujuan kedatangan para pemburu komoditas. Komoditi yang diperdagangkan antara masyarakat Papua dengan pemburu komoditas yaitu burung cenderawasih, kasuari, mambruk, kakatua, kayu masohi dan lainlain. Hal ini terjadi setelah pengenalan akan kemaritiman mulai dikenal hal ini didasarkan atas bukti-bukti yang ada di Nusantara, perdagangan antar bangsa semakin meningkat ketika memasuki awal masehi, karena sudah ditemukan pemukiman dan pelabuhan di daerah pesisir sehingga memudahkan dalam pendistribusian barang-barang yang diinginkan. Temuan gerabah arikamedu dari India di situs Pacung-Bali utara merupakan bukti kuat adanya perdangangan antar bangsa yang melibatkan saudagar asing di beberapa wilayah di Indonesia pada awal Masehi (Ardika,1991). Di Papua sendiri, keterampilan akan pelayaran dikenal oleh suku yang berdiam di sekitar daerah pesisir, contohnya adalah suku Biak yang melakukan pelayaran sampai ke ternate dan Maluku. Keterampilan berlayar yang dikenal oleh suku di daerah pesisir Papua menjadi salah satu pendorong masuknya barang-barang baru ke Papua contohnya adalah kain timor. Di daerah Kepala Burung khususnya pada suku Meybrat kain timor yang berasal dari kepulauan Nusa Tenggara menjadi salah satu komoditas yang mempunyai nilai yang tinggi baik sebagai alat tukar pada masa lalu maupun sebagai pembayaran mas kawin pada masa kini.
Gbr. 5 Kain Timor
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura 2010)
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
61
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
Selain itu, komoditi yang terdapat di Papua juga sangat diminati oleh pelancongpelancong dunia diantaranya adalah pedagang Cina dan Timur Tengah. Mereka menukarkan produk bawaan seperti keramik dengan hasil bumi khususnya burung cenderawasih, dan pala yang merupakan komoditi perdagangan terlaris pada masa itu di Papua. Pedagang Cina yang melakukan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit dan beberapa kerajaan lainnya di daerah Sulawesi dan Ternate kemudian memperluas aktivitasnya ke daerah Papua. Saat itulah keramik masuk ke suku-suku yang berdiam di daerah pesisir Teluk Cenderawasih seperti Waropen, Yapen dan Biak, alat tukar yang dianggap memiliki nilai yang pada akhirnya dijadikan sebagai alat pembayaran mas kawin yaitu antara lain: piring besar yang terbuat dari keramik, gelang kerang, guci porselin. Setelah menduduki fungsinya sebagai alat tukar, lambat laun barang-barang yang terbuat dari keramik menjadi barang yang begitu bergengsi yang kemudian dijadikan sebagai mas kawin sampai sekarang ini.
Gbr.6 Kayu Masohi
(Sumber: Muller 2008)
62
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
Adanya keramik di Papua tidak lepas dari hubungannya dengan peningkatan akan permintaan barang mewah dalam lingkungan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara yang terjadi pada masa Kerajaan Majapahit abad XIV yang dipenuhi sutera dan porselin dari Cina. Bahkan dikirim utusan khusus dengan gelar arya atau patih untuk melakukan perdagangan diplomatik dengan Cina. Perdagangan tersebut meningkat lebih pesat lagi ketika ada misi perjalanan Cina yang dipimpin Cheng Ho yang diutus oleh kaisar Yongle dari dinasti Ming untuk memperluas Ming di jalur perbatasan Cina yang berlangsung antara tahun 1405-1433 (Wade, 2002). Misi tersebut akhirnya memunculkan kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa yang terbentuk akibat adanya perdagangan sehingga menambah ramai arus perdagangan di Nusantara pada abad XV. Ramainya perdagangan dan kebutuhan akan rempah akhirnya memaksa bangsa-bangsa barat melakukan pelayaran sendiri untuk menemukan sumber rempah. Selain itu munculnya pelabuhan besar tidak hanya di terjadi di Jawa tetapi juga terdapat di kepulauan Sulawesi dan Maluku. Berdasarkan hal ini maka dari segi keletakan maka kedua pulau ini sangat dekat dengan Papua, hal inilah yang memudahkan barang-barang seperti keramik masuk ke Papua dan pada akhirnya menjadi benda yang mempunyai nilai tinggi khususnya pada suku yang berdiam di kawasan pesisir Papua.
Gbr. 7. Piring Keramik (dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura 2010)
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
63
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
Penutup Pertukaran barang yang pada akhirnya memunculkan perdagangan di daerah pesisir dan Pegunungan Tengah Papua terjadi karena meningkatnya kebutuhan akan komoditas. Selain itu juga disebabkan oleh pengaruh dari kontak yang terjadi antar penduduk Papua dengan penduduk dari luar Papua. Pertukaran barang yang dilakukan di Papua antara suku yang bermukim di daerah pesisir dan suku di daerah pegunungan pada awalnya dilakukan dengan sangat sederhana tanpa penggunaan alat tukar, yakni saling menukarkan barang dengan barang yang dianggap diperlukan oleh masing-masing pihak yang melakukan transaksi di suatu tempat yang telah disepakati bersama. Selanjutnya pada masa-masa berikutnya, alat tukar kemudian di kenal dalam transaksi yang pada akhirnya memunculkan perdagangan. Hal ini terjadi setelah masuknya beberapa pengaruh yang dibawa oleh pihak yang mulai mengeksplorasi komoditi unggulan yang terdapat di papua seperti burung cenderawasih, kayu masohi, budak dan komoditas-komoditas lainnya. Adapun barang yang menjadi alat untuk ditukarkan dengan komoditi tersebut diatas antara lain: barang-barang yang terbuat dari perunggu, keramik, bahan-bahan yang terbuat dari besi, kain timor, dan lain-lain. Seiring dengan masuknya benda-benda tersebut ke Papua, suku asli Papua kemudian mulai menggunakan beberapa alat yang dianggap mempunyai nilai yang tinggi yang digunakan sebagai mas kawin antara lain: kapak batu, kulit kerang, manik-manik, piring keramik, kain timor dan benda lainnya yang pada awalnya digunakan sebagai alat tukar.
64
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
DAFTAR PUSTAKA Ardika, I Wayan 1991. “ Archaeological Research in Northeastern Bali Indonesia” Unpublished Ph.D Thesis. Canberra: Australian National University. ______”Jejak-jejak Arkeologi Tentang Perdagangan dan Pertukaran di Kawasan Nusantara”dalam Seminar Semarak Arkeologi II Bandung Juni 2010. Bellwood,Peter.2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Haryono, Timbul. 2010. “Alat Tukar dalam Perdagangan Pada Masa Hindu – Budha di Nusantara” makalah dalam Seminar Semarak Arkeologi II, Bandung. Mahmud, M.Irfan. 2002. “Askripsi Keindonesian dalam Jaringan Nasional”. Dalam Tradisi, Jaringan Maritim dan Sejarah Budaya: Perspektif Enoarkeologi – Arkeologi Sejarah. Irfan Mahmud (ed.). Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Muller, Kal.1997. Maluku: Indonesian Spice Islands. Singapore: Periplus Edition. Manguin,Pierre-Yves.1983. “Dunia yang Ramai: Laut Cina dengan Jaringan – Jaringannya” dalam Citra Masyarakat Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan. Mampioper,A. 1980. Mengenal beberapa Aspek Hidup Suku Dani dan beberapa S u k u lain di Pegunungan Tengah. Mansoben,R.J.1985. Sistem Politik Pria berwibawa di Irian Jaya; Suatu Komparatif Terhadap Lima Suku Bangsa. Jakarta: Universitas Indonesia (Tesis S2). Wade, Geoffrey. 2002. “ Pertumbuhan Perdagangan Cina” dalam Sejarah Modern Awal. Jakarta: Buku Antar Bangsa.
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010
65
Marlin Tolla, Alat Tukar di Papua dan Komoditasnya
Gerabah dari Kampung Ayapo, Sentani, Jayapura
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura 2010)
66
Papua Vol. 2 No. 1 / Juni 2010