KAIDAH-KAIDAH
AL WASIAT
Published by Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyya Pakistan
KAIDAH-KAIDAH
AL WASIAT
Published by Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyya Pakistan
Printed by
PRAKATA KAIDAH-KAIDAH AL-WASIYAT CATATAN PENULIS Nazarat Bahisti Maqbarah mendapat karunia dengan diberi kesempatan untuk menerbitkan edisi baru dari Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat, yang telah direvisi di bawah pengawasan Hadrat Khalifatul Masih IV dan Hadrat Khalifatul Masih V. Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat pertama kali diterbitkan setelah Majlis Syura 1983 dengan didirikannya Komite oleh Hadrat Khalifatul Masih IV yang bertugas mendata dan mengumpulkan kaidah-kaidah berkenaan dengan AlWasiyat.
Salinan buku Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat ini harus ada di seluruh perpustakaan. Adalah kewajiban dari Sekretaris Al-Wasiyat untuk mempelajari dan membimbing para Mushi dengan semestinya. Semoga Allah memberikan karunia bagi para Mushi dan pengurus untuk mengambil manfaat dari edisi terbaru buku ini. Wassalam,
Sekretaris Majlis Karpardaz, Masalih Qabristan, Rabwah.
KATA PENGANTAR Beberapa proposal berkenaan dengan Al-Wasiyat dibuat selama Majlis Musyawarah pada tahun 1983. Setelah mengambil keputusan pada musyawarah tersebut, Hazrat Khalifatul Masih IV menugaskan Komite untuk ‘meneliti seluruh kaidah Al-Wasiyat yang ada berdasarkan prinsipprinsip dasar Al-Wasiyat’ dan untuk ‘membuat peraturan yang konsisten serta menyeluruh’ serta menyerahkan seluruh hasilnya tersebut kepada Huzur. Anggota Komite ini antara lain: Nama Mewakili 1. Dr. Ata ur Rahman (dari Sahiwal, Multan, BahawalSahiwal) pur, Rahimyar Khan, Dera Ghazi Khan (Ketua Komite) 2. Ch. Saghir A. Cheema Karachi, Sind, Baluchistan (dari Karachi) 3. Tn. Mujibur Rahman, Rawalpindi, Gujrat, Attock, pengacara (dari Rawal- Jehlum pindi) 4. Ch. Idris Nasrullah Khan Lahore, Gujranwala, Si(dari Lahore) alkot, Okara, Kasur 5. Ch. Ghulam Dastgir, Pen- Faisalabad, Sargodha, gacara (dari Faisalabad) Jhang, Sheikhupura, Mianwali, dan distrik lainnya di Punjab 6. Tn. Abdus Salam Khan Provinsi Sarhad (dari Peshawar) 7. Sahibzada Mirza Khur- Sadr. Anjuman Ahmadishid Ahmad (dari yyah Pakistan Rabwah) 8. Tn. Bashir Shad (dari - do Rabwah)
9. Tn. Nasim Saifi (dari Rabwah) 10. Tn. M. Muslihuddin Ahmad (dari Rabwah) 11. Tn. Abuul Munir Nurul Haq (dari Rabwah) 12. Sahibzada Mirza Ghulam Ahmad (dari Rabwah) 13. Tn. Ata ur Rahman Mahmood (dari Rabwah) 14. Mir Masood Ahmad (dari Rabwah) 15. Tn. Sultan Mahmud Anwar (dari Rabwah)
Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah - do -
Waqf Jadid Anjuman Ahmadiyah Majlis Ansharullah Markaz Majlis Khuddamul Ahmadiya Markaz Lajna Imaillah Markaz Sekretaris Komite
Beserta laporan dari Komite ini, yang diberikan pada Majlis Musyawarah 1984, Hadhrat Khalifatul Masih IV menerima rekomendasi dari Komite dengan beberapa amandemen dan menginstruksikan Komite untuk mempertimbangkan kembali perihal empat hal spesifik dan rekomendasi lebih lanjut. Komite memberikan rekomendasi empat hal tersebut pada 26 Februari 1985 dimana Huzur menyetujuinya. Sekretaris Pribadi mengkomunikasikan persetujuan Huzur tersebut beserta tugas selanjutnya, dimana laporan tersebut dan kehendak Huzur berkenaan dengan hal tersebut haruslah diselesaikan sebelum Majlis Musyawarah sebagai informasi dan tidak perlu lagi membahas ulang laporan tersebut (pada saat Majlis Musyawarah berlangsung). Selanjutnya, laporan dan instruksi Huzur tersebut di atas dibacakan pada saat Majlis Syura 1985. Departemen Bahisti Maqbarah dengan senang hati menerbitkan Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat yang telah disetujui ini, agar dapat memberi manfaat bagi anggota Jemaat, terutama para Mushi/Mushiah. Dalam merangkum kaidah-kaidah ini, Komite telah
mempelajari secara seksama Buklet Al-Wasiyat dan lampiran-lampirannya, Notulen Rapat Pertama Dewan Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian tanggal 29 Januari 1906, perintah Khalifah Jemaat Ahmadiyah dan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Al-Wasiyat. Sama halnya dengan porsi relevan dalam laporan Majelis Musyawarah sejak tahun 1922 hingga 1983 turut dipelajari secara seksama dan disusun agar tetap segar. Dalam kompilasi terbaru ini, beberapa poin turut muncul dalam pemikiran: 1. Aspek-aspek yang mewakili prinsip-prinsip dasar, dan – lebih spesifik lagi – instruksi atau sabda dari Masih Mau’ud as dan para Khalifah Jemaat Ahmadiyah, telah disusun dalam satu kesatuan yang terpadu dan telah dikategorikan sebagai kaidah. 2. Aspek-aspek yang senantiasa berubah menurut keadaan atau bagian-bagian tertentu dari suatu hukum pokok, atau penjelasan-penjelasan, telah disusun dalam bentuk peraturan-peraturan. 3. Aspek-aspek yang semata-mata berhubungan dengan hal-hal administratif telah disusun dan disatukan dalam bentuk instruksi. Dalam hal ini, isi dari kaidah dasar ini, kata-kata yang terkandung di dalamnya bersumber dari buklet Al-Wasiyat, lampiran-lampirannya, atau keputusan yang disetujui dalam rapat perdana yang telah disebutkan di atas. Berkenaan dengan itu, 94 Kaidah telah disusun sebagai Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat. Kaidah-Kaidah ini telah disetujui oleh Hadhrat Khalifatul Masih IV atba dan isi yang dipersembahkan kepada saudara-saudara, anggota Jemaat, secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Definisi / Penjelasan-Penjelasan, 2. Majlis Karpardaz Masalih Qabristan (Majlis Pengelolah Kemaslahatan Pekuburan, 3. Ketentuan dan syarat-syarat Wasiyat, 4. Penulisan dan Penyempurnaan Wasiyat, 5. Pembayaran,
6. Pembatalan dan Pemberlakuan Kembali Wasiyat, 7. Pemakaman dan Katbah (nisan), 8. Lain-lain, 9. Penjelasan, Penafsiran, Perubahan dan Pembatalan. Melengkapi kaidah-kaidah di atas, buku ini memuat pula hal-hal berikut: Contoh formulir Wasiyat dan kesaksian penguat, Peraturan-peraturan Majlis Karpardaz berkenaan dengan “pendapatan” (income) Contoh formulir detail pembayaran dan pernyataan berkenaan dengan pem-bayaran Hissa Amad, Peraturan-peraturan Majlis Karpardaz berkenaan dengan tatacara penaksiran (assessment procedure), Majalis Mushian, Petunjuk-petunjuk bagi para Mushi/Mushiah, Petunjuk-petunjuk bagi calon Mushi/Mushiah, Petunjuk-petunjuk bagi Majaliz Karpardaz Masalih Qabristan, Petunjuk-petunjuk bagi pengurus Jemaat Lokal, Contoh formulir bagi Mushi/Mushiah yang telah wafat untuk pemakaman, Petunjuk-petunjuk bagi Kantor Bahisti Maqbarah, Petunjuk-petunjuk berkenaan pemberlakuan kembali atau pembatalan Wasiyat. Nazarat (kantor) Bahisti Maqbarah berharap pada para anggota dan pengurus Jemaat, serta khususnya Ketua Majlis Mushian, untuk memberikan perhatian pada setiap Mushi/Mushiah supaya mereka mempelajari buku ini, juga memotivasi mereka untuk mengikuti kaidah-kaidah yang ada, agar dapat memperkuat nizam Wasiyat ini. Sekretaris Majlis Karpardaz Masalih Qabristan, Rabwah.
CATATAN TENTANG TERJEMAHAN Terjemahan Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat ini, yang mana telah direvisi berulang-ulang kali, merupakan terjemahan dari buku ‘Qawaid Al-Wasiat’. Terjemahan ini telah diusahakan seakurat mungkin, tanpa mengubah konsep dan ruh dari Kaidah-Kaidah yang ada. Di beberapa poin mungkin akan timbul beberapa kejanggalan dalam penulisan, namun hal tersebut dikarenakan perbedaan alami dari dua bahasa yang tidak dapat dihindari. Perlu diingat bahwa prinsip pertama apabila timbul keraguan atau kesimpang-siuran makna, maka jadikanlah buku Qawaid Al-Wasiat (Urdhu) se-bagai rujukan utama. Sebagai tambahan, telah ditambahkan pula footnotes (untuk penjelasan lebih lanjut) apabila dibutuhkan. Untuk mencegah perbedaan makna, beberapa istilah dalam bahasa Urdhu turut digunakan. Terjemahan ini mencakup pula perubahan terkini yang telah disetujui oleh Hadrat Khalifatul Masih IV. Untuk penjelasan lebih lanjut, para anggota disarankan untuk terus melakukan komunikasi dengan Majlis Mushian, Wakilul Mal II Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah Pakistan, Rabwah, atau Sekretaris Majlis Karpardaz Rabwah melalui Wakilul Mal II Tahrik Jadid. Hameedullah Wakil A’la Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyya Pakistan Rabwah London 1 November 1989.
PRAKATA EDISI KEDUA Dalam terjemahan kedua buku Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat ini, terdapat beberapa penambahan dan perubahan yang telah disetujui oleh Hadrat Khalifatul Masih IV dan Hadrar Khalifatul Masih V. Perubahan-perubahan ini telah disesuaikan dengan edisi kedua Qawaid Al-Wasiat (bahasa Urdhu) yang diterbitkan oleh Nazarat Bahisti Maqbarah pada bulan Mei 2009. Edisi terbaru ini mencakup tiga bagian:
• Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat, • Peraturan-peraturan dari Majlis Karpardaz, • Petunjuk-Petunjuk. Penambahan dan perubahan pada tiap bagian antara lain: Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat :
1. Referensi dari beberapa kaidah, dan keputusan Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan telah ditambahkan dalam Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat ini. 2. Perubahan penting telah disesuaikan dengan beberapa peraturan yang berkenaan dengan Majlis Karpardaz Masalih Qabristan, Penulisan dan Penyempurnaan Wasiyat, Pembayaran Candah Wasiyat, Pembatalan dan Pemberlakuan kembali, serta Pemakaman dan Katbah. 3. Contoh-contoh formulir Wasiyat juga telah dimuat dengan beberapa perubahan yang dianggap perlu. Peraturan-Peraturan Majlis Karpardaz
1. Penjelasan berkenaan pendapatan (income) telah ditambahkan dan di-up-date. 2. Contoh-contoh formulir yang berkaitan dengan Schedule C, termasuk ‘Detail Pembayaran’ dan ‘Formuler Laporan / Verifikasi Candah Hissa Amad’ telah dimuat dengan
beberapa perubahan yang relevan. Pada edisi ini contoh formulir harta kekayaan juga telah dimuat untuk pertama kalinya. 3. Beberapa penambahan dan perubahan juga dibuat, berkenaan dengan tata cara penaksiran harta kekayaan. Petunjuk-Petunjuk (Guideline)
1. Peraturan berkenaan dengan Majalis Mushian telah direvisi. 2. Petunjuk-petunjuk untuk Mushi/Mushiah, calon Mushi/ Mushiah, pengurus lokal, dan kantor Bahisti Maqbarah juga telah direvisi. 3. Berkenaan dengan pentingnya memiliki Maqbarah Mushian (perkuburan bagi para Mushi) di setiap Negara, peraturan baru telah dibuat dalam kaitannya dengan pengurusan Maqbarah Mushian ini. Semoga Allah memberikan kekuatan bagi kita untuk mentaati dan menjalani Kaidah-Kaidah ini dengan sebaikbaiknya. Wassalam
Hameedullah Wakil A’la Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyya Pakistan Rabwah 10 Maret 2010.
PRINSIP-PRINSIP Sewaktu memberikan kabar suka berkenaan dengan Kudrat Kedua, Masih Mau’ud as. menuliskan dalam buku Al-Wasiyat sebagai berikut: “Aku lahir sebagai suatu kudrat dari Tuhan. Aku adalah Kudrat Tuhan yang berjasad. Kemudian sesudah aku akan ada lagi beberapa wujud yang menjadi mazhar (cerminan) sebagai Kudrat Kedua.”
Setelah kewafatan Masih Mau’ud as. Kudrat Kedua yang dijanjikan tersebut tak dapat disangkal lagi telah menjadi kenyataan dalam bentuk Khilafat Ahmadiyah, dimana seluruh Jemaat termasuk Sadr Anjuman Ahmadiyah berada dibawah naungan Kudrat Kedua tersebut yang hadir sebagai sosok seorang Hazrat Hakim Maulvi Noorud-Din Sahib, Khalifatul Masih I. Setelah berdirinya (Kudrat Kedua) maka selamanya Sadr Anjuman Ahmadiyah akan senantiasa berhubungan dengan Kudrat Kedua, yaitu Khalifatul Masih; seperti halnya hubungannya dengan Kudrat Pertama, yaitu Masih Mau’ud as.
Kesesuaian makna dari Kaidah-Kaidah yang dibuat oleh Sadr Anjuman Ahmadiyah telah disetujui oleh Masih Mau’ud as., dan telah diterbitkan dalam bulletin Al-Hakim dan Al-Badr, sebagai berikut: “Dalam segala hal, sabda dari Masih Mau’ud as adalah mutlak, bersifat final, dan mengikat bagi Sadr Anjuman Ahmadiyah, badan-badan di bawahnya, dan seluruh cabang-cabangnya.”
(Al-Badr No. 8, Vol. 11, hal. 8, tanggal 23 Februari 1906)
Kaidah Al-Wasiyat
1
KAIDAH-KAIDAH AL-WASIYAT Kaidah no. 1. Kaidah-kaidah ini disebut “KaidahKaidah Al-Wasiyat” dan berlaku sejak disahkan.
Kaidah no. 2.
DEFINISI / PENJELASAN i. WASIYAT: adalah perjanjian yang dilaksanakan menurut tata cara institusi Al-Wasiyat, yang dicanangkan oleh Masih Mau’ud a.s berdasarkan buku saku Al-Wasiyyat karya eliau.
ii. CALON MUSHI: atau “Pelaksana Wasiyat” adalah seseorang yang berkeinginan menjadi Mushi, setelah ia menyelesaikan / menyempurnakan syarat-syarat berwasiyat, dan menyerahkannya kepada pengurus Jemaat yang bertanggung jawab untuk mengurusnya. iii. MUSHI: adalah seluruh Calon Mushi / Pelaksana Wasiyat yang wasiyatnya telah disetujui oleh Sadr. Anjuman Ahmadiyah Pakistan.
iv. MAJLIS KARPARDAZ: adalah Majlis Karpardaz Masalih Qabristan (Majlis Pelak-sana Admisnistrasi Pekuburan dan Pemakaman) yang didirikan dan berkedudukan di Markas Pusat Jemaat Ahmadiyah, sesuai dengan yang tertera di Lampiran buku Al-Wasiyat. v. JAI’DAD: adalah seluruh harta bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki oleh Mushi/Mushiah, yang mana dianggap sebagai harta kekayaan dan tidak dianggap pengecualian oleh peraturan Majlis Karpardaz.
2
Kaidah Al-Wasiyat
vi. HISSA JAI’DAD: adalah bagian dari harta kekayaan (Jai’dad) milik Mushi/Mushiah, yang wajib dibayarkan menurut perjanjian dalam Wasiyat-nya sesuai dengan peraturan yang berlaku. vii. AMAD: adalah seluruh pendapatan Mushi/Mushiah yang diterima olehnya dari ber-bagai sumber, dan tidak menjadi pengecualian menurut peraturan dari Majlis Karpardaz.
viii. HISSA AMAD: adalah Candah (iuran) yang wajib dibayar dari pendapatan Mushi/Mushiah, sesuai perjanjian dalam Wasiyat-nya. ix. TARKA: adalah seluruh peninggalan milik Mushi/ Mushiah (baik kekayaan, uang, maupun asset) yang dimiliki olehnya ketika meninggal dunia, yang secara umum dianggap sebagai ‘Tarka’ (peninggalan) dan tidak dianggap sebagai pengecualian oleh peraturan dari Majlis Karpardaz.
x. PENAKSIRAN: adalah penaksiran nilai atau harga kekayaan (Jai’dad) milik Mushi / Mushiah sesuai peraturan yang berlaku. xi. PERATURAN YANG BERLAKU: Kecuali konteks lain dibutuhkan, melakukan sesuatu menurut peraturan yang berlaku berarti melakukannya sesuai dengan peraturan yang relevan / sesuai terhadap subjek, ketika peraturan tersebut disahkan.
xii. USIA DEWASA (BALIGH): demi keperluan Wasiyat, maka usia dewasa menurut Syariat ialah 15 tahun.
Kaidah Al-Wasiyat
3
MAJLIS KARPARDAZ MASALIH-QABRISTAN (Majlis Pelaksana Admisnistrasi Pekuburan dan Pemakaman)
Kaidah no. 3. Komite atau Majlis yang menangani
seluruh masalah administratif berhubungan dengan Wasiyat dan Bahishti Maqbarah disebut Majlis Karpardaz Masalih Qabristan, yang berkedudukan di Markas Pusat Jemaat Ahmadiyah. Majlis ini merupakan Nazhir (Kepala Pelaksana) di Nizharaat (Departemen) Bahishti Maqbarah(1).
Kaidah no. 4 Anggota Majlis Karpardaz sekurangkurangnya lima orang, dimana “Setidaknya, dua di antaranya memiliki kefasihan dalam ilmu Al-Quran dan Hadits, menguasai bahasa Arab, serta memahami bukubuku Jemaat Ahmadiyah” (Lampiran Al-Wasiyat, Pasal 16). Dan satu anggota lagi harus berasal dari perwakilan Anjuman Tahrik Jadid Ahmadiyah(2).
Kaidah no. 5. Penetapan
para anggota Majlis Karpardaz harus melalui persetujuan dari Hadhrat Khalifatul Masih. Tiap awal tahun, Ketua Majlis Karpardaz harus me-nyerahkan nama-nama calon anggota kepada Hadhrat Khalifatul Masih(3) 1
Kaidah No. 217. Kaidah dan Ketentuan (Rules and Regulations) Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001. 2 () Kaidah No. 218. Kaidah dan Ketentuan (Rules and Regulations) Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001. 3 () Kaidah No. 219. Kaidah dan Ketentuan (Rules and Regulations) Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001. ()
4
Kaidah Al-Wasiyat
Kaidah no. 6. Ketua Majlis Karpardaz berasal dari anggota Sadr. Anjuman Ahmadiyah Pakistan yang ditunjuk langsung oleh Hadhrat Khalifatul Masih.(4)
Kaidah no. 7. Sekretaris Majlis Karpardaz diangkat
oleh Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, dengan persetujuan dari Hadhrat Khalifatul Masih. Tugas Sekretaris adalah mengawasi urusan kantor dan masalahmasalah administratif lainnya.(5)
Kaidah no. 8. Ketua dan Sekretaris wajib hadir dalam
rapat Majlis Karpardaz. Jika Ketua berhalangan hadir karena suatu hal, para anggota Majlis yang hadir dapat menunjuk seseorang di antara mereka untuk menjadi Ketua rapat.(6)
Kaidah no. 9. Jumlah korum dalam rapat apapun yang dilaksanakan Majlis Kapardaz adalah tiga orang, jika Majlis beranggotakan lima orang. Jika Majlis memiliki anggota lebih dari lima orang, maka korumnya adalah empat orang.
Kaidah no. 10. *
(a) Merupakan tugas dari Majlis Karpardaz untuk memotivasi para anggota Jemaat Ahmadiyah untuk ikut serta dalam program Al-Wasiyat. 4
Kaidah No. 220. Kaidah dan Ketentuan (Rules and Regulations) Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001. 5 () Kaidah No. 221. Kaidah dan Ketentuan (Rules and Regulations) Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001. 6 () Kaidah No. 222. Kaidah dan Ketentuan (Rules and Regulations) Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001. ()
Kaidah Al-Wasiyat
5
(b) Merupakan kewajiban Majlis Karpardaz untuk menetapkan peraturan dan ketentuan (atau kaidahkaidah) Al-Wasiyat yang disetujui oleh Hadhrat Khalifatul Masih. Majlis juga harus memastikan kaidahkaidah ini dijalankan dengan semaksimal mungkin.(7)
Kaidah no. 11. Merupakan tugas Majlis Karpardaz
untuk senantiasa mengingatkan anggota Jemaat, baik melalui artikel maupun pengunguman dalam surat kabar, berkenaan dengan ruh dari Al-Wasiyat, yaitu keimanan, keikhlasan, amal saleh, dan pengorbanan; dan juga terus menjelaskan bahwa pengorbanan finansial dalam Al-Wasiyat hanya bertujuan untuk mewujudkan ruh / semangat pengorbanan serta pengkhidmatan kepada agama, sehingga yang terpenting adalah keimanan dan amal saleh.
Kaidah no. 12. Majlis Karpardaz wajib menjaga seluruh
Wasiyat yang telah disetujui oleh Sadr Anjumah Ahmadiyah Pakistan, dan juga menyimpan duplikatnya dengan baik di tempat yang terpisah.
Kaidah no. 13. Setelah Wasiyat disetujui dan diterima,
adalah tugas Majlis Karpardaz untuk mengeluarkan sertifikat bagi Mushi/Mushiah yang bersangkutan, sesuai dengan yang diatur dalam Lampiran buku Al-Wasiyat pasal 3.
Kaidah no. 14. Adalah tugas Majlis Karpardaz untuk
mencetak dan menyediakan buku atau buklet pedoman 7
Kaidah No. 225. Kaidah dan Ketentuan (Rules and Regulations) Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001. ()
6
Kaidah Al-Wasiyat
bagi para Mushi/Mushiah yang berisi informasi penting tentang Al-Wasiyat.
Kaidah no. 15. Merupakan tugas Majlis Karpardaz menjaga peta atau layout lengkap pekuburan Bahishti Maqbarah, dan menyimpannya dengan baik di kantor.
Kaidah no. 16. Majlis
Karpardaz juga bertugas menjalankan fungsi atau tugas lainnya, apabila diminta dan dipercayakan oleh Hadhrat Khalifatul Masih.
Kaidah no. 17. Berkenaan dengan Kaidah-Kaidah Al-
Wasiyat, jika dibutuhkan, maka Majlis Karpardaz berhak membuat ketentuan baru yang berhubungan dengan Hissa Amad, Hissa Jaidad, pembayaran Tarka, Penguburan, Katbah (batu nisan), layout kuburan, dan urusan administratif lainnya berkenaan dengan Al-Wasiyat dan Bahishti Maqbarah. Setelah disetujui oleh Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, peraturan tersebut dapat diberlakukan.
Kaidah no. 18. Guna mencapai maksud, tujuan, serta tata laksana (sistem) dalam Al-Wasiyat, maka perlu dibentuk Majlis Mushian di Jemaat-Jemaat Lokal, dan Majlis tersebut melaksanakan tugasnya sesuai petunjuk dari Sekretaris Majlis Karpardaz.
KETENTUAN DAN PERSYARATAN WASIYAT Kaidah no. 19. Calon Mushi/Mushiah haruslah
beriman pada seluruh pendakwaan Masih Mau’ud a.s., dan merupakan Ahmadi yang bai’at.
Kaidah no. 20. Ahmadi yang telah baligh (berusia 15
Kaidah Al-Wasiyat
7
tahun) dapat ikut serta dalam program Al-Wasiyat. Kendati demikian, apabila ketentuan usia dewasa di negaranya berbeda dengan ketentuan usia dewasa menurut Syariah berbeda, maka Mushi / Mushiah tersebut harus memperbarui Wasiyatnya, setelah mencapai usia baligh sesuai dengan undang-undang di Negaranya.
Kaidah no. 21. Setiap calon Mushi/Mushiah haruslah
merupakan orang yang bertakwa, yang menjauhi hal-hal yang haram, tidak berbuat sirik juga melakukan kegiatan bi’dah, serta merupakan muslim yang sederhana dan lurus. Dan juga berusaha sekuat tenaga melaksanakan hukum Islam, hidup bertakwa, dan bersih. Seorang Muslim yang yakin bahwa Allah itu tunggal, dan beriman kepada Hadhrat Rasulullah SAW, dan bukan pula orang yang suka merampas hak-hak hamba Allah. (Al-Wasiyat, Syarat no. 3 & Lampiran Al-Wasiyat pasal 7)
Kaidah no. 22. Calon Mushi wajib berjanji akan
memberikan sekurang-kurangnya 1/10 dari seluruh harta kekayaannya sebagai Wasiyat, untuk kepentingan Jemaat. (Al-Wasiyat, Syarat no. 2. Lampiran Al-Wasiyat pasal 2)
Kaidah no. 23. Apabila calon Mushi tidak memiliki
harta kekayaan sendiri, tapi memiliki sumber pendapatan dia wajib berjanji akan membayar minimal 1/10 dari pendapatan bulanannya kepada Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan. Apabila pendapatannya tersebut diterima per triwulan / per caturwulan / per semester (enam bulan) / tahunan, maka dia harus berjanji akan membayar minimal 1/10 dari pendapatannya yang diterima per triwulan / per caturwulan / per semester / tahunan tersebut. (Keputusan ‘Rapat Awal’ jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian, 29 Januari 1906, Pasal 6)
8
Kaidah Al-Wasiyat
Kaidah no. 24. Bagian Wasiyat sekurang-kurangnya 1/10 (sepersepuluh) dan sebanyak-banyaknya (sepertiga) dari penghasilan dan harta kekayaan.
1/3
Kaidah no. 25. Apabila Mushi memiliki penghasilan dan
harta kekayaan, maka kedua -duanya wajib dicantumkan dalam Wasiyatnya.
Kaidah no. 26. Calon
Mushi ketika mengajukan Wasiyatnya, tidak sedang menunggak Candah Aam, juga tidak menunggak pembayaran Wasiyat Mushi/Mushiah yang telah wafat yang menjadi tanggungannya.
Kaidah no. 27. Calon
Mushi harus mengajukan Wasiyatnya dalam keadaan sadar dan sehat. Wasiyat yang diajukan calon Mushi dalam keadaan ‘mardhul maut’, tidak akan diterima. (Al-Wasiyat, Instruksi No. 1, Lampiran Pasal 2)
Catatan: Mardhul maut artinya adalah sakit keras dimana terdapat tanda-tanda kuat tentang kematian, lalu terbukti bahwa sang penderita akhirnya wafat akibat penyakit yang ia derita tersebut. (Keputusan Luar Biasa Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan No. 5, tanggal 7 Oktober 1984, pasal 2)
Kaidah no. 28. Merupakan
kewajiban bagi calon Mushi untuk membayar candah (iuran) tambahan, ketika mengajukan Wasiyat, guna memberikan kontribusi untuk perawatan kebun dan perbaikan jalan Bahisthi Maqbarah, serta keperluan lainnya. Candah (iuran) ini disebut Candah Syarat Awal. (Al-Wasiyat, Syarat no. 1)
Kaidah no. 29. Sebagai tambahan dari candah Syarat
Awal (kaidah no. 28), ketika membuat pernyataan Wasiyatnya, calon Mushi wajib membayar biaya pengumuman Wasiyatnya, yang dinamakan Iklan Wasiyat.
Kaidah Al-Wasiyat
9
(Al-Wasiyat, Instruksi no. 1, Lampiran Al-Wasiyat pasal 2)
PELAKSANAAN DAN PELENGKAPAN WASIYAT Kaidah no. 30. Calon
Mushi mesti menuliskan Wasiyatnya pada formulir yang telah ditetapkan, seperti yang terdapat dalam Schedule A. Setelah menyelesaikan peng-isian sesuai aturan, dia harus menyerahkan Wasiyatnya kepada pengurus Jemaat Lokal, yang kemudian diteruskan kepada Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan untuk disetujui.
Kaidah no. 31. Setiap Wasiyat yang akan diajukan harus diberikan kesaksian minimal oleh dua orang saksi.
Kaidah no. 32. Sebelum
Wasiyat disetujui, perlu diberikan verifikasi / pernyataan dari Amir / Ketua Cabang berkenaan dengan akhlak dan kondisi spiritual sang calon Mushi/Mushiah. Bagi calon Mushiah, perlu pula diberikan kesaksian dari Ketua Lajnah Imailah cabang.
Kaidah no. 33.
a) Setiap Wasiyat perlu diberikan kesaksian sesuai Syariat oleh 2 orang saksi utama yang telah baligh. Adalah lebih baik apabila keduanya berasal dari ahli waris sang calon Mushi. (Lampiran Al-Wasiyat pasal 2 & Laporan ‘Rapat Awal’ jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian, 29 Januari 1906, Pasal 3(b)) b) Calon Mushi maupun saksi, baik mampu menulis maupun tidak, wajib memberikan tanda tangan atau stempel, dan cap jempol mereka. Mereka yang mampu menulis juga harus membubuhkan tanda tangan. Bagi
10
Kaidah Al-Wasiyat
pria membubuhkan cap jempol tangan kirinya, bagi wanita membubuhkan cap jempol tangan kanannya. (Laporan ‘Rapat Awal’ jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian, 29 Januari 1906, Pasal 3(c)) (c) Jika Calon Mushi bisa menulis, hendaknya ia mengisi Wasiyatnya dengan tangannya sendiri. (Laporan ‘Rapat Awal’ jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian, 29 Januari 1906, Pasal 3(d))
Kaidah no. 34. Calon Mushi wajib membuat pernyataan berikut di dalam formulir Wasiyatnya :
“Saya berjanji berdasarkan hukum dan syariat, Candah apapun yang saya bayarkan, maka saya lakukan hanya demi Allah semata, dan tidak sekali-kali saya atau keluarga atau ahli waris saya memiliki hak untuk menuntut pengembalian Candah tersebut.” (Keputusan Luar Biasa Sadr. Anjuman Ahmadiyah Pakistan no. 6, tanggal 14 Februari 1996)
Kaidah no. 35. Pada saat Wasiyat sang calon Mushi disetujui, sebagai tambahan berkenaan dengan akhlak dan kondisi spiritual calon Mushi bersangkutan sebelum dia menuliskan Wasiyatnya, keadaan perekonomian yang bersangkutan sebelum berwasiyat pun perlu dipertimbangkan, untuk memastikan agar elemen pengorbanan keuangan, dan ruh serta tujuan dari AlWasiyat itu sendiri tidak rusak.
Kaidah no. 36. Setelah
menerima permohonan Wasiyat dari calon Mushi, Sekretaris Majlis Karpardaz mesti meminta pendapat lengkap dari Penasihat Hukum Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, berkenaan dengan kesahihan Wasiyat tersebut, dan lain sebagainya; sehingga
Kaidah Al-Wasiyat
11
tidak ada kesalahan, kekurangan, maupun kelemahan pada pernyataan di dalam Wasiyat tersebut, yang mana mungkin dapat menimbulkan kesulitan secara hukum dalam pemungutan kekayaan dan penghasilan yang telah diwasiyatkan.
Kaidah no. 37. Penasihat Hukum harus meneliti secara
seksama dan menyeluruh setiap Wasiyat, sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam Kaidah no. 36, serta menyarankan cara atau jalan untuk menghindari kekurangan-kekurangan yang ada, bila terdapat di dalamnya.
Kaidah no 38. Sebelum Wasiyat diterima, adalah wajib untuk mempublikasikan atau mengumumkannya, minimal dalam dua surat kabar. (Lampiran Al-Wasiyat pasal 2)
Kaidah no. 39. Sekretaris
Majlis Karpardaz berkewajiban memastikan bahwa setiap Wasiyat dapat selesai diurus dalam waktu enam bulan sejak penulisan, apabila dalam kurun waktu tersebut belum juga selesai, maka ia harus melaporkan sebab-sebabnya secara terperinci kepada Majlis Karpardaz.
Kaidah no. 40. Setelah
menyelesaikan seluruh formalitas berkenaan dengan kesaksian dan nasihat hukum, dan setelah mempertimbangkan keabsahannya, maka Majlis Karpardaz akan menyerahkan Wasiyat tersebut pada Anjuman Ahmadiyah Pakistan untuk disetujui.
Kaidah no. 41. Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan memiliki wewenang untuk menolak Wasiyat calon Mushi tanpa memberikan alasan berkenaan dengan keputusannya tersebut. Keputusan Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan tersebut bersifat final.
12
Kaidah Al-Wasiyat
Kaidah no. 42. Setelah disetujui, Majlis Karpardaz wajib membuat sertifikat penerimaan Wasiyat kepada Mushi yang bersangkutan, lengkap dengan cap dan tanda tangan. (Lampiran Al-Wasiyat pasal 3)
Kaidah no. 43. Apabila seseorang yang berkeinginan
untuk berwasiyat, namun dia meninggal dunia secara tibatiba sedangkan sebelumnya dia telah mengambil langkah untuk berwasiyat, meskipun dia belum menyelesaikan pengisian formulir, wasiyatnya dapat dipertimbangkan untuk diterima setelah kewafatannya, apabila memiliki bukti-bukti yang dapat dipercaya, seperti : 1. Almarhum telah memenuhi seluruh persyaratan AlWasiyat, dan dapat diharapkan seandainya ia tidak wafat secara mendadak, tidak ada halangan dalam pengesahan Wasiyatnya. 2. Para ahli warisnya bersedia dan sanggup membayar Candah Wasiyat dari peninggalannya tanpa ditundatunda. 3. Tidak terdapat tanda-tanda yang mengisyaratkan kemungkinan-kemungkinan negatif, seperti: a) Almarhum tidak menunjukkan perhatian pada Wasiyat dalam waktu lama sebelumnya, sekalipun dia mendapat karunia untuk berwasiyat. b) Hanya memiliki keinginan untuk berwasiyat, namun meskipun memiliki waktu yang panjang, ia tidak mengambil langkah-langkah positif guna merealisasikannya. c) Ia berniat untuk berwasiyat pada saat pengorbanan keuangannya masih relatif rendah. d) Memiliki cela dalam beberapa aspek keagamaan, seperti: i. Malas dalam menjalankan Shalat. ii. Pembayaran candah-candahnya tidak juga
Kaidah Al-Wasiyat
13
meningkat atau memenuhi standar. iii. Menampakkan kelemahan dalam berkhidmat dan menjalin hubungan dengan organisasi Jemaat, dan lain sebagainya. (Keputusan Luar Biasa Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan no. 1, tanggal 9 Juli 1988)
PEMBAYARAN Kaidah no. 44. Umumnya, Wasiyyat harta benda dilunasi setelah Mushi/Mushiah yang bersangkutan wafat, dan Hissa Jaidadnya dibayar dari peninggalannya (Al-Wasiyat, Instruksi No. 1)
Kaidah no. 45. Bagi para pemilik tanah yang “mungkin,
memiliki kesulitan secara hukum, diperbolehkan untuk menghibahkan sebagian dari harta yang ingin diwasiyatkannya tersebut, semasa dia hidup, dan meminta kesaksian dari para ahli waris / penggantinya, jika ada, dengan menanda-tangani akta hibah. Adalah penting jika seluruh harta warisan tersebut terdaftar.” (Keputusan ‘Rapat Awal’ jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian, 29 Januari 1906, pasal 4)
Kaidah no. 46. “Jika terdapat hambatan hukum dalam
mewariskan / menghibahkan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Kaidah no. 45, maka berapapun harta yang akan diberikan sebagai Wasiyat, atau dihibahkan sebagai warisan, harga dari harta tersebut harus sesuai dengan taksiran harga pasar / harga jual, dan nilai tersebut harus dibayarkan ke Majlis Karpardaz Masalih Qabristan. Namun, pada beberapa kasus, apabila mendapat harta baru maka harta tersebut haruslah ditangani secara sesuai.
14
Kaidah Al-Wasiyat
(Keputusan ‘Rapat Awal’ jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian, 29 Januari 1906, pasal 5)
Kaidah no. 47. Majlis
Karpardaz, sesudah mempertimbangkannya, bisa memberikan izin kepada Mushi/Mushiah untuk menaksir sendiri seluruh atau sebagian dari hartanya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan membayar Hissa Jaidadnya tersebut semasa hidupnya / selagi dia masih hidup.
Kaidah no. 48. Umumnya, peninggalan Mushi/Mushiah dalam bentuk uang tunai mesti dibayarkan Candahnya. Kendati demikian, jika terdapat pernyataan dari Mushi / Mushiah bahwa peninggalannya tersebut sudah dibayarkan Candahnya, maka pernyataan tersebut dianggap cukup, dan peninggalannya tersebut tidak akan dipungut lagi bagian Wasiyatnya. Jika tidak ada pernyataan apapun dari Mushi/Mushiah, maka masalah tersebut akan diputuskan berdasarkan laporan dari Jemaat setempat.
Kaidah no. 49.
(a) Apabila Mushi/Mushiah menghibahkan harta tidak bergeraknya kepada seorang / beberapa Ahli Warisnya, sedemikian rupa hingga menjadi seperti seperti pembagian warisan atau harta peninggalan, atau menghibahkannya dengan cara tertentu yang dapat merugikan / merusak ruh Wasiyat, maka harta tersebut tetap harus dibayarkan Hissa Jaidadnya, dan pada saat Mushi/Mushiah tersebut wafat harta tersebut dianggap sebagai harta peninggalan. (b) Apabila Mushi/Mushiah menghibahkan harta bergeraknya, yang mana harta tersebut wajib dibayarkan Wasiyatnya, kepada seorang / beberapa Ahli Warisnya sedemikian rupa hingga menjadi seperti
Kaidah Al-Wasiyat
15
seperti pembagian warisan atau harta peninggalan, atau menghibahkannya dengan cara tertentu yang dapat merugikan / merusak ruh Wasiyat, maka harta tersebut tetap harus dibayarkan Candah Wasiyatnya.
Kaidah no. 50*
(a) Keseluruhan pelaksanaan berkenaan dengan penaksiran harta kekayaan untuk Hissa Jaidad dilakukan sesuai aturan oleh Nazim Tashkhis Jai’dad sebagai perwakilan dari Sadr Anjumah Ahmadiyah Pakistan. (b) Nizhaarat Tashkhis Jai’dad berada dibawah Majlis Karpardaz Masalih Qabristan, dan akan bertugas sesuai Kaidah dan Ketentuan Wasiyat yang telah disetujui oleh Hadhrat Khalifatul Masih.
Kaidah no. 51. Apabila harta kekayaan Mushi/Mushiah
memberikan pendapatan tambahan, maka pendapatan tersebut harus dibayarkan Hissa Amad-nya sebesar nilai Candah Aam, yaitu 1/16. Hissa Amad ini dikenal sebagai Hissa Amad (Aam).
Kaidah no. 52. Meskipun Hissa Jai’dad pada harta
kekayaan Mushi/Mushiah telah lunas dibayarkan, adalah kewajiban mereka untuk membayar Hissa (Aam) apabila kekayaan tersebut memberikan pendapatan tambahan. (Keputusan Luar Biasa Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan no. 4, 21 November 1993)
Kaidah no. 53. Tiap lima tahun sekali, seorang Mushi/
Mushiah wajib melaporkan keadaan harta kekayaannya kepada kantor (Majlis Karpardaz), dalam formulir yang telah disediakan.
16
Kaidah Al-Wasiyat
Kaidah no. 54. Apabila terdapat penambahan harta
kekayaan yang didapatkan sang Mushi/Mushiah dari ahli warisnya, dan menurut hakikatnya harta tambahan tersebut bukanlah milik Mushi/Mushiah, maka Mushi/ Mushiah harus : i. Menginformasikan hal tersebut kepada Pusat guna meminta izin berkenaan dengan harta tambahan tersebut.
ii. Membuat pernyataan bahwa harta tambahan tersebut tidak akan dibagikan kepada ahli warisnya, saat ia wafat. iii. Sebisa mungkin, pernyataan serupa di atas harus ditanda-tangani oleh para Ahli Warisnya.
Kaidah no. 55. Uang pensiun yang diberikan sekaligus
kepada pensiunan, dari padanya wajib dibayarkan Hissa Amadnya secara sekaligus pula. Kendati demikian, jika disebabkan karena terpaksa atau hal lainnya dia tidak bisa membayarkannya secara sekaligus, maka dia harus meminta izin penambahan waktu pelunasan kepada Majlis Karpardaz.
Kaidah no. 56. Jika seorang Mushi/Mushiah meninggal
dunia sebelum pensiun, dan keluarganya diberikan bantuan / santunan, maka bantuan tersebut tidak dianggap sebagai peninggalan, dan daripadanya tidak dibayarkan Candah Wasiyat-nya.
Kaidah no. 57. Uang asuransi yang diterima oleh
Mushi/Mushiah yang telah wafat tidak pula dianggap sebagai peninggalan, apabila premi asuransi tersebut dibayar oleh pemerintah / lembaga tertentu.
Kaidah Al-Wasiyat
17
Kaidah no. 58. Apabila asuransi memungut premi yang
dipotong dari gaji Mushi / Musiah, maka uang asuransi tersebut dikenai Candah Wasiyat, kecuali apabila semasa hidupnya, sang Mushi/Mushiah selalu membayar Candah Wasiyat dari gaji ditambah premi asuransinya tersebut.
Kaidah no. 59. Bagian dari simpanan wajib yang mana Candah Wasiyat-nya belum dibayarkan, dan uang simpanan tersebut telah diberikan kepada ahli waris, setelah Mushi/ Mushiah wafat, maka uang tersebut dianggap sebagai peninggalan dan daripadanya harus dibayarkan Candah Wasiyatnya.
Kaidah no. 60. Tunggakan pembayaran kewajibankewajiban Wasiyat dalam bentuk dan kondisi apapun tidak dapat dimaafkan.
Kaidah no. 61. Apabila
– semoga Tuhan tidak menjadikannya demikian – harta kekayaan Mushi/Mushiah musnah atau rusak, akibat bencana alam atau bencanabencana dari langit lainnya (Force Majeure), maka Majlis Karpardaz akan membuat keputusan berkenaan dengan Hissa Jai’dad Mushi/Mushiah yang bersangkutan.
PEMBATALAN DAN PEMBERLAKUAN KEMBALI WASIYAT Kaidah no. 62. Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan
memiliki wewenang untuk membatalkan Wasiyat Mushi/ Mushiah tanpa memberikan alasan berkenaan dengan keputusannya tersebut. Keputusan Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan tersebut bersifat final.
18
Kaidah Al-Wasiyat
Kaidah no. 63. Seseorang yang dikeluarkan dari Jemaat, maka Wasiyatnya akan dianggap batal.
Kaidah no. 64. Seseorang yang melanggar nizam atau peraturan Jemaat maka Wasiyatnya akan dianggap batal.
Kaidah no. 65. “Apabila
seseorang yang telah berwasiyat namun karena kelemahan imannya dia memungkiri Wasiyatnya dan keluar dari Jemaat Ahmadiyah, meskipun Sadr Anjuman Ahmadiyah secara hukum berhak menguasai harta orang tersebut, namun tidak layak bagi badan ini untuk mengambil harta kekayaan orang tersebut. Sebaliknya, seluruh harta orang tersebut akan dikembalikan, karena Allah tidak memerlukan harta seseorang, dan sisiNya, harta tersebut adalah makhkruh (tidak disenangi) dan patut ditolak.” (Lampiran Al-Wasiyat pasal 12) PENJELASAN: Yang dimaksud dengan harta kekayaan disini adalah harta tidak bergerak yang dalam keadaan utuh telah dimiliki oleh Sadr Anjuman Pakistan. Bukan pula uang dari pembayaran Hissa Amad atau Hissa Jaidad, karena uang tersebut telah digunakan untuk kepentingankepentingan Wasiyat, dan uang tersebut dalam keadaan apapun tidak dapat dikembalikan.
Kaidah no. 66. Wasiyat seorang Mushi/Mushiah yang tidak mampu melanjutkan Wasiyatnya, maka wasiyatnya akan dibatalkan berdasarkan permohonannya.
Kaidah no. 67. Apabila
diperoleh laporan bahwa seorang Mushi/Mushiah kehilangan keseimbangan mental / akal pikirannya, dan tidak lagi memiliki kendali secara sadar atas dirinya sendiri, dan melakukan tindakan pelanggaran Syariat secara nyata, maka setelah mendapatkan pernyataan yang membenarkan hal tersebut,
Kaidah Al-Wasiyat
19
Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan dapat membatalkan Wasiyat Mushi/Mushiah yang bersangkutan. (Keputusan Luar Biasa Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan no. 6, 24 Januari 1993)
Kaidah no. 68. Atas rekomendasi dari Majlis Karpardaz, Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan memiliki wewenang untuk membatalkan Wasiyat Mushi/Mushiah, yang lalai membayar Candah Hissa Amad selama enam bulan sejak jatuh tempo, dan tidak mendapatkan izin perpanjangan waktu dari kantor yang berwenang, dikarenakan ketidak mampuannya.
Kaidah no. 69. Merupakan kewajiban bagi setiap
Mushi untuk mengirimkan laporan Schedule C, berkenaan dengan pembayaran Candah Wasiyatnya, tiap akhir tahun anggaran kepada kantor Wasiyat. Apabila laporan tersebut tidak diterima (oleh kantor Wasiyat), setelah memberikan surat peringatan kepada Mushi/Mushiah tersebut, Sadr Anjuman Ahmadiyah akan mengambil tindakan disiplin yang dibutuhkan untuk menangani masalah ini, yang mana mungkin saja berujung pada pembatalan Wasiyat Mushi/ Mushiah yang bersangkutan.
Kaidah no. 70. Pemberian peringatan tidak diperlukan pada beberapa kasus pembatalan Wasiyat. Akan tetapi, bila pembatalan Wasiyat berdasarkan Kaidah no. 68, maka pada umumnya, minimal satu peringatan akan diberikan.
Kaidah no. 71. Para Mushi/Mushiah yang berstatus sebagai Ahli Waris, yang tidak melunasi tunggakan Wasiyat Mushi/Mushiah yang telah dimakamkan seperti yang mereka janjikan, dan tidak memperlihatkan usaha untuk melunasinya meski sudah mendapat perpanjangan waktu, maka Wasiyat mereka juga bisa dibatalkan.
20
Kaidah Al-Wasiyat
Kaidah no. 72. Seorang
Mushi yang Wasiyatnya dibatalkan oleh Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, tidak berhak menjadi pengurus di dalam Jemaat.
Kaidah no. 73. Wasiyat yang dibatalkan berdasarkan Kaidah no. 63, bisa dipertimbangkan untuk diberlakukan kembali, bila ada permohonan dari yang bersangkutan, dan setelah kesalahannya dimaafkan. Dalam hal ini, adalah keharusan bagi yang bersangkutan untuk melunasi Candah Wasiyatnya, sejak masa pembatalannya hingga masa pemberlakuan kembali.
Kaidah no. 74. Apabila seseorang yang Wasiyatnya dibatalkan berdasarkan Kaidah no. 64 melakukan Bai’at ulang, dan berkeinginan membuat Wasiyat baru – bukan memberlakukan kembali Wasiyat lamanya – permintaannya tersebut bisa di pertimbangankan kembali sesuai Kaidah yang ada.
Kaidah no. 75.* Pemberlakukan kembali Wasiyat
yang dibatalkan berdasarkan Kaidah no. 66 bisa dipertimbangkan kembali sesuai permohonan Mushi/ Mushiah, yang berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku dapat mengajukan Wasiyat baru. Adalah penting untuk memperhatikan hal-hal berikut : i. Dia membayar tunggakan Candah Wasiyat selama rentang waktu sejak pembatalan Wasiyatnya. ii. Dia membayar Candah Am secara rutin selama masa pembatalan Wasiyatnya. iii. Dia membayar selisih antara Candah Am dan Hissa Amad selama masa pembatalan Wasiyatnya. CATATAN : Jika, dalam keadaan tertentu, Wasiyat Mushi/ Mushiah yang bersangkutan tidak dapat diberlakukan kembali, maka permohonannya untuk membuat Wasiyat
Kaidah Al-Wasiyat
21
baru dapat dipertimbangkan oleh Majlis Karpardaz. Jika demikian, maka kewajibannya pada3 butir di atas tidak perlu ia jalani. (Keputusan Luar Biasa Sadr. Anjumah Ahmadiyah Pakistan no. 11, 13 April 1989)
Kaidah no. 76. Pemberlakuan
kembali Wasiyat yang dibatalkan berdasarkan Kaidah no. 67 dapat dipertimbangkan, apabila Mushi/Mushiah yang bersangkutan telah dinyatakan sembuh / sehat kembali, dan mengajukan permohonan untuk memberlakukan kembali Wasiyatnya.
Kaidah no. 77. Pemberlakuan kembali Wasiyat yang
dibatalkan berdasarkan Kaidah no. 68 hanya dapat dipertimbangkan kembali apabila seluruh tunggakan Candah Wasiyatnya telah dilunasi. Pembayaran Canda Am saja selama masa pembatalan tidaklah cukup, dimana selisih antara pembayaran Candah Am dan Candah Wasiyat selama periode pembatalan juga harus dilunasi. Pemberlakuan kembali Wasiyat dalam kondisi tersebut, maka dia harus memenuhi seluruh syarat yang berlaku bagi pewasiyat baru.
PEMAKAMAN DAN PEMASANGAN KATBAH (NISAN) Kaidah no. 78.* (a) Mushi/Mushiah yang telah wafat akan dimakamkan di Bahishti Maqbarah dengan persetujuan Khalifatul Masih. Apabila Khalifatul Masih sedang tidak berada di Markaz, maka persetujuan tersebut dapat diberikan
22
Kaidah Al-Wasiyat
oleh Nazir-e-Ala(8)
(b) Pada waktu kewafatan Mushi/Mushiah, ketika jasadnya dibawa untuk dimakamkan di Bahishti Maqbarah, prosedur berikut harus dilaksanakan: i. Waktu kematian Almarhum/ah mesti ditanyakan kepada Ahli Warisnya, lalu dicatat dalam buku arsip / file.
ii. Apabila terdapat halangan untuk memakamkan jasad Mushi/Mushiah di Bahishti Maqbarah, dan dikhawatirkan jasad akan rusak sebelum keputusan pema-kaman dibuat, maka jasad tersebut perlu diadakan pemeriksaan medis yang sesuai. Jika berdasarkan pemeriksaan, jasad tersebut perlu dimakamkan segera, maka jasad tersebut akan dimakamkan dulu di pemakaman umum sebagai ‘Amanat’.
iii. Pemeriksaan medis, berdasarkan butir (b)(ii) di atas, dilakukan oleh Kepala Rumah Sakit Fadle-Umar, dan – sesuai permintaan dari Sekretaris Majlis Karpardaz – segera melakukan pemeriksaan tanpa menunda-nunda, serta memberikan laporan tertulis secara jelas perihal keadaan jenazah, dan berapa lama pemakaman dapat ditangguhkan.
Kaidah no. 79. ‘Jenazah yang wafat di luar Qadian / Rabwah tidak boleh dibawa ke Qadian / Rabwah tanpa peti jenazah’ (Lampiran Al-Wasiyat pasal 5) 8 Kaidah No. 223, Kaidah dan Ketentuan Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, diterbitkan pada November 2001
Kaidah Al-Wasiyat
23
Kaidah no. 80. Kecuali telah disetujui sebelumnya, pemakaman Mushi/Mushiah di Bahishti Maqbarah hanya dapat dilakukan apabila Mushi/Mushiah yang bersangkutan telah melunasi seluruh Candah Wasiyatnya. Jika tidak, jenazah dimakamkan di pemakaman umum sebagai ‘Amanat’ terlebih dahulu, sampai pelunasannya terpenuhi. Setelah lunas, barulah dapat dipindahkan ke Bahishti Maqbarah sesuai kaidah dan ketentuan yang berlaku.
PENGECUALIAN: Apabila Hissa Jai’dad Mushi/Mushiah yang bersangkutan belum dilunasi, dia dapat dimakamkan di Bahishti Maqbarah, jika ada jaminan yang dapat dipercaya, yang menurut kebijakan Majlis Karpardaz, bisa dianggap sebagai pengganti pembayaran secara tunai. Penjelasan:
(a) Kemudahan di atas hanya berlaku untuk pembayaran Hissa Jaidad. Sedangkan jika ada tunggakan pada Hissa Amad, maka tunggakan tersebut harus segera dilunasi seceparnya.
(b) Jaminan dapat termasuk jaminan personal yang dilengkapi oleh dua orang Mushi yang statusnya diterima oleh Majlis Karpardaz, dan yang bersedia membayar sejumlah jaminan. Kedua penjamin secara sendiri-sendiri bersedia membayar total jumlah jaminan yang perlu mereka bayar dalam jangka waktu paling lambat satu tahun.
Kaidah no. 81. Jika setelah kewafatannya seorang Mushi/Mushiah telah dimakamkan sebagai ‘Amanat’ di pemakaman umum, adalah kewajiban para ahli warisnya untuk membayar Hissa Jaidad dan Candah Wasiyat
24
Kaidah Al-Wasiyat
lainnya dari peninggalan sang Mushi/Mushiah, dalam jangka waktu paling lambat satu tahun. Jika tidak, maka Wasiyat almarhum/ah akan dianggap batal. Kendati demikian, dalam keadaan tertentu, Majlis Karpardaz dapat memberikan penambahan waktu.
Kaidah no. 82. Rincian yang akan ditulis pada Katbah,
yang mana akan dipasang pada makam Mushi/Mushiah, harus berisi beberapa hal yang harus ditulis dengan sebaikbaiknya, antara lain: i. Nama Mushi/Mushiah ii. Tanggal kematian iii. Tanggal Bai’at iv. Usia (pada saat wafat) v. Tanggal berwasiyat vi. Apabila yang bersangkutan ber wasiyat lebih dari 1/0, maka hendaknya disebutkan berapa bagian yang ia wasiyatkan vii. Ringkasan keistimewaan, pengkhidmatan, dan peristiwa-peristiwa penting yang dialami Mushi/ Mushiah selama hidup viii. Apabila terdapat sabda dari Hz. Masih Mau’ud a.s atau para Khalifah yang memuji Beliau, maka hendaknya sabda tersebut dicantumkan.
Kaidah no. 83. Mushi/Mushiah yang telah wafat akan dimakamkan di lokasi yang ditunjuk di Bahishti Maqbarah, oleh kantor yang berwenang
Kaidah no. 84. Tak
seorang pun yang berhak menentukan / meminta tempat khusus di Bahishti Maqbarah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga / kerabatnya.
Kaidah Al-Wasiyat
25
Kaidah no. 85. Untuk
pemakaman Mushi/Mushiah pada blok “Sahabah” (Companions) Hz. Masih Mau’ud a.s, syaratnya adalah: seseorang yang pernah melihat wujud Hz. Masih Mau’ud a.s secara fisik (bukan foto atau lainnya), dimana ayah, ibu, atau walinya merupakan pengikut dan beriman kepada Hz. Masih Mau’ud a.s., dan usia Mushi/ Mushiah tersebut tidak kurang dari 12 tahun ketika Hz. Masih Mau’ud a.s wafat (1908). (Keputusan Informal Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan no. 371, tanggal 26 Juni 1989)
Kaidah no. 86. Jika
ada Mushi/Mushiah yang dimakamkan sebagai ‘Amanat’ di tempat lain, maka jenazahnya dapat diangkat dan dipindahkan ke Bahishti Maqbarah setelah terkubur di tempat tersebut sekurangkurangnya enam bulan. Perlu pula meminta izin dari Nazarat Bahishti Maqbarah, paling lambat sebulan sebelum pemindahan jenazah. Tidak diizinkan untuk memindahkan jenazah ke Bahishti Maqbarah tanpa ada izin sebelumnya. (Lampiran Al-Wasiyat pasal 5)
Kaidah no. 87. “Apabila seorang Mushi/Mushiah telah
memenuhi seluruh persyaratan yang tercantum dalam buklet Al-Wasiyat, kemudian – semoga Allah Taala tidak menjadikannya demikian – ia wafat akibat penyakit Tha’un, maka ada perintah untuk menguburkannya dalam peti, lalu dimakamkan di tempat lain terlebih dahulu sebagai ‘Amanat’ selama sekurang-kurangnya dua tahun. Setelah itu, barulah jenazahnya dapat dibawah ke Qadian / Rabwah –apabila di tempat kewafatan sang Mushi/Mushiah juga di Qadian / Rabwah sudah tidak dijangkiti lagi oleh wabah Tha’un. (Lampiran Al-Wasiyat pasal 6)
26
Kaidah Al-Wasiyat
Kaidah no. 88. Jika seseorang yang berwasiyat sesuai buklet / risalah Al-Wasiyat, kemudian – Semoga Allah Ta’ala tidak menjadikannya demikian – ia terserang penyakit lepra (kusta) dimana kondisi jasmaniahnya tidak memungkinkan untuk dibawa ke Bahishti Maqbarah, maka demi kemashlahatan secara zahiriah orang tersebut tidak munasabah (tidak patut) dibawa ke perkuburan tersebut. Tapi, jika dia tetap teguh dalam Wasiyat hingga kewafatannya, maka dia akan memperoleh mar-tabat yang sama dengan orang yang dimakamkan di Bahishti Maqbarah (Lampiran Al-Wasiyat pasal 17)
Kaidah no. 89. Jikalau
seorang Mushi/Mushiah “meninggal dunia dalam keadaan tenggelam di sungai” atau karena hal lain “jenazahnya tidak bisa dibawa ke Bahishti Maqbarah, maka Wasiyatnya tetap sah”, dan di sisi Allah SWT orang tersebut sama derajatnya dengan mereka yang dimakamkan di Bahishti Maqbarah, dan diizinkan pula untuk dibuatkan Katbah guna mengenang dia, di Bahishti Maqbarah. (Lampiran Al-Wasiyat, pasal 8)
Kaidah no. 90. Kecuali Katbah yang telah diumumkan diberlakukannya, maka penulisan katbah selain itu harus dengan seizin dari Majlis Karpardaz.
Kaidah no 91. Pemakaman seorang non-Mushi di
Bahishti Maqbarah, seperti yang tertulis dalam risalah AlWasiyat dan Lampiran pasal 18, harus diajukan kepada Hadhrat Khalifatul Masih, setelah ada rekomendasi menyeluruh dari Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan. Syarat dari Risalah Al-Wasiyat berbunyi:
Kaidah Al-Wasiyat
27
“Setiap orang yang saleh namun tidak memiliki kekayaan apapun, dan tidak mampu memberikan pengorbanan financial (keuangan) dapat dimakamkan di perkuburan ini (Bahishti Maqbarah), apabila dapat dibuktikan bahwa selama dia hidup, dia mewakafkan dirinya untuk agama dan dia adalah orang yang saleh.”
Pasal 18 dari Lampiran Risalah Al-Wasiyat berbunyi:
“Apabila seseorang tidak memiliki harta bergerak maupun tak bergerak, namun ia terbukti sebagai orang yang saleh, muttaqi dan mukmin sejati, dan bukan pula seorang yang munafik, atau mencintai dunia, atau yang durhaka; setelah ada izin dariku, atau dari penerusku, dengan rekomendasi dari Anjuman, maka orang tersebut dapat dimakamkan di sini (Bahishti Maqbarah)”
Kaidah Al-Wasiyat
28
LAIN-LAIN Kaidah no. 92. “Apabila terjadi perselisihan berkenaan
dengan paksaan dalam Wasiyat, dan diperlukan proses pengadilan untuk menyelesaikannya, maka seluruh pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut, akan diambil dari harta yang telah diWasiyatkan.” (Lampiran Al-Wasiyat pasal 11)
PENAFSIRAN, PENJELASAN, PENETAPAN, DAN PENOLAKAN Kaidah no. 93. Sumber bagi penafsiran dan penjelasan
dari kaidah-Kaidah Al-Wasiyat ini berasal dari: Risalah Al-Wasiyat karya Hadhrat Masih Mau’ud a.s., petunjuk tanggal 20 Desember 1905; Lampiran Risalah Al-Wasiyat; dan Laporan Rapat Awal jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah tanggal 29 Januari 1906. Tidak diperkenankan untuk memberikan penafsiran dan penjelasan yang dapat bertentangan dengan sumber atau rujukan utama di atas.
Kaidah no. 94. Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat ini hanya dapat ditetapkan, ditolak, dan ditambah berdasarkan petunjuk atau persetujuan dari Hadhrat Khalifatul Masih.
Kaidah Al-Wasiyat
29
PERATURAN-PERATURAN MAJLIS KARPARDAZ PENDAPATAN (A). Pendapatan (income) adalah seluruh pendapatan yang diterima dari berbagai sumber. Setiap anggota pembayar wajib Candah harus membayar Candahnya sesuai dengan peraturan yang ada, dengan mementingkan unsur Taqwa (ketakwaan) serta keimanan dengan penuh kesadaran. Sewa rumah dan pengeluaran sehari-hari lainnya tidak boleh dihitung sebagai pengurangan terhadap pembayaran Candah. Kendati demikian, uang perjalanan atau semacamnya yang diberikan untuk tugas dinas tidak termasuk sebagai pendapatan. Meski begitu, jika ia membayar Candah dari bagian uang perjalanan dan tabungan lainnya akan lebih baik lagi.
(B). “Apabila anggota pembayar wajib Candah mengalami kesulitan untuk membayar Candah, atau membayarnya dalam jumlah yang sesuai dengan peraturan, ia bisa meminta izin keringanan membayar Candah dari Hadhrat Khalifatul Masih, melalui Amir Jemaat, dengan menjelaskan alasan yang sebenar-benarnya. Mereka yang menerima keringanan tetap memiliki hak suara dalam pemilihan di Jemaat, namun tetap harus mendapatkan izin dari Markaz terlebih dahulu apabila orang tersebut terpilih menjadi pengurus di Jemaat. Hal ini dikarenakan pengurus Jemaat harus bisa menjadi contoh bagi anggota lainnya, termasuk dalam hal pengorbanan harta. Catatan: Keringanan ini tidak berlaku untuk Candah Wasiyat. Apabila seorang Mushi tidak mampu
30
Kaidah Al-Wasiyat membayar Candah sesuai dengan perjanjian yang telah ia buat, Wasiyatnya dapat dibatalkan sesuai dengan kaidah yang ada.
(C). Apabila seorang Mushi/Mushiah terbukti dengan sengaja melaporkan jumlah pendapatannya tidak sesuai atau lebih rendah dari pendapatan yang sebenarnya, maka tindakan disiplin akan dikenakan kepada yang bersangkutan. Kasus Mushi/Mushiah tersebut harus dilaporkan kepada Majlis Karpardaz, dengan menyertai bukti-bukti yang ada, untuk diambil kebijakan yang sesuai. Catatan: (i). Seseorang yang mendapat keringanan pembayaran Candah Am, baru bisa mengajukan Wasiyat, apabila dia sudah mampu membayar Candah Am sesuai dengan peraturan yang ada, minimal selama setahun. (ii). Seseorang yang mendapat izin/keringan untuk tidak membayar Candah Am, maka ia baru bisa mengajukan Wasiyat, apabila dia sudah kembali mampu membayar Candah Am sesuai dengan peraturan yang ada, minimal selama dua tahun. (iii). PENDAPATAN MINIMUM: Dikarenakan pengorbanan yang luar biasa sangat diharapkan dari para Mushi/Mushiah, penaksiran jumlah pendapatan minimum haruslah dilakukan di Negara masing-masing. Jumlah pendapatan minimum ini harus dicantumkan dalam formulir Wasiyat agar dapat menjadi bahan pertimbangan. (D). Apabila pendapatan suatu keluarga (baik didapatkan dari gaji maupun bantuan) tergantung pada jumlah anggota, atau diberikan berdasarkan persentase tetap atau patokan dasar berdasarkan kepala
Kaidah Al-Wasiyat
31
keluarga, istrinya beserta anak-anaknya (contoh: bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah, atau bantuan yang diberikan oleh Jemaat bagi para Muballigh), maka total dari seluruh gaji atau bantuan akan dianggap sebagai pendapatan Kepala Keluarga dari keluarga tersebut, yang mana harus ia bayarkan Candahnya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan. Kendati demikian, jika ada bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada anak-anaknya untuk maksud dan tujuan tertentu, seperi bantuan pendidikan, dimana bantuan tersebut diberikan kepada orang tua/wali mereka agar digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan tersebut, maka bantuan tersebut tidak dianggap sebagai pendapatan si orang tua/wali mereka, dan tidak dikenakan pembayaran Candah atasnya.
(E). Tenaga ahli atau wirausahawan membayar Candah mereka dari pendapatan bersih yang mereka dapatkan. Tidaklah benar apabila membayar Candah hanya dari jumlah rata-rata, setelah dikurangi pengeluaran pribadi bulanan.
(F). Beasiswa tidak termasuk pendapatan yang harus dibayarkan Candahnya dalam jumlah yang telah ditentukan. Meskipun begitu, mereka diharapkan untuk menghitung jumlah yang harus mereka bayar, setelah melakukan konsultasi dengan Jemaat, barulah mereka membayar Candah sesuai dengan jumlah yang telah disepakati. (G).
(i).
CANDAH DARI PINJAMAN/HUTANG:
Kaidah Al-Wasiyat
32
(ii).
(H).
Jika ada anggota yang tidak memiliki pendapatan dan hidupnya bergantung sepenuhnya dari pijaman, maka dia harus membayarkan Candahnya dari pinjaman tersebut. Namun, ketika dia mengembalikan pinjaman/hutangnya tersebut, dia dapat membayar Candah dari pendapatannya, setelah dikurangi jumlah pijaman/hutang yang harus ia kembalikan.
PEMBAYARAN ULANG TERHADAP HIPOTEK/ SEWA/KONTRAK: Jika pembayar wajib Candah memiliki kekayaan hipotek/kontrak/sewa, yang memberinya pendapatan tambahan, jumlah Candah yang harus dibayarkan tidak boleh dikurangi dari pendapatan tetapnya. Dia wajib membayar Candah dari total pendapatan yang dimilikinya.
MUSHI YANG TIDAK MEMILIKI SUMBER PENDAPATAN: (i). Para istri yang tidak memiliki pendapatan, maka Suaminya wajib memberikan uang saku yang layak secara rutin, yang dapat dianggap sebagai pendapatan bagi para istri. Dari uang saku tersebut, mereka membayarkan Candah Wasiyatnya.
(ii).
Para wanita wajib membayar Candah sesuai dengan standar hidup mereka. Pengorbanan para Mushi harus lebih menonjol daripada pengorbanan mereka yang membayar Candah Am.
Kaidah Al-Wasiyat
33
KERINGAN: Yang termasuk pendapatan anggota pembayar wajib Candah adalah semua jenis pendapatan yang diterima dari berbagai sumber. Akan tetapi, bantuan yang diterima oleh karyawan, dimana dia tidak menggunakannya untuk keperluan pribadi (seperti uang dinas, uang perjalanan, dll) tidak termasuk kategori pendapatan. Begitu juga dengan iuran pemerintah, pajak, tariff lokal, hasil kebun/lahan, asuransi wajib, dll., yang dipungut berdasarkan kebijakan pemerintah, dapat dikurangi dari pendapatan, sebelum Candah dibayarkan. Bantuan seragam, bantuan pendidikan untuk anak, tidak termasuk pendapatan yang dikenakan Candah. Catatan: Sewa rumah/tempat tinggal, dan pengeluaran rutin lainnya tidak diperbolehkan untuk dikurangi dari pendapatan, saat akan membayar Candah.
34
Kaidah Al-Wasiyat
TATA CARA PENAKSIRAN Peraturan No. 1: Setelah disetujui oleh Majlis Karpardaz, setiap Mushi diizinkan untuk membayar Hissa Jai’dad semasa hidupnya, dengan memberikan seluruh atau sebagian kekayaannya untuk ditaksir sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peraturan No. 2: Untuk kepentingan penaksiran, Mushi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Majlis Karpardaz, mencantumkan secara terperinci seluruh harta bergerak dan tak bergeraknya yang dimiliki pada saat itu, beserta perkira-an harganya secara relevan. Peraturan No. 3: Jika bermaksud untuk menaksir hanya sebagian dari harta kekayaannya saja, maka harus dijelaskan maksud dan bagian (dari harta) tersebut.
Peraturan No. 4: Majlis Karpardaz akan menetapkan ‘harga taksiran’ dari harta kekayaan, setelah berkonsultasi dengan Nazim Tashkhis Jaidad (Sekretaris Penaksiran Kekayaan) dan Jemaat setempat berdasarkan harga pasar dan setelah mempertimbangkan seluruh hal yang menyangkut masalah tersebut. Peraturan No. 5: Harga taksiran berlaku setelah disetujui oleh Sadr. Anjuman Ahmadiyah Pakistan.
Peraturan No. 6: Setelah melakukan penaksiran, Hissa Jaidad dapat dibayar ecara sekaligus, atau dicicil/diangsur dalam waktu dua tahun.
Kaidah Al-Wasiyat
35
(A). Rumah yang dihuni oleh seorang Mushi/Mushiah, atau dihuni oleh ahli warisnya setelah yang bersangkutan wafat, maka periode pembayaran Hissa Jaidad yang belum dibayar diperpanjang menjadi lima tahun.
(B). Jika – semoga Allah tidak menjadikannya demikian – seorang Mushi wafat ketika sedang membayar Hissa Jaidad dari rumah seperti yang dijelaskan dalam Regulasi 6(A) di atas, ahli warisnya bisa mendapat keringanan dalam melunasi sisa pembayaran Hissa Jaidad, yaitu bisa mengangsur pembayarannya dalam masa lima tahun. Namun guna mendapatkan keringanan tersebut, maka sang Ahli Waris harus memberikan jaminan yang dapat diterima oleh Majlis Karpardaz, seperti yang tertulis dalam Kaidah no. 80. Peraturan No. 7: Apabila tidak ada pembayaran yang dilakukan selama waktu yang ditentukan, maka harga taksiran sebelumnya dianggap tidak berlaku lagi.
Peraturan No. 8: Apabila pada saat jatuh tempo baru sebagian dari Hissa Jai’dad yang dibayarkan, maka harta yang telah dibayar dianggap baru sebesar bagian itu, dan untuk pembayaran sisa Hissa Jai’dad yang belum lunas, maka dia harus mengajukan permohonan baru untuk penaksiran harga terlebih dahulu. Peraturan No. 9*: Pembayaran Hissa Jai’dad terhadap seluruh kekayaan hipotek (sewa dengan bunga) merupakan suatu kewajiban. Pembayaran ini bisa dilakukan dengan dua cara:
(i). Jika Mushi/Mushiah berniat membayar Hissa Jai’dad atas harta hipotek selama masa hidupnya,
36
Kaidah Al-Wasiyat
harta tersebut akan ditaksir sesuai harga pasar, dan keuntungan yang didapat dari harta hipotek tersebut tidak boleh dikurangi dari perhitungan harga taksiran.
(ii). Jika Hissa Jai’dad atas kekayaan hipotek tersebut tidak dibayarkan pada saat Mushi/Mushiah masih hidup, setelah kewafatannya, jumlah yang harus dibayarkan adalah jumlah yang telah ditentukan, setelah dikurangi keuntungan harta hipotek tersebut, dari perhitungan harga taksiran.
Peraturan No. 10*: Setiap harta kekayaan yang dimiliki oleh Mushi/Mushiah, yang mana demi kepentingan hukum juga dicantumkan sebagai harta milik orang lain, harta tersebut akan dianggap milik seseorang yang membeli harta tersebut, dan tidak termasuk harta bersama. Peraturan No. 11*: Harta yang dibeli oleh seorang Mushi/Mushiah, namun kemudian diberikan atau dihibahkan kepada orang lain, tetap dianggap sebagai bagian dari harta milik Mushi/ Mushiah tersebut.
Peraturan No. 12*: Merupakan kewajiban dari seorang Mushi/Mushiah untuk melaporkan setiap harta kekayaannya yang telah dibeli oleh orang lain, dan telah resmi berpindah tangan ke orang yang membelinya tersebut, maka harta kekayaan itu dianggap sudah bukan harta milik Mushi/Mushiah lagi.
Kaidah Al-Wasiyat
37
INSTRUKSI: MAJAALIS MUSHIYAAN (Majelis Para Mushi/Mushiah)
Sesuai Kaidah no. 18 dalam Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat
PEMBENTUKAN DAN KEANGGOTAAN
1. Majlis Mushiyaan harus didirikan di setiap Jemaat manapun yang memiliki tiga orang Mushi/Mushiah atau lebih. 2. Setiap Mushi/Mushiah mesti menjadi anggota Majlis Mushiyaan di Jemaat lokal setempat. 3. Sekretaris Wasiyat secara otomatis menjadi Ketua dari Majlis Mushiyaan. 4. Masa bakti dari Ketua Majlis Mushiyaan adalah tiga tahun. 5. Majlis Mushiyaan harus memiliki sektor (seperti Sekretaris dan Bendahara) sebanyak sektor-sektor administrasi yang dimiliki oleh Jemaat lokal.
FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB WASIYAT BARU
6. Adalah kewajiban dari Majlis Mushiyaan untuk memotivasi para anggota di Jemaat setempat dalam pelaksanaan Wasiyat, berusaha keras untuk memasukkan anggota non-Mushi ke dalam program AlWasiyat, dan secara berkesinambungan mengingatkan para anggota agar selalu memberi perhatian terhadap Risalah Al-Wasiyat, serta petunjuk/sabda dari Yang Mulia para Khalifah.
38
Kaidah Al-Wasiyat
7. Merupakan tanggung jawab dari Majlis Mushiyaan untuk memproses Wasiyat yang baru, guna membimbing serta membantu para calon Mushi dalam pengisian formulir atau pelaksanaan Wasiyat lainnya. 8. Adalah kewajiban dari Ketua Majlis Mushiyaan untuk mengirimkan formulir Wasiyat yang telah diisi tanpa ditunda-tunda lagi. Segala kegiatan surat menyurat berkenaan dengan Wasiyat, hingga penyelesaian dan penerimaan Wasiyat, haruslah dikirimkan melalui Ketua Majlis Mushiyaan.
TARBIYAT DAN PENGAWASAN 9. Ketua Majlis Mushiyaan mesti bertindak sebagai penghubung antara Kantor Nizhaarat Bahishti Maqbarah dengan para Mushi/Mushiah.
10. Merupakan tugas dari Ketua Majlis Mushiyaan untuk senantiasa memberikan data terbaru (up date) para Mushi/Mushiah, dan terus menginformasikan Kantor Pusat berkenaan perpindaahn Mushi/Mushiah dari satu cabang ke cabang lain. 11. Majlis Mushiyaan harus menggelar rapat/pertemuan secara rutin.
12. Pada saat pertemuan, terus ingatkan para anggota tentang betapa pentingnya Institusi/Program AlWasiyat, sebuah Nizam luar biasa yang mengikat para Mushi/Mushiah dengan amalan-amalan mereka. Adakan pula tarbiyat terhadap ahli waris para Mushi/ Mushiah, dengan memberikan mereka perhatian lebih terhadap ruh Al-Wasiyat, serta seluruh tanggung-
Kaidah Al-Wasiyat
39
jawab yang kelak akan dipikul oleh mereka.
13. Majlis Mushiyaan harus senantiasa memperhatikan bahwa para Mushi/Mushiah tidak menunjukkan tandatanda kelemahan iman, dan tindakan serta kegiatan yang sedemikian rupa sehingga dapat menjatuhkan kedudukan mulia mereka sebagai Mushi/Mushiah.
14. Merupakan kewajiban dari Majlis Mushiyaan untuk merencanakan dan mengadakan pelatihan membaca Al-Qur’anul Karim bagi mereka yang belum bisa membacanya, serta mengajarkan tafsir dan terjemahan Al-Qur’anul Karim bagi mereka yang belum bisa menerjemahkannya. 15. Majlis Mushiyaan harus menyelenggarakan kegiatan talimul Al-Qur’an tersebut secara rutin dan seksama.
16. Majlis Mushiyaan harus berusaha sekuat mungkin untuk meningkatkan mutu tarbiyat umum bagi setiap warga Jemaat, dan harus menjalankan langkah-langkah yang dibutuhkan bagi setiap Mushi/Mushiah untuk mencapai tujuan tersebut.
TA’LIMUL QUR’AN DAN WAQF’ ARDHI 17. Majlis Mushiyaan bertanggung jawab dalam memotivasi dan menggalakkan program Talimul Quran dan Waqf Ardhi di Jemaat setempat. Ketua Majlis Mushiyaan – dengan bantuan serta kerja sama dari para Mushi/ Mushiah – mesti senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan program tal’limul Qur’an dan Waqf’ Ardhi. 18. Majlis Mushiyaan wajib menyediakan jumlah pelaksana
40
Kaidah Al-Wasiyat
Waqf Ardhi yang layak, disesuaikan dengan jumlah anggota serta kondisi di Jemaat lokalnya masing-ma-sing.
19. Merupakan kewajiban dari Majlis Mushiyaan untuk mencapai target 100% Ta’lim-ul Qur’an di antara para anggota, serta memastikan tidak ada Mushi/Mushiah yang tidak bia membaca Al-Quran.
20. Adalah kewajiban dari Majlis Mushiyaan untuk berusaha secara terus-menerus menyebar luaskan nur (cahaya) Al-Qur’anul Karim. Dan sehubungan dengan tugas tersebut, maka Majlis Mushiyaan akan bekerja dibawah petunjuk Jermaat Lokal, Nizhaarat Ta’limul Qur’an dan Kantor Bahishti Maqbarah.
PETUNJUK DAN PENGARAHAN BAGI PARA MUSHI/MUSHIAH 21. Adalah kewajiban dari Majlis Mushiyaan agar para Mushi/Mushiah memahami Kaidah-Kaidah AlWasiyat, serta pentingnya Kaidah dan Peraturan lainnya, dengan cara mengadakan pertemuan/rapat, atau menggunakan cara-cara lainnya. 22. Merupakan tugas dari Majlis Mushiyaan untuk menegaskan dan menjelaskan kepada seluruh Mushi/ Mushiah di jemaatnya tentang pentingnya pengisian laporan pembayaran Candah Wasiyyat tahunan (Schedule C), sesuai Kaidah 69, serta senantiasa memperbarui (meng-up date) data pembayaran mereka. Majlis Mushiyaan juga wajib membantu para Mushi/Mushiah dalam menangani setiap masalah yang mereka hadapi, berkenaan dengan maalah pembayaran ini.
Kaidah Al-Wasiyat
41
PEMILIHAN 23. Di setiap Jemaat Lokal, Sekretaris Al-Wasiyat mesti dipilih sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sekretaris Al-Wasiyat haruslah seorang Mushi.
PETUNJUK-PETUNJUK BAGI PARA MUSHI/ MUSHIAH 1. Setiap melakukan kegiatan surat menurat dengan Kantor Bahishti Maqbarah, atau setiap kali Anda membayar Candah Hissa Amad atau Hissa Jai’dad di Jemaat lokal setempat, selalu cantumkan nama Anda, nama Ayah atau Suami, juga nomor Wasiyat Anda. 2. Kapan pun Anda pindah alamat, juga pindah dari satu Jemaat lokal ke Jemaat lokal lainnya, harap segera informasikan kepada Kantor Bahishti Maqbarah(9), serta kepada Jemaat lokal lama dan baru, berkenaan dengan kepindahan Anda.
3. Pada penerimaan pernyataan pembayaran tahunan dari Jemaat setempat, atau dari Kantor Bahisthi Maqbarah(10), sesuai Kaidah no. 69, para Mushi/ Mushiah harus mengisi formulir Schedule C dan mengirimnya ke Jemaat setempat untuk diteruskan ke Kantor Bahishti Maqbarah(11). Formulir tersebut akan dikirim oleh Kantor Bahishti Maqbarah kepada Mushi/ 9 Wakilul Mal II, Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyya Pakistan, Rabwah, bagi Mushi/Mushiah di luar Pakistan 10 Amir Nasional harus mengirimkan detail pembayaran tahunan para Mushi/Mushiah yang tinggal di luar Pakistan, melalui Wakilul Mal II, Rabwah 11 Ibid.
42
Kaidah Al-Wasiyat
Mushiah tanggal 31 Oktober setiap tahunnya. Apabila Mushi/Mushiah tidak menerima formulir tersebut, segera laporkan ke Jemaat setempat dan ke Kantor Bahishti Maqbarah(12).
4. Para Mushi/Mushiah diharapkan untuk selalu menyimpan buktu pembayaran Candah Wasiyatnya di tempat yang aman. Begitu juga dengan Sertifikat Wasiyat serta dokumen-dokumen yang berkaitan lainnya, yang harus disimpan dengan sebaik-baiknya.
5. Tiap kali Anda mendapat kesempatan untuk mengunjungi Jemaat Pusat, silahkan mengunjungi Kantor Bahishti Maqbarah dengan membawa bukti pembayaran, guna dicocokkan dengan daftar pembayaran Anda. 6. Harap diingat dengan baik bahwa berdasarkan Kaidah, adalah kewajiban bagi Anda untuk menginformasikan perubahan harta Anda, baik terdapat penambahan maupun pengurangan, ke Kantor Bahishti Maqbarah setiap lima tahun sekali.
7. Hendaknya senantiaa diingat bahwa segi pengorbanan keuangan dalam Wasiyat bertujuan untuk meningkatkan ruh pengorbanan, dan pengkhidmatan terhadap Agama, dimana yang paling penting adalah keimanan, keikhlasan, dan amal saleh. Oleh karena itu, setiap Mushi/Mushiah haruslah merupakan “orang yag Muttaqi, membenci dan menjauhi segala larangan, tidak melakukan perbuatan Syirik dan bi’dah. Ia haruslah merupakan Muslim yang benar dan jujur”, serta “sekuat tenaga selalu menta’ati hukum dan ajaran Islam, selalu hidup takwa dan bersih –seorang Muslim yang beriman terhadap ke-Esa-an Allah, dan 12 Ibid.
Kaidah Al-Wasiyat
43
meyakini Rasul-Nya, Yang Mulia Rasulullah SAW– dan ia bukanlah orang yang merampas hak-hak hamba Allah lainnya.
PETUNJUK-PETUNJUK BAGI CALON MUSHI 1. Sebelum mengisi formulir Wasiyat, sangat ditekankan untuk membaca atau dibacakan Risalah Al-Wasiyat karya Hadhrat Masih Mua’ud a.s., lebih dari sekali, beserta Lampirannya, juga peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan (Misal: Keputusan Rapat Awal jajaran direksi Sadr Anjuman Ahmadiyah Qadian, pada 29 Januari 1906, yang telah disahkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s.). Adalah penting untuk diingat bahwa hal yang terpenting yang paling diinginkan dari seorang calon Mushi adalah kesalehannya, diikuti dengan keta’atannya terhadap Syariah (hukum) Islam, beriman, jujur, ikhlas dan seorang Ahmadi yang setia. 2. Sewaktu mengisi dan mengajukan Wasiyat haruslah dalam keadaan sehat. Wasiyat yang dibuat saat Mardhul Maut tidak akan diterima. 3. Bila ada harta tak bergerak yang dicantumkan ke dalam Wasiyat, sebisa mungkin harus ditanda-tangani juga oleh para Ahli Warisnya.
4. Wasiyat yang dibuat oleh wanita yang sudah menikah haruslah diberikan kesaksian oleh suaminya, jika suaminya masih hidup. Haq Mahr(13) dianggap sebagai bagian dari kekayaannya, dan harus dituliskan secara rinci dalam formulir Wasiyat, dan haruslah dinyatakan 13 Mas kawin yang diberikan mempelai pria kepada mempelai wanita
44
Kaidah Al-Wasiyat
apakah Haq Mahr tersebut sudah diterima atau masih menjadi tanggungan suami. Berat dan perkiraan harga dari seluruh perhiasan yang dimiliki calon Mushiah haruslah dicantumkan secara terperinci. Tulis pula penghasilan bulanan suami, dan jika sang suami adalah seorang Mushi, cantumkan nomor Wasiyatnya.
5. Apabila terdapat kendala hukum yang membuat Mushi sulit memasukkan harta bergerak mereka ke dalam Wasiyat, maka bagian harta tersebut dibayarkan kepada Sadr Anjuman Ahmadiyya Pakistan Rabwah, dengan menganggapnya sebagai hibah, dan mengirimkan copy pembayaran tersebut pada Sadr Anjuman Pakistan. Apabila mereka juga kesulitan membayarnya sebagai hibah, mereka harus menuliskan detail seluruh harta kekayaan yang mereka miliki di formulir Wasiyat, ketika mereka hendak mengajukan Wasiyat. Detail tersebut mencakup lokasi dan harga pasar dari harta kekayaan tersebut. Harga pasar harus ditentukan setelah berkonsultasi dengan Jemaat Lokal. Ketua cabang Jemaat Lokal akan memberikan pernyataan dalam lembar terpisah bahwa harga pasar dari harta kekayaan tersebut adalah benar. Ketua cabang juga akan memberikan pernyataan bahwa Mushi yang bersangkutan tidak memiliki harta kekayaan lainnya. 6. Setiap Mushi haruslah membayarkan Candah dari keuntungan yang didapatkannya dari harta tak bergeraknya yang ia miliki, sebesar Candah Am (1/16). Semua Mushi hendaklah berjanji akan membayar Hissa Amad dari penghasilan yang mereka dapatkan tiap bulannya, dan membayarnya secara rutin tiap bulan. Para Mushi juga harus melaporkan penghasilan tahunan mereka di formulir Schedule C, dan
Kaidah Al-Wasiyat
45
mengirimkannya pada Kantor Bahisti Maqbarah(14).
7. Para Mushi bisa membayar Candah Hissa Amadnya baik berlaku sejak tanggal penulisan atau sejak tanggal persetujuan Wasiyat, meskipun mereka belum menerima Sertifikat Wasiyat.
8. Wasiyat milik Mushi yang tidak membayar Candah Hissa Amad selama enam bulan sejak disetujui Wasiyatnya, atau berhenti membayar dan tidak mendapat izin dari Kantor Majlis Karpardaz Masalih Qabristan Rabwah, akibat kelalaiannya, maka Wasiyat tersebut dapat dibatalkan. 9. Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan memiliki hak untuk menolak permohonan Wasiyat, atau membatalkan Wasiyat yang telah disetujui, tanpa perlu mengemukakan alasannya tersebut. Setiap keputusan yang dibuat oleh Sadr Anjuman Ahmadi-yah bersifat final.
14 Mushi yang tinggal di luar Pakistan harus mengirimkan formulir / laporan tersebut pada Amir Nasional, yang akan diteruskan pada Wakilul Mal II, Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah Pakistan.
46
Kaidah Al-Wasiyat
PETUNJUK BAGI MAJLIS KARPARDAZ MASALIH QABRISTAN Di bawah Kaidah No. 35 dari Kaidah-Kaidah Al-Wasiyat Hal-hal berikut perlu diperhatikan sebelum menyetujui permohonan Wasiyat baru: (1) Ambillah perbandingan dan perhatikan pengorbanan harta benda dan pembayaran Candah Wajib dalam Jemaat dari Calon Mushi.
(2) Pria dan wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hal persyaratan dan kualifikasi untuk mengajukan Wasiyat.
(3) Perlu diperhatikan apakah Calon Mushi pernah mengalihkan hak kepemilikan hartanya kepada keturunan atau orang lain dalam bentuk hibah, warisan, atau dibagikan. Dan sehubungan dengan itu apakah pelaksanaannya dapat mempengaruhi pada pelaksanaan ruh pengorbanan hartanya atau tidak. (4) Perhatikan pula standar hidup dan penghasilan Calon Mushi, apakah memiliki perbedaan atau tidak. (5) Apabila Calon Mushi berusia 60 tahun atau lebih, jika Majlis Karpardaz merasa perlu, maka hal-hal berikut akan ditanyakan pada Calon Mushi: a. Berapa penghasilan sebulan/setahun,
maksimumnya
dalam
b. Dan mengapa dia tidak ber Wasiyat sebelumnya.
Kaidah Al-Wasiyat
47
PETUNJUK BAGI PENGURUS ATAU PEGAWAI JEMAAT LOKAL 1. Setiap jemaat harus menyimpan daftar lengkap dari data-data dan nomor Wasiyat tiap Mushi yang ada di jemaatnya.
2. Apabila ada Mushi yang pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya, maka jemaat lokal – baik jemaat asal maupun jemaat yang dituju – harus melaporkan kepindahan tersebut pada Kantor Bahisti Maqbarah(15).
3. Jemaat lokal berkewajiban untuk memastikan bahwa setelah menerima formulir verifikasi bersamaan dengan detail pembayaran, setiap Mushi telah mengisinya dengan benar, dan mengirimkannya kembali pada Kantor Bahishti Maqbarah15, sebelum tahun anggaran berakhir.
4. Jemaat lokal(16) harus mengirimkan Candah Hissa Amad dan Hissa Jaidad tiap bulannya pada Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan beserta dengan detail pembayarannya.
5. Detail pembayaran tersebut juga harus berisi nomor Wasiyat, nama Mushi, serta nama ayah/suami Mushi. 6. Ketika menerima Candah dari Calon Mushi yang wasiyatnya masih dalam proses, adalah perlu untuk 15 Bagi yang tinggal di luar Pakistan, maka laporan kepindahan tersebut harus dikirimkan kepada Wakilul Mal II, Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah Pakistan, Rabwah. 16 Bagi Jemaat di luar Pakistan: Jemaat lokal harus mengirimkan Candah ke Pengurus Besar Nasional. PB kemudian memastikan detail pembayaran Hissa Amad dan Hissa Jaidad yang diterima tiap bulannya diteruskan ke Pusat (Rabwah).
48
Kaidah Al-Wasiyat
memperhatikan hal-hal berikut ini:
a) Pada tanda penerimaan Candah Syarat Awal, Hissa Amad, Hissa Amad Am, dan Hissa Jaidad, harus dituliskan “Amanat” di dekat kolom yang telah disediakan di lembar kwitansi (supaya apabila wasiyatnya tidak dikabulkan, maka uang yang diterima itu dapat dikembalikan kepada Calon Mushi tersebut, atau dengan kehendaknya sendiri, uang tersebut dapat diperhitungkan pada pembayaran Candah Am). b) Berdasarkan Kaidah No. 38, adalah suatu keharusan bahwa sebelum diajukan untuk mendapatkan persetujuan, setiap Wasiyat harus diumumkan di dalam sua surat kabar, dan berdasarkan Kaidah No. 29, biaya Iklan Wasiyat harus dilunasi oleh Calon Mushi. Dan karena Iklan Wasiyat tidak dapat dikembalikan, maka tidaklah perlu menuliskan kata “Amanat” ketika membayarnya.
7. Para Mushi/Mushiah yang wasiyat mereka dibatalkan berdasarkan Kaidah-Kaidah No. 63, 66, dan 68, dan kemudian berdasarkan Kaidah-Kaidah No. 73, 75, dan 77 memohon pemberlakukan kembali wasiyat mereka itu, maka pada waktu menerima Candah dari mereka, dituliskan juga kata “Amanat” (supaya apabila wasiyatnya tidak dikabulkan, maka uang yang diterima itu dapat dikembalikan kepada Calon Mushi tersebut, atau dengan kehendaknya sendiri, uang tersebut dapat diperhitungkan pada pembayaran Candah Am). 8. Pada wakyu mengirimkan Candah Hissa Amad dan Hissa Jaidad kepada Sadr Anjuman Pakistan, Jemaat lokal harus menyertakan dua tembusan daftar rincian
Kaidah Al-Wasiyat
49
kedua Candah tersebut beserta tembusannya, yang akan dikirimkan ke Pusat (Rabwah).(17)
9. Jemaat Lokal harus memperhatikan serta melaksanakan hal-hal berikut: pada perincian Candah tersebut harus dituliskan nomor bukti penerimaan, nomor buku, dan tanggal kupon(18). Dan nomor bukti penerimaan itu mesti ditulis pada buku daftar pembayaran masingmasing Mushi/Mushiah. 10. Jemaat lokal harus memperhatikan bahwa pada waktu jenazah diberangkatkan ke Rabwah untuk dikuburkan, maka bersama jenazah itu harus pula dikirimkan formulir Schedule F, yang telah diisi hal-hal yang diminta berkenaan dengan jenazah yang bersangkutan.
17 Bagi Jemaat di luar Pakistan: detail pembayaran Candah Hissa Amad dan Hissa Jaidad tidak boleh dicampur, dan dikirimkan ke Wakilul Mal II Rabwah, melalui Additional Wakilul Mal London. 18 Bagi Jemaat di luar Pakistan: Kupon artinya nomor kwitansi penerimaan individual.
50
Kaidah Al-Wasiyat
PETUNJUK-PETUNJUK BAGI KANTOR BAHISHTI MAQBARAH Kantor Bahishti Maqbarah harus memperhatikan dan melaksanakan hal-hal berikut:
1. Setiap surat-surat Wasiyat yang asli harus di-fotocopi lalu fotokopi tersebut disimpan di file tiap Mushi/ Mushiah, dan dokumen-dokumen yang asli disimpan di lemari/ruang dokumen. 2. Bila pengurusan pengabulan Wasiyat/surat taksiran masih memakan waktu, atau karena suatu sebab pengurusannya terlambat, maka kepada Mushi/ Mushiah hendaknya segera diberitahu secara tertulis.
3. Daftar surat masuk pada kolom “Sedang diproses”, pengisiannya harus lengkap dan senantiasa up-to-date.
4. Setelah menerima pemberitahuan dari Kantor Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan, catatlah angka Candah Wasiyat tanpa rincian, pada suatu daftar menurut wilayah masing-masing dengan membubuhkan tanggalnya. Dan untuk memintakan rinciannya sesuai dengan nama Mushi/Mushiah, adakanlah surat menyurat dengan Jemaat Lokal bersangkutan.
5. (a). Bila pelaksanaan wasiat yang keputusan tentang pengabulannya masih dinantikan, pembayaran tunai dari Candah syarat awal, Hissa Amad, Hissa Amad Am, dan Hissa Jaidad, maka kesemuanya itu adalah “amanat” yang sewaktu-waktu dapat dikembalikan kepada Calon Mushi bersangkutan apabila wasiyatnya tidak dikabulkan. Atau bila Calon Mushi bersangkutan menghendaki, uang tersebut dapat diperhitungkan sebagai Candah Am.
Kaidah Al-Wasiyat
51
(b) Biaya Iklan Wasiyat – menurut Kaidah No. 29 dan 38 – wajib dibayarkan oleh pelaksana Wasiyat, dan tidak dapat dikembalikan.
6. Para Mushi/Mushiah yang Wasiyatnya telah batal berdasarkan Kaidah nomor 63, 66, dan 68, lalu berdasarkan Kaidah 73, 75 dan 77, mereka memohon pemberlakuannya kembali, maka (selama menanti keputusan pemberlakuan kembali wasiyat mereka) uang Candah yang diterima dari mereka adalah “Amanat” yang sewaktu-waktu dapat dikembalikan kepada pemiliknya, apabila permohonan mereka tidak dikabulkan. Atau, bila Calon Mushi bersangkutan menghendaki, uang tersebut dapat diperhitungkan sebagai Candah Am. Oleh sebab itu, selama menanti keputusan permohonan mereka, uang-uang tersebut janganlah dimasukkan dulu pada daftar tetap pembayaran mereka. 7. Pada akhir tahun fiskal, pada seluruh Mushi/Mushiah dikirimkan perhitungan mengenai pembayaran tahunan candah wasiat mereka atas formulir menurut contoh Schedule c(a), beserta Schedule C(b), supaya Mushi/Mushiah dapat membuat pernyataan seperti yang dikehendaki oleh Kaidah no. 69. 8. Setelah mengirimkan perhitungan pembayaran kepada para Mushi, Kantor Bahishti Maqbarah – melalui publikasi di surat kabar Al-Fazal atau surat berkala lainnya – haruslah memberikan anjuran kepada para Mushi/Mushiah untuk mengirimkan pernyataan/ laporan pembayaran mereka ke Kantor. 9. Para Mushi/Mushiah yang belum mengirimkan formulir pernyataan pembayarannya sampai 15 Desember, hendaklah mengirimkan formulir pernyataan
52
Kaidah Al-Wasiyat
tersebut. Amir/Ketua cabang jemaat lokal diminta untuk mengirimkan formulir pernyataan tersebut dari Mushi/Mushiah yang ada di jemaat lokalnya.
10. Setelah menerima pernyataan tersebut (sesuai Kaidah 69) dari para Mushi/Mushiah, maka hendaklah dikirimkan kepada mereka perhitungan pembayaran tahunan tersebut. 11. Pernyataan pembayaran para Mushi/Mushiah dapat dikirimkan kepada mereka, sesuai permintaan.
12. Kirimkanlah formulir F tentang data-data Mushi/ Mushiah untuk urusan penguburan, kepada seluruh jemaat, supaya ketika jenazah dibawa ke Bahishti Maqbarah, data-data yang diperlukan dapat dibawa serta pada saat tersebut.
Kaidah Al-Wasiyat
53
PETUNJUK BERKENAAN DENGAN PEMBERLAKUAN KEMBALI WASIYAT YANG TELAH DIBATALKAN Sesuai Kaidah-Kaidah No. 63, 64, 66, 67, 68, 73, 74, 75, 76, dan 77
Para Ahmadi yang wasiatnya dibatalkan lalu memohon pemberlakuan kembali wasiyatnya, maka pada waktu membayar Candah-candah wasiyatnya, hendaklah meminta dituliskan kata “amanat” pada bukti pembayaran; agar bila permohonannya tersebut tidak dikabulkan, maka uanguangnya itu dapat dikembalikan kepada mereka, atau bila mereka menyetujui, uang-uang itu dapat diperhitungkan sebagai Candah Aam.
54
Kaidah Al-Wasiyat
BERKENAAN DENGAN MAQBARAH MUSHIAN (Keputusan No. 1, Luar Biasa / 15-08-1994, Sadr. Anjuman Ahmadiyya Pakistan)
‘Apabila memungkinkan dan memiliki izin tanah, Jemaat Nasional di setiap Negara haruslah membuat pemakaman terpisah bagi para anggota Mushi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mensetting lahan terpisah di perkuburan Jemaat untuk lahan pemakaman para Mushi, dan haruslah diberi nama Maqbarah Mushiah. Pemakaman ini haruslah dirawat dengan baik, dan diperindah’.
1. Di setiap Negara dimana terdapat Maqbarah Mushian, ‘Komite (Panitia) Maqbarah Mushian’ harus dibentuk dengan persetujuan dari Hadrat Khalifatul Masih. Komite ini bertugas memotivasi setiap anggota Jemaat untuk membuat Wasiyat, serta bertanggung jawab terhadap seluruh perihal pemakaman Mushi dan Maqbarah Mushian.
2. Komite ini musti beranggotakan 5-7 orang, termasuk Amir yang menjadi Ketuanya. Sekretaris Al-Wasiyat Nasional, Sekretaris Mal Nasional, serta Rais-ut-Tabligh juga harus menjadi anggotanya. Sekretaris Al-Wasiyat Nasional menjabat sebagai Sekretaris Komite. Kuorum tiap rapat/pertemuan adalah 3 orang. 3. Apabila ada Mushi yang wafat, diusahakan agar jenazahnya dapat di bawa ke Bahishti Maqbarah Rabwah/Qadian. Sertakan pula laporan dari Komite Maqbarah Mushian, bersama laporan dan data lainnya berkenaan dengan Mushi yang wafat tersebut. Majlis Karpardaz Masalih Qabristan Rabwah/Qadian akan
Kaidah Al-Wasiyat
55
mengurus pemakaman Mushi tersebt setelah seluruh syarat dan ketentuan terpenuhi.
4. Apabila tidak memungkinkan membawa jenazah Mushi ke Markaz (Rabwah), Komite Maqbarah Mushian harus mengurus pemakaman Mushi tersebut di Maqbarah Mushian. Untuk keperluan ini, Komite perlu mengirimkan laporan ke Hadrat Khalifatul Masih, atau siapa pun yang ditunjuk oleh Huzur untuk menangani masalah ini. Laporan harus berisi data Wasiyat Mushi, Tarka (warisan), Hissa Jaidan, Hissa Amad, dan lainnya. Setelah mendapat persetujuan dari Hadhrat Khalifatul Masih atau pejabat yang ditunjuk, maka pemakaman di Maqbarah Mushian dapat dilakukan. 5. Bagi semua Mushi yang dimakamkan di Maqbarah Mushian, Katbah (nisan) akan dibuatkan di Qadian/ Rabwah. Katbah tersebut akan didirikan berdasarkan Negara, berisi nama Mushi, nama ayah/suami, nomor Wasiyat, usia sewaktu wafat, tanggal kewafatan, dan tempat ia dimakamkan. Apabila jumlah Mushi yang wafat pada satu waktu terlalu banyak, satu Katbah dapat diisi beberapa nama. 6. Lebih lanjut, Sadr Anjuman Ahmadiyah Pakistan akan mendata nama-nama Mushi yang akan dibuatkan Katbah. Salinan laporan tersebut juga akan disimpan di tempat yang aman di Rumah Misi Jemaat.
56
Kaidah Al-Wasiyat
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang Segala puji bagi-Nya dan semoga berkat-berkat Nya dicurahkan kepada Rasul-Nya yang mulia Rasulullah s.a.w
Nomor file
DIISI OLEH KANTOR
Nomor Wasiyyat
Saya …………….……..Bin/binti .….……….…. Isteri/janda dari ……………..….. Pekerjaan*……….……Tgl.Lahir/Umur: ………………. Tgl Bai’at: ...................... Alamat Sekarang: ………………………………………………………….., Indonesia Alamat Tetap: …………………………………………………………….……, Indonesia Catatan Penting: *) Harus disebutkan dengan jelas jenis dan sifat pekerjaan/profesi misalnya, Pegawai Pemerintah / Semi Pemerintah / Swasta; Usaha / Dagang. Dalam hal pelajar / mahasiswa sebutkan kelas / semester berapa.
Dalam keadaan penuh kesadaran, tanpa paksaan dan rasa takut, pada hari ini ……........……………….…. Tanggal ……………………………………………..., bersama ini membuat Wasiyyat sebagai berikut:
1. Saya adalah pengikut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s, dari Qadian, kabupaten Gurdaspur, Punjab, Masih yang dijanjikan (Masih Mau’ud) dan pendiri Gerakan Ahmadiyyah dan saya dengan sungguh-sungguh mempercayai semua pendakwaan beliau. Saya telah membaca atau dibacakan dan telah memahami dengan baik buku Al-Wasiyyat tertanggal 20 Desember 1905 dan Lampirannya tanggal 6 Juni 1906 dan catatan rapat pertama Dewan Pengurus Sadr Anjuman Ahmadiyyah, Qadian yang diadakan tanggal 29 January 1906 yang telah disetujui oleh Masih Mau’ud a.s. Saya memegang teguh bahwa semua perintah-perintah yang ada didalamnya mengikat saya, dan sehubungan dengan itu saya berkehendak bahwa setelah saya meninggal, jenazah saya dibawa ke Bahishti Maqbarah, Qadian, untuk dimakamkan, apabila izin untuk itu telah diberikan kepada saya atau ahli waris saya oleh Majlis Pengelola Kemaslahatan Pekuburan. Bila saya tidak terlebih dahulu menitipkan sejumlah uang yang cukup di bendahara Sadr Anjuman Ahmadiyyah Pakistan, Rabwah untuk biaya pengangkutan jenazah saya, sejumlah yang sama akan diambil dari kekayaan saya. Biaya-biaya tersebut tidak akan diambil dari bagian kekayaan saya
Kaidah Al-Wasiyat
2.
3. 4.
5.
57
untuk Sadr Anjuman Ahmadiyyah Pakistan Rabwah yang ditentukan oleh Wasiyyat ini. Selain perintah-perintah dalam buku Al-Wasiyyat dan petunjuk-petunjuk Hazrat Khalifatul Masih a.t.b.a atau Sadr Anjuman Ahmadiyyah Qadian atau Sadr Anjuman Ahmadiyyah Pakistan Rabwah, atau Majlis Pengelola Kemaslahatan Pekuburan Qadian / Rabwah yang berkenaan dengan Bahisthi Maqbarah atau yang bersangkutan dengan Musi, sejauh yang berkaitan dengan Wasiyyat ini, mengikat saya dan ahli waris saya. Wasiyyat saya ini, adalah Wasiyyat saya yang terakhir, dan akan tetap berlaku apabila jenazah saya dimakamkan di Bahishti Maqbarah ataupun tidak. Saya setuju, menyatakan dan mengikat diri saya sesuai dengan hukum dan Syaria’ah, bahwa dalam keadaan apapun dan kapanpun saya atau ahli waris saya yang sah, tidak berhak menuntut pengembalian pembayaran apapun yang dilakukan, berkenaan dengan Wasiyyat ini, seperti Chandah Wasiyyat atau menuntut pengembalian Hissa Jaidad. Sesuai dengan kemampuan, saya telah membayar Rp …………………… sebagai syarat pertama dan Rp…………….……….. untuk biaya pengumuman Wasiyyat. (No.Kwitansi ……….……..… tangggal ..….………...…)
“ Bersama ini saya membuat Wasiyyat bahwa Sadr Anjuman Ahmadiyyah Pakistan, Rabwah, akan menjadi pemilik 1/……. bagian dari seluruh kekayaan bergerak dan tidak bergerak yang saya tinggalkan pada saat saya meninggal. Rincian kekayaan saya yang bergerak dan tidak bergerak berikut taksiran harganya pada saat ini tercantum dibawah ini / saya saat ini tidak memiliki kekayaan apapun: Catatatan: Disini calon Musi harus menuliskan penghasilannya, rincian kekayaan dan bagian yang diwasiyyatkan. Ditulis dengan jelas dengan satu warna, tidak boleh ada yang meragukan dan coretan ……………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………………………………………….
Kaidah Al-Wasiyat
58 Bagi wanita yang telah menikah:
Mas kawin berupa: …………………………… seharga Rp ……………….……… telah DIBAYAR / BELUM (coret salah satu). Penghasilan suami Rp………………………… / bulan.
Pada saat ini saya menerima Rp………..…..…. per bulan / tahun sebagai GAJI / UPAH / HASIL USAHA / PENSIUN / UANG SAKU / BANTUAN (Pilih yang cocok). Penghasilan dari harta kekayaan tak bergerak saya adalah Rp: ………………..../.……………… (sebutkan bila ada). Saya berjanji, sepanjang hidup saya akan membayar 1/…. dari penghasilan bulanan / tahunan saya kepada Sadr Anjuman Ahmadiyyah Pakistan, Rabwah. Bila saya memperoleh sesuatu kekayaan atau penghasilan setelah ini, saya akan memberitahu Majlis Karpardaz tentang hal ini, dan Wasiyyat saya berlaku juga terhadap kekayaan/penghasilan tersebut. Saya berjanji membayar Hissa Amad menurut ketentuan Chandah Am (1/16) dari penghasilan yang diperoleh dari kekayaan tak bergerak saya, kepada Sadr Anjuman Ahmadiyyah Pakistan, Rabwah, sepanjang hidup saya sesuai dengan ketentuan. Wasiyyat saya belaku sejak tanggal penulisan/tangggal persetujuan “. Tanda tangan dan Cap Jempol Pemohon
Nama: ……………………………………………………….. Nama Ayah: ..… …………………….…..…………………. Alamat Lengkap: … ..……………….……………………. ……………………………………………..….…………………..
Tanda tangan dan Cap Jempol Saksi
Tanda tangan dan Cap Jempol Saksi
Nama: …………………………………….. Nama: …………………………….……….. Nama Ayah: ...........……………...…….. Nama Ayah: ...........……………...……... Alamat Lengkap: ..…………………… Alamat Lengkap: ..…………………….. ..................………………………….……….. ..................………………………….……….. Note: Calon Musi dan saksi, baik yang bisa menulis atau tidak harus membubuhkan cap jempol.Yang bisa menulis selain membubuhkan cap jempol juga harus tanda tangan. Laki-laki cap jempol tangan kiri, wanita tangan kanan.
Kaidah Al-Wasiyat
59 KESAKSIAN
Saya dengan benar dan jujur menerangkan bahwa, sejauh yang saya ketahui: 1. Calon Musi: …………….……… Bin /Binti: .………..…………Isteri / Janda / Suami dari: …………….……… penduduk …………………………..… sejauh kemampuannya hidup sesuai dengan ajaran Islam dan berusaha keras dijalan kejujuran dan kesucian. Ia seorang Ahmadi yang percaya bahwa Allah itu Esa dan benar-benar percaya kepada Rasul-Nya S.A.W dan bukan perampas hak-hak orang lain. 2. Data-data yang dibuat calon Musi dalam formulir Wasiyyat berkenaan dengan kekayaan dan penghasilannya adalah benar. Tanda tangan yang Menerangkan Tanda tangan yang Menerangkan (Attestator)-1 (Attestator)-2
Nama: …………………………………….. Nama: …………………………….……….. Nama Ayah: ...........……………...…….. Nama Ayah: ...........……………...……... Alamat Lengkap: ..…………………… Alamat Lengkap: ..…………………….. ..................………………………….……….. ..................………………………….……….. Tanda tangan Ketua Lajnah (Hanya untuk Wanita)
Nama: …………………………………….. Nama Ayah: ...........……………...…….. Alamat Lengkap: ..…………………… ..................………………………….………..
Kaidah Al-Wasiyat
60
KESAKSIAN KEADAAN CALON MUSI Jawaban terhadap masing-masing pertanyaan harus jelas. Tidak cukup hanya menulis ya atau tidak No
PERTANYAAN
1.
Nama calon Musi berikut Nama Ayah / Suami calon Musi
3.
Apakah ia memperlihatkan minat dan kerja sama dalam kegiatan Badan-badan?
2.
4. 5. 6.
7. 8. 9. 10.
Dapatkah ia dimasukkkan kedalam orang yang menonjol dalam penghidmatan-penghidmatannya kepada Jama’at, ketaatannya, dan kerjasama serta menjungjung kehormatan Jama’at dan Organisasinya ? Apakah ia pernah dikenai hukuman? Bila pernah berikan penjelasan. Apakah Wasiyyat-nya pernah dibatalkan atau ditolak?
Apakah ia mematuhi peraturan Islam dan jiwa ‘Pardah’? Apabila calon Musi memiliki isteri dan anak-anak, apakah isteri dan anak perempuannya (bila ada) mematuhi peraturan Islam dan Jiwa ‘Pardah’? Apakah ia tidak tercela dalam urusan keuangan?
Apakah kehidupan perkawinan suami isteri-nya sesuai dengan ajaran Ahmadiyyah? Dapatkah mata pencaharian / profesi calon Musi digolongkan kedalam mata pencaharian / profesi yang tidak pantas oleh masyarakat atau menurut Sari’at ?
Apakah ia telah memberikan suatu kekayaan kepada isteri / suami, anak-anak atau orang lain sebelum membuat Wasiyyat ini, baik sebagai hadiah, atau warisan? Bila sudah, sebutkan rincian dari kekayaan tersebut dan tanggal pennyerahannya dsb.
JAWABAN
Kaidah Al-Wasiyat 11. 12. 13.
14. 15.
16. 17. 18.
Berdasarkan standar hidup keluarga, berapakah perkiraan pengeluaran rata-rata per orang untuk sandang, pangan dan keperluan lainnya ? Adakah suatu kekayaan yang dibeli calon Musi atas nama anak, keluarga atau teman? Bila ada berikan rincian dan harganya.
Berikan rincian kekayaan calon Musi yang ia warisi dari suami / isteri atau orang tua -bila ada-. Apakah kekayaan tersebut telah dimasukkan dalam daftar kekayaan dalam Wasiyyat ini? Bila berikan penjelasannya. Apakah suami / isteri / ayah / ibu calon Musi seorang Musi?
Bila usia calon Musi 60 tahun atau lebih, sebutkan. a) Berapa maximum penghasilan per bulan atau per tahun (sebelumnya)? b) Mengapa ia tidak ber-Wasiyyat lebih awal? Apakah calon Musi waktu membuat Wasiyyat dalam keadaan sehat?
Apakah anak-anak calon Musi secara finansial membantunya? Bila membantu berapa? Jumlah tanggungan calon Musi.
61
Kaidah Al-Wasiyat
62
SERTIFIKAT TENTANG PEMBAYARAN CHANDAH DAN LAIN-LAIN 1. Menerangkan bahwa calon Musi telah membayar Chandah-chandah wajib dalam Jama’at sejak ……………….. secara teratur sesuai dengan ketentuan, dan tidak mempunyai tunggakan-tunggakan. Sekemampuan-nya aktif ambil bagian dalam rencana-rencana keuangan dan chandah-chandah lainnya, yang berhubungan dengan Badan-Badan. 2. Kami anggota Pengurus, dengan ini menyatakan bahwa penjelasan diatas sejauh pengetahuan kami adalah benar, dan bahwa calon Musi tersebut adalah orang yang layak dan pantas masuk dalam lembaga Wasiyyat.
Tanda tangan Amir/Ketua
(......................................)
Tanda tangan Sekertaris Maal
Tanda tangan Ketua Badan-2
(......................................)
(......................................)
PETUNJUK - PETUNJUK BAGI CALON MUSI 1. Sebelum menulis Wasiyyat supaya membaca atau minta dibacakan buku Hadrat Masih Mau’ud a.s, Al-Wasiyyat, dan Lampirannya serta Catatan Rapat Pertama Pengurus Sadr Anjuman Ahmadiyyah Qadian pada tanggal 29 Januari 1906 yang telah disahkan oleh Hadrat Masih Mau’ud a.s. Syarat terpenting dari Wasiyyat adalah calon Musi harus seorang yang jujur, taat kepada hukum-hukum Shari’at, seseorang yang mendahulukan agama daripada urusan-urusan dunia dan harus seorang yang bersih, suci dan Ahmadi yang taat. 2. Wasiyyat harus dilaksanakan pada saat sehat. Wasiyyat yang dilaksanakan saat sakit parah menuju kematian tidak akan disetujui. 3. Wasiyyat yang mewasiyyatkan harta tak bergerak sejauh mungkin harus diketahui oleh ahli waris / kongsi calon Musi.
4. Wasiyyat wanita bersuami harus disaksikan suaminya, bila suaminya masih hidup. Mas kawin adalah bagian kekayaan wanita yang
Kaidah Al-Wasiyat
63
harus dimasukkan dalam Wasiyyat. Juga harus disebutkan apakah telah diterima atau masih terhutang. Rincian perhiasan (jenis, berat dan taksiran harga) juga harus diberikan. Penghasilan bulanan suaminya dan nomor wasiyyatnya bila ia seorang Musi harus disebutkan.
5. Bila ada kekayaan tak bergerak dalam Wasiyyat, harta tak bergerak dalam Wasiyyat tersebut sebaiknya terdaftar secara resmi atas nama Musi. Dan bagi Musi yang menghadapi kesulitan melaksanakan Wasiyyat, disebabkan oleh kendala hukum, dapat menghibahkan kekayaannya kepada Sadr Anjuman Ahmadiyyah Pakistan Rabwah, sewaktu ia masih hidup. Dan ia harus memberikan copy dokumen yang sah dari kekayaan yang dihibahkannya kepada Sadr Anjuman Ahmadiyyah. Dan apabila dalam penghibahan ada masalah, maka semua kekayaan yang dimiliki saat berwasiyyat berikut letaknya d.l.l. harus ditulis dalam formulir Wasiyyat berikut harga pasarnya. Harganya harus ditaksir dibawah pengawasan Jama’at Lokal dan secara terpisah harus disertakan pernyataan dari Ketua Jamaa’at Lokal yang menyatakan bahwa harga kekayaan yang disebutkan tersebut adalah benar. Lebih lanjut harus di-verifikasi / diperiksa benar tidaknya bahwa calon Musi tersebut tidak memiliki kekayaan lain.
6. Merupakan kewajiban setiap Musi membayar Chandah Hissa Amad menurut ketentuan Chandah ‘Am dari penghasilan kekayaan tak bergerak-nya, dan ia juga harus berjanji membayar Hissa Amad dari penghasilan bulanan dan harus dilakukan pembayarannya setiap bulan. Lebih lanjut adalah kewajiban para Musi melaporkan penghasilan tahunannya sesuai dengan Formulir ”C” kepada Bahishti Maqbarah. 7. Pembayaran Hissa Amad akan berlaku pada tanggal Wasiyyat / tanggal persetujuan, walaupun sertifikatnya diberikan kemudian. 8. Seseorang Musi yang tidak membayar Chandah Wasiyyat setelah jatuh tempo selama enam bulan, atau berhenti membayar setelah ia mulai membayarnya, dan tidak memberitahu Majlis Karpardaz Masalih Qabaristan Rabwah alasannya, serta tidak meminta kelonggaran, Wasiyyatnya akan dibatalkan. 9. Sadr Anjuman mempunyai hak menolak suatu Wasiyyat atau membatalkannya setelah disetujui tanpa menyebutkan alasannya, dan keputusan Sdr Anjumam adalah final.
64
Kaidah Al-Wasiyat
PERTANGGUNG JAWABAN SUAMI SEHUBUNGAN DENGAN MAS KAWIN Saya bertanggung jawab membayar kepada Sadr Anjuman Ahmadiyya Pakistan, Rabwah bagian Wasiyyat dari mas kawin isteri saya bernama: ………………………….......…………. Mas kawin berupa ………………………….……………… seharga Rp .……………….…….....................…... Penghasilan saya saat ini adalah Rp ……………………… bulan / tahun. Tanda tangan Suami
Nama: ……………………………………………………….. Nama Ayah: ..… …………………….…..…………………. Alamat Lengkap: … ..……………….……………………. ……………………………………………..….…………………..
Tanda tangan Saksi (1) Tanda tangan Saksi (2) Nama: …………………………………….. Nama: …………………………….……….. Nama Ayah: ...........……………...…….. Nama Ayah: ...........……………...……... Alamat Lengkap: ..…………………… Alamat Lengkap: ..…………………….. ..................………………………….……….. ..................………………………….……….. DITERJEMAHKAN DARI FORMULIR WASIYYAT BAHASA INGGRIS EDISI FEB 05 OLEH: RJS/22-2-05.-
Kaidah Al-Wasiyat
65