BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia atau tulisan sebagai representasi ujaran itu (Wijana, 2011:1). Menurut Al-Gulāyaini (2010:3),
ٍ ألفاظ يعرب هبا كي: اللغة قوم عن مقاصدىم ّ Al-lugatu: alfa>z}un yu’abbiru biha> kullu qaumin ‘an maqa>s}idihim. `Bahasa adalah lafal-lafal yang digunakan suatu kelompok untuk menyampaikan maksud mereka` Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahasa adalah lafal atau bunyi yang digunakan kelompok manusia berkomunikasi untuk mengungkapkan ide dan maksud manusia, baik berupa lisan maupun tulisan sebagai representasi bahasa lisan. Dalam bahasa Arab ada tiga macam kategori kata, yaitu nomina (ism), verba (fi’l) dan huruf (h}arf) (Al-Gulāyaini, 2010:5). Berdasarkan ketiga kategori tersebut, penulis akan meneliti nomina (ism). Nomina dalam bahasa Arab terdiri dari beberapa cabang, salah satunya adalah ism d}ami>r yang disepadankan dengan pronoun (pronomina) (Al-Khuli, 1982:229). Pronomina atau kata ganti yaitu satuan ekspresi yang referennya bergantung pada satuan konteks pemakaian (Wijana, 2010:77). Salah satu bagian pronomina adalah pronomina persona, yaitu pronomina yang menunjuk kategori persona (Kridalaksana, 2008:201). Pronomina
1
2
persona terbagi menjadi mutakallim (pronomina pertama), mukhat}ab (pronomina persona kedua) dan ga>`ib (pronomina persona ketiga) (Al-Hasyimi, 1971:62). Pronomina persona dalam bahasa Arab mempunyai kedudukan yang sangat penting. Orang Arab sering menggunakannya dalam bahasa lisan maupun tulisan yang referennya tidak hanya untuk orang, melainkan juga pada benda, hewan, tempat, bahkan sifat. Hal itu tergantung pada konteks kalimat. Misalnya:
Al-asadu d}arabahu ‘aliyyun
علي ّ ُاألسد ضربو
`Singa dipukul Ali` Kata ganti (d}ami>r) ُهadalah kata ganti mużakkar (laki-laki) yang referennya mengacu pada hewan singa, bukan manusia. Berdasarkan letak pronomina persona dalam tuturan, Purwo (1984:103) membagi bahasa menjadi eksofora dan endofora. Eksofora membicarakan bidang semantik leksikal sedangkan endofora membahas bidang sintaksis. Namun, pada penelitian ini penulis hanya akan meneliti tentang endofora yang kaitannya dengan sintaksis. Sintaksis adalah cabang lingistik yang menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat (Verhaar, 2008:11). Adapun endofora menurut Kridalaksana (2008:57) adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali pada halhal yang ada dalam wacana; mencakup anafora dan katafora. Sebuah penyusunan kata-kata dalam satuan bahasa, ada kalanya konstituen yang telah disebutkan sebelumnya disebutkan kembali pada kalimat dan klausa sesudahnya. Hal ini sering terjadi dalam masalah pronomina persona, terlebih lagi dalam bahasa Arab. Seringkali sebuah pronomina persona disebut untuk menggantikan referen, dan bahkan pronomina persona digunakan pada permulaan
3
kalimat sebelum referen yang diacu muncul. Hal inilah yang dapat menimbulkan permasalahan bagi pembaca dan mitra tutur dalam memahami maksud bahasa Bahasa Arab. Oleh karena itu, untuk mengatasi adanya kerancuan sebuah makna, diperlukan pemahaman anafora dan katafora. Anafora yaitu pengulangan struktur sintaksis pada larik, klausa atau kalimat yang telah disebutkan (Kridalaksana (2008:13). Adapun katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut di belakang (Kridalaksana, 2008:110). Berdasarkan pengertian anafora dan katafora ini, akan ditemukan sebuah rujukan yang acuannya akan kembali pada konteks bahasa, dan rujukan inilah yang dinamakan anteseden. Anteseden adalah salah satu unsur dalam kalimat atau klausa terdahulu yang ditunjuk oleh ungkapan dalam suatu kalimat atau klausa (Kridalaksana, 2008:16). Adapun berdasarkan kerumitan anteseden pronomina persona, pronomina persona pertama dan kedua mempunyai tingkat kerumitan lebih rendah dibanding pronomina persona ketiga. Hal ini karena anteseden yang diacu oleh pronomina persona pertama dan kedua dapat ditemukan dari dialog para penutur bahasa, sedangkan pronomina persona ketiga antesedennya jarang ditemukan secara jelas pada dialog penutur. Purwo (1984:105) menyebutkan bahwa bentuk-bentuk persona hanya kata ganti persona ketiga yang dapat menjadi pemarkah anafora dan katafora. Pembahasan pronomina persona juga berhubungan dengan jarak atau tingkat kerapatan anteseden. Permasalahan terjadi karena anteseden mempunyai tingkat kerenggangan yang tinggi dengan pronomina, melewati beberapa kalimat,
4
paragraf, bahkan lembar halaman cerita. Selain itu, anteseden menjadi rumit karena satu pronomina persona mempunyai kemungkinan diacu oleh beberapa anteseden. Dalam melakukan penelitian, penulis memilih objek material berupa novel
Al-Ga>`ib karya Nawwa>l as-Sa’dāwī. Hal yang menarik dari novel ini adalah banyaknya kata ganti pronomina persona, terutama pronomina persona ketiga yang antesedennya berubah-ubah. Pada novel Al-Ga>`ib ini, penulis menemukan 6433 d{ami>r mustatir dan 4511 d{ami>r ba>riz, yang terdiri dari 419 d{ami>r munfas}il dan 4092 d{ami>r muttas}il. Selain itu dalam novel ini ditemukan jarak yang bervariasi antara anteseden dan ism d{ami>r, yaitu dari tingkat kerapatan sangat tinggi sampai kerenggangan yang sangat tinggi. Dalam memahami kalimat-kalimat dalam novel, juga diperlukan pemahaman makna dalam konteks. Konteks menurut Nadar (2009:4) adalah situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pembaca dalam mengetahui anteseden yang diacu
ism d{ami>r dan jalannya cerita Al-Ga>`ib. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang ada, yaitu: 1.
Jenis endofora pronomina apa saja yang terdapat novel Al-Ga>`ib karya Nawwa>l as-Sa’da>wi>.
5
2.
Apa anteseden-anteseden yang diacu oleh endofora pronomina persona dan bagaimana cara pengacuan dan jarak anteseden pada novel Al-Ga>`ib karya Nawwa>l as-Sa’da>wi>.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui jenis-jenis endofora pronomina persona yang terdapat novel
Al-Ga>`ib karya Nawwa>l as-Sa’da>wi>. 2.
Mengetahui anteseden-anteseden yang diacu oleh endofora pronomina persona, cara pengacuan dan jarak anteseden pada novel Al-Ga>`ib karya Nawwa>l as-Sa’da>wi>.
1.4 Tinjauan Pustaka Dalam suatu penelitian, tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana objek sasaran yang akan diteliti, pernah diteliti atau dibahas oleh peneliti yang lain. Berkaitan dengan pronomina persona, Ma‟ruf (1991-1992) meneliti “Ma‟na Pronomina Primer (Kata Ganti Pertama) Allah pada Al-Qur`an”. Dalam penelitian tersebut, Ma‟ruf menjabarkan pronomina persona pertama Allah pluralis dan singularis dan menjelaskan bahwa pronomina persona pertama Allah dalam Al-Qur`an menempati beberapa fungsi, seperti: fa>’il, maf’u>l bih, mubtada`,
ism ka>na, ism inna dan juga dapat menjadi mud}a>f ilaih. Penelitian pada novel Al-Ga>`ib karya Nawwa>l as-Sa’da>wi> ini pernah diteliti oleh Rasyid (2004) mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dalam skripsinya ‚Riwa>yat Al-Ga>`ib li Nawwa>l as-
Sa’da>wi> (Dira>sah Tah}li>liyyah Si>kulujiyyah)‛. Rasyid meneliti Fu`a>dah sebagai
6
tokoh utama serta tokoh-tokoh lain yang ada dalam novel Al-Ga>`ib dari segi psikologi sastra dengan menggunakan teori-teori dari Sigmund Freud. Dari skripsi tersebut disimpulkan bahwa Fu`a>dah dalam novel tersebut mempunyai masalah pribadi yang menjadikannya dipenuhi rasa gelisah, sehingga ia melakukan hal yang tidak seimbang dalam dirinya. Mujibbudin (2008) Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga meneliti dalam skripsinya, “Studi Analisis Kontranstif Ism D{ami>r dalam Bahasa Arab dan Kata Ganti dalam Bahasa Indonesia”. Mujibbudin menjelaskan beberapa persamaan dan perbedaan
ism d}ami>r dalam Bahasa Arab dan kata ganti dalam Bahasa Indonesia. Kemudian dapat disimpulkan bahwa ism d}ami>r Bahasa Arab dalam kalimat berbentuk terikat, sedangkan kata ganti dalam Bahasa Indonesia berbentuk terikat dan bebas. Mujibbudin juga menjelaskan beberapa prediksi kesulitan yang dialami oleh para pelajar dalam memahami kedua hal tersebut. Sejauh pengamatan penulis,
penelitian tentang
endofora
dengan
mengidentifikasi anteseden dari anafora dan katafora, cara pengacuan dan jarak antesedennya, belum pernah diteliti oleh mahasiswa Jurusan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, dan mahasiswa Universitas Islam Sunan Kalijaga baik dalam bentuk skripsi maupun bentuk yang lain. Ini adalah penelitian yang dilakukan pertama kali. Oleh karena itu, masih terbuka luas bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian terhadap masalah ini.
7
1.5 Landasan Teori Dalam penelitian ini, teori yang dipakai adalah sintaksis. Verhaar (2008:11) menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang lingistik yang menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat. Chaer
(2009:2)
menyebutkan
bahwa
komponen gramatika atau subsistem gramatika terbagi menjadi dua subsistem, yaitu subsistem morfologi dan subsistem sintaksis. Dalam hal ini, subsistem morfologi bertugas mengolah komponen leksikon menjadi “kata” yang bersifat gramatikal, sedangkan subsistem sintaksis mengolah kata-kata hasil olahan subsistem morfologi itu menjadi satuan-satuan sintaksis. Secara hierarkial, sintaksis terbagi menjadi lima macam satuan, yaitu kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer, 2009:37). Pada penelitian ini, penulis akan meneliti tentang sintaksis klausal. Klausal adalah satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkonstruksi
predikatif
(Kridalaksana,
2009:41).
Verhaar
(2008:162)
menjelaskan bahwa ada tiga cara untuk menganalisis klausa secara sintaksis. Pertama ada fungsi-fungsi di dalam klausa, ada peran-perannya, dan ada kategorikategorinya. Klausal merupakan pembentuk bahasa baik bahasa tuturan maupun bahasa tulis. Verhaar (2008:8), menjelaskan bahwa bahasa dibedakan menjadi bahasa tutur dan bahasa tulis. Bahasa tulis merupakan turunan dari bahasa lisan, dan keduanya merupakan objek ilmu linguistik. Menurut Wijana (2011:1), linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa.
8
Berkaitan dengan pronomina persona, Purwo (1984:103) membagi bahasa berdasarkan letaknya dalam sebuah tuturan menjadi eksofora (luar-tuturan) dan endofora (dalam-tuturan). Masalah eksofora yang dibahas adalah bidang semantik leksikal yang menyangkut hierarki kedeiktisan, sedangkan endofora membahas bidang sintaksis yang menyangkut hubungan kata yang berkoferensi. Menurut Kridalaksana (2008:57) endofora yaitu hal atau fungsi yang menunjuk kembali pada hal-hal yang ada dalam wacana; mencakup anafora dan katafora. Anafora yaitu pengulangan struktur sintaksis pada larik, klausa atau kalimat yang telah disebutkan (Kridalaksana, 2008:13). Adapun katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut di belakang (Kridalaksana, 2008:110). Berdasarkan analisis anafora dan katafora ini, akan ditemukan sebuah rujukan yang acuannya akan kembali pada konteks bahasa, yang dinamakan anteseden. Anteseden adalah salah satu unsur dalam kalimat atau klausa terdahulu yang ditunjuk oleh ungkapan dalam suatu kalimat atau klausa (Kridalaksana, 2008:16). 1.6 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian bahasa ada tiga tahapan strategis secara berurutan yang harus dilalui oleh peneliti, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5). Pada tahap penyediaan data digunakan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini menyimak penggunaan bahasa pada novel Al-
Ga>`ib karya Nawwa>l as-Sa’da>wi> dari segi struktur-struktur kata yang membentuk klausa dan kalimat. Kemudian teknik dasar yang digunakan dalam metode ini adalah teknik sadap dengan teknik lanjutan teknik catat, yaitu mencatat ke dalam
9
kartu data (Sudaryanto, 1993:136). Penulis mengumpulkan semua data yang ditemui berupa klausa-klausa berpronomina persona. Metode ini dalam ilmu sosial khususnya Antropologi disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi (Sudaryanto, 1993:133). Tahapan kedua adalah proses analisis data, dilakukan dengan metode agih. Sudaryanto (1993:15) menjelaskan, metode agih adalah metode penelitian yang alat penentunya menggunakan unsur bahasa itu sendiri. Adapun teknik dasar metode agih adalah teknik bagi unsur langsung (BUL), yakni membagi satuan lingual menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, 1993:31). Teknik lanjutan yang dipakai penulis adalah teknik baca markah (BM). Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pemarkahan itu menunjukkan kejatian satuan lingual atau identitas konstituen tertentu, dan kemampuan membaca peranan pemarkah itu (marker) berarti kemampuan menentukan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:95). Dalam metode analisis ini, data yang berupa klausa berpronomina persona dianalisis struktur katanya dengan ilmu linguistik, yakni sintaksis. Penulis menganalisis anteseden yang diacu oleh endofora, dengan mencari pemarkah secara anaforis, jika tidak ditemukan maka pemarkah dicari secara kataforis. Tahap ketiga adalah penyajian hasil analisis data, dengan metode formal maupun informal. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang, sedangkan metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, (Sudaryanto, 1993:145). Pada penelitian ini penulis menyajikan hasil analisis data dengan penjabaran menggunakan kata-kata biasa agar mudah dipahami, dan ditambah dengan tanda-tanda dan lambang sebagai penjelas.
10
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bab. Bab pertama berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab kedua berupa teori endofora pronomina persona dan sintaksis. Bab ketiga berisi analisis anteseden dan pengacuan endofora pronomina persona pada novel Al-Ga>`ib. Bab keempat berupa penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. 1.8 Pedoman Transliterasi Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah transliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987 1. Konsonan Huruf Arab
Nama
Aliff
Huruf Latin tidak dilambangkan
Keterangan tidak dilambangkan
ا ب
Ba>
B
Be
ت
Ta>
T
Te
ث
S|a>
s}
ج
Jim
J
es (dengan titik di atas) Je
ح
H{a>
h}
خ
Kha`
Kh
ha (dengan titik di bawah) ka dan ha
د
Dal
D
De
ذ
Z|al
z|
zet (dengan titik di atas)
11
ر
Ra`
R
Er
ز
Zai
Z
Zet
س
Si>n
S
Es
ش
Syi>n
Sy
es dan ye
ص
S}ad
s}
ض
D{ad
d{
ط
Ta>
t}
ظ
Z{a>
z}
ﻉ
‘Ain
‘_
es (dengan titik di bawah) de (dengan titik di bawah) te (dengan titik di bawah) zet (dengan titik di bawah) koma terbalik (di atas)
ﻍ
Gain
G
Ge
ف
Fa>
F
Ef
ق
Qa>f
Q
Ki
ك
Ka>f
K
Ka
ل
La>m
L
El
م
Mi>m
M
Em
ن
Nu>n
N
En
و
Wa>wu
W
We
ى
Ha>
H
Ha
ء
Hamzah
`_
Apostrof
ي
Ya>
Y
Ye
2. Vokal Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
12
Tanda ﹷ ﹻ ﹹ
Nama fath}ah kasrah d}ammah
Contoh:
ذكر
كتب
Huruf Latin a i u
Nama a i u
/kataba/
/z|ukira/
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda dan huruf ي...ﹶ و...ﹶ Contoh:
حول Vokal
panjang
Nama
Gabungan huruf
Nama
fath}ah dan ya` fath}ah dan wawu
ai au
a dan i a dan u
كيف
/kaifa/ /h}aula/
yang
lambangnya
berupa
harakat
dan
huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harakat dan huruf
Nama
Huruf dan tanda
Nama
fath}ah dan alif atau ya`
a>
a dan garis di atas
ي...ﹻ
kasrah dan ya’
i>
و...ﹸ
dammah dan wau
u>
ا...ﹶ
ى...َ
Contoh:
قال قيي
i dan garis di atas
/qa>la/
u dan garis di atas
يقول
/yaqu>lu/
/qi>la/
4. Ta` marbu>t}ah Terdapat dua transliterasi untuk ta` marbu>t}ah, ta` marbu>t}ah yang hidup atau mendapat harakat fath{ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah t.
13
Apabila pada kata yang terakhir dengan ta` marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta`
marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha. Contoh:
روضة األطفال
/raud}ah al-at}fal/ atau dengan
/raud}atul-at}fal/
5. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, dalam transliterasi ini tanda syaddah dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah. Contoh:
ربّنا
/rabbana/
6. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
al. Namun, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Contoh: Apabila
النّساء
kata
/an-nisa>`/
sandang
diikuti
oleh
huruf
qamariyah,
maka
ditransliterasikan sesuai dengan huruf aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan
14
tanda strip (-). Contoh:
القلم
الرجي ّ
/ar-rajulu/ /al-qalamu/
7. Hamzah Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Hal itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Apabila hamzah itu terletak di awal kata, maka tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif.
تأخذون شيء إِ ّن
Contoh:
/ta`khuz|un> a/ /syai`un/ /inna/
8. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh:
الرازقني ّ وإ ّن اهلل هلو خري
/Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>na/ atau dengan
/Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>na/
9. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab, huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk
15
menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh:
وما حممد إالّ رسول
/Wa ma> Muhammadun illa> rasu>l/
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan jika penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.
نصر من اهلل وفتح قريب/Nasrun minalla>hi wa fath}un qari>b/ هلل األمر مجيعا /lilla>hi al-amru jami>‘an/ atau dengan
Contoh:
/lilla>hil-amru jami>‘an/