AL KAAFFAH BRAIN SEBUAH KONSEP PEMIKIRAN HOLISTIK DAN PERWUJUDANNYA DALAM PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF DI PERGURUAN TINGGI Sitti Rabiah Yusuf Lembaga Pendidikan Holistik Indonesia (LPHI)
[email protected]
Abstrak Al-Kaaffah Brain merupakan perangkat belajar mengajar dan alat pemikiran di perguruan tinggi berbasis pemikiran holistik berciri otak kanan yang bertujuan untuk menyatukan nilai agama dan ilmu pengetahuan umum, mewujudkan secara nyata konsep ilmu pengetahuan dan melihat objek dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan. Manfaat al Kaaffah Brain agar perguruan tinggi memiliki karakter dan identitasnya, bermakna dalam pembelajaran, mencapai hasil belajar yang aplikatif dan berkelanjutan. Landasan teori yang digunakan yaitu teori kreativitas, pembelajaran konstruktif, ekspositori dan dukungan berbagai kalimat penjelasan ilmu pengetahuan. Penelitian ini menggunakan penelitian analisis isi dan penelitian tindakan. Subjek penelitian atau partisipan yaitu hubungan yang bermakna antara peneliti dengan subjek yang mewakili. Populasi penelitian yaitu seluruh komunikasi tulisan dan lisan. Pengambilan partisipan dengan cara random probability sampling. Objek penelitian berupa al-Qur’an, buku, dokumen, dan komunikasi lisan dalam konteks pendidikan, masalah dan konflik sosial. Lokasi penelitian di perpustakaan, toko buku, kelas, rumah dan lingkungan sekitar tempat peneliti berada. Metode pengambilan data melalui pengamatan yang mendalam, wawancara, kuesioner dan dokumen. Analisis dan penyajian tulisan menggunakan pendekatan kualitatif. Proses penelitian dilakukan sejak 2009 hingga 2015. Penelitian ini menghasilkan 1) Buku al kaaffah brain, yaitu buku perguruan tinggi berciri otak kanan berisi gabungan beberapa bidang ilmu pengetahuan yang releven dengan tema dan berlandaskan kepada prinsip dasar pendidikan 2) Konsep pemikiran holistik. Al kaaffah brain dibangun dari dua belas unsur ilmu pengetahuan yaitu al-Qur’an, hadis, bahasa, matematika, pendidikan, ekonomi, filsafat, tasawuf, metodologi penelitian, statistik, manajemen dan bidang ilmu lainnya sesuai bidang studi yang digeluti. Konsep al kaaffah brain hingga kini sedang terus direvisi dan akan dieksperimen. Kata Kunci: Al kaaffah brain, kurikulum, pendidikan, pembelajaran dan perguruan tinggi
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
233
1.
PENDAHULUAN
Isu Indonesia akan mendirikan universitas Islam Internasional, membangun pendidikan karakter dan Indonesia menjadi pusat peradaban Islam dunia, maka sudah seharusnya pendidikan menjadi sumber hakikat berbagai persoalan kehidupan dan menjadi variabel yang lebih penting dalam pembangunan SDM di berbagai bidang kehidupan. Urgensi kesenjangan ilmu pengetahuan dengan ilmu pragmatis semakin melebar. Pendidikan berkekuatan mencipta manusia menjadi lebih baik, bahkan mampu mengubah seorang teladan masyarakat melakukan perilaku menyimpang. Koruptor, pembunuhan, pelaku ledakan, pelaku suap menyuap, tawuran, penipuan, konflik internal organisai, pengangguran, pengrusakan lingkungan hidup, perubahan keyakinan mahasiswa tentang nilai-nilai keagamaan dan perpecahan aliran keagamaan bukan berasal dari orang-orang yang tidak mengecam pendidikan. Perguruan tinggi memegang peran penting dan menjadi sentral terhadap arah perubahan dinamika kehidupan sosial. Melalui Tri Darma, perguruan tinggi menanamkan, mengajarkan dan menyebarkan nilai-nilai dan ilmu pengetahuan yang mampu mengubah sistem nilai, perilaku manusia dan bangsa, membentuk karakter orang tua, pemimpin, guru, dosen, SDM dan masyarakat. Prinsip dasar pendidikan yaitu prinsip integrasi, persamaan, keseimbangan, keutamaan dan pendidikan seumur hidup merupakan aset dan asas perguruan tinggi menjalankan pendidikan yang holistik. Integrasi, persamaan dan keseimbangan diwujudkan dalam Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu pemisahan. Pemisahan antara agama dengan ilmu, antara pemikiran barat dengan pemikiran Islam, antara pengetahuan dengan wujud pengetahuan itu sendiri dan atau terlalu fokus kepada pokok bahasan sedangkan peran ilmu pengetahuan lain dapat mampu menjelaskan objek yang sedang dikaji. Prinsip keutamaan menuntut pencapaian tujuan hakiki dan beridentitas sebagai perbedaan produk antara perguruan tinggi. Pengembangan kurikulum berlandaskan pada filosofi, sosiologi, kultural, psikologi dalam prinsip relevansi, fleksibel, kontinuitas dan praktisi turut memperkuat dasar-dasar pendidikan. Sejalan dengan pandangan dalam berbagai ajaran tentang nilai-nilai, pendidikan nasional pun menjadikan nilai iman dan takwa sebagai urutan pertama tujuan pendidikan, hasil belajar yang berorientasi kepada perkembangan secara bersama-sama antara kognitif, afektif dan psikomotor dalam berbagai literatur serta visi misi unit satuan pendidikan tinggi menjadikan nilai-nilai Islam dan karakter bangsa sebagai tujuan pendidikan dan selalu menyatu dalam rumusan akhir berbagai bentuk pendidikan secara luas. Dengan demikian hakikatnya pendidikan mengandung unsur transendental dan etika yang menyatu dalam dalam berbagai aspek praktik Tri Darma. [1] Kurikulum, landasan dan tujuan pendidikan juga didukung oleh berbagai teori belajar seperti behaviorisme, kognitivisme, humanistik, sibernetik, ekspositori, konstruktivisme, kontekstual atau pembelajaran berbasis karakter teori otak. Namun prinsip kurikulum, landasan dan tujuan pendidikan serta penggunaan teori dan model pembelajaran hanya ada pada domain perdebatan dan koleksi pengetahuan. Perangkat konsep ilmu pendidikan, perangkat kerja dosen dan sistem pelaksanaan belajar mengajar memiliki kesamaan antar perguruan tinggi bahkan dapat dinilai memiliki kesamaan dengan pendidikan sekolah. Statistik pada perguruan tinggi bukan mengajarkan cara berhitung, tapi bagaimana “memegang” ilmu statistik. Belajar ilmu-ilmu sosial bukan sekedar menghafal melainkan bagaimana bahasa pada ilmu pengetahuan itu digunakan sebagai media pemahaman. Perguruan tinggi menuntut pemikiran ilmiah dan objektif, namun tidak semua objek itu dapat dibuktikan secara sains sehingga pemikiran ilmiah itu berpeluang menerima nilai-nilai keimanan yang melandasinya dengan menggunakan rujukan kepada kitab suci yang diyakini. Berpikir ilmiah dituntut dalam pembelajaran perguruan tinggi namun belum memberdayakan kekuatan penelitian kualitatif yang berorientasi kepada keutuhan realitas, makna dan hal baru. Penelitian kualitatif yang membolehkan judul dan masalah masih bersifat sementara dalam proses belajar penelitian pun bersifat kaku dan dituntut harus dimulai dari judul yang merupakan karakter penelitian kuantitatif yang dipraktikan oleh calon sumber daya manusia di perguruan tinggi. Penelitian hanya bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan meninggalkan konsistensi apa yang dapat diamalkan atau makna sebagai buah dari ilmu pengetahuan. Kurikulum metodologi penelitian pun dinilai tidak 234
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
sampai kepada hakikat dan identitas perguruan tinggi. Sehingga “kampus abal abalan” itu menjadi istilah masyarakat atau pendidikan itu bisnis ijazah bukan lagi pembentukan nilai. Generasi bangsa dapat menjadi manusia pengingkar terhadap nilai-nilai yang telah diyakini sebelumnya. Apakah porsi antara ilmiah dan landasan keimanan tidak dapat disatukan dalam Tri Darma perguruan tinggi. Mengapa rujukan keimanan seperti al-Qur’an atau keyakinan bangsa seperti pancasila tidak digunakan untuk memperkuat nilai-nilai individu sebelumnya. Dengan cara apa sebuah rumusan visi karakter itu terwujud jika rujukan-rujukan sebagai pembentuk karakter dan akhlak tidak terintegrasi dalam perangkat kerja pendidik perguruan tinggi. Sejumlah mata kuliah hanya menjadi wawasan bukan menjadi media pemahaman yang utuh dan tidak mampu digunakan terhadap kemandirian ekonomi. Bagaimana berpikir produktif dan kreatif jika Tri darma perguruan tinggi tidak memiliki kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan yang mendukung pemikiran itu, bagaimana mencipta kemandirian ekonomi calon sumber daya manusia pada fakultas agama yang tidak mengecam kurikulum ekonomi, bagaimana calon SDM dapat mendidik generasi keluarganya jika ilmu mendidik tidak menjadi mata kuliah wajib, bagaimana akhlak, etika, Islam dan cita-cita pendidikan nasional menjadi kuat dalam karakter individu jika kurikulum antara agama dengan ilmu umum terpisah secara kuantitas dan kualitas, dan bagaimana individu dan dosen meningkatkan tujuan pendidikan secara bersama sedangkan sejumlah mata kuliah tidak saling terbentuk secara utuh. Arah perguruan tinggi menjadi tidak jelas. Para mahasiswa sebagai modal produksi dituntut berpikir objektif tapi menuntut pula kreatif untuk kemandirian ekonomi, menuntut kreativitas sebagai bagian dari upaya kemandirian ekonomi tapi menganut pola belajar kuantitatif, sumber daya manusia yang diharapkan beriman dan bertakwa tapi landasan untuk pemikiran itu tidak menyatu secara terus menurus dalam praktik Tri Darma Perguruan Tinggi, merumuskan pendidikan karakter tapi menuntut fokus linier pada bidang studinya tanpa makna dan dominasi gambaran pengetahuan pemikiran barat melemahkan identitas potensi lokal. Hasil belajar yang dirumuskan teori Bloom pun belum memiliki perbedaan wujud antara perguruan tinggi. Pembelajaran ekspositori merupakan tradisi yang dianggap menjadi masalah dan berpotensi meningkatkan pengangguran ilmu pengetahuan jika materi ilmu-ilmu tidak bermakna. Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana upaya mewujudkan prinsip dasar pendidikan dalam praktik Tri Darma Perguruan Tinggi. Al kaaffah brain dan pembelajaran konstruktif mampu mewujudkan prinsip dasar pendidikan di perguruan tinggi. Untuk mewujudkan pembelajaran konstruktif maka harus ada konsep pemikiran yang utuh. Teori konstruktif berpeluang menerapkan komunikasi integratif antara pesan dan makna. Teori pembentuk konsep al kaaffah brain yaitu teori kreativitas. Kreativitas sangat erat dengan perkembangan kognitif. Beberapa pengertian, Barron (1982) kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, Utami Munandar (1992:47) mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, orisinlitas dalam berpikir dan kemampuan mengelaborasi suatu gagasan, Drevdahl, kreativitas adalah kemampuan memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat mewujudkan aktivitas imajinasi atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang (Hurlock, 1978), Torrance (1981) kreativitas itu sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan - kesenjangan, hambatanhambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru dan mengkomunikasikan hasilhasilnya serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang dirumuskan. Pengertian – pengertian kreativitas tersebut memiliki persamaan makna dengan penelitian kualitatif dan pembelajaran konstruktif. [2] Clark (1988) menggunakan pendekatan holistik bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi berpikir, merasa, mengindera dan intuisi. Berbeda dari karakteristik belahan otak kiri, Clark (1988) mencermati kreativitas berkaitan dengan belahan otak kanan dengan beberapa sifat yang dimilikinya antara lain bersifat intuitif, holistik, spasial, integratif dan gestalt, Menurut Clark (1988), karakteristik kreativitas adalah a) memiliki disiplin diri dan kemandirian yang tinggi b) cenderung sering menentang otoritas c) mampu menentang tekanan kelompok d) memiliki rasa humor e) lebih mampu menyesuaikan diri f) senang berpetualang g) toleransi terhadap ambiguitas Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
235
h) memiliki wawasan yang luas i) kurang toleransi terhadap hal-hal yang membosankan j) memiliki memori dan atensi yang baik k) mampu berpikir divergen yang tinggi l) memiliki rasa ingin tahu dan nilai estestika yang tinggi m) lebih bebas mengembangkan intelegensi peran seks. [2] Karakteristik kreativitas yang dikemukan Clark (1981) ditafsir secara konstruktif oleh masing-masing individu yang didasari pada struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya. Pembelajaran konstruktif menjadi alternatif agar mencapai tujuan pendidikan sebagai mana yang telah diuraian sebelumnya. Konstruktivisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstuksi dari orang yang sedang belajar, maksudnya setiap orang membentuk pengetahuannya sendiri. Kukla (2003) menyatakan bahwa sesungguhnya setiap orang adalah konstruktivis. Materi belajar yang disampaikan pendidik akan diinterpretasi oleh peserta didik itu sendiri. Peserta didik mencari makna, membandingkan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya dengan “materi” baru. Untuk mengkonstruksi pengetahuan baru maka dituntut proses belajar yang memiliki landasan kepada pemikiran itu. Proses belajar itu antara lain (Suparno, 1997;cf Fosnot, 1989), a) belajar berarti membentuk makna b) konstruktif terjadi lewat asimilasi dan akomodasi c) belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih pada pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru d) hasil belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang berada dalam keraguan yang merangsang pemikirannya lebih lanjut e) hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya f) belajar akan bermakna jika terjadi melalui refleksi dan memecahkan konflik kognitif dan menggugat pengetahuan lamanya g) hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik. [3] Teori konstruktif merupakan bagian dari teori kognitif yang dikembangkan oleh Pieget. Salah satu teori yang terkonsep dengan teori kreativitas adalah teori Gestalt yang merupakan kelompok aliran kognitif holistik. Menurut Gestalt, insight adalah pemahaman terhadap antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan, insight sebagai inti dari pembentukan tingkah laku, ciri-ciri teori Gestalt yaitu a) kemampuan insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang tersebut b) insight tergantung pada pengalaman masa lalunya yang relevan c) insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya d) pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan dapat memecahkan persoalan e) jika insight telah diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain, Error! Reference source not found.. Secara empiris aliran psikologi belajar behaviorsme lebih banyak digunakan dibandingkan dengan teori belajar lainnya. Teori ini mengakomodasi hukum kesiapan, hukum pengaruh dan hukum latihan, hubungan stimulus-respons dan koneksitas. Pembelajaran ekspositori biasa disebut dengan strategi ekspositori atau strategi secara langsung. Karakteristik strategi ekspositori yaitu a) dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara verbal atau ceramah b) biasanya materi yang disampaikan adalah materi yang sudah jadi sehingga tidak menuntut peserta didik berfikir ulang c) tujuan utama pembelajaran pada penguasaan materi,. Prinsip dan langkah ekspositori menjadi peluang diterapkan pembelajaran konstruktif. Prinsip pembelajaran ekspositori yaitu a) berorientasi pada tujuan b) prinsip komunikasi c) prinsip kesiapan dan d) prinsip berkelanjutan. Sedangkan langkah-langkah penerapannya meliputi persiapan, penyajian, menghubungkan, menyimpulkan dan penerapan. [4]. 2.
METODE PENELITIAN
Al kaaffah brain dihasilkan melalui dua jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian tindakan. Konsep al kaafah brain ini yang akan digunakan dalam pembelajaran konstruktif Adapun komponen rancangan penelitian terhadap penemuan konsep al kaaffah brain meliputi; 1) Deskripsi rangkuman al-Qur’an dan hadis 2) Deskripsi rangkuman hakikat pendidikan 3) Deskripsi rangkuman hakikat filsafat, 4) Deskripsi rangkuman materi matematika dasar, statistik dan metodologi penelitian 236
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
5) 6) 7) 8) 9) 10) 11)
Deskripsi kerangka ilmu manajemen, tasawuf, ekonomi, dan buku sosial lainnya Deskripsi tulisan ilmiah Deskripsi hasil belajar peserta didik Deskripsi perangkat kerja dosen Deskripsi konflik dan masalah sosial yang terjadi tanpa rekayasa peneliti Deskripsi konflik dari hasil tindakan yang disengaja oleh peneliti Deskripsi perbandingan yaitu, a) Membandingkan antara al-Qur’an dengan buku-buku perguruan tinggi b) Membandingkan antara buku-buku perguruan tinggi dengan buku-buku motivasi c) Membandingkan antara pengamalan dengan teks 12) Merancang konsep pemikiran holistik Populasi penelitian yaitu komunikasi, konflik dan masalah sosial. Unit sampel yaitu seluruh komunikasi tulisan bidang ilmu-ilmu sosial pada perguruan tinggi dan masalah sosial atau konflik di lingkungan sekitar aktivitas peneliti. Unit pencatatan menggunakan unit tematik. Unit konteks yang digunakan adalah pendidikan. Lokasi penelitian yaitu perpustakaan, toko buku, kelas, rumah, dan lingkungan sekitar. Pengambilan data menggunakan metode observasi, dokumentasi, kuesioner dan wawancara. Objek penelitian dibagi menjadi dua yaitu komunikasi tulisan berupa teks alQur’an, teks hadis, buku perguruan tinggi, perangkat kerja dosen, dokumen hasil belajar, TV dan handphone. Sedangkan objek kedua yaitu komunikasi lisan, pengamalan oleh individu atau sekelompok orang di lokasi penelitian baik secara langsung maupun melalui media TV. Penelitian ini dilakukan sejak 2009 hingga 2015 dan sedang dilanjutkan untuk menemukan objek keutuhan al kaaffah brain. Analisis data dengan menggunakan metode analisis isi yaitu suatu analisis mendalam yang dapat menggunakan teknik kuantitatif maupun kualitatif terhadap pesan-pesan menggunakan metode ilmiah dan tidak terbatas pada jenis-jenis variabel yang dapat diukur atau konteks tempat pesan-pesan diciptakan atau disajikan, analisis isi adalah metode ilmiah untuk mempelajari dan menarik kesimpulan atas suatu fenomena dengan memanfaatkan dokumen (teks). Kegiatan analisis bersifat deskriptif perbandingan secara deduktif induktif maupun induktif deduktif. [5,6] 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Integritas, persamaan, keseimbangan, keutamaan dan pendidikan seumur hidup sebagai prinsip dasar pendidikan. Relevan, fleksibel, praktisi dan kontinu sebagai prinsip pengembangan kurikulum. Istilah-istilah tersebut sebagai arah tujuan penelitian ini sehingga berimplikasi pada pengurangan kesenjangan antara dua hal yang berbeda. 3.1
Deskripsi Temuan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap al-Qur’an ditemukan beberapa perbedaan karakter antara al-Qur’an dengan buku, antara lain;
Aspek Informasi Hubungan pesan Bahasa Orisinal Isi komunikasi Dominasi ilmu Persamaan
Tabel.1 Perbandingan al-Qur’an dengan Buku Al-Qur’an Buku perguruan tinggi Utuh atau holistik Parsial Tidak sistematis, menyebar Sistematis, fokus Majasi, Arab Jelas, umum, Inggris Wahyu, tidak ada tiruan Tiruan dan pengembangan Pesan dan makna Pesan Etika menyatu dalam berbagai Etika disajikan secara terpisah, aspek, untuk keadilan cenderung ajaran kapitalis Berwujud kata,kalimat, angka Berwujud kata, kalimat angka
Sulit melakukan pemisahan antara ayat satu dengan yang lain untuk menjadi tema-tema. Tema-tema hanya dapat terbentuk jika ayat itu dimaknai adalah kata. Sehingga ayat dimengerti Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
237
sebagai kata atau beberapa kata sesuai kebutuhan tema itu sendiri. Oleh karena itu keutuhannya alQur’an adalah al Qur’an itu sendiri. Sedangkan keutuhan isi pada buku-buku perguruan tinggi menyebar dalam berbagai judul buku yang berbeda dan telah bertema dalam wujud bab dan sub bab. Secara pesan al Qur’an tidak sistematis dan saling bersinggungan dengan disiplin ilmu lainnya. Sedangkan buku cenderung sistematis, fokus dan tidak saling bersinggungan dengan disiplin ilmu lain. Sehingga produk-produk buku komersil berpotensi mudah ditiru atau dimodifikasi. Al-Qur’an berbahasa arab sedangkan buku lebih banyak pemikiran kaum barat. Hanya al-Qur’an yang tidak diketahui wujud pemiliknya melainkan diyakini. Sedangkan isi buku tidak sering diketahui kitab rujukan aslinya. Berbagai buku pun menjelaskan secara terpisah antara nilai-nilai kebaikan dengan materi dunia sedangkan al-Qur’an mengajarkan materi dunia dan nilai kebaikan secara utuh. Baik al-Qur’an dan buku mengandung persamaan yaitu berwujud angka, kata dan kalimat sehingga keduanya seharusnya dapat saling dipersatukan. Buku lebih sering dijadikan rujukan daripada al-Qur’an dan hadis. Buku tidak memiliki tokoh pengamalan sedangkan al Qur’an memiliki tokoh pengamalan yaitu Rasul saw dan sahabat. Sehingga buku-buku itu cenderung berisi pengetahuan daripada pengamalan. Berdasarkan ilmu pengetahuan yang menjadi landasan dalam berpikir seperti matematika dasar, metodologi penelitian dan statistik, maka al-Qur’an dapat digunakan dalam kerangka berpikir secara bersama-sama atau saling bersinggungan dengan disiplin ilmu lainnya karena perbedaan karakter itu Sedangkan ilmu filsafat merupakan cara berpikir radikal dan menyeluruh hingga ke akar-akarnya sebagai petunjuk untuk melihat hal yang paling fundamental dari keseluruhan itu. Oleh karena sejumlah mata kuliah dan buku-buku sebagai referensi tidak serta merta semuanya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang sama pula bahwa alQur’an secara empiris tidak semua ayat dapat ditegakkan oleh satu golongan atau aliran. Kurikulum ekonomi, manajemen, bahasa dan ilmu lainnya dalam ijazah secara empiris cenderung sebagai syarat kelulusan bukan sebagai landasan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu bagaimana memfungsikan sejumlah mata kuliah itu dengan membentuk skema pemikiran yang menguatkan nilai-nilai dan pengetahuan yang ada sebelumnya. Dibandingkan buku-buku perguruan tinggi dengan buku-buku motivator, isi buku motivator cenderung lebih digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sejumlah RPP dan silabus lebih banyak berorientasi pada kompetensi pengetahuan daripada desain perangkat kerja dosen yang berkarakter sintesis, integratif. Perangka kerja dosen teramati kaku dan berulang. Berbagai konflik dan masalah, disimpulkan memiliki keutuhan sebagaimana sifat al-Qur’an itu sendiri. Sehingga penentuan penyebab masalah dan konflik itu dipandang sangat rumit. Sifat masalah dan konflik itu sebagai hasil ketidakseimbangan antara ilmu agama dengan ilmu umum, antara ilmu pengetahuan dengan pengamalan, antara penjelasan dengan kebutuhan. Alasan lain, penyebaran ilmu pengetahuan yang tidak merata antara fakultas agama dengan fakultas ilmu umum serta bentuk pengabdian yang tidak integratif dalam komunikasi. Berdasarkan uraian diatas, esensinya ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu a) skema berpikir yang bermakna b) kuantitas ilmu metodologi penelitian, filsafat ilmu atau ilmu tentang berpikir c) penggunaan kurikulum yang lebih pragmatis untuk membentuk skill peserta didik agar sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Maka perlu adanya kebijakan perubahan pada teks dan praktik perangkat Tri Darma. 3.2
Al kaaffah Brain Konsep pemikiran holistik diperoleh dalam proses merangkum buku-buku pendidikan dan alQur’an. Al kaaffah sebagai identitas pemikiran kaum Islam dan brain sebagai identitas pemikiran kaum barat. Al kaaffah digunakan karena memiliki kesamaan makna dengan hakikat filsafat, sifat al-Qur’an, dasar pendidikan dan teori-teori neo klasik seperti perbedaan antara ciri otak kanan dengan ciri otak kiri, penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif, antara iman dan ilmu, intuisi dan analitis yang dapat dipersatukan Asumsi pelabeling konsep pemikiran holistik menjadi al kaaffah brain bahwa realitas atau objek itu utuh dan dinamis karena terdiri dari berbagai makna, pesan dan materi latar belakang. Sudut pandang dan fokus penekanan tiap orang berbeda terhadap masalah, konflik, komunikasi lisan dan tulisan. Oleh karenanya individu sendiri yang mengkonstruksi dan memberi pengertian. Maka komunikasi dalam praktik Tri Darma itu tidak 238
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
sekedar pesan sebagai pengetahuan tetapi menjadi pengetahuan yang lebih luas melalui maknamakna yang dilahirkan dari objek yang dijadikan data. Konsep pemikiran holistik diwujudkan dalam buku yang berisi tiga esensi fundamental yaitu ilmu, nilai religi dan keterampilan. Perolehan ilmu melalui filsafat dan metodologi penelitian, nilai religi diperoleh melalui segala yang diyakini tentang kebenaran hakiki dan skill yang berkaitan dengan usaha ekonomi melalui pengembangan berfikir. Buku al kaaffah brain meniru model penyajian isi al-Qur’an. Berbeda dari model penyajian buku pada umumnya. Buku pertama al kaaffah brain merupakan rangkuman berbagai ilmu pengetahuan, masalah dan konflik. Al hasil, sulit menyatukan disilpin ilmu yang memiliki pesan yang berlainan. Oleh karena itu buku al kaaffah brain melakukan penyatuan disiplin ilmu melalui makna-makna yang sama terhadap tujuan atau tema yang dikonstruksi atau mentransfer arti kata ke dalam penggunaan maksud yang lain atau yang diistilahkan dengan analogi. Seperti istilah manajemen tidak hanya ditemukan dalam bidang ekonomi melainkan juga terdapat dalam pendidikan dan penelitian, istilah sibernetika dan behavioristik bukan hanya berkaitan dengan sistem informasi dan manajemen melainkan terdapat pula pada pendidikan, konsumsi bukan sekedar menghabiskan manfaat barang dan jasa melainkan juga dapat berbunyi konsumsi informasi atau konsumsi ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ayat pada al-Qur’an yang berwujud per kata digunakan sebagai pengertian bahwa hal yang fundamental dalam pendidikan adalah apa yang sedang dimengerti oleh individu terhadap kosa kata yang terindera. Induktif dimaknai sebagai pemahaman hati bukan sekedar bermakna empiris. Sedangkan pikiran pada otak dimaknai sumber deduktif. Sistem berpikir yang demikian itu akan memfungsikan disiplin ilmu sosial untuk membuka isi al-Qur’an melalui skema ilmu eksakta dan membentuk sistem berpikir ilmu sosial menuju kepada keputusan objektif. Secara kongkrit pemikiran holistik adalah pemikiran sistem bukan pemikiran linier, mengandung komponen bukan tahapan sistematis yang diakui kebanyakan orang. Komponen itu dikonstruksi atau dipahami sesuai skema kognitif individu masing-masing, menyatukan beberapa ilmu pengetahuan, berorientasi pada bagaimana pengamalannya, dan meniru penyajian alQur’an yang bersifat acak dan utuh. Konsep model pemikiran holistik ini tidak hanya berujuk kepada al-Qur’an tapi didukung teori kreativitas. Berpikir linier dan objektif tetap digunakan dalam sistem pemikiran holistik karena pemikiran holistik dilandaskan kepada pemikiran deduktif. Sedangkan pemikiran linier terpisah dari makna-makna individu. Konsep keutuhan ini juga telah banyak dilakukan oleh organisasi industri. Alfred Korzybski yang menggunakan pendekatan general semantik tentang tindakan mengabstaraksi, menginferensi, infleksibiltas bahasa, lingkungan komunikasi, sifat kata-kata dan pentingnya persepsi, Wiener melakukan paralel terhadap konsep-konsep, konteks militer pun dalam operasi riset menggunakan pendekatan multidisiplnier, dalam teori modern Ludwig Von Bertalanffy ahli biologi yang diakui sebagai tokoh yang mengembang teori sistem umum mengatakan bahwa bagian-bagian memang penting tetapi keseluruhan juga tidak kalah pentingnya. Hicks dan Gullett (1981) berpendapat bahwa teori umum merupakan sintesis dari konsep-konsep klasik, neo kalsik dan modern, bidang pendidikan konsep spiritual quotient menurut Danah Zohar adalah kecerdasan persoalan makna yang luas dan kaya serta bernilai, SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, pendekatan kontengensi bahwa situsi-situsi berbeda mengharuskan adanya reaksi manajerial yang berbeda pula. Identitas antara perguruan tinggi menjadi tidak berbeda jika tiap unit perguruan tinggi tidak memiliki konsep Tri Darma perguruan tinggi yang berbeda pula. [7,8] Oleh karena itu hasil penelitian terhadap berbagai komunikasi tulisan yang menjadi perangkat kerja perguruan tinggi dan diperbandingkan terhadap pengetahuan pragmatis maka model pemikiran holistik selain menyatukan mata kuliah atau pokok bahasan dengan cara memberi porsi keterlibatan al-Qur’an dan hadis, pemikiran holistik ini dapat pula dengan mengaitkan dengan sejarah bangsa Indonesia atau pengalaman individu dari hasil riset yang terbatas pada lingkungan sekitarnya atau memparelelkan dengan konsep-konsep disiplin ilmu.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
239
3.3
Pembelajaran Konstruktif Melalui Al Kaaffah Brain Setelah memiliki komponen skema pemikiran holistik maka pengetahuan itu dapat diterapkan dalam pembelajaran konstruktif atau tradisi pembelajaran lainnya. Teori konstruktif mengintegrasi pesan dengan makna. Deklarasi UNESCO (1998) tentang empat pilar pembelajaran yaitu learning to know (pembelajaran untuk tahu), learning to do (pembelajaran untuk berbuat), learning to be (pembelajaran untuk membangun jati diri) dan learning to live together (pembelajaran untuk hidup bersama secara harmonis) dapat diberi pengertian bahwa belajar untuk berbuat. Maka pengetahuan itu setidaknya dapat diarahkan pada apa yang dapat diperbuat sehari-hari sehingga menjadi kebiasaan yang lebih baik dalam membangun jati diri. Contoh, garis lengkungan dengan garis horizontal pada kurva normal tidak pernah bersatu. Padanya apa yang dapat dimaknai. Al kaaffah brain dapat mengkonstruksi dengan memberi makna bahwa pada al Qur’an kata-kata insya Allah menunjukan belum adanya kepastian antara usaha kita dengan hasil dan masalah itu akan selalu ada. Nilai keadilan dapat dijelaskan dengan menggunakan garis linier yang berpusat pada titik nol pada jarak 45 derajat dari garis tegaknya. Bilangan satu hingga seterus bermakna bahwa lebih baik itu tidak berakhir atau bilangan itu untuk mengurutkan pesan-pesan dari hakiki hingga yang umum. Pemberian makna berorientasi pada nilai kebenaran al-Qur’an atau kebenaran yang diyakini oleh karena keutuhan pada diri peserta didik hanya dapat dipersatukan melalui jiwa. Semua manusia memiliki perbedaan tapi rohani sama pada diri semua manusia. Melalui pemikiran holistik, pembelajaran konstruktif dapat melatih semua potensi peserta didik atau memfokuskan secara bergantian apa yang ada pada belahan otak, sistem jiwa dan jasmani. Tokoh aliran barat seperti Kepler, Einstien, Kant, mengakui keberhasilan dirinya disebabkan adanya inutisi khusus yang dialaminya. Ahli matematika, fisika, biologi dan ilmuwan menekankan nilai intuisi dalam pemecahan masalah. Maka penekanan itu harus ada dalam kurikulum yang utuh. Metode penemuan sendiri memegang peranan penting dalam pembaharuan kurikulum ini. Menurut Bruner yang penting ditemukan adalah apa yang disebut struktur disiplin ilmu. Prosedur heuristik yaitu menemukan jawaban dengan cara yang tidak ketat, misalnya berpikir analog. Rogers seorang ahli psiko-terapi tidak dapat menerima manusia itu sebagai hasil conditioning semata-mata. Untuk mengembangkan individu yang merdeka, bebas atas tanggung jawab penuh, manusia kreatif yang senangtiasa menyesuaikan diri dengan perubahan. Belajar bebas berbeda dengan belajar terikat yang jauh lebih mudah dilaksanakan, syaratnya adalah ada masalah yang menarik dan bermakna. Memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi yang berlainan. Pemikiran holistik al kaaffah brain dalam bukunya mengkombinasi pesan ilmiah dengan pesan populer, gaya penulisan dan paragraf yang berbeda, isi buku yang disajikan secara tematik dengan menggunakan bahasa dari berbagai disiplin ilmu yang relevan. [2,9] 4.
KESIMPULAN
Penelitian ini merekomendasikan al-Qur’an dapat menjadi salah satu komponen dalam skema pemikiran holistik sebagai rujukan etika atau bernilai religi dengan ilmu pengetahuan umum. Al Qur’an memiliki kekayaan makna dan pesan serta memiliki nilai sains yang mampu menjelaskan fenomena dan menjadi solusi terhadap masalah dan konflik sosial. Sesuai dengan makna belajar adalah proses berpikir maka metodologi penelitian dan filsafat harus benar-benar ditekankan pada perguruan tinggi untuk mewujudkan identitas sebenarnya dalam penyelesaian berbagai masalah melalui revolusi praktik Tri Darma perguruan tinggi sebagai harapan dalam kajian ini. Keseimbangan antara gaya pemikiran linier dengan sistemik cenderung sesuai dengan teoriteori modern, adaptif terhadap lingkungan demokrasi, sesuai tuntutan era globalisasi dan perubahan sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi serta sebagai upaya mengembalikan apa yang seharusnya diutamakan dalam belajar yaitu membaca dan menulis bukan berhenti pada aktivitas belajar mendengar. Tulisan dan alam adalah sumber ilmu. Membaca berarti membahas sesuatu yang diungkapkan dengan lambang-lambang dalam bentuk tulisan, tulisan adalah sarana utama bagi ilmu. [1] 240
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Penelitian ini memiliki kelemahan pada pengertian objektivitas sebelumnya. Karena penelitian bertujuan membentuk keutuhan bukan objek berupa bagian . Penelitian selanjutnya bertujuan untuk memperjelas bagian-bagian pembentuk keutuhan sebagaimana pada teori kreativitas, membuktikan perbedaan penerapan pemikiran holistik dengan penerapan konservatif, penelitian menggunakan metode analisis isi kuantitatif atau penelitian pada konteks yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
[1] [2]
Hitami, Munir. 2004. Mengonsep Kembali Pendidikan Islam. Riau. Press. 24,19 Asrori, Muhammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung. Wacana Prima. 61-62,64-65, 73, 134 [3] Adisusilo, Sutarjo. 2014. Pembelajaran Nilai – Karakter. Jakarta. RajaGrafindo. 161, 181 [4] Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 120, 179, 181, 185 [5] Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta. Rajawali Press.283 [6] Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu- Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 10 [7] Winardi. 2005. Pemikiran Sistemik dalam bidang Organisasi dan Manajemen. Jakarta. RajaGrafindo.187, 189, 195 [8] Harits, Busyairi. 2005. Ilmu Laduni dalam Perspektif Teori Belajar Modern. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 113 [9] Nasution.S. 2010. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.10,21, 80, 84-85 [10] Yusuf, Rabiah, Sitti. 2014. Al Kaaffah Brain Pemikiran Holistik: Menuju Kesempurnaan di atas Tauhid. Malang. Selaras [11] Yusuf, Rabiah, Sitti. 2015. Al Kaaffah Brain: Metodologi Penelitian Pemikiran Holistik. Kepanjen. AE Publishing
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
241