Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
PEMBANGKITAN ENERGI DARI AIR MENGGUNAKAN PRESSURE RETARDED OSMOSIS Habib Ripna M. T. Al-Aziz, Rd.* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia *
[email protected]
Abstrak Salahsatu teknologi terbarukan yang dapat dikembangkan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang saat ini terjadi yaitu Pressure Retarded Osmosis atau PRO. Teknologi ini dinamakan juga Blue Energy atau Salinity Gradient Power. Prinsip yang digunakan pada PRO yaitu perbedaan salinitas antara air dengan salinitas rendah dan air dengan salinitas tinggi. Pada PRO, air dengan salinitas rendah akan mengalir secara alami melewati membran semipermeabel menuju air dengan salinitas tinggi. Air dengan salinitas tinggi akan mengalami penambahan tekanan sehingga konsentrasi berkurang dan volume bertambah. Hal tersebut menyebabkan air akan mengalir menuju hidroturbin untuk menghasilkan energi, Energi tersebut dikenal dengan sebutan energi osmosis. Potensi energi yang dapat dimanfaatkan dari teknologi ini sekitar 2000TWh/tahun. Teknologi ini tidak memiliki dampak lingkungan yang buruk karena tidak menghasilkan emisi yang berbahay sehingga sangat ramah lingkungan. Membran merupakan kunci utama dalam pengembangan teknologi PRO. Untuk mendapatkan kinerja yang optimal maka karakteristik membran yang akan digunakan pun harus memiliki sifat kimia dan fisik yang sesuai dengan kritetia yang diinginkan. Kata kunci : Pressure Retarded Osmosis, Salinitas, Energi Osmosis, membran semipermeabel
1.
Pendahuluan
Populasi manusia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan informasi dari badan statistik Amerika bahwa kelahiran manusia di dunia terjadi setiap delapan detik sedangkan angka kematian manusia terjadi setiap 13 detik (Census.gov, 2015). Situs tersebut terus mengupdate jumlah populasi manusia setiap detiknya. Data terbaru bulan November 2015 diperlihatkan bahwa populasi manusia berjumlah sekitar 7.2 milyar manusia. Indonesia berada pada urutan keempat sebagai negara berpenduduk terbanyak di
dunia setelah India, Cina dan Amerika. Dalam situs tersebut diinformasikan bahwa jumlah warga negara Indonesia untuk bulan November 2015 yaitu sekitar 255 juta jiwa (Census.gov, 2015). Selain itu, pada sebuah situs badan urusan populasi PBB (UNFPA) diramalkan bahwa pada tahun 2050 populasi manusia akan mencapai sekitar 9 milyar manusia (UNFPA.org, 2015). Dapat dibayangkan dengan adanya penambahan penduduk setiap detik maka semakin bertambah pula masalah yang akan ditimbulkannya baik itu dampak sosial, kebutuhan akan energi, limbah, dan lain sebagainya.
1
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
sumber energi alternatif lain selain energi fosil. Sumber energi alternatif lain yang terus dikembangkan untuk menggantikan energi fosil di masa depan misalnya energi matahari, biomassa, panas bumi, gelombang air laut, angin, dan lain sebagainya.
Gambat 1. Ramalan populasi dunia tahun 2050 (disadur dari census, 2015) Seiring dengan meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan energi pun akan semakin meningkat. Badan urusan ekonomi dan sosial PBB (UNDESA) meramalkan bahwa pada tahun 2100 kebutuhan akan energi dapat mencapai 1400 QBTu pertahun dengan jumlah populasi manusia yang mencapai sekitar 9,5 milyar manusia. Semua itu harus diimbangi dengan penyediaan pasokan sumber energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia di masa mendatang. Di lain pihak, cadangan sumber energi fosil yang masih menjadi sumber energi utama dunia ketersediaannya terus berkurang. Perlu adanya sumber energi alternatif lain untuk menggantikan energi fosil yang diramalkan akan habis di masa yang akan datang.
Salahsatu yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai teknologi alternatif yaitu yang disebut juga sebagai “Blue Energy’ atau “Salinity Gradient Power”. Pada teknologi ini energi dihasilkan dengan mengontrol campuran aliran dari air yang memiliki salinitas tinggi (contohnya air laut) dengan aliran dari air yang memiliki salinitas rendah (limbah cair atau air tawar) (Mora, 2015). 2.
Pressure Retarded Osmosis
Salahsatu teknologi yang termasuk blue energy atau Salinity Gradient Power yaitu Pressure Retarded Osmosis atau PRO. Teknologi ini memanfaatkan perbedaan gradien dari salinitas air (Helfer, 2015). Prinsip utamanya yaitu dengan memanfaatkan perbedaan dari tekanan osmosis.
Selain permasalahan dari krisis energi, masalah lingkungan pun dapat menjadi masalah utama yang saling berkesinambungan dengan masalah krisis energi tersebut. Efek rumah kaca yang terjadi di dunia saat ini menyebabkan dampak-dampak negatif yang sangat merugikan. Hal itu semakin terasa seiring bertambahnya populasi dunia.
Prinsip kerja dari PRO misalkan pada PRO air laut versus air tawar dimana air laut dipompakan ke dalam ruang bertekanan dimana tekanannya lebih kecil dari tekanan osmotiknya karena adanya perbedaan antara air dengan salinitas rendah atau air tawar dengan air bersalinitas tinggi atau air laut. Air dengan salinitas rendah tersebut akan menembus membran semipermeabel dan proses tersebut akan meningkatkan volume atau tekanan yang menyebabkan sebuah hidroturbin mengalami penekanan kembali sehingga terbentuklah energi dari turbin tersebut. Energi tersebut dinamakan energi osmosis (Helfer, 2015).
Banyak hal yang dilakukan oleh negaranegara di dunia untuk mengatasi masalah tersebut. Salahsatunya yaitu pemanfaatan
Pemanfaatan energi dari perbedaan salinitas ini merupakan cara yang tepat untuk menjelaskan tekanan osmotis
2
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
Osmotis terjadi ketika dua larutan dengan konsentrasi berbeda (contohnya perbedaan salinitas) yang dipisahkan dengan membran dan akan secara selektif melewati membran tersebut (Helfer, 2015). Osmotis merupakan perpindahan air melewati membran permeabel dari larutan yang memiliki potensial kimia tinggi (air dengan tekanan osmotis rendah atau misal air dengan salinitas rendah) menuju larutan yang memiliki potensial kimia
rendah (air dengan tekanan osmotis tinggi atau misal air dengan salinitas tinggi). Aliran tersebut terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi molar larutan melewati membran yang hanya akan melewatkan air, dan menahan molekul serta ion (Achili, 2015) Jika yang berbeda salinitas tersebut adalah air tawar (air dengan salinitas rendah) dan air laut (air dengan salinitas tinggi) dan kedua air tersebut dipisahkan oleh sebuah
Gambar 2. Skema diagram instalasi PRO air tawar dengan air laut (gambar diadaptasi dari membranesisteme.de, 2015)
3
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
membran semi permeabel yang hanya permeabel terhadap air, maka air dari konsentrasi rendah (air tawar) akan mengalir menuju air dengan konsentrasi tinggi (air laut) ((Helfer, 2015).
untuk menghasilkan energi listrik. Instalasi ini digunaan untuk menguji perbedaan tipe membran dan konfigurasi dari instalasi PRO (Helfer, 2015).
Aliran ini akan terus berulang sampai konsentrasi di kedua sisi sudah cukup tinggi untuk menghentikan aliran. Ketika tidak ada aliran lagi yang terjadi, tekanan yang terbentuk akan sama dengan tekanan osmotik dari larutan tersebut.
Gambar 4. Prototipe osmotic power plant di Hurum, Norwegia (diadaptasi dari Wikipedia, 2015)
Gambar 3. Prinsip Pressure Retarded Osmosis (diadaptasi dari Wikipedia, 2015) 3.
Aplikasi Pressure Retarded Osmosis
PRO pertama kali diperkenalkan oleh Professor Sidney Loeb pada tahun 1973 di Universitas Ben-Guiron, Negev, Beersheba, Israel, yang dipublikasikan pada tahun 1975 (Helfer, 2015; Achili, 2009 dan Jones, 2001). Seiring waktu, perkembangan metode tersebut dari tahun ke tahun akhirnya menghasilkan prototipe instalasi tenaga osmotis pertama yang dibuka di Norwegia oleh perusahaan bernama Statkraft pada tahun 2009. Instalasi ini membuktikan bahwa konsep PRO dapat digunakan
Dalam teorinya, sebuah aliran pada 1 m3/s dari teknologi PRO ini dapat menghasilkan 1 MW energi listrik (Wick, 1977). Namun energi listrik yang dihasilkan pada 1 m3/s bisa lebih dari itu dimana diumpamakan ketika sungai bertemu dengan lautan. Rata-rata 0.7 – 0.75 kWh (2.5 - 2.7 MJ) menghilang ketika 1m3 air tawar mengalir menuju air laut, dalam artian 1 m3/s air laur berpotensi menghasilkan 2.5-2.7 MW (Helfer, 2015). Dalam skala yang lebih luas, energi yang dapat dimanfaatkan dari perbedaan salinitas air tawar dan air laut di dunia yaitu dapat mencapai 2.6 TW (Wick, 1978). Tenaga osmotik maksimal yang pernah dilaporkan yaitu mencapai 1,650 TWh/tahun. Angka tersebut sekitar setengahnya dari laporan arus maksimal yang pernah dilaporkan untuk tenaga hydro yaitu sekitar 3551 TWh/tahun (Helfer, 2015). Danau dengan salinitas tinggi di pedalaman seperti contohnya laut mati,
4
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
perbedaan tekanan osmotik yang terbentuk setara dengan 5000 m permukaan hidrolik atau sekitar 20x lebih tinggi dibanding air laut (Jones, 2001). Tabel 1. Maksimum energi yang didapatkan dari campuran air laut dengan air yang memiliki salinitas tinggi dari sumber berbeda (diadaptasi dari Helfer, 2015)
Air laut SWRO brine Larutan Saltdome Great Salt Lake Laut Mati
Theoretical Energy (kWh/m3)
Theoretical Power (MW (m3/s)
0.75
2.7
1.5
5.4
8.8
31.6
10.4
37.5
14.1
50.7
Teknologi ini sempat disarankan untuk dikembangkan di sekitar laut mati. Dengan drop 400 m dan laju penguapan sekitar 3 juta m3/hari, pada proses pengiriman air laut pada teknologi ini dapat memproduksi air minum dari proses Reverse Osmosis yang terjadi (Loeb, 1998). Selain di laut mati, Great Salt Lake samasama memiliki potensi untuk pengembangan blue energy tersebut. Skenario yang pernah disarankan yaitu penggunaan membran dengan modul spiral. Contoh model Great Salt Lake yang pernah dicoba yaitu Sungai Jordan dengan analisa energi yang dihasilkan sekitar 66 MW (Loeb, 2001). Maximum net power (PWMAXNET) yang bisa diproduksi dengan PRO ideal ini merupakan perbedaan kuantitas yang
diberikan oleh hidroturbin, PD (V+ΔV), dan power yang masuk ke sistem, PD V:
(
) ( )
Dimana PD.ΔV merupakan net power dengan asumsi efisiensi mekanis harus 100% untuk semua komponen dan juga tidak adanya energi yang hilang. Skema tersebut pun didapatkan dengan mengasumsikan bahwa feed solution masuk ke dalam sistem karena adanya gaya gravitasi. Tekanan operasi ideal untuk maximum power output merupakan setengah dari perbedaan tekanan osmotis, misal pada skema PRO air sungai vs air laut, dimana perbedaan tekanan osmotisnya sekitar 26 bar, tekanan operasi idealnya sekitar 13 bar dan maximum power output nya sekitar 1.3 MW per m3 s-1 dari permeate. Untuk efisiensi mekanis jika kurang dari 100% untuk komponen sistem PRO, dimana pada kenyataannya memang tidak akan mungkin 100%, net power yang bisa dihasilkan yaitu:
( )
Dimana η merupakan efisiensi mekanis dari sistem yang dipengaruhi oelh efisiensi komponen yang berotasi seperti pompa, mesin, turbin dan generator, friction losses di bagian aliran dari permeator, dan konfigurasi dari alat yang ada di instalasi. Sebagai contoh, asumsi rata-rata 20% dari net power maksimum yang dapat dicapai dari sistem PRO air tawar vs air laut (20% dari 1.3 MW per m3 s-1 dari permeate)
5
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
akan hilang karena tidak efisien nya komponen sistem PRO. Power outpout nyata yang bisa dihasilkan dari instalasi PRO tergantung pada: - Frictional pressure drop yang mengalir ke arah air laut dari permeator PRO - Frictional pressure drop yang mengalir ke arah air tawar dari permeator PRO - Konfigurasi dari alat-alat di instalasi - Ketidak-efisiensian dari semua pompa dan rotating components (generator hidroturbin, mesin pompa air tawar, mesin pompa air laut, dan mesin pompa pembilasan) - Semua power yang masuk ke dalam sistem, termasuk untuk pressurizing air tawar dan air laut yang masuk dan juga yang akan digunakan pada pretreatment.
- Fakta bahwa membran semipermeabel tidak mungkin sangat sempurna Bagaimanapun juga, pada kenyataan sistem PRO yang ada, dapat dikatakan bahwa laju alir volum dari draw solution (V) yang masuk dimana PD diterapkan, akan relevan dengan ketidak-efisiensian sistem tersebut. Aliran draw solution yang lambat dapat meningkatkan biaya dari membran sampai biaya power yang harus diberikan karena hal tersebut dapat menurunkan tekanan hidroliknya sehingga konsekuensinya akan menghasilkan power output yang tidak diharapkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut serta untuk meningkatkan kinerja dari PRO, Loeb dan rekan menggunakan sebuah alat pemulih energi atau penukar tekanan (pressure exchangers) untuk
Gambar 4. Skema pressure Retarded Osmosis dengan adanya Pressure Exchanger (diadaptasi dari waterworld.com)
6
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
memberi tekanan pada draw solution yang masuk ke dalam sistem.
-
Kondisi aliran transfer massa
seperti
koefisien
Boris dan rekan pada tahun 2013 melaporkan tiga contoh proses yang dapat diterapkan pada PRO yaitu (Boris, 2013):
Pengembangan membran sangat berpengaruh dalam meningkatkan energi yang dihasilkan pada instalasi PRO.
1. air laut vs air sungai, tekanan dorong 25 bar, power output 5-10 watt/m2.
4.
Pada aplikasi ini diharuskan adanya pergerakan air yang sangat banyak namun dengan penghilangan tenaga yang sangat kecil. Semua pergerakan air harus berada pada level air lautnya. Tenaga yang digunakan pada pressure exchanger 15 kali lebih kecil dibandingkan dengan teknologi RO. 2. SWRO brine vs air limbah, tekanan dorong 50 bar, power output 10-20 watt/m2. Aplikasi kedua ini lebih ekonomis dan lebih mudah untuk digunakan. Hambatan utama dari pilihan ini yaitu untuk mencari sumber limbah namun tanpa biaya. 3. Laut mati atau salt lake vs air sungai, tekanan dorong 250 bar, power output 50100 watt/m2 Implementasi dari aplikasi yang ketiga yaitu dengan menggunakan sumber alami seperti laut mati dengan tekanan osmosis yang sangat tinggi. teknologi PRO pada aplikasi ini memerlukan membran dan pressure exchanger yang dapat di operasikan pada tekanan yang sangat tinggi. Tekanan osmosis antara laut mati dan air sungai sangatlah tinggi yaitu sekitar 300 bar.
Hal yang mempengaruhi kinerja PRO yaitu:
-
Membran
power output 5-10 watt/m2 Performansi membran pada PRO biasanya dihitung dari power output per unit area dari membran atau disebut juga sebagai power density dari membran. Power density tersebut secara langsung akan mempengaruhi biaya dari sebuah instalasi PRO. Semakin tinggi power density dari membran di sebuah PRO maka hal tersebut akan membuat biaya instalasi, maintenance serta biaya operasi dari instalasi tersebut menjadi semakin murah.
Sejak tahun 2000-an, penelitian brine vsPRO air limbah, tekanan do difokuskan pada pencarian pengembangan membran baru yang mampu menghasilkan sekitar 5 W/m2 dari power. Masalah utama dari pengembangan membran tersebut yaitu konsentrasi polarisasi yang merupakan penurunan gradien konsentrasi yang dihasilkan molekul garam yang tidak mampu melewati membran. Hal tersebut akan menurunkan membrane water fluxs dan power density dari PRO (Wang, 2012). Fouling merupakan masalah lain dari membran di PRO. Salahsatu cara untuk mengatasi fouling yaitu pre-treatment solution melalui filtrasi. Pre-treatment merupakan hal yang sangat penting untuk aliran masuk dimana aliran tersebut akan menuju pori dari membran. Selain pre-treatment pada aliran masuk, menurunkan area dari membran pun merupakan solusi lain yang dapat diterapkan untuk mengatasi fouling sehingga secara tidak langsung akan menurunkan biaya operasi (Wang, 2012).
Karaktersitik membran Koefisien permeabilitas air
7
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
Contoh-contoh material membran yang digunakan dalam PRO (Alsvik, 2013):
Selulosa Asetat
Selulosa asetat merupakan sintesis selulosa ester yang paling penting. Selulosa asetat pertama kali ditemukan pada tahun 1865 ketika memanaskan katun dengan asetat anhidrat. Ester selulosa asetat dikenal karena kekuatan dan kelembutannya yang membuatnya sangat cocok untuk sintesis membran. Sifatnya yang hidrofilik membuat selulosa asetat tepat digunakan dalam proses transportasi osmotis pada membran. Membasahi membran akan menurunkan ICP dan meningkatkan water fluks.
Polisulfon dan polietersulfon
Polisulfon (PSf) merupakan polimer sintetik yang mengandung sub-unit arilSO2-aril, dikenal memiliki ketahanan kimia dan sifat mekanis yang baik. Selain itu, polisulfon memiliki ketahanan oksidatif termal yang sangat baik, tahan terhadap pelarut hidrolisis dan pelarut industri. Polisulfon secara luas digunakan sebagai penyokong material membran pada membran TFC. Polietersulfon (PES) memiliki unit pengulangan yang lebih pendek dibanding Polisulfon. Namun bagaimanapun juga, sifat polisulfon dan polietersulfon memiliki kemiripan. Polisulfon biasanya berbentuk amorf walaupun dalam struktur reguler nya tidak bisa dikristalkan. Sifat hidrofilik alami yang di miliki polisulfon dan polietersulfon tidak diinginkan dalam proses aliran osmotik di membran. Menurunnya lapisan penyokong karena adanya sifat hifrofilik tersebut membuat ICP meningkat, mengganggu kontinuitas air yang akan melewati membran, dan dapat menurunkan wate fluks.
Polibenzimidazol
Polibenzimidazol (PBI) dikenal karena kemampuannya mempertahankan sifat fisika pada temperatur yang tinggi, memiliki kekuatan mekanis dan kestabilan kimia yang tinggi. Ketika polibenzimidazol dicoba dipanaskan dengan udara sampai 250°C, polimer tersebut dapat bertahan dengan hanya sedikit perubahan sifat. Polibenzimidazol (PBI) pertama kali dilaporkan sebagai membran pada tahun 1984 oleh Sawyer dan rekan. Sedangkan potensi polimer tersebut sebagai membran hollow fiber untuk aplikasi forward osmosis diperkenalkan pertama kali oleh Wang pada tahun 2007.
Poli (amida-imida)
Poli (amida-imida) pada persiapan membran memiliki nama dagang Torlon® 4000T yang dikenal sebagai resin yang dapat digabungkan dengan senyawa polimer lain dan juga dapat digunakan sebagai zat aditif khusus. Poli (amidaimida) memilik kinerja yang baik pada kondisi ekstrim dan sangat tahan terhadap aus, rayap dan zat kimia. Torlon® 4000T juga biasa digunakan pada persiapan holofiber membran nanofiltrasi.
Poliamida
Poliamida (PA) umumnya diproduksi melalui mekanisme reaksi ShottenBauman antara asam klorida dan amina. Emerson dan rekan memperkenalkan konsep polimerisasi antarmuka pada tahun 1959 dengan melarutkan monomer pada dua cairan yang dicampurkan sehingga reaksi berjalan pada antarmuka kedua cairan. Asam klorida terlarut dalam pelarut organik (contohnya heksana, sikloheksana, isopar) dan amina terlarut dalam air.
8
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
Membran yang digunakan untuk proses yang melibatkan sistem osmosis harus memiliki permeabilitas akan air yang sangat tinggi, penyerapan balik yang rendah dan memiliki parameter struktur yang rendah. ICP dan fouling merupakan masalah utama pada membran yang melibatkan proses osmosis. Perkembangan yang terjadi beberapa tahun ini mengenai pilihan material baru dan desain untuk membran pada PRO antara lain: persiapan untuk membran TFC dengan penyesuaian penyokong PSf, penyokong electorspun, membran TFC untuk penyokong hidrofilik, membran untuk holofiber pada PRO atau FO, dan membran dengan penyokong termodifikasi (Alsvik, 2013). 5.
Dampak lingkungan
Tenaga osmotik PRO diklaim memiliki dampak lingkungan yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan metode pembangkit listrik lainnya. Hal itu disebabkan PRO merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan zero emission. Selain itu, air payau yang dihasilkan dari apilkasi PRO ini mirip dengan air yang ada dalam pertemuan antara air sungai dan air laut di alam. Namun tetap saja aplikasi PRO ini merupakan teknologi baru yang masih belum sempurna sehinga masih diperlukan studi menyeluruh dari pengembangan teknologi ini yang memungkinkan dapat mempengaruhi lingkungan (Mora, 2015). Jika dilihat dari persfektif lingkungan, PRO memiliki keuntungan yaitu bebas CO2 dan merupakan teknologi terbarukan, memiliki dampak lingkungan yang tidak terlalu signifikan, area instalasi power plant yang efisien, serta tidak menimbulkan emisi yang berbahaya. 6.
Kesimpulan
Pressure Retarded Osmosis atau PRO merupakan salahsatu teknologi alternatif
terbarukan pengganti energi fosil yang masih komersil saat ini. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas lautan yang lebih besar dibanding luas daratannya sehingga sangatlah cocok untuk menerapkan teknologi ini. Pengembangan penelitian membran untuk PRO sangatlah penting karena membran merupakan kunci utama dalam mendapatkan kinerja PRO yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA Achili, A., Catch, T. Y., dan Childress, A. E., Power Generation with Pressure Retarded Osmosis: An experimental and theoretical investigation, Journal of Membrane science 343 (2009) 43-45 Akram, W. Sharqawy, M. H., dan Lienhard, J. H., Energy Utilizaton of Brine from an MSF Desalination Plant by Pressure Retarded Osmosis, IDWC/TIANI13-316 Alsvik, I. L. dan Hagg, M. B., Pressure Retarded Osmosis and Forward Osmosis Membranes:Materials and Methods, Polymers 2013, 5, 303-327 Anonim, (2015), Osmotic Power, [online], Tersedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Osmotic_po wer, diakses 30 November 2015 Census, U.S. and World Population Clock, available:http://www.census.gov/popclock /, diakses 25 November 2015 Childress, A. E., Advanced Membrane Systems for Contaminant and Energy Challenges, NWRI Clark Prize, 2013 Helfer, F., Lemckert, C., dan Anissimov, Y. G., Osmotic Power with Pressure Retarded Osmosis: Theory , Performance
9
Al-Aziz, H. R. M. T., Pembangkitan Energi Dari Air Menggunakan Pressure Retarded Osmosis, 2015, 1-10
and Trends – a Review, University, Australia, 2015
Griffith
Jones A. T. dan Finley, W., Recent Development in Salinity Gradien Power, Doherty Lecture, 2001, 2284-2287 Kim, J. Lee, J. dan Kim, J.H. Overview of Pressure-retarded Osmosis (PRO) process and Hybrid Application to Sea Water Reverse Osmosis Process, Desalination Publication, 2012
Wang, X., Huang, Z., Li, L., Huang, S., Yu , E. H. dan Scott, K., Energy Generation from Osmotic Pressure Difference Between the Low and High Salinity Water by Pressure Retarded Osmosis, Journal of Technology Innovations in Renewble Energy, 2012, 1, 122-130 Wick, G.L., dan Isaacs, J. D., Salt domes: is there more energy available from their salt than 1471 from their oil? Science, 199 (1978), 1436-1437.
Kleiterp, R., The Feasibility of a Commercial Osmotic Power Plant, tesis, Department of Hydraulic Engineering, Delft University of Technology, Delft, 2012 Mora, D.A. dan Rijck, A., Blue Energy Salinity Gradient Power for Practice, GSDR 2015 Brief, 2015 Sabah, M., Atwan, A. F., Mahood, H. B., dan Sharif, A., Power Generation Based on Pressure Retarded Osmosis: a Design and an Optimisation Study, International Journal of Application or Innovation in enggineering & Management, vol 2, 2013 Sharif, A O., Merdaw, A.A., Sanduk, M. I., Al-aibi, S. M. dan Rahal Z, The Potential of Chemical-Osmotic Energy fot Renewable Power Generation, World Renewable Energy Congress, 2011 William, A.(2015) osmotis , [online]. Tersedia:Norway's Osmotic Power A Salty Solution to the World's Energy Needs?http://www.waterworld.com/article s/wwi/print/volume-28/issue-2/regional-s spotlight-europe/norway-s-osmoticpower-a-salty.html, UNFPA, (2014), World Population Trends: Overview, [online], Tersedia: http://www.unfpa.org/world-populationtrends, [14 Juni 2015]
10