AKURASI DIMENSI PRODUK PROSES MATERIAL DEPOSITION INDIRECT SINTERING (MD-Is) VARIASI UKURAN PARTIKEL SERBUK PENYANGGA
Mohammad Nurhilal1), Susilo Adi Widyanto2), Sri Nugroho3) 1)
2)
3)
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Cilacap Jl. Dr. Sutomo No.1 Sidakaya, Cilacap email:
[email protected] Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang email:
[email protected] Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang Email:
[email protected]
INTISARI Penelitian dan pengembangan pembuatan produk proses material deposition indirect sintering (MD-Is) masih terus dilakukan untuk menghasilkan metode-metode baru dalam proses pembuatan produk. Dalam kenyataannya, metode MMD-Is dapat dimodifikasi, baik dari segi material maupun konstruksi mesinnya. Dari segi material, metode ini dapat membuat produk dengan MD-Is (single material). Sedangkan modifikasi konstruksi mesin MMD-Is yaitu dengan cara merubah rancangan konstruksi mesin. Tujuan utama penelitian ini adalah pembuatan produk proses MD-Is berbahan serbuk tembaga. Metode penelitian meliputi persiapan serbuk produk 63 μm, pembuatan dan sieving serbuk penyangga ukuran partikel 75-100 μm dan 100-50 μm. Pengujian mampu alir serbuk produk dan serbuk penyangga. Pengujian lintasan deposisi terhadap serbuk produk. Percobaan pembuatan produk, dan analisa produk. Hasil penelitian variasi jarak ulir pengumpan dengan lubang nosel = 0,5 mm, harga nsf = 211 rpm, pada perbandingan D/d = 1,5 mm menghasilkan aliran yang kontinyu. Ukuran partikel serbuk penyangga 100-150 μm menghasilkan mampu alir lebih tinggi dengan proses pendeposisian sebanyak 5 kali. Deposition gap = 2 mm pada feeding speed = 5 mm/menit menghasilkan lebar penampang = 1,5 dan tinggi penampang lintasan = 0,60 mm. Variasi scanning gap = 1 mm menghasilkan jarak antar garis/lintasan satu terhadap lainnya lebih kecil dibanding scanning gap = 1,5 mm. Besarnya penyusutan volume dimensi produk sinter ukuran partikel serbuk penyangga 75 – 100 μm = 36 %. Ukuran partikel serbuk penyangga 75-100 μm menghasilkan akurasi dimensi tertinggi. Kata kunci: MD-Is, Build part, Mampu alir, parameter deposisi, Hasil produk
1.
PENDAHULUAN
Perkembangan pembuatan produk metode rapid prototyping (RP) dewasa ini telah banyak mengalami kemajuan, hal ini dibuktikan dengan munculnya teknologi layer manufacturing (LM). Teknologi LM secara singkat merupakan proses pembuatan produk yang dikerjakan secara lapis demi lapis, dimana material ditambahkan ke dalam lapisan berturut-turut sampai terbentuk produk yang diinginkan. Salah satu teknologi RP yang terus dikembangkan saat ini adalah mesin Multi Material Deposition Indirect Sintering (MMD-Is).
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
1
Gambar 1. Konstruksi mesin MMD-Is (Widyanto dkk, 2008). Mesin MMD-Is terdiri dari dua sub-sistem yaitu: a) mekanisme hardware untuk sistem pendeposisian material serbuk, dan b) perangkat lunak (software) sistem komputer pengolahan data masukan menjadi proses pengirisan kontur kompleks, serta untuk merencanakan multi-toolpaths yang mengontrol mekanisme pendeposisian . Program perangkat lunak dalam rangkaian mesin MMD-Is ini menampilkan menu sistem deposisi multi material untuk operasi pembentukan lintasan deposisi serbuk. Program komputer tersebut memiliki kode yang menggambarkan status pergerakan program dan status mesin dalam aplikasi MMD-Is. Proses operasi pembentukan lintasan deposisi dengan jalan memasukan data gerakan lintasan nosel dalam koordinat X dan Z. Panjang lintasan gerakan nosel sesuai dengan data masukan pada program komputer. Selain pengaturan arah gerakan lintasan, program ini juga dapat mengatur kecepatan gerakan lintasan deposisi (feeding speed). Pengaturan kecepatan lintasan deposisi ini dengan cara memasukan data kecepatan lintasan yang dikehendaki pada menu tampilan komputer sistem deposisi multi material.
Gambar 2. Tampilan program komputer sistem operasi mesin MMD-Is
(Widyanto, 2008).
Teknik yang digunakan dalam pembuatan produk adalah dengan mekanisme pendeposisian serbuk, sehingga dari proses pendeposisian serbuk akan membentuk lintasan berupa garis. Proses pendeposisian serbuk ditujukan untuk mengatur serbuk dalam formasi tertentu lapisan demi lapisan. Disisi lain, proses deposisi serbuk juga ditujukan untuk mengatur serbuk masuk ke dalam build part dengan mengatur ketebalan tertentu. Metode pendeposisian serbuk proses MD-Is terbagi dalam metode deposisi serbuk produk dan deposisi serbuk penyangga.
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
2
Gambar 3. Metode deposisi ulir pengumpan hoper nosel (Widyanto dkk, 2005). Metode pendeposisian serbuk penyangga mesin MMD-Is menggunakan slot pengumpan-rol putaran balik. Metode ini dipandang dapat mempersingkat waktu proses pendeposisian serbuk, karena metode ini hanya memfungsikan gerakan slot pengumpan. Ketika proses pendeposisian berlangsung, dorongan serbuk penyangga oleh counter rolling ke serbuk produk terdeposisi dapat menyebabkan terjadinya pergeseran posisi serbuk produk. Maka, hal ini sangat diperlukan pengaturan pendeposisian untuk meminimalkan perubahan dimensi part.
Gambar 4. Konstruksi slot pengumpan-rol putaran balik (Widyanto dkk, 2007). Tujuan utama penelitian ini adalah mengukur tingkat akurasi dimensi produk proses MD-Is, maka dalam proses MD-Is tersebut perlu mengukur parameter mampu alir serbuk produk dan serbuk penyangga, menguji lintasan deposisi dengan variasi deposition gap dan feeding speed, menguji variasi scanning gap agar dihasilkan jarak antar garis/lintasan satu dengan lainnya kecil, dan percobaan pembuatan produk MD-Is dari serbuk Cu dengan memvariasikan ukuran partikel serbuk penyangga terhadap akurasi dimensi produk.
2.
METODE PENELITIAN
Material serbuk tembaga yang digunakan daalam proses MD-Is jenis pro-analysis produksi Merck KGaA Darmstad Jerman dengan ukuran partikel serbuk < 63 μm. Geram besi cor yang digunakan sebagai material serbuk penyangga diperoleh dari limbah proses pemesinan produk pemesinan. Geram besi cor ditumbuk sampai halus kemudian dilakukan pengayakan (sieving) dengan ukuran ayakan 100, 150, dan ukuran 200 mesh, sehingga dihasilkan ukuran partikel serbuk 100-75 μm, dan 150-100 μm
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
3
Gambar 5. Foto observasi bentuk dan ukuran partikel serbuk tembaga..
(a)
(b)
Gambar 6. Foto observasi bentuk dan ukuran partikel serbuk besi cor (a)150-100 µm (c)75-100 µm. Pengujian mampu alir serbuk produk dengan memvariasikan perbandingan diameter nosel (D) = 1,25 dan 1,5 mm dan diameter ulir pengumpan = 0,8 mm. Variasi jarak ulir pengumpan dengan nosel dalam pengujian mampu alir ini adalah -0,5 mm (posisi ulir di dalam nosel), jarak ulir pengumpan dengan nosel = permukaan ujung nosel, dan variasi jarak 0,5 mm. Variasi putaran ulir pengumpan (nsf) = 146, 188 dan 211 rpm. Pengambilan data aliran serbuk yang keluar dari hoper nosel diamati dari masing-masing sampling waktu per-menit, yaitu pada rentang menit ke- 1, 3, 6, 12, 20 dan menit ke- 30. Pengujian mampu alir serbuk penyangga dengan variasi ukuran partikel serbuk 100-75 μm, dan 150-100 μm. Untuk menyatakan laju aliran serbuk penyangga yang lebih tinggi, maka dapat dilihat dari berapa kali proses pendeposisian serbuk penyangga untuk mencapai ketebalan lapisan 10 mm dalam silinder build part. Pengujian lintasan deposisi dilakukan terhadap serbuk produk dengan memvariasikan parameter deposition gap = 1,5; 2; 2,25 dan 2,5 mm, serta harga feeding speed 10, 8, 7, 5, 3 dan 2 mm/menit. Uji coba pembuatan produk dengan memvariasikan harga scanning gap. Untuk menghasilkan jarak antar garis/lintasan deposisi satu terhadap lainnya dengan tingkat kerapatan yang kecil, maka scanning gap dibuat sekecil mungkin. Dalam pengujian ini, harga scanning gap yang divariasikan adalah 1 mm dan 1,5 mm. Pembuatan produk proses MD-Is dalam penelitian ini dengan memvariasikan ukuran partikel serbuk penyangga. Pengujian dilakukan dengan menggunakan satu build part untuk satu variasi ukuran partikel serbuk penyangga, untuk itu digunakan 2 buah build part. Spesimen produk penelitian berbentuk balok empat persegi panjang dengan ukuran 40 x 15 x 5 mm. Proses sintering dilakukan dalam tungku hofmann dengan seting temperatur 900 oC. Setelah mencapai temperatur 900 oC, kemudian ditahan selama 240 menit. Analisa hasil produk setelah dilakukan proses sinter dengan cara spesimen dibersihkan dengan kuas cat untuk melepaskan serpihan serbuk penyangga dari permukaan produk. Untuk mengetahui dimensi spesimen produk kedua ukuran partikel serbuk penyangga dengan cara mengukur besarnya penyusutan, kemudian dihitung menggunakan rumus: − % = × 100% Keterangan:
Vo = Volume awal spesimen (mm)
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
4
Va = Volume spesimen jadi (mm) 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Mampu Alir Serbuk Produk 3.1.1 Variasi perbandingan D/d Variasi perbandingan D/d = 1,25 mm menghasilkan luasan lubang nosel menjadi kecil, sehingga gaya kontak partikel satu dengan lainnya dan terhadap dinding nosel meningkat, hal ini mengakibatkan aliran serbuk yang keluar cenderung meningkat. Penurunan aliran yang tidak teratur yang terjadi pada menit pertama dapat disebabkan oleh serbuk yang digunakan dalam pengujian ini memiliki partikel bentuk acak, sehingga membutuhkan kondisi/syarat pengaturan agar serbuk dapat mengalir. Jaeger dkk (1996) menyatakan, penghalang geometris merupakan parameter penting dalam proses pengaturan (pemadatan dan pengaliran) serbuk. Variasi perbandingan D/d = 1,5 mm (diameter nosel diperbesar) menyebabkan luasan lubang nosel menjadi besar, sehingga mengakibatkan gerakan partikel didalam hoper menggelinding satu terhadap lainnya karena pengaruh gaya gravitasi. Dalam hal ini, Castellanos (2005) menyatakan, bahwa luasan efektif lubang terlalu besar maka pada kondisi ini pola aliran serbuk sudah didominasi oleh gaya gravitasi dengan gaya kontak antar partikel jauh lebih kecil dibandingkan berat serbuk.
Aliran serbuk (g/menit)
0,3
Perbandingan D/d = 1,25 mm Perbandingan D/d = 1,5 mm
0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0
Gambar 7.
10
20
Waktu sampling (menit ke-)
30
40
Mampu alir serbuk dengan variasi perbandingan diameter nosel dengan ulir pengumpan (Jarak ulir pengumpan dengan nosel = 0,75 mm, sudut hoper nosel adalah 30o, dan nsf = 211 rpm).
3.1.2 Variasi jarak ulir pengumpan dengan nosel Hasil pengujian mampu alir variasi jarak ulir pengumpan dengan nosel = -0,5 (ulir pengumpan didalam nosel) menghasilkan laju aliran cenderung rendah. Pada kondisi ini, ujung ulir pengumpan berputar di dalam hoper, sehingga mengakibatkan penumpukan serbuk dipermukaan lubang nosel. Aliran serbuk lebih didominasi oleh gerakan partikel menggelinding satu terhadap lainnya karena pengaruh gaya gravitasi, hal ini yang berakibat pada aliran yang keluar cenderung tidak teratur. Variasi jarak ulir pengumpan sama dengan permukaan ujung nosel merupakan puncak/titik penumpukan serbuk, maka adanya putaran ulir pengumpan memberikan dorongan serbuk mengalir. Penurunan aliran pada menit ke-12 ini disebabkan karena penurunan volume serbuk di dalam hoper. Berkurangnya volume serbuk dalam hoper menyebabkan penurunan masa angkut perputaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Bell dkk (2003), yang menyatakan bahwa laju aliran ulir pengumpan juga dipengaruhi oleh kondisi pengisian serbuk ke dalam hoper nosel. Jarak ulir pengumpan dengan nosel = 0,5 mm menghasilkan peningkatan kapasitas aliran yang keluar dari menit pertama hingga menit akhir cenderung kontinyu dan mengalami peningkatan. Peningkatan kapasitas aliran pada variasi jarak ini mampu memberikan tekanan partikel serbuk yang mengisi bidang helikoidal mangalir keluar.
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
5
Aliran serbuk (g/menit)
0,12 0,1 0,08 Jarak ulir pengumpan dengan nosel = -0.5 mm (di dalam nosel) Jarak ulir pengumpan dengan nosel = permukaan ujung nosel
0,06 0,04 0,02 0 0
Gambar 8.
5
10
15
20
Waktu sampling (menit ke-)
25
30
35
Mampu alir serbuk dengan variasi jarak ulir pengumpan dengan nosel (perbandingan D/d = 1,5 mm, sudut hoper nosel adalah 30o, nsf = 211rpm).
3.1.3 Variasi putaran ulir pengumpan Variasi nsf = 146 rpm menghasilkan aliran serbuk yang rendah. Penurunan aliran lebih disebabkan karena putaran ulir pengumpan yang rendah. Bortolamasi dkk (2001), menyatakan bahwa laju aliran volume bahan yang diangkut oleh ulir pengumpan bergantung pada beberapa faktor meliputi: geometri ulir, kecepatan putaran, inklinasi, geometri feed hoper dengan tabungnya dan mampu alir material. Variasi nsf = 188 rpm menunjukan hasil aliran tidak kontinyu. Penurunan laju aliran pada menit ke-12 sampai menit ke-30 disebabkan karena penyumbatan oleh faktor sudut hoper nosel. Chevoir dkk (2007), menjelasan faktor penyumbatan aliran partikel serbuk lebih diakibatkan oleh bentuk geometris dari hoper/lengkungan (sudut hoper), selain dari faktor bentuk butiran dan sifat kohesif material. Harga nsf = 211 rpm menghasilkan pola aliran yang bervariasi dari masing-masing waktu sampling. Penurunan aliran pada menit ke-6 disebabkan oleh faktor kemacetan yang disebabkan oleh sudut hoper.
Aliran serbuk (g/menit)
0,25
nsf = 146 nsf = 188
0,2 0,15 0,1 0,05 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu sampling (menit ke-)
Gambar 9.
Mampu alir serbuk dengan variasi putaran ulir pengumpan (D/d = 1,5 mm, sudut hoper nosel adalah 30o, jarak ulir pengumpan dengan nosel = 0,8 mm).
3.2 Mampu Alir Serbuk Penyangga Besarnya kapasitas aliran yang mengisi silinder build part pada ketebalan serbuk penyangga 10 mm yang digunakan untuk lapisan dasar dan lapisan penutup serbuk produk = 123,940 gram untuk ukuran partikel 75 -100 μm, dan 134,698 gram untuk ukuran partikel 100 -150 μm. pada arah gerakan X sebesar 1000 dihasilkan laju aliran = 10,854 gram untuk ukuran partikel 75 – 100 μm, hasil ini dapat diartikan bahwa untuk mengisi ketebalan lapisan dasar dalam silinder 10 mm dengan kapsitas serbuk = 123,940 gram maka slot pengumpan membutuhkan proses pendeposisian serbuk penyangga sebanyak 12 kali. Hasil yang berbeda ditunjukan pada ukuran partikel serbuk penyangga 100 – 150 μm, pada arah gerakan X sebesar 1000 dihasilkan aliran serbuk = 32,141 gram, dari hasil
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
6
Massa alir serbuk penyangga (gram)
aliran ini untuk mengisi ketebalan lapisan dasar dalam silinder 10 mm dengan kapsitas serbuk = 134,698 gram, maka slot pengumpan membutuhkan proses pendeposisian serbuk penyangga sebanyak 5 kali.
40.000 35.000
ukuran partikel serbuk penyangga 75-100 μm
30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 sample 1
sample 2
sample 3
sample 4
Sample serbuk
sample 5
sample 6
Gambar 10. Mampu alir serbuk penyangga ukuran partikel 75–100 μm dan 100–150 μm
3.3 Lintasan Deposisi 3.3.1 Lintasan deposisi variasi deposition gap 3.3.1.1
Deposition gap = 2,5; 2 dan 1,5 mm pada feeding speed 2 mm/menit Harga deposition gap = 1,5 mm menghasilkan penyempitan lebar penampang lintasan deposisi menjadi 2 mm. Peningkatan harga deposition gap = 2 mm menghasilkan lebar lintasan deposisi = 2,5 mm. Harga feeding speed yang kecil menghasilkan gerakan nosel menjadi lambat, sehingga aliran serbuk yang jatuh pada lintasan meningkat dan mengakibatkan bentuk penampang lintasan deposisi cenderung melebar. Apabila harga deposition gap terus ditingkatkan = 2,5 mm, maka lintasan deposisi menjadi melebar. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa pada kondisi normal, penampang lintasan deposisi membentuk segitiga sama kaki. Namun, apabila harga jarak deposisi terus ditingkatkan (meningkatkan energi potensial serbuk), lebar lintasan deposisi cenderung membesar. Hal ini disebabkan sudut alir serbuk ditentukan oleh sudut nosel dan oleh efek pantulan ketika serbuk jatuh pada bidang deposisi yang besarnya sebanding dengan energi potensial serbuk. Adapun tinggi penampang lintasan pada harga deposition gap = 2,5; 2; 1,5 mm dengan feeding speed yang kostan = 2 mm/menit adalah 1,10; 0,90; 0,80 mm.
Gambar 11. Penampang lintasan deposisi variasi harga deposition gap (a) 2,5 mm (b) 2 mm (c) 1,5 mm, pada feeding speed = 2 mm/menit.
3.3.1.2
Deposition gap = 2,5; 2 dan 1,5 mm pada feeding speed 5 mm/menit
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
7
Peningkatan feeding speed = 5 mm/menit memberikan hasil penampang lintasan deposisi yang berbeda dengan feeding speed = 2 mm/menit pada variasi deposition gap yang sama. Pada deposition gap = 2,5 mm menghasilkan lebar dan tinggi penampang lintasan deposisi sebesar 2,5 mm dan 0,85 mm. Ketika harga deposition gap diturunkan = 2 mm menghasilkan lebar penampang lintasan deposisi semakin kecil yaitu 1,5 mm dengan tinggi penampang 0,6 mm. Faktor feeding speed berkaitan dengan volume serbuk terdeposisi per-satuan panjang lintasan deposisi. Maka, peningkatan feeding speed mempercepat gerakan nosel pada saat proses pembentukan lintasan deposisi serbuk, sehingga memberikan pengaruh terhadap aliran serbuk yang keluar menjadi berkurang. Apabila harga deposition gap terus diturunkan = 1,5 mm pada feeding speed yang sama, maka cenderung menghasilkan bentuk lintasan deposisi yang tidak kontinyu, serbuk cenderung tidak merata dalam lintasan deposisi. Widyanto (2008), meneliti mengenai penentuan harga deposition gap. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa semakin besar harga deposition gap, maka serbuk cenderung menyebar, sehingga lintasan deposisi melebar. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika serbuk mengalir keluar dari hoper nosel, serbuk cenderung membentuk formasi segitiga sama kaki. Kemudian, ketika kondisi hoper nosel diam, partikel serbuk jatuh di lokasi yang sama satu dengan lainnya, sehingga terjadi penumpukan partikel. Namun, karena posisi penumpukan serbuk tersebut tidak stabil, maka gerakan partikel serbuk menggelinding bergeser kearah samping. Kondisi ini yang menghasilkan penampang lintasan deposisi cenderung melebar.
Gambar 12.
Penampang lintasan deposisi variasi harga deposition gap (a) 2,5 mm (b) 2 mm (c) 1,5 mm, pada feeding speed = 5 mm/menit.
3.3.2 Lintasan deposisi variasi feeding speed 3.3.2.1
Feeding speed = 2, 5 dan 8 mm/menit pada deposition gap = 1,5 mm Peningkatan feeding speed = 5 mm/menit pada deposition gap = 1,5 mm menghasilkan penyempitan lebar lintasan deposisi. Akan tetapi apabila feeding speed terus ditingkatkan yaitu = 8 mm/menit, maka lintasan deposisi bersifat tidak kontinyu, dan cenderung adanya kekosongan serbuk pada penampang lintasan deposisi yang ditandai oleh titik-titik putih (kertas milimiter) yang terlihat pada penampang lintasan deposisi. Tinggi penampang deposisi hasil pengukuran jangka sorong varisi feeding speed = 2; 5 dan 8 mm/menit, pada harga deposition gap yang konstan = 1,5 mm adalah 0,80; 0,85; 0,40 mm.
Gambar 13.
Penampang lintasan deposisi variasi feeding speed (a) 2 mm/menit (b) 5 mm/detik (c) 8 mm/detik, pada deposition gap = 1,5 mm.
3.3.2.2
Feeding speed 3, 7 dan 10 mm/menit pada deposition gap = 2,25 mm Variasi harga feeding speed = 7 mm/menit, menghasilkan lebar penampang lintasan deposisi semakin kecil, dibanding dengan feeding speed = 3 mm/menit. Akan tetapi, apabila harga feeding speed terus ditingkatkan yaitu = 10 mm/menit, maka menghasilkan lintasan deposisi bersifat tidak kontinyu (lebar penampang lintasan
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
8
deposisi tidak teratur). Tinggi penampang deposisi hasil pengukuran jangka sorong variasi feeding speed = 3; 7; 10 mm/menit pada deposition gap yang konstan = 2,25 mm adalah berturut-turut sebesar 0,75; 0,85; 0,45 mm.
Gambar 14.
Penampang lintasan deposisi variasi feeding speed (a) 3 mm/menit (b) 7 mm/menit (c) 10 mm/menit, pada deposition gap = 2,25 mm.
3.4 Variasi Scanning Gap Variasi scanning gap = 1 mm menghasilkan jarak antar penampang lintasan satu terhadap lainnya cenderung kecil/merapat. Hasil ini apabila diaplikasikan dalam proses pembuatan produk maka dapat memberi penjelasan bahwa ketika proses pengerolan mengakibatkan pergeseran puncak lintasan deposisi serbuk produk terjadi dalam jumlah banyak, yang menyebabkan pergeseran dimensi serbuk produk pada saat pengerolan relatif besar. Hasil ini, tidak ada serbuk penyangga yang terjebak diantara serbuk produk.
(a)
(b)
Gambar 15. (a) Variasi scanning gap =1 mm (b) Kondisi setelah pengerolan. Pengujian variasi scanning gap = 1,5 mm menghasilkan jarak lintasan deposisi antara satu terhadap lainnya terlihat tampak jelas melebar. Pada variasi Scanning gap ini menghasilkan jarak antara penampang lintasan satu terhadap lainnya terdapat ruang kosong dari masing-masing hasil lintasan, sehingga garis tiap-tiap lintasan terlihat tampak jelas dibanding dengan scanning gap = 1mm. Hasil pengujian variasi scanning gap = 1,5 mm. Hasil ini apabila diaplikasikan dalam proses pembuatan produk dapat memberi penjelasan bahwa ketika proses pengerolan mengakibatkan serbuk penyangga terjebak dalam jumlah besar, sehingga ikatan antar lintasan tidak terbentuk.
(a)
(b)
Gambar 16. (a) Variasi scanning gap = 1,5 mm (b) Kondisi setelah pengerolan.
3.5 Hasil Produk Proses MD-Is
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
9
Produk sinter kemudian dilakukan proses pembersihan serbuk penyangga yang menempel pada permukaan produk dan pengampelasan produk akibat pergeseran bentuk untuk memperbaiki geometri spesimen. Berdasarkan hasil pengukuran spesimen produk diketahui adanya penyusutan dimensi dari kedua spesimen produk, hal ini dikarenakan selama proses sinter ukuran partikel menyusut, kondisi selama penyusutan tersebut menentukan akurasi dimensi produk sinter. Besarnya volume penyusutan dapat dipengaruhi oleh densitas serbuk. Hambir dan Jog (2000), menyatakan untuk serbuk dengan densitas awal rendah (tekanan kerja rendah) akan menghasilkan produk dengan penyusutan yang lebih besar daripada serbuk dengan densitas awal tinggi. Hasil pengukuran produk variasi ukuran partikel serbuk penyangga 75 – 100 μm menunjukan bahwa volume (panjang lebar tebal) produk spesimen = 35124,6 mm, maka dari hasil perhitungan didapat besarnya penyusutan volume dimensi = 36 %, sedangkan volume produk spesimen ukuran partikel serbuk penyangga 100 – 150 μm = 3311,54,2 mm, maka besarnya penyusutan volume dimensi = 47 %.
(a)
(b)
(c) Gambar 17.
Ukuran dimensi (a) Panjang spesimen produk (b) Tebal spesimen produk (c) Lebar spesimen produk ukuran partikel serbuk penyangga 75 – 100 μm.
(a)
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
10
(b)
(c) Gambar 18.
4.
Ukuran dimensi (a) Panjang spesimen produk (b) Tebal spesimen produk (c) Lebar spesimen produk ukuran partikel serbuk penyangga 100 – 150 μm.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya sebagai berikut: a. Hasil pengujian mampu alir serbuk tembaga ukuran partikel 63 µm dapat disimpulkan bahwa variasi jarak ulir pengumpan dengan nosel = 0,5 mm, dan perbandingan D/d = 1,5 mm serta nsf = 211 rpm menghasilkan aliran yang kontinyu. b. Ukuran partikel serbuk penyangga 100 – 150 μm menghasilkan mampu alir lebih tinggi dibanding ukuran 75 – 100 μm. c. Variasi harga deposition gap = 2 mm dan feeding speed = 5 mm/menit pada pengujian lintasan deposisi menghasilkan lebar penampang lintasan deposisi = 1,5 mm dan tinggi penampang = 0,60 mm. d. Variasi scanning gap = 1 mm menghasilkan jarak antara penampang lintasan deposisi satu dengan lainnya cenderung merapat, sehingga tidak ada serbuk penyangga yang terjebak diantara lintasan deposisi. Sedangkan scanning gap = 1,5 mm, jarak antara penampang lintasan deposisi satu dengan lainnya melebar, sehingga serbuk penyangga terjebak dalam jumlah besar, maka ikatan antar lintasan tidak terbentuk. e. Besarnya penyusutan volume dimensi ukuran partikel serbuk penyangga 75 – 100 μm = 36 %, sedangkan besarnya penyusutan volume dimensi ukuran partikel serbuk penyangga 100 – 150 μm = 47 %. Ukuran partikel serbuk penyangga 75-100 μm menghasilkan Akurasi dimensi tertinggi.
Daftar Pustaka ASM International., (1990), ”ASM Properties and Selection: Irons, Steels, and High Performance Alloys vol.1 Bell, T.A., Couch, S.W, and Krieger, T.L, (2003), “Screw Feeders: A Guide to Selection and Use”, CEP Magazine, 44-51 Bortolamasi, M, and Fottner, J., (2001), “Design and Sizing of Screw feeders”, Paper of International Congress for Particle Technology, Nuremberg, Germany Castellanos, A., (2005), “The Relationship Between Attractive Interparticle Forces and Bulk Behaviour in Dry and Uncharged Fine Powders” Vol. 54, No. 4, 263–376, Taylor & Francis Chevoir, F., Gaulard, F., Roussel, N, (2007), “Flow and Jamming of Granular Mixtures Through Obstacles”, 79, 14001, Journal Exploring the Frontiers of Physics
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
11
Hambir, S., Jog, J.P., (2000), “Sintering of Ultra High molecular weight Polyethylene”. Bull. Mater. Sci. vol.23, No.3, pp. 221-226 Jaeger, H.M., Nagel, S.R., and Behringer, R.P. (1996), “Granular Solids, Liquids, and Gases” Rev,Mod. Phys, Vol. 68, pp. 1259 Widyanto, S.A., Tontowi, A.E., Jamasri., dan Rochardjo, H.S.B., (2005), “Development of Low Frequency Vibration Method of Direct-Write Deposition Relevant to Layer Manufacturing Application,” Makara, Vol. 9, No. 2, pp. 53-5 Widyanto, S.A., Tontowi, A.E., Jamasri., dan Rochardjo, H.S.B., (2005), “Development of Screw Feeder Hoper Nozzle of Direct- Write Deposition Applicable to Layer Manufacturing Process,” Forum Teknik, Vol. 29, No. 3, pp. 207-10 Widyanto, S.A., Tontowi, A.E., Jamasri. dan Rochardjo, H.S.B., (2007), “Direct-Write Filament Deposition Applicable to Layer Manufacturing Process” Makara-Seri Teknologi, Universitas Indonesia Widyanto, S.A., (2008), “Pengembangan Proses Multi Material Indirect Sintering (MMD-Is)”, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Widyanto, S.A., (2008), “Proses-Proses RP dan Pengembangannya”, Bab 3 dalam Proses Sinter – Deposisi Multi Material (MMD-Is)
Jurnal INFOTEKMESIN Volume 7 Edisi Januari 2014
12