1
Studi Rancang Bangun Microwave Batch Furnace Untuk Proses Ekstraksi Kalkopirit Dengan Variasi Ukuran Partikel Rendy Adriyant dan Sungging Pintowantoro Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia E-mail:
[email protected] menggunakan proses pyrometallurgy dan hydrometallurgy. Pyrometallurgy memiliki kelemahan seperti biaya operasional tinggi dan polusi yang berbahaya bagi lingkungan. Hydrometallurgy memiliki kelemahan seperti tidak semua mineral dapat diproses melalui metode ini dan waktu pelarutannya memerlukan waktu yang lama. Sehingga diperlukan suatu alternatif proses yang lebih efisien dan ramah terhadap lingkungan. Salah satu metode pengekstraksi adalah dengan menggunakan gelombang mikro. Gelombang mikro merupakan energi elektromagnetik dengan medan listrik dan magnetik yang saling terkait. Frekuensi gelombang mikro yaitu antara 300 MHz-300 GHz serta mempunyai panjang gelombang dari 1300 mm [6]. Pemanasan menggunakan gelombang mikro memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pemanasan konvensional, diantaranya yaitu: pemanasan tidak kontak langsung dengan material, tidak mentransfer panas tetapi transfer energi, proses pemanasan sangat cepat, dan pengoperasian yang mudah, serta keamanan yang cukup tinggi [9]. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi tembaga dengan menggunakan gelombang mikro ini salah satunya daya dan ukuran partikel. Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi Kata Kunci : rancang bangun,kalkopirit, gelombang proses reduksi selain bahan bakar,temperatur reduksi,jenis mikro, ukuran partikel. dan kadar reduktor. Ukuran partikel juga sangat penting walaupun tidak terlalu konsisten dalam faktor pemanasan material granular[7]. Semakin kecil ukuran partikel,maka I. PENDAHULUAN kandungan unsur pada mineral pada bijih meningkat dan ndonesia merupakan negara dengan wilayah yang sangat kandungan pengotor menurun luas dengan sumber daya alam yang melimpah. . Hal itu Reaksi yang terjadi pada proses ekstraksi dengan metode didasarkan pada letak Indonesia yang berada tepat digaris pyrometallurgy dapat dilihat pada persamaan dibawah ini khatulistiwa sehingga menyebabkan Indonesia memiliki [5] : iklim tropis dan hal itu juga yang berpengaruh terhadap suburnya alam Indonesia. Secara geologis, Indonesia 2CuFeS + 13/4 O Cu S. 1/2 FeS + 3/2 FeO + 5/2 SO 2 2 2 2 berada pada pertemuan tiga lempeng yang mana itu semua ∆Ho = -450 MJ/Kg Mol CuFeS (1) 2 memungkinkan munculnya deretan gunung api yang secara 2FeO + SiO 2FeO.SiO2 2 otomatis akan mendukung pertumbuhan tanaman dan kaya ∆Ho = -36,233 MJ/Kg Mol FeO (2) akan barang tambang galian sehingga memiliki peran 2 FeS + 3O + SiO 2 FeO.SiO + 2 SO 2 2 2 2 penting pada ketersediaan sember daya mineral dunia. Di ∆Ho = -240 MJ/Kg Mol FeS (3) Indonesia, kita mengenal beberapa perusahaan tambang Cu + O2 2Cu + SO2 2S tembaga milik asing diantaranya Freeport yang ada di ∆Ho = 36,6 MJ/Kg Mol Cu2S (4) Timika, Papua dan Newmont yang ada di Batu Hijau, NTB. Di perusahaan tersebut, biji tembaga sulfida diolah menjadi CuFeS2 + 1/2 SiO2 + 5/2 O2 Cu + FeO.1/2SiO2 + konsentrat tembaga (berbentuk seperti pasir dan berwarna 2 SO2 ∆Ho = -254.816 MJ/Kg Mol (5) sehitam batu bara) melalui proses smelting (peleburan). . Pabrik pengolahan biji tembaga (peleburan) dapat kita temui di Smelting yang ada di Gresik, Jawa Timur. Pengolahan mineral yang telah ada biasanya
Abstrak— Kalkopirit merupakan salah satu bijih tembaga yang paling banyak keberadaannya. Dengan adanya proses ekstraksi pada kalkopirit yang cepat serta ramah lingkungan maka sumber daya alam dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme proses interaksi antara gelombang mikro dengan kalkopirit pada rancang bangun microwave batch furnace dan mengetahui korelasi antara ukuran partikel dengan hasil ekstraksi kalkopirit pada rancang bangun microwave batch furnace. Dalam penelitian ini digunakan kalkopirit,pasir silika dan grafit. Variabel ekstraksi menggunakan microwave batch furnace pada masing-masing ukuran partikel 38µm, 50 µm, 80 µm, 112 µm dan 140 µm. Dari hasil penelitian terlihat bahwa kadar Cu pada kalkopirit dapat meningkat dengan semakin halusnya ukuran partikel yang digunakan. Pada input daya 4000 Watt dengan lama penyinaran 90 menit dengan ukuran partikel 140 µm, 112 µm, 80 µm, 50 µm dan 38µm didapatkan kadar Cu sebesar 24, 30,85, 39,12,42,5 dan 59,6%.
I
2 II. URAIAN PENELITIAN A. Material Material yang digunakan adalah kalkopirit yang berasal dari PT. Smelting Gresik. Kalkopirit yang digunakan mengandung CuFeS2 dengan kadar Cu sebesar 21,17%. Pasir silika yang digunakan memiliki komposisi SiO2 dengan kandungan Si 85,2%. Reduktor yang digunakan adalah berupa grafit dengan kadar fix carbon sebesar 40,79%. Ketiga bahan dihaluskan dengan ukuran partikel sebesar 38 µm, 50 µm, 80 µm, 112 µm dan 140 µm kemudian dicampur dengan komposisi masing-masing 180,5 gram kalkopirit,29,6 gram pasir silika dan 11,9 gram grafit yang diperoleh dari perbandingan 15,28 : 2,50 : 1, sehingga massa total sampel sebesar 222 gram. B. Metode Penelitian Dalam rancang bangun microwave batch furncae digunakan plat baja dan batu tahan api yang terdiri dari bagian atas dan bawah. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam pembuatan microwave batch furnace. Lalu digunakan plat aluminium sebagai lapisan yang paling dalam setelah plat baja dan batu tahan api. Untuk plat baja dan batu tahan api dibuat lubang kecil masing-masing dua buah pada bagian atas dan bawah serta satu lubang besar sebagai pintu. Batu tahan api berfungsi sebagai isolator panas. Lalu pada plat aluminium dibuat empat buah lubang kecil dan satu lubang besar. Fungsi lubang kecil sebagai tempat meletakan magnetron yang telah dipasang antena. Plat aluminium bersifat konduktor (memantulkan gelombang mikro) berfungsi menjaga panas yang dihasilkan gelombang mikro tetap didalam. Plat alumunium disisipkan ke dalam batu tahan api bagian bawah kemudian ditutup dengan batu tahan api bagian atas dimana plat aluminium sebagai lapisan paling dalam. Plat baja diletakan pada lapisan paling luar dari batutahan api dan plat aluminium kemudian bagian atas dan bawah plat baja dilas. Lalu dilakukan pemasangan pintu dan magnetron yang telah dipasang antena.
Gambar 2. Rancang Bangun Microwave Batch Furnace Setelah pembuatan microwave batch furnace,material yang digunakan ditimbang sesuai perbandingan yang digunakan yaitu sebanyak 222 gram. Bahan baku tersebut dibuat sebanyak lima komposisi yang sama, untuk masingmasing ukuran partikel. Kemudian bahan baku dimasukkan ke dalam crucible sebelum dimasukkan ke dalam microwave batch furnace untuk diradiasi gelombang mikro. Dimana pada proses reduksi ini, furnace yang digunakan merupakan microwave batch furnace hasil rancangan yang dibuat sendiri. Selanjutnya setiap bahan baku diradiasikan dengan gelombang mikro dengan daya 4000 watt dan variasi ukuran partikel 38 µm, 50 µm, 80 µm, 112 µm dan 140 µm . Setiap akhir proses radiasi gelombang mikro selesai, temperatur dari komposisi bahan diukur dengan menggunakan thermometer infrared, sehingga akan diperoleh data temperatur akhir proses untuk kelima sampel hasil ekstraksi. Kemudian kelima sampel tersebut diuji dengan pengujian XRD dan XRF. Uji XRF (X-Ray Fluorescence) digunakan untuk memperoleh data kualitatif berupa jenis unsur yang terkadung di dalam sampel dan data kuantitatif untuk menentukan kadar unsur tersebut di dalam sampel. Uji XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui kandungan senyawa yang ada pada setiap ukuran partikel sampel III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kalkopirit yang diperoleh dari PT. Smelting Gresik sebelum dilakukan radiasi gelombang mikro, terlebih dahulu dilakukan karakterisasi awal. Karakterisasi awal ini bertujuan untuk mengetahui spesifikasi awal agar nantinya dapat dibandingkan dengan yang telah dilakukan radiasi gelombang mikro dengan variasi ukuran partikel. Pada karakterisasi awal ini dilakukan uji X-Ray Fluorescene dan X-Ray Diffraction,sehingga diperoleh data sebagai berikut.
Gambar 1. Dimensi Microwave Batch Furnace
Tabel 1. Presentase Komposisi pada Kalkopirit Compound
wt (%)
Compound
wt (%)
Cu
21.17
Cd
0.002
Pb
0.114
Bi
0.006
3 Zn
0.59
Cl
0.024
Fe
25.13
Co
0.008
Al2O3
2.66
Sb
0.002
CaO
1.15
Te
0.002
MgO
0.77
Sn
0.59
S
30.85
Ni
0.002
As
0.036
Au
13 ppm
SiO2
11.34
Ag
56 ppm
Se
0.02
Hg
0.5 ppm
Dari uji XRF diketahui bahwa sampel yang diperoleh dari PT. Smelting Gresik memiliki kadar Cu 21,17 %, Fe 25,13 % dan Sulfur 30,85 %.
Gambar 3 Hasil Uji XRD Kalkopirit Dari hasil pengujian XRD untuk karakterisasi awal sebelum di radiasi,diketahui bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua fasa yaitu fasa ( CuFeS2) dan fasa pyrite (FeS) B. Hubungan Ukuran Partikel Terhadap Temperatur Akhir Radiasi Gelombang Mikro
Gambar. 4. Hubungan Ukuran Partikel Terhadap Temperatur Akhir Radiasi Gelombang Mikro
Pada gambar 4 dapat dilihat hubungan antara ukuran partikel dengan temperatur yang terukur pada akhir proses radiasi gelombang mikro dengan microwave batch furnace.. Pada grafik terlihat bahwa semakin besar ukuran partikel sampel yang digunakan maka semakin rendah temperatur yang terukur pada akhir proses radiasi dengan microwave batch furnace.Hal ini menunjukkan bahwa ukuran partikel mempengaruhi proses pemanasan menggunakan microwave batch furnace. Semakin keci ukuran partikel,semakin cepat proses pemanasan[7].
C. HASIL PENGUJIAN XRF (X-RAY FLOURESCENSE) SETELAH RADIASI GELOMBANG MIKRO Sampel hasil reduksi dengan berat total komposisi kalkopirit,pasir silika dan grafit sebanyak 180,5 gram,29,6 gram dan 11,9 gram serta daya 4000 watt dengan lama waktu radiasi gelombang mikro selama 90 menit setelah dilakukan uji XRF menghasilkan data seperti pada Tabel 1. Tabel.2. Hasil Uji XRF pada ukuran partikel 38 µm, 50 µm, 80 µm, 112 µm dan 140 µm
Unsur (% weight) Ukuran Partikel (µm) Cu S Fe Si Al 38 µm 59.6 0.2 22.6 3.5 7.5 50 µm 42.5 5.2 24.2 8.43 3.1 80 µm 39.12 2.1 29.3 11.9 2.1 112 µm 30.85 3.9 30.6 13.8 2.8 140 µm 24 2.3 32.7 15 2.3 Pada Tabel 2 terlihat adanya peningkatan kadar Cu yang terjadi pada seluruh sampel hasil penyinaran gelombang mikro pada ukuran partikel yang kasar sampai yang halus, 140 µm, 112 µm,80 µm,50 µm,dan 38 µm dengan waktu radiasi 90 menit. Kadar Cu sebelum penyinaran gelombang mikro adalah 21.17% kemudian kadar Cu meningkat pada penyinaran dengan ukuran partikel 140 µm menjadi sebesar 24 %. Peningkatan kadar Cu terus terjadi pada penyinaran dengan daya ukuran partikel yang lebih kecil. Pada penyinaran dengan menggunakan ukuran partikel 112 µm kadar Cu meningkat menjadi 30.85%. Kadar Cu juga meningkat pada penyinaran dengan ukuran partikel 80 µm dan 50 µm yaitu sebesar 39.12% dan 42.5%. Pada ukuran partikel yang paling halus yaitu 38 µm,kadar Cu meningkat menjadi 59.6 % Meningkatnya kadar Cu juga disertai dengan perubahan kadar unsur yang lain yang berpengaruh terhadap perubahan kadar Cu, unsur-unsur tersebut antara lain Fe, S, Si, dan Al. Pada radiasi dengan menggunakan ukuran partikel 38 µm, terdapat unsur yang memiliki kandungan yang cukup tinggi, antara lain Fe sebesar 22.6 % sulfur sebesar 0.2 %, silica sebesar 3.5% dan alumunium sebesar 7.5%. Pada radiasi dengan ukuran 50 µm kandungan unsur Fe meningkat menjadi 24.2 %, kandungan sulfur menjadi 5.2%, kandungan silica dan alumunium adalah 11.9% dan 3.1%. Pada radiasi dengan ukuran 80 µm kandungan unsur Fe meningkat menjadi 29.3%, kandungan sulfur dan silika masing-masing sebanyak 2.1% dan 8.43%. Pada radiasi dengan ukuran 112 µm kandungan unsur Fe meningkat menjadi 30.6% ,kandungan sulfur dan silika memasingmasing sebanyak 3.9% dan 13.8%. Pada radiasi dengan ukuran 140 µm kandungan unsur Fe semakin meningkat menjadi 32,7%,sedangkan kandungan unsur siika dan sulfur menjadi 2.3% dan 15.0%. Peningkatan kadar Cu tersebut disebabkan jumlah Cu2S yang terbentuk semakin meningkat. Peningkatan jumlah Cu2S dikarenakan temperatur yang dicapai pada proses penyinaran yang semakin mendekati temperatur melting. Makin naiknya kadar Cu berarti slag yang dihasilkan semakin menurun. Dapat dilihat pada tabel 2 kandungan pengotor Fe dan Si semakin menurun. Sehingga dapat disimpulkan dengan
4 semakin halusnya ukuran partikel maka kadar Cu yang dihasilkan juga meningkat dan pengotor yang dihasilkan menurun. D. Hasil Pengujian XRD (X-Ray Diffraction) Setelah Radiasi Gelombang Mikro Pada gambar 5 dapat dilihat perbandingan pada grafik XRD dimana puncak-puncak yang terbentuk dengan ukuran partikel 38 µm, 50 µm, 80 µm, 112 µm dan 140 µm dengan daya 4000W dan lama radiasi 90 menit sedikit mengalami perbedaan.. Pada ukuran partikel 38 µm peak yang tertinggi berada pada sudut 2θ 26,80°. Peak tersebut menandakan terbentuknya SiO2. Ini berarti masih banyaknya slag yang menempel pada Cu maupun Cu2S
Gambar 5. Hasil Uji XRD
Pada ukuran partikel 38 µm dengan daya 4000 W dan lama radiasi 90 menit memperlihatkan bahwa peak tertinggi dari hasil XRD merupakan SiO2 sesuai dengan data PCPDFWIN No. 38-0360. Pada ukuran ini tidak hanya SiO2 saja yang terbentuk. Cu sudah mulai terbentuk,ini menunjukkan bahwa kalkopirit sudah mencapai titik lelehnya dan menunjukkan bahwa kalkopirit dapat menyerap gelombang mikro dan mengubahnya menjadi energi panas. Cu yang terbentuk masih lebih sedikit dibandingkan dengan silika. Cu terbentuk pada peak dengan sudut 2θ masing-masing 43.22° dan 50.21° sesuai dengan PCPDFWIN No. 04-0836. Pada ukuran ini juga terbentuk Cu2S pada peak dengan sudut 2θ 47,75° sesuai dengan PDFCARD No.01-076-6652. Fe2O3 juga terbentuk pada ukuran 38 µm pada peak dengan sudut 2θ 35,65°,sesuai dengan PCPDFWIN No. 73-2234. Hal ini menandakan bahwa Fe sudah berikatan dengan oksigen,namun silika yang digunakan masih kurang untuk mengikat Fe2O3. Sedangkan pada ukuran partikel 50 µm dengan daya 4000 W dan lama radiasi 90 menit memperlihatkan bahwa peak tertinggi terbentuk pada sudut 2θ 28.57°. Peak tersebut menandakan terbentuknya Cu2S sesuai dengan PCPDFWIN No. 73-1138. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen yang belum cukup untuk mengikat sulfur yang berikatan pada Cu. Selain itu Cu2S juga terbentuk pada sudut 2θ 47,15°,sesuai dengan PDFCARD No. 01-076-6652 dan juga masih terdapat slag seperti SiO2 dan Fe2O3 pada sudut 2θ 26,71° dan 35,75° sesuai dengan PCPDFWIN No. 38-0360 dan No. 73-2234. Dan masih terdapat banyaknya Fe2O3 yang belum dapat diikat oleh silika secara sempurna.
CuS juga terbentuk pada sudut 2θ 59,39° sesuai dengan PCPDFWIN 79-2321. Pada ukuran partikel 80 µm dengan daya 4000 W dan lama radiasi 90 menit ,peak tertinggi dari hasil XRD terdapat silika(SiO2) terbentuk pada dengan sudut 2θ 26.79° yang sesuai dengan PCPDFWIN No. 78-1254. Peak tersebut menandakan masih tingginya kandungan silika yang menunjukkan bahwa proses ekstraksi belum berjalan maksimal. Cu yang terbentuk tidak begitu banyak,hal ini terlihat peak CuS dan Cu2S yang relatif rendah. Pada ukuran partikel 80 µm terbentuk Cu2S pada peak dengan sudut 2θ 28,30° dan 47,17° sesuai dengan PCPDFWIN No.73-1138 dan PDFCARD No. 01-076-6652. Selain itu juga terbentuk Fe2O3 dan CuS pada peak dengan sudut 2θ 35.64°dan 59,37° sesuai dengan PCPDFWIN No. 73-2234 dan 79-2321. Sedangkan pada ukuran partikel 112 µm dengan daya 4000 W dan lama radiasi 90 menit kebanyakan terbentuk Cu2S, maka proses ekstraksi yang terjadi sudah dapat merubah sebagian kalkopirit (CuFeS2). Peak tertinggi terbentuk pada sudut 2θ 28.27°,peak tersebut menandakan terbentuknya Cu2S,sesuai dengan PCPDFWIN 73-1138 Cu2S juga terbentuk pada sudut 2θ 47,16° sesuai dengan PDFCARD No. 01-076-6652. Selain itu pada ukuran ini juga terdapat CuS,Fe2O3 dan SiO2 . CuS terbentuk pada peak dengan sudut 2θ 59.40° sesuai dengan PCPDFWIN 792321. Sedangkan SiO2 dan Fe2O3 terbentuk pada peak dengan sudut 2θ 26.71 dan 35,69° sesuai dengan PCPDFWIN 38-0360 dan 73-2234. Masih terdapatnya slag dikarenakan masih ada bagian pada mineral yang belum meleleh dan juga kurang sempurnanya proses oksidasi sehingga hanya beberapa dari Fe dan S yang teroksidasi. Pada ukuran partikel 140 µm memperlihatkan bahwa sebagian peak tertinggi dari hasil XRD terbentuk Cu2S pada sudut 2θ 28,25° sesuai dengan PCPDFWIN No. 73-1138. Cu2S juga terbentuk pada sudut 2θ 47,19° sesuai dengan PDFCARD No. 01-076-2321. Selain itu juga terbentuk SiO2 dan Fe2O3 sesuai dengan PCPDFWIN No. 86-1628 dan No. 73-2234 terbentuk pada sudut 2θ 26.77° dan 35.72°. CuS juga terbentuk pada peak dengan sudut 2θ 59.37°. Dari hasil uji XRD penurunan kadar Cu tidak begitu terlihat. Tetapi fasa yang terbentuk bermacam-macam pada tiap ukuran partikel. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya slag yang melekat pada logam Cu sehingga pada pengujian XRD masih terbentuk fasa senyawa pengotor. Tetapi kalkopirit kebanyakan sudah berubah menjadi Cu2S yang mengandung kadar Cu yang cukup tinggi. Pada penelitian ini radiasi gelombang mikro dihasilkan oleh empat magnetron dengan masing-masing magnetron terdapat antena helix yang diletakkan dibagian atas dan bawah microwave,mempunyai total daya 4000 watt. Gelombang mikro yang dipancarkan oleh antena helix diarahkan tepat ditengah-tengah rongga microwave dimana sampel tepat diletakkan. Hasil yang paling baik didapatkan oleh sampel dengan ukuran partikel 38 µm dimana proses reduksi sudah terjadi,terbukti dari senyawa CuFeS2 (kalkopirit) yang kebanyakan sudah berubah menjadi Cu2S (kalkosit). Kadar Cu pada ukuran ini juga tinggi dibandingkan ukuran lain yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan Standish et al yang mengatakan bahwa pengaruh
5 ukuran partikel,khususnya yang halus, proses pemanasannya lebih cepat dibandingkan yang kasar. Ini mengindikasikan bahwa sampel telah terkena pancaran gelombang mikro yang disalurkan oleh antena helix yang ditempatkan disisi atas dan bawah dari microwave batch furnace walaupun masih belum maksimal. Selain itu dengan adanya antena helix gelombang mikro yang dipancarkan bisa diarahkan kedaerah sasaran yang diinginkan. Untuk mengekstraksi sampel dengan massa total 222 gram dan daya yang digunakan 4000 watt diperlukan waktu yang cukup lama karena banyaknya sampel. Pada sampel dengan ukuran partikel 38 µm,50 µm,80 µm,112 µm dan 140 µm, gelombang mikro yang dipancarkan oleh antena helix yang dihasilkan oleh magnetron belum dapat mencapai semua sampel sehingga interaksi untuk mendapatkan panas yang optimal belum didapat. Kurang maksimalnya hasil yang didapat juga bisa terjadi karena distribusi pancaran gelombang mikro juga terganggu dengan adanya unsur pengotor yang mengurangi efisiensi dari penyerapan gelombang mikro oleh sampel. Faktor peletakan crucible juga perlu diperhatikan. Karena pada rancang bangun ini empat buah magnetron diletakkan pada 4 sisi yang berbeda pada bagian atas dan bawah,sehingga peletakan crucible harus tepat agar gelombang mikro yang diarahkan oleh antena tepat menuju sampel yang akan di radiasi. Apabila arah gelombang mikro tidak tepat,maka proses pemanasan tidak berjalan maksimal. Selain itu bahan crucible itu sendiri juga jangan sampai menyerap gelombang mikro atau memantulkan, karena akan menyebabkan panas yang dihasilkan oleh radiasi gelombang mikro tidak terserap secara sempurna oleh sampel. Faktor respon bahan bakar terhadap gelombang mikro juga perlu diperhatikan. Semakin reaktif bahan bakar maka semakin cepat panas yang dihasilkan. Panas tersebut sebaiknya tetap dijaga agar tidak hilang, panas tersebut selayaknya digunakan untuk memanaskan mineral konsentrat. Respon konsentrat (kalkopirit) terhadap gelombang mikro lebih lambat yang menyebabkan grafit akan terbakar lebih dahulu dari pada konsentrat. Kalkopirit merupakan persenyawaan dari tembaga (Cu), besi (Fe), dan sulfur (S). Mempunyai struktur kimia CuFeS2. Kalkopirit merupakan salah satu mineral sulfida dari tembaga. Untuk mengekstraksinya, dapat dilakukan dengan pyrometallurgi. Proses pyrometallurgi menghasilkan gas buang yang sangat berbahaya yakni SO2 yang beracun. Keuntungan lain dari Sulfida mineral yakni dapat langsung direaksikan unuk menghasilkan logam Cu dengan menggunakan pyrometallurgi. Untuk mengekstraksi kalkopirit menggunakan pyrometallurgi biasanya menggunakan blast furnace, flash furnace (outokumpu, inco), mitsubishi, dll.prinsip kerjanya sama yakni dengan memanaskan kalkopirit hingga meleleh Reaksi akan langsung berlangsung karena besifat eksotermik. Reaksi dapat dilihat pada persamaan 1. Dari reaksi pada persamaan 1 yang eksotermik didapat Cu matte (Cu2S). Selain menghasilkan Cu matte, slag juga terbentuk dipermukaan. Slag ini terbentuk dari mineral-mineral oksida yang terkandung dalam kalkopirit. Oksida mineral yang terkandung antara lain FeO, SiO2 (paling banyak), dan sedikit Fe2O3, Al2O3, CaO, MgO. Slag ini sendiri masih mengandung Cu sebanyak 1-7 %.
Kalkopirit yang merupakan senyawa sulfida (CuFeS2) jika dipanaskan dengan oksigen yang berlebih maka oksigen yang terkandung akan mengoksidasi unsur Fe dalam kalkopirit. Unsur Fe yang semula berikatan dengan Cu dan S akan bereaksi dengan oksigen membentuk FeO. Oksigen juga bereaksi dengan unsur-unsur pengotor yang lain untuk membentuk oksida mineral sebagai slag. Tetapi tidak semua Fe dalam kalkopirit teroksidasi menjadi FeO, sisanya masih berupa FeS. Pengoksidasian Fe ini tergantung jumlah oksigen yang digunakan. Semakin banyak oksigen yang digunakan maka makin banyak Fe yang teroksidasi menjadi slag. Disisi lain penambahan oksigen yang berlebih tidak selamanya baik, karena selain dapat mengoksidasi Fe oksigen juga dapat mengoksidasi Cu menjadi CuO yang nantinya menjadi slag. Oleh karena itu perlu kadar oksigen dan waktu yang pas agar tembaga yang didapat semakin banyak. Jika banyak Cu yang terkandung pada slag dapat dilakukan proses recovery pada melting slagnya. Setelah dilakukan proses peleburan (smelting), selanjutnya slag yang tebentuk diambil. Reaksi pengikatan slag dapat dilihat pada persamaan 2 dan persamaan 3. FeO yang banyak pada permukaan logam cair akan diikat oleh SiO2. Ikatan-ikatan antara 2 atom oksigen dengan 1 atom silikon akan terputus untuk berikatan dengan FeO. Semakin banyak SiO2 yang ditambahkan pada logam cair maka makin banyak slag yang dapat diikat. Akan tetapi penambahan SiO2 yang banyak akan membuat slag semakin kental yang nantinya sulit untuk dipisahkan dengan Cu matte. Terlalu kentalnya slag juga akan membuat slag mengandung banyak Cu akibat sulitnya pemisahan slag dengan Cu matte. Terbentuknya FeO yang semakin banyak harus diimbagi dengan SiO2 yang mumpuni. Bila FeO yang terbentuk tidak segera diikat dengan SiO2, FeO juga dapat bereaksi dengan Cu matte sehingga terbentuk CuO yang akan terbuang sebagai slag. Pengaturan oksigen, kadar SiO2 yang digunakan menjadi hal yang vital dalam proses pengekstraksian karena dapat meningkatkan recovery Cu. Cu matte (Cu2S) dioksidasi lebih lanjut dengan meniupkan udara yang kaya oksigen untuk mengoksidasi sulfur yang terkandung dalam Cu matte. Reaksi ini dapat dilihat pada persamaan 4. Selama proses peleburan dan pengoksidasian gas SO2 yang tebentuk antara 10-60 % vol SO2. Gas beracun ini ditampung dan selanjutnya digunakan untuk membuat asam sulfida (H2SO4). Pengoksidasian menggunakan oksigen berlebih ini juga tidak boleh melebihi batas. Jika melebihi batas maka unsur Cu juga akan ikut teroksidasi menjadi slag. Penghentian ini terjadi jika logam cair sudah berubah warnanya. Logam Cu cair (molten copper) dengan kadar Cu sampai 99% akan didapat dari oksidasi sulfur dari Cu matte. Tetapi logam Cu yang sudah 99% tersebut masih mengandung slufur dan oksigen yang tinggi yang bersifat buruk pada sifat mekanisnya. Oleh karena itu dapat dilakukan proses refining untuk menghilangkan oksigen dan sulfur. Pengekstraksian menggunakan gelombang mikro, tidak berbeda jauh dengan proses pyrometallurgi pada Cu. Perbedaanya adalah sumber panas yang digunakan untuk berlangsungnya proses reaksi ekstraksi tersebut. Seperti diketahui bahwa gelombang mikro dapat membangkitkan panas dari dalam material itu sendiri. Penelitian pemanfaatan gelombang mikro telah banyak dilakukan baik
6 terhadap ekstraksi tembaga ataupun terhadap ekstraksi logam lain bahkan mineral-mineral berharga yang lainnya. Pengaruh gelombang mikro terhadap kalkopirit adalah dapat dipanaskan, artinya kalkopirit memanas dengan penyinaran gelombang mikro. Sementara carbon (bahan bakar) termasuk dalam kelas hiperaktif material dalam pengaruhnya dengan gelombang mikro. Menurut percobaan ali dan kamdan tahun 2005, pada percobaannya menghasilkan bahwa laju pemanasan pada grafit lebih cepat dibanding dengan bahan bakar yang lain
IV. KESIMPULAN • Semakin halus ukuran partikel suatu sample maka proses pemanasan lebih cepat dibandingkan dengan ukuran yang kasar .
• Rancang bangun yang digunakan pada penelitian ini sudah dapat mengekstraksi kalkopirit menjadi Cu,Cu2S dan CuS. • Kadar Cu dari sampel kalkopirit yang paling tinggi terjadi pada pada ukuran 38 µm yaitu sebesar 59,6 %. • Senyawa yang didapatkan dari hasil ekstraksi chalcopyrite menggunakan gelombang mikro pada percobaan ini berupa Cu2S,CuS dan CuO
DAFTAR PUSTAKA [1]. Mondal,A. Shuka,A. Upadhyaya,D. Agrawal. 2010. “Effect of Porosity and Particle Size on Microwave Heating of Copper”. Science of Sintering, 42: 169-182. [2]. Byung Su Kim, Hoo-In Lee,Young-yoon Choi and Sanghae Kim. 2009. “ Kinetics of the oxidative Roasting of Low Grade Mongolian Molybdenite Concentrate”. Material Transactions. Vol 50. No. 10-2669-2674. [3]. Chen et al, 1984. [4]. Chunpeng, L., Yousheng, X., dan Yixin, H. 1990. Application Of Microwave Radiation To Extractive Metallurgy Vol.6. Chin. J. Met. Sci. Technology. [5]. Davenport W.G, dkk. 2002. Extractive Metallurgical Of Copper. Oxford: Pergamon. [6]. Haque, Kazi E. “Microwave Energy For Mineral Treatment Processes – A Brief Review”, CANMET, 555 Booth Street, Ottawa, Ontario, Canada K1A 0G1, International Journal Of Mineral Processing, 57_1999, 1-24. [7]. N. Standish, H.K Worner and D.Y. Obuchowski. 1990. “Particle Size Effect in Microwave Heating of Granular Material”. Powder Metallurgy, 66: 225-230. [8]. J.G Dunn. 1996. “ The Oxidation of Sulphide Minerals”. Thermocimia Acta 300: 127-139 [9]. Pickles, C. A. “Microwaves In Extractive Metallurgy Part 1 – Review of Fundamentals”, Departement of Mining Engineering, Queen’s University, Goodwin Hall, Kingston, Ontario, Canada K7L 3N6. Minerals Engineering 22 (2009) 1102-1111. [10]. Samouhus, M., Hutcheon, R., dan Paspaliaris, I. 2011. “Microwave Reduction Of Copper (II) Oxide and Malachite Concentrate”. Minerals Engineering. 24 903-913. [11]. Sanusi, B. 1984. Mengenal Hasil Tambang Indonesia. Jakarta: PT. Bina Aksara. [12]. S.M. Javad Koleini and Kianoush Barani. 2012. “ Microwave Heating Applications in Mineral Processing”.INTECH. [13]. Voster. Werner. 2001. “THE EFFECT OF MICROWAVE RADIATION ON MINERAL PROCESSING”. School of Chemical Engineering The University of Birmingham. 37-62. 91101.