ISSN 1978-8061
AL-FIZIYA Volume IX No. 2, April 2016
PENGARUH UKURAN PARTIKEL SERBUK BORONISASI PADA MORFOLOGI DAN KEKERASAN MIKRO LAPISAN BESI BORIDA Sutrisno1 1
Program Studi Fisika, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Juanda 95, Ciputat, Tangerang, Banten, indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Telah diteliti pengaruh ukuran partikel serbuk boronisasi terhadap lapisan besi borida pada besi baja karbon rendah St37. Proses boronisasi dilakukan dalam dua tahap dengan dua macam ukuran partikel serbuk yang terdiri dari 50% boron karbida (B4C), 45% silicon karbida (SiC), dan 5% kalium boron florat (KBF4) dipanaskan pada suhu 1000oC selama 8 jam. Ukuran diameter partikel serbuk pertama adalah 0,52 mikron dan partikel kedua dengan diameter 8,4 mikron. Fase yang terbentuk pada lapisan permukaan besi karbon rendah St37 teridentifikasi sebagai Fe2B dan FeB. Terdapat perbedaan morfologi dan kekerasan mikro. Serbuk dengan ukuran partikel lebih kecil menghasilkan morfologi lebih halus dan rata, dan kekerasan mirko lebih besar jika dibandingkan dengan serbuk yang ukuran partikelnya lebih besar. Kata kunci: ukuran partikel, serbuk boronisasi, lapisan borida, baja karbon rendah St37, morfologi, kekerasan mikro Abstract The influence of the boronizing powder particle size on the borided layer formed on the St37 low carbon steel investigated. Boronizing was done in two kinds of particle size of the powder consisting of 50% boron carbide (B4C), 45% silicon carbide (SiC), and 5% kalium boron fluoride (KBF4) treated at 1000oC temperature for 8 hours. The first particle size is 0.52 micron in diameter and second particle size of 8.4 micron in diameter. The second phase formed on the substrate was found as Fe2B and FeB layer. There are differences in morphology and microhardness. The particle size smaller than boronizing powder morphology resulted in a smooth and flate borided layer, and microhardness was increased when compared to borided layer with a particle size that is larger in diameter than boronizing powder. Keywords: particle size, boronizing powder , borides layer, iron St37, morphology, micro hardness.
Pendahuluan Boronisasi termokimia paduan besi dapat menghasilkan fasa tunggal Fe2B dan fasa ganda FeB dapat meningkatkan kekerasan permukaan dan ketahanan aus permukaan besi baja karbon rendah (Calik, 2009). Boronisasi merupakan proses difusi termokimia telah
diterapkan pada berbagai bahan termasuk bahan besi, bahan non besi, dan beberapa paduan yang lain. Boronisasi permukaan baja memungkinkan untuk mengurangi besarnya kecepatan korosi dan untuk meningkatkan kekerasan permukaan. Peristiwa difusi termal senyawa boron yang digunakan untuk membentuk borida besi biasanya 90
ISSN 1978-8061
AL-FIZIYA Volume IX No. 2, April 2016
membutuhkan suhu proses antara 700o dan 1000o C. Proses ini dapat dilakukan dalam bentuk padat, cair atau gas. Metode yang paling sering digunakan adalah boronisasi paket yang mirip dengan proses karburasi (Bindal, 2008). Difusi boron ke permukaan paduan logam yang dipilih menciptakan zona reaksi padat dari borida logam. Ini secara efektif menghasilkan sifat permukaan superior dari bahan. Difusi boron ke dalam baja di pembentukan borida besi (FeB dan Fe2B), dan ketebalan lapisan boride ditentukan oleh suhu dan waktu pemanasan. Biasanya, tergantung pada suhu proses, komposisi kimia dari struktur bahan, potensi boron menengah dan waktu boronisasi, tunggal-fase Fe2B atau dua fase intermetalik dari FeB dan Fe2B diperoleh dengan menyebarkan atom boron ke permukaan bahan logam (Martini, 2004, Ozdemir, 2006). Umumnya, pembentukan fasa tunggal (Fe2B) lebih diinginkan dari pada lapisan dua fase dengan FeB dan Fe2B untuk aplikasi industri. Melalui kontrol poses parameter boronisasi, seperti komposisi serbuk boronisasi, suhu, dan waktu pemanasan, fase Fe2B dapat secara konsisten dicapai selama proses boronisasi. Lapisan Fe2B tunggal menghasilkan ketahanan aus dan sifat mekanik yang lebih unggul (Matsuda, 1984). Pengujian utama difokuskan pada dua karakteristik lapisan boride. Dua karakteristi itu adalah sebagai berikut: (i) kekerasan tinggi yang diharapkan dapat memberikan ketahanan aus yang tinggi; dan (ii) bentuk morfologi yang baik diperlukan untuk adhesi yang baik antara serbuk boronisasi dan material dasar. Baja boronisasi secara konsisten menunjukkan secara substansial kekerasan yang lebih (HVN 1000-2000) dari baja carburasi atau baja nitrid (HVN 650-900) (Ozdemir, 2006. Secara khusus, baja boronisasi menunjukkan ketahanan yang sangat baik untuk berbagai mekanisme pemakaian. Secara umum, campuran boronisasi komersial mengandung B4C sebagai donor, KBF4 sebagai penggerak dan SiC sebagai pengencer yang
mengendalikan potensi boronisasi medium (Ozdemir, 2006). Metodologi Penelitian Material dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah St37 yang mempunyai komposisi kimia: 0.17 % berat karbon (C), 0.30 % berat silicon (Si), 0,20 - 0.50 % berat mangan (Mn), 0.050 % berat phospor (P), dan 0.05 % berat belerang (S) (Setiawan, 2910). Potongan sampel uji berbentuk silinder dengan diameter 11 mm dan 12 mm. Sebelum diboronisasi dengan perlakuan panas, semua sampel dipoles menggunakan amplas halus untuk mendapatkan permukaan akhir yang baik. Kekerasan sampel sebelum diboronisasi adalah 123.82 HV (Setiawan, 2010). Boronisasi dengan perlakuan panas dilakukan dengan menggunakan metode boronisasi serbuk padat. Ada dua ukuran partikel campuran bubuk boronisasi yang digunakan dalam metode ini. Ukuran partikel sampel pertama berdiameter 0,52 mikron dan ukuran partikel sampel kedua adalah 8,4 mikron bubuk mengandung 50% B4C, 5% KBF4 dan 45% SiC yang mengendalikan potensi boronizing medium. Semua sampel yang akan diboronisasi dikemas dalam campuran bubuk dan ditekan dengan kekuatan 5 ton. Percobaan boronisasi dilakukan dalam tungku hambatan listrik dalam kondisi vakum Dengan temperatur 1000oC selama 8 jam dan didinginkan secara alami di udara
Gambar 1. Alat uji kekerasan Vikers untuk mengukur kekerasan mikro lapisan besi borida (www.google.com)
91
ISSN 1978-8061
AL-FIZIYA Volume IX No. 2, April 2016
Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan yang pada dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan adalah 1360. Nilai ini dipilih karena mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antar diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan brinell (dieter, 1987).
Gambar 2. Skema alat uji kekerasan identor Vikers (www.google.com)
Karena jejak yang dibuat dengan penekanan piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukuranya, maka VHN tidak tergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji vickers berkisar antara 1 hingga 120 kg. Tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Kelemahan pemakaian metode vickers adalah; tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian ini sangat lamban, memerlukan persiapan permukaan benda uji, terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonalnya (johan46.blogspot.co.id). Mikroskop optic merupakan alat bantu yang digunakan untuk melihat dan mengamati benda-benda yang berukuran sangat kecil yang tidak mampu dilihat dengan mata telanjang. Kata Mikroskop berasal dari bahasa latin, yaitu “mikro” yang berarti kecil dan kata “scopein” yang berarti melihat. Benda kecil dilihat dengan cara memperbesar ukuran bayangan benda tersebut hinga berkalikali lipat. Bayangan benda dapat dibesarkan 40 kali, 100 kali, 400 kali, bahkan 1000 kali, dan perbesaran yang mampu dijangkau semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi . Ilmu yang mempelajari objek-objek berukuran sangat kecil dengan menggunakan mikroskop disebut Mikroskopi.
Angka kekerasan vickers didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. Harga VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut :
2 PSin ( ) 2 (1,854) P VHN d2 d2
(1)
dimana : P = beban yang digunakan (kg), D = panjang diagonal rata- rataa (mm) Ɵ = sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 1360
Gambar 3. Mikroskop optik untuk melihat bentuk morfologi lapisan besi borida (www.google.com)
92
ISSN 1978-8061
AL-FIZIYA Volume IX No. 2, April 2016
Bagian-bagian dari mikroskop terdiri dari: lensa okuler, yaitu lensa yang terdapat di bagian ujung atas tabung pada gambar, pengamat melihat objek melalui lensa ini. Lensa okuler berfungsi untuk memperbesar kembali bayangan dari lensa objektif. Lensa okuler biasanya memiliki perbesaran 6, 10, atau 12 kali. Lensa objektif, yaitu lensa yang dekat dengan objek. Biasanya terdapat 3 lensa objektif pada mikroskop, yaitu dengan perbesaran 10, 40, atau 100 kali. Saat menggunakan lensa objektif pengamat harus mengoleskan minyak emersi ke bagian objek, minyak emersi ini berfungsi sebagai pelumas dan untuk memperjelas bayangan benda, karena saat perbesaran 100 kali, letak lensa dengan objek yang diamati sangat dekat, bahkan kadang bersentuhan. Kondensor, yaitu bagian yang dapat diputar naik turun yang berfungsi untuk mengumpulkan cahaya yang dipantulkan oleh cermin dan memusatkannya ke objek. Diafragma, yaitu bagian yang berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk dan mengenai prepara. Cermin, yaitu bagian yang berfungsi untuk menerima dan mengarahkan cahaya yang diterima. Cermin mengarahkan cahaya dengan cara memantulkan cahaya tersebut. Kehadiran lapisan borida terbentuk pada permukaan baja karbon rendah St37 dan dikonfirmasi dengan metode analisis difraksi sinar-X (XRD). Difraktometer Shimadsu sinar-X (XRD 7000) dengan sumber radiasi Cu Ka dari panjang gelombang 1.541A selama rentang sudut 2θ antara 400 sampai denga 900 derajad digunakan untuk karakterisasi fase lapisan borida pada sampel. Kekerasan mikro lapisan borida diukur menggunakan Vickers microhardness tester untuk dua jenis ukuran partikel.
Gambar 4. Peralatan uji material X-Ray Difraction dan bagian-bagiannya (www.google.com)
Alat uji dan analisis material XRD terdiri dari tabung sinar X, tempat sampel dan detektor. Tabung sinar X berfungsi untuk menghasilkan sinar X. Detektor terletak bersebelahan dengan tabung sinar X dan dapat digerakkan dengan arah dari sudut 0 sampai dengan 90o. Proses analisis dengan sistem difraksi sinar X disajikan pada gambar 2. Sebuah sampel yang berbentuk serbuk ditaruh ditempat sampel. Sampel dikenai sinar X dari sudut Ө sebesar 0 – 900. Setiap sinar yang mengenai sampel akan didifraksi dan ditangkap oleh detektor. Oleh detektor sinarsinar diubah menjadi hasil dalam bentuk gelombang-gelombang. Intensitas sinar X dari scan sampel diplotkan dengan. Contoh hasil analisa difraksi sinar X disajikan pada gambar 3. Selain untuk menunjukkan tingkat kristalitas suatu padatan, difraksi sinar x juga dapat digunakan untuk mengetahui diameter kristal. Ukuran kristal yang mungkin diukur adalah 3-50 nm. Ukuran kristal yang diperoleh merupakan diameter rata-rata volum berat. Ukuran kristal dapat dihitung dengan persamaan Scherrer berikut ini;
Dv
K (bCos )
(2) dimana K=1.000, b adalah lebar puncak gelombang yang telah dikoreksi oleh faktor pelebaran alat instrumen, λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, Dv adalah ukuran kristal dan Ө adalah sudut 93
AL-FIZIYA Volume IX No. 2, April 2016
ISSN 1978-8061
antara sinar datang dengan bidang normal. Untuk serbuk boronisasi dengan ukuran partikel yang lebih kecil menghasilkan bentuk morfologi lebih halus dan rata dengan kekerasan mikro lebih tinggi jika dibandingkan dengan lapisan borida yang ukuran partikel serbuk boronisasinya lebih besar. Untuk menentukan ketebalan lapisan borida digunakan peralatan mikroskop optik digital. Hasil dan Pembahasan Secara umum, perlakuan boronisasi permukaan dapat membentuk lapisan tunggal fase Fe2B pada permukaan sampel dasar baja karbon rendah.
a
Gambar 6. Lapisan besi boride dengan perlakuan panas 1000oC selama 8 jam dengan ukuran diameter partikel serbuk boronisasi 8,4 mikron.
Gambar 6 menunjukkan gambar dari mikroskop optik lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah St37 yang dipanaskan pada temperature 1000 oC selama 8 jam dengan ukuran diameter partikel serbuk boronisasi 8,4 mikron. Bentk morfologi lapisan besi borida tampak seperti gigi gergaji dengan batas yang tidak rata.
b
Gambar 5. Lapisan besi boride dengan perlakuan panas 1000oC selama 8 jam dengan ukuran diameter partikel serbuk boronisasi 0.52 mikron.
Gambar 5 menunjukkan lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah St37 yang diperoleh dari mikroskop optic digital dengan perbesaran 500 kali. Ukuran diameter partikel serbuk boronisasi yang digunakan sampel tersebut adalah 0,52 mikron. Dalam gambar ini, '' a '' merupakan lapisan besi borida dan '' b '' merupakan lapisan sampel dasar. Bentuk morfologi lapisan besi borida pada gambar diatas tampak lebih halus dan rata jika dibandingkan dengan gambar 2 di bawah ini.
Gambar 7. Tanda kekerasan mikro lapisan besi borida lapisan pada permukaan baja karbon rendah St37 dengan perlakuan panas 1000oC selama 8 jam dengan ukuran diameter partikel serbuk boronisasi 0.52 mikron.
Pengukuran kekerasan mikro dilakukan pada penampang lapisan borida. Sebuah mikrograf optik besi borida peralatan pengukur kekerasan Vickers menunjukkan tanda lekukan ditampilkan pada gambar 3 di bawah ini. Kekerasan mikro lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah 94
ISSN 1978-8061
AL-FIZIYA Volume IX No. 2, April 2016
St37 pada perlakuan panas 1000 oC selama 8 jam dengan ukuran diameter partikel serbuk boronisasi 0.52 mikron adalah 758 HV. Sedangkan lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah St37 pada perlakuan panas 1000oC selama 8 jam dengan ukuran diameter partikel serbuk boronisasi 8,4 mikron dengan menghasilkan kekerasan mikro hanya 500 HV. Kondisi yang disebabkan oleh ukuran yang lebih kecil dari serbuk boronisasi sehingga dapat membentuk lapisan borided kompak dan pengeras dalam besi St37
Gambar 9. Hasil output dari EDX data lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah St37 Tabel 2. Lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah St37 dari data EDX Elemen Mass %
B 2.0
C 17.3
O 6.9
Mg 0.1
Si 1.4
Fe 74.3
Gambar 8. Data XRD lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah St37 Tabel 1. Fraksi massa dari lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendahi St37 dari data XRD dengan menggunakan analisys GSAS. No
.
Name of coumpou nd 1 Iron Boride 2
.
Iron Boride
Phase
FeB
Fe2 B
Reference
ICDD96-9013464 ICDD96-1010475
Mass fraction (%) 99.77
0.23
Gambar 10. Spektrum data X-RD pada lapisan besi borida pada permukaan baja karbon rendah St37.
Pada gambar 10 dari hasil tes menggunakan spektrum XRD menunjukkan fase terbentuk Fe2B dan FeB. Dengan terbentuknya fase-fase tersebut hal ini menunjukkan telah terjadi perubahan dalam konstanta kisi pada sampel dasar. Perubahan konstanta kisi sistem mengakibatkan pembentukan kristal baru dari FCC (menghadap pusat kubik) untuk St37 baja menjadi ortorombic untuk FeB dan fase tetragonal ke fase Fe2 B. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dengan pengukuran kekerasan mikro dari permukaan ke bagian sampel dasar, sampel 95
AL-FIZIYA Volume IX No. 2, April 2016
besi borida terbagi menjadi tiga bagian: (i) lapisan yang memiliki boride; (ii) zona transisi di mana boron membuat larutan padat; (iii) matriks yang tidak terpengaruh oleh boron. 2. Studi difraksi sinar-X mengungkapkan bahwa baja karbon rendah St37 menyebabkan pertumbuhan nukleasi lapisan besi boride Fe2B dan FeB. 3. Ditemukan bahwa ukuran diameter partikel serbuk boronisasi yang lebih kecil dapat menghasilkan bentuk morfologi lebih halus dan rata dengan kekerasan mikro lebih tinggi jika dibandingkan dengan lapisan besi boride yang dibentuk dengan ukuran diameter partikel serbuk boronisasi lebih besar.
ISSN 1978-8061
99.97wt% pure iron, Vacuum2006) 1391– 1395 R.H, Biddulph, Boronizing for Erosion Resistance, Thin Solid Film, 45 (1977) hal.341-347
Daftar Pustaka A Calik, O Sahin, N Ucar, Mechanical Properties of boronized AISI 316, AISI 1040, AISI 1045, and AISI 4140 steels, Acta Physica Polonica A, Vol.115 (2009) Allaoui, N. Bouaouadja, G. Saindernan, Characterization of Boronized Layers on a XC38 Steel, Surface and Coating Technology 201 (2006) 3475 – 3482 Bindal, C, AH, Ucisik, Characterization of Boriding of 0.3% C, 0.02% Plain Carbon Steel, Vacuum (2008), 90 – 94. C. Martini, G. Palombarini, Mechanism of Thermochemical Growth of Iron Borides on Iron, Journal of Material Science 39 (2004) 933-937 F. Matsuda, K. Nakata, K. Tohmoto,Surface hardening of various metal and alloys withboronizing technique, Japan Welding Research Institute of Osaka University, Ibaraki, Osaka 567, Japan, J. Setiawan, Analisis Lapisan Besi Borida pada ST37 dan S45C yang Diboronisasi dengan Teknik Powder Pack, Universitas Indonesia, 2010 Ozkan Ozdemira, Metin Ustab, Cuma Bindala, A.Hikmet, Hard iron boride (Fe2B) on 96