AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PELAYANAN PUBLIK PADA KANTOR DESA KERTA BUANA KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG Oleh : Nurul Aini, Sabran, dan Syahruddin. S Penulis adalah mahasiswa dan dosen pengajar pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Kutai Kartanegara Abstract: The purpose of this study is to investigate and assess the influence of accountability and transparency of public services at the Kerta Buana Village Office District of Tenggarong Seberang. Problems at the Village Office, there are complaints from the community of Kerta Buana village to the service of the government, such as a complaint against the procedure which are complicated, the lack of certainty completion period, the amount of costs to be incurred, the requirements that lack transparency, and attitude village officials were less responsive. These are the things that lead to a bad image to the government of Kerta Buana village.This research was conducted using quantitative methods. The study population of 750 people and the sample used by 75 people. Equipment using multiple linear regression analysis to test the hypothesis put F test and t test. F-test calculation results, obtained F count > F table so it can be said to be the independent variable in this study is able to demonstrate accountability and transparency of its impact on public services. Based on the description, it can be concluded that the first hypothesis is accepted. Based on these two t-test, partial correlation seen the value of the transparency variable than other variables that variable transparency is the most dominant variable influence on the level of quality of public services at the Kerta Buana Village Office District of Tenggarong Seberang. From the description, it can be concluded that the second hypothesis has accepted. Keywords: Accountability, Public Service, Transparency PENDAHULUAN Kantor Desa Kerta Buana adalah instansi pemerintah yang beralamatkan di Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong. Kantor Desa Kerta Buana ini bertugas melayani pelayanan publik masyarakat Desa Kerta Buana dan sekitarnya, pelayanan tersebut antara lain pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat Keterangan Miskin dan lain sebagainya. Jumlah PNS pada kantor Desa Kerta Buana sekarang ini adalah berjumlah 19 pegawai. Sebagai kantor instansi yang bertugas melayani masyarakat, maka instansi kantor Desa Kerta Buana harus mampu melayani masyarakat dengan sebaik mungkin, karena kantor ini merupakan instasi jenis pelayanan publik. Ratarata waktu penyelesaian pelayanan bervariasi, berkisar antara 1 – 7 hari tergantung jenis pelayanan dan ketersediaan petugas dan peralatan kerja yang ada. Untuk tariff pelayanan telah tersedia pada papan pengumunan dari mulai Rp. 10.000 hingga yang tertinggi Rp. 25.000 (pengantar surat nikah). Namun kenyataan yang peneliti amati pada Desa Kerta Buana ini masih cukup banyak terlihat ketidakpuasan masyarakat akan JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
pelayanan yang diberikan kantor Desa Kerta Buana selama ini baik dalam hal masalah akuntabilitas dan transparansi pelayanan. Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat dari Desa Kerta Buana terhadap pelayanan dari pemerintah, seperti keluhan terhadap prosedur yang berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian, besaran biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak adanya transparansi, dan sikap aparatur desa yang kurang responsif. Hal-hal inilah yang menimbulkan citra yang buruk kepada pemerintah Desa Kerta Buana. Kenyataan dilapangan sering dijumpai adanya berbagai keluhan dari masyarakat Desa Kerta Buana atas pelayanan yang diberikan oleh aparatur desa. Kurangnya keramahan aparatur desa dalam pengurusan berbagai keperluan administrasi menyebabkan masyarakat Desa Kerta Buana tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan surat menyurat seperti Surat Pindah, Pengantar Nikah, Kartu Keluarga, Surat Keterangan Domisili, dan Surat Keterangan Kurang Mampu yang seharusnya selesai dalam jangka 10
waktu seminggu, tidak terlaksana dengan baik. Aparatur desa terkadang mengutip dana dari masyarakat agar cepat terselesaikan, kurangnya transparansi dalam hal biaya administrasi menjadi keluhan masyarakat Desa Kerta Buana. Saat penyelesaian urusan pelayanan administratif, aparatur Desa Kerta Buana memberikan tarif biaya sesuai dengan tingkat kebutuhan kepada warga. Apabila dalam pelaksanaannya masyarakat dikenakan biaya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah ada maka tindakan dari aparatur desa tersebut termasuk pungli. Aparatur Kantor Desa Kerta Buana yang dimaksud yaitu Kepala Desa sebagai pemimpin dari roda pemerintahan Desa Kerta Buana. Besarnya biaya yang dikenakan oleh aparatur kantor Desa Kerta Buana warga dalam pembuatan surat menyurat tidak sama jumlahnya. Dasar yang digunakan mengenai biaya tersebut yaitu berdasarkan Penetapan Biaya Administrasi yang telah disepakati antara Kepala Desa dengan Kepala Dusun. Berdasarkan penetapan tersebut dalam kepengurusan surat menyurat biaya yang dibebankan dalam mengurus Pengantar Nikah sebesar Rp. 25.000,- Surat Pindah Rp.15.000,- Surat Keterangan Usaha Rp.20.000,- Surat Keterangan Kelahiran Rp.10.000,Surat Keterangan Domisili Rp.10.000,- Surat Keterangan Tidak Mampu bebas biaya. Penetapan mengenai biaya administrasi tersebut telah diketahui oleh masyarakat yang diwakili dengan setiap Kepala Dusun yang ada di Desa Kerta Buana sebanyak enam Kepala Dusun. Namun setelah sekian lama berjalan sebagaimana mulai mengalami penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur Desa Kerta Buana selain itu waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan. Hal ini dibuktikan berdasarkan pengalaman yang dialami oleh warga Desa kerta Buana yang mengurus berbagai surat menyurat. Salah satunya pengalaman yang dialami oleh seorang ibu Risna pada tanggal 04 Juni 2014 yang ingin mengurus Surat Keterangan Domisili yang akan digunakan anaknya yang ingin melanjutkan sekolah keluar daerah maka dibutuhkan Surat Keterangan Domisili. Dalam hal ini ia dikenakan tarif sebesar Rp. 15.000,- hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu warga yang ingin mengurus Kartu Keluarga karena sudah mempunyai keluarga yang baru yang awalnya bergabung dengan orangtuanya kemudian ia mempunyai keluarga yang baru JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
maka ia harus memecah dari Kartu Keluarga yang lama saat itu tanggal 05 Juni 2015. Dalam mengurus Kartu Keluarga yang baru tersebut salah satu warga dari desa tersebut dikenakan biaya sebesar Rp. 40.000,-. Kenyataan tersebut semakin menguatkan bahwa adanya penyimpangan. Selain itu dalam pembuatan Surat Pengantar Nikah dikenakan biaya sebesar Rp. 35.000,- hal ini terjadi pada warga yang ingin menikah pada beberapa waktu lalu yaitu pada tanggal 12 Juni 2015 ia mengurus Surat Pengantar Nikah dikantor desa ternyata biaya yang dikenakan yaitu sebesar Rp.25.000,Kondisi yang terjadi di Kantor Desa Kerta Buana semakin meresahkan warga yang ingin berurusan dengan administratif. Padahal ini merupakan kewenangan dari Kelurahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sudah ada penetapannya namun pada kenyataanya semakin membebani warga berarti ingin dilayani bukan melayani. Seharusnya pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat kondisi tersebut yang terindikasi meresahkan warga ada 5 jenis yaitu dalam kepengurusan Surat Pindah, Surat Pengantar Nikah, Kartu Keluarga, Surat Keterangan Domisili, dan Surat Keterangan Kurang Mampu. Mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaran pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima, sebab pelayanan publik merupakan salah satu fungsi utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-baiknya. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan melakukan penerapan prinsipprinsip good governance, yang diharapkan memenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat khususnya pada Desa Kerta Buana. Terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas merupakan salah satu ciri ke pemerintahan yang baik sebagai tujuan dari pendayagunaan aparatur desa. Untuk itu, aparatur desa diharapkan semakin secara efisien dan efektif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pengayoman kepada masyarakat untuk mewujudkan terselenggaranya pemerintahan yang baik, serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Selain itu, untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan, dan akuntabel antara lain telah ditetapkan Keputusan Menteri PAN nomer 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang 11
Pedoman Umum Penyelenggaran Pelayanan Publik. Maksud diterapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pelayanan, sementara tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyelenggaran pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Pelayanan Publik Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada masyarakat yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Sedangkan Pelayanan Prima merupakan terjemahan dari istilah “Service Excellent” yang secara harafiah berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan yang terbaik, karena sesuai dengan standard pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Apabila instansi belum memiliki standard perlayanan maka pelayanan disebut sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat atau mampu memuaskan pihak yang dilayani. Jadi pelayanan prima dalam hal ini sesuai dengan harapan pelanggan. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Siagian, 2009 ; 81). Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 62 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Dalam keputusan tersebut, untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut: a. Transparansi, Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti; b. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
c. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas; d. Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat; e. Kesamaan Hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi; f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 62 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut : a. Kesederhanaan. Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan; b. Kejelasan. Kejelasan ini mencakup beberapa hal penting bagi masyarakat, seperti: Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik, Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran; c. Kepastian waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan diinformasikan kepada masyarakat; d. Akurasi. Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah sesuai dengan aturan yang berlaku dan dengan peruntukannya; e. Keamanan. Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi para stakeholder; f. Tanggung jawab. Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan / persoalan dalam pelaksanaan pelayanan public. g. Kelengkapan sarana dan prasarana. Tersedianya sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
12
penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informasi (telematika). h. Kemudahan akses. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai dan mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasitka; i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas; j. Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan tuang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, serta tempat parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. Penetapan kompetensi pelayanan prima dalam keputusan menpan dan dalam instruksi Presiden nomor 1/1995 tentang Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintah Kepada masyarakat tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sangat memperhatikan untuk meningkatkan kualitas layanan masyarakat melalui penerapan Pelayanan Prima. Penerapan Pelayanan Prima di Daerah Dalam rangka penerapan peraturan pemerintah mengenai pelayanan prima ini, pemerintah mengadakan kompetisi antar daerah di bidang layanan publik tingkat nasional. Kompetisi ini disambut baik oleh seluruh pemda sehingga setiap pemda berlomba-lomba untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pelayanan masyarakat di daerahnya. Pada hakekatnya Pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat, oleh karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat. Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsifungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, artinya pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi tersebut diatas, namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tersebut. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership) antar pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima layanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima layanan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan public sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program pembangunan nasional (PROPENAS), disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolak ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Indeks Kepuasan Masyarakat dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsure pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan nya Akuntabilitas Akuntabilitas merupakan dasar semua proses pemerintahan dan efektivitas proses ini tergantung pada bagaimana mereka yang berkuasa menjelaskan cara mereka melaksanakan tanggungjawab, baik secara konstitusional maupun hukum. Akuntabilitas merupakan syarat dasar untuk mencegah penyalagunaan kekuasaan dan untuk memastikan bahwa kekuasaan diarahkan untuk mencapai tujuan nasional yang lebih luas dengan tingkatan efisiensi, efektivitas, kejujuran, dan kebijaksanaan tertinggi. Akuntabilitas seperti listrik, sulit didefinisikan, meskipun memilki kualitas yang membuat keberadaannya dalam suatu sistim tidak dapat dengan mudah dideteksi. Bahkan, Merill 13
Collen mengungkapkan pandangannya bahwa meskipun sering digunakan, akuntabilitas nampaknya seperti cerita kuno tentang gajah yang digambarkan oleh tiga orang buta, masingmasing memegang bagian tubuh gajah yang berbeda sehingga menggambarkan gajah secara berbeda pula.” Begitulah perumpamaan tentang akuntabilitas, setiap orang memberi pengertian yang berbeda tergantung pada cara pandangnya masing-masing. Handoko (2005; 56) mendefinisikan akuntabilitas sebagai suatu keadaan yang dapat dipertanggungkan, bertanggungjawab, dan ankuntabel. Arti kata ankuntabel adalah : pertama, dapat diperhitungkan, dapat menjawab pada atasan, sebagaimana seorang manusia bertanggung gugat kepada Tuhannya atas apa yang telah dilakukan. Kedua, memiliki kemampuan untuk dipertanggunggugatkan secara eksplisit, dan ketiga, sesuatu yang biasa di perhitungkan atau dipertanggung gugatkan. Menurut Kotler (2005; 45), akuntabilitas didefinisikan sebagai : a. Kewajiban seseorang (employee), agen, atau orang lain untuk memberikan laporan yang memuaskan (satisfactory report) secara periodik atas tindakan atau atas kegagalan untuk bertindak dari otorisasi atau wewenang yang dimiliki. b. Pengukuran tanggungjawab (responsibility) atau kewajiban kepada seseorang yang diekspresikan dalam nilai uang, unit kekayaan, atau dasar lain yang telah ditentukan terlebih dahulu. c. Kewajiban membuktikan manajemen yang baik, pengendalian (control) yang baik, atau kinerja yang baik yang diharuskan oleh hukum yang berlaku, ketentuan-ketentuan (regulation), persetujuan (agreement), atau keabsahan(custom). Menurut Hasibuan (2008; 113), akuntabilitas berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh administrasi Negara. Akuntabilitas publik menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, karena dilhat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau pemerintah, tetapi juga dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat. Kumorotomo (2009 ; 15) menyatakan bahwa akuntabilitas adalah ukuran yang JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
menunjukan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya. Dengan demikian akuntabilitas birokrasi terkait dengan falsafah bahwa lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani masyarakat harus dipertanggungjawabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat. Dalam Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah, akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggung jawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/ pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggung jawaban. Berdasarkan beberapa pengertian konseptual akuntabilitas tersebut mengandung relevansi yang baik dalam rangka memperbaiki birokrasi publik untuk mewujudkan harapanharapan publik. Untuk mewujudkannya, tampaknya bukan saja tergantung pada kemampuan birokrasi publik didalam mendefinisikan dan mengelola harapan-harapannya. Itulah sebabnya, dalam good governance diperlukan kontrol terhadap birokrasi public agar dapat akuntabel. Selain itu, akuntabilitas dapat menjadi sarana untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dalam suatu kebijakan publik yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan bersama melalui suatu media pertanggung jawaban secara periodik. Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam lingkungan dan suasana yang transparan dan demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Makna pentingnya akuntabilitas sebagai unsur utama good governance antara lain tercermin dari berbagai kategori akuntabilitas. Suyanto (2005 ; 16) membedakan ada lima jenis akuntabilitas, yaitu a. Akuntabilitas fisikal-tanggung jawab atas dana publik. b. Akuntabilitas legal - tanggung jawab untuk mematuhi hukum. c. Akuntabilitas program - tanggung jawab untuk menjalankan suatu program. d. Akuntanbilitas proses – tanggung jawab untuk melaksanakan prosedur, dan 14
e. Akuntabilitas Outcome tanggung jawab atas hasil Sheila Elwood dalam Mardiasno (2008 ; 32) mengemukakan ada empat jenis akuntabilitas, yaitu : a. Akuntabilitas hokum dan peraturan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Untuk menjamin dijalankannya jenis akuntabilitas ini perlu dilakukan audit kepatuhan. b. Akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas apakah sudah cukup baik. Jenis akuntabilitas ini dapat diwujudkan melalui pemberian pelayanan yang cepat, responsif, dan murah biaya. c. Akuntabilitas program, yaitu: akuntabilitas yang terkait dengan perimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik, atau apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan alternatif program yang dapat memberikan hasil optimal dengan biaya yang minimal. d. Akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam terhadap DPRD sebagai legislatif dan masyarakat luas. Ini artinya, perlu adanya transparansi kebijakan sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian dan pengawasan serta terlibat dalam pengambilan keputusan. Memperhatikan jenis-jenis akuntabilitas seperti dikemukakan Sheila Elwood diatas, maka pejabat publik didalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya disamping harus berakuntabilitas menurut umum atau peraturan, juga dalam proses pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, dalam program yang dimplementasikan, dan juga dalam kebijakan yang dibuat atau dirumuskan. Berbeda halnya dengan Subana, M & Sudrajat (2006 ; 41) yang menyatakan ada 4 jenis akuntabilitas, diantaranya yaitu: a. Traditional atau regulatory accountability. Dimaksudkan bahwa untuk mempertahankan tingkat efisiensi pelaksanaan administrasi publik yang mengarah pada perwujudan pelayanan prima, maka perlu akuntabilitas tradisional atau akuntabilitas regular untuk mendapatkan informasi mengenai kepatuhan pada peraturan yang berlaku terutama yang terkait dengan aturan fisikal dan peraturan JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
pelaksanaan administrasi publik disebut juga compliance accountability. b. Managerial Accountability, yang menitikberatkan pada efisiensi dan kehematan penggunaan dana, harta kekayaan, sumber daya manusia, dan sumber-sumber daya lainnya. c. Program accountability, memfokuskan pada penciptaan hasil operasi pemerintah. Untuk itu, semua pegawai pemerintah harus dapat menjawab pertanyaan disekitar penyampaian tujuan pemerintah, bukan sekedar ketaatan pada peraturan yang berlaku. d. Process accountability, memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat pencapaian kesejahteraan social atas pelaksanaan kebijakan dan aktivitas-aktivitas organisasi, sebab rakyat yang notabene pemegang kekuasaan, selayaknya memiliki kemampuan untuk menolak kebijakan pemerintah yang nyatanya sudah merugikan mereka. Todaro (2010: 86) mengemukakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu konsep yang kompleks dan memiliki beberapa instrumen untuk mengukurnya, yaitu adanya indikator seperti : a. Legitimasi bagi para pembuat kebijakan. b. Keberadaan kualitas moral yang memadai c. Kepekaan d. Keterbukaan e. Pemanfaatan sumber daya secara optimal f. Upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas. Menurut Tarigan (2009 ; 66) Akuntabilitas sebagai instrument kontrol dapat mencapai keberhasilan hanya jika : a. Pegawai publik memahami dan menerima tanggungjawab atas hasil yang diharapkan dari mereka. b. Bila pegawai publik diberi otoritas yang sebanding dengan tanggung jawabnya, bila ukuran evaluasi kinerja yang efektif dan pantas digunakan dan hasilnya diberitahukan pada atasan dan individu bersangkutan. c. Bila tindakan yang sesuai, adil, dan tepat waktu diambil sebagai respon atas hasil yang dicapai dan cara pencapaiannya; dan d. Bila menteri dan pemimpin politik berkomitmen tidak hanya menghargai mekanisme dan prosedur akuntabilitas ini, namun juga menahan diri untuk tidak menggunakan posisi otoritasnya untuk mempengaruhi fungsi normal administrasi
15
Sementara, Nanga (2007; 88) menyatakan bahwa untuk mencapai akuntabilitas diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Exemplary leadership, dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus sensitif, responsif, akuntabel dan transparan kepada bawahan. b. Public Debate, artinya sebelum kebijakan yang besar disahkan seharusnya diadakan public debate terlebih dahulu untuk mencapai hasil yang maksimal. c. Coordination, dimaksudkan bahwa koordinasi yang baik antara semua instansi pemerintah akan sangat baik bagi tumbuh kembangnya akuntabilitas. d. Autonomy, artinya instansi pemerintah dapat melaksanakan kebijakan menurut caranya sendiri yang paling menguntungkan, paling efisien dan paling efektif bagi pencapaian tujuan organisasi. e. Explicitness and clarity, artinya standar evaluasi kinerja harus diungkapkan secara nyata dan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas apa yang harus diakuntabilitaskan. f. Legitimacy and acceptance, tujuan dan makna akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka pada semua pihak sehingga standar dan aturannya dapat ditentukan dapat diterima oleh semua pihak. g. Negotiation maksudnya harus dilakukan negosiasi nasional mengenai perbedaanperbedaan tujuan dan sasaran, tanggung jawab dan kewenangan setiap instansi pemerintah. h. Educational compaign and publicity, dimaksudkan perlu dibuatkan pilot project pelaksanaan akuntabilitas yang kemudian dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat sehingga akan diperoleh ekspektasi mereka dan bagaimana tanggapan mereka mengenai hal tersebut. i. Feedback and evaluation, yaitu bahwa akuntabilitas harus tentu menerus ditingkatkan dan disempurnakan, maka perlu informasi sebagai umpan baik dari penerima akuntabilitas serta dilakukan evaluasi perbaikannya. j. Adaption and recycling, yaitu perubahan yang terjadi dimasyarakat akan mengakibatkan perubahan dalam akuntabilitas. Sistem akuntabilitas harus secara terus menerus tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi di masyarakat.
JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
Transparansi Transparansi merupakan salah satu prinsip dalam perwujudan pemerintahan yang baik. Penjabaran secara lebih rinci mengenai transparansi pelayanan public sangat diperlukan, karena pelaksanaan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik akan dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik. Transparansi harus dilaksanakan pada seluruh aspek manajemen pelayanan publik, meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan atau pengendalian, dan laporan hasil kinerjanya. Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihakpihak yang berkepentingan untuk mengetahiunya (Surya Darma, 2007). Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Surya Darma (2007:17) informasi adalah suatu kebutuhan penting bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut sekolah butuh proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Konsep transparansi menunjuk pada suatu keadaan dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka dan dapat diketahui dengan mudah oleh para pengguna dan stakeholders yang membutuhkan. Jika segala aspek proses penyelenggaraan pelayanan seperti persyaratan, biaya dan waktu yang diperlukan, cara pelayanan, serta hak dan kewajiban penyelenggara dan pengguna layanan dipublikasikan secara terbuka sehingga mudah diakses dan dipahami oleh publik, maka praktik penyelenggaraan pelayanan itu dapat dinilai memiliki transparansi yang tinggi. Sebaliknya, kalau sebagian atau semua aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan itu tertutup dan informasinya sulit diperoleh oleh para pengguna dan stakeholders lainnya, maka penyelenggaraan pelayanan itu tidak memenuhi kaidah transparansi. 16
Banyak pelayanan publik yang persyaratannya tidak diketahui secara pasti oleh warga pengguna. Para penyelenggara sering kali merasa tidak bertanggung jawab untuk menyebarluaskan informasi mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengguna. Mereka menganggap bahwa mengetahui persyaratan pelayanan sepenuhnya menjadi urusan pengguna layanan, bukan menjadi bagian dari tanggung jawab dan peran mereka sebagai penyelenggara layanan. Kalaupun mereka mengganggap perlu menjelaskan persyaratan pelayanan, mereka cukup melakukannya dengan menempel pengunguman di papan tulis yang terdapat diruang tunggu atau disekitar tempat penyelenggaraan layanan. Bagi mereka, menempel di papan pengunguman ini dianggap sudah cukup. Pada kenyataannya, para pengguna seringkali tidak mengetahuinya karena mereka tidak bisa membaca, memahami, atau bahkan tidak melihat papan pengunguman yang ada karena diletakkan di tempat yang tidak strategis. Karena itu, untuk hal-hal yang sangat penting seperti persyaratan, biaya, dan waktu yang diperlukan dalam proses pelayanan, para petugas pemberi layanan perlu menjelaskannya kembali, atau setidak-tidaknya mengecek kembali ketika berinteraksi dengan para pengguna Penyelenggaraan pelayanan public yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai sektor pelayanan terutama menyangkut hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan. Menjelaskan prinsip transparansi dalam penyelenggaraan transparansi Instansi Pemerintah, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Harus ada komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh staff. b. Harus merupakan suatu system yang dapat menjamin kegunaan sumber-sumber daya yang konsisten dan peraturan perundangundangan yang berlaku. c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran. d. Harus berorientasi kepada pencapaian Visi dan Misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh. e. Harus jujur, objektif, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dan bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan menyusun laporan akuntabilitas. JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
Ratminto & Atik S. Winarsih (2005:209) menyatakan bahwa transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksana tugas dan keinginan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan / pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi. Dimana transparansi ini harus meliputi: a. Prosedur pelayanan Prosedur pelayanan yaitu rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, dan mudah dipahami serta diwujudkan dalam bentuk bagan alir. b. Persyaratan teknis dan administrative pelayanan Persyaratan teknis dan administratif pelayanan yaitu masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Persyaratan tersebut seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis yang akan diberikan. c. Rincian biaya pelayanan Biaya pelayanan yaitu segala biaya dan rinciannya sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Waktu penyelesaian pelayanan Waktu pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan public mulai dari dilengkapinya / dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administrative sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Selanjutnya penyelenggaran pelayanan publik juga ditetapkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Publik adalah “Segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya 17
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun ketentuan peraturan perundang-undangan”. Transparansi atau keterbukaan pelayanan publik adalah merupakan salah satu hal yang harus segera diwujudkan demi untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan memenangkan persaingan di era globalisasi sekarang ini. Secara garis besar dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No26KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang Petunjuk
Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik menjelaskan yang dimaksud transparansi pelayanan public yaitu “transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dalam kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak
Kerangka Pikir
Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan hipotesis (dugaan sementara) sebagai berikut : 1. Bahwa akuntabilitas dan transparansi berpengaruh secara signifikan terhadap pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang. 2. Bahwa variabel transparansi mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang. JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
BAHAN DAN METODE Tempat Dan Populasi Tempat penelitian dalam penulisan ini adalah pada Kantor Desa Kerta Buana di Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. Alasan ilmiah peneliti tertarik melakukan penelitian pada tempat ini adalah untuk mengetahui apakah variabel akuntabilitas dan transparansi berpengaruh atau tidak terhadap pelayanan publik. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang datang selama satu bulan untuk 18
mengurus / meminta pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang. Rata-rata dalam sehari masyarakat yang datang adalah 25 orang. Jadi jumlah populasi 30 x 25 = 750 orang. Dikarenakan peneliti mempunyai keterbatasan waktu, tenaga dan sebagainya maka jumlah sampel yang bisa peneliti ambil sebanyak 10%. Dari jumlah populasi 750 orang, maka sampel yang bisa diambil sebanyak 10% (750 x 10 : 100 = 75) adalah 75 orang sampel. Teknik pengambilan data menggunakan teknik sampel secara acak (random sampling) dimana sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan latar belakang responden dan strata sampel tersebut Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu skala pengukuran dimana dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk menghitung validitas suatu kuisioner, digunakan teknik korelasi, jika korelasi hitung > korelasi tabel maka butir pertanyaan kuisioner dianggap valid. Uji reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu. Reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya. Untuk menghitung reliabilitas digunakan model tes ulang, tes ini dilakukan dengan menguji kuisioner kepada kelompok tertentu, jika hasil korelasinya > 0,4 maka intrumen tersebut dinyatakan reliabel Uji Asumsi Klasik Asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan empat tehnik yang meliputi uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Kedua uji multikolineritas merupakan uji yang ditunjukan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Ketiga Heterokedastisitas memiliki daya uji untuk menentukan apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan kepengamatan yang lain Alat analisis dan pengujian hipotesis Perhitungan analisis data dan pengujian hipotesis sesuai dengan obyek penelitian untuk mencari hubungan antara variabel akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik, JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
maka model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik dengan model analisis regresi berganda dengan model persamaan sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + ê (Sugiyono,2007 ; 290) Dimana : Y = Pelayanan publik X1 = Akuntabilitas X2 = Transparansi b = Koefisien regresi partial a = Konstanta nilai Y yang tidak dipengaruhi oleh variabel X ê = Error atau sisa (residual) Sebagai langkah untuk menganalisis regresi linier berganda dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak berupa program SPSS versi 19. Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua alat analis. Pertama uji F dimaksudkan untuk menguji apakah variabel bebas memiliki pengaruh secara serentak terhadap variabel terikat. Sementara uji t digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat korelasi regresi secara parsial antara variabel independen terhadap variable independen. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Reliabilitas Pertama dari pengujian reliabilitas, dari tabel Pada bagian Reliability Statistic terlihat bahwa nilai Alpha Cronbach (r hitung) adalah 0,717 dengan jumlah pertanyaan 22 butir atau item. Oleh karena nilai Alpha Cronbach = 0,717 ternyata lebih besar dari standar nilai reliabilitas 0,400 maka kuisioner penelitian skripsi ini yang diuji terbukti reliabel. Nilai Alpha Cronbach = 0,717 terletak diantara 0,60 hingga 0,799 sehingga dikategorikan tingkat reliabilitasnya adalah reliabel. Kedua dari pengujian validitas dilihat pada bagian tabel item total statistic, dimana nilai masing-masing R hitung 22 butir pertanyaan kuisioner skripsi ini terlihat pada kolom corrected item total correlation semuanya berada diatas atau lebih besar daripada R tabel dengan standar signifikansi 5 % 0,227. Sehingga disimpulkan dalam penelitian skripsi ini 22 butir pertanyaan bisa dianggap vadid dan layak diujicobakan. Uji Asumsi Klasik Normalitas Data Uji normalitas data untuk mengetahui apakah suatu variabel normal atau tidak. Normal 19
atau tidaknya berdasar patokan distribusi normal dari data dengan mean dengan standar deviasi yang sama. Model yang digunakan adalah tes kolmogorov–smirnov dan shaphiro-wilk. Syarat pengujiannya : Jika nilai sig > 0,05 maka data dianggap normal distribusinya Jika nilai sig < 0,05 maka data dianggap tidak normal distribusinya. Hasil perhitungan tabel test of normality diatas didapatkan nilai signifikan Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk > 0,05 sehingga dalam penelitian skripsi ini memiliki data distribusi yang normal. Multikolinieritas Multikolinieritas berarti adanya korelasi linier diantara satu atau lebih variabel bebas, sehingga akan sulit untuk memisahkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Guna mendeteksi keberadaan multikolinieritas dilakukan analisis korelasi pearson. Syarat pengujiannya adalah bahwa apabila korelasi antara variabel bebas sebesar 0,800 keatas maka terjadi multikolinieritas. Dari tabel matrik pearson correlation (lampiran) menunjukkan bahwa penelitian ini dengan model analisis regresi linier berganda tidak terdapat permasalahan multikolinieritas, karena koefisien korelasi antar variabel bebas masih dibawah 0,800 Heteroskedastisitas Metode ini digunakan untuk mengetahui tidak terjadinya kesalahan faktor pengganggu yang mempunyai varian yang sama dalam penyebaran untuk variabel independennya. Dalam uji klasik ini, apabila residual sama atau mendekati nol dan berdistribusi normal serta varian residunya sama maka tidak akan terjadi heteroskedastisitas. Pada tabel diatas diketahui bahwa nilai dari standard residual rata-rata (mean) adalah 0,000, ini berarti bahwa model analisis linier berganda dalam penelitian ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Uji linearitas Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak. Uji linearitas digunakan untuk mengkonfirmasikan apakah sifat linear antara dua variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan hasil observasi JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
yang ada. Hasil perhitungan uji linearitas (pada lampiran), bagian means tabel anova didapatkan nilai kedua variabel akuntabilitas dan transparansi memiliki nilai signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05, sehingga dalam penelitian skripsi ini data perhitungannya linear Uji F (Pengujian Hipotesis Secara Simultan) Dari uji anova atau F test, didapat F hitung adalah 117,648 sedangkan nilai F tabel diperoleh nilai sebesar 2,72 hal ini berarti bahwa F hitung > F tabel atau 117,648 > 2,72 dengan tingkat signifikansi 0,000. oleh karena probabilitas (0,000) jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat dipakai untuk mempredikasi tingkat pelayanan publik, atau dapat dikatakan variabel independen akuntabilitas dan transparansi yang diberlakukan secara bersama-sama berpengaruh terhadap pelayanan publik. Analisis selanjutnya adalah mengetahui nilai sumbangan persentase variabel akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik dapat dilihat pada tabel model summary dibawah ini Tabel 1 Model Summary Sumber data : Output SPSS – Lampiran. Pada tabel 1 model summary terlihat Mode l
R
R Square
1
.875
.766
Adjusted R Square
Std. Error of The estimate
Durbin-watson
.759
.14395
1.964
nilai R atau korelasi antara variabel akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik sebesar 0,875 Berdasarkan tabel korelasi bahwa korelasi atau hubungan antara variabel independen akuntabilitas dan transparansi secara serentak terhadap pelayanan publik adalah sangat kuat hubungannya karena terletak diantara 0,80 – 1,000,. Nilai adjusted R square sebesar 0,766 atau 76,6 % kualitas pelayana publik dipengaruhi oleh akuntabilitas dan transparansi sedangkan sisanya 23,4% pelayanan publik dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini Uji t (Pengujian Hipotesis Secara Parsial) Bila nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel, maka dinyatakan variabel bebas tersebut berpengaruh secara parsial terhadap pelayanan publik, sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak. Hasil uji t dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Variabel akuntabilitas (X1) berpengaruh secara parsial terhadap pelayanan publik, karena t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung = 3,214 > t tabel = 1,666) dan tingkat 20
signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. b. Variabel transparansi (X2) berpengaruh secara parsial terhadap pelayanan publik, karena t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung = 5,037 > t tabel = 1,666) dan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. PEMBAHASAN Hasil perhitungan analisis regresi antara variabel akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang maka diperoleh persamaan regresi berganda sebagai berikut Y = 0,209 + 0,362X1 + 0,563X2. Hasil persamaan regresi berganda tersebut dapat diketahui nilai kontanta (a) sebesar 0,209 menyatakan bahwa jika X1, dan X2 sama dengan nol maka pelayanan publik sebesar 0,209. Atau dengan kata lain bisa dijelaskan jika variabel akuntabilitas dan transparansi tidak digunakan maka pelayanan public akan constant sebesar 0,209. Hasil perhitungan uji F, didapat F hitung 117,648 sedangkan nilai F tabel diperoleh nilai sebesar 2,72 hal ini berarti bahwa F hitung > F tabel atau 117,648 > 2,72 sehingga dapat dikatakan variabel independen dalam penelitian ini yaitu akuntabilitas dan transparansi mampu menunjukkan pengaruhnya terhadap pelayanan publik atau atau dikatakan model regresi yang dihasilkan dapat dipakai untuk memprediksi tinggi rendahnya kualitas pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan “bahwa akuntabilitas dan transparansi berpengaruh secara signifikan terhadap pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang” diterima. Hal ini diperkuat dengan angka R adalah 0,875, hal ini bahwa korelasi atau hubungan antara akuntabilitas dan transparansi dengan pelayanan publik adalah sangat kuat hubungannya. Angka R square adalah 0,766 hal ini berarti 76,6% kualitas pelayanan publik dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel akuntabilitas dan transparansi sedangkan sisanya 23,4% tingkat pelayanan publik dipengaruhi oleh sebab-sebab lain diluar penelitian ini seperti motivasi, profesionalisme pegawai dan lain sebagainya.
JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
Hasil perhitungan uji t diperoleh bahwa t hitung akuntabilitas sebesar 3,214 sedangkan nilai t tabel 1,666 hal ini berarti t hitung > t tabel serta nilai α < 0,05 artinya variabel akuntabilitas secara sendiri-sendiri mampu menunjukkan pengaruhnya terhadap pelayanan publik. Nilai korelasi parsial variabel akuntabilitas dengan pelayanan publik sebesar 0,827 yang berarti terdapat hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel ini. Hasil perhitungan uji t diperoleh bahwa t hitung transparansi sebesar 5,037 sedangkan nilai t tabel 1,666 hal ini berarti t hitung > t tabel serta nilai α < 0,05 artinya variabel transparansi secara sendiri-sendiri mampu menunjukkan pengaruhnya terhadap pelayanan publik. Nilai korelasi parsial variabel transparansi dengan pelayanan publik sebesar 0,856 yang berarti terdapat hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel ini. Berdasarkan kedua hasil uji t korelasi parsial terlihat nilai variabel transparansi yang paling besar dibandingkan variabel lainnya yakni 0,827 atau 82,7%, sehingga variabel transparansi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat kualitas pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini “bahwa variabel transparansi mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang” diterima karena terbukti kebenarannya. Pembahasan selanjutnya adalah perhitungan uji asumsi klasik. Pertama dari normalitas data didapatkan didapatkan nilai signifikan Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk > 0,05 sehingga dalam penelitian skripsi ini memiliki data distribusi yang normal. Kedua dari uji multikolinieritas pada matrik pearson correlation menunjukkan bahwa penelitian ini dengan model analisis regresi linier berganda tidak terdapat permasalahan multikolinieritas, karena koefisien korelasi antar variabel bebas akuntabilitas dan transparansi masih dibawah 0,800. Ketiga dari uji heteroskedastisitas diketahui bahwa nilai dari standard residual rata-rata (mean) adalah 0,000, ini berarti bahwa model analisis linier berganda dalam penelitian ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Dan terakhir dari uji linearitas Hasil perhitungan uji linearitas (pada lampiran), bagian 21
means tabel anova didapatkan nilai kedua variabel akuntabilitas dan transparansi memiliki nilai signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05, sehingga dalam penelitian skripsi ini data perhitungan dapat dikatakan linear. Perhitungan uji reliabilitas, didapatkan nilai alpha crocbanh sebesar 0,717 lebih besar dari nilai standar 0,400 maka kuisioner yang diuji terbukti reliabel nilai tingkat kemantapannya adalah sangat reliabel. Dari uji validitas pada item total statistics, dari sebanyak 22 butir pertanyaan yang diajukan, semuanya telah memenuhi syarat validitas, dimana r hitung > r tabel. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil dari persamaan regresi yang dihasilkan menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan atau searah antara variabel akuntabilitas dan transparansi terhadap kualitas pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang. Maksudnya, apabila variabel independen (bebas) ada penambahan maka variabel dependen (terikat) juga mengalami penambahan dan sebaliknya. 2. Perhitungan uji F (simultan) didapatkan bahwa kedua variabel akuntabilitas dan transparansi berpengaruh simultan terhadap pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang sehingga hipotesis pertama diterima. 3. Hubungan antara variabel akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik sangat kuat hubungannya. Kedua variabel bebas tersebut mampu menerangkan perubahan terhadap pelyanan publik sebesar 76,6 % sedangkan sisanya sebesar 23,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini misalnya motivasi, profesionalisme pegawai dan lain sebagainya. 4. Dari kedua hasil uji t hitung terlihat nilai t hitung variabel transparansi yang paling besar dibandingan variabel lainnya, sehingga variabel transparansi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat pelayanan publik pada Kantor Desa Kerta Buana Kecamatan Tenggarong Seberang, sehingga hipotesis kedua diterima. JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2003, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 62 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik Anonim,
2003, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 mengenai Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Handoko, T, Hani, 2005, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit Liberty, Yogyakarta Hasibuan, Malayu SP, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi kesebelas, Bumi Aksara, Jakarta Heidjrachman, 2006, Manajemen Personalia, BPFE –UGM, Yogyakarta Jasfar, Farida, 2005, Manajemen Jasa, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor. Kotler, Philip, 2005, Manajemen Pemasaran II, edisi kesebelas, alih bahasa Benyamin Molan, PT. Gramedia, Jakarta. Kumorotomo, Wahyudi, 2009, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa Pada Masa Transisi, Pustaka Belajar, Yogyakarta. Nanga, Muana, 2007, Makro Ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada Notoatmodjo, Soekidjo, 2009, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta.. Ratminto,
Winarsih Septi Atik, 2005. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal.Yogyakarta: pustaka pelajar.
Siagian Sondang P, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta
22
Simamora, Henry, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Ketiga, Bagian Penerbit, Salemba Empat, Jakarta. Subana, M & Sudrajat, 2006, Implementasi Dan Kebijakan Publik, Pasca Sarjana UNY. Yogyakarta. Sugiyono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Sukirno, Sadono, 2004, Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
JEMI Vol 16/No 2/Desember/2016
Surya Darma, 2007, Prinsip Pelayanan Publik Yang Optimal, Tugu Publisher, Yogyakarta. Suyanto, Akhmad, 2005 Pengantar Ekonomi Pembangunan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Todaro,
Muhammad, 2010, Analisis Pembangunan Ekonomi Indonesia, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta
Tarigan, Ahmadi 2005, Konsep Pembangunan Pedesaan, Penerbit Tugu Publisher, Yogyakarta.
23