AKTUALISASI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN EKONOMI ISLAM Suryani Jurusan Syariah Program Studi Ekonomi Islam STAIN Malikussaleh Lhokseumawe - Aceh
[email protected]
Abstract: The development of Islamic financial institutions is more rapidly and encourages scientific activities based on Islamic economics, especially by academics in universities. It also demonstrates the increasing appreciation of the efforts to enforce Islamic sharia in the economy or it is an attempt to translate the values of Islam with in the scope of economics. Even today some universities have made Islamic economics as an object of study both in the form of courses of study and concentration. There is a kind of social justification for the weaknesses and short comings of conventional economic system that has been executed, as well as foster the desire of Muslims, in particular, to better understand Islamic Economics. Keywords: Islamic economics, principles, concentration program. Abstrak: Perkembangan lembaga keuangan syariah semakin pesat dan memberi angin segar bagi maraknya kegiatan ilmiah berbasis Ekonomi Islam yang dilakukan, terutama oleh kalangan akademisi Perguruan Tinggi Umum maupun Islam, hal ini juga menunjukkan semakin meningkatnya apresiasi umat Islam terhadap upaya penegakkan syariah dalam bidang ekonomi atau upaya artikulasi nilai-nilai Islam dalam ruangan ekonomi. Bahkan saat ini beberapa Perguruan Tinggi telah menjadikan ekonomi Islam sebagai objek kajian (subjek matter) baik dalam bentuk Program studi maupun konsentrasi. Ada semacam justifikasi sosial atas kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi konvensional yang selama ini dijalankan, sekaligus menumbuhkan keinginan umat Islam, khususnya, untuk lebih memahami Ekonomi Islam.
Kata Kunci: ekonomi Islam, prinsip, konsentrasi program studi.
1
Pendahuluan Sejak adanya kehidupan manusia di permukaan bumi, hajat untuk hidup secara kooperatif di antara manusia telah dirasakan dan telah diakui sebagai faktor esensial agar dapat survive dalam kehidupan. Seluruh anggota manusia bergantung kepada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan mutualistik dalam kehidupan individu dan sosial di antara manusia telah melahirkan sebuah proses evolusi gradual dalam pembentukan sistem pertukaran barang dan pelayanan. Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia dari zaman ke zaman, sistem pertukaran ini berevolusi dari aktivitas yang sederhana kepada aktivitas ekonomi yang modern (Ahmad Sanusi Nasution, 2008). Proses berlangsungnya globalisasi ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi, dan sebagai lokomotifnya adalah sistem kapitalisme sebagai icons dalam perekonomian global. Sistem ekonomi kapitalisme yang bebas (laissez faire) ternyata melahirkan disparitas (kesenjangan) antara miskin dan kaya, antara masyarakat kuat dengan masyarakat lemah, negara maju dengan negara berkembang. Ilmu ekonomi Islam muncul kembali pada abad ke 20, dengan munculnya bank bagi hasil. Penerapan ekonomi Islam secara resmi pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berlangsung di Jeddah tahun 1976 dalam konferensi tersebut dipresentasikan berbagai makalah tentang ekonomi Islam dari berbagai pakar ekonomi Islam di dunia. Tahun 1976, menjadi titik awal munculnya semangat negara-negara Islam untuk menggali kembali kejayaan intlektual umat Islam yang pernah berjaya di masa lampau. Revolusi Islam di Iran yang terjadi pada tahun 1978 yang menghapuskan ”bunga” dalam perekonomian Iran turut memberi andil dalam memacu berbagai kajian tentang sistem ekonomi Islam. Semenjak itu berbagai kajian dilakukan oleh seluruh pakar ekonomi baik yang berasal dari negara-nergara Islam, maupun yang berasal dari negara-negara maju seperti Inggris, dan Amerika. Berbagai konferensi dan seminar Internasional dilakukan di negara-negara Muslim seperti Arab Saudi, Mesir, Kuwait, Qatar, Pakistan, dan Malaysia serta belakangan di Indonesia.
1
Kehadiran ilmu ekonomi bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan kepada umat, kesejahteraan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan harga yang mencakup barang dan jasa yang diproduksi dan kemudian dijual oleh pelaku bisnis, dan dalam perspektif Islam, ada beberapa pengertian tentang ekonomi Islam (Veithzal Rivai, 2012:2), yaitu: 1. Ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, Al-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Al-Qur’an dan al-Sunnah merupakan sumber utama agama Islam, sedangkan hadits, ijma’ dan qiyas merupakan pelengkap Al-Qur’an dan Hadits. (Metwally:1995). 2. Ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya (Mannan: 1993). 3. Menurut M. Akram Khan, bertujuan untuk mengkaji tentang kebahagian hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan partisipasi. Definisi tersebut mencakup dimensi normatif (kebahagian hidup di dunia dan akhirat) serta dimensi positif (mengorganisir sumber daya alam). Sedangkan menurut Ash-Shidiqy ekonomi Islam adalah respon pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi masa tertentu, untuk usaha keras ini mereka dibantu oleh Al-Qur’an dan al-Sunnah, akal (ijtihad) dan pengalaman. 4. Menurut M. Umar Chapra, sebuah pengetahuan yang membahas upaya mewujudkan kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesimbangunan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan (Budi Setyanto,et al: 2006). Dengan demikian ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.
2
Pembahasan Al-Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam berbagai ayat di Al-Qur’an dilengkapi dengan sunah-sunah dari Rasulullah SAW melalui berbagai bentuk Al-Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha pada saat kejayaan Dinul Islamiyah baik dalam bentuk Al-Ijma’ maupun Al-Qiyas. Al-Qur’an secara tegas mendeklarasikan kesempurnaan Islam tersebut (Veithzal Rivai, 2012:3). Ini dapat dilihat dalam beberapa ayat, seperti pada surah al-An’am (6:38): &™ó©x« ⎯ÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ’Îû $uΖôÛ§sù $¨Β 4 Νä3ä9$sVøΒr& íΝtΒé& HωÎ) Ïμø‹ym$oΨpg¿2 çÏÜtƒ 9È∝¯≈sÛ Ÿωuρ ÇÚö‘F{$# ’Îû 7π−/!#yŠ ⎯ÏΒ $tΒuρ ∩⊂∇∪ šχρç|³øtä† öΝÍκÍh5u‘ 4’n<Î) ¢ΟèO 4 Artinya:
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burungburung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
Surah al-Maidah (5: 3): s ø9$# Ÿωuρ y“ô‰oλù;$# Ÿωuρ tΠ#tptø:$# töꤶ9$# Ÿωuρ «!$# uÈ∝¯≈yèx© (#θ=ÏtéB Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎫ÏiΒ!#u™ Iωuρ y‰Íׯ≈n=) BΘöθs% ãβ$t↔oΨx© öΝä3¨ΖtΒÌøgs† Ÿωuρ 4 (#ρߊ$sÜô¹$$sù ÷Λä⎢ù=n=ym #sŒÎ)uρ 4 $ZΡ≡uθôÊÍ‘uρ öΝÍκÍh5§‘ ⎯ÏiΒ WξôÒsù tβθäótGö6tƒ tΠ#tptø:$# |MøŠt7ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ ¢ (#ρ߉tG÷ès? βr& ÏΘ#tptø:$# ωÉfó¡yϑø9$# Ç⎯tã öΝà2ρ‘‰|¹ βr& ∩⊄∪ É>$s)Ïèø9$# ߉ƒÏ‰x© ©!$# ¨βÎ) ( ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4 Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ ÉΟøOM}$# Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'arsyi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatangbinatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan 3
dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu, dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka), dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” Dalam surah lain surah al-Nahl (16: 89): $uΖø9¨“tΡuρ 4 Ï™Iωàσ¯≈yδ 4’n?tã #´‰‹Íκy− šÎ/ $uΖø⁄Å_uρ ( öΝÍκŦàΡr& ô⎯ÏiΒ ΟÎγøŠn=tæ #´‰‹Îγx© 7π¨Βé& Èe≅ä. ’Îû ß]yèö7tΡ tΠöθtƒuρ | ≈tGÅ3ø9$# šø‹n=tã ∩∇®∪ t⎦⎫ÏϑÎ=ó¡ßϑù=Ï9 3“uô³ç0uρ Zπyϑômu‘uρ “Y‰èδuρ &™ó©x« Èe≅ä3Ïj9 $YΖ≈u‹ö;Ï? = Artinya:
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia, dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat). Kata Islam setelah ekonomi dalam ungkapan ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri, karena definisinya lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai. Pada tingkat tertentu isu definisi ekonomi Islam sangat terkait sekali dengan wacana Islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of knowledge). Science dalam Islam lebih dimaknakan sebagai segala pengetahuan yang terbukti kebenarannya secara ilmiah yang mampu mendekatkan manusia kepada Allah SWT (revelation standard-kebenaran absolut). Sedangkan science dikenal luas dalam dunia konvensional adalah segala ilmu yang memenuhi kaidah-kaidah metode ilmiah (human creation-kebenaran relatif). Jika kita simak dengan seksama, menurut Adiwarman Karim (2002), ilmu ekonomi merupakan warisan peradaban manusia yang dapat diibaratkan sebagai 4
bangunan bertingkat, dimana setiap kaum telah memberikan kontribusi pada zamannya masing-masing dalam mendirikan bangunan tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan pemikiran Ekonomi Islam, para ulama yang merupakan guru kaum muslimin tidak menolak pemikiran para filosof dan ilmuwan non Muslim asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Para ulama dan pakar ekonomi Islam, saat ini, berusaha mengembangkan Ekonomi Islam sesuai dengan dalil naqli dan dalil ‘aqli, meskipun pengaruh pemikiran ekonom Barat masih terasa. Indonesia, negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, tidak ketinggalan untuk berkontribusi di dalam mengikuti perkembangan ekonomi Islam yang terjadi di dunia. Berbagai seminar dan serta konferensi baik nasional maupun internasional juga mulai semarak dilakukan di Indonesia.
A.
Definisi Ekonomi Islam Ekonomi secara bahasa berasal dari bahasa Yunani dari kata ”okios” yang
berarti keluarga, rumah tangga, dan ”nomos” yang berarti peraturan, aturan dan hukum. Secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga, atau manajemen rumah tangga. Sedangkan dalam pandangan Islam ekonomi atau iqtishod berasal dari kata “qosdu” yang berarti keseimbangan dan keadilan. Dalam Al-Qur`an kata-kata qosdu disebutkan dalam beberapa ayat di antaranya ( )واﻗﺼﺪ ﰲ ﻣﺸﻴﻴﻚartinya “dan sedernahakanlah dalam berjalan” dan ()ﻣﻨﻬﻢ أﻣﺔ ﻣﻘﺘﺼﺪة dengan arti “diantara mereka terdapat golongan yang pertengahan”. Dalam Hadis Nabi Muhammad SAW dikatakan bahwa tidak akan menjadi fakir orang yang berhemat. Para pemikir Muslim yang mendalami ekonomi Islam juga hingga kini belum ada kesatuan pandangan dalam mengkonstruksi teori ekonomi Islam. Terdapat perbedaan penafsiran, pendekatan, dan metodologi yang dibangun dalam membentuk konsep ekonomi Islam. Hal ini karena adanya perbedaan latar belakang pendidikan, keahlian, dan pengalaman yang dimiliki (Mohamed Asalam Haneef, 1995:11). Merujuk pendapat Aslem Haneef, seorang pemikir ekonomi Islam Malaysia para pemikir Muslim di bidang ekonomi dikelompokkan dalam 5
tiga kategori: pertama, pakar bidang fiqih atau hukum Islam sehingga pendekatan yang dilakukan adalah legalistik dan normatif; kedua, kelompok modernis yang lebih berani dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam agar dapat menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat kini; ketiga para praktisi atau ekonom Muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Mereka mencoba menggabungkan pendekatan fiqih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam terkonseptualisasi secara integrated dengan kata lain mereka berusaha mengkonstruksi ekonomi Islam seperti ekonomi konvensional tetapi dengan mereduksi nilai-nilai yang tidak sejalan dengan Islam dan memberikan nilai Islam pada analisis ekonominya. Perkembangan pemikiran ekonomi Islam dari sejak masa Nabi sampai sekarang dapat dibagi menjadi 6 tahapan (Heri Sudarsono, 2002:149). Tahap pertama (632-656 M), yaitu pada masa Rasulullah SAW. Tahap kedua (656-661 M), yaitu pemikiran ekonomi Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Tahap ketiga (738-1037 M), yaitu para pemikir Islam di periode awal seperti Zayd bin Ali, Abu Hanifa, Abu Yusuf, Abu Ubayd, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan pemikir ekonomi Islam lainnya pada periode awal. Tahap keempat atau periode kedua (1058-1448 M). Pemikir ekonomi Islam periode ini Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnu Mas’ud, Jalaluddin Rumi, Ibnu Rusyd dan pemikir ekonomi Islam lainnya yang hidup pada masa ini. Tahap kelima atau periode ketiga (1446-1931 M), yaitu Shah Waliyullah Al-Delhi, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, Mufti Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Ibnu Nujaym, Ibnu Abidin, Syekh Ahmad Sirhindi. Tahap keenam atau periode lanjut (1931M-sekarang), yaitu Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qardhawi, Syed Nawab Haider Naqvi, Monzer Khaf, Muhammad Baqir As-Sadq, Umer Chapra dan tokoh ekonomi Islam pada masa sekarang. Menurut Adiwarman Azwar Karim, ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan tata
6
aturan syariah sebagai variabel independen dan ikut mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi. Dawam Rahardjo (1999:3-4), memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian umat Islam. Beberapa definisi dan pengertian ekonomi Islam telah dikemukakan oleh para pakar yang mengembangkan keilmuan ini, dapat disebutkan di sini antara lain, Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi adalah subset dari agama. Kata ekonomi Islam sendiri difahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma Islam yang sumbernya merujuk pada Al-Quran dan Sunnah (Monzer Kahf, 1978:18). Menurut Kahf pula (Monzer Kahf, 1978:16) ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik, logika dan ushul fiqh. Definisi ekonomi Islam juga dikemukakan oleh para pakar ekonomi Islam kontemporer lainnya seperti: 1) Umar Chapra (2001), Ilmu ekonomi Islam adalah suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumberdaya alam yang langka yang sesuai dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu untuk menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkesinambungan, membentuk solidaritas keluarga, sosial dan jaringan moral masyarakat; 2) S.M. Hasanuzzaman (Hasanuzzaman, 1984): “Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari’ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat.; 3) M.
7
Nejatullah Siddiqi (1981) mendefisinisikan: “Ilmu ekonomi Islam adalah jawaban dari pemikir Muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada zamannya, dengan panduan Qur’an dan Sunnah, akal dan pengalaman.”; 4) Syed Nawab Haider Naqvi (1985): “ Ilmu ekonomi Islam adalah perwakilan perilaku kaum Muslimin dala suatu masyarakat Muslim tipikal”. Tidak jauh berbeda dengan pemikir lainnya, Muhammad Abdul Manan (1992) berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam (M. Abdul Mannan, 1970, 1984). Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: Al-Quran, as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.” Dalam kaitan ini, M.M. Metwally (1995) mendefinisikan Ekonomi Islam sebagai, ilmu yang mempelajari perilaku Muslim dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Quran, As-Sunnah, Qiyas dan Ijma’. M.M. Metwally (1995) memberikan alasan bahwa dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat dikendalikan kearah bagaimana memenuhi kebutuhan dan menggunakan sumber daya yang ada. Dalam Islam disebutkan bahwa sumber daya yang tersedia adalah berkecukupan, dan oleh karena itu, dengan kecakapannya, manusia dituntut untuk memakmurkan dunia yang sekaligus sebagai ibadah kepada Tuhannya. Ekonomi dengan
demikian,
merupakan
ilmu
dan
sistem,
yang
bertugas
untuk
memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan berkecukupan itu dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam konteks kemaslahatan bersama. Ilmu ekonomi Islam adalah teori atau hukum-hukum dasar yang menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan memasukkan unsur norma ataupun tata aturan tertentu (unsur ilahiah). Oleh karena itu, ekonomi Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara apa adanya, tetapi juga harus menerangkan apa yang seharusnya dilakukan, dan apa yang seharusnya dikesampingkan (dihindari).
8
Menurut Adiwarman A. Karim (2003:6), dengan demikian, maka ekonom Muslim, perlu mengembangkan suatu ilmu ekonomi yang khas, yang dilandasi oleh nilai-nilai Iman dan Islam yang dihayati dan diamalkannya, yaitu ilmu ekonomi Islam. Sebuah sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan tata aturan syariah sebagai variabel independen (ikut mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah SWT meliputi batasan-batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Proses integrasi norma dan aturan syariah ke dalam ilmu ekonomi, disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di akhirat. Semuanya harus seimbang karena dunia adalah sawah ladang akhirat. Return (keuntungan) yang kita peroleh di akhirat, bergantung pada apa yang kita investasikan di dunia. Sebenarnya ekonomi Islam adalah satu sistem yang mencerminkan fitrah dan ciri khasnya sekaligus. Dengan fitrahnya ekonomi Islam merupakan satu sistem yang dapat mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh umat. Sedangkan dengan ciri khasnya, ekonomi Islam dapat menunjukan jati dirinya-dengan segala kelebihannya pada setiap sistem yang dimilikinya. Ekonomi Rabbani menjadi ciri khas utama dari model ekonomi Islam. Chapra menyebutnya dengan ekonomi Tauhid. Tapi secara umum dapat dikatakan sebagai divine economics. Cerminan watak “ketuhanan” ekonomi Islam bukan aspek pelaku ekonominya-sebab pelakunya pasti manusia-tetapi pada aspek aturan atau sistem yang harus dipedomani oleh pelaku ekonomi. Ini didasarkan pada keyakinan bahwa semua faktor ekonomi termasuk diri manusia pada dasarnya adalah milik Allah, dan kepadaNya (kepada aturanNya) dikembalikan segala urusan (QS. 3:109). Melalui aktivitas ekonomi, manusia dapat mengumpulkan nafkah sebanyak mungkin, tetapi tetap dalam batas koridor aturan main. “Dialah yang memberi kelapangan atau membatasi rezeki orang yang Dia kehendaki” (QS. 42:12, 13, 26). Atas hikmah Ilahiah, untuk setiap makhluk hidup telah Dia sediakan rezekinya selama ia tidak menolak untuk mendapatkannya (QS. 11:6)
9
Namun Allah tak pernah menjamin kesejahteraan ekonomi tanpa manusia tadi melakukan usaha. Sebagai ekonomi yang ber-Tuhan maka ekonomi Islam meminjam istilah dari Ismail al-faruqi; mempunyai sumber “nilai-nilai normatif-imperatif”, sebagai acuan yang mengikat. Dengan mengakses kepada aturan Ilahiah, setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh lepas dari nilai yang secara vertikal merefleksikan moral yang baik, dan secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk lainnya. Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern. Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak ekonomi Islam, ada tiga tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu: 1.
Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Mereka mengundang para ekonom dan banker untuk saling bahu membahu mendirikan lembaga keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah dan bukan pada bunga. Masa ini dimulai kirakira pada pertengahan decade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir decade 1950-an dan awal dekade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan Bank Islam lokal yang beroperasi bukan pada bunga, lembaga keuangan ini diberi nama Mit Ghomr Local Saving Bank yang berlokasi di delta sungai Nil, Mesir.
2.
Tahapan Kedua, dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom Muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di Perguruan Tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis
10
bunga. Serangkaian konferensi dan seminar tentang ekonomi Islam digelar dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik Muslim dan nonMuslim. Konfrensi internasional pertama tentang ekonomi Islam pertama diadakan di Makkah al-Mukaromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi internasional yang baru di London pada tahun 1977. Pada tahapan ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal diseluruh dunia Islam antara lain: Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak ekonomi Islam, Dr. M. Umer Chapra, Dr. MA. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad An-Najjar, Dr. M. Nejatuallh Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawwar Iqbal, Dr. Muhammad Ariff, Dr. Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom-ekonom yang didik di barat tetapi memahami sekali bahwa Islam sebagai way of life yang integral dan komprehenshif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika diterapkan dengan baik akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang berwibawa dimata dunia. 3.
Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan lembaga-lembaga non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan Muslim yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini sudah
mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga
investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank Islam pertama yang didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia. Bank Islam ini merupakan kerjasama antara negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Selanjutnya bermunculan bank-bank syariah di mayoritas negara-negara Islam termasuk di Indonesia.
11
Setiap sistem ekonomi memiliki tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan. Sistem ekonomi Islam lebih komprehensif dan utuh didasarkan pada pandanganpandangan yang benar terhadap hakekat manusia. Sistem-sistem yang ada memiliki filosofi yang berbeda-beda tentang manusia sekalipun berasal dari muara yang sama yaitu materialisme. Maraknya kajian-kajian tentang ilmu ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari fenomena kebangkitan kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang orisinil (Islamic Resurgance) di seluruh dunia Islam bahkan di kawasan minoritas Muslim. Kebangkitan Islam yang melanda hampir di seluruh dunia kini tengah mencari suatu tatanan baru yang jangkauannya tidak hanya pada aspek ideologis, moral, kultural dan politik saja, namun juga pada aspek ekonomi. Penggerak utama di balik kebangkitan ini adalah keinginan untuk merekontruksi struktur masyarakat dan perekonomiannya dengan mengadopsi nilai-nilai keimanan, agama dan tradisi sejarah mereka. Perkembangan lembaga keuangan syariah semakin pesat dan memberi angin segar bagi maraknya kegiatan ilmiah berbasis Ekonomi Islam yang dilakukan, terutama oleh kalangan akademisi Perguruan Tinggi Umum maupun Islam, hal ini juga menunjukkan semakin meningkatnya apresiasi umat Islam terhadap upaya penegakkan syariah dalam bidang ekonomi atau upaya artikulasi nilai-nilai Islam dalam ruangan ekonomi. Bahkan saat ini beberapa Perguruan Tinggi telah menjadikan ekonomi Islam sebagai objek kajian (subjek matter) baik dalam bentuk Program studi maupun konsentrasi. Ada semacam justifikasi sosial atas kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi konvensional yang selama ini dijalankan, sekaligus menumbuhkan kuriositas umat Islam, khususnya, untuk lebih memahami Ekonomi Islam. Bahkan bagi sebagian kelompok masyarakat muslim ada semacam tuntutan untuk menemukan kembali khazanah Islam yang sempat terlupakan dalam bidang ekonomi.
B.
Standar Kurikulum Ekonomi Islam Perkembangan Bisnis Islami yang sangat cepat saat ini membutuhkan
SDM Islami (SD Insani) profesional dan berkualitas yang mampu memenuhi
12
kebutuhan pelaku bisnis/usaha. Sebagaimana di atas telah dikemukakan, bahwa kebutuhan SDM Islami tersebut, sampai saat ini belum diimbangi dengan supply yang memadai (Veithzal Rivai, 2012:11). Pada tataran teoritis dan konseptual, kita masih merasakan sangat kekurangan pakar ilmu ekonomi Islam yang sekaligus mendalami ilmu ushul fiqh, fiqh mu’amalah. Ketika menjadi persoalan akademik, maka peran Perguruan Tinggi menjadi sangat penting dalam pemecahannya. Untuk menghasilkan sumber daya insani yang berkualitas dan profesional, Perguruan Tinggi tidak saja dituntut menyiapkan pengembangan kurikulum dan perumusan silabi yang tepat dan memadai, tetapi bagaimana output lulusannya memiliki basis kompetensi yang baik dan bermutu yang dibutuhkan pasar. Dengan adanya perubahan yang serba cepat dalam bisnis Islam yang merupakan bagian integral dari sistem ekonomi Islam itu sendiri, sudah sepatutnya Perguruan Tinggi harus mempersiapkan output lulusan yang mampu menjawab tantangan ini. Lulusan Perguruan Tinggi harus memiliki kualitas yang memenuhi kualifikasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan industri keuangan Islam saat ini. Langkah yang dilakukan beberapa Perguruan Tinggi tersebut tentu saja merupakan hal yang sangat positif di tengah ketiadaan upaya secara sistematis dari pemerintah, khususnya yang menangani pendidikan tinggi, baik Kementerian Pendidikan Nasional maupun Kementerian Agama, namun upaya pengembangan prodi atau konsentrasi ekonomi Islam secara terpisah (masing-masing) oleh seluruh Perguruan Tinggi tersebut menimbulkan perbedaan kurikulum antar satu Perguruan Tinggi dengan Perguruan Tinggi lainnya untuk Program studi yang sama. Kesetaraan, kesamaan kurikulum dan silabus Program studi Ekonomi Islam mutlak diperlukan, sehingga minimal akan diperoleh adanya standar kompetensi dan standar mutu lulusan sehingga akan memudahkan bagi setiap lulusan untuk berkompetiti dan dunia kerja, yang akhirnya akan melahirkan bisnis Islam yang
13
bermutu karena dikelola/diurus oleh manusia yang bermutu yang dilahirkan dari lembaga pendidikan yang bermutu pula. Tentu disadari pula bahwa lulusan yang bermutu ini adalah merupakan hasil dari proses pendidikan bermutu yang diberikan tenaga kependidikan/guru/dosen yang bermutu pula.
C.
Ilmu Ekonomi Islam dan Refleksi Pengembangan Ilmu ekonomi Islam (Umar Chapra, 2000:45) sudah lama berkembang,
namun runtuhnya kekhalifahan Islam beberapa abad yang lalu, telah ikut mengubur ajaran, praktek dan juga kajian tentang ekonomi Islam di masyarakat. Sehingga yang berkembang adalah ilmu-ilmu dan peradaban Barat yang sekuler dan materialistis. Berbagai krisi ekonomi yang semakin sering melanda kegiatan perekonomian dunia telah pula mengundang berbagai kegiatan yang mencari sistem alternatif dari sistem yang berlaku dewasa ini (Umar Chapra, 2000:345). Ilmu ekonomi Islam muncul kembali pada abad ke 20, dengan munculnya praktek bank bagi hasil. Praktek ekonomi Islam secara resmi pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berlangsung di Jeddah tahun 1976. dalam konferensi tersebut dipresentasikan berbagai makalah tentang ekonomi Islam dari berbagai pakar ekonomi Islam di dunia. Tahun 1976, menjadi titik awal munculnya semangat negara-negara Islam untuk menggali kembali kejayaan intlektual umat Islam yang pernah berjaya di masa lampau. Revolusi Islam di Iran yang terjadi pada tahun 1978 yang menghapuskan ”bunga” dalam perekonomian Iran turut memberi andil dalam memacu berbagai kajian tentang sistem ekonomi Islam. Semenjak itu berbagai kajian dilakukan oleh seluruh pakar ekonomi baik yang berasal dari negara-negara Islam, maupun yang berasal dari negara-negara maju seperti Inggris, dan Amerika. Berbagai konferensi dan seminar Internasional dilakukan di negara-negara Muslim seperti Arab Saudi, Mesir, Kuwait, Qatar, Pakistasn, dan Malaysia serta belakangan di Indonesia. Indonesia, negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, tidak ketinggalan untuk berkontribusi di dalam mengikuti perkembangan ekonomi Islam yang terjadi di dunia. Berbagai seminar dan serta konferensi baik nasional
14
maupun internasional juga mulai semarak dilakukan di Indonesia. Ekonomi Islam di Indonesia sampai dengan tahun 2010 ini mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan semakin marak dibukanya jurusan dan prodi ekonomi Islam di Perguruan Tinggi negeri atau swasta baik yang berada dibawah Kementerian Agama seperti UIN, IAIN dan STAIN dan Kementerian Pendidikan Nasional seperti UNAIR, UI, dan UGM. Pada dataran teoritis kajian-kajian ekonomi Islampun semakin menggeliat di perguruan-perguruan tinggi dan secara praktis banyak bermunculan lembaga keuangan, perbankan, asuransi dan bisnis yang berbasis syariah. Hal ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menerapkan syariat Islam di segala aspek kehidupan khususnya perekonomian. Respon positif ini sebagai modal awal untuk mengukuhkan bahwa kehadiran ekonomi Islam adalah sebuah keniscayaan yang harus terus menerus mendapatkan sambutan dari kalangan umat muslim, mengingat tantangan dalam konteks ekonomi pada masa yang akan datang semakin komplek terutama dalam hal penanggulangan kemiskinan dan pengangguran (Taqyudin An-Nabhani, 1999:6). Oleh karena itu, peran dari pengambil kebijakan sangatlah menentukan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada pengembangan ekonomi Islam. Peran tersebut bisa ditempuh lewat jenjang pendidikan dengan membuka jurusan ekonomi Islam di perguruan-Perguruan Tinggi negeri atau swasta, dari mulai program sarjana sampai dengan program doktoral.
D.
Refleksi Pengembangan Ilmu Ekonomi Islam Kajian ilmu ekonomi Islam sudah dimulai sejak tahun 70-an di Indonesia.
Namun perkembangan mulai marak pada dekade 90-an. Secara informal ilmu ekonomi Islam dikembangkan oleh elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, akademisi maupun para profesional. Diantaranya adalah Internacional Institute of Islamic Thought yang telah menyelenggarakan Kuliah Informal ekonomi Islam di beberapa Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia. Kuliah Informal Ekonomi Islam telah diselenggarakan di Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri, Universitas Gajah Mada dan Universitas Brawijaya.
15
Adapun dikalangan mahasiswa, perkembangan ilmu ekonomi Islam ditandai dengan munculnya kelompok studi mahasiswa yang intens mengkaji ekonomi Islam diberbagai Perguruan Tinggi. Embrio kelompok studi ekonomi Islam ini akhirnya bergabung menjadi sebuah Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam Se-Indonesia yang bertujuan mensosialisasikan dan membumikan ajaran ekonomi Islam di Indonesia khususnya di kalangan akademisi. Para profesional yang berkecimpung di dunia bisnis juga tidak ketinggalan. Melalui Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), diskusi-diskusi aktual seputar perkembangan ekonomi syariah dilakukan setiap bulannya. Sehingga menjadi ajang bagi sosialisasi dan menjembatani antara teori ilmu ekonomi Islam dengan perkembangan aktual bisnis di lapangan. Bahkan yang cukup membanggakan adalah bahwa ilmu ekonomi Islam saat ini telah menjadi trend, sehingga kajiannya tidak hanya dilakukan oleh IAIN dan kalangan umat Islam saja, namun universitas umum dan kalangan non-Muslim juga turut melakukan kajian-kajian ekonomi Islam melalui lembaga-lembaga kajian ekonomi Islam di masing-masing Perguruan Tinggi. Seiring dengan itu, secara formal beberapa Institut Agama Islam Negeri mulai membuka Program Diploma Ekonomi Islam. Melalui pengembangan kurikulum, saat ini beberapa IAIN telah membuka Program Sarjana Ekonomi dan Pasca Sarjana. Diantaranya adalah Universitas Islam Negeri, IAIN Ar-Raniry, IAIN Sunan Ampel, IAIN Medan, IAIN Sultan Syarif Qosim, IAIN Imam Bonjol dan lainnya. Selain itu beberapa Universitas telah membuka Program Pasca Sarjana Ekonomi Islam. Diantaranya adalah Universitas Islam Negeri, IAIN Medan, Universitas Islam Indonesia dan Universitas Paramadina Mulya. Menurut pengamatan penulis, Khusus Untuk di wilayah Jawa Timar, masa depan ekonomi Islam ini juga tampak dimeriahkan oleh mayoritas perguruan swasta di bawah naungan KOPERTAIS.
E.
Refleksi Pengembangan Sistem Ekonomi Islam Pengembangan sistem ekonomi Islam didukung oleh regulasi pemerintah
melalui
perangkat
perundang-undangan
maupun
peraturan-peraturan
16
pelaksananya (Prospektus Bank Muamalat Indonesia 2002). Disamping itu pengawasan terhadap lembaga keuangan syariah baik dari sisi aturan maupun dari sisi syariahnya sangat diperlukan (Sri Nurhayati dkk, 2008:115-130). Walaupun undang-undang yang berpihak terhadap perkembangan ekonomi Islam belum banyak, namun beberapa diantaranya telah mampu menstimulasi perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah. Undang-undang dan lembaga pengawas yang telah ada diantaranya adalah UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan mengakui keberadaan bank konvensional dan bank syariah
secara berdampingan atau dikenal sebagai dual banking sistem.
Berdasarkan UU tersebut bank dapat beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang memungkinkan kegiatan bank syariah menjadi lebih luas dibandingkan dengan kegiatan bank konvensional. Namun, selama ini perangkat ketentuan dan infrastruktur bagi bank secara umum Belem memungkinkan bank syariah untuk beroperasi dengan optimal, karena hampir seluruh ketentuan disusun untuk kebutuhan bank konvensional. Baru pada tahun 1999 Bank Indonesia menindak lanjuti UU No. 10 tahun1998 dengan mengeluarkan ketentuan mengenai kelembagaan dan jaringan kantor bagi Bank Umum Syariah (BUS), Bank Umum Konvensional (BUK) yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS) dan cabang syariah dan ketentuan bagi BPR Syariah (BPRS). UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang memungkinkan perbankan menjalankan dual banking sistem telah memicu lahirnya sejumlah Unit Usaha Syariah (UUS) di perbankan konvensional. Undang-undang No. 23 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Bank Indonesia diantaranya mempunyai tugas pokok mengatur dan mengawasi bank (Pasal 8), termasuk bank umum syariah dan BPR syariah. Tugas pokok tersebut mempertegas bahwa Bank Indonesia berkewajiban mengembangkan bank syariah dengan menyusun ketentuan dan menyiapkan infrastruktur yang sesuai dengan karakteristik bank syariah. Disamping itu, pasal 10 UU No. 23 tahun 1999 menegaskan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pada tahun 2000, sebagai tindak lanjut dari UU No. 23 tahun 1999, dikeluarkan ketentuan yang
17
mengatur kliring khususnya pembukaan rekening giro pada Bank Indonesia bagi UUS, Giro Wajib Minimum (GWM), Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Keberadaaan kedua UU tersebut semakin mempertegas amanah yang diberikan pada Bank Indonesia untuk mengembangkan bank syariah agar dapat melayani masyarakat yang menginginkan pelayanan perbankan syariah. Amanah tersebut salah satunya diwujudkan dengan lahirnya Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia pada tahuh 2001. Di bidang perasuransian, saat ini telah dibahas revisi UU No 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (Prospektus Asuransi Takaful Indonesia, 2002). Revisi bertujuan memasukkan pasal-pasal seputar asuransi syariah ke dalam undang-undang. Untuk pengelolaan zakat, agar dapat dijalankan secara professional dan membawa dampak positif bagi perekonomian umat, pemerintah telah menerbitkan UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Undangundang ini memberi kesempatan kepada pihak swasta untuk mengelola zakat secara profesional dan transparan sehingga mampu membantu perekonomian ummat Dewan Syariah Nasional. Untuk memberi rasa aman kepada masyarakat dalam menggunakan produk-produk syariah yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah, Majelis Ulama Indonesia membentuk Dewan Syariah Nasional. Dewan ini ditugaskan untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah, terutama yang berkaitan dengan apakah produk tersebut bertentangan atau tidak dengan prinsip syariah. Sampai dengan tanggal 26 Juni 2002 Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa sebanyak 30 fatwa. Secara umum fatwa DSN dikelompokkan menjadi kelompok fatwa untuk kegiatan transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah. Kelompok fatwa untuk kegiatan akuntansi pada perbankan syariah dan kelompok fatwa untuk investasi syariah.
18
F.
Langkah Strategis dalam Memperkuat Ekonomi Islam Langkah Strategis dalam memperkuat sistem ekonomi syariah, paling
tidak terdapat tiga langkah strategis yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin secara bersama-sama, baik para ‘alim ulama dan para tokoh, para pakar, dan masyarakat secara luas, sebagai realisasi dari hasil Kongres Umat Islam tersebut, yaitu pengembangan ilmu ekonomi syariah, pengembangan sistem ekonomi syariah dalam bentuk regulasi dan peraturan, serta pengembangan ekonomi umat (Ahmad Sanusi Nasution, 2008). Pertama, pengembangan ilmu ekonomi syariah dapat dilakukan melalui dunia pendidikan formal maupun non formal, baik itu di kampus-kampus, lembaga penelitian ilmiah, kelompok-kelompok kajian, media massa, pondokpondok pesantren dan lainnya. Kedua, ditumbuh kembangkan regulasi-regulasi yang mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun melalui kegiatan bisnis dan usaha riil. Ketiga, ketika ekonomi syariah dikembangkan dan didukung oleh sebuah sistem yang baik, maka yang paling penting adalah membangun perekonomian umat secara nyata, sehingga bisa dirasakan secara lebih luas oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan sektor riil dengan ditopang oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sehingga pada akhirnya diharapkan produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat. Kita berharap sistem ekonomi syariah (dengan langkah-langkah tersebut di atas) akan berkembang dari ekonomi alternatif menjadi satu-satunya sistem ekonomi yang mampu mensejahterakan umat dan bangsa kita, sekarang maupun di masa yang akan datang.
Penutup Islam memiliki sistem ekonomi yang mengungguli sistem ekonomi lainnya yang merupakan buah tangan manusia. Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem yang berdasarkan ajaran ilahi, hanya ekonomi Islamlah yang dapat membantu umat mencapai kesejahteraannya.
19
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu prilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid syariah (agama, jiwa, akal, nasab, dan harta). Ekonomi Islam harus dikembangkan dan disupport oleh sebuah sistem yang baik, maka yang paling penting adalah membangun perekonomian umat secara nyata, sehingga bisa dirasakan secara lebih luas oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan sektor riil dengan ditopang oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sehingga pada akhirnya diharapkan produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat, dan sebagai konsekuensi logisnya, mestinya ilmu ekonomi Islam seharusnya masuk dalam sistem pendidikan ilmu ekonomi di Indonesia mengingat bahwa sistem ekonomi Islam tidak hanya diperuntukkan umat Islam, tetapi juga berdampak positif bagi umat non Islam.
20
Daftar Pustaka Al-Quran dan Hadits. Agil, Syed Omar Syed. 1992. Rationality in Economic Theory: A Critical Appraisal dalam Sayyid Tahir et al. (ed.), Readings in Microeconomics An Islamic Perspective. Petaling Jaya: Longman Malaysia Sdn Bhd. Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Baihaqi Abd. Madjid. 2004. Kesadaran Baru Berekonomi Islam http:// www.bmtlink.web.id/newpage21.htm. Boulakia, David Jean C. 1971. Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist”, Journal of Political Economy. Vol. 79, No. 5 (September/October), The University of Chicago. Chapra, M. Umar. 2001. The Future of Economics: an Islamic Perspektive. Jakarta: SEBI. ----------, 2000. Sistem Moneter Islam. Terj. Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani Press. ----------, 2000. The Future of Economics: An Islamic Perspektive. UK:The Islamic Foundation. Deliarnov. 1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hamilton, Clive. 1994. Lihat pula Masudul Alam Choudory. 1989. The Paradigm of Humanomics. Bangi: UKM. Haneef, Mohamed Asalam. 1995. Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Analysis. Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co. Hasanuzzaman. 1984. Definition of Islamic Economics. Jurnal of Research in Islamic Economics. Vol. 1. No. 2. Iljas, Achjar. Sistem Ekonomi Idaman. Modal. No. 23 Desember 2004. Kahf, Monzer. 1978, The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning od the Islamic Economic Sistem, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S and Canada. Lihat juga Euis Amalia. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Pustaka Asatruss.
21
----------, 1978. The Islamic Economy. Plainfield Muslim Student Association (US-Canada). ----------, 1995. Ekonomi Islam (Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mannan Muhammad Abdul. 1993, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT. Dana Bhakti Wakaf. ----------, 1986. Islamic Economics, Theory and Practice. Cambride, Hodder and Stoughton. The Islamic Academy; M. Umar Chapra. 2001. What is Islamic Economics, Jeddah: IRTI-IDB. ----------, 1984. Islamic Economics: Theory and Practice. Delhi. Sh. M. Ashraf. 1970. Lihat juga M.A. Mannan. The Making of an Islamic Economic Society. ----------, 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Penterjemah, M. Nastangin, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. Metwally, M. M, 1995, Teori dan Model Ekonomi Islam, Jakarta: Bangkit Daya Insana. ----------, 1995. Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Bangkit Daya Insana. Muhammad. 2003. Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Ekonosia. Muttaqien, Dadan. Reformasi Regulasi dan Kelembagaan Ekonomi Islamdi Indonesia, journal.uii.ac.id/index.php/JEI/article/view/159/124 diakses 11 Maret 2012 Nagvi, Syed Nawab Haider. 1981. Ethics and Economics, An Islamic Synthesis. London: The Islamic Foundation. ----------, 1985. Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sintesis Islami. Bandung: Mizan. Qardhawy, Yusuf. 2004. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta: Robbani Press. Rahardjo, M. Dawam. 1999. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi. Jakarta: LSAF. Rivai, Veithzal. 2009. Islamic Human Capital. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. ----------, 2010. Islamic Financial Management. Jilid 1. Jakarta: Ghalia.
22
----------, 2011. Islamic Transaction Kaw in Business. Jakarta: Bumi Aksara. ----------, 2009. Islamic Economics. Jakarta: Bumi Aksara. ----------, 2012. Kerangka Pengembangan Kurikulum Ekonomi dan Keuangan Islam di Indonesia, Proceeding Makalah disampaikan pada Workshop Konsorsium Ekonomi Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Robert L. Heilbroner. 1986. Tokoh-Tokoh Besar Pemikir Ekonomi. Jakarta: UI Press. Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D. 1999. Mikroekonomi, Alih Bahasa: Haris Munandar dkk. Jakarta: Erlangga. Siddiqi, Muhammad N. 1981. Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary Literature. Jeddah and The Islamic Foundation. Sudarsono, Heri. 2002. Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonisia, Penulis buku ini mengkompilasi dari sumber M.N. Siddiqi (1995), M. Aslam Haneef (1995), Adiwarman Karim (2001). Sukamto, Menatap Masa Depan Ekonomi Islam (Sebuah Refleksi dan Proyeksi Perkembangan Ekonomi Islam Indonesia), http://www.scribd.com/doc/73811605/Journal-Mas-A-DepanEkonomi-Islam diakses 5 Februari 2012. Tim P3EI UII dan BI, 2008, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajagrafindo Pers. Vanberg, Viktor J. 1994. Rules and Choice in Economics. London: Routledge. http://www.scribd.com/doc/73811605/Journal-Mas-A-Depan-Ekonomi-Islam diakses 5 Februari 2012. http://lebi.fe.ugm.ac.id/shirat/data/ Implikasi Ekonomi Islami terhadap Perekonomian Indonesia.pdf diakses 5 Februari 2012. http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/membedah-konsep-ekonomi-Islam/ Februari 2012.
diakses
5
http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/perbedaan - mendasar - ekonomi – Islam – dan ekonomi-konvensional/ diakses 5 Februari 2012. http://syariahkita.wordpress.com/2010/03/25/prinsip dan dasar ekonomi Islam/ diakses diakses 7
April 2012. http//www.e-syariah.com/hlm/cetak_biru_1-4.php diakses 7 April 2012. Wikipedia Indonesia http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah diakses 7 April 2012.
23
http://sanoesi.wordpress.com/2008/09/17/ekonomi-islam-tugas-komphrensif-di/ akses 7 April 2012. http://i-epistemology.net/news-a-events/news/329-semiloka-ekonomi-islamsebagai-sistem-pendidikan-ilmu-ekonomi-di-indonesia.html diakses 7 April 2012.
24