AKTIVITAS DIURETIK EKSTRAK ETANOLIK FRAKSI ETIL ASETAT HERBA SAMBILOTO PADA MENCIT PUTIH JANTAN Eka Siswanto Syamsul Akademi Farmasi Samarinda Jl. AW Sjahranie No.226 Samarinda Kaltim Email:
[email protected] ABSTRAK Sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f] Nees) secara empiris digunakan sebagai peluruh air seni (diuretik). Salah satu senyawa yang terkandung di dalamnya yaitu flavonoid polimetoksi flavon, dapat berkhasiat sebagai diuretik. Tujuan dilakukan penelitian uji yaitu untuk mengetahui potensi aktivitas diuretik dan dosis efektif fraksi etil asetat herba sambiloto pada mencit putih jantan galur Swiss.Pembuatan Ekstrak fraksi etil asetat dengan jalan ekstrak kental etanol dimurnikan dengan pelarut n-heksana, Fraksi tak larut heksana dipurifikasi kembali dengan ditambahkan pelarut etil asetat dan divorteks kembali, diuapkan sampai menjadi ekstrak kental. Hewan uji dibagi 5 kelompok, tiap kelompok 4 ekor mencit putih jantan galur Swiss, dipuasakan selama 12-18 jam. Kelompok I kontrol negatif (suspensi PVP 4,76%), kelompok II kontrol positif (Furosemid), kelompok III (dosis 100 mg/kg BB), kelompok IV (dosis 200 mg/kg BB), dan kelompok V (dosis 300 mg/kg BB). Hewan uji dimasukkan ke dalam kandang metabolit, diberi 0,8 ml air minum per oral setiap 3 jam. Volume urine diukur pada jam ke 3, 6, dan 9. Hasil ANAVA satu jalan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,000). Hasil uji LSD, kontrol negatif berbeda bermakna dengan kontrol positif dan ekstrak fraksi etil asetat herba sambiloto dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 300 mg/kg BB. Dosis 300 mg/kg BB merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak fraksi etil asetat herba sambiloto berpotensi sebagai diuretik. Kata Kunci: A. paniculata, Fraksi etil asetat, diuretic ABSTRACT Sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f] Nees) empirically used as a laxative urine (diuretic). One of the compounds contained are flavonoids polimetoksi flavones, can be efficacious as a diuretic. The purpose of the test is to know the research potential and the effective dose diuretic activity ethyl acetate fraction sambiloto herbs on white male mice strain Swiss. The making of ethyl acetate extract fraction with the condensed extract ethanol purified with n-hexane, hexane insoluble fraction is then purified again with added solvent ethyl acetate and divorteks back, evaporated until it becomes a thick extract. The test animals were divided into five groups, with each group of four white male mice Swiss strain, fasted for 12-18 hours. I negative control group (4.76% PVP suspension), positive control group II (Furosemide), Group III (a dose of 100 mg / kg), Group IV (dose of 200 mg / kg) and group V (at a dose of 300 mg / kg). The test animals were caged metabolite, were given 0.8 ml of water orally every 3 hours. The volume of urine was measured at hours 3, 6, and 9. Results of the way ANOVA showed a significant difference (p = 0.000). LSD test results, a negative control was significantly different to the positive control and the ethyl acetate extract of sambiloto herbs fraction dose of 100 mg / kg, 200 mg / kg, and 300 mg / kg. Dose of 300 mg / kg dose was the most effective as a diuretic. This shows that the ethyl acetate extract fraction of sambiloto herbs are potentially as a diuretic. Keywords: A. paniculata, ethyl acetate fraction, diuretics
PENDAHULUAN Salah satu tumbuhan yang secara empiris berkhasiat sebagai diuretik adalah sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees), daunnya digunakan untuk berbagai pengobatan yaitu peluruh air seni, penurun panas, obat penyakit kencing manis, disentri basiler, influenza, radang, amandel, radang paru-paru, radang saluran pernapasan, radang ginjal, gatal, gigitan ular berbisa, bisul, luka bakar, luka infeksi, dan kudis (Sudarsono dkk, 2006) Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002). Pengeluaran urin terutama digunakan untuk mengurangi sembab yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah cairan luar sel, pada keadaan yang berhubungan dengan kegagalan jantung kongestif, kegagalan ginjal, oligourik, sirosis hepatik, glaukoma, hiperkalsemia, diabetes insipidus dan sembab yang disebabkan oleh penggunaan jangka panjang kortikosteroid (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Etil asetat merupakan cairan jernih tidak berwarna pada suhu kamar dengan bau khas seperti buah, larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur etanol dan titik didihnya 760C. Senyawa yang dapat larut ke dalam pelarut ini adalah flavonoid (Harborne, 1987). Campuran flavonoid dapat meningkatkan urinasi dan pengeluaran elektrolit pada tikus normotensi (Jouad, 2001, cit Adha, 2009). METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk kategori penelitian eksperimental. Data yang dikumpulkan diperoleh dari pengamatan langsung pada hewan uji yaitu data kuantitatif volume urine pada jam ke 3, 6, 9 setelah perlakuan. Volume urine yang diukur adalah volume urine kumulatif dari awal pengamatan. Alat dan bahan Alat (Alat-alat gelas, Jarum oral, Kandang metabolit, Maserator (Ika Labortechnik), Spuit, Tangas air, Timbangan digital (Ohaus)). Bahan (Air suling, Etanol 70%, Etil asetat, Furosemid (Lasix®), Herba sambiloto, nheksan, PVP 4,76% b/b. Hewan uji (Mencit
putih jantan) Jalannya penelitian Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan cairan penyari etanol 70% dengan perbandingan 1:7 (serbuk : cairan penyari). Proses maserasi ini menggunakan maserator Ekstrak kental dimasukkan ke dalam suatu wadah, ditambahkan n-heksan (fraksinasi padat-cair). Dikocok dengan menggunakan maserator. Pengocokan dilakukan sampai warna pelarut hilang hingga terbentuk bagian padat dan bagian cair . Bagian cair merupakan bagian yang larut dalam n-heksan (fraksi n-heksan) dan bagian padat merupakan fraksi tak larut n-heksan, fraksi tak larut n-heksan diambil dan diuapkan untuk menghilangkan sisa pelarut dari n-heksan. Fraksi tak larut nheksan tersebut ditambahkan etil asetat (fraksinasi padat-cair), dikocok menggunakan maserator hingga terbentuk bagian padat dan bagian cair. Bagian cair merupakan bagian yang larut dalam etil asetat (fraksi etil asetat) yang akan digunakan sebagai sediaan uji dan bagian padat merupakan residu etil asetat. Sebelumnya dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui dosis fraksi etil asetat ekstrak herba sambiloto yang akan digunakan. Hewan uji sebanyak 20 ekor mencit putih jantan galur Swiss dipuasakan selama 12-18 jam. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing terdiri dari 4 mencit. Kelompok 1 (kontrol negatif) : diberi suspensi PVP 4,76% b/b Kelompok II (kontrol positif) : diberi suspensi Furosemid (Lasix®) Kelompok III : diberi suspensi fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba sambiloto dosis 100 mg/kg BB. Kelompok IV : diberi suspensi fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba sambiloto dosis 200 mg/kg BB Kelompok V : diberi suspensi fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba sambiloto dosis 300 mg/kg BB Setelah diberi perlakuan, hewan uji dimasukkan dalam kandang metabolit untuk ditampung urinenya. Pengukuran volume urine dilakukan pada jam ke 3, 6, 9. Volume urine yang diukur adalah volume urine tiap waktu pengamatan dan volume urine
kumulatif. Air minum diberikan per oral sebanyak 0,8 ml setiap 3 jam. Selama perlakuan dalam kandang metabolit hewan uji tidak diberi makan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Selama pengamatan, hewan uji diberikan minum per oral 0,8 ml setiap 3 jam, hal ini dimaksudkan untuk menyeragamkan
kondisi hewan uji karena pemberian jumlah air minum yang tidak seragam dikhawatirkan akan mempengaruhi efek diuretik dari hewan uji tersebut. Data volume urine diukur pada jam ke- 3, 6, 9. Data yang terkumpul merupakan data volume urine tiap waktu (ml). Dari data volume urine tiap waktu dapat dihitung volume urine kumulatif. Data dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik Volume Urin Kumulatif Data volume urine kumulatif perbedaan efek diuretik antara jam ke 3 dan menggambarkan kenaikan volume urine jam ke-6, jam ke 3 dan jam ke-9. Uji ini secara keseluruhan selama waktu dilakukan dengan membandingkan tiap-tiap pengamatan. Dari grafik tersebut dapat dilihat perlakuan. Hasil pengujian terhadap kontrol bahwa fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba negatif PVP 4,76% b/b menunjukkan ada sambiloto dosis 300 mg/kg BB memiliki rataperbedaan volume urine antara jam ke-3 dan rata volume urine yang paling tinggi di antara jam ke-6 maupun jam ke-3 dan jam ke-9 sediaan uji dengan dosis di bawahnya bahkan (p<0,05). Hasil Pengujian terhadap kontrol melebihi rata-rata volume urine dari sediaan positif Furosemid (Lasix®) menunjukkan ada Furosemid (Lasix®). Urin kumulatif 0-9 jam perbedaan volume urine antara jam ke-3 dan menggambarkan kenaikan volume urine pada ke-6 (p<0,05) tapi tidak ada perbedaan jam ke 0-9. Hasil ANAVA satu jalan volume urine antara jam ke-3 dan jam ke-9 menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hasil pengujian terhadap fraksi etil (p=0,000). asetat ekstrak etanolik herba sambiloto dosis Hasil uji LSD, kontrol negatif 100 mg/kg BB dan dosis 300 mg/kg BB berbeda bermakna dengan kontrol positif dan menunjukkan tidak ada perbedaan volume fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba urine antara jam ke-3 dan jam ke-6 (p>0,05) sambiloto dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg dan ada perbedaan volume urine antara jam BB, dan 300 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan ke-3 dan jam ke-9 (p<0,05). Pada dosis 200 bahwa fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba mg/kg BB menunjukkan tidak ada perbedaan sambiloto dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg volume urine antara jam ke-3 dan jam ke-6 BB, dan 300 mg/kg BB berpotensi sebagai maupun jam ke-3 dan jam ke-9 (p>0,05). diuretik. Selanjutnya dilakukan uji Paired Sample T-Test untuk mengetahui perbedaan bermakna sampel berpasangan yaitu
Gambar 2. Grafik Persentase Daya Diuretik Berdasarkan grafik tersebut fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba sambiloto dosis 300 mg/kg BB memiliki potensi diuretik yang paling tinggi dibandingkan fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba sambiloto dosis 100 mg/kg BB dan dosis 200 mg/kg BB. Dosis 200 mg/kg BB lebih rendah bila dibandingkan dengan dosis 100 mg/kg BB. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi hewan percobaan yang digunakan (animal error) seperti hewan percobaan stres atau faktor lain yang mempengaruhi sehingga pengeluaran urine pada hewan percobaan yang diberi dosis 100 mg/kg BB lebih banyak dibandingkan hewan percobaan yang diberikan dosis 200 mg/kg BB. Beberapa faktor yang menyebabkan bertambahnya pengeluaran urine selain pemberian diuretik, yaitu air yang dikonsumsi, hormon antidiuretik (ADH) dan suhu. Berdasarkan faktor-faktor tersebut kemungkinan hewan percobaan yang diberikan dosis 100 mg/kg BB lebih banyak mengkonsumsi air pada saat dipuasakan sehingga konsentrasi protein darahnya akan turun, darah menjadi terlalu encer, sehingga sekresi ADH terhalang, maka penyerapan air oleh dinding tubulus kurang efektif, sehingga terbentuk urine yang banyak. Hormon antidiuretik ini dihasilkan kelenjar hipofisis bagian posterior. Sekresi ADH dikendalikan oleh konsentrasi air dalam darah. Hormon antidiuretik mempengaruhi proses penyerapan air oleh dinding tubulus. Bila sekresi ADH banyak, penyerapan air oleh dinding tubulus
akan meningkat, sehingga urine yang terbentuk sedikit. Sebaliknya jika sekresi ADH kurang, maka penyerapan air oleh dinding tubulus menurun, sehingga dihasilkan banyak urine. Suhu juga mempengaruhi pengeluaran urine. Ketika suhu panas konsentrasi air dalam darah turun mengakibatkan sekresi ADH meningkat sehingga urine yang dihasilkan sedikit. Sebaliknya jika suhu udara dingin konsentrasi air dalam darah naik sehingga menghalangi sekresi ADH maka produksi urine banyak. Hal ini tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada hewan percobaan karena kondisi biologis yang berbeda-beda pada tiaptiap individu walaupun pada saat percobaan sudah diminimalisir variasi biologis tersebut. KESIMPULAN 1. Fraksi etil asetat ekstrak etanolik herba sambiloto dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 300 mg/kg BB memiliki potensi sebagai diuretik. 2. Fraksi etil asetat ekstrak herba sambiloto dosis 300 mg/kg BB merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik. DAFTAR PUSTAKA Adha, A.C., 2009, Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan SpragueDawley, Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan kedua, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Sudarsono, Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Donatus, I.A., Drajad, M.,Wibowo, S.,dan Ngatidjan, 2006, Tumbuhan Obat I, Pusat Penelitian Obat Tradisional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Siswandono dan Soekardjo, 2000, Kimia Medisinal, Jilid II, Edisi II, Airlangga University Press, Surabaya.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.