AKTIVITAS dan SINERGISME ANTIOKSIDAN PADA BUMBU CABAI, KUNYIT dan JINTEN Elly Hanna Novianna11; Monang Manullang2'; Lo Elisabeth3'
Abstract Spices have antioxidant activity that could reduce free radical and then prevent cancer. Chili, turmeric, and cumin are some seasonings. There was a synergism between antioxidant activity of chili and cumin in meat. There was no synergism between antioxidant activity of turmeric and chili in meat. The best spice composition ofgulai in meat is 50 g chili, 7,42 g turmeric, and 1.36 g cumin. Key words: Antioxidant, chili, turmeric, cumin
Pendahuluan Dewasa ini, kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya iklan-iklan produk yang menawarkan suplemen kesehatan. Antioksidan merupakan salah satu produk yang banyak ditawarkan karena dapat mencegah penuaan dini dan berbagai penyakit lainnya. Rempah-rempah merupakan salah satu komoditas sumber daya alam yang banyak ditemui di Indonesia. Penggunaan rempah-rempah selama ini terbatas untuk penambah citarasa makanan. Perlu diteliti kemampuan antioksidan rempah sehingga dapat diaplikasikan untuk mencegah kerusakan makanan akibat oksidasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari aktivitas antioksidan dan sinergisme bumbu cabai, kunyit dan jinten. Pengujian dilakukan dengan TBA. 1) Dosen Tetap Jurusan Teknologi Pangan UPH 2) Dosen Part Time Jurusan Teknologi Pangan UPH 3) Alumni Teknologi Pangan UPH
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No. 1, Oktober 2003
26
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama dimaksudkan untuk mengetahui aktivitas antioksidan cabai, kunyit dan jinten secara individu. Metode yang digunakan dalam penelitian tahap pertama ini adalah dengan uji TBA. Aktivitas antioksidan diukur dengan kemampuannya menghambat oksidasi lemak pada masakan gulai. Penelitian tahap kedua dimaksudkan untuk mengetahui sinergisme aktivitas antioksidan cabai, kunyi dan jinten yang digunakan dengan uji TBA. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan kuah gulai adalah cabe, jahe, jinten, ketumbar, adas manis, merica bulat, bawang putih, bawang merah, kunyit, lengkuas, minyak sayur, bawang merah, serai, daun jeruk, cengkih, biji pala, kayu manis, kapulaga, santan, asam kandis, garam, gula merah, daging ayam. Peralatan yang dibutuhkan adalah alat ekstraksi soxhlet, tanur, alat destilasi, alat kjehldahl, spektrofotometer, rotavapor Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan antioksidan diekstrak dari bumbu dengan kombinasi untuk setiap 72 g bumbu halus: cabai dengan berat 0 g, 25 g, dan 50 g; jinten dengan berat 0 g, 1,36 g; kunyit dengan berat 0 g, 3,71 g , 7,42 g. Pelarut yang digunakan adalah metanol. Proses ekstraksi adalah menumbuk bumbu-bumbu yang sesuai dengan perlakuan lalu dicampurkan pelarut (metanol) 100 mL dan diaduk dengan stirrer selama 3 jam. Setelah 3 jam ditambahkan 70 mL metanol dan dipanaskan pada penangas air 1 jam pada 70°C. Kemudian disaring dengan kertas Whatman 42 dan residu dicuci 100 mL metanol panas dan disaring kembali dengan kertas Whatman 42. Filtrat dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 50°C. Penelitian Utama Pada penelitian utama dibuat kuah gulai dengan kombinasi bumbu berdasarkan perlakuan dan dilakukan uji hedonik. Parameter yang diukur adalah warna, aroma, rasa, dan penerimaan secara keseluruhan. Sinergisme aktivitas antioksidan cabe, kunyit, dan jinten diuji dalam emulsi p- karoten dan asam linoleat. 27
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No. 1, Oktober 2003
Pengukuran Parameter Pengukuran parameter yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis proksimat (AOAC, 1995), uji aktivitas antioksidan (Pascuel dan Rabbit, 1991 dalam Sukib et al, 1999), penetapan fenol (Taga et al, 1984 dalam Wiyani, 1999), uji TBA (Raharjo etal, 1993), uji organoleptik (Soekarto, 1985).
Hasil dan Pembahasan Tabel 1 Analisis Proksimat Bahan Mentah Jenis Analisis
Cabai
Kunyit
Jinten
Kadar Air (%)
77,81
88,59
11,50
Kadar Lemak (%)
2,29
3,89
4,28
Kadar Protein (%)
4,67
2,23
17,58
Kadar Abu(%)
1,71
1,24
7,50
Kadar Gula(%)
13,60
4,05
59,53
Uji TBA merupakan uji spesfik untuk menganalisis hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh. Uji TBA memberikan informasi yang sangat penting mengenai aktivitas radikal bebas dan juga digunakan untuk pengukuran aktivitas anti oksidan. Keuntungan penggunaan metode ini adalah karena prosedur pengerjaannya
sangat cepat dan mudah dilakukan.
Uji TBA dalam sistem daging dimaksudkan untuk mengetahui aktivitas anti oksidan bumbu kuah gulai yang dapat diserap oleh daging. Penggunaan daging dikarenakan dalam aplikasinya, pemasakan gulai selalu menggunakan daging. Dalam penelitian ini, daging yang digunakan adalah daging ayam. Untuk pengujian TBA ini, daging yang telah ditambahkan ekstrak antioksidan dipanaskan pada suhu 85°C selama 40 menit. Perlakuan ini diasumsikan sama dengan proses pemasakan yang biasa dilakukan di rumah tangga. Tabel 2 menggambarkan pengaruh konsentrasi ekstrak cabai terhadap aktivitas antioksidan. Konsentrasi ekstrak cabai yang digunakan adalah 0,25 dan 50 gram.
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol), No.1, Oktober2003
2H
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi cabai terhadap aktivitas antioksidan Faktor penghambatan (%)
Perlakuan Konsentrasi cabai (g)
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 21
0
80,21 a
47,54a
46,11 a
54,96a
25
94,32b
49,91 b
43,34b
38,48b
50
96,92°
58,24c
60,21 c
78,78c
Keterangan: pada kolom yang sama, hurufyang berbeda menunjukkan beda nyata pada a 0,01 dengan uji Tukey.
Cabai mengandung beberapa komponen antioksidan, termasuk di dalamnya adalah flavonoid, kapsaikinoid, vitamin C, dan vitamin A (Lee et al, 1995). Kandungan senyawa-senyawa ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan, genotip, dan penanganan pengolahan ( Howard et al, 1994 dalam Lee et al, 1995). Flavonoid dapat menghambat enzim prostaglandin sintase, lipoksigenase, dan siklooksigenase yang berhubungan erat dengan pembentukan tumor. Flavonoid yang terdapat di dalam cabai berupa quercetin dan luteloin. Kandungan flavonoid dan komponen fenolik lainnya termasuk kapsaikinoid bervariasi sesuai dengan tingkat kematangan. Selama pematangan buah cabai, sintesis flavonoid dapat bersaing dengan sintesis kapsaikinoid dalam langkah fenilpropanoid. Akumulasi kapsaikoid dalam cabai sejalan dengan penghilangan flavonoid (Sukrasno dan Yeoman, 1993 dalam Lee et al, 1995). Vitamin C sebagai antioksidan memiliki peranan multifungsional, termasuk penangkap radikal oksigen singlet, radikal pereduksi oksigen dan radikal dengan atom karbon di pusat dengan pembentukan radikal yang kurang reaktif, semidehidroaskorbat atau asam dehidroaskorbat. Mekanisme antioksidan lain vitamin C adalah regenerasi antioksidan lain, seperti pereduksi dari radikal tokoferol. Tabel 2 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi cabai, semakin tinggi aktivitas antioksidan. cabai dengan konsentrasi 50 g memberikan aktivitas antioksidan tertinggi untuk hari ke-0, hari ke-7, dan hari ke-21. Semakin tinggi konsentrasi cabai berarti semakin tinggi komponen
29
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No.1, Oktober 2003
antioksidan yang terekstrak oleh pelarut metanol sehingga memberikan aktivitas yang tinggi. Penggunaan pelarut metanol memberikan efektivitas tertinggi bila digunakan untuk ekstraksi cabai pada konsentrasi 50 g dari keseluruhan perlakuan konsentrasi cabai. Tabel 3 Pengaruh konsentrasi kunyit terhadap aktivitas antioksidan di dalam daging Faktor penghambatan (%)
Perlakuan Konsentrasi kunyit
Hah ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
0
78,32a
34,39a
29,72a
51,32a
3,71
96,54b
64,48b
64,844b
65,03b
7,42
96,60c
56,84c
52,62c
55,88c
(%)
Keterangan:
Hari ke 21
a 0,07
Pada kolom yang sama huruf yang berbeda menunjukkan ada tidaknya perbedaan nyata pada uji Tukey
Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan kunyit menaikkan aktivitas antioksidan dibandingkan dengan tidak menggunakan kunyit. Kunyit mengandung beberapa komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan. Komponen bioaktif yang utama adalah kurkuminoid dan turmerin. Keduanya memiliki aktivitas antioksidan. Pemberian kurkuminoid dengan dosis 3,68 ng/50 \xl pada sel monosit kelompok pria 20-39 tahun, sehat tidak merokok, menunjukkan penurunan kadar malondialdehid yang bermakna. Dengan kata lain pemberian kurkuminoid memberikan aktivitas antioksidan (Indrayati dan Adianto, 1997). Turmerin memiliki aktivitas antioksidan lebih ringgi daripada kurkumin. Konsentrasi molar yang dibutuhkan untuk menadapatkan tingkat penghambatan peroksidasi yang sama dalam sistem liposome maupun fosfatidil kolin dengan uji TBA lebih sedikit daripada kurkumin. Potensi antioksidan tersebut disebabkan karena turmerin kaya akan komposisi asam amino yang mengandung sulfur, yaitu metionin, yang diketahui merupakan antioksidan.
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No.1, Oktober2003
36
Pada Tabel 3 terlihat pada hari ke-7 aktivitas antioksidan ekstrak bumbu kunyit dengan konsentrasi 7,42 g menurun dan lebih rendah daripada aktivitas antioksidan ekstrak kunyit dengan konsentrasi 3,71 g, demikian juga untuk hari-hari selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gordon (1990), pengaruh konsentrasi antioksidan terhadap laju autooksidasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu struktur antioksidan, kondisi oksidasi dan bahan yang dioksidasi. Sering kali aktivitas antioksidan fenolik menjadi hilang pada konsentrasi tinggi dan bersifat prooksidan. Hal yang sama terjadi pada ekstrak kunyit dengan konsentrasi 7,42 g. Pada konsentrasi ini kunyit kehilangan aktivitas antioksidannya dan bersifat prooksidan. Penyebab lain adalah karena kurkumin di dalam air akan mengalami degradasi hidrolitik. Penggunaan metanol sebagai pelarut dapat menarik air dari dalam kunyit sehingga semakin tinggi konsentrasi kunyit semakin tinggi pula air yang terikat. Daging ayam juga memiliki kandungan air tersendiri. Produk degradasi kurkumin adalah asam ferulat, aldehid ferot, dihidroksinaftalen, vinilguaikol, vanilin, dan asam vanilat (Tonnesen et al, 1986 dalam Pudjihartati, 1999). Asam ferulat masih memiliki aktivitas antioksidan tetapi lebih rendah daripada kurkumin. Oleh karena itu aktivitas ekstrak kunyit dengan konsentrasi 7,42 g lebih rendah daripada aktivitas ekstrak kunyit 3,71 g, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak tanpa kunyit. Tabel 4. Pengaruh konsentrasi jinten terhadap aktivitas antioksidan di dalam daging Perlakuan Konsentrasi Jinten (g)
Faktor penghambatan (%) Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 21
0
84,95a
50,47a
48,53a
53,19a
1,36
96,02b
53,34b
51,19b
61,63b
Keterangan:
a 0,01
Pada kolom yang sama huruf yang berbeda menunjukkan ada tidaknya perbedaan nyata pada uji Tukey Tabel 4 menunjukkan bahwa penggunaan jinten 1,36 g memberikan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak menggunakan jinten. Ini membuktikan bahwa jinten memiliki komponen bioaktif yang berperan
31
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No. 1, Oktober 2003
sebagai antioksidan. Komponen antioksidan di dalam jinten adalah kulminaldehid. Tabel 5 Pengaruh Interaksi Cabai dan Jinten terhadap Aktivitas Antioksidan dalam daging Faktor penghambatan (%)
Perlakuan Konsentrasi cabai (g)
Konsentrasi jinten (g)
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 21
0
0
65,34a
49,30a
38,97a
38,89a
0
1,36
95,08b
45,79b
53,25b
71,04b
25
0
92,23c
44,21 c
41,51 c
43,90c
25
1,36
96,41 d
55,62d
45,18d
33,06d
50
0
94,848e
57,90e
65,10e
76,78e
50
1,36
96,57f
58,60f
55,14f
80,78f
Keterangan:
a 0,01
Pada kolom yang sama hurufyang berbeda menunjukkan ada tidaknya perbedaan nyata pada uji Tukey Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada hari ke-7 semua aktivitas menurun baru setelahnya mulai meningkat, dapat dikatakan grafik mengalami fluktuasi. Hal ini dikarenakan sukrosa dan protein dapat mengganggu uji TBA (Nawar, 1985 dalam Darmini, 1998). Sukrosa dapat memberikan warna merah bila bereaksi dengan TBA. Malonaldehida (MDA) dapat bereaksi dengan protein sehingga malonaldehida yang bereaksi dengan TBA berkurang. Setelah hari ke-14 dan 21, protein telah habis bereaksi dengan MDA, tetapi dengan berjalannya waktu, MDA terus terbentuk sehingga grafik menjadi naik. Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor penghambatan jinten lebih tinggi dibandingkan dengan cabai dalam konsentrasi 25 g. Antioksidan jinten lebih tahan panas bila dibandingkan dengan antioksidan alami lainnya, hal ini terungkap dalam penelitian Tan Tuan Min (1992) dalam Andarwulan (2000) mengenai stabilitas panas ekstrak biji jinten. Pada ekstrak dengan cabai berkonsentrasi 50 g memiliki faktor penghambatan lebih tinggi dibandingkan dengan yang konsentrasi rendah ataupun ekstrak dengan jinten saja. Flavonoid yang terekstrak dari cabai
Jumal limu dan Teknologi Pangan Vol1, No.1, Oktober2003
berkonsetrasi 50 g, lebih banyak sehingga ketika yang bertahan pada saat pemanasan lebih banyak. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa faktor penghambatan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan dengan kombinasi konsentrasi cabai 25 g dan jinten 1,36 g. Hal ini menandakan bahwa terdapat sinergisme antara cabai dan jinten dalam sistem daging. Ekstrak dengan kombinasi cabai 50 g dan jinten 1,36 g lebih rendah faktor penghambatannya dan lebih tidak stabil. Penyebab rendahnya faktor penghambatan dapat disebabkan terganggunya proses ekstraksi antioksidan karena penggunaan pelarut yang polar sedangkan cabai banyak mengandung air (77,81%). Hal lain yang menyebabkan aktivitas antioksidan yang rendah adalah jinten dan cabai mengandung banyak mineral sehingga kemungkinan dapat mengkatalisis terjadinya oksidasi. Pada ekstrak dengan konsentrasi cabai 50 g ternyata tidak memiliki sinergisme dengan jinten, jadi kombinasi terbaik adalah penggunaan cabai 25 g tanpa jinten 1,36 g. Walaupun ekstrak dengan konsentrasi cabai 50 g dan jinten 1,36 g memiliki aktivitas antioksidan sama dengan ekstrak dengan konsentrasi cabai 50 g; yang dipilih adalah cabai dengan konsentrasi 50 g tanpa jinten, karena diharapkan akan lebih menghemat biaya. Tabel 5 memperlihatkan bahwa sampai hari ke 7, grafik menurun, menandakan aktivitas antioksidan rendah pada masa penyimpanan 7 hari. Rendahnya grafik disebabkan tingkat oksidasi yang tinggi pada hari-hari tersebut. Menurut Kanner et al (1988) di dalam Rhee et al (1996), zat besi (Fe) bebas di dalam daging ayam dan kalkun meningkat ketika disimpan selama 3 sampai 7 hari pada suhu rendah, terutama suhu 4°C. Tampaknya peningkatan Fe bebas berasal dari pelepasan Fe dari pigmen heme.
33
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No. 1, Oktober 2003
Tabel 6 Pengaruh interaksi kunyit dan cabai terhadap aktivitas antioksidan di dalam daging Perlakuan
Faktor penghambatan (%)
Konsentrasi Konsentrasi kunyit (g) cabai (g)
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 21
0
0
47,82a
14,21 a
17,61 a
29,65a
0
3,71
96,31 b
66,06b
68,84b
70,91 b
0
7,42
96,51°
62,37c
51,89°
64,35c
25
0
90,25d
46,32d
38,52d
50,69d
25
3,71
63,66e
67,90e
64,15e
43,45e
25
7,42
95,73f
32,643f
27,36f
21,32f
50
0
96,89g
42,64g
33,029
73,649
50
3,71
96,31 h
59,48h
68,73h
80,74h
50
7,42
97,57'
72,64'
78,62'
81,97'
Keterangan: a 0,01 Pada kolom yang sama hurufyang berbeda menunjukkan ada tidaknya perbedaan nyata pada uji Tukey Tabel 6 memperlihatkan bahwa kunyit tidak sinergis dengan cabai. Penambahan kunyit akan meningkatkan faktor penghambatan cabai, tetapi penambahan cabai tidak meningkatkan faktor penghambatan kunyit. Pada ekstrak kunyit 3,71 g dan 8,37 % dengan konsentrasi cabai 0% ternyata memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan ekstrak kunyit 3,71 g dan 7,42 g yang ditambah dengan cabai 25 g dan 50 g. Pada ekstrak cabai 25 g dan 50 g yang ditambah dengan ekstrak kunyit 3,71 g dan 7,42 g memberikan peningkatan yang nyata dalam menghambat terjadinya oksidasi pada daging. Hal ini dapat dikarenakan total abu cabai yang lebih tinggi dibandingkan kunyit sehingga mengandung banyak logam yang dapat mengkatalisasi proses oksidasi.
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No.1, Oktober2003
34
Tabel 7 Pengaruh interaksi kunyit dan jinten terhadap aktivitas antioksidan di dalam daging Faktor penghambatan (%)
Perlakuan Konsentrasi Konsentrasi jinten (g) kunyit (g)
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 21
0
0
60,16a
17,54a
26,21 a
47,91 a
0
1,36
96,47b
49,223b
33,23b
54,74b
3,71
0
97,51 c
72,81 c
69,27c
62,75c
3,71
1,36
95,56d
56,14d
65,21 d
67,31 d
7,42
0
97,18e
61,05e
50,11 e
15,61 e
7,42
1,36
96,02f
52,63f
55,14f
62,84f
Keterangan:
a 0,01
Pada kolom yang sama hurufyang berbeda menunjukkan ada tidaknya perbedaan nyata pada uji Tukey Pada Tabel 7 terlihat bahwa ekstrak yang mengandung kombinasi bumbu kunyit dan jinten tidak terdapat sinergisme. Penggunaan jinten saja tanpa penggunaan kunyit menghasilkan aktivitas yang lebih tinggi pada hari yang pertama (96,47%) walaupun pada hari-hari berikutnya menunjukkan penurunan yang tinggi. Penggunaan kombinasi kunyit 3,71 g dan jinten 1,36 g menunjukkan aktivitas lebih rendah pada hari ke-0, 7,14 dibandingkan pada penggunaan kunyit 3,71 g saja. Ekstrak kunyit 7,42 g memperlihatkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada hari ke-0 dan 7 dibandingkan dengan ekstrak dengan komposisi kunyit 7,42 g dan jinten
1,36
g.
Kunyit memiliki kadar zat besi (Fe) yang tinggi, yaitu 41 mg untuk setiap 100 g bahan yang dapat dimakan (Farrel, 1990). Jinten juga memiliki kadar Fe yang tinggi, yaitu 66 mg untuk setiap 100 g bahan yang dapat dimakan. Kunyit dan jinten tidak sinergis mungkin disebabkan oleh kadar Fe keduanya yang tinggi dan ketika kunyit dan jinten dikombinasikan, kadar Fe menjadi lebih tinggi lagi. Fe adalah logam yang bersifat sebagai katalisator oksidasi. 35
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No. 1, Oktober 2003
Tabel 8 Pengaruh interaksi cabai, kunyit, dan jinten terhadap aktivitas antioksidan di dalam daging Faktor penghambatan (%)
Perlakuan Konsentrasi cabai (g)
Konsentrasi
0
0
kunyit (g)
Konsentrasi Hari ke 0 jinten (g) 0 0
0 0
3,71 7,42
0 0
Hari ke 7
Hari ke 14
Harike21
1,8x10
1,8x10
9,1x10
0a
12a
-12a
-13a
98,35 b
78,42°
68,49°
65,03°
97,67
c
69,47
c
48,43°
51,64°
d
d
d
71,04 d
25
0
0
82,23
25
3,71
0
97,09 e
69,47 e
63,52 e
44,81 e
25
7,42
0
97,38 f
54,74 f
31,45 f
15,85f
50
0
0
98,25 g
44,21 g
49,06 9
72,68 g
50
3,71
0
97,09 h
70,53 h
75,79 h
78,42 h
50
7,42
0
96,50'
58,95'
70,44'
79,24'
1,36
95,63*
j
35,22*
59,29)
k
k
k
76,78 k
0
0
8,42
28,42
29,56
0
3,71
1,36
94,27
0
7,42
1,36
95,34'
55,26'
55,35'
77,05'
25
0
1,36
98,26
84,21
47,48
30,33
m
m
m
m
53,69
69,18
25
3,71
1,36
96,89 n
66,32 n
64,78 n
42,08 n
25
7,42
1,36
94,08°
16,32°
23,27°
26,78°
1,36
D
50
0
95,53
41,06°
16,98°
74,59°
q
48,42°'
61,66
q
83,06 q
86,32 r
86,79 r
48,70 r
50
3,71
1,36
95,53
50
7,42
1,36
98,64 r
Keterangan:
a 0,01
Pada kolom yang sama hurufyang berbeda menunjukkan ada tidaknya perbedaan nyata pada uji Tukey Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa ekstrak dengan kombinasi cabai 50 g, kunyit 7,42 g, dan jinten 1,36 g memberikan penghambatan yang paling baik terhadap pembentukan MDA, bila dibandingkan dengan kombinasi cabai 50 g dan kunyit 7,42 g tanpa jinten. Pada kombinasi cabai, kunyit, dan jinten yang Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No.1, Oktober 2003
36
lainnya tidak memperlihatkan adanya efek sinergis. Hal ini dapat disebabkan oleh lebih banyak bahan yang diekstrak, maka akan lebih banyak komponen antioksidan yang terekstrak sehingga semakin banyak senyawa yang dapat menghambat terjadinya oksidasi. Pada kombinasi konsentrasi cabai, kunyit, dan jinten lainnya memiliki faktor penghambatan yang lebih rendah atau sama dengan ekstrak tanpa jinten karena jinten dan cabai banyak mengandung mineral yang berupa logam sehingga dapat juga mengkatalisis terjadinya oksidasi. Terdapat perbedaan antara aktivitas antioksidan yang diukur dengan menggunakan emulsi asam linoleat dan (3-karoten dengan metode TBA. Hal ini disebabkan oleh perbedaan hasil yang diukur. Pada dasarnya TBA mengukur hasil oksidasi sekunder asam lemak (MDA), sedangkan emulsi mengukur hasil primer oksidasi asam linoleat (peroksida). Penyebab lainnya adalah adanya berbagai macam lipoprotein dalam daging turut teroksidasi dan mengganggu pengukuran. Oksidasi tidak hanya terjadi pada asam linoleat dalam sistem daging, tetapi terjadi juga komponen yang mengandung lemak.jadi, pada sistem daging terdapat banyak TBArs {Thiobarbituric Acid reacting substrate) termasuk hidroperoksida lemak dan aldehid, yang meningkatkan tekanan oksidatif. TBArs kembali menjadi normal setelah beberapa waktu, tergantung keberadaan antioksidan (., 2002) Melalui persamaan garis dan gradien yang dibentuk absorbansi TBA selama masa pengujian menunjukkan kestabilan antioksidan dalam melindungi daging. Penggunaan antioksidan BHA menunjukkan kestabilan yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan BHA akan memberikan masa simpan yang panjang dibandingkan dengan antioksidan alami. Pada ekstrak antioksidan dengan kombinasi 25 g cabai; 3,71 g kunyit; dan 1,36 g jinten memberikan stabilitas yang paling baik sehingga penggunaan ekstrak ini dapat memperpanjang masa simpan daging. Menurut Chipault (1955) dalam Darmini (1998), rempah-rempah lebih efektif di dalam emulsi dibandingkan dalam lemak atau produk-produk bakar. Antioksidan dari rempah-rempah mempunyai efektivitas berbeda-beda pada substrat dan pelarut yang berbeda.
37
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, Wo. 7, Oktober2003
Kesimpulan Kunyit, cabai dan jinten yang umum dipakai dalam masakan Indonesia memiliki potensi sebagai sumber antioksidan alami. Hasil analisis TBA menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ekstrak bumbu, aktivitas antioksidannya-pun semakin besar. Sinergisme di dalam sistem daging ditemukan pada cabai dan jinten. Kunyit dan cabai di dalam sistem daging tidak memiliki sinergisme. Komposisi bumbu paling baik aktivitas antioksidan di dalam daging adalah cabai 50 g, kunyit 7,42 g, dan jinten 1,36 g..
Daftar Pustaka Andarwulan, N dan Fardiaz, D. 1994. Isolasidan Karakteristik Antioksidan Alami dari Jinten {Cuminum cyminum Linn). IPB. Bogor.
Darmini, N.W. 1998. Aktivitas Antioksidan Bumbu Segar Masakan Tradisional Indonesia IPB. Bogor. Gordon, M.H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in Vitro. Di dalam: Hudson, B.J.F.(ed). Food Antioxidant. Elsevier Applied Science.London. Indrayati, N dan Andianto. 1997. Aktivitas Antioksidan Kurkuminoid terhadap Perosidasi Lipid pada Monositdan Interaksinya dengan a-to/coferol. Universitas Padjajaran. Bandung. Kochhar, S.P. dan Rossel, J.B. 1990. Detection, Estimation and Evaluating of Antioxidant in Food System. Di dalam : Hudson, B.J.F. (ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. London. Pudjihartati, V.L. 1999. Stabilitas Antioksidan Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Selama Penyimpanan Umbi dan Pemanasan. UGM. Yogyakarta. Wiyani, L. 1999. Kandungan Flavanoid dan Aktivitas Antioksidan Berbagai Bagian Buah Cabe (Capsicum annum). UGM. Yogyakarta.
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol1, No.1, Oktober 2003
38