Buku Keterampilan Keperawatan
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT Edisi Keenam
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 2016
1
Blok 1.5 Buku Keterampilan @Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak atau menerbitkan sebagian isi atau seluruh buku dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seijin editor dan penerbit. Penulis: Martina Shinta K., S.Kep., NS., MN. Sri Hartini, S.Kep. NS., M.Kes. Ema Madyaningrum, S.Kep., NS., M.Kes. Sri Warsini, S.Kep., NS., M.Kes. Widyawati, S.Kp., M.Kes. Made Rini Damayanti, S.Kep., NS. Wenny Artanty N., S.Kep., NS., M.Kes. Editor: Eri Yanuar Akhmad B.S., S.Kep., Ns., M.N.Sc.(I.C)
Edisi Keenam Maret 2016 ISBN : 978-979-96493-4-8
2
INSTRUKTUR BLOK 1.5 dr. R.A Kusparwati.,Sp.F Departemen Forensik FK UGM dr.Fitriana Murriya Ekawati, MSc. Departemen Kedokteran Keluarga FK UGM dr. I.B.G Surya Putra P.,Sp.F Departemen Forensik FK UGM Dwi Harjanto, S.Kp.,M.Kes Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas PSIK FK UGM Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp.,M.Kes Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas PSIK FK UGM Purwanta, S.Kp., M.Kes. Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas PSIK FK UGM Wenny Artanty N, SKep, Ns, M.Kes Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas PSIK FK UGM Rekyan Listyaningsih S.Kep., Ns RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Rusjini, S.Kep., Ns RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
3
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk-Nya sehingga buku skill lab Blok 1.5 ini bisa diterbitkan tepat waktu. Buku ini akan memberikan tuntunan pada mahasiswa blok 1.5 untuk keterampilan laboratorium yang mereka dapatkan. Buku ini berisi tiga keterampilan laboratorium keperawatan yang mendukung pemahaman mahasiswa tentang aktivitas dan istirahat, yaitu : 1. Pemeriksaan Fisik Thorax 2. Memindahkan Pasien dan ROM 3. Prosedur Keperawatan Ambulasi
Diharapkan buku ini akan membantu mahasiswa dan instruktur untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam Blok 1.5.
4
DAFTAR ISI INSTRUKTUR BLOK 1.5 ............................................................................ 3 DAFTAR ISI ................................................................................................ 5 PEMERIKSAAN FISIK THORAX................................................................ 6 MEMINDAHKAN PASIEN ........................................................................ 32 RANGE OF MOTION ............................................................................... 42 PROSEDUR KEPERAWATAN AMBULASI ............................................. 51 JADWAL SKILLS LAB .............................................................................. 61 DAFTAR KELOMPOK SKILLS LAB ......................................................... 65
5
PEMERIKSAAN FISIK THORAX Widyawati Made Rini Damayanti S Wenny Artanty N 1. Pengantar a) Skenario Bp.B, usia 60 tahun, dirawat dengan keluhan sesak nafas saat ia melakukan aktivitas yang berat. Pengkajian yang dilakukan oleh Ners. Asih didapatkan data bahwa kesadaran Ny. H: compos mentis, keadaaan umum : lemah, pasien tampak ada kesulitan bernafas, RR = 30 x/menit, Tekanan darah=160/100 mmHg, Nadi 100x/menit teraba sangat lemah. Ners Asih merencanakan untuk melakukan pemeriksaan fisik thorax untuk membantu menegakkan diagnosa. b) Ruang lingkup Pemeriksaan fisik thorax adalah salah satu upaya untuk menegakkan diagnosa yang terkait dengan masalah pada dada, jantung dan paru-paru. Pemeriksaan fisik thorax yang tepat akan memperkuat keakuratan suatu diagnosa keperawatan yang ditetapkan dan membantu menentukan kolaborasi yang tepat berhubungan dengan masalah medis yang dialami oleh klien. Dalam pemeriksaan fisik thorak ini meliputi persiapan yang diperlukan untuk pengkajian, pengkajian anatomi batas-batas jantung dan paru, pengkajian data riwayat kesehatan, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada daerah thorax dan yang terakhir adalah menganalisis masil pengkajian yang telah dilakukan. c) Tujuan Pembelajaran Setelah selesai pembelajaran skils lab ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fisik thorax secara tepat. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mahasiswa harus mampu: 1. Menyebutkan batas-batas anatomi dan garis bayangan yang digunakan dalam pengkajian dada, jantung, dan paru-paru 2. Mengidentifikasi persiapan yang diperlukan dalam pengkajian 6
dada, jantung, dan paru-paru 3. Menyebutkan data riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan terkait dengan pengkajian dada, jantung, dan paru-paru 4. Mendemonstrasikan teknik inspeksi thorax dari sisi anterior, posterior, dan lateral 5. Mendemonstrasikan teknik palpasi thorax dalam pengkajian paruparu dan kardiovaskuler 6. Mendemonstrasikan teknik perkusi thorax, meliputi pada dinding anterior dan posterior dada; menentukan batas dari berbagai organ
di
dalam
rongga
dada
dan
mendeteksi
adanya
ketidaknormalan 7. Mendemonstrasikan teknik auskultasi thorax secara sistematis, meliputi dari sisi depan, belakang, dan samping 8. Menganalisis hasil pengkajian d) Aktivitas pembelajaran
2. Tinjauan Teori a) Anatomi Dan Fisiologi Thorax Pelajarilah kembali anatomi dinding dada, dan kenalilah struktur-struktur seperti manubrium sterni, prosesus xiphoideus, fossa suprasternalis, dan 7
sudut sternum yang terdapat pada gambar di bawah ini (Gambar 1).
Gambar 1. Dalam
mendiskripsi hasil pemeriksaan
thorax,
anda
perlu
dapat
menghitung costa beserta spatium intercostalis dengan benar. Angulus strenalis adalah petujuk yang baik. Untuk menemukannya, temukanlah dahulu fossa suprasternalis, kemudian gerakkan jari anda ke bawah sejauh kurang lebih 5 cm, untuk sampai pada tonjolan tulang horisontal yang menghubungkan antara manubrium sterni dangna korpus sterni. Kemudian gerakkan jari anda ke lateral untuk menemukan costa ke-2. Spatium intercostalis yang langsung berada di bawahnya adalah spatium intercostalis ke-2. Dari sini, dengan menggunakan dua jari anda dapat menyelusuri costa ke bawah, secara miring ke lateral sesuai dengan garis merah pada gambar. Jangan menyelusuri tepi sternum, karena di daerah ini costa sangat rapat. Kenalilah bahwa hanya 8 buah kartilago costa yang melekat pada sternum. Kartilago costa ke-8, 9, dan ke-10 menempel pada kartilago costa di atasnya, sedangkan kartilago costa ke-11 dan ke-12 berujung bebas (Gambar 2). Pada dinding posterior dada, costa ke-11 dan ke-12 dapat menjadi titik awal untuk menghitung costa dan spatium intercostalis. Biasanya ini menolong untuk mendiskripsikan kelainan pada dada bagian bawah, tetapi dapat menolong juga apabila perhitungan dari depan tidak memuaskan atau meragukan. Mula-mula dengan satu jari tangan, tekanlah tepi bawah costa kearah dalam dan atas, temukanlah costa ke-12. Kemudian 8
merambatlah ke atas pada spatium intercostalis secara miring ke atas dan melingkar ke dinding depan dada (Gambar 3).
Gambar 2 dan Gambar 3
Selain itu, ada juga tanda-tanda tulang lain yang dapat dipakai sebagai patokan. Angulus inferior skapula biasanya terletak pada level yang sama dengan costa ke-7. Lokasi kelainan dapat juga disebutkan dengan menggunakan letak prosesus spinosus dari vertebra. Pada waktu seseorang menundukkan kepala, maka prosesus spinosus yang paling menonjol adalah prosesus spinalis vertebra servikalis ke-7. Apabila ada dua prosesus spinalis yang sama menonjol, mereka adalah milik vertebra servikal 7 dan torakal 1. Prosesus spinalis di bawahnya dapat dikenali dan dihitung terutama apabila vertebra dalam keadaan fleksi. Hasil pemeriksaan juga dapat dilokalisir menurut garis imajiner yang ditarik pada dinding dada (Gambar 4). Terminologi lain yang biasa dipakai sebagai
patokan,
misalnya
supraklavikuler
(di
atas
klavikula),
infraklavikuler (di bawah klavikula), interskapula (di antara dua skapula), dan infraskapula.
9
Gambar 4 Pada waktu memeriksa thorax, ingatlah pada lokasi paru beserta lobuslobusnya. Lokasi ini dapat diproyeksikan pada dinding dada. Kunci proyeksi lokasi ini terletak pada antara lain: •
Apex paru terletak kurang lebih 2 - 4 cm di atas sepertiga medial klavikula.
•
Batas bawah paru menyilang costa ke-6 pada liniea midklavikula, dan menyilang costa ke-8 pada linea midaxilaris.
•
Pada dinding belakang batas bawah adalah pada level prosesus spinosus vertebra thorakalis ke-10.
•
Batas ini dapat turun sampai ke vertebra thorakalis ke-12 pada inspirasi dalam (Gambar 5).
Gambar 5 Tiap paru secara garis besar dibagi dua oleh fissura yang obliq, menjadi 10
lobus superior dan lobus inferior. Pada dinding dada posterior, lokasi fisura obliq ini kira-kira sesuai dengan garis obliq yang ditarik dari prosesus spinosus thorakalis ke-3 ke bawah lateral. Garis ini berdekatan dengan batas bawah skapula ketika lengan ke atas kepala (Gambar 6).
Gambar 6 Paru kanan dibagi lagi oleh fisura horisontal menjadi lobus superior dan lobus medius. Fisura ini melintang dari liniea midaxilaris kanan setinggi costa ke-5 dan ke medial setinggi costa ke-4 (Gambar 7).
Gambar 7
11
Gambar 8. Biasanya, anda harus mendiskripsi hasil pemeriksaan dengan istilah: daerah paru atas, tengah, atau bawah. Suatu kelainan pada daerah paru kanan atas, misalnya, berarti berasal dari lobus kanan atas, Sedangkan kelainan pada daerah paru kiri bawah berasal dari lobus inferior kiri. Sedangkan pada pemeriksaan dinding dada sisi lateral kanan, kelainan dapat berasal dari 3 lobus paru kanan. Oleh karena hasil pemeriksaan thorax dipengaruhi oleh jarak antara dinding dada dengan trakhea dan bronkhi yang besar, maka lokasi dari organ-organ tersebut harus dikenali. Perhatikan bahwa trakhea bercabang di daerah setinggi angulus sternalis (di depan) atau prosesus spinalis vertebra thorakalis ke-4 (di belakang). Bernafas adalah suatu aksi otomatik yang diatur oleh batang otak dan dilakukan oleh otot-otot respirasi. Selama inspirasi, diafragma dan otototot
intercostalis
berkontraksi,
membesarkan
rongga
thorax,
dan
memekarkan paru di dalam rongga pleura. Dinding dada bergerak ke atas, depan, dan ke lateral. Selama fase ini, diafagma bergerak turun. Setelah inspirasi berhenti, paru mengempis, diafragma secara pasif akan naik, dan dinding dada akan rileks seperti semula. Apabila nafas terpacu oleh karena olah raga atau penyakit, maka ada otot lain yang ikut bekerja yaitu otot trapezius, sternomastoid, dan otot scale- nus di leher selama inspirasi, dan otot abdominal selama ekspirasi. Amatilah otot-otot leher anda di depan cermin pada waktu anda menarik nafas sedalam mungkin. 12
Suara nafas berasal dari saluran nafas besar yang melalui paru dan diteruskan ke dinding dada, sehingga anda dapat mendengarkan dengan stetoskop. Jaringan yang dilalui oleh udara pernafasan, meredam dan menyaring suara nafas ini. Sehingga yang anda dengar pada waktu pemeriksaan auskultasi adalah suara lembut dengan frekuensi rendah pada waktu inspirasi, dan akan melemah serta kemudian menghilang pada awal ekspirasi. Suara ini disebut suara vesikuler. Dengarkanlah suara ini pada dada anda atau teman anda, di daerah dada bagian bawah, di linea midaxilaris, atau sedikit lebih ke belakang. Walaupun suara ekspirasi terdengar pendek, pada kenyataannya ekspirasi berlangsung lebih lama daripada yang terdengar. Apabila anda mendengarkan suara nafas di dekat trakhea (misalnya di atas manubrium atau di antara skapula), stetoskop anda berada dekat dengan
sumber
bunyi
pernafasan,
sehingga
peredamnya
sedikit.
Akibatnya, suara yang terdengar akan lebih keras, dan bernada lebih tinggi. Perbedaan suara ini lebih jelas terdengar pada waktu ekspirasi. Suara ekspirasi ini dapat berlangsung selama-lamanya dengan suara inspirasi, bahkan dapat lebih lama. Suara ini disebut suara nafas bronkhial. Apabila suara ini terdengar di daerah yang terletak jauh dari sumber suara nafas maka merupakan sustu kelainan. Sifat-sifat dari jenis suara pernafasan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Perhatikan bahwa dalam menilai kualitas suara nafas kita harus memperhatikan durasi, nada intensitasnya.
13
b) Proyeksi Jantung Dan Pembuluh Darah Besar Pada Dinding Dada Pada umumnya jantung diperiksa pada dinding depan dada. Sebagian besar dari permukaan depan jantung disusun oleh ventrikel kanan. Ventrikel ini bersama dengan arteria pulmonalis merupakan suatu bentuk baji yang terletak di belakang dan di sebelah kiri ster- num. Batas bawah ventrikel kanan terletak setinggi perbatasan antara sternum dengan prosessus xiphoideus. Kemudian ventrikel kanan ini menyempit ke atas dan bersatu dengan arteria pulmonalis pada daerah kartilago costa ke-3 kiri di dekat sternum (Gambar 9). Ventrikel kiri hanya menyusun sebagian kecil dari permukaan depan jantung, terletak di sebelah kiri dan di belakang ventrikel kanan. Walaupun demikian, ventrikel kiri ini penting secara klinis karena merupakan batas kiri jantung dan menentukan iktus kordis. Iktus kordis ini adalah suatu denyutan sistolik sekilas yang biasanya ditemukan pada spatium intercosta ke-5, yaitu 7 - 9 cm dari linea midsternalis (Gambar 10). Batas kanan jantung disusun oleh atrium kanan. Atrium kiri terletak di belakang dan tidak dapat diperiksa secara langsung. Walaupun demikian, sebagian kecil dari atrium ini membentuk sebagian dari batas kiri jantung dengan arteria pulmonalis dan ventrikel kiri.
Gambar 9 dan Gambar 10 Di atas jantung terdapat pembuluh darah besar. Arteria pulmonalis, bercabang menjadi cabang kanan dan kiri di daerah angulus sternalis, kemudian melengkung ke belakang dan kebawah. Di sebelah kanan, vena 14
kava superior masuk ke atrium kanan (Gambar 11).
Walaupun tidak digambarkan di atas, vena kava inferior juga masuk ke atrium kanan. Vena kava superior dan inferior membawa darah venous dari bagian tubuh atas dan bawah. c) Siklus Jantung Apabila tekanan di dalam ventrikel kiri selama siklus jantung diukur, maka akan didapat hasil seperti gambar di bawah ini (Gambar 12).
Gambar 12 Selama sistole, ventrikel berkontraksi dan menyebabkan kenaikan tekanan mendadak yang kemudian diikuti oleh memancarnya darah. Pada waktu ventrikel rileks selama diastole, tekanan turun sampai hampir nol. Pada diastole akhir, terdapat sedikit kenaikan tekanan yang disebabkan oleh ada sedikit darah yang masuk ke ventrikel karena kontraksi atrium. Ingat bahwa selama sistole, katup aorta terbuka, diikuti pancaran darah dari ventrikel ke aorta. Katup mitral tertutup, untuk mencegah agar darah tidak regurgitasi ke atrium kiri. Sebaliknya, selama dias- tole, katup aorta tertutup, untuk mencegah regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri. Katup mitral terbuka, sehingga darah dari atrium kiri mengalir ke ventrikel kiri. 15
Hubungan antara tekanan di dalam ketiga ruang tersebut (atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta), bersama dengan posisi dan gerakan dari katupkatup merupakan hal yang penting untuk memahami suara jantung. Walaupun sebenarnya, sisi kanan jantung juga berperan, tetapi agar lebih mudah dipahami, hal tersebut akan dijelaskan kemudian. Selama diastole, tekanan di dalam atrtium kiri yang terisi darah sedikit lebih tinggi dari pada tekanan di dalam ventrikel kiri, sehingga darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri melalui katup
mitral
yang
terbuka.
Sesaat
sebelum mulainya sistole, kontraksi atrial menyebabkan sedikit kenaikan tekanan pada kedua ruang ini (Gambar 13) Pada
waktu
berkontraksi,
ventrikel
tekanan
di
mulai dalamnya
dengan tiba-tiba meningkat melebihi tekanan
arterial,
babkan
katup
Penutupan
sehingga
katup
mitral mitral
menyetertutup. ini
yang
menyebabkan suara jantung pertama (S1) (Gambar 14) Pada waktu tekanan di dalam ventrikel terus bertambah, tekanan menjadi lebih besar dari pada tekanan diastolik di aorta, menyeba- bkan terbukanya katup aorta. Mem- bukanya katup aorta tidak selalu terdengar, tetapi pada beberapa keadaan patologis, suara ini ter- dengar disertai oleh suara pancaran dari awal sistolik (Gambar 15). 16
Pada
awal
ventrikel
memompakan
sebagian darahnya, tekanan ventrikel menjadi turun. Pada waktu tekanan ventrikel
berada
dibawah
aorta,
katup
aorta
tekanan menutup.
Menutupnya katup aorta ini menyebabkan timbulnya suara jantung kedua (S2) (Gambar 16) Ketika tekanan di dalam ventrikel terus menurun selama relaksasi ventrikel sehingga tekanan
lebih aorta,
rendah katup
daripada
mitral
akan
terbuka. Biasanya ini tidak terdengar, tetapi
kadang-kadang
terdengar
sebagai opening snap ada keadaan stenosis mitralis (Gambar 17) Periode berikutnya adalah pengisian darah ke ventrikel dengan cepat pada waktu diastole awal. Dimana darah mengallir dari atrium ke ventrikel. Pada anak-anak atau dewasa muda suara ini bisa terdengar sebagai suara jantung ketiga (S3) (Gambar 18) Akhirnya, walaupun tidak terdengar pada dewasa normal, suara jantung ke4 menandai kontraksi atrium. Suara ini sedikit
mendahului
suara
jantung
pertama (Gambar 19)
Sebelum memposisikan stetoskop untuk melakukan auskultasi guna mengidentifikasi bunyi jantung, anda harus memahami area utama auskultasi jantung (Gambar 20). 17
Gambar 20. Auskultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop bagian diafragma kemudian dengan bagian bel (sungkup). Gunakan tekanan yang lembut sewaktu menggunakan bagian diafragma dan tekanan yang mantap saat menggunakan
bagian
bel.
Diafragma
stetoskop
digunakan
untuk
mendengarkan bunyi jantung normal, yaitu suara jantung pertama (S1) dan suara jantung kedua (S2). S1 (“lub”) paling baik didengarkan di atas area mitralis dan trikuspidalis (M1T1). Dengarkan S1 sambil melakukan palpasi nadi karotis karena bunyi S1 seirama dengan nadi karotis. Sedangkan auskultasi S2 (“dub”) dilakukan di atas area aorta dan pulmonal (A2P2). Posisikan sisi bel pada dada pasien untuk mendeteksi adanya suara jantung tambahan seperti murmur dan gallop. Murmur dapat terdengar selama sistole (antara S1 dan S2) pada area pulmonal dan mitral, ataupun selama diastole (antara S2 dan S1) pada hampir sebagian besar area jantung. Bunyi S3 (ventricular gallop) merupakan bunyi yang tumpul dan bernada rendah “lub-dub-dee” (S1-S2-S3) dan paling baik didengarkan di bagian apikal jantung dan ventrikel kanan selama ekshalasi dengan posisi pasien berbaring miring ke sisi kirinya (karena pada posisi ini, gravitasi meningkatkan
pengisian
ventrikel
yang
memperbesar
bunyi
yang
terdengar). Ventricular gallop merupakan salah satu tanda awal gagal jantung kongestif, sehingga deteksi dini dapat mencegah gagal jantung yang berkelanjutan. Namun secara normal, bunyi ini terdengar pada anakanak dan dewasa muda. Bunyi S4 (atrial gallop) memiliki nada yang tinggi 18
dan bila terjadi, bunyi ini dapat didengar di area mitral (apeks jantung). S4 terdengar sebagai “dee-lub-dub” (S4-S1-S2). Pada klien dengan gagal jantung kongestif dapat terdengar bunyi jantung S3 dan S4, yang terdengar seperti suara derap kuda (gallop) pada dada klien, dan disertai dengan peningkatan denyut nadi. d) Riwayat Kesehatan Dalam Pengkajian Keperawatan Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang status kesehatan
pasien
yang
memberikan
gambaran
tentang
masalah
kesehatan aktual maupun potensial. Riwayat kesehatan merupakan penuntun pengkajian fisik yang berkaitan dengan informasi tentang keadaan fisiologis, psikologis, budaya, dan psikososial. Disamping itu, riwayat kesehatan juga berkaitan dengan status kesehatan pasien, dan faktor-faktor seperti gaya hidup, hubungan/pola dalam keluarga, dan pengaruh budaya. Dalam mengumpulkan data riwayat kesehatan, perawat harus terfokus pada faktor risiko dan setiap tanda serta gejala penyakit kardiovaskular. Riwayat juga mencakup perilaku pasien yang menjadi faktor pencetus atau presipitasi terhadap gangguan pada sistem kardiovaskular. Faktor risiko utama yang dapat meningkatkan kemungkinan pasien mengalami gangguan kardiovaskular, antara lain adalah faktor keturunan, jenis kelamin, suku, usia, hipertensi, kebiasaan merokok, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus. Faktor risiko lainnya adalah kegemukan, kurang bergerak, stres, dan diet yang tidak sehat. Keadaan seperti hipertrofi ventrikel, kontrasepsi oral, dan kondisi lingkungan juga merupakan faktor risiko. Tanda dan gejala utama penyakit jantung meliputi nyeri dada, dispnea dengan atau tanpa batuk, sinkop, edema, palpitasi, lemah/lelah, dan sianosis. Langkah-langkah serupa juga perlu dilakukan oleh perawat sebelum melakukan pengkajian fisik pada dada dan paru-paru pasien. Perawat perlu melakukan pengumpulan data mengenai riwayat kesehatan pasien yang terkait dengan status kesehatannya saat ini. Sebelum mengajukan pertanyaan, perawat perlu mengkaji tanda-tanda distres pernafasan akut, 19
yang terdiri dari pasien tampak payah secara fisik, mungkin tampak sianosis, kesadaran menurun, dan mungkin berkeringat. Tanda-tanda lain seperti gerakan dada unilateral, gangguan saat inspirasi atau ekspirasi mungkin dapat diamati. Bila hal tersebut terjadi, segera tangani pasien sesuai protokol, misalnya mempertahankan jalan nafas, memberikan oksigen, dan mengatur posisi pasien untuk mempermudah usaha pasien bernafas. Wawancara dapat dilakukan pada keluarga atau pengantar untuk mengetahui masalah/riwayat kesehatan sekarang. Sedangkan pengumpulan riwayat kesehatan secara lengkap dapat dilakukan bila pasien sudah tenang. Pengumpulan data riwayat kesehatan dimulai dengan mengetahui faktorfaktor umum yang mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia, jenis kelamin, dan keadaan tempat tinggal pasien. Selanjutnya dapat dilakukan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pernafasan. Gejala penyakit paru-paru yang paling menonjol adalah batuk dan dispnea. Gejala lainnya adalah nyeri dada, penurunan berat badan, kegagalan pertumbuhan, atau bunyi parau. e) Prosedur Pemeriksaan Thorax 1. Prosedur umum Pemeriksaan thorax dilakukan dengan mengekspos bagian dada. Berikan penjelasan yang tepat pada pasien terkait prosedur yang akan dilakukan dan minta pasien untuk menanggalkan pakaiannya hingga batas pinggang. Posisi pasien dapat duduk, berdiri atau berbaring sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan. Setiap catatan yang dibuat harus diterangkan. Pemeriksaan thorax ini meliputi pemeriksaan dinding dada, paru/respirasi, dan jantung. 2. Pemeriksaan dada a) Inspeksi Inspeksi merupakan suatu proses observasi yang penting dengan melihat (looking), mendengar (listening) dan mencium/mengidu (smell- ing). Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan inspeksi antara lain: •
Perhatikan bentuk dada (iga, sternum, dan kolumna vertebralis) 20
•
Cari adanya deviasi
•
Perhatikan ruangan intercostal, mencembung, mencekung, atau
•
Cari adanya pulsasi (Iktus kordis)
•
Cari adanya bendungan venosa
adanya retraksi pada saat inspirasi
Dari depan (Gambar 21 dan 22) •
Perhatikan klavikula
•
Fosa supraklavikular dan infraklavikuklar
•
Lokasi iga ke-2 pada kedua sisi Catat adanya kelainan jumlah dan bentuk iga
Gambar 20 dan Gambar 21 Dari belakang (Gambar 23) •
Cari vertebrata servikalis ke-7
•
Ujung bawah skapula terletak setinggi vertebra thorakalis 8
•
Perhatikan letak dan bentuk skapula
•
Perhatikan jalan dan bentuk kolumna vertebralis (catat adanya kifosis, skoliosis dan lordosis)
21
Gambar 23 b) Palpasi •
Letakkan kedua telapak tangan pada bagian dada depan (Gambar 24)
•
Pasien diminta menarik nafas
•
Rasakan gerakan dada, bandingkan antara kanan dan kiri
•
Pemeriksa berdiri di belakang pasien, letakkan telapak tangan seperti gambar 25, rasakan dan bandingkan gerakan nafas kanan dan kiri
Gambar 24 dan Gambar 25 22
•
Vokal fremitus dapat dirasakan dengan palpasi
•
Pasien diminta untuk mengatakan angka 88
•
Kemudian letakkan kedua tangan pada bagian belakang dada (Gambar 26) dan bandingkan baik gerakan pernafasan maupun fremitus suara antara kanan dan kiri
•
Ukur lingkaran dada pada saat inspirasi kuat dan ekspirasi kuat (Gambar 27)
Gambar 26 dan Gambar 27. •
Kembali perhatikan dada bagian depan di daerah jantung
•
Pakailah keempat jari tangan kanan dalam palpasi di ruang intercostal 4 dan 5, dengan ibu jari pada linea medio klavikularis kiri, rasakan pulsasi yang ada (Iktus kordis). Lihat gambar 28
•
Apabila ada kelainan besar jantung, maka iktus kordis akan bergeser sesuai kelainannya
•
Catat adanya vibrilasi (thrills) pada daerah atas
Gambar 28 c) Perkusi Perkusi dapat membantu kita untuk mendapatkan informasi batas-batas, ukuran, posisi, dan kualitas jaringan atau alat (paru, jantung) yang berada 23
di dalamnya. Selain itu, dengan perkusi kita dapat mengetahui apakah organ yang kita perkusi berisi udara, cairan, atau masa padat. Walaupun demikian, perkusi hanya menembus sedalam 5 - 7 cm saja, sehingga tidak dapat mendeteksi lesi yang letaknya dalam. Teknik perkusi dapat dilatih pada permukaan apa saja, prinsipnya adalah: •
Hiperekstensikan jari tengah tangan kiri anda, tekankanlah sendi interfalangeal
kuat-kuat
pada
permukaan
yang
diperkusi.
Hindarkan kontak dengan bagian tangan yang lain, karena akan mengganggu suara yang dihasilkan. Dengan kuat, tajam, dan dengan gerakan pergelangan yang santai, ketoklah ujung jari tengah kiri dengan ujung jari tengah kanan anda. Dengan demikian anda meneruskan getaran dari tulang jari tengah anda ke jaringan yang anda perkusi. Gunakanlah ujung jari anda dengan posisi yang sedapat mungkin tegak lurus dengan jari yang diketok. Sesudah mengetok, cepat angkat lagi tangan kanan anda, agar tidak mengganggu getaran yang telah anda ciptakan Paru bagian depan (Pasien berbaring, Gambar 29 dan 30) •
Bandingkan kanan dan kiri
•
Perkusi secara sistematis dari atas ke bawah seperti petunjuk
Gambar 29 dan Gambar 30 pada gambar 30 •
Perhatikan posisi dari jantung dan bandingkan hasil perkusinya (Gambar 31)
•
Perkusi secara dalam daerah fossa supra klavikula
•
Kemudian mintalah pasien untuk mengangkat kedua belah tangan 24
dan lakukan perkusi mulai dari ketiak •
Tentukan garis tepi hati (liver)
Menentukan batas paru dan hati •
Pasien tetap berbaring dari atas ke bawah seperti pada gambar
•
Di daerah mana merupakan batas paru dan hati, suara sonor akan berubah menjadi redup/pekak (Gambar 32)
Gambar 32. Perkusi batas atas hepar-paru •
Berilah tanda pada batas tersebut. Pada orang normal sehat, batas ini terletak antara costa ke-5 dan 6. Lihat peta gambaran perkusi thorax pada gambar 33
Gambar 33. a) Suara perkusi dari depan b) Suara perkusi dari belakang
Paru bagian belakang (Pasien duduk atau berdiri, gambar 34) 25
•
Pasien diminta duduk tegak
•
Mulailah dari atas ke bawah secara sistematis
•
Bandingkan kanan dan kiri (biasanya daerah perkusi paru kanan lebih tinggi hilangnya dari daerah kiri, karena adanya hati)
•
Tepi bawah paru umumnya didapatkan pada setinggi prosessus spinosus vertebra thorakalis ke-10 atau 11
•
Tentukan pula gerakan pernafasan
Gerakan pernafasan dan pengembangan paru Prosedur
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan
kesan
batas-batas
pengembangan paru dan derajat elastisitas paru serta pleura. Gerakan pernafasan paling baik diperiksa pada daerah belakang (Gambar 35). •
Lakukan perkusi dari atas ke bawah
•
Lanjutkan perkusi sampai suara sonor hilang
•
Letakkan di tempat tersebut jari tengah anda
•
Pasien diminta bernafas dalam
•
Lanjutkan perkusi ke bawah
•
Pada pasien sehat, batas hilangnya suara sonor akan bergeser
•
Perbedaan daerah hilangnya suara sonor merupakan besarnya
ke bawah pengembangan paru
26
Gambar 35. Skematis urutan perkusi punggung d) Auskultasi Auskultasi paru Prosedur ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya perubahan dalam saluran pernafasan maupun paru •
Pasien diminta menarik nafas pelan-pelan dengan mulut terbuka
•
Lakukan auskultasi secara sistematik (Gambar 36). Dengarkan tiap kali secara lengkap satu periode inspirasi dan ekspirasi
Gambar 36. Skematis urutan auskultasi dada •
Bandingkan kanan dan kiri
•
Mulailah di daerah depan di atas klavikula (Gambar 37)
•
Setelah mendengarkan daerah in, teruskan auskultasi di bagian belakang dada, mulai dari atas ke bawah sesuai gambar di samping (Gambar 38)
•
Perhatikan apabila ada perubahan suara
•
Tentukan secara pasti lokasi perubahan suara
•
Catat suara-suara yang didapatkan pada waktu auskultasi
27
Gambar 37 dan Gambar 38 Auskultasi daerah jantung •
Pasien dalam posisi berbaring dengan sudut 30 derajat
•
Pasien diminta bernafas biasa dalam suasana rileks
•
Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan adanya suara tambahan
•
Mulailah auskultasi pada beberapa tempat (Gambar 39)
•
Di daerah aspeks (dengan corong stetoskop)
•
Di ruang intercostal 2 kiri ke arah sternum
•
Di ruang intercostal 4 dan 5 kiri ke arah sternum (dengan corong stetoskop)
•
Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung (Gambar 40)
•
Bedakan antara sistolik dan diastolik
•
Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
•
Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
•
Tentukan apakah suara tambahan (Bising) sistolik atau diastolic
•
Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi)
•
Tentukan
•
Catat hasil auskultasi
daerah
penjalaran
bising,
dan
tentukan
titik
maksimumnya
28
Menentukan tekanan vena sentral Prosedur ini bertujuan untuk menentukan secara klinis tekanan vena sentral sebagai gambaran ukuran tekanan rata-rata dalam atrium kanan dengan menggunakan titik tertinggi dari pulsasi vena jugularis yang dapat diamati. •
Mulailah dengan pasien dalam posisi supinasi, dengan kepala dinaikkan setinggi 30 derajat pada kepala tempat tidur
•
Kepala pasien harus sedikit dipalingkan menjauhi sisi leher yang akan diperiksa
•
Carilah vena jugularis eksterna
•
Carilah denyutan vena jugularis interna (bedakan dengan denyutan arteri karotis interna yang ada di sebelahnya)
•
Tentukan titik tertinggi dimana denyutan vena jugularis interna
•
Cari lokasi sudut Louis (sternal notch) dengan mempalpasi tempat
masih terlihat bertemunya kedua klavikula pada sternum (suprasternal notch). Letakkan dua jari anda pada suprasternal notch dan gerakkan ke sisi bawah sternum hingga mencapai suatu penonjolan tulang (bony protuberance). Inilah yang merupakan sudut Louis. Atrium kanan terletak sekitar 2 inchi (5 cm) di bawah titik ini •
Dengan menggunakan penggaris sentimeter, ukurlah jarak vertikal antara titik dimana denyutan vena jugularis interna masih terlihat ini dengan sudut Louis. Normalnya jarak ini kurang dari 1 inchi (3 cm)
•
Jumlahkan 2 inchi (5 cm) dengan hasil pengukuran jarak vertikal tersebut. Jika hasil penjumlahan total ini lebih dari 4 inchi (10 cm), mengindikasikan adanya peningkatan tekanan vena sentral dan kegagalan ventrikel kanan.
29
DAFTAR PUSTAKA Kozier, B., Erb, G., Olivieri, R. 1995. Fundamentals of nursing: Concepts th
process and practice, 4 edition. Philadelphia: Addison-Wesley Publising Company. Lynn, P.B. 2008. Taylor’s clinical nursing skills: A nursing process approach, 2
nd
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Potter & Perry. 1997. Fundamentals of nursing. St. Louis Missouri: CV. Mosby Company. Priharjo, R. 2007. Pengkajian fisik keperawatan, edisi 2. Jakarta: EGC. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2008. Skills laboratorium: Keterampilan keperawatan, program A semester 4. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Swearingen, P.L. 1991. Photo atlas of nursing procedures, 2
nd
edition.
Philadelphia: Addison-Wesley Publising Company. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 1997. Buku ajar keperawatan medikal bedah 30
Brunner & Suddarth, volume 1, edisi 8. Jakarta: EGC. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 1997. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, volume 2, edisi 8. Jakarta: EGC. Willms, J.L., Schneiderman, H., Algranati, P.S. 1994. Diagnosis fisik: Evaluasi diagnosis & fungsi di bangsal. Jakarta: EGC. Woods, S.L., Sivarajan Froelicher, E.S., Motzer, S.U. 2000. Cardiac th
nursing, 4 edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
31
MEMINDAHKAN PASIEN Ibrahim Rahmat Wenny Artanty Nisman 1. Pengantar a) Skenario Tn.K 52 tahun dirawat dengan diagnosa medis : Stroke. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan Ners Ana didapatkan kesadaran Tn. K compos mentis, keadaan umum baik dan kelemahan pada kedua otot kaki. Tn.K sudah merasa jenuh berbaring ditempat tidur dan ingin beberapa saat berada di luar kamar dengan bed yang lebih kecil atau dengan kursi roda. Untuk itu Ners Ana berusaha memikirkan cara yang tepat dan aman untuk memindahkan pasien dari tempat tidur ke tempat tidur atau dari tempat tidur ke kursi roda. b) Ruang Lingkup Memindahkan pasien adalah salah satu bentuk tindakan keperawatan yang sederhana. Tetapi sangat penting dalam perawatan pasien karena perlu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan pasien serta keamanan bagi perawatan yang memberikan asuhan keperawatan. Memindahkan pasein sangat diperlukan untuk dapat memenuhi tindakan keperawatan. c) Tujuan Pembelajaran Setelah selesai pembelajaran skillab ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemindahan
pasisen
dengan
mempertimbang-
kan
keselamatan dan keamanan pasien dan perawat yang memberikan asuhan keperawatan. Beberapa tujuan pembelajran terkait dengan memindahkan pasien adalah : •
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi
•
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
•
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankard
32
d) Aktivitas Pembelajaran
2. Tinjauan Teori a) Pendahuluan : Pasien dengan kelemahan atau dengan periode bed rest yang lama atau dengan keterbatasnya karena penyakitnya membutuhkan bantuan saat bangun dari tempat tidurnya ataupun berpindah posisi dari tempat tidur ke tempat yang lain untuk prosedur perawatan yang diperlukan. Saat memindahkan pasien, perawat perlu memindahkan pasien dengan aman dan menggunakan tehnik body mekanik yang baik untuk keamanan perawat juga. Jika pasien dirasa cukup berat dan mempunyai keterbatasan yang juga berat maka perawat juga perlu mempertimbangkan jumlah perawat yang akan dilibatkan dalam memindahkan pasien. b) Hal yang perlu diperhatikan dalam memindahkan pasien: Pasien diijinkan untuk bangun dari tempat tidur atau meninggalkan
tempat
tidur
perlu
mempertimbangkan
beberapa kondisi yaitu : •
Lakukan pengecekkan order tindakan yang diberikan untuk disesuaikan dengan level aktivitas 33
•
Bantu pasien untuk mengambil alat-alat yang diperlukan sebelum memindahkan pasien misalnya sandal atau pakaian untuk menghangatkan tubuh
•
Setelah
melakukan
melelahkan
bagi
suatu
pasien
kegiatan tanyakan
yang
cukup
apakah
pasien
mengalami kelelahan, kelemahan atau lemas. •
Berikan obat-obatan pereda rasa nyeri sesuai dengan instruksinya sebelum dilakukan pemindahan pasien atau perubahan posisi
•
Yakinkan sebelum meninggalkan pasien dalam posisi duduk atau tiduran pasien dalam kondisi yang aman.
•
Lakukan semua tindakan bangun atau memindahkan pasien dari tempat tidur dengan bantuan kemudian tingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan pasien
c) Jenis memindahkan pasien •
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi
•
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
•
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankard
3. Prosedur Kerja Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi a) Persiapan Alat •
Kursi
•
Perawat secukupnya
•
Seprai bila perlu
•
Alat bantu bila perlu
b) Tahap Pre Interaksi 1. Siapkan alat-alat 2. Perawat cuci tangan 3. Siapkan Perawat 4. Dekatkan kursi ke Tempat Tidur 5. Atur posisi
34
c) Tahap Orientasi 1. Berikan salam, Panggil nama klien dengan nama kesukaan 2. Memberi tahu pasien 3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga d) Tahap Kerja: Cara yang Pertama: 1. Meletakkan kursi pada tempat yang telah ditentukan dan pastikan kursi dalam keadaan aman 2. Membentangkan selimut diatas kursi bila perlu 3. Meletakkan bantal pada sandaran kursi 4. Menurunkan Selimut dan laken dari badan pasien 5. Membantu pasien duduk disisi tempat tidur dengan kedua kakinya dijuntaikan supaya dapat diayun-ayunkan 6. Memperhatikan keadaan klien : diperiksa denyut nadinya 7. Membantu klien turun dari tempat tidur dengan cara kedua tangan perawat memegang pinggang pasien dan kedua tangan pasien memegang bahu perawat 8. Berjalan perlahan-lahan bersama ke kursi dengan langkah perawat mundur ( jika kaki kanan klien maju , kaki kiri perawat mundur atau sebaliknya ) 9. Mendudukkan klien di kursi 10. Memeriksa denyut nadi klien dan bertanya kepada klien apakah dia merasa pusing atau lemah, lemas atau tidak berdaya? 11. Menaikkan kedua kaki klien ke atas pijakkan kursi 12. Melingkarkan atau menutupkan selimut ke badan klien 13. Memastikan kondisi pasien sudah stabil dan tidak ada keluhan apabila akan ditinggal atau dilakukan tindakan keperawatan yang lainnya. 14. Membereskan tempat tidur 15. Mencuci tangan Cara yang kedua : 1. Meletakkan kursi pada tempat yang telah ditentukan dan pastikan kursi dalam keadaan aman 35
2. Membentangkan selimut diatas kursi bila perlu 3. Meletakkan bantal pada sandaran kursi 4. Menurunkan selimut dan laken dari badan pasien 5. Membantu pasien duduk disisi tempat tidur dengan kedua kakinya dijuntaikan supaya dapat diayun-ayunkan 6. Jika klien sudah berdiri di sisi tempat tidur, perawat berdiri disisi kiri pasien 7. Tangan kiri klien memeluk bahu kiri perawat, yang kemudian oleh tangan kiri perawat dan tangan kanan perawat memegang pinggang klien, dengan cara ini klien dapat berdiri dengan mudah 8. Memberi tahu klien supaya melangkahkan kakinya satu persatu dengan perawat ( kalau klien mulai melangkah kaki kanan, perawat juga mulai dengan kaki kanan) 9. Menuntun klien perlahan-lahan ke kursi 10. Mendudukkan klien di kursi 11. Memeriksa denyut nadi klien dan bertanya kepada klien apakah dia merasa pusing atau lemah, lemas atau tidak berdaya?? 12. Menaikkan kedua kaki klien ke atas pijakkan kursi 13. Melingkar atau menutupkan selimut ke badan klien 14. Memastikan kondisi pasien sudah stabil dan tidak ada keluhan apabila akan ditinggal atau dilakukan tindakan keperawatan yang lainnya 15. Membersihkan tempat tidur 16. Mencuci tangan e) Tahap Terminasi •
Evaluasi respon dan kondisi klien
•
Simpulkan hasil kegiatan
•
Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
•
Akhiri kegiatan dan rapikan tempat tidur
•
Cuci tangan
f)
Dokumentasi
•
Catat hasil tindakan di dalam catatan keperawatan
36
Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi Roda a) Persiapan Alat •
Kursi Roda
•
Perawat secukupnya
•
Seprai bila perlu
•
Alat bantu bila perlu
b) Tahap Pre Interaksi •
Siapkan alat-alat
•
Perawat cuci tangan
•
Siapkan Perawat
•
Dekatkan Kursi Roda ke Tempat Tidur
•
Atur posisi
c) Tahap Orientasi 1. Berikan salam, panggil nama klien dengan nama kesukaan 2. Memberi tahu pasien 3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga d) Tahap Kerja 1. Cuci tangan 2. Letakkan tempat tidur dalam posisi rendah 3. Letakkan kursi roda disamping tempat tidur agak ke sudut, didepan kepala atau kaki dari tempat tidur dan pastikan kursi roda dalam keadaaan terkunci 4. Bantulah klien untuk memakai selimut atau cukup ditutupi dengan pakaiannya 5. Posisi dari slang (infus/ sonde/ kateter) jika memakai, jauhkan sehingga tidak menyulitkan dalam memindahkan klien 6. Bantu klien untuk pindah kesisi tempat tidur, memapah dan menahan klien, membantu kllien dengan memapah dan perawat menggunakan alas kaki anti selip seperti sepatu atau sendal 7. Klien
diminta
berdiri,
pada
tempatnya
sesuai
dengan
kekuatannya, kemudian ditahan dengan lutut dan kaki 37
8. Klien diminta berputar dengan poros pada kaki yang jauh dari kursi dan menggeser kaki yang lain kearah sisi yang jauh dari kursi dan menggeser kaki yang lain kearah sisi yang jauh dari kursi 9. Dengan serempak, perawat berputar dengan poros pada mata kaki yang lain ke arah kursi sampai lutut menyentuh pinggir depan kursi 10. Membantu klien untuk duduk : a) Klien diminta untuk memegangi tangkai kursi condong kedepan, dan beban tubuh pada bagian bawah tetap di kursi, kedua tangan berpegangan pada bahu perawat b) Perawat langsung mengait lutut klien, lututnya ditekuk dan pinggang tidak lurus 11. Posisi klien dikursi, menggunakan batal alas duduk atau selimut untuk membuat posisi duduk klien yang enak 12. Letakkan selimut di atas kaki klien sesuai dengan keperluan 13. Perhatikan kekuatan posisi klien di atas kursi roda 14. Memastikan kondisi pasien sudah stabil dan tidak ada keluhan apabila akan ditinggal atau dilakukan tindakan keperawatan yang lainnya e) Tahap Terminasi •
Evaluasi respon dan kondisi klien
•
Simpulkan hasil kegiatan
•
Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
•
Akhiri kegiatan dan rapikan tempat tidur
•
Cuci tangan
f)
Dokumentasi
•
Catat hasil tindakan di dalam catatan keperawatan
•
Catat keadaan klien saat dipindahkan tempat lain
Memindahkan Pasien dari tempat tidur ke Brankard a) Persiapan Alat •
Brankard
•
Perawat secukupnya 38
•
Seprai / selimut bila perlu
•
Alat bantu bila perlu
b) Tahap Pre Interaksi •
Siapkan alat-alat
•
Perawat cuci tangan
•
Siapkan perawat
•
Dekatkan Kursi Roda ke Tempat Tidur
•
Atur posisi
c) Tahap Orientasi 1. Berikan salam, Panggil nama klien dengan nama kesukaan 2. Memberitahu pasien 3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga d) Tahap Kerja 1. Mengatur posisi klien dengan posisi supinasi 2. Tutup pintu atau gorden 3. Mengatur
alat-alat
dalam
ruangan
agar
dapat
digunakan
masuknya untuk brankard 4. Tempat tidur ditinggikan sama dengan brankard Cara I : Memindahkan dengan mengangkat sprei / selimut 1. Siapkan Sprei / selimut untuk mengangkat yang ada di bawah klien siapkan untuk mengangkat 2. Letakkan brankard sejajar dengan tempat tidur dan berdekatan ( berdempetan ) 3. Sprei / selimut dilipat dan diangkat seperlunya 4. Memindahkan klien ke brankard: a) Perawat pertama ( pemimpin ) berdiri ditempat sejajar dengan klien dan mengangkat sprei menuju brankard b) Perawat kedua : berdiri disamping brankard, melintang meraih dan mengangkat sprei didekat brankard c) Perawat ketiga : berdiri disamping brankard melintang, meraih dan mengangkat sprei di atasnya ada klien. 39
5.
Dengan memakai bantal, posisi pasien nyaman ditutup dengan sprei atau selimut, beri ganjal pada sisi kanan dan kirinyanya dan supaya aman klien yang tidak sadar dapat dilakukan pengikatan.
Cara II : Memindahkan dengan tiga orang, tanpa sprai / selimut: 1. Letakkan brankard atau tempat tidur kedua tegak lurus pada kaki tempat tidur 2. Rencanakan untuk perawat yang paling kuat mengangkat bagian tengah,
paling
tinggi
bagian
kepala
dan
paling
pendek
mengangkat bagian kaki 3. Perawat yang berada pada bagian berat, itulah yang memimpin atau kesepakatan 4. Dengan memberikan aba-aba perawat serentak mengangkat klien sesuai dengan arah dan tujuan yang telah direncanakan 5. Pindahkan klien kebrankard sesuai dengan rencana 6. Atur posisi klien senyaman mungkin e) Tahap Terminasi •
Evaluasi respon dan kondisi klien
•
Simpulkan hasil kegiatan
•
Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
•
Akhiri kegiatan dan rapikan tempat tidur
•
Cuci tangan
f)
Dokumentasi
•
Catat hasil tindakan di dalam catatan keperawatan
•
Catat keadaan klien saat dipindahkan ketempat lain
DAFTAR PUSTAKA Kozier, B., Erb, G., Olivieri, R. 1995. Fundamentals of nursing: Concepts th
process and practice, 4 edition. Philadelphia: Addison-Wesley Publising Company. Lynn, P.B. 2008. Taylor’s clinical nursing skills: A nursing process approach, 2
nd
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Potter & Perry. 1997. Fundamentals of nursing. St. Louis Missouri: 40
CV. Mosby Company. Priharjo, R. 2007. Pengkajian fisik keperawatan, edisi 2. Jakarta: EGC. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2008. Skills laboratorium: Keterampilan keperawatan, program A semester 4. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Swearingen, P.L. 1991. Photo atlas of nursing procedures, 2
nd
edition.
Philadelphia: Addison-Wesley Publising Company. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 1997. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, volume 1, edisi 8. Jakarta: EGC. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 1997. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, volume 2, edisi 8. Jakarta: EGC. Willms, J.L., Schneiderman, H., Algranati, P.S. 1994. Diagnosis fisik: Evaluasi diagnosis & fungsi di bangsal. Jakarta: EGC. Woods, S.L., Sivarajan Froelicher, E.S., Motzer, S.U. 2000. Cardiac th
nursing, 4 edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
41
RANGE OF MOTION Martina Sinta Kristanti Sri Hartini 1. Pengantar a) Skenario Tn. M. dirawat(45 tahun) dengan kelemahan pada ekstremitas bawah. Ners. K merencanakan untuk melakukan Range of Motion (ROM) pasif yang akan dilakukan 4 kali sehari, Selanjutkan Ners K akan mengajarkan pada keluarga untuk melakukan ROM pasif. b) Ruang lingkup Range of Motion (ROM) sangat penting untuk menjaga kelenturan otot dan sendi. Bila tidak melakukan aktivitas selama 24 jam, maka perlu dilakukan ROM. Ketika sesorang dalam kondisi tidak sadar, lemah atau tidak melakukan aktivitas, latihan ROM pada sendi-sendi ini mutlak diperlukan. Dalam ketrampilan ROM ini dijelaskan tipe ROM (aktif, aktif dengan bantuan, pasif dan pasif berkelanjutan), macam-macam ROM (leher sampai bahu). c) Tujuan Pembelajaran Setelah selesai pembelajaran skils lab ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan
ROM.
Untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran
tersebut,
mahasiswa harus mampu: •
Menjelaskan definisi ROM
•
Menjelaskan kontraindikasi ROM
•
Menjelaskan jenis dan macam ROM
•
Menjelaskan tahapan ROM
•
Mendemonstrasikan ketrampilan ROM
42
d) Aktivitas pembelajaran
2. Tinjauan Teori a) Definisi ROM Range of Motion (ROM) didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggerakkan semua anggota sendi pada fungsi yang optimal. Setiap sendi harus digerakkan secara aktif untuk menjaga mobilisasi, kekuatan otot serta aktivitas kardiovaskular secara adekuat. Latihan ini dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Latihan dilakukan secara aktif bila pasien kooperatif dan dapat melaksanakan secara mandiri. Orang yang sehat dapat melakukan ROM aktif. Sedangkan latihan dilaksanakan secara pasif atau dengan bantuan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau tidak cukup kuat untuk 43
melakukan latihan ini. Kondisi yang umum juga terjadi pada lansia dimana latihan ROM dengan bantuan perlu direncanakan. Latihan ROM setiap hari cukup adekuat untuk kmenjaga kekuatan otot dan mobilitas. Saat ekstremitas atau sendi lemah, fokuskan pengkajian pada kemampuan beraktivitas serta bagian tubuh yang mengalamai gangguan atau kelemahan. Sejauh mana pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri karena ini dapat mengindikasi tipe aktivitas ROM yang akan dilaksanakan. Perlu juga dikaji apakah ada hambatan atau kekakuan dalam melakukan gerakan. Beberapa sendi tertentu yang tidak bergerak (immobile) karena kondisinya atau paralysis sangat perlu untuk dilakukan latihan ROM. Pasien dengan kondisi paralysis pada satu bagian ekstremitas tertentu, sendi perlu digerakkan paling tidak 4 kali sehari untuk menjaga fleksibilitas sendi secara optimal. Karena pada kenyataannya perawat di RS sering terbentur dengan masalah waktu, sehingga penting sekali untuk melakukan pendidikan kesehatan bagi keluarga pasien untuk dapat membantu pasien melakukan aktivitas ROM. Saat dilakukan ROM untuk pertama kalinya, latihan dilakukan pada kedua sisi, baik yang berada dalam kondisi aktif maupun pasif. Pelaksaanan ROM dilakukan 6-8 kali untuk setiap sisinya. Latihan ROM ini juga bisa dilakukan saat memandikan pasien. Perlu diingat untuk tidak memaksakan bagian yang sakit dan kaku saat pelaksanaan ROM ini Karena justru akan meningkatkan resiko terjadinya injuri pada sendi, jadi lakukan ROM sejauh kemampuan pasien. b) Kontraindikasi dalam pelaksanaan ROM ROM membutuhkan energi dan memiliki potensi untuk meningkatkan sirkulasi. Adanya beberapa kondisi dimana peningkatan aktivitas fisik atau peningkatan sirkulasi tubuh merupakan kontraindikasi, maka pada kondisi ini latihan ROM pun tidak dapat dilakukan. Hal ini mungkin terjadi pada pasien dengan gangguan jantung dan pernafasan. Jika kondisi tersebut ada di pasien, maka aktivitas latihan ROM perlu didiskusikan dengan tim 44
kesehatan lain sebelumnya. Latihan ROM juga memunculkan tegangan pada soft tissue pada sendi dan struktur tulang. Oleh karena itu, latihan ROM sebaiknya tidak dilakukan bila sendi sedang dalam kondisi bengkak atau inflamasi atau terluka atau bila sistem muskoloskeletal mengalami injuri. Latihan-latihan yang lembut juga tetap bisa dilaksanakan namun tetap perlu dilakukan konsultasi sebelumnya. c) Tipe-tipe latihan ROM 1. Aktif Dalam latihan ROM aktif ini instruksikan pasien untuk melakukan aktivitas pada sendi yang tidak melakukan pergerakan secara aktif, dengan cara ini pasien akan merasa terlibat secara aktif dan berpartisipasi dalam proses latihan sehingga akan meningkatkan kepatuhan. Dukung pasien untuk melakukan aktivitas secara aktif dan mandiri untuk pemenuhan kegiatan sehari-hari seperti menysir rambut. Berikan dukungan dan pujian. 2. Aktif dengan bantuan Latihan ini dilakukan dengan bantuan perawat. Dukung pasien untuk berpatisipasi sesuai dengan kemampuan pasien. 3. Pasif Latihan ini dilakukan oleh perawat atau keluarga pada sendi yang tidak
bergerak.
Lakukan
pengkajian
sebelum
pelaksanaan
kegiatan 4. Pasif berkelanjutan Setelah beberapa operasi mayor yang dilakukan di lutut, merencanakan untuk latihan ROM adalah penting. Dalam beberapa kasus, diperlukan juga alat continous passive motion (CPM) yang digunakan untuk mendukung lutut. Foot plate juga digunakan untuk mencegah supaya tidak terjadi foot drop. CPM ini biasanya diletakkan dibawah tempat tidur pada posisi kaki pasien. Alat ini akan membantu pasien untuk melakukan fleksi dan ekstensi pada pasien.
45
d) Tahapan latihan Hendaknya latihan ROM dilakukan secara bertahap, dimulai dari leher dan kemudian bergerak ke bawah. Sendi juga bergerak dengan gerakan yang berbeda-beda: lutut dan siku hanya bergerak untuk 1 arah; leher, pergelangan tangan dan pinggang dapat bergerak untuk beberapa arah. Beberapa gerakan dapat dilakukan secara bersamaan, misalnya fleksi oada lutut serta rotas eksternl pada pinggang dapat dilakukan sekaligus, abduksi dan eksternal rotasi pada bahu juga bisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan.Setiap sendi sebaiknya mendapatkan latihan secara adekuat, dan penting untuk tetap menjaga sendi-sendi bergerak secara aktif e) Macam-macam ROM 1. Leher
46
2. Bahu
3. Siku
47
4. Pergelangan Tangan
5. Jari-jemari
48
6. Kaki
7. Sendi Kaki
49
8. Tubuh
DAFTAR PUSTAKA: Ellis, J.R., Nowlis, E.A., Bentz, P.M., 1996. Modules for basic nursing skills. Vol. 1 (6th ed, pp 489-519). Philadelphia: Lippincott Rosdahl, C.B., Kowalski, M.T., 2008. Textbook of basic nursing (9th ed, pp.565-603). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
50
PROSEDUR KEPERAWATAN AMBULASI Bantuan sederhana dengan tongkat, walker dan kruk Martina Sinta Kristanti 1. PENGANTAR a) Skenario Dodi, 19 th adalah mahasiswa di salah satu PTN terkenal di Jogja. Sepulang dari mengerjakan tugas kuliah di rumah teman, mengalami kecelakaan. Menurut diagnosa, Dodi mengalami fraktur femur. Setelah dioperasi, Dodi siap untuk dipulangkan. Anda sebagai perawat diminta untuk memberikan edukasi tentang cara menggunakan kruk sebelum Dodi pulang. b) Ruang Lingkup Prosedur keperawatan dengan menggunakan alat bantu merupakan salah satu prosedur di dalam keperawatan dasar. Alat bantu yang dimaksud dalam ketrampilan di Blok 1.5 ini adalah tongkat, walker dan kruk. c) Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan prosedur keperawatan ambulasi secara tepat. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mahasiswa harus mampu: •
menyebutkan secara tepat alat bantu serta fungsinya masingmasing
•
mengidentifikasi
kebutuhan
lingkungan
untuk
memberikan
bantuan ambulasi •
mendemonstrasikan penggunaan alat bantu
•
mempraktekkan prosedur keperawatan ambulasi dengan alat bantu d) Aktivitas Pembelajaran
51
2. TINJAUAN TEORI Ambulasi adalah aktivitas untuk menjaga dan memelihara kelenturan dan kekuatan otot serta fleksibilitas sendi-sendi. Selain itu, bantuan ambulasi dengan alat akan membantu individu untuk meningkatkan keseimbangan. Manfaat lain dari mobilisasi adalah peningkatan nafsu makan dan stimulasi sistem respiratori dan sirkulasi serta aktivitas bowel sehingga dapat memfasilitasi kelancaran eliminasi bowel. Bantuan ambulasi dengan alat juga secara psikologis membantu meningkatkan kesejahteraan pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan kesehatan lebih optimal. 1. Penggunaan Tongkat Tongkat biasanya digunakan oleh orang yang memerlukan bantuan keseimbangan atau orang-orang yang mampu menopang beban berat badan dengan kedua kaki, namun memerlukan bantuan karena di salah 52
satu kaki karena mengalami kelemahan. Ada beberapa jenis tongkat, namun dari semua jenis tongkat seharusnya memiliki lapisan anti selip supaya mencegah terjadinya jatuh. Posisi tinggi ideal tongkat paling baik adalah di pergelangan tangan, sehingga memungkinkan 25-30% bertumpu pada siku ketika pasien menempatkan beban berat badan pada tongkat. Jika tongkat digunakan untuk membantu keseimbangan, dukung pasien untuk menggunakan cara berjalan yang normal dan berjalan dengan berhati- hati. Tongkat quad (a quad cane) digunakan bila pasien memerlukan dukungan maksimal. Ketika tongkat digunakan untuk menambah kekuatan kaki yang lemah, cara berjalan yang khusus diperlukan. Cara berjalan biasanya diajarkan oleh fisioterapis untuk konsep keamanan.
2. Berjalan dengan menggunakan walker. Walker adalah alat bantu yang digunakan pada pasien yang pasien yang memiliki paling tidak 1 kaki yang mampu untuk menopang beban berat badan dan lengan yang kuat untuk menopang sebagian beban berat badan. Walker juga biasa digunakan pada pasien dengan kelemahan umum dan masalah-masalah keseimbangan. Alat Bantu ambulasi memberikan dukungan kekuatan dan keseimbangan yang lebih besar daripada tongkat. Ada 2 jenis walker: pick up dan rolling. Walker pick-up lebih stabil dan tidak membuat pasien tergelincir bila pasien bersandar di 53
walker tersebut. Prinsip penggunaan alat ini adalah dengan mengangkat atau menyeretnya karena tidak ada roda di bawah walker tersebut. Walker rolling lebih mudah digunakan namun tidak lebih stabil dari walker pick-up karena
terdapat
resiko
tergelincir
bila
tidak
hati-hati
dalam
penggunaannya. Ahli fisioterapi melakukan pengkajian terhadap jenis walker yang diperlukan oleh pasien. Walker yang ideal adalah walker yang setinggi pinggang sehingga pegangan tangan dapat dipengang dengan nyaman dan lengan dapat menjadi sedikit fleksi untuk memberikan dukungan kekuatan.
3. Berjalan dengan kruk Fisioterapi dan dokter ahli bedah biasanya bertanggungjawab untuk mengawali proses berjalan dengan menggunakan kruk. Hal ini mencakup panjang kruk yang diperlukan, menentukan posisi berjalan yang sesuai dengan kondisi pasien dan mengawali pendidikan kesehatan. Sebagai perawat perlu mengetahui identifikasi cara berjalan yang sesuai dengan kondisi pasien sesuai dengan admisi yang ditulis di rekam medis. a). Penetapan ukuran kruk Panjang kruk disesuaikan sehingga pasien dapat berdiri tegak, ujung kruk sebaiknya sekitar 6 inci di depan ujung kaki dan 2 inci pada sisi samping kaki (*lihat demonstrasi*) Ujung kruk diletakkan pada dinding dada dengan 54
sekitar 2 inci antara ujung atas dan axilla (*lihat demonstrasi*) Pasien sebaiknya tidak menempatkan terlalu banyak tekanan di axilla, sebab hal tersebut dapat membuat tekanan pada saraf yang mengontrol tangan dan menyebabkan
baal,
kesemutan,
kelemahan
otot
dan
bahkan
memungkinkan menyebabkan kerusakan saraf akibat kruk (crutch palsy). Pegangan tangan seharusnya diletakkan pada posisi dimana siku tangan sedikit fleksi (sekitar 30 derajat) ketika tangan menyentuh pegangan tangan. Lengan adalah lebih kuat dan lebih stabil pada posisi ini dan ketika posisi full ektensi. Serta, ketika lengan full ekstensi, pasien mungkin akan mengalami ketidaknyamanan dari strain pada siku tangan. b). Menentukan posisi berjalan Posisi berjalan disesuaikan dengan kemampuan menopang berat badan pasien. Saat membaca petunjuk untuk variasi cara berjalan, perlu dicatat bahwa beberapa posisi berjalan tidak memungkinkan untuk menanggung beban berat badan, beberapa memungkinkan berat badan separuh dan beberapa posisi teertentu memungkinkan untuk memindahkan berat badan pada kedua kaki. Untuk demonstrasi dapat dilihat di link: http:// www.walkeasy.com/interact/crutch_gait2.asp. (Link terdapat di elisa) 1. Two Point gait
55
Cara berjalan ini digunakan pada pasien yang hanya mampu menahan beban berat badan partial pada kedua ekstremitas, dengan kata lain, kedua ekstremitas mengalami kelemahan namun masih mampu untuk berjalan.
Cara
berjalan
ini
hampir
samadenganthefour-pointgait.
Namuntwopointgaitinikurang stabil sebab cara berjalan ini hanya 2 point yang menempel di lantai. Sehingga pada cara berjalan ini hanya bisa dilaksanakan pada pasien yang mampu menjaga kestabilan. The twopoint hampir sama dengan cara berjalan normal ketika ekstremitas bawah yang berseberangan dan ekstremitas atas bergerak dalam waktu yang sama. Cara berjalan ini sering digunakan ketika ada kelemahan di ekstremitas bawah, misalnya pada injuri spinal cord. Ritme yang digunakan dalam two-point gait: kaki kanan & kruk kiri - kaki & kiri kruk kanan; dst 2. Three-point gait Cara berjalan digunakan untuk pasien yang mampu menopang berat badan pada 1 kaki sedangkan kaki yang lain tidak mampu menopang akibat kelemahan atau trauma. Pasien menggerakkan kaki yang lemah ke depan bersamaan dengan kedua kruk, kemudian diikuti oleh kaki yang sehat (kuat menopang). Teknik ini disebut juga non-weight-bearing (NWB). Ritme yang digunakan: kaki sakit bersama dengan kedua kruk: kaki sehat; dst.
56
Gambar 6. Ritme three point-gait http://www.cgh.com.sg/library/homecare/ homecare_exercise2.asp
3. Variations of the three-point gait Teknik berjalan dilaksanakan dengan cara berdiri pada kaki yang kuat, menyaunkan
kedua
kruk
ke
depan
pada
jarak
yang
sama,
mengistirahatkan telapak tangan di kruk, kemudian mengayunkan tubuh ke depan. Pasien yang lebih lemah mungkin harus memindahkan kaki maju satu persatu untuk menjaga keseimbangan dan dukungan yang lebih baik. Pasien yang lebih kuat mungkin dapat mengayunkan kaki yang sehat melewati kruk pada setiap langkah, ini disebut swing through gait. Teknik berjalan ini digunakan pada pasien dengan non-weight bearing, dimana 1 atau 2 kaki harus diistirahatkan.
57
4. Four-point gait Teknik berjalan adalah teknik dimana setiap kruk dan kaki bergerak terpisah (setiap support “point” bergerak terpisah). Pasien meletakkan 1 kruk di depan kemudian menggerakkan kaki kolateral maju, kemudian diikuti 1 kruk yang lain dan diikuti kembali oleh kaki yang lainnya. Ritme dan kecepatan dalam melaksanakan teknik berjalan ini perlu diperhatikan. Teknik berjalan ini dalah teknik yang paling mudah digunakan. Namun perlu diyakinkan bahwa pasien memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mengayunkan kaki ke depan. Cara berjalan ini digunakan pada pasien kelemahan muscular, gangguan keseimbangan atau kurang koordinasi. Ritme yang digunakan: kaki sehat-kruk berseberangan-kaki sakit-kruk yang berseberangan.
3. PERSIAPAN ALAT 1. alat bantu sesuai kebutuhan (kruk, walker, tongkat) 2. kursi 4. PROSEDUR Prosedur umum untuk ambulasi Berikut ini pendekatan umum untuk membantu pasien untuk berjalan dan hal ini dapat dimodifikasi untuk setiap pasien.
58
a) Pre Interaksi •
Mengidentifikasi instruksi latihan
•
Membaca catatan keperawatan
•
Menyiapkan alat bantu yang akan digunakan
•
Mencuci tangan
b) Tahap Kerja •
Mengidentifikasi klien
•
Menjelaskan prosedur tindakan & tujuan kegiatan pada klien
•
Mengecek TTV
•
Mengkaji tingkat kekuatan otot kaki klien
•
Menjelaskan kepada klien tentang cara penggunaan alat bantu yang akan digunakan
•
Menunjukkan cara penggunaan alat bantu (tonkat, walker, kruk)
•
Membantu klien beranjak dari tempat duduk dengan cara yang benar
•
Berjalan disisi klien yang mengalami kelemahan
•
Membantu memberi aba-aba ritme berjalan (sesuai dengan alat yang digunakan)
•
Mendudukan kembali klien dengan cara yang benar
•
Mengkaji perasaan klien
•
Mengevaluasi tindakan dan memberikan reinforcement
•
Mengkaji TTV setelah latihan
•
Mengakhiri tindakan dengan cara yang baik
•
Mencuci tangan
c) Evaluasi •
Mendokumentasikan kegiatan
59
DAFTAR PUSTAKA Ellis, J.R., Nowlis, E.A., Bentz, P.M., 1996. Modules for basic nursing skills. Vol. 1 (6th ed, pp 489-519). Philadelphia: Lippincott. http://www.walkeasy.com/interact/crutch_gait2.asp Rosdahl,
C.B.,
Kowalski, M.T., 2008. Textbook of basic nursing (9th ed, pp.565-603). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. www.thefootphysicians.com/crutch_instructions... www.thefootphysicians.com/crutch_instructions...
60
JADWAL SKILLS LAB MINGGU I
Keterampilan Ambulation and penggunaan alat bantu
ROM and trasfering
Pemeriksaan fisik thorax
Keterampilan Ambulation and penggunaan alat bantu
ROM and trasfering
Pemeriksaan fisik thorax
Jadwal kelompok dan instruktur hari Senin, 21 Maret 2016 latihan 1 = Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp. M.Kes 2 = Dwi Harjanto, S.Kp.,M.Sc 3 = Rekyan Listyaningsih S.Kep., Ns 7 = Purwanta, S.Kp., M.Kes 8 = Wenny Artanti, S.Kep., Ns., M.Kes 9 = Rusjini, S.Kep., Ns 4 = dr. IBG Surya, Sp. F 5 = dr RA Kusparwati, Sp. F 6 = dr. Fitri Muria Ekawati, M.Sc Jadwal kelompok dan instruktur hari Rabu, 23 Maret 2016 latihan 4 = Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp. M.Kes 5 = Dwi Harjanto, S.Kp.,M.Sc 6 = Rekyan Listyaningsih S.Kep., Ns 1 = Purwanta, S.Kp., M.Kes 2 = Wenny Artanti, S.Kep., Ns., M.Kes 3 = Rusjini, S.Kep., Ns 7 = dr. IBG Surya, Sp. F 8 = dr RA Kusparwati, Sp. F 9 = dr. Fitri Muria Ekawati, M.Sc
61
MINGGU II
Keterampilan Ambulation and penggunaan alat bantu
ROM and trasfering
Pemeriksaan fisik thorax
Keterampilan Ambulation and penggunaan alat bantu ROM and trasfering
Pemeriksaan fisik thorax
Jadwal kelompok dan instruktur hari Senin, 28 Maret 2016 latihan 7 = Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp. M.Kes 8 = Dwi Harjanto, S.Kp.,M.Sc 9 = Rekyan Listyaningsih S.Kep., Ns 4 = Purwanta, S.Kp., M.Kes 5 = Wenny Artanti, S.Kep., Ns., M.Kes 6 = Rusjini, S.Kep., Ns 1 = dr. IBG Surya, Sp. F 2 = dr RA Kusparwati, Sp. F 3 = dr. Fitri Muria Ekawati, M.Sc Jadwal kelompok dan instruktur hari Rabu, 30 Maret 2016 latihan Responsi kelompok 1 dan 2 1: Rekyan Listyaningsih S.Kep., Ns 2: Dwi Harjanto, S.Kp.,M.Sc Responsi kelompok 3 dan 4 3: Purwanta, S.Kp., M.Kes 4: Wenny Artanti, S.Kep., Ns., M.Kes Responsi kelompok 5 dan 6 5: dr. IBG Surya, Sp. F 6: dr RA Kusparwati, Sp. F
62
MINGGU III
Keterampilan Ambulation and penggunaan alat bantu
ROM and trasfering Pemeriksaan fisik thorax
Keterampilan Ambulation and penggunaan alat bantu ROM and trasfering
Pemeriksaan fisik thorax
Jadwal kelompok dan instruktur hari Senin, 04 April 2016 latihan Responsi kelompok 3 dan 4 3: Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp. M.Kes 4: Rekyan Listyaningsih S.Kep., Ns Responsi kelompok 5 dan 6 5: Rusjini, S.Kep., Ns 6: Purwanta, S.Kp., M.Kes Responsi kelompok 7 dan 8 7: dr. Fitri Muria Ekawati, M.Sc 8: dr. IBG Surya, Sp. F Jadwal kelompok dan instruktur hari Rabu, 06 April 2016 latihan Responsi kelompok 5 dan 6 5: Dwi Harjanto, S.Kp.,M.Sc 6: Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp. M.Kes Responsi kelompok 7 dan 8 7: Wenny Artanti, S.Kep., Ns., M.Kes 8: Rusjini, S.Kep., Ns Responsi kelompok 9 dan 1 9: dr RA Kusparwati, Sp. F 1: dr. Fitri Muria Ekawati, M.Sc
63
MINGGU IV
Keterampilan
Jadwal kelompok dan instruktur hari Senin, 11 April 2016 Ambulation and latihan Responsi kelompok 7 dan 8 penggunaan alat bantu 7: Rekyan Listyaningsih S.Kep., Ns 8: Dwi Harjanto, S.Kp.,M.Sc ROM and trasfering Responsi kelompok 9 dan 1 9: Purwanta, S.Kp., M.Kes 1: Wenny Artanti, S.Kep., Ns., M.Kes Pemeriksaan fisik thorax Responsi kelompok 2 dan 3 7: dr. IBG Surya, Sp. F 8: dr RA Kusparwati, Sp. F Keterampilan
Jadwal kelompok dan instruktur hari Rabu, 13 April 2016 Ambulation and latihan Responsi kelompok 9 penggunaan alat bantu 9: Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp. M.Kes ROM and trasfering Responsi kelompok 2 2: Rusjini, S.Kep., Ns Pemeriksaan fisik thorax Responsi kelompok 4 4: dr. Fitri Muria Ekawati, M.Sc
64
DAFTAR KELOMPOK SKILLS LAB No
NIM
NAMA
1
17595
Desti Wahyuningrum
2
17596
Exsanti Jeri Prawesti
3
17597
Fatimah Ika Puspitasari
4
17598
Faza Khoirun Nida
5
18178
ARIF ABDUR ROHMAN
6
18179
BAGAS HANDOKO
7
18321
KHARISMA EKA SURYANI
8
17610
Novia Ayu Septiani
9
17611
Nur Wulan Wijayanti
10
17612
Nurullita Hidayati
11
17613
Okky Nurlita Sari
12
17614
Pradana Mardaningsih
1
17606
Nadia Fadillah Andani
2
17607
Nanda Putri Pertiwi
3
17608
Ni Made Dwi Sri Ganitri
4
17609
Ni Putu Ayu Noviyantini
5
18213
RASYID HERLAMBANG WICAKSONO
6
18326
Fatimah Putri Rahayu
7
17620
Sri Setia Noviana
8
17621
Sri Wahyuningsih
9
17622
Suci Fitrah
10
17623
Suhardini
11
17624
Tisa Nadia Rachmatika
12
17625
Titis Wening Setyoharsih
1
17589
Afriana Crusita Sari
2
17590
Agata Niken Cahyaningrum
3
17591
Agnesta Veiga Ferdina Hasyim
4
17592
Annisa Rachmawati
5
17594
Aprilia Trisnawati
Kelompok
1
13
2
3
65
No
NIM
NAMA
6
17616
Renita Rahmawati
7
17617
Rizki Dila Arbiyanti
8
17618
Rohmah Puriana Khusna
9
17619
Sevia Rani Irianti
10
18207
MD SATYA NUGRAHA G
11
18208
MUHAMMAD FAHMI REZA
1
17626
Vivi Rahmawati
2
17692
Annisa Purwanitasari
3
17693
Annisa Rabbani
4
17694
Destin Hidayati
5
17695
Devi Widiyati Fathul Qorib
6
17696
Erwin Nur Malikhah
7
17599
Fiska Nur Aini
8
17600
Handhika Pratama Putri Yulianto
9
17601
Indah Cahya Pratiwi
10
17603
Latifah Rizki Ardhana
11
17604
Lia Elita Sova Rindra
12
17605
Muhammad Zulkarnain
1
18216
Silvi Alifah Hilmida
2
18217
Silvia Evi Wulandari
3
18218
Syabrina Dinar N.
4
18219
Sylfia Zuli F R
5
18220
Syoffawati Dewi
6
18221
TEZAR NUR KHABIBI
7
17703
Yuni Kartika
8
17796
Bagas Wahyu Setiyaningsih
9
17797
Devi Rachmawati
10
17798
Dika Puji Hartati
11
17825
Siti Rahma
12
18173
Aistah Eka Aryani
Kelompok
12
4
13
5
66
No
NIM
NAMA
Kelompok
13 1
18183
Desy Listyaningrum
2
18184
Dhea Mustika
3
18185
Dian Alfita Dewantari
4
18186
Dian Novitasari
5
18187
Dita Indriyati
6
18320
ADITYA PUTRA UTAMA
7
17697
Larasati Putri Pertiwi
8
17698
Laura Misi Mega Ginting
9
17699
Maria Ulfah
10
17700
Ridha Dwi Wilujeng
11
17701
Rima Afifah Putri
12
17702
Urifatun Nisa
1
18195
Ganar Rajni Fathariq
2
18196
Hesti Suryaningrum
3
18197
Hesty Putri Handayani
4
18198
Idha Ratnasalih
5
18199
Indah Dwi Handayani
6
18174
Ajeng Prilla Rosiana
7
18176
Alya Adhiati
8
18177
Amalia Ratna A
9
18180
BARLY YUSUF
10
18181
Bastari Dwi K
11
18182
Della Vega Muntiana
1
18209
Murrantia Zahra R
2
18210
Nadia Amalia Puspitasari
3
18211
Nur Widayati
4
18212
Nurul Dyah K.
5
18214
Ruffaiza Luthfita Sani
6
13
7
12 13
8
67
No
NIM
NAMA
6
18188
Eka Rofiyani
7
18189
Emirul Swadesi E
8
18190
Erna Nur Arvita Sari
9
18191
Erviana Irawati Kusuma
10
18192
Fauziyyah Rahayu Ningtyas
11
18194
Fitri Yuliani
1
18222
Ummi Noor Hasanah
2
18223
Vincentia Fanny Gita Rosari
3
18224
WINNING CANNY
4
18225
Yogi Hasna Meisyarah
5
18226
Yulfatin Hidayah
6
18200
Indah Jana Permana Devrin
7
18202
Izzatul Fitriyah
8
18203
JUN RAHMAWATI SURYA MENTARI
9
18204
Khairunnisa H
10
18205
Lasmaida F BR BB
11
18206
Magdalena Nugraheni Cahyaningtyas
Kelompok
12 13
9
68