AKTIVITAS ANTIFUNGI MINYAK BIJI PALA (Mysritica fragrans) TERENKAPSULASI PADA PURE JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava)
BERNARDINE ANITA WIDYASARI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
2
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antifungi Minyak Biji Pala (Myristica fragrans) Terenkapsulasi pada Pure Jambu Biji Merah (Psidium guajava) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014 Bernardine Anita Widyasari F24090072
iv
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
ABSTRAK BERNARDINE ANITA WIDYASARI. Aktivitas Antifungi Minyak Biji Pala (Myristica fragrans) Terenkapsulasi pada Pure Jambu Biji Merah (Psidium guajava). Dibimbing oleh SRI LAKSMI SURYAATMADJA dan ICEU AGUSTINISARI. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aktivitas antifungi minyak biji pala terenkapsulasi (MBPTe) terhadap kapang dan kamir pembusuk pure jambu biji merah dengan metode kontak pada suhu 37 oC selama 5 hari. Kapang dan kamir yang telah diisolasi dari pure jambu biji merah yang disimpan pada suhu ruang selama 5 hari diidentifikasi sebagai Rhodotorula sp., Aspergillus niger, dan Aspergillus flavus. Ketiga isolat tersebut dan Saccharomyces cerevisiae digunakan sebagai jenis fungi yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MBPTe dengan konsentrasi 1 % (b/v) dapat menurunkan sebanyak 8.67 log CFU/ml S. cerevisiae, 4.94 log CFU/ml Rhodotorula sp., 3.37 log CFU/ml A. niger, dan 2.10 log CFU/ml A. flavus di media PDB. Aplikasi MBPTe dengan konsentrasi 2 % (b/v) pada pure jambu biji merah mampu menurunkan sebanyak 6.27 log CFU/ml S. cerevisiae, 2.36 log CFU/ml Rhodotorula sp., 4.75 log CFU/ml A. niger, dan 7.04 log CFU/ml A. flavus. Kata kunci: aktivitas antifungi, minyak biji pala terenkapsulasi, pure jambu biji merah
ABSTRACT BERNARDINE ANITA WIDYASARI. Antifungal Activity of Encapsulated Nutmeg (Myristica fragrans) Seed Oil in Red Guava (Psidium guajava) Puree. Supervised by SRI LAKSMI SURYAATMADJA and ICEU AGUSTINISARI. The purpose of this research was to study the antifungal activity of encapsulated nutmeg seed oil towards spoilage mold and yeast from red guava puree by contact method in 37 oC for 5 days. Yeast and mold were isolated from 5-days-storage of red guava puree and were identified as Rhodotorula sp., Aspergillus niger, and Aspergillus flavus. Those isolated yeast and mold and Saccharomyces cerevisiae were used as the tested fungi. The result showed that 1 % (w/v) of encapsulated nutmeg seed oil could reduce 8.67 log CFU/ml S. cerevisiae, 4.94 log CFU/ml Rhodotorula sp., 3.37 log CFU/ml A. niger, and 2.10 log CFU/ml A. flavus in PDB media. Encapsulated nutmeg seed oil with 2 % (w/v) concentration in red guava puree could reduce 6.27 log CFU/ml S. cerevisiae, 2.36 log CFU/ml Rhodotorula sp., 4.75 log CFU/ml A. niger, dan 7.04 log CFU/ml A. flavus. Keywords: antifungal activity, encapsulated nutmeg seed oil, red guava puree
vi
vii
AKTIVITAS ANTIFUNGI MINYAK BIJI PALA (Mysritica fragrans) TERENKAPSULASI PADA PURE JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava)
BERNARDINE ANITA WIDYASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
viii
ix
Judul Skripsi : Aktivitas Antifungi Minyak Biji Pala (Myristica fragrans) Terenkapsulasi pada Pure Jambu Biji Merah (Psidium guajava) Nama : Bernardine Anita Widyasari NIM : F24090072
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, MS Pembimbing I
Iceu Agustinisari, S.TP, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
x
PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan atas hikmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk turut berpartisipasi dalam proyek Teknologi Nanoenkapsulasi Minyak Biji Pala (Myristica fragrans H) sebagai Bahan Preservatif Puree Jambu Merah dan Sari Buah Apel. Terima kasih untuk dana, waktu, dan tempat yang telah diberikan sehingga penelitian dan pembuatan karya ilmiah ini dapat terlaksana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Suryaatmadja, MS selaku dosen pembimbing I dan Ibu Iceu Agustinisari, S.TP, MSi selaku dosen pembimbing II, dan Dr. Nancy Dewi Yuliana, S.TP, M.Sc selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan masukan, perhatian, dan semangat bagi penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga berterima kasih kepada Dr. Ir. Endang Yuli Purwani, M.Si selaku Manajer Teknis Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan magang dan memberikan masukan dan arahan yang sangat berguna bagi penulis. Penulis juga berterima kasih kepada keluarga dan orang terkasih yang telah memberikan dukungan moril dan materiil serta perhatian dan dukungannya. Penulis juga berterima kasih kepada para teknisi laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, terutama Bu Citra Haerani, Pak Marwan Wahyudi, Bu Dwi Agriana, Eni, Pak Triyono, Bu Pia, dan Bu Melly yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis dalam melakukan penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada rekan kerja dan rekan penelitian di Balai Besar Pasca Panen lainnya atas semangat, dukungan, dan canda tawa yang menemani penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua teman ITP 46, kakak kelas, adik kelas atas kebersamaan selama empat tahun di ITP. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat berkontribusi dalam memperkaya ilmu pengetahuan. Terima kasih.
Bogor, Desember 2013
Bernardine Anita Widyasari
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Hipotesis Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Minyak Biji Pala (Myristica fragrans) Enkapsulasi Minyak Biji Pala Pure Jambu Biji Merah (Psidium guajava) Mikroorganisme pada Produk Buah-buahan Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Alat Penelitian Prosedur Kerja Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisiokimia Pure Jambu Biji Merah Karakteristik Mikrobiologi Pure Jambu Biji Merah Aktivitas Antifungi Minyak Biji pala Terenkapsulasi SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vii viii 1 1 2 2 2 3 3 3 4 5 7 8 8 8 8 8 11 12 12 13 18 28 29 30 36 45
xii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Komposisi nutrisi buah jambu biji merah per 100 gram Karakteristik fisikokimia pure jambu biji merah Pengamatan total kapang/kamir pembusuk pure jambu biji merah yang disimpan pada suhu kamar Pengamatan morfologi isolat kapang dan kamir pembusuk dominan pada pure jambu biji merah Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan S. cerevisiae pada media PDB Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan Rhodotorula sp. pada media PDB Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. niger pada media PDB Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. flavus pada media PDB Persentase penurunan jumlah koloni kapang dan kamir pada berbagai konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan S. cerevisiae pada pure jambu biji merah Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan Rhodotorula sp. pada pure jambu biji merah Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. niger pada pure jambu biji merah Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. flavus pada pure jambu biji merah Perbandingan komponen penyusun minyak biji pala yang digunakan dalam penelitian ini dengan minyak biji pala penelitian FAO
5 12 13 15 18 18 19 19 20 22 23 23 24
26
xiii
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
7
Struktur dinding sel fungi (Gandjar et al. 2012) Proses pembuatan pure jambu biji merah (Ratna et al. 2008) Penampakan mikroskopis isolat A dan isolat C dengan perbesaran 400 kali dan isolat E dengan perbesaran 1000 kali Pertumbuhan koloni A. niger dan A. flavus di media APDA Pertumbuhan koloni S. cerevisiae dan Rhodotorula sp. di media APDA Persentase pertumbuhan koloni kapang dan kamir pada media PDB dan pure jambu biji merah setelah inkubasi pada suhu 37 oC selama 5 hari Persentase penurunan jumlah kapang dan kamir pada media PDB dan pure jambu biji merah setelah dikontakkan dengan 1% (b/v) minyak biji pala terenkapsulasi
6 9 15 16 17
21
25
xiv
DAFTAR LAMPIRAN 1
Kunci identifikasi kapang pembusuk pure jambu biji merah (Samson et al. 1981) 2 Kunci identifikasi kamir pembusuk pure jambu biji merah (Samson et al. 1981) 3 Data pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi pada media PDB terhadap kapang dan kamir 4 Data pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi pada pure jambu biji merah terhadap kapang dan kamir 5 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap S. cerevisiae pada media PDB 6 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap Rhodotorula sp. pada media PDB 7 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. niger pada media PDB 8 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. flavus pada media PDB 9 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap S. cerevisiae pada pure jambu biji merah 10 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap Rhodotorula sp. pada pure jambu biji merah 11 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. niger pada pure jambu biji merah 12 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. flavus pada pure jambu biji merah
36 39 40 41 42 42 42 43 43 43 44 44
xv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan hidup sehat meningkat seiring perkembangan jaman. Pangan termasuk dalam bidang yang mendapat perhatian lebih dari masyarakat sehingga timbul kebutuhan akan produk pangan yang aman dan sehat. Salah satu masalah keamanan pangan yang sering diperdebatkan adalah penggunaan bahan pengawet sintetik dalam produk pangan. Untuk mengatasi hal tersebut, para ahli berupaya mengeksplorasi potensi berbagai bahan alami sebagai pengawet pangan. Banyak tumbuhan sudah dilaporkan mengandung senyawa atsiri yang mempunyai aktivitas antimikroba, seperti bawang merah dan bawang putih (Benkeblia 2004), kayu manis, jeruk nipis, cengkeh, dan pala (Prabuseenivasan et al. 2006; Matan dan Matan 2007; Shirurkar dan Wahegaonkar 2012; Agustinisari et al. 2012; Pooja et al. 2012). Minyak biji pala mengandung senyawa kamfena dan turunannya yang memiliki sifat antibakteri, antifungi, dan insektisida yang kuat sehingga banyak digunakan dalam industri dan manufaktur. Matan dan Matan (2007) telah menguji aktivitas antifungi minyak biji pala terhadap Penicillium chrysogenum yang banyak tumbuh di permukaan rubberwood. Buah jambu biji merah merupakan salah satu buah yang produksinya melimpah di Indonesia. Menurut data BPS (2012), pada tahun 2011 produksi buah jambu biji merah di Indonesia mencapai 211.836 ton dan jumlah ekspornya mencapai 54.433 ton. APEDA (2013) melaporkan produksi buah mangga, manggis, dan jambu negara Indonesia menduduki peringkat ke-4 dari 95 negara di dunia. Buah ini belum termanfaatkan dan terdistribusikan secara optimal akibat masa simpannya yang tidak cukup lama. Hal ini sangat disayangkan melihat berbagai manfaat yang dimiliki buah jambu biji merah terhadap kesehatan tubuh. Berbagai cara telah diupayakan untuk dapat mengoptimumkan pemanfaatan buah jambu biji merah yang merupakan buah musiman, di antaranya adalah pengolahan jambu biji merah ke dalam bentuk pure (bahasa Inggris: puree), sebagai produk antara untuk pengolahan selanjutnya. Salah satu masalah yang dihadapi dalam penyimpanan pure jambu biji merah adalah keberadaan kapang dan kamir yang menyebabkan kebusukan produk dan mempersingkat umur simpannya (Sancho et al. 2000). Masalah ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pengawet. Minyak biji pala dapat menjadi alternatif bahan pengawet alami yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan pure jambu biji merah. Karakteristik kepolaran minyak biji pala yang cenderung nonpolar menyebabkan terbatasnya jenis produk pangan yang bisa menggunakan minyak biji pala sebagai bahan pengawet terkait dengan kelarutannya. Jenis produk pangan yang dapat menggunakan minyak biji pala hanya produk pangan yang berbasis minyak karena kelarutan minyak biji pala mengikuti azas ”like dissolve like”. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut ialah dikembangkannya produk minyak biji pala terenkapsulasi. Proses enkapsulasi yang diaplikasikan terhadap minyak biji pala menyebabkannya dapat larut dalam produk pangan yang berbasis air. Selain itu, manfaat lain dari proses enkapsulasi adalah pelepasan terkontrol
2
senyawa aktif yang dienkapsulasi dan perlindungan terhadap berbagai senyawa volatil dalam minyak atsiri (Guarda et al. 2011). Produk minyak biji pala terenkapsulasi (MBPTe) diperoleh dengan cara mengenkapsulasi minyak biji pala yang telah dibuat menjadi emulsi dengan maltodekstrin. Penelitian Agustinisari et al. (2012) melaporkan adanya aktivitas antimikroba nanoenkapsulasi minyak biji pala terhadap Saccharomyces cerevisiae pada produk sari buah apel. Wang et al. (2009) juga melaporkan adanya aktivitas antimikroba dari karvakrol yang terenkapsulasi terhadap Escherichia coli K88. Guarda et al. (2011) melaporkan bahwa karvakrol dan thymol terenkapsulasi dapat menghambat pertumbuhan E. coli, Staphylococcus aureus, S. cerevisiae, dan Aspergillus niger. Mikroorganisme perusak pure buah didominasi oleh kelompok kapang dan kamir (Martorell et al. 2005; Rahayu dan Nurwitri 2012). Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aktivitas antifungi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap kultur S. cerevisiae dan beberapa jenis kapang dan kamir penyebab kerusakan yang diisolasi dari produk pure jambu biji merah rusak.
Hipotesis Penelitian Minyak biji pala memiliki aktivitas antifungi terhadap kapang (P. chrysogenum, A. niger, dan A. flavus) maupun kamir (S. cerevisiae). MBPTe dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kamir pembusuk pada pure jambu biji merah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1) mengisolasi kapang dan kamir pembusuk pure jambu biji merah, serta 2) mempelajari pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan kapang dan kamir pembusuk pada media sintetik maupun pada sistem pangan.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini ialah menyediakan alternatif bahan pengawet alami untuk produk pangan, khususnya pure jambu biji merah. Ketersediaan bahan pengawet alami diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan pengawet sintetik.
3
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Biji Pala (Myristica fragrans) Buah pala adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Biji dan fuli pala digunakan sebagai sumber rempah-rempah, sedangkan daging buah pala sering diolah menjadi berbagai produk pangan seperti manisan, sirup, jam, dan jeli. Pala merupakan komoditas ekspor yang mempunyai posisi tinggi di pasar internasional. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (BPS) tahun 2010, terlihat bahwa ekspor pala dari Indonesia mencapai volume hingga 65.832.942 kg. Minyak biji pala adalah minyak yang dihasilkan dari proses penyulingan biji pala. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan minyak pala adalah biji muda karena kandungan minyak pala yang lebih tinggi (Nurdjannah 2007). Menurut Bustaman (2008), kandungan minyak biji tua berumur 7 bulan berkisar 7.9511.92%, sedangkan biji pala muda umur 3-5 bulan memiliki kandungan minyak pala sekitar 13.07 %. Kandungan minyak atsiri pala sekitar 5-15 % yang meliputi pinena, sabinena, kamfena, elemisin, isoelemisin, eugenol, metoksieugenol, safrol, dimerik polipropanoat, lignan, dan neolignan (Sonavane et al. 2001). Kandungan safrol, miristisin, dan elemisin menjadi ciri khas dari minyak pala. Senyawa kamfena dan turunannya memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan insektisida yang kuat sehingga banyak digunakan dalam industri dan manufaktur (Agusta 2000). Beberapa penelitian mengenai aktivitas antimikroba minyak biji pala telah dilakukan. Hasil penelitian Nanasombat dan Lohasupthawee (2005) menunjukkan bahwa minyak biji pala mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella spp. dan beberapa jenis Enterobacteria. Matan dan Matan (2007) telah menguji aktivitas antifungi minyak biji pala terhadap P. chrysogenum yang banyak tumbuh di permukaan perabot dari kayu. Nilai MIC minyak biji pala terhadap P. chrysogenum yang diperoleh dari penelitian tersebut sebesar 100 μL/mL. Shirurkar dan Wahegaonkar (2012) melaporkan bahwa minyak biji pala memiliki aktivitas antifungi yang kuat terhadap A. niger dan A. flavus dengan zona hambat berturut-turut 20 mm dan 36 mm. Selain kedua spesies tersebut, minyak biji pala juga memiliki daya hambat yang kuat terhadap A. oryzae, A. fumigatus, A. terreus, Fusarium moniliforme, F. solani, dan Penicillium sp. (Shirurkar dan Wahegaonkar 2012). Pooja et al. (2012) juga melaporkan bahwa minyak pala mampu menghambat A. niger dan Candida albicans dengan nilai MIC berturutturut sebesar 0.232 mg/ml dan 0.237 mg/ml.
Enkapsulasi Minyak Biji Pala Adanya kekurangan produk rempah-rempah dalam bentuk minyak atsiri mendorong para ahli mengolah lebih lanjut produk tersebut. Pengembangan lebih lanjut dari minyak atsiri di antaranya adalah produk minyak atsiri terenkapsulasi.
4
Dalam teknik enkapsulasi ini, minyak atsiri diperangkap dalam suatu pelapis polimer membentuk mikrokapsul bulat dengan ukuran antara puluhan mikron sampai beberapa millimeter (Koswara 2012). Menurut Koswara (2012), dalam proses enkapsulasi dengan pengering semprot, minyak atsiri rempah-rempah dicampur merata sehingga membentuk emulsi dengan pati atau gum yang dapat larut seperti gum akasia. Selanjutnya dikeringkan dengan pengering semprot (spray dryer) dengan kondisi suhu dan kelembaban yang diatur sehingga dihasilkan produk minyak terenkapsulasi berbentuk bubuk. Pati atau gum yang digunakan harus bersifat food grade jika produk enkapsulasi tersebut akan digunakan untuk makanan, juga harus larut dalam air agar dapat membuat isi mikrokapsul terlepas secara seragam pada saat digunakan. Koswara (2012) juga menyatakan bahwa minyak atsiri yang dienkapsulasi sangat efektif digunakan dalam makanan olahan, proses pengisian, pencampuran kering, permen, makanan formula, bumbu-bumbuan, makanan penutup, produkproduk susu dan lain-lain. Keuntungan lainnya adalah flavor terlindung dari kehilangan (penguapan) dalam masa penyimpanan yang lama, mudah dituangkan, mudah ditimbang, ditangani dan dicampurkan, bebas dari enzim, tanin, mikroba dan serangga, mudah digunakan dalam pencampuran bahan-bahan kering, serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas flavor yang terstandarisasi (Wang et al. 2009; Guarda et al. 2011; Koswara 2012). Hasil penelitian Agustinisari et al. (2012) menunjukkan bahwa nanoenkapsulasi minyak biji pala memiliki daya hambat terhadap S. cerevisiae. Pengujian yang dilakukan untuk menentukan MIC terhadap S. cerevisiae memperoleh hasil nilai MIC nanoenkapsulasi minyak biji pala terhadap S. cerevisiae sebesar 20 mg/ml. Wang et al. (2009) juga melaporkan adanya aktivitas antimikroba dari karvakrol yang terenkapsulasi terhadap E. coli K88. Hasil penelitiannya juga menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang sama antara minyak esensial yang dienkapsulasi maupun minyak esensial yang tidak dienkapsulasi pada konsentrasi 200 μL/L.
Pure Jambu Biji Merah (Psidium guajava) Jambu biji merah (Psidium guajava) sangat populer karena khasiatnya untuk membantu penyembuhan sakit demam berdarah (El-Ahmady et al. 2013), mengatasi sariawan, dan menjaga stamina tubuh karena kandungan gizinya (USDA 2011a, Maryati 2012). Buah ini mengandung zat gizi penting seperti vitamin C (228.3 mg/100 g), vitamin A (624 IU/100 g), dan vitamin B kompleks (USDA 2011a). Mineral juga banyak terkandung dalam buah tersebut, meliputi kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan besi dalam jumlah kecil. Buah jambu biji merah cocok digunakan untuk terapi penyembuhan diabetes mellitus karena rendah kalori dan glukosa (Sayed et al. 2011). Selain itu, jambu biji merah juga dapat digunakan sebagai antioksidan (Lim et al. 2006; Siow dan Hui 2013), antikanker (Joseph dan Priya 2011), melancarkan saluran pencernaan, mencegah konstipasi, dan membantu pemulihan diare (Kumar 2012;
5
Ndukui et al. 2013). Kandungan gizi jambu biji merah per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi nutrisi buah jambu biji merah per 100 gram Jenis Zat Gizi Air (gram) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Total serat (gram) Total gula (gram) Vitamin A (IU) Vitamin B kompleks (mg) Vitamin C (mg) Kalium (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Sumber: USDA (2011a)
Jumlah 80.80 2.55 0.95 14.32 5.40 8.92 624 1.191 228.3 417 18.00 40.00
Buah jambu biji merah dapat diolah menjadi jus, pure, selai, jeli, atau manisan buah kering (Cabral et al. 2007). Pure adalah produk antara yang berbentuk lumatan umbi/daging buah yang dipanaskan (Ratna et al. 2008). Pengolahan jambu biji menjadi pure dapat mempertahankan nilai gizi dan cita rasa, memudahkan dalam distribusi, serta meningkatkan nilai ekonomisnya (Rahmawati et al. 2003). Permasalahan yang dihadapi dalam proses pembuatan pure jambu biji adalah terjadinya pencoklatan, masa simpan pure yang kurang maksimal, dan banyak terjadi penurunan kandungan vitamin terutama vitamin C (Ratna et al. 2008; Patras et al. 2009). Upaya pengendalian yang dilakukan untuk mencegah masalah pencoklatan dan penurunan kandungan vitamin C adalah penambahan asam sitrat ataupun penggunaan tekanan tinggi dalam proses pemanasannya (Sanchez-Moreno et al. 2005; Patras et al. 2009), sedangkan masalah masa simpan dapat diatasi dengan penambahan bahan pengawet.
Mikroorganisme pada Produk Buah-buahan Mikroba yang mengontaminasi buah dan produk olahannya dapat berasal dari berbagai sumber, di antaranya dari lingkungan sebelum pemanenan seperti air, tanah, udara dan serangga; peralatan pemanenan; kondisi penyimpanan dan penanganan; serta peralatan pengolahan (Martorell et al. 2005; Loureiro dan Malfeito-Ferreira 2003). Di sisi lain, buah-buahan memiliki mekanisme pertahanan alamiah seperti kulit yang keras atau senyawa antimikroba seperti minyak esensial. Selain itu, buah-buahan juga mengandung asam-asam organik sehingga memiliki nilai pH sekitar 4.6 atau lebih rendah. Nilai pH yang rendah
6
dan sifat molekul asam-asam organiknya sendiri akan memengaruhi mikroflora dari buah-buahan (Barth et al. 2009). Komposisi buah akan mendukung pertumbuhan bakteri, kapang, dan kamir. Akan tetapi pH buah umumnya lebih rendah dari pH untuk pertumbuhan bakteri sehingga kerusakan buah terutama disebabkan oleh kapang dan kamir (Barth et al. 2009; Jay et al. 2005). Menurut Rahayu dan Nurwitri (2012), kerusakan oleh kapang pada buah di antaranya adalah busuk kapang biru, busuk kapang abu-abu, dan busuk kapang hitam akibat kontaminasi kapang Penicillium, Mucor, Aspergillus, Rhyzopus, Cladosporium, dan Fusarium (Zakaria et al. 2012). Kebanyakan kontaminasi yang terjadi hanya pada bagian luar buah, tetapi kapang tertentu dapat menembus kulit luar atau kutikula buah. Kapang-kapang perusak akan tumbuh dengan cepat dan memecah komponen-komponen struktural buah sehingga menyebabkan perubahan tekstur yang tidak diinginkan, seperti pelunakan, pelayuan, atau pembusukan. Setiap jenis buah, berdasarkan komposisi dan tipe penanganan yang diterima, dapat dirusak oleh satu atau lebih spesies kapang. Sancho et al. (2000), Loureiro dan Malfeito-Ferreira (2003), dan Martorell et al. (2005) melaporkan bahwa kamir yang umum menjadi mikroba pembusuk di produk buah-buahan di antaranya Candida spp., Debaryomyces hansenii, Hansenula spp., Rhodotula spp., Pichia spp., Dekkera spp., Lodderomyces elongisporus, Hanseniaspora spp., Issatchenkia orientalis, Kloeckera spp., Kluyveromyces marxianus, P. anomala, Saccharomyces spp., Torulaspora delbrueckii, dan Zygosaccharomyces spp. (Z. rouxii, Z. bisporus, dan Z. bailii). Kamir umumnya menyebabkan kerusakan pada pure berupa penyimpangan flavor dan penampakan akibat terjadinya fermentasi, seperti kekeruhan akibat produksi CO2 dan alkohol, pengentalan, dan pengendapan produk buah (Rahayu dan Nurwitri 2012). Kapang dan kamir memiliki dinding sel yang lebih kuat daripada dinding sel bakteri. Kekuatan dinding sel ini diakibatkan oleh adanya kandungan berbagai polisakarida tidak larut seperti selulosa, kitin, dan glukan (Gandjar et al. 2012). Dinding sel yang kuat ini dapat melindungi kapang dan kamir dari paparan senyawa antimikroba. Gambar struktur dinding sel fungi beserta perbedaan komposisi penyusunnya dapat dilihat di Gambar 1.
Glikoprotein -glukan
dinding sel
kitin membran plasma
protein integral
Gambar 1 Struktur dinding sel fungi (Gandjar et al. 2012)
7
Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Tanaman Beberapa tanaman telah dilaporkan mengandung minyak atsiri yang memiliki aktivitas antimikroba. Minyak yang diekstrak dari tanaman kayu manis, jeruk nipis, cengkeh dilaporkan memiliki daya hambat yang baik terhadap S. aureus, Bacillus subtilis, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas vulgaris, P. aeruginosa, dan E. coli (Prabuseenivasan et al. 2006). Benkeblia (2004) melaporkan bahwa ekstrak dari bawang merah dan bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan S. enteritidis serta kapang A. niger, P. cyclopium, dan F. oxysporum. Ridawati et al. (2011) juga melaporkan bahwa minyak atsiri jinten putih memiliki aktivitas antifungal yang kuat terhadap berbagai spesies Candida. Minyak atsiri tanaman pala memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri Salmonellaceae, Enterobacteriaceae, S. aureus, E. coli, B. subtilis, P. vulgaris, P. aeruginosa, kamir S. cerevisiae, dan kapang P. chrysogenum serta berbagai spesies dari Aspergillus dan Fusarium (Nanasombat dan Lohasupthawee 2005; Prabuseenivasan et al. 2006; Matan dan Matan 2007; Agustinisari et al. 2012; Shirurkar dan Wahegaonkar 2012). Dillon (2000) menyatakan bahwa senyawa fenolik merupakan komponen antimikroba utama dalam minyak esensial pada rempah-rempah yang dapat mempengaruhi permeabilitas membran sel. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik dapat terjadi melalui pengikatan dengan protein, lemak, dan garam atau melalui pH dan suhu. Kombinasi dengan panas dapat digunakan untuk merusak membran sitoplasma sel kamir sehingga senyawa antikamir mendapat akses ke sitoplasma tempat senyawa tersebut dapat menghambat mekanisme perbaikan sel. Guarda et al. (2011) melaporkan bahwa senyawa fenolik menghambat pertumbuhan kapang dengan cara menghambat pertumbuhan miselium dan proses germinasi spora kapang. Prinsip pengujian aktivitas antimikroba adalah mengkaji efisiensi penghambatan atau inaktivasi organisme tertentu pada kondisi tertentu. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pengujian aktivitas antimikroba antara lain mikroorganisme uji seperti jenis, jumlah, dan fisiologi sel yang digunakan; interaksi komponen uji dengan komponen media; media uji; dan prosedur uji yang meliputi atmosfer, suhu inkubasi, serta keragaman alat (Lopez-Malo et al. 2003). Pengujian aktivitas antimikroba dapat dibedakan menjadi dua, yaitu in vitro dan aplikasi dalam sistem pangan (Madigan et al. 2003). Kedua jenis pengujian tersebut dapat menggunakan berbagai metode, salah satunya yaitu metode kontak. Metode kontak mengevaluasi aktivitas antimikroba berdasarkan perkembangan atau kematian bakteri dengan mengukur jumlah bakteri setelah diberi sejumlah zat antimikroba dan dikontakkan pada waktu tertentu kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni (Sulandari et al. 2010). Keuntungan metode kontak ialah memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Branen dan Davidson 1993).
8
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor pada bulan Februari sampai bulan Oktober 2013.
Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk minyak biji pala terenkapsulasi (MBPTe) yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor, jambu biji merah matang yang diperoleh dari penjual buah di kota Bogor, dan kultur Saccharomyces cerevisiae yang diperoleh dari PAU Pangan dan Gizi IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian adalah media pertumbuhan mikroba berupa media PDB (Potato Dextrose Broth), PDA (Potato Dextrose Agar), dan PCA (Plate Count Agar), alkohol 70%, akuades steril, larutan pengencer (NaCl 0.85 %), asam tartarat 10 %, buffer pH 4, buffer pH 7.
Alat Penelitian Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, inkubator, otoklaf, vorteks, dan didukung dengan penggunaan lup inokulasi, cawan biakan mikroba, serta peralatan gelas laboratorium kimia. Alat-alat yang digunakan dalam analisis fisikokimia pure jambu biji merah meliputi pH-meter (HI 2211 pH/ORP Meter), viskometer (Brookfield Programmable DV-III + Rheometer), oven, Shibaura aw-meter WA-360, spektrofotometer UV-Vis, blender, botol gelas bertutup ukuran 200 ml.
Prosedur Kerja Penelitian ini terdiri dari tahapan pendahuluan dan tahapan utama. Tahapan pendahuluan meliputi pembuatan pure jambu biji merah dan isolasi kapang dan kamir pembusuk pure jambu biji merah. Tahapan utama mencakup penentuan pengaruh berbagai konsentras MBPTe terhadap kapang dan kamir uji pada media PDB maupun pada pure jambu biji merah.
9
Pembuatan Pure Jambu Biji Merah (Ratna et al. 2008) Pure jambu biji merah dibuat dengan cara mencuci dan mengupas 2885 g buah jambu biji merah yang sudah matang. Setelah dikupas, buah dipotong dan dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan air sebanyak 532 g (1/4 bagian buah jambu kupas). Hancuran buah disaring untuk memisahkan bijinya. Selanjutnya hancuran buah tersebut dipasteurisasi selama 15 menit pada suhu 8588 oC kemudian dikemas di dalam botol gelas bertutup ukuran 200 ml. Proses pembuatan pure jambu biji merah dapat dilihat pada Gambar 2. Jambu biji merah
Pencucian Pengupasan kulit Pemotongan
Air
Penghancuran
Pemisahan biji Pemanasan (suhu 85-88 OC selama 15 menit)
Pure jambu biji merah
Pengemasan
Gambar 2 Proses pembuatan pure jambu biji merah (Ratna et al. 2008) Pure jambu biji merah digunakan dalam tahap isolasi kapang dan kamir prmbusuk yang menjadi kultur uji maupun tahap pengujian aktivitas antimikroba enkapsulasi minyak pala untuk menentukan MIC. Untuk pure jambu biji merah yang digunakan dalam tahap isolasi kapang dan kamir pembusuk, pure didinginkan pada suhu ruang setelah pasteurisasi selama 30 menit sebelum dikemas. Untuk pure jambu biji merah yang akan digunakan dalam pengujian aktivitas antimikroba, proses pengisian pure ke dalam kemasan dilakukan langsung setelah pasteurisasi (hot filling). Selain itu, pure jambu biji merah yang diproduksi diuji komposisi kimia penyusunnya (analisis proksimat), kadar total gula, pH, aw, viskositas, dan karakteristik mikrobanya.
10
Isolasi Kapang dan Kamir Pembusuk Pure Jambu Biji Merah (Sukasih et al. 2004 dengan modifikasi) Pure jambu biji merah disimpan di dalam botol gelas bertutup pada suhu kamar selama kurang lebih 5 hari sampai terlihat ada pertumbuhan kapang dan kamir. Sampel diencerkan dengan larutan pengencer (NaCl 0.85 %) selanjutnya dipersiapkan satu seri pengenceran desimal. Sebanyak 1 ml dari pengenceran dipupuk pada media APDA (media PDA yang telah ditambahkan asam tartrat 10% untuk menghambat pertumbuhan bakteri) dengan metode tuang. Inkubasi dilakukan pada suhu 30 oC selama 3 hari (Feldsine et al. 2003). Selanjutnya dipilih cawan-cawan petri dengan pertumbuhan koloni yang dominan untuk diisolasi. Untuk pemurnian, dilakukan gores kuadran pada media APDA. Koloni yang sudah murni dipindahkan ke agar miring PDA. Identifikasi dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor berdasarkan morfologi, sifat kultur, fisiologi dan reproduksi koloni isolat. Sebelum pengujian, setiap isolat yang akan diuji terlebih dahulu dipindahkan ke media cair PDB dan diinkubasikan pada 37 oC selama 24 jam untuk S. cerevisiae dan Rhodotorula sp., 48 jam untuk Aspergillus flavus, dan 72 jam untuk Aspergillus niger sebagai tahap penyegaran kapang dan kamir.
Penentuan Pengaruh Berbagai Konsentrasi MBTe pada media PDB (modifikasi metode Donsi et al. 2011; Ridawati et al. 2011; Agustinisari et al. 2012) Untuk setiap kultur, sebanyak 3 tabung reaksi diisi dengan 9 ml media cair PDB kemudian ditambahkan MBPTe dengan jumlah 100 mg, 50 mg, dan 10 mg untuk membuat sampel uji dengan konsentrasi MBPTe 1, 0.5, dan 0.1 % (b/v). Sebanyak 1 ml kultur yang telah disegarkan dan mengandung sebanyak 104-106 CFU/ml sel kapang A. niger dan A. flavus serta kamir S. cerevisiae dan Rhodotorula sp. diinokulasikan ke dalam tabung-tabung tersebut. Selain itu, disiapkan juga 1 tabung berisi 9 ml media PDB dan 1 ml biakan mikroba tanpa senyawa antimikroba sebagai kontrol negatif. Selanjutnya semua tabung tersebut diinkubasi selama 5 hari pada suhu 37 oC.
Penentuan Pengaruh Berbagai Konsentrasi MBPTe pada Pure Jambu Biji Merah (modifikasi metode Donsi et al. 2011; Ridawati et al. 2011; Agustinisari et al. 2012) Sebanyak 3 erlenmeyer 50 mL diisi dengan 18 ml pure jambu biji merah kemudian ditambahkan MBPTe dengan jumlah 600 mg, 400 mg, dan 200 mg untuk membuat sampel uji dengan konsentrasi MBPTe 3, 2, dan 1 % (b/v). Sebanyak 2 ml kultur yang telah disegarkan dan mengandung sebanyak 104-106 CFU/ml sel kapang atau kamir diinokulasikan ke dalam tabung-tabung tersebut. Selain itu, disiapkan juga 1 erlenmeyer 50 mL berisi 18 ml pure jambu biji dan 2 ml biakan mikroba sebagai kontrol negatif. Kemudian, semua erlenmeyer tersebut diinkubasi pada inkubator goyang selama 5 hari pada suhu 37 oC.
11
Analisis Beberapa parameter dianalisis di dalam penelitian ini untuk memperoleh data-data pendukung hasil pengujian aktivitas antimikroba. Analisis-analisis tersebut dapat dikelompokkan menjadi analisis fisikokimia pure jambu biji merah, analisis mikrobiologi, dan analisis statistik.
Analisis Fisikokimia Pure Jambu Biji Merah Pure jambu biji merah diuji kandungan gizinya dengan analisis proksimat yang terdiri dari analisis kadar air metode oven (AOAC 930.15), analisis kadar abu metode pengabuan kering (SNI 01-2891-1992), analisis kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 960.52), analisis kadar lemak metode soxhlet (SNI 01-28911992), dan analisis kadar karbohidrat dengan metode by difference. Selain itu, pure jambu biji merah juga diuji kandungan gulanya menggunakan uji total gula metode Luff Schrool (SNI 01-2892-1992). Nilai pH pure jambu biji merah diukur menggunakan pH-meter HI 2211 pH/ORP Meter, aktivitas air (aw) diukur menggunakan Shibaura aw-meter WA-360, dan viskositasnya diukur menggunakan Brookfield Programmable DV-III + Rheometer pada kecepatan 100 rpm dengan spindle nomor 5.
Analisis Mikrobiologi Analisis mikrobiologi mencakup penghitungan Angka Lempeng Total (ALT) dan total kapang/kamir pure jambu biji merah serta penghitungan jumlah kapang dan kamir dalam pengujian aktivitas antifungi MBPTe. Setelah pengujian, dilakukan pengenceran terhadap sampel di dalam tabung uji sampai beberapa seri kemudian sampel dan kontrol dipupukkan dengan menggunakan metode tuang pada media APDA dan diinkubasi selama 72 jam pada suhu 30 oC. Penghitungan jumlah kapang dan kamir dilakukan dengan metode Standard Plate Count (FDA 2001) menggunakan formula sebagai berikut: Jumlah mikroba (CFU/ml) = Keterangan:
(
)
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua n3 = jumlah cawan pada pengenceran ketiga d = pengenceran pada cawan pertama
Analisis Statistik Analisis data pengaruh konsentrasi MBPTe yang digunakan untuk menghambat kapang dan kamir baik di media PDB maupun di pure jambu biji merah dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistik 16.0 dengan uji T maupun analisis ragam ANOVA (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5 % dan dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata antarkonsentrasi.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisikokimia Pure Jambu Biji Merah Karakteristik fisikokimia pure jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai pH pure jambu biji merah cukup rendah, yaitu 4.08, meskipun tidak ada penambahan asam dalam proses pembuatan pure. Menurut Hidayah (2009) nilai pH jambu biji merah matang berkisar pada 4-4.1 sehingga dapat dilaporkan bahwa buah jambu biji merah yang digunakan cukup matang. Aktivitas air (aw) pure jambu biji merah tinggi, yaitu 0.929. Hal ini berarti jumlah jenis air bebas yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba pada pure jambu merah sangat tinggi sehingga sangat mudah mengalami kerusakan atau pembusukan. Tabel 2 Karakteristik fisikokimia pure jambu biji merah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Parameter Uji Viskositas (cP) Aktivitas air (aw) Tingkat keasaman (pH) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%0 Kadar karbohidrat (%) Total gula (%)
Jumlah 1602 0.929 4.08 89.07 0.33 0.46 0 10.14 2.64
Buah jambu biji merah segar memiliki kadar air sekitar 80.80 % (USDA 2011a). Pada penelitian ini kadar air pure jambu biji merah mencapai 89.07 % karena adanya penambahan air sebanyak ¼ bagian jambu biji merah selama proses pembuatannya sehingga kadar airnya mengalami peningkatan dari kadar air pada buah segar. Kandungan mineral pure jambu biji merah mencapai 0.33 % yang di antaranya terdiri dari kalium, natrium, magnesium, fosfor, kalsium, besi dan seng (USDA 2011b). Kandungan protein dan lemak pure jambu biji merah sangat rendah, yaitu 0.46 % dan 0 %. Hal ini disebabkan oleh metabolisme tumbuhan membentuk glukosa melalui proses fotosintesis dan mengubahnya menjadi bentuk karbohidrat yang lebih kompleks seperti pati dan pektin (Muchtadi et al. 2010). Hal ini juga yang menyebabkan kadar karbohidratnya paling banyak setelah air, yaitu mencapai 10.14 % dengan total gula sebesar 2.64 %. Kandungan gula tersebut merupakan total gula yang berasal dari buah segarnya tanpa penambahan gula selama proses pembuatan pure.
13
Karakteristik Mikrobiologi Pure Jambu Biji Merah
Pertumbuhan Kapang dan Kamir Pembusuk di Pure Jambu Biji Merah Pertumbuhan kapang dan kamir pada pure jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 3. Pure jambu biji merah yang telah dikemas di dalam botol gelas bertutup disimpan di suhu ruang selama lima hari untuk diisolasi mikroba pembusuknya. Koloni mikroba yang tumbuh di hari ke-0 sampai hari ke-2 didominasi oleh kamir di media APDA. Koloni kamir terlihat membentuk koloni bulat mengkilat seperti tetesan susu dengan warna krem dan putih. Setelah penyimpanan selama 5 hari, koloni yang berkembang biak di dalam pure jambu biji merah adalah koloni kapang berwarna putih dengan spora hitam, kapang berwarna kekuningan dengan spora hijau, dan koloni kapang berwarna putih dengan spora hijau-biru. Tabel 3 Pengamatan total kapang/kamir pembusuk pure jambu biji merah yang disimpan pada suhu kamar Lama Penyimpanan (hari) 0 2 5
TPC (CFU/ml)
Total Kapang/ Kamir (CFU/ml)
Pengamatan Pertumbuhan Kapang/Kamir
<1 1 x 102 2.7 x 106
1.6 x 101 1.2 x 103 1.3 x 109
Didominasi kamir Didominasi kamir Hanya kapang yang tumbuh
Peristiwa suksesi terjadi dalam pertumbuhan mikroba pure jambu biji merah. Penyebab terjadinya suksesi adalah perubahan kandungan gizi pure jambu biji merah yang dapat digunakan sebagai substrat pertumbuhan kapang dan kamir serta sifat fisiologis masing-masing kapang dan kamir. Di awal penyimpanan, pure jambu biji merah masih mengandung gula sehingga kamir dapat tumbuh dengan menjadikannya substrat. Selain itu, pertumbuhan kapang sedikit terhambat karena pH produk yang cukup rendah, yaitu 4.08, berada di bawah kondisi pH optimum untuk pertumbuhannya, yaitu pH 5-7 (Rahayu dan Nurwitri 2012). Setelah 5 hari penyimpanan, gula mulai habis setelah dijadikan substrat utama pertumbuhan sehingga kamir mulai berkurang karena kekurangan substrat untuk pertumbuhan dan kapang mulai mendominasi populasi mikroba karena dapat memanfaatkan karbohidrat yang lebih kompleks sebagai substratnya. Kapang memiliki enzim hidrolitik seperti, amilase dan protease (Chancharoonpong et al. 2012), selulase dan pektinase (Pyc et al. 2003), dan lipase sehingga tetap dapat tumbuh dengan memecah komponen-komponen yang lebih kompleks walaupun gula sudah habis di dalam media pertumbuhannya (Silva et al. 2000; Rahayu dan Nurwitri 2012). Hasil pengamatan terhadap total kapang/kamir pada Tabel 3 menunjukkan tingginya pertumbuhan kapang dan kamir pembusuk di dalam produk tersebut, yaitu 1.2 x 103 CFU/ml pada hari ke-2 dan 1.3 x 109 pada hari ke-5 penyimpanan di suhu kamar. Pure jambu biji merah belum memiliki SNI sehingga mengacu pada SNI produk buah lain, yaitu SNI Sari Buah Mangga (BSN 2009).
14
Menurut BSN (2009) di dalam SNI Sari Buah Mangga, persyaratan Angka Lempeng Total (ALT) adalah maksimal 104 koloni/ml. Pure jambu biji merah itu tidak memenuhi SNI sejak hari ke-5 dengan ALT 2.7 x 106 CFU/ml. Persyaratan total kapang/kamir produk adalah 5 x 101 koloni/ml sehingga dapat dilaporkan pure jambu biji merah tersebut hanya sesuai persyaratan standar nasional pada hari ke-0 dan sudah melewati standar yang ditetapkan mulai hari ke-2. Proses pemanasan pada suhu 80 oC selama 1 menit cukup untuk menginaktivasi sel kamir, miselium kapang, dan konidia, tetapi askospora masih bertahan sehingga pemanasan perlu ditingkatkan suhu dan waktunya menjadi 6 menit pada suhu 84 oC (Jay et al. 2005). Pemanasan pure jambu biji merah dilakukan selama 15 menit pada suhu 85 oC sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan kapang dan kamir pembusuk tersebut terjadi akibat kontaminasi setelah pasteurisasi pure dari kemasan yang belum mendapat perlakuan sterilisasi yang memadai. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini ialah meningkatkan sanitasi dan higienitas proses produksi pure jambu biji merah serta mengaplikasikan kombinasi cara pengawetan untuk menghambat pertumbuhan kapang dan kamir pembusuk tersebut, seperti penambahan bahan pengawet maupun pasteurisasi termal dan nontermal (Mosqueda-Melgar et al. 2008). Proses pengolahan pure jambu biji yang baik dapat menghasilkan produk yang stabil kualitasnya, terutama dalam hal pertumbuhan mikroba pembusuk, setelah penyimpanan selama 30 hari pada suhu 25 oC (Dede 2005).
Isolasi Kapang dan Kamir Pembusuk Pure Jambu Biji Merah Isolasi dilakukan terhadap beberapa jenis kapang dan kamir yang pertumbuhannya terlihat dominan dari hasil analisis total kapang/kamir pure jambu biji merah yang telah disimpan selama 5 hari pada suhu kamar. Terdapat 3 jenis koloni yang dominan dan diisolasi, yaitu isolat A yang paling dominan, isolat E, dan isolat C yang paling kurang dominan di antara ketiganya. Secara visual, isolat A terlihat membentuk koloni yang cukup besar dan melebar secara radial. Koloninya membentuk serabut seperti kapas yang diidentifikasikan sebagai miselium berwarna putih dengan spora berwarna hitam di bagian atas miselium. Isolat C juga terlihat membentuk koloni yang melebar secara radial dengan miselium berwarna kuning gading dan spora berwarna hijau. Keberadaan miselium dan spora berwarna tersebut membuat keduanya dapat digolongkan sebagai kapang (Samson et al. 1981; Sunatmo 2009). Koloni isolat E berbentuk bulat mengkilat seperti tetesan susu dan berwarna krem tanpa terlihat adanya miselium ataupun spora sehingga koloni ini dapat digolongkan sebagai kamir (Fardiaz et al. 1992; Sunatmo 2009). Pengamatan mikroskopis dilakukan untuk mengetahui lebih jauh struktur sel masing-masing koloni isolat. Secara mikroskopis, isolat A dan isolat C terlihat sebagai mikroorganisme multiseluler dan berbentuk filamen yang merupakan hifa. Hifa yang dimilikinya transparan dan dibatasi oleh septat. Kedua isolat tersebut juga memiliki konidia berbentuk bulat dengan spora menyebar dalam jumlah banyak. Isolat E secara mikroskopis terlihat sebagai mikroorganisme uniseluler
15
dan memiliki sel berbentuk bulat dengan bekas pertunasan terlihat pada selnya. Ringkasan ciri-ciri morfologi masing-masing isolat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Pengamatan morfologi isolat kapang dan kamir pembusuk dominan pada pure jambu biji merah Variabel Warna koloni
Isolat A Tampak atas: putih Tampak bawah: putih
Spora
Ada, berwarna hitam Ada, berwarna putih Melebar secara radial +++
Hifa
Isolat C Tampak atas: kuning gading Tampak bawah: kuning tua Ada, berwarna hijau
Isolat E Tampak atas: krem Tampak bawah: krem
Ada, berwarna kuning gading Melebar secara radial ++
Tidak ada hifa
Pertumbuhan koloni Jumlah (Kualitatif) Bentuk Berfilamen Berfilamen mikroorganisme Konidia Berbentuk bulat Berbentuk bulat Hifa Berseptat Berseptat Keterangan: ++ = agak banyak +++ = banyak
Tidak ada spora
Bulat seperti tetesan +++ Bulat tanpa filamen Tidak ada Tidak ada
Bentuk mikroorganisme dan keberadaan septa tiap koloni dilihat melalui mikroskop. Penampakan mikroskopis ketiga isolat kapang dan kamir dapat dilihat di Gambar 3. A
C
E
Gambar 3 Penampakan mikroskopis isolat A dan isolat C dengan perbesaran 400 kali dan isolat E dengan perbesaran 1000 kali Ciri-ciri morfologi tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi ketiga isolat kapang dan kamir pembusuk pure jambu biji merah. Proses identifikasi ini dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor dengan menggunakan kunci identifikasi kapang (Samson et al. 1981) dan kamir (Fardiaz et al. 1992). Isolat A dan isolat C dilaporkan memiliki miselium vegetatif yang berlimpah dengan konidia yang terbentuk di struktur sel khusus yang bukan askus. Konidianya tidak diproduksi di sporangia dan miseliumnya memiliki septat sehingga termasuk kelas Deuteromycetes. Konidia kedua isolat ini dilaporkan bersel satu, berbentuk rantai kering tanpa lendir, dan tumbuh dari konidiofor dengan bentuk membengkak di ujung apikalnya. Koloninya tidak berwarna coklat
16
kemerahan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, isolat A dan isolat C digolongkan ke dalam genus Aspergillus. Isolat A memiliki spora berwarna hitam sehingga diidentifikasikan sebagai A. niger, sedangkan isolat C dengan sporanya yang berwarna hijau diidentifikasikan sebagai A. flavus (Samson et al. 1981). Isolat E dilaporkan bereproduksi dengan pertunasan yang dapat dilihat dari bekas pertunasan (scar bud) pada Gambar 2, tidak dapat memfermentasi glukosa, tidak memiliki pseudomiselium ataupun miselium sejati, dan memiliki pigmen karotenoid berwarna merah. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, isolat E diidentifikasikan sebagai Rhodotorula sp. menurut kunci identifikasi kamir (Fardiaz et al. 1992). Kunci identifikasi kapang dan kamir secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Aspergillus tersebar luas di alam dan mayoritas spesies ini sering menyebabkan kerusakan pangan meskipun ada juga spesies yang dimanfaatkan dalam proses fermentasi pangan tradisional. Kapang ini bereproduksi secara aseksual menggunakan spora. Secara umum Aspergillus sp. dapat tumbuh pada suhu 12-48 oC dan aw minimal 0.70, namun pertumbuhan optimalnya terjadi pada suhu 25-44 oC dan aw lebih dari 0.90 (Chang et al. 2000). A. niger mempunyai konidia yang besar, bulat, dan berwarna hitam, coklathitam, atau ungu-coklat. Kapang ini menyebabkan kerusakan berupa bintik hitam pada buah-buahan, bawang, dan kacang. Bila sporanya terhirup dalam jumlah besar, dapat menyebabkan penyakit aspergilosis, yaitu infeksi A. niger terhadap paru-paru manusia. Di sisi lain, A. niger juga dapat dimanfaatkan dalam industri ingridien pangan, di antaranya dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan berbagai enzim, salah satunya enzim pektinase (Chang et al. 2000). A. flavus memiliki konidia berwarna kuning sampai hijau. Kapang ini sering menyebabkan kerusakan makanan, terutama pada serealia dan kacang-kacangan. Selain itu, A. flavus bersifat patogenik karena memproduksi aflatoksin (B1 dan B2) yang menyebabkan kanker hati. Aflatoksin diproduksi bila medium pertumbuhannya mengandung lemak dan protein yang mencukupi pada suhu 2326 oC (Rahayu dan Nurwitri 2012). Selain itu, kapang ini dapat menginfeksi paruparu manusia (aspergilosis) bila sporanya terhirup dalam jumlah banyak sehingga sangat diwaspadai keberadaannya di dalam produk makanan (Bhatnagar et al. 2000). Penampakan koloni A. niger dan A. flavus yang ditumbuhkan pada media APDA pada suhu 30 oC selama 3 hari dapat dilihat pada Gambar 4. Aspergillus niger
Aspergillus flavus
Gambar 4 Pertumbuhan koloni A. niger dan A. flavus pada media APDA
17
Rhodotorula sp. merupakan kamir yang berasal dari lingkungan dan juga sering ditemukan pada susu dan produk turunannya, buah dan produk turunannya, serta daging dan produk turunannya (Wirth dan Goldant 2012). Kamir yang termasuk kelompok Rhodotorula sp. berwarna merah, merah muda, atau kuning karena kandungan pigmen karotenoid dan sering menyebabkan perubahan warna pada makanan (Sutton 2000). Beberapa spesies sering tumbuh dan menimbulkan bintik-bintik merah atau merah muda pada produk susu, buah segar, sayur, daging dan terutama makanan yang didinginkan. Kamir ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia sehingga saat ini Rhodotorula sp. mulai dikategorikan sebagai kamir patogen (Wirth dan Goldant 2012). Wirth dan Goldant (2012) melaporkan Rhodotorula sp. menyebabkan fungemia, yaitu keberadaan fungi dalam darah, pada manusia dengan daya tahan tubuh rendah dan sedang menjalani perawatan medis. Gejala fungemia sulit disadari karena menyerupai gejala flu berat ataupun infeksi pada kulit. Kontaminasi Rhodotorula sp. terhadap manusia dilaporkan berasal dari penggunaan peralatan medis yang kurang steril (Wirth dan Goldant 2012) sehingga penyakit yang ditimbulkannya bukan termasuk penyakit bawaan-pangan (foodborne). Selain kapang dan kamir hasil isolasi, S. cerevisiae juga digunakan sebagai kamir uji pada pengujian aktivitas antifungi minyak biji pala terenkapsulasi. Kamir ini berwarna putih susu, berbentuk oval bila diamati dengan mikroskop, dan bereproduksi dengan cara pertunasan multipolar atau pembentukan askospora. S. cerevisiae umum digunakan dalam industri pangan, misalnya dalam pembuatan roti dan produksi alkohol, anggur, dan brem namun juga dapat menyebabkan kerusakan makanan terutama pada produk pangan berbasis buah. Kerusakan makanan yang terjadi terutama disebabkan oleh kemampuannya melakukan fermentasi sehingga menyebabkan penyimpangan rasa dan aroma pada produk makanan (Sutton 2000). Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan kolobi S. cerevisiae dan Rhodotorula sp. pada media APDA setelah inkubasi selama 3 hari pada suhu 30 oC. Saccharomyces cerevisiae
Rhodotorula sp.
Gambar 5 Pertumbuhan koloni S. cerevisiae dan Rhodotorula sp. pada media APDA
18
Aktivitas Antifungi MBPTe
MBPTe diuji aktivitas antifunginya terhadap koloni S. cerevisiae, Rhodotorula sp, A. niger, dan A. flavus. Pengujian aktivitas antifungi MBPTe dilakukan pada media PDB maupun pada pure jambu biji merah sebagai aplikasi di dalam sistem pangan.
Aktivitas Antifungi MBPTe pada Media PDB Tabel 5 menunjukkan pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan S. cerevisiae pada media PDB. MBPTe dengan konsentrasi 0.05-1 % (b/v) mampu menurunkan koloni S. cerevisiae berkisar antara 2.31–8.67 log CFU/ml. Penurunan jumlah koloni S. cerevisiae akibat kontak dengan konsentrasi 0.05 % tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0.1 % MBPTe. Kedua konsentrasi tersebut berbeda nyata dengan konsentrasi 0.5 % dan 1 %. Semakin tinggi konsentrasi MBPTe, penurunan jumlah koloni S. cerevisiae semakin besar. Tabel 5 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan S. cerevisiae pada media PDB Konsentrasi Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Penurunan Jumlah MBPTe Mikroba Kontrol Sampel (% b/v) (log CFU/ml) 0.05 2.31a 9.17 0.37 6.86 0.84 0.1 3.13a 9.28 0.03 6.16 0.11 0.5 5.55b 9.28 0.03 3.73 0.64 1 8.67c 9.28 0.03 0.61 0.13 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Tabel 6 menunjukkan pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan Rhodotorula sp. pada media PDB. MBPTe dengan konsentrasi 0.5-2 % (b/v) mampu menurunkan sekitar 0.76-6.76 log CFU/ml koloni Rhodotorula sp. pada media PDB. Terdapat perbedaan nyata dalam penurunan jumlah koloni Rhodotorula sp. akibat kontak dengan MBPTe antara konsentrasi 0.5, 1 serta 1.5, dan 2 % (b/v) seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan Rhodotorula sp. pada media PDB Konsentrasi Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Penurunan Jumlah MBPTe Mikroba Kontrol Sampel (% b/v) (log CFU/ml) 0.5 0.76a 7.37 0.62 6.61 0.71 1 4.94b 7.26 0.00 2.32 0.24 1.5 5.36b 7.26 0.00 1.90 0.30 2 6.76c 7.26 0.00 0.49 0.47 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
19
Tabel 7 menunjukkan pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. niger pada media PDB. MBPTe dengan konsentrasi 0.1-1 % (b/v) dapat menurunkan sebanyak 0.53-3.37 log CFU/ml koloni A. niger di media PDB. Hasil uji statistik menunjukkan penurunan jumlah mikroba pada konsentrasi MBPTe 0.1% (b/v) berbeda nyata dengan penurunannya pada konsentrasi 0.5 dan 1 % (b/v). Semakin tinggi konsentrasi MBPTe, penurunan jumlah koloni A. niger semakin besar. Tabel 7 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. niger pada media PDB Konsentrasi MBPTe (% b/v)
Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Kontrol
Sampel
Rata-rata Penurunan Jumlah Mikroba (log CFU/ml)
0.1 0.53a 5.49 0.57 4.96 0.02 0.5 2.64b 5.49 0.57 2.85 0.37 1 3.37b 5.49 0.57 2.12 0.11 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Tabel 8 menunjukkan pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. flavus pada media PDB. MBPTe dengan konsentrasi 0.1, 0.5, dan 1 % (b/v) dapat menurunkan berturut-turut 0.75, 1.46, dan 2.10 log CFU/ml koloni Aspergillus flavus di media PDB. Penurunan jumlah mikroba pada konsentrasi MBPTe 0.5 % (b/v) tidak berbeda nyata dengan penurunannya pada konsentrasi 0.1 dan 1 % (b/v). Penurunan jumlah mikroba pada konsentrasi 0.1 % (b/v) berbeda nyata dengan penurunannya pada konsentrasi 1 % (b/v). Tabel 8 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. flavus pada media PDB Konsentrasi Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Penurunan Jumlah MBPTe Mikroba Kontrol Sampel (% b/v) (log CFU/ml) 0.1 0.75a 3.76 0.40 3.02 0.59 0.5 1.46a,b 3.76 0.40 2.30 0.99 1 2.10b 3.76 0.40 1.84 0.39 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Jumlah masing-masing koloni kapang dan kamir pada percobaan berbedabeda sehingga pengaruh konsentrasi MBPTe antarkoloni kapang dan kamir tidak dapat dibandingkan. Untuk itu, data penurunan jumlah mikroba masing-masing koloni kapang dan kamir dibandingkan dengan jumlah koloni kontrolnya agar diperoleh data persentase penurunan jumlah masing-masing koloni kapang dan kamir tersebut. Data yang berbentuk persentase dapat dibandingkan satu sama lain untuk melihat perbedaan penurunan jumlah mikroba antarkoloni kapang dan kamir akibat kontak dengan MBPTe pada berbagai konsentrasi. Perbandingan
20
persentase penurunan jumlah mikroba antarkoloni kapang dan kamir dan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Persentase penurunan jumlah koloni kapang dan kamir pada berbagai konsentrasi MBPTe Konsentrasi MBPTe (% b/v) 0.05 0.1 0.5 1 1.5 2
Persentase Penurunan Jumlah Mikroba (% log CFU/ml) S. cerevisiae
Rhodotorula sp.
A. niger
A. flavus
25.33 33.68 59.82 93.40 -
10.34 68.05 73.83 93.11
9.15 48.11 61.25 -
20.20 39.88 55.75 -
Dengan metode kontak di dalam media PDB, MBPTe dengan konsentrasi 1% (b/v) dapat menurunkan sebanyak 93.40 % log CFU/ml S. cerevisiae dan 68.05 % log CFU/ml Rhodotorula sp. Faktor yang membedakan ketahanan kedua jenis kamir ini ialah kandungan kitin pada dinding selnya. S. cerevisiae hanya memiliki 1-2 % kitin pada dinding selnya, sedangkan Rhodotorula sp. memiliki lebih dari 2 % kitin (Fardiaz 1992; Sunatmo 2009). Kitin yang terdapat pada dinding sel kamir menyerupai kitin yang terdapat pada rangka luar serangga sehingga dapat melindungi sel kamir meskipun derajat polimerisasinya lebih rendah dan lebih mudah larut. Penurunan jumlah koloni kapang akibat kontak dengan MBPTe berkonsentrasi 1 % (b/v) lebih kecil dibandingkan kamir. Koloni A. niger menurun sebanyak 61.25 % log CFU/ml dan A. flavus menurun sebanyak 55.75 % log CFU/ml. Rendahnya penurunan jumlah koloni ini disebabkan oleh bentuk kapang yang multiseluler dan hifanya dikelilingi oleh dinding sel tegar. Dinding sel ini tersusun dari polisakarida (80-90 %), glikoprotein, lemak, dan berbagai komponen lain dalam jumlah kecil. Polisakarida yang tidak larut, seperti selulosa, kitin, -glukan, dan -glukan membentuk maktriks yang kokoh dan menjadi pertahanan dinding sel (Silva et al. 2000). Selain itu, hifa dapat membentuk kumpulan miselium yang padat dan keras dengan dinding sel tebal yang disebut dengan sklerotium. Tabel 9 menunjukkan bahwa MBPTe dengan konsentrasi 1 % dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan seluruh kapang dan kamir secara optimal. Data aktivitas antifungi MBPTe terhadap kapang dan kamir pada media PDB secara mendetail dapat dilihat di Lampiran 3. Aplikasi minyak esensial, dalam hal ini minyak biji pala, sebagai pengawet memiliki banyak keterbatasan terkait dengan sifat kepolaran dan aromanya. Proses enkapsulasi yang dilakukan terhadap minyak biji pala dapat memperluas aplikasinya ke dalam berbagai jenis produk pangan, menutupi sebagian aromanya, dan melindungi senyawa bioaktif di dalam minyak biji pala sehingga dapat meningkatkan aktivitas biologisnya (Wang et al. 2009; Guarda et al. 2011).
21
Pertumbuhan Koloni Kapang dan Kamir Koloni S. cerevisiae mengalami pertumbuhan sebesar 176.48 % ketika ditumbuhkan di media PDB pada suhu 37 oC selama 5 hari, sedangkan di pure jambu biji merah pertumbuhannya sebesar 139.56 % pada waktu dan suhu yang sama. Pada kondisi waktu dan suhu yang sama pula, koloni Rhodotorula sp. mengalami pertumbuhan sebesar 17.71 % di media PDB, sedangkan di pure jambu biji merah pertumbuhannya menjadi 62.36 %. Koloni A. niger mengalami pertumbuhan sebesar 16.83 % di media PDB, sementara di pure jambu biji merah pertumbuhannya sebesar 144.70 %. Koloni A. flavus pertumbuhannya menurun sebesar 17.95 % di media PDB, sedangkan di pure jambu biji merah pertumbuhannya sebesar 117.76 %. Pertumbuhan kultur kapang dan kamir di pure jambu biji merah lebih tinggi dibandingkan pertumbuhannya di media PDB, kecuali untuk kultur S. cerevisiae. Berbagai faktor yang menyebabkan peristiwa ini ialah ketersediaan substrat dan oksigen di dalam produk pure jambu biji merah. Pertumbuhan Rhodotorula sp., A. niger, dan A. flavus lebih tinggi di pure jambu biji merah karena pure jambu biji merah merupakan habitat asal ketiga isolat tersebut. Gambar 6 menunjukkan persentase pertumbuhan keempat kultur kapang dan kamir dalam media PDB maupun dalam pure jambu biji merah.
Persentase Pertumbuhan Koloni (% log CFU/ml)
180 160
176.48 144.70
139.56
140 117.76 120 100 80
62.36
60 40
17.71
16.83
20 0 -20
S. cerevisiae
Rhodotorula sp.
di media PDB
A. niger
A. flavus -17.95
di pure jambu biji merah
Gambar 6 Persentase pertumbuhan kapang dan kamir dalam media PDB dan pure jambu biji merah setelah inkubasi pada suhu 37 oC selama 5 hari
22
Ketersediaan oksigen di pure jambu biji merah lebih melimpah dan dapat dilihat dari keberadaan gelembung udara di dalam produk pure jambu biji merah. Media PDB mengandung 0.4 g ekstrak kentang dan 2 g dekstrosa per 100 g media, sedangkan pure jambu biji merah mengandung 10.14 g karbohidrat dengan total gula 2.64 per 100 g produk (dapat dilihat pada Tabel 2). Pure jambu biji merah juga dilaporkan mengandung protein dan lemak dalam jumlah kecil, yaitu 0.46 g dan kurang dari 0.01 g per 100 g produk. Selain itu, USDA (2011b) juga melaporkan bahwa pure jambu biji merah mengandung vitamin B kompleks dan mineral sebesar 5.55 mg dan 254.35 mg per 100 g produk pure jambu biji merah. Nilai nutrisi media PDB dan pure jambu biji merah terlihat cukup jauh berbeda. Kapang dan kamir memerlukan sumber karbon berupa karbohidrat, sumber nitrogen berupa asam amino, serta sedikit vitamin B dan mineral untuk pertumbuhannya (Rahayu dan Nurwitri 2012) sehingga pertumbuhannya lebih optimal di pure jambu biji merah.
Aplikasi Aktivitas Antifungi Minyak Biji Pala Terenkapsulasi pada Pure Jambu Biji Merah Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap S. cerevisiae pada pure jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 10. Di pure jambu biji merah, MBPTe dengan konsentrasi 0.1-1 % (b/v) dapat menurunkan sebanyak 0.92-1.33 log CFU/ml koloni S. cerevisiae dan tidak ada perbedaan nyata di antara ketiga konsentrasi tersebut. Konsentrasi 2 % (b/v) menurunkan 6.27 log CFU/ml koloni kamir tersebut dan berbeda nyata dengan tiga konsentrasi sebelumnya. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi MBPTe yang optimum diaplikasikan ke dalam pure jambu biji merah untuk menghambat S. cerevisiae adalah sebesar 2 % (b/v). Tabel 10 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan S. cerevisiae pada pure jambu biji merah Konsentrasi MBPTe (% b/v) 0.1
Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Kontrol
Sampel
7.88 1.03
6.96 0.79
Penurunan Jumlah Mikroba (log CFU/ml) 0.92a
0.5 7.88 1.03 6.66 0.77 1 7.88 1.03 6.55 0.86 2 9.05 1.56 2.78 1.36 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
1.22a 1.33a 6.27b yang sama tidak
23
Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan Rhodotorula sp. pada pure jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 11. Koloni Rhodotorula sp. menurun sebanyak 1.80-2.86 log CFU/ml ketika dikontakkan dengan 1-3 % (b/v) MBPTe di pure jambu biji merah selama 5 hari pada suhu 37 oC. Penurunan jumlah koloni pada konsentrasi 1 dan 3 % (b/v) berbeda nyata seperti dapat dilihat pada Tabel 11. Penurunan jumlah koloni pada konsentrasi 2 % MBPTe tidak berbeda nyata dengan penurunannya pada konsentrasi 3 % MBPTe tetapi lebih tinggi dari penurunannya pada konsentrasi MBPTe 1 %. Oleh karena itu, konsentrasi 2 % (b/v) yang diaplikasi ke pure jambu biji merah dapat menghambat pertumbuhan Rhodotorula sp. secara optimal. Selain itu, konsentrasi 2 % MBPTe dapat menurunkan lebih dari 99 % (2.36 log CFU/ml) log koloni Rhodotorula sp.. Tabel 11 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan Rhodotorula sp. pada pure jambu biji merah Konsentrasi MBPTe (% b/v) 1
Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Kontrol
Sampel
Penurunan Jumlah Mikroba (log CFU/ml) 1.80a
10.05 0.19 8.25 0.07 2 2.36a,b 10.05 0.19 7.69 0.34 3 2.86b 10.05 0.19 7.19 0.11 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. niger pada pure jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 12. MBPTe dengan konsentrasi 1- 3 % (b/v) dapat menurunkan jumlah koloni A. niger sebanyak 4.12-5.68 log CFU/ml. Penurunan jumlah mikroba pada ketiga konsentrasi MBPTe tersebut saling berbeda nyata satu sama lain. Semakin tinggi konsentrasi MBPTe yang diaplikasikan pada pure jambu biji merah, semakin besar penurunan jumlah koloni A. niger. Konsentrasi 1 % (b/v) optimum menghambat pertumbuhan A. niger di pure jambu biji merah. Tabel 12 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. niger pada pure jambu biji merah Konsentrasi MBPTe (% b/v) 1
Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Kontrol
Sampel
10.04 0.06
5.93 0.04
Penurunan Jumlah Mikroba (log CFU/ml) 4.12a
2 4.75b 10.04 0.06 5.26 0.16 3 5.68c 10.04 0.06 4.36 0.06 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
24
Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. flavus pada pure jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 13. Aplikasi MBPTe dengan konsentrasi 0.1 dan 0.5 % (b/v) MBPTe dapat menurunkan sebesar 1.64 dan 1.80 log CFU/ml koloni A. flavus di pure jambu biji merah dan keduanya tidak berbeda nyata. Konsentrasi 1 % (b/v) MBPTe dapat menurunkan 2.58 log CFU/ml koloninya. Sementara itu, MBPTe dengan konsentrasi 2 dan 3 % (b/v) dapat menurunkan sebesar 7.04 dan 7.23 log CFU/ml koloni A. flavus dan keduanya juga tidak berbeda nyata. Semakin tinggi konsentrasi MBPTe yang diaplikasikan pada pure jambu biji merah, semakin besar penurunan jumlah koloni A. flavus. Tabel 13 Pengaruh konsentrasi MBPTe terhadap pertumbuhan A. flavus pada pure jambu biji merah Konsentrasi MBPTe (% b/v) 0.1
Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Kontrol
Sampel
7.32 0.00
5.69 0.25
Penurunan Jumlah Mikroba (log CFU/ml) 1.64a
0.5 1.80a 7.32 0.00 5.52 0.10 1 2.58b 7.32 0.00 4.74 0.13 2 7.04c 10.21 0.08 3.17 0.18 3 7.23c 10.21 0.08 2.98 0.04 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi yang optimal diaplikasikan di pure jambu biji merah untuk menghambat pertumbuhan keempat kapang dan kamir pembusuk ialah 2 % (b/v) karena dapat menurunkan jumlah koloni semua kapang dan kamir pembusuk tersebut sebanyak lebih dari 99 % koloni (minimal 2 log koloni), yaitu sebanyak 6.27 log CFU/ml untuk S. saccharomyces di Tabel 10, 2.36 log CFU/ml untuk Rhodotorula sp. di Tabel 11, 4.75 log CFU/ml untuk A. niger di Tabel 12, dan 7.04 log CFU/ml untuk A. flavus di Tabel 13. Data aplikasi aktivitas minyak biji pala terenkapsulasi secara mendetail dapat dilihat di Lampiran 4.
25
Perbandingan Aktivitas Antifungi Minyak Biji Pala Terenkapsulasi pada Media PDB dan pada Pure Jambu Biji Merah
Persentase Penurunan Jumlah Mikroba (% log CFU/ml)
Aplikasi MBPTe dengan konsentrasi 1 % (b/v) dapat menurunkan jumlah koloni S. cerevisiae sebanyak 93.4 % log CFU/ml di media PDB dan 16.89 % log CFU/ml di pure jambu biji merah. Konsentrasi yang sama menurunkan jumlah koloni Rhodotorula sp. sebanyak 68.05 % log CFU/ml di media PDB dan 17.87 % log CFU/ml di pure jambu biji merah. Sementara itu, koloni A. niger menurun sebanyak 61.25 % log CFU/ml di media PDB dan 40.99% log CFU/ml di pure jambu biji merah pada konsentrasi 1 % (b/v) MBPTe. Koloni A. flavus menurun sebanyak 55.75 % log CFU/ml di media PDB dan 35.25 % log CFU/ml di pure jambu biji merah. Gambar 7 menunjukkan penurunan jumlah koloni kapang dan kamir di media PDB maupun pure jambu biji merah akibat penambahan minyak biji pala terenkapsulasi sebanyak 1% (b/v). 100
93,4a
90 80
68,05c 61,25e
70 60 50
40,99f
40 30 20
16,89b
55,75g 35,25g
17,87d
10 0 S. cerevisiae
Rhodotorula A. niger A. flavus sp. di media PDB di pure jambu biji merah
Gambar 7 Persentase penurunan jumlah kapang dan kamir di media PDB dan pure jambu biji merah setelah dikontakkan dengan 1% (b/v) minyak biji pala terenkapsulasi selama 5 hari pada 37 oC Aplikasi aktivitas antifungi MBPT di pure jambu biji merah menunjukkan secara keseluruhan keempat kultur mengalami penurunan jumlah koloni yang lebih kecil dibandingkan penurunannya di media PDB pada konsentrasi MBPT yang sama. Fenomena ini umum terjadi dalam aplikasi senyawa antimikroba di bahan pangan. Menurut Nychas dan Tassou (2000), senyawa aktif dalam minyak esensial menjadi kurang stabil di dalam sistem pangan dibandingkan dalam medium di laboratorium. Minyak esensial terikat pada bahan-bahan penyusun makanan melalui reaksi penambahan dan kondensasi sehingga hanya sebagian yang tersisa dari total konsentrasi yang diaplikasikan untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, dua faktor utama penyebab terjadinya penurunan aktivitas minyak biji pala terenkapsulasi di dalam pure jambu biji merah dalam penelitian ini ialah kandungan gizi pure jambu biji merah yang mendukung pertumbuhan kapang dan kamir serta matriks pure jambu biji merah yang dapat melindungi
26
kapang dan kamir dari paparan minyak biji pala terenkapsulasi. Solusi untuk mengatasi fenomena tersebut ialah meningkatkan konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi yang diaplikasikan agar tetap dapat dilihat adanya penghambatan pertumbuhan kapang dan kamir yang optimal. Data pada Gambar 8 juga menunjukkan terjadinya perbedaan penurunan log koloni kapang dan kamir di pure jambu biji merah dibandingkan dengan penurunannya di media PDB. Di media PDB penurunan log koloni kamir lebih besar dibandingkan penurunan log koloni kapang, sedangkan di pure jambu biji yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa matriks pure jambu biji merah dapat melindungi dengan baik kamir yang bersel tunggal dari paparan minyak biji pala terenkapsulasi sedangkan kapang yang berfilamen dengan hifa dan miseliumnya masih terpapar minyak biji pala terenkapsulasi sehingga mengalami penurunan jumlah koloni yang lebih besar.
Mekanisme Aktivitas Antifungi Minyak Biji Pala Terenkapsulasi
Kandungan minyak atsiri pala sekitar 5-15 % yang meliputi pinena, sabinena, kamfena, elemisin, isoelemisin, eugenol, metoksieugenol, safrol, dimerik polipropanoat, lignan, dan neolignan (Sonavane et al. 2001). Menurut Matan dan Matan (2007), senyawa-senyawa dalam minyak biji pala yang memiliki aktivitas antifungi adalah borneol, geraniol, linalool, terpineol, eugenol (Michiels et al. 2009), miristisin, safrol, kamfena, dipentena, dan pinena (Gao et al. 2011). Tabel 14 Perbandingan komponen penyusun minyak biji pala yang digunakan dalam penelitian dengan minyak biji pala penelitian FAO Minyak pala yang digunakan dalam penelitian Komponen (w/w %) Pinena Tujena Karena Terpinena Dipentena Terpinolena Sabinena Benzena Piridinol Miristisin Propenilfenol Geraniol Terpineol
35.11 24 0,70 11,59 3,71 1,48 0,51 0,76 0,06 12,66 0,57 0,12 1,09
Minyak pala penelitian FAO Komponen Sabinena atau kamfena d-Pinena Dipentena d-Linalol d-Borneol i-Terpineol Geraniol Miristisin Safrol Eugenol Iso Eugenol
(w/w %) 50 20 8 6 6 6 6 4 0.6 2 2
Sumber: Agustinisari et al. (2012) Nychas dan Tassou (2000) dan Rota et al. (2004) menyatakan bahwa minyak esensial terdiri dari senyawa fenolik, ester, aldehid, keton, dan terpen. Mekanisme aktivitas antimikroba minyak esensial adalah menyerang membran sitoplasma, merusak permeabilitasnya, melepaskan komponen intraseluler, juga
27
menyebabkan kegagalan fungsi membran dalam sistem transpor elektron, pengambilan nutrien, sistesis asam nukleat, dan aktivitas enzim ATP-ase (Nychas dan Tassou 2000; Bakkali et al. 2008). Hal ini bisa terjadi akibat kerusakan sistem enzim yang terlibat dalam sistem produksi energi dan sintesis komponen struktural (Celikel dan Kavas 2008). Dengan kata lain, efek penghambatan mikroba ditunjukkan melalui gangguan membran sitoplasma dari mikroba yang dapat bersporulasi pada dua tingkatan yang berbeda, yaitu: integritas dinding dan membran sel serta status fisiologis mikroba. Kerusakan membran dapat diukur melalui beberapa cara, yaitu mengukur kebocoran materi selular, memonitor perubahan fluiditas membran dan variasi fosfolipid dan perubahan fungsi membran, seperti transpor elektron dan pengambilan nutrien, serta memonitor efek pada enzim pengikatan membran (Nychas dan Tassou 2000).
Alternatif Bahan Antifungi Lain Selain minyak biji pala, minyak atsiri dari berbagai tanaman lain juga dapat digunakan sebagai pengawet dalam produk pangan. Ridawati et al. (2011) melaporkan bahwa minyak atsiri jinten putih memiliki aktivitas antifungal yang kuat dalam menghambat pertumbuhan kamir yang tahan pengawet sintetik dan hidup pada bahan pangan bergula tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pengganti bahan pengawet sintetik. Minyak atsiri tanaman lain juga dilaporkan memiliki daya hambat terhadap kapang dan kamir uji dalam penelitian ini. Chanthaphon et al. (2008) melaporkan bahwa minyak atsiri dari kulit Citrus spp. dengan kandungan utamanya senyawa limonena mampu menghambat S. cerevisiae dan Aspergillus. Hasil penelitian Cetin et al. (2011) menunjukkan bahwa minyak atsiri thyme (Thymus sipyleus subsp. Sipyleus var. rosulans dan oregano (Origanum rotundifolium) dengan kandungan utama senyawa karvakrol memiliki daya hambat terhadap S. cerevisiae, A. niger, dan A. flavus. Shirurkar dan Wahegaonkar (2012) juga melaporkan bahwa minyak tanaman eucalyptus, cengkeh, dan kayu manis memiliki daya hambat maksimal terhadap A. niger dan A. flavus. Selain itu, minyak dari tanaman lavender, wijen, dan carraway juga memiliki daya hambat yang baik terhadap Aspergillus yang dapat menyebabkan aspergilosis (Bansod dan Rai 2008; Uniyal et al. 2012). Di sisi lain, saat ini para produsen produk pangan berbasis buah masih menggunakan bahan pengawet sintetik untuk memperpanjang masa simpan produknya. Beberapa bahan pengawet yang umumnya diaplikasikan di produk pangan berbasis buah di antaranya natrium benzoat (Ridawati et al. 2011) yang efektif menghambat kapang dan kamir serta asam sorbat yang efektif menghambat kapang dan kamir, terutama kamir osmofilik (Jay et al. 2005). Natrium benzoat memiliki nilai MIC sebesar 0.125 % untuk Candida sp. (Ridawati et al. 2011), sedangkan bentuk asamnya memiliki nilai MIC sebesar 20-300 ppm untuk Aspergillus sp. (Jay et al. 2005). Asam sorbat memiliki nilai MIC sebesar 30-100 ppm untuk S. cerevisiae dan 20-100 ppm untuk Aspergillus sp. (Jay et al. 2005). Para produsen lebih memilih menggunakan bahan pengawet sintetik dibandingkan bahan pengawet alami karena kestabilannya selama proses pengolahan, spektrum hambatnya yang cukup luas, dan harganya yang ekonomis (Nychas dan Tassou 2005).
28
SIMPULAN Kapang dan kamir pembusuk pure jambu biji merah telah diidentifikasi sebagai Aspergillus niger, Aspergillus flavus, dan Rhodotorula sp.. Minyak biji pala terenkapsulasi memiliki sifat antifungi terhadap ketiga isolat kapang dan kamir hasil isolasi serta terhadap S. cerevisiae. Minyak biji pala terenkapsulasi dengan konsentrasi 1 % (b/v) dapat menurunkan 93.4 % log CFU/ml Saccharomyces cerevisiae, 68.05 % log CFU/ml Rhodotorula sp., 61.25 % log CFU/ml A. niger, dan 55.75 % log CFU/ml A. flavus pada media PDB sehingga menjadi konsentrasi yang optimum untuk menghambat pertumbuhan keempat koloni kapang dan kamir pada media PDB. Pada pure jambu biji merah, konsentrasi yang optimum diaplikasikan untuk menghambat pertumbuhan koloni kapang dan kamir adalah sebesar 2 % (b/v). Konsentrasi tersebut dapat menurunkan 70.15 % log CFU/ml S. cerevisiae, 23.40 % log CFU/ml Rhodotorula sp., 47.31 % log CFU/ml A. niger, dan 68.95 % log CFU/ml A. flavus. Kelompok kamir lebih sensitif terhadap minyak biji pala terenkapsulasi dalam media PDB. Sebaliknya, pada pure jambu biji merah kelompok kamir lebih sensitif terhadap minyak biji pala terenkapsulasi.
29
SARAN Penelitian ini mempelajari pengaruh berbagai konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap pertumbuhan koloni kapang dan kamir pada media PDB. Nilai konsentrasi penghambatan terendah (Minimum Inhibitory Concentration/MIC) belum dapat ditentukan dari hasil penelitian ini sehingga disarankan untuk melakukan berbagai percobaan secara lebih mendalam untuk dapat menentukan nilai MIC minyak biji pala terenkapsulasi untuk masingmasing kapang dan kamir. Minyak biji pala terenkapsulasi secara fisik masih mengeluarkan aroma minyak pala yang khas. Untuk menunjang aplikasi penggunaan minyak biji pala terenkapsulasi sebagai pengawet dalam industri pure buah maupun produk lainnya, disarankan untuk menguji penerimaan konsumen terhadap pure jambu biji merah yang telah ditambahkan minyak biji pala sesuai konsentrasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini. Selain itu, umur simpan pure jambu biji merah yang telah ditambahkan minyak biji pala terenkapsulasi masih perlu dikaji dan dibandingkan dengan umur simpan pure jambu biji merah tanpa penambahan minyak biji pala terenkapsulasi. Penentuan umur simpan tersebut dapat diuji pada parameter suhu ruang dan suhu refrigerator kemudian diuji pula mutu sensori dan fisikokimiannya selama penyimpanan.
30
DAFTAR PUSTAKA Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. Agustinisari I, Sumangat D, Purwani EY, Kailaku SI, Harimurti N, Yuliani S, Adom G, Haerani C, Triyono M, Wahyudiono, Danuwarsa, Rosmayanti D. 2012. Teknologi nanoenkapsulasi minyak biji pala (Myristica fragrans H) sebagai bahan preservatif puree jambu merah dan sari buah apel. Laporan Akhir Tahun Pelaksanaan Kegiatan Penelitian. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Agriculture Chemist 16th Edition. Virginia: AOAC International. [APEDA] Agricultural and Processed Food Products Export Developments Authority. 2013. International production of mangoes, mangosteens, guavas [terhubung berkala]. http://agriexchange.apeda.gov.in/International%20Production/International_Production.aspx?hscode=080450 (27 Desember 2013). Benkeblia N. 2004. Antimicrobial activity of essential oil extracts of various onions (Allium cepa) and garlic (Allium satium). Lebensm.-Wiss. u.-Technol 37(2004) 263-248. Bhatnagar D, Cleveland TE, Payne GA. 2000. Aspergillus: Aspergillus flavus. Di dalam Encyclopedia of Food Microbiology Volume I. Robinson RK, editor. London: Academic Press. Bakkali F, Averbeck S, Averbeck D, Idaomar M. 2008. Biological effects of essential oil: a review. Food and Chemical Toxicology 46(2):446-475. Bansod S, Rai M. 2008. Antifungal activity of essential oils from Indian medicinal plants against human pathogenic Aspergillus fumigatus and A. niger. World J of Med Sci 3(2): 81-88. Barth M, Hankinson TR, Zhuang H, Breidt F. 2009. Microbiological spoilage of fruits and vegetables. Di dalam: Compendium of the Microbiological Spoilage of Foods and Beverages. Sperber WH, Doyle MP, editors. United States: Springer Science Business Media. Bird RB, Stewart WE, Lightfoot EN. 2006. Transport Phenomena. UK: John Wiley & Sons, Inc. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2010. Nilai ekspor impor tahun 2008, 2009, 2010 [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id. (19 November 2012). [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2012. Produksi buah-buahan menurut provinsi ton, 2011 [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php? tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=3 (17 Januari 2013). Branen AL, Davidson PJ. 1993. Antimicrobials in Foods. New York: Marcel Dekker. [BSN] Badan Standarisasi Nasional (ID). 1992. SNI 01-2891-1992 Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: BSN.
31
[BSN] Badan Standarisasi Nasional (ID). 2009. SNI 7382:2009 Sari Buah Mangga. Jakarta: BSN. Bustaman S. 2008. Prospek pengembangan minyak pala banda sebagai komoditas ekspor Maluku. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Cabral RAF, Telis-Romero J, Telis VRN, Gabas AL, Finzer JRD. 2007. Effect of apparent viscosity on fluidized bed dryingprocess parameters of guava pulp. J. of Food Engineering 80:1096-1106. Celikel N, Kavas G. 2008. Antimicrobial properties of some essential oils against some pathogenic microorganisms. Czech J. Food Sci 26:174-181. Cetin B, Cakmaci S, Cakmaci R. 2011. The investigation of antimicrobial activity of thyme and oregano essential oils. Turk J Agric For 35:145-154. Chancharoonpong C, Pao-Chuan H, Shyang-Chwen S. 2012. Enzyme production and growth of Aspergillus oryzae on soybean koji fermentation. Int J Biosci Biochem Bioinform 2(4): 228-231. Chang PK, Bhatnagar D, Cleveland TE. 2000. Aspergillus: Introduction. Di dalam Encyclopedia of Food Microbiology Volume II. Robinson RK, editor. London: Academic Press. Chanthaphon S, Chanthachum S, Hongpattarakere T. 2008. Antimicrobial activities of essential oils and crude extracts from tropical Citrus spp. against food-related microorganisms. Songklanakarin J. Sci. Technol 30(1): 125-131. Cosentino S, Tuberoso CIG, Pisano B, Satta M, Mascia V, Arzedi E, Palmas F. 1999. In vitro antimicrobial activity and chemical composition of sardinian thymus oils. J. Letters in Applied Microbiology 29 (2): 130-135. Dede S. 2005. Effect of high hydrostatic pressure (HHP) on some quality parameters and shelf-life of fruit and vegetable juices [thesis]. Middle East Technical University. Dillon VM. 2000. Natural Antimicrobial Systems: Preservative Effects During Storage. Di dalam Encyclopedia of Food Microbiology Volume III. Robinson RK, editor. London: Academic Press. Donsi F, Annunziata M, Sessa M, Ferrari G. 2011. Nanoencapsulation of essential oils to enhance their antimicrobial activity in foods. J. of Food Science and Technology (30)1-7. El-Ahmady SH, Ashour ML, Wink M. 2013. Chemical composition and antiinflammatory activity of the essential oil of Psidium guajava fruits and leaves. J. of Essential Oil Research 1-7. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [FDA] Food & Drug Administration. 2001. Bacteriological Analytical Manual. United State: Center for Food Safety and Applied Nutrition. Feldsine PT, Lienau AH, Leung SC, Mui LA. 2003. Enumeration of total yeast and molds in foods by the SimPlate® yeast and mold-color indicator method and conventional culture methods: collaborative study. J. of AOAC International 86(2): 296-313.
32
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2012. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Gao C, Tian C, Lu Y, Xu J, Luo J, Guo X. 2011. Essential oil composition and antimicrobial activity of Sphallerocarpus gracilis seeds against selected foodrelated bacteria. Food Control 22(2011): 517-522. Guarda A, Rubilar JF, Miltz J, Galotto MJ. 2011. The antimicrobial activity of microencapsulated thymol and carvacrol. International J. of Food Microbiology 145(2011):144-150. Hidayah NN. 2009. Sifat optik buah jambu biji (Psidium guajava) yang disimpan dalam toples plastik menggunakan spektrofotometer reluktans UV-Vis [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Modern Food Microbiology 7th Edition. New York: Aspen Publisher, Inc. Joseph B, Priya RM. 2011a. Phytochemical and biopharmaceutical aspects of Psidium guajava (L.) essential oil: a review. Res J. of Med. Plant 5(4):432442. Joseph B, Priya RM. 2011b. Review on nutritional, medicinal,and pharmacological properties of guava (Psidium guajava Linn.). International J. of Pharma and Bio Sciences 2(1):53-69. Koswara S. 2012. Teknologi enkapsulasi flavor rempah-rempah [terhubung berkala]. http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/TEKNOLOGI%20 ENKAPSULASI%20FLAVOR%20REMPAH.pdf (18 Desember 2012). Kumar A. 2012. Importance for Life ‘Psidium guajava’. International J. of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences 3(1): 137-143. Lim YY, Lim TT, Tee JJ. 2006. Antioxidant properties of guava fruits: comparison with some local fruits. Sunway Academic J 3:9-20. Lopez-Malo A, Palou E, Alzamora SM. 2003. Naturally occurring compoundsplant sources. Di dalam: Antimicrobials in Food Third Edition. PM Davidson, JN Sofos, AL Branen (Eds.). New York: CRC Press. Loureiro V, Malfeito-Ferreira M. 2003. Spoilage yeasts in the wine industry. International J. of Food Microbiology 86:23-50. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock Biology of Microorganism Tenth Edition. USA: Prentice Hall, Inc. Martorell P, Fernandez-Espinar MT, Querol A. 2005. Molecular monitoring of spoilage yeast during the production of candied fruit nougats to determine food contamination sources. International J. of Food Microbiology 101:293302. Maryati I. 2012. Berbagai manfaat jambu biji [terhubung berkala]. http://belajar.kemdiknas.go.id/index5.php?display=view&mod=script&cmd= Bahan%20Belajar/Pengetahuan%20Populer/view&id=180&uniq=all (11 Desember 2012)
33
Matan N, Matan N. 2007. Biocontrol of Penicillium chrysogenum using nutmeg oil and turmeric oil. KMITL Sci. Tech. J. 7(S2):192-196. Mosqueda-Melgar J, Raybaudi-Massilia RM, Martin-Belloso O. 2008. Nonthermal pasteurization of fruit juices by combining high-intensity pulsed electric fields with natural antimicrobials. Innovative Food Science and Emerging Technologies 9:328-340. Michiels J, Missotten JAM, Fremaut D, Smet SD, Dierick NA. 2009. In vitro characterization of the antimicrobial activity of selected essential oil components and binary combinations against the pig gut flora. J. of Animal Feed Science and Technology 151: 111-127. Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Nanasombat S, Lohasupthawee P. 2005. Antibacterial activity of crude ethanolic extracts and essential oils of spices against Salmonellacea and other Enterobacteriaceae. KMITL Sci. Tech. K 5(3):53-58. Ndukui J, Murithi B, Muwonge H, Sembajwe L, Kateregga J. 2013. Antidiarrheal activity of ethanolic fruit extract of Psidium guajava (Guava) in castor oil induced diarrhea in albino rats. National J. of Physiology, Pharmacy & Pharmacology 3(2):191-197. Nurdjannah N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Bogor: Balai Penelitian Pascapanen. Nychas GJE, Tassou CC. 2000. Preservatives: Traditional Preservatives – Oils and Spices. Di dalam Encyclopedia of Food Microbiology Volume III. RK Robinson, editor. London: Academic Press. Patras A, Brunton N, Pieve SD, Butler F, Downey G. 2009. Effect of thermal and high pressure processingon antioxidant activity and instrumental colour of tomato and carrot purees. J. of Innovative Food Science and Emerging Technologies 10:15-22. Pooja V, Sanwal H, Goyal A, Bhatnagar S, Srivastava AK. 2012. Activity of Myristica fragrans and its effect against filamentous and non-filamentous fungus. Int J of Pharm Sci 4(1). Prabuseenivasan S, Jayakumar M, Ignacimuthu S. 2006. In vitro antibacterial activity of some plant essential oils. BMC Complementory and Alternative Medicine 6:39. Pyc R, Sojka-Ledakowicz J, Bratkowska H. 2003. Biosynthesis of enzymes by Aspergillus niger IBT-90 and an evaluation of their application in textile technologies. Fib Text East Eur 11(4): 71-77. Rahayu WP, Nurwitri CC. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
34
Rahmawati, Kusumadewi E, Somali L. 2003. Pengaruh jenis pengemas dan lama penyimpanan terhadap mutu pure pisang. Jakarta: Faperta USAHID. Ratna Y, Rosida, Lia KW. 2008. Pembuatan puree jambu biji merah (kajian konsentrasi asam sitrat dan lama penyimpanan pada suhu kamar). J. Teknologi Pangan (II) 2: 20-29. Ridawati, Jenie BSL, Djuwita I, Sjamsuridzal W. 2011. Aktivitas antifungal minyak atsiri jinten putih terhadap Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilopsis NN14, C. metapsilosis MP27, dan C. etchellsii MP18. Makara Sains 15(1): 58-62. Rota C, Carraminana JJ, Burillo J, Herrera A. 2004. In vitro antimicrobial activity of essential oils from aromatic plants against selected foodborne pathogens. J. of Food Protection 67:1252-1256. Samson RA, Hoekstra ES, Van Oorschot CAN. 1981. Introduction to Food-borne Fungi. Netherlands: Institute of The Royal Netherlands. Sancho T, Gimenez-Jurado G, Malfeito-Ferreira M, Louleiro V. 2000. Zymological indicators: a new concept applied to the detection of potential spoilage yeast species associated with fruit pulps and concentrates. J. of Food Microbiology 17: 613-624. Sanchez-Moreno C, Plaza L, Elez-Martinez P, De Ancos B, Martin-Belloso O, Cano MP. 2005. Impact of high pressure and pulsed electric fields on bioactive compounds and antioxidant activity of orange juice in comparison with traditional thermal processing. J Agric Food Chem 53:4403-4409. Sayed MR, Mourad IM, Sayed DA. 2011. Biochemical changes in experimental diabetes before and after treatment with Mangifera indica and Psidium guajava extracts. Int J Pharm Biomed Sci 2(2):29-41. Shirurkar DD, Wahegaonkar NK. 2012. Antifungal activity of selected plant derived oils and some fungicide against seed borne fungi of maize. Europ J of Exp Biol 2(5): 1693-1696. Silva J, Gonzales S, Palacios J, Oliver G. 2000. Fungi: The Fungal Hypha. Di dalam Encyclopedia of Food Microbiology Volume II. Robinson RK, editor. London: Academic Press. Siow LF, Hui YW. 2013. Comparison on the antioxidant properties of fresh and convection oven-dried guava (Psidium guajava L). International Food Research J. 20(2):639-644. Sonavane G, Sarveiya V, Kasture V, Kasture SB. 2001. Behavioural actions of Myristica fragrans seed. Indian Journal of Pharmacology. 33: 417-424. Sukasih E, Wirakartakusumah A, Hariyadi RD, Setyadjit. 2004. Ketahanan panas mikroba perusak puree mangga (Mangifera indica L). Prosiding. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Sulandari L, Sulandjari S, Kristiastuti D. 2010. Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode kontak ekstrak biji keluwak (Pangium edule) terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Jurnal Boga dan Gizi 1(4).
35
Sunatmo TI. 2009. Mikrobiologi Esensial 1. Jakarta: Ardy Agency. Sutton BC. 2000. Fungi: Overview of Classification of The Fungi. Di dalam Encyclopedia of Food Microbiology Volume II. Robinson RK, editor. London: Academic Press. Uniyal V, Bhatt RP, Saxena S, Talwar A. 2012. Antifungal activity of essential oils and their volatile constituent against respiratory tract pathogens causing aspergilloma and aspergillosis by gaseous contact. J of App and Nat Sci 4(1): 65-70. [USDA] United States Department of Agriculture (US). 2011a. Basic Report: 09139, Guavas, common, raw a [terhubung berkala]. http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/2322?fg=&man=&lfacet=&format= &count=&max=25&offset=&sort=&qlookup=+guava (31 Oktober 2013). [USDA] United States Department of Agriculture (US). 2011b. Basic Report: 09143, Guava sauce, cooked [terhubung berkala]. http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/2324?fg=&man=&lfacet=&format= &count=&max=25&offset=&sort=&qlookup=+guava (31 Oktober 2013). Wang Q, Gong J, Huang X, Yu H, Xue F. 2009. In vitro evaluation of the activity of microencapsulated carvacrol against Escherichia coli with K88 pili. J. of Applied Microbiology 107:1781-1788. Wirth F, Goldant LZ. 2012. Epidemiology of Rhodotorula: An Emerging Pathogen. Interdiscipline Perspetive on Infectious Diseases (2012). Zakaria L, Chik MW, Heng KW, Salleh B. 2012. Fusarium sp. associated with fruit rot of banana (Musa spp.), papaya (Carica papaya) and guava (Psidium guajava). Malaysian J of Microbiology 8(2):127-130.
36
Lampiran 1 Kunci identifikasi kapang pembusuk pure jambu biji merah (Samson et al. 1981) KEY TO THE FOOD-BORNE FUNGI 1a Colonies consisting of loose budding cells, vegetative mycelium usually absent 1b Colonies with abundant vegetative mycelium; conidia or spores borne in or on special cells 2a 2b
Spores borne in asci Spores or conidia not borne in asci
3a
Mycelium without or with a few septa, often broad; spores mostly borne endogenously in sporangia Mycelium with regular septa; conidia not borne in sporangia
3b
2b
ZYGOMYCETES DEUTEROMYCETES
Conidia borne in basipetal succession from special conidiogenous cells (phialides, annellides etc.) in chains or in slimy heads Conidia not borne in basipetal succession, but acropetally or by fragmentation of fertile hyphae
3a 3b
Conidia in dry chains Conidia in slimy heads
4a
Conidia usually 2-celled, borne on filamentous condigenous cells, obliquely inserted, arranged like a spike. Colonies pinkish Conidia always one-celled, borne on flask-shaped conidiogenous cells in straight chain. Colonies in various ccolours
4b 5a
5b
2
ASCOMYCETES 3
KEY TO THE GENERA OF DEUTEROMYCETES 1a Conidia borne in pycnidia 1b Conidia not borne in pycnidia, but on hyphae, conidiophores, sporodochia, or synnemata 2a
YEAST
Colonies very restricted, reddish-brown. Conidia formed (in a quartet) by division of a cylindrical verrucose fertile hyphae, cubic, becoming, (sub)-globose Colonies usually not restricted (except osmophillic Aspergillus species), not reddish-brown. Conidia not formed after division of fertile hyphae
6a 6b
Conidiophores with a typical apical swelling Conidiophores without an apical swelling
7a 7b
Conidiogenous cells annellidic. Conidia with a broad truncate base Conidiogenous cells phialidic. Conidia without a broad truncate base
8a 8b
Colonies yellow to brown. Phialides with a long neck Colonies often greenish (some species whitish). Phialides with a short neck
9a 9b
Phialides long, awl-shaped, polyphialides absent Phialides flask-shaped and/or polyphialides absent
Phoma 2 3 14 4 9 Trichothecium 5
Wallemia 6 Aspergillus 7 Scopulariopsis 8 Paecilomyces Penicillium 10 11
10a Phialides solitary or on branched conidiophores, branched only near the base, usually not in verticils 10b Phialides on distinct, verticillately branched conidiophores
Acremonium Verticillium
11a Colonies usually green (when grown in light) 11b Colonies whitish, yellow, purple, violet, pinkish, brown or blackish
Trichoderma 12
12a Colonies white, yellowish, pinkish, purplish, sometimes greenish. Septate banana-shaped, conidia usually present. 12b Colonies black, sometimes pinkish. Conidia not septate 13a Phialides solitary or in loose whorls, flask-shaped with a conspicuous
Fusarium 13
37
collarette. Conidiophores not distinct 13b Phialides in dense apical clusters, broadly clavate, widest near apex, without conspicuous collarette. Conidiophores distinct, with stipes
Phialophora
Stachybotrys
14a Colonies growing very fast, covering petri-dish within a few days, loose, floccose, pinkish 14b Colonies not pinkish and not covering the petri-dish within a few days
Chrysonilia 15
15a Conidia only arthric 15b Conidia both arthric and blastic or only blastic
Geotrichum 16
16a Conidia formed in a quartet by division of a cylindrical fertile hyphae 16b Conidia not formed in a quartet
Wallemia 17
17a Conidiogenous structure consisting of both arthroconidia and blastic conidia 17b Conidiogenous structures consisting of only blastic conidia
Moniliella 18
18a Blastic conidia borne simultaneously on hyphae, or from swollen cclls or branches 18b Blastic conidia not formed simultaneously on hyphae or swollen cells or branches 19a Conidia borne from denticles on terminally swollen conidiogenous cells. Conidiophores erect, apically branched (tree-like). Colonies thin, grayish-brown 19b Conidia borne on hyphae or on almost completely swollen branches. Colonies yeast-like, creamish-yellow, to light brown, pinkish or blackish-green 20a Conidia formed singly on indistinct conidiophores, clustered and visible as black dots 20b Conidia formed singly or in chains, conidiophores distinct, not clustered 21a Colonies not greenish-black, or in greenish-brown shades. Conidia in chain 21b Colonies in greenish-black or greenish-brown shades. Conidia in chains or single 22a Conidia rather thin-walled, mostly one-celled; basal conidia often septate but only with transverse septae 22b Conidia with both transverse and longitudinal septae (muriform) 23a Young conidia rounded at the base, mature conidia catenuate and/or rostrate 23b Young conidia attenuated at the base, mature conidia single or in „false‟ short chain KEY TO THE SPECIES OF ASPERGILLUS 1a Colonies white, yellow, brown or black 1b Colonies in some shade of green 2a 2b
Conidial heads white, often wet Conidial heads yellow, brown, or black
3a 3b
Conidial heads dark brown to black Conidial heads yellow to brown
4a 4b
Conidial heads columnar, often cinnamon-brown to avellaneous Conidial heads not columnar, colour yellow or brown
5a
Conidial heads yellow, conidia smooth to finely roughened
19 20
Botrytis
Aureobasidium Epicoccum 21 Moniliella 22 Cladosporium 23 Alternaria Ulocladium
2 6 A. candidus 3 A. niger 4 A. terreus 5 A. ochraceus
38
5b
Conidial heads brown, conidia conspicuously ornamented
6a 6b
Conidiophores brown, Hulle cells present Conidiophores not brown
7a
Colonies on Czapek or MEA restricted (diameter less than 1 cm within one week) Colonies growing fast
7b 8a 8b 9a 9b
Colonies variably coloured, conidial head biseriate Colonies grayish-green, conidial heads uniseriate, conidia often ornamented Conidial heads columnar, Eurotium teleomorph absent on media + additional sugar or salt Conidial heads not columnar , Eurotium teleomorph produced in old cultures or on media + additional sugar or salt
A. tamarii A. nidulans 7 8 10 A. versicolor 9 A. penicilloides A. glaucus
10a Conidial heads yellow-green 10b Conidial heads blue to dark green
11 13
11a Conidial heads strictly uniseriate 11b Conidial heads uni- and biseriate
A. parasiticus 12
12a Conidia definitely echinulate 12b Conidia irregularly roughened or smooth 13a Conidial heads columnar, vesicles not clavate 13b Conidial heads not columnar, vesicles typically clavate
A. flavus A. oryzae A. fumigatus A. clavatus
39
Lampiran 2 Kunci identifikasi kamir pembusuk pure jambu biji merah (Fardiaz et al. 1992) KUNCI IDENTIFIKASI JENIS KAMIR 1a Reproduksi vegetatif dengan pembentukan septa dan pembelahan Schizosaccharomyces 1b Reproduksi vegetatif dengan pertunasan 2 2a Reproduksi vegetatif dengan pertunasan bipolar, sel biasanya berbentuk lemon (apikulat) 3 2b Reproduksi vegetatif dengan pertunasan multipolar atau multilateral 5 2c Banyak miselium sejati dan sel vegetatif Endomycopsis 3a Tidak membentuk askospora Kloeckera 3b Membentuk askospora 4 4a Askospora bulat Saccharomycodes 4b Askospora berbentuk topi, helmet, atau globosa Hanseniaspora 5a Membentuk ballistospora 6 5b Tidak membentuk ballistospora 7 Sporobolomyces 6a Ballistospora asimetri, biasanya memproduksi pigmen karotenoid 6b Ballistospora simetri, tidak memproduksi pigmen karotenoid Bullera 7a Sel berbentuk ogival, memproduksi aroma asam asetat, sel tidak 8 tahan hidup lama pada Malt Agar 7b Sel berbeda dari ciri-ciri di atas 9 8a Membentuk askospora Dekkera 8b Tidak membentuk askospora Brettanomyces 9a Membentuk askospora 10 9b Tidak membentuk askospora 15 10a Asimilasi nitrat 11 10b Tidak mengasimilasi nitrat 12 11a Askospora bulat dengan dinding bergerigi Citeromyces 11b Askospora berbentuk topi atau bulat tanpa dinding bergerigi Hansenula 12a Fermentasi glukosa lemah, lambat, atau negatif 13 12b Fermentasi glukosa kuat 14 13a Askospora oval atau bulat dengan dinding bergerigi, askus tidak mudah melepaskan spora Debaryomyces 13b Askospora bulat atau berbentuk topi dengan dinding halus, mudah dilepaskan dari askus Pichia 14a Askus yang matang tidak mudah pecah, askospora berbentuk bulat sampai oval Saccharomyces 14b Askus yang matang mudah pecah, askospora oblong Kluyveromyces 15a Membentuk arthrospora dan miselium sejati Trichosporon 15b Tidak membentuk arthrospora, mungkin membentuk miselium sejati 16 16a Membentuk pigmen karotenoid berwarna merah muda atau kuning, tidak melakukan fermentasi 17 16b Tidak membentuk pigmen, mungkin melakukan fermentasi 18 17a Tidak membentuk komponen seperti pati, tidak mengasimilasi inositol Rhodotorula 17b Membentuk komponen seperti pati, mengasimilasi inositol Cryptococcus 18a Selalu membentuk pseudomiselium, mungkin membentuk miselium sejati Candida 18b Tidak membentuk pseudomiselium atau sedikit, tidak membentuk miselium sejati Torulopsis
40
Lampiran 3 Data pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi pada media PDB terhadap kapang dan kamir
Jenis Fungi
Konsentrasi MBPTe (% b/v)
Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Awal
Kontrol
Sampel
Rata-rata Penurunan Jumlah Mikroba (log CFU/ml)
U1: 4.72 U1: 9.43 U1: 7.45 2.31a U2: 3.70 U2: 8.90 U2: 6.26 U1: 2.00 U1: 9.26 U1: 6.08 0.1 3.13a U2: 2.93 U2: 9.30 U2: 6.23 Saccharomyces cerevisiae U1: 2.00 U1: 9.26 U1: 3.28 0.5 5.55b U2: 2.93 U2: 9.30 U2: 4.18 U1: 2.00 U1: 9.26 U1: 0.52 1 8.67c U2: 2.93 U2: 9.30 U2: 0.70 U1: 6.20 U1: 6.93 U1: 6.11 0.5 0.76d U2: 6.54 U2: 7.80 U2: 7.11 U1: 6.04 U1: 7.26 U1: 2.15 1 4.94e U2: 6.07 U2: 7.26 U2: 2.49 Rhodotorula sp. U1: 6.04 U1: 7.26 U1: 1.69 1.5 5.36e U2: 6.07 U2: 7.26 U2: 2.11 U1: 6.04 U2: 7.26 U1: 0.85 2 6.76f U2: 6.07 U2: 7.26 U2: 0.15 U1: 5.11 U1: 5.89 U1: 4.94 0.1 0.53g U2: 4.28 U2: 5.08 U2: 4.97 U1: 5.11 U1: 5.89 U1: 3.11 Aspergillus 0.5 2.64h niger U2: 4.28 U2: 5.08 U2: 2.59 U1: 5.11 U1: 5.89 U1: 2.20 1 3.37h U2: 4.28 U2: 5.08 U2: 2.04 U1: 4.08 U1: 3.48 U1: 2.60 0.1 0.75i U2: 5.11 U2: 4.04 U2: 3.43 U1: 4.08 U1: 3.48 U1: 1.60 Aspergillus 0.5 1.46i,j flavus U2: 5.11 U2: 4.04 U2: 3.00 U1: 4.85 U1: 3.83 U1: 1.56 1 2.10j U2: 5.11 U2: 4.04 U2: 2.11 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). 0.05
41
Lampiran 4 Data pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi pada pure jambu biji merah terhadap kapang dan kamir
Jenis Fungi
Konsentrasi MBPTe (% b/v)
Jumlah Mikroba (log CFU/ml) Awal
Kontrol
Sampel
Rata-rata Penurunan Jumlah Mikroba (log CFU/ml)
U1: 3.65 U1: 7.15 U1: 6.40 0.92a U2: 3.95 U2: 8.60 U2: 7.52 U1: 3.65 U1: 7.15 U1: 6.11 0.5 1.22a U2: 3.95 U2: 8.60 U2: 7.20 Saccharomyces cerevisiae U1: 3.65 U1: 7.15 U1: 5.94 1 1.33a U2: 3.95 U2: 8.60 U2: 7.15 U1: 1.91 U1: 7.94 U1: 1.82 2 6.27b U2: 4.62 U2: 10.15 U2: 3.74 U1: 6.23 U1: 10.18 U1: 8.30 1 1.80c U2: 6.15 U2: 9.91 U2: 8.20 U1: 6.23 U1: 10.18 U1: 7.45 Rhodotorula 2 2.36c,d sp. U2: 6.15 U2: 9.91 U2: 7.93 U1: 6.23 U1: 10.18 U1: 7.26 3 2.86d U2: 6.15 U2: 9.91 U2: 7.11 U1: 3.95 U1: 10.08 U1: 5.95 1 4.12e U2: 4.26 U2: 10.00 U2: 5.90 U1: 3.95 U1: 10.08 U1: 5.18 Aspergillus 2 4.75f niger U2: 4.26 U2: 10.00 U2: 5.40 U1: 3.95 U1: 10.08 U1: 4.32 3 5.68g U2: 4.26 U2: 10.00 U2: 4.40 U1: 3.50 U1: 7.32 U1: 5.51 0.1 1.64h U2: 4.28 U1: 7.32 U2: 5.86 U1: 3.50 U1: 7.32 U1: 5.45 0.5 1.80h U2: 4.28 U1: 7.32 U2: 5.59 U1: 3.50 U1: 7.32 U1: 4.65 Aspergillus 1 2.58i flavus U2: 4.28 U1: 7.32 U2: 4.83 U1: 3.94 U1: 10.15 U1: 3.04 2 7.04j U2: 4.38 U2: 10.26 U2: 3.30 U1: 3.94 U1: 10.15 U1:2.95 3 7.23j U2: 4.38 U2: 10.26 U2: 3.00 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). 0.1
42
Lampiran 5 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap S. cerevisiae pada media PDB
Lampiran 6 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap Rhodotorula sp. pada media PDB
Lampiran 7 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. niger pada media PDB
43
Lampiran 8 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. flavus pada media PDB
Lampiran 9 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap S. cerevisiae pada pure jambu biji merah
Lampiran 10 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap Rhodotorula sp. pada pure jambu biji merah
44
Lampiran 11 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. niger pada pure jambu biji merah
Lampiran 12 Uji Duncan pengaruh konsentrasi minyak biji pala terenkapsulasi terhadap A. flavus pada pure jambu biji merah
45
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Mei 1991 dari pasangan PM Winarno dan Damiana RE serta merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Regina Pacis Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Sosiologi Umum TPB pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar mata pelajaran SD dan SMP di Lembaga Les Privat “YS”. Penulis juga pernah aktif sebagai Bendahara Umum II UKM Lises Gentra Kaheman IPB dan staf dalam berbagai kepanitiaan acara di departemen ITP. Selain itu, penulis telah berhasil mengukir prestasi selama masa kuliah. Beberapa di antaranya ialah IPK 4.00 TPB IPB, penerima beasiswa Tanoto Foundation, dan 105 Inovasi Indonesia Paling Prospektif Tahun 2013 oleh Menristek.