AKTIVITAS ANTIBAKTERI SUSU KAMBING ETAWA (Capra aegagrus hircus ) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia Coli
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH AVIVA ERDIANTI NIM 13.011
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2016
i
AKTIVITAS ANTIBAKTERI SUSU KAMBING ETAWA (Capra aegagrus hircus ) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia Coli
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada Akademi Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH AVIVA ERDIANTI NIM 13.011
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2016
ii
KARYA TULIS ILMIAH
AKTIVITAS ANTIBAKTERI SUSU KAMBING ETAWA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI
Oleh : AVIVA ERDIANTI
NIM 13.011
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
PEMBIMBING
Dr. Misgiati, M.Pd.,
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, NAMA
: AVIVA ERDIANTI
NIM
: 13.011 Di dalam Naskah Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain dan disebutkan dalam sumber kutipan dan pustaka. Apabila ternyata didalam naskah KTI ini dapat dibuktikan terdapat unsurunsur PLAGIASI, saya bersedia KTI ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (A.Md., Si) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU NO 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Malang, Agustus 2016 Aviva Erdianti
iv
PERSEMBAHAN TERBAIK
Halaman ini saya buat untuk kalian, TERIMAKASIH KEPADA ORANGTUA, BU MISGIATI, TEMAN-TEMAN yang selama ini selalu mensupport, mendoakan, mendukung, dalam hal apapun. Mulai dari menempuh kuliah mulai semester 1 sampai 5, mulai pengajuan judul, penyusunan proposal, tahap-tahapan ujian yang dilewatin. bersyukur selalu ada kalian. Terimakasih banyak, love you guys…. semoga bisa sukses bersama…
AVIVA ERDIANTI
v
AKTIVITAS ANTIBAKTERI SUSU KAMBING ETAWA (Capra aegagrus hircus) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia Coli.
ABSTRAK Susu kambing etawa merupakan salah satu susu murni hasil perahan kambing etawa yang dipercaya memiliki banyak manfaat oleh masyarakat salah satunya sebagai pengobatan antidiare. Susu kambing etawa dapat bersifat antibakteri terhadap beberapa macam bakteri negative, terutama bakteri Escherichia coli. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya sifat antibakteri dari susu kambing etawa terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli (salah satu bakteri penyebab diare). Susu kambing etawa mengandung senyawa antibakteri yang dihasilkan dari protein whey yaitu laktoferin dan hasil metabolisme bakteri Asam Laktat yang terkandung secara alami di dalam susu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode difusi kertas cakram dengan perlakuan yang sama yaitu merendam cakram kertas berukuran 6 mm kedalam susu kambing etawa sebanyak 1 mL. Penelitian dilakukan sebanyak 3 kali dengan replikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu kambing etawa mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan memberikan zona hambat pada area difusi kertas cakram rata-rata diameter sebesar 2,469 mm. Kata Kunci : Susu kambing etawa, antibakteri, diare, Escherichia coli.
ABSTRACT Etawa Goat (Capra Aegagrus Hircus) Milk Antibacterial Activity Towards Escherichia Coli Bacteria Growth Etawa goat milk is pure milk which assumed to have many benefits in society. this research aims to establish antibacterial in etawa milk against the growth of Escherichia coli bacteria (one of diarrhea cause). Etawa goat milk could be antibacterial for bacteria negative, particularlt Escherichia coli. Etawa goat milks have antibacterial coumpond for protein whey is lactoferin and product metabolisme for (BAL). This research used 6 mm paper disc diffusion which soaked into 1 mL etawa milk. The test has done 3 times with 3 replication. the result showed that etawa goat milk can inhibit the Eschericia coli bacteria growth by providing inhibition zone on paper disc diffusion with average diameter of 2,468 mm. keywords
:
Etawa
Goat
Milk,
anti-bacterial,
vi
diarrhea,
Escherichia
coli.
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul
“Aktivitas Antibakteri
Susu
Kambing
Etawa
Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli” ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D-3 di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesaikannya karya tulis ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut. 1. Dra. Wigang Solandjari, M.Si., selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 2. Dr. Misgiati, M.Pd., selaku dosen pendamping. 3. Dr. Erna Susanti, M.BioMed., selaku dosen penguji. 4. Dr. Ernanin Dyah S.Si, MP selaku dosen penguji. 5. Drs. Kris Tungary, M.M selaku pemilik peternakan susu kambing etawa 6. Bapak dan Ibu dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang beserta staf. 7. Orangtua tercinta yang memberikan dorongan secara spiritual material serta restunya dalam menuntut ilmu. 8. Rekan-rekan mahasiswa, Akafarma A,Kembang Club, Esti, Reza Sufi, Dewi Sundari dan semua pihak yang langsung atau tidak telah memberikan bimbingan, bantuan, serta warahan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, saran-saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat.
Malang, Agustus 2016 Penulis
vii
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN ORISINILITAS HALAM PERSEMBAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ..............................................................................................................i DAFTAR TABEL.......................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................iii DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................iv BAB I PENDAHALUAN ..........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................................4 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .................................................4 1.5 Definisi Istilah ................................................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................6 2.1 Susu ................................................................................................................6 2.2 Susu Kambing Etawa.......................................................................................8 2.3 Pengertian Bakteri ..........................................................................................15 2.4 Antibakteri ......................................................................................................24 2.5 Media Pertumbuhan Antibakteri ....................................................................27 2.6 Kerangka teori ................................................................................................29 BAB III METODELOGI PENELITIAN ...................................................................31
i
viii
3.1 Rancangan Penelitian .....................................................................................31 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian .....................................................................32 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................................32 3.4 Definisi Operasional Variabel ........................................................................32 3.5 Instrument Penelitian .....................................................................................33 3.6 Prosedur Penelitian.........................................................................................33 3.7 Analisis Data ..................................................................................................37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................................38 4.1 Hasil Uji Organoleptis ...................................................................................38 4.2 Hasil Uji pH ..................................................................................................38 4.3 Hasil Uji Penegasan Bakteri ..........................................................................39 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Susu Kambing Etawa ..................................42 BAB V PENUTUP .....................................................................................................45 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................45 5.2 Saran ..............................................................................................................45 DAFTAR RUJUKAN ................................................................................................46 LAMPIRAN ...............................................................................................................50
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Gizi Susu Kambing dengan Susu Kambing ....12 Tabel 2.2 Kandungan Gizi Susu Kambing Segar ......................................................13 Tabel 2.3 Komposisi Protein Pada ASI, Susu Sapi, dan Susu Kambing ..................13 Tabel 2.4 Reaksi Suspensi Bakteri Terhadap Uji IMVIC ..........................................25 Tabel 2.5 Reaksi IMVIC pada Bakteri Koliform .......................................................26 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ...................................................................34 Tabel 4.1 Hasil Organoleptis Susu Segar Kambing Etawa ........................................39 Tabel 4.2 Hasil Uji pH Susu Kambing Etawa ...........................................................39 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Zona Hambat Aktivitas Antibakteri Susu Kambing Etawa Terhadap Bakteri E. Coli ................................................................................43
ii
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Laktoferin ................................................................................16 Gambar 2.2 Kinerja Laktoferin Terhadap Ion Fe .......................................................16 Gambar 2.3 Struktur Laktoperoksidase ......................................................................18 Gambar 2.4 Bakteri Escherichia coli ........................................................................21 Gambar 2.5 Diagram Kerangka Teori .......................................................................31 Gambar 3.1 Skema Prosedur Percobaan ..................................................................33 Gambar 4.1 Hasil Isolasi Bakteri Lactobacillus Dalam medium MRSA ................41
iii
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Koloni Bakteri di Medium PCA .............................................51 Lampiran2. Uji Sterilitas Susu Kambing Etawa Dengan Medium PCA ...................51 Lampiran 3. Gambar Susu Kambing Etawa ..............................................................52 Lampiran 4. Hasil Pewarnaan Isolat Bakteri Medium MRSA Perbesaran 10x ........52 Lampiran 5. Hasil Pewarnaan Isolat Bakteri Medium MRSA Perbesaran 40x .........52 Lampiran 6. Hasil Isolasi Bakteri Escherichia Coli ..................................................53 Lampiran 7. Gambar %Transmitan 25%T .................................................................53 Lampiran 8. Gambar Zona Hambat Metode Kertas Cakram .. ..................................54
iv
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa perubahan pola hidup masyarakat khususnya kecenderungan perubahan pola makan, banyak mengkonsumsi makanan yang tidak sehat hanya akan membuat tubuh semakin mudah terserang penyakit dan mengalami banyak keluhan gangguan kesehatan. Maka dari itu, perlu adanya pemenuhan akan nutrisi yang mudah dikonsumsi dan didapatkan. Salah satu alternatif yang dapat dipilih adalah susu segar. Susu merupakan bahan alami dari hewan mamalia, banyak mengandung senyawa bioaktif diantaranya komponen protein protektif yaitu immunoglobulin, lisozim, laktoferin dan peroksidasae (Suryani, 2013). Umumnya susu yang dikonsumsi adalah susu sapi dikarenakan produksinya lebih besar daripada susu kambing dan susu kuda. Susu sapi memiliki kekurangan yaitu mengandung senyawa agglutinin yang membuat molekul lemak menggumpal sehingga susah dicerna dan diserap usus halus (Darmaji, 2008). Oleh sebab itu, terdapat beberapa masyarakat yang mengalami diare saat mengkonsumsi susu sapi. Sebagai pengganti susu sapi dapat dikonsumsi susu kambing etawa agar nutrisi tubuh tetap terpenuhi. Manfaat yang didapatkan dari susu kambing antara lain untuk memulihkan kondisi tubuh yang baru sembuh dari sakit, sebagai terapi diabetes, ,mengontrol kadar kolestrol dalam darah, dan pengobatan alternative untuk TBC (Sodid,
1
2
2002).
Susu kambing dapat dihasilkan dari beberapa jenis kambing, tetapi
kambing yang digunakan untuk dimanfaatkan daging dan susunya yaitu susu kambing etawa. Susu kambing etawa dapat menghasilkan susu segar sebanyak 0,5-2 liter per hari. Selain itu, kandungan laktosa pada susu kambing etawa sekitar 4,23% dan tidak mengandung beta-lactoglobulin yaitu senyawa alergarn yang sering memicu reaksi asma, infeksi radang telinga, kemerahan pada kulit, dan gangguan pencernaan makanan. Susu kambing etawa juga tidak mengandung agglutinin yaitu senyawa yang membuat molekul lemak menggumpal seperti pada susu sapi sehingga mudah diserap oleh usus halus (Darmaji, 2008). Protein didalam susu kambing segar mencapai 3,25% yang terdiri dari beberapa protein spesifik yang menyusun antara lain kasein dan whey. Protein yang bersifat anti bakteri, diantaranya laktoperoksidase, imunoglobulin, aglutinin, laktenin, kasein, dan laktoferin (Davidson et al., 1983). Salah satu komponen protein yang terdapat dalam susu kambing etawa adalah laktoferin (Mulyanto, 2006). Laktoferin merupakan komponen bioaktif susu yang berperan penting dalam menunjang kesehatan (Rahman et al, 2007). Komponen tersebut mengandung sisitem imunitas, antihipertensi, antibakteri dan antikanker, tetapi memiliki efek paling baik untuk pengobatan antimikroba dan antiinfeksi (Aly esmat, 2013). Laktoferin dapat bertindak sebagai senyawa yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen didalam tubuh. Bakteri pathogen dalam tubuh ada beberapa macam salah satunya adalah bakteri Escherichia coli.
Escherichia coli
merupakan flora normal dalam usus yang keberadaannya membantu sebagai bakteri pembusuk dalam proses pencernaan. Escherichia coli bersifat patogen
3
jika jumlah dalam saluran cerna meningkat atau berpindah tempat dari habitatnya dalam tubuh (Jawetz et al., 1995). Kasus yang sering dihasilkan oleh enterotoksin dari Escherichia coli ini adalah kasus diare selain itu terdapat beberapa kasus lain seperti, infeksi saluran kemih, diare, sepsis, maupun meningitis (Jawetz et al., 1995). Dalam hal ini laktoferin bertindak untuk mencegah pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan cara mengikat sumber nutrisi bagi pertumbuhannya yaitu ion Fe. Ion Fe sangat bermanfaat untuk bakteri pathogen berkembang dalam tubuh, dengan adanya laktoferin diharapkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Laktoferin memiliki kemampuan untuk memberikan ion Fe untuk bakteri dengan gizi rendah dalam saluran pencernaan yaitu Lactobacillus Sp dan Bifidobacterium. Hal tersebut terjadi dikarenakan perbedaan afinitas dan dinding sel dari kedua bakteri. Berdasarkan penelitian dari (Kustiawan, 2010) kandungan laktoferin didalam susu segar kambing etawa sebesar 0,098 mg/mL sampai 0,149 mg/mL. Pengobatan yang sering digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri Escherichia coli adalah dengan pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik secara terus menerus mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri akibatnya bakteri Escherichia coli keluar ke permukaan usus dan mengakibatkan penyebaran infeksi pada saluran cerna. Maka dari itu, perlu adanya pengembangan terhadap bahan alam yang bersifat antibakteri dengan cara mencegah
dan mengatur
pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Berdasarkan informasi tersebut, maka penelitian perlu dilakukan untuk menguji adanya aktifitas antibakteri susu segar kambing etawa terhadap
4
pertumbuhan
bakteri
Escherichia
coli.
Pengujian
aktivitas
antibakteri
menggunakan metode difusi kertas cakram untuk mengetahui adanya zona bening yang merupakan tanda adanya aktivitas antibakteri dari suatu senyawa. Metode difusi kertas cakram dipilih dikarenakan lebih efisien dalam penggunaannya. Dosis susu segar kambing etawa yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 1 mL.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pendahuluan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah aktivitas antibakteri susu kambing etawa terhadap pertumbuhan bakteri Echerichia Coli?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari susu kambing etawa terhadap pertumbuhan bakteri Echerichia Coli.
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.4.1
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian aktivitas susu kambing etawa terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli yaitu menyiapkan susu kambing etawa yang diperoleh dari peternakan milik Drs. Kris Tungary, M.M beralamat di Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur. Susu kambing yang digunakan dilakukan beberapa pengujian yaitu, pengujian mutu fisik (organoleptis, pH), pasteurisasi
5
susu. Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri metode difusi agar dengan pengukuran zona hambat bakteri. 1.4.2 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dilakukan pengujian dosis menggunakan metode sumuran. Serta tidak melakukan uji skrining terhadap laktoferin yang ada di dalam susu segar kambing etawa.
1.5 Definisi Istilah dan Singkatan Adapun definisi istilah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Aktivitas antibakteri merupakan kemampuan suatu senyawa dalam menghambat ataupun membunuh bakteri yang ditandai dengan adanya zona bening di daerah cakram. 2. Susu kambing etawa adalah susu yang dihasilkan oleh kambing peranakan etawa. 3. Escherichia coli
merupakan bakteri gram negatif yang berupa flora
normal dalam saluran pencernaan khususnya usus, jika jumlahnya melebihi
batas
normal
bersifat
patogen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu Susu adalah hasil sekresi dari kelenjar mamae atau kelenjar susu dari mamalia, baik binatang maupun hewan. Susu merupakan suatu produk yang dihasilkan dengan pemerahan hewan yang mengandung kelenjar susu. Susu mengandung banyak nutrisi atau zat gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan manusia. 2.1.1 Komponen Susu Laktosa atau gula susu atau 0-4-D-galactopyranosyl-(1,4)-glucopyranosa merupakan karbohidrat utama yang terdapat dalam susu. Laktosa merupakan kelompok disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Laktosa dalam susu dapat dipisahkan dengan cara dikristalisasi, dan termasuk dalam golongan gula pereduksi (Walstra,2006) Lemak susu secara umum disusun oleh trigliserida atau trigliserol (98% dari total lemak pada susu) yang mengikat berbagai jenis asam lemak. Komponen asam lemak pada susu memiliki panjang rantai karbon yang bervariasi, antara 2 hingga 18 rantai karbon, dan derajat kejenuhan yang berbeda (0-4 ikatan rangkap). Selain itu, didalam susu terdapat sejumlah vitamin terutama vitamin A, D dan Vitamin E (Walstra, 2006) Protein susu sebagian besar (80%) terdiri dari casein yang merupakan protein khusus dalam susu. Protein lain yang terdapat dalam susu adalah protein whey
6
7
disebut pula sebagai serum protein yang kandungannya merupakan βLactoglobulin (Walstrra, 2006). Bentuk dari protein whey adalah globular, kecuali pada proteose peptone. Selain kasein dan protein whey didalam susu juga terkandung sejumlah protein lain yaitu gliko protein dan enzim. Enzim terdapat didalam globula lemak susu yang dihasilkan dari eksresi kalenjar susu (plasmin dan katalase). Salah satu komponen paling kecil dalam susu adalah laktoferin. Senyawa ini berperan untuk menghambat pertumbuhan sejumlah bakteri (inhibitor) termasuk Bacillus subtilis dan Bacilus stearothermophilus. Selain kandungan tersebut, didalam susu terkandung banyak jenis mineral yang meliputi natrium, kalsium, magnesium, klorida dan fosfor. 2.1.2 Kualitas Susu Segar Kualitas susu segar dapat dinilai dari parameter kandungan total padatan yang mencakup protein, lemak dan padatan lain. Parameter fisika juga perlu dilakukan antara lain titik beku, pH dan densitas susu. Kualitas susu segar dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pakan yang diberikan pada ternak, faktor genetis, cuaca, status kesehatan ternak, proses pemerahan dan penyimpan susu serta penanganan paska pemerahan. Salah satu parameter kualitas susu adalah nilai pH, keasaman susu menjadi indikasi adanya cemaran mikroorganisme dalam susu. Susu merupakan sumber nutrisi yang tinggi sehingga dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme baik pembusuk maupun bakteri pathogen. Kontaminasi bisa berasal dari proses pemerahan hingga penyimpanan susu yang tidak higienis. Sehingga perlu pengujian nilai pH dari susu segar.
8
Pengecekan awal selain dengan pengecekan nilai pH dilakukan pula pengecekan sterilitas dalam susu. Pengecekan tersebut berfungsi untuk melihat sterilitas dari susu segar yang akan digunakan. Bakteri kelompok Mesophilic dan Pyshotropic dapat dengan mudah tumbuh dengan baik pada suhu ruang maupun suhu penyimpanan yang dingin. Bakteri Coliform, bakteri asam laktat, dan bakteri pathogen lain banyak ditemukan dalam susu segar (Verdier, 2009). Jenis bakteri Coliform dan Echerichia Coli banyak dijumpai pada susu segar karena kontaminasi dari lingkungan maupun sekitar proses industri, peralatan dan pencucian alat. Keberadaan bakteri pathogen sangat berbahaya karena dapat menyebabkan foodborneoutbreak yang menyebabkan sakit ataupun kematian. Bakteri pathogen pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu penyebab infeksi dan penyeba intoksikasi. Bakteri penyebab infeksi pada umumnya dapat menyebabkan penyakit karena dapat bermurtiplikasi dan menghasilkan racun dalam tubuh, contohnya C. jejuni, L. monocytogenes, E.Coli, dan Salmonela Spp. Selain itu, bakteri yang menghasilkan racun saat bermutriplikasi dalam bahan pangan. Racun yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat menyebabkan sakit ketika bahan pangan dikonsumsi oleh manusia.Jenis bakteri ini adalah B. Cereus, S. Aureus dan C. Botulinum. (Chye at al, 2004)
2.2 Susu Kambing Etawa Susu kambing segar merupakan susu yang diperoleh dari indung kambing tidak kurang dari 3 hari setelah kelahiran, dan susu tesebut tidak mengalami penambahan maupun pengurangaan komponen lainnya. Susu kambing segar harus
9
tidak mengandung Colostrum. Colostrum sendiri merupakan cairan yang dikeluarkan oleh indung kambing yang kandungannya mirip dengan ASI. Susu kambing etawa memiliki keunggulan yaitu mengandung aglutinin, yaitu senyawa yang membuat molekul lemak menggumpal seperti susu sapi, sehingga susu kambing lebih mudah diserap usus (Darmajati, 2008). Susu
kambing
berdasarkan
dari
hasil
produknya
kambing
sendiri
dikelompokkan menjadi 4 yaitu, kambing penghasil daging, penghasil susu, penghasil bulu, penghasil susu dan bulu. Kambing peranakan etawa merupakan kelompok kambing dwiguna dimana merupakan hasil persilangan dari kambing jawa dan kambing etawa asli india. Kambing etawa memiliki ciri-ciri antara lain bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai, jantan dan betina memilik tanduk pendek, warna bulu bervariasi dari kream dan hitam, tinggi badan untuk jantan 70-100 cm dengan berat badan 40-80 kg. Sedangkan berat badan untuk betide 30-50 kg dengan tinggi yang relative sama dengan kambing jantan (Artikel Badan Litbang Pertanian, 2011). 2.2.1 Manfaat Susu Kambing Etawa Secara Empiris Susu kambing etawa memiliki beberapa manfaat, tetapi masyarakat lebih memilih susu sapi yang telah dikenal di masyarakat umum. Susu kambing sendiri dapat dijadikan minuman kesehatan pengganti alergi terhadap susu sapi seperti kembung (Dyspepsia), sakit perut (Colic Abdomen), disentri. Sehingga perlu adanya pemanfaatan lebih jauh mengenai susu kambing etawa sebagai minuman kesehatan yang dapat dikonsumsi oleh semua kalangan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari mengkonsumsi susu kambing sendiri secara empiris antara lain. Mengatasi gangguan asam lambung sehingga
10
baik untuk penderit maag. Meningkatkan HB bagi penderita kurang darah (Anemia), mengatasi masalah alergi maupun asam urat dan gangguan liver.Memperbaiki system pernafasan, paru-paru dan memperlancar peredaran darah.Meningkatkan daya tahan tubuh penderita TBC dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Sebagai minuman kesehatan diperlukan dosis atau anjuran pengkonsumsian yang benar untuk mendapatkan manfaat yang diingkan. Anjuran pengkonsumian yang baik untuk susu kambing etawa ini adalah 150-200 mL yang dikonsumsi sebanyak 2 kali sehari untuk dewasa. Sedangkan untuk anjuran untuk dikonsumsi anak-anak yaitu 2 kali sehari sebanyak 200-250 mL (Tungary, 2015) 2.2.2 Kandungan Susu Kambing Secara alami susu memiliki komponen bioaktif. Salah satu sumber yang paling dominan berasal dari protein. Salah satu sifat bahan aktif yaitu sebagai antibakteri. Kandungan
protein yang bersifat anti
bakteri, diantaranya
laktoperoksidase, imunoglobulin, aglutinin, laktenin, kasein, dan laktoferin (Davidson et al., 1983). Selain memiliki protein yang bersifat sebagai antibakteri, susu kambing mengandung
fluorine. Fluorine sendri bermanfaat sebagai
antiseptik alami yakni dapat membantu menekan pembiakan bakteri di dalam tubuh sehingga bisa membantu pencernaan dan menetralisir asam lambung, menyembuhkan reaksi-reaksi alergi pada kulit, saluran napas dan pencernaan dan meningkatkan daya tahan tubuh (Moedji, 2010). Susu kambing memiliki kandungan total solid 13,90%, lemak 4,8%, protein 3,7% bahan kering tanpa lemak 9,10% abu 0,85% dan laktosa 5%. Dlihat dari kompisisi diatas kandungan susu kambing berbeda dengan susu sapi, susu
11
kambing memiliki manfaat yang lebih tinggi daripada susu sapi (Haenlein, 2004). Disamping itu, asam lemak susu kambing kaya akan asam lemak volatile yaitu kaproat, kaprilat, dan koprat yang berkontribusi pada pembentukan rasa dan bau yang khas (Boycheva et al, 2011). Lemak susu kambing merupakan sumber asam lemak rantai pendek (C6,C8,C10:0) yang disintesis didalam kelenjar mamae (Chillliardn et al, 2013). Terdapatnya asam lemak rantai pendek ini mengakibatkan susu kambing lebih mudah dicerna (Moeljayanto, 2002). Susu kambing memiliki kandungan asam lemak terbanyak yaitu asam kaprilat (C8:0) dan kaprat (C10:0) merupakan asam lemak terbanyak dalam susu kambing. Asam lemak tersebut merupakan ciri khas susu kambing dibandingkan dengan susu sapi. Susu kambing memiliki 35% asam lemak rantai mediurn (C8-C12) dibanding susu sapi. Tiga asam lemak masingmasing asam kaproat (C6), kaprilat (C8) dan kaprat (Cl0) sebanyak 15% pada susu kambing digunakan untuk terapi gangguan pencenarnaan (Indratiningsih, 2008) Selain lemak susu, kandungan laktosa pada susu kambing berkisar 4,23% dan tidak mengandung beta-lactoglobulin yaitu senyawa alergan yang sering memicu reaksi seperti asma, infeksi radang telinga, kemerahan pada kulit, dan gangguan pencernaan makanan (Darkuni, 2001). Susu kambing etawa juga tidak mengandung agglutinin
yaitu senyawa
yang membuat
molekul
lemak
menggumpal seperti pada susu sapi sehingga susu kambing etawa mudah dicerna dan diserap oleh usus halus (Darmaji, 2008).
12
Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Gizi Susu Kambing Dan Susu Sapi Per 100 Gram
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Kandungan (g) Susu sapi Susu Kambing Protein 3,3 3,6 Lemak 3,3 4,2 Karbohidrat 4,7 4,5 Kalori 61 69 Fosfor 93 111 Kalsium 119 134 Magnesium 13 14 Besi 0,05 0,05 Natrium 49 50 Kalium 152 204 Vitamin A(IU) 126 185 Thiamin (mg) 0,04 0,05 Riboflavin (mg) 0,16 0,14 Niacin (mg) 0,08 0,28 Vitamin B6 (mg) 0,04 0,05 Sumber Balai Penelitian Veteriner, Bogor (2008). Tabel 2.2 Kandungan Gizi Susu Kambing Segar Komposisi Nilai (%) Bahan kering 12,1 Gizi Energi (Kcal/lt) 670 Protein 3,3-4,9 Lemak 4,0-7,3 Laktosa 4,1 Ca (mg/lt) 1290 P (mg/lt) 1060 Vit A (µ/lt) 2074 Sumber : Majalah Sinar Tani edisi 19-25 Oktober 2011No. 3427
Tabel 2.3 Komposisi Protein dari ASI, Susu Sapi ,Susu Kambing (G.F.Greppi, 2013)
Total Proteins Caseins αS1-Casein αS2-Casein β-Casein K-Casein Whey Proteins α-Lactoalbumin β-Lactoglobulin Serum albumin Immunoglobulin Lactoferrin Lysozyme
ASI (g/l) 9-15 2,0-2,5 1,5 0,5 6,3 1,9-2,6 0,4 1,1 1,7-2 0,04-0,2
Susu Sapi (g/l) 32-34 26-37 11-15 3-4 9-11 2-4 5,8-6,5 0,6-1,5 3,4 0,4 1,0 0,1 -
Susu Kambing (g/l) 28-32 22-28 10 3 11 4 2,2-6,5 1,2 3,1 0,5 1,0 0,02-0,2 -
13
2.2.2.1 Senyawa Antibakteri Secara alami susu memiliki komponen bioaktif, salah satu sumber yang paling dominan berasal dari protein. Salah satu sifat bahan aktif yaitu sebagai antibakteri. Kandungan protein yang bersifat anti bakteri, diantaranya laktoperoksidase, imunoglobulin, aglutinin, laktenin, kasein, dan laktoferin (Davidson et al., 1983). Dewasa ini laktoferin banyak dikembangkan karena sifat anti bakterinya. Laktoferin selain didapatkan dari protein whey, keduanya didapatkan dari susu segar. Protein whey sendiri merupakan cairan semi transparan yang tertinggal selama proses pengendapan saat pembuatan keju maupaun yoghurt. Whey sering dimanfaatkan sebagai produk pangan dikarenakan memiliki kaya nutrisi yang tinggi. Dalam whey protein terdapat beberapa macam enzim , hormone, antibodi, dan pembawa zat gizi. Tetapi sebagaian besar dari whey protein kurang mudah tercena oleh usus, sehingga menstimulasi reaksi kekebalan sistematik yang disebut alergi protein susu. 2.2.2.1.1
Laktoferin
Laktoferin merupakan salah satu komponen bioaktif susu yang berperan penting dalam menunjang kesehatan. Laktoferin merupakan sub fraksi protein whey yang banyak dimanfaatkan sebagai antibakteri, antikanker, dan modulasi kekebalan (Rahman et al, 2007). Pemanfaatan laktoferin pertama kali digunakan dalam susu formula bayi sebagai pengganti dari air susu ibu (ASI) (Kustiawan et al, 2010). Selanjutnya pemanfaatan laktoferin banyak diaplikasikan dalam suplemen nutrisi zat besi (Fe), kosmetik, minuman dan juga produk fermentasi susu (Steijns, 2004)
14
Laktoferin merupakan komponen terbesar protein pengikat Fe yang berasal dari manusia maupun susu sapi (Jimenez, 2001). Kerja utama dari laktoferin sendiri adalah sebagai pertahanan melawan infeksi pada tubuh (Coonely, 2001). Laktoferin memimiliki konsentrasi terbesar dari kolostrum manusia dan paling rendah terdapat dalam susu sapi dengan konsentrasi (7g/L) dan 0,01 g/L. (Wakabayasi, 2006). Laktoferin merupakan rangkaian polypeptide yang tersusun dari asam amino yang terdiri dari lobe N 1 sampai 332, 3 rangkaian sepiral dari 344-703 lobe C (Aly Esmat, 2013). Setiap lobe yang tersusun dari laktoferin dapat mengikat ion Fe (Fe3+) dengan afinitas yang tinggi dan 1 glican. Lobe N dan lobe C memiliki kesamaan dalam mengkonsfirmasi ion Fe tetapi berbeda dalam memberikan energi afinitas untuk Fe.Laktoferin memiliki berat molekul sebesar 77 KDa hingga 84 KDa tergantung dari spesies penghasil yang tersusun dari 700-703 asam amino. Laktoferin dapat bersifat bakteriostatik bagi pertumbuhan bakteri yang bergantung dengan donor besi untuk pertumbuhannya salah satunya merupakan bakteri Escherichia coli (Brock and Armold et al, 1980). Tetapi laktoferin dapat bertindak sebagai agen pendonor zat besi untuk bakteri menguntungkan dalam tubuh yaitu Lactobacillus sp atau Bifidobacterium sp (Sherman et al., 2004). Laktoferin
sendiri
dapat
bersifat
bakteriostatik
dikarenakan
mampu
menghambat pertumbuhan bakteri pathogen dalam tubuh khususnya Escherichia coli. Laktoferin memiliki afinitas yang besar dan spesifik terhadap ion Fe sehingga bisa bersifat bakteriosida dan bakteriostatik dengan cara mengikat dan mengambil besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri Escherichia coli
15
(Arnold, 1997). Mekanisme antibakteri dari laktoferin yang terkandung dalam susu kambing etawa yaitu dengan cara mengikat zat besi yang menjadi nutrisi bagi pertumbuhan bakteri Escherichia coli sehingga laktoferin dapat bersifat bakteriostatik (Gonzalo et al, 2009). Selain itu, laktoferin dapat bersifat bakteriosidal dengan cara merusak sel dari bakteri karena perbedaan afinitas dan kandungan asam amino positif yang mengikat molekul anion dalam dinding sel bakteri (Gonzalo et al, 2009). Struktur senyawa laktoferin sebagai berikut
Gambar 2.1 Struktur Laktoferin (Hasan, 2012)
Gambar 2.2 Kinerja Laktoferin Terhadap Ion Fe (Kartikeyan, 1999)
16
2.3
Pengertian Bakteri
2.3.1 Bakteri Patogen Bakteri pathogen adalah bakteri yang menyebabkan infeksi bahkan kematian pada manusia. Banyak penelitian yang telah menyebutkan beberapa macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain tuberculosis, demam tifoid, difteri,kolera, disentri, dan pneumonia, yang masing menjadi masalah bagi beberapa Negara termasuk Indonesia. Bakteri pathogen dikelompokkan berdasarkan
sifat
bakteriologisnya
yaitu
pewarnaan
gram,
morfologi,
pembentukan spora, serta kekerabatan secara filogenik dan genetik.Bakteri pathogen dibedakan menjadi dua yaitu bakteri gram positive dan bakteri gram negative. 2.3.2 Kelompok Bakteri Berikut merupakan beberapa kelompok dari bakteri pathogen yaitu. 1. Kelompok Bakteri Aerob Gram Negative Berbentuk Batang Dan Bulat Kelompok bakteri ini bersifat aerob contohnya Pseudomonas aurogenosa, Neisenia gonorrheae,
Neisseria meningitidis,
Bordotella pertussi,
Haemophilus influenza.Bakteri ini hidup dalam tanah dan dalam air. Jenis bakteri ini sering menyebabkan infeksi nosocomial, infeksi terhadap saluran kemih, dan saluran napas dan umumnya sulit untuk disembuhkan dikarenakan kebal terhadap antibiotik Pseudomonas aeruginosa. 2. Kelomok Bakteri Enterik Bakteri enteric adalah kelompok bakteri yang terdapat dalam saluran cerna bersifat gram negative dan anaerob fakulatif dan tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Echerichia Coli merupakan salah satu spesies dari
17
bakteri enterik yang merupakan flora normal usus diguanakan sebagai indicator pencemaran tinja pada air minum, kolam renang, makanan, dan minuman.Escherichia coli jika telah mengkontaminasi makanan dapat menimbulkan infeksi pada saluran intestine dan urine. Spesies lain dalam bakteri enterik antara lain Salmonella, Shigella, Proteus, Yersinia pestis, dan Erwina 3. Kelompok Bakteri pygonic cocci Kelompok bakteri ini dapat menyebabkan beberapa infeksi supuratif (infeksi yang disertai nanah) yang meliputi golongn bakteri gram postif misalnya
Staphyloccocus
aureus,
Streptococcus
pygenes,
dan
Streptococcus pneumonia) dan golongan bakteri gram negatif antara lain Neisseria gonorrhoeae dan N. Meningitis). Golongan bakteri gram postif ini sering mengenfeksi tubuh manusia di bagian tenggorokan, peneumona, meningitis dan infeksi kulit. 4. Kelompok Bakteri yang Menghasilkan Endospora Kelompok bakteri ini bersifat gram positif,berbentuk batang dan menghasilkan spora dalam sel(indospora).Contoh dari bakteri ini adalah Bacilus antharacis yang dapat mengakibatkan penyakit antraks pada hewan dan menular pada manusia.BakteriClostridium tetani yang menyebabkan penyakit tetanus. 5. Kelompok Bakteri Actinomycetes Bakteri ini bersifat pathogen pada manusia contohnya Corynebacterium dan Mybacterium.Mybacterium merupakan bakteri penyebab penyakit
18
tuberculosis sedangkan untuk bakteriCorynebacterium menyebabkan penyakit difteri.
2.3.3 Bakteri Enterobactericeae Bakteri patogen pada saluran cerna merupakan golongan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna. Bakteri ini dapat hidup di usus besar manusia dan hewan dalam tanah dan dalam air. Dikarenakan hidup dalam usus besar manusia bakteri-bakteri ini disebut dengan bakteri enterik. Sebagian besar bakteri tersebut tidak menimbulkan penyakit jika terdapat dalam usus besar. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu apabila terjadi perubahan pada hospes atau bakteri dapat masuk kebagian tubuh lain dapat menyebabkan penyakit. Beberapa spesies Enterobactericeae yang sering menyebabkan infeksi pada saluran cerna manusia adalah Escherichia coli, Salmonella, Shigella, dan Yersinia enterocolitia.Enterobactericeae merupakan bakteri gram negative yang bersifat anerob fakultatif dan oksidase negative.Bakteri ini sering ditemukan pada feses dan bagian tubuh yang terinfeksi. Semua bakteri enterik memfermentasi glukosa menjadi asam dengan atau tanpa disertai pembentukan gas, mereduksi nitrat menjadi nitrit, ada yang membentuk indol ada yang tidak. Perbedaan jenis karbohidrat yang dapat difermentasi, produk akhir metabolsime, dan substrat yang digunakan dasar pembagian spesies Enterobacteriaceae. Adapun pembagian serotype dapat dibedakan berdasarkan struktur antigen bakteri yaitu antigen O (lipopolisakarida), antigen H (flagel), dan antigen K
19
(kapsul). Selain itu, terdapat pula bakteri penyebab infeksi saluran cerna adalah Vibrio,Clostridium,
Bacillus,
Campylobacter,
dan
Helicobacter,
Setaphyloccoccus yang menyebabkan gangguan pencernaan akibat keracunan makanan. 2.3.4 Bakteri Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batangpendek yang memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7μm dan bersifat anaerob fakultatif E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Radji, 2009).
Gambar 2.4 Bakteri Escherichia Coli (Smith-Keary,1988) E. coli adalah anggota flora normal usus yang berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapatmenyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini
20
berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995). Beberapa galur dari Escherichia coli menjadi penyebab infeksi pada manusia, seprti infeksi saluran kemih, infeksi meningitis pada neunatus, dan infeksi intestine (gastroenteritis). Ketiga penyakit yang disebabkan oleh infeksi tersebut sangat bergantung pada ekspresi faktor firulensi masing-masing serotype dari E.Coli. Termasuk adanya adhesin, invasin, jenis toksin yang diproduksi, dan kemampuan mengatasi pertahanan tubuh hospes. Infeksi Escherichia Coli sering kali berupa diare yang disertai darah, kejang perut, demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri ini ditularkan melalui makanan yang tidak dimasak dan daging yang terkontaminasi. Penularan penyakit dapat terjadi melalui kontak langsung dan biasanya terjadi di tempat yang memiliki sanitasi dan lingkungan yang kurang bersih. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawetz et al., 1995). Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et al., 1995). 2.3.5 Cara Identifikasi Bakteri Bakteri
Escherichia
Coli
merupakan
mikroorganisme
yang
bersifat
enteropatogenic atau toksigenic. Bakteri Escherichia Coli merupakan golongan dari bakteri Coliform fekal.Sedangkan untuk coliform non fekal terdapat bakteri
21
Enterobacter aerogenes. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia, sedangkan E.aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati. Escherichia Coli dapat diketahui biasanya digunakan metode MPN (Most Pobeble Number) dengan cara fermentasi tabung ganda. Metode ini lebih baik dibandingkan dengan metode hitungan cawan dikarenakan lebih sensitif dan dapat mendekati coliform dalam jumlah yang sangat rendah didalam sampel. Metode lainnya yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan menghitung coliform adalah metode Milipore Membrane Filter (MF) yang dapat mendeteksi dan menghitung Coliform dalam jumlah kecil. MPN adalah suatu metode enumerasi mikroorganisme yang menggunakan data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada media cair spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah sampel atau diencerkan menurut tingkat seri tabungnya sehingga dihasilkan kisaran jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/satu volume atau massa sampel. Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Dalam uji tahap pertama, keberadaan coliform masih dalam tingkat probabilitas rendah, masih dalam dugaan. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif coliform dalam sampel.Dikarenakan beberapa jenis bakteri selain coliform juga memiliki sifat fermentatif, diperlukan uji konfirmasi untuk mengetes kembali kebenaran adanya coliform dengan bantuan medium selektif diferensial. Uji kelengkapan kembali meyakinkan hasil tes uji konfirmasi dengan mendeteksi sifat fermentatif dan
22
pengamatan mikroskop terhadap ciri-ciri coliform: berbentuk batang, Gram negatif, tidak-berspora. (Fardiaz,1989). Prosedur pengujian MPN secara garis besar adalah sebagai berikut.Sampel dilarutkan dalam mediaPDFyang akan dibagi dalam beberapa tabung melalui metode pengenceran. Uji praduga dilakukan dengan mengisi MCB yang dilengkapi tabung durham. Masing-masing dimasukkan sampel selanjutnya diiinkubasi pada suhu 37° C selama 24-48 jam.Setelah 24 jam dicatat dan diamati adanya gas yang terbentuk dalam tiap tabung, kemudian inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang menunjukkan uji positif. Uji Penegasan dengan cara membiakkan sampel yang diambil dari tabung reaksi di uji praduga ke dalam media BGLB yang telah dilengkapi tabung durham. Seluruh tabung diiinkubasi pada suhu 37 °C selama 24- 48jam. Dilakukan pengamatan adanya pembentukkan gas. Selanjutnya dilakukan perhitungan Coliform dengan mengambil sampel dan dibiakkan dalam media Eosin Metilen Blue (EMB) yang merupakan media selektif untuk Koliform. Metode Membran Filter adalah metode yang menggunakan kertas membrane yang diletakkan diatas cawan berisi agar EMB selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 atau 37oC jumlah coliform baik yang bersifat fekal atau pun non fekal akan dihitung dan dinyatakan dalam jumlah coliform per 100 ml sampel. Pada agar EMB koloni coliform fekal mempunyai diameter 0,5-1,5 nm dan berwarna gelap dengan sinar hijau metalik. Sedangkan koloni coliform nonfekal mempunyai diameter yang lebih besar yaitu 1,0-3,0 nm berwarna merah muda dan bagian tengahnya berwarna gelap.
23
Endo agar dapat digunakan untuk membedakan koloni bakteri yang memfermentasi laktosa dengan yang tidak memfermentasi laktosa, dikarenakan medium ini mengandung 1% laktosa sebagai satu-satunya sumber karbohidrat. Koloni yang memfermentasi laktosa termasuk coliform dan membentuk warna merah pada bagian atas koloni dan disekelilingnya (Fardiaz, 1978) Uji jenis coliform digunakan untuk mengetahui jenis coliform yang terdapat dalam sampel dengan uji IMVIC (Indol, Methyl Red, Voges-Proskaeur, dan Citrate). Suspensi bakteri yang telah dibuat akan diuji dengan tiga tabung yang masing-masing berisi medium berbeda. Triptone Broth untuk Uji Indol, MR_VP Broth untuk uji metil merah dan Voges-Proskuer, Koser Citrate Medium untuk uji pengguanaan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Tabel 2.4 Reaksi Suspensi Bakteri Terhadap Uji IMVIC( Srikandi Fardiaz, 1993)
Uji
Medium
Produk akhir
Reaksi Positif
Indol
Tryptone Broth
Indol
Warna merah pada penambahan pereaksi kovaks
Merah metil Protease Broth (MR-VP) Asam organik atau 1% Glucose Peptone Broth Voges Proskauer Sifat
Protease Broth (MR-VP) Asetil atau 1% Glucose Peptone karbinol Broth
Warna merah pada penambahan MM
metil Warna merah tua pada penambahan 5% alfa-naftol dan 40% KOH
Tabel 2.5 Reaksi IMVIC pada Koliform (Srikandi Fardiaz, 1993)
Coliform
Indol
Merah Metil Voges Proskauer
Sitrat
Klasifikasi
Escherichia coli Var.1 Var. 11
+ -
+ +
-
Fekal Fekal
-
24
E.aerogenes Var. I Var. II
+
-
+ +
+ +
Non fekal Non fekal
Pengujian jenis Bakteri dilakukan dengan memilih jenis dari bakteri. Dikarenakan Eschericia Coli bersifat fekal untuk mengetahui nilai positive dipilihlah pengujian Indol dan Uji Merah Metil. 1. Uji Indol Bakteri dalam group ini (fekal) dapat memecah asam amino triptofan dan menghasilakan suatu senyawa berbau yang disebut indol. Bakteri yang telah ditumbuhkan dalam medium, kemudian ditambahkan 3-5 tetes pereagen Kovaks yang mengandung amil alcohol dan Kristal asam oksalat. Reaksi positive ditandai dengan adanya indol yang menyebabkan amil alcohol berubah warna menjadi merah tua. 2. Uji Metil Merah Escherichia colimerupakan jenis yang termasuk bakteri jenis fekal menghasilkan asam lebih banyak daripada E. aerogenes (non fekal). Asam yang dihasilkan dapat menurunkan pH medium yang mengandung 0,5% sehingga mencapai nilai pH 5. Keadaan tersebut dapat mengubah indicator merah metil menjadi berwarna merah. Sedangkan jika diujikan pada bakteri nonfekal, nilai keasaaman akan naik menjadi pH 6 yang berarti indicator merah metil akan berubah menjadi warna kuning. Warna merah berarti reaksi berlangsung postif mengandung bakteri fekal, sebaliknya jika warna kuning maka bakteri termasuk jenis non fekal.
25
2.4 Antibakteri Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan menginfeksi dan Merusak bahan pangan. Antibakteri termasuk kedalam antimikroba
yang
digunakan
untuk
menghambat
pertumbuhan
bakteri.
Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, senyawa antimikrobamempunyai tiga macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia (Madigan dkk, 2000) antara lain. 1. Bakteriostatik Sifat
ini
dapat
memberikan efek dengan cara
menghambat
pertumbuhan tetapi tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat sintesis protein atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap. 2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis sel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun Sedangkan untuk mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan
26
dinding sel mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia (Sulistyo, 1971).
2.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spectrum kerja (spektrum kerja luas, dan spekterum kerja sempit), cara kerja (bakterisid atau bakteriostatik) serta ditentukan pula oleh Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Suatu antibakteri dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila KHM terjadi pada kadar antibakteri yang rendah tetapi mempunyai daya bunuh atau daya hambat yang besar. Dalam percobaan in vitro dengan metode lempeng agar dapat dilihat pada besar diameter hambatan pertumbuhan mikroba
disekeliling antibakteri
(Wattimena et al, 1991). Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007). Penghambatan dari pertumbuhan bakteri ditandai dengan adanya zona bening disekitar area cakram. Zona bening menunjukkan respon penghambatan pertumbuhan bakteri
27
Tabel 2.6 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri (Intan,2010). Diameter zona hambat Respon hambatan pertumbuhan > 21 mm
Sangat kuat
11 - 20 mm
Kuat
6 - 10 mm
Sedang
≤ 5 mm
Lemah
Metode pengujian bakteri terdapat dua metode yaitu metode penyebaran (Diffusion Method), dalam metode ini meliputi metode kertas cakram, metode cairan dalam cincin, dan metode lubang. Metode kedua yaitu metode pengenceran (Dilution Method) meliputi metode pengenceran agar (Agar Dilution Method) dan metode pengenceran tabung (Hikmah, 2014). Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan dengan tiga cara yaitu metode silinder, metode lubang atau sumuran dan metode cakram kertas. Dalam penelitian kali ini metode yang digunakan adalah metode cakram kertas. Metode ini dipilih dikarenakan penerapannya lebih mudah dan cakram dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam sampel susu yang digunakan. Dalam melakukan penelitian menggunakan metode difusi kertas cakram terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain. 1. Perbedaan ketebalan agar akan mempengaruhi difusi dari zar uji ke dalam agar sehingga akan mempengaruhi diameter zona hambat. Semakin tebal media agar yang digunakan, semakin kecil diameter zona hambat yang terjadi.
28
2. Kerapatan inoculum akan mempengaruhi lebar zona hambat, jumlah inoculum yang lebih sedikit menyebabkan zat dapat berdifusi lebih jauh, sehingga zona hambat yang dihasilkan lebih besar. 3. Perubahan komposisi media agar dapat merubah sifat media sehingga jarak difusi berubah. Perubahan komposisi akan mempengaruhi aktivitas beberapa bakteri, kecepatan difusi antibakteri, dan kecepatan pertumbuhan antibakteri.
2.5 Media Pertumbuhan Bakteri Pengujian aktivitas antibakteri susu kambing etawa dalam penelitaian ini menggunakan beberapa media agar sebagai nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme. Media yang digunakan adalah media Plate Count Agar (PCA) yang digunakan untuk uji sterilitas dari susu dan media Eosin Methilene Blue (EMB) sebagai media selektif terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia Coli. Sebelum pengujian menggunakan media Eosin Methilene Blue (EMB) terdapat media pendeteksi adanya bakteri Coliform yaitu media Brilliant Green Bile Broth (BGLBB) Media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S.aureus, P.aerugenosa, dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Bakteri Escherichia Coli akan positive terdeteksi menggunakan media ini dengan indicator adanya warna hijau metalik pada agar. Berikut merupakan komposisi dari media EMB dalam tiap 1 litermengandung Pepton 10,0 gram, dikalium
29
Hidrogen fosfat 2,0
gram, Laktosa 5,0gram, Sukrosa 5,0
gram, Eosin
yellowish 0,4 gram, Metilen blue 0,07 gram dan gar-agar 13,5 gram Preaksi uji IMVIC digunakan media Tryptone Broth dengan komposisi Triptone 10 gram dan aquades 1 liter. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi Kovaks yang terdiri dari p-Dimetilaminbenzaldehide 5 g, amil alcohol 75 mL dan HCl pekat 25 mL. Pereaksi Metil Merah dengan komposisi 0,1 gram dan 300 mL etanol 95% terlarut dalam aquades 500 mL.
2.6 Kerangka Teori
Susu kambing etawa
Protein
Laktoferin
Antibakteri
Saluran cerna
Escherichia Coli Gambar 2.5 Diagram Kerangka Teori Penelitian kali ini memiliki tujuan untuk menguji aktivitas antibakteri dari susu kambing. Susu kambing yang digunakan kali ini adalah susu kambing etawa, keunggulan dari susu kambing etawa adalah hasil susu yang lebih besar daripada susu kambing jawa. Selain itu, susu kambing etawa sendiri memiliki banyak
30
manfaat yang sering dipercaya oleh masyrakat bahwa mampu mengobati berbagai macam penyakit antara lain TBC, asma, diare, dan kolestrol. Susu kambing etawa mengandung protein pelindung yang memiliki fungsi untuk mempertahankan tubuh dari serangan bakteri. Sifat tersebut berasal dari kandungan susu itu sendiri yaitu laktoferin. Sedangkan laktoferin sendiri bertindak sebagai agen pengontrol pemberian protein berbentuk ion Fe untuk bakteri yang pertumbuhannya bergantung dengan adanya ion besi. Salah satu mikroorganisme yang bergantung pada adanya nutrisi Fe adalah Escherichia Coli. Bakteri tersebut secara alami terdapat dalam usus manusia sebagai bakteri pembusuk dan dapat bersifat pathogen jika konsentrasi dari bakteri ini bertambah dan keluar dari usus pada manusia. Dalam mengontrol pertumbuhan bakteri tersebut maka perlu adanya nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Salah satu pemanfaatan yang dapat digunakan adalah susu kambing, kandungan protein protefit dari susu kambing mampu untuk menjadi agen pengontrol bagi bakteri pathogen. Sebagai pembuktian dari pengalaman empiris tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan dengan metode difusi cakram. Metode tersebut akan mengukur diameter zona hambat dari susu kambing yang bertindak sebagai agen antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Eshcerishia Coli dalam media pertumbuhan agar.
31
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas pemberian susu kambing
etawa terhadap pertumbuhan bakteri Eschericia coli. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu dengan mengamati aktivitas susu kambing etawa dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia Coli yang ditandai dengan munculnya zona hambat diarea difusi cakram. Metode difusi cakram merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode yang lain dan banyak digunakan untuk mengetahui aktivitas suatu ekstrak atau bahan dalam mengambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan kerja. Tahap pertama adalah tahap persiapan yang meliputi persiapan susu kambing, dan alat – alat yang digunakan dalam penelitian. Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan dengan pengujian kualitas dari susu yang meliputi uji pH dan uji penegasan bakteri dan pengujian aktivitas antibakteri susu kambing etawa. Tahap ketiga adalah tahap akhir yang meliputi pengamatan dan pencatatan hasil pengujian, analisis data, dan pembuatan kesimpulan.
31
32
3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah susu segar kambing etawa. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing etawa segar sebanyak 1mL.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari - Juni 2015.
3.4 Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini, variabel yang diguanakan adalah aktivitas antibakteri susu kambing etawa terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Definisi Operasional dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Devinisi Variabel Operasional Aktivitas Antibakteri Susu Kambing Etawa Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli.
Kemampuan dari susu segar kambing etawa dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli
Alat Ukur
Hasil Ukur
Penggaris atau jangka sorong
Daerah jernih disekitar cakram berupa diameter (mm)
33
3.5 Instrument Penelitian Penelitian yang dilakukan memerlukan beberapa alat dan bahan penunjang yang mendukung antara lain. 3.5.1
Alat
Timbangan, enlemeyer, autoklaf, spektrofotometer UV-Vis, colony counter, evaporator, lamiar air flow, mikro pipet, inkubator, batang pengaduk, beaker glass, botol coklat, bunsen, kaki tiga, kawat kassa, cawan penguap, blue tip, cawan petri, corong gelas, pisau, kertas saring, kertas coklat, gelas ukur, kawat nikrom, labu ukur, karet gelang, sendok tanduk, tabung reaksi rak tabung reaksi, tissue, beaker glass 100 mL, beaker glass 500 mL. 3.5.2
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing etawa etawa, kertas saring atau cakram kertas, aquades, media Nutrien agar, media Eosin Mehthilen Blue (EMB), bakteri Escherichia coli, media Plat Count Agar (PCA), NaCl fisiologis, kertas coklat, media MRSA.
3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1
Uji Organoleptis
Pengujian ini meliputi pengujian susu secara organoleptis meliputi bau, warna, rasa. Susu kambing diletakkan dalam beaker glass 100 mL, amati warna dari susu, bau dan rasa dari susu.
34
3.6.2
Uji pH
Susu kambing etawa diletakkan dalam erlenmeyer 250 mL. Siapkan dan berihkan pH meter. Celupkan batang pH meter ke dalam susu, amati angka yang keluar dalam layar pH meter.
3.6.3
Sterilisasi Alat
Persiapan alat meliputi proses sterilisasi alat dan bahan terlebih dahulu, meliputi alat dan bahan yang akan di gunakan seperti cawan petri, erlenmeyer 250 mL, beaker glass 100 mL berisi media, tabung reaksi. Kemudian semua di masukkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit.
3.6.4
Cara Pengambilan Sampel Susu
Susu yang akan digunakan untuk sampel harus menggambarkan sekurangkurangnya 99% keadaan sesungguhnya. Sampel susu yang diambil harus tepat pada saat pemerahan atau sebelum 24 jam setelah pemerahan dan paling sedikit 500 ml (Hadiwiyoto, 1994). Diambil susu segar setelah pemerahan,ditampung dalam penampung susu yang sudah disterilisasi. Diaduk sampel susu selama 30 detik dan alat pengaduk diletakkan miring selanjutnya diambil sampel.
3.6.5
Pasteurisasi Susu
Metode pasteurisasi susu yang digunakan dalam penelitian ini adalah low temperature long time (LTLT) yakni pasteurisasi dengan suhu rendah yaitu 62,5oC selama 30 menit (Abubakar, 2000). Selanjutnya disiapkan media agar Plat
35
Count Agar (PCA). Di masukkan dalam erlenmeyer kemudian panaskan diatas bunsen dan aduk-aduk hingga larut dan homogen. Dipipet susu kambing etawa sebanyak 1 mL. Dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah disterilisasi (3x replikasi). Dimasukkan media PCA ke dalam cawan petri yang telah berisi susu kambing. Dilanjutkan dengan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
3.6.6
Uji Penegasan Bakteri
1. Disiapkan media MRSA dalam cawan yang telah disterilisasi sebanyak 15 mL 2. Dilakukan suap menggunakan kawat ose pada bakteri yang telah tumbuh di media PCA 3. Diletakkan diatas media MRSA yang telah disiapkan 4. Diinkubasi pada sushu 32oC selama 24 jam. 5. Dilakukan pengujian pewarnaan gram terhadap bakteri yang tumbuh di media MRSA 6. Diambil isolate bakteri dari beberapa bagian
yang tumbuh di media
MRSA 7. Melakukan prosedur perwarnaan dengan meletakkan sedikit isolate bakteri diatas kaca preparat ratakan dan fiksasi. 8. Ditambahkan pewarna Kristal ungu kemudian fiksasi. 9. Dicuci ditambahkan iodin fiksasi kemudian cuci menggunakan alkohol 96%. 10. Ditambahkan safranin selama 45 detik 11. Dicuci selanjutnya dimikroskop menggunakan mikroskop cahaya.
36
3.6.7
Uji Aktivitas Antibakteri Susu Kambing dengan Metode Kertas Cakram
3.6.7.1 Pembuatan NaCl 0,85% Diambil dan ditimbang NaCl sebanyak 0,85 gram dilarutkan dalam 100 ml aquades dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya NaCl 0,85% disterilisasi bersama dengan alat-alat lainnya. 3.6.7.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji 1. Supensi bakteri dibuat dengan mengambil biakan murni dengan kawat ose secara aseptis. 2. Dimasukkan ke dalam 25 mL NaCl 0,85% dan dihomogenkan. 3. Diamati suspensi bakteri dengan spektrifotometri UV-Vis pada panjang gelombang 580 nm hingga menunjukkan 25% T yang diasumsikan bahwa larutan tersebut mengandung 108 CFU/mL bakteri. 3.6.7.3 Pembuatan Cakram Kertas 1. Disiapkan kertas saring atau kertas cakram
yang digunting dengan
diameter kurang lebih 6 mm. 2. Disipkan susu kambing sebanyak 1 mL 3. Direndam kertas cakram dalam susu kambing dengan dosis perendaman sebanyak 1 mL 3.6.7.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri 1. Disipkan media selektif bakteri Escherichia Coli yaitu Eosin Methylen Blue (EMB) sebanyak 105 ml 2. Ditambahkan masing-masing 1 mL suspensi bakteri ke 3 cawan petri sebagai kontrol positive
37
3. Ditambahkan masing-masing 1 mL suspensi bakteri kedalam 5 cawan petri sebagai aktivitas antibakteri 4. Dituang media EMB ke dalam cawan petri yang telah disterilisasi sebanyak 15 ml kedalam cawan 5. Dibiarkan hingga memadat 6. Ditambahkan 1 buah kertas cakram uji yang telah direndam susu kambing etawa ke 5 cawan sebagai aktivitas antibakteri 7. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan diukur diameter zona bening yang terbentuk.
3.7 Analisa Data Dalam penelitian kali ini analisa data dilakukan dengan cara mengukur zona bening yang dihasilkan dari penghambatan antibakteri dari susu kambing etawa di media selektif yaitu media Eosin Metilen Blue (EMB). Selanjutnya hasil yang didapatkan dihitung Standart Deviasi (SD) dan Koefisien Variasi (KV) yang digunakan untuk mengetahui penyimpangan sampel.
38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Organoleptis Pengujian awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji organoleptis susu segar. Berdasarkan hasil penelitian organoleptis yang dilakukan didapatkan hasil pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Organoleptis Susu Segar Kambing Etawa No Keterangan Organoleptis 1. Bau Khas susu kambing 2. Rasa Khas susu segar 3. Warna Putih sedikit kuning Bau khas susu kambing disebabkan karena adanya asam-asam lemak berantai pada susu kambing, seperti: kaproat, kaprilat, dan kaprat dapat menimbulkan bau yang khas susu kambing (Ramadzanti, 2006)
4.2 Hasil UJi pH Pengujian pH dilakukan untuk menentukan kualitas dari susu segar, perubahan pH pada susu dapat mengindikasikan terdapat aktivitas mikroorganisme didalamnya. Berikut merupakan hasil pengujian pH yang dilakukan di tabel 4.2.
38
39
Tabel 4.2 Hasil Uji pH Susu Kambing Etawa Nilai pH Sebelum Pasteurisasi No Nilai pH Rata-rata 1. 6,8 2. 7,2 7 3. 7 Nilai pH Setelah Pasteurisasi 4. 7,1 5. 7 7,03 6. 7 Dari data diatas, susu kambing etawa memiliki pH normal yang berarti telah sesuai dengan pH susu segar pada rentang nilai pH 6-7oSH (SNI 01-3141-1998). Berdasarkan nilai pH diatas, susu kambing etawa tidak mengalami penurunan suhu akibat adanya aktivitas bakteri pembentuk asam (BAL). Bakteri tersebut dapat merubah laktosa menjadi asam laktat dan timbulnya asam laktat dapat menurunkan pH susu (Haryadi, 2013). Sedangkan jika pH susu menjadi basa merupakan tanda adanya mastitis pada hewan (Yusuf, 2011).
4.3 Hasil Uji Penegasan Bakteri Pengujian untuk penegasan bakteri dilakukan setelah susu mengalami pasteurisasi. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan adanya bakteri yang masih terkandung dalam susu setelah mengalami pasteurisasi sehingga tidak menimbulkan bias pada saat analisa (Faiza, 2014). Metode pasteurisasi yang dilakukan adalah dengan metode low temperature long time (LTLT) dikarenakan dapat mempertahankan protein susu dari kerusakan (denaturasi). Cara pasteurisasi ditujukan untuk membunuh bakteri patogen dan sebagian besar mikroba tetapi spora bakteri dan bakteri tertentu belum mati, sehingga daya simpannya relatif lebih singkat (Roswita, 2005).
40
Beberapa bakteri yang mati oleh adanya pasteurisasi adalah bakteri pembentuk asam seperti spesies Leuconostoc dan Pediocossus yang umumnya berada pada susu segar. Sedangkan Streptococcus dan Lactobacillus serta spora dari Bacillus dan Crostridia masih dapat bertahan hidup pada susu pasteurisasi LTLT (Roswita, 2005).
Sehingga perlu adanya perhitungan total coloni dan
identifikasi bakteri dari susu pasterurisasi untuk mengetahui keamanan dari susu. Sebagai penegasan bakteri yang bertahan hidup setelah di pasteurisasi dilakukan pengujian lanjutan setelah penumbuhan bakteri pada medium PCA. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengkonfirmasi bakteri yang terkandung. Koloni tersebut memiliki ciri-ciri berwarna putih susu dan mengkilat dengan total koloni berjumlah >300 CFU/mL (TBUD). Gambar koloni bakteri yang tumbuh pada medium PCA ditunjukkan pada lampiran 1 dan 2. Setelah dilakukan proses identifikasi menggunakan medium Plate Count Agar (PCA) dilakukan metode isolasi dengan medium deMand Rogosa Sharpe Agar (MRSA) dengan suhu 30oC selama 24 jam. Medium MRSA dapat digunakan untuk menjadi medium tumbuh Lactobacillus dikarenakan mengandung polysorbat, asetat, magnesium dan mangan yang diketahui sebagai faktor pertumbuham Lactobacillus. Didapatkan hasil isolat bakteri dengan ciri-ciri berwarna putih mengkilat, berbentuk bulat. Berikut merupakan gambar hasil isolasi bakteri kedalam medium MRSA.
41
Susu Segar
Susu Pasteurisasi
Gambar 4.1 Hasil Isolasi Bakteri Lactobacillus Dalam Medium MRSA
Dari hasil isolasi tersebut dilakukan proses pewarnaan bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan gram. Pewarnaan gram bakteri deferensial memiliki tujuan untuk membedakan spesies bakteri berdasarkan sifat fisik dan kimia dinding sel. Dalam penelitian ini, dilakukan pemberian Kristal violet yang merupakan zat warna utama, selanjutnya dilakukan pewarnaan menggunkan iodin dengan tujuan untuk mempertahankan zat warna utama (violet). Dilakukan pencucian warna dengan alkohol 96% dan dilanjutkan dengan pewarnaan menggunkan safranin. Dari hasil pewarnaan bakteri mempertahankan warna kristal ungu sehingga termasuk bakteri gram positif , bakteri tersebut berbentuk basil (batang) yang berada pada bentuk berpasangan dan membentuk rantai. Sehingga bakteri yang terdapat dalam susu kambing etawa dan bertahan hidup ketika mengalami proses pasteurisasi adalah kelompok bakteri asam laktat. Gambar hasil pewarnaan isolat bakteri perbesaran 10x dan 40x terdapat pada lampiran 4.
42
4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Susu Kambing Etawa Pengujian aktivitas antibakteri digunakan 5 cawan petri diantara 3 cawan petri digunakan untuk sampel susu, satu cawan digunakan untuk kontrol bakteri dan satu cawan digunakan untuk kontrol media. Proses pertama yang dilakukan dalam menguji aktivitas antibakteri adalah proses sterilisasi alat menggunkan autoklave dengan suhu 121oC selama 15 menit. Dilanjutkan dengan pembutan suspensi bakteri pada NaCl steril dengan konsentrasi 0,85% dan dihitung transmittan suspensi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm hingga didapatkan % transmitan sebesar 25%. Penggunan garam NaCl dikarenakan unsur elektrolit yang dapat mempertahankan tekanan osmotik dan isotonis sel mikrooganisme (Rudiawan, 2014). Perhitungan suspensi bakteri pada 25% T adalah setara jumlah mikroba 3,0x 108 CFU/mL atau sesuai dengan standart Mc Farland dalam suspensi bakteri tersebut (FI IV, 1995) Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode cakram kertas. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan merendam cakram kertas ukuran 6 mm dalam sampel susu sebanyak 1 mL didalam beaker glass. Selain menyiapkan cakram kertas, media EMB harus disipkan. Escherichia coli slektif terhadap media EMB dikarenakan mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi
untuk
laktosa.memfermentasi
memilah laktosa
mikroba E.Coli
positif
yang terdeteksi
memfermentasikan dengan
ditandai
munculnya warna hijau metalik (Fardiaz, 1987). Dari hasil inkubasi selama 24 jam diamati zona bening yang terbentuk di sekitar cakram kertas. Diameter zona hambat ditunjukkan pada tabel 4.3.
43
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Zona Hambat Aktivitas Antibakteri Susu Kambing Etawa Terhadap Bakteri Escherichia coli rata% Besar Zona Hambat rata SD RSD KV Penelitian 1 Penelitian 2 Penelitian 3 Rata-rata
1
2
3
2.440
2.490
2.500
2.477
0.00389
0.1575
1.2979
2.32
2.45
2.5
2.423
0.02278
0.9225
3.8342
2.440
2.640
2.440
2.507
0.01889
0.7650
4.6065
2.469
0.01519
0.6150
Dari data diatas zona hambat yang dihasilkan dari percobaan pertama memiliki rata-rata zona hambat sebesar 2,469 mm. Besar zona hambat yang ditunjukkan pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa susu kambing memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan kategori respon hambat pertumbuhan bakteri lemah dikarenakan kurang dari 5 mm sesuai dengan tabel 2.6. Susu kambing etawa memiliki sifat antibakteri untuk bakteri gram negative yang menjadi flora normal dalam tubuh. Khususnya Escherichia coli dikarenakan tingkat sensitivitas dari molekul dalam dinding selnya lebih peka daripada bakteri yang lain terhadap laktoferin. Laktoferin merupakan protein whey dengan kerja utama sebagai pertahanan infeksi pada tubuh. Laktoferin memiliki afinitas yang besar dan spesifik terhadap ion Fe3+ sehingga dapat bersifat bakterisida dan bakteriostatik. Mekanisme antibakteri dari laktoferin yang terkandung dalam susu kambing etawa yaitu dengan cara mengikat zat besi yang menjadi nutrisi bagi pertumbuhan bakteri Escherichia coli didalam usus besar. Sehingga Escherichia coli tidak dapat melakukan metabolisme untuk tumbuh. Selain itu, terdapanya
44
bakteri asam laktat yang terkandung secara alami dalam susu kambing etawa dapat bersifat antibakteri untuk menjaga kestabilan saluran pencernaan. Bakteri Asam Laktat (BAL) yang terkandung dalam susu kambing merupakan jenis dari Lactobacillus. Metabolisme BAL yang hidup didalam susu dapat mensintesis laktosa menjadi asam laktat yang dapat memberikan efek antimikroba dalam tubuh. Analisa data yang digunakan yaitu Standart Deviasi (SD) dan RSD. Nilai ratarata SD dan RSD yang didapatkan dari penelitian sebesar 0.0152 dengan RSD sebesar 0.6150. Nilai SD menunjukkan besarnya penyimpangan nilai dari ratarata. Dari perhitungan %RSD yang ditunjukkan pada tabel 4.3 menunjukkan penelitian pertama lebih presisi daripada percobaan kedua dan ketiga dikarenakan memiliki nilai RSD yang lebih kecil daripada kedua penelitian lainnya yaitu sebesar 0,1575%. Sedangkan untuk nilai KV menunjukkan nilai keseksamaan oleh sampel dan digunakan untuk membandingkan dua kelompok data (Harmita, 2004). Dari tabel 4.3 dapat dilihat nilai KV paling besar diperoleh pada penelitian ke 3 sebesar 4,6065. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ketiga didapatkan data yang lebih heterogen dibandingkan dengan penelitian pertama dan kedua sebesar 1.297 dan 3,834.
45
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa susu kambing etawa memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Esherichia Coli. Ditunjukkan dengan adanya zona hambat disekitar area kertas cakram yang sebelumnya telah drendam susu kambing sebanyak 1 mL dengan medium cakram kertas 6 mm. Kemampuan aktivitas antibakteri susu kambing etawa memiliki nilai rata-rata zona hambat sebesar 2,469 mm. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai bakteri asam laktat (BAL) dalam susu kambing yang membantu proses antibakteri. Serta perlu adanya kenaikan dosis perendaman susu agar didapatkan zona hambat maksimal dengan metode difusi sumuran.
45
46
DAFTAR RUJUKAN A.N. Al-Baari,, M. S.,2012. Laxtoperoxidase Immobilited Into Various Beads For Producing Natural Preservatives Solution . Journal Of Applied Food Technology , Vol. 1 No 1. Al- Baari , .N. M., 2011. Effect of Mono and Dissacchandes on The Antimicrobial Activity of Bovine Laxtoperoxidase System. Journal Of Food Protection, (74)(1) : 134-139. Al-Baari, A.N. , O. H., 2010. Scale up Studies on Immobilization of Laxtoperoksidase Using Milk Whey for Producing Antimicrobial Agent . Journal of the Indonesian Tropical Animal agriculture, 35, 181-191. Artikel Sinar Tani., 2011, oktober. Agroinovasi . Badan Litbang Pertanian , pp. Edisi 19-25. Assah NO, Fonteh F, Kamga P, Mendi S, Imele H., 2007. Activation of Laxtoperoksidase System as a Method of Preserving Raw Milk in Areas Without Cooling Facilities. Journal Of Food and Agriculture, 7;1-15. Fitriansyah Bagus, Ahmad Ni'matullah Al-Daari & Anama Mohammad Legowo., 2015. Konsentrasi Minimum Sistem Laktoperoksidase untuk Menekan Pertumbuhan Escherichia coli pada susu sapi segar. Semarang : universitas Diponegoro . Boycheva S. Dimitrov T, , N. M., 2011. Quality Characteristics of Yoghurt From Goat's Milk, Supplemented With Fruit Juice . Crech L. Food Sci, 29:24-30. Cece sumantri, Imas Batubara, Ahmad Farajallah ., 2017. Identifikasi Laktoferin pada Susu Kambing Kacang Dengan Metode Imonodifusi Radial Tunggal dan Natrium Dodesil Sulfat Poliaklamida Elektroforesis Gel . Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia , hal 163-172. Chilliard Y, Ferlay A, R. L., 2003. A Review of Nutritional and Physiological Factors Affecting Goat Milk Lipid Synthesis and Lipolysis . Journal Of Dairy Sci, 86 : 1751-1770. Chye, F. Y., A. Abdullah & M.K Ayob., 2004. Bacteriological Quality and Safety of Raw Milk in Malaysia . Food Microbiology , 21, 534-541. Citra Septika Sari, Kusrahayu, Ahmad Nimatullah Al-Baari., 2014. Imobilitas Komponen Bioaktif Susu Dengan Menggunakan Resin. Semarang : Universitas Diponegoro . Davidson L.A., dan Lonnerda;, B., 1987. Presistance of Human Milk Proteins in The Breast Milk and Fed Infant . Actapaediatrica Scandinautca , 76,733740. Dr. Maksum Radji M.Biomed., 2009. Buku Ajar Mikrobiologi . Jakarta : ECG Kedokteran .
47
Kustiawan Erfan, H. L., 2010. Pengaruh Pemanasan dan Lama Penyimpanan Pasca Fermentasi Terhadap Konsentrasi Laktoferin Susu Kambing dan Kefir . Jurnal Ilmu dan teknologi Hasil ternak, Hal 1-8, Vol 5.No 2. Esmat Aly, Gaspar Ros, & Carmen Frontela., 2013. Structure and Function of Lactoferinas Ingredient in Infant Formulas . Journal of Food Research , Vol. 2 No. 4; 2013. Fauzia Nur Laili, Erna Prawita setyowati & Susi Iravanti., 2014. Sumbawa Horse Milk Typical Indonesian Antibacterial Cosemtic Ingredients Against Acne (Staphylococcus epidermis) . Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada . G.F Greppi, P Roncada & R. Fortin., 2013. Protein Components of Goat's Milk . Italia : Universitas Milan. Haenlein GEW. 2004., Goat Milk in Human Nutrition . Small Ruminant Resh , 51 : 155-163. Himmah Faiqotul ., 2014. Aktivitas Antibakteri Fraksi aktif Temu Mangga (curcuma mangga Val) Terhadap Pertumbuhan Staphyloccocus aureus. Malang : Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia . Jawetz E., J.L. Melnick, E.A., A. L., 1995. Mikrobiologi Kedokteran. San Fransisco : University of California . jawetz., 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC, Jakarta : Edisi 20, 239-240. Khomaini Hasan., 2012,. Retrieved Januari 4, 2016 , from System of Lactoferin, Lysosim, Laktoperoksidase, Enzim :hasankhomaini.blogspot.com/2012/07/Imun-is-asi-mengenal-protein-asihtml L. Adlerova , A. M., 2008. Lactoferrin a review. Veterinarni Medicina,53, (9): 457-468. M. Ferrichani, , D. S., 2011. Inovasi Produk Es Krim Susu Kambing Etawa Ubi Ungu. Yogyakarta : Universitas Pertanian Surakarta . Min S, Harris LJ, Krochta JM. , 2005. Antimicrobial Effect of Lactoferrin, lysosyme, and The Laxtoperoksidase System and Edible Whey Protein Films Incorporating The Laxtoperoxidase System Againts Salmonella Enterica and Escherichia coli O 157 : H7. Journal Food Sci , 70 :332-338. Moeljanto RD, Wiryanto BTW., 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing Terbaik dan Hewan Ruminansa . Jakarta : PT Agro Media Pustaka . Mulyanto, S., 2006. Identifikasi Laktoferin Pada Kolostrum dan Susu Kambing Dengan Metode Single Radiant Immunodifusi dan SDS-Page . bandung : Institut Pertanian Bogor .
48
Petschow B.W., , T. B., 2002. Ability of Lactoferin to Promote The Growth Bifidobacterium spp in vitro is Independent Of Receptor Binding Capacity and Iron Saturation Level. Journal of Medical Mikrobiology , 48,541-549. Rahman, M., Kim. W.S., Ho, T. S., 2007. Visualization of Bovine Lactoferrin Binding to Bifidobacteria . Bioscience, 26 (3): 75-79. S. Kartikeyan, Sujata Shama, Ashwani k. sharman, M. Paramasivam, Savita Yadav, A. Srinivasan Tej P. Singh., 1999. Structural Variability and Functional Convergence in Lactoferrin . India : Departemen of Biophysics, All India Institute of Medical Sciences. Sari Septika Sari, , K. A., 2014. Imobilitas Komponen Bioaktif Susu dengan Resin . Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan . Smith- , K., 1988. Genetic Elements in Escherichia coli . Macmillan Molekular Biology Series, London , 1-9, 49-54. Sri Agung Fitri Kusuma, M. Si., Apt., 2010 . Escherichia coli . Bandung : Universitas Padjajaran Fakultas Farmasi . Srikandi Fardiaz., 1987. Analisa Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU-IPB. Tatang Sopandi, Wardah., 2014. Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktikum . Jakarta : kedoktorean ECG. United States Departement of Agriculture., 1976. Composition of Food : Dairy and Egg Product Agriculture Handbook No 1-8 . Washington : Agriculture Research Service . Valenti P., Antonini G., 2005. Lactoferin an Important Host Defense Against Microbial and Viral attack. . Cellular and Molecular Life Sciences , 62, 2576-2587. Verdier. Metz, I., v. Michel., C. Delbes & M.C Montel., 2009. Do Milking Practies Influence The Bacterial Diversty of Raw Milk. Food Microbiology , 26, 305-310. W.N. H. Zain., 2013. Kualitas Susu Kambing Segar di Peternakan Sumber Sari dan alam Raya Kota Pekanbaru . Jurnal Peternakan , Vol 10 No 1 24 - 30 . wakabayashi, H. , N. K., 2007. Orally Administered Laxtoperoxidase Increses of The Small Intestine of Mice a DNA Microarry Study. Bioscience, Biotechonology, and Biochemistry , 71,2274-2282. Wakabaysi., H., Yamauchi,K., & Takese, M., 2006. Lactoferrin Research Technology and Applications . International Dairy Journal , 16,1241-1251. Walstra, P.,J.T.M & T.J. Geuris., 2006. Dairy Science and Technology 2nd Edition . Boca Rotan : Taylor and Francis Group .
49
Ward P.P., , P. C., 2005. Multifunctional Roles Of Lactoferin . a Critical overview. Cellular and Molecular Life Sciences, 62, 2540-2548. Sodiq dan Abidin., Redaksi. 2002. Kambing Peranakan Etawa. Jakarta : Agro Media Pustaka. Darmajati., 2008. Informasi Susu Kambing Etawa. Buletin Pikiran Rakyat Himpunan Studi Ternak Produktif. Jawa Tengah. Hadiwiyoto, S., 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Edisi ke-2. Yogyakarta : Penerbit Liberty Hadiwiyoto, S., 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Air Susu Hasil Olahannya. Yogyakarta : Penerbit Liberty.
dan
Hanlein GFW., 2016. Role of Goat Milk in Human Nutrition. International Confenrence on Goats, University of Delaware Darkuni, N. 2001, Mikrobiologi. Malang :JICA Darmaji, 2008. Informasi Susu Kambing Etawa. Buletin Pikiran Rakyat. Himpunan Studi Ternak Produktif. Jawa Tengah. Arnold, R.R Cole, M.F. and Ghee, J.R.M, 1997, a Bactericidal Effect For Human Lactoferin., Journal of Science, 157, 263-265 Intan Ayu Permadani, Puguh Surjowardojo, Sarwiyono, 2010. Daya Hambat Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Menggunakan Pelarut Etanol Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Esherichia Coli Penyebab Mastitis Pada Sapi Perah. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. Nelly Puspandari, ani isnawati, 2015. Deskripsi hasil uji angka lempeng total (ALT) pada beberapa susu formula bayi. Jurnal kefarmasian VOl. 5 No 2 Agustus 106-112. Pusat biopmedis dan teknologi dasar kesehatan dan pengembangan kesehatan kementerian kesehatan, Indonesia. Akhmad yusuf, 2011. Tingkat kontaminasi Escherichia coli pada susu segar di kawasan gunung perak, kabupaten sinjai. Fakultas Hasanudin, Universitas Hasanudin, Surakarta Harmita 2004 Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan \cara perhitungannya. departemen farmasi FMIPA-UI issn 1693-9883 majalah kefarmasian VOl 1 no 3 desember 2004 117-135 Gonzalez-Chavez, S., Arevalo-Gallegos, S., & Rascon-Cruz, Q. (2009). Lactoferrin: structure, function and applications. International Journal of Antimicrobial Agents, 33, 301. e1-301. e8. http://dx.doi.org/10.1016/j.ijantimicag.2008.07.020.
50
Ramadzanti, A. (2006). Aktivitas Protease dan Kandungan Asam Laktat pada Yoghurt yang Dimodifikasi Bifidobacterium bifidum. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Legowo, A. M. (2006). Teknik Pengolahan Susu. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro: Semarang. Lulus Khafidhotul Khoiriyah dan Fatchiyah. (2013). Karakter Biokimia dan Profil Protein Yoghurt Kambing PE Difermentasi Bakteri Asam Laktat (BAL). Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya. J.Exp. Life Sci. Vol. 3 No. 1, 2013 ISSN. 2087-2852 Roswita Sunarlim dan Widaningrum. (2012). Cara Pemanasan Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Masa Simpan Susu Kambing (The Way of The way of Heating Temperatures and Time Storage on Goat Milk’s Shelf Life). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Haryadi, Nurlian, Sugianto. (2013). Nilai pH dan Jumlah Bakteri Asam Laktat Kefir Susu Kambing Setelah Difermentasi Dengan Penambahan Gula Dengan Lama Inkubasi yang Berbeda. The Value Of pH and Total of Lactic Acid Bacteri of Goat Milk Kefir After Fermented by Various Concentration of Sugar and Different Length of Incubation. Jurnal Medika Veterinaria Vol. 7, No. 1, Februari 2013 ISSN : 0853-1943 4
51
Lampiran Lampiran 1. Gambar Koloni Bakteri di Medium PCA
Susu Segar Kambing
Susu Pasteurisasi Kambing Etawa
Lampiran 2. Uji Sterilitas Susu Kambing Etawa Dengan Media PCA
52
Lampiran 3. Gambar Susu Kambing Etawa
Lampiran 4. Gambar Hasil Pewarnaan Isolat Bakteri Medium MRSA Pebesaran 10x.
Lampiran 5. Hasil Pewarnaan Isolat Bakteri Medium MRSA Pebesaran 40x.
53
Lampiran 6. Hasil Isolasi Bakteri Escherichia Coli
Lampiran 7. Gambar % Transmitan 25%T
54
Lampiran 8. Gambar Zona Hambat Metode Kertas Cakram Keterangan
Hasil Zona Hambat Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
Percobaan 1
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
Percobaan 2
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
Percobaan 3
55
K(-) kontrol media K(+) kontrol bakteri