0216-6887, DOI: 10.13057/biotek/c050104 Bioteknologi 5 (1): 26-333, Mei 2008, ISSN: I
Aktivitass Antiokssidatif Isoflavon p A pada Eksstrak T Tempe K Kedelai (G Glycine max) m terhadap Kualitas D Daging S Sapi Gilin ng selam ma Penyim mpanan pada p K Kondisi y yang Berrbeda The Effect of Antioxy T ydative Activity on S Soybean (G Glycine m max) Temp peh Extractt to the Qu uality of G Grind Beef during d S Storage in Different Condition C R RINI PRAM MESTI, SURA ANTO♥, SAJJIDAN Program Biosaains, Program Pascasarjana,, Universitas S P Sebelas Maret (UNS) Surakarta 577126. D Diterima: 12 April A 2007. Dissetujui: 24 Desember 2007.
A ABSTRACT
♥ Alamat korespondensii: Jl. Ir. Sutaami 36A, Surakartta 57126 Tel. & Faax.: +62-271-6633755.
Naturally, meeat was oxidiz N zable because it was contaiining unsaturrated fatty a acid. Oxidatio on in meat cou uld cause ran ncidity. It also o could bring about the c changing of structure and color of meat. m Oxidative damage could be p preventing by y antioxidant. Soybean is i one of ing gredient thatt contains i isoflavone wh hich had the character c of antioxidative. a Isoflavone in n soybean w increase if it process to will t tempeh beecause of ferm mentation. Th he aims of t this research were w to know w the antioxidaative activity of tempeh ex xtract from y yellow and bllack soybean to t the quality y grind beef based on Thiob barbituric A Acid Reactivee Substances (TBARS) vaalue, metmio oglobin value e, also its c changing of color, flavorr, and pH value v during g storage in different c conditions. Teempeh was extracted e with h methanol 880% and defa atted with h hexane. Temp peh extract in concentration n 1 g, 1,5 g, 2 g was added d to grind b beef at four hours h post mortem m and storage s for teen days at fre eezer and r refrigerator. A Antioxidative e activity of tempeh extraact in grind beef was t tested by TB BA assay. Be esides that, metmioglobin m n and pH value v was m measured, an nd also the ch hanging of color and flav vor of grind beef was o observed red d. Measureme ent was don ne every two days. The e TBARS, m metmyoglobin n, and pH values v were analized usin ng repeated measures s statistic meth hod from Ge eneral Linierr Model Sysstem with SPSS S 10.0 s software. The score of colo or and flavor was w analyzed d using Non-P Parametric F Friedman Tesst. The result indicated th hat tempeh exxtract from ye ellow and b black soybean n which was added a to grind d beef could p prevent lipid oxidation w with generated the TBARS value of grin nd beef. Temp peh extract forrm yellow a and black soy ybean could prevent oxid dation of myo oglobin in grrind beef. T Tempeh extraact from yellow w and black soybean s could make the sttability of c color and flaavor in grind d beef. Temp peh extract frrom yellow and a black s soybean could prevent th he generation n of pH valu ue in grind beef. b The s storage grind beef sample in i freezer cou uld prevent lip pid oxidation.. K Keywords: antioxidative acctivity, tempeh h extract, grin nd beef qualitty.
PENDA AHULUAN Beberrapa bahan makanan m mu udah mengaalami kerusakaan, antara lain l akibat oksidasi lemak,
yang g biasa diseb but dengan kerusakan oksidatif. o Hal itu karen na bahan m makanan ceenderung men ngikat oksigeen dari udaara. Bahan makanan m yang g cenderung g mengikat oksigen, adalah lemak
WIDIYANTI dkk. – Keanekaragaman padi rojolele dari Klaten
dan minyak. Oksidasi lemak secara praktis ditandai dengan timbulnya aroma tengik pada bahan makanan dan berubahnya struktur dan warna bahan makanan (Winarno dkk., 1980). Daging sapi merupakan bahan makanan yang mengandung lemak (kandungan lemak jenuhnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daging ayam), sehingga mudah mengalami oksidasi lemak. Daging yang teroksidasi, mengalami perubahan warna dan tekstur serta menimbulkan aroma tengik. Cahaya, panas, dan logam, misalnya besi (Fe) dapat mempercepat oksidasi lemak. Mioglobin yang merupakan pigmen pada otot daging, juga dapat mengalami oksidasi. Jika mioglobin mengalami oksidasi berlebihan maka berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Hal itu menandakan bahwa daging mengalami kerusakan. Oksidasi lemak dapat dicegah dengan menambahkan antioksidan pada daging. Antioksidan merupakan salah satu jenis bahan tambahan makanan (food additive) yang digunakan untuk menghambat oksidasi pada bahan makanan berlemak dan makanan yang akan digoreng (Winarno dkk., 1980). Menurut Jacob (1994) antioksidan alami lebih terjamin keamanannya bagi kesehatan manusia. Menurut Jacob (1994) antioksidan alami lebih terjamin keamanannya bagi kesehatan manusia. Isoflavon dalam bentuk bebas (aglikon) mempunyai aktivitas antioksidatif. Kudou et al. (1991) dan Coward et al. (1993) melaporkan kandungan isoflavon aglikon (genistein dan daidzein) dalam kedelai dan olahan kedelai adalah 1-3 mg/g berat kering. Selama ini tempe dibuat dari kedelai kuning. Namun kedelai berkulit hitam juga penting untuk diperhatikan karena merupakan bahan dari produk makanan sehat dari kedelai. Dalam penelitian ini dipelajari aktivitas antioksidatif ekstrak tempe yang berasal dari kedelai kuning dan kedelai hitam pada daging, khususnya daging sapi, untuk membandingkan aktivitas antioksidatifnya. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: beras, daging sapi bagian paha atas (musculus biceps femoris), kedelai kuning varietas Galunggung dari Balai Benih Gading, Wonosari dan kedelai hitam varietas lokal dari Wonogiri, jamur Rhizopus oligosporus (dimurnikan dari ragi
27 tempe), metanol, aquades, buffer fosfat (pH 6,8), heksana, larutan TBA (campuran dari 0,375% asam tiobarbiturat (TBA), 15% asam trikloroasetat (TCA) dan 0,25 N HCl), 1,1,3,3 Tetra Etoksi Propana (1,1,3,3 TEP). Cara Kerja Pembuatan Inokulum. Beras (15 g) dan aquades (15 ml) dicampur dan dimasukkan dalam cawan petri. Substrat beras dalam cawan petri disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Suspensi spora Rhizopus oligosporus diinokulasikan ke nasi, kemudian diinkubasi selama 3-5 hari pada suhu kamar. Substrat dengan inokulum dikeringkan pada suhu 40o-50oC selama 3 hari, kemudian diblender hingga dihasilkan inokulum bubuk. Pembuatan Tempe. Kedelai (200 g) direndam dalam air (500 ml) pada suhu 50o C selama 6 jam. Setelah dingin, kedelai tersebut dihilangkan kulitnya. Kedelai tanpa kulit (30 g) diletakkan dalam cawan petri dan disterilkan dengan autoklaf (121oC, 15 menit). Kedelai steril diinokulasi dengan inokulum bubuk (1 x 103cfu/g kedelai) dan diinkubasi selama 3 hari. Ekstraksi Tempe. Ekstraksi tempe dilakukan menurut metode dari Coward et al., 1993. Tempe dikeringkan pada suhu 600 C selama 2 hari, kemudian diblender sampai menjadi bubuk. Bubuk tempe (1,0 g; 1,5 g; 2,0 g) diekstraksi dalam 5 ml/g metanol 80% dan diaduk dengan stirer selama 2 jam. Setelah disaring, filtrat dievaporasi dengan rotary evaporator sampai kering. Residu dilarutkan dalam metanol 40%heksana (1:2 v/v), kemudian dikocok. Lapisan bawah merupakan ekstrak tempe tanpa lemak, diambil dan dilarutkan kembali dengan heksana, kemudian dikocok. Lapisan bawah merupakan ekstrak tempe tanpa lemak, diambil dan dievaporasi lagi sampai kering. Residu dilarutkan dalam 1 ml metanol. Persiapan Sampel. Daging sapi (25 g; musculus biceps femoris; 4 jam post mortem) digiling dan dicampur dengan 1 ml ekstrak tempe (1 g;1,5 g;2 g) dan kontrol (ditambah 1 ml metanol), dimasukkan dalam plastik. Sampel disimpan pada freezer dan lemari es selama 10 hari. Setiap 2 hari sekali diamati perubahan nilai TBARS, nilai metmioglobin, warna, aroma, dan nilai pH daging sapi giling tersebut. Masing-masing perlakuan dibuat ulangan sebanyak 3 kali. Uji TBARS. Pengukuran nilai TBARS berdasarkan metode dari Lee et al., (1998). Daging sampel (10 g) dicampur dalam 10 ml aquades dingin dan diblender sampai lembut.
28 Sampel disaring dan ditambah aquades sampai volume 20 ml. Filtrat sampel (2 ml) dicampur dengan 2,5 ml larutan TBA (0,375 % TBA, 15 % TCA, 0,25 N HCl) dan dipanaskan dengan water bath pada suhu 100oC selama 15 menit, maka akan menghasilkan warna merah. Setelah didinginkan dalam air mengalir selama 5 menit sampel disentrifuse (6.000 rpm, 5 menit). Supernatan diukur penyerapan cahaya pada panjang gelombang 530 nm dengan spektrofotometer. Nilai absorbansi yang diperoleh dikurangi dengan nilai absorbansi larutan blanko (larutan TBA) dan dikonversikan ke persamaan senyawa standart yaitu 1,1,3,3 tetra etoksi propana (TEP). Nilai absorbansi tersebut dikonversikan ke nilai TBA, berdasarkan persamaan regresi senyawa standart, yaitu TEP yang merupakan prekusor malonaldehid (MDA). Nilai TBA diekspresikan dalam nmol MDA/g daging. Uji Metmioglobin. Persentase metmioglobin ditentukan berdasar metode dari Krzywicki (1982) dalam Lee et al., (1998). Daging sampel (10 g) dicampur dengan 50 ml buffer fosfat dingin (pH 6,8), kemudian diblender sampai lembut. Campuran tersebut dibiarkan selama 1 jam pada suhu 4°C dan disentrifuse (5.000 rpm, 5 menit). Supernatan disaring dengan kertas saring Whattman no.42. Filtrat dalam sampel diukur penyerapan cahayanya pada panjang gelombang 525, 572, dan 700 nm dengan spektrofotometer. Nilai persentase metmioglobin diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % MetMb = {1,395-[(OD572-OD700)/(OD525-OD700)] x 100%} Uji Warna dan Aroma. Uji warna dan aroma daging sapi giling dilakukan dengan metode Sensory Analysis (Wu dan Brewer, 1994) dengan beberapa modifikasi. Pengujian warna dan aroma daging sapi giling sampel dilakukan dengan cara membandingkan warna dan aroma daging sapi giling sampel (5 g) dengan warna dan aroma daging sapi giling yang ditetapkan sebagai standar, yaitu daging sapi giling (5 g; musculus biceps femoris) yang dicampur dengan 0,5 ml BHT 0,1 % dalam metanol pada umur daging 4, 8, 12, 16, 20 jam post mortem dan kemudian disimpan dalam freezer. Masingmasing sampel daging sapi giling standar diberi skor 2 (4 jam post mortem), 4 (8 jam post mortem), 6 (12 jam post mortem), 8 (16 jam post mortem), 10 (20 jam post mortem) untuk warna daging sapi giling standar, dan diberi skor 10 (4 jam post mortem), 8 (8 jam post mortem), 6 (12 jam post mortem), 4 (16 jam post mortem), 2 (20 jam post mortem) untuk
Bioteknologi 5 (1): 26-33, Mei 2008
aroma daging sapi giling standar. Jika daging sapi giling sampel sedikit lebih kuat atau sedikit lebih rendah warna dan aromanya, maka diberi skor +0,5 atau -0,5. Jika warna dan aroma daging sapi giling sampel di antara 2 daging sapi giling standar, maka diberi skor di antara kedua daging sapi giling standart tersebut. Setelah warna dan aroma daging sapi giling sampel dibandingkan dengan warna dan aroma daging sapi giling standar, kemudian diberi skor yang sesuai. Untuk warna skor 2 merupakan warna merah keunguan, skor 4 merupakan warna merah terang, skor 6 merupakan warna merah kecoklatan, skor 8 merupakan warna coklat, skor 10 merupakan warna coklat tua daging sapi giling standar.Untuk aroma skor 10 merupakan aroma segar/tidak tengik, skor 8 merupakan aroma mulai tengik, skor 6 merupakan aroma tengik, skor 4 merupakan aroma sangat tengik, skor 2 merupakan aroma sangat tengik sekali daging giling standar. BHT yang ditambahkan pada daging sapi giling standart merupakan antioksidan sintetik untuk menghambat proses oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan pada daging. Pengukuran Nilai pH. Pengukuran nilai pH dilakukan dengan pHmeter. Setelah pHmeter dikalibrasi, katoda dimasukkan ke dalam daging sapi giling yang telah diblender dengan aquades steril, untuk kemudian dicatat nilai pHnya. Analisis Data Data hasil perhitungan nilai TBARS, metmioglobin, dan pH dianalisis statistik dengan metode Repeated Measures (pengukuran berulang) dari General Linier Model menggunakan software SPSS 10.0. Jika terdapat perbedaan dalam perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar jenis perlakuan. Skor warna dan aroma dianalisis statistik dengan Non-Parametrik Friedman Test. HASIL DAN PEMBAHASAN Isoflavon diekstrak dari tempe yang dibuat dari kedelai kuning dan kedelai hitam. Kedelai kuning dan hitam yang telah mengalami proses perendaman dalam air bersuhu 50oC, setelah dingin diinokulasi dengan inokulum yang dibuat dari jamur Rhizopus oligosporus dan diinkubasi selama 3 hari, pada suhu kamar. Daging sapi giling yang telah ditambah dengan ekstrak tempe disimpan pada suhu 4oC (di dalam lemari es) dan di dalam freezer. Suhu
WIDIYANTI dkk. – Keanekaragaman padi rojolele dari Klaten
4oC merupakan suhu umum yang terdapat dalam tempat penyimpanan daging pada lemari es. Sedangkan di dalam freezer, suhunya lebih rendah lagi, mencapai di bawah 0oC (-10oC). Dengan demikian diharapkan bahwa oksidasi lemak di dalam freezer hanya berlangsung dengan lambat (rendah). Nilai TBARS Nilai TBARS daging sapi giling mengalami kenaikan selama 10 hari waktu penyimpanan. Baik yang disimpan di dalam freezer maupun pada suhu 4oC (di dalam lemari es). Dari data dapat diamati bahwa nilai TBARS daging sapi giling yang disimpan pada suhu 4oC lebih tinggi bila dibandingkan dengan daging sapi giling yang disimpan di dalam freezer. Hal itu menunjukkan bahwa oksidasi lemak tetap berlangsung meskipun pada suhu rendah. Sedangkan pada freezer, oksidasi lemak cenderung dapat dihambat. Menurut Simic et al., (1992), proses oksidasi lemak merupakan proses yang terjadi secara alamiah, sehingga tidak dapat dihentikan, namun hanya dihambat. Nilai TBARS daging sapi giling kontrol lebih besar daripada daging sapi giling yang ditambah ekstrak tempe (Tabel 2). Hal itu karena daging sapi giling kontrol tidak memperoleh ekstrak tempe yang mengandung antioksidan, sehingga tidak terdapat mekanisme antioksidasi. Nilai TBARS daging sapi giling yang ditambah dengan ekstrak tempe kedelai hitam juga mengalami kecenderungan seperti daging sapi giling yang ditambah dengan ekstrak tempe kedelai kuning. Dari Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai TBARS daging sapi giling yang ditambah dengan ekstrak kedelai hitam lebih kecil bila dibandingkan dengan daging sapi giling yang ditambahkan dengan ekstrak kedelai kuning. Pada penyimpanan hari ke-0 dapat diamati bahwa oksidasi lemak daging sapi giling yang ditambah ekstrak tempe kedelai hitam lebih
29 dapat dihambat bila dibandingkan dengan daging sapi giling yang ditambah dengan ekstrak tempe kedelai kuning. Kemudian nilai TBARSnya akan meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Menurut Futura et al. (2002), kedelai berkulit hitam mengandung banyak anthosianin. Anthosianin tinggi mempunyai aktivitas antioksidatif yang besar sehingga mampu untuk mencegah terjadinya oksidasi pada makanan berlemak. Pigmen anthosianin mempunyai antioksidan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tocoferol (Wang and Prior (1997); Tsuda et al (1994)). Penyimpanan daging sapi giling yang terbaik dapat dilakukan sampai penyimpanan pada hari ke-4 di dalam freezer dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam. Hal ini dapt dilihat berdasarkan nilai TBARSnya. Daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai kuning, penyimpanan daging sapi giling yang terbaik juga dapat dilakukan sampai hari ke-4 berdasarkan nilai TBARSnya. Setelah hari ke-4 oksidasi lemak akan terjadi dengan semakin cepat yang ditunjukkan dengan kenaikkan nilai TBARS yang lebih besar lagi. Oksidasi lemak pada daging sapi giling masih dapat berlangsung meskipun daging disimpan di dalam suhu rendah. Hal ini dapat dikarenakan kondisi anaerob pada lemari es dan freezer, mampu memicu radikal yang terbentuk pada saat inisiasi untuk bergabung dengan atom hidrogen dari molekul lemak takjenuh lain yang berdekatan. Kondisi seperti ini dapat berlangsung lebih cepat lagi jika terdapat logam seperti besi, yang dapat menyebabkan reaksi berantai autosidasi. Dengan kondisi seperti ini, oksidasi lemak masih dapat terus berlangsung, meskipun hanya lambat. Selain itu, kondisi anaerob akan akan memunculkan ketengikan yang bersifat oksidatif, karena ketengikan oksidatif hanya akan berlangsung pada suhu rendah.
Tabel 1. Nilai TBARS (nmol MDA/g daging) daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai kuning selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyim- Ekstrak tempe panan (g) 0 0 0,928 1 0,553 Freezer 1,5 0,308 2 0,122 0 12,444 1 9,420 40C (lemari es) 1,5 5,583 2 3,968
2 4,207 3,519 2,252 1,589 28,690 23,612 19,238 15,565
Lama penyimpanan (hari ke-) 4 6 8 12,444 23,612 72,492 8,518 20,079 58,121 7,715 16,256 50,833 4,996 14,251 33,439 59,941 122,726 216,937 50,833 100,862 182,373 41,366 87,363 144,402 33,439 72,492 133,221
10 156,299 136,870 116,094 95,237 446,510 322,204 287,839 250,441
Bioteknologi 5 (1): 26-33, Mei 2008
30
Tabel 2. Nilai TBARS (nmol MDA/g daging) daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyim- Ekstrak tempe panan (g) 0 0 0,177 1 0,089 Freezer 1,5 0,045 2 0,022 0 0,928 1 0,458 40C (lemari es) 1,5 0,222 2 0,107
2 1,069 0,657 0,458 0,308 6,562 4,722 3,311 1,589
Lama penyimpanan (hari ke-) 4 6 8 5,309 22,860 70,376 3,759 15,705 59,941 2,795 11,322 41,487 1,609 7,764 27,676 35,969 136,870 294,709 20,079 103,670 268,634 15,565 72,492 233,537 11,883 52,653 169,470
10 160,429 126,150 97,859 87,922 680,746 556,909 474,916 337,814
Tabel 3. Nilai metmioglobin relatif (%) daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai kuning selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyim- Ekstrak tempe panan (g) 0 0 62,401 1 54,666 Freezer 1,5 46,946 2 31,497 0 63,654 1 55,563 40C (lemari es) 1,5 51,693 2 41,746
2 63,982 55,605 47,679 37,812 65,593 56,016 52,505 43,732
Lama penyimpanan (hari ke-) 4 6 8 65,215 67,507 69,197 56,207 57,553 58,700 49,069 50,256 51,863 41,066 43,459 44,838 66,919 67,959 68,850 57,427 58,744 61,370 52,988 53,324 53,915 45,315 46,450 48,548
10 70,236 60,507 53,096 45,639 73,227 62,330 54,684 50,643
Tabel 4. Nilai metmioglobin relatif (%) daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyim- Ekstrak tempe panan (g) 0 0 46,301 1 40,352 Freezer 1,5 36,479 2 23,904 0 46,993 1 45,051 40C (lemari es) 1,5 42,085 2 31,484
2 47,857 41,798 37,461 28,351 47,456 45,346 43,212 34,876
Nilai Metmioglobin Relatif Daging sapi giling umur 4 jam post mortem menunjukkan nilai metmioglobin relatif lebih dari 25%. Hal itu berarti 25% mioglobin teroksidasi menjadi metmioglobin. Pada hari ke4, mioglobin yang teroksidasi menjadi metmioglobin semakin banyak, yaitu lebih dari 65% (Tabel 3). Nilai metmioglobin relatif daging sapi giling kontrol merupakan yang tertinggi, sedangkan daging sapi giling yang ditambah dengan ekstrak tempe kedelai kuning cenderung lebih rendah. Ekstrak tempe kedelai kuning yang ditambahkan cukup mampu menghambat oksidasi mioglobin menjadi metmioglobin.
Lama penyimpanan (hari ke-) 4 6 8 48,670 50,079 50,942 43,518 43,892 44,347 38,036 38,313 39,040 32,680 34,395 35,133 48,521 48,628 49,230 45,936 46,012 46,256 43,351 43,472 44,042 38,754 39,440 40,544
10 53,293 45,274 39,499 35,917 55,525 46,608 44,326 41,212
Nilai metmioglobin relatif daging sapi giling yang ditambah dengan ekstrak kedelai hitam juga mengalami pertambahan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan sampai hari ke-10 (Tabel 4). Selama penyimpanan tetap terjadi oksidasi mioglobin menjadi metmioglobin, meskipun daging sapi giling sampel disimpan pada suhu rendah (4oC). Sedangkan daging sapi giling yang disimpan di dalam freezer, nilai metmioglobin relatifnya lebih rendah bila dibandingkan dengan daging sapi giling yang disimpan pada suhu 4oC. Hal ini berarti oksidasi mioglobin daging sapi giling yang disimpan di dalam freezer
WIDIYANTI dkk. – Keanekaragaman padi rojolele dari Klaten
dapat dihambat. Oksidasi mioglobin menjadi metmioglobin dapat terjadi pada konsentrasi oksigen yang rendah (Ranken, 1989). Bila dilihat dari nilai metmioglobin relatif daging sapi giling, dapat diamati bahwa nilai metmioglobin relatif daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam lebih rendah bila dibandingkan dengan ekstrak tempe kedelai kuning. Pada uji metmioglobin, pada tahap awal adalah memblender daging sapi giling. Menurut Lee et al. (1998), proses seperti memblender daging sampel dapat menaikkan nilai metmioglobin relatif. Hal itu dapat berhubungan dengan rusaknya globin. Jika besi berada tahap Fe3+, maka globin mengalami kerusakan dan mioglobinnya sudah berubah menjadi metmioglobin. Terdapat hubungan yang penting antara oksidasi mioglobin dan oksidasi lemak pada daging (Ranken, 1989). Lepasnya besi dari mioglobin memicu terjadinya oksidasi lemak yang akan menyebabkan perubahan struktur seperti warna serta munculnya kerusakan yang ditunjukkan dengan munculnya aroma tengik yang semakin kuat selama waktu penyimpanan. Warna Menurut Lee et al. (1998), stabilitas warna daging berhubungan langsung dengan masa simpannya. Pada waktu penyimpanan dari hari ke-0 sampai hari ke-4, daging masih berwarna merah agak keunguan karena belum adanya oksimioglobin yang dapat terbentuk pada suhu rendah. Daging akan semakin berwarna merah terang jika terkena udara. Jika oksidasi berlanjut maka akan terbentuk oksimioglobin dan kemudian akan terbentuk metmioglobin yang berwarna coklat. Oleh karena itu, semakin lama daging disimpan, warnanya berubah menjadi
31 coklat. Hal ini terjadi baik pada daging sapi giling yang disimpan di lemari es maupun freezer (Tabel 5 dan 6). Pada hari ke-0 seluruh daging sapi giling sampel mempunyai skor 2, yang berarti warnanya sama dengan warna daging sapi giling standar umur 4 jam post mortem, yaitu merah agak ungu. Pada hari ke-2 sampai hari ke-10 skor warna daging sapi giling kontrol cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan skor warna daging sapi giling yang diberi ekstrak tempe baik kedelai kuning maupun hitam. Hal itu menunjukkan bahwa ekstrak tempe mampu mempertahankan warna daging sapi giling. Nilai pH juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan warna daging sapi giling selama waktu penyimpanan. Suasana asam mempengaruhi perubahan warna daging selama waktu penyimpanan. Menurut Lawrie (1995), pH merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat denaturasi globin, sehingga produksi metmioglobin dari mioglobin atau oksimioglobin lebih banyak. Aroma Aroma daging sapi giling pada hari ke-0 belum tengik, karena daging masih relatif segar/tidak tengik, sama seperti daging standar umur 4 jam post mortem. Aroma seluruh daging sapi giling pada hari ke-4 sampel sudah mulai tengik. Daging sapi giling standar mulai tengik pada umur 8 jam post mortem (skor 8). Daging sapi giling kontrol pada penyimpanan sampai hari ke-4 sedikit lebih tengik dibandingkan dengan aroma daging sapi giling yang ditambah ekstrak tempe kedelai kuning pada penyimpanan dalam freezer yang sudah mengalami ketengikan (Tabel 7 dan 8).
Tabel 5. Skor warna daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai kuning selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Lama penyimpanan (hari ke-) Ekstrak tempe (g) 0 2 4 6 8 10 0 2 4 (MT) 5 MT+ 6 MC 6,5 (MC+) 7 1 2 MU 3 5 6 7 (MC++) 7 MC++ Freezer 1,5 2 3 MU+ 4 MT 5 MT+ 6 MC 7 2 2 3 4 5 6 7 0 2 4 MT+ 5 (MT+) 6 (MC) 7 MC++ 8 (C) 1 2 MU 4 4 6,5 (MC+) 7 7,5 Lemari es 1,5 2 3 MU+ 4 (4oC) MT 5 MT+ 6 MC 7,5 MC+++ 2 2 3 4 5 6 7,5 Keterangan: MU: Merah keunguan (merah daging segar), MC: Merah kecoklatan, MU++: Merah keunguan ++, MC+: Merah kecoklatan +, MT: Merah terang, MC++: Merah kecoklatan ++, MT+: Merah terang +, C: Coklat, MT++: Merah terang ++, C+: Coklat + Kondisi penyimpanan
Bioteknologi 5 (1): 26-33, Mei 2008
32
Tabel 6. Skor warna daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Lama penyimpanan (hari ke-) Ekstrak tempe (g) 0 2 4 6 8 10 2 6 (MC) 6,5 (MC+) 7,5 (MC+++) 3,5 (MU++) 4,5 (MT+) 0 7 8 C 2 MU 4 (MT) 5 (MT++) 6,5 1 Freezer 3,5 MU++ 4 MT 2 6,5 MC+ 7 MC++ 8 1,5 2 3,5 4 6,5 7 7,5 (MC+++) 2 2 4 (C) 5 (MT++) 6,5 (MC+) 7 (MC++) 8 0 4,5 MT+ 7 7,5 2 MU 4 MT 8,5 C+ 1 Lemari es (4oC) 2 4 4,5 7 MC++ 7,5 MC+++ 8,5 1,5 2 3,5 (MU++) 4 (MT) 7 7,5 8 (C) 2 Keterangan: MU: Merah keunguan (merah daging segar), MC: Merah kecoklatan, MU++: Merah keunguan ++, MC+: Merah kecoklatan +, MT: Merah terang, MC++: Merah kecoklatan ++, MT+: Merah terang +, C: Coklat, MT++: Merah terang ++, C+: Coklat + Kondisi penyimpanan
Tabel 7. Skor aroma daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai kuning selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyimpanan
Ekstrak tempe (g) 0 0 10 9 1 10 TT/S 9 Freezer 1,5 10 9 2 10 9 0 10 8 Lemari es 1 10 TT/S 8 (4oC) 1,5 10 9 2 10 9 Keterangan: TT/S: Tidak tengik/Segar, T: Tengik, tengik, MT+: Mulai tengik +, ST+: Sangat tengik +
Lama penyimpanan (hari ke-) 4 6 8 7 MT+ 6 T 5 (T+) KS 8 6 6 8 MT 7 MT+ 6 T 8 7 6 MT 7 (MT+) 5 (T+) 4 ST 7 6 4 KS 8 MT 6 T 5 T+ 8 6 5 KS: Kurang segar, T+: Tengik +, MT: Mulai tengik, 2
10 4 4 ST 4 4 3 (C) 4 4 ST 4 ST: Sangat
Tabel 8. Skor aroma daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai kuning selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyimpanan
Ekstrak tempe (g) 0 0 10 9 1 10 TT/ S 9 Freezer 1,5 10 9 2 10 9 K(0 g) 10 8 1 10 TT/S 8 0 4 C (lemari es) 1,5 10 9 2 10 9 Keterangan: TT/S: Tidak tengik/Segar, T: Tengik, tengik, MT+: Mulai tengik +, ST+: Sangat tengik +
Lama penyimpanan (hari ke-) 4 6 8 10 8 7 (MT+) 6 (T) 4 ST KS 8 MT 8 7 (MT+) 4 8 8 MT 6 MT 5 T+ 8 8 6 5 MT 7 (MT+) 6 (T) 5 (T+) 3 ( ST+) 8 7 (MT+) 6 (T) 4 KS 8 MT 8 MT 7 MT+ 4 SB 8 8 7 4 KS: Kurang segar, T+: Tengik +, MT: Mulai tengik, ST: Sangat 2
Pada daging sapi giling yang ditambah dengan ekstrak tempe kedelai hitam skor aromanya juga lebih rendah bila dibandingkan dengan daging giling kontrol. Ekstrak tempe kedelai hitam cukup mampu untuk menjaga
stabilitas aroma pada daging giling sampel. Penyimpanan yang dilakukan di dalam freezer juga mampu untuk menjaga stabilitas aroma, bila dibandingkan daging sapi giling sampel yang disimpan di dalam lemari es.
WIDIYANTI dkk. – Keanekaragaman padi rojolele dari Klaten
pH Nilai pH daging sapi giling yang ditambah ekstrak tempe kedelai kuning pada umumnya cenderung menurun selama 10 hari waktu penyimpanan, baik di dalam freezer maupun di dalam lemari es. Nilai pH daging sapi giling yang ditambah ekstrak tempe kedelai kuning berkisar antara 6,1-6,2 pada pengukuran di hari ke-0, yaitu setelah 4 jam post mortem. Tabel 9. Nilai pH daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai kuning selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyimpanan
Ekstrak Lama penyimpanan (hari ke-) tempe (g) 0 2 4 6 8 10 0 6,1 6,0 5,4 5,4 5,3 5,1 1,0 6,1 6,0 5,4 5,4 5,3 5,2 Freezer 1,5 6,1 6,0 5,5 5,4 5,3 5,2 2,0 6,1 6,0 5,5 5,4 5,3 5,2 0 6,2 6,1 5,5 5,5 5,4 5,2 1,0 6,2 6,1 5,5 5,5 5,4 5,3 40C (lemari es) 1,5 6,2 6,1 5,6 5,5 5,4 5,3 2,0 6,2 6,1 5,6 5,5 5,4 5,3
Nilai pH daging sapi giling sampel mencapai nilai 5,1-5,3 pada pengukuran pada hari ke-10. Daging sapi giling yang disimpan di dalam freezer cenderung memiliki nilai pH yang lebih rendah bila dibandingkan dengan daging sapi giling yang disimpan di dalam kulkas (Tabel 9). Tabel 10. Nilai pH daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam selama penyimpanan pada kondisi yang berbeda Kondisi penyimpanan
Ekstrak Lama penyimpanan (hari ke-) tempe 0 2 4 6 8 10 (g) 0 6.2 6,1 5,5 5,5 5,4 5,2 1,0 6,2 6,1 5,5 5,4 5,4 5,3 Freezer 1,5 6,2 6,1 5,6 5,5 5,4 5,3 2,0 6,2 6,1 5,6 5,5 5,4 5,3 0 6,3 6,2 5,6 5,6 5,5 5,3 1,0 6,3 6,2 5,6 5,6 5,5 5,4 40C (lemari es) 1,5 6,3 6,2 5,7 5,6 5,5 5,4 2,0 6,3 6,1 5,6 5,6 5,5 5,4
33 Nilai pH daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam cenderung mengalami penurunan selama 10 hari penyimpanan. Pada pengukuran hari ke-0, nilai pH daging sapi giling dengan penambahan ekstrak tempe kedelai hitam berkisar antara 6,26,3 dan terus menurun sampai pengukuran hari ke-10 (Tabel 10). KESIMPULAN Ekstrak tempe kedelai kuning dan kedelai hitam yang ditambahkan pada daging sapi giling sampel dapat menghambat oksidasi lemak, yaitu dengan menurunkan nilai TBARS. Ekstrak tempe kedelai kuning dan kedelai hitam yang ditambahkan pada daging sapi giling sampel cukup dapat menghambat oksidasi mioglobin menjadi metmioglobin. Ekstrak tempe kedelai kuning dan kedelai hitam yang ditambahkan pada daging sapi giling sampel dapat menjaga kestabilan warna dan aromanya. Ekstrak tempe kedelai kuning dan kedelai hitam yang ditambahkan pada daging sapi giling sampel dapat menghambat penurunan nilai pH. DAFTAR PUSTAKA Coward, L., Barner, N.C., Setchell, D.R and Barners, S. 1993. Genistein, Daidzein, and Their ß−Glycoside Conjugates: Antitumor Isoflavones in Soybean Foods From American and Asian Diets. J. Agric. Food Chem. 41. 1961-1967. Jacob, R.A. 1994. Nutrition, Health and Antioxidants. INFORM. 5: 1271-1275. Kudou, S., Fleury, Y., Welti, D., Magnolato, D., Uchida, T., Kitamura, K and Ukubo, K. 1991. Malonyl Isoflavone Glycosides in Soybean Seeds (Glycine max Merrill). Agric. Biol. Chem. 55 (9). 2227-2233. Lee, Y.B., Hendricks, D.G. and Cornforth, D.P. 1998. Antioxidant Effects of Carnosine and Phytic Acid in a Model Beef System. J. Food Sci. 63. 394-398. Simic, M.G., Jovanovic, S.V and Niki, E. 1992. Mechanisms of Lipid Oxidative Processes and Their Inhibition. Dalam. Angelo, A.J. 1992. Lipid Oxidation in Foods. Washington :American Chemical Society. 14−29. Winarno, F.G., Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT Gramedia. 66−73. Wu, S.Y. dan Brewer, M.S. 1994. Soy Protein Isolate Antioxidant Effect on Lipid Peroxidation of Ground Beef and Microsomal Lipids. J. Food Sci. 59 (4). 702-706.