AKSI KORPORASI BERSAMA TIGA PENGELOLA STASIUN TELEVISI – STRATEGI PERUSAHAAN DITINJAU DARI SISI UNDANG-UNDANG PASAR MODAL DAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN ERIKA JIMENA ARILYN STIE TRISAKTI
[email protected]
PENDAHULUAN
penduduk Indonesia. Sampai tahun 2011 ini, selain stasiun televisi milik negara, TVRI, terdapat sepuluh stasiun televisi swasta nasional yang siarannya dapat diterima di semua wilayah Indonesia, yaitu: ANTV, Global TV, Indosiar, Metro TV, RCTI, SCTV, TPI, TVOne, Trans 7, dan Trans TV. Jumlah ini masih ditambah lagi dengan beberapa stasiun televisi lokal/regional di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain:
televisi di Indonesia beberapa tahun Media terakhir ini semakin meningkat jumlahnya,
baik yang dimiliki oleh pelaku bisnis (pengusaha) domestik maupun asing. Berbagai macam program acara ditawarkan, baik oleh media televisi konvensional maupun televisi berlangganan atau lebih dikenal dengan sebutan tivi kabel untuk merebut perhatian ratusan juta
No.
Nama Wilayah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bangka Belitung Banten Bengkulu DKI Jakarta Jawa Barat Kepulauan Riau Lampung Riau Sumatera Barat Sumatera Selatan
Jumlah Stasiun Televisi Regional
2 1 1 5 4 1 2 4 2 1
TOTAL
23
Sumber : Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / BAPPENAS, Direktorat Politik dan komunikasi
40
2011
Ramainya persaingan media elektronik ini tidak luput dari perhatian taipan media massa asal Amerika sekaligus pemilik News Corporation - salah satu media terbesar di dunia - Rupert Murdoch. Pada tahun 2005 yang lalu, ia sempat membeli saham ANTV dan beberapa tahun kemudian melepaskannya. Luasnya pangsa pasar televisi Indonesia, dengan jangkauan penonton yang diperkirakan mencapai 180 juta orang (tertinggi ketiga di Asia), memang merupakan lahan bisnis yang menggiurkan bagi para pemodal asing, dengan pertumbuhan iklan televisi mencapai angka tigapuluh persen per tahun. Hal ini dibuktikan dengan rencana kembalinya Murdoch ke Indonesia melalui pembelian sedikitnya 5% saham PT Visi Media Asia, perusahaan media milik keluarga Bakrie melalui penawaran umum perdana (initial public offering/ lPO) pada bulan Juni-Juli 2011. Hal ini menjadi perhatian pihak pemerintah, khususnya DPR yang mengusulkan pembatasan porsi asing di bisnis media agar tidak meruntuhkan industri media nasional. Untuk itu pemerintah harus melihat kembali kebijakan serta undang – undang yang mengatur media asing dan nasional tersebut. Berkaitan dengan hal di atas, sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Undangundang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta. Kabar tentang penggabungan usaha (merger) 3 perusahaan pengelola stasiun televisi, yaitu PT Indosiar Karya Media, Tbk (IDKM), PT Elang Mahkota Teknologi, Tbk (EMTK) dan PT Surya Citra Media, Tbk (SCMA) telah berhembus sejak pertengahan tahun 2010 yang lalu. Elang Mahkota Teknologi merupakan induk usaha dari Surya Citra Media, pengelola stasiun televisi SCTV dan O Channel. Sementara itu, Indosiar Karya Media mengelola stasiun televisi Indosiar. Dewan Komisaris perseroan PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) telah menyetujui hal tersebut. Tetapi sampai saat ini realisasi merger belum dilaksanakan dikarena-
Erika Jimena Arilyn
kan adanya pertentangan antara Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta dengan Undang – Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. MERGER DAN AKUISISI Beberapa tahun belakangan ini telah banyak perusahaan melakukan strategi dalam hal kepemilikan perusahaan sebagai respon terhadap perubahan kompetisi dan resiko yang terjadi di dalam industri. Strategi ini antara lain (1) Strategic alliance, strategi dimana dua atau lebih perusahaan berkolaborasi dalam suatu proyek untuk meningkatkan keuntungan, (2) Joint Venture, aliansi strategis di mana dua atau lebih perusahaan berkolaborasi untuk membentuk perusahaan baru, (3) Employee Stock Ownership Program (ESOP), memungkinkan para karyawan di suatu perusahaan memperoleh saham atas perusahaan tersebut sebagai bentuk kepemilikan perusahaan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produkivitas perusahaan, (3) Institutional Ownership, kepemilikan saham perusahaan dalam jumlah besar oleh investor strategis, (4) Merger, dua perusahaan bergabung untuk membentuk / mendirikan perusahaan baru, (6) Acquisition, suatu perusahaan membeli perusahaan lainnya, (7) Divesture, perusahaan menjual satu atau lebih unit bisnisnya yang tidak berhubungan dengan bisnis utamanya, atau yang tidak memberikan keuntungan lebih bagi perusahaan, dan (8) Spin-off, menjadikan satu atau lebih unit bisnisnya menjadi perusahaan independen yang baru. Gitman (2009,762) menyatakan “Merger occurs when two or more firms are combined and the resulting firm maintains the identity of one of the firms. Usually, the assets and liabilities of the smaller firm are merged into those of the larger firm.” Merger dan akuisisi merupakan dua hal yang biasanya disebutkan dan diartikan serupa. Menurut Daft (2003, 258), merger dan
41
Media Bisnis
akuisisi merepresentasikan hubungan kolaboratif tingkat tinggi antar perusahaan. Gitman (2009,763) membagi merger menjadi dua tipe yaitu (1) Friendly merger: A merger transaction endorsed by the target firm’s management, approved by its stockholders, and easily consummated dan (2) Hostile merger: A merger transaction that the target firm’s management does not support, forcing the acquiring company to try to gain control of the firm by buying shares in the marketplace. Tujuan merger menurut Gitman (2009,763) adalah (1) Strategic merger: A merger transaction undertaken to achieve economies of scale dan (2) Financial merger: A merger transaction undertaken with the goal of restructuring the acquired company to improve its cash flow and unlock its hidden value. Dalam hal rencana aksi korporasi PT Indosiar Karya Media, Tbk oleh PT Elang Mahkota Teknologi,Tbk yang merupakan induk usaha dari Surya Citra Media, pengelola dari stasiun televisi SCTV dan O Channel, mereka telah menyampaikan rencana mereka kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penjelasan keterbukaan informasi masing-masing emiten pada bulan Februari 2011 yang lalu, namun hingga saat ini kajian pengembangan bisnis tersebut masih dalam pembahasan intensif ketiga perusahaan, termasuk terkait mekanisme yang akan ditempuh, apakah melalui proses akuisisi atau penggabungan usaha atau merger. PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG PASAR MODAL Para pengamat pasar modal memandang rencana ini sebagai salah satu tujuan PT Elang Mahkota Teknologi, Tbk mendapatkan keuntungan yang lebih lagi, selain yang berasal dari SCTV, juga untuk meningkatkan bisnis di sector media serta likuiditas saham di lantai bursa. Berdasarkan data laporan keuangan tiga emiten tersebut per September 2010, gabungan total aset ketiga perusahaan mencapai Rp7,64 triliun. Dari total nilai aset tersebut, aset Indosiar
42
Maret
adalah yang paling kecil, yakni Rp 1,008 triliun, disusul Surya Citra Rp 2,44 triliun, dan Elang Mahkota Rp 4,2 triliun. Namun, total kewajiban membengkak menjadi Rp3,12 triliun, di mana kewajiban terbesar dibukukan oleh Elang Mahkota senilai Rp 1,41 triliun, selanjutnya Surya Citra Rp 1,03 triliun, dan Indosiar Rp 680,84 miliar. Untuk pendapatan bersih, Indosiar memiliki porsi yang paling kecil, yakni hanya mencapai Rp 606,73 miliar. Sementara itu, Elang Mahkota mencatat pendapatan terbesar yaitu Rp 2,48 triliun disusul oleh Surya Citra Rp 1,42 triliun. Selanjutnya, Indosiar membukukan laba bersih terkecil, atau sebesar Rp 26,71 miliar. Surya Citra mencatatkan laba terbesar, yaitu Rp 333,54 miliar dan Elang Mahkota Rp 276,41 miliar. Untuk total nilai kapitalisasi pasar, Surya Citra merupakan yang terbesar dengan pencapaian Rp 7,3 triliun, Elang Mahkota Rp 6,87 triliun, dan Indosiar Rp 2,04 triliun. Namun demikian, dibandingkan dengan posisi keuangan masing–masing perusahaan pada tahun 2009, Indosiar berhasil mencatat peningkatan keuntungan sebesar 188,76%, yaitu dari Rp 9,25 miliar naik menjadi Rp 26,71 miliar. Peningkatan keuntungan terbesar diraih oleh Elang Mahkota, yaitu sebesar 207,36%. Keuntungannya pada tahun 2009 lalu sebesar Rp 89,93 miliar meningkat menjadi Rp 276,41 miliar pada tahun 2010. Surya Citra mencatat peningkatan keuntungan sebesar 89,178 %, di mana keuntungan pada tahun 2009 sebesar Rp 176,31 miliar meningkat menjadi Rp 333,54 miliar. Menurut analis pasar modal, jika hasil peleburan antara Indosiar, Elang Mahkota, dan Surya Citra Media terealisasi, sepertinya perusahaan hasil merger akan memilih Indosiar yang tetap listing di bursa efek, karena berdasarkan data transaksi per Januari 2011, Indosiar terlihat paling likuid, yaitu ditransaksikan sebanyak 22.762 kali, sementara untuk Elang Mahkota sebanyak 9.707 kali dan Surya Citra sebanyak 271 kali. Jumlah saham Indosiar yang beredar di pasar adalah sebanyak 2,025 miliar lembar, di bawah jumlah saham Elang Mahkota yang
2011
sebanyak 5,127 miliar lembar, dan di atas saham Surya Citra yang sebanyak 1,934 miliar lembar. Hal ini menunjukkan bahwa saham Indosiar lebih diminati oleh para investor dibandingkan dengan saham Surya Citra. Dengan demikian tidaklah mengherankan BAPEPAMLK memberikan lampu hijau untuk rencana penggabungan dua stasiun televisi ini. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal pasal 84 menyatakan bahwa emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perusahaan lain wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam serta peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan pemodal dari praktik yang merugikan pemodal dalam transaksi penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan, termasuk penyertaan yang melibatkan Emiten atau Perusahaan Publik, dengan mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pelaksanaan ketentuan ini dilakukan tanpa mengurangi ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Menanggapi hal tesebut, pada tanggal 22 Februari 2011 yang lalu, BEI melakukan suspensi atas ketiga saham tersebut terkait rencana penggabungan usaha (merger) ketiga perusahaan. Dalam laporan keuangan perseroan tahun 2010 diketahui bahwa terdapat perjanjian jual beli saham antara EMTK dengan PT Prima Visualindo atas saham IDKM pada tanggal 1 Maret 2011. EMTK berniat melakukan gadai saham SCTV dan meningkatkan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias private placement untuk rencana akuisisi Indosiar itu. Dana hasil gadai saham danprivate placement itu akan digunakan EMTK untuk membiayai tender offer saham IDKM di kisaran harga Rp 900-Rp 1.040 per lembar. Tender offer ini akan dilakukan usai pembelian 551,71
Erika Jimena Arilyn
juta lembar saham atau 27,24% saham IDKM dari PT Prima Visualindo senilai Rp 496,5 miliar. Sementara tender offer dilakukan atas 1,47 miliar atau 72,76 persen dari total saham Indosiar. Dengan demikian, EMTK akan menguasai seluruh saham IDKM setelah proses tender offer tersebut selesai. Di sisi lain, masuknya manajemen baru di Indosiar memberikan harapan baru bagi karyawan Indosiar yang tergabung dalam Sekar, menurut mereka, manajemen baru ini dapat memberikan jaminan keamanan bagi masa depan karyawan Indosiar, khususnya dan bagi dunia pertelevisian pada umumnya. PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENYIARAN Hasil Rapat Umum Pemegang Saham PT Indosiar Visual Mandiri Tbk (IDKM) pada tanggal 28 Juni 2011 menyatakan seluruh jajaran Dewan Direksi dan Komisaris perusahaan itu melakukan pengunduran diri bersama karena tidak mau melanggar UU Penyiaran. Menurut bekas Komisaris Independen PT Indosiar Media Karya, Teuku Iskandar, Menteri Komunikasi Dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan Undang-Undang penyiaran pasal 32 yang menyatakan, larangan satu perusahaan memiliki dua frekuensi dalam satu provinsi, sehingga. penguasaan EMTK terhadap IDKM tidak dibenarkan. Iskandar mengatakan, proses akuisisi IDKM oleh EMTK itu dinilai oleh banyak kalangan bertentangan dengan UU Nomor 32/2002 Tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 50/2005. Dalam UU Penyiaran ditegaskan, merger atau akuisisi antar lembaga penyiaran tidak dibenarkan. Sementara itu, dalam Pasal 31 PP 50/ 2005 dijelaskan, pemusatan televisi oleh satu orang dan satu badan hukum hanya diperkenankan terhadap paling banyak dua lembaga penyiaran dalam wilayah provinsi yang berbeda, artinya satu perusahaan boleh memiliki dua stasiun televisi, tapi dalam provinsi yang berbeda. Dengan membiarkan EMTK menabrak UU
43
Media Bisnis
Penyiaran, berarti pemerintah gagal menjamin hak publik akan keberagaman kepemilikan frekuensi dan keragaman konten, demikian menurut Iskandar. Sebelumnya, EMTK telah mendapatkan persetujuan pemegang sahamnya untuk mengakuisisi sebanyak 27,24 persen saham dari modal ditempatkan dan disetor IDKM dari PT Prima Visualindo (PV) dengan harga Rp 900 per saham. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai rencana merger dua stasiun televisi ini, Surya Citra Televisi (SCTV) dan Indosiar merupakan masalah pelik, karena ada undangundang penyiaran yang harus dipatuhi. Mengatasi hal ini, KPI akan merekonstruksi Undangundang Penyiaran tersebut. Selain itu, KPI akan melibatkan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam mengkaji rencana merger dua stasiun televisi, SCTV dan Indosiar. Sementara itu, KPI telah mengeluarkan opini hukum yang isinya akuisisi itu melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP No 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta yang ditandatangani sendiri oleh Presiden SBY. KPI menilai, akuisisi yang dipaksakan oleh Pemerintah ini juga telah mengkhianati roh UU Penyiaran yang sangat demokratis, dengan memberi ruang kepada keragaman kepemilikan (diversity of ownership) dan keragaman konten (diversity of content). Sementara pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan hal yang sama, bahwa UU Penyiaran secara mikro telah memberi ruang kepada keragaman kepemilikan (diversity of ownership) dan keragaman konten (diversity of content). Itu artinya, UU Pasar Modal harus mengacu kepada UU Penyiaran yang mengatur industri penyiaran di Tanah Air. Dalam UU Penyiaran telah mengatur kewenangan KPI dan pemerintah dalam hal perizinan penyiaran. Pemerintah berwenang dalam penentuan alokasi frekuensi, sedangkan KPI berwenang dalam izin penyelenggaraan penyiaran. Pasal 33 (4) Undang-Undang Penyiaran menyebutkan bahwa izin penyelenggaraan penyiaran diberikan setelah memperoleh:
44
Maret
a) masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon izin dan KPI, b) rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI, c) hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama antara pemerintah dan KPI, d) izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh pemerintah atas usul KPI. Selanjutnya, Pasal 33 Ayat 5 menyebutkan bahwa izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara melalui KPI. Dilihat dari ketentuan Pasal 33 Ayat (4) dan (5) tersebut menunjukkan, dalam proses perizinan penyiaran, KPI memiliki peran yang sangat penting. Tidak hanya KPI, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) juga mengingatkan PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Tbk agar tidak melanggar undang-undang, khususnya UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, ketika mengakuisisi Indosiar. KPPU tidak akan menoleril sebuah perusahaan yang melakukan akuisisi jika jelas-jelas melanggar UU. Namun demikian, sampai saat ini KPPU belum menerima laporan dari staf KPPU kepada pimpinan KPPU terkait rencana akuisisi Indosiar oleh PT EMTK ini. Biasanya, jika ada laporan dari staf ke komisi KPPU, pembahasan dan pengambilan sikap terkait akuisisi sebuah perusahaan akan segera dilakukan. Menurut KPPU, ada dua cara atau model pelaporan dari sebuah perusahaan yang ingin mengakuisisi perusahaan lain. Pertama, perusahaan pengakuisisi berkonsultasi terlebih dahulu ke KPPU, apakah rencana akuisisi itu sudah sesuai dengan UU atau tidak. KPPU akan memberikan bantuan informasi, tetapi bantuan itu tidak merupakan sebuah keputusan. Kedua, perusahaan pengakuisisi memberitahu KPPU setelah mengakuisisi sebuah perusahaan. KPPU kemudian melakukan penelitian atau investigasi dan jika terbukti melanggar sejumlah UU, maka KPPU langsung menolak akuisisi itu. KPPU baru menerima notifikasi dari PT EMTK terkait akuisisi Indosiar ini pada awal bulan Juli 2011 dan diperlukan waktu 90 hari kerja untuk memberikan hasil keputusan mereka.
2011
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai, dalam aksi korporasi ini UndangUndang Penyiaran telah diabaikan dan telah dilanggar karena mereka berlindung dibalik Undang Undang Penanaman Modal. Padahal, lanjut Tantowi, jika terjadi pelanggaran Undang Undang Penyiaran maka pemerintah harus mencabut izin atau frekuensi yang adalah milik publik. Ini seperti yang disebut dalam Pasal 35 Undang Undang Penyiaran, tertulis, izin penyelenggaraan penyiaran dicabut jika dipindahtangankan ke pihak lain, juga adanya sanksi pidana kepada yang melakukan pelanggaran. Dalam Pasal 58 Ayat 1 Undang- Undang tersebut mengatakan, pihak yang melakukan pemusatan kepemilikan frekuensi dikenai pidana penjara dua tahun dan atau denda paling banyak Rp 5 miliar. PENUTUP Meski akuisisi PT Indosiar Karya Mandiri Tbk (IDKM) oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang merupakan induk dari SCTV
Erika Jimena Arilyn
banyak ditentang karena dianggap telah melanggar Undang Undang Penyiaran, namun EMTK tetap melakukan akuisisi itu karena mereka berpegang pada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Alasan yang menyatakan bahwa aksi korporasi SCTV terhadap Indosiar ini dinilai tidak menyalahi aturan: (1) Dalam UndangUndang Penyiaran & Peraturan Pemerintah Nomor 50 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.tidak dikenal istilah akuisisi, (2) Dalam PP disebut batas angka untuk frekuensi kedua 49 persen sedangkan alih saham IDKM ke EMTK hanya 27,24 persen, (3) Istilah Saham Pengendali juga tidak ada di dalam UU Penyiaran & PP Nomor 50. Jika suatu perusahaan memiliki kepemilikan saham sebesar 10 persen terhadap perusahaan lain, sementara perusahaan lainnya hanya memiliki kurang dari 10 persen, maka hal ini tetap tidak melanggar aturan kepemilikan maksimal 49 persen.
REFERENSI Daft, Richard L.2003. Management. Sixth Edition. Thomson South-Western. Fabozzi, Frank J., dan Franco Modigliani, 2009. Capital Market. Fourth Edition. Pearson International Edition. Gitman, Lawrence J. 2009. Principles of Managerial Finance. Twelfth Edition. Addison Wesley. Griffin, Ricky W. 2006. Business. Eighth Edition. Prentice Hall. Rose, Peter S., dan Milton H. Marquis. 2006. Money and Capital Market. Ninth Edition. McGraw – Hill International Edition. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
45