Working Paper Series No. Bulan 20..
Akses Pelayanan Puskesmas Setelah Kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Di Kota Lubuk Linggau Efransyah, Lutfan Lazuardi, Mubasysyir Hasanbasri
Abstract Background: Lubuklinggau Municipality adopts free medication as the implementation of health social insurance program of Semesta Sumatera Selatan. Free medication is provided for the population of Sumatera Selatan that have not been covered by other insurances. The target of free medication are all communities that belong to poor communities. The service providers are health facilities owned by the government and their network. Health centers are health service facilities that provide free health service. The provision of free health service is expected to improve access of the community to health centers. Objective: To identify access to health center service by poor communities post free health service policy at Lubuklinggau Municipality. Method: The study used qualitative data presented descriptively. It was undertaken in three health centers at Lubuklinggau Municipality. Subject of the study were head of Lubuklinggau municipal health office, head of health centers, health staff at health centers and the community. Data were obtained through indepth interview. Data were analyzed through transcript of indepth interview result, coding or data categorization, checking of data vality using triangulation method and making conclusion. Result: 1) The group that utilized free medication of health social insurance program Semesta belonged to poor communities; 2) They found difficulties in accessing health centers due to transportation factor; 3) The management of health centers in the implementation of free medication program had not been done as planned and continuously; 4) Service capacity had not been followed by quality of service as expected by the community; 5) Service hours were limited during working/office hours; 6) To fulfill the requirement for free health service of health social insurance program the community had to undergo cumbersome bureaucracy. Conclusion: Poor communities had greater need for free health service; transportation was the problem of access to health centers; the service provided had not satisfied the community; service hours of health centers were limited; the community had difficulties in fulfilling the requirement of health social insurance. Keywords: free health service, health centers, poor communities, health social insurance, access to health service
PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus diselenggarakan oleh pemerintah. Pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip good governance dalam melaksanakan pelayanan publik, termasuk pelayanan kesehatan, prinsip tersebut mencakup keadilan, responsivitas dan efisiensi pelayanan. Untuk mencapai harapan tersebut diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesinambungan dan keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh tersedianya pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia berpedoman pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa 1
Working Paper Series No. Bulan 20..
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin derajat kesehatan yang setinggitingginya, sebagai wujud kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945. Sesuai dengan pengertian SKN, maka subsistem pertama SKN adalah upaya kesehatan. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, perlu terselenggara berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia. Penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan tersebut memerlukan dukungan dana, sumber daya manusia, sumber daya obat dan perbekalan kesehatan sebagai masukan SKN. Dukungan dana sangat berpengaruh terhadap pembiayaan kesehatan yang semakin penting dalam menentukan kinerja SKN. Mengingat kompleksnya pembiayaan kesehatan, maka pembiayaan kesehatan ditetapkan menjadi subsistem kedua SKN. Tingginya angka kesakitan berdampak terhadap biaya kesehatan yang pada gilirannya akan memperberat beban ekonomi. Hal ini terkait dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat, serta hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja.¹ Untuk meningkatkan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan maka Pemerintah provinsi Sumatera Selatan dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 2 Tahun 2009, tentang penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Sumatera Selatan Semesta (Jamsoskes Sumsel Semesta) memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh penduduk Sumatera Selatan, pada Bab III tentang kepesertaan pasal 5 dinyatakan setiap penduduk Sumatera Selatan yang terdaftar dan memiliki kartu tanda penduduk dan atau kartu keluarga Sumatera Selatan yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui program Jamsoskes Sumsel Semesta kecuali bagi yang mempunyai jaminan kesehatan seperti PNS (Askes), TNI/Polri (Asabri), peserta jamkesmas, peserta jamkes swasta, jamkes mandiri dan jamsostek.² Pelaksanaan program berobat gratis di seluruh wilayah Sumatera Selatan sejak dilaksanakan 27 Januari 2009. Program pelayanan kesehatan gratis di berikan kepada masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan yang identik dengan masyarakat miskin. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau jumlah penduduk miskin dan keluarga miskin di Kota Lubuklinggau Tahun 2008 terdapat 12.581 KK Miskin (29,86%) dan jiwa miskin sebanyak 122.029 (66,47%).3 Sebelum pelaksanaan program Jamsoskes Sumatera Selatan Semesta masyarakat kota Lubuklinggau telah mendapat berbagai asuransi kesehatan sesuai dengan bidang pekerjaan, berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Lubuklinggau jenis jaminan kesehatan masyarakat kota Lubuklinggau tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Data Penduduk berdasar jenis Jaminan Kesehatan Tahun 2009 Jenis Jaminan Kesehatan TNI/ PENSIUN JAMKE JAMSOS PNS POLRI AN SMAS KES 1 LLG Barat I 997 214 237 9061 17700 2 LLG Barat II 631 138 276 7249 11756 3 LLG Timur I 1525 288 146 8314 14490 4 LLG Timur II 719 241 592 5536 23600 5 LLG Utara I 74 28 20 4624 10389 6 LLG Utara II 1876 175 434 4542 20831 7 LLG Selatan I 186 13 27 5591 7030 8 LLG Selatan II 1046 209 250 6040 16233 Jumlah 7058 1306 1982 50957 122029 Sumber: Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Kota Lubuklinggau tahun 2009 No
Kecamatan
JUMLAH PENDUDUK 28209 20050 24763 30688 15135 27858 12847 23778 183328
2
Working Paper Series No. Bulan 20..
Dari data di atas terlihat bahwa penduduk kota Lubuklinggau yang manjadi sasaran Jamsoskes Sumsel Semesta paling tinggi, berdasarkan hasil persentase mencapai 66,47 %. Dengan adanya kebijakan pelayanan kesehatan gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta akan meningkatkan akses masyarakat yang belum mendapatkan jaminan kesehatan untuk mendapat pelayanan kesehatan di Kota Lubuklinggau. Puskesmas merupakan unit pelaksana dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelayanan tingkat pertama.4 Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Program Jamsoskes Sumsel Semesta dimulai pada 27 Januari 2009, hal ini memberi kesempatan bagi masyarakat yang belum mendapatkan Jaminan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Perbandingan kunjungan Kartu Sehat dalam bentuk pelayanan kesehatan gratis tahun 2008 dan Trimister I 2009 di Puskesmas Kota Lubuklinggau sebagaimana terlihat pada gambar 1. 60 50 40 30 20
Kunjungan KS 2008 (%)
10
Kunjungan KS TM I 2009(%)
0
Ket.: Kunjungan Kartu Sehat 2008 Kunjungan Kartu Sehat Trimister I 2009 Gambar 1: Perbandingan PersentaseKunjungan Kartu Sehat di Puskesmas Tahun 2008 dan Trimister I 2009 Berdasarkan gambar di atas pada triwulan I pelaksanaan kebijakan pelayanan kesehatan gratis ada tiga puskesmas yang mengalami peningkatan kunjungan dan lima puskesmas terjadi penurunan kunjungan. Hal ini menggambarkan terjadi perubahan masyarakat dalam memanfaatkan dan mengakses pelayanan kesehatan. Berdasarkan latar belakang dan fakta di atas penulis tertarik untuk mengetahui akses pelayanan puskesmas setelah kebijakan pelayanan kesehatan gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta di kota Lubuklinggau. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengguanakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus, data disajikan secara deskripitif yaitu menyajikan deskripsi lengkap dari suatu fenomena yang diamati dalam konteks kehidupan nyata, bila batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak tegas dan bila multi sumber bukti dibutuhkan,5 yaitu dengan melihat akses pelayanan Puskesmas setelah kebijakan pelayanan kesehatan gratis di Kota Lubuklinggau. Pengumpulan data primer yaitu 3
Working Paper Series No. Bulan 20..
dengan melakukan wawancara mendalam dengan subyek penelitian yaitu tiga Puskesmas di kota Lubuklinggau dan sebagai unit analisis adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau, Pimpinan Puskesmas, tenaga kesehatan Puskesmas dan masyarakat serta data sekunder melalui observasi dokumen. Semua informasi yang diperoleh dianalisis sesuai dengan prosedur penelitian kualitatif, diantaranya membuat transkrip hasil wawancara mendalam, melakukan coding atau katagorial data, melakukan keabsahan data yang diperoleh dengan metode triangulasi, interpretasi dan mengambil kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Konsumen a. Kelompok Masyarakat Miskin Kemiskinan dan kesehatan mempunyai hubungan timbal balik yang sangat kuat korelasinya, dan dipahami sebagai hubungan yang searah, yaitu kemiskinan menyebabkan status kesehatan sesorang menjadi rendah. Masyarakat miskin merupakan bagian dari masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan pelayanan kesehatan gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta (JSKSS). Program Jamsoskes Sumsel semesta merupakan program yang diberikan oleh pemerintah provinsi sumatera Selatan bersama pemerintah Kabupaten Kota. Sebelum program Jamsoskes Sumsel Semesta pemerintah pusat melalui departemen Kesehatan telah memberikan program Jamkesmas untuk menjamin pembiayaan kesehatan masyarakat miskin. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Lubuklinggau dari 172.986 jiwa masyarakat Kota Lubuklinggau yang belum mendapatkan jaminan sebanyak 29% atau 50.957 jiwa telah mendapatkan Jamkesmas, dan sebanyak 71% atau 122.029 yang menjadi peserta Jamsoskes. Peserta Jamsoskes diberikan keleluasaan untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Tetapi dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan tetap harus sesuai dengan pedoman penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Sumatera Selatan Semesta. Masyarakat miskin yang menjadi sasaran Jamsoskes Sumsel Semesta dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan jejaringnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelusuran dokumen, dari surat keterangan yang dikeluarkan oleh lurah, dinyatakan bahwa masyarakat yang memanfaatkan program Jamsoskes adalah masyarakat miskin yang belum dijamin oleh asuransi kesehatan yang lain “Jamkesmas”. Masyarakat yang bisa memanfaatkan Jamsokes Sumsel Semesta adalah masyarakat Sumatera Selatan, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga. Berdasarkan hasil penelurusan literatur sumber dari Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau jumlah penduduk miskin di kota Lubuklinggau Tahun 2008 adalah 12.581 KK Miskin (29,86%) dan jiwa miskin sebanyak 122.029 (66,47%). Gambaran penduduk miskin dapat dilihat pada gambar berikut :
4
Working Paper Series No. Bulan 20.. 25000 20000 15000 10000 5000 0
Pddk mampu pddk miskin
Gambar 3: Perbandingan penduduk miskin dan penduduk mampu di Kota Lubuklinggau Tahun 2008
5
Working Paper Series No. Bulan 20..
Dari gambar 3 terlihat bahwa jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah kerja Puskesmas Kota Lubuklinggau lebih tinggi dibanding penduduk yang mampu. Hal ini menunjukkan kebijakan berobat gratis pada program Jaminan Sosial Kesehatan Sumatera Selatan Semesta dapat membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dari hasil penelusuran dokumen, masyarakat yang menjadi informan penelitian yaitu dengan melihat Kartu Tanda Penduduk dan Surat Keterangan dari Lurah, masyarakat yang memanfaatkan Jamsoskes Sumsel Semesta merupakan masyarakat yang tergolong miskin yang bekerja disektor informal diantaranya buruh bangunan, buruh tani, pedagang, dan pekerjaan swasta lain, hal ini didukung dengan surat keterangan Lurah bahwa masyarakat pengguna Jamsoskes Sumsel Semesta merupakan masyarakat yang tidak mampu dan belum dijamin oleh asuransi kesehatan yang lain, dalam hal ini Jamkesmas. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pimpinan puskesmas dan tenaga kesehatan di puskesmas terungkap masyarakat yang memanfaatkan JSKSS adalah masyarakat miskin. “Yang kami ketahui masyarakat yang berobat gratis pada program Jamsoskes Sumsel Semesta adalah masyarakat miskin dan belum dijamin oleh asuransi lain, hal ini bisa kita lihat dari surat keterangan yang dikeluarakan lurah tempat mereka berdomisili. Di surat keterangan itu dinyatakan masyarakat yang berobat gratis adalah masyarakat tidak mampu dan belum mendapat jaminan kesehatan lain dalam hal ini Jamkesmas”. (Informan) Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa masyarakat yang memanfaatkan berobat gratis program Jamsoskes adalah masyarakat miskin. Hal ini dibuktikan dengan surat keterangan yang diperoleh dari kantor lurah. Surat keterangan yang dikeluarkan dari lurah dibuat berdasarkan data kependudukan yang ada. Selain wawancara mendalam dengan pimpinan puskesmas dan tenaga kesehatan di puskesmas, untuk memperdalam data yang diperlukan, peneliti melakukan survei lapangan dan melakukan wawancara mendalam kepada masyarakat yang menjadi subjek penelitian dengan kunjungan rumah. Dari hasil wawancara mendalam terungkap masyarakat yang sebelumnya belum mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah (Jamkesmas) sangat terbantu dengan adanya program berobat gratis, sehingga untuk berobat ke puskesmas mereka hanya membutuhkan biaya untuk transoprtasi, sementara semua biaya berobat di puskesmas telah di gratiskan sesuai dengan ketentuan yang ada di puskesmas, hal ini sebagaimana terungkap dari hasil wawancara berikut : “Waktu pembagian kartu Jamkesmas kami tidak terdaftar, dengan adanya program berobat gratis ini kami dapat berobat ke Puskesmas, karena persyaratan untuk berobat cukup membawa KTP dan surat keterangan dari lurah, sehingga kami hanya butuh biaya untuk ojek (transportasi)” (Informan) Dari pernyataan diatas menunjukkan, bahwa masyarakat miskin yang belum dijamin dan belum terdaftar dalam program jamkesmas benar-benar terbantu dengan adanya berobat gratis di Puskesmas dari program Jamsoskes Sumsel Semesta. Menurut Thompson6 dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penuh prinsip keadilan dari kemampuan pemerintah untuk memberikan perlakuan yang sama dan adil kepada warganya dalam penyelenggaraan pelayanan publik, hal ini termasuk juga untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. b. Jarak terhadap Puskesmas Jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Meskipun pelayanan kesehatan di Puskesmas sudah gratis, tetapi untuk mengakses puskesmas masyarakat masih membutuhkan biaya untuk transportasi. 6
Working Paper Series No. Bulan 20..
Berdasarkan hasil penelusuran dokumen di tiga Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian untuk daerah terjauh jaraknya 5 KM dan jarak terdekat hanya 10 M. Dilihat dari jarak tidak begitu sulit untuk dijangkau, tetapi untuk mengakses puskesmas dibutuhkan transportasi. Meskipun tiga wilayah puskesmas yang menjadi lokasi penelitian berada di dalam kota, tetapi masih ada wilayah yang sulit sarana transportasi. Hal ini karena ada wilayah kerja puskesmas yang tidak dilalui angkutan umum. Transportasi yang ada hanya ojek dan tidak tersedia setiap saat. Pada pagi hari untuk menunggu tidak begitu lama, lebih kurang 5 – 10 Menit, karena pagi hari pukul 07.00 – 08.00 bertepatan dengan waktu anak-anak berangkat sekolah sehingga banyak ojek yang melintas, tetapi kalau sudah diatas pukul 09.00 untuk menunggu ojek bisa 15 - 30 menit. Hal in terungkap dari hasil wawancara mendalam dengan masyarakat di kelurahan Mesat Seni, “Kelurahan ini tidak dilalui angkutan umum dan lokasinya di pinggir kota, yang ada hanya ojek. Kalau pagi memang banyak ojek yang lewat karena mengantar anak-anak berangkat sekolah, tapi kalau sudah jam 09 sampai jam 11 ojeknya sudah jarang yang lewat. Jadi kami menunggu ojek yang lewat untuk ditumpangi”. (Informan) Selain butuh waktu untuk menunggu sarana transportasi (ojek), masyarakat juga harus mengeluarkan biaya untuk transportasi. Besarnya biaya yang dikeluarkan tergantung dengan jarak rumah ke puskesmas untuk daerah terjauh 5 KM, biaya yang dikeluarkan untuk transportasi antara Rp.10.000-Rp.20.000 untuk satu kali ke Puskesmas. Biaya transportasi ini akan bertambah jika persyaratan untuk berobat gratis belum lengkap, misalnya harus foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan dari kantor lurah terlebih dahulu, hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam kepada masyarakat di kelurahan Nikan Jaya: “Untuk satu kali berobat ke Puskesmas biaya transportasi yang kami butuhkan sebesar Rp. 10.000-Rp 20.000, karena saya mengantar anak saya kontrol setiap bulan, jadi kita menggunakan dua ojek”. (Informan) Dari uraian diatas terungkap, meskipun pelayanan di Puskesmas sudah gratis, tetapi masyarakat masih harus mengeluarkan biaya untuk transportasi. Biaya yang dikeluarkan bisa lebih besar jika yang pergi ke puskesmas lebih dari satu orang dan berada lokasi yang terjauh dari Puskesmas. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sujatmiko7 yang menyatakan jarak tidak berhubungan secara signifikan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jarak yang jauh ke fasilitas pelayanan kesehatan akan dapat diakses jika sarana transportasi mendukung hal ini sesuai dengan penelitian Sujatmiko8 yang menunjukkan bahwa variabel sarana transportasi berhubungan secara signifikan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan subjek penelitian yang menyatakan bahwa faktor penghambat masyarakat miskin tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan disebabkan transportasi yang sulit dan ketiadaan biaya. Sejalan dengan pendapat Setyowati dan Lubis9 yang mengatakan bahwa faktor geografi, keterpencilan, sulit dan mahalnya transportasi merupakan hambatan untuk menjangkau fasilitas kesehatan. c. Kebutuhan Setiap manusia yang hidup diatas dunia dan sedang menderita sakit selalu mendambahkan segera sembuh dari penyakit yang dideritanya. Penyembuhan menurut perspektif masyarakat atau pasien sering berhubungan dengan pengalaman dalam berusaha untuk sembuh dari sakit dan pengalaman seseorang ketika mendapatkan pelayanan kesehatan. Berbagai upaya dilakukan oleh seseorang yang sedang sakit untuk sembuh, mulai dengan berusaha penyebuhan secara tradisional, 7
Working Paper Series No. Bulan 20..
membeli obat warung, pergi ke mantri atau ke tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keadaan sakit sangat erat hubungannya dengan upaya mencari penyembuhan. Keadaan sakit yang tiba-tiba seringkali membuat masyarakat bingung untuk mencari tempat mencari pertolongan. Hal ini lebih dirasakan oleh masyarakat yang tergolong masyarakat miskin. Selain keadaan sakit yang datang secara tiba-tiba, kondisi sakit yang membutuhkan perawatan jangka panjang sering kali menambah berat beban ekonomi, masyarakat yang sedang menderita sakit. Dari hasil wawancara mendalam dengan masyarakat yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Program berobat gratis membantu masyarakat dalam upaya penyebuhan karena telah dibebaskan dari biaya berobat, hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam: “Kata dokter saya sakit darah tinggi, untuk sembuh sepenuhnya rasanya tidak mungkin, jadi saya setiap bulan rutin ke Puskesmas mengambil obat untuk persiapan dirumah, dengan adanya berobat gratis ini saya merasa sangat terbantu”. (Informan) Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta sangat dirasakan manfaatnya dan membantu masyarakat yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Hal ini karena masyarakat tidak membutuhkan biaya yang harus dibayar untuk berobat. Selain mendapatkan pelayanan kesehatan langsung di Puskesmas, masyarakat juga bisa memanfaatkan Puskesmas sebagai tempat meminta rujukan dalam program Jamsoskes. Hal ini dilakukan apabila masyarakat membutuhkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut ke rumah sakit. Dalam program Jamsoskes Sumsel Semesta apabila masyarakat menginginkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut ke rumah sakit harus mendapat rujukan dari Puskesmas. Apabila masyarakat datang langsung ke rumah sakit tidak membawa surat rujukan, maka tidak akan dilayani oleh pihak rumah sakit kecuali dalam keadaan darurat/emergency. Hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam pada masyarakat sebagai berikut: “Waktu istri saya mau melahirkan, kami ingin ke rumah sakit, tetapi tidak punya biaya dan tidak punya kartu Jamkesmas. Akhirnya kami meminta surat keterangan belum di jamin Jamkesmas ke kantor lurah. Dengan surat dari Lurah itu kemudian minta rujukan ke Puskesmas dan kami bisa mendapatkan pelayanan gratis di rumah sakit “. (Informan) Dari pernyataan diatas terungkap jika masyarakat ingin mendapatkan pengobatan dan perawatan di rumah sakit, bisa melalui puskesmas dengan meminta rujukan. Tetapi pelayanan yang dibutuhkan tetap harus sesuai dengan petunjuk penyelenggaraan Jamsoskes Sumsel Semesta. Kemudahan seperti ini bagi masyarakat yang kurang mampu dan membutuhkan pelayanan kesehatan sangat membantu. Menurut Kotler10 bahwa pengaruh pertama dalam memilih produk adalah stimuli. Stimuli menunjukkan penerimaan informasi oleh konsumen. Dari stimuli akan timbul sikap, dari sikap akan timbul efek, kognasi dan perilaku. Handayani11 menyatakan peningkatan status kesehatan sangat dipengaruhi oleh penggunaan pelayanan kesehatan yang keterjankauannya dipengaruahi oleh banyak faktor antara lain, keterjangkauan dalam hal jarak, biaya, kebutuhan. 2. Faktor Puskesmas a. Manajemen Pelayanan Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh manajemen Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara 8
Working Paper Series No. Bulan 20..
sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efesien. Setelah pelaksanaan berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta menuntut pimpinan puskesmas melakukan pengelolaan di puskesmas, agar pelayanan yang diberikan dapat berjalan dengan baik. Manajemen pelayanan Puskesmas dalam pelaksanaan program Jamsoskes Sumsel Semesta diserahkan kepada pimpinan Puskesmas sebagai unit pelaksana pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas. Puskesmas mengembangkan strategi masing-masing dalam menjalankan program Jamsoskes Sumsel Semesta di puskesmas yang berada dalam tanggung jawabnya. Strategi umum pada dasarnya sama yaitu melakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan di Puskesmas tentang pelaksanaan Jamsoskes Sumsel Semesta berdasarkan petunjuk yang ada pada pedoman penyelenggaraan. Bagian-bagian puskesmas yang dituntut mengembangkan manajemen pelayanan adalah bagian yang langsung berhubungan pada pasien dalam memberikan pelayanan. Petugas di bagian pendaftaran dituntut melakukan klasifikasi pasien yang mendaftar, untuk pasien yang memanfaatkan berobat gratis program Jamsoskes dilakukan pemeriksaan syarat-syarat dan mendokumentasikan foto copy syarat-syarat tersebut, karena dokumen itu akan digunakan untuk verifikasi klaim ke dinas kesehatan, hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam kepada petugas dibagian pendaftaran: “Pasien yang datang dibagian pendaftaran kita tanya, mau berobat gratis atau pasien umum, kalau pasien mau berobat gratis program Jamsoskes kita tanya apa syaratnya lengkap, kalau syaratnya lengkap kita daftar berobat gratis, tapi kalau syaratnya tidak lengkap kita minta dilengkapi, kalau tidak bisa melengkapi ya…, kita tawarkan berobat pasien umum“. (Informan) Dari pernyataan diatas menunjukkan petugas dibagian pendaftaran harus membedakan antara pasien umum, Askes, Jamkesmas dan pasien berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta. Untuk dokumentasi kunjungan pasien Jamsoskes Sumsel Semesta petugas dibagian pendaftaran harus menyiapkan file tersendiri untuk menyimpan dokumentasi persyaratan yang diminta. Selain petugas dibagian pendaftaran petugas yang langsung berhubungan dengan pasien adalah di bagian poliklinik, pada pelaksanaan berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta, pelayanan yang diberikan kepada seluruh pasien sama tidak dibeda-bedakan. Pelayanan diberikan sesuai dengan keluhan yang disampaikan dan hasil pemeriksaan terhadap pasien. Hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam dengan petugas di bagian Poliklinik. “Pelayanan yang kita berikan kepada pasien di poliklinik sama saja, tidak dibeda-bedakan antara pasien yang bayar dan berobat gratis, pelayanan kita berikan sesuai dengan keluhan pasien, ya…, sama saja“.(informan) Dari pernyataan diatas menunjukkan, bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien di poliklinik sesuai dengan keluhan dan tidak dibedakan antara pasien umum dengan pasien berobat gratis. Selain petugas di bagian pendaftaran dan poliklinik, petugas di Apotik juga langsung berhubungan dengan pasien. Pada pelaksanaan berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta, obat yang diberikan kepada pasien tidak dibedakan antara pasien umum dan pasien gratis. Obat diberikan sesuai dengan resep dokter atau petugas di poliklinik, selain itu obat diberikan sesuai dengan persediaan obat yang ada. Peningkatan kunjungan pada pelaksanaan berobat gratis menyebabkan beberapa jenis obat habis. Beberapa golongan obat yang pernah kehabisan
9
Working Paper Series No. Bulan 20..
persediaan di puskesmas diantaranya obat darah tinggi dan antibiotik, hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam kepada petugas apotik, “Obat yang kita berikan kepada pasien sama sesuai resep yang diterima dari dokter atau petugas di poliklinik, tidak kita beda-bedakan antara pasien umum dan berobat gratis, tapi kalau obat yang dibutuhkan tidak ada pasien kita sarankan beli diluar“. (Informan) Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa petugas di apotik, dalam memberikan obat kepada pasien tidak membedakan antara pasien umum dengan pasien yang berobat gratis. Obat diberikan sesuai dengan resep yang diterima dari poliklinik dan ketersediaan obat di apotik. Pada pelaksanaan berobat gratis program jamsoskes selain bagian-bagian yang langsung berhubungan dengan pasien, bagian administrasi juga sangat menentukan proses pelayanan yang diberikan pada pasien Jamsoskes Sumsel Semesta. Bagian administrasi menghadapi berbagai permasalahan seperti belum adanya persiapan surat rujukan dan kartu berobat pasien Jamsoskes Sumsel Semesta. Pelaksanaan berobat gratis di Puskesmas, pada awalnya belum dipersiapkan dengan matang. Oleh karena perencanaan puskesmas belum memperhitungkan hal-hal yang akan terjadi setelah pelaksanaan program Jamsoskes, hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam dengan pimpinan Puskesmas. “Secara administrasi kita belum mempersiapkan pelaksanaan berobat gratis, jadi sementara catatan yang kita lakukan masih bersifat sementara, coba dilihat dibagian pendaftaran menumpuk fotocopy KTP dan Surat Keterangan dari kantor lurah, belum kita dokumentasikan dengan baik”. (Informan) Menurut Dirjen Binakesmas Depkes RI12 Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan bekerja secara sistemik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien. Manajemen Puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergi yang meliputi perencanaan, penggerakkan pelaksanaan serta pengendalian, pengawasan dan penilaian. b. Kapasitas Pelayanan Dilihat dari pedoman penyelenggaraan berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta, pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatakan gratis oleh masyarakat diantaranya: 1) Pelayanan di dalam dan di luar gedung, 2) Persalinan normal di Puskesmas Non Perawatan, Polindes/rumah pasien/praktek bidan swasta yang telah bekerja sama dengan puskesmas, 3) Pelayanan gawat darurat (emergency), 4) Rawat jalan tingkat lanjutan bagi puskesmas yang mempunyai Poliklinik spesialis. Dari semua jenis layanan yang telah gratis diatas belum semua tersedia di puskesmas. Beberapa jenis pelayanan yang belum disediakan puskesmas adalah radiologi dan konsultasi medis dan pemeriksaan oleh dokter spesialis. Hal ini karena di Puskesmas belum ada sarana radiologi dan belum ada dokter spesialis di Puskesmas, sehingga bagi pasien yang membutuhkan dua jenis layanan ini harus di rujuk ke rumah sakit. Selanjutnya jika masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan diluar ketentuan yang telah ditetapkan diatas maka puskesmas tidak akan melayani, karena semua jenis pelayanan gratis di puskesmas sesuai dengan pedoman penyelenggaraan yang telah ditetapkan. Jika ada masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan diluar ketentuan yang ditetapkan maka harus membayar, jika pelayanan tersebut ada di puskesmas, maka masyarakat harus membayar atau dipersilahkan mencari fasilitas pelayanan kesehatan lain selain puskesmas. Hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam dengan pimpinan puskesmas dan tenaga kesehatan di puskesmas:
10
Working Paper Series No. Bulan 20..
“Pelayanan kesehatan yang kami berikan di puskesmas sesuai dengan prosedur dan petunjuk penyelenggaraan JSKSS, kalau ada masyarakat yang meminta pelayanan diluar pedoman JSKSS dan pelayanan itu bisa kita berikan di puskesmas masyarakat tetap harus membayar, karena kita anggap sebagai pasien umum, kalau pelayanan yang diharapakan tidak ada di puskesmas masyarakat kita persilahkan mencari tempat pelayanan kesehatan lain, misalnya ke rumah sakit”. (Informan) Bagi masyarakat yang memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis, selain kapasitas pelayanan yang disediakan puskesmas, ada faktror lain yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis, faktor tersebut adalah proses pelayanan yang diterima selama di Puskesmas. Hal ini bisa dilihat dari mulai pendaftaran sampai menerima obat di Apotik. Dari hasil wawancara mendalam kepada masyarakat yang menjadi subyek penelitian tidak semua mendapatkan pengalaman yang menyenangkan ketika berobat gratis di Puskesmas. Pada saat berobat ke Puskesmas setelah mendaftar tidak langsug dilayani. Dilihat kondisi Puskesmas saat itu pasien sedang sepi, tetapi petugas di Poliklinik kelihatan ngobrol dengan petugas yang lain. Dari hasil wawancara mendalam ada pasien yang menyatakan, pada saat berobat ke Puskesmas setelah mendaftar harus menunggu sampai 15 menit baru dilayani petugas di poliklinik, sehingga ada asumsi dari masyarakat kalau berobat gratis, mereka tidak akan langsung dilayani oleh petugas di Puskesmas, hal ini terungkap dari hasil wawanc.ara sebagai berikut “Pada saat berobat gratis ke Puskesmas, saya ada pengalaman yang tidak menyenangkan, setelah mendaftar dan menyerahkan persyaratan untuk berobat gratis, saya harus menunggu 15-30 menit kemudian baru dilayani padahal pasien sedang sepi. Saya tidak tahu mengapa begitu….” Apa karena saya berobat gratis”, sehingga tidak langsung dilayani”. (Informan) Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan memang telah digratiskan, tetapi proses pelayanan yang diterima pasien di puskesmas kadang-kadang mengecewakan, karena pelayanan yang diberikan petugas puskesmas tidak sesuai dengan apa yang diharapakan. Lamanya waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan ketika sakit merupakan hal yang sangat mengecewakan pasien. Pelayanan kesehatan yang diberikan setelah kebijakan pelayanan kesehatan gratis kadangkadang tidak mempertimbangkan faktor resiko yang akan dialami oleh pasien. Pelayanan kesehatan terkadang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sebagai contoh dalam pemberian obat untuk anak-anak yang seharusnya diberikan pulvis tetapi pasien diminta meracik sendiri. Hal ini akan sangat berbahaya jika terjadi kesalahan oleh pasien dalam meracik obat yang akan digunakan. Karena sudah manusiawi ketika beban kerja yang diberikan bertambah, ditambah dengan kurangnya sarana yang mendukung pelayanan kesehatan. Hal ini terungkap dari hasil wawancaa mendalam ketika salah satu masyarakat yang berobat gratis mendapat pelayanan di Apotik, obat yang seharusnya di racik dalam bentuk pulvis tetapi diberikan kepada pasien dalam bentuk tablet. Petugas di Apotik meminta agar obat di racik sendiri. Petugas menjelaskan cara meracik dan aturannya kepada pasien, alasan petugas di Apotik meminta pasien meracik sendiri karena pasien sedang banyak dan kertas untuk bungkus pulvis habis. Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara berikut. “Beberapa minggu yang lalu saya membawa anak saya berobat ke Puskesmas berobat gratis. Di Apotik setelah saya menerima obat saya kaget biasaya obat yang diberikan sudah ditumbuk (racikan), tetapi waktu itu saya diberikan obat dalam bentuk tablet dan disuruh
11
Working Paper Series No. Bulan 20..
menumbuk sendiri, aturannya memang dijelaskan tetapi saya bingung, akhirnya saya berobat kembali ke bidan praktek swasta”. (Informan) Dari pernyataan diatas terungkap, pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien terkadang tidak mempertimbangkan aspek resiko akibat pelayanan yang diberikan, karena pelayanan yang diberikan membuat pasien bingung. Tidak semua pasien dapat melakukan apa yang dijelaskan oleh tenaga kesehatan, apalagi berhubungan dengan meracik obat. Hal ini menunjukkan petugas di apotik tidak memperhatikan kualitas pelayanan dalam memberikan obat. Kondisi seperti yang menurunkan minat masyarakat untuk berobat gratis di Puskesmas, karena dirasa lebih nyaman berobat sebagai pasien umum atau mencari pelayanan kesehatan swasta yang biayanya masih bisa di jangkau. Hal ini sesuai dengan pendapat Donabedian dalam Wijono14 yang menyatakan bahwa mutu merupakan suatu keputusan yang berhubungan dengan proses pelayanan yang berdasarkan ketika pelayanan memberikan kontribusi terhadap outcomes. Proses pelayanan kesehatan terbagai menjadi dua komponen utama, yaitu pelayanan tehnis medis dan manajemen hubungan interpersonal dan kenyamanan pelayanan. d. Waktu Pelayanan Waktu pelayanan dalam program Jamsoskes Sumsel Semesta, di sesuaikan dengan waktu pelayanan di unit kerja masing-masing. Untuk puskesmas waktu pelayanan sesuai dengan jam kerja di puskesmas. Jam kerja yang ditetapkan pemerintah kota Lubuklinggau selama enam hari kerja, dan untuk pelayanan di puskesmas non perawatan waktu pelayanan dimulai jam 08.00 sampai dengan jam 14.00 wib. Keterbatasan waktu pelayanan ini membuat masyarakat hanya dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis di puskesmas terbatas hanya pada jam kerja, di luar jam kerja puskesmas tidak melayani pasien yang datang berobat. Bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan di luar jam kerja harus mencari tempat pelayanan yang lain dengan konsekuensi harus bayar. Berdasarkan petunjuk penyelenggaraan Jamsoskes Sumsel Semesta dan diperkuat hasil wanwancara mendalam dengan kepala dinas kesehatan dan pimpinan Puskesmas, pelayanan kesehatan di Puskesmas hanya terbatas pada jam kerja. Pada keadaan darurat apabila pasien di wilayah kerja puskesmas langsung berobat ke rumah sakit dengan program Jamsoskes Sumsel Semesta, maka puskesmas akan memberikan rujukan pada keesokan harinya. Hal ini terungkap pada wawancara mendalam pada pimpinan puskesmas dan tenaga kesehatan di puskesmas. “Sesuai petunjuk penyelenggaraan Jamsoskes Sumsel Semesta pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas hanya pada jam kerja. Jam kerja di Puskesmas mulai pukul 08.00 – 14.00 wib, kalau pasien mau berobat gratis di puskesmas harus pada jam kerja, karena setelah habis jam kerja puskesmas sudah tutup”. (Informan) Selain informasi yang diperoleh kepala dinas kesehatan, pimpinan dan tenaga kesehatan di puskesmas. Dari hasil wawancara mendalam dengan masyarakat juga terungkap bahwa pelayanan kesehatan gratis di puskesmas hanya pada jam kerja.Hal ini sebagaimana terungkap dalam kutipan hasil wawancara berikut, “Kalau kami mau berobat gratis ke puskesmas ya… harus pagi hari sekitar jam 09.00 – 12.30, setelah lewat jam 13.00 puskesmas sudah tutup. Jadi kalau sakitnya sore atau malam hari, akan cari obat warung, pergi ke bidan praktek atau ke mantri,baru besoknya ke puskesmas ”. (Informan) 12
Working Paper Series No. Bulan 20..
Dari pernyataan diatas menunjukkan, bahwa pelayanan yang hanya diberikan pada jam kerja belum sepenuhnya membantu masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Setelah habis jam kerja masih ada kecendrungan masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan swasta yang biayanya masih terjangkau atau hanya sekedar membeli obat warung. Menurut Ratminto & Winarsih15 Faktor yang juga mempengaruhi kepuasan masyarakat dalam mendapatkan pelayan publik termasuk pelayanan kesehatan adalah waktu pelayanan, pelaksanaan pelayanan kesehatan di instansi pemerintah harus dilaksanakan menurut waktu yang telah ditentukan, menurut keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 salah satu prinsip pelayanan publik adalah kepastian waktu dalam memberikan pelayanan. 4. Persyaratan Penggunaan Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dari program Jamsoskes Sumsel Semesta ada ketentuan yang harus dipenuhi oleh masyarakat Sumatera Selatan. Ketentuan tersebut adalah memunuhi persyaratan yang telah ditetapkan Penyelenggara Jamsoskes Sumsel Semesta dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Persyaraan tersebut mencakup syarat tehnis dan syarat administrasi sebagaimana tertulis dalam petunjuk penyelenggaraan Jamsoskes Sumsel Semesta. Secara teknis untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di puskesmas masyarakat harus datang ke puskesmas pada jam kerja. Sedangkan untuk persyaratan administrasi, pada awal diterapkan tanggal 27 Januari sampai bulan April 2009 hanya fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Keterangan Domisili penduduk Sumatera Selatan dan fotocopy Kartu Keluarga (KK) untuk anak-anak. Pada pelaksanaan berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta masyarakat yang menggunakan pelayanan Jamsoskes ternyata masyarakat yang telah mendapatkan Jamkesmas dari departemen Kesehatan. Untuk menghindari penggunaan Jaminan kesehatan secara bersama oleh masyarakat dan untuk kepastian kepesertaan maka sejak bulan Mei bersamaan dengan telah terbitnya Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 23 Tahun 2009 tanggal 27 Maret 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Sumatera Selatan Semesta (Jamsoskes Sumsel Semesta), pada Bab II tentang Persyaratan dan Tempat Pelayanan Kesehatan bagian kesatu persyaratan pelayanan kesehatan: Persyaratan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui Jamsoskes Sumsel Semesta yaitu: a) memiliki identitas diri, berupa Kartu Tanda Penduduk/Kartu Keluarga/ Surat Keterangan Domisili sambil menunggu kartu identitas yang resmi dan Surat Keterangan belum terjamin kesehatannya melalui Jamkesmas dari Kepala Desa/Lurah setempat, b) tidak memaksakan kehendak untuk meminta surat rujukan kerumah sakit. Jadi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagaimana tercantum dalam petunjuk penyelenggaraan Jamsoskes Sumsel Semesta hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam dengan tenaga kesehatan di Puskesmas “Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk berobat gratis pada program JSKSS, pada bulan januari – maret cukup membawa foto copy KTP atau KK, tetapi mulai bulan April sampai sekarang harus dilengkapi dengan surat keterangan dari Lurah yang menerangkan belum dijamin Jamkesmas”.(informan) Secara singkat perbandingan birokrasi yang harus dilalui masyarakat yang memanfaatkan berobat gratis program JSKSS dengan berobat sebagai pasien umum dapat dilihat pada gambar berikut:
13
Working Paper Series No. Bulan 20.. Pasien Umum
Masyarakat
Berobat Gratis
+
Memiliki KTP atau Surat Domisili
Kantor Lurah (Surat Keterangan)
Foto copi
Puskesmas
Gambar 4. Perbandingan alur untuk mendapatkan pelayanan pasien umum dan pasien berobat gratis Dari gambar 4 terlihat birokrasi untuk mendapatka pelayanan kesehatan gratis cukup panjang jika dibandingkan dengan pasien yang langsung berobat ke Puskesmas sebagai pasien umum (bayar). Dari hasil wawancara mendalam dengan masyarakat tentang kegunaan Kartu Tanda Penduduk, sebagian masyarakat belum menjadikan Kartu Tanda Penduduk sebagai dokumen yang menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari, karena biasaya Kartu Tanda Penduduk hanya dibutuhkan pada kondisi-kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang membuat Kartu Tanda Penduduk menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan antara lain ketika ada program-program pemerintah yang membutuhkan data kependudukan yang valid, seperti ketika pendataan masyarakat yang barhak mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT), pembagian raskin dan pembagian Kartu Jaminan Kesehatan. Selain hal-hal diatas sebagian masyarakat diharuskan memiliki Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku ketika berurusan dengan birokrasi pemerintahan, misalnya ketika akan menikah, membuat Akte Kelahiran untuk anak. Pada dasarnya Kartu Tanda Penduduk baru dibutuhkan ketika akan berurusan dengan birokrasi pemerintahan. Selain pandangan masyarakat tentang kegunaan Kartu Tanda Penduduk, hal lain yang membuat rasa malas masyarakat dalam membuat atau memperbaharui Kartu Tanda Penduduk adalah birokrasi, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan dalam penyelesaian pembuatan Kartu Tanda Penduduk. Untuk membuat atau memperpanjang Kartu Tanda Penduduk tahapan yang harus dilalui antara lain: 1) Meminta surat pengantar dari ketua RT, ketika meminta surat pengantar dari ketua RT terkadang tidak bisa langsung selesai, misalnya ketika ketua RT sedang tidak ditempat jadi harus menunggu, kalaupun sudah bertemu dengan ketua RT ketika blanko formulir surat pengantar habis harus foto copy dahulu. Selanjutnya baru surat pengantar bisa diselesaikan. Untuk satu surat pengantar tidak ada ketentuan biaya yang harus dibayar, tetapi biasanya biaya administrasi sebesar Rp. 5000, 2) Setelah mendapat surat pengantar dari ketua RT, bersama kelengkapan persyaratan yang lain dibawa ke kantor Lurah. Di Kantor Lurah KTP tidak bisa langsung selesai, Karena pembuatan 14
Working Paper Series No. Bulan 20..
KTP dilakukan di kantor Camat, biasanya paling cepat KTP baru selesai selama tiga hari. Dari uraian diatas tergambar bahwa untuk proses pembauatan Kartu Tanda Penduduk paling minimal tiga hari. Jadi ketika sakit mau berobat gratis harus menunggu tiga hari hanya untuk membuat KTP. Besarnya biaya untuk membuat Kartu Tanda Penduduk Rp. 25.000,-. Jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan ketika berobat sebagai pasien umum (bayar), biaya untuk proses pembuatan KTP bisa lebih tinggi. Berdasarkan petunjuk penyelenggaraan Jamsoskes Semesta Semesta, selain foto copy KTP atau Kartu Keluarga syarat lain yang harus dipenuhi adalah surat keterangan dari lurah yang menerangkan masyarakat belum dijamin asuransi kesehatan lain. Penambahan syarat surat keterangan dari lurah ini membuat beban yang harus ditanggung masyarakat bertambah. Untuk membuat surat keterangan dari lurah masyarakat harus meluangkan waktu dan mengeluarkan biaya. Berdasarakan hasil wawancara mendalam dengan masyarakat yang menjadi subyek penelitian proses pembuatan surat keterangan belum dijamin dari kantor lurah terdiri dari: 1) Harus memiliki KTP atau surat keteranan domisili wilayah kelurahan tempat meminta surat keterangan, 2) Mengisi formulir yang telah disediakan di kantor lurah, apabila formulir yang akan diisi habis maka masyarakat harus foto copy sendiri . Hal ini terungkap dalam wawancara mendalam sebagai berikut. “Saya ada pengalaman yang tidak memuaskan ketika membuat surat keterangan dari lurah untuk berobat gratis, karena formulir habis jadi saya foto copy sendiri, dan setelah selesai membuat surat keterangan saya masih diminta biaya administrasi Rp. 10.000, kalau tahu repot dan biaya yang dikeluarkan lebih besar saya akan berobat pasien umum meskipun harus bayar”. (Informan) Bagi masyarakat yang memerlukan pertolongan pengobatan yang cepat dan baru pertama kali berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta, birokrasi untuk melengkapi persyaratan dirasa sangat memperlambat proses mendapatkan pelayanan kesehatan. Setelah mengisi formulir baru dibuat surat keterangan. Surat keterangan bisa langsung selesai jika lurah atau pejabat yang berhak menandatangani ada ditempat, jika pejabat yang berwenang menandatangani tidak ada, maka masyarakat masih harus menunggu. Pembuatan surat keterangan belum dijamin asuransi kesehatan lain secara tertulis tidak ada biaya (gratis), tetapi berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan masyarakat yang sudah membuat surat keterangan, biaya pembuatan surat keterangan berkisar Rp. 1.000,- – Rp. 25.000,- tapi hal ini tidak bisa buktikan karena petugas di kelurahan tidak mengeluarkan kwitansi. Hal ini terungkap dari hasil wawancara mendalam sebagai berikut: “Untuk membuat surat keterangan belum dijamin oleh jamkesmas dari lurah tidak ada ketentuan harus bayar, tetapi kenyataanya saat saya meminta surat keterangan, petugas di kantor lurah meminta biaya Rp. 10.000–Rp.25.000…..tapi saya tidak diberi kwitansi pembayaran”. (Informan) Pembuatan surat keterangan belum dijamin asuransi kesehatan dirasa memberatkan masyarakat yang ingin berobat gratis program Jamsoskes Semesta. Hal ini menunjukkan pelayanan di kantor lurah belum berpihak dan mengutamakan kepentingan masyarakat. Selain itu kultur pelayanan belum menempatkan masyarakat sebagai konsumen yang berhak mendapatkan pelayanan sesuai harapan. Menurut Sinambela16 Masyarakat setiap waktu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris 15
Working Paper Series No. Bulan 20..
pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan: berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan. Kecendrungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang dilayani. Oleh karena itu, pada dasarnya dibutuhkan reformasi pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan “pelayan” dan yang”dilayani” ke pengertian yang sesungguhnya. KESIMPULAN 1. Sasaran kebijakan berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta diberikan kepada seluruh masyarakat Sumatera Selatan. Pada pelaksanaan masyarakat yang memanfaatkan berobat gratis adalah kelompok masyarakat miskin. 2. Dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis, jarak masih mudah dijangkau. Permasalahan yang dihadapi untuk mengakses Puskesmas adalah sarana transportasi. 3. Faktor Puskesmas a. Dalam pelaksanaan berobat gratis program Jamsoskes Sumsel Semesta, Puskesmas belum melaksanakan fungsi-fungsi manajemen khusus untuk kelancaran pelaksanaan program Jamsoskes. Manajemen yang dilakukan masih untuk mengatasi masalahmasalah jangka pendek belum dilakukan untuk jangka panjang dan berkelanjutan. b. Kapasitas pelayanan yang telah ditentukan pada petunjunk penyelenggaraan Jamsoskes bisa di akses di Puskesmas. Meskipun pelayanan kesehatan sudah dapat di akses, masyarakat belum puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. c. Waktu pelayanan puskesmas setelah pelaksanaan program Jamsoskes tidak ada perubahan sebelum pelaksanaan program gratis, sehingga masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas hanya terbatas pada jam kerja. Setelah habis jam kerja masyarakat tetap harus mencari fasilitas pelayanan kesehatan yang lain dengan konsekuensi harus bayar. Kecuali dalam keadaan darurat (emergency) bisa langsung ke rumah sakit. 4. Birokrasi yang harus dilalui bagi masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis cukup panjang dan berbelit-belit, terutama untuk pelayanan kesehatan gratis untuk pertama kali. Persyaratan yang diminta terutama surat keterangan belum dijamin oleh asuransi kesehatan yang lain cukup memberatkan masyarakat. Sehingga pada akhirnya masyarakat kembali berobat ke puskesmas sebagai pasien umum. SARAN 1. Perlu adanya kajian terhadap hal-hal yang bisa mempermudah masyarakat miskin untuk memanfaatkan berobat gratis seperti kemudahan persyaratan, karena meskipun pelayanan di puskesmas gratis, masyarakat masih menghadapi berbagai permasalahan sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan gratiis di Puskesmas. 2. Untuk masyarakat yang sulit mengakses puskesmas karena faktor transportasi, perlu ada kajian untuk mengaktifkan fungsi Puskesmas Pembantu dan Poskeslur serta bekerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang ada. 3. Faktor Puskesmas: a. Puskesmas perlu melakukan perencanaan yang matang dan melakukan inovasi dalam pelaksanakan berobat gratis. b. Dalam memberikan pelayanan kesehatan setelah kebijakan berobat gratis, selain kapasitas pelayanan yang diberikan, petugas kesehatan juga tetap harus memperhatikan kualitas pelayan kesehatan yang diberikan. c. Perlu adanya kajian terhadap jam buka Puskesmas, pelayanan di puskesmas mestinya tidak hanya terbatas pada jam kerja. Perlu mengoptimalkan fungsi Puskesmas 16
Working Paper Series No. Bulan 20..
Pembantu dan Poskeslur, dan bila memungkinkan bekerja sama dengan dokter praktek swasta. 4. Perlu adanya validitas data masyarakat yang menjadi sasaran Jamsoskes Sumsel Semesta dan dikeluarkan kartu peserta. Sehingga masyarakat bisa langsung datang berobat ke puskesmas, persyaratan menjadi tanggung jawab pemerintah kecamatan, kelurahan dan Puskesmas. KEPUSTAKAAN 1. Mukti, A.G & Moertjahjo (2008) Sistem Jaminan Kesehatan; Konsep Desentralisasi Terintegrasi. Magister Kebijakan Pemibayaan dan Manajemen Asuransi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Asosiasi Jaminan Sosial Daerah. Yogyakarta 2. Provinsi Sumatera Selatan (2009) Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Sumatera Selatan Semesta. Palembang 3. Dinkes Kota Lubuklinggau (2008) Profil Kesehatan Kota Lubuklinggau Tahun 2008. Lubuklinggau. 4. Trihono (2005) Arrimes, Manajemen Puskesmas; Berbasis Paradigma Sehat. Sagung Seto. Jakarta. 5. Yin, R.K. (2002) Studi Kasus, Desain dan Metode. PT Raja Grafindo Persada Jakarta 6. Thompson, Frnk J (1989) Handbook of Public Administration. San Fransisco: Josey-Bass 7. Sujatmiko (2006) Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tesis Program Pascasarjana Universitas Gadja Madah Yogyakarta 8. Sujatmiko (2006) Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tesis Program Pascasarjana Universitas Gadja Madah Yogyakarta 9. Setyowati, T., Lubis A (2003) Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (SUSENAS 2001), Buletin Penelitian Kesehatan, 3(14):177-185 10. Kotler, P. (1995) Manajemen pemasaran, edisi Indonesia, Salemba Empat Jakarta. 11. Handayani, L., Siswanto, Ma’ruf, N.A. & Hapsari, D., Pola Pencarian Pengobatan di Indonesia, Analisis Data Susenas 2001, Buletin Penelitian Kesehatan, 31(1):33-47 12. Dirjen Binkesmas Depkes RI (2006), Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 13. Provinsi Sumatera Selatan (2009) Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Sumatera Selatan Semesta. Palembang 14. Wijono, D. (2008) Manajemen Puskesmas: Kebijakan dan Strategi TQM. Penerbit Duta Prima Airlangga Surabaya 15. Ratminto & Winarsi (2009) Manamemen Pelayanan, Pengembangan Model Konseptual: Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Pustaka Pelajar Yogyakarta. 16. Sinambela, L., Rochadi, S., & Ghazali, R. (2008) Reformasi Pelayanan Publik; Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Bumi Aksara. Jakarta
17