Aksara Karo
Sebuah sumbangan untuk budaya Karo
UNTUK KALANGAN SENDIRI
Sapo Prints – Patumbak. Patumbak, 2012
AKSARA KARO Bastanta Permana Sembiring
Diterbitkan oleh: Sanggar seni tradisional Karo “Sadaperarih Senembah – Petumbak” Sekretariat: Jl. Perjuangan IV, Dusun IV Sigara-gara(Kampung Karo), Patumbak, Deliserdang, Sumatera Utara. http://arikokena.blogspot.com dan Komunitas: “ Taneh Karo Lanaibo Banci Terlupaken ” http://www.facebook.com/groups/simalem
Dicetak oleh: SAPO PRINTS – Patumbak Isi diluar tanggung jawab percetakan
Kritik dan saran:
[email protected]
Persembahan untuk budaya Karo. Dari seorang putra Karo dengan segala kerendahan hati, kelemahan, dan kekurangan. Mejuah-juah.
Aksara Karo|i
Aksara Karo|ii
Aksara Karo|iii
Aksara Karo|iv
Aksara Karo|v
Kata Pengantar Jauh sebelum buku ini disusun, sebenarnya sudah ada kerinduan untuk menuliskan sebuah buku yang khusus membahas tentang aksara Karo, namun keinginan itu sedikit tertahan karena, sejujurnya penulis merasa belum-lah pantas untuk menerbitkan sebuah buku dengan alasan mengganggap diri bukan seorang yang ahli dalam hal penulisan bahkan, dalam hal aksara Karo. Dua tahun berlalu saat keinginan itu muncul, hingga sekarang masihlah jarang ada buku yang khusus diterbitkan membahas tentang aksara Karo ini. Dan walaupun ada, kebanyakan buku-buku itu memuat aksara Karo hanya sebagai tambahan dari materi sesungguhnya dari sebuah buku, yang hanya memperkenalkan aksara Karo itu sebatas karakter indung surat dan anak surat-nya saja, sehingga para pembaca hanya mengenal namun tidak mengerti bagaimana mempergunakannya. Melihat hal ini, maka penulis sekitar setahun lalu tertantang untuk menyusun tutorial aksara Karo lengkap dengan cara pemakaiannya di blog pribadi penulis (Kesain Sembiring Mergana di: http://bastanta-meliala.blogspot.com; Rudang Rakyat Sirulo di alamat: http://arikokena.blogspot.com, ataupun di kolom kompasiana dengan link: http://www.kompasiana.com/Simbisa_366 ) yang mengundang banyak respon dari pembaca. Bahkan, ada beberapa yang mengaku telah mampu membaca dan menulis aksara Karo
Aksara Karo|vi
setelah membaca tutorial yang disusun oleh penulis. Tidak sedikit juga orang yang meminta untuk belajar langsung, baik secara online(social media, e-mail, dll) maupun ofline. Tidak jarang juga beberapa teman yang onlie melalui mobile phone mengaku kesulitan untuk belajar, mengingat tampilan blog kalau di handphone berbeda dengan di PC, sehingga tutorial yang banyak memuat karakter teks dan gambar membuat pembaca yang melalui handphone merasa kurang nyaman. Oleh kerena itu, banyak usulan dan permintaan kepada penulis agar menyusun sebuah buku yang membahas tentang aksara Karo ini. Pada kesempatan ini, penulis berusaha menyusun aksara Karo itu dalam bentuk sebuah buku pegangan yang simpel, agar para pembaca dapat belajar dimana saja dan kapan saja sesuai dengan waktu luangnya. Buku ini memuat empat bab, dimana pada bab pertama dan ke-2 membahas tentang aksara Karo, yang meliputi perkenalan karakter indung surat dan anak surat, cara pemakaiaanya, serta contoh-contoh dan latihan-latihan yang akan membuat pembaca mudah mengerti dan dapat langsung memperaktekkannya. Dalam buku ini, selain aksara Karo, penulis juga menyertakan merga silima dan cabang-cabangnya pada bab ke-3 serta sangkep nggeluh kalak Karo di bab yang ke-4 sebagai tambahan.
Aksara Karo|vii
Sebelum membaca buku ini lebih lanjut, penulis menyarankan agar para pembaca untuk terlebih dahulu mengenal betuk karakter-karakter indung surat dan anak surat, agar pada kelanjutannya mudah untuk mengerti dan mampu menuliskan secara langsung tanpa harus bolak-balik melihat tabel indung surat dan anak surat. Akhirnya, inilah yang dapat penulis bagikan kepada setiap pembaca tentang aksara Karo. Semoga dengan terbitnya buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan untuk kelesatarian budaya Karo, terkhususnya kasara Karo, walau pada dasarnya disadari masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Sebelum dan sesudahnya, terlebih dahulu penulis sampaikan banyak trima kasih. Mejuah-juah.
Patumbak, 10 Desember 2012.
Aksara Karo | 1
Aksara Karo
A. Apa itu aksara? Aksara merupakan sebuah sistem simbolisasi visual yang tertera pada media tulis berupa kertas, kayu, bambu, daun, batu, logam, atau media lainnya. Simbol visual ini kemudian difungsikan untuk mengutarakan ataupun menterjemahkan unsur-unsur ekspresif dari suatu bahasa lisan menjadi bahasa tulisan. Dengan ketentuan, disepakati dan dimengerti bersama oleh para penggunanya.
B. Apa itu aksara Karo? Aksara Karo, adalah salah satu aksara kuno yang ada di nusantara, yang dipergunakan untuk mengapresiasikan unsurunsur ekspresif dalan cakap(bahasa) Karo. Yang diakui, disepakati, dimengerti, serta dipergunakan secara bersama oleh para penggunanya, yakni masyarakat Karo. Karena itu maka disebut dengan aksara Karo.
Aksara Karo | 2
Adapun media dalam menuliskan aksara Karo ini sama halnya dengan aksara-aksara lainnya. Namun, secara umum aksara Karo, dahulu kebanyakan ditulis pada bilah bambu ataupun kulit kayu, yang diukir dengan menggunakan ujung mata pisau dan kemudian dihitamkan dengan zat pewarna yang diperoleh dari alam ataupun, dengan memanaskan logam dan diasah ke tulisan yang telah terukir, sehingga menimbulkan efek gosong(warna hitam).
C. Aksara Karo dalam sejarah dan tradisi Karo Dipercaya, aksara Karo yang sering juga disebut surat Aru(Haru) ini merupakan aksara yang diturunkan secara langsung dari aksara Palawa(wenggi), rumpun dari aksara Brahmi yang berkembang di India bagian selatan. Dimana masuknya ke nusantara juga ke Aru diperkirakan sekitar awal abad I(pertama), dibawa langsung oleh bangsa Tamil bersamaan dengan masuknya kepercayaan Hindu(Senata Dharma) yang di Karo dikenal dengan Pemena(agama asli Karo, pemena = awal, pertama). Namun, ada juga yang melontarkan pendapat yang berbeda. Dimana dikatakan bahwa aksara ini sebenarnya turunan dari aksara Nagari(Devanagari), yang merupakan rumpun dari aksara Brahmi yang berkembang di India bagian utara, yang masuknya ke nusantara sekitar abad ke-5 bersamaan dengan masuknya ajaran Budha.
Aksara Karo | 3
Ilustrasi silsilah aksara Karo
Aksara dan bahasa Karo juga diyakini pernah eksis dan menjadi tulisan dan bahasa umum yang dipergunakan di beberapa wilayah Sumatera bagian utara, timur, dan tengah. Atau dengan kata lain, aksara dan bahasa resmi dimasa kejayaan kerajaan Aru. Aksara Karo, dalam kehidupan masyarakat Karo, selain dipergunakan sebagai media komunikasi(surat menyurat), juga dipergunakan sebagai ragam hias, menuliskan pustaka(kitab), cerita, dan lain sebagainya. Beberapa turi-turin(cerita asal usul) merga bahkan diketahui pernah ditulis dalam cakap dan juga aksara Karo, seperti Pustaka Kembaren, Pustaka Ginting, dan Hikayat Hamparan Perak(Sembiring Plawi).
Aksara Karo | 4
Secara konkrit, mulai akhir tahun 1880-an, segala urusan kebata-kan dan penunjukan kountrolir, serta hukum di Dusun(Karo Jahé/Deli-Serdang) disusun dalam cakap Karo. Di tahun 1909, sultan Deli menandatangani hukum adat peradilan Dusun yang diselenggarakan oleh Westenberg(kountrolir) atas permintaan para pemimpin Dusun diterjemahkan dalam cakap Karo. Bahkan mungkin juga dalam aksara Karo!
Diketahui juga, di tahun 1887 para guru tradisional di Karo Jahé mengajar baca dan menulis bahasa daerah masih dibayar dengan mata uang emas(dirham/draham)[..]. Ini merupakan salah satu konfirmasi akan eksistensi aksara dan bahasa Karo dimasa lampau. Bahkan, hingga kini di beberapa daerah di Deli-Serdang, Langkat, dan – tentunya di Kabupaten Karo masih ada mata pelajaran daerah, yakni Aksara Karo.
Dalam turi-turin Karo sendiri, setidaknya ada dua tradisi sub-merga yang ada kaitanya dengan aksara, seperti pada tradisi Sembiring Gurukinayan dan Peranginangin Sinurat. Dalam tradisi Sembiring Gurukinaya, diceritakan bahwa salah satu keturunan dari Megit[-dan] Brahmana yang bernama Mbulan Brahmana(cikal bakal Kesain Rumah' Mbulan Tanduk, Kabanjahe) saat melakukan perjalanan menemukan sebuah buluh kayan ersurat(bambu bertulikan ilmu bela diri) yang kemudian menetap, membuka kuta(kampung, permukiman), dan mengajarkan mayan(silat). Sehingga, dikemudian hari keturunannya disebut Gurukinayan yang kini menjadi salah satu sub-merga Sembiring Gurukinayan.
Aksara Karo | 5
Beda hal dengan apa yang diceritakan pada tradisi Peranginangin Sinurat. Diceritakan, Peranginangin Sinurat ini merupakan juru tulis dari Raja Urung Peranginangin Pincawan di Perbesi, sehingga keturunannya disebut sinurat(si = si, yang, dia; nu/ni = yang, melakukan; surat = menulis; sinurat = yang menuliskan ataupun juru tulis) dan kini menjadi sub-merga Peranginangin Sinurat.
Aku kalak Karo, kam? Mari kita raduSsitandan,Siajar-ajaren, Sisampat-sampaten, Dingen Sikeleng-kelengen.
Aksara Karo | 6
Cara menuliskan aksara Karo A. Pengantar Aksara karo, diklasifikasikan dalam kelompok abugida, atau sering juga disebut alfasilabis, yang merupakan aksara segmental yang mendasar pada konsonan sebagai huruf utama dengan notasi vokal yang diwajibkan, walaupun sifatnya sekunder. Sehingga, semua bunyi dapat dilambangkan secara pasti dan akurat, misalkan bunyi a, i, u, é, e, dan o, dapat kita temukan karakter yang mendukung untuk mengapresiasikanya dalam bentuk tulisan yang termasuk dalam bagian diakritik. Jenis aksara ini merupakan turunan dari Aksara Brahmi, yang banyak dipergunakan di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Berbeda dengan pada sistem alfabet, dimana konsonan dan vokal memiliki kedudukan yang sama. Dalam aksara Karo, ada dikenal dengan indung surat dan anak surat. Indung surat sebagai huruf utama yang terdiri atas 21 surat(huruf/font), yang merupakan fungsi fonetis pelambang konsonan, walaupun pada pengejaannya selalu diakhiri oleh bunyi a, kecuali pada surat “I” dan “U” yang hanya dipakai sebagai huruf pertama dari penulisan sebuah kata.
Aksara Karo | 7
Anak surat atau huruf bantu yang merupakan diakritik pada aksara Karo, memiliki fungsi sebagai: 1) penghilang ataupun mematikan bunyi “a” pada setiap indung surat, 2) pengubah bunyi “a” yang mengikuti indung surat menjadi bunyi “i, u, é, e, dan o”, 3) menambahkan bunyi “ng dan h”, serta 4) memperjelas vokal yang baik sebagai awalan, sisipan, maupun akhiran.
B. Indung Surat Adapun ke-21 surat yang terdapat pada aksara Karo seperti tampak pada tabel berikut ini!
Indung Surat
Aksara Karo | 8
Perhatikan contoh-contoh berikut ini yang menunjukkan penulisan indung surat Karo. Contoh:
Setelah melihat contoh-contoh diatas, cobalah untuk mengerjakan latihan berikut ini.
selanjutnya
1. Tuliskanlah kata-kata berikut ini dalam aksara Karo.
Aksara Karo | 9
2. Cobalah untuk menuliskan aksara Karo berikut ke dalam aksara Latin.
Bagaimana, apakah sampai disini Anda sudah mendapatkan gambaran cara penulisan aksara Karo? Apakan Anda sudah mampu baca dan tulis dalam aksara Karo? Jika ya, coba juga menuliskan kata-kata berikut ini ke dalam aksara Karo!
a. Ka – mi b. Ré – ni c. Mi – na d. Ri – ni ku – he - n
e. Si – n – di f. Wi – n – da g. Wi – t – h h. S – c – ho – ko – la – de –
Apakah belum bisa? Jika belum, mari kita belajar tentang anak surat agar dapat menuliskan kata-kata diatas.
Aksara Karo | 10
C. Anak Surat
Anak Surat
Anak surat dalam aksara Karo dibagi atas tiga golongan yang memiliki fungsinya masing-masing. Ketiga golongan itu adalah sebagai berikut:
Aksara Karo | 11
i. Golongan I: menghilangkan bunyi “a” ii. Golongan II: mengubah bunyi “a” iii. Golongan III: Menambahkan bunyi “-ng” dan bunyi “-h” i. Anak surat golongan I Anak surat golongan I ini adalah sebuah penengen ataupun, pemantik dengan tanda “_”. Berfungsi untuk menghilangkan(mematikan) bunyi “a” pada setiap indung surat, sehingga, indung surat yang semula berbunyi: ha – ka – ba – pa – na – wa – ga – ja – da – ra – ma – ta – sa – ya – nga – la – ca(tja) – nda – mba kini menjadi surat yang berbunyi tunggal tanpa ada bunyi “a”-nya, seperti: h – k – b – p – n – w – g – j – d – r – m – t – s – y – ng – l – c – nd – mb. Dan, perlu diingat! “h” pada indung surat diberi penengen(ha+penengen) hanya berfungsi sebagai huruf awal kata, awal penggalan kata, ataupun ejaan berbunyi tunggal, misalkan: hari, haru, ka-har, ba-hur, dlsb. Namun, untuk bunyi akhiran, misalkan ingin menuliskan kata “kah, nah, bah, reh, dll”, untuk menyatakan bunyi “h” yang dipakai bukan indung surat ha + penengen melainkan indung surat+kejeringen yang pada pelajaran berikutnya akan kita bahas. Tanda penengen ini diletakkan tepat setelah(di depan) indung surat yang bunyi “a” – nya hendak dihilangkan. Perhatikan tabel berikut yang menunjukkan indung surat Karo yang telah diberikan tanda penengen!
Aksara Karo | 12
Indung surat setelah diberi penengen
Berikut akan dijelaskan bagaimana menggunakan tanda penengen dalam menulis aksara Karo.
Aksara Karo | 13
Perhatikan contoh di atas! Pada bagian Penulisan I ada empat indung surat, yakni: ma, ka, na, dan ya. Jika kelima indung surat itu dirangkai, maka akan membentuk kata makananaya. Padahal, kita hendak merangkai kata maknanya, sehingga apa yang kita tuliskan hasilnya tidak seperti yang diinginkan.
Dalam kasus ini, apa yang kira-kira dapat kita lakukan supaya kelima indung surat yang tadinya membentuk kata ‘makananaya’ menjadi kata ‘maknanya?’. Ya, tentunya kita membutuhkan anak surat penengen yang berfungsi menghilangkan bunyi “a” pada indung surat. Sehingga, indung surat “ka” dan “na” menjadi “k” dan “n’ – saja. Hal ini ditunjukkan oleh tanda panah berwarna merah pada bagian Penulisan II di atas. Dan perhatikan pada bagian bawah yang ditunjukkan tanda pahan hitam! Lihat! Disana ada aksara Karo disisi kiri dengan bacaan pada aksara latin di sisi kannanya. Saya berikan dua alternatif, 1). maknanya dan 2). maknana. Mengapa demikian? Karena dalam aksara dan bahasa Karo, “na” setara atau sama dengan “nya” (na = nya). Perhatikan juga contoh berikut ini!
Aksara Karo | 14
Pada contoh di atas, kita akan mencoba menulikan kata bantal dengan aksara Karo, maka kita membutuhkan empat indung surat (ba, na, ta, dan la) dan penengen seperti yang ditunjukkan tanda panah berwarna merah. Dengan memberikan tanda penengen pada indung surat “na”, maka bunyi “a” – nya hilang dan menjadi “n” saja. Begitu juga yang terjadi dengan indung surat “la” menjadi “l” saja. Perhatika juga contoh-contoh berikut ini!
Latihan! 1. Tuliskanlah kata-kata dalam aksara Karo berikut ini kedalam aksara Latin!
Aksara Karo | 15
2. Tuliskanlah kata-kata berikut ke dalam aksara Karo!
ii. Anak surat golongan II Anak surat golongan II pada aksara Karo terbagia atas lima, yang masing-masing berfungsi sebagai pengubah bunyi “a” menjadi bunyi “ i, u, é, e, dan o ”. Berikut kelima anak surat golongan II tersebut serta cara penulisannya dalam aksara Karo.
a. Klewen ( o ) Anak surat klewen berfungsi sebagai pengubah bunyi “a” pada indung surat menjadi bunyi “ i ” dengan karakter yang ditunjukkan “ o ” diletakkan tepat setelah(di depan) indung surat yang bunyi “a” – nya ingin diubah menjadi “i”. Perhatikan tebel indung surat setelah diikuti tanda klewan berikut ini.
Aksara Karo | 16
Indung surat setelah diberi anak surat klewen
Contoh
Aksara Karo | 17
Perhatikan contoh di atas! Kita hendak menuliskan kata ‘mika’ maka, kita butuh dua indung surat ‘mi’ dan ka. Akan tetapi kita ketahui bersama kalau dalam indung surat Karo tidak ada surat mi, yang ada hanya ma. Jadi, sekarang apa yang dapat kita lakukan? Ya, tentunya mengubah bunyi “a” menjadi bunyi “i”. Perhatikan penulisan berikut ini.
Dengan menambahkan tanda klewan ( O ), maka surat “ma” berubah menjadi “mi”, sehingga kata diatas bukan lagi maka tetapi menjadi mika. Perhatikan juga contoh-contoh berikut!
Aksara Karo | 18
Latihan! 1. Tuliskanlah kata-kata berikut ini kedalam aksara Karo!
3. Tuliskanlah kata-kata dalam aksara Karo berikut kedalam aksara Latin!
’
Aksara Karo | 19
b. Sikurun (x)
Anak surat sikurun berfungsi untuk mengubah bunyi “a” yang mengikuti setiap indung surat menjadi bunyi “u”, dengan karakter yang ditunjukan “x” diletakkan tepat setelah(di depan) indung surat yang bunyi “a” – nya hendak dirubah menjadi bunyi “u”. Perhatikan tabel yang menunjukkan indung surat setelah diberi tanda sikurun.
Indung surat setelah diberi anak surat sikurun
Aksara Karo | 20
Contoh:
Coba perhatikan penulisan aksara Karo pada sisi kiri dan sisi kanan contoh 1 dan 2 di atas. Apa yang berbeda? Ya, di sisi kanan ada kita jumpai tanda sikurun yang ditunjukkan oleh tanda penunjuk berwarna merah, sedangkan di sisi kiri tidak ada kita temukan tanda sikurun. Dengan memberikan tanda sikurun didepan indung surat, maka kata da-ka pada sisi kiri contoh 1 berubah menjadi du-ka, dan, kata la-ka di sisi kiri contoh 2 berubah menjadi lu-ka. Perhatikan juga contoh-contoh berikut ini.
Aksara Karo | 21
Latihan 1. Tuliskanlah kalimat dalam aksara Karo berikut ke aksara Latin!
2. Tuliskanlah kalimat berikut ini kedalam aksara Karo! Mula-mulanya aku suka kamu, lalu cinta kamu, rindu kamu, tapi kamu juga buat aku benci kamu!
c. Ketelengen Perhatikan tabel berikut yang menunjukkan indung surat setelah diberikan tanda ketelengen!
Indung surat setelah diberi anak surat ketelengen
Aksara Karo | 22
Dengan menambahkan anak surat ketelengen “ ” yang diletakkan di belakang indung surat, maka bunyi “a” yang mengikuti indung surat akan berubah menjadi bunyi “é”. Perhatikan contoh penggunaan tanda ketelengen berikut ini!
Perhatikan contoh di atas! Dengan menambahkan tenda ketelengen, maka “ma” berubah menjadi “mé”, seperti yang ditunjukkan tanda penunjuk berwarna merah. Bbandingkan dengan yang ditunjukkan oleh tanda penunjuk warna hitam(penengen/pemantik).
Aksara Karo | 23
Berikut ini contoh-contoh penggunaan anak surat ketelengen dalam aksara Karo.
Latihan! 1. Tuliskanlah kata-kata berikut kedalam aksara Karo. a . Éka e. Élék
b. Éntok
c. Éksam
d. Léni
2. Tuliskanlah kata-kata dalam aksara Karo berikut kedalam aksara Latin.
d. Kebereten
Dengan memberikan anak surat kebereten (… >)pada setiap indung surat, maka bunyi a yang mengikuti indung surat berubah menjadi bunyi e.
Aksara Karo | 24
Indung surat setelah diberi anak surat kebereten
Contoh:
Aksara Karo | 25
Perhatikan contoh di atas! Tanda kebereten didepan indung surat yang ditunjukan oleh penunjuk berwarna merah, membuat surat ga berubah menjadi ge, sehingga tulisan Karo diatas bukan lagi dibaca gajala tetapi, dibaca gejala. Demikian juga berlaku untuk kata belanja. Perhatikan juga contoh-contoh dibawah berikut ini!
Latihan: 1. Tuliskanlah kata-kata dalam akasara Karo berikut kedalam aksara Latin.
2. Tuliskanlah kalimat berikut ini kedalam aksara Karo. Menceritakan cerita jenaka sebelum selesai belajar bersama dengan teman-teman semua.
Aksara Karo | 26
e. Ketolongen Jika indung surat diberikan tanda ketolongen, maka bunyi “a” yang mengikutinya akan berubah menjadi bunyi “o”. Adapun letak dari tanda anak surat ketolongen ini (<…) tepat dibelakang atas indung surat(ditinggalkan indung surat).
Indung surat setelah diberi anak surat ketolongen
Aksara Karo | 27
Perhatikan contoh di atas! Pada sisi kiri tertulis ma-r-gan dan di sisi kanan mo – r – ga –n. Perhatikan tanda penunjuk berwarna merah pada penulisan di sisi kanan. Dengan memberikan anak surat ketolongen pada surat ma, membuat bunyi a – nya akan berubah menjadi “o”, sehingga, surat ma menjadi mo. Perhatikan juga contoh-contoh berikut!
Latihan. 1. Tuliskanlah kata-kata dalam aksara Karo berikut kedalam aksara Latin.
Aksara Karo | 28
2. Tuliskanlah kalimat berikut ini kedalam aksara Karo.
iii. Anak surat golongan III Selain untuk menghilangkan dan mengubah bunyi a yang mengikuti setiap indung surat, anak surat juga berfungsi untuk menambahkan bunyi “h” dan “ng” yang terdapat pada bagian anak surat golongan III berikut ini.
a. Kejeringen Anak surat kejeringen berfungsi untuk menambahkan bunyi ha yang diletakkan tepat di depan atas dari surat yang hendak ditambahkan bunyi h – nya.
Aksara Karo | 29
Contoh:
Perhatikan contoh diatas! Bedakan penggunaan h pada kolom atas dengan kolom bawah. Kejeringen yang untuk menyatakan bunyi h, hanya berlaku untuk akhiran. Sedangkan untuk awalan atau sisipan, baik kata maupun penggalan kata digunakan indung surat ha dan bila perlu ditambahkan anak surat sebagai penjelas. Perhatikan juga contoh-contoh berikut ini.
Aksara Karo | 30
Latihan. 1. Tuliskanlah kata-kata dalam aksara Karo berikut kedalam aksara Latin.
2. Tuliskanlah kalimat-kalimat berikut ini kedalam aksara Karo.
Arah suah, teruh rumah i sabah Erlebuh-lebuh pe labo min menda salah Giah pusuh lalap nge la robah Ngolih padan sila ndube erbuah. ‘Nggo menda sah ersuruh kesah Eruah-ruah ngolih lalap la erbuah Entah enda me dalin ku robah Gelah – lah ola pepagi lolah.
Aksara Karo | 31
Tabel penambahan bunyi yang diakibatkan oleh anak surat kejeringen.
Aksara Karo | 32
b. Kebincaren Kebincaren dalam aksara Karo berfungsi untuk menambahkan bunyi ng, yang posisi(simbol)-nya diletakkan didepan ataupun setelah surat yang hendak ditambahkan bunyi ng – nya.
Contoh:
Perhatikan contoh di atas. Penggunaan kebincaren untuk menghasilkan bunyi ng, hanya berlaku untuk akhiran. Sedangkan untuk awalan, untuk menghasilkan ng dipergunakan surat nga + penengen (nga+penengen = ng).
Aksara Karo | 33
Latihan. 1. Tuliskanlah kalimat dalam aksara Karo berikut kedalam aksara Latin.
2. Tuliskanlah kalimat berikut ke dalam aksra Karo. Seandainya orang-orang memandang ke arah matahari siang, tak mungkin mereka akan mengatakan ini gelap. 3. Tuliskanlah kata-kata berikut ini kedalam aksara Karo.
Aksara Karo | 34
Tabel penambahan bunyi yang diakibatkan oleh anak surat kebincaren.
Aksara Karo | 35
D. Vokal Vokal, dalam bahasa Karo sama halnya seperti dalam bahasa Melayu(Indonesia), dimana kita temukan lima bunyi vokal, yakni: a, i, u, e, dan o. Pada sistem alfabet yang lazim kita pergunakan seharihari, dimana konsonan dan vokal memiliki kedudukan yang sama. Hal ini berbeda dengan yang berlaku dalam sistem aksara alfasilabis, dimana fonem vokal diwajibkan, namun bersifat sekunder, dan hal ini-lah yang berlaku pada aksara Karo. Dalam aksara Karo, untuk menghasilkan bunyi vokal kita membutuhkan anak surat yang merupakan diakritik, dipakai surat ha+anak surat, kecuali untuk bunyi vokal I dan U digunakan surat I dan U yang terdapat pada kelompok indung surat. Namun, untuk penggunaan surat I dan U ini, hanya berlaku sebagai huruf awal dari sebuah kata, dan untuk sisipan dan akhiran dipakai surat ha+anak surat.
Aksara Karo | 36
Karakter vokal dalam aksara Karo
Latihan. 1. Tuliskanlah kata-kata dalam aksara Karo berikut kedalam aksara Karo.
Aksara Karo | 37
2. Tuliskanlah kata-kata berikut ke dalam aksara Karo.
E. Pendungi
Kalau ada pemena(awal) tentu ada pendungi(akhir). Dalam aksara Latin, titik ( . ) adalah karakter atau tanda baca untuk mengakhiri kata, kalimat, paragraf, dlsb.
Adapun karakter pendungi ataupun sejenis titik dalam aksara Karo adalah “ ” yang tentunya diletakkan diakhir sebuah kata.
Aksara Karo | 38
F. Latihan. 1. Tulisakanlah syair berikut kedalam aksara Karo. Kutatap Deleng Sibayak Ras Lau Kawar Simalem O, Taneh Karo Simalem Amin ndauh kita lawes Nadingken Taneh Simalem Lanaibo banci terlupaken O, Taneh Karo Tanehna simalem Lanaibo banci terlupaken O, Taneh Karo Tanehna simalem Lanaibo banci terlupaken
…………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………….
Aksara Karo | 39 …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………….
Aksara Karo | 40
2.
Tuliskanlah naskah dalam aksara Karo berikut kedalam aksara Latin.
Sumber : Suplemen Ende-enden GBKP Jilid III, no. 173 : 1 – 3.
Ungkapan cinta dengan syair dan lagu untuk: Taneh Karo Simalem yang tercinta.
| 41
Merga Silima dan cabang-cabangnya
Merga Silima dan Cabang-cabangnya | 42
Merga Silima dan Cabang-cabangnya | 43
Catatan: Masyarakat Karo menganut sistem perkawinan eksogami, yang dimana mengharuskan seseorang untuk menikah dengan orang diluar merga-nya. Merga Ginting dan Tarigan adalah penganut sistem eksogami murni, sedangkan untuk beberapa sub-merga dari merga Sembiring dan Peranginangin menganut sistem eleutherogami terbatas, yang maksudnya memperbolehkan menikah dengan se-merga(sibuaten), dengan ketentuan bukan se-darah atau keluarga inti.
Bagi nina sumpah kalak perbru:
“Kemali mulih adi la mbaba ulih!” (Berpantang pulang jikalau tak berbuah hasil!)
| 44
Sangkep Nggeluh Kalak Karo Manusia diciptakan dengan kodrat sebagai mahluk sosial, yang dimana memiliki interaksi aktif terhadap apa yang ada disekitarnya, terutama dengan sesama manusia. Interaksi yang aktif ini-lah yang dikemudian – hari menumbuhkan hubungan dan jaringan, baik yang terbentuk melalui asas keturunan, pernikahan, maupun interaksi sosial secara umum. Hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan ini-lah yang dalam kehidupan masyarakat Karo disebut dengan sangkep nggeluh yang meliputi merga silima(di BAB III sebelumnya, telah ditunjukkan merga silima(lima merga Karo) serta cabangcabangny), tutur siwaluh, rakut sitelu, dan perkaden-kaden si sepuluh dua tambah sada. Tutur mengandung artian hubungan dan kedudukan. Baik secara adat, maupun kekeluargaan. Untuk mengetahui tutur, maka dilakukan ertutur, yakni: proses menelisik hubungan dan kedudukan dalam adat maupun kekeluargaan.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 45
B. Orat tutur Tutur mengandung artian hubungan dan kedudukan. Baik secara adat, maupun kekeluargaan. Untuk mengetahui tutur, maka dilakukan ertutur, yakni: proses menelisik hubungan dan kedudukan dalam adat maupun kekeluargaan. Orat tutur, berarti kedudukan dan hubungan perkadekaden (kekerabatan) berdasarkan asas hubungan vertikal(geneologi/darah), maupun horizontal(perkawinan, sejiran, sepersadaan, dll), yang didapat dari proses ertututr, sehingga diperoleh dua belas tegun(kelompok) yang masingmasing memiliki kundulen(fungsi dan kedudukan) dalam adat Karo. Adapun ke – dua belas tegun orat tutur dalam sangkep nggeluh kalak Karo(kekerabatan orang Karo), yakni:
1. Sembuyak 2. Senina 3. Senina Sepemeren 4. Senina Separibanen 5. Senina Sedalanen 6. Senina Sepengalon 7. Kalimbubu 8. Puang Kalimbubu 9. Puang Ni(Nu) Puang 10. Anak Beru 11. Anak Beru Menteri 12. Anak Beru Pengapit(Singikuri)
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 46
Ke-12 tegun di atas juga disebut perkade-kaden si sepuluh dua(ke-12 kekerabatan Karo) dan jika ditambah dengan teman meriah(teman sepekerjaan, sepersadan, sejiran, sekampung, dlsb) itulah yang lazim disebut dengan perkade-kaden si sepuluh dua tampah sada.
Secara umum, ke-12 tegun ini kemudian disederhanakan lagi menjadi delapan tegun, disebut dengan tutur si waluh. Dimana, ke-delapan tutur itu terdiri dari 1) Sembuyak, 2) Senina(poin 2 – 6), 3) Kalimbubu, 4) Puang Kalimbubu, 5) Puang Ni Puang, 6) Anak Beru, 7) Anak Beru Menteri, dan 8) Anak Beru Pengapit(singikuri). Dan, beranjak dari itu, tumbuh-lah rakut si telu dalam orat tutur yang dimana, pada poin 1 – 6, kundulennya masuk dalam tegun yang disebut sukut; poin 7 – 9 kalimbubu, sedangkan 10 – 12 disebut tegun anak beru. Sehingga, dalam rangkuman tiga kelompok ini, maka muncul-lah istilah rakut si telu, yakni: 1) sukut(sembuyak – senina), 2) anak beru, dan 3) kalimbubu, yang jika kita terjemahkan secara harafiah mengandung arti tiga ikatan(ikatan yang tiga).
Namun, dasar dari semua itu sebenarnya adalah tutur siwaluh yang berasaskan pada kekerabatan vertikal(geneologi) ataupun hubungan darah, seperti ditunjukkan oleh skhema berikut ini!
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 47
Skema tutur siwaluh asas hubungan darah
a. Merga Merga, adalah darah yang diwariskan oleh orang tua kita(ayah) kepada kita. Dalam pandangan umum, merga ataupun submerga ini sama halnya dengan nama keluarga sebagai penjelas identitas. Pewaris(darah) merga dalam suku Karo dibawa dan diturunkan oleh laki-laki, yang juga diwariskan kepada keturunannya kelak. Sedang untuk wanita disebut beru(disingkat br). Namun, walaupun bukan pemberi merga, diberu(wanita) dalam sistem kekerabatan suku Karo perananya sangatlah penting dalam
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 48
penentuan kedudukan didalam adat, sehingga dapat kita lihat dari skhema diatas bahwa dalam tutur siwaluh itu, kundulen(kedudukan) dari masing-masing orat tutur itu diwariskan dari perempuan, bukan laki-laki(kecuali merganya). Ayah saya bermerga Sembiring Meliala, sehingga pastilah saya juga ber-merga Sembiring Meliala dan turang(persaudaraan berbeda gender) ataupun saudari saya pastilah beru Sembiring Meliala juga. Jika membaca nama-mana dari orang Karo, kita sudah mengetahui jenis kelamin(gender) dari sipemilik nama. Contoh: -
Reh Ngenana Sembiring (laki-laki) Reh Ngenana Beru(Br.) Sembiring (perempuan) Keriahen Br. Tarigan (perempuan) Keriahen Tarigan (laki-laki)
Saat sekarang ini, sudah banyak kaum wanita Karo yang dalam menuliskan namanya langsung menuliskan nama merga atau sub-merganya saja, tanpa didahului kata beru(br).
b. Bere-bere Bere-bere, adalah darah yang diwariskan oleh ibu kepada kita, atau dengan kata lain beru yang dimiliki oleh ibu kita. Saya bermerga Sembiring Meliala karena ayah saya ber-merga Sembiring Meliala. Sedangkan ibu saya adalah beru Ginting Manik jadi, bere-bere saya adalah Ginting Manik.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 49
Ilustrasi terjadinya merga dan bere-bere.
c. Binuang Binuang, adalah beru yang dimiliki oleh nenek kita dari ayah(beru ibu dari ayah kita). Ataupu bisa kita katakan binuang adalah bebere ayah kita. Contoh: Saya ber-merga Sembiring Meliala dan ber-bebere Ginting Manik(seperti yang telah dijelaskan diatas). Binuang saya adalah Tarigan Gersang. Mengapa? Karena ayah saya ber-bebere Tarigan Gersang, ataupun ibu ayah saya(nenek saya) beru Tarigan Gersang.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 50
Ilustrasi terjadinya binuang.
d. Kempu Kempu, adalah beru yang dibawa oleh nenek dari ibu kita(beru dari ibunya ibu kita). Ibu saya beru Ginting Manik bere-bere Sembiring Meliala, sehingga saya ber-merga Sembiring Meliala, bere-bere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang(seperti dijelaskan diatas), dan kempu Sembiring Meliala. Mengapa saya kempu Sembiring Meliala? Ya, karena ibu saya bebere Sembiring Meliala, ataupun nenek(ibu dari ibu) saya beru Sembiring Meliala.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 51
Ilustrasi terjadinya kempu.
e. Kampah Kampah, adalah bere-bere dari kakek(bapak dari ayah kita). Sehingga jika disusun, saya ber-merga Sembirig, bere-bere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, Kempu Sembiring Meliala(seperti dijelaskan diatas), dan kampah Karokaro Sitepu. Mengapa kampah saya Karokaro Sitepu? Kakek saya dari ayah atau jelasnya bapanknya ayah saya, ibunya ber-beru Karokaro Sitepu, sehingga kakek saya pastilah bebere Karokaro Sitepu, ayah saya binuangnya Karokaro Sitepu, maka saya ber-kampah Karokaro Sitepu.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 52
Ilustrasi terjadinya kampah.
f. Entah Entah, adalah bebere dari ibu ayah kita. Ataupun bisa kita katakan kalau entah ini adalah beru dari nenek ayah kita(binuang ayah kita). Ayah saya binuangnya adalah Karo-karo Barus, sehingga saya memiliki entah Karo-karo Barus. Dan jika diurutkan , maka saya merga Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, kampah Karo-karo Sitepu(seperti yang dijelaskan sebelumnya), dan entah Karo-karo Barus.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 53
Ilustrasi terjadinya entah.
g. Ente Ente, adalah bebere dari ayah ibu kita, ataupun bisa dikatakan beru dari nini ibu kita(binuang ibu kita). Ibu saya beru Ginting Manik, bebere Sembiring Meliala, dan binuangnya Sembiring Kembaren. Maka jika diurutkan dari saya jadi, seperti berikut. Saya ber-merga Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, Kampah Karo-karo Sitepu, entah Karo-karo Barus(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), dan karena ibu saya binuangnya Sembiring Kembaren, maka ente saya juga Sembiring Kembaren.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 54
Ilustrasi terjadinya ente.
h. Soler Soler, adalah beru dari ibu-nya dari ibu kita. Bisa juga kita jelaskan kalau soler ini adalah kempu dari ibu kita, ataupun bebere dari nenek kita dari ibu kita. Ibu saya beru Ginting Manik, bebere Sembiring Meliala, dan kempu Karo-karo Sitepu. Maka soler saya adalah Karo-karo sitepu. Dan jika diurutkan dari saya, maka: merga saya Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, kampah Karo-karo Sitepu, entah Karo-Karo Barus, ente Sembiring Kembaren(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), dan tentunya soler saya adalah Karo-karo Sitepu.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 55
Ilustrasi terjadinya soler.
Dari penjelasan diatas, maka Anda sudah dapat mengurutkan silsilah darah turunan Anda darimana saja. Seperti – halnya saya yang dimana dalam diri saya didominasi oleh darah Sembiring (merga, kempu: Sembiring Meliala; ente Sembiring Kembaren) dan Karo-karo (kampah dan soler: Karokaro Sitepu, entah Karo-karo Barus), sehingga bagi mereka yang mengerti akan biak-biak Merga Silima(sifat dan watak Merga Silima) dapat mengetahui atau setidaknya menafsirkan sifat, watak, serta kepribadian saya.
Mejuah-juah Indonesia-ku Mejuah-juah Merga Silima Mejuah-juah Taneh Karo Simalem Mejuah-juah kita kerina.
| 44
Sangkep Nggeluh Kalak Karo Manusia diciptakan dengan kodrat sebagai mahluk sosial, yang dimana memiliki interaksi aktif terhadap apa yang ada disekitarnya, terutama dengan sesama manusia. Interaksi yang aktif ini-lah yang dikemudian – hari menumbuhkan hubungan dan jaringan, baik yang terbentuk melalui asas keturunan, pernikahan, maupun interaksi sosial secara umum. Hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan ini-lah yang dalam kehidupan masyarakat Karo disebut dengan sangkep nggeluh yang meliputi merga silima(di BAB III sebelumnya, telah ditunjukkan merga silima(lima merga Karo) serta cabangcabangny), tutur siwaluh, rakut sitelu, dan perkaden-kaden si sepuluh dua tambah sada. Tutur mengandung artian hubungan dan kedudukan. Baik secara adat, maupun kekeluargaan. Untuk mengetahui tutur, maka dilakukan ertutur, yakni: proses menelisik hubungan dan kedudukan dalam adat maupun kekeluargaan.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 45
B. Orat tutur Tutur mengandung artian hubungan dan kedudukan. Baik secara adat, maupun kekeluargaan. Untuk mengetahui tutur, maka dilakukan ertutur, yakni: proses menelisik hubungan dan kedudukan dalam adat maupun kekeluargaan. Orat tutur, berarti kedudukan dan hubungan perkadekaden (kekerabatan) berdasarkan asas hubungan vertikal(geneologi/darah), maupun horizontal(perkawinan, sejiran, sepersadaan, dll), yang didapat dari proses ertututr, sehingga diperoleh dua belas tegun(kelompok) yang masingmasing memiliki kundulen(fungsi dan kedudukan) dalam adat Karo. Adapun ke – dua belas tegun orat tutur dalam sangkep nggeluh kalak Karo(kekerabatan orang Karo), yakni:
1. Sembuyak 2. Senina 3. Senina Sepemeren 4. Senina Separibanen 5. Senina Sedalanen 6. Senina Sepengalon 7. Kalimbubu 8. Puang Kalimbubu 9. Puang Ni(Nu) Puang 10. Anak Beru 11. Anak Beru Menteri 12. Anak Beru Pengapit(Singikuri)
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 46
Ke-12 tegun di atas juga disebut perkade-kaden si sepuluh dua(ke-12 kekerabatan Karo) dan jika ditambah dengan teman meriah(teman sepekerjaan, sepersadan, sejiran, sekampung, dlsb) itulah yang lazim disebut dengan perkade-kaden si sepuluh dua tampah sada.
Secara umum, ke-12 tegun ini kemudian disederhanakan lagi menjadi delapan tegun, disebut dengan tutur si waluh. Dimana, ke-delapan tutur itu terdiri dari 1) Sembuyak, 2) Senina(poin 2 – 6), 3) Kalimbubu, 4) Puang Kalimbubu, 5) Puang Ni Puang, 6) Anak Beru, 7) Anak Beru Menteri, dan 8) Anak Beru Pengapit(singikuri). Dan, beranjak dari itu, tumbuh-lah rakut si telu dalam orat tutur yang dimana, pada poin 1 – 6, kundulennya masuk dalam tegun yang disebut sukut; poin 7 – 9 kalimbubu, sedangkan 10 – 12 disebut tegun anak beru. Sehingga, dalam rangkuman tiga kelompok ini, maka muncul-lah istilah rakut si telu, yakni: 1) sukut(sembuyak – senina), 2) anak beru, dan 3) kalimbubu, yang jika kita terjemahkan secara harafiah mengandung arti tiga ikatan(ikatan yang tiga).
Namun, dasar dari semua itu sebenarnya adalah tutur siwaluh yang berasaskan pada kekerabatan vertikal(geneologi) ataupun hubungan darah, seperti ditunjukkan oleh skhema berikut ini!
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 47
Skema tutur siwaluh asas hubungan darah
a. Merga Merga, adalah darah yang diwariskan oleh orang tua kita(ayah) kepada kita. Dalam pandangan umum, merga ataupun submerga ini sama halnya dengan nama keluarga sebagai penjelas identitas. Pewaris(darah) merga dalam suku Karo dibawa dan diturunkan oleh laki-laki, yang juga diwariskan kepada keturunannya kelak. Sedang untuk wanita disebut beru(disingkat br). Namun, walaupun bukan pemberi merga, diberu(wanita) dalam sistem kekerabatan suku Karo perananya sangatlah penting dalam
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 48
penentuan kedudukan didalam adat, sehingga dapat kita lihat dari skhema diatas bahwa dalam tutur siwaluh itu, kundulen(kedudukan) dari masing-masing orat tutur itu diwariskan dari perempuan, bukan laki-laki(kecuali merganya). Ayah saya bermerga Sembiring Meliala, sehingga pastilah saya juga ber-merga Sembiring Meliala dan turang(persaudaraan berbeda gender) ataupun saudari saya pastilah beru Sembiring Meliala juga. Jika membaca nama-mana dari orang Karo, kita sudah mengetahui jenis kelamin(gender) dari sipemilik nama. Contoh: -
Reh Ngenana Sembiring (laki-laki) Reh Ngenana Beru(Br.) Sembiring (perempuan) Keriahen Br. Tarigan (perempuan) Keriahen Tarigan (laki-laki)
Saat sekarang ini, sudah banyak kaum wanita Karo yang dalam menuliskan namanya langsung menuliskan nama merga atau sub-merganya saja, tanpa didahului kata beru(br).
b. Bere-bere Bere-bere, adalah darah yang diwariskan oleh ibu kepada kita, atau dengan kata lain beru yang dimiliki oleh ibu kita. Saya bermerga Sembiring Meliala karena ayah saya ber-merga Sembiring Meliala. Sedangkan ibu saya adalah beru Ginting Manik jadi, bere-bere saya adalah Ginting Manik.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 49
Ilustrasi terjadinya merga dan bere-bere.
c. Binuang Binuang, adalah beru yang dimiliki oleh nenek kita dari ayah(beru ibu dari ayah kita). Ataupu bisa kita katakan binuang adalah bebere ayah kita. Contoh: Saya ber-merga Sembiring Meliala dan ber-bebere Ginting Manik(seperti yang telah dijelaskan diatas). Binuang saya adalah Tarigan Gersang. Mengapa? Karena ayah saya ber-bebere Tarigan Gersang, ataupun ibu ayah saya(nenek saya) beru Tarigan Gersang.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 50
Ilustrasi terjadinya binuang.
d. Kempu Kempu, adalah beru yang dibawa oleh nenek dari ibu kita(beru dari ibunya ibu kita). Ibu saya beru Ginting Manik bere-bere Sembiring Meliala, sehingga saya ber-merga Sembiring Meliala, bere-bere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang(seperti dijelaskan diatas), dan kempu Sembiring Meliala. Mengapa saya kempu Sembiring Meliala? Ya, karena ibu saya bebere Sembiring Meliala, ataupun nenek(ibu dari ibu) saya beru Sembiring Meliala.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 51
Ilustrasi terjadinya kempu.
e. Kampah Kampah, adalah bere-bere dari kakek(bapak dari ayah kita). Sehingga jika disusun, saya ber-merga Sembirig, bere-bere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, Kempu Sembiring Meliala(seperti dijelaskan diatas), dan kampah Karokaro Sitepu. Mengapa kampah saya Karokaro Sitepu? Kakek saya dari ayah atau jelasnya bapanknya ayah saya, ibunya ber-beru Karokaro Sitepu, sehingga kakek saya pastilah bebere Karokaro Sitepu, ayah saya binuangnya Karokaro Sitepu, maka saya ber-kampah Karokaro Sitepu.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 52
Ilustrasi terjadinya kampah.
f. Entah Entah, adalah bebere dari ibu ayah kita. Ataupun bisa kita katakan kalau entah ini adalah beru dari nenek ayah kita(binuang ayah kita). Ayah saya binuangnya adalah Karo-karo Barus, sehingga saya memiliki entah Karo-karo Barus. Dan jika diurutkan , maka saya merga Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, kampah Karo-karo Sitepu(seperti yang dijelaskan sebelumnya), dan entah Karo-karo Barus.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 53
Ilustrasi terjadinya entah.
g. Ente Ente, adalah bebere dari ayah ibu kita, ataupun bisa dikatakan beru dari nini ibu kita(binuang ibu kita). Ibu saya beru Ginting Manik, bebere Sembiring Meliala, dan binuangnya Sembiring Kembaren. Maka jika diurutkan dari saya jadi, seperti berikut. Saya ber-merga Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, Kampah Karo-karo Sitepu, entah Karo-karo Barus(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), dan karena ibu saya binuangnya Sembiring Kembaren, maka ente saya juga Sembiring Kembaren.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 54
Ilustrasi terjadinya ente.
h. Soler Soler, adalah beru dari ibu-nya dari ibu kita. Bisa juga kita jelaskan kalau soler ini adalah kempu dari ibu kita, ataupun bebere dari nenek kita dari ibu kita. Ibu saya beru Ginting Manik, bebere Sembiring Meliala, dan kempu Karo-karo Sitepu. Maka soler saya adalah Karo-karo sitepu. Dan jika diurutkan dari saya, maka: merga saya Sembiring Meliala, bebere Ginting Manik, binuang Tarigan Gersang, kempu Sembiring Meliala, kampah Karo-karo Sitepu, entah Karo-Karo Barus, ente Sembiring Kembaren(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), dan tentunya soler saya adalah Karo-karo Sitepu.
Sangkep Nggeluh Kalak Karo| 55
Ilustrasi terjadinya soler.
Dari penjelasan diatas, maka Anda sudah dapat mengurutkan silsilah darah turunan Anda darimana saja. Seperti – halnya saya yang dimana dalam diri saya didominasi oleh darah Sembiring (merga, kempu: Sembiring Meliala; ente Sembiring Kembaren) dan Karo-karo (kampah dan soler: Karokaro Sitepu, entah Karo-karo Barus), sehingga bagi mereka yang mengerti akan biak-biak Merga Silima(sifat dan watak Merga Silima) dapat mengetahui atau setidaknya menafsirkan sifat, watak, serta kepribadian saya.
Sikuning-kuningen radu megersing Siageng-agengen radu mbiring Gelah mejuah-juah kita kerina
| 56
Lampiran
Lampiran| 57
Tabel indung surat dan anak surat.
Lampiran| 58
| 59
Daftar Pustaka
Ginting M. Ukur. 2005. Adat Karo Sirulo : Tuntunan Praktis Adat Istiadat Karo Jilid I. Medan Bangun Roberto. 1989. Mengenal Orang Karo. Jakarta : Yayasan Pendidikan Bangun Prints Darwan, S. H. 2008. Adat Karo. Medan : Bina Media Parret Daniel. 2010. Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut. Jakarta : KPG(Kepustakaan Populer Gramedia) Tim MKPK Bahasa Indonesia. 2006. Bahasa Indonesia: Sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian(MKPK). Medan : Unimed Ginting Nalinta, B. A. 1981. Adat Ngembah Belo Selambar. Delitua: Toko Buku Kobe - Delitua Moderamen GBKP. 2010. Suplemen Ende-enden GBKP Jilid III. Kabanjahe : Moderamen GBKP
Daftar Pustaka| 60
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Karo http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Nusantara http://arikokena.blogspot.com/2012/09/cakapbahasakaro.html http://arikokena.blogspot.com/2012/10/aksara-karopengantar.html http://arikokena.blogspot.com/2012/09/surat-aru-atautulisen-karo.html http://arikokena.blogspot.com/2012/05/pemena-dan-senatadharma-tali.html http://id.wikipedia.org/wiki/Abugida http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Huruf_Latin_yang_tidak_ umum http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Diakritik http://www.artikata.com/
Daftar Pustaka| 61
http://www.kamusbesar.com https://www.facebook.com/Cakap.Karo http://unik.kompasiana.com/2012/02/04/tulisan-aksara-karo/ http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara http://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan http://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan http://id.wikipedia.org/wiki/Jejaring_sosial
| 62
Identitas pemilik buku ini: Gelar
: …………………………………………………..
Tubuh
: …………………………………………………..
Merga/beru : ………………………………………………….. Bere-bere
: …………………………………………………..
Binuang
: …………………………………………………..
Kampah
: …………………………………………………..
Kempu
: …………………………………………………..
Ente
: …………………………………………………..
Entah
: …………………………………………………..
Soler
: ………………………………………………….. Kuta Kuta kemulihen
: …………………………………………………..
Kuta Bapa
: …………………………………………………..
Ingan mejuah-juah : …………………………………………………..
Catatan: …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………….