79
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013
AKLIMATISASI BENIH NILA MERAH (O. niloticus) TOLERAN SALINITAS TINGGI SIAP TEBAR MENGGUNAKAN WADAH YANG BERBEDA DENGAN KEPADATAN TINGGI Muhammad Nur Syafaat, Brata Pantjara, dan Nur Ansari Rangka Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Produksi benih nila merah toleran salinitas tinggi merupakan upaya untuk menunjang ketersediaan benih yang dapat dipelihara di tambak. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi benih nila merah toleran salinitas tinggi siap tebar di tambak menggunakan wadah yang berbeda dengan kepadatan tinggi. Wadah yang digunakan yaitu bak fiber berbentuk lingkaran dengan luas 1,8 m2 dan tinggi 1 m untuk perlakuan A sedangkan perlakuan B menggunakan kolam terpal dengan luas 6 m2. Pada wadah bak fiber dimasukkan air dengan ketinggian 0,9 m sedangkan pada kolam terpal diisi air dengan ketinggian 0,25 m. Benih ikan nila yang digunakan berukuran rata-rata 0,23 g/ekor dengan kepadatan 2.831 ekor/m3 (2.780 ekor/m2) untuk perlakuan A dan 2.667 ekor/m3 (670 ekor/m2) untuk perlakuan B. Selama proses aklimatisasi, benih ikan nila diberi pakan buatan dengan dosis 5%-10% dari bobot biomassa. Setiap wadah diberi aerasi (gelembung udara) menggunakan mesin blower dengan perantaraan selang dan batu aerasi masing-masing 3 buah. Penaikan salinitas tahap awal berkisar 3-5 ppt/hari sampai mencapai salinitas 30 ppt, selanjutnya salinitas dinaikkan secara bertahap 1-2 ppt/hari sampai mencapai salinitas 40 ppt. Proses aklimatisasi berlangsung selama 17 hari dan terkadang salinitas tidak dinaikkan pada hari berikutnya untuk melihat respons ikan terlebih dahulu khususnya pada saat memasuki salinitas > 30 ppt. Nilai pertumbuhan yang diperoleh selama proses aklimatisasi yuwana nila merah menunjukkan nilai yang rendah (pertumbuhan mutlak 0,01 g untuk perlakuan A dan 0.18 untuk perlakuan B) namun sintasan yang diperoleh pada dua perlakuan cukup tinggi (> 80%). Hasil analisis usaha menunjukkan produksi benih nila merah menggunakan kolam terpal lebih menguntungkan dibanding dengan bak fiber. KATA KUNCI:
produksi, benih nila merah, salinitas tinggi, wadah
PENDAHULUAN Pesatnya pertumbuhan nila, ketahanan terhadap kualitas air yang buruk, kemampuan untuk tumbuh di bawah kondisi gizi sub-optimal, dan fekunditas tinggi membuat mereka cocok untuk dibudidaya (Nugon, 2003). Sementara, semua jenis nila bisa menunjukkan adanya variasi yang luas antara spesies dalam toleransi lingkungan seperti suhu dan salinitas (Villegas, 1990 dalam Nugon, 2003). Chervinski (1982) dalam Setiawati & Suprayudi (2003) melaporkan bahwa nila merah (tilapia) merupakan salah satu komoditi yang dapat dikembangkan, karena memiliki beberapa kelebihan di antaranya selain tumbuh cepat, juga toleran terhadap suhu rendah maupun tinggi dan bersifat euryhalin. Nila merah yang dipelihara di laut bahkan mempunyai kelebihan seperti pertumbuhannya lebih cepat, daging lebih kompak, bau, dan rasa lebih gurih (Anggawati et al., 1991 dalam Santoso et al., 2006). Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan sistem budidaya intensif menghasilkan penyebaran usaha budidaya nila yang luas di seluruh dunia, demikian juga di negara-negara Asia yang menjadi penghasil nila terbesar (Fullin, 1997; FAO, 2004 dalam Ath-thar & Gustiano, 2010). Salinitas merupakan faktor penting dalam budidaya ikan/udang di lingkungan pertambakan. Pengembangan ikan nila di tambak perlu mengkaji beberapa hal yang berhubungan dengan salinitas seperti teknik adaptasi ikan nila dari air tawar ke air payau, pengaruh salinitas terhadap produktivitas induk dan pertumbuhan, dan sintasan benih (Sahidhir, 2009). Sebuah pendekatan alternatif untuk budidaya nila air asin adalah dengan mengekspos ikan pada konsentrasi rendah dari air laut pada tahap awal siklus hidup mereka untuk pra-penyesuaian dengan pemeliharaan berikutnya pada salinitas yang lebih tinggi (Watanabe et al., 1985).
Aklimatisasi benih nila merah toleran salinitas tinggi ... (Muhammad Nur Syafaat)
80
Peningkatan kemampuan adaptasi dapat dilakukan dengan memperbaiki kondisi internal ikan dan kondisi eksternal secara bertahap. Peningkatan kemampuan adaptasi secara internal diusahakan dengan pemberian pakan yang cocok dengan kondisi kritis saat adaptasi yakni dengan meningkatkan suplai energi dalam bentuk ATP, meningkatkan kadar garam NaCl cairan internal, dan meningkatkan kekebalan tubuh dengan asupan vitamin C. Sedangkan secara eksternal dapat diperbaiki dengan meningkatkan salinitas media secara bertahap. Kemampuan euryhaline ikan nila didukung oleh perkembangan sel klorid pada insang, perbaikan permeabilitas usus, dan daya saring ginjal terhadap garam. Perubahan ketiga organ tersebut berlangsung secara bertahap umumnya mampu menoleransi perubahan maksimal 5 ppt/hari. Cara adaptasi ikan nila (benih dan dewasa) adalah dengan menaikkan salinitas air secara bertahap maksimal 5 ppt/hari. (Sahidhir, 2009). Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan benih nila merah toleran salinitas tinggi sebagai upaya untuk menunjang ketersediaan benih nila merah siap tebar di tambak. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Instalasi Tambak Riset Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau di Takalar. Wadah yang digunakan pada penelitian ini yaitu bak fiber berbentuk lingkaran dengan luas 1,8 m2 dan tinggi 1 m untuk perlakuan A sedangkan perlakuan B menggunakan kolam terpal dengan luas 6 m2. Pada wadah bak fiber dimasukkan air dengan ketinggian 0,9 m (1,62 m3) sedangkan pada kolam terpal diisi air dengan ketinggian 0,25 m (1,5 m3). Benih ikan nila yang digunakan berukuran rata-rata 0,23 g/ekor dengan kepadatan 2.831 ekor/m3 (2.780 ekor/m2) untuk perlakuan A dan 2.667 ekor/m3 (670 ekor/m2) untuk perlakuan B. Selama proses aklimatisasi, benih ikan nila diberi pakan buatan dengan dosis 5%-10% dari bobot biomassa. Setiap wadah diberi aerasi (gelembung udara) menggunakan mesin blower dengan perantaraan selang dan batu aerasi (ukuran sedang) sebanyak 3 buah. Proses penaikan salinitas dilakukan dengan sistem pergantian air yaitu mengeluarkan sebagian air dari bak kemudian ditambahkan air tambak (bersalinitas 37-40 ppt) sampai mencapai salinitas yang diinginkan. Penaikan salinitas tahap awal berkisar 3-5 ppt/hari sampai mencapai salinitas 30 ppt yang berlangsung selama 7 hari, selanjutnya salinitas dinaikkan secara bertahap 1-2 ppt/hari sampai mencapai salinitas 40 ppt yang memakan waktu selama 10 hari (Gambar 1). Selama proses penaikan salinitas, terkadang salinitas tidak dinaikkan pada hari berikutnya untuk melihat respons ikan terlebih dahulu khususnya pada saat memasuki salinitas > 30 ppt. HASIL DAN BAHASAN Hasil pengamatan pertumbuhan dan sintasan selama proses aklimatisasi disajikan pada Tabel 1.
Gambar 1. Metode penaikan salinitas bertahap dari salinitas 7 ppt sampai dengan 40 ppt
81
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 Tabel 1. Pertumbuhan, sintasan, bobot rata-rata awal, dan akhir
Perlakuan
Parameter
A (bak fiber)
B (kolam terpal)
1,8 17 5.000 2.780 2.831 0,23 0,24 0,01 0,23 9,05 4.300 86
6 17 4.000 670 2.667 0,23 0,4 0,18 3,23 2,98 3.800 95
Luas wadah (m 2) Lama pemeliharaan (hari) Padat tebar (ekor) Padat penebaran (ekor/m2) Padat penebaran (ekor/m3) Bobot awal rata-rata (g/ekor) Bobot akhir rata-rata (g/ekor) Pertumbuhan mutlak (g) Laju pertumbuhan spesifik (%) Rasio konversi pakan Produksi (ekor) Sintasan (%)
Pertumbuhan mutlak pada kedua perlakuan menunjukkan adanya perbedaan, di mana perlakuan B menunjukkan nilai pertumbuhan yang lebih baik dibanding perlakuan A (Gambar 2). Pada perlakuan B diperoleh pertumbuhan mutlak sebesar 0,18 g sedangkan perlakuan A hanya 0,01 g demikian juga pada laju pertumbuhan spesifik perlakuan B sebesar 3,23% sedangkan perlakuan A hanya 0,23%. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh perbedaan luas permukaan dari media pemeliharaan, tinggi air, dan juga pengaruh dari salinitas tinggi (> 30 ppt) pada saat memasuki hari ke-7 proses aklimatisasi. Dilihat dari padat penebaran per meter kubik (m 3) kepadatan antara bak fiber dan kolam terpal cenderung sama namun jika diukur berdasarkan luasan per meter persegi (m2) kepadatan pada bak fiber jauh lebih tinggi dibandingkan pada kolam terpal sehingga hal ini memberikan pengaruh terhadap ruang gerak secara horisontal yang lebih leluasa bagi benih ikan nila pada kolam terpal dibanding pada bak fiber. Nessa (1985) menjelaskan bahwasanya ikan seperti organisme lainnya, memerlukan pergerakan untuk mempertahankan eksistensi hidupnya. Pergerakan tersebut ditujukan untuk mencari makanan, memijah, menyerang, dan mempertahankan diri dari musuhnya (Lagler et 0,6 0,5
Bak fiber Kolam terpal
Bobot (g)
0,4 0,3 0,2 0,1 0 1
8
17
Masa pemeliharaan (hari)
Gambar 2. Grafik pertumbuhan benih nila merah selama proses aklimatisasi
Aklimatisasi benih nila merah toleran salinitas tinggi ... (Muhammad Nur Syafaat)
82
al., 1977 dalam Nessa, 1985). Hasil penelitian Thien et al. (2003) menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi ikan nila lebih rendah pada kepadatan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi ikan nila, serta daya dukung tergantung kepada kepadatan. Sahidir (2009) menjelaskan bahwa karena sering memijah saat dipelihara, sifat ini membuat padat tebar kolam menjadi terlalu tinggi dan pada akhirnya menurunkan pertumbuhan rata-rata individu. Kondisi salinitas > 30 ppt pada saat memasuki hari ketujuh juga memberikan efek terhadap pertumbuhan karena berpengaruh pada proses metabolisme ikan. Kehidupan organisme dalam air payau dan akuarium air laut dipengaruhi oleh material ionis dan komposisi dari media (Spotte, 1979). Pertumbuhan benih ikan nila semakin baik seiring bertambahnya kadar garam (sampai 30 ppt) karena terangsangnya hormon pertumbuhan (somatotrop) (Sahidir, 2009). Boeuf & Payan (2001) dalam Rahma & Sahidir (2010) menyatakan bahwa, beberapa faktor utama yang berhubungan dengan pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan ikan adalah energi metabolisme, tingkat pasokan pakan, tingkatan pencernaan protein, dan stimulasi hormon. selanjutnya dijelaskan bahwa, ikan di air laut memiliki laju metabolisme yang lebih tinggi daripada di air tawar. Meskipun pertumbuhan mutlak yang diperoleh pada dua perlakuan cukup rendah yaitu 0,01 g dan 0,18 g namun tingkat sintasan untuk masing-masing perlakuan sangat tinggi yaitu di atas 80%. Hal ini didukung oleh sifat euryhaline pada ikan nila dan proses aklimatisasi yang baik yaitu maksimal 5 ppt/hari (Nugon, 2003; Sahidir, 2009) (Gambar 2). Cnaani et al. (2011) menyebutkan bahwa jalan yang praktis dan cepat untuk meningkatkan toleransi salinitas pada ikan nila adalah suplementasi pakan dengan NaCl dan mengoptimalkan tatacara aklimatisasi. Nilai sintasan yang tinggi memberikan petunjuk bahwasanya kemampuan adaptasi benih nila merah ke salinitas tinggi cukup baik sehingga proses adaptasi dapat dilakukan lebih awal tanpa harus menunggu sampai ukuran ikan lebih besar. Watanabe et al. (1985) menyarankan sebuah pendekatan alternatif untuk budidaya nila air asin adalah dengan mengekspos ikan pada konsentrasi rendah dari air laut pada tahap awal siklus hidup mereka untuk pra-penyesuaian dengan pemeliharaan berikutnya pada salinitas yang lebih tinggi. Sahidir (2009) menyebutkan bahwasanya Ikan nila dikaruniai daya hidup yang sangat tinggi. Ikan nila mulai bereproduksi pada umur 3-6 bulan dan berlaku sepanjang tahun. Ikan nila dapat hidup dalam rentang salinitas sangat lebar yakni 0-40 ppt, dan masih bereproduksi teratur pada air payau. Kemampuan euryhaline ikan nila didukung oleh perkembangan sel klorid pada insang, perbaikan permeabilitas usus, dan daya saring ginjal terhadap garam. Perubahan ketiga organ tersebut berlangsung secara bertahap umumnya mampu menoleransi perubahan maksimal 5 ppt/hari. Sharaf et al. (2004) dalam Rahma & Sahidir (2009) mengemukakan bahwa terdapat perubahan fisiologi yang terjadi di insang pada benih ikan nila di air payau dan laut dengan munculnya sel klorid dan enzim Na+K+ATPase. sel klorid ikan di air laut lebih banyak daripada di air tawar, di mana sel tersebut kaya akan mitokondria yang berfungsi dalam metabolisme sel. Parameter kualitas air selama penelitian yang meliputi suhu, pH, dan salinitas masih mendukung pertumbuhan benih ikan nila merah. Nilai suhu berkisar 27°C-29°C dan pH 7,5-8. Analisis Usaha Nilai sintasan yang tinggi yang diperoleh selama proses aklimatisasi nila merah ke salinitas tinggi memberikan peluang usaha yang menjanjikan sehingga perlu dikaji lebih lanjut dari aspek analisis usaha khususnya skala rumah tangga. Analisis usaha ini (Tabel 2) disusun berdasarkan hasil penelitian ini dengan padat tebar yang tinggi menggunakan wadah yang berbeda. Usaha aklimatisasi yuwana nila merah masing-masing memberikan keuntungan Rp 258.450,-/ siklus untuk perlakuan A dan Rp 433.600,-/siklus untuk perlakuan B. Sewa lahan tidak diperhitungkan karena menggunakan lahan sendiri kemudian upah tenaga kerja tidak dimasukkan karena dianggap dikelola sendiri oleh pemilik. Biaya penyusutan alat untuk bak fiber sebesar 5% sedangkan kolam terpal 15% karena pertimbangan kualitas bahan. Berdasarkan perhitungan pay back periode, BEP, dan R/C ratio maka terlihat bahwa produksi benih nila merah menggunakan kolam terpal lebih menguntungkan dibanding dengan bak fiber (Tabel 4).
83
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 Tabel 3. Biaya produksi usaha produksi benih nila merah selama 1 siklus (17 hari) dengan wadah dan kepadatan yang berbeda
Uraian
A (bak fiber) (Rp)
A Investasi Pengadaan peralatan 1. Wadah 2. Blower 3. Selang dan batu aerasi Modal kerja
B (kolam terpal) (Rp)
3.070.000
1.170.000
2.000.000 450.000 50.000 570.000
200.000 450.000 50.000 470.000
B Biaya tetap Penyusutan alat Bunga investasi (10%)
432.000 125.000 307.000
222.000 105.000 117.000
C Biaya variabel Benih ikan nila merah Pakan Pupuk dan obat-obatan
570.000 500.000 20.000 50.000
470.000 400.000 20.000 50.000
1.002.000
692.000
1.260.450
1.125.600
1.260.450 258.450
1.125.600 433.600
D Total biaya produksi (B+C) E Penjualan benih (jumlah tebar x SR x 300 x 1 F Nilai produksi total (E) G Keuntungan usaha total (F - D)
Tabel 3. Perbandingan analisis usaha produksi benih nila merah pada wadah yang berbeda
Uraian a Pendapatan b Keuntungan (benefit) c Cash flow (arus kas) (keuntungan + penyusutan) d Rentabilitas ekonomi (keuntungan/total invest) x 100% e Pay back period (total biaya inves/cash flow) f Break event point (BEP) Biaya tetap / (1 – biaya Var / pendapatan) g BEP volume (ekor) (total biaya produksi / harga jual per ekor) h R/C ratio (biaya penerimaan/biaya produksi)
A (bak fiber)
B (kolam terpal)
1,260,450 1.257
1,125,600 1.626
383,45
538,6
0,08
0,37
8,01
2,17
788,637
381,152
3,34
2,307
1,26
1,63
Aklimatisasi benih nila merah toleran salinitas tinggi ... (Muhammad Nur Syafaat)
84
KESIMPULAN Aklimatisasi salinitas dari 5 ppt sampai dengan salinitas 40 ppt masih dapat ditolerir oleh benih nila merah. Nilai pertumbuhan yang diperoleh selama proses aklimatisasi benih nila merah menunjukkan nilai yang rendah (pertumbuhan mutlak 0,01 g untuk perlakuan A dan 0,18 g untuk perlakuan B) namun sintasan yang diperoleh pada dua perlakuan cukup tinggi (> 80%). Secara umum baik pertumbuhan dan sintasan benih nila merah pada kolam terpal lebih baik dibandingkan pada bak fiber. Hasil analisis usaha menunjukkan produksi benih nila merah menggunakan kolam terpal lebih menguntungkan dibanding kolam terpal (keuntungan kolam terpal Rp 433.600,-/siklus sedangkan bak fiber Rp 258.450,-/siklus.
DAFTAR ACUAN Ath-thar, M.H.F. & Gustiano, R. 2010. Performa ikan nila best dalam media salinitas. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. hlm. 493-499. Cnaani, A., Velan, A., & Hulata, G. 2011. Improving salinity tolerance in tilapias: a review. Proceedings of the ninth international symposium on tilapia in aquaculture, Shanghai Ocean University, Shanghai, China. Nessa, M.N. 1985. Mekanisme dan daya renang ikan. Oseana, X(1): 31-38. Nugon, Jr.R.W. 2003. Salinity tolerance of juveniles of four varieties of tilapia. Thesis. The Graduate Faculty of the Louisiana State University and Agriculture and Mechanical College. Rahma, A. & Sahidir, I. 2010. Perbedaan salinitas dan pertumbuhan nila merah. BBAP Ujung Bate, Aceh. http://artaquaculture.blogspot.com/2010/09/pengaruh-perbedaan-salinitasSahidir, I. 2009. Pembenihan ikan nila dan adaptasi benih ikan nila ke air asin. Makalah disampaikan pada Temu Lapang ACIAR-BBAP Ujung Batee. Samalanga, Bireuen, 12 November 2009. Santoso, A., Sarjito, & Djunaedi, A. 2006. Fenomena pertumbuhan compensatory dan kualitas ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada kondisi laut. Jurnal Ilmu Kelautan, 11(2):106-111. Setiawati, M. & Suprayudi, M.A. 2003. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara pada media bersalinitas. Jurnal Akuakultur Indonesia, (2)1: 27-30. Spotte, S. 1979. Fish and invertebrate culture-water management in closed systems. John Wiley and Sons Inc., 179 pp. Thien, P.C., Yi, Y., & Fitzsimmons, K. 2003. Effects of adding shrimp (Penaeus monodon) into intensive culture ponds of nile tilapia (Oreochromis niloticus) at different densities. Asian Institute of Technology,Thailand. Watanabe, W.O., Kuo, C.M., & Huang, M.C. 1985. Salinity tolerance of Nile tilapia fry (Oreochromis niloticus), spawned and hatched at various salinities. Aquaculture, 48: 159-176.
85
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 DISKUSI
Nama Penanya: Pertanyaan:
Robi Salmi Jenisnya ikan nila strainnya ?
Tanggapan: Fekuintas dan strain diperoleh dari surabaya tidak terlalu spesifik Fekuintas benih dilihat lagi dalam penelitian Nama Penanya: Pertanyaan:
Rasidi Padat tebar VS ukuran perlu dijelaskan lagi ?
Tanggapan: Penebaran per stocking 1 meter volume