AKIBAT HUKUM ADANYA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KONSTRUKSI ANTARA PEMKOT KOTA SALATIGA DENGAN PT. MATAHARI MAS SEJAHTERA TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PEMBANGUNAN PASARAYA II DUE TO ANY TORT LAW IN CONSTRUCTION AGREEMENT BETWEEN SALATIGA MUNICIPAL GOVERMMENT WITH PT . MATAHARI MAS SEJAHTERA DEVELOPMENT OF COOPERATION AGREEMENT PASARAYA II
E-JOURNAL
Disusun Oleh : Chintiyana Rachmaditasari NIM : 11010214410266
PEMBIMBING : Prof. Dr. FX. Joko Priyono, S.H., M.Hum NIP. 196202241987031001
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG FEBRUARI 2016
AKIBAT HUKUM ADANYA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KONSTRUKSI ANTARA PEMKOT KOTA SALATIGA DENGAN PT. MATAHARI MAS SEJAHTERA TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PEMBANGUNAN PASARAYA II
Abstrak Peningkatan dan penataan (renovasi) di kota Salatiga dengan status HPL mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Guna mencari investor yang bersedia menanamkan modalnya dalam renovasi pasar lama, pasar baru, pasar berdikari dan kompleks morodadi cs (Pasaraya II), diadakan kegiatan pengadaan barang dan jasa melalui pelelangan umum (tender). Kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dengan mengamalkan asas, prinsip dan etika dalam perjanjian. Setelah didapatkan pemenang tender maka dibuatlah perjanjian kerjasama antara Pemkot kota Salatiga dengan PT.MMS, salah satunya ditegaskan dalam perjanjian kerjasama yakni penyerahan status HGB di atas HPL dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan PT.MMS menyanggupi melaksanakan pembangunan selama 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterbitkannya SPK. Pelaksanaan perjanjian tidak dapat berjalan semestinya ditambah dengan adanya berbagai permintaan dari para pedagang. Sehingga muncul addendum (perjanjian tambahan) untuk melengkapi perjanjian kerjasama. Pada tahun 1995, pelaksanaan pembangunan baru dimulai oleh PT.MMS dan diselesaikan di tahun 2000. Dengan tidak berjalannya setoran retribusi kepada Pemkot merupakan wanprestasi yang dilakukan PT.MMS, sedangkan pemkot juga melakukan perbuatan wanprestasi dengan membangun lahan toko eks hasil di lahan parkir milik PT.MMS. Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang mengutamakan norma dan nilai – nilai sebagai acuan utamanya dengan kategorisasi dan disistemisasi kesemua bahan hukum yang kemudian dianalisis melalui pendekatan interpretasi (penafsiran) yakni interpretasi gramatikal, interpretasi sistematis dan interpretasi logis. Sehingga kronologis terjadinya kasus hukum dalam penelitian kemudian dihubungkan dengan sistem hukum berikut dengan peraturan perundangan yang ada. Hasil penelitian ini, bahwa benar Pemkot kota Salatiga dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum dengan membangun lahan toko eks hasil di lahan parkir milik PT.MMS. Kemudian muncul akibat hukum adanya wanprestasi kedua belah pihak tersebut yakni membayar ganti rugi, pembatalan perjanjian dan resiko. Kesimpulan yang diambil bahwa sebaiknya kedua belah pihak sebelum melaksanakan perjanjian, hendaknya saling memahami apa tujuan dari hukum perjanjian/perikatan sehingga pelaksanaan perjanjian akan sesuai dengan kesepakatan.
Kata Kunci : Perjanjian Konstruksi, wanprestasi dan perbuatan melawan hukum
DUE TO ANY TORT LAW IN CONSTRUCTION AGREEMENT BETWEEN SALATIGA MUNICIPAL GOVERMMENT WITH PT . MATAHARI MAS SEJAHTERA DEVELOPMENT OF COOPERATION AGREEMENT PASARAYA II
Abstract
Improvement and development (renovation) in Salatiga with HPL status relying on Regional Budget (APBD) which originate from the original income (PAD) . In order to find investors willing to invest in the renovation of the old market , a new market, independent and complex market Morodadi cs (Pasaraya II) , held procurement of goods and services through public tender (tender) . The activities conducted under the rules and regulations applicable to the practice principles, principles and ethics in the agreement. Having obtained the winning bidder then made a cooperation agreement between Salatiga municipal government with PT.MMS , one of which is confirmed in the agreement that the delivery status HPL over HGB a for 30 (thirty) years and PT.MMS undertakes to implement the construction of 24 (two twenty-four) months from the issuance SPK . Implementation of the agreement can not be run properly coupled with the various demands of the traders. It emerges addendum (additional agreements) to complete the cooperation agreement . In 1995 , the implementation of new construction starts by PT.MMS and completed in 2000. With no deposit goes to city governments levy a tort committed PT.MMS , while the local government also acts in default with building land stores the results in the former parking lot owned by PT .MMS . This legal research using normative juridical research method , which prioritizes the norms and values as the main reference to the categorization and everyone disystemation legal material which is then analyzed through interpretation approach (interpretation) the grammatical interpretation , systematic interpretation and logical interpretation . So the chronology of the case law in the study is then connected to the legal system following the existing legislation . The results of this study , that the true Salatiga municipal government considered committing an unlawful act by the former store building land results in the parking lot belongs PT.MMS . Then came the legal consequences of the default of the two parties which pay damages , cancellation of the agreement and risk . The conclusion is drawn that should both parties before implementing the agreement , should mutually understand what the purpose of the law of contract / engagement so that the implementation of the agreement will be in accordance with the agreement. Keywords : Construction Agreement , breach of contract and tort
A. Latar Belakang Problematika perencanaan di kota besar adalah merenovasi lahan aset milik Pemerintah Kota (Pemkot), yang mana pedagang kaki lima (PKL) yang menjadi prioritas utama untuk menunjang terselenggaranya kehidupan ekonomi. Dalam proses perencanaan pembangunan berupa lahan aset yang belum optimal pemanfaatannya di kota berkembang seperti kota Salatiga sumber dana yang utama mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penguasaan kepemilikan sebuah lahan milik negara dalam hal ini Pemerintah Kota Salatiga (Pemkot) dengan status Hak Pengelolaan (HPL) wajib menggunakan, memanfaatkan secara baik. Pemanfaatan lahan aset milik Pemkot Salatiga yang secara potensial diharapkan memberikan nilai lebih bagi peningkatan hasil pembangunan demi kesejahteraan masyarakat terutama menunjang kehidupan perekonomiannya. Salah satu faktor penunjang pelaksanaan pemanfaatan lahan oleh Pemkot Salatiga yakni para investor yang menananamkan modalnya (jasa konstruksi) yang banyak menawarkan jasanya untuk dapat terlaksananya pembangunan tersebut. Pada tahun 1989, Walikotamadya membentuk panitia tetap dalam rangka perencanaan untuk peningkatan dan penataan (renovasi) Pasar Lama, Pasar Baru, Pasar Berdikari dan Kompleks Morodadi CS menjadi Pasaraya Salatiga dan terdapat beberapa investor pula yang mengajukan proposal kepada Pemkot untuk menanamkan modalnya. Proses tersebut melibatkan jasa konstruksi dengan langkah awal melalui pelelangan atau disebut dengan tender.
Pada tahun 1990 PT. Matahari Mas Sejahtera (PT. MMS) yang memenangkan tender untuk melaksanakan renovasi pasaraya Salatiga dan diikuti pula perjanjian kerjasama antara keduanya mengenai hak dan kewajiban serta beberapa peraturan perundangan yang selalu mengikuti menjadi satu kesatuan dari bentuk perjanjian yang nantinya disebut perjanjian konstruksi. Suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.1
Surat perjanjian kerjasama muncul di tahun 1991, dimana Pemkot Salatiga menyerahkan status tanah Hak Guna Bangunan (HGB) diatas HPL kepada PT.MMS dengan jangka waktu 30 tahun. Kemudian di tahun 1992 muncul addendum (perjanjian tambahan) perjanjian kerjasama, yakni dari usulan PKL yang merasa tempat yang disediakan (los dan kios) sangat terbatas dibandingkan jumlah PKL yang begitu banyak dan pelaksanaan pembangunan dilakukan secara bertahap yang tetap sesuai dengan kesepakatan yakni selama 24 (dua puluh empat) bulan.
Addendum
merupakan
sebuah
ketentuan
baru
yang
merubah/mengganti ketentuan dalam isi perjanjian yang lama. Proses pembangunan renovasi Pasaraya II yang dijanjikan oleh PT.MMS dimulai sejak tahun 1993 yakni setelah terbitnya Surat Perintah Kerja (SPK) yang dikeluarkan oleh Walikotamadya Salatiga. PT.MMS baru 1
hlm. 6.
Wirjono Prodjodikoro, Azas – Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Sumur, 1993),
melakukan pembangunan Pasaraya di tahun 1995 dari apa yang sudah disepakati bersama pada perjanjian kerjasama yakni tahun 1993 setelah terbitnya SPK dan menyelesaikannya di tahun 2002. Pada tahun yang sama pula Pemkot Salatiga membangun di atas lahan yang menjadi hak dari PT.MMS dan PT.MMS telah pula memberikan peringatan secara tertulis di tahun 2009. Menarik bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam bagaimana seharusnya perjanjian konstruksi tersebut berjalan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku, serta jika terjadi wanprestasi antara kedua belah pihak dalam perjanjian tersebut bagaimana solusinya. Apakah perjanjian tetap menjadi sah atau batal demi hukum. Sehingga penulis dengan ini mengajukan proposal
penelitian
dengan
judul,
“AKIBAT
HUKUM
ADANYA
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KONSTRUKSI ANTARA PEMKOT KOTA SALATIGA DENGAN PT. MATAHARI MAS SEJAHTERA TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PEMBANGUNAN PASARAYA II”
B. Perumusan Masalah Sesuai dengan uraian latar belakang diatas, maka dirumuskan dua masalah sebagai berikut : Apakah Pemkot kota Salatiga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membangun lahan eks toko hasil tanpa persetujuan PT.MMS? dan Bagaimana Akibat Hukumnya jika Terdapat Pihak yang Melakukan Wanprestasi mengenai Perjanjian Konstruksi antara Pemkot kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera tentang Perjanjian Kerjasama Pembangunan Pasaraya II?
C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang mengutamakan norma dan nilai – nilai sebagai acuan utamanya mengingat bahwa hukum bersifat perspektif (yang seharusnya). Dalam penelitian hukum dikenal beberapa pendekatan (approach) yaitu pendekatan undang – undang (state approach), pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach).2 Dalam penelitian ini lebih mengutamakan pada pendekatan undang – undang, pendekatan historis, pendekatan
konsep
dan
pendekatan
kasus.
Penelitian
hukum
ini
mendasarkan pada bahan – bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan – bahan hukum yang telah terkumpul, kemudian dilakukan upaya inventarisasi (kompilasi) untuk selanjutnya dilakukan kategorisasi dan disistematisasi. Semua
bahan
hukum
tersebut
kemudian
dilakukan
analisis
terhadapnya dengan menggunakan pendekatan intepretasi (penafsiran) yang sejak semula dibagi menjadi 4 yaitu interpretasi gramatikal, sistematis, historis dan teleologis.3 Sehingga metode yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini adalah interpretasi gramatikal, interpretasi sistematis atau logis dan interpretasi historis, dimana kontrak dan perundang – undangan yang relevan dijelaskan kemudian dihubungkan dengan sistem hukum di Indonesia berikut dengan sejarah terjadinya kontrak. 2
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 93. 3
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Cahya Atma Pustaka, 2014), hlm. 74
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Kronologis terjadinya Perjanjian Kerjasama antara Pemkot kota Salatiga dengan PT.MMS tentang Pembangunan Pasaraya II Bermula dengan keadaan dan kondisi bangunan pasar lama, pasar baru, pasar berdikari dan kompleks pertokoan morodadi cs yang untuk selanjutnya dalam penelitian hukum ini penulis sebut Pasaraya II yang sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat perdagangan di kota Salatiga. Meski letaknya sangat strategis di tengah kota dan mempunyai nilai komersial yang tinggi serta memiliki ukuran yang cukup luas namun dengan keterbatasan sarana dan prasarana dari Pemerintah setempat yang terlihat tidak mendukung perkembangan Pasaraya II tersebut sehingga dapat dikatakan kondisinya pada waktu itu terlihat kumuh. Pada tahun 1989 walikotamadya Salatiga Indro Suparno, membentuk panitia tetap dalam rangka peningkatan dan penataan (renovasi)
terhadap
Pasaraya
II.
Dengan
tujuan
mengembalikan
Pasaraya tersebut menjadi pusat perbelanjaan terbesar di kota Salatiga pada waktu itu sehingga dapat melayani kegiatan distribusi barang dan jasa ke kota – kota lainnya serta menata ulang pedagang kaki lima yang berjualan di sekitarnya. Dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah, pihak pengguna jasa atau pihak pembeli dapat dibentuk panitia pengadaan.4 Dimana lingkup dari tugas panitia pengadaan tersebut yakni dapat melaksanakan seluruh proses pengadaan mulai dari
4
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm. 5
penyusunan dokumen pengadaan, menyeleksi dan memilih para calon penyedia barang dan jasa, meminta penawaran dan mengevaluasi penawaran, mengusulkan calon penyedia barang dan jasa serta membantu pengguna jasa dalam menyiapkan dokumen kontrak atau sebagian dari tugas tersebut.5 Dalam peningkatan dan penataan (renovasi) Pasaraya II Salatiga tersebut dibutuhkan dana yang tidak sedikit, akan tetapi dana APBD kota Salatiga pada waktu itu tidak mencukupi, maka dari itu melalui panitia tetap tersebut dilakukanlah kegiatan tender dimana untuk menarik para investor menanamkan modalnya. Dalam kontrak pengadaan barang dan jasa bagi Pemerintah, selalu dilakukan pengkajian berulang – ulang terhadap apa yang telah diajukan oleh pihak penyedia jasa atau pihak penjual dan pula wajibnya mendapat
persetujuan
dari
beberapa
pihak
dalam
tingkatan
di
Pemerintahan. Begitu juga halnya dengan Pemkot kota Salatiga yang harus mendapat persetujuan dari pimpinan DPRD Kodya Dati II Salatiga dan harus melalui tahap pengkajian ulang. Telah disinggung pula bahwa PT.MMS yang memenangkan tender. Bersamaan dengan hal itu pada tanggal 7 Mei 1991 telah terjadi peristiwa hukum dengan diterbitkannya Surat Perjanjian Kontrak Kerjasama Nomor 2 tahun 1991 yang isinya pelimpahan HGB diatas HPL dengan jangka waktu 30 tahun, PT.MMS wajib menyetor retribusi per tahunnya kepada Pemkot, dan pengaturan penempatan hak pula diatur dalam perjanjian ini.
5
Ibid
Bagi pemerintah khususnya dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa, hukum administrasi pun seharusnya turut diberlakukan dalam pelaksanaannya.6 Dengan demikian perjanjian konstruksi yang tunduk pada hukum perdata (hukum privat) juga pula tunduk pada hukum administrasi negara (hukum publik).7 Kegiatan pengadaan barang dan jasa yang hakikatnya telah diatur berdasarkan peraturan perundang – undangan yang ada perlu adanya suatu etika, norma, syarat prosedural serta prinsip dalam menjalankan pengadaan barang dan jasa.8 Adanya tuntutan dari para pedagang yang tidak ingin direlokasi, maka terbitlah addendum perjanjian kerjasama tahun 1992 yang berisi tentang pembagian saham serta pengaturan tempat usaha bagi keduanya. Belum ada alasan yang pasti mengapa cara addendum lebih dipilih digunakan daripada membuat sebuah kontrak baru untuk perubahan, penambahan atau penggantian isi dari suatu perjanjian. 2. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Berkembangnya sebuah kontrak di Indonesia dewasa ini, tidak membenarkan hanya KUHPerdata dan Kitab Undang – undang Hukum Dagang (KUHD) yang berlaku.9 Semakin luasnya kontrak kerja yang
6
Irwansyah Andi Putra, Tinjauan Yuridis terhadap Kontrak Kerja Konstruksi dengan Sistem Penunjukkan Secara Langsung di Kabupaten Aceh, Tesis Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2002, hlm. 40 7
Ibid
8
Albert Ryan, Op.Cit, hlm 30
9
Peter Mahmud Marzuki, Paramita Prananingtyas dan Ningrum Natasya Sirait, Seri Dasar Hukum Ekonomi 5 : Hukum Kontrak di Indonesia, (Jakarta : Proyek Elips, 1998), hlm. 123
ada semakin banyak dan spesifik pula peraturan perundang – undangan yang mengatur. Pendapat tersebut diungkapkan oleh Prof. Sunaryati Hartono dalam bukunya pada tahun 1979 : “in search of neu legal principal” yang menyatakan bahwa hukum perjanjian di Indonesia (dan termasuk hukum perdata Indonesia secara keseluruhan) adalah tidak sama dengan hukum perdata dan hukum dagang Belanda.10 Kegiatan merupakan
pengadaan
upaya
pihak
barang pengguna
dan
jasa
untuk
pada
hakikatnya
mendapatkan
atau
mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya dengan metode dan proses tertentu selama ada kesepakatan masing – masing pihak yakni berkaitan dengan harga, waktu dan jasa yang telah disepakati. 11 Berdasarkan Bab IV Pengikatan Pekerjaan Konstruksi dalam Pasal 14 Undang – Undang Nomor 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa pihak dalam kontrak pengadaan barang dan jasa terdiri dari : Pengguna jasa dan Penyedia jasa. Adapun kewajiban pengguna jasa dijelaskan dalam Pasal 15 Undang – Undang Nomor 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa: 1) Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dapat menujuk wakil untuk melaksanakan kepentingan dalam pekerjaan konstruksi; 2) Pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank; 3) Bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakatai dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran biaya 10
Sunaryati Hartono, In Search of New Legal Principal, (Bandung : Bina Cipta, 1979), hlm. 37 11
Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm.16
dan/atau fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa; 4) Jika pengguna jasa adalah Pemerintah, pembuktian kemampuan membayar diwujudkan dalam dokumen ketersediaan anggaran; 5) Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam bukunya Adrian Sutedi pun menjelaskan bahwa penyedia jasa adalah pihak yang melaksanakan pemasokan atau mewujudkan barang atau melaksanakan pekerjaan atau melaksanakan layanan jasa berdasarkan permintaan atau perintah resmi atau kontrak pekerjaan dari pengguna.12 Adapun kewajiban Penyedia Jasa antara lain : 1) Menyampaikan
usulan
rencana
kerja
untuk
mendapatkan
persetujuan dari pihak pengguna jasa; 2) Menjelaskan bagian dari rencana kerja yang terdiri dari calon pelaksana dan pengawas pelaksana; 3) Mempelajari serta melaksanakan dengan penuh tanggung jawab isi dari kontrak kerja tersebut; 4) Berkewajiban
menyampaikan
seluruh
rangkaian
pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sebelum serah terima akhir pekerjaan kepada pengguna jasa; dan 5) Wajib menjalankan apa yang diperintah pihak pengguna jasa, dan bertanggungjawab penuh apabila ada kekeliruan serta bersedia memperbaiki sesuai dengan pelaksanaan kontrak kerja konstruksi. 3. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pembangunan Pasaraya II Secara umum memang tidak diatur secara jelas mengenai pengaturan formalitas suatu perjanjian. untuk beberapa perjanjian 12
Adrian Sutedi, Loc.Cit, hlm. 5
undang – undang menentukan bentuk tertentu sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah.13 Maksudnya adalah jika perjanjian yang dibuat secara tertulis (kontrak) bukan hanya sebagai alat pembuktian saja melainkan sebagai syarat adanya suatu kontrak tertentu. Perjanjian Kerjasama antara Pemkot kota Salatiga dengan PT.MMS termasuk jenis Perjanjian di Bawah Tangan, akan tetapi proses pelaksanaan kontrak tersebut mengikat pihak ketiga yang bersangkutan dalam kontrak tersebut. Beberapa pihak ketiga yang ikut serta tanda tangan dalam perjanjian kerjasama sebagai saksi – saksi antara lain : 1) Sekretaris Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga 2) Ketua BAPPEDA Kodya Dati II Salatiga 3) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kodya Dati II Salatiga 4) Kepala Bagian Hukum Set Kodya Dati II Salatiga 5) Kepala Dipenda Kodya Dati II Salatiga 6) Kepala Bagian Perekonomian Set Kodya Dati II Salatiga 7) Direktur Utama PT.Matahari Mas Sejahtera 8) Kepala Bagian Pembangunan Set Kodya Dati II Salatiga Pada ketentuan yang ada setelah adanya kontrak kemudian muncul addendum maka timbul pula hak dan kewajiban baru bagi para pihak. Hal tersebut sejauh adanya kesepakatan para pihak dengan tidak mengesampingkan asas kebebasan berkontrak maka kontrak tersebut pasti dapat berjalan sebagaimana mestinya. Asas kebebasan 13 Peter Mahmud Marzuki, Paramita Prananingtyas dan Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hlm 15
berkontrak atau bisa disebut dengan kewenangan para pihak berarti para pihak bebas merundingkan isi perjanjian, meskipun pada saat pelaksanaan perjanjian ada perjanjian penambahan, perubahan atau penggantian dan selama itu pula disepakati oleh para pihaknya. Kemunculan beberapa addendum dalam kenyataan kontrak pengadaan barang dan jasa oleh Pemkot kota Salatiga jika diimplikasikan dengan teori hukum yang dicetuskan oleh Roscoe Pound, yakni teori hasrat, teori tawar menawar, teori sama nilai dan teori kepercayaan merugi bahwa fungsi hukum sebagai social engineering atau rekayasa sosial, dalam sistem hukum Indonesia civil law hukum adalah sebuah aturan undang – undang yang notabene merupakan produk kekuasaan penguasa.14 Dengan adanya teori tawar menawar
dengan tujuan apa yang telah dinegosiasikan oleh kedua
belah pihak hal itulah yang harus dilaksanakan. Dengan keluarnya addendum yang menyempurnakan kontrak sebelumnya,
para
pihak
mengharapkan
dapat
melaksanakan
kewajiban atau prestasi masing – masing. Dalam menyiapkan dan merancang sebuah kontrak atau disebut dengan contract drafting, hal pertama yang diperlukan yakni para pihak mengetahui tentang kontrak itu sendiri. 4. Pemkot
kota
Salatiga
Dikategorikan
Melakukan
Perbuatan
Melawan Hukum Tidak selalu mudah dalam menentukan apakah hal – hal tertentu merupakan wanprestasi atau kelalaian semata. Kontrak yang
14
Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 30
telah mereka buat merupakan undang – undang yang harus mereka patuhi pula dan hal tersebut berarti kontrak sebagai undang – undang mengikat para pihak. Dalam bukunya I.G Rai Widjaya disebutkan dengan tegas bahwa jika dalam sebuah kontrak tidak diperjanjikan secara tegas dan memang dimungkinkan berdasarkan asas terbuka yang mengandung asas kebebasan, bahwasannya pasal – pasal hukum perjanjian hanya merupakan hukum pelengkap atau optinal law (aanvulend recht).15 Meskipun terkadang “waktunya” yang sudah diperjanjikan tentang batas waktu yang dicantumkan dalam perjanjian itu bukanlah batas waktu yang mewajibkan dia untuk melakukan prestasi seperti yang diperjanjikan.16 Masalah mengenai waktu jika telah dinyatakan secara tegas dalam kontrak, ataupun memang sebaliknya tidak dinyatakan secara tegas maka akan menimbulkan suatu hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. itu tindakan pembangunan ruko di lahan eks hasil oleh Pemkot kota Salatiga dikategorikan sebagai wanprestasi. Namun wanprestasinya akan penulis kaji lebih dalam apakah merupakan dalam keadaan memaksa atau perbuatan melawan hukum yang melanggar undang – undang. Berdasarkan
Pasal 1365
KUHPErdata yang dimaksud
dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena kesalahannya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dijelaskan pula oleh 15
I.G. Rai Widjaya,Op.Cit, hlm.79
16
Ibid
Munir Fuady, dalam bukunya bahwa dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut :17 1) Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan; 2) Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian); dan 3) Perbuatan melawan hukum karena kelalaian. Perencanaan suatu kontrak pasti ada tahap penawaran dan penerimaan yang mewakili kehendak masing – masing yang nantinya mereka akan menyepakati hak dan kewajiban yang seimbang oleh masing – masing pihak serta menimbulkan kepercayaan satu sama lain.
Dalam
Pasal
1365
KUHPErdata
memang
tidak
cukup
menunjukkan adanya kausa hubungan antara perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan. Secara fakta hukumnya yang terjadi bahwa pembangunan ruko di lahan toko eks hasil yang menjadi hak PT.MMS oleh Pemkot kota Salatiga, menimbulkan kerugian yakni salah satunya dengan berkurangnya lahan parkir Pasaraya II.
5. Akibat Hukum jika Terdapat Pihak yang Melakukan Wanprestasi Pada dasarnya kontrak pengadaan barang dan jasa bersifat konsensuil yang artinya dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak maka perjanjian itu lahir.18 Namun kesepakatan yang dimaksud
17
18
Ibid, hlm. 2
Irwansyah Andi Putra, Tinjauan Yuridis terhadap .... Tesis Magister Ilmu Hukum, Op.Cit, hlm. 65
yakni dengan diakhiri penandatanganan oleh kedua belah pihak tersebut. Dalam kontrak pengadaan barang dan jasa harus dibuat secara tertulis dengan standart perjanjian yang sesuai dengan peraturan perundangan artinya bahwa kontrak pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah harus mengindahkan syarat umum, asas, prinsip, norma serta etika. Perbuatan wanprestasi pada penelitian hukum ini bukan merupakan dalam keadaan memaksa, kedua belah pihak Pemkot kota Salatiga maupun PT.MMS dikategorikan tidak memiliki maksud tertentu akan tetapi tahu pasti akibat dari perbuatannya tersebut. Biasanya jika kita menemukan kasus dengan label yang sama perjanjian kerja atau kontrak kerja konstruksi khususnya, kebanyakan yang melakukan wanprestasi adalah satu pihak saja bukan keduanya. Maka dalam hal penyedia jasa sering didapati kasus yang melakukan wanprestasi, entah mengenai kegagalan bangunan konstruksi atau yang lainnya. Namun berbeda pada kasus perjanjian kerjasama pembangunan Pasaraya II ini, kedua belah pihak sama – sama tidak memenuhi prestasinya. Dengan lewatnya tenggang waktu dalam pemenuhan prestasi yang telah ditentukan oleh masing – masing pihak maka jika kedua belah pihak saling melakukan wanprestasi, maka akibat hukum jika terjadinya wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Ganti Rugi; berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata artinya bahwa pihak yang lalai melakukan wanprestasi harus mengganti biaya
atas kerugian yang diperbuatnya yakni pada saat tidak dipenuhinya prestasi pada tenggang waktu yang tersurat dalam kontrak ataupun telah lalai namun masih diberi kesempatan dalam pemenuhan prestasi. 2. Pembatalan Perjanjian; berdasarkan Pasal 1266 bahwa bukan perjanjiannya yang batal demi hukum namun pihak yang dirugikan dapat meminta pembatalan perjanjian pada hakim di Pengadilan. Namun jika pembatalan perjanjian terjadi dalam kasus penelitian ini tidak bisa, dikarenakan kedua belah pihak saling melakukan perbuatan wanprestasi yang artinya keduanya saling dirugikan dan sama – sama berhak untuk menuntut ganti rugi. 3. Resiko; berdasarkan Pasal 1237 KUHPerdata bahwa suatu kewajiban untuk menanggung kerugian sebagai akibat dan adanya suatu peristiwa atau kejadian yang menimpa obyek perjanjian, sehingga kedua belah pihak dalam perjanjian masih terikat dengan obyek perjanjian. E. Kesimpulan dan Saran Pemkot
kota
Salatiga
dikategorikan
melakukan
perbuatan
melawan hukum karena telah membangun ruko di lahan eks toko hasil yang menjadi hak PT.MMS yang berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata bahwa Pemkot kota Salatiga memenuhi unsur sebagai berikut : a) Adanya suatu perbuatan; b) Perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum; c) Adanya kesalahan dari si pelaku; d) Adanya kerugian bagi korban; dan
e) Adanya hubungan kausal perbuatan dan kerugian. Akibat hukum jika terdapat pihak yang wanprestasi dalam perjanjian kerjasama ini, adalah : ganti rugi, pembatalan perjanjian dan resiko. Adapun saran mengenai penelitian hukum ini sebaiknya para pihak dalam perjanjian kerjasama ini untuk lebih memahami keseluruhan aspek hukum perdata (perjanjian / perikatan) yang menyangkut maksud dan tujuan dari pembuatan perjanjian kerjasama tersebut, sehingga dapat memenuhi hak dan kewajiban para pihak serta menjamin kepastian hukum yang menjadi satu kesatuan dalam perjanjian. Penyelesaian sengketa secara mediasi oleh pihak ketiga khususnya
pada
instansi
pemerintah
(DPR
atau
mendagri)
diharapkan dapat menjadi media perantara dalam pemenuhan keinginan masing – masing. Sebaiknya PT.MMS memperpanjang jangka waktu HGB dan mulai bekerjasama dengan pihak ketiga sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerjasama dalam upaya pemanfaatan lantai II s/d lantai V Pasaraya II Salatiga.
F. Daftar Pustaka Andi Putra, Irwansyah. 2002. Tinjauan Yuridis terhadap Kontrak Kerja Konstruksi dengan Sistem Penunjukkan Secara Langsung di Kabupaten Aceh. Tesis Magister Ilmu Hukum : Universitas Sumatera Utara Hartono, Sunaryati. 1979. In Search of New Legal Principal. Bandung : Bina Cipta
Fuady, Munir. 2010. Perbuatan Melawan Hukum – Penedekatan Kontemporer,. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti Marzuki, Peter Mahmud, Paramita Prananingtyas dan Ningrum Natasya Sirait. 1998. Seri Dasar Hukum Ekonomi 5 : Hukum Kontrak di Indonesia. Jakarta : Proyek Elips Marzuki, Peter Mahmud. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Mertokusumo, Sudikno. 2014.
Penemuan Hukum Sebuah Pengantar.
Yogyakarta : Cahya Atma Pustaka Prodjodikoro, Wirjono. 1993. Azas – Azas Hukum Perjanjian. Bandung : Sumur Sutedi, Adrian. 2008. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya. Jakarta : Sinar Grafika
Widjaya, I.G. Rai. 2003. Merancang Suatu Kontrak (contract drafting) Teori dan Praktik. Jakarta : Kesaint Blanc Ryan, Albert. 2011. Buku Pegangan Pengadaan Barang dan Jasa. Yogyakarta : Gradien Mediatama