Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya sehingga penyusunan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Gorontalo dapat diselesaikan dengan baik.
Kajian periode triwulan II-2009 ini merupakan pengejawantahan dari peranan KBI Gorontalo sebagai ‘economic intelligent and research unit’ yang diharapkan mampu memberikan informasi ekonomi dan keuangan daerah yang akurat, menyeluruh, dan terkini sebagai bahan masukan pemangku kepentingan di daerah dan di pusat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan informasi yang amat bermanfaat bagi penyusunan kajian ini. Di sisi lain, kami juga menyadari bahwa di usia yang masih sangat muda ini, KBI Gorontalo dari sisi produk dan peran masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan saran, masukan dan kerjasama dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas produk dan peranan kami di masa yang akan datang. Akhir kata, kiranya kajian ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pengembangan perekonomian Provinsi Gorontalo.
Gorontalo, 4 Agustus 2009 BANK INDONESIA GORONTALO
Benny Siswanto Pemimpin
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi
1 2
RINGKASAN EKSEKUTIF
4
BAB 1.
KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.1. Sisi Permintaan 1.1.1. Konsumsi 1.1.2. Investasi 1.1.3. Ekspor-Impor 1.2. Sisi Penawaran 1.2.1. Sektor Pertanian 1.2.2. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 1.2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.2.4. Sektor Bangunan 1.2.5. Sektor Industri Pengolahan 1.2.6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa 1.2.7. Sektor Lainnya 1.3. Box KER I 1.4. Box KER II
12 13 14 17 18 19 20 23 24 26 28 28 29 30 34
BAB 2
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 2.1. Inflasi Gorontalo Triwulan II-2009 2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang/Jasa 2.2.1. Inflasi Triwulanan (qtq) 2.2.2. Inflasi Tahunan (yoy) 2.3. Box KER III
36 37 38 38 41 44
BAB 3
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 3.1. Fungsi Intermediasi 3.1.1. Perkembangan Bank 3.1.2. Respon Perbankan Gorontalo Terhadap Kebijakan Moneter 3.1.3. Penyerapan Dana Masyarakat 3.1.4. Penyaluran Kredit 3.2. Stabilitas Perbankan 3.2.1. Risiko Kredit 3.2.2. Risiko Likuiditas 3.2.3. Risiko Pasar
46 47 47 47 48 49 51 51 53 54
BAB 4
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1. Pendapatan Daerah 4.2. Belanja Daerah 4.3. Kontribusi Realisasi APBD Gorontalo terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar
56
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.1. Perkembangan Aliran Uang Kartal 5.2. Perkembangan Kliring Non BI di Gorontalo
62 63 64
BAB 5
2
57 58 59
BAB 6
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 6.1. Pengangguran 6.2. Kemiskinan 6.3. Rasio Gini 6.4. IPM (Index Pembangunan Manusia)
66 67 68 69 69
BAB 7
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1. Outlook Kondisi Makro ekonomi Regional 7.2. Outlook Inflasi 7.3. Prospek Perbankan
72 73 74 75
LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH
76 80
3
4
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2009 melambat 7.10% (y.o.y).
Pada triwulan II-2009, perekonomian Gorontalo diperkirakan melambat 7.10% (yoy) dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 7.26% (yoy). Angka pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan angka proyeksi Bank Indonesia Gorontalo pada triwulan lalu. Kekhawatiran penurunan kinerja ekspor dan investasi ternyata lebih serius daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Gorontalo terutama didorong oleh melemahnya kinerja ekspor dan investasi
Disisi permintaan, melambatnya kinerja ekspor ditunjukkan oleh nilai realisasi ekspor luar negeri dan antar pulau yang menurun secara signifikan. Menurunnya produksi pertanian berdampak langsung pada kinerja ekspor secara keseluruhan, sementara investasi belum juga beranjak membaik. Kegiatan investasi fisik cenderung bersifat melanjutkan proyek-proyek lama, sementara proyek-proyek baru belum banyak yang terealisasi. Turunnya kinerja investasi ditunjukkan oleh realisasi kredit konstruksi dan belanja modal APBD yang lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu kegiatan konsumsi swasta dan pemerintah diperkirakan masih tumbuh. Meningkatnya konsumsi swasta terkait masa liburan sekolah.
Di sisi penawaran, perlambatan didorong oleh menurunnya kinerja sektor pertanian, bangunan, perdagangan hotel dan restoran.
Disisi sektoral, kinerja sektor utama dilanda pesimisme. Kinerja pertanian selama triwulan II-2009 memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perlambatan ekonomi daerah. Sementara itu sektor bangunan belum menujukkan perkembangan yang positif. Indikator pembiayaan konstruksi, seperti penyaluran kredit konstruksi dan belanja modal pemerintah surut pada triwulan laporan. Dalam pada itu kinerja sektor angkutan meningkat terkait dengan masa liburan. PERKEMBANGAN INFLASI
Laju perubahan harga di Gorontalo secara tahunan mengalami inflasi 7,22%.
Perkembangan harga beberapa komoditas di Gorontalo pada triwulan II 2009 mengalami tendensi penurunan. Laju Inflasi Gorontalo tercatat sebesar 7.22% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 8.54% (yoy). Namun, tingkat inflasi Gorontalo masih berada di atas angka nasional (3.65%). Hal ini merupakan indikasi terdapat permasalahan struktural yang mengakibatkan inflasi Provinsi Gorontalo tidak sesuai pada mekanisme permintaan dan penawaran pasar. Oleh karena itu forum koordinasi antar pemangku kebijakan yaitu ‘Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)’ perlu segera dibentuk untuk 5
menjembatani permasalahan terkait inflasi di Provinsi Gorontalo. Tendensi Penurunan inflasi selama triwulan II2009 disebabkan oleh lancarnya pasokan serta dukungan faktor eksternal.
Faktor utama penurunan inflasi di Gorontalo adalah melemahnya tekanan harga-harga kebutuhan masyarakat yang banyak dipenuhi oleh barang impor (antar provinsi). Sementara itu kelancaran pasokan serta stabilitas administered price turut menguatkan tren pelemahan tekanan inflasi Gorontalo. Tandatanda tren penurunan inflasi Gorontalo mulai muncul sejak kebijakan penurunan harga BBM pada akhir tahun 2008. Menurunnya harga komoditas minyak internasional mengurangi beban Pos Subsidi BBM dalam APBN, sehingga kebijakan penurunan BBM secara nasional dapat dilakukan demi menciptakan situasi ekonomi dan bisnis yang kondusif. Tendensi penurunan tren inflasi Gorontalo kemudian diperkuat dengan adanya Krisis Keuangan Global yang menyebabkan harga barang dan jasa komoditas impor baik luar negeri maupun antar provinsi menurun. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pada triwulan II-2009 kredit perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan perkembangan yang sedikit melambat, sementara itu aspek risiko likuiditas patut mendapat perhatian.
Pada triwulan II-2009 kinerja perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan perkembangan yang sedikit menurun, diikuti dengan stabilitas sistem perbankan yang relatif terkendali. Intermediasi perbankan ditandai oleh pertumbuhan kredit yang sedikit melambat namun masih berada pada level yang tinggi. Sementara itu stabilitas perbankan Gorontalo tergambar dari indikator-indikator yang memperlihatkan tidak adanya dorongan peningkatan risiko dari sisi kredit maupun pasar. Namun, risiko likuiditas perlu mendapat perhatian karena LDR sudah mencapai nilai yang tidak wajar. Kredit yang terus tumbuh namun tanpa diimbangi dengan penyerapan dana yang baik patut mendapat perhatian, mengingat kondisi likuiditas pasar yang cukup ketat.
Rata-rata suku bunga deposito perbankan Gorontalo cukup signifikan dalam merespon kebijakan moneter namun suku bunga kredit masih belum memenuhi
Pada triwulan laporan, suku bunga deposito merespon dengan cukup signifikan terhadap kebijakan moneter Bank Indonesia. Rata-rata suku bunga deposito baik bertenor pendek (1 bulan dan 3 bulan) maupun bertenor panjang (6 bulan dan 12 bulan) turun pada kisaran 70 bps. Berbeda dengan suku bunga deposito, suku bunga kredit investasi dan modal kerja tidak mengalami perubahan selama triwulan laporan. Pergerakan suku bunga kredit investasi dan modal kerja tidak beranjak pada level 16.25%. Sementara itu suku bunga kredit konsumsi sedikit merespon kebijakan moneter Bank Indonesia dengan penurunan
harapan.
6
sebesar 25 bps dari 14.24% pada April 2009 menjadi 13.99% pada Juni 2009. Pada posisi akhir triwulan II-2009 dana yang dihimpun meningkat, diwarnai dengan pergeseran komposisi deposito
Pada posisi akhir triwulan II-2009 dana yang dihimpun tercatat sebesar Rp1,86 triliun, meningkat 17,04% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6.28% (yoy).
Perkembangan kredit kurang memuaskan, namun kualitasnya masih perlu diperhatikan.
Pada posisi akhir triwulan laporan, kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp2,29 triliun, tumbuh 32,39%. (yoy) lebih
Peningkatan tertinggi terjadi pada simpanan giro sebesar 33,44% (yoy), diikuti oleh deposito sebesar 24,62% (yoy) dan tabungan sebesar 8,67% (yoy). Deposito yang sebelumnya terus mengalami pertumbuhan tertinggi sejak akhir 2008 mengalami perlambatan seiring dengan aktivitas ekonomi di Provinsi Gorontalo. Sementara itu, penurunan suku bunga diperkirakan turut mempengaruhi pergerakan posisi deposito.
lambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 38.42% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada kredit konsumsi yang mencapai 44.72% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 35.70% (yoy). Di sisi lain, kredit modal kerja menunjukkan perlambatan yang cukup dalam sebesar 21,92% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 43.29% (yoy). Sementara itu, kredit investasi memiliki pertumbuhan yang masih dibawah harapan sebesar 2.55% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 33.34% (yoy).
Stabilitas sistem perbankan di Gorontalo relatif terkendali dilihat dari aspek risiko kredit dan risiko pasar, namun risiko likiuiditas patut menjadi catatan
Selama triwulan laporan, stabilitas sistem perbankan di Gorontalo yang meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Non performing loans (NPLs) yang terjaga memberi peluang kepada perbankan untuk terus meningkatkan kreditnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas, namun aspek penyerapan dana masyarakat perlu menjadi perhatian karena Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di ambang ‘tidak wajar’.
7
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi belanja APBD Provinsi Gorontalo triwulan I-2009 lebih tinggi 19.44% dibandingkan realisasi triwulan I-2008 sebesar 16.51%.
Realisasi belanja APBD Provinsi Gorontalo triwulan II-2009 lebih tinggi 45.63% dibandingkan realisasi triwulan II-2008 sebesar 43.23%. Sedangkan disisi realisasi pendapatan meningkat 52.80% dibandingkan realisasi pendapatan triwulan II-2008 sebesar 49.61%. Dilihat dari komposisi realisasi triwulan II-2009, tingkat ketergantungan Provinsi Gorontalo terhadap alokasi dana perimbangan dari pusat masih cukup besar. Secara nominal, realisasi belanja triwulan II-2009 mengalami kenaikan dibandingkan realisasi belanja triwulan II-2008. Realisasi anggaran konsumsi pemerintah memberikan pangsa 9.56% terhadap nilai tambah kegiatan di sektor riil, kondisi ini lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Kas titipan di Gorontalo sepanjang triwulan II2009 berada pada kondisi net outflow dan transaksi kliring cenderung meningkat.
8
Kegiatan kas titipan di Gorontalo sepanjang triwulan II-2009 mencatat net outflow sebesar Rp69.044 miliar yang berarti aliran uang kartal yang masuk ke dalam khasanah kas titipan lebih kecil dibandingkan dengan aliran uang keluar dari khasanah. Kondisi net outflow terjadi sebagai dampak dari meningkatnya pembayaran uang yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan maraknya aktivitas ekonomi pada triwulan laporan diantaranya liburan sekolah dan kegiatan Pilpres 2009. Hal ini ditunjukkan oleh aliran outflow pada bulan April, Mei, dan Juni yang selalu lebih besar dari aliran inflow. Sementara itu, Jumlah perputaran warkat kliring non BI di Gorontalo pada triwulan laporan menunjukkan tren meningkat, tumbuh sebesar 16,82% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai nominal perputaran warkat triwulan II-2009 sebesar Rp263,77 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 10.806 lembar, meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp219,86 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 9250 lembar. Sedangkan peningkatan rasio penolakan jumlah cek/BG kosong mencerminkan bahwa kelesuan ekonomi Provinsi Gorontalo mulai terasa pada triwulan laporan. Berkurangnya pendapatan para pelaku usaha diperkirakan memperlemah posisi likuiditas mereka, sehingga menghambat kelancaran pembayaran transaksi melalui kliring.
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Tingkat kesejahteraan sedikit mengalamai penurunan.
Jumlah pengangguran di Gorontalo pada Februari 2009 menurun.
Tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Gorontalo sedikit menurun. Tingkat pengangguran berkurang, dan IPM meningkat namun tingkat kemiskinan meningkat. Indeks gini sebagai indikator kesenjangan masih belum menunjukkan tanda membaik. Pada Februari 2009, jumlah angkatan-kerja mencapai 462.899 orang naik 7,80% dibandingkan keadaan Agustus 2008 atau 9,33% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu jumlah penduduk yang bekerja tumbuh sebesar 11,66% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Selama periode 1 tahun, tingkat pengangguran terbuka menunjukkan arah yang menurun, yaitu dari 7,04 % pada Februari 2008 menjadi 5,06% pada Februari 2009.
Persentase penduduk miskin di Maret 2009 meningkat.
Persentase penduduk miskin atau yang berada di bawah garis kemiskinan (data bulan Maret 2009) di Provinsi Gorontalo sebesar 25,01% atau mengalami peningkatan dibandingkan periode Maret 2008 yang tercatat sebesar 24,88%. Jumlah ini tersebar di wilayah Gorontalo dengan persentase penduduk miskin tertinggi sebesar 33,18% berada di Kabupaten Gorontalo Utara, kemudian disusul berturut-turut oleh Kabupaten Gorontalo (32,07%), Kabupaten Bone Bolango (30,6%), Kabupaten Pahuwato (29,74%), Kabupaten Boalemo (29,21%), dan yang terkecil di Kota Gorontalo (8,11%)
Pada Tahun 2007 indeks gini tercatat 0,39 mengalami kenaikan dibandingkan indeks gini Tahun 2005 lalu yang tercatat sebesar 0,36
Perkembangan angka rasio gini Gorontalo dalam 3 (tiga) tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada Tahun 2007 indeks gini tercatat 0,39 mengalami kenaikan dibandingkan indeks gini Tahun 2005 lalu yang tercatat sebesar 0,36. Namun demikian berdasarkan strukturnya, persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tertinggi menjadi semakin meningkat dari 44,38% menjadi 47,67%. Sementara itu, Index Pembangunan Manusia (IPM) sampai tahun 2007 adalah tercatat 68,98 meningkat dibanding IPM 2006 yang sebesar 68,01.
9
PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo triwulan-III tahun 2009 diperkirakan pada kisaran ,7.4% - 7.9%.
Perlambatan sisi sektoral pada triwulan III tahun 2009 diperkirakan didorong pelemahan produksi sektor pertanian
Perekonomian Gorontalo triwulan III-2009 diperkirakan tidak secerah triwulan III- 2008, pertumbuhan diperkirakan berada pada kisaran 7.4 – 7.9 % yang didorong melemahnya kinerja ekspor dan investasi. Pelemahan ekspor diperkirakan masih berlangsung, pertumbuhan produksi jagung diperkirakan tidak setinggi triwulan III-2008. Disisi investasi, keterbatasan kapasitas fiskal pemerintah makin terasa, sementara sumber pembiayaan pemerintah yang bersumber dari APBN terkesan stagnan. Sekali lagi konsumsi swasta menjadi harapan dalam meredam perlambatan yang terjadi terkait lebaran mendatang. Disisi penawaran, perlambatan ekonomi diperkirakan masih didorong oleh sektor pertanian. Sementara itu sektor angkutan serta sektor perdagangan hotel dan restoran diperkirakan meningkat seiring dengan perayaan lebaran mendatang. Harapan terhadap upaya peningkatan produksi pertanian pada triwulan mendatang cukup besar sehingga mampu menekan perlambatan ekonomi. Disisi pembiayaan percepatan realisasi anggaran pemerintah baik yang bersumber dari APBD maupun APBN diharapkan mampu menggerakkan kinerja sektor utama di Gorontalo untuk mampu meredam bayang-bayang perlambatan pada triwulan mendatang.
Tekanan inflasi di Triwulan-II 2009 pada umumnya didorong oleh inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan inflasi kelompok bahan makanan.
Kompleksitas gejolak eksternal, dorongan permintaan domestik, serta ekspektasi inflasi yang adaptive membawa perkiraan inflasi Provinsi Gorontalo sedikit tumbuh moderat pada triwulan-III 2009. Diperkirakan inflasi tahunan Provinsi Gorontalo pada triwulan-III 2009 berkisar antara 7.5 – 9.0% (yoy). Survei Konsumen menunjukkan bahwa harga secara umum pada 3 bulan mendatang diperkirakan mengalami peningkatan pada level indeks sebesar 166,6. Sementara itu, tekanan permintaan domestik diperkirakan memicu peningkatan output gap membawa inflasi kedepan lebih tinggi. Masuknya bulan puasa pada bulan Agustus 2009 serta perayaan Hari Raya Idul Fitri pada bulan September 2009 mendongkrak permintaan masyarakat terhadap kebutuhan barang dan jasa.
Respon suku bunga kredit terhadap kebijakan moneter diperkirakan masih belum memenuhi harapan, namun
Penurunan BI Rate secara agresif pada semesterl-I 2009 sebesar 200 bps dari 8.25% pada awal Januari 2009 menjadi 6.75% pada awal Juli 2009 diperkirakan sudah mulai direspon oleh perbankan Gorontalo pada triwulan-III 2009. Suku bunga deposito akan cepat merespon kebijakan moneter ekspansif,
10
perbankan Gorontalo tetap optimis dalam menyalurkan kredit
namun suku bunga kredit masih menghadapi tingkat rigiditas yang cukup tinggi. Daya tahan industri perbankan Gorontalo kedepan masih cukup memadai. Walaupun rasio kecukupan modal (CAR) diperkirakan sedikit menurun namun hal ini tidak menghalangi optimisme perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor konstruksi, meskipun halangan perbankan tetap memperhitungkan pengaruh negatif krisis keuangan global. Sementara itu, mendasari perlambatan ekonomi akibat pengaruh krisis global prediksi NPL yang akan cenderung meningkat. Namun demikian NPL masih diprediksikan pada tingkat yang wajar, dibawah 5%.
11
12
Perekonomian Gorontalo triwulan II-2009 diperkirakan melambat 7.10% (yoy) dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2008 sebesar 7.26% (yoy). Melemahnya kinerja ekspor dan investasi yang belum kunjung membaik pada triwulan II-2009 mendorong pertumbuhan lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi penawaran, melemahnya kinerja pertanian berdampak cukup signifikan bagi perlambatan yang terjadi. Sementara itu kinerja sektor utama lainnya seperti bangunan dan perdagangan hotel restoran belum menujukkan geliat yang positif untuk mampu meredam perlambatan yang terjadi. Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo
PERTUMBUHAN EKONOMI 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 Q1
Q2
Q3
2007
Q4
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2*)
2009
Sumber : BPS Prov. Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
Menurunnya produksi pertanian selama triwulan II-2009 direspon oleh melambatnya kinerja ekspor Gorontalo. Kekhawatiran penurunan ekspor yang telah diproyeksikan sebelumnya pada akhir triwulan I-2009 ternyata lebih serius. Angka realisasi ekspor luar negeri dan antar pulau menujukkan penurunan yang cukup signifikan. Kondisi ini menginspirasi suatu pelajaran bahwa pengembangan komoditas lain diluar jagung mendesak untuk dilakukan selain usaha-usaha perbaikan produktivitas yang terus berjalan.
1. 1 SISI PERMINTAAN Di sisi permintaan, ekonomi Provinsi Gorontalo triwulan II-2009 diperkirakan melambat yang didorong menurunnya kinerja ekspor dan investasi. Sementara itu meningkatnya kegiatan konsumsi diperkirakan sedikit meredam perlambatan yang terjadi. Perkembangan ekspor luar negeri dan ekspor antar pulau diperkirakan masih lesu, penurunan produksi pertanian membawa dampak yang kurang baik bagi kinerja ekspor selama triwulan II-2009. Sementara itu sisi investasi masih dilanda pesimisme, indikator-indikator pembiayaan investasi belum menujukkan geliat ekonomi yang positif. Menurunnya realisasi belanja modal APBD serta penyaluran kredit investasi dan 13
modal kerja perbankan menyurutkan optimisme investasi Gorontalo selama triwulan II2009. Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo
KOMPONEN Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor
Pertumbuhan Ekonomi
2007
2008
2009
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*)
4.99 17.50 2.70 16.87 14.47
7.25 5.61 6.32 23.12 18.21
10.81 18.44 9.86 25.99 26.09
18.32 12.09 20.05 25.85 46.46
10.05 11.56 2.28 20.57 24.56
7.96 21.25 9.06 13.68 16.98
9.09 28.99 19.55 0.57 35.27
4.34 26.70 25.01 -16.48 17.81
13.90 17.94 2.00 3.37 26.10
9.50 22.00 7.01 3.45 17.01
6.09
8.32
8.30
7.25
7.45
7.26
9.41
7.55
7.57
7.10
Sumber : BPS Prov. Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia
1.1.1
Konsumsi
Konsumsi pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh moderat sebesar 14.94% (yoy) dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 13.38%(yoy). Konsumsi swasta diperkirakan tumbuh 9,50% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,96% (y.o.y). Sementara konsumsi pemerintah tumbuh moderat 22,00% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 21,25%. Perbaikan kinerja konsumsi swasta pada triwulan II 2009 dikonfirmasi oleh beberapa prompt indicators. Pajak kendaraan bermotor mengalami pertumbuhan selama triwulan II-2009 sebesar 33.35% lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 25.79%. Kondisi tersebut seiring dengan peningkatan kredit konsumsi yang disalurkan perbankan selama triwulan II-2009 yang tumbuh sebesar 44.73% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2008 sebesar 35.69% (yoy). Sementara disisi belanja pegawai, walaupun selama triwulan II-2009 nilai capaian realisasi terhadap pagu anggaran lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya namun secara nominal menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Realisasi nominal belanja pegawai yang tercatat pada laporan APBD Provinsi triwulan II-2009 tumbuh 1.54%(yoy) lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II-2008 sebesar 0.26% (yoy).
14
Grafik 1.2 Realisai Belanja Pegawai APBD Prov. Gorontalo
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Grafik 1.3Perkembangan Kredit Konsumsi
Sumber : LBU BI Manado
Grafik 1.4 Realisai Pajak Kendaraan Bermotor
Sumber : Badan Keuangan Prov. Gorontalo
Realisasi gaji ke-13 yang bertepatan dengan moment liburan sekolah diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi swasta, peningkatan konsumsi swasta juga imbas dari kegiatan pemilihan presiden lalu. Pola konsumtif selama masa liburan merupakan moment tahunan yang sudah membudaya bagi masyarakat Gorontalo, namun kondisi tersebut belum ditangkap dengan bijak oleh aparatur daerah, perbaikan infrastruktur transportasi serta peningkatan infrastruktur pariwisata di luar Gorontalo ternyata lebih menggoda untuk dikunjungi dibandingkan obyek wisata lokal didaerah. Dilihat dari konsumsi bahan bakar minyak, arus penumpang serta volume bagasi (ton) yang melalui Bandara Jalaluddin selama triwulan II-2009 menunjukkan pola meningkat. Konsumsi bahan bakar kelompok rumah tangga dan transportasi, volumenya meningkat sebesar 17.195 Kl dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 14.967 Kl, peningkatan konsumsi bahan bakar juga tercermin dari nilai realisasi pajak bahan bakar kendaraan bermotor yang dihimpun dari penjualan retail premium SPBU yang tumbuh 81.5% lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 27.58%.
15
Grafik 1.5 Konsumsi BBM RT dan Transportasi Kendaraan
Sumber : PERTAMINA Depot Gorontalo UPMS VII Grafik 1.7 Perkembangan Jumlah Penumpang
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Grafik 1.6 Realisasi Pajak Bahan Bakar
Sumber
: Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
Grafik 1.8 Perkembangan Bagasi Pesawat
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Hasil survey konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Gorontalo menunjukkan bahwa optimisme konsumsi swasta masih cukup baik. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juni 2009 berada pada level optimis dengan nilai indeks sebesar 154,55. Kondisi ini menujukkan bahwa masyarakat menilai saat ini masih tepat melakukan konsumsi. Optimisme keyakinan konsumen dibangun oleh sentimen positif pada Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini sebesar 150,00. Kondisi ekonomi Provinsi Gorontalo yang disinyalir tahan terhadap guncangan eksternal membentuk persepsi positif terhadap keyakinan konsumen pada Juli 2009. Grafik 1.9 Indeks Keyakinan Konsumen
Sumber : Bank Indonesia Gorontalo
16
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen
Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan masih optimis. Hal ini tercermin dari realisasi belanja non modal sebesar Rp 178 Miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 156 Miliar. Grafik 1.11 Realisasi APBD Non Belanja Modal
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
1.1.2 Investasi Investasi di Provinsi Gorontalo pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh 7,01 % (y.o.y) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,06% (y.o.y). Perlambatan tersebut ditunjukkan oleh indikator pembiayaan perbankan maupun realisasi fiskal belanja modal yang menurun selama triwulan II-2009. Pembangunan infrastruktur fisik lebih melanjutkan proyek yang ada sementara realisasi proyek baru belum marak. Sementara itu realisasi investasi bangunan diperkirakan melambat. Kondisi ini terlihat dari pergerakan konsumsi semen di Gorontalo, selama triwulan II-2009 melambat 17.9% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 19.6% (yoy). Disisi pembiayaan, kinerja investasi yang kurang menggembirakan tersebut juga dikonfirmasi oleh menurunnya penyaluran kredit perbankan dan belanja modal pemerintah. Kredit investasi dan modal kerja pada Juni 2009 melambat sebesar 18,80% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 41,58% (y.o.y). Realisasi belanja modal pemerintah juga menunjukkan penurunan, pada triwulan II-2009 realisasi belanja modal turun 4.00% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 11.40%. Secara nominal realisasi belanja modal triwulan II-2009 mencapai Rp 65.77 Miliar lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar Rp 68.51 Miliar. Sementara itu stimulus fiskal APBN sebagai sumber pembiayaan lain baru terealisasi sebesar 8.02% atau sekitar Rp 7 Miliar.
17
Grafik 1.12 Perkembangan Kredit
Grafik 1.13 Perkembangan Belanja Modal
Sumber : LBU BI Manado
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
1.1.3 Ekspor dan Impor Kinerja ekspor selama triwulan II-2009 diperkirakan masih melambat, perlambatan ini didorong oleh penurunan produksi pertanian jagung sebagai komoditas utama. Ekspor Gorontalo selama triwulan II-2009 diperkirakan melambat 3.45% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 13.68% (yoy). Sampai dengan bulan Mei 2009, ekspor luar negeri Gorontalo tercatat USD 5.091.335 terkontraksi 47.60% dibandingkan triwulan II-2008 sebesar USD 9.716.010. Tabel 1.2 Kinerja Ekspor Luar Negeri Gorontalo 2008
EXPORT
Q1
Q2
2009 Q3
Q4
Q1
Q2
Negara Tujuan 1. Jepang 2. China 3. Singapura 4. Hongkong 5. Taiwan 6. Malaysia 7. Philipina 8. India 9. Rep. Korea 10. Vietnam Total
52.253
360.560
12.839
15.386
20.808
-
2.925.419
19.236
-
18.660
-
38.580
41.352
33.129 8.000 19.292 5.138.300 1.736.500 1.029.173 32.120 1.339.700 9.716.010
-
43.590 6.400 458.208 2.505.692 3.048.400 21.594 6.117.930
21.765 4.077.131 445.500 24.280 4.589.483
6.400 5.450.900 36.980 82.800 437.658 103.192 6.117.930
4.077.131 45.088 21.765 445.500 4.589.484
363.015 78.183 2.282.000 1.071.300 616.875 9.247 632.135 5.091.335 3.353.300 9.247 158.778 937.875 632.135 5.091.335
369.000 1.025.500 110.698 232.163 4.756.385
Jenis Barang 1. Ikan dan Udang/Kepiting 2. Jagung 1.394.500 3. Kayu, Barang dari Kayu 162.951 4. Bungkil Kopra 5. Rotan Poles 79.404 6. Lemak&Minyak Hewan/nabati 2.887.367 7. Gula & Kembang Gula 232.163 8. Mutiara & batu permata 9. Binatang Hidup 10. Tembakau Total 4.756.385 Sumber : BPS Gorontalo & Diskoperindag
8.000 6.874.800 48.470 1.029.173 71.657 1.339.700 344.210 9.716.010
1.090.600 877.380 325.598 2.306.417
1.961.850 18.969 325.598 2.306.417
Sementara itu perlambatan ekspor juga ditunjukkan oleh menurunnya arus muat barang dipelabuhan laut maupun bandar udara. Di pelabuhan laut, volume barang yang dimuat sebesar 114.861 ton terkontraksi 8.4% dibandingkan triwulan II-2008 yang tumbuh 89%. Sementara itu volume muat barang yang dilakukan di bandar udara
18
selama triwulan II-2009 turun sebesar 121.981 ton atau terkontraksi 1.6% dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 146.590 kg. Grafik 1.14 Perkembangan Muat Barang di Pelabuhan Gorontalo
Volume (ton)
PERKEMBANGAN MUAT BARANG DI PELABUHAN GORONTALO 130000 125000 120000 115000 110000 105000 100000
100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% Q1
Q2
Q3
Q4
2008 Muat Barang Angkutan Laut (Ton)
Q1
Q2
2009 Pertumbuhan yoy (%)
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Grafik 1.15 Perkembangan Muat Barang di Bandara Jalaluddin
PERKEMBANGAN MUAT BARANG DI BANDAR UDARA Volume (kg)
250,000
200,000 150,000 100,000 50,000 0 Q1
Q2
Q3 2008
Q4
Q1
Q2 2009
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Sebaliknya, kinerja impor mengalami pertumbuhan terkait dengan peningkatan konsumsi swasta. Impor Provinsi Gorontalo pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh moderat 17,01% (y.o.y) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu 16.98% (y.o.y).
1.2 SISI PENAWARAN Selama triwulan II-2009, perlambatan ekonomi Gorontalo didorong sektor pertanian, bangunan, dan perdagangan. Penurunan produksi pertanian selama triwulan II-2009 berdampak serius terhadap kinerja perekonomian secara umum. Pertanian yang mempunyai pangsa 30% lebih terhadap PDRB Gorontalo belum juga menujukkan tandatanda membaik sejak triwulan I-2009. Kondisi ini diperburuk kinerja sub sektor perikanan laut yang diperkirakan pesimis, tingginya ombak laut akibat angin musim 19
timur diperkirakan menurunkan produksi tangkapan ikan nelayan. Sementara itu kinerja sektor bangunan diperkirakan belum menujukkan geliat yang optimis, proyek infrastruktur yang ada lebih kearah melanjutkan existing project yang telah dijalankan pada triwulan I-2009 lalu. Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Gorontalo Sisi Penawaran (yoy)
1.PERTANIAN 2.PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK,GAS & AIR BERSIH 5.BANGUNAN 6.PERDAGANGAN,HOTEL & RESTORAN 7.PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8.KEU.,PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 9.JASA - JASA
Pertumbuhan Ekonomi
3.70 14.22 4.63 16.71 10.75 6.58 4.54 9.05 7.23
9.85 11.57 5.76 15.13 9.71 6.89 6.71 8.33 7.85
10.12 11.16 4.40 13.56 10.24 5.78 8.37 8.41 7.51
4.94 10.41 6.74 13.37 9.82 8.08 8.33 7.81 7.78
Q1 7.98 4.98 1.44 -2.64 6.95 8.03 12.98 6.75 6.86
Q2 6.04 9.44 3.86 -2.70 9.48 6.26 9.22 7.58 9.64
Q3 11.55 11.55 7.54 -2.76 10.83 6.44 6.48 7.48 10.66
Q4 7.35 14.24 8.72 2.71 13.13 6.65 6.78 6.99 6.35
Q1 7.74 9.23 6.06 7.51 9.78 7.60 8.56 9.11 6.14
Q2 *) 5.24 9.20 4.30 4.30 8.80 5.50 11.20 7.50 9.30
6.09
8.32
8.30
7.25
7.45
7.26
9.41
7.55
7.57
7.10
Sumber : BPS Prov. Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
1.2.1 SEKTOR PERTANIAN Kinerja sektor pertanian pada triwulan II-2009 diperkirakan tidak sebaik triwulan II2008. Pada triwulan ini, sektor pertanian diperkirakan melambat sebesar 5.24% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 6.04% (yoy). Melambatnya sektor pertanian diperkirakan dampak penurunan luas lahan panen sementara itu produktivitas lahan masih stagnan. Fenomena alam diperkirakan turut mempengaruhi kinerja pertanian di Gorontalo, banjir yang menggenangi sebagian lahan pertanian di Pohuwato pada bulan Mei 2009 serta perubahan cuaca yang berpengaruh terhadap kelembaban dan ketersediaan air untuk lahan pertanian. Pertumbuhan nilai tambah pertanian jagung, sebagai komoditas andalan perekonomian Gorontalo, diperkirakan menurun. Produksi jagung sesuai ARAM II-2009 diperkirakan terkontraksi 3.16% dibandingkan produksi tahun 2008. Kondisi ini lebih diakibatkan oleh penurunan luas lahan dari 156.436 ha di tahun 2008 menjadi 150.277 ha. Meskipun demikian, dilihat dari sisi produktivitasnya komoditas ini masih menunjukkan peningkatan mencapai 48.50 ku/ha. Grafik 1.16 Luas Lahan Panen & Produktivitas Jagung
Sumber: BPS Prov. Gorontalo
20
Grafik 1.17 Perkembangan Produksi Jagung
Sumber: BPS Prov. Gorontalo
Melambatnya sub sektor tanaman bahan makanan, sedikit diredam oleh meningkatnya produksi padi dan kedelai. Produksi padi diperkirakan mencapai 241.557 ton, lebih tinggi 1.55% dibandingkan produksi padi tahun 2008. Peningkatan ini terkait dengan meningkatnya produktivitas padi sebesar 3.15% dari 50.67 ku/ha tahun 2008 menjadi 52.27 ku/ha (ARAM II 2009). Luas lahan padi sendiri menurun dari 46.942 ha di tahun 2008 menjadi 46.213 ha di triwulan II-2009. Sesuai ARAM II-2009, produksi kedelai meningkat sebesar 3.882 ton tumbuh 54.43% lebih tinggi dibandingkan produksi 2008 sebesar 2.514 ton. Meningkatnya luas lahan 78.54% mendorong peningkatan produksi kedelai di Gorontalo Grafik 1.18 Luas Panen & Produktivitas Pertanian Padi
Grafik 1.20 Luas Panen & Produktivitas Pertanian Kedelai
Grafik 1.19 Perkembangan Produksi Padi
Grafik 1.21 Perkembangan Produksi Kedelai
Kurang baiknya kondisi cuaca selama triwulan II-2009 turut mempengaruhi kondisi pertanian dan perikanan di Gorontalo. Bertiupnya angin musim timur sekitar bulan Juni 2009 diprediksikan mengganggu aktivitas nelayan karena tingginya ombak laut yang mencapai 3-5 meter. Menurut informasi dari Distan, kondisi kelembaban cuaca turut mempengaruhi pertanian khususnya yang berada diarea utara Gorontalo. Disisi pembiayaan, penyaluran kredit sektor pertanian selama triwulan II-2009 melambat dibandingkan triwulan II-2008. Jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp 87,20 Miliar melambat 12.7% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2008 sebesar 22,9%.
21
Grafik 1.22 Perkembangan Kredit Pertanian
Miliar
100
PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
25%
80
20%
60
15%
40
10%
20
5%
0
0% Q1
Q2
2008 Kredit Pertanian (miliar)
Q1
Q2
2009 Pertumbuhan Kredit Pertanian (yoy %)
Sumber : LBU BI Manado
Dilihat dari perkembangan keuangan daerah, Pemerintah Provinsi senantiasa mendorong perkembangan sektor pertanian melalui percepatan realisasi belanja modal selama triwulan II-2009. Realisasi belanja modal khususnya pos pembangunan jaringan irigasi tercatat sebesar Rp 10,02 Miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat senilai Rp 5,08 Miliar. Selain itu pos pengadaan alat-alat pengolahan pertanian/peternakan dan perikanan juga ditingkatkan, realisasi pada triwulan II-2009 mencapai Rp 119 Juta lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II-2008 sebesar Rp 14.52 juta. Alokasi tersebut difokuskan pada pengadaan alat pengolahan pupuk dan pengadaan alat pemipil hasil pertanian. Peningkatan pembiayaan pemerintah daerah ini diharapkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan sektor ini dimasa mendatang. Grafik 1.23 Belanja Modal Konstruksi Irigasi
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
22
1.2.2 SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Sektor angkutan diperkirakan tumbuh lebih tinggi yaitu dari 9.20% (yoy) pada triwulan II-2008 menjadi 11.20% (yoy) pada triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan sebagai efek liburan sekolah, serta pelaksanaan pemilu presiden. Meningkatnya jumlah penumpang transportasi udara dan laut menggambarkan kinerja di sektor ini. Secara keseluruhan jumlah penumpang tumbuh 20.68% lebih tinggi dibandingkan triwulan II2008 sebesar 0.37%. Sementara itu, jumlah penumpang angkutan udara mencapai 56.771 orang, lebih tinggi dibandingkan jumlah penumpang periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 45.937 orang. Bergairahnya transportasi udara di Gorontalo direspon oleh pihak swasta dengan mulai beroperasinya pesawat baru yang melayani jalur penerbangan Gorontalo-Makassar-Jakarta pp serta pesawat komuter yang melayani rute Gorontalo-Manado pp. Sementara itu jumlah penumpang angkutan ferry meningkat sebesar 17.100 orang lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 16.962 orang. Grafik 1.24 Perkembangan Jumlah Penumpang Angkutan Laut dan Udara
Sumber : BPS Prov. Gorontalo (diolah)
Sub sektor angkutan darat diperkirakan turut meningkat, terkait dengan meningkatnya penjualan BBM kelompok transportasi dan penghimpunan pajak kendaraan bermotor. Data penjualan BBM menunjukkan peningkatan, selama triwulan II-2009 tercatat 17.915 kiloliter premium dan 5.731 kiloliter solar terjual. Volume penjualan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 14.967 kiloliter premium dan 6.260 kiloliter solar. Jumlah pajak kendaraan bermotor yang berhasil dihimpun Pemerintah Provinsi mencapai Rp 13,31 Miliar lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 11,08 Miliar atau tumbuh 33.35% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2008 sebesar 25.79%.
23
Grafik 1.25 Penjualan BBM untuk Transportasi
Sumber : PERTAMINA Depot Gorontalo UPMS VII
Grafik 1.26 Perkembangan Pajak Kendaraan Bermotor
Sumber : Badan Keuangan Provinsi
1.2.3 SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan II-2009 diperkirakan melambat sebesar 5,50% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,44% (y.o.y). Perlambatan yang terjadi pada sub sektor perdagangan sedikit diredam oleh sub sektor hotel dan restoran. Melambatnya sub sektor perdagangan dikonfirmasi oleh turunnya volume bongkar barang yang terjadi di pelabuhan laut maupun pelabuhan udara serta volume konsumsi listrik kelompok bisnis. Di pelabuhan laut, volume bongkar barang triwulan II2009 mencapai 114.861 ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 125.410 ton atau terkontraksi sebesar 8.41% (yoy). Sedangkan volume bongkar barang di bandara Jalaluddin mencapai 233.814 kg menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 247.785 kg atau terkontraksi sebesar 5.63% (yoy). Grafik 1.27 Bongkar Barang Angkutan Udara
Sumber : BPS Prov. Gorontalo (diolah)
Grafik 1.28 Bongkar Barang Angkutan Laut
Sumber : BPS Prov. Gorontalo (diolah)
Pertumbuhan konsumsi listrik kelompok bisnis melambat 9.04% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2008 sebesar 18.85% (yoy). 24
Grafik 1.29 Perkembangan Konsumsi Listrik Kelompok Bisnis
Sumber : PLN Gorontalo
Namun melambatnya sub sektor perdagangan sedikit diredam oleh sub sektor hotel dan restoran yang diperkirakan naik. Selama triwulan II-2009, tingkat penghunian kamar hotel rata-rata meningkat 32.13 % dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 25.19%. Kondisi ini diindikasikan sebagai efek kampanye pemilihan presiden yang mulai digelar di bulan Mei 2009. Grafik 1.30 Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar Hotel
%
35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 -
PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Sumber : BPS Prov. Gorontalo
Sisi pembiayaan, secara umum umum kredit perbankan yang disalurkan di sektor perdagangan hotel dan restoran melambat. Tercatat kredit yang disalurkan di sektor ini sebesar Rp 729.028 Miliar melambat 27.47 % dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 35.94%.
25
Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor PHR
Miliar
1,000,000
PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN - HOTEL - RESTORAN
40%
750,000
30%
500,000
20%
250,000
10%
-
0% Q1
Q2
Q3
Kredit PHR 2008
Q4
Q1
Q2
Pertumbuhan yoy (%) 2009
Sumber : LBU BI Manado
1.2.4 SEKTOR BANGUNAN Pertumbuhan sektor bangunan diperkirakan melambat dibandingkan triwulan II-2008, dari 9.48% (yoy) pada triwulan II-2008 diperkirakan 8.80% (yoy) pada triwulan II-2009. Ditengarai pada triwulan II-2009 kegiatan konstruksi lebih diarahkan untuk melanjutkan proyek-proyek existing sedangkan pelaksanaan proyek baru belum begitu signifikan. Melambatnya kinerja sektor ini dikonfirmasi oleh beberapa prompt indicators. Pertumbuhan penjualan semen selama triwulan II-2009 menunjukkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan II-2009 penjualan semen melambat 17.9% (yoy) dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 19.6% (yoy). Grafik 1.32 Perkembangan Penjualan Semen Gorontalo
Dalam Ton
PERKEMBANGAN PENJUALAN SEMEN 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 -
100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% Q1
Q2
Q3
2008 Penjualan Semen
Q4
Q1
Q2
2009 Pertumbuhan
Sumber : Asosiasi Pengusaha Semen
Selama triwulan II-2009, kegiatan konstruksi diperkirakan lebih diarahkan untuk melanjutkan proyek-proyek yang telah berjalan sebelumnya, beberapa proyek besar yang saat ini masih terus berjalan pembangunannya antara lain pembangunan PLTU 26
Anggrek yang nantinya akan menghasilkan daya listrik berkapasitas 100 MW yang direncanakan selesai tahun 2010 serta pembangunan Business Park Gorontalo yang menelan anggaran Rp. 300 Miliar yang direncanakan selesai tahun 2011. Disisi pembiayaan melambatnya kinerja sektor bangunan dikonfirmasi oleh melambatnya pertumbuhan kredit konstruksi dan menurunnya realisasi belanja modal APBD maupun stimulan fiskal APBN. Sampai dengan bulan Juni 2009, kredit yang telah disalurkan sebesar Rp 59,97 Miliar melambat 0.61% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 161.35%. Grafik 1.33 Perkembangan Kredit Konstruksi
PERKEMBANGAN KREDIT KONSTRUKSI 70000.00 60000.00 50000.00 40000.00 30000.00 20000.00 10000.00 0.00
180.00% 160.00% 140.00% 120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Q1
Q2
Q3 2008
Kredit Konstruksi (Juta)
Q4
Q1
Q2 2009
Pertumbuhan yoy (%)
Sumber : LBU BI Manado
Dari sisi fiskal, realisasi belanja modal APBD triwulan II-2009 lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008. Realisasi belanja modal mencapai Rp 36.11 Miliar lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan II-2008 sebesar Rp 38.21 Miliar. Pendanaan fiskal lain yang bersumber dari dana stimulus APBN juga belum terealisasi secara optimal. Dari anggaran induk sebesar Rp 88.34 Miliar, yang terealisasi masih sebesar Rp 7.08 Miliar atau sekitar 8.02 % dari pagu. Grafik 1.34 Realisasi Belanja Modal APBD
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
Grafik 1.35 Realisasi Stimulus Fiskal APBN
Sumber : KPPN Gorontalo
27
1.2.5 SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN Kinerja sektor industri pengolahan selama triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 4.30 % (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3.86%. Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan dikonfirmasi oleh peningkatan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) industri dan konsumsi listrik industri. Sebagian besar pelaku usaha di sektor ini bergerak di bidang pengolahan barang primer seperti industri pengolahan pendukung sektor pertanian, industri pengolahan makanan, minuman, dan tembakau serta industri pengolahan barang kayu dan hasil hutan lainnya, sedangkan industri migas belum ada di Provinsi Gorontalo. Selama triwulan II-2008, Solar yang menjadi bahan bakar dominan kelompok industri mengalami peningkatan sebesar 17.928 Kl lebih besar dibandingkan penggunaan selama triwulan II-2008 sebesar 12.893 Kl. Grafik 1.36 Penggunaan BBM Industri
Grafik 1.37 Penggunaan Listrik
Industri
Sumber : PERTAMINA Depot Gorontalo UPMS VII
Sumber : PLN Gorontalo
Masih optimisnya sektor industri dikonfirmasi melambatnya kontraksi konsumsi listrik kelompok industri sebesar 12% pada triwulan II-2009 dibandingkan kontraksi yang terjadi pada triwulan II-2008 sebesar 13%. Upaya PEMDA untuk meningkatkan ketersediaan daya listrik di Gorontalo telah dilakukan dengan mendatangkan beberapa mesin pembangkit diesel dari Bitung, Sulawesi Utara sambil menunggu kesiapan beroperasinya PLTD Anggrek pada tahun 2010 nanti.
1.2.6 SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh moderat 7.50% (yoy) dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 7.58%. Net Interest Margin Perbankan tumbuh moderat sebesar 28.86% (yoy) hampir sama dengan 28
pertumbuhan triwulan II-2008 sebesar 29.10% (yoy). Menurunnya BI Rate direspon cukup baik oleh perbankan melalui penurunan suku bunga kredit sehingga penyaluran kredit meningkat khususnya kredit konsumsi. Kondisi ini secara umum mendorong pendapatan bunga perbankan tumbuh 30.03% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pendapatan bunga yang berhasil dicapai pada triwulan II-2008 yang tumbuh sebesar 18.61%. Grafik 1.38 Perkembangan NIM Perbankan
300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 -
PERKEMBANGAN NET INTEREST MARGIN PERBANKAN
Q1
Q2
Q3
2008 Net Interest Margin (miliar)
Q4
Q1
40% 30% 20% 10% 0% -10% -20%
Q2
2009 Pertumbuhan (yoy)
1.2.7 SEKTOR LAINNYA Selama triwulan laporan, sektor jasa-jasa diperkirakan melambat 9.30% (y.o.y), dibandingkan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 9.64% (y.o.y). Berdasarkan kontribusinya, sumbangan sektor ini terhadap laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo sebesar 1,23%. Berdasarkan komponen pembentuknya, pertumbuhan sektor ini terutama disumbangkan oleh subsektor pemerintahan umum. Secara tahunan, sektor pertambangan dan penggalian dalam triwulan-II tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 9,23 (y.o.y) lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,44% (y.o.y). Sektor pertambangan dan penggalian memiliki kontribusi sebesar 0,04% terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo. Berdasarkan komponen pembentuknya, pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh sub sektor penggalian, dimana berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini lebih banyak dilakukan oleh penambangan tradisional/rakyat dan bukan industri berskala besar. Secara tahunan, sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan-II 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4.30% (y.o.y) sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan-II 2008 yang mengalami kontraksi sebesar -2,70% (y.o.y). selama triwulan II-2008 PEMDA berupaya menambah pasokan listrik dengan mendatangkan mesin pembangkit dari Sulawesi Utara. Dalam mengatasi krisis pasokan listrik, Pemda tengah melaksanakan proyek pembangunan PLTU Anggrek dengan kapasitas 2x25 Megawatt yang direncanakan akan selesai pada tahun 2011. 29
BOX I : MERETAS KEMANDIRIAN EKONOMI PROVINSI GORONTALO, MEWUJUDKAN EKONOMI YANG BERKELANJUTAN
Gambar 1. Perkembangan Ekonomi Gorontalo dan Provinsi Lain diwilayah Sulampua
Sebagai daerah hasil pemekaran Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo tumbuh menjadi suatu sorotan di Indonesia timur. Pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan menyimpan beragam pertanyaan terkait sustainabilitas kedepan. Dalam perkembangannya sejak 2006 – 2009, Gorontalo ratarata leading dibandingkan 2 Provinsi baru lainnya di kawasan Sulampua (Maluku Utara dan Sulawesi Barat).
Namun akan berbeda apabila kita telisik lebih jauh mengenai kualitas pertumbuhan itu sendiri. Berdasarkan data input-output Badan Pusat Statistik diketahui bahwa pertumbuhan yang tinggi ini didorong oleh konsumsi dan impor dimana impor antar pulau cukup mendominasi pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat. Sedangkan kemampuan ekspor masih belum optimal.
Gambar 2. Input – Output Komoditas di Gorontalo
Kondisi ini menggambarkan kemandirian ekonomi masih menjadi suatu tantangan yang harus dipecahkan mengingat usia sewindu harusnya cukup memberikan learning curve bagi stakeholders daerah untuk berbenah dan menata. Melihat lebih dalam, terhadap peta input-output Gorontalo, sektor pertanian yang menjadi primadona ternyata tidak lepas dari masih besarnya pengaruh pasokan dari daerah lain. Pertanian jagung yang cukup perkasa di awal tahun 2001 – 2005 tumbuh mengesankan, namun semenjak 2005 sampai dengan sekarang pertumbuhannya dibawah rata-rata 30
kondisi awal provinsi ini didirikan. Kondisi ini diyakini karena produktivitas yang melambat, sehingga penambahan luasan lahan baru tidak mampu mendongkrak hasil produksi secara umum. Penguatan dan peningkatan teknologi pertanian untuk mendorong produktivitas menjadi suatu hal yang mendesak untuk dilakukan. Peran PEMDA, dunia usaha dan perbankan untuk saling berkoordinasi sangat dibutuhkan dalam pengembangan pertanian di Gorontalo.
Perkembangan Komoditas Ekspor Luar Negeri 12.000.000
10. Tembakau
9. Binatang Hidup
10.000.000
8. Mutiara & batu permata
8.000.000
7. Gula & Kembang Gula 6. Lemak&Minyak Hewan/nabati
6.000.000
5. Rotan Poles
4.000.000
4. Bungkil Kopra 3. Kayu, Barang dari Kayu
2.000.000
2. Jagung
-
1. Ikan dan Udang/Kepiting
Q1 2008
Gambar 3. Pertanian Jagung Gorontalo
Q2 2008
Q1 2009
S/d Mei 2009
Gambar 4. Perkembangan Komoditas Ekspor Gorontalo
Kondisi diatas tentu saja berimplikasi pada kinerja ekspor Gorontalo, terutama ekspor mancanegara yang seolah-olah didominasi single commodity (lihat gambar 4). Dampak tersebut mulai terasa di triwulan II-2009, dimana ekspor luar negeri melambat lebih didorong oleh melambatnya produksi jagung dan belum ada substitusi dari komoditas lain untuk menekan perlambatan tersebut. Strategi meretas kemandirian dibutuhkan untuk mewujudkan sustainabilitas ekonomi Gorontalo kedepan lebih baik. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan 4 besaran utama yang digambarkan melalui matriks strategi kebijakan yang meliputi kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan daya saing, strategi optimalisasi pembiayaan ekonomi daerah, strategi penguatan koordinasi serta penumbuhan semangat entrepeneurship ditaraf konkrit.
31
Gambar 5. Strategi meretas kemandirian ekonomi Gorontalo
32
BOX II : DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO Krisis keuangan global merupakan fenomena turbulensi ekonomi dunia yang menjadi pusat perhatian dewasa ini. Dampak negatif melalui trade channel dan financial channel disinyalir dapat memperlambat momentum percepatan ekonomi nasional maupun daerah. Sementara itu, setiap region memiliki perilaku yang unik dalam menyikapi pengaruh krisis keuangan global. Karakterisitik domestik berbaur dengan kelembaman ekonomi memberi situasi yang berbeda pada setiap daerah dalam ‘bernegosiasi’ dengan situasi krisis akibat pengaruh eksternal. Penelitian ’Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Perekonomian Provinsi Gorontalo’ mencoba menganalisis perilaku ekonomi daerah dalam menghadapi shock eksternal. Menyimak kondisi diatas, KBI Gorontalo telah melakukan penelitian untuk menganalisa ’Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Perekonomian Provinsi Gorontalo’ yang terfokus pada trade channel. Analisa dilakukan dengan membedah secara parsial komponen ekspor melalui metode Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini menggunakan ekspor (X) sebagai dependent variable serta Produksi Jagung (PRODJAGUNG), PDRB Sulawesi Selatan (PDRBSULSEL), dan PDB Philipina (PDBPHIL) sebagai independent variables periode triwulananan 2002:1 – 2008:4.
Hasil uji dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dan White heteroscedasticity menunjukkan bahwa tidak terdapat permasalahan autokorelasi dan homoskedastis. Sementara itu kekhawatiran munculnya multikolinearitas menghinggapi persamaan ekspor ditunjukkan dengan tidak signifikannya salah satu variabel secara individual. Namun hal ini merupakan point of view yang ingin ditunjukkan dalam analisa sehingga variable yang tidak signifikan tetap diikutsertakan dalam model. 33
Produksi jagung memiliki peran yang sangat nyata terhadap kelangsungan ekspor Gorontalo. Selama ini komoditas jagung dianggap sebagai sebuah mercusuar, menarik ekonomi Gorontalo menuju percepatan pembangunan. Oleh karena itu ekspor provinsi Provinsi Gorontalo sangat identik dengan ekspor jagung. Di satu sisi fokus ekspor jagung merupakan pola ekonomi yang tepat karena menuju ke arah spesialisasi memanfaatkan term of trade untuk mengeruk keuntungan ekonomi. Namun, tentunya dalam jangka panjang perlu dilakukan diversifikasi produk unggulan agar ekonomi gorontalo lebih kuat dalam meredam ancaman goncangan eksternal. Kentalnya nuansa ekonomi domestik dalam struktur ekspor Gorontalo dapat terlihat dari signifikansi ekspor antar provinsi dibandingkan ekspor luar negeri. Kenaikan PDRB Sulawesi Selatan sebesar 1% memberi dampak yang cukup besar pada ekspor Gorontalo, yaitu kenaikan sebesar 1.31%. Naiknya pendapatan Sulawesi Selatan mendorong permintaan produk Gorontalo, sehingga ekspor meningkat. Sementara itu, peningkatan PDB Philipina sebagai salah satu negara tujuan ekspor Gorontalo tidak signifikan terhadap ekspor Gorontalo. Long term contract dalam perjanjian ekspor menjadikan karakteristik ekspor luar negeri di Gorontalo cukup rigid. Sementara itu, jenis produk ekspor berupa bahan baku (pakan ternak, kayu, bungkil kopra, lemak hewani/nabati) memberi blessing in disguise1 daya redam yang tinggi terhadap shock eksternal (krisis keuangan global).
1
Produk bahan baku seperti pakan ternak, kayu, bungkil kopra, lemak hewani/nabati memiliki value added yang rendah sehingga timbal balik manfaat yang dihasilkan juga kecil, namun permintaan terhadap bahan baku –terutama pertanian cenderung relatif stabil.
34
Halaman ini sengaja dikosongkan
35
36
Tendensi menurunya inflasi mewarnai perkembangan harga komoditas di Provinsi Gorontalo pada triwulan-II 2009. Inflasi Gorontalo triwulan II-2009 sebesar 7.22% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 8.54% (yoy). Secara triwulanan, inflasi triwulan II-2009 menurun sebesar 0.59% (qtq) dibandingkan triwulan I-2009 2.33% (qtq). Penurunan ini sejalan dengan kecenderungan deflasi di tingkat nasional serta didukung oleh kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan minimnya tekanan harga dari kelompok barang-barang yang diatur Pemerintah (administered price).
2.1 INFLASI GORONTALO TRIWULAN II-2009 Pada triwulan II-2009, inflasi tahunan Gorontalo melambat seiring dengan tren penurunan rata-rata inflasi nasional. Pengaruh eksternal memberi pengaruh positif terhadap perkembangan harga di Provinsi Gorontalo. Melemahnya tekanan hargaharga kebutuhan masyarakat yang banyak dipenuhi oleh barang impor (antar provinsi) menjadi salah satu pemicu penurunan inflasi Gorontalo. Sementara itu kelancaran pasokan serta stabilitas administered price turut menguatkan tren pelemahan tekanan inflasi Gorontalo. Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional dan Gorontalo
Bila dibandingkan dengan nasional, inflasi Provinsi Gorontalo memiliki tren yang sejalan meskipun sedikit lebih bergejolak karena adanya regional specific factors yang mempengaruhi ‘keunikan’ inflasi daerah. Sementara itu, walaupun menghadapi tren penunan namun dalam 6 (enam) bulan terakhir inflasi Gorontalo masih jauh berada diatas inflasi nasional. Hal ini merupakan indikasi terdapat permasalahan-permasalahan struktural yang mengakibatkan inflasi Provinsi Gorontalo tidak patuh pada mekanisme permintaan dan penawaran pasar. Oleh karena itu forum koordinasi antar pemangku kebijakan yaitu ‘Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)’ perlu segera dibentuk untuk menjembatani permasalahan terkait inflasi di Provinsi Gorontalo. 37
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi Gorontalo
Tanda-tanda tren penurunan inflasi Gorontalo mulai muncul sejak kebijakan penurunan harga BBM pada akhir tahun 2008. Menurunnya harga komoditas minyak internasional mengurangi beban Pos Subsidi BBM dalam APBN, sehingga kebijakan penurunan BBM secara nasional dapat dilakukan demi menciptakan situasi ekonomi dan bisnis yang kondusif. Tendensi penurunan tren inflasi Gorontalo kemudian diperkuat dengan adanya Krisis Keuangan Global yang menyebabkan harga barang dan jasa komoditas impor baik luar negeri maupun antar provinsi menjadi menurun.
2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA 2.2.1 INFLASI TRIWULANAN (QTQ) Secara triwulanan, inflasi Gorontalo pada triwulan II-2009 sebesar 0.59% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2.33%(qtq). Dorongan pelemahan harga terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, yaitu kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; serta kelompok sandang. Berbeda dengan triwulan sebelumnya, tekanan deflasi pada triwulan II 2009 lebih didorong oleh pengaruh krisis keuangan global yang berdampak pada menurunnya imported inflation tercermin dari besarnya penurunan inflasi pada kelompok sandang yaitu sebesar -1.08% (qtq) dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Sedangkan pada triwulan sebelumnya tendensi penurunan inflasi lebih didorong oleh pengaruh kebijakan penurunan harga BBM yang tercermin dari besarnya deflasi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2.39% (qtq).
38
Tabel 2.1 Kelompok Barang dan Jasa (qtq)
Kelompok Umum Bahan makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2007 Q1
Q2 -1.24 -4.86 2.86 0.13 0.24 0.12 0.00 0.16
2008
Q3 0.46 0.19 0.24 0.73 0.90 0.90 0.12 0.74
Q4 1.66 2.10 2.77 0.88 0.41 0.26 7.44 0.11
Q1 2.96 10.48 -0.24 -0.07 1.90 1.11 0.05 -0.59
Q2 -0.04 -4.72 1.96 5.20 2.33 1.74 0.26 0.60
2009
Q3 3.83 4.73 4.01 1.36 -0.67 1.34 0.47 8.37
Q4 4.01 7.89 2.32 4.40 -0.04 0.56 3.98 0.13
Q1 0.16 -1.44 4.46 1.34 1.14 0.42 -0.12 -3.09
2.33 6.83 3.15 -0.14 2.52 0.62 0.17 -2.39
Inflasi triwulan-II 2009 pada kelompok bahan makanan sebesar 0.88% (qtq) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 sebesar 6.83% (qtq). Penurunan inflasi didorong oleh melimpahnya pasokan karena masuknya musim panen terutama komoditas bumbu-bumbuan. Beberapa komoditas utama kelompok bahan makanan seperti ayam, cabai, dan bawang merah pada triwulan-II 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 2.2 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Ayam (Rp/Kg)
Grafik 2.3 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Cabai dan Bawang (Rp/Kg)
Hasil Survei Pemantauan Harga menunjukkan bahwa harga ayam, cabai, dan bawang merah mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Komoditas ayam boiler mengalami penurunan dari Maret minggu I sebesar Rp15.000/kg menjadi Rp14.500/kg pada Juni Minggu IV, sementara itu harga ayam kampung mengalami penurunan dari Maret minggu I sebesar Rp 62.000/kg menjadi Rp32.500/kg pada Juni Minggu IV. Sedangkan harga komoditas bawang merah turun dari Maret minggu I sebesar Rp22.000/kg menjadi Rp14.000/kg pada Juni Minggu IV. Komoditas cabai (rica) yang notabenenya merupakan komoditas penyumbang inflasi yang cukup besar serta sangat berfluktuasi juga menunjukkan penurunan harga. Harga cabai merah kriting pada Maret minggu I sebesar Rp20.000/kg turun menjadi Rp9.500/kg pada Juni Minggu IV, sedangkan harga 39
Q2 0.59 0.88 1.93 -0.07 -1.08 1.77 0.20 0.14
cabai merah biasa juga turun dari Rp37.000/kg pada Maret minggu I menjadi Rp20.000/kg pada Juni Minggu IV. Namun dibalik trend penurunan komoditas pada kelompok bahan makanan, secara triwulanan harga komoditas beras pada triwulan-II 2009 menunjukkan peningkatan. Hal ini terjadi karena pasokan beras di pasaran pada triwulan-I 2009 sangat melimpah dibandingkan triwulan-II 2009 akibat adanya realisasi raskin pada Februari 2009. Hasil Survei Pemantauan Harga menunjukkan bahwa harga beras mengalami kenaikan. Harga beras jenis IR-64 pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp4500 naik menjadi sebesar Rp6000 pada minggu IV Juni 2009. Sedangkan harga beras jenis Dolog pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp3500 naik menjadi sebesar Rp4000 pada minggu IV Juni 2009. Grafik 2.4 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Beras (Rp/Kg)
Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar triwulan II 2009 terus menunjukkan tren deflasi sebesar -0.07% (qtq) mengikuti deflasi pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar -0.14% (qtq). Menurunnya harga barang-barang impor terutama antar provinsi seperti harga-harga perlengkapan rumah tangga membawa angin segar terhadap perkembangan harga kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Sementara itu harga-harga biaya tempat tinggal juga memberi kontribusi terhadap penurunan inflasi dengan cukup signifikan tercermin dari penurunan beberapa harga komoditas utama seperti semen dan besi.
40
Grafik 2.5 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Semen (Rp/Sak)
Grafik 2.6 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Besi (Rp/Batang)
Hasil Survei Pemantauan Harga menunjukkan bahwa harga semen selama empat bulan terakhir terus mengalami penurunan. Harga semen merk Tiga Roda pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp64000/sak turun menjadi sebesar Rp61000/sak pada minggu II Juni 2009, harga semen merk Tonasa pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp65000/sak turun menjadi sebesar Rp62500/sak pada minggu II Juni 2009, sedangkan harga semen merk Bosowa pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp64000/sak turun menjadi sebesar Rp62000/sak pada minggu II Juni 2009. Sementara itu harga komoditas besi juga menunjukkan arah tren yang sama. Harga besi beton 6mm pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp26000/batang turun menjadi sebesar Rp12500/batang pada minggu II Juni 2009, harga besi beton 8mm (biasa) pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp21500/batang turun menjadi sebesar Rp15000/batang pada minggu II Juni 2009, harga besi beton 8mm x 12m (full) pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp70000/batang turun menjadi sebesar Rp35000/batang pada minggu II Juni 2009, sedangkan harga besi beton 10mm x 12m (full) pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp100000/batang turun menjadi sebesar Rp55000/batang pada minggu II Juni 2009.
2.2.2 INFLASI TAHUNAN (YOY) Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan II-2009 sebesar 7.22% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II-2009, 9.58% (yoy). Apabila dilihat secara tahunan tendensi penurunan harga terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa kecuali kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.
41
Tabel 2.2 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)
No
2007
Kelompok Umum
1 2 3 4 5 6 7
Bahan makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Q1 3.55 5.09 9.10 0.07 2.41 3.34 0.29 0.21
Q2 5.07 10.34 5.69 1.03 2.11 3.80 0.30 0.91
2008 Q3 5.97 10.62 8.41 1.36 2.16 1.90 8.84 0.97
Q4 7.02 13.09 6.41 1.70 4.63 4.65 9.11 0.95
Q1 8.33 13.25 5.47 6.85 6.81 6.35 9.39 1.39
Q2 9.58 18.05 5.79 4.50 4.29 7.10 10.65 3.37
2009 Q3 12.26 21.69 9.36 12.43 3.40 4.66 4.52 6.14
Q4 9.20 8.56 14.51 14.02 2.63 3.95 4.34 3.48
Q1 10.54 21.05 21.08 14.74 6.36 3.42 4.27 (0.37)
Q2 7.22 14.59 12.39 5.57 2.53 3.41 4.24 (5.15)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Pada triwulan-II 2009, Inflasi kelompok bahan makanan sebesar 14.59% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 18.05% (yoy). Pelemahan tekanan inflasi secara tahunan pada kelompok bahan makanan didorong oleh berkurangnya harga-harga terutama pada subsektor ikan bumbu-bumbuan, lemak dan minyak, ikan diawetkan, dan sayur-sayuran. Kecukupan pasokan pada barang-barang tercakup dalam subsektor tersebut menjadi penyebab utama terjadinya tekanan deflasi. Sementara itu subsektor ikan segar dan buah-buahan masih menunjukkan tekanan inflasi yang cukup tinggi walaupun secara tahunan masih lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Tabel 2.3 Inflasi Sub kelompok Bahan Makanan (yoy)
Kelompok / Sub kelompok BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
12.49 10.47 23.52 35.75 13.82 13.84 -10.91 9.15 50.44 -25.65 -11.58 0.86
20.78 16.10 21.37 46.35 -1.37 12.64 -14.75 8.62 83.04 3.86 -11.68 -1.11
21.80 14.49 14.70 51.62 -9.24 9.14 -17.13 12.90 84.66 18.49 -13.27 1.51
18.27 13.63 6.00 64.53 -7.44 9.64 -26.54 19.27 67.59 -15.19 -10.95 2.87
15.16 11.50 5.37 46.56 -7.55 6.29 -10.63 15.06 66.84 -19.50 -10.49 3.41
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Secara tahunan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi tertinggi dibandingkan kelompok barang dan jasa lainnya. Pada triwulan-II 2009, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan deflasi sebesar 5.15% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya mengalami inflasi sebesar 3.37% (yoy).
42
JUNI 14.59 8.67 2.65 49.54 -8.61 1.36 -7.41 10.81 65.24 -16.01 -10.80 3.41
Tabel 2.4 Inflasi Sub kelompok Bahan Makanan (yoy)
Kelompok / Sub kelompok TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Transpor Komunikasi dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan
JAN
FEB
MAR
0.52 5.11 -12.80 0.00 2.74
-0.36 3.79 -12.80 0.00 2.74
-0.37 3.77 -12.80 0.00 2.74
APR 2.39 3.26 0.00 0.00 2.74
MEI 0.80 0.98 0.00 0.00 2.74
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Bila diuraikan lebih dalam, subkelompok transportasi merupakan penyumbang terbesar terjadinya deflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Subkelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 7.36% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan subkelompok lainnya dalam kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang pergerakan harganya relatif stabil. Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM bersubsidi pada awal Desember 2008 masih memberikan second round effect pada triwulan-II 2009 berupa penurunan tariff angkutan transportasi.
43
JUNI -5.15 -7.36 0.00 0.00 2.74
BOX III : ANATOMI INFLASI PROVINSI GORONTALO Menjaga nilai inflasi yang rendah dan stabil di Provinsi Gorontalo merupakan cita-cita bersama untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Gorontalo yang berkualitas dan berkelanjutan. Inflasi yang tinggi dan bergejolak menyebabkan timbulnya sejumlah biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat. Pertama, inflasi menimbulkan dampak negatif pada distribusi pendapatan. Masyarakat golongan bawah dan berpendapatan tetap akan lebih menderita menanggung beban inflasi dengan turunnya daya beli. Sebaliknya, masyarakat menengah dan atas relatif tidak merasakan penurunan daya beli yang drastis. Bagi masyarakat yang memiliki aset finansial berupa tabungan dan deposito, nilai kekayaannya terlindungi dari inflasi. Kedua, tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan ketidakpastian sehingga investor cenderung untuk melakukan investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif daripada melakukan investasi riil yang bersifat produktif. Berdasarkan Teori Philips Curve, anatomi inflasi tersusun atas tiga komponen yaitu ekspektasi inflasi, output gap, dan shock eksternal. Ekspektasi inflasi merupakan persepsi masyarakat terhadap kondisi inflasi ke depan. Sementara, output gap merupakan celah antara actual output dan potential output. Penciptaan output yang dipaksa melebihi kapasitas produksinya memperlebar output gap semakin membengkak sehingga mendorong tekanan inflasi. Sedangkan komponen terakhir merupakan gejolak eksternal yang mempengaruhi besaran inflasi melalui jalur transportasi, aspek distribusi, administered price dan imported inflation.
Dari Gambar dapat dilihat bahwa output gap dan inflasi tahunan Provinsi Gorontalo memiliki tren yang searah, bahkan sejak tahun 2007 tren tersebut berhimpit. Dari analisa deskriptif, kita dapat menduga bahwa output gap memiliki pengaruh terhadap tekanan inflasi Gorontalo. Tekanan inflasi muncul saat output gap bernilai positif, sementara tendensi deflasi sejalan dengan nilai output gap 44
negatif. Namun, periode 2005 – 2006 terlihat terdapat anomali pada trend inflasi Gorontalo. Ditengah output gap yang bernilai negatif, inflasi melonjak sangat tinggi. Hal ini terjadi karena terdapat shock eksternal berupa kebijakan kenaikan harga BBM sehingga mendongkrak inflasi ke titik tertinggi. Memandang pentingnya kajian lebih lanjut mengenai inflasi, KBI Gorontalo telah melakukan pembedahan komponen infasi Provinsi Gorontalo melalui pisau analisa estimasi Ordinary Least Square (OLS). Persamaan inflasi dibangun perdasarkan teori Philips Curve, dimana inflasi (year on year) dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, output gap dan shock eksternal. Ekspektasi inflasi didasari berlakunya asumsi adaptive inflation, bahwa ekpektasi inflasi masyarakat dipengaruhi oleh inflasi yang terjadi di masa lalu. Hasil regresi menunjukkan bahwa teori adaptive inflation terbukti berlaku di Provinsi Gorontalo, inflasi di masa lalu ikut berperan dalam pembentukan inflasi saat ini. Output_Gap juga menunjukkan pengaruh yang positif terhadap inflasi Gorontalo. Artinya, apabila output actual lebih tinggi dibandingkan output potensial maka akan mendorong terjadinya inflasi. Sedangkan pengaruh shock eksternal berupa kenaikan harga BBM juga signifikan mempengaruhi inflasi di Gorontalo, terlihat dari signifikansi dummy variable periode kenaikan BBM dalam model inflasi.
Dalam mengendalikan inflasi Provinsi Gorontalo diperlukan perhatian dan kerja keras seluruh pihak, bersama-sama ‘menyelaraskan’ disturbances yang terjadi pada anatomi inflasi. Investasi dalam bentuk infrastruktur fisik dan modal manusia mutlak diperlukan demi meningkatkan kapasitas produksi (output potensial) ditengah pemintaan masyarakat yang semakin tinggi. Sedangkan forum koordinasi antara seluruh pemangku kebijakan yang dituangkan dalam ‘Tim Pengendali Inflasi Daerah’ menjadi sebuah keniscayaan yang harus diwujudkan demi mengatasi ketidakstabilan pasar akibat shock eksternal. Sementara itu, peran Bank Indonesia ditengah ekonomi Gorontalo semakin dibutuhkan dalam rangka mengarahkan dan membangun ekspektasi masyarakat menuju pola pikir rational expectation yaitu persepsi yang tidak hanya terbentuk dari pengalaman masa lalu tetapi dari informasi-informasi akurat serta peramalan kondisi inflasi kedepan.
45
46
Pada triwulan II-2009 kinerja perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan perkembangan yang sedikit menurun, diikuti dengan stabilitas sistem perbankan yang relatif terkendali. Intermediasi perbankan ditandai oleh pertumbuhan asset perbankan dan pertumbuhan kredit yang sedikit melambat namun masih berada pada level yang tinggi. Sementara itu stabilitas perbankan Gorontalo tetap terjaga, tergambar dari indikator-indikator yang memperlihatkan tidak adanya dorongan peningkatan risiko dari sisi kredit maupun pasar. Namun, risiko likuiditas perlu mendapat perhatian karena LDR sudah mencapai nilai yang tidak wajar mencapai lebih dari 120%. Kredit yang terus tumbuh namun tanpa diimbangi dengan penyerapan dana yang baik menjadi perhatian, mengingat kondisi likuiditas pasar yang cukup ketat.
3.1
FUNGSI INTERMEDIASI Perkembangan fungsi intermediasi perbankan pada triwulan laporan cukup menggembirakan, ditandai dengan pertumbuhan tahunan kredit perbankan berada pada level yang tinggi. Namun, kualitas penyaluran kredit masih perlu diperhatikan terkait dengan minimnya kredit produktif dalam struktur kredit perbankan Gorontalo. Sementara itu dana pihak ketiga tumbuh dengan cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan untuk mengimbangi perkembangan kredit Provinsi Gorontalo.
3.1.1 Perkembangan Bank Kegiatan perbankan di Provinsi Gorontalo saat ini dilayani oleh 9 Bank Umum Konvensional, 1 Bank Umum Syariah 4 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada periode laporan terjadi penambahan 1 (satu) kantor cabang pembantu bank swasta nasional, sehingga Jaringan kantor Bank Umum baik yang konvensional maupun syariah di Provinsi Gorontalo terdiri dari 12 kantor cabang, 17 kantor cabang pembantu, 9 kantor kas serta 21 kantor unit. Sementara itu, jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 2 kantor kas. Sejalan dengan meningkatnya jaringan bank, total aset dan keuntungan bank terus meningkat. Total asset seluruh bank pada bulan Juni 2009 mencapai Rp2,60 triliun, tumbuh 21,61% dibanding bulan Juni tahun sebelumnya. Selain itu, Net Interest Margin (NIM) bank juga meningkat dari Rp.111,14 milyar pada bulan Juni 2008 menjadi Rp.143,21 milyar pada bulan Juni 2009, atau meningkat 28,86%. 3.1.2 Respon Perbankan Gorontalo terhadap Kebijakan Moneter Berdasarkan data yang diperoleh, penurunan suku bunga acuan otoritas moneter secara agresif pada triwulan laporan direspon secara terbatas oleh Perbankan Gorontalo. Untuk menggerakkan sektor riil yang diperkirakan melambat akibat dampak negatif krisis keuangan global, Bank Indonesia 47
melakukan kebijakan counter cyclical dengan menurunkan suku bunga acuan BIrate secara agresif sebesar 125 bps pada triwulan-I 2009 dan 75 bps pada triwulan–II 2009. Penurunan BI-rate dari 7.75% menjadi 7% selama triwulan laporan diharapkan dapat direspon oleh penurunan suku bunga kredit perbankan yang selanjutnya dapat menggerakkan sektor riil.
Suku bunga deposito merespon dengan cukup signifikan terhadap kebijakan moneter Bank Indonesia. Rata-rata suku bunga deposito baik bertenor pendek (1 bulan dan 3 bulan) maupun bertenor panjang (6 bulan dan 12 bulan) turun pada kisaran 70 bps. Berbeda dengan suku bunga deposito, suku bunga kredit investasi dan modal kerja tidak mengalami perubahan selama triwulan laporan. Suku bunga kredit investasi dan modal kerja tidak beranjak, berada pada level 16.25%. Sementara itu suku bunga kredit konsumsi sedikit merespon kebijakan moneter Bank Indonesia dengan penurunan sebesar 25 bps dari 14.24% pada April 2009 menjadi 13.99% pada Juni 2009. Hal ini perlu mendapat perhatian terutama bagi pihak perbankan, karena penurunan suku bunga kredit merupakan harapan bagi seluruh pihak baik pembuat kebijakan maupun sektor usaha untuk mendongkrak kinerja perekonomian yang diperkirakan akan melemah. 3.1.3 Penyerapan dana masyarakat Pada posisi akhir triwulan II-2009 dana yang dihimpun tercatat sebesar Rp1,86 triliun, meningkat 17,04% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6.28% (yoy). Peningkatan tertinggi terjadi pada simpanan giro sebesar 33,44% (yoy), diikuti oleh deposito sebesar 24,62% (yoy) dan tabungan sebesar 8,67% (yoy). Deposito yang sebelumnya terus mengalami pertumbuhan tertinggi sejak akhir 2008 mengalami perlambatan seiring dengan tingginya aktivitas ekonomi di Provinsi Gorontalo pada triwulan laporan sehingga mendorong masyarakat mengurangi depositonya untuk membiayai kegiatan dimaksud. 48
Sementara itu, penurunan suku bunga deposito diperkirakan turut mempengaruhi pergerakan deposito. Dari komposisinya, tabungan memiliki pangsa tertinggi (52.21%), diikuti deposito (29.96%) dan giro (17.83%).
3.1.4 Penyaluran kredit Pada posisi akhir triwulan laporan, kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp2,29 triliun, tumbuh 32,39%. (yoy) lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 38.42% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada kredit konsumsi yang mencapai 44.72% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 35.70% (yoy). Pertumbuhan kredit konsumsi secara tahunan cenderung menunjukkan tren peningkatan, namun bila dibandingkan kuartal sebelumnya sedikit mengalami perlambatan. Di sisi lain, kredit modal kerja menunjukkan perlambatan yang cukup dalam sebesar 21,92% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 43.29% (yoy).
Kekhawatiran pelaku usaha terhadap isu perlambatan ekonomi nasional diperkirakan cukup meredam perilaku sektor usaha untuk melakukan ekspansi usaha. Sementara itu, kredit investasi memiliki pertumbuhan yang masih 49
dibawah harapan sebesar 2.55% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 33.34% (yoy). Sikap kehati-hatian perbankan menjadi salah satu penyebab mengapa kredit sektor produktif cenderung melambat. Risiko usaha yang diperkirakan sedikit meningkat terkait krisis keuangan global menuntut bank untuk selektif dalam menyalurkan kredit, terutama kredit produktif. Sedangkan perkembangan kredit konsumtif relatif menggembirakan karena diperkirakan kegiatan konsumsi masyarakat Gorontalo masih cukup tinggi. Minimnya Pertumbuhan kredit investasi disebabkan oleh berbagai faktor. Rendahnya kapasitas sumber dana perbankan, khususnya dana jangka menengah-panjang, membatasi perbankan gorontalo untuk menyalurkan kredit investasi yang pada umumnya berjumlah besar dan jangka waktu yang panjang. Selain itu, kegiatan investasi di Provinsi Gorontalo pada umumnya didominasi oleh pembiayaan dari anggaran pemerintah.
Kredit yang disalurkan ke sektor produktif memiliki porsi yang lebih kecil dibandingkan kredit yang disalurkan untuk keperluan konsumtif. Pangsa kredit konsumsii mencapai 57.32% dari total kredit perbankan, sementara kredit modal kerja mengambil pangsa sebesar 36.74%, dan disusul oleh kredit investasi sebesar 5.95%. Tercatat hanya Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang menerima pembiayaan yang cukup besar yaitu Rp729 miliar atau 31,79% dari total kredit yang disalurkan perbankan. Sementara, sektor produktif lain seperti pertanian, konstruksi dan perindustrian hanya mendapatkan porsi kucuran kredit masing-masing sebesar 3,80%, 2,62% dan 1,42%. Di sisi UMKM, kredit perbankan yang dialokasikan relatif besar. Kredit yang dikucurkan perbankan Gorontalo kepada usaha skala mikro, kecil dan menengah mencapai Rp1,434 triliun, atau 62,56% dari keseluruhan kredit perbankan. Pada triwulan laporan, kredit dimaksud tercatat tumbuh 14,58% (yoy) dan cenderung melambat pertumbuhannya. Jika dilihat per segmen, 50
kredit skala menengah yang memiliki pangsa dominan dalam kredit skala mikro kecil menengah, meningkat sebesar 16,17%, diikuti oleh kredit skala kecil sebesar 13,86%. Di sisi lain, kredit mikro yang cenderung lebih fluktuatif, memiliki pertumbuhan yang relatif minim sebesar 3.68% (yoy). Fluktuasi kredit mikro relatif tidak mempengaruhi karena pangsanya yang kecil (5.69%). Perbedaan pangsa yang mencolok ini dapat dipahami mengingat plafon kredit mikro yang kecil (di bawah Rp50 juta). Relatif tingginya assesmen terhadap risiko kredit sektor UMKM menyebabkan kredit di sektor ini cenderung menurun.
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN Selama triwulan laporan, stabilitas sistem perbankan di Gorontalo meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Non performing loans (NPLs) yang terjaga memberi peluang kepada perbankan untuk terus meningkatkan kreditnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas, namun aspek penyerapan dana masyarakat perlu menjadi perhatian karena Loan Deposit Ratio (LDR) berada di ambang ‘tidak wajar’ mencapai lebih dari 120% sehingga dapat mengancam ketersediaan likuiditas perbankan.
Dari indikator kredit non-lancar dan konsentrasi kredit di sektor tertentu, terlihat bahwa risiko kredit tetap terkendali pada level yang rendah. Kredit Non-Lancar atau Non Performing Loans (NPLs) untuk kredit secara keseluruhan tetap terjaga pada level 3.17%. Nilai ini tergolong ‘baik’ karena masih berada di bawah batas maksimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%. Namun, perbankan sepatutnya tetap waspada terhadap potensi ancaman peningkatan risiko kredit kedepan sehubungan dengan imbas perlambatan ekonomi nasional. Oleh karena 51
itu prudential banking hendaknya tetap ditingkatkan demi menjaga kelangsungan stabilitas perbankan.
Berdasarkan jenis penggunaan dan sektoral, risiko kredit terendah dialami oleh kredit konsumsi dan sektor pertanian. Pangsa kredit konsumsi yang besar, memiliki NPLs yang rendah dan stabil di level 1.6%. Sementara itu, NPLs kredit modal kerja sedikit mengalami kenaikan menjadi sebesar 4.13%. Sedangkan kredit investasi memiliki NPL terbesar yaitu 11.66%. Meskipun kredit investasi memiliki NPLs yang tinggi dibandingkan kredit modal kerja dan kredit konsumsi, namun hal tersebut tidak mempengaruhi NPLs secara keseluruhan karena pangsanya yang kecil. Secara sektoral, sektor penerima pangsa kredit terbesar yaitu sektor Pedagangan, Hotel dan Restoran (PHR), memiliki NPLs yang relatif stabil pada kisaran 4.8%. Sementara, NPLs sektor pertanian terlihat cenderung turun pada kisaran 3.16%. Sedangkan NPL pada sektor industri perlu mendapat perhatian mencapai 13.74%.
Konsentrasi kredit di sektor tertentu. Selain NPLs, risiko kredit yang stabil-rendah disebabkan pula oleh komposisi kredit yang disalurkan, dimana kredit konsumsi memiliki pangsa yang dominan. Selain itu, pangsa terbesar kredit produktif dikucurkan ke sektor PHR. Sektor-sektor produktif lain yang dianggap lebih tinggi tingkat risikonya memiliki pangsa kucuran kredit yang relatif kecil. 52
Indikator risiko likuiditas yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan konsentrasi sumber dana pada deposan inti menunjukkan risiko likuiditas pada triwulan laporan patut mendapat perhatian. Hal tersebut terlihat dari pergeseran signifikan dari dana jangka menengah panjang ke dana jangka pendek. Menurunnya Porsi dana pemerintah yang mengalami pergeseran dari total dana pihak ketiga perbankan juga dinilai dapat menambah risiko likuiditas karena dana pemerintah relatif mudah diprediksi sifat keluar masuk dananya. Sementara itu nilai LDR yang berada pada posisi ‘kurang normal’ hingga mencapai 123.21% menyebabkan likuiditas perbankan sangat ketat sehingga membahayakan perbankan bisa sewaktu-waktu nasabah ingin menarik dananya dalam jumlah besar.
Konsentrasi jangka waktu sumber dana. Sebagian besar dana yang simpanan di bank masih merupakan dana jangka pendek, Sementara terdapat kecenderungan pergeseran proporsi dari simpanan jangka panjang khususnya deposito ke simpanan jangka menengah pendek yaitu giro dan tabungan. Pergeseran tersebut disebabkan tingginya permintaan dana untuk melakukan kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat terutama pada periode laporan. Selain itu, peningkatan dimaksud juga disebabkan karena relatif menurunnya suku bunga deposito perbankan. Konsentrasi sumber dana pada deposan inti. Sedikit terdapat perubahan komposisi kepemilikan sumber dana. Dana milik pemerintah memiliki pangsa yang cenderung menurun di struktur dana pihak ketiga. Hal tersebut dipandang negatif dari sisi kestabilan likuiditas karena arus keluar 53
masuk dana milik pemerintah lebih dapat diprediksi dibandingkan dana milik swasta. Posisi LDR pada triwulan laporan sebesar 123.21% menunjukkan bahwa likuiditas Perbankan Gorontalo sangat ketat. Tingginya LDR menunjukkan bahwa jumlah kredti yang disalurkan jauh melebihi jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan. Tentunya hal ini patut mendapat perhatian mengingat bila sewaktu-waktu nasabah mengambil dananya dalam jumlah besar dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada kesehatan perbankan. Sementara itu, perbankan Gorontalo harus lebih meningkatkan kemampuannya dalam menghimpun dana dari masyarakat untuk mengimbangi jumlah kredti yang digelontorkan menuju tingkat LDR yang diniliai optimal berada pada kisaran tidak jauh dari 100%.
Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan dapat dilihat dari kestabilan volatilitas suku bunga dan kurs. Kebijakan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan dilakukan secara bertahap dengan tujuan menjaga ekspektasi perbankan sehingga dapat menterjemahkan transmisi kebijakan moneter dengan memperhatikan risiko pasar. Penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) mulai direspon oleh perbankan secara bertahap dimana penyesuaian suku bunga simpanan akan lebih cepat dari suku bunga kredit. Sementara itu, volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perbankan Gorontalo, karena paparan tehadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.
54
Halaman ini sengaja dikosongkan
55
56
Realisasi belanja APBD Provinsi Gorontalo triwulan II-2009 mencapai 45.63%, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II-2008 sebesar 43.23%, sementara itu realisasi pendapatan mencapai 52.80% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 49.61%. 4.1 Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan Provinsi Gorontalo pada triwulan II-2009 meningkat dibandingkan triwulan II-2008. Secara nominal, realisasi triwulan II-2009 sebesar Rp 282,22 Miliar dengan capaian 52.80% dari anggaran induk 2009, capaian ini lebih baik secara nominal maupun persen realisasi dibandingkan triwulan II-2008 yang sebesar Rp 235,58 Miliar dengan nilai realisasi 49.92%. Meningkatnya kinerja pendapatan daerah didukung oleh capaian yang cukup baik disisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana Perimbangan Pusat. Tabel 4.1 Anggaran Induk dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Gorontalo Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Penyesuaian Jumlah Pendapatan
APBD 2008 60.792.534.941 55.153.734.941 925.000.000 4.713.800.000 411.148.011.350 17.136.015.350 368.637.996.000 25.374.000.000 471.940.546.291
II-2008 Nominal Pencapaian (%) 43.598.799.237 71,72 38.149.221.959 69,17 56.246.368 6,08 5.393.330.910 114,42 191.985.374.044 46,69 6.066.856.916 35,40 184.318.998.000 50,00 7.612.200.000 30,00 3.577.644.000 235.584.173.281 49,92
APBD 2009 76.980.000.000 72.160.000.000 500.000.000 4.320.000.000 457.524.910.000 17.853.650.000 388.325.260.000 51.346.000.000 534.504.910.000
II-2009 Nominal Pencapaian (%) 47.398.549.966 61,57 40.409.441.767 56,00 6.989.108.199 161,78 234.820.475.001 51,32 2.148.347.001 12,03 194.162.628.000 50,00 38.509.500.000 75,00 - 282.219.024.967 52,80
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
Sampai dengan triwulan II-2009, provinsi Gorontalo membukukan PAD sebesar Rp. 47,39 Miliar lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 43.59 Miliar, walaupun secara realisasi persentasenya menurun. Meningkatnya jumlah pendapatan pada triwulan II-2009 didorong oleh naiknya jumlah pajak daerah yang berhasil dihimpun oleh Pemerintah Provinsi sebesar Rp 40,41 Miliar lebih besar dibandingkan penghimpunan di triwulan II-2008 sebesar Rp 38,15 Miliar. Peningkatan penghimpunan pajak daerah terutama didorong peningkatan pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, kondisi ini merupakan buah karya Pemerintah Provinsi untuk mendisiplinkan pengenaan pajak atas kendaraan bermotor di Gorontalo. Tabel 4.2 Realisasi Pajak Daerah Pemerintah Provinsi Gorontalo Pendapatan Daerah Pajak daerah Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan di Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Di Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Air Bawah Tanah
APBD 2008 55.153.734.941 18.809.342.857 25.000.000 19.718.251.385 15.000.000 16.534.140.699 52.000.000 -
II-2008 Nominal Pencapaian (%) 38.149.221.959 69,17 11.084.033.900 58,93 17.203.724.000 87,25 9.806.789.583 59,31 42.165.360 81,09 12.509.116 -
APBD 2009 72.160.000.000 24.889.144.538 25.000.000 25.661.714.763 15.000.000 21.434.140.699 120.000.000 15.000.000
II-2009 Nominal Pencapaian (%) 40.409.441.767 56,00 13.310.183.250 53,48 16.524.946.000 64,40 10.526.584.382 49,11 42.216.060 35,18 5.512.075 36,75
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
57
Sisi dana perimbangan mengalami peningkatan baik secara persentase realisasi maupun nominal. Posisi dana perimbangan yang terelisasi sampai dengan akhir triwulan II-2009 sebesar Rp 234.82 Miliar dengan persentase realisasi 51.32% dari anggaran induk, hal tersebut lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 191.98 Miliar dengan persentase realisasi 46.69%. Peningkatan realisasi dana perimbangan pada triwulan II-2009 lebih didorong oleh realisasi dana alokasi khusus sebesar Rp 38.51 Miliar. Seperti umumnya daerah hasil pemekaran, ketergantungan terhadap dana perimbangan masih cukup besar, walaupun kinerja Pemerintah Provinsi untuk menghimpun pendapatan asli daerah harus diakui sudah cukup baik secara nominal namun belum signifikan apabila dilihat rasionya terhadap keseluruhan pendapatan Provinsi. Apabila disimak dalam tabel dibawah ini, nampak komposisi pendapatan provinsi belum banyak mengalami perubahan dibandingkan periode lalu. Sampai dengan triwulan II-2009, dana perimbangan masih mengukuhkan posisinya dengan kontribusi 83.21% lebih tinggi dibandingkan kontribusinya di triwuan II-2008 sebesar 81.49% Sedangkan kemandirian fiskal yang tercermin dari penghimpunan PAD kontribusinya menurun sebesar 16.79% lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 18.51%. Tabel 4.3 Komposisi Pendapatan APBD Provinsi Gorontalo (dalam %) Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Penyesuaian Jumlah Pendapatan
I-2008 1,54 0,03 1,51 98,46 0,93 0,07 97,46 100,00
II-2008 18,51 16,19 0,02 2,29 81,49 2,58 78,24 3,23 1,52 100,00
I - 2009 28,61 13,17 2,26 71,39 0,76 0,01 70,62 100,00
II-2009 16,79 14,32 2,48 83,21 0,76 68,80 13,65 100,00
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
4.2 Belanja Daerah Realisasi belanja Provinsi Gorontalo pada triwulan II-2009 meningkat dibandingkan triwulan II-2008. Peningkatan terjadi baik disisi persentase realisasi maupun nominalnya. Pada triwulan laporan, tercatat Rp 243,91 Miliar dana APBD telah dibelanjakan dengan persentase realisasi mencapai 45.63%, kondisi ini lebih besar dibandingkan triwulan II-2008 dimana pencapaian nominal realisasi sebesar 228.02 Miliar dengan persentase realisasi mencapai 43.23%. Kondisi ini terutama didorong oleh pos belanja barang serta pos belanja pegawai. Diharapkan meningkatnya stimulus fiskal dari APBD tersebut mampu memberikan gairah positif bagi bergeraknya sektor riil di Gorontalo di tengah kondisi ekonomi global yang masih lesu.
58
Tabel 4.4 Anggaran Induk dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Gorontalo Pendapatan Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja
APBD 2008 179.659.360.941 125.800.860.941 2.652.000.000 8.110.500.000 4.700.000.000 27.400.000.000 8.996.000.000 2.000.000.000 347.844.751.896 30.710.659.474 155.364.197.567 161.769.894.855 527.504.112.837
II-2008 Nominal Pencapaian (%) 91.314.154.296 50,83 61.618.030.318 48,98 1.762.560.000 66,46 8.513.500.000 104,97 2.663.500.000 56,67 14.337.999.478 52,33 2.368.564.500 26,33 50.000.000 2,50 136.843.466.510 39,34 8.865.208.020 28,87 59.467.063.651 38,28 68.511.194.839 42,35 228.157.620.806 43,25
APBD 2009 209.294.011.350 150.952.011.350 2.652.000.000 8.500.000.000 2.700.000.000 35.690.000.000 6.300.000.000 2.500.000.000 325.210.898.650 23.901.166.696 201.759.691.455 99.550.040.499 534.504.910.000
II-2009 Nominal Pencapaian (%) 100.260.445.465 47,90 69.833.007.370 46,26 2.430.435.000 91,65 5.793.000.000 68,15 1.927.150.000 71,38 15.636.407.595 43,81 4.640.445.500 73,66 143.653.806.954 44,17 8.237.157.850 34,46 69.648.074.243 34,52 65.768.574.861 66,07 243.914.252.419 45,63
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
Dilihat dari komposisi realisasi triwulan II-2009, pengeluaran APBD masih didominasi oleh pos belanja pegawai dan pos belanja barang namun pos belanja modal menurun. Pada triwulan II-2009 komposisi belanja modal sebesar 26.96% menurun dibandingkan komposisi triwulan II- 2008 sebesar 30.05%. Menurunnya pos belanja modal akan berimbas pada kegiatan investasi di Gorontalo, karena kegiatan kontruksi masih dominan didanai anggaran pemerintah daerah. Tabel 4.5 Komposisi Belanja APBD Provinsi Gorontalo Pendapatan Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja
I-2008 43.90 29.73 1.01 2.86 1.80 6.94 1.56 56.10 3.09 18.36 34.65 100.00
II-2008 39.98 27.04 0.77 3.73 1.09 6.21 1.12 0.02 60.02 3.89 26.09 30.05 100.00
I - 2009 46.55 31.32 0.64 2.90 1.33 7.85 2.52 53.45 2.84 22.07 28.53 100.00
II-2009 41.10 28.63 1.00 2.38 0.79 6.41 1.90 58.90 3.38 28.55 26.96 100.00
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo
4.3. Kontribusi Realisasi APBD Gorontalo Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar Realisasi anggaran konsumsi pemerintah memberikan pangsa 9.56% terhadap nilai tambah kegiatan di sektor riil, kondisi ini lebih rendah dibandingkan triwulan II2008. Belanja modal memberikan pangsa 3.53% terhadap nilai tambah kegiatan sektor riil, lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008. Menurunnya pangsa anggaran konsumsi pemerintah terhadap kegiatan sektor riil terutama didorong oleh menurunnya pangsa belanja pegawai dan belanja barang masing-masing sebesar 4.19% dan 3.74%, lebih rendah dibandingkan triwulan II- 2008 sebesar 4.91% dan 4.14%.
59
Tabel 4.6 Stimulus Fiskal APBD terhadap Sektor Riil Belanja Daerah
APBD 2008
Konsumsi Pemerintah Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Barang dan Jasa Pembentukan Modal Tetap Bruto Belanja Modal
365,734,217,982 156,511,520,415 2,652,000,000 8,110,500,000 4,700,000,000 27,400,000,000 8,996,000,000 2,000,000,000 155,364,197,567 161,769,894,855 161,769,894,855
Realisasi Q2-2008 Nominal %PDRB 159,508,878,416 11.11 70,512,771,894 4.91 1,762,560,000 0.12 8,513,500,000 0.59 2,479,870,000 0.17 14,163,076,153 0.99 2,543,487,825 0.18 50,000,000 0.00 59,483,612,544 4.14 68,511,194,839 4.77 68,511,194,839 4.77
APBD 2009 434,954,869,501 174,853,178,046 2,652,000,000 8,500,000,000 2,700,000,000 35,690,000,000 6,300,000,000 2,500,000,000 201,759,691,455 99,550,040,499 99,550,040,499
Realisasi Q2-2009* Nominal %PDRB 178,145,677,558 9.56 78,070,165,220 4.19 2,430,435,000 0.13 5,793,000,000 0.31 1,927,150,000 0.10 15,636,407,595 0.84 4,640,445,500 0.25 69,648,074,243 3.74 65,768,574,861 3.53 65,768,574,861 3.53
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
Disisi pengaruhnya terhadap uang beredar, realisasi anggaran APBD Gorontalo sampai dengan akhir triwulan II-2009 menunjukkan kontraksi. Kontraksi terjadi karena realisasi dari penerimaan APBD lebih besar dibandingkan realisasi pengeluaran APBD. Dibandingkan dengan triwulan II-2008, magnitude kontraksi di triwulan II-2009 lebih besar. Tabel 4.7 Dampak APBD terhadap Uang Beredar APBD Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Penyesuaian Belanja Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Surplus/Defisit Pembiayaan Netto DAMPAK RUPIAH
APBD 2008 471,940,546,291.00 60,792,534,941.00 411,148,011,350.00 17,136,015,350.00 368,637,996,000.00 25,374,000,000.00 527,504,112,837.00 156,511,520,415.00 2,652,000,000.00 8,110,500,000.00 4,700,000,000.00 27,400,000,000.00 8,996,000,000.00 2,000,000,000.00 155,364,197,567.00 161,769,894,855 (55,563,566,546) (55,563,566,546) -
Realisasi Q2-2008 Nominal %PDRB 235,584,173,280.51 16.41 43,598,799,236.51 3.04 191,985,374,044.00 13.37 6,066,856,916.00 0.42 184,318,998,000.00 12.84 7,612,200,000.00 0.53 3,577,644,000.00 0.25 228,020,073,254.64 15.88 70,512,771,893.64 4.91 1,762,560,000.00 0.12 8,513,500,000.00 0.59 2,479,870,000.00 0.17 14,163,076,153.00 0.99 2,543,487,825.00 0.18 50,000,000.00 0.00 59,483,612,544.00 4.14 68,511,194,839 4.77 7,564,100,026 0.53 7,564,100,026 0.53
APBD 2008 534,504,910,000.00 76,980,000,000.00 457,524,910,000.00 17,853,650,000.00 388,325,260,000.00 51,346,000,000.00 534,504,910,000.00 174,853,178,046.00 2,652,000,000.00 8,500,000,000.00 2,700,000,000.00 35,690,000,000.00 6,300,000,000.00 2,500,000,000.00 201,759,691,455.00 99,550,040,499 -
Realisasi Q2-2009* Nominal %PDRB 282,219,024,967.13 15.14 47,398,549,966.13 2.54 234,820,475,001.00 12.60 2,148,347,001.00 0.12 194,162,628,000.00 10.42 38,509,500,000.00 2.07 243,914,252,419.00 13.09 78,070,165,220.00 4.19 2,430,435,000.00 0.13 5,793,000,000.00 0.31 1,927,150,000.00 0.10 15,636,407,595.00 0.84 4,640,445,500.00 0.25 69,648,074,243.00 3.74 65,768,574,861 3.53 38,304,772,548 2.06 38,304,772,548 2.06
Sumber : Badan Keuangan Provinsi Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
Sementara itu perkembangan stimulus fiskal APBN terkait dampak krisis masih belum menunjukkan realisasi yang signifikan. Sampai dengan Juni 2009, realisasi mencapai Rp 7.086.814.274 dari pagu sebesar Rp 88.345.787.000 atau sebesar 8.02% dari pagu. Masih lambatnya penyerapan stimulus fiskal memerlukan tindakan antisipatif PEMDA khususnya yang terkait kegiatan infrastruktur dan konstruksi karena pembiayaan PEMDA masih menjadi sumber yang utama bagi kegiatan sektor bangunan di Gorontalo
60
Tabel 4.8 Realisasi Stimulus Fiskal TA 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Satker Induk Pembangkit dan Jaringan Sulawesi, Maluku dan Papua Diskoperindag Kab. Gorontalo Disnakertrans Kab. Gorontalo BLK Kab. Bone Bolango Disnakertrans dan Koperasi Prov. Gorontalo LKK Kota Gorontalo SNVT Pelaksana Pengelolaan SDA Sulawesi II Prov. Gorontalo Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Gorontalo Pembangunan Jalan dan Jembatan Gorontalo Reservasi jalan dan Jembatan Gorontalo Diskoperindah Kab. Gorontalo Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Gorontalo Total Sumber : KPPN Gorontalo
Pagu 28.517.280.000 1.000.000.000 1.904.000.000 2.914.000.000 601.590.000 1.250.032.000 31.500.000.000 8.000.000.000 2.358.885.000 4.970.000.000 5.000.000.000 330.000.000 88.345.787.000
Realisasi TW I-2009 -
Realisasi TW II-2009 5.292.619.200 1.794.195.074 7.086.814.274
61
62
Transaksi sistem pembayaran nasional di Gorontalo dicerminkan oleh pergeseran transaksi tunai pada kas titipan dari net inflow menjadi net outflow serta meningkatnya transaksi kliring pada triwulan II-2009.
5.1
PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KARTAL
Kegiatan kas titipan di Gorontalo sepanjang triwulan II-2009 mencatat net outflow sebesar Rp69.044 miliar yang berarti aliran uang kartal yang masuk ke dalam khasanah kas titipan lebih kecil dibandingkan dengan aliran uang keluar dari khasanah. Grafik V.1 Netflow Kas Titipan Gorontalo
Kondisi net outflow terjadi sebagai dampak dari meningkatnya pembayaran uang yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan maraknya aktivitas ekonomi pada triwulan laporan diantaranya liburan sekolah dan kegiatan Pilpres 2009. Hal ini ditunjukkan oleh aliran outflow pada bulan April, Mei, dan Juni yang selalu lebih besar dari aliran inflow. Sementara itu aliran inflow periode triwulan laporan tertinggi terjadi pada bulan Juli 2009 tercatat sebesar Rp.542 Milyar, namun aliran inflow mencapai Rp611 miliar sehingga posisi netflow negatif. Uang kartal yang beredar di masyarakat Gorontalo cenderung tidak kembali ke perbankan, hal ini mengakibatkan tingkat kelusuhan uang di Provinsi Gorontalo relatif tinggi. Sementara itu proses giralisasi uang kertas di Provinsi Gorontalo juga mengalami hambatan, terkait kesadaran pelaku usaha yang membebani fee charge fasilitas pembayaran kartu elektronik kepada konsumen.
63
5.2
PERKEMBANGAN KLIRING NON BI DI GORONTALO
Jumlah perputaran warkat kliring non BI di Gorontalo pada triwulan laporan menunjukkan tren meningkat, tumbuh sebesar 16,82% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai nominal perputaran warkat triwulan II-2009 sebesar Rp263,77 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 10.806 lembar, meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp219,86 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 9250 lembar. Grafik V.2 Perputaran kliring di Gorontalo
Grafik V.3 Rata-Rata Perputaran Kliring Per Hari
Rata-rata harian nominal kliring Non BI di Gorontalo pada triwulan II-2009 meningkat 21,53% dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2008 yaitu dari Rp10,51 miliar menjadi sebesar Rp12,78 miliar. Peningkatan juga terjadi pada jumlah warkat yang dikliringkan, yaitu sebesar 18,35%, dari 147 lembar per hari pada triwulan II-2008 menjadi 174 lembar per hari pada triwulan laporan. Adanya peningkatan rata-rata jumlah warkat dan nominal kliring menunjukkan bahwa cukup banyak terjadi transaksi perdagangan pada periode laporan di Gorontalo. Grafik V.4 Rasio Warkat dan Nominal Cek/BG Kosong Kliring Non BI di Gorontalo
64
Rasio penolakan jumlah Cek/BG kosong terhadap jumlah warkat kliring mengalami peningkatan yaitu dari 0,42% pada triwulan II-2008 menjadi 0,58% pada triwulan laporan. Sementara itu, rasio jumlah nominal Cek/BG kosong terhadap total nominal keseluruhan warkat yang dikliringkan juga tercatat mengalami peningkatan dari 0,30% pada triwulan II-2009 menjadi 0,33% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio penolakan jumlah cek/BG kosong mencerminkan bahwa kelesuan ekonomi Provinsi Gorontalo mulai terasa pada triwulan laporan. Berkurangnya pendapatan para pelaku usaha diperkirakan memperlemah posisi likuiditas mereka, sehingga menghambat kelancaran pembayaran transaksi melalui kliring.
65
66
Tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Gorontalo sedikit menurun. Walaupun tingkat pengangguran berkurang, dan IPM meningkat. Namun demikian, tingkat kemiskinan bertambah serta indeks gini sebagai indikator kesenjangan masih belum menunjukkan tanda membaik 6.1. Pengangguran Jumlah angkatan kerja (berusia 15 tahun ke atas) di Gorontalo relatif meningkat dari tahun ke tahun. Pada bulan Februari 2009, jumlah angkatan-kerja mencapai 462.899 orang naik 7,80% dibandingkan keadaan Agustus 2008 atau 9,33% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu jumlah penduduk yang bekerja tumbuh sebesar 11,66% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Selama periode 1 tahun, tingkat pengangguran terbuka menunjukkan arah yang menurun, yaitu dari 7,04 % pada Februari 2008 menjadi 5,06% pada Februari 2009. Tabel VI.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Kegiatan Kegiatan Utama
2008
2009
Februari
Agustus
Februari
Penduduk Usia 15 Tahun Keatas
677.430
688.081
697.073
Angkatan Kerja
423.376
429.384
462.889
Bekerja
393.567
405.126
439.460
Tidak Bekerja
29.809
24.258
23.429
254.054
258.697
234.265
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
62,50
62,40
66,40
Tingkat Pengangguran Terbuka
7,04
5,65
5,06
Bukan Angkatan Kerja
Sumber : BPS Prov. Gorontalo Apabila dilihat berdasarkan lapangan usaha penduduk yang bekerja, sektor pertanian merupakan lapangan usaha yang banyak digeluti penduduk Provinsi Gorontalo yaitu 208.636 orang (Februari 2009) atau 47.47 % dari total penduduk yang bekerja. Jumlah tersebut menurun 2.18% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya sektor perdagangan di Provinsi Gorontalo, sehingga semakin banyak jumlah tenaga kerja yang beralih ke sektor tersebut. Sektor lainnya dengan pangsa pasar jumlah tenaga kerja yang cukup besar adalah sektor jasa kemasyarakatan (16,47%) dan sektor perdagangan sebesar 16,36%. Kedua sektor ini mengalami pertumbuhan jumlah tenaga kerja 67
masing-masing sebesar 21,47% dan 59,11% dibandingkan bulan Februari 2008. Sektor perdagangan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi dalam jumlah tenaga kerja. Tabel VI.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2008-Februari 2008 Kegiatan Utama
2008
2009
Februari
Agustus
Februari
Pertanian
213.275
184.148
208.636
Industri
28.340
34.268
32.462
Perdagangan
45.195
59.610
71.911
Angkutan
26.177
32.214
31.227
Jasa Kemasyarakatan
59.540
63.720
72.325
Lainnya
21.040
31.166
22.899
Total
393.567
405.126
439.460
Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi Gorontalo 6.2. Kemiskinan Persentase penduduk miskin atau yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2009 (data bulan Maret) di Provinsi Gorontalo sebesar 25,01% atau mengalami peningkatan dibandingkan periode Maret 2008 yang tercatat sebesar 24,88%. Namun begitu persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo masih jauh diatas persentase nasional yang berada di tingkatan 14,15%. Sementara itu garis kemiskinan di Provinsi Gorontalo pada bulan Maret 2009 sebesar Rp162.189 per kapita per bulan atau mengalami kenaikan sebesar Rp15.035 perkapita per bulan dibandingkan dengan bulan Maret 2007 yang tercatat sebesar Rp147.154 perkapita per bulan. Tabel VI.3. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo (%) Wilayah
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Gorontalo
32.12 29.25 29.01 29.05 29.13 27.35 24.88 25.01
Nasional
18.20 17.42 16.66 16.69 17.75 16.58 15.42 14.15
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Sakernas Jika dilihat berdasarkan sebarannya di tahun 2007, persentase penduduk miskin di provinsi Gorontalo terbesar berada di wilayah Kabupaten. Persentase penduduk miskin tertinggi sebesar 33,18% berada di Kabupaten Gorontalo Utara, kemudian disusul berturut-turut oleh Kabupaten Gorontalo (32,07%), 68
Kabupaten Bone Bolango (30,6%), Kabupaten Pahuwato (29,74%), dan Kabupaten Boalemo (29,21%). Jumlah penduduk miskin terkecil berada di Kota Gorontalo yaitu sebesar 11.965 orang dengan persentase sebesar 8,11%. Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan diperlukan manajemen sumber daya lokal, penerimaan fiskal yang berpihak pada masyarakat miskin, dan juga alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang proporsional dan berkeadilan. Tabel VI.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo 6.3. Rasio Gini Perkembangan angka rasio gini Gorontalo dalam 3 (tiga) tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada Tahun 2007 indeks gini tercatat 0,39 mengalami kenaikan dibandingkan indeks gini tahun 2005 lalu yang tercatat sebesar 0,36. Namun demikian berdasarkan strukturnya, persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tertinggi menjadi semakin meningkat dari 44,38% menjadi 47,67%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kesenjangan ini adalah dampak kenaikan harga BBM yang menyebabkan kelompok 40% penduduk berpenghasilan rendah terpukul. Fenomena yang menarik adalah terjadinya shifting dari sebagian penduduk di kelompok 40% menengah ke 40% ke bawah dan 20% teratas. 6.4. IPM (Index Pembangunan Manusia) Index Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Gorontalo sampai tahun 2007 adalah sebesar 68,98 meningkat 0,97 point dari IPM 2006 yang sebesar 68,01. Peningkatan ini ditopang oleh kenaikan angka harapan hidup dari 65,60 tahun menjadi 66,19 tahun, kenaikan rata-rata lama sekolah menjadi 6,91 tahun dan kenaikan rata-rata pengeluaran riil dari Rp608,65 ribu menjadi Rp615,94 ribu. Kenaikan upah minimum provinsi menjadi salah satu pemicu peningkatan yang terjadi pada pengeluaran riil.
69
Tabel VI.5. Rasio Gini Provinsi Gorontalo
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Sakernas Tabel VI.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Gorontalo
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo Terdapat perbedaan angka IPM di provinsi, kota dan kabupaten di Gorontalo, hal ini disebabkan oleh adanya ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi, layanan pendidikan, kesehatan dan ketersediaan infrastruktur yang terjadi sejak pemekaran wilayah. Pada tahun 2006 IPM tertinggi di Kota Gorontalo sebesar 71,64 lebih tinggi dibandingkan IPM Nasional, sedangkan IPM terendah di Kabupaten Boalemo sebesar 67,24. Tabel VI.7. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Per Kabupaten/Kota Tahun 2006-2007
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
70
Halaman ini sengaja dikosongkan
71
72
OUTLOOK MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan III-2009 diperkirakan tidak secerah triwulan III2008, pertumbuhan diperkirakan berada pada kisaran 7.4 – 7.9 %. Pelemahan ekspor diperkirakan masih berlangsung, pertumbuhan produksi jagung diperkirakan tidak secerah triwulan III-2008. Disisi Investasi, keterbatasan fiskal pemerintah makin terasa, sementara sumber pembiayaan pemerintah yang bersumber dari fiskal APBN terkesan stagnan seolah menyajikan perlambatan semakin nyata didepan mata. Sekali lagi konsumsi swasta menjadi harapan dalam meredam perlambatan yang terjadi. Budaya peningkatan konsumsi pada bulan puasa dan lebaran harusnya dapat dimanfaatkan secara cerdik untuk menjadi peluang bagi kinerja sektor riil di daerah. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan KOMPONEN Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor
Pertumbuhan Ekonomi
2007
2008
2009 Q2*)
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
4,99 17,50 2,70 16,87 14,47
7,25 5,61 6,32 23,12 18,21
10,81 18,44 9,86 25,99 26,09
18,32 12,09 20,05 25,85 46,46
10,05 11,56 2,28 20,57 24,56
7,96 21,25 9,06 13,68 16,98
9,09 28,99 19,55 0,57 35,27
4,34 26,70 25,01 -16,48 17,81
13,90 17,94 2,00 3,37 26,10
9,50 22,00 7,01 3,45 17,01
6,09
8,32
8,30
7,25
7,45
7,26
9,41
7,55
7,57
7,10
Q3*)
13,75 23,17 16,89 -0,26 39,00 7,40
-
14,25 23,67 17,39 0,24 39,50 7,90
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
1.PERTANIAN 2.PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK,GAS & AIR BERSIH 5.BANGUNAN 6.PERDAGANGAN,HOTEL & RESTORAN 7.PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8.KEU.,PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 9.JASA - JASA
Pertumbuhan Ekonomi
3,70 14,22 4,63 16,71 10,75 6,58 4,54 9,05 7,23
9,85 11,57 5,76 15,13 9,71 6,89 6,71 8,33 7,85
10,12 11,16 4,40 13,56 10,24 5,78 8,37 8,41 7,51
4,94 10,41 6,74 13,37 9,82 8,08 8,33 7,81 7,78
Q1 7,98 4,98 1,44 -2,64 6,95 8,03 12,98 6,75 6,86
Q2 6,04 9,44 3,86 -2,70 9,48 6,26 9,22 7,58 9,64
Q3 11,55 11,55 7,54 -2,76 10,83 6,44 6,48 7,48 10,66
Q4 7,35 14,24 8,72 2,71 13,13 6,65 6,78 6,99 6,35
Q1 7,74 9,23 6,06 7,51 9,78 7,60 8,56 9,11 6,14
Q2 *) 5,24 9,20 4,30 4,30 8,80 5,50 11,20 7,50 9,30
6,09
8,32
8,30
7,25
7,45
7,26
9,41
7,55
7,57
7,10
Q3*)
6,55 7,75 7,35 1,25 9,6 7,12 7,08 6,95 8,75 7,40
-
Sumber : BPS Prov. Gorontalo *) Angka Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
Perlambatan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan masih didorong oleh sektor pertanian sebagai sektor utama yang memberikan share 30% lebih terhadap PDRB Gorontalo. Sementara itu sektor angkutan serta sektor perdagangan hotel dan restoran diperkirakan mampu sedikit meredam perlambatan yang terjadi terkait musim lebaran bulan September mendatang. Upaya PEMDA dalam meningkatkan produktivitas pertanian serta pengembangan komoditas utama diluar jagung akan diuji dalam triwulan mendatang. Besar harapan, upaya tersebut dapat berhasil sehingga mampu meresidu perlambatan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi. Sementara itu percepatan realisasi fiskal dari pemerintah baik yang bersumber dari APBD maupun APBN diharapkan mampu mendorong kinerja sektor-sektor utama di Gorontalo dalam meredam bayang-bayang perlambatan pada triwulan mendatang.
73
7,05 8,25 7,85 1,75 10,1 7,62 7,58 7,45 9,25 7,90
OUTLOOK INFLASI Kompleksitas gejolak eksternal, dorongan permintaan domestik, serta ekspektasi inflasi yang adaptive membawa perkiraan inflasi Provinsi Gorontalo sedikit tumbuh moderat pada triwulan-III 2009. Diperkirakan inflasi tahunan Provinsi Gorontalo pada triwulan-III 2009 berkisar antara 7.5 – 9.0% (yoy). Berangkat dari sisi eksternal, nuansa pengaruh krisis keuangan global diperkirakan masih mewarnai ekonomi nasional yang berimbas pada inflasi Provinsi Gorontalo. Harga barang impor terutama antar provinsi diperkirakan masih mengalami tren penurunan, sementara itu pengaruh kebijakan penurunan harga BBM pada akhir tahun 2008 diperkirakan memberi angin segar pada perkembangan harga-harga terutama kelompok trensportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Sementara itu, tekanan permintaan domestik diperkirakan memicu peningkatan output gap membawa inflasi kedepan lebih tinggi. Masuknya bulan puasa pada bulan Agustus 2009 serta perayaan Hari Raya Idul Fitri pada bulan September 2009 mendongkrak permintaan masyarakat terhadap kebutuhan barang dan jasa. Ekspektasi inflasi diperkirakan masih dalam level yang cukup tinggi untuk mendorong pertumbuhan inflasi pada triwulan-III 2009. Survei Konsumen menunjukkan bahwa harga secara umum pada 3 bulan mendatang diperkirakan oleh konsumen akan mengalami peningkatan pada level indeks sebesar 166,6. Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang untuk masing-masing variabel harga yang disurvei memiliki indeks bervariasi. Indeks tertinggi pada harga kelompok bahan makanan yaitu sebesar 177,27. Selanjutnya diikuti oleh kelompok perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar dengan nilai indeks sebesar 163,18.
74
PROSPEK PERBANKAN Penurunan BI Rate secara agresif pada semesterl-I 2009 sebesar 200 bps dari 8.25% pada awal Januari 2009 menjadi 6.75% pada awal Juli 2009 diperkirakan sudah mulai direspon oleh perbankan Gorontalo pada triwulan-III 2009, namun masih belum memenuhi harapan. Diperkirakan suku bunga deposito akan cepat merespon terhadap kebijakan moneter ekspansif, namun suku bunga kredit masih merespon dengan tingkat rigiditas cukup tinggi. Keketatan likuiditas disinyalir menjadi akar permasalahan kekakuan suku bunga kredit. Sementara perbankan daerah tidak dapat merespon kebijakan suku bunga secara langsung karena tidak memiliki kewenangan untuk menentukan besarnya suku bunga kredit. Daya tahan industri perbankan Gorontalo kedepan masih cukup memadai. Walaupun rasio kecukupan modal (CAR) diperkirakan sedikit menurun namun hal ini tidak menghalangi optimisme perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor konstruksi namun tetap memperhitungkan pengaruh negatif krisis keuangan global. Sementara itu, dengan perlambatan ekonomi akibat pengaruh krisis global maka diprediksikan NPL akan cenderung meningkat namun masih dalam tingkat yang wajar, dibawah 5%.
KREDIT SEKTOR
OPTIMISME PERBANKAN GORONTALO
Perdagangan Hotel dan Restoran
- Diperkirakan masih tumbuh akibat dorongan konsumsi - Repeat order yang cukup tinggi untuk kredit perdagangan - Kunjungan wisatawan dan investor yang diperkirakan meningkat - Prospek yang masih cukup baik di sektor ini - Tingkat pengembalian yang baik untuk kredit di sektor ini
Pertanian
- Pertanian : dukungan PEMDA dalam program swasembada pangan berorientasi ekspor - Khusus Pohuwato akan dibangun Perusahaan pengolahan jagung oleh Korea
Bangunan
- Prospek bagus - Peningkatan anggaran PEMDA ttg proyek infrastruktur - Peningkatan permintaan perumahan dengan prediksi 1000 unit
75
76
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO BERDASARKAN HARGA KONSTAN TAHUN 2000 REALISASI Provinsi Gorontalo
Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor Perubahan Stok Total Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
NILAI PDRB ADHK (Miliar Rp) TW I-08 TW II-08 TW III-08 TW IV-08 TW I-2009 Sisi Permintaan 425.635 432.622 459.159 477.608 484.814 275.822 334.253 378.718 452.732 325.295 198.891 230.871 270.536 313.338 202.869 105.003 107.447 101.221 85.393 108.543 213.487 225.495 293.541 313.888 269.208 -188.381 -248.907 -240.507 -400.052 -205.179 601.090 630.792 675.586 615.470 647.134 Sisi Penawaran 185.509 198.879 227.104 163.796 199.867 6.040 6.378 6.720 7.056 6.598 46.532 49.080 52.164 53.879 49.352 3.415 3.489 3.585 3.685 3.671 47.132 49.448 52.100 54.552 51.742 82.800 84.487 87.556 89.134 89.093 61.114 64.273 66.391 67.792 66.345 52.481 53.309 54.393 54.948 57.262 116.039 121.450 125.572 120.290 123.164 601.090 630.792 675.586 615.470 647.134
Sumber : BPS Prov. Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
77
LAJU PERTUMBUHAN PROVINSI GORONTALO Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009 Q2*)
4.99 17.50 2.70 16.87 14.47
7.25 5.61 6.32 23.12 18.21
10.81 18.44 9.86 25.99 26.09
18.32 12.09 20.05 25.85 46.46
10.05 11.56 2.28 20.57 24.56
7.96 21.25 9.06 13.68 16.98
9.09 28.99 19.55 0.57 35.27
4.34 26.70 25.01 -16.48 17.81
13.90 17.94 2.00 3.37 26.10
9.50 22.00 7.01 3.45 17.01
Pertumbuhan Ekonomi 6.09
8.32
8.30
7.25
7.45
7.26
9.41
7.55
7.57
7.10
Q2 6.04 9.44 3.86 -2.70 9.48 6.26 9.22 7.58 9.64
Q3 11.55 11.55 7.54 -2.76 10.83 6.44 6.48 7.48 10.66
Q4 7.35 14.24 8.72 2.71 13.13 6.65 6.78 6.99 6.35
Q1 7.74 9.23 6.06 7.51 9.78 7.60 8.56 9.11 6.14
Q2 *) 5.24 9.20 4.30 4.30 8.80 5.50 11.20 7.50 9.30
7.26
9.41
7.55
7.57
7.10
KOMPONEN Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor
2007
2008
Q3*)
13.75 23.17 16.89 -0.26 39.00 7.40
-
14.25 23.67 17.39 0.24 39.50 7.90
Sumber : BPS Prov. Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
3.70 14.22 4.63 16.71 10.75 6.58 4.54 9.05 7.23
9.85 11.57 5.76 15.13 9.71 6.89 6.71 8.33 7.85
10.12 11.16 4.40 13.56 10.24 5.78 8.37 8.41 7.51
4.94 10.41 6.74 13.37 9.82 8.08 8.33 7.81 7.78
Q1 7.98 4.98 1.44 -2.64 6.95 8.03 12.98 6.75 6.86
Pertumbuhan Ekonomi 6.09
8.32
8.30
7.25
7.45
1.PERTANIAN 2.PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK,GAS & AIR BERSIH 5.BANGUNAN 6.PERDAGANGAN,HOTEL & RESTORAN 7.PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8.KEU.,PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 9.JASA - JASA
Sumber : BPS Prov. Gorontalo *) Proyeksi Bank Indonesia Gorontalo
78
Q3*)
6.55 7.75 7.35 1.25 9.6 7.12 7.08 6.95 8.75 7.40
-
7.05 8.25 7.85 1.75 10.1 7.62 7.58 7.45 9.25 7.90
79
80
Inflasi
Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Food Inflation
Inflasi yang disebabkan oleh perubahan harga dari jenis barangbarang makanan.
Administered Inflation
Inflasi yang disebabkan oleh perubahan harga sekelompok barang yang harganya diatur/ dikendalikan oleh pemerintah, seperti: BBM, Tarif listrik, telpon, dll.
Traded Inflation
Inflasi yang diukur berdasarkan perubahan harga kategori barang yang dapat diperdagangkan secara international.
Inflation Month to Month
Perbandingan atau nisbah indeks harga konsumen pada bulan yang diukur dengan IHK pada bulan sebelumnya (inflasi bulanan), dan sering disingkat (m-t-m)
Inflasi Year to Date
Inflasi kumulatif merupakan inflasi yang mengukur perbandingan harga (nisba) perubahan harga indeks konsumen bulan bersangkutan dibandingkan akhir bulan pada tahun sebelumnya, sehingga merupakan angka total dan disingkat (y-t-d)
Inflasi Year on Year
Atau inflasi tahunan adalah Inflasi yang mengukur perbandingan harga (nisbah) perubahan harga indeks konsumen bulan bersangkutan dibandingkan IHK pada bulan yang sama tahun sebelumnya, atau sering disingkat (Y-o-Y)
Inflasi Quarter to Quarter
Atau inflasi triwulan adalah inflasi yang mengukur perbandingan harga (nisbah)/perubahan indeks harga konsumen pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan IHK akhir triwulan sebelumnya, atau sering disebut (q-t-q)
PDB dan PDRB
Atau produk domestik bruto, sedangkan untuk skala daerah
81
(kota/kebupaten) disebut PDRB (produk domestik regional bruto) M1
Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
M2
Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indicator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo
Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral
Terdiri dari rekening giro masyarakat masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NPLs
Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Kredit Skala Mikro Kecil Kredit dengan pinjaman antara Rp50 Juta s/d Rp 5 Milyar. Menengah Risiko Kredit
Risiko Kegagalan atau ketidakmampuan debitur mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
Risiko Likuiditas
Risiko pihak bank tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak ketiga pada suatu waktu tertentu.
Risiko Pasar
Risiko terkait dengan pergerakan-pergerakan faktor pasar yang dapat berdampak bagi nilai aset dan kewajiban yang dimiliki bank.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
82
Inflow
Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow
Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow
Selisih antara outflow and inflow.
PMTB
Pembentukan Modal Tetap Bruto
PTTB
Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalm kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
83