2
(Strain ATCC1986IT), Azotobacter sp. (Strain HY1141), dan Azospirillum sp. (Strain NS01) yang merupakan koleksi dari Departemen Biologi Fakultas MIPA IPB. Isolat bakteri diperbanyak dengan menggunakan media spesifik sesuai jenis isolat yaitu media NB (Nutrient broth) untuk Bacillus subtilis, media TSB (Tripticase soy broth) untuk Pseudomonas beteli, media LGI (Nitrogen free medium) untuk Azotobacter sp., dan media NFB (Nitrogen free bromthymolblue) untuk Azospirillum sp. Masing-masing isolat dipanen pada fase eksponensial dengan kerapat an 108 sel/ml dan dipekatkan dengan menggunakan metode sentrifugasi. Pelet bakteri yang berasal dari 2 liter biakan disuspensikan kembali dalam volume 50 ml, kemudian dicampurkan dengan 1 kg gambut sebagai media pembawa. Analisis Unsur Hara Analisis unsur hara C, N, P, K, Ca, dan Mg dilakukan melalui jasa Laboratorium Kesuburan Tanah dan Sumber Daya Lahan Departemen Ilmu Tanah Faperta IPB. Aplikasi Pupuk Organik terhadap Tanaman Cabai Penanaman cabai: Bibit disemai pada tray dengan media semai tanah dan kompos 1:1, setelah berumur 3 minggu bibit dipindah ke dalam pot. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 6 taraf perlakuan: P1: tanaman cabai dengan penambahan pupuk organik dosis 2:1 tidak diperkaya MA P2: tanaman cabai dengan penambahan pupuk organik dosis 2:1 diperkaya MA P3: tanaman cabai dengan penambahan pupuk organik dosis 3:1 tidak diperkaya MA P4: tanaman cabai dengan penambahan pupuk organik dosis 3:1 diperkaya MA NPK: tanaman cabai dengan penambahan pupuk anorganik Ko : tanaman cabai tanpa penambahan pupuk Setiap jenis perlakuan diulang 9 kali. Pengamatan dilakukan terhadap kualitas pupuk organik dengan penambahan mikrob aktivator dan tanpa penambahan mikrob aktivator serta pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman cabai dengan peubah yaitu: tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, jumlah daun, diameter dan panjang
akar primer, panjang akar lateral, jumlah akar lateral, bobot kering akar, bobot kering tajuk dan bobot buah. Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 16.0 dan uji lanjutan Duncan pada taraf kepercayaan 95%. HASIL Analisis Fisik dan Kimia Medium Tanam Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah yang digunakan sebagai media tanam cabai termasuk ke dalam tanah masam dengan pH 5.30 (Lampiran 1) bila dibandingkan dengan standar yang ada (Lampiran 2). Tanah yang digunakan sebagai media tanam ini juga memiliki kandungan C-organik yang sangat rendah (0.95 %), N-total rendah (0.1 %), P tersedia sangat rendah (3.8 ppm) dan kandungan basa yang dapat ditukar seperti Ca (1.1 me/100 g), Mg (0.79 me/100 g) dan K (0.3 me/100 g) yang tergolong rendah (Lampiran 1). Pupuk organik telah diuji secara fisik dan kimia. Secara fisik pupuk yang diperkaya mikrob aktivator (P2 dan P4) tidak berbeda dengan pupuk organik tanpa mikrob aktivator (P1 dan P2). Keduanya berwarna coklat kehitaman seperti tanah, tekstur remah dan agak berbau tanah. Berdasarkan hasil analisis, pupuk organik yang diperkaya MA memiliki kandungan C organik sebesar 54,64 % pada P2 dan 55.17 % pada P4. Kandungan N sebesar 1.29 % pada P2 dan 1.50 % pada P4. Kandungan P sebesar 0.82 % pada P2 dan 0.96 % pada P4. Sementara kandungan K yang terdapat pada P2 dan P4 sebesar 1.09 %. Secara umum pupuk organik yang diperkaya MA memiliki kandungan hara makro yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pupuk organik yang tidak diperkaya MA. (Lampiran 3) Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Cabai Penanaman cabai dilakukan di rumah kaca untuk mengetahui efektivitas dari aplikasi pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator terhadap pertumbuhan tanaman cabai. Hasil analisis statistik menunjukkan pemberian pupuk organik yang diperkaya MA (P2 dan P4) memiliki respon yang lebih baik tehadap peningkatan tinggi tanaman dan lingkar batang walau tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk organik tidak diperkaya MA (P1 dan P3) dan pupuk
3
anorganik (NPK), tetapi nyata n lebih baik dari kontrol (Gambar 1a dan 1b). Aplikasi pupuk organik diperkaya MA berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan cabang dengan nilai rata-rata jumlah daun 103 (P2) dan 116 (P4) serta rata-rata rata jumlah cabang 103 (P2), 97 (P4) yang memiliki nilai lebih lebi tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. (Gambar 1c dan 1d). a) Tinggi tanaman (cm)
60 40 20
ab
a
ab
b
ab
b
0 Ko NPK P1 P2 P3 P4 Perlakuan
Pengamatan Perakaran Tanaman Cabai Pemupukan dengan berbagai perlakuan memberikan pengaruh yang cukup bervariasi terhadap pertumbuhan bagian perakaran tanaman cabai. Perlakuan P2 dan P4 memiliki respon yang lebih baik terhadap panjang akar primer walau tidak nyata dengan P1 P1. P3 dan NPK, namun nyata lebih baik dari kontrol. (Gambar 2a). Perlakuan P2 dan P4 secara nyata meningkatkan jumlah akar lateral tanaman cabai dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 2b). Pada ada pengamatan bobot kering akar pengaruh nyata hanya terdapat pada perlakuan P4. Perlakuan P1 P1. P2. P3 dan NPK cenderung tidak berbeda nyata, namun secaraa nyata lebih baik dari kontrol kontrol. (Gambar 2c). a)
10
ab
ab
a
b
ab ab
Ko NPK P1 P2 P3 P4 Perlakuan
c)
100 50
d
cd
a
ab
c
b
0 Ko NPK P1 P2 P3 P4 Perlakuan
a
ab
ab
ab
b
0
b) 100 80 60 40 20 0
a
ab a
bc a
Ko NPK P1
bc b
P2
cb ba
P3
P4
Perlakuan c)
d) Jumlah Cabang
5
b
Ko NPK P1 P2 P3 P4 Perlakuan
1,5
150
c
100 50
a
a
ab
b
c
0
Gambar 1.
Ko NPK P1 P2 P3 P4 Perlakuan Rata - rata respon pertumbuhan tajuk tanaman cabai pada berb bagai perlakuan. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error pada uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95 %. %
Bobot Kering Akar (g)
Jumlah Daun
150
Panjang Akar Primer (cm)
0,8 0,6 0,4 0,2 0
Jumlah Akar Lateral
Lingkar Batang (cm)
b)
1
0,5
ab
bc
c
b bc
a
0 Ko NPK P1
P2
P3
P4
Perlakuan Gambar 2.
Rata - rata respon pertumbuhan akar tanaman cabai pada ber berbagai perlakuan perlakuan. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error pada uji Duncan dengan taraf keperca kepercayaan 95 %.
4
Pengamatan Ketahanan Tanaman terhadap Serangan Hama Penyakit dan Pengaruhnya terhadap Produksi Aplikasi pupuk yang diperkaya mikrob aktivator (P2 & P4) mampu meningkatkan ketahanan tanaman cabai dari serangan hama dan penyakit ditandai dengan persen serangan hama penyakit sebesar 5.56 % yang paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Sementara perlakuan NPK mengalami serangan hama penyakit tertinggi sebesar 12.96 % (Tabel 1).
a)
Ko 9.26 0,89 NPK 12.96 0,89 P1 7.41 63.42 0,89 P2 5.56 76.80 0,89 P3 7.41 50.90 0,89 P4 5.56 74.21 0,89 Keterangan: *(nilai hasil analisis korelasi dua peubah: nilai ideal = 1)
Bobot Kering Tajuk (g)
Pengamatan Nisbah Tajuk dan Akar Pengamatan nisbah tajuk akar (NTA) dimaksudkan untuk mengetahui pola keseimbangan distribusi pertumbuhan antara bagian tajuk dengan bagian perakarannya (Yasyifun 2008). NTA diperoleh dengan membandingkan bobot kering tajuk (BKT) dengan bobot kering akar (BKA). Berdasarkan hasil analisis statistik perlakuan P4 secara nyata berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering tajuk dan akar tanaman cabai (Gambar 3a dan 3b). Perlakuan P2 juga memiliki pengaruh yang lebih baik meski tidak nyata terhadap peningkatan bobot kering tajuk dan akar dibandingkan dengan perlakuan P1, P3 dan NPK dan nyata lebih baik dari kontrol (Gambar 3a dan 3b). NTA terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 3. 57 sementara NTA tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 4.96 (Gambar 3c)
6 4 2
b a
bc
ab
ab
c
0 Ko NPK P1 P2 P3 P4 Perlakuan
Bobot Kering Akar (g)
b) 1,5 1
ab
bc
bc
b
c
a
0,5 0 Ko NPK P1 P2 P3 Perlakuan
Nisbah Tajuk Akar (NTA)
c)
P4
6
Tabel 1. Korelasi antara persen serangan hama dengan produksi buah cabai per tanaman/satu kali panen. Perlakuan
Tanaman berpenyakit (%)
Produksi/1 kali panen (g)
Nilai Korelasi (r)*
Berdasarkan uji statistik korelasi, diperoleh nilai korelasi sebesar 0,89 yang berarti bahwa serangan hama penyakit sangat berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas buah. Serangan hama penyakit ini terjadi pada fase vegetatif dan generatif yang menyebabkan tanaman cabai gagal berproduksi seperti yang terjadi pada perlakuan NPK dan kontrol. Pada perlakuan kontrol selain terserang hama penyakit, gagalnya produksi juga disebabkan oleh defisiensi unsur hara. PEMBAHASAN
4 2 0 Ko NPK P1 P2 P3 Perlakuan
P4
Gambar 3. Rata-rata NTA pada berbagai perlakuan. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error pada uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95 %
Pengaruh Bahan Organik terhadap Kualitas Tanah dan Interaksinya dengan Mikrob Aktivator dalam Penyediaan Hara Tanah merupakan salah satu media tumbuh tanaman yang banyak digunakan oleh petani Indonesia. Kualitas tanah yang baik salah satunya ditentukan oleh ketersediaan bahan organik dan mikrooorganisme tanah di dalamnya dalam jumlah yang melimpah (Kennedy 2005). Pemupukan merupakan suatu usaha meningkatkan kesuburan tanah dengan memasukkan nutrisi tambahan yang berasal dari bahan organik maupun anorganik ke dalam tanah (Notohadiprawiro et al. 2006).
5
Bahan organik tanah berperan dalam memperbaiki sistem drainase dan tata udara dalam tanah. Di dalam struktur kesuburan tanah, pupuk organik mempunyai sifat menambah daya ikat (serap) tanah pada air dan zat hara yang akan digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman diantaranya untuk pembentukan cabang produktif dan perkembangan akar tanaman (Djaya 2008). Akar yang berkembang dengan baik akan membantu penyerapan hara yang lebih baik sehingga mampu mendukung pertumbuhan vegetatif dan generatif yang ideal bagi tanaman (Gardner et al. 1991). Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat menurunkan pH tanah yang tergolong alkalis (Bertham 2002). Tanah dengan kondisi masam dan alkali akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena kondisi tanah tersebut akan menghambat pelarutan unsur hara yang pada akhirnya akan menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman (Agromedia 2007). Perombakan bahan organik juga akan menghasilkan asam-asam organik bermanfaat seperti asam fulfat dan asam humat yang peranannya dapat setara dengan peranan fitohormon dalam memacu pertumbuhan tanaman (Djaya 2008). Beberapa kelompok mikroorganisme tanah diketahui mampu menghasilkan metabolit metabolit sekunder seperti siderofor, hidrogen sianida (HCN), enzim kitinase, protease dan selulase. Metabolit-metabolit tersebut dapat menekan pertumbuhan mikrob patogen pada tanaman dan mempercepat dekompsisi bahan organik (Adesemoye dan Kloepper 2009: Zhang 2004), penambahan mikrob potensial ke dalam pupuk organik akan meningkatkan kualitas pupuk organik tersebut. Berdasarkan hasil analisis kimia pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator (P2 dan P4) cenderung memiliki kandungan C-organik dan beberapa hara makro lain yang lebih tinggi dibandingkan pupuk organik tanpa penambahan mikrob aktivator (P1 dan P3) (Lampiran 3). Kandungan karbon yang tinggi mampu mendukung aktivitas mikrob aktivator untuk berpoliferasi, menambat nitrogen, mendekomposisi bahan-bahan organik menjadi lebih sederhana, menyediakan hormon tumbuh auksin, sitokinin dan giberelin dengan lebih baik (Kastono 2005). Proses dekomposisi bahan organik oleh mikrob aktivator juga mampu menurunkan nisbah C/N. Pada penelitian ini perlakuan P4 mampu menurunkan nisbah C/N dibandingkan P3 dengan nisbah C/N sebesar 36.78, sedangkan pada P3 sebesar 42.90 (Lampiran 3).
Nisbah C/N yang rendah menunjukkan bahan organik telah terdekomposisi dengan baik sehingga dapat lebih optimal dalam menyediakan hara bagi tanaman (Isroi 2004). Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya pemanjangan dan pembesaran sel. Mekanisme tersebut memerlukan nutrisi dalam jumlah yang besar (Gardner et al. 1991). Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan yaitu ketersediaan hara yang cukup dalam tanah (Kastono 2005). Hasil penelitian menunjukkan aplikasi pupuk organik maupun anorganik mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai. Namun penambahan mikrob aktivator ke dalam pupuk organik lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai dibandingkan dengan perlakuan pemupukan tanpa mikrob aktivator, NPK dan kontrol. Pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator (P2 dan P4) cenderung memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap seluruh parameter pertumbuhan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut laporan Gray dan Smith (2005), Bacillus spp. merupakan bakteri pelarut fosfat yang dapat meningkatkan P tanah menjadi bentuk tersedia, selain itu juga mampu menghasilkan hormon IAA yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman. Havlin et al. (2005) menyatakan bahwa tanaman dapat menyerap P dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-. Pseudomonas sp. diketahui dapat menghasilkan asam organik dan enzim fosfatase yang berperan penting dalam melarutkan fosfat (Saraswati 2004: Barea et al. 2005) dan memiliki kemampuan dalam memobilisasi ion K (Goenadi 2004: Havlin et al. 2005). Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. terbukti mampu menambat nitrogen bebas dan menghasilkan fitohormon seperti auksin, sitokinin dan giberelin yang diperlukan dalam proses pertumbuhan tanaman (Lerner et al. 2005). Menurut Timmusk (2003) mikrobmikrob ini termasuk ke dalam kelompok mikrob pemacu tumbuh yang disebut Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Berdasarkan analisis statistik, kedua jenis perlakuan pupuk yang diperkaya mikrob aktivator memberikan respon yang tidak berbeda nyata, namun demikian perlakuan P4 cenderung lebih baik dari perlakuan P2. Hal ini diduga karena dosis P4 memiliki kandungan C organik yang lebih tinggi dari pada dosis P2 sehingga mampu mendukung aktivitas mikrob aktivator dalam menambat nitrogen, menghasil
6
-kan hormon tumbuh serta metabolit sekunder lainnya yang bermanfaat bagi tanaman dengan lebih baik. Analisis produksi menunjukkan aplikasi pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator mampu meningkatkan produksi sebesar 21.09 % pada perlakuan P2 dan 47.76 % pada perlakuan P4. Hal ini diduga karena kandungan P pada P4 juga lebih tinggi dari P2 (Lampiran 3) dimana P berperan penting dalam proses pembungaan dan pembuahan tanaman (Agromedia 2007). Hasil penelitian yang serupa dilaporkan Onggo (2004) bahwa pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator nyata meningkatkan hasil pada tanaman tomat yang mengalami stres lingkungan dimusim hujan (iklim dan penyakit) dan pada cabai yang ditanam pada tanah yang kurang subur. Menurut peneliti an Tuzun dan Kloepper (1994) aplikasi PGPR terhadap benih dan bibit cabai yang dipindah tanam ke lapangan dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan hasil tanaman. Mikrob PGPR yang ditambahkan ke dalam pupuk organik terdiri atas isolat Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus sp., dan Pseudomonas sp. melakukan aktivitas utamanya di sekitar perakaran tanaman (rhizosfer). Inisiasi, pembelahan dan pemanjangan sel pada akar sangat dipengaruhi oleh hormon IAA yang dihasilkan oleh beberapa mikrob PGPR yang digunakan sebagai isolat untuk memperkaya pupuk organik ini (Vessey 2003). Perakaran yang baik memungkinkan tanaman mendapatkan air dan nutrisi dalam jumlah yang cukup untuk berfotosintesis, sehingga produksi bahan kering dapat meningkat (Gardner et al. 1991). Bahan kering hasil fotosintesis merupakan sumber energi bagi pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan pertambah -an tinggi tanaman (Dennis dan Turpin 1990). Menurut Hayati et al. (2008) efisiensi hara tidak hanya dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan akar saja, tetapi juga harus mempertimbangkan bagian tajuk tanaman. Kant dan Kafkafi (2004) menjelaskan efisiensi hara tidak hanya terkait dengan kapasitas penyerapan hara oleh akar tetapi juga penggunaan hara yang seimbang oleh seluruh bagian tanaman. Rendahnya penyerapan dan pemanfaatan hara akan menyebabkan rendahnya hasil. Apabila ketersediaan hara cukup, hormon IAA dan penyerapan hara meningkat maka dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman yang pada akhirnya berimplikasi terhadap peningkatan produksi tanaman (Setyowati 2011). Hasil penelitian ini juga menunjukkan keadaan yang serupa dengan penelitian-
penelitian sebelumnya dimana penambahan mikrob aktivator ke dalam pupuk organik lebih berpengaruh terhadap kualitas perakaran (Hindersah & Simarmata 2004). Hal ini dapat terlihat dengan meningkatnya komponen perakaran tanaman cabai seperti panjang dan diameter akar primer, jumlah dan panjang akar sekunder serta bobot kering akar yang secara keseluruhan cenderung memiliki nilai terbesar. Aplikasi pupuk organik diperkaya mikrob aktivator secara nyata meningkatkan jumlah akar lateral dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan P4 memiliki jumlah ratarata akar lateral yang lebih besar dibandingkan P2. Menurut Gardner et al. (1991) pengaruh karbondioksida dan asam giberalat mampu menggiatkan perkembangan akar lateral. Perkembangan akar lateral yang baik akan meningkatkan jangkauan serapan hara dan air dari dalam tanah dengan lebih baik. Hara dan air yang cukup dalam tanah akan mendukung pertumbuhan tanaman dengan lebih optimal. Pengaruh Pupuk Organik diperkaya Mikrob Aktivator terhadap Keseimbangan Tajuk Akar Konsep dasar hubungan antara tajuk dan akar tanaman yang saat ini umum digunakan mengacu pada keseimbangan fungsi. Konsep ini lebih menekankan pada fungsi perakaran dalam menyerap air dan hara oleh sistem perakaran daripada ukuran distribusi sistem perakaran tanaman tersebut (Hairiah et al. 2000). Setiap tanaman mempunyai karakter hubungan antara tajuk dan akar. Homeostasis tajuk dan akar merupakan upaya organ tanaman tersebut untuk mempertahankan keseimbangan fisiologisnya, sehingga masing-masing organ tanaman dapat melakukan fungsinya secara normal. Menurut Hindersah dan Simarmata (2004) inokulasi MA Azotobacter sp. dapat memperbaiki perkembangan tajuk dan akar yang dapat dilihat dari meningkatnya bobot kering tajuk dan akar. Mikrob aktivator yang digunakan pada penelitian ini juga terbukti meningkatkan bobot kering tajuk dan akar tanaman cabai. Pertumbuhan akar akan memacu pertumbuhan tajuk karena adanya sifat homeostasis untuk menjaga keseimbangan akar dan tajuk. Pertumbuhan vegetatif yang seimbang antara bagian tajuk dan akar akan mendukung pertumbuhan generatif tanaman (Setyowati 2011). Besarnya nisbah tajuk akar bergantung pada spesies, umur, dan kondisi lingkungan saat musim tumbuh. Nisbah tajuk akar meningkat, sebab distribusi asmilat lebih banyak ke arah pertumbuhan tajuk (Klepper 1991). Rendahnya nisbah bobot tajuk akar
7
disebabkan asimilat ditranslokasikan secara seimbang ke arah pertumbuhan tajuk dan akar. Akar dan tajuk berkompetisi secara efektif terhadap hara, dan bertingkah laku sebagai dua organisme simbiotik dengan produksi hasil fotosintesis oleh tajuk, dan pengangkutannya ke akar menentukan kemampuan akar untuk memperoleh hara dan suplai hara ke tajuk yang dapat mengontrol laju fotosintesis (Hidayat 2004). NTA yang rendah juga mengindikasikan bahwa tanaman lebih efesien dalam menggunakan hara serta lebih adaptif terhadap kekeringan (Gardner et al. 1991). Hasil analisis menunjukkan aplikasi pupuk yang diperkaya mikrob aktivator berpengaruh terhadap NTA. Pemupukan dengan pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator (P4) menghasilkan NTA paling rendah. Pengaruh Pupuk Organik diperkaya Mikrob Aktivator terhadap Ketahanan Tanaman dari Serangan Hama dan Penyakit Aplikasi pupuk organik yang diperkaya dengan mikrob aktivator ini juga mampu meningkatkan ketahanan tanaman cabai terhadap serangan hama dan penyakit.Tanaman yang diberi perlakuan P2 dan P4 mengalami serangan yang paling rendah dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik tanpa mikrob aktivator, NPK dan kontrol. Serangan hama dan penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan NPK (Tabel 2). Hama dan penyakit banyak menyerang saat fase vegetatif dan generatif terutama saat proses perkembangan bunga menjadi buah sehingga menggagalkan proses produksi buah (Anonim 2011). Hama yang menyerang tanaman cabai ini diantaranya adalah : kutu persik, kutu putih dan thrips sementara penyakit yang menyerang diantaranya adalah : penyakit layu bakteri, layu fusarium, penyakit dan antraknosa (Prajnanta 2003). Kloepper dan Schroth (1978) melaporkan bahwa mikrob PGPR berpotensi sebagai agen biokontrol karena mikrob tersebut memiliki kemampuan untuk bersaing dalam mendapatkan zat makanan, atau karena menghasilkan metabolit - metabolit sekunder seperti siderofor, asam salisilat, peroksidase, hidrogen sianida, antibiotik, enzim ekstraseluler yang bersifat antagonis melawan patogen. Wei et al. (1991) mengatakan bahwa perlakuan benih timun menggunakan strain PGPR menyebabkan ketahanan sistemik terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum arbiculare. Menurut Raupach et al. (1996) dan Van Loon et al. (1997) peningkatan ketahanan tanaman akibat aplikasi
mikrob PGPR diduga karena adanya mekanisme Systemic aqcuired resistance (SAR) yang dicirikan oleh akumulasi asam salisilat dan pathogenesis related-protein (PR-protein), misalnya peroksidase (Ryals et al. 1996). Menurut Chivasa et al. (1997) perlakuan asam salisilat mampu menghambat genom replikasi tobacco mosaic virus (TMV) pada daun tembakau rentan yang diinokulasi, sehingga terjadi penundaan gejala sistemik pada semua bagian tanaman. Akumulasi peroksidase dapat memicu lignifikasi pada dinding tanaman, sehingga dapat membatasi translokasi virus pada tanaman (Goodman et al. 1986). Induksi ketahanan sistemik atau SAR menurut Raupach et al. (1996) dan Van Loon et al. (1997) memiliki spektrum luas baik terhadap virus, bakteri maupun cendawan. Taufik et al. (2010) juga menyebutkan bahwa perlakuan PGPR mampu meningkatkan ketahanan tanaman cabai dari serangan cucumber mosaic virus (CMV) melalui perbaikan metabolisme sehingga pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Djatnika et al. (2003) melaporkan mikrob aktivator Pseudomonas flourescens yang diaplikasikan pada tanah di sekitar bibit tanaman pisang dapat menekan perkembangan penyakit layu fusarium di lapangan pada fase vegetatif sampai tanaman berumur 4-5 bulan sebesar 68.5 %. SIMPULAN Pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator PGPR mampu meningkatkan kandungan hara makro pupuk, meningkatkan dan menyeimbangkan pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman cabai. Pertumbuhan vegetatif dan generatif terbaik terdapat pada perlakuan pupuk organik yang diperkaya mikrob aktivator pada dosis 3:1. Aplikasi pupuk organik yang diperkaya dengan mikrob aktivator juga terbukti mampu meningkatkan ketahanan tanaman cabai dari serangan hama dan penyakit. SARAN Sebaiknya bila pembuatan pupuk organik dilakukan dalam jumlah sedikit kelembapan pupuk selama proses pengomposan harus selalu dijaga secara intensif untuk mendukung aktivitas mikroorganisme di dalamnya sehingga kematangan pupuk dapat semakin cepat dan merata. Pengulangan untuk tanaman yang akan diamati tingkat ketahanannya terhadap hama dan penyakit sebaiknya ditingkatkan menjadi dua kali lipat untuk menghindari kemungkinan kematian massal terutama pada perlakuan pemupukan 100 %