Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Ketahanan Keluarga pada Ibu Rumah Tangga Dalam Mencegah HIV/AIDS Di Pekanbaru Riau 2013 Suciati Lubis¹, Tri Krianto² 1. Peminatan Kebidanan Komunitas, Fakultas Kesehatan Masyarakat 2. Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Abstrak Meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS telah masuk ke dalam lingkup keluarga, dimana beberapa penyebabnya diperkirakan akibat kurangnya pengetahuan dan melemahnya ketahanan keluarga. Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau yang memiliki jumlah kasus tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan ketahanan keluarga pada ibu rumah tangga dalam mencegah HIV/AIDS serta mengetahui sejauh mana pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap, dan ketahanan keluarga pada ibu rumah tangga dalam mencegah HIV/AIDS di Pekanbaru. Disain penelitian adalah kuasi eksperimen rancangan one group pretest posttest. Penelitian dilakukan di lima kecamatan wilayah Kota Pekanbaru, bulan Maret-Mei 2013 dengan menyebar angket dan memberi penyuluhan terkait HIV/AIDS dan ketahanan keluarga pada 139 ibu rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan 39,2% yang bermakna pada pengetahuan sesudah penyuluhan (p value 0,001), peningkatan 10,9% yang bermakna pada sikap sesudah penyuluhan (p value 0,001), serta peningkatan yang bermakna pada ketahanan keluarga sesudah penyuluhan (p value 0,002). Namun secara substansi peningkatan nilai ketahanan keluarga tidak menunjukkan kenaikan berarti karena hanya meningkat 1,25% dibandingkan sebelum penyuluhan. Kata kunci: HIV/AIDS; ketahanan keluarga; pengetahuan; sikap Abstract The growing number of cases of HIV/AIDS has entered into the scope of family, where some of the cause is due to a lack of knowledge and the weakening of family resilience. Pekanbaru is the capital of Riau Province that has the highest number of cases compared to other district/city. This study aims to describe the knowledge, attitudes, and family resilience in housewives in preventing HIV/AIDS and know how far the influence of education on knowledge, attitudes, and family resilience in housewives in preventing HIV / AIDS in Pekanbaru. The research design is quasi experiment one group pretest posttest. The research was conducted in five subdistricts the city of Pekanbaru, March-May 2013 with spread questionnaires and providing information related to HIV / AIDS and family resilience at 139 housewife. The results showed there was increase significant 39.2% in knowledge after education (p value 0.001), increase significant 10.9% in attitude after education (p value 0.001), and increase significant in family resilience after education (p value 0.002). However, be substantially increasing the value of family resilience showed no significant increase due to increased just 1.25% compared to before the education. Keywords: HIV/AIDS; family resilience; knowledge; attitude 1
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
2
PENDAHULUAN HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus mengalami peningkatan jumlah kasus secara tajam. Dimulai dari kalangan risiko tinggi hingga merebak ketatanan rumah tangga. Menurut WHO prevalensi HIV tahun 2010 di dunia sudah mencapai 0,8% dari jumlah populasi dewasa. Indonesia telah memasuki concentrated level epidemic, yang berarti bahwa prevalensi HIV berada di atas 5% pada sub populasi tertentu dan dibawah 1% pada populasi umum (WHO, 2011). Riau merupakan provinsi yang berada pada urutan pertama dengan jumlah kasus AIDS terbanyak di Sumatra (KPAN, Juni 2012). Sedangkan Pekanbaru merupakan penyumbang kasus HIV/AIDS tertinggi di Riau, yaitu berjumlah 399 kasus HIV dan 469 kasus AIDS (KPA Kota Pekanbaru, 2012). Faktor risiko terbesar penularan HIV/AIDS ini diakibatkan karena hubungan heteroseksual. Tabel 1 Jumlah kasus HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko di Kota Pekanbaru hingga Desember 2012 Faktor risiko Heteroseksual Pengguna napza suntik Homoseksual Penularan ibu ke bayi Tatto
Jumlah HIV 339 34 21 21 2
Jumlah AIDS 363 111 10 10 -
Sumber: Laporan tahunan KPA Kota Pekanbaru (2012), data dari Dinkes Kota Pekanbaru
Hawari (2006) juga menambahkan bahwa tingginya penularan HIV/AIDS akibat terjadinya perubahan sosial dimasyarakat, dimana pola hidup masyarakat yang semula sosial religius cenderung berubah menjadi individual, materialistis dan sekuler; pola hidup sederhana dan produktif cenderung berubah kearah pola hidup mewah dan konsumtif; struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family) menjadi keluarga inti (nuclear family) bahkan sampai kepada orang tua tunggal; hubungan kekeluargaan yang semula erat dan kuat menjadi longgar dan rapuh; nilai agama dan tradisional berubah menjadi masyarakat modern yang bercorak sekuler dan serba boleh (permissive society) termasuk dalam hubungan seksual di luar nikah; lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat lebih memilih hidup bersama tanpa nikah, hubungan seks di luar nikah atau bergaul bebas; serta ambisi karir dan materi yang tidak terkendali yang berdampak pada terganggunya hubungan antar pribadi baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
3
Tabel 2 Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS berdasarkan golongan umur di Kota Pekanbaru hingga Desember 2012 Umur 0-4 tahun 5-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-49 tahun > 50 tahun
Jumlah HIV 16 6 8 70 308 9
Jumlah AIDS 8 3 3 36 421 23
Sumber: Laporan tahunan KPA Kota Pekanbaru (2012), data dari Dinkes Kota Pekanbaru
Fakta lainnya adalah bahwa penderita HIV/AIDS ini banyak ditemui pada golongan 25-49 tahun yang menggambarkan adanya gangguan dalam kehidupan berkeluarga baik hubungan antara suami istri maupun hubungan antara orang tua dan anak. Pengetahuan komprehensif tentu sangat diperlukan dalam menanggulangi masalah HIV/AIDS ini. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Sugito (1996) ditemukan bahwa pengetahuan ibu tentang AIDS hanya sebesar 26,3%. Penelitian lain adalah penelitian Lubis (2005), didapatkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS baru mencapai 58,5%. Pemerintah dalam hal ini telah banyak mengeluarkan kebijakan yang terkait upaya pembangunan keluarga yang diharapkan mampu menjadi benteng dalam mencegah masuknya HIV/AIDS, namun realitanya belum terlaksana secara maksimal. Seperti yang tertuang dalam UU nomor 52 tahun 2009, menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan
kebijakan
pembangunan
keluarga
melalui
pembinaan
ketahanan
dan
kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsi keluarga secara maksimal. Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat bahwa kurangnya pengetahuan dan rendahnya ketahanan keluarga diperkirakan menjadi salah satu penyebab tingginya kasus HIV/AIDS di Pekanbaru, karena itu penulis tertarik melakukan penelitian ini. Tujuan penelitan ini adalah untuk menyajikan informasi tentang gambaran pengetahuan, sikap, dan ketahanan keluarga pada ibu rumah tangga dalam mencegah HIV/AIDS serta untuk menyajikan informasi tentang pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap, dan ketahanan keluarga pada ibu rumah tangga dalam mencegah HIV/AIDS.
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
4
TINJAUAN TEORITIS HIV/AIDS HIV adalah virus penyebab AIDS, yang terdapat di dalam cairan tubuh manusia yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani, cairan vagina, air susu ibu (ASI) dan cairan tubuh lainnya. Sedangkan AIDS yaitu kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan HIV (Kemenkes, 2011). Penularan HIV dapat terjadi melalui: a. Hubungan seks yang tidak aman (berganti-ganti pasangan). b. Penggunaan jarum suntik, jarum tindik, alat tato yang dapat menimbulkan luka dan tidak disterilkan. c. Tranfusi darah dan transplantasi organ/jaringan tubuh yang tercemar HIV/AIDS. d. Ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya. Sehat
Tampak Sehat
Sakit H
Periode jendela
Periode tanpa gejala
3 bulan
5-10 tahun
Infeksi
I
Terdeteksi
V A
Muncul gejala
Meninggal I D S
Muncul bermacam penyakit 3 bulan.....?
Gejala
Meninggal
Gambar 1 Perjalanan HIV menjadi AIDS Sumber: Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Populasi berperilaku risiko tinggi tertular HIV/AIDS (Kemenkes, 2011) adalah wanita penjaja seks (WPS), lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), waria, dan pengguna napza suntik (penasun). Dimana dalam upaya pencegahannya dikenal lima pesan kunci yaitu abstinence yang berarti tidak melakukan hubungan seks sebelum nikah, be faithful yang berarti saling setia pada pasangan, condom yang berarti menggunakan kondom secara konsisten dan benar, drugs yang berarti menolak penggunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta equipment yang berarti menggunakan peralatan medis yang steril.
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
5
Pendekatan Ketahanan Keluarga Dalam Pengendalian HIV/AIDS Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri serta keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin (UU No 52 tahun 2009). Penanggulangan HIV/AIDS melalui pendekatan keluarga diupayakan melalui pengembangan dan pembinaan delapan fungsi keluarga (BKKBN, 2001) yaitu fungsi agama, budaya, kasih sayang, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pelestarian lingkungan. Adapun unsur/komponen ketahanan keluarga, yang disimpulkan dari beberapa teori ketahanan keluarga antara lain BKKBN (2001), Takariawan (2012), Sunarti (2001), Krysan dan Zill (1990), Achord et al (1986), Stinnett dan Defrain (1985), Schumm (1986), Hill (1971), Scanzoni (1971), Walsh, Mc. Cubin et al (1997), Parsons (1953) yaitu: a. Orientasi agama Takariawan (2012) menyebutkan bahwa pendidikan iman merupakan pondasi bagi seluruh bagian pendidikan. Perasaan ber-Tuhan menjadi sebuah imunitas dalam melakukan aktivitas sehari-hari serta dalam mengahadapi arus globalisasi. Dimana dapat membawa efek perilaku negatif atau menyimpang akibat dari kesulitan hidup maupun tren kemajuan zaman. Orientasi agama yang kuat akan melahirkan kepatuhan manusia terhadap hukum dan aturan yang datang dari Tuhan. b. Komunikasi Komunikasi merupakan syarat penting yang menentukan sukses atau tidaknya suatu perkawinan. Meskipun hal tersebut bukanlah hal yang mudah, karena komunikasi bukan hanya sekedar bicara, tetapi juga mendengar dan memahami pasangan/anak. Komunikasi tidak hanya membutuhkan keterampilan mulut, namun juga dipengaruhi oleh cara berbicara, nada suara, gerak tangan, mimik maupun tatapan mata. c. Waktu kebersamaan Dalam kehidupan keluarga, sesibuk apapun suami atau istri, diupayakan untuk meluangkan waktu minimal 15-20 menit sehari, untuk bermesraan dengan pasangan. d. Adaptasi Aspek yang terkait dengan adaptasi adalah pembagian peran dalam keluarga. Ini harus dilakukan secara adil, tidak membebani siapapun dan harus sesuai dengan kaidah agama. Aspek lainnya adalah mengatasi situasi konflik, diman setiap keluarga memiliki masalah Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
6
yang berbeda, namun ada perbedaan dalam menyikapi/keluar dari masalah tersebut. Ada yang memiliki sikap positif, sehingga mampu menjadikan masalah sebagai pembaharu cinta kasih dalam keluarga. Namun ada juga yang memandangnya secara negatif sehingga sulit mencari penyelesaiannya. e. Pencapaian tujuan Visi/tujuan merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau impian yang ingin dicapai dimasa depan, yang akan memberikan tujuan akhir dari perjalanan kehidupan, serta menjadi penunjuk arah yang pasti kemana langkah mesti diarahkan. f. Pemenuhan ekonomi Sumber daya ekonomi merupakan hal penting dalam menggapai kebahagiaan hidup, namun, harus diimbangi dengan ruhani (Takariawan, 2012). g. Dorongan berprestasi Penting bagi keluarga untuk memberi dorongan berprestasi terhadap anggota keluarganya satu sama lain. Dalam satu eksperimen yang bertujuan membandingkan antara reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam meningkatkan prestasi, didapatkan hasil bahwa dalam satu semester kedepan anak yang diberi hukuman menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi, namun dalam semester berikutnya anak yang diberi hadiah jauh lebih tinggi dibandingkan yang diberi hukuman. h. Hubungan sosial Keluarga merupakan salah satu kelompok sosial dimana anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial di dalam interaksi/hubungan dengan lingkungannya. Pengaruh keluarga pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan menentukan kepribadiannya dimasa mendatang. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Menurut Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku (Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2003) antara lain: a. Faktor predisposisi (predisposing factors) b. Faktor pemungkin (enabling factors) c. Faktor penguat (reinforcing factors) Teori lainnya tentang determinan perilaku adalah teori Kar dalam Notoatmodjo (2003), dimana perilaku merupakan fungsi dari niat seseorang untuk bertindak sehubungan Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
7
dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention), dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information, otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy), serta situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). Selanjutnya Teori Lewin (1954) yang dikutip dari Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakit tergantung dari empat variabel yaitu kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), manfaat dari rintangan-rintangan yang dirasakan (perceived benefit and barriers) serta isyarat atau tanda-tanda (cues). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakam disain kuasi eksperimen, rancangan one group pretest posttest dengan tahapan penelitian sebagai berikut:
Pretest + Penyuluhan I Materi: HIV/AIDS dan 1 minggu ketahanan keluarga Waktu: 120 menit
Penyuluhan II Materi: Ketahanan keluarga dari sudut pandang agama Waktu: 90 menit
6 minggu
Posttest
Gambar 2 Tahap-tahap penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga di Kota Pekanbaru. Sedangkan sampel adalah 194 ibu rumah tangga yang dipilih secara multistage random sampling dan simple random sampling di 5 wilayah kecamatan Kota Pekanbaru, dengan kriteria inklusi ibu rumah tangga yang berusia < 49 tahun, bisa membaca dan menulis, dan bersedia menjadi responden. Sumber data merupakan data primer dengan menggunakan instrumen angket. Pengumpulan data dilakukan setelah melalui uji validitas dan reliabilitas angket yang menggunakan rumus Pearson Product Moment dan Alpha Cronbach’s. Analisis dilakukan dengan dua cara yaitu analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi nilai pengetahuan, sikap dan ketahanan keluarga sebelum dan sesudah penyuluhan, serta analisis bivariat untuk melihat hubungan antar variabel sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu menggunakan analisis uji t beda dua mean dependen (paired sample) untuk data yang berdistribusi normal, dan uji non parametrik wilcoxon untuk data yang tidak normal.
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
8
HASIL PENELITIAN Pengetahuan Penyuluhan pertama dilakukan dengan mengundang 194 orang responden yang dibagi dalam lima kecamatan. Hasil undangan pertama dihadiri 150 orang responden. Pada penyuluhan kedua, berkurang 11 orang, sehingga menjadi 139 orang responden. Tabel 3 Distribusi pengetahuan responden sebelum dan sesudah penyuluhan berdasarkan pertanyaan di Kota Pekanbaru, Maret 2013 (n=139) Pertanyaan Pernah dengar aids Virus penyebab aids Virus aids terdapat dalam cairan Waktu munculnya gejala aids Tanda dan gejala aids Penularan aids Kelompok risiko tertular aids Munculnya masalah seks remaja Pencegahan aids Arti ketahanan keluarga Fungsi-fungsi keluarga Fungsi agama Fungsi budaya Fungsi kasih sayang Fungsi perlindungan Fungsi reproduksi Fungsi sosialisasi/pendidikan Fungsi ekonomi Fungsi lingkungan
Pre (%) 100 90,6 97,1 28,8 78,4 98,6 99,3 97,1 90,6 98,6 95,7 98,6 95,7 99,3 100 90,6 95,7 100 98,6
Post (%) 100 97,8 100 71,9 99,3 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 99,3 100 100 100
% Kenaikan 0 7,9 2,9 149,6 26,6 1,4 0,7 2,9 7,9 1,4 4,4 1,4 4,4 0,7 0 7,9 4,4 0 1,4
p value T test 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
Sumber: Data primer diolah oleh peneliti
Tabel di atas menunjukkan bahwa pertanyaan dengan persentase pengetahuan terendah yaitu waktu munculnya gejala AIDS (28,8%) serta tanda dan gejala AIDS (78,4%). Tabel 4 Rata-rata kumulatif pengetahuan responden sebelum dan sesudah penyuluhan di Kota Pekanbaru, Maret 2013 (n=139) Variabel
n
MinMaks
Mean (%)
Std. Deviasi
Std. Eror
Pengetahuan Pengetahuan_pre Pengetahuan_post
139 139
13-50 19-52
28,8 (55,4) 40,1 (77,1)
10,2 8,0
0,8 0,6
p % value Kenaikan T test 39,2
0,001
Sumber: Data primer diolah oleh peneliti Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
9
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Sikap Tabel 5 Distribusi sikap responden sebelum dan sesudah penyuluhan berdasarkan pengelompokan sikap di Kota Pekanbaru, Maret 2013 (n=139) Sikap negatif (%)
Pernyataan Tidak perlu dengar AIDS Orang berhak seks bebas Pekerja seks yang tertular Pemakai narkoba seks bebas Didik agama sejak kecil Tidak perlu didik agama Anak dampingi nonton TV Film porno tidak merusak Kasih sayang daripada materi Hubungan harmonis berisiko Perlindungan tidak penting Perlu pendidikan reproduksi Hamil di luar nikah Didik tidak dengan kekerasan Anak dapat selesaikan masalah Materi hal terpenting Anak mengerti orang tua sibuk Lingkungan berpengaruh
Sikap positif (%)
Pre
Post
Pre
Post
20,9 6,4 44,6 16,5 9,3 20,2 18,7 26,6 18,7 30,2 14,4 14,4 28,1 10,8 13,7 66,9 36,6 20,1
3,6 2,2 25,9 5,0 2,8 7,2 8,6 7,9 8,7 8,6 5,7 2,8 13,7 6,4 6,5 39,6 17,2 6,5
79,2 93,5 55,4 83,5 90,6 79,8 81,3 73,4 81,3 69,8 85,6 85,6 72,0 89,2 86,3 33,1 63,3 79,9
96,4 97,9 74,1 95,0 97,1 92,8 91,4 92,1 91,3 91,4 94,3 97,1 86,4 93,6 93,5 60,4 82,8 93,5
% Kenaikan sikap positif 21,7 4,7 33,7 13,7 7,1 16,2 12,4 25,4 12,3 30,9 10,1 13,4 20,0 4,9 8,3 82,4 30,8 17,0
p value T test 0,001 0,003 0,001 0,001 0,003 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,026 0,001 0,001 0,001 0,001
Sumber: Data primer diolah oleh peneliti
Sikap positif terendah terdapat pada sikap menganggap memiliki kecukupan materi adalah hal terpenting dalam keluarga (33,1%), sikap menganggap hanya pekerja seks saja yang dapat tertular AIDS (55,4%), serta sikap meyakini anak akan mengerti kesibukan orang tua diluar rumah (63,3%). Tabel 6 Rata-rata kumulatif sikap responden sebelum dan sesudah penyuluhan di Kota Pekanbaru, Maret 2013 (n=139) Variabel
n
Min
Maks
Mean (%)
Std. Deviasi
Std. Eror
% Kenaikan
p value T test
Sikap Sikap_pre Sikap_post
139 139
23 45
71 72
53,2 (73,9) 59,0 (81,9)
9,2 5,3
0,7 0,4
10,9
0,001
Sumber: Data primer diolah oleh peneliti Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
10
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara sikap sebelum dan sesudah penyuluhan. Ketahanan Keluarga Tabel 7 Distribusi ketahanan keluarga responden sebelum dan sesudah penyuluhan berdasarkan pertanyaan di Kota Pekanbaru, Maret 2013 (n=139) Pertanyaan Orientasi agama - Pelaksanaan ibadah dalam keluarga - Kebiasaan beribadah bersama - Mengikuti kegiatan keagamaan Komunikasi - Waktu saling berbagi cerita - Kebiasaan mau mendengar keluhan - Musyawarah mengambil keputusan - Ungkapan cinta ke suami - Ungkapan cinta ke anak Waktu kebersamaan - Kebiasaan makan bersama - Waktu berdiskusi pendidikan anak Adaptasi - Pertengkaran berakhir dg kekerasan - Pembagian beban kerja - Suami meringankan kerja istri - Menyelesaikan masalah - Konflik dengan suami Pencapaian tujuan - Cita-cita keluarga Pemenuhan ekonomi - Hal penting bagi ibu - Memenuhi kebutuhan hidup - Memenuhi biaya pendidikan - Keuangan suami dan istri Dorongan berprestasi - Membimbing anak belajar - Dorongan berprestasi Hubungan sosial - Hubungan dengan saudara - Hubungan dengan tetangga Upaya yang dilakukan
Skor 1 (%) Pre Post
Skor 2 (%) Pre Post
Skor 3 (%) Pre Post
5,8 13,7 7,9
5,8 16,5 7,2
40,3 56,8 48,9
42,4 52,5 48,9
54,0 29,5 43,2
51,8 30,9 43,9
6,5 5,0 5,0 11,5 10,8
5,0 4,3 2,9 14,4 11,5
54,0 25,2 22,3 53,2 26,6
52,5 24,5 28,1 51,1 25,9
39,6 69,8 72,7 35,3 62,6
42,4 71,2 69,1 34,5 62,6
8,6 11,5
6,5 8,6
31,7 11,5
30,2 17,3
59,7 77,0
63,3 74,1
3,6 15,1 11,5 10,8 13,7
2,9 12,9 11,5 10,8 12,9
23,7 10,1 39,6 26,6 41,7
19,4 11,5 38,8 24,5 39,6
72,7 74,8 48,9 62,6 44,6
77,7 75,5 49,6 64,7 47,5
15,1
13,7
21,6
25,9
63,3
60,4
38,1 12,2 13,7 12,9
30,2 10,1 10,1 11,5
61,9 43,2 40,3 9,4
69,8 44,6 43,2 9,4
44,6 46,0 77,7
45,3 46,8 79,1
12,2 13,7
9,4 12,9
16,5 54,0
19,4 53,2
71,2 32,4
71,2 33,8
10,1 12,2 38,8
8,6 10,8 46,8
35,3 45,3 -
39,6 48,9 -
54,7 42,4 -
51,8 40,3 -
Sumber: Data primer diolah oleh peneliti
Tabel di atas menunjukkan bahwa komponen terendah sebelum penyuluhan pada orientasi agama yaitu kebiasaan beribadah bersama dalam keluarga (29,5%) serta komunikasi yaitu mengucapkan kata cinta/memberi kecupan pada suami (35,3%). Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
11
Tabel 8 Perubahan nilai median komponen ketahanan keluarga responden sesudah penyuluhan di Kota Pekanbaru, Maret 2013 (n=139)
Pertanyaan Orientasi agama - Pelaksanaan ibadah - Beribadah bersama - Mengikuti kegiatan agama Komunikasi - Saling berbagi cerita - Mau mendengar keluhan - Musyawarah keluarga - Ungkapan cinta ke suami - Ungkapan cinta ke anak Waktu kebersamaan - Kebiasaan makan bersama - Diskusi pendidikan anak Adaptasi - Pertengkaran kekerasan - Pembagian beban kerja - Suami bantu kerja istri - Menyelesaikan masalah - Konflik dengan suami Pencapaian tujuan - Cita-cita keluarga Pemenuhan ekonomi - Hal penting bagi ibu - Kebutuhan hidup - Biaya pendidikan - Keuangan suami dan istri Dorongan berprestasi - Membimbing anak belajar - Dorongan berprestasi Hubungan sosial - Hubungan dengan saudara - Hubungan tetangga Upaya yang dilakukan Ketahanan keluarga
Negative rank Mean Sum of n rank rank 15 16,53 248 8 7,00 56 8 7,38 59 8 9,50 76 18 23,94 431 4 6,50 26 7 9,00 63 8 6,50 52 9 7,78 70 11 14,36 158 10 10,10 101 4 7,50 30 7 7,50 52,5 9 14,44 130 2 6,50 13 2 3,50 7 5 6,00 30 5 10,00 50 5 8,00 40 8 5,50 44 8 5,50 44 8 16,00 128 1 7,00 7 5 5,50 27,5 9 10,5 94,5 2 3,50 7 6 7,00 42 6 6,5 39 2 4,00 8 12 11,17 134 8 7,50 60 6 5,00 30 0 0 0 17 27,76 472
n 15 5 6 10 24 9 10 5 5 13 13 11 7 21 10 5 6 10 10 4 4 22 12 7 13 5 10 8 5 9 6 4 11 42
Positive rank Mean Sum of rank rank 14,47 217 7,00 35 7,67 46 9,50 95 19,87 472 7,22 65 9,00 90 7,80 39 7,00 35 10,92 142 13,46 175 8,18 90 7,50 52,5 15,95 335 6,50 65 4,20 21 6,00 36 7,00 70 8,00 80 8,50 34 8,50 34 15,32 337 7,00 84 7,21 50,5 12,19 158,5 4,2 21 9,40 94 8,25 66 4,00 20 10,78 97 7,50 45 6,25 25 6,00 66 30,90 1298
Ties
z
p value Wilcoxon
109 126 125 121 97 126 122 126 125 115 116 124 125 109 127 132 128 124 124 127 127 109 126 127 117 132 123 125 132 118 125 129 128 80
-0,335 -0,832 -0,440 -0,471 -0,262 -1,500 -0,728 -0,500 -1,213 -0,243 -1,184 -1,886 0,000 -2,170 -2,309 -1,265 -0,302 -0,615 -1,291 -0,420 -0,420 -2,212 -3,051 -0,966 -1,144 -1,265 -1,436 -0,915 -1,134 -0,696 -0,535 -0,277 -3,317 -3,149
0,738 0,405 0,660 0,637 0,794 0,134 0,467 0,617 0,225 0,808 0,236 0,059 1,000 0,030 0,021 0,206 0,763 0,539 0,197 0,675 0,675 0,027 0,002 0,334 0,253 0,206 0,151 0,360 0,257 0,486 0,593 0,782 0,001 0,002
Sumber: Data primer diolah oleh peneliti
Dari tabel di atas tampak bahwa hanya komponen adaptasi (p value 0,030) dan pemenuhan ekonomi (p value 0,027) memiliki hubungan bermakna antara sebelum dan sesudah penyuluhan. Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
12
Tabel 9 Perubahan nilai ketahanan keluarga responden sebelum dan sesudah penyuluhan di Kota Pekanbaru, Maret 2013 (n=139) Variabel Ketahanan keluarga Ketahanan Klg_pre Ketahanan Klg_post
n 139 139
Min Maks 28 29
71 73
Mean (%) 58,37 (81,1) 59,10 (82,1)
Std. % p value Deviasi Kenaikan Wilcoxon 9,31 9,17
1,25
0,002
Sumber: Data primer diolah oleh peneliti
Tabel di atas menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara ketahanan keluarga sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0,002), namun secara substansi tidak terdapat pengaruh yang berarti setelah penyuluhan karena peningkatan ketahanan keluarga hanya 1,25%. PEMBAHASAN Pengetahuan Sebelum penyuluhan rata-rata pengetahuan 28,8 artinya hampir separuh responden belum memiliki pengetahuan utuh tentang HIV/AIDS dan fungsi keluarga. Analisis pada setiap pertanyaan, didapatkan pengetahuan terendah pada waktu munculnya gejala AIDS (28,8%) dan tanda dan gejala AIDS (78,4%). Rendahnya pengetahuan tentang waktu munculnya gejala AIDS berhubungan dengan risiko penularan. Karena periode perjalanan penyakit didahului oleh periode jendela dan periode HIV, dimana orang yang tertular virus HIV dapat menularkan kepada orang lain meskipun belum menunjukkan gejala. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hakim dimana didapatkan hanya 1,5% responden yang menyatakan bahwa seseorang yang kelihatannya sehat dapat mengidap virus AIDS. Setelah dilakukan uji t, didapatkan ada hubungan yang bermakna (p value 0,001), antara pengetahuan sebelum penyuluhan 28,8 (55,4%) dan sesudahnya 40,1 (77,1%). Sejalan dengan penelitian Lubis (2005) mendapatkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS 58,5%. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dalam hal ini, pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi tindakan dalam mencegah HIV/AIDS, kesadaran memeriksakan diri, maupun upaya meningkatkan fungsi keluarga. Ini juga sejalan dengan teori yang disampaikan Muma (1997) bahwa salah satu upaya pencegahan HIV/AIDS adalah melalui pendidikan kesehatan Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
13
dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan transmisinya, baik terhadap kelompok yang berisiko maupun kelompok yang tidak berisiko. Sesuai teori Lewin (1954) yang dikutip dari Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakit tergantung dari empat variabel yaitu kesadaran bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit. Ini hanya timbul jika upaya pemberian informasi terkait siapa yang banyak diserang penyakit, disampaikan kepada individu tersebut. Variabel yang kedua adalah keseriusan yang dirasakan, bila individu tahu akan keseriusan penyakit ini, dapat menimbulkan berbagai penyakit, serta belum ada obatnya, maka individu akan lebih bergiat dalam melakukan upaya pencegahan. Selanjutnya adalah manfaat dan rintangan yang mungkin ditemukan. Rintangan yang mungkin ditemui adalah biaya yang mungkin timbul, akses menuju layanan kesehatan yang belum tersedia diseluruh fasilitas kesehatan, serta diskriminasi yang timbul dari masyarakat jika terbukti mengidap HIV/AIDS. Terakhir adalah variabel isyarat atau tanda-tanda, seberapa banyak informasi ini tersedia dari media masa maupun nasihat atau anjuran dari penderita atau keluarganya. Dengan semakin meningkatnya pengetahuan akan bahaya HIV/AIDS, serta hilangnya stigma/diskriminasi tentu akan membuat orang tidak malu untuk berbagi informasi satu sama lain, tidak segan untuk saling mengingatkan, dan mau untuk memeriksakan diri. Sikap Hasil pengukuran sikap responden sebelum penyuluhan, ditemukan rata-rata sikap 53,2 (73,9%) artinya masih ada responden yang memiliki sikap negatif terhadap pencegahan HIV/AIDS. Analisis pada setiap pertanyaan, didapatkan sikap positif terendah pada sikap menganggap kecukupan materi adalah hal terpenting (33,1%), menganggap hanya pekerja seks saja yang dapat tertular AIDS (55,4%), serta meyakini anak akan mengerti kesibukan orang tua (63,3%). Sikap positif terendah yaitu ditemukan lebih dari separuh responden (66,9%) menganggap kecukupan materi adalah hal terpenting. Ini mengakibatkan orang tua sibuk memenuhi kebutuhan materi dan menganggap anak akan mengerti kesibukan orang tua. Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan terlupanya kewajiban dalam mendidik anak maupun melayani suami. Selanjutnya sikap positif terendah kedua ditemukan dalam memandang hanya para pekerja seks saja yang dapat tertular HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan penelitian Sugito (1996) yang menemukan hanya 16,6% ibu menyatakan “ada kemungkinan” untuk tertular AIDS. Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
14
Total sikap responden menunjukkan hubungan yang bermakna (p value 0,001) antara sebelum dan sesudah penyuluhan, dimana terjadi kenaikan dari 53,2 (73,9%) menjadi 59,0 (81,9%). Dapat dilihat bahwa dengan meningkatkan pengetahuan, telah mampu mengubah sikap responden kearah yang lebih positif. Sesuai teori Allport (1954) dikutip dari Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa hal yang memegang peranan penting dalam membentuk sikap secara utuh salah satunya adalah pengetahuan. Seiring meningkatnya pengetahuan, akan meningkatkan kewaspadaan bahwa HIV/AIDS bukan hanya menyerang mereka yang berperilaku berisiko saja, tetapi ada “jembatan” yang membuat penyakit tersebut masuk kedalam lingkup keluarga dan menyerang ibu dan bayi. Ketahanan keluarga Hasil pengukuran sebelum penyuluhan ditemukan ketahananan keluarga responden 58,37 (81,1%) meningkat menjadi 59,10 (82,1%). Masing-masing komponennya diuraikan berikut ini: a. Orientasi agama Orientasi agama sebelum penyuluhan, didapatkan nilai terendah pada kebiasaan beribadah bersama (29,5%). Seperti yang diungkapkan Takariawan (2012) bahwa salah satu fungsi keluarga adalah pendidikan iman, dimana keimanan diartikan sebagai keyakinan akan keberadaan Tuhan dan keyakinan bahwa Tuhan Maha Melihat perbuatan manusia. Ini merupakan hakikat yang paling fundamental dimana manusia merasa dirinya berada dalam pengawasan Tuhan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara orientasi agama sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0,738), ini dapat disebabkan karena penyuluhan yang diberikan masih terbatas dan hanya dari sebelah pihak. Dibutuhkan penyuluhan yang berkelanjutan serta dari kedua belah pihak baik suami mapupun istri agar dapat saling mendukung dalam merubah perilaku demi meningkatkan ketahanan keluarga. Semakin lemahnya agama, membuat manusia tidak lagi mengikuti larangan-larangan tersebut. Ini tentu tidak lepas dari peran orang tua sebagai pendidik dan pemberi contoh awal bagi anak-anaknya. Melaksanakan ibadah bersama adalah contoh konkrit pengamalan ajaran agama, yang jika ditanamkan sejak kecil akan menjadi bekal yang kuat dalam hidup untuk menghadapi segala macam pengaruh dari lingkungannya. Tetapi dari hasil penelitian ini ternyata tidak sampai sepertiga responden yang melakukannya. Meskipun alasannya tidak
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
15
digali secara mendalam dalam penelitian ini, namun diperkirakan kesibukan orang tua dalam mencari nafkah maupun kesibukan anak di sekolah dan luar sekolah, menjadi jawabannya. Rendahnya orientasi agama akan membuat manusia tidak mempunyai pegangan hidup. Tuntutan hidup yang semakin tinggi membuat kesulitan yang dihadapi menjadi awal terjadinya perilaku yang berisiko (pekerja seks, pemakai narkoba) bila tidak diikuti oleh pondasi agama yang kuat. b. Komunikasi Nilai terendah komunikasi sebelum penyuluhan ditemukan pada mengucapkan kata cinta/memberi kecupan pada suami setiap hari, dimana hanya 35,3% yang selalu melakukannya. Hasil tanya jawab selama penyuluhan, didapatkan beberapa alasan antara lain; malu dilihat anak, takut anak akan mencontoh dan dipraktikkan kepada teman, tidak ada waktu karena banyak pekerjaan rumah, dan hanya untuk pasangan muda. Hal inilah yang menjadi salah satu titik melemahnya ketahanan keluarga. Dimana suami tidak mendapat kasih sayang dan perhatian penuh lagi dari istri. Sedangkan diluar rumah banyak tempat yang mampu memberikannya, apalagi jika didukung materi dan mobilitas yang tinggi. Komunikasi akan menjadi sarana untuk pemecahan masalah. Tidak adanya komunikasi dalam memecahkan masalah, akan membuat anggota keluarga mencari orang lain sebagai tempat bercerita, sehingga ini akan memicu terjadinya hubungan berisiko. Hubungan tidak bermakna antara komunikasi sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0,794) bukan berarti komunikasi tidak penting. Justru ini juga penentu bertahannya suatu keluarga ditengah rentannya kehidupan berumah tangga dengan segala macam masalah yang ada. Memberi sentuhan dan pelukan dengan pasangan diyakini mampu membuat bertahannya suatu hubungan untuk tetap saling setia, sebagai upaya mencegah masuknya HIV/AIDS. c. Waktu kebersamaan Nilai terendah ditemukan pada kebiasaan makan/nonton bersama, dimana baru 59,7% yang selalu melakukannya. Kebiasaan makan/nonton bersama dapat memberikan kesempatan pada orang tua untuk lebih bisa memantau aktivitas anaknya, karena disaat makan/nonton bersama, akan terjadi komunikasi yang memberi peluang anggota keluarga saling berdiskusi dan bercerita tentang aktivitas maupun masalah yang dihadapinya. Patiha (2008) menyatakan bahwa keluarga sebaiknya sebisa mungkin melakukan kegiatan bersama-sama setiap hari. Semakin sedikit waktu yang dimiliki keluarga melakukan aktivitas bersama, maka semakin sedikit pula angota keluarga tersebut saling mengenal satu sama lain.
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
16
Hubungan yang tidak bermakna juga ditemukan dalam komponen waktu kebersamaan ini (p value 0,236). Ini mungkin dapat disebabkan karena mengubah kebiasaan keluarga bukanlah hal yang mudah, ditengah rutinitas dan kesibukan yang sudah berjalan. Diperlukan pengaturan waktu dan penyusunan jadual bersama agar dapat mencapainya. Dapat dilihat besarnya pengaruh waktu kebersamaan terhadap pola interaksi dalam keluarga, baik dalam pola komunikasi maupun hubungan psikologis sesama anggota keluarga. d. Adaptasi Nilai terendah ditemukan pada konflik dengan suami enam bulan terakhir (44,6%). Artinya lebih dari separuh responden mengakui terjadi konflik dengan suaminya dalam enam bulan terkahir. Takariawan (2012) menyatakan bahwa kehidupan berkeluarga tidak pernah luput dari masalah. Namun terdapat perbedaan dalam bersikap dan keluar dari masalah tersebut. Ada yang memiliki sikap positif, sehingga mampu menjadikan masalah sebagai pembaharu cinta kasih dalam keluarga sehingga mudah mengurai permasalahan. Namun ada juga yang memandangnya secara negatif, sehingga sulit mencari penyelesaiannya. Hubungan yang bermakna ditemukan dalam komponen adaptasi sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0,030). Disinilah pentingnya adaptasi dalam keluarga, konflik yang mungkin muncul dari pembagian peran yang tidak jelas, masalah ekonomi, masalah anak, masalah dengan saudara maupun kerabat, harus dapat disikapi secara bijak. Diperlukan kesabaran, koreksi diri, melihat masalah secara positif, tidak melibatkan pihak luar, dan mau saling memaafkan agar konflik tidak berubah menjadi peluang perselingkuhan, yang akan menjadi pintu masuk HIV/AIDS. e. Pencapaian tujuan Sebanyak 63,3% responden menyatakan memiliki cita-cita/tujuan keluarga yang disepakati bersama serta menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan. Hubungan yang tidak bermakna juga ditemukan dalam komponen pencapaian tujuan ini (p value 0,675). Talcott yang dikutip dari Sunarti (2001) menyebutkan bahwa pencapaian tujuan merupakan poin kedua dalam teorinya AGIL (Adaptation, Goal attainment, Latency, Integration) yang diperlukan dalam keberlangsungan keluarga. Pentingnya menyepakati tujuan bersama supaya keluarga memiliki satu visi yang sama, agar dalam setiap langkah kehidupan masing-masing anggota selalu berpedoman pada tujuan tersebut. Tujuan yang telah disepakati bersama akan membuat keluarga memiliki arah, target yang jelas, serta motivasi yang akan membuat keluarga tersebut bergerak sesuai dengan arah yang telah ditentukannya.
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
17
f. Pemenuhan ekonomi Nilai terendah ditemukan pada kemampuan memenuhi kebutuhan hidup (44,6%) dan lebih sepertiga (38,1%) responden mengaku keuangan/karir lebih penting daripada menjadi ibu rumah tangga. Muninjaya (1998), menyatakan bahwa faktor risiko penularan HIV/AIDS salah satunya adalah kemiskinan ekonomi, karena hal ini akan mendorong masyarakat “serba boleh” (permissive society) terutama dibidang seksual. Ditambahkan oleh Hawari (2006) bahwa tingginya penularan HIV/AIDS salah satunya disebabkan karena perubahan pola hidup sederhana dan produktif menjadi pola hidup mewah dan konsumtif. Hal lain yang terkait pemenuhan ekonomi adalah tuntutan biaya hidup yang tinggi turut mendorong ibu menjadi pencari nafkah tambahan. Sedangkan bagi keluarga yang mampu, kesibukan/ambisi karir menjadi alasan yang membuat keluarga menjadi kurang diperhatikan. Hubungan yang bermakna ditemukan dalam komponen pemenuhan ekonomi sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0,027). Sesuai teori Scanzoni (1971) yang dikutip dari Sunarti (2001) yang menyebutkan salah satu unsur/komponen yang membangun ketahanan keluarga adalah kemampuan menyediakan sumber daya pendidikan, sosial, dan ekonomi bagi anak. Pentingnya pemenuhan ekonomi dalam membentuk ketahanan keluarga menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan berkeluarga. Diperlukan kesadaran dalam memaknai peran sehingga tuntutan ekonomi tidak menjadi alasan terabaikannya keluarga. Memanfaatkan waktu secara berkualitas diperlukan oleh semua anggota keluarga sehingga mampu mengimbangi dengan perhatian/kasih sayang untuk keluarga. g. Dorongan berprestasi Nilai terendah terdapat pada memberikan semangat berprestasi sebesar 32,4%. Hubungan yang tidak bermakna ditemukan dalam komponen dorongan berprestasi sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0,151). Krysan dan Zill (1990) yang dikutip dari Sunarti (2001) menyatakan bahwa dorongan berprestasi adalah salah satu unsur/komponen ketahanan keluarga. Memberi dorongan berprestasi, baik dalam bentuk memberi hadiah maupun hanya sekedar ucapan, masih tergolong sedikit dilakukan dalam keluarga. Ini berhubungan dengan sikap menghargai atas suatu prestasi yang telah diraih. Jika dalam keluarga, ada dorongan berprestasi tentu akan muncul perasaan diperhatikan dan disayangi. h. Hubungan sosial Nilai terendah pada komponen ini terdapat pada hubungan sosial dengan tetangga (42,4%). Hubungan yang tidak bermakna ditemukan dalam komponen hubungan sosial sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0,486). Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
18
Sejalan dengan Hawari (2006), bahwa tingginya penularan HIV/AIDS salah satu penyebabnya adalah perubahan sosial dimasyarakat dari pola hidup masyarakat yang sosial menjadi individual. Soekanto (2012) juga menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar proses sosial. Ditengah kehidupan masyarakat yang terlalu sibuk untuk memenuhi kebutuhan hidup, interaksi sosial menjadi ikut berkurang sehingga kontrol sosial terhadap perilaku menyimpang disekitarnya menjadi berkurang. Secara keseluruhan, ketahanan keluarga sebelum dan sesudah penyuluhan menunjukkan hubungan yang bermakna (p value 0,002), namun secara substansi tidak terjadi kenaikan yang berarti karena hanya naik 1,25%. Ini mungkin dapat disebabkan karena sudah tingginya nilai ketahanan keluarga sebelum penyuluhan (81,1%), juga mungkin dapat disebabkan karena perubahan ketahanan keluarga bukan hal yang mudah karena terkait perilaku, juga keterbatasan waktu dalam memberi penyuluhan. Dikutip dari surat kabar Riau Pos, Sekretaris KPA Kota Pekanbaru, Supriyanto (2013), menyatakan bahwa fenomena yang menjadi perhatian saat ini salah satunya adalah seks bebas, yang terjadi pada kalangan pejabat politik. Suap berupa layanan seks menjadi salah satu bukti bahwa seks bebas sudah menjadi tradisi. Karena ketika tradisi seks bebas ini sudah masuk kedalam kalangan yang memiliki pengetahuan tinggi, tentu tidak bisa kita katakana hanya pengetahuan yang menjadi penyebabnya. Bahwa ada ruang kosong yang tidak menjembatani antara tingginya tingkat intelektualitas dengan perilaku yang positif, bisa jadi rendahnya ketahanan keluarga menjadi salah satu jawabannya. Diperlukan upaya bersama dalam keluarga dalam menciptakan suatu hubungan yang aman dan nyaman dengan berlandaskan agama yang kuat, sehingga mampu mewujudkan ketahanan keluarga yang tinggi. KESIMPULAN Pengetahuan responden sebelum penyuluhan 55,4%, ini berarti sebagian responden belum memiliki pemahaman yang utuh tentang HIV/AIDS dan fungsi keluarga, terutama pengetahuan tentang waktu munculnya gejala AIDS serta tanda/gejala AIDS. Peningkatan pengetahuan sesudah penyuluhan menjadi 77,1% menunjukkan bahwa dengan pemberian informasi melalui penyuluhan telah mampu meningkatkan pengetahuan responden secara bermakna (p value 0,001), dengan peningkatan sebesar 39,2%. Sikap responden sebelum penyuluhan 73,9%, ini berarti masih ada sebagian responden yang memiliki sikap negatif dalam pencegahan HIV/AIDS, terutama pada sikap menganggap Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
19
materi adalah hal terpenting dalam keluarga serta sikap menganggap hanya pekerja seks saja yang dapat tertular AIDS. Peningkatan sikap sesudah penyuluhan menjadi 81,9% menunjukkan bahwa dengan meningkatnya pengetahuan telah mampu meningkatkan sikap responden secara bermakna (p value 0,001), dengan kenaikan sebesar 10,9%. Ketahanan keluarga responden sebelum penyuluhan 81,1%, ini berarti bahwa ketahanan keluarga responden sudah cukup tinggi sehingga hanya terdapat sedikit kenaikan sesudah diberi penyuluhan menjadi 82,1%. Dari delapan komponen yang membangun ketahanan keluarga ditemukan komponen dengan nilai terendah yaitu orientasi agama dan komunikasi. Meskipun secara keseluruhan terlihat hubungan yang bermakna antara ketahanan keluarga sebelum dan sesudah penyuluhan (p value 0.002) namun secara substansi tidak menunjukkan kenaikan yang berarti karena hanya meningkat 1,25%. SARAN 1. Bagi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru, diharapkan meningkatkan penyuluhan HIV/AIDS, tidak hanya terfokus pada populasi kunci/berisiko tetapi juga pada masyarakat umum secara berkala, melalui kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat seperti arisan, wirid, dasawisma, posyandu, dan sebagainya. 2. Bagi Kementrian Agama dan MUI, diharapkan memasukkan isu ketahanan keluarga terhadap HIV/AIDS ini sebagai salah satu isu yang dibahas dalam kajian-kajian agama. 3. Bagi Badan Pemberdayaan Perempuan, Masyarakat dan Keluarga Berencana, diharapkan dapat memberikan penyuluhan terkait ketahanan keluarga pada ibu rumah tangga yang disisipkan dalam kegiatan-kegiatan yang sudah ada di masyarakat seperti arisan dan posyandu. 4. Bagi peneliti selanjutnya a) Diharapkan bisa melakukan evaluasi dengan jarak waktu yang lebih panjang untuk mengukur perubahan sikap dan ketahanan keluarga responden sesudah penyuluhan. b) Meneliti ketahanan keluarga dari sudut pandang suami sebagai orang yang disebut bertanggung jawab terhadap tingginya kasus HIV/AIDS dikalangan ibu rumah tangga dan bayi baru lahir.
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013
20
KEPUSTAKAAN Alqur’an dan Hadist, Pustaka Alfatih Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2001, Pedoman penanggulangan HIV/AIDS melalui peningkatan ketahanan keluarga, Jakarta: Badan Koordinasi keluarga Berencana Nasional Hakim, Imran Abdul, Pengetahuan masyarakat Sumatra Selatan tentang HIV/AIDS (analisis data SDKI 1994, 1997, 2002-2003). Jurnal Pembangunan Manusia Hawari, Dadang, 2006, Global effect HIV/AIDS dimensi psikoreligi, Jakarta: Balai Penerbit FKUI Kemenkes RI, 2011, Rencana operasional promosi kesehatan dalam pengendalian HIVAIDS, Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Kementrian Kesehatan RI KPA Kota Pekanbaru, 2012, Laporan tahunan KPA Kota Pekanbaru 2012, Pekanbaru KPAN, 2012, Laporan HIV/AIDS triwulan II, Jakarta Mengenal dan menanggulangi HIV/AIDS, infeksi menlar seksual dan narkoba Lubis, Andi Ilham, 2005, Hubungan antara keterpajanan media komunikasi massa dengan pengetahuan ibu tentang HIV/AIDS di Provinsi Sumatra Utara (analisis data SDKI 2002-2003), [tesis]. Program pascasarjana Universitas Indonesia, Depok Muma, Richard D. et al., 1997, HIV: Manual untuk tenaga kesehatan, Jakarta: EGC Muninjaya, A. A. Gde, 1999, AIDS di Indonesia: masalah dan kebijakan penanggulangannya, Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pendidikan dan perilaku kesehatan, Jakarta: Rineka cipta 2007, Promosi kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta: Rineka cipta 2010 b, Promosi kesehatan: teori dan aplikasi, Jakarta: Rineka cipta Openshaw, Kristi P., 2011, A dissertation submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctorate of Philosophy in Disability Disciplines: The relationship between family functioning, Family resilience, and quality of life among Vocational rehabilitation clients, Utah State University Logan, Utah. Diunduh 16/12/12 pkl 15.05 wib http://digitalcommons.usu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=2084&context=etd Patiha, Titi, 2008, Buku pintar keluarga: kesehatan, keharmonisan, kebahagiaan, Yogyakarta: Arti Bumi Intaran Riau Pos, Surat Kabar, (26) Februari 2013, Narkoba, seks bebas dan AIDS Soekanto, Soerjono, 2012, Sosiologi suatu pengantar, Jakarta: Rajawali Pers Sugito, 1994, Hubungan pengetahuan pada karakteristik sosial dengan persepsi ibu terhadap risiko tertular AIDS (analisis data SDKI 1994), [tesis]. Program pascasarjana Universitas Indonesia, Depok Sunarti, Euis, 2001 a, Ketahanan keluarga: lingkup, komponen, dan indikator. Disampaikan pada: semiloka pengembangan program pemberdayaan dan ketahanan keluarga BKKBN Juli 2011 2001 b, Studi ketahanan keluarga dan ukurannya: telaah kasus pengaruhnya terhadap kulitas kehamilan, [disertasi]. Program pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Takariawan, Cahyadi, 2012, Wonderful family: merajut keindahan keluarga, Solo: PT Era Adicitra Intermedia Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga. Diunduh 07/12/12 pkl 20.20 wib http://www.hsph.harvard.edu/population/policies/indonesia.population09.pdf WHO, 2011, Global summary of the AIDS epidemic. Diunduh 29/9/2011 pkl 20.45 wib http://www.who.int/gho/hiv/epidemic_status/en/index.html
Universitas Indonesia
Pengaruh penyuluhan..., Lubis, Suciati, FKM UI, 2013