Ahmad Faizin Karimi |
i
ii
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Ahmad Faizin Karimi
SIAPAPUN BISA MENERBITKAN BUKU
SMA Muhammadiyah 1 Gresik 2012 Ahmad Faizin Karimi |
iii
SIAPAPUN BISA MENERBITKAN BUKU; Rahasia Membuat Buku Mulai Mencari Ide, Menulis, Hingga Menerbitkan. Oleh: Ahmad Faizin Karimi Cetakan pertama: September 2012 Hak cipta © 2012 pada penulis Desain & Layout: Tim desain MUHIPress Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penulis. ISBN: 978-602-19820-9-9 Penerbit: MUHI Press Lembaga Penerbitan SMA Muhammadiyah 1 Gresik Jl. KH. Kholil 90 Gresik 61115 Telp. 031-3981310 Fax 031-3991342 www.smam1gresik.sch.id
iv
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW. Tradisi baca-tulis di lingkungan pendidikan dirasa banyak pihak masih sangat minim. Lembaga pendidikan yang semestinya menjadi tempat persemaian ilmu pengetahuan malah jauh dari tradisi keilmuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan perlu ditopang dengan budaya literasi yang tinggi agar bisa berkembang dengan baik. Barangkali salah satu kelemahan dunia pendidikan kita adalah lemahnya budaya literasi itu. Penulis merasa bersyukur bisa ikut memberikan sumbang pikir tentang bagaimana membangun kembali budaya literasi itu secara nyata melalui pembimbingan kepada siswa-siswi dalam keterampilan tulis-menulis. Buku ini disusun untuk memperkaya khasanah pengetahuan dan diharapkan memberikan pemahaman kepada semua orang yang ingin mengembangkan diri melalui belajar membuat buku. Selama ini buku-buku panduan mengenai dunia penerbitan buku dirasa masih kurang. Kalaupun ada biasanya mencakup tema-tema parsial yang kurang menyeluruh. Buku ini mencoba menambal cela itu dengan menghadirkan pembahasan mengenai seluk-beluk dunia tulis-menulis dan proses penerbitan buku mulai dari mencari ide hingga mendistribusikan, mulai dari aspek motivasi hingga aspek teknis. Penulis merasa perlu berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya buku ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Para siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 1 Gresik yang telah memberi ide penulis untuk menyusun buku ini. Pimpinan sekolah yang memberikan dukungan secara struktural. Rekanrekan pengajar SMA Muhammadiyah 1 Gresik yang kini mulai Ahmad Faizin Karimi |
v
bermetamorfosa menjadi pembelajar sejati dengan menjadi penulis: Choiruz Zimam (penulis tema sosial-politik), Mustakim (penulis tema sejarah kaliber nasional), Dewi Musdalifah (penulis tema sastra), Lenon Machalli (penyair & penulis puisi), Nur Hidajati (penulis feminis), Uripan Nada (penulis tema pendidikan), Taufiqullah Ahmady (penulis tema keagamaan), Ainul Muttaqin (penulis tema lingkungan), Enik Marweni (penulis tema ekonomi), dan guru-penulis lain yang tidak bisa disebutkan semua disini. Terakhir kepada keluarga tercinta yang ikhlas memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan setiap halaman buku ini. Kalian adalah anugerah Tuhan yang tidak ternilai. Akhir kata, penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan buku ini di masa mendatang.
Gresik, September 2012.
Penulis
vi
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................. vii Daftar Isi ......................................................... ix BAGIAN 1. PENDAHULUAN Membuat buku itu ............................................... 2 Siapa saja bisa membuat buku? ............................... 7 Tiga aturan perubahan; petunjuk menggunakan buku ini . 10 Pengertian membuat buku ..................................... 13 BAGIAN 2. MEMBUAT BUKU ITU MENGUNTUNGKAN DAN MENYENANGKAN Keuntungan membuat buku .................................... 16 Keuntungan pribadi ............................................ 16 Keuntungan organisasional ..................................... 25 Keuntungan kolektif............................................. 26 Kesenangan (dalam) membuat buku .......................... 28 BAGIAN 3. MEMBUAT BUKU ITU GAMPANG Menentukan jenis dan topik tulisan ........................... 34 Membuat kerangka buku ....................................... 41 Mencari sumber data dan bahan buku ........................ 45 Mulai menulis bab per bab ..................................... 51 Menentukan judul buku......................................... 59 Mengevaluasi draft buku ....................................... 64 Mengirim ke penerbit .......................................... 67 Mengatur tata letak ............................................. 77 Menentukan perwajahan sampul .............................. 82 Mendaftarkan ISBN/KDT ........................................ 85 Mencetak buku ................................................... 88 Mendistribusikan buku .......................................... 91 BAGIAN 4. TIPS MENULIS BERDASARKAN JENIS BUKU Buku cerpen dan novel ......................................... 102 Buku antologi puisi .............................................. 108 Buku kumpulan opini/artikel .................................. 111 Menulis buku panduan .......................................... 113 Ahmad Faizin Karimi |
vii
Menulis Menulis Menulis Menulis Menulis
buku buku buku buku buku
ajar................................................ 116 catatan perjalanan.............................. 121 humor ............................................. 124 keagamaan ....................................... 128 komik ............................................. 131
BAGIAN 5. EPILOG Literasi dan masa sejarah kita ................................. 136 Tradisi literasi Indonesia ....................................... 139 Lemahnya tradisi literasi di lembaga pendidikan ........... 140 BAGIAN 6. LAMPIRAN Bagan proses penerbitan buku ................................. 146 Contoh cara menggali ide buku ............................... 147 Instrumen pengawasan kemajuan ............................. 148 Daftar isi ......................................................... 149 Biodata penulis .................................................. 150 Kupon gratis menerbitkan buku tanpa tolak ................. 151
viii
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Kupersembahkan buku ini untuk: Pada idealis yang mencari ilmu dengan menulis…
& Shadr al-Din Muhammad al-Shirazy, Ahdan Ahnaf Abqary, dan Nuzulia el-Barkati… Yang melalui mereka, Tuhan banyak memberiku petunjuk
Ahmad Faizin Karimi |
ix
x |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
BAGIAN I. PROLOG
Ahmad Faizin Karimi |
1
Membuat Buku Itu… Bagaimana sih cara membuat buku itu? Mengapa kita diajari membuat buku? Saya kan masih belum pandai, apa bisa membuat buku? Bagaimana kalau nanti buku saya jelek, atau yang saya tulis salah? Saya rasa saya tidak bisa membuat buku! Kalau sudah jadi bukunya dikirim ke mana? Apa ada yang mau menerbitkan buku saya? Apa ada yang mau membaca buku saya? Membuat buku itu mudah? Jawabannya bisa iya bisa tidak, bergantung kepada siapa kita bertanya. Bagi orang-orang yang sudah terbiasa, membuat buku itu sangat mudah. Bahkan membuat buku bagi mereka seakan-akan semudah membalikkan telapak tangan. Tapi bagi sebagian yang lain yang belum memahami seluk-beluk pembuatan buku, membuat buku itu sulit, bahkan dirasa tidak mungkin. Berbagai pertanyaan besar membingungkan mereka yang belum memahami seluk beluk pembuatan buku. Daftar pertanyaan di atas adalah sebagian dari pertanyaan yang dilontarkan kepada saya baik oleh siswa-siswi yang saya bimbing dalam life-skill “Menerbitkan Buku” di sekolah inovatif SMA Muhammadiyah 1 Gresik, maupun teman-teman sesama tenaga pendidik.
2 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Sama seperti hal-hal yang lain: memasak, menjahit, melukis, bernyanyi, bermain sepak bola, hal-hal yang abstrak seperti membina rumah tangga atau beragama, membuat buku itu menjadi mudah dan menyenangkan jika kita sudah menyelaminya serta mengerti selukbeluknya. Buku ini saya tulis Membuat buku untuk sharing of knowledge, berbagi pengetahuan dalam itu menjadi mudah membuat buku. Mulai dari dan proses menentukan ide, merancang, melengkapi, menyenangkan menyempurnakan, hingga penerbitannya. Namun sebelumnya, karena terlanjur daftar pertanyaan di atas saya tulis, maka ada baiknya kita menguraikan satu-persatu jawaban pertanyaan itu. Siapa tahu anda juga menanyakannya, iya kan?!
jika kita sudah menyelaminya serta mengerti seluk-beluknya
Bagaimana sih cara membuat buku itu? Tidak ada cara baku dalam membuat buku. Setiap orang boleh jadi memiliki cara sendiri yang unik dalam membuat buku. Mungkin pertanyaan yang lebih tepat adalah tahapan apa yang harus kita tempuh dalam membuat buku. Secara umum tahapan membuat buku bisa dibagi menjadi tiga bagian: persiapan, proses penulisan, dan penyelesaian.
Ahmad Faizin Karimi |
3
Tahap persiapan berisi proses semacam pencarian ide, penentuan topik, penggalian data awal, dan penentuan pangsa pembaca. Tahapan proses penulisan diawali dengan pembuatan kerangka karangan, melengkapi tulisan, menyempurnakan tulisan, membuat judul, dan kelengkapan lain (komentar, kata pengantar, dll). Tahapan penyelesaian biasanya dilakukan oleh pihak penerbit, atau juga dilakukan penulis jika yang dipilih adalah penerbitan indie (menerbitkan sendiri/self publishing). Termasuk proses dalam tahapan ini adalah tata letak (lay-out), perwajahan (desain), pencetakan, dan pemasaran. Detail dari beberapa proses tersebut akan kita bahas dalam bagian selanjutnya dalam buku ini, oke? Mengapa kita diajari membuat buku? Karena akan ada banyak manfaat yang akan kamu dapatkan melalui pembuatan buku. Baik secara personal (manfaat individual), kelembagaan, maupun komunal (manfaat untuk orang banyak). Sama seperti jenis keterampilan yang lain, membuat buku merupakan keterampilan yang bisa dijadikan alat untuk mengembangkan diri atau bertahan hidup atau sebagai pekerjaan. Saya kan masih belum pandai, apa bisa membuat buku? Bisa! Tidak ada yang tidak bisa membuat buku. Semua orang—asalkan memiliki kemauan—bisa membuat buku. Coba ingat kembali saat kita berada di toko buku, perhatikan jenis-jenis buku yang dijual di sana. Pasti ada jenis-jenis buku tertentu yang kamu kuasai topiknya (meskipun belum seberapa). Mulailah membuat buku dari topik-topik yang kamu kuasai, dengan
4 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
berkembangnya waktu maka jenis topik yang bisa kamu jadikan buku akan semakin banyak. Bagaimana kalau nanti buku saya jelek, atau yang saya tulis salah? Kamu harus mengingat ini: Pada dasarnya tidak ada buku yang jelek, yang jelek adalah yang tidak membuat buku. Tidak ada buku yang salah, yang salah adalah yang tidak membuat buku. Lebih tepat jika dikatakan buku kita ―belum sempurna‖, tapi toh kesempurnaan itu hanya milik Tuhan Yang Maha Sempurna, dan kita akan semakin mendekati kesempurnaan itu hanya dan jika hanya kita belajar terus-menerus. Semakin banyak buku yang telah kita tulis, maka semakin mudah bagi kita menyempurnakan apa yang kita buat. Semakin banyak buku yang kita buat, semakin tahu kita apa yang kurang. Cara untuk bisa membuat buku yang baik hanya satu: terus-menerus membuatnya! Saya rasa saya tidak bisa membuat buku! Sekali lagi: Tidak ada yang tidak bisa membuat buku. Seringkali apa yang kita katakan tidak bisa itu hanya karena kita tidak paham. Jadi pertanyaan sesungguhnya yang ingin kamu tanyakan mungkin ―Saya rasa saya tidak paham membuat buku‖. Oke, kita akan berusaha bersama-sama memahami cara-cara membuat buku. Tetaplah berusaha membaca buku ini sampai selesai. Kalau sudah jadi bukunya dikirim ke mana? Ini pertanyaan kurang kerjaan jika kita belum memiliki buku yang siap dikirim. Pertanyaan ini bisa membuat
Ahmad Faizin Karimi |
5
kita kehilangan motivasi menulis karena khawatir karya kita tidak ada yang mengapresiasi. Oke, misalnya kamu sudah punya draft buku yang siap dicetak dan kamu mengajukan pertanyaan ini. Jawabannya: (draft) buku itu bisa kamu kirim ke penerbit. Ada banyak penerbit yang bisa kita coba kirimi. Uraian selanjutnya terkait pertanyaan berikut. Apa ada yang mau menerbitkan buku saya? Pasti ada! Dunia penerbitan buku sekarang berbeda dengan penerbitan dulu. Sekarang ini tidak ada buku yang tidak bisa diterbitkan. Banyak mekanisme dan pola kerjasama yang bisa kita coba agar buku kita bisa diterbitkan. Bagi penerbit-penerbit besar yang menerapkan seleksi ketat dengan pola kerjasama royalti atau beli-putus mungkin mereka menolak buku kita, tapi ini bukan berarti buku kita tidak layak terbit. Betapa banyak buku yang akhirnya Best Seller pada awalnya ditolak dimana-mana, contoh yang paling fenomenal adalah novel serial Harry Potter karya JK Rowling. Meski berkali-kali ditolak oleh penerbit, pada akhirnya novel Harry Potter menjadi International Best Seller, diangkat ke layar lebar dan menjadikan JK Rowling salah satu penulis terkaya di dunia. Kalaupun misalnya sudah kita tawarkan ke penerbitpenerbit besar tapi tidak ada yang berminat menerbitkan buku kita. Kita bisa mencoba pola lain, yakni indie publishing/self publishing. Banyak penerbit indie yang pasti mau menerbitkan buku kita asalkan kita membantu pendanaan cetaknya. Atau jika dengan pola semacam itu kita masih kesulitan karena minimnya dana yang kita miliki, kita bisa
6 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
menggunakan sistem POD (publish on demand) yakni kita mencetak buku dengan jumlah terbatas, kita jual secara direct selling (penjualan langsung) ke temanteman kita. Apa ada yang mau membaca buku saya? Pasti ada! Kita tidaklah sendirian dalam menyukai sesuai, ada banyak orang yang memiliki kesamaan minat dengan kita. Jadi akan banyak orang yang sudi membaca buku kita. Ingat, buku itu tidak hanya untuk kita jual, tapi juga bisa sebagai souvenir atau kenang-kenangan kita kepada sahabat/ keluarga. Jika kita memberi sahabat kita kenang-kenangan berupa buku karya kita, mereka akan sangat menyukainya dan tentu akan membacanya.
Siapa Saja Bisa Membuat Buku? Betul, siapa saja bisa membuat buku. Bukan hanya para pujangga yang bisa membuat buku sastra, bukan hanya para ilmuwan yang bisa membuat buku pengetahuan, bukan hanya para pelukis yang bisa membuat buku bergambar, bukan hanya koki yang bisa membuat buku kuliner, juga bukan hanya para ulama yang bisa membuat buku agama. Siapa pun, asal punya kemauan pasti bisa membuat buku! Saya tidak sedang mengada-ada. Jika ada yang bilang bahwa kamu tidak bisa membuat buku, maka bisa dipastikan ia sedang berbohong. Banyak diantara siswa yang saya dampingi dalam pelajaran life-skill “Menerbitkan Buku” di sekolah inovatif SMA Muhammadiyah 1 Gresik yang pada awalnya kesulitan mencari inspirasi atau ide buku yang akan mereka tulis. Tapi setelah saya dampingi, pada akhirnya mereka
Ahmad Faizin Karimi |
7
menyadari potensi diri mereka pada topik-topik tertentu yang bisa mereka tulis. Jika kamu suka menulis cerpen, tidak perlu susah-susah, kumpulkan semua cerpen yang sudah kamu tulis. Tinggal disatukan sudah bisa menjadi buku, yaitu buku kumpulan cerpen. Atau jika cerita yang kamu tulis cukup panjang, maka cerita itu bisa jadi buku novel.
Siapa pun, asal punya kemauan pasti bisa membuat buku!
Kalau kamu suka menulis puisi, maka kumpulkan saja puisi yang sudah kamu tulis. Itu sudah bisa menjadi buku Antologi Puisi.
Bagi kamu yang hobi menggambar, buatlah buku komik atau kumpulan gambar karikatur. Atau kamu juga bisa bekerja sama dengan temanmu yang penulis cerpen atau novel untuk membuatkan ilustrasi dari cerita mereka. Kamu juga bisa membuat buku panduan menggambar. Kamu yang hobi olahraga, misalnya sepakbola. Buatlah buku teknik bermain sepakbola yang baik. Atau kamu yang suka bermain bulutangkis, tulislah buku teknik bermain bulu tangkis. Buku-buku teknik permainan ini tidak harus sama dengan buku teori bermain yang umum, kamu bisa memodifikasinya sesuai pengalamanmu. Semakin unik jenis olahraga yang kamu tekuni, semakin unik pula buku yang bisa kamu hasilkan. Kamu memiliki minat memelihara binatang? Ndak usah terlalu muluk, buat saja buku pedoman memelihara
8 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
binatang. Kamu hobi masak? Buatlah buku kumpulan resep masakan. Agar tidak terkesan meniru-niru buatlah yang berbeda, misalnya modifikasi dari resep yang sudah ada. Atau kamu hobi fashion? Buat saja buku tentang fashion. Kamu sendiri bisa menjadi modelnya…cieehh Oke Kan! Buat kamu yang suka dengan pelajaran atau hal-hal yang berbau akademik, kamu bisa menulis buku terkait mata pelajaran yang kamu sukai. Misalnya kamu suka pelajaran Matematika, kamu bisa membuat buku ―Matematika dalam Islam‖, atau ―Cara Mudah Memahami Rumus Matematika‖. Misalnya kamu suka pelajaran Geografi, kamu bisa membuat buku ―TempatTempat Wisata Unik di Dunia‖, atau jika kamu suka pelajaran komputer, kamu bisa membuat buku ―Panduan Berkomputer dengan Aman dan Sehat‖. Jadi dengan menulis buku-buku terkait pelajaran yang kamu sukai, kamu akan semakin memahami materi-materi dalam pelajaran tersebut dan kamu semakin mencintai pelajaran itu. Kamu suka jalan-jalan dan petualangan (travelling and adventuring)? Kamu bisa menuliskan pengalamanpengalaman unik dan berkesan selama kamu menjalaninya. Bisa juga ditambah dengan tips-tips dalam mengunjungi tempat-tempat tertentu, atau pilihan-pilihan rute untuk sampai ke tempat tersebut. Kamu punya idola? Tulis saja buku biografi idola kamu itu. Mulai dari perjalanan hidupnya, karirnya, kumpulan foto-fotonya yang unik, prestasinya, sifatnya yang bisa ditiru dan yang tidak bisa ditiru. Kalau sudah jadi, kamu bisa meminta komentar langsung dari tokoh itu, bahkan bisa jadi dengan menulis biografi tokoh itu kamu bisa lebih dekat kepadanya.
Ahmad Faizin Karimi |
9
Bagi kamu yang sudah menempuh jenjang pendidikan perguruan tinggi, pasti kamu sudah memiliki karya tulis (paper, skripsi, tesis, atau disertasi). Itu adalah bahan yang sudah jadi—atau minimal, 75% jadi—yang bisa dijadikan buku. Intinya, kembali pada pernyataan diatas: siapa saja bisa membuat buku! Kalau kamu masih bingung mau menulis buku apa, mari berkorespondensi dengan saya. Saya percaya ada bagian dalam dirimu yang layak untuk ―dibagi‖ dengan orang lain. Kamu juga harus percaya!
Tiga Aturan Perubahan: Petunjuk Menggunakan Buku Ini Buku ini ditulis dengan pendekatan terpadu yang mengakomodasi kebutuhan rasional, emosional, dan praktikal. Tiga hal ini adalah elemen yang saling terkait dalam diri kita yang menentukan apakah kita melakukan sesuatu atau meninggalkannya, apakah kita berhasil membuat perubahan atau tidak. Kamu wajib membaca bagian ini untuk menyadari bagaimana perubahan dan kesuksesan itu bisa kita wujudkan. Saya harap anda membacanya dengan cermat. Psikolog University of Virginia Jonathan Haidt menggambarkan pertentangan emosional dan rasional manusia dengan analogi Gajah dan Pawang. Gajah adalah sisi emosional kita, Pawang adalah sisi Rasional kita. Dengan duduk di atas Gajah, Pawang memegang kendali. Namun keberhasilan Pawang mengendalikan Gajah tidak bisa dipastikan mengingat kekuatan Gajah
10 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
lebih besar dibandingkan dengan kekuatan Pawang. Jika Gajah (emosi) memiliki keinginan yang tidak sama dengan keinginan Pawang (rasio), maka yang menang adalah Gajah. Gajah (emosi) bukan lawan yang seimbang untuk Pawang (rasio). Kelemahan dari sang Gajah adalah ia malas dan sulit diatur. Emosi dan naluri kita lebih menyukai imbalan langsung, manfaat jangka pendek, kesenangan, kegembiraan. Intinya hal-hal yang berdampak langsung kita rasakan manfaatnya. Hasrat sang Gajah ini berseberangan dengan keinginan sang Pawang. Rasionalitas kita menyukai manfaat jangka panjang, sesuatu yang terencana dan Kita bisa melampaui waktu sekarang. Kapanpun Gajah berseberangan keinginan dengan Pawang, Gajah yang akan menang. Saat kita lebih memilih malas belajar (keinginan Gajah) daripada berusaha keras agar lebih pandai di masa mendatang (keinginan Pawang) itulah saat sang Gajah menang. Saat kita lebih memilih duduk nonton televisi sambil nyemil (keinginan Gajah) daripada olahraga agar lebih sehat di masa mendatang (keinginan Pawang), saat itulah Gajah menang.
mengidentifikasi tiga elemen penting dalam membuat perubahan atau melakukan sesuatu: emosional, rasional, dan teknik (cara)
Ahmad Faizin Karimi |
11
Apabila kita ingin mengubah, mencapai, atau mendapatkan sesuatu. Keduanya—sang Gajah dan Pawang—harus sepaham. Pawang menyediakan perencanaan dan arah, sedangkan Gajah menyediakan energi/ motivasi. Pawang tanpa Gajah ibarat perencanaan tanpa motivasi, sebaliknya Gajah tanpa Pawang ibarat keinginan tanpa tujuan. Jika Gajah dan Pawang sudah bersatu, tinggal satu lagi yang kita perlukan: jalan yang baik. Meski Gajah dan Pawang bersatu, namun jika untuk mencapai tempat tujuan tidak tersedia jalan yang baik maka dipastikan mereka akan kesulitan mencapai tujuan itu. Jalan yang baik adalah ―teknik/ atau cara yang harus kita ketahui‖. Sehingga kita bisa mengidentifikasi tiga elemen penting dalam membuat perubahan atau melakukan sesuatu: emosional, rasional, dan teknik (cara). Dari analogi tentang Gajah dan Pawang ini, Chip & Dan Heath merumuskan tiga hukum perubahan, yakni: pertama, terkait rasionalitas (Pawang) yakni bahwa ―Kendali diri adalah sumber yang dapat habis‖. Pawang bisa kehabisan tenaga dalam mengendalikan Gajah, karenanya ia harus menda-patkan pasokan energi. Saya menyebut pasokan energi rasionalitas ini dengan sebutan ―keuntungan‖. Kedua, terkait emosionalitas (Gajah) yakni bahwa ―Yang tampak seperti keengganan (laziness) sering kali adalah terkurasnya daya (exhaustion)‖. Gajah juga harus diberi arah agar energinya digunakan untuk mendukung perubahan positif yang kita inginkan, saya menyebut pasokan energi emosionalitas ini dengan sebutan ―kesenangan‖. Ketiga, terkait Teknik/Cara (Jalan) yakni bahwa ―Yang tampak seperti hambatan seringkali sesungguhnya
12 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
adalah ketidakjelasan‖. Gajah dan Pawang harus disediakan jalan yang mudah agar cepat dan tidak kesulitan mencapai tujuan. Saya menyebut bantuan teknik ini dengan sebutan ―kemudahan‖. Bagian II buku ini mencakup cara-cara untuk mengarahkan agar rasionalitas kita memahami ―keuntungan‖ dari membuat buku. Juga mencakup caracara untuk mengarahkan agar emosionalitas kita menyadari ―kesenangan‖ membuat buku. Bagian III buku ini mencakup cara-cara untuk memberikan jalan agar pembuatan buku itu bisa ―mudah‖. Bagian IV merupakan pengembangan dari bagian III dengan penekanan pada tips-tips menulis buku berdasarkan kategori atau jenis bukunya. Buku ini ditutup dengan beberapa tulisan pada bagian V seputar dunia tulis-menulis. Ada beberapa lampiran pada Bagian VI. Kamu tidak harus membaca bagian-bagian itu secara berurutan. Kamu bisa membaca bagian yang kamu rasa paling kamu butuhkan terlebih dahulu. Bahkan kamu boleh membaca topik-topik tertentu saja jika kamu sudah cukup terbiasa dalam menulis buku.
Pengertian Membuat Buku Oke! Kini kita telah memahami struktur buku ini. Selanjutnya yang perlu dipahami adalah jika kamu temukan kata ―menulis‖ atau ―menulis buku‖, yang saya maksudkan adalah ―membuat buku‖, jadi buku yang kita buat ada kemungkinan tidak ada tulisannya (baca: abjad) sama sekali, misalnya buku kumpulan sketsa. Atau buku dengan komposisi gambar lebih dominan dari tulisan, misalnya buku komik.
Ahmad Faizin Karimi |
13
Sehingga ―menulis‖ dalam buku ini diartikan sebagai ―menuangkan‖ gagasan pikiran dalam bentuk simbolsimbol visual, entah itu teks atau gambar. Dan kita siap untuk membaca bagian selanjutnya!
14 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
BAGIAN II. MEMBUAT BUKU ITU MENGUNTUNGKAN & MENYENANGKAN
Ahmad Faizin Karimi |
15
Keuntungan Membuat Buku Banyak sekali manfaat yang bisa kita dapatkan jika kita menulis. Hernowo, motivator membaca-menulis yang terkenal itu menguraikan beberapa manfaat menulis, diantaranya: membuat pikiran kita lebih tertata tentang topik yang kita tulis, membuat kita bisa merumuskan keadaan diri, mengikat dan mengonstruksi gagasan, mengefektifkan atau membuat kita memiliki sugesti (keyakinan/ pengaruh) positif, membuat kita semakin pandai memahami sesuatu (menajamkan pemahaman), meningkatkan daya ingat, membuat kita lebih mengenali diri kita sendiri, mengalirkan diri, membuang kotoran diri, merekam momen mengesankan yang kita alami, meninggalkan jejak pikiran yang sangat jelas, memfasihkan komunikasi, memperbanyak kosa-kata, membantu bekerjanya imajinasi, dan menyebarkan pengetahuan. Di sini saya mengklasifikasikan keuntungan yang kita dapatkan dari kegiatan menulis atau membuat buku itu dalam tiga ranah: keuntungan pribadi, keuntungan organisasional (kelembagaan) dan keuntungan kolektif. Kita akan menguraikannya satu-persatu.
Keuntungan Pribadi Bagian keuntungan membuat buku tentu saja paling besar dirasakan oleh penulis buku itu sendiri. Berbagai keuntungan pribadi akan didapatkan oleh seorang penulis buku, meski pada awalnya ia tidak terpikir untuk mencari keuntungan tersebut. Sejauh yang saya ketahui, tidak ada seorang penulis buku yang tidak
16 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
mendapatkan keuntungan dari buku yang ia tulis. Tidak ada penulis buku yang rugi karena telah membuat buku. Beberapa keuntungan pribadi yang bakal kita dapatkan jika kita menulis buku, diantaranya:
Mengembangkan Wawasan Ini pasti. Seorang penulis akan bertambah wawasannya setiap kali ia berhasil menyelesaikan bukunya. Mengapa ini bisa terjadi? Karena untuk menyelesaikan sebuah buku, ia harus berpikir, merenung, membaca, merumuskan ide-ide, menajamkan ide, hingga merealisasikan ide. Setiap kali seorang menyelesaikan sebuah buku, ia akan memiliki visi (pandangan) yang baru atau lebih sempurna mengenai topik yang ia tulis, bahkan jika sebelumnya ia tidak memahami topik itu. Misalnya saja kamu sebagai pelajar menulis buku tentang ―Tips Belajar Efektif‖. Pasti kamu akan berpikir tentang ―bagaimana belajar yang efektif‖, mengingat-ingat kembali pengalaman belajarmu yang efektif, membaca berbagai buku dan artikel tentang belajar efektif, membaca penelitian tentang beberapa jenis gaya belajar, bahkan mungkin mencoba beberapa gaya belajar yang disarankan dalam bukumu itu. Setelah bukumu selesai, dijamin kamu bakal memiliki segudang pengetahuan baru. Atau seorang pendidik yang membuat buku tentang— katakanlah—―Teknik Mengelola Kelas‖, maka ia akan berpikir, merenung, menganalisa pengalamannya
Ahmad Faizin Karimi |
17
mengajar selama ini, membaca berbagai buku dan artikel tentang pengelolaan kelas, hingga mencoba beberapa model pengelolaan kelas. Dari keseluruhan proses yang ia lakukan, ia akan memiliki pengetahuan dan pengalaman baru terkait pengelolaan kelas.
Setiap kali seorang menyelesaikan sebuah buku, ia akan memiliki visi (pandangan) yang baru atau lebih sempurna mengenai topik yang ia tulis
Dalam proses penulisan buku tersebut, penggalian data dipadu dengan pembuatan struktur tulisan tidak hanya berakibat pada terstrukturnya alur tulisan di buku, namun juga ―alur berpikir‖ penulis itu sendiri. Seorang penulis yang selesai mengerjakan sebuah buku akan memiliki ―pengetahuan yang lebih terstruktur‖ tentang topik yang ia tulis.
Ini sering saya alami sendiri. Dalam menyelesaikan bukubuku yang saya tulis, selalu saya temukan berbagai persoalan dan muncul aneka pertanyaan. Persoalan dan pertanyaan itu perlahanlahan terjawab dalam proses pencarian data dan bahan tulisan. Hal ini juga terjadi pada para mahasiswa yang menyelesaikan tugas akhirnya (skripsi, tesis, disertasi) dimana mereka akan semakin dalam wawasannya dalam topik yang mereka kaji sebagai tugas akhir tersebut. Semakin serius kita menggali data dan menuliskannya, semakin dalam wawasan kita terbentuk.
18 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Kamu boleh jadi memandang ini terlalu berlebihan. Tapi setelah kamu selesai membuat sebuah buku, kamu akan menyadari bahwa ini benar terjadi. Kecuali jika buku yang kamu tulis itu bukan atas usaha kamu sendiri.
Menumbuhkan Kepercayaan Diri Keuntungan kedua yang akan kita dapatkan secara pribadi jika kita berhasil membuat buku adalah tumbuhnya kepercayaan diri kita. Kepercayaan diri yang tumbuh ini bersifat general (umum) dan bukan spesifik. Maksud saya, apapun jenis buku yang berhasil kita buat, kepercayaan diri kita muncul dalam semua aspek tingkah laku, bukan hanya pada topik-topik yang kita tulis. Masalah kepercayaan diri adalah masalah umum yang menjangkiti sebagian besar orang. Masalah ini disebabkan karena terbentuknya persepsi di pikiran kita mengenai kekurangan diri. Kita semua pasti pernah mengalami kegagalan dalam mencapai prestasi. Kegagalan pencapaian prestasi itu membentuk persepsi bahwa kita tidak mampu. Pada umumnya kita akan menyalahkan diri kita atas apa yang tidak bisa kita dapatkan. Dengan menyelesaikan sebuah buku, kita meraih sebuah prestasi—apalagi jika buku kita itu pada akhirnya terdistribusi secara massal.
Ahmad Faizin Karimi |
19
Mengembangkan Karakter Positif Menyelesaikan sebuah buku bukanlah hal yang sulit, memang. Tapi juga bukan sebuah proses yang langsung jadi. Terdapat banyak tahapan yang akan mendewasakan kita. Kesabaran, ketekunan, disiplin, komitmen, pantang menyerah, rasa ingin tahu. Itu sebagian dari karakter-karakter yang kita asah sendiri dalam diri kita selama proses pengerjaan buku. Ketika kita tidak berhasil mengembangkan karakter positif ini, dijamin proses pengerjaan buku kita akan terhambat.
Menambah Portofolio Portofolio adalah kumpulan karya yang menunjukkan kinerja tertentu dari seseorang atau sebuah lembaga, yang disusun secara sistematis dalam sebuah folder tertentu. Portofolio digunakan sebagai alat untuk mengetahui usaha, perbaikan, proses, dan pencapaian apa saja yang dilakukan seseorang atau sebuah lembaga dari waktu ke waktu. Buku yang berhasil kita selesaikan kemudian diterbitkan bisa menambah portofolio kita. Misalnya kamu seorang pelajar. Biasanya untuk mendaftar ke perguruan tinggi ternama dibutuhkan daftar prestasi dan buktinya. Buku yang berhasil kamu terbitkan bisa menjadi bagian dari portofolio prestasi kamu agar pihak perguruan tinggi mempertimbangkan apakah menerima kamu atau tidak. Bagi seorang tenaga pendidik (guru), buku yang sudah diterbitkan akan meningkatkan citra terhadap
20 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
kompetensi sehingga ia dipandang lebih menguasai pelajaran yang ia ampu. Bagi seorang karyawan atau pencari kerja, buku yang sudah diterbitkan akan menambah citra diri sebagai pekerja yang benar-benar menguasai bidangnya. Atau paling tidak sebagai seorang pekerja produktif dan kreatif.
Menambah Penghasilan Jika buku yang kita buat bisa diterbitkan secara massal (terdistribusi secara luas) dan dijual kepada masyarakat umum, maka kita bisa mendapatkan tambahan penghasilan dari buku itu. Apalagi jika buku kita itu masuk dalam kategori penjualan buku laris (best seller), bisa dipastikan tambahan penghasilan itu akan mengalir lebih banyak ke kantong kita.
Banyak penulispenulis hebat yang memiliki pekerjaan lain selain membuat buku, meski pendapatan mereka dari menulis buku lebih banyak dari pendapatan bulanan dari pekerjaan mereka yang utama.
Membuat buku bisa menjadi pekerjaan alternatif. Kita tidak harus menjadi penulis buku ―full time‖. Banyak penulis-penulis hebat yang memiliki Ahmad Faizin Karimi |
21
pekerjaan lain selain membuat buku, meski pendapatan mereka dari menulis buku lebih banyak dari pendapatan bulanan dari pekerjaan mereka yang utama. Ini karena membuat buku bisa dilakukan di rumah atau di mana saja di luar jam kerja. Bagi kamu yang masih remaja atau bersekolah, jika buku kamu menjadi buku laris, itu merupakan sumber pendapatan bagimu yang lebih baik daripada menggantungkan diri pada uang saku yang diberikan orangtua, bukan? Meskipun membuat karya buku itu menguntungkan secara finansial, sebaiknya kita tidak money oriented dulu. Apalagi jika kita masih belajar. Sebagaimana tips dari Hilman Wijaya, penulis cerita Lupus bersama Boim Lebom, sebaiknya kita fokus membuat karya yang bagus saja. Jika karya kita bagus, buku kita pasti sukses. Kalau buku kita sukses (laris dan berkualitas) tentu uang akan datang sendiri kepada kita. Bahkan tidak mungkin akan ada produser yang mengangkat buku kita dalam filmnya.
Mengembangkan Kreatifitas Dalam banyak hal, menuliskan gagasan dalam katakata atau gambar merupakan salah satu cara agar kreatifitas kita bisa berkembang dan mengarah pada tujuan yang baik. Bahkan untuk jenis-jenis kreatifitas tertentu yang tidak terkait dengan buku pun menuliskannya bisa mengembangkan kreatifitas tersebut. Misalnya kamu seorang pelukis, dan berencana membuat buku kumpulan lukisan dilengkapi dengan
22 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
deskripsi tentang lukisanmu itu. Maka kamu akan berusaha mengembangkan tidak hanya kreatifitasmu dalam membuat tampilan visual di atas kanvas, namun juga mengekspresikan imajinasimu itu dalam bentuk kata. Ini membantumu mengenali lebih dalam tentang keindahan. Sehingga tidak hanya menjadi seorang pelukis, kamu juga berlatih untuk menjadi kritikus seni. Atau misalnya kamu seorang koki atau ahli masak. Dengan membuat buku resep masakan, kamu menjadi belajar mengenali lebih jauh mengenai karakteristik bumbu-bumbu, atau rekayasa dari jenis makanan yang sudah ada, bahkan mengembangkan kreatifitas dalam bentuk penyajian makanan yang lebih artistik dan mengundang selera. Atau kamu yang merupakan seorang perancang busana. Dengan membuat buku mengenai fashion, kamu bisa menjadi termotivasi untuk mengenali pola-pola serta memunculkan kreasi pola-pola baru, mempelajari tipe-tipe pola dengan karakteristik tertentu, bahkan memprediksi tren fashion berdasarkan perubahan pola-pola yang sudah ada. Jadi apapun jenis buku yang kita tulis, pengembangan kreatifitas secara alami akan terus muncul.
Media Ekspresi dan Imajinasi Setiap orang pasti memiliki imajinasi, entah besar atau kecil, entah jauh atau dekat. Imajinasi itu butuh media untuk mengekspresikannya. Buku bisa menjadi salah satu media untuk mengekspresikan
Ahmad Faizin Karimi |
23
imajinasi kita itu. Ini tidak berlaku hanya untuk buku-buku fiksi lho! Oke, akan saya beri contoh. Misal kamu seorang pemain sepakbola. Di luar permainan, tentu kamu sering berpikir tentang teknik-teknik tertentu— katakanlah—teknik melewati lawan. Secara imajinatif kamu membayangkan (seperti sedang nonton film tapi pemeran utamanya kamu sendiri) sedang bermain bola dan dihadang lawan. Kamu berusaha melewati hadangan itu dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Seringkali imajinasi ini mencakup variasi-variasi teknik buatanmu sendiri. Sepanjang Dengan menuliskannya, bahkan lebih baik lagi manfaat itu disertai gambar animasi, bisa jadi imajinasimu itu mewujud terus diperoleh sebagai teknik-teknik terbaru yang belum diketahui lawan. pembacanya,
maka sepanjang itulah buku kita menjadi sumber pahala yang tiada henti.
Sedangkan buku sebagai media ekspresi diri tampil sangat kentara pada bukubuku fiksi. Dalam buku seperti ini, misalnya buku puisi, prosa, cerpen, atau novel, terlihat jelas bagaimana ekspresi penulisnya baik terhadap realitas sekitar (di luar diri) maupun realitas internal (dalam diri) penulis.
24 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Mewujudkan Sumber Pahala Menulis atau membuat buku yang kemudian dibaca orang lain bisa menjadi sumber pahala yang terus mengalir tiada henti bagi penulisnya. Sebagaimana dinyatakan dalam sabda Nabi Muhammad SAW bahwa tiga jenis amalan yang pahalanya tidak terputus meski pelakunya sudah meninggal dunia adalah: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orangtuanya. Membuat buku sama dengan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Jika informasi yang kita sampaikan dalam buku kita itu dibaca orang, kemudian orang tersebut mengamalkan ilmu pengetahuan itu dan mendapatkan manfaat dari apa yang kita tulis, maka sepanjang manfaat itu terus diperoleh pembacanya, maka sepanjang itulah buku kita menjadi sumber pahala yang tiada henti. Jadi menerbitkan buku juga memiliki dimensi teleologis (keakhiratan) asal kita dasari dengan niat yang baik.
Keuntungan Organisasional Manfaat organisasional yang saya maksud adalah manfaat yang bakal didapatkan oleh kelompok atau komunitas yang kita ikuti. Tapi saya tidak ikut dalam sebuah organisasi? Mungkin kamu bertanya seperti itu. oke, mungkin kamu merasa tidak tergabung dalam sebuah organisasi, tapi nyatanya semua orang tergabung dalam sebuah organisasi.
Ahmad Faizin Karimi |
25
Misalnya kamu sebagai siswa, maka organisasimu adalah lembaga pendidikan yang kamu tempati. Kamu sebagai anggota kelompok tertentu (misal: kelompok hobi) maka kelompok tersebut adalah organisasimu. Bahkan kalaupun kamu tidak masuk dalam jenis-jenis organisasi semacam itu, kamu masih termasuk dalam anggota organisasi keluarga, ya ini adalah jenis organisasi nonformal dan in-formal. OK, kembali pada bahasan kita: membuat buku memberikan manfaat kepada organisasi kita. Misalnya kamu sebagai siswa, maka penerbitan bukumu akan menambah daftar prestasi siswa di sekolah, sekaligus membangggakan keluarga (pajang bukumu di ruang tamu/ruang keluarga di rumah, bagus kan!). Atau jika kamu tergabung dalam sebuah komunitas tertentu (Geng Motor, misalnya) maka jika kamu membuat buku seputar komunitasmu itu maka buku itu bisa menjadi semacam ―panduan‖ agar kegiatan komunitasmu lebih terarah.
Keuntungan Kolektif Selain keuntungan yang kita dapatkan secara pribadi, membuat buku juga bisa mendatangkan keuntungan kolektif. Keuntungan kolektif adalah manfaat yang didapatkan secara langsung maupun tidak langsung oleh orang-orang yang ada disekitar kita bahkan umat manusia secara keseluruhan. Beberapa keuntungan atau manfaat penerbitan sebuah buku, antara lain:
26 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
kolektif
dari
Mengembangkan Ilmu Pengetahuan Buku yang kita tulis secara langsung maupun tidak langsung ikut mengembangan ilmu pengetahuan di tengah masyarakat. Berkembangnya ilmu pengetahuan dalam sebuah komunitas atau bangsa bisa dilihat salah satunya dengan indikator jumlah buku yang dihasilkan anggota masyarakatnya. Semakin banyak buku yang diterbitkan, menunjukkan semakin berkualitas ilmu pengetahuannya. Coba kita bandingkan produktifitas buku antara negara kita dengan negara-negara maju lainnya. Ketertinggalan itu berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan dan kecerdasan masyarakat.
Menciptakan Lapangan Pekerjaan Dengan membuat buku, kita membuka kemungkinan adanya lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Selain diri kita sendiri sebagai penulisnya, banyak profesi yang ada terkait dengan dunia perbukuan. Mulai dari proses penanaman pohon untuk kertas, pengolahan kertas, pencetakan, hingga penjual buku. Hanya dengan membuat buku, kamu ikut memelihara rantai mata pencaharian yang dibutuhkan banyak orang. Sejauh ini kita telah bersama-sama memahami bahwa menulis atau membuat buku itu sangat menguntungkan,
Ahmad Faizin Karimi |
27
tidak hanya bagi kita namun juga bagi orang lain. Bukankah keuntungan ini harus kita dapatkan? Tentu. Apakah kita siap untuk mulai menulis buku? Tenang, santai saja. Mungkin kamu perlu membaca dulu bagian berikut, agar dalam proses penyusunan buku, kamu tidak berhenti di tengah jalan karena kehabisan tenaga. Yup!
Kesenangan (dalam) Membuat Buku Selagi kamu belum bisa menjadikan menulis sebagai aktifitas yang menyenangkan, maka sepanjang itulah kita akan tersiksa jika kita harus menulis. Selain menguntungkan, membuat buku ternyata juga menyenangkan. Ini jika kita bisa mendalami proses pembuatan buku itu, kita akan mendapati bahwa membuat buku memberi kita kegembiraan, bahkan kebahagiaan. Apakah ini berlebihan? Tidak!, sejauh yang saya rasakan memang seperti itu. Beberapa kesenangan (dalam) membuat/menulis buku antara lain:
Sebagai Panggilan Jiwa Ada lima jenis penulis menurut almarhum Mangunwijaya: penyair iseng, pujangga kraton, pengarang rutin, sastrawan proyek, dan penulis nurani. masingmasing jenis penulis memiliki alasannya sendiri dalam menciptakan tulisan. Dari jenis itu, saya ingin mengajak pembaca untuk menjadi seorang penulis buku nurani, yakni seorang penulis yang membuat buku berdasarkan panggilan
28 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
jiwa. Paling tidak, meski kita juga merasa perlu mendapatkan keuntungan lain dari aktifitas membuat buku—sebagaimana yang saya uraikan pada pembahasan sebelumnya—kita tidak meninggalkan ―idealisme dan nurani‖ dalam membuat buku itu. Mari kita meniatkan pekerjaan membuat buku itu sebagai ―panggilan jiwa‖ sehingga kita mendapatkan kebahagiaan baik selama proses penyusunannya maupun setelah buku itu selesai diproduksi. Ini akan membantu kita untuk tetap senang walaupun buku yang kita buat tidak laku.
Membuat Buku Menstabilkan Emosi Sebagai manusia kita tentu memiliki sisi emosional. Emosi itu bisa berupa emosi positif, bisa juga mewujud dalam bentuk emosi negatif. Emosi positif itu misalnya senang, bahagia, damai, legawa, ikhlas, dan sebagainya. Sebaliknya emosi negatif itu seperti marah, kecewa, sedih, galau, dan sebagainya. Dengan mengekspresikan emosi kita itu pada sebuah tulisan, maka ini menjadi bentuk katarsis (penyaluran) emosi kita. Saat kamu marah, luapkan kemarahanmu itu dalam bentuk tulisan/gambar. Saat kamu sedih, uraikan kesedihanmu itu dalam tulisan/ gambar. Sebaliknya juga begitu, ketika kamu bahagia karena mendapatkan karunia, luapkan emosi bahagiamu dalam tulisan/gambar. Semua bentuk tulisan/ gambar yang dibuat dalam keadaan emosi memuncak—dengan mekanisme yang belum masuk dimengerti—menyimpan emosi itu di dalamnya. Sehingga ketika dibaca, emosi itu bisa memancar dan ditangkap oleh pembacanya. Ahmad Faizin Karimi |
29
Ini mungkin terdengar agak aneh, tapi itulah yang terjadi. Saat kamu sedang marah, kemudian menuliskan kemarahan itu maka tulisan itu akan menyebabkan pembacanya ―ikut marah‖. Paling tidak pembaca itu ―merasakan‖ kemarahanmu. Tulisan yang kamu buat saat sedang jatuh cinta, menyimpan emosi asmara yang bisa dirasakan oleh orang yang membacanya. Jadi sekali lagi, membuat buku (entah berupa tulisan, gambar, atau keduanya) bisa menjadi penyaluran emosi kita. Pada akhirnya emosi kita menjadi lebih stabil. Emosi kita menjadi lebih produktif. Hanya saja, di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini kamu juga harus pandai-pandai memilih media untuk sarana ekspresi itu. Jangan sampai malah merugikan kita. Khusus untuk ekspresi marah, kecewa, atau sedih lebih baik tidak ditempatkan pada media publik. Kamu bisa menulis/ menggambar di media privat seperti buku harian, atau komputer pribadi.
Membuat Kita Berfantasi Beberapa jenis buku bisa membuat kita berfantasi, baik selama penulisannya maupun pembacaannya. Terutama buku fiksi dan buku yang berisi gambar/ lukisan bisa membawa kita ke alam fantasi. Memasuki dunia aneh dimana kita bisa menentukan segalanya, menerobos nalar, dan ketidakmungkinanketidakmungkinan dunia. Kesenangan fantasif ini bisa dirasakan ketika kita berhasil ―masuk‖ dalam dunia
30 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
teks (atau gambar) itu. Tidak sekedar menulisnya, tapi kita masuk di dalamnya. Seolah kamu melihat film atau bahkan menjadi pemeran utama film itu. kamulah jagoannya, kamulah penentunya. Apakah ini termasuk ilusi yang tidak bermanfaat? Tidak! Ini mungkin ilusi, tapi tetap bermanfaat. Kita merasakan kesenangan, ekstase, keadaan diri mengalir dan masuk dalam keheningan. Yah, tentu saja kita tidak bisa merasakannya dengan membaca uraian ini. Tapi setidaknya saya telah menjelaskan, mungkin sewaktu-waktu (atau malah sudah pernah?) kamu akan merasakannya juga.
Ahmad Faizin Karimi |
31
32 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
BAGIAN III. MEMBUAT BUKU ITU GAMPANG
Ahmad Faizin Karimi |
33
Sebagaimana yang telah saya singgung pada bagian pembukaan buku ini, bahwa apa yang nampak sebagai masalah sebenarnya seringkali hanyalah ketidakjelasan. Jadi jika membuat buku itu terasa sulit atau bermasalah, maka itu berarti cara membuat buku itu tidak jelas bagi orang yang merasa sulit itu. Pada bagian ini kita akan belajar bersama-sama untuk menguraikan dengan jelas bagaimana cara mudah membuat buku. Tentu saja anda tidak harus mengikuti petunjukpetunjuk berikut satu-persatu, alih-alih anda bisa mengikuti petunjuk berikut sesuai dengan problem yang sedang anda alami dalam menulis buku. Namun saya menyarankan bagi kamu yang masih belum terbiasa membuat buku, lebih baik kamu ikuti penjelasan dan tahapan berikut satu-per-satu. Dalam bagian/bab ini kita akan praktek langsung.
Siapkan peralatan yang diperlukan: buku dan alat tulis, atau komputer. Pilih yang mudah bagi kamu …
Menentukan Jenis & Topik Tulisan Buku apa yang bisa saya tulis atau saya buat? Semua jenis buku bisa dibuat setiap orang, tapi tidak semua jenis buku itu mudah bagi setiap orang. Kita akan mudah membuat buku dengan jenis & topik-topik yang kita kuasai dan kita sukai. Inilah kuncinya: suka dan bisa!
34 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Jadi pilihlah jenis & topik yang kita suka dan kita bisa. Kita sukai dalam arti kita senang dengan topik-topik semacam itu. kita bisa dalam arti kita familier dengan topik-topik itu. OK, sebelum berlanjut, untuk memudahkan pemahaman kita sederhanakan pengertian tentang jenis & topik buku. Jenis buku itu seperti apakah buku fiksi atau non-fiksi, bisa juga pembagian besar berdasarkan kategori: novel, cerpen, literatur, panduan, keterampilan, pengembangan diri, kelompok keilmuan (sosial, budaya, politik, pendidikan, dst). Sedangkan topik tulisan adalah tematema tertentu yang coba diangkat.
Bagaimana cara kita mendapatkan jenis buku yang tepat? Kita bisa mendapatkannya dengan bertanya pada diri sendiri
Misalnya kamu memilih jenis buku non-fiksi pendidikan, topik yang kamu angkat adalah ―pentingnya pendidikan karakter di sekolah‖, atau ―panduan mengelola kelas bagi guru pemula‖. Contoh lain, jika kamu memilih jenis buku non-fiksi keterampilan teknologi informasi dan komunikasi, topik yang kamu tulis adalah ―panduan bongkar-pasang hardware komputer‖, atau ―step-by-step Microsoft Word untuk perkantoran‖. Contoh lain lagi, misalnya kamu memilih jenis buku fiksi novel, topik yang kamu ambil adalah cerita berdasarkan kisah nyata ―perjuangan seorang anak meraih cita-cita Ahmad Faizin Karimi |
35
di tengah keterbatasan dirinya‖, atau bukan berdasarkan kisah nyata ―persahabatan dan cinta tiga sahabat‖. Semoga sekarang kamu memahami yang saya maksud dengan jenis dan topik buku. Kembali pada penentuan jenis dan topik buku, bagaimana cara kita mendapatkan jenis buku yang tepat? Kita bisa mendapatkannya dengan bertanya pada diri sendiri: jenis buku apa yang saya suka? Yang sering saya baca? Yang menarik minat saya? Biasanya jenis buku yang sering kita baca adalah jenis buku yang paling mungkin kita buat. Misalnya kamu senang membaca novel, maka kemungkinan besar kamu senang pula menulis novel—atau minimal cerpen. Jika kamu senang membaca buku humor, kemungkinan kamu bisa menulis buku humor. Kemungkinan jenis buku yang kita tulis juga bisa berdasarkan pekerjaan atau disiplin ilmu kita: pelajar SMA jurusan bahasa bisa menulis buku bahasa, sarjana jurusan komputer menulis buku komputer, guru menulis buku pelajaran, arsitek menulis buku arsitektur, penyair menulis buku puisi, dan sebagainya.
Coba berhenti sejenak, pikirkan jenis buku apa yang paling mudah kamu tulis? Kalau sudah ketemu, tulislah. Jika sudah, mari kita lanjutkan …
Dalam menentukan jenis buku ini, mungkin beberapa alternatif akan muncul. Tidak masalah. Ini berarti kamu
36 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
memiliki kemampuan lebih. Tapi agar buku itu terealisasi saat ini lebih baik kamu pilih dulu satu saja jenis buku yang akan kita buat. Kalau satu buku ini selesai, kamu bisa mulai membuat jenis buku yang lain tersebut. Sebagai contoh, saya akan menggunakan buku ini (ya, buku yang sedang kamu baca ini). Pada tahap penentuan jenis buku, saya memilih: Buku Pengembangan Diri atau Keterampilan Menulis.
RENCANA JENIS BUKU: Agama Islam Pengembangan Diri/Keterampilan √ Novel Fotografi Desain Grafis Menulis √ (Jenis yang lain akan digarap kemudian) Jika sudah menentukan jenis buku apa yang akan kita buat, selanjutnya adalah menentukan topik apa yang akan kita angkat. Ingat kembali penjelasan sebelumnya. Topik adalah tema-tema tertentu yang akan kita angkat. Dalam menemukan topik yang tepat, kita perlu memunculkan rasa ingin tahu. Selalu bertanya ―apa yang sedang hangat diperbincangkan? Apa yang dibutuhkan pembaca? Apa yang banyak dicari orang?‖
Ahmad Faizin Karimi |
37
Mengutip tips dari Andrias Harefa, rasa ingin tahu harus dipelihara dan ditingkatkan ke arah survei atau penelitian kecil-kecilan, entah dengan membaca buku, membaca informasi di internet maupun melihat kenyataan di lapangan (realitas). Lalu semua topik yang muncul diinventarisasikan untuk memperoleh gambaran yang lebih luas dan jelas. Sebagai contoh, untuk buku ini topik yang pertama kali muncul adalah: teknik-teknik dalam penulisan. Tapi topik ini kemudian saya pandang terlalu melebar karena banyak jenis tulisan. Akhirnya saya spesifikkan menjadi panduan penulisan/pembuatan buku untuk pemula yang tidak hanya berisi hal-hal teknis, namun juga penjelasan-penjelasan filosofis dan motivasional.
RENCANA JENIS BUKU: Pengembangan Diri/Keterampilan √ RENCANA TOPIK: Teknik-teknik dalam penulisan Penulisan apa? Artikel atau buku? Teknik penulisan artikel Panduan membuat buku untuk pemula √ Semakin sering kita membuat buku, sensitifitas kita sebagai penulis dalam menentukan topik yang tepat akan semakin terlatih. Ada baiknya dalam menentukan topik untuk buku yang akan kamu buat, kamu meminta pendapat atau berdiskusi dengan orang lain (teman atau orang yang kamu rasa lebih mampu).
38 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Sebagaimana dalam penentuan jenis buku, saat menentukan topik yang akan ditulis, topik yang tidak kamu pilih (yang dicoret) bukan berarti topik yang buruk. Bisa jadi kamu akan mengembangkan jenis dan topik yang kamu coret itu di waktu-waktu mendatang. Juga jangan terlalu pusing dengan penjelasan topiknya. Jangan terlalu disibukkan dengan menentukan kata-kata untuk judulnya. Kita akan merumuskan judul untuk topik tersebut pada tahap selanjutnya. Bagaimana melatih diri mudah menemukan ide topik tulisan? Orang mudah mendapatkan ide tulisan jika dia punya ―masalah‖. Masalah adalah kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang dihadapi. Jika kamu punya harapan agar ―pelajar seharusnya memahami pentingnya menjaga kebersihan‖, namun kenyataannya kamu menemukan ―banyak coretan di bangku‖ ini bisa menjadi ide tulisan/buku. Misalnya kamu punya harapan agar ―semua orang miskin bisa berobat gratis‖ tapi kamu menemui kenyataan ―orang miskin mendapat perlakuan diskriminatif dalam pelayanan kesehatan‖ ini juga bisa menjadi ide buku. Misalnya kamu punya harapan agar ―orangtuaku perhatian terhadap prestasi belajarku‖ namun kamu menemui kenyataan ―orangtua terlalu sibuk bekerja‖ ini juga bisa menjadi ide tulisan. Jika kamu seorang cerpenis, ide tulisan itu kamu uraikan dalam bentuk cerpen. Jika kamu seorang penyair, ide tulisan itu kamu uraikan dalam bentuk puisi. Jika kamu seorang kolumnis, ide tulisan itu kamu
Ahmad Faizin Karimi |
39
uraikan dalam bentuk artikel opini, dan jika kamu seorang kartunis kamu bisa mewujudkan ide itu dalam bentuk gambar, kartun, atau karikatur. Intinya kamu harus ―tahu diri‖ yaitu tahu apa keinginan, harapan, atau keyakinanmu. Lalu bandingkan keinginan, harapan, atau keyakinan itu dengan kenyataan. Jika sesuai tulislah ekspresi positif, tapi jika tidak sesuai tulislah dalam ekspresi negatif. Kapan waktu & dimana tempat yang tepat menemukan ide? Ide biasanya datang tanpa diundang. Ide datang seperti hembusan angin sejuk yang tiba-tiba menerpa pikiran kita. Pada saat sedang mood, lagi in, sedang gairahgairahnya seperti ini kita bisa langsung mencatatnya atau segera menuliskannya. Seringkali saya menemukan ide di tengah membaca buku, menonton televisi, berjalan-jalan, bahkan di kamar mandi. (omong-omong ide paragraf ini saya dapatkan, maaf, di kamar kecil). Coba kamu ingat, kamu paling sering menemukan ide sambil melakukan apa? Tips yang sederhana adalah selalu bawalah catatan kecil, setiap kali ide itu muncul segeralah catat kemudian simpan. Catat sederhana saja, intinya saja jika waktu dan tempatnya tidak memungkinkan. Kamu bisa mengembangkan ide itu menjadi tulisan/gambar utuh pada waktu kemudian.
40 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Sebelum melanjutkan membaca bagian selanjutnya, pilihlah sebuah topik yang tepat untuk buku yang akan kamu buat…
Catatan: pada bagian lampiran buku ini kamu dapat menemukan bagan ―contoh cara menggali ide buku‖. Kamu dapat memanfaatkan bagan itu untuk menemukan topik yang pas untuk kamu tulis. Bagan itu saya buat cukup fleksibel dan bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan topik berbeda. Kamu tinggal menyesuaikan isian pada bagan itu dan otomatis akan menemukan ide penulisan. Tentu saja, kamu tidak boleh terpaku pada bagan itu. Setelah terbiasa menulis, saya yakin bagan itu tidak seberapa kamu perlukan, kamu bisa menemukan topik secara ―tiba-tiba‖ karena sudah terbiasa/ sudah terlatih. Jika belum terpikir satu topik pun kamu bisa melihat terlebih dahulu bagan itu. Atau kalaupun sudah terpikir, tidak masalah juga melihatnya siapa tahu kamu menemukan topik buku yang lebih gampang, menyenangkan, dan menguntungkan.
Membuat Kerangka Buku Setelah kita menentukan jenis dan topik, langkah selanjutnya adalah membuat kerangka buku. Kerangka buku ini adalah semacam draft yang menggambarkan isi dari buku yang akan kita buat. Seperti rancangan daftar isi, atau sebuah abstraksi. Tentu dalam membuat kerangka buku ini kita tidak bisa melakukannya tanpa memahami apa yang akan kita
Ahmad Faizin Karimi |
41
tulis. Bayangkan apa saja isi dalam bukumu itu, urutannya mulai awal hingga akhir, dan beberapa detil yang diperlukan. Dalam merancang kerangka bukumu, kamu perlu membaca beberapa buku sejenis yang sudah terbit untuk dijadikan pembanding. Keuntungan dari pembandingan ini ada dua: kamu bisa memperoleh gambaran kerangka buku dari penulis lain, dan kamu bisa menambahkan detil yang belum ada dari buku sejenis sehingga bukumu memiliki keunikan tersendiri. Jangan takut dianggap mencontek, selama kamu tidak menjiplak buku-buku pembanding itu tidak masalah. Pada bagian akhir bukumu, sebagai tanda terima kasih tentu kita perlu mencantumkan buku-buku pembanding itu sebagai daftar pustaka. Tidak hanya perlu dilakukan oleh para penulis pemula, bahkan semua penulis perlu membuat kerangka buku sebelum mulai mengerjakan. Kerangka buku yang baik menunjukkan kerangka berpikir yang baik, dan kerangka berpikir yang baik pada akhirnya akan menghasilkan buah pikir (karya) yang baik pula. Hanya saja bagi para penulis hebat, kerangka itu tidak perlu ditulis (dibayangkan saja), bagi kita, menulis kerangka itu hukumnya wajib. Keuntungan dari membuat kerangka buku secara tertulis adalah kita bisa memantau sejauh mana perkembangan tulisan kita, juga mengetahui bagian mana dari pokokpokok bahasan buku kita itu yang kekurangan referensi. Dengan membuat kerangka buku kita juga akan dimudahkan nantinya saat mencari sumber data, setiap kali kita mendapatkan sumber data segera kita tuliskan dibawah pokok-pokok bahasan dalam kerangka buku yang sudah kita susun tersebut.
42 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Kerangka buku ini bukan sebuah ―plot kaku yang tidak bisa berubah‖. Kerangka ini sekedar untuk menggambarkan bagianbagian yang kamu pikir harus ada dalam bukumu dan menjelaskan proses berpikir Kamu perlu kamu. Jangan khawatir kalau kerangka buku yang kamu buat kurang baik. Sejalan dengan proses penulisan dan pencarian data, sangat mungkin kerangka itu akan berubah. Ini wajar, bahkan baik. Berarti ada perbaikan yang kamu lakukan terhadap perencanaan yang dibuat. Tapi ingat, perubahan kerangka itu jangan terlalu banyak/dominan. Karena itu malah akan mengacaukan semuanya.
membaca beberapa buku sejenis yang sudah terbit untuk dijadikan pembanding.
Sebagai contoh, berikut ini adalah kerangka awal yang saya buat dari buku yang sedang kamu baca ini:
Ahmad Faizin Karimi |
43
KERANGKA BUKU “Panduan Membuat Buku Untuk Pemula” Bagian 1: Pendahuluan Berisi latar belakang & struktur buku Bagian 2: Membuat Buku itu Menguntungkan Penjelasan keuntungan membuat buku Bagian 3: Membuat Buku itu Menyenangkan Penjelasan kesenangan membuat buku Bagian 4: Membuat Buku itu Gampang Penjelasan tahapan membuat buku Bagian 5: Tips Menulis Berdasarkan Jenis Buku Penjelasan menulis sesuai jenis buku Bagian 5: Penutup Beberapa artikel seputar dunia tulisan Bagian 6: Lampiran Beberapa file pendukung Kalau kamu bandingkan kerangka awal diatas dengan daftar isi buku ini, akan kamu temukan banyak perbedaan. Ini adalah perbaikan yang saya lakukan selama proses penyusunan. Jadi jangan bingung dengan kata-kata atau urutan bagian-bagian bukumu. Just write it! Tulis saja, diperbaiki kemudian. Mungkin masih ada sedikit kebingungan di kepalamu tentang kerangka seperti apa yang kamu buat. Jadi sekali lagi saya menyarankan: cari buku sejenis yang
44 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
sudah terbit, modifikasi, tambah pokok bahasan, dan buat versimu sendiri!
Oke, ambil kembali peralatan tulismu…dan mulailah merangkai kerangka karangan. Silahkan lanjutkan membaca bagian selanjutnya jika kerangka sudah jadi!
Mencari Sumber Data dan Bahan Buku Mengutip pernyataan Andrias Harefa, kalau ada penulis yang mengaku produktif tanpa membaca sama sekali, maka ada dua kemungkinan: pertama, ia memang sudah mencapai tahap ―manusia guru‖, makhluk langka yang sakti mandraguna. Kedua, ia telah berbohong. Dan ini mungkin penjelasan yang lebih masuk akal. Saya seribu persen setuju. Tapi saya perlu menambahkan: membaca tidak hanya dalam pengertian ―membaca buku‖ namun juga membaca ―realitas/ kenyataan sosial‖. Ini berlaku untuk semua jenis buku, tidak ada kecuali. Bahkan untuk buku-buku imajinatif (sastra/fiksi). Saya akan menjelaskan argumentasinya. Apa yang ada dalam pikiran kita adalah hasil olah pikir. Dari apa? Ya dari apa saja yang masuk ke pikiran itu. dalam hal ini ada dua aspek olah pikir tersebut: (1) bahan, dan (2) cara mengolah. Untuk lebih mudahnya, bayangkan proses pembuatan makanan. Ada dua aspek juga dalam proses pembuatan makanan: (1) bahan (bumbu, bahan baku, dll), dan (2) cara memasak. Sebaik apapun kualitas bumbunya jika
Ahmad Faizin Karimi |
45
cara memasaknya tidak baik (menentukan komposisi, proses pengolahan, proses memasak, proses penyajian) tentu tidak menghasilkan masakan yang lezat dan nikmat. Sebaliknya juga begitu, meski dimasak dengan baik oleh koki hebat, namun jika bumbunya busuk dan bahan bakunya basi, juga tidak menghasilkan masakan yang lezat dan nikmat. Dari mana bahan masakan yang baik diperoleh? Tentu dari tumbuhan/hewan yang baik serta diolah dengan baik. Juga tidak terlalu lama sehingga membusuk.
Baik-buruknya kualitas hasil olahpikir kita bergantung pada kualitas “bahan” dan “kemampuan” otak dalam mengelolanya.
Dari mana koki tahu cara memasak yang baik? tentu dari belajar. Mungkin koki itu belajar dari koki lain yang sudah bisa memasak, atau koki itu mencoba-coba, atau keduanya. Seorang koki yang belajar dari koki yang sudah ahli, ditambah coba-coba (rekayasa) sendiri, plus mempelajari tentang bumbu -bumbuan, tentu memiliki kemungkinan lebih besar dalam menghasilkan masakan yang lezat dan nikmat. Sama dengan perumpamaan di atas, baik-buruknya kualitas hasil olah-pikir kita bergantung pada kualitas ―bahan‖ dan ―kemampuan‖ otak dalam mengelolanya.
Dari mana ―bahan pikir‖ yang baik diperoleh? Tentu dari ―bacaan‖ yang baik. Bacaan ini bisa berupa bacaan
46 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
buku, maupun bacaan realita (melihat kenyataan di masyarakat). Semakin banyak ―bahan pikir‖ yang kita miliki, semakin banyak pula kemungkinan hasil ―olah pikir‖ kita. Dalam konteks menulis & membuat buku, ini sama artinya dengan semakin banyak pula topik yang kita kuasai untuk dijadikan buku. Dari mana pikiran kita tahu cara ―mengolah‖ informasi (bahan) itu dengan baik? tentu dari belajar. Belajar dalam hal ini adalah ―belajar tentang cara mengolah informasi‖. Dalam mengolah informasi ada banyak cara, inilah yang disebut dengan kaidah berpikir. Ada kaidah berpikir ilmiah, logis, seni, intuitif, dan sebagainya. Kita tidak akan berlarut-larut membahas ini, intinya pikiran kita perlu mengetahui cara mengolah informasi dengan banyak belajar. Di atas saya sempat menyatakan bahwa bahkan membuat buku fiksi pun penulis perlu membaca. Kamu mungkin bertanya, mengapa untuk buku yang sumbernya imajinasi kita juga perlu membaca? Tidakkah cukup hanya dengan membayangkan saja? Jawaban saya: tidak cukup! Imajinasi juga merupakan proses kerja pikiran. Karenanya imajinasi yang baik butuh bahan yang baik pula. Jika tidak, maka hasil imajinasimu nantinya menjadi terlalu konyol. Buku-buku fiksi yang terkenal pasti dihasilkan oleh penulis yang banyak membaca buku dan realita. Saya yakin itu. dan kamu juga harus percaya itu. Saya ingat pernyataan Andrea Hirata tentang proses kreatifnya dalam menulis novel dalam satu sesi wawancara dengan salah satu komunitas buku. Andrea Hirata mengaku 90% waktu penyelesaian novel digunakan untuk riset sedangkan 10% saja yang untuk menulis. Bahkan dalam risetnya ia berkonsultasi dengan Ahmad Faizin Karimi |
47
orang-orang ahli. Tidak mengherankan novel-novel karyanya menjadi karya yang baik. Contoh nyata ini menunjukkan pentingnya membaca buku dan melihat kenyataan sesungguhnya dari obyek yang akan kita tulis. Kembali pada proses pembuatan buku. Ini adalah tahapan dimana kamu perlu masuk-keluar perpustakaan, belanja-belanja buku (jika punya uang— tentunya), atau membaca artikel di internet. Dalam mengumpulkan bahan, adalah penting juga untuk menyeleksi sumber bacaan. Tidak semua buku atau artikel perlu dibaca. Pun tidak semua buku dan artikel yang dibaca diambil sebagai referensi. Apalagi menyangkut artikel-artikel di situs internet. Kamu bisa menggunakannya sejauh artikel tersebut memang baik dan validitasnya kamu yakini. Sekedar tips untuk menghemat waktu dan mengerucutkan pencarian sumber data, kamu bisa mencari buku yang ditulis nama-nama yang sudah populer dalam topik-topik yang kamu angkat dalam bukumu. Jika punya waktu lebih, kamu bisa mencari buku-buku dari penulis lain untuk memperkaya wawasan dalam topik tersebut. Tidak jadi masalah jika nama-nama yang sudah kita tulis dalam target referensi itu memiliki pandangan yang berbeda dengan kita. Tinggal tidak dipakai saja. Meski mereka sudah lebih dulu populer, bukan berati kita harus sama dengan mereka. Tinggal tidak usah dipakai/ dicantumkan dalam buku kita. Toh, tidak ada yang tahu. Bahkan kamu boleh juga mengkritisi mereka, asal sopan dan dalam batas kewajaran. Sebagai contoh, untuk mengembangkan kerangka yang sudah saya buat sebelumnya saya mencari bahan-bahan
48 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
bacaan dari penulis-penulis yang sudah dikenal sebagai motivator maupun guru tulis-menulis. Meskipun tidak semua buku yang saya baca itu saya ambil sebagai bahan, setidaknya buku-buku itu bisa memperkaya wawasan.
TARGET REFERENSI BUKU “Panduan Membuat Buku Untuk Pemula” Struktur buku: “aturan perubahan” dlm buku “Switch” Keuntungan & Kesenangan membuat buku Hernowo, Andrias Harefa, dll Tahapan (& tips) membuat buku: Jakob Sumarjo, Dodi Mawardi, Jonru Helvi Tiana, Asma Nadia, dll Dunia tulis-menulis: Remi Sylado, Eko Prasetyo, dll Penulis-penulis ternama: JK Rowling, Stephen King, Habiburrahman Andrea Hirata, Dewi Lestari, Agus Mustofa,dll Dengan bantuan mesin pencari (baik offline di toko buku/ perpustakaan maupun online di searc engine) kita akan lebih mudah mendapatkan buku yang spesifik berdasarkan nama penulisnya.
Ahmad Faizin Karimi |
49
Saya yakin jika kamu memang menulis buku dengan jenis dan topik hal-hal yang kamu kuasai/kamu sukai, tidak akan sulit bagimu menemukan nama-nama orang ternama yang terkait. Bahkan saat ini banyak pula tokoh-tokoh ternama dalam bidang bukan tulis-menulis yang punya karya buku. Baik mereka yang bukunya ditulis bersama orang lain (co-writer) maupun yang murni ditulis oleh orang lain (ghost writer). Namun jika memang kamu masih belum sepenuhnya mengenal penulis atau buku yang akan kamu jadikan referensi, kamu bisa ―bertanya‖. Kamu bisa bertanya kepada search engine (Google, misalnya) dengan mencari buku berdasarkan topik. Atau bertanya langsung kepada petugas perpustakaan atau petugas toko buku tentang buku-buku dengan topik yang kamu cari. Mereka pasti akan membantumu.
Sampai disini kamu perlu praktik lebih lama. Buatlah target referensi, lalu cari bahan bacaan, kemudian (jika perlu) sempurnakan kembali kerangka bukumu!
Ya, benar. Dalam tahapan inilah kamu mungkin punya gagasan pengembangan. Sesuatu yang berbeda dengan kerangka yang kamu buat sebelumnya. Gagasan pengembangan/ perubahan ini tentu akan kamu dapatkan manakala kamu benar-benar membaca referensi dari buku-buku yang sudah diterbitkan sebelumnya.
50 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Mulai Menulis Bab per Bab Inilah tahapan utama dalam proses pembuatan buku. Menulis, membaca referensi, menulis lagi, membaca referensi lagi, dan seterusnya… . Ini dilakukan secara simultan dan saling Tidak ada metode terkait. Tidak ada metode yang paling baik dalam yang paling baik belajar menulis selain… menulis itu sendiri. Jadi dalam belajar terus saja menulis, membaca menulis selain referensi, menulis lagi, membaca referensi lagi, dan menulis itu sendiri. seterusnya. Dalam menulis bab per bab atau bagian per bagian buku, kamu tidak harus menulisnya dari awal hingga akhir. Kamu bisa menyelesaikan bagian yang paling mudah, atau paling sulit, atau secara acak. Tidak masalah sejauh cara itu mudah bagimu. Jangan khawatir tulisan itu terkesan meloncat-loncat. Akan ada tahapan setelah penulisan ini dimana kamu bisa mengevaluasi lagi tulisan yang sudah kamu selesaikan. Oke, sekarang waktunya kamu menggunakan alat tulis (manual: pensil dan buku, atau digital: komputer/ tablet) secara lebih serius dan intensif. Bila perlu kamu bawa alat tulis itu kemanapun kamu pergi sehingga begitu ada kesempatan dan ide kamu bisa segera menuliskannya. Beberapa pertanyaan/pernyataan berikut dilontarkan kepada saya oleh siswa-siswi
sering dalam
Ahmad Faizin Karimi |
51
pelajaran life-skill menerbitkan buku yang saya ampu. Kiranya perlu saya sampaikan disini, barangkali pembaca sekalian pernah mengalami persoalan yang sama atau kebingungan yang sama. Jawaban pertanyaan dan tanggapan atas pernyataan ini sebagian besar saya dapatkan dari pengalaman saya sendiri. Saya tidak punya waktu untuk menulis! Sebenarnya tidak ada orang yang benar-benar tidak punya waktu untuk menulis. Masalahmu mungkin kamu kesulitan mencari waktu yang tepat. Kunci dari masalah ini adalah komitmen. Solusinya kamu bisa membuat alokasi waktu khusus untuk menyelesaikan bukumu. Misalnya 30 menit setiap selesai Shalat Subuh, atau 30 menit menjelang tidur malam, atau ya terserah kamu lah waktunya. Saya sulit sekali menuangkan gagasan dalam bentuk kata-kata! Oke, ini bukan masalah. Lho kok? Ya, ada solusi jitu jika memang kamu tidak terbiasa menulis dan sulit merumuskan kata-kata (secara tertulis). Biasanya orang-orang seperti ini suka…bicara! Tradisinya adalah tradisi lisan. Jadi daripada susah-susah, tidak perlu menyiapkan alat tulis, siapkan saja alat perekam suara. Nyalakan dan…mulailah bicara. Anggap saja kamu sedang ngobrol dengan teman. Satu menit kamu bicara bisa jadi 2-5 halaman teks tertulis. Begitu sudah selesai pembicaraan itu kamu rekam, mumpung masih hangat dalam ingatan, segera playback, putar ulang, pause, tulis, pause, tulis, begitu seterusnya hingga selesai.
52 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Bahkan kalau kamu benar-benar kesulitan mengubah rekaman suara itu menjadi bentuk tertulis, kamu bisa memanfaatkan jasa orang lain untuk menuliskannya. Tentu untuk ini mungkin kamu akan mengeluarkan biaya tambahan. Ya, anggap saja ini sepadan dengan kemalasan kamu. He..he..he.. Saya sulit menulis, tapi juga jarang berbicara. Saya kurang pandai berkata-kata! Lagi-lagi oke, ini juga bukan masalah. Kalau kamu memang mengalami kesulitan dengan kata-kata mungkin kamu memiliki kelebihan dalam hal… menggambar! Kamu tidak perlu membuat buku yang isinya banyak teks tulisnya, alih-alih buatlah buku yang banyak gambarnya. Misalnya kumpulan sketsa, buku komik, buku karikatur, atau bahkan kumpulan lukisan. Bagaimana jika apa yang akan saya tulis berasal dari pengamatan terhadap praktik saya sendiri. Misalnya buku tentang “teknik bermain basket” berdasarkan pengalaman saya sendiri? Bagus, ini berarti kamu memiliki karakter psikomotorik yang kuat. Meski kamu lebih mahir bergerakgerak, bukan berarti kamu tidak bisa menuliskannya. Cara paling efektif adalah dengan memanfaatkan bantuan teknologi. Gunakan perekam video, rekamlah gerakanmu, putar ulang, baru jelaskan gerakanmu itu dengan kata-kata. Jika tetap kesulitan, minta bantuan temanmu untuk menjelaskannya dengan kata-kata (tentu dengan
Ahmad Faizin Karimi |
53
pendampingan darimu) dalam proses konversinya menjadi kata-kata tertulis. Saya ingin menggunakan bahasa yang “keren”, boleh kan? Tidak masalah, sejauh pembaca masih bisa memahaminya. Ingat, tujuan kamu menulis buku justru agar gagasan kamu bisa dibaca orang dan dimengerti, bukan malah membingungkan mereka. Bolehkah saya menulisnya secara manual (dengan pensil/ballpoint) saja? Tentu saja boleh. Namun perlu diketahui, pada akhirnya naskah itu tetap harus didigitalkan. Ingat, pencetakan bukumu membutuhkan naskah itu dalam bentuk digital. Kalau kamu tidak suka mengetiknya ulang atau men-scan ulang, serahkan saja pada orang lain. Saya kesulitan menulis lama dengan pensil, jari saya capek. Tapi saya tidak punya komputer pribadi, di mana saya bisa menyimpan naskah saya? Sekarang banyak media penyimpanan online yang gratis. Kamu bisa memanfaatkan file sharing, misalnya Google Docs. Di sini kamu bisa menempatkan naskahmu di servernya Google, melihatnya, dan mengerjakannya di waktu yang lain dengan komputer yang lain. Tentu saja untuk ini dibutuhkan koneksi internet.
54 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Solusi online lain yang lebih populer adalah dengan menuliskan bagian-bagian naskah itu di situs internet. Kamu bisa memanfaatkan layanan blog gratis, atau bahkan fasilitas catatan di situs jejaring sosial. Keuntungan posting naskah secara online adalah memungkinkan adanya komentar, kritik, dan saran untuk perbaikan naskah lebih lanjut bahkan sebelum naskah itu diterbitkan. Kelemahannya, naskah yang diupload rawan untuk dicontek atau ditiru orang lain. kalau tulisan kita tidak terlalu rahasia sih saya pikir ndak masalah jika kita posting di situs internet. Berapa halaman yang harus saya tulis? Idealnya, jumlah halaman yang kamu tulis adalah… tidak usah terlalu dipikirkan. Ini akan membatasi kamu. Tulis saja apa yang ada di pikiranmu. Mengalir, apa adanya. Jika kamu bisa menemukan ide-ide untuk dikembangkan, jumlah halaman yang kamu hasilkan untuk bukumu bisa sangat banyak sekali. Sebenarnya kekhawatiran sedikitnya jumlah halaman yang bisa kamu hasilnya berawal dari kesulitan mencari ide pengembangan. Alasan lain mungkin karena… malas! Kalau memang ini alasannya, tidak hanya dalam hal membuat buku, semua pekerjaan lain tidak ada solusinya untuk penyakit yang satu ini. Tapi untuk alasan pragmatis, sebaiknya buku yang kamu buat tidak kurang dari 75 halaman (sudah dilayout). Atau jika ditulis di kertas A4 spasi 1 mungkin sekitar 50-75 halaman. Untuk belajar menulis, mungkin 75 halaman sudah tergolong bagus. Pada dasarnya buku itu tidak harus tebal, tapi yang
Ahmad Faizin Karimi |
55
penting buku itu diuraikan secara padat dan jelas. Namun juga tidak terlalu tipis karena kesannya kurang kaya uraiannya. Bolehkah saya menulis bersama-sama teman yang lain, maksudnya tidak sendirian dalam membuat satu buku? Tentu boleh. Ada banyak buku yang pengerjaannya dilakukan banyak orang. Misalnya antologi puisi, kumpulan cerpen, kumpulan artikel, dsb. Kamu boleh mengajak teman-temanmu yang suka dengan topik yang sama kemudian membuat buku secara keroyokan. Sekali lagi, kecuali ada ketentuan khusus (misalnya kewajiban sendiri-sendiri dalam pelatihan tertentu) kamu boleh membuat buku secara keroyokan. Saya ingin menulis beberapa jenis buku & topik yang berlainan dalam waktu bersamaan! Kecuali kamu sudah terbiasa menulis dan punya banyak waktu, saya menyarankan kamu memilih satu saja dulu topik yang akan digarap. Topik yang lain bisa kamu pending, dimasukkan dalam daftar tunggu (waiting list) yang akan kamu kerjakan begitu satu buku itu selesai. Sehingga kamu lebih konsentrasi menyelesaikan satu buku tertentu. Meskipun begitu, kamu bisa mencatat segala ide, gagasan, atau referensi untuk topik yang masuk dalam daftar tunggu tersebut jika kebetulan menemukannya. Tapi tidak perlu dikerjakan secara keseluruhan. Itu akan mengganggu.
56 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Ini sesuai pengalaman saya. ―Makin banyak yang ingin kamu hasilkan, makin sedikit yang bisa kamu selesaikan‖. Konsentrasi saja pada salah satunya dan pada akhirnya itu akan menghasilkan lebih banyak karya. Berapa lama waktu yang saya butuhkan dalam membuat satu buku? Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menyelesaikan penulisan satu buku bergantung pada berapa lama waktu yang kamu sediakan untuk mengerjakannya dan seberapa paham kamu dengan materi yang akan kamu tulis. Budi Darma menulis novel ―Olenka‖ dalam 1 minggu. Andrea Hirata menyelesaikan tiap novelnya 500-600 halaman dalam 2-3 minggu. Apakah boleh membukukan tulisan/karya yang sudah pernah dibuat sebelumnya? Tidak masalah. Itu sah-sah saja. Banyak buku yang bahannya berasal dari karya-karya yang pada awalnya tidak diniatkan sebagai sebuah buku. Bahkan ada buku yang berisi kumpulan status atau catatan penulisnya di jejaring sosial. Ada juga buku yang berisi cerita harian penulisnya di web. Salah satu penulis yang populer karena catatan hariannya di web dibukukan adalah Raditya Dika.
Ahmad Faizin Karimi |
57
Apakah saya bisa menggunakan nama samaran untuk buku yang saya tulis? Ya, terserah kamu saja. Sebagian besar penulis memang mencantumkan nama asli mereka. Sebagian lain menggunakan nama samaran atau ―nama pena‖. Sebagai contoh misalnya nama Harun Yahya—penulis buku-buku anti-evolusi itu sebenarnya nama pena dari Adnan Oktar, atau nama Dee yang menulis novel Supernova itu adalah nama pena dari Dian Lestari. Yang harus kamu ingat, dalam menggunakan nama pena sebaiknya memiliki kesan positif. Jangan menggunakan nama pena yang malah memberikan citra buruk buatmu di masa-masa mendatang. Saat menulis, apakah sekalian saya mengatur tata letak (lay-out) halamannya? Kalau itu memudahkanmu dan membuatmu lebih bersemangat, ya ndak masalah. Tapi kalau itu malah menyibukkanmu dan menyita konsentrasi lebih baik untuk urusan tata letak tidak perlu diperhatikan dulu. Jika kamu nantinya mengirimkan naskahmu pada penerbit, untuk tata letak itu adalah urusan penerbit. Kecuali jika kamu menerbitkannya secara indie atau self-publishing maka kamu juga mengatur perwajahan dan tata letaknya. Saya menyarankan untuk tata letak diatur kemudian saja. Mintalah tolong pada orang yang sudah terbiasa melakukannya supaya hasilnya lebih baik.
58 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Biasanya dalam menulis, yang sering dikeluhkan adalah menentukan kata, kalimat, atau paragraf pertama. Jangan bingung, itu wajar. Bahkan saya juga masih sering mengalaminya. Untuk mengatasi hal ini, ada dua cara yang biasanya saya tempuh: pertama menulis bagian yang paling mudah (tidak harus mulai awal bab), kedua menulis apa adanya paragraf pertama (kemudian nantinya dievaluasi apakah dihapus, diganti, atau diubah letaknya menjadi di tengah atau di akhir). Kamu bisa menggunakan dua cara yang saya biasa saya pakai itu.
Buku itu tidak akan selesai dengan sendirinya. Jadi mulailah menulis…baca referensi…begitu sampai selesai!
Menentukan Judul Buku Selamat! Kamu telah menyelesaikan draft naskah bukumu. Saya mengucapkan ini karena mengandaikan kamu sudah menyelesaikan draft itu. ya, kalaupun belum, segera saja diselesaikan. Pada tahap ini saya yakin kamu sudah memiliki poinpoin kata untuk dijadikan judul. Bahkan mungkin kamu sudah merumuskan beberapa alternatif judul. Memang selama proses penulisan, gesekan input informasi dan olah pikir kita akan memunculkan beberapa judul alternatif. Selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah mengerucutkan pilihan itu sehingga muncul satu pilihan utama judul.
Ahmad Faizin Karimi |
59
Sebagaimana tips dari Andrias Harefa, soal menentukan judul itu bisa jadi penting bisa juga tidak penting. Bagi penulis-penulis yang sudah memiliki popularitas menentukan sebuah judul bukan sesuatu yang sangat penting lagi, karena banyak orang yang lebih menaruh minat pada siapa penulisnya ketimbang apa judul tulisannya. Hanya saja bagi penulis pemula yang belum pernah menerbitkan buku atau yang masih belum dikenal, menentukan judul yang tepat untuk sebuah tulisan atau buku bisa menjadi sangat penting. Menentukan judul bagi penulis pemula diharapkan bisa menarik Kalau judulnya saja pembaca untuk untuk tidak menarik dan berminat membaca bukunya. Kalau judulnya saja tidak menarik dan nama nama penulisnya penulisnya belum tenar belum tenar maka maka semakin berkuranglah minat orang untuk membaca semakin atau membeli buku kita.
berkuranglah minat orang untuk membaca atau membeli buku kita.
Pertanyaan yang umum disodorkan para penulis tentang membuat judul ini adalah ―Apakah harus membuat judul dulu baru menulis isinya, ataukah judul itu dibuat belakangan?‖. Untuk pertanyaan ini, saya mengutip jawaban Hernowo: ―Sebenarnya mana yang lebih dahulu diciptakan tidak ada masalah asal kemudian proses yang dilalui selanjutnya tidak
60 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
membebani atau merepotkan. Siapa saja yang bisa menciptakan di awal sebelum menulis, tentu lebih bagus. Mengapa? Sebab sembari menuliskan pikirannya, dia dapat mengganti judul sesuai karakter tulisannya‖. Kadang kita berpikir jangan-jangan judul yang saya buat ini salah. Sebenarnya, tidak ada judul yang salah. Yang lebih tepat adalah ada judul yang menarik dan ada judul yang tidak menarik. Sehingga pertanyaannya adalah ―Bagaimana cara menentukan judul yang menarik bagi buku kita?‖ Jawaban pertanyaan ini cukup sulit, mengingat kenyataan bahwa ketertarikan seseorang terhadap sesuatu bisa jadi berbeda dengan orang lain. Seringkali saya temui judul yang dianggap menarik oleh seorang penulis malah dianggap tidak menarik oleh penulis yang lain. Hal ini juga memunculkan dilema, sebuah judul yang ―baik‖ belum tentu merupakan judul yang ―menarik‖. Seringkali kita temui buku dengan judul yang menarik, namun ternyata tidak sesuai dengan isinya. Berarti judul itu ―tidak baik‖. Oke, saya tidak ingin berpanjanglebar membahas aspek apa dan mengapa dari pembuatan judul. Tujuan tulisan ini adalah membantu kamu menemukan judul yang tepat untuk bukumu. Jadi langsung saja kita mengarah pada pembahasan bagaimana menemukan judul yang tepat. Sebelumnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan judul buku, yakni: Pertama, relevansi. sebuah judul harus sesuai dengan isi buku. Ini penting dalam jangka panjang. Jika sebuah judul buku tidak relevan dengan isinya, tentu pembaca akan kecewa dan mungkin ia tidak akan membeli lagi
Ahmad Faizin Karimi |
61
buku dari penulis atau penerbit yang sama. Kita sendiri juga akan kecewa toh jika terlanjur membeli buku karena tertarik judulnya namun tidak relevan dengan isinya? Kedua, atraktifitas, sebuah judul sedapat mungkin menarik minat pembaca. Jika memang buku itu nantinya berada di rak toko buku, maka ia akan berada di samping ratusan judul buku lain. Jadi perlu menemukan judul buku yang memancing ketertarikan pembaca. Bagaimana merumuskan judul yang menarik? Sekali lagi ini kembali pada selera. Namun secara umum, mengacu pada survey yang dilakukan situs baca Goodreads, ada beberapa kategori judul yang dianggap menarik: Menimbulkan kejutan (surprising), inti dari judul semacam ini adalah ―berkebalikan‖ dengan asumsi awam. Terdengar lucu (funny), cocok digunakan untuk buku humor atau pembaca remaja. Menggunakan gaya puitis (poetic), terutama digunakan untuk buku sastra dan buku fiksi. Menimbulkan pertanyaan (make you think), biasanya dipakai pada buku pengetahuan umum, literatur, dan buku-buku panduan/pedoman. Membangkitkan minat (intriguing), terutama digunakan untuk buku-buku keterampilan dan pengembangan diri. Terdengar aneh (whimsical), perumusannya cenderung menggunakan permainan kata/bahasa. Biasanya dalam perumusan sebuah judul, kita memerlukan adanya kalimat penjelas. Ini disebut sebagai tagline, yaitu sebaris kalimat yang diletakkan
62 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
setelah judul untuk memperjelas maksudnya. Sebagian besar buku menggunakan tagline ini. Tagline bisa kita dapatkan dari alternatif judul yang kita dapatkan. Caranya dengan menyeleksi semua alternatif yang muncul dengan menyisakan dua alternatif terbaik. Alternatif yang lebih abstrak dipakai sebagai judul utama sedangkan yang lebih kongkrit dijadikan tagline. Berikut adalah contoh proses perumusan judul buku ini.
ALTERNATIF JUDUL BUKU 1. Panduan menulis buku untuk pemula 2. Gampang, Senang, Menguntungkan 3. Langkah -langkah menulis buku 4. Semua Orang Bisa Membuat Buku! 5. Rahasia sukses menjadi penulis buku (nomor 1, 2 & 5 dihapus, nomor 3 & 4 diubah) Tinggal 2 alternatif: 3. Rahasia membuat buku mulai mencari ide, menulis, hingga menerbitkan. 4. Siapapun Bisa Menerbitkan Buku! Nomor 4 dijadikan judul, nomor 3 jadi tagline: “Gampang, Senang, Menguntungkan; Rahasia membuat buku mulai mencari ide, menulis, hingga menerbitkan”
Ahmad Faizin Karimi |
63
Sekedar tips untuk memunculkan alternatif-alternatif judul buku: coba cari buku sejenis yang sudah pernah diterbitkan lalu perhatikan judul yang digunakan. Kamu akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas untuk judul bukumu. Cara ini juga memiliki keuntungan lain, yakni kamu bisa menentukan judul buku yang tidak sama dengan yang sudah ada. Tidak jadi masalah meski jika nantinya judul itu akan diubah lagi oleh penerbit (jika tidak diterbitkan sendiri), toh naskah yang dikirimkan itu juga butuh judul. Jika judul yang kita tentukan itu baik dan menarik, tentu penerbit akan tetap mempertimbangkan untuk menggunakannya. Namun jika penerbit memiliki pertimbangan lain (ya, mereka tentu lebih berpengalaman menganalisa kecenderungan pasar pembaca) kita harus legowo dengan perubahan itu. Yang penting buku kita terbit, iya kan?!
Waktunya merumuskan judul bukumu. Buatlah beberapa alternatif, singkirkan yang tidak sesuai, lalu pilih yang terbaik
Mengevaluasi Draft Buku Lho, naskah bukunya kan sudah selesai? Mungkin kamu bertanya seperti itu. Ya, tapi itu masih berupa draft. Jadi tidak ada salahnya (bahkan lebih banyak benarnya) jika kita menyempatkan diri mengevaluasi lagi draft buku yang sudah susah payah kita susun itu.
64 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Evaluasi draft buku dilakukan paling tidak terhadap beberapa aspek berikut: Pengetikan. Perhatikan apakah ada salah ketik. Ini terkesan remeh tapi penting. Pengalaman saya, banyak penulis yang tidak memperhatikan ketepatan pengetikannya—dan ini sangat mengganggu editor. Coba baca bukumu dari awal sampai akhir. Perhatikan penggunaan tanda baca, ketepatan penggunaan huruf, spasi, bahkan pemenggalan kata. Sebuah naskah yang banyak Mengevaluasi kecacatan dalam pengetikannya sangat meng-ganggu naskah buku pembaca dalam mendalami biasanya hanya tulisan itu. Pemilihan kata. Selama proses penulisan kadang kita terlalu mudah memilih suatu kata, coba dipikirkan lagi barangkali ada alternatif kata yang lebih baik. Katakata yang kurang ―kuat‖ diganti dengan kata yang lebih mendukung kalimat secara keseluruhan. Kejelasan kalimat. Apakah kalimat-kalimat yang kita tulis bisa dipahami oleh pembaca. Untuk mengetahuinya tidak ada salahnya jika kita meminta bantuan orang lain: minta tolong
menghasilkan perbaikan kecil, namun itulah yang akan dilakukan para penulis profesional untuk memastikan kualitas karyanya.
Ahmad Faizin Karimi |
65
beberapa orang membaca naskah kita. Tentu tidak perlu semuanya, cukup bagian-bagian tertentu saja sebagai sampel. Berbagai aspek di atas mungkin tidak berlaku untuk jenis-jenis buku tertentu, misalnya buku kumpulan sketsa atau kumpulan foto. Namun ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan untuk semua jenis buku, yakni: Urutan bagian. Coba dievaluasi apakah sudah tepat penempatan satu bagian tertentu terhadap bagian lain. Misalnya urutan munculnya gambar, urutan munculnya tulisan (mana tulisan yang lebih dulu dan mana yang akhir). Perbedaan seorang profesional dan amatir, seringkali terletak pada perhatian terhadap hal-hal kecil. Mengevaluasi naskah buku biasanya hanya menghasilkan perbaikan kecil, namun itulah yang akan dilakukan para penulis profesional untuk memastikan kualitas karyanya. Memang kita belum profesional sih, tapi setidaknya ini adalah kebiasaan para penulis profesional yang harus kita contoh.
Buka kembali naskah bukumu, lalu baca tiap kata, tiap paragraf, dan tiap bab dengan cermat. Perhatikan apa ada yang harus diperbaiki!
Seringkali meski kita sudah mengevaluasinya, membaca dengan serius tiap kata, tiap paragraf, dan tiap bagiannya tetap saja ada kekeliruan yang terlewat. No problem, setidaknya kita sudah berusaha meminimalisir
66 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
itu. Bahkan buku-buku yang sudah dicetak dan diterbitkan pun kadang masih terdapat kekeliruan, meski sudah diedit oleh editor yang berpengalaman.
Mengirim ke Penerbit Jika kamu berencana untuk menerbitkan sendiri buku karyamu, maka ini tahapan yang tidak perlu kamu lakukan. Tapi jika tidak ada keinginan untuk menerbitkan sendiri, maka mengirim naskah ke penerbit menjadi langkah akhir setelah penyelesaian naskah. Tanpa bermaksud menggurui, saya mengasumsikan kamu belum sepenuhnya paham tentang hal ini, karenanya perlu saya jelaskan dulu tentang jenis-jenis penerbitan. Secara sederhana penerbitan buku dibagi menjadi tiga: diterbitkan penerbit mayor, diterbitkan penerbit indie, dan diterbitkan sendiri (self-publishing). Penerbit mayor adalah penerbit besar yang telah memiliki jaringan distribusi luas dan modal yang besar. Jika bukumu diterbitkan penerbit mayor (contoh: Gramedia, Mizan, Gema Insani, dll) maka—dengan skema standard—semua proses mulai tata letak, pencetakan, hingga penjualan mereka yang menangani. Termasuk modalnya. Kamu tinggal menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan (royalti, beli putus, dll). Penerbit indie adalah penerbit kecil yang memiliki jaringan distribusi tidak terlalu luas dan modal yang sedikit. Jika menerbitkan melalui penerbit indie, maka biasanya kamu yang harus menanggung modalnya tapi mereka yang membantu memasarkan (disamping kamu pasarkan sendiri juga untuk mendongkrak penjualan). Ahmad Faizin Karimi |
67
Penerbitan sendiri (self-publishing) adalah menerbitkan buku dengan ―bendera penerbitan‖ sendiri, mencari modal sendiri, dan mencari pasar sendiri. Dalam mencari modal kamu bisa menggandeng investor, namun intinya tetap kamu sendiri yang bertanggungjawab terhadap permodalannya. Dalam mencari pasar kamu juga bisa bekerjasama dengan distributor buku, tapi intinya tetap kamu yang harus memiliki inisiatif pasarnya. Masing-masing bentuk penerbitan memiliki plusminusnya sendiri-sendiri, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut: Aspek Modal Distribusi Kebebasan Bagi hasil
Mayor Bebas Tersedia Terbatas Ditentukan
Indie Cari Sendiri Tersedia Bebas Lebih leluasa
Self-Publishing Cari Sendiri Cari sendiri Sangat bebas Sangat leluasa
(tabel di atas berdasarkan pola kerjasama standard dan kondisi pada umumnya) Mana yang harus saya pilih? Jika kamu punya naskah buku, pilihan pertama yang saya sarankan adalah mengirimkannya ke penerbit mayor. Ada beberapa alasan mengapa kita memilih opsi ini: pertama, jika diterima maka kita akan dimudahkan untuk urusan cetak dan distribusi. Kedua, jika ditolak kita bisa tahu kelemahan naskah kita. Tentu penolakan naskah buku oleh penerbit bukan berarti naskah kita itu buruk, hanya saja dianggap kurang sesuai dengan selera dan prediksi pasar penerbit tersebut. Karenanya menjadi penting untuk mengetahui lini penerbitan dan selera mereka.
68 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Beragamnya jenis buku oleh beberapa penerbit disiasati dengan membuat semacam ―anak perusahaan‖ penerbitan yang khusus mengakomodasi pasar-pasar tertentu. Mereka memiliki beberapa lini penerbitan untuk kategori buku yang berbeda. Keliru mengirimkan naskah tentu akan menghambat proses penerbitan buku kita, misalnya mengirimkan naskah buku teenlit pada lini penerbitan buku agama. Jadi, sebagai opsi awal ada baiknya mengirimkan dulu naskah kita itu kepada beberapa penerbit. Biasanya membutuhkan waktu beberapa hingga 3-4 kita akan mendapatkan jawaban apakah penerbit yang kita tuju itu bersedia menerbitkan buku kita atau tidak. Jika mereka bersedia menerbitkan, maka kita akan diminta menandatangani kontrak, termasuk skema pembayaran naskahnya. Jika ditolak kamu bisa mencoba untuk mengirimkan kepada penerbit lain. Jangan merasa malu. Toh penerbit itu tidak kenal kita. Berikut adalah pengaturan umum naskah yang akan kita kirimkan kepada penerbit:
Lay-out & Kelengkapan Pengiriman Naskah Kepada Penerbit Ada beragam standar lay-out untuk naskah yang dikirim ke penerbit, bergantung pada kebijakan penerbitnya. Secara umum, standar lay-out naskah adalah sebagai berikut:
Dalam format cetak (print-out), tidak bolakbalik, dijilid rapi. Dimasukkan amplop yang cukup (tidak dilipat). Ahmad Faizin Karimi |
69
Ukuran kertas A4 atau Letter. Namun pada umumnya A4. Spasi single atau 1,5. Umumnya spasi 1,5 Gunakan first-indent (tulisan menjorok ke dalam pada baris pertama tiap paragraf) Jenis font Times New Roman ukuran 11-12 point untuk teks isi, 18-26 point untuk bab, 14-16 point untuk sub-bab. Buat penomoran halaman Buat daftar isi, daftar tabel, daftar gambar (jika ada), daftar pustaka, footnote/endnote (jika ada) Buat kata pengantar Lampiran kelengkapan: Biodata penulis (ada foto), jelaskan profilmu secara singkat, jangan bertele-tele. Sinopsis isi buku, singkat saja. Fotokopi indentitas (KTP/SIM/Kartu pelajar) Keterangan selling-point, keunggulan buku dibanding buku lain dengan topik yang sama, target market (pangsa pasar), dll Menyertakan file digital (CD) jika dipersyaratkan, jika tidak maka tidak perlu dikirim (untuk keamanan data kita)
Berkas-berkas itu dikirim via pos ke alamat penerbit. Ada juga cara pengiriman via e-mail, namun lebih baik melalui pos/datang langsung ke penerbit. Beberapa penerbit menyertakan form pengiriman karya yang bisa didownload di website-nya.
70 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Bagaimana memilih penerbit yang tepat? Kamu bisa memperkirakan karakter penerbit tersebut dengan melihat buku-buku yang sudah diterbitkan. Dengan melihat tampilan dan bahasa dari buku yang diterbitkan kita bisa memperkirakan seperti apa selera dan pasar penerbit tersebut. Jika tidak sesuai dengan karakter naskahmu, lebih baik jangan dikirim ke penerbit itu. Bagi para penulis yang belum memiliki nama, saya menyarankan untuk tidak terlalu pilih-pilih. Maksudnya jangan alergi dengan penerbit-penerbit tertentu, juga jangan terlalu memaksa untuk diterbitkan penerbit tertentu. Kita pragmatis dulu aja, yang penting ada yang mau menerbitkan buku kita itu sudah cukup. Meski tidak boleh terlalu pilih-pilih, tetap saja kita perlu memiliki kriteria. Secara sederhana, pertimbangkan hal-hal berikut: (1) Citra. Nama baik dan popularitas penerbit secara langsung mempengaruhi citra dan popularitas kita. Penerbit dengan citra yang baik juga relatif aman, artinya mereka akan menjaga nama baik dengan tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak penulis, terutama mengenai pembagian keuntungan. (2) Distribusi. Penerbit dengan jaringan distribusi yang baik tentu lebih menguntungkan bagi penulis. (3) Integritas. Jika kamu tahu penerbit itu tidak fair dalam memperlakukan penulis maka bekerja sama dengan mereka sama saja dengan bunuh diri. Muhammad Fauzil Adhim, penulis buku Makna Kata menuturkan kepada saya proses bagaimana ia bisa mudah menembus berbagai penerbit. Menurutnya kita bisa memulai dengan mengirim naskah ke penerbit paling bergengsi. Jika naskah kita bisa diterbitkan penerbit itu, otomatis penerbit lain akan lebih mudah Ahmad Faizin Karimi |
71
menerima naskah buku kita. Dan benar saja, ketika bukunya diterbitkan pertama kali oleh penerbit besar, banyak penerbit skala menengah yang antri meminta naskah kepadanya. ―Saya tidak mulai dari yang mudah, tapi saya mulai dari yang sulit,‖ ujar beliau. Apakah boleh saya mengirimkan naskah ke beberapa penerbit dalam waktu yang bersamaan? Beberapa penerbit memperkenankan penawaran naskah semacam itu, jadi tidak apa-apa kita mengirimkan ke beberapa penerbit. Mana penerbit yang lebih dulu memberikan jawaban positif itulah yang kita terima. Ingat: jangan membatalkan persetujuan dengan penerbit yang sudah kita setujui hanya karena ada penerbit besar yang bersedia kemudian. Baik yang hanay persetujuan lisan, apalagi yang sudah tanda tangan kontrak. Namun mengirimkan naskah ke beberapa penerbit memiliki konsekuensi negatif: kemungkinan mereka akan mem-black list nama kita karena dianggap merugikan. Mereka sudah membuang cukup waktu dan tenaga untuk menyeleksi naskah kita, tapi akhirnya tidak berhasil menerbitkan naskah itu. Saran saya, lebih baik agak bersabar. Kita buat saja list prioritas penerbit yang akan kita kirimi naskah kita, kemudian mengirimkan mulai dari pilihan utama. Jika tidak diterima (atau tidak ada jawaban dari penerbit hingga batas waktu yang mereka tentukan) kamu boleh mengirimkan kepada penerbit selanjutnya dalam daftar kamu. Ini memang memakan waktu. Tapi dalam jangka panjang lebih menguntungkan jika memang kita berniat
72 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
konsisten membuat buku. Boleh jadi di masa-masa mendatang kita butuh penerbit-penerbit itu, jadi lebih baik menjaga nama baik kita juga. Kalau kamu punya koneksi dengan penerbit, itu lebih baik lagi. Lebih cepat dan lebih mungkin diterima. Skema pembayaran naskah seperti apa yang lebih baik? Saya lebih suka menggunakan kata ―lebih cocok‖. Tidak ada skema yang lebih baik, yang ada adalah mana yang lebih cocok dengan kamu. Secara umum, yang paling banyak dipakai adalah sistem royalti. Standarnya penulis mendapatkan 10% dari harga jual kali jumlah oplah. Penerbit akan membayar kita uang mukanya saja pada saat buku itu diterbitkan. Dengan skema ini maka besar kecilnya pembayaran yang diterima penulis bergantung pada banyaknya buku yang terjual dan harga di pasar. Ada juga yang menggunakan skema beli putus. Naskah kita dihargai oleh penerbit dan dibayar lunas seharga itu. Jika buku kita tidak laku kita tetap dapat pembayaran sebesar itu. Jika buku kita booming kita juga tidak mendapatkan tambahan pembayaran. Selain itu ada skema beli-putus berjangka. Artinya kita dibayar sejumlah tertentu dengan jumlah oplah tertentu. Jika buku itu laku dan dicetak ulang, kita mendapatkan lagi pembayaran sesuai kesepakatan. Terserah kamu saja. Mana yang lebih cocok.
Ahmad Faizin Karimi |
73
Bagaimana mengetahui bahwa kita dibayar dengan jumlah sebenarnya? Maksud saya apakah penerbit tidak membohongi kita tentang jumlah buku yang terjual? Kita tidak punya pilihan. Jadi berbaik sangka saja kepada penerbit. Penerbit yang baik akan memberikan hal penulis dengan sebenarnya. Jadi daripada memusingkan hal ini, lebih tepat sedari awal kita memilih penerbit yang punya citra baik.
Coba tentukan daftar penerbit prioritas, mulailah mengirimkan naskahmu kepada mereka, dan sabarlah menunggu…
Ada pilihan lain selain mengirimkan kepada penerbit komersil, yaitu mengirimkan kepada penerbitan milik negara. Dalam hal ini adalah Pusat Perbukuan dan Kurikulum Departeman Pendidikan Nasional (buka website puskurbuk.net). Kamu bisa mengirimkan naskah-naskah buku pengayaan (baik fiksi maupun non-fiksi) untuk dipilih oleh para juri. Jika terpilih maka hak cipta bukumu dimiliki negara, buku itu akan didistribusikan ke sekolah-sekolah seluruh Indonesia. Sebagai penulis, kamu akan dibayar dengan sistem beli-putus. Jumlahnya cukup lumayan, berkisar antara 19-21 juta rupiah (untuk tahun 2010). Salah satu rekan penulis, Mustakim tercatat pernah berhasil meloloskan naskahnya untuk diterbitkan Pusat Perbukuan tahun 2002.
74 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Jika tidak ada penerbit yang kamu kirimi naskah itu yang bersedia untuk menerbitkan bukumu, tidak masalah. Kini kamu bisa mencoba untuk menerbitkan buku melalui penerbit indie. Ada banyak penerbit indie di Indonesia. Searching saja di Google dengan kata kunci ―penerbit buku indie‖ kemudian masuk ke halaman web mereka dan baca ketentuan dari penerbit indie yang kamu pilih itu. Perlu diperhatikan, jika kita memilih untuk menerbitkan buku melalui penerbit indie, pembiayaan penerbitan itu umumnya menjadi tanggungan kita sebagai penulis. Ada beberapa poin yang biaya operasionalnya mungkin kita tanggung, yakni:
Jasa Jasa Jasa Jasa Jasa
editor serta jasa lay-out dan desain konsultasi isi buku pengurusan ISBN/KDT cetak distribusi
Jika kamu punya cukup dana, kamu bisa menggunakan paket-paket yang mereka tawarkan. Pilihlah yang paling menguntungkan bagimu. Jika dana/modal kita minim, ada baiknya kita mengambil paket paling murah yakni jasa pengurusan ISBN/KDT plus biaya cetak. Untuk pengurusan ISBN/KDT sebenarnya gratis. Artinya proses pengurusan ISBN/KDT ke Perpustakaan Nasional Indonesia tidak dikenakan biaya, jadi biaya yang dikenakan dalam permohonan ISBN/KDT adalah biaya operasional penerbit itu sendiri. Untuk biaya cetak, besarannya bergantung pada seberapa banyak buku itu akan dicetak. Sebaiknya kamu tidak mencetak terlalu banyak dulu. Cukup 500 eksemplar untuk cetakan pertama. Jika buku itu laku di Ahmad Faizin Karimi |
75
pasaran kamu bisa mencetak ulang lebih banyak lagi. Jika kurang laku, paling tidak kerugian finansialnya tidak terlampau besar.
Jika pilihan penerbit indie kamu ambil, mulailah membuat daftar prioritas penerbit yang akan diajak kerjasama
Dalam menentukan penerbit indie yang tepat, kamu bisa melihat sejauh mana penerbit itu telah menerbitkan buku. Jika yang diterbitkan cukup banyak dan bukubuku itu bisa menembus jaringan distribusi yang luas termasuk toko buku besar, kamu bisa mempercayakan penerbitan bukumu pada penerbit seperti ini. Jika jaringan distribusinya lemah, kamu sebagai penulis yang akan rugi secara finansial. Sudah keluar modal namun buku kita tidak terjual. Kalaupun modal kita minim, bukan berarti kita tidak bisa menerbitkan buku kita. Jika tidak ada yang mau menerbitkan buku kita, mengapa tidak kita terbitkan sendiri saja? Inilah yang mendasari munculnya tren penerbitan sendiri (self-publishing). Dengan menerbitkan sendiri buku kita maka kebebasan kita sebagai penulis sangat besar. Tentu, konsekuensinya adalah dibutuhkan pengorbanan yang juga lebih besar. Pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran untuk tidak hanya mengurusi soal tulisan, tapi juga manajemen penerbitan. Mulai dari pencetakan, distribusi, hingga administrasi kepenerbitan.
76 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Dalam menerbitkan buku sendiri, kita perlu memahami hal-hal yang biasanya dilakukan oleh penerbit pada buku kita: mengatur lay-out, membuat sampul, hingga mencari jalur distribusi. Secara tidak langsung kita akan mengetahui seluk-beluk dunia penerbitan lebih dalam. Bisa dikatakan, biaya untuk menerbitkan buku secara self-publishing sangat murah, bahkan bisa gratis. Ya, tidak keluar uang sama sekali. Kita akan membahas ini dalam bagian selanjutnya.
Bisa dikatakan, biaya untuk menerbitkan buku secara selfpublishing sangat murah, bahkan bisa gratis.
Jika kamu berniat menerbitkan buku secara selfpublishing, kamu perlu baca penjelasan berikut.
Mengatur Tata Letak Tata letak untuk buku yang akan kita terbitkan sendiri berbeda dengan tata letak untuk buku yang kita kirimkan ke penerbit. Lay-out untuk naskah yang dikirim ke penerbit ditujukan agar mudah dibaca untuk dievaluasi editor, sedangkan lay-out untuk naskah yang akan kita terbitkan sendiri ditujukan untuk mudah dikirim dan dibaca masyarakat. Dalam pengaturan tata letak (lay-out) buku setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan: ukuran halaman,
Ahmad Faizin Karimi |
77
jenis font, dan tata letak isi. Kita akan membahas ketiga hal ini satu persatu berikut ini. Ukuran halaman. Pada dasarnya tidak masalah kita mau menggunakan ukuran kertas atau ukuran halaman seperti apa. Suka-suka kita saja. Penerbit pada umumnya memiliki standar yang tidak sama untuk ukuran buku yang mereka cetak dibandingkan dengan penerbit lain. Dalam menentukan ukuran halaman, yang penting adalah prinsip proporsionalitas. Artinya perbandingan panjang dan lebar seimbang (kecuali untuk tujuan tertentu kita bisa menggunakan ukuran yang tidak umum). Prinsip kedua adalah kemudahan, bagaimana agar buku itu mudah dibawa. Ketiga, hubungannya dengan tebal buku/panjang naskah. Jika naskah kita tebal, mungkin ukuran halaman bisa menggunakan format standar. Tapi jika naskah kita terlalu tipis, kita bisa pilih ukuran buku yang lebih kecil agar tebal buku masih memadai untuk kebutuhan penjilidan (binding). Berikut ini adalah ukuran standar buku yang saya ambil dari penerbit Andi. Kamu bisa mengadopsinya, bisa juga tidak. Terserah saja. (buku ini pun ukurannya saya buat tidak sama dengan ukuran di bawah ini). Ukuran Besar : 20 cm x 28 cm, 21,5 cm x 15,5 cm Ukuran Standar : 16 cm x 23 cm, 11,5 cm x 17,5 cm Ukuran Kecil : 14 cm x 21 cm, 10 cm x 16 cm Buku Saku : 10 cm x 18 cm, 13,5 cm x 7,5 cm
Beberapa penerbit indie menggunakan ukuran kertas standar internasional, yakni buku standar A5 (14,8 cm x
78 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
21 cm) atau buku saku A6 (10,5 cm x 14,8 cm). Ini karena biasanya penerbit indie menggunakan sistem Publish on Demand (mencetak berdasarkan permintaan) dalam jumlah kecil menggunakan printer biasa sehingga ukuran kertas disesuaikan dengan ukuran kertas biasa di pasaran (A4). Jadi jika kamu berniat mencetak dalam jumlah terbatas, kamu bisa memilih ukuran A5 saja. Itu lebih praktis. Jenis font. Untuk jenis font juga sebenarnya tidak ada ketentuan baku harus menggunakan font apa. Harus kamu pahami, secara sederhana ada dua jenis font: font untuk teks (text type) dan font untuk display (display type). Perbedaan kedua jenis font ini—mengutip Surianto Rustan—sebagaimana tampak pada tabel berikut: Display Type Menarik perhatian Besar (>12 pt) Semua jenis Sedikit/singkat Judul, bab, sub-bab Tidak harus jelas
Fungsi Ukuran Jenis Huruf Jumlah kata Penerapan Keterbacaan
Text Type Isi naskah Kecil (≤12pt) Serif & Sans Serif Banyak/panjang Body text, catatan Harus jelas
Dalam memilih font untuk isi buku sebaiknya yang mudah dibaca. Jangan gunakan jenis font dekoratif untuk isi naskah. Beberapa jenis font yang biasa dipakai oleh penerbit antara lain: Kategori Serif (Bookman Old Style, Times New Roman, Garamond, Book Antiqua) dan kategori Sans Serif (Arial, Verdana, Tahoma, Trebuchet). Jenis font untuk buku tertentu harus disesuaikan dengan karakter pembacanya. Misalnya buku anak-anak menggunakan font seperti Comic Sans Ahmad Faizin Karimi |
79
atau buku untuk pembaca lokal menggunakan font khusus untuk bahasa lokal (Jepang, China, Arab, dll). Buku ini sendiri menggunakan font jenis Trebuchet MS untuk isi buku. Untuk bab dan sub-bab, kita bisa menggunakan display type. Fungsinya adalah untuk menarik perhatian dan membedakan antara sub-judul dengan isi naskah. Kita juga bisa menggunakan font yang sama dengan font untuk isi yang ditebalkan (bold) dan/atau diperbesar ukurannya. Tata letak isi. Pertama, mengenai margin (jarak dari tepi paragraf ke batas sisi buku). Jangan membuat margin terlalu sempit dan jangan terlalu lebar. Margin yang terlalu sempit akan beresiko teks terpotong saat finishing pemotongan buku dan tidak nyaman dibaca. Margin terlalu lebar merupakan pemborosan (karena menambah jumlah halaman). Margin buku pada umumnya berkisar antara 1,5 cm sampai 2,5 cm, bergantung pada lebar halaman dan tebal buku. Semakin lebar halaman, semakin lebar margin. Semakin tebal buku perlu semakin lebar margin juga (terutama margin sisi dalam yang terkena jilid). Kedua, mengenai spasi (jarak antar baris). Spasi yang dipakai jangan terlalu tinggi juga jangan terlalu pendek (mepet). Pada umumnya spasi yang digunakan adalah single (1 spasi) atau 1,5 spasi. Boleh juga membedakan spasi antar baris dengan spasi antar paragraf. Ketiga, mengenai kolom. Jika buku berformat besar (ukuran halaman luas) kamu bisa menggunakan dua kolom. Ini karena untuk ukuran huruf yang kecil dengan halaman buku yang lebar, jumlah kata tiap kolomnya
80 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
bisa terlalu banyak jika hanya dibuat satu kolom, yang akhirnya menyulitkan pembaca mencari kelanjutan baris yang dibaca. Keempat, mengenai elemen selain teks. Ini bisa berupa gambar, ilustrasi, atau tabel. Elemen-elemen ini perlu diatur dengan baik dan proporsional dengan ukuran teks. Jika menggunakan gambar milik orang lain sebaiknya ditulis sumbernya (bisa di halaman yang sama atau lampiran khusus). Untuk tabel, sebaiknya diatur agar lebarnya sama dengan lebar kolom. Jika tidak memungkinkan bisa menggunakan orientasi yang berbeda (landscape) atau ditaruh pada bagian lampiran jika panjangnya lumayan menyita halaman. Berikut gambar contoh elemen halaman isi dari buku yang sedang anda baca ini.
Untuk lebih jelasnya mengenai cara mengatur lay-out yang baik silahkan baca buku yang membahas khusus tentang lay-out.
Ahmad Faizin Karimi |
81
Tentukan pengaturan elemen-elemen layout, kemudian coba terapkan dengan program pengolah kata
Menentukan Perwajahan Sampul Mendesain sampul adalah proses penting dalam penerbitan buku. Resikonya jika gagal adalah buku kita kurang menarik minat pembaca, meski isinya bagus. Untuk mendesain sampul yang baik diperlukan kemampuan dan sense grafis memadai. Karena itu Perlu diperhatikan yang jika kamu belum terbiasa membuat desain, ada bahwa kamu baiknya menyerahkan proses mendesain sampul ini kepada ahlinya. Kamu tetap bisa menyampaikan ini bukan untuk usulmu kepada sang desainer untuk menghasilkan hasil kamu, tapi untuk akhir yang juga kamu sukai.
pembaca.
Perlu diperhatikan bahwa kamu mendesain sampul ini bukan untuk kamu, tapi untuk pembaca. Jadi perlu diperhatikan bagaimana menarik minat pembaca. Untuk buku-buku tertentu (misalnya buku teks/ literatur) memang seringkali tidak terlalu mendesak untuk mendesain sampul yang menarik karena pasarnya jelas.
82 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Dalam mendesain sampul, ada beberapa elemen yang harus diperhatikan, yakni: ukuran, teks, gambar, warna, dan komposisi. Secara singkat masing-masing elemen itu akan dibahas berikut ini. Ukuran. Ukuran halaman sampul tentu sama dengan ukuran halaman isi, kecuali untuk buku dengan sampul hard cover (kertas tebal) yang lebih besar beberapa milimeter (3-5 mm untuk sisi atas, kanan, dan bawah). Jika buku dicetak dengan sampul soft cover maka ukuran covernya sama dengan ukuran halaman isi. Teks. Elemen teks untuk sampul biasanya terdiri atas teks judul buku, teks tagline/penjelas judul, dan teks lain (nama penulis, sinopsis, atau keterangan lain). Untuk teks judul bisa menggunakan jenis font display, atau bisa juga text type. Sedangkan font untuk tagline, dan teks lain menggunakan jenis type text. Kecuali dimaksudkan secara sengaja untuk tujuan tertentu, teks pada sampul jangan diletakkan terlalu dekat dengan garis tepi (batas halaman). Ini karena resiko terpotong saat finishing penjilidan setelah cetak. Gambar. Gambar diperlukan untuk menambah daya tarik sampul. Dalam mendesain sampul, gambar sifatnya tidak wajib, artinya tidak menggunakan gambar sama sekali pun tidak masalah selama elemen yang lain cukup kuat untuk menarik perhatian. Perlu diperhatikan, saat kamu menggunakan gambar untuk sampul, pastikan bahwa: (1) gambar memiliki kualitas optimal, jangan gunakan gambar resolusi kecil yang mengakibatkan
Ahmad Faizin Karimi |
83
terlihat ―pecah‖ atau gambar dengan pencahayaan buruk, (2) gambar yang digunakan jangan sampai melanggar hak cipta (plagiasi), gambar milik sendiri lebih diutamakan, (3) tidak perlu memaksakan untuk memasukkan gambar yang tidak terkait, ini hanya menambah keruwetan tapi tidak memberikan makna, (4) gambar yang ditampilkan memiliki relevansi dengan topik yang dibahas, dan (5) gambar mendukung teks judul. Warna. Memilih warna sampul tidak bisa sembarangan. Warna digunakan tidak hanya untuk mempercantik tampilan, namun juga mendukung pesan. Jadi tidak bisa berdasarkan selera kita, tapi ―apa yang ingin disampaikan?‖. Kamu perlu mengenal ―psikologi warna‖ lebih dalam untuk memahami hal ini. Berikut gambar penjelas contoh komposisi dan elemen perwajahan (sampul) buku ini.
84 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Pada umumnya untuk membuat sampul buku digunakan program pengolah grafis atau pengolah gambar. Lebih baik tidak menggunakan program pengolah kata untuk membuat cover. Kalau kamu belum menguasai program ini, lebih baik meminta bantuan pada yang sudah bisa. Untuk lebih jelasnya tentang cara mendesain yang baik silahkan baca buku yang membahas tentang desain grafis.
Buatlah sketsa pengaturan halaman sampul lalu terapkan melalui program pengolah grafis. Jika kesulitan, minta tolong pada mereka yang sudah bisa untuk membuat desain sampul berdasarkan sketsamu tadi
Mendaftarkan ISBN/KDT ISBN adalah singkatan dari International Standard Book Number (nomor standar buku internasional). Pengurusan ISBN di Indonesia dibawah wewenang Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpusnas menjelaskan bahwa ISBN adalah deretan angka 13 digit sebagai pemberi identifikasi unik secara internasional terhadap satu buku maupun produk seperti –buku yang diterbitkan oleh penerbit. Setiap nomer memberikan identifikasi unik untuk setiap terbitan dari setiap penerbit, memungkinkan pemasaran produk yang lebih efisien bagi toko buku, perpustakaan, universitas maupun distributor.
Ahmad Faizin Karimi |
85
KDT adalah singkatan dari Katalog Dalam Terbitan. Adalah keterangan mengenai identitas buku berupa katagol dalam terbitan. Apakah setiap buku yang diterbitkan wajib memiliki ISBN? Tidak. Tidak ada ketentuan bahwa sebuah buku wajib memiliki ISBN. ISBN adalah identifikasi unik sebuah buku secara internasional. Nomor ini memungkinkan sebuah buku diidentifikasi dengan cara yang sama secara global. Karena sifatnya unik, nomor ISBN buku tidak ada yang sama diseluruh dunia. Jadi kamu tetap sah-sah saja menerbitkan buku tanpa ISBN. Tapi sebagaimana penjelasan dari Perpusnas RI, dengan memiliki ISBN berarti buku kita memiliki kode unik secara global, disamping terdaftar resmi di Perpusnas RI. Berapa biaya mengurus ISBN/KDT? Dan berapa lama pengurusannya? Gratis. Tidak ada biaya sama sekali. Pengurusannya pun termasuk cepat untuk sebuah layanan publik di negara kita (he..he..he..). Proses pengurusannya pun tidak lama. Pengalaman saya (permohonan via e-mail) berkisar 2 hingga 4 jam (pada hari dan jam kerja efektif). Cukup singkat kan? Dan prosesnya mudah, tidak berbelit-belit.
86 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Apakah semua orang boleh mendaftarkan bukunya untuk mendapatkan ISBN? Yang bisa mengajukan permohonan ISBN/KDT atas buku adalah penerbit, lembaga, badan ataupun yayasan. Jadi kalau kita berniat menerbitkan secara self-publishing, kita harus punya penerbitan atau lembaga yang terdaftar di Perpusnas RI. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Jika tidak mau direpotkan dengan pendaftaran ini, kamu bisa memanfaatkan jasa penerbit indie untuk mendaftarkan ISBN bukumu. Tapi konsekuensinya, logo penerbit itu yang akhirnya muncul di bukumu, bukan logo lembaga penerbitanmu sendiri. Saya ingin mengurus ISBN atas nama lembaga saya sendiri, bagaimana caranya? Sebagaimana penjelasan dari Perpusnas RI (buka situsnya di www.pnri.go.id lalu masuk menu ISBN) untuk mendapatkan ISBN ada dua jenis: Untuk Anggota Baru: 1. Mengisi formulir surat pernyataan disertai dengan stempel penerbit dengan menunjukkan bukti legalitas penerbit atau lembaga yang bertanggung jawab (akta notaris). 2. Membuat surat permohonan atas nama penerbit (berstempel) untuk buku yang akan diterbitkan. 3. Mengirimkan fotokopi : (a) Halaman judul, (b) Balik halaman judul, (c) Daftar isi, (d) Kata pengantar.
Ahmad Faizin Karimi |
87
Untuk anggota lama (yang sudah pernah mendaftar dan mengurus ISBN) cukup poin 2 (surat permohonan) dan 3 (berkas kelengkapan buku) saja yang dikirimkan. Setelah buku diterbitkan, dimohon kesediaan penerbit untuk mengirimkan 2 (dua) eksemplar dari hasil terbitan tersebut kepada Tim ISBN/KDT Perpustakaan Nasional RI, agar dapat dipantau pemakaian ISBN/KDT. Permohonan ISBN dan Pengiriman bisa melalui pos, fax atau e-mail ke: Telepon Fax E-mail Pos
: : : :
(021) 92920979 (021) 3927919; (021) 31908479
[email protected];
[email protected] Perpustakaan Nasional RI Direktorat Deposit Bahan Pustaka Sub Direktorat Bibliografi Tim ISBN/KDT Jl. Salemba Raya 28 A / Kotak Pos 3624 Jakarta 10002
Keterangan: jika kita hanya menerima nomor ISBN saja, maka untuk membuat barcode dari nomor itu dua cara: menggunakan ISBN generator otomatis (bisa didownload di internet) atau membuat sendiri melalui software pengolah grafis. Penjelasan detail keduanya tidak saya sertakan dalam buku ini, kamu bisa mencarinya di situssitus internet (searching saja di Google dengan kata kunci ISBN generator/ISBN converter dan cara membuat ISBN dengan program ….).
Mencetak Buku Ada dua pilihan dalam tahapan ini jika kita mau menerbitkan buku sendiri. Kita mencetaknya untuk dijual dalam bentuk buku cetak atau kita tidak perlu
88 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
mencetaknya jika ingin menjual dalam bentuk buku digital (e-book). Kalau untuk dijual dalam bentuk e-book maka yang perlu dilakukan adalah membuat format sesuai dengan media yang akan kita manfaatkan. Ini akan kita bahas lagi pada bagian selanjutnya (mendistribusikan buku). Seumpama kamu mau mencetak bukumu itu untuk dijual dalam bentuk buku fisik, ada beberapa pertimbangan dalam menentukan jumlah cetakannya, yakni target distribusi dan besaran modal. Jika kita menentukan target distribusi buku kita hanya untuk dijual terbatas (skala lokal) maka kita tidak perlu mencetak terlalu banyak, sebaliknya jika target distribusinya luas serta diniatkan tidak hanya untuk dijual (misalnya untuk souvenir, atau dibagi gratis untuk tujuan-tujuan popularitas) maka jumlah cetaknya bisa banyak. Begitu juga dengan urusan modal (kemampuan finansial). Karena penerbitan indie dan self-publishing membutuhkan modal untuk cetak dari usaha penulisnya sendiri maka berapa eksemplar yang dicetak bergantung pada berapa jumlah dana yang kamu mau investasikan. Dalam memilih percetakan yang tepat, ada baiknya kamu membandingkan beberapa percetakan. Biasanya dalam membandingkan mutu percetakan, ada tiga aspek yang bisa dinilai: harga, ketepatan, dan kualitas. Coba tanyakan kepada mereka berapa biaya yang dibutuhkan untuk mencetak buku sesuai spesifikasi dan jumlah yang kamu inginkan, bandingkan harganya dengan percetakan yang lain. Kamu bisa memilih percetakan yang harga cetaknya lebih murah dengan kualitas sama.
Ahmad Faizin Karimi |
89
Selain harga adalah ketepatan, yakni ketepatan waktu penyelesaian. Memang ini sulit diketahui jika kita belum pernah menggunakan jasa percetakan itu sebelumnya. Tapi kita bisa bertanya kepada orang lain tentang percetakan mana yang biasa mereka pakai yang memiliki ketepatan penyelesaian pekerjaan. Jika sebuah percetakan terbiasa molor menyelesaikan order, ini adalah jenis percetakan yang perlu dihindari. Karena jika …Jangan sewaktu-waktu bukumu laris dan stok di pasaran habis, terburu-buru keterlambatan penyelesaian cetak sama saja dengan minder. Banyak kerugian bagi penulis.
buku yang pada awalnya dicetak secara POD akhirnya diterbitkan penerbit besar karena kualitasnya memang bagus.
Aspek terpenting adalah kualitas. Apalah artinya harga cetak yang murah tapi kualitasnya mengecewakan. Kamu bisa memilih harga yang murah selama kualitas hasil cetaknya masih optimal. Ini karena hasil cetak bukumu itu akan dibaca banyak orang. Mereka tidak akan mencemooh pihak percetakan, tapi keburukan kualitas cetak itu akan dialamatkan kepada penerbit (jika kamu menerbitkan sendiri, maka itu dialamatkan pada penulis). Jadi mending menjaga kualitas tetap standar meski mengorbankan sedikit biaya tambahan daripada mengejar harga murah
90 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
namun kesan akhirnya justru murahan. Dalam kondisi modal kamu sangat terbatas, kamu bisa mencetak bukumu itu dengan jumlah yang sangat sedikit. Teknologi percetakan digital (digital printing) sekarang ini bahkan memungkinkan kamu mencetak bukumu tanpa order minimal (cetak satu eksemplar pun dilayani) dengan kualitas yang tidak kalah bagus dibandingkan dengan kua-litas cetakan mesin besar. Kamu bisa mencetaknya terbatas dan menjualnya secara terbatas pula. Atau kamu bisa mencetak jika ada yang memesan, inilah yang disebut pola pencetakan POD (print on demand-mencetak jika ada permintaan). Bagi kamu yang mencetak dengan sistem POD, jangan terburu-buru minder. Banyak buku yang pada awalnya dicetak secara POD akhirnya diterbitkan penerbit besar karena kualitasnya memang bagus. Kuncinya ada pada pemasaran (distribusi). Jika buku itu memang berkualitas, pihak penerbit besar tentu tidak segansegan menawarkan kerja sama.
Mendistribusikan Buku Saya memilih kata ―mendistribusikan‖ karena memang secara umum ada dua orientasi seseorang dalam menyebarkan buku: ada yang berniat menjual (mencari keuntungan finansial) adan ada yang berniat memberi/ menggratiskan (mencari keuntungan non-finansial). Jika kita mencari keuntungan non-finansial (misalnya menyebarluaskan buku kita itu untuk meningkatkan citra kita—biasanya dalam konteks seorang public figure) maka kita tidak perlu bersusah payah mencari pembeli. Kita cukup membagikan gratis buku kita itu. Membagi buku secara gratis biasanya dilakukan para Ahmad Faizin Karimi |
91
tokoh-tokoh masyarakat, buku dibagikan dalam beragam momen: saat pernikahan sebagai souvenir, saat bertemu sahabat sebagai kenang-kenangan, saat ada undangan teman sebagai kado, atau saat menjelang pemilihan umum untuk mencari dukungan rakyat. Penyebarluasan buku untuk tujuan non-finansial biasanya diniatkan untuk keuntungan jangka panjang. Bagi kita yang berniat menyebarluaskan buku untuk menjualnya (mencari keuntungan finansial, selain keuntungan non-finansial), maka ada beberapa strategi penjualan yang bisa kita lakukan sebagaimana diuraikan berikut: Menggandeng distributor besar. Jika kita mencetak buku itu dalam jumlah yang cukup banyak kita bisa bekerjasama dengan distributor. Untuk penyebaran ke toko buku skala nasional dibutuhkan minimal antara 2000-3000 eksemplar, bergantung pada luasnya jaringan distributor tersebut. Untuk penyebaran area Pulau Jawa dibutuhkan sekitar 1000-2000 eksemplar. Keuntungan dari kerjasama dengan distributor adalah merekalah yang akan mengurusi semua tetek-bengek pendistribusian, mulai dari pengiriman buku ke toko buku sampai pelaporan penjualan. Kita tinggal menerima hasilnya. Sedangkan kelemahannya ada pada sisi margin laba. Sebagian besar distributor meminta fee (pembagian keuntungan) antara 55% sampai 65%. Jadi sebagian besar uang hasil penjualan itu menjadi hak mereka. Tentu, ini sepadan dengan beratnya usaha memasarkan buku-buku kita ke toko buku.
92 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Yang terpenting, dalam memilih distributor—jika kita menggunakan jasa mereka—adalah memilih berdasarkan integritas mereka (lagi-lagi ini pengukuran yang susah). Jika distributor itu suka berlaku curang (tidak melaporkan penjualan semestinya) maka kita sebagai penulis yang akan dirugikan. Untuk pembayaran buku, sebagian distributor melaporkan dan menyerahkan uang hasil penjualan dalam jangka waktu per-tiga bulan. Persoalan kerjasama dengan distributor yang kedua adalah pada umumnya mereka bekerjasama secara kelembagaan dengan kontrak dalam jangka waktu tertentu dan dengan jumlah judul minimal yang dipersyaratkan (misalnya kontrak distribusi 1 tahun dengan jumlah judul yang diterbitkan minimal 1 judul tiap 2 bulan sekali). Jadi kalau kita tidak produktif, kita kesulitas bekerjasama dengan distributor semacam ini. Mungkin solusinya bisa menggandeng penulis yang lain untuk kontrak distribusi bersama-sama. Menggandeng agen. Jika kita tidak mau margin laba terkurangi terlalu besar, strategi alternatifnya adalah bekerjasama dengan agen. Fungsi agen agak sama dengan distributor yaitu memasarkan buku kita. Bedanya skala distribusinya pada umumnya lebih kecil. Disamping itu jika distributor aktif menyebarkan buku kita melalui toko-toko buku, agen pada umumnya lebih pasif, mereka cenderung menunggu pembeli datang sendiri. Jadi kelemahan menggandeng agen adalah kecepatan ekspansi pasar. Beberapa penulis tenar memang berhasil menjual buku melalui agen, bukan distributor. Namun itu juga didukung popularitas nama
Ahmad Faizin Karimi |
93
dan kualitas karyanya, jadi pembeli yang mencari di mana mendapatkan buku itu. Keuntungan sistem agen, sebagaimana disebut di muka adalah margin laba yang relatif lebih besar untuk penulis dibandingkan dengan kerjasama distributor. Untuk mencari agen, bisa menggunakan pendekatan profesional, bisa juga menggunakan pendekatan relasional. Atau keduanya. Pendekatan profesional maksudnya kita bekerjasama dengan agen meski ia tidak memiliki hubungan khusus dengan kita sebagai penulis. Sedangkan pendekatan relasional maksudnya kita mencari agen yang memiliki hubungan khusus dengan kita, misalnya masih terhitung saudara, teman, atau lembaga-lembaga tertentu yang kita kenal. Kedua pendekatan dalam memilih agen ini tidak masalah mau kita pakai yang mana. Yang penting adalah agen yang kita pakai itu bisa dikontak dengan mudah dan memiliki alamat yang pasti yang bisa didatangi orang yang mencari buku kita itu. Langsung ke toko buku. Jika memungkinkan kita bisa kerjasama langsung dengan toko buku tertentu untuk memasarkan buku kita. Kita tinggal mendatangi manajer toko buku dan menawarkan buku kita untuk dititipkan penjualannya kepada mereka. Tentu jumlah toko buku yang bisa kita datangi dan mau menerima buku kita tidak sebanyak jumlah toko buku yang bisa digarap oleh distributor, tapi setidaknya kita bisa mulai dengan beberapa toko buku tertentu. Terutama toko buku kelas menengah dan kecil.
94 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Bahkan seorang penulis kawan saya yang memiliki penerbit indie miliknya sendiri bisa menembus toko buku Gramedia dengan cara menawarkan langsung kepada mereka. Kita bisa mulai dengan menitipkan kepada toko-toko buku lokal di tempat tinggal kita. Jika respon masyarakat bagus kita bisa mulai memperluas jaringan. Bahkan mungkin tidak hanya toko buku yang bisa dititipi, bisa juga toko lain, ritel, atau gerai-gerai tertentu (misalnya kedai, café, atau perpustakaan). Kepada para penjual ini tentu kita memberikan diskon dari harga jual sebagai margin keuntungan bagi mereka. Pada umumnya pihak toko buku mendapatkan diskon sebesar 20-40% dari harga jual. Diskon ini bergantung pada besar-kecilnya toko tersebut dan besar-kecilnya popularitas kita. Bagi kamu yang mulai merintis usaha penerbitan, tidak ada salahnya memberikan diskon yang cukup besar kepada para penjual. Tidak masalah selama diskon ini dirasa masih memberikan margin keuntungan yang mencukupi untuk operasional penerbitan. Toh kalau penjualannya tinggi, jumlah eksemplar yang bisa kita jual juga semakin meningkat. Ujung-ujungnya akumulasi labanya semakin besar berbanding lurus dengan popularitas penerbitan kita. Menjual di event. Kita bisa juga memanfaatkan eventevent tertentu untuk menjual buku kita. Misalnya ada pameran (tidak harus pameran buku), atau bazar. Semakin ekslusif event itu—maksudnya semakin memiliki hubungan emosional dengan penulisnya maka kemungkinan penjualannya semakin tinggi. Ahmad Faizin Karimi |
95
Misalnya kamu adalah alumni sekolah X. Ketika ada event di sekolah itu (misalnya Fortasi, Bazar, atau pameran karya) kamu bisa menitipkan penjualan bukumu kepada panitia atau salah satu stand. Kamu bisa mempromosikan buku itu sebagai ―buku karya alumni SMP X‖ dan memberikan imbalan yang cukup kepada penjualnya. Ini bisa menjadi strategi yang cukup efektif untuk mengenalkan buku-bukumu dan menjualnya. Event lain misalnya ada pameran hari pendidikan nasional di kotamu. Kamu bisa menitipkan penjualan buku kamu itu kepada stand yang penjaganya kamu kenal. Dan mempromosikan buku itu sebagai ―buku karya pelajar kota X‖. Inti dari penjualan semacam ini adalah strategi ―menemukan hubungan‖. Carilah kesamaan apa yang ada antara buku kamu itu dengan komunitas yang mengikuti event tertentu. Semakin erat hubungan itu, semakin terbuka kemungkinan penjualannya tinggi. Yah, tentu saja kualitas bukumu itu juga menentukan (judul yang menarik, cetakan yang bagus, dan harga yang tidak terlalu membebani). Menjual langsung. Kamu bisa menjual buku-bukumu langsung ke teman-temanmu. Mungkin yang terpikir adalah ―yang benar saja, masak buku ditawarkan langsung?‖. Tidak masalah, toh yang kamu jual bukan barang terlarang. Dalam strategi penjualan langsung ini, selain kualitas buku kita yang ikut menentukan adalah ketokohan kita. Semakin sentral diri kita (maksudnya semakin penting) maka strategi penjualan langsung ini semakin efektif.
96 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Salah satu contohnya adalah kawan penulis yang menerbitkan kumpulan cerita-cerita motivasi pengalamannya sendiri melalui penerbit indie. Karena sering diminta memberikan ceramah, maka ia selalu membawa buku itu. Menceritakan salah satu bagian dari buku itu dalam ceramahnya dan mempromosikannya langsung. Otomatis banyak pendengar yang tertarik untuk membelinya. Ketika tulisan ini dibuat, kata sang penulis buku itu sudah dicetak beberapa kali. Kamu bisa mulai menjual buku-buku itu kepada beberapa teman dekat. Minta mereka untuk memberikan komentar. Bisa tentang judulnya (menarik apa tidak), tentang cetakannya (bagus apa tidak), tentang isinya (kuat apa tidak), dan tentang harganya (mahal apa tidak). Jika respon mereka positif kamu pasti semakin berani menawarkan kepada yang lain. Jika banyak saran yang harus ditindaklanjuti (misalnya harga dirasa terlalu mahal) kamu bisa mencoba menurunkan harga jual. Dalam semua strategi penjualan di atas, jangan lupa sertakan kontak dimana pembaca bisa memesan buku itu. Siapa tahu dari buku yang terjual ada calon pembaca lain yang juga ingin mendapatkan buku kamu itu. Siapa tahu calon pembaca itu dari pihak penerbit? Menjual online. Selain bentuk strategi penjualan konvensional di atas, kita juga bisa memanfaatkan perkembangan teknologi informasi komunikasi untuk menjual buku kita. Bisa dikatakan penjualan online ini cukup mudah dan murah. Mudah karena kita tinggal aktif memposting buku itu beserta identitasnya lalu tinggal menunggu pembeli memesan. Murah karena relatif tidak dibutuhkan biaya besar, paling-paling hanay Ahmad Faizin Karimi |
97
biaya untuk akses internet. Kalau kamu memanfaatkan akses internet gratis (disekolah/kampus, misalnya) maka biayanya bisa dikatakan gratis. Banyak situs online yang bisa dimanfaatkan untuk menjual bukumu itu.Beberapa diantaranya yang gratis dan populer diuraikan berikut ini. 1. Melalui Jejaring Sosial Kamu bisa memposting cover buku itu disertai sinopsis plus harganya melalui akun jejaring sosialmu. Tawarkan ke teman-teman terdekat yang terhubung denganmu. 2. Melalui Program Kemitraan Google Kamu bisa mendaftar program kemitraan Google. Caranya kamu harus punya akun Google. Masuk ke setelan akunmu, cari menu [produk] Google, pilih fasilitas [Program Mitra]. Kamu bisa memposting bukumu untuk tampil di Google Books plus menyertakan tautan (link) dimana orang bisa membeli buku itu. Keterangan lebih lengkap mengenai program mitra Google bisa kamu dapatkan di settingan akun Google. 3. Melalui Amazon Kindle Amazon.com adalah salah situs jual beli terkemuka dunia. Kamu bisa mempromosikan bukumu secara gratis di Amazon, lebih khusus lagi di Kindle (bagian khusus Amazon.com untuk penjualan buku dan sejenisnya). Caranya kamu harus punya akun di Kindle dan mengupload naskah bukumu ke server mereka. Di Amazon kamu bisa menjual bukumu secara global ke seleuruh dunia. Perlu diperhatikan dalam menjual
98 |Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
melalui Amazon adalah faktor bahasa. Jika memungkinkan kamu melakukan alih-bahasa, kamu bisa membuat bukumu dalam versi Bahasa Inggris baru menguploadnya ke Amazon Kindle. Ini akan meningkatkan potensi jumlah pembaca daripada naskah yang berbahasa Indonesia. Selengkapnya kamu bisa membaca panduannya di Kindle Amazon. 4. Melalui layanan Self-Publishing Online Banyak layanan self-publishing online yang bisa kita manfaatkan untuk menjual buku kita. Diantaranya yang cukup populer adalah Lulu (lulu.com). Penerbit dalam negeri yang memberikan layanan sejenis adalah Mizan (mizan.com). Masuk ke menu Self-Publishing (diperlukan login sebagai anggota, kamu bisa mendaftar online terlebih dahulu), download template bukunya, lalu upload ke servernya Mizan. Pada menu pengaturan kamu bisa menentukan berapa harga jualnya dan berapa keuntungan yang kamu peroleh tiap penjualannya. Jangan khawatir modal, karena pencetakannya menjadi urusan Mizan. Kamu tinggal upload file naskah dan selebihnya diurusi Mizan. Kamu akan menerima pembayaran jika ada orang yang membeli bukumu itu melalui situsnya Mizan. Hanya saja untuk penerbitan self-publishing ini pada umumnya mensyaratkan ukuran halaman buku sesuai standar mereka sehingga jika ukuran halaman yang sudah kita buat tidak sama, kita perlu menyesuaikan ulang.
Ahmad Faizin Karimi |
99
100
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
BAGIAN IV. TIPS MENULIS BERDASARKAN JENIS BUKU
Ahmad Faizin Karimi |
101
Pada bagian ini saya rasa perlu mengulas beberapa tips tertentu agar buku yang kamu buat lebih enak dibaca. Kamu tidak harus membaca tips-tips berikut secara keseluruhan. Baca saja yang sesuai dengan jenis buku dan topik yang kamu pilih. Namun membaca semua tips berikut akan lebih baik. Siapa tahu kamu akan membuat buku jenis itu di kemudian hari. Dalam menyusun bagian ini saya membayangkan sedang berbincang dengan kamu tentang buku-buku itu. Jadi saya tulis tips-tips berikut dalam bentuk tanya-jawab. Jika ada ―pertanyaan‖ yang belum tercantum dalam daftar berikut ini kamu bisa menyampaikannya pada saya agar bisa menjadi bahan perbaikan buku selanjutnya (he..he..he.. ini juga cara mencari materi tulisan).
Buku Cerpen & Novel Apa yang harus saya ceritakan dalam tulisan saya? Ini adalah pertanyaan yang biasa dilontarkan mereka yang belajar menjadi penulis cerpen/novel. Untuk menjawab pertanyaan ini, saya mengutip jawaban dari Jakob Sumardjo. Terhadap pertanyaan ini, beliau berkomentar: ―Seorang pengarang dapat bercerita tentang apa saja. Tapi ini perlu diberi catatan. Kalau kita perhatikan pengarang-pengarang besar nasional maupun dunia, mereka tidak sembarangan saja menceritakan segala sesuatu. Selalu nampak kecenderungan adanya spesialisasi‖.
102
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Jadi mungkin lebih baik bagimu untuk menentukan sejak awal tema-tema cerita. Misalnya kita memutuskan untuk membuat cerita dengan tema dominan persahabatan, maka setiap kita membuat cerita tema itu yang jadi tema sentral. Kalaupun ada pesan-pesan lain itu sifatnya sebagai pelengkap. Sedangkan agar cerita kita bisa ―hidup‖, cerpen kita bukan hanya menyampaikan cerita tapi juga ―menggambarkan sebuah pengalaman‖. Sumardjo menulis: ―Pengalaman dalam hal ini adalah mengajak pembaca untuk ikut menghayati cerita. Dan penghayatan hanya dapat diberikan lewat panca indra kita. Pembaca harus diajak mendengar, melihat, meraba, mencicipi, dan membaui‖. Jadi misalnya dalam salah satu bagian kamu menceritakan tokoh utama sedang termenung di tepi bukit, kamu perlu menjelaskan dengan kata-kata agar pembaca merasa ―memandang‖ (warna hijau rerumputan, rimbunan pohon, atau birunya langit di tempat itu), pembaca merasa ―mendengar‖ (gemericik air di sungai, suara serangga hutan, atau desis angin), ―meraba‖ (dinginnya udara, atau hembusan angin), ―membaui‖ (harumnya bunga), atau ―merasa‖ (heningnya suasana). Namun penjelasan seperti ini tidak perlu diberikan di semua bagian/latar cerita, malah jadinya terlalu membingungkan. Detil ini diberikan pada bagian cerita yang dibutuhkan untuk mendukung dan memperkuat kesan.
Ahmad Faizin Karimi |
103
Apakah konflik harus ada? Dan Bagaimana menciptakan konflik? Benar, konflik wajib ada dalam sebuah cerita. Bahkan konflik adalah ruh/nyawa cerita itu. Cerita tanpa konflik sama dengan raga tanpa jiwa. Seringkali, ide dalam penulisan novel/cerpen justru merupakan ide untuk membuat cerita, artinya si penulis ingin membuat cerita karena ia memikirkan sebuah konflik. Konflik inilah yang menjadi unsur yang menarik pembaca secara emosional. Ini dikarenakan pembaca memiliki keberpihakan terhadap salah satu pihak yang berkonflik. Konflik itu bisa berbentuk konflik internal/konflik psikologis dari dalam tokoh utamanya, maupun konflik eksternal yaitu konflik antara tokoh utama dengan tokoh lain atau lingkungan dalam cerita itu (konflik sosial). Untuk konflik eksternal, pertentangannya bisa karena perbedaan ideologi, agama, keinginan, maupun prinsip-prinsip lain antara tokoh utama dengan tokoh lain. Dalam sebuah cerita, konflik bisa diletakkan sejak awal, sepanjang alur, maupun di akhir cerita saja. Terserah kepada kamu mau menempatkan konfliknya di bagian mana dalam ceritamu. Konflik dimunculkan penulis pada umumnya berasal dari ―pembacaan‖ terhadap pengalaman, baik pengalamannya sendiri maupun pengalaman orang lain. Cara menciptakan konflik yang paling mudah adalah dengan ―mengetahui perbedaan‖. Perbedaan kepentingan, keinginan, prinsip, atau agama. Intinya adalah menentukan perbedaan antara tokoh utama dengan tokoh lain. Lalu menentukan kelanjutan dari konflik itu,
104
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
apakah tokoh utama berhasil atau menyelesaikan perbedaan tersebut.
tidak
dalam
Bagaimana menghidupkan karakter tokoh? Agar cerita kita bisa menarik, sebelum cerita itu kita tulis sangat penting untuk menentukan karakterkarakter dari masing-masing tokoh. Hal ini seringkali dilupakan dan disepelekan oleh para pemula dalam penulisan cerpen dan novel. Akibatnya percakapan dalam cerita itu tidak hidup. Konfliknya pun menjadi kurang terarah akibat ketidakjelasan karakter dari tokoh-tokoh yang terlibat dalam konflik tersebut. Tokoh-tokoh dalam cerita—khususnya tokoh utama— harus memiliki karakter khas, perwatakan yang kuat. Perwatakan yang kuat itu kemudian diwujudkan baik dalam kata-kata yang diucapkannya, maupun sikapsikap yang harus kamu jelaskan secara tertulis. Jika cerita ini terinspirasi dari kehidupan nyata, apakah semua nama dan tempat harus saya samarkan? Apakah saya boleh menambah & mengurangi ceritanya? Kamu bisa menyamarkan semua, bisa juga sebagian. Jika dipandang penyebutan nama dan tempat itu menimbulkan efek negatif, ya disamarkan saja. Tapi jika malah memberikan akibat positif dan mendapat persetujuan dari tokoh-tokoh dalam cerita itu ya tidak apa-apa jika kita sebutkan apa adanya. Kamu boleh menambah dan mengurangi ceritanya. Perlu diingat bahwa peristiwa/fakta yang ada hanyalah menjadi ―ide & inspirasi‖ dari cerita imajinatif yang kamu buat. Ahmad Faizin Karimi |
105
Jika kamu menulis cerita berdasarkan cerita nyata, ada baiknya kamu mengetahui mana bagian yang menarik dan mana yang tidak menarik. Bagian cerita yang tidak menarik tentu tidak perlu kamu tulis dalam cerpen/ novelmu itu. Apa boleh saya memasukkan opini-opini saya dalam cerita itu? Sangat boleh sekali. Kamu bisa memasukkan opini pribadi dalam cerita itu baik dalam bentuk perkataan tokoh-tokohnya maupun secara tersamar dalam alur secara keseluruhan. Hal-hal saja yang bisa menambah peluang kesuksesan buku cerpen/novel? Saya mengutip penjelasan Eka Budianta untuk menjawab pertanyaan ini (meski ia menujukannya bagi karya non-fiksi, okelah semoga masih relevan). Faktor yang mempengaruhi kesuksesan sebuah karya utamanya adalah substansi/isi dari naskah itu sendiri. Sebuah buku kemungkinan besar akan sukses jika menyentuh kepentingan banyak orang dan untuk jangka waktu yang panjang. Faktor kedua adalah nilai kesusastraan dari buku yang bersangkutan. Ini berarti diperlukan kekuatan bahasa dalam menyampaikan substansi/isi yang dimaksud. Sedangkan gelar akademik penulisnya kurang atau sama sekali tidak berpengaruh pada kesuksesan buku-buku cerpen/novel.
106
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Saya suka menulis cerita, tapi latar belakang pendidikan saya bukan sastra. Apakah tidak menjadi masalah? Justru itu adalah sebuah keuntungan. Lho kok? Ya, sebuah cerita yang mengandung unsur keilmuan tertentu akan lebih unik, memiliki angle (sudut pandang) yang berbeda daripada sebuah karya sastra pada umumnya. Misalnya kamu memasukkan unsurunsur ilmu pengetahuan terkait disiplin ilmu yang kamu pelajari itu dalam cerita-ceritamu. Bahkan tidak hanya pengetahuan yang sudah divalidasi/dinyatakan ilmiah, yang belum dibuktikan kebenaran ilmiahnya pun bisa kamu masukkan dalam cerita itu, inilah yang disebut dengan cerita fiksi ilmiah. Salah satu penulis fiksi ilmiah terkenal adalah Herbert George Wells, bahkan ia disebut sebagai Bapak Fiksi Ilmiah. Beberapa karyanya antara lain ―The Invisible Man‖ (1897), ―A Modern Utopia‖ (1905), dan ―The World of William Clissold‖ (1926). Penulis fiksi ilmiah terkenal lainnya adalah Jules Verne. Banyak imajinasi dalam buku-buku fiksi ilmiahnya yang dikemudian hari menjadi kenyataan karena kecanggihan teknologi yang mendukung. Misalnya dalam novelnya Twenty Thousand Leagues Under the Sea, tokoh Kapten Nemo melakukan perjalanan di lautan dunia menggunakan sebuah kapal selam listrik raksasa. Saat ini kapal selam seperti itu sudah bukan imajinasi lagi. Atau pada 1865, novelnya From The Earth To The Moon (Dari Bumi ke Bulan), Jules Verne berspekulasi tentang pesawat ruang angkasa bertenaga cahaya yang saat itu masih berupa fantasi kini menjadi kenyataan. Di Indonesia, genre fiksi ilmiah memang kurang berkembang. Hal ini disebabkan di satu sisi sebagian Ahmad Faizin Karimi |
107
penulis cerita fiksi di Indonesia tidak mau memasukkan fantasi ilmiahnya dalam cerita yang ditulis, di sisi yang lain para akademisi/peneliti kurang memiliki fantasi/ imajinasi yang dituangkan dalam bentuk cerita fiksi. Padahal boleh jadi, berawal dari imajinasi fiksi ilmiah itulah kemudian muncul penemuan betulan. Jadi kalau kamu berniat membuat buku fiksi ilmiah, saya sangat mendukung. Jangan takut imajinasimu dianggap konyol, karena toh pada awalnya semua penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dipandang konyol sebelum benar-benar dibuktikan bisa diwujudkan. Betul?!
Buku Antologi Puisi Sama seperti menulis cerita, ada baiknya bagi kamu yang hobi menulis puisi untuk mulai melakukan spesialisasi/membuat kekhasan dalam tema-tema puisi yang kamu tulis. Tentu spesialisasi ini bukan berarti kamu terpaku pada satu tema saja, namun spesialisasi dalam arti puisi kita didominasi oleh beberapa tema khusus yang kita pilih. Ini penting untuk memudahkan pembaca mengidentifikasi karakter-karakter puisi kita. Saya tidak akan menguraikan struktur puisi dalam kesempatan ini (salah satu alasannya karena memang saya sangat awam dalam tulis-menulis puisi, he..he.. he…). Namun berikut ini ada beberapa tips terkait proses penulisan dan pengumpulannya.
108
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Saya masih belajar membuat puisi, jadi puisi-puisi saya memiliki tema yang beragam. Apa puisi-puisi itu bisa dijadikan satu buku? Tentu. Kamu bisa mengumpulkan puisi-puisimu itu untuk dibukukan dalam bentuk buku antologi puisi. Antologi adalah kumpulan karya dari satu atau beberapa orang penulis. Jika puisi-puisi yang kamu tulis memiliki beragam tema, maka untuk antologi puisi itu ada baiknya kamu pilih puisi-puisi yang masih memiliki kesamaan tema atau unsur-unsur tertentu. Tidak ada salahnya sih jika antologi puisi itu mencakup berbagai tema, tapi tentu lebih baik jika tema yang kamu bicarakan itu masih memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika memang jumlah puisi kamu tidak terlalu banyak untuk dijadikan beberapa buku, maka puisi-puisi itu tetap bisa dijadikan satu buku dengan pengelompokan berdasarkan temanya. Sekali lagi, pengelompokan ini perlu jika puisi-puisi kamu memiliki tema yang terlalu beragam. Jika sejak awal sudah ada spesialisasi tentu tidak perlu ada pengelompokan semacam ini. Biasanya seorang penyair memiliki ciri khas dalam puisi-puisinya sehingga pengelompokan berdasarkan tema menjadi tidak perlu dilakukan. Jika jumlah puisi kamu kurang mencukupi untuk dijadikan satu buku, kamu bisa bekerja sama dengan penulis puisi yang lain untuk membukukan karya jadi satu buku.
Ahmad Faizin Karimi |
109
Saya tidak memiliki banyak menemukan mood yang pas!
puisi
karena
jarang
Kalau kamu ingin menjadi penulis puisi beneran, kamu perlu menyadari bahwa menunggu datangnya mood dalam menulis itu adalah masalah. Mood jangan ditunggu, tapi harus diciptakan. Itulah pentingnya kita memiliki idealisme. Idealisme itu jika kita pegang akan banyak memunculkan inspirasi tulisan saat menjumpai kondisi yang mendukung, baik yang sesuai maupun tidak sesuai. Pentingnya idealisme bagi seorang penulis tidak hanya berlaku bagi penulis puisi, namun juga bagi penulispenulis buku jenis lainnya. Satu lagi, biasakan membawa alat tulis dan catatan untuk menuliskan puisimu jika sewaktu-waktu muncul mood yang tepat. Kamu bisa memanfaatkan jejaring sosial untuk menyimpan puisi-puisimu itu. Bagaimana monoton?
agar
buku
puisi
saya
tidak
terkesan
Kamu bisa menambahkan ilustrasi/sketsa yang menggambarkan pesan (amanat) sesuai puisi kamu. Tentu tidak perlu semua puisi diberi ilustrasi, mungkin sebagian saja sebagai selingan sekaligus penguat pesan. Kalau kamu tidak bisa menggambarnya sendiri, kamu bisa meminta tolong pada temanmu yang pandai membuat gambar/sketsa. Saya yakin mereka akan senang, tentu kamu tetap harus menghargai karya itu minimal dengan menyertakan nama penulisnya di bukumu itu.
110
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Buku Kumpulan Opini/Artikel Dalam menulis opini/artikel ilmiah populer, kita perlu memperhatikan mengenai komposisi tulisan. Sebagaimana penjelasan Djuroto & Suprijadi, terdapat 4 bagian dalam komposisi tulisan, yakni: Bangun 1 merupakan pembukaan yang berisi pernyataan aktual atau uraian peristiwa yang melatarbelakangi tulisan itu. Paragraf pembuka dalam tulisan opini biasanya merupakan paragraf penentu apakah pembaca melanjutkan membaca tulisan kita atau tidak. Bangun 2 disebut jembatan, yakni tulisan yang menghubungkan prolog dengan isi artikel. Bangun 3 berisi isi atau bahasan pokok dalam artikel kita. Dalam menguraikan gagasan pada bangun 3 ini kita harus tetap mengusahakan pembahasan kita fokus dan tidak melebar kemana-mana. Bangun 4 merupakan penutup dari tulisan opini/artikel kita, biasanya berisi kalimat kunci yang berisi kesimpulan yang ditulis dengan tegas namun ringkas. Biasanya sebuah opini ditulis berdasarkan peristiwa yang melatarbelakangi. Peristiwa itu sudah berlalu, apakah opini itu masih relevan? Biasanya sebuah peristiwa tidak benar-benar ―berlalu‖, tentu masih ada relevansi jika artikel/opini itu dibaca lagi oleh orang. Bahkan tidak jarang sebuah peristiwa berulang lagi kejadiannya, memang mungkin tidak sama persis, namun seringkali ―esensi‖ dari peristiwa itu tetap sama. Misalnya saja artikel yang kamu tulis Ahmad Faizin Karimi |
111
berkisar seputar kekerasan aparat dalam masa-masa awal reformasi, kamu bisa menambah pengantar artikel itu dengan menyebutkan daftar kekerasan lain oleh aparat dalam kurun waktu selanjutnya. Kadangkala konteks peristiwa itu memang berulang persis karena merupakan kejadian rutin. Misalnya saja artikel saya yang berjudul ―Hantu Unas (Ujian Nasional‖ bisa dimuat di media massa meski artikel itu telah saya tulis beberapa tahun sebelumnya. Jika sebuah artikel sudah pernah dipublikasikan di media apakah boleh saya masukkan dalam buku juga? Boleh-boleh saja. Kamu bisa mencantumkan nama media dan waktu penayangannya sebagai keterangan dari artikel tersebut, baik secara langsung (sebelum/ sesudah artikel) maupun pada bagian yang lain (misalnya bagian pengantar). Banyak yang bilang bahwa buku kumpulan artikel itu tidak menarik! Mungkin saja itu karena dua hal: (1) melihat konteks latar belakang peristiwa yang telah berlalu, dan (2) menganggap buku kumpulan artikel tidak mencerminkan gagasan utuh, namun sepotong-sepotong. Meski begitu ini bukan alasan sebuah buku kumpulan artikel tidak bisa menjadi buku laris. Kekuatan utama untuk menarik pembaca dalam buku kumpulan artikel adalah nama besar penulisnya. Sebagian penulis senior memiliki reputasi yang sedemikian kuat bagi ―pengikut‖ tulisan-tulisannya sehingga begitu tulisan itu dibukukan masih memiliki daya tarik tersendiri.
112
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Namun bagi kita yang masih belum memiliki reputasi sedemikian kuat bukanlah masalah. Buku itu masih bisa menarik sejauh kita bisa mengemasnya dengan baik, misalnya dalam hal perwajahan maupun pengelompokan artikel sesuai dengan tema yang dibahas. Kadangkala beberapa pendirian kita berubah setelah beberapa lama, apakah artikel seperti ini masih bisa dimasukkan? Sebaiknya tidak. Artikel dengan pendirian yang berbeda jika dimasukkan dalam satu buku bisa membingungkan pembaca, apalagi dalam buku itu terdapat artikel lain yang menampilkan perbedaan pemikiran itu. Cukuplah artikel itu menjadi dokumentasi pribadi kamu, sekedar untuk mengetahui perkembangan pemikiran kita.
Menulis Buku Panduan Buku panduan (how to) biasanya ditulis oleh mereka yang memiliki wawasan serta pengalaman yang memadai terkait topik yang disampaikan. Bagi buku dengan jenis buku panduan, topik yang memungkinkan untuk ditulis sangat luas, mulai dari hal-hal yang sangat teknis (reparasi, mengoperasikan sesuatu) hingga yang abstrak (panduan ibadah, panduan menjalani rumah tangga, dan sebagainya). Buku panduan yang baik pada umumnya ditulis oleh mereka yang telah berpengalaman dalam topik yang Ahmad Faizin Karimi |
113
ditulis. Pengalaman yang kaya itu akan mendukung kedalaman penjelasan yang ditampilkan. Namun bukan berarti kamu yang merasa belum terlalu berpengalaman tidak boleh menulis buku panduan, kamu bisa meniatkannya untuk belajar. Sehingga dengan menulis buku panduan tentang sesuatu, wawasan dan kecintaan kamu terhadap sesuatu itu secara otomatis akan ikut meningkat. Bagi remaja, ini adalah jenis buku yang sangat memungkinkan untuk ditulis, setelah buku antologi cerpen dan buku novel. Topik apa yang bisa saya tulis? Coba pikir kembali, apakah kamu punya hobi atau keahlian khusus? Jika iya, maka hobi atau keahlian itu bisa dijadikan topik bukumu. Jika tidak, maka kehidupanmu perlu dipertanyakan. Masak jadi orang tidak punya hobi sama sekali. Sebagai contoh, ada salah seorang siswa yang saya bina memiliki hobi memelihara binatang. Saya kemudian menyarankan agar ia menulis saja buku panduan memelihara binatang. Buku ini bisa mencakup topik yang spesifik (binatang tertentu) bisa juga umum (beberapa jenis binatang). Ada juga siswa yang memiliki hobi membuat berbagai jenis masker wajah dengan bahan buah-buahan. Saya mengarahkan dia menulis buku panduan membuat masker wajah sendiri. Bahkan, ada siswa yang tidak memiliki hobi tertentu yang sangat disukai. Saya tanya, apa yang kamu lakukan sepulang sekolah? Dia jawab, tidur. Saya kemudian
114
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
bilang, ya sudah tulis saja buku panduan cara tidur yang baik. Contoh-contoh di atas saya paparkan untuk menunjukkan bahwa semua dari kita bisa membuat buku. Hanya saja kadang-kadang kita sulit mencari ide, dan tidak jelas bagaimana caranya. Iya kan? Darimana saya harus memulai untuk menulis? Menulis buku panduan sama dengan menulis buku bacaan pada umumnya. Lihat bagan proses pada bagian lampiran buku ini. Apakah dalam menulis buku panduan juga perlu membaca referensi? Tentu saja. Dengan membaca referensi maka buku panduan yang akan kita susun tidak hanya berasal dari pengalaman pribadi kita semata, namun juga pengalaman orang lain. Ini penting untuk dilakukan karena disamping menjadikan panduan yang kita tulis semakin jelas, juga memperjelas pemahaman kita sendiri mengenai topik terkait. Hobi saya bukan merupakan hobi yang populer. Mungkin tidak banyak orang yang akan membaca buku itu! Kadang-kadang beberapa hal memang tidak populer di satu waktu tapi dengan cepat menjadi populer di waktu yang lain. Kamu jangan berkecil hati jika hobi atau keterampilan yang kamu kuasai itu belum banyak penggemarnya. Akan ada saatnya hobi itu menjadi tren.
Ahmad Faizin Karimi |
115
Jika sejak awal kamu sudah punya buku panduan mengenai hobi atau keterampilan tersebut, maka buku kamu itu bisa menjadi rujukan awal bagi penghobipenghobi baru itu. Bahkan sebuah hobi yang tidak populer pun seringkali memiliki komunitas penghobi. Kamu bisa mengirimkan buku karyamu itu kepada komunitas hobi terkait sehingga kamu memiliki citra dan posisi yang baik diantara penghobi yang sama. Disamping itu, pada bagian II dan bagian III buku ini kamu telah membaca bahwa keuntungan serta kesenangan membuat buku itu tidak hanya soal materi saja. Yang penting kita niatkan membuat buku itu sebagai panggilan jiwa, menyusunnya dengan baik, maka kemungkinan kesuksesan buku kita itu tetap terbuka.
Menulis Buku Ajar Sesuai sebutannya, buku ajar tentu dibuat untuk membantu menyampaikan materi pelajaran. Sehingga yang membuat buku ajar ya para penyampai pelajaran itu, misalnya tutor, guru, atau dosen. Dalam menulis buku ajar, sebagaimana ditulis Syamsul Arifin dan Adi Kusriyanto, ada tiga cara yang biasanya dilakukan: menulis sendiri (starting from scratch), pengemasan kembali informasi (information repackag-
116
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
ing / text transformation), dan penataan informasi (compilation/wrap around text). Cara ―Menulis Sendiri‖ adalah menulis buku ajar dengan gaya bahasa dan olah pikir penulis sendiri. Dimulai dengan pengumpulan informasi, memahami, kontemplasi, kolaborasi pengertian, kemudian menuangkan gagasan. Cara semacam ini bisa dilakukan jika penulisnya memang ahli dalam dua hal: materi yang diajarkan, dan teknik penulisan. Cara ―Pengemasan Kembali Informasi‖ adalah menulis buku ajar dengan gaya bahasa penulis namun berasal dari olah pikir orang lain/buku-buku yang sudah ada. Sedangkan cara ―Penataan Informasi‖ adalah menulis buku ajar dengan gaya bahasa sekaligus hasil olah pikir orang lain, sang penulis hanya sebagai pengumpul dan penata informasi-informasi yang akan dijadikan bahan ajar tersebut. Cara terakhir ini adalah cara yang paling mudah, meski kurang berkualitas. Setidaknya bagi yang mau belajar membuat buku ajar, bisa mulai dengan cara yang paling mudah ini, ndak masalah. Saya tidak sempat menulis karena terlalu sibuk mengajar! Kesibukan mengajar justru adalah keuntungan bagi penulis buku-buku ajar. Mengapa? Karena kesibukan mengajar itu memberikan para pengajar jam terbang untuk mengasah kemampuannya menyampaikan materi langsung secara lisan, maupun tidak langsung secara non-lisan. Yang saya maksud non-lisan adalah bahanbahan yang dipersiapkan sebagai kelengkapan pembelajaran.
Ahmad Faizin Karimi |
117
Sebagai pengajar, tentu anda (saya mengganti sapaan kamu, agar lebih sopan he..he..he..) memiliki persiapan materi, betul? Entah itu berupa Rencana Program Pengajaran (RPP) bagi guru, Satuan Acara Perkuliahan (SAP) bagi dosen, maupun nama lain bagi pengajarpengajar jenis lain. RPP atau SAP ini adalah bahan yang sangat potensial untuk dijadikan buku ajar. Gampangnya RPP/SAP adalah bahan mentah buku ajar anda. Persoalannya adalah bagaimana mengembangkan RPP atau SAP itu agar layak dijadikan buku. Disinilah pentingnya bagi para pengajar untuk menyediakan waktu untuk mengembangkan RPP/SAP itu. Peluang dalam hal ini sangat terbuka, karena biasanya pada lembaga pendidikan terdapat momen-momen khusus dimana para pengajar diwajibkan untuk mengevaluasi RPP/SAP sebelum tahun pelajaran dimulai. Inilah waktu yang tepat untuk membuat RPP/SAP itu agar layak dijadikan buku. Anda bisa pilih satu dari tiga cara membuat buku ajar sebagaimana saya tulis di atas. Mungkin RPP/SAP saya terlalu sederhana dan waktu yang tersedia sangat sedikit, bagaimana mengatasinya? Kalau waktu pengembangan RPP/SAP sebelum tahun pelajaran itu dimulai dianggap terlalu singkat, maka ada cara lain yang lebih mudah meski membutuhkan waktu yang cukup lama sampai akhir penyelesaian proses buku ajar ini selesai. Setiap kali akan memberikan materi pelajaran, sebelumnya tentu anda mereview kembali RPP/SAP tersebut. Saat itu anda bisa mengembangkan RPP/SAP terkait materi yang akan diajarkan saja. Jadi alih-alih
118
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
mengembangkan RPP/SAP secara keseluruhan, anda bisa fokus pada materi tertentu saja. Sedikit demi sedikit dalam waktu satu tahun semua RPP/SAP sudah selesai dikembangkan. Oke, tapi untuk mengembangkan RPP/SAP itu kan butuh membaca buku yang lain juga? Itulah salah satu fungsi membuat/menulis buku, mengajari kita tidak hanya menerima secara pasif namun juga aktif menggali informasi. Untuk awal, anda tidak perlu terlalu banyak membaca buku, nanti itu akan menyulitkan dari sisi ketersediaan waktu (dan dana, betul?). Memang banyak literatur akan meningkatkan kualitas buku ajar kita, tapi kita pragmatis dulu saja deh! Kan buku ajar itu bisa kira sempurnakan lagi di masa-masa mendatang dalam penerbitan edisi revisinya. Bahkan buku-buku ajar yang dibuat para professor pun seringkali direvisi. Jadi nyantai aja! Yang penting buat dulu, urusan perbaikan belakangan, OK?! Materi yang harus diajarkan terlalu banyak, mungkin saya tidak bisa mengerjakannya sendiri! Anda bisa mengerjakannya secara berkelompok. Anda bisa mengajak teman-teman pengajar dari mata pelajaran yang sama (MGMP). Pembagiannya bisa babper-bab, berdasarkan standar kompetensi (SK), atau kompetensi dasar (KD). Perlu diketahui bahwa dalam penulisan buku ajar dengan banyak penulis secara bersamaan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan: (1) komponen tulisan,
Ahmad Faizin Karimi |
119
(2) gaya bahasa, dan (3) cara penulisan. Akan kita bahas satu-persatu berikut ini; Komponen tulisan yang dimaksud adalah bentuk penjelasan apa saja yang dibutuhkan. Ini perlu disepakati sejak awal oleh semua penulisnya. Misalnya, dalam setiap KD harus ada minimal satu contoh kasus, lima pertanyaan pengayaan, satu gambar pendukung. Dalam setiap SK minimal harus ada satu biografi tokoh terkait SK yang dibahas, atau komponen lain yang diperlukan. Dengan adanya kesepakatan ini, maka nantinya ketika semua bahan buku ajar itu dikumpulkan tidak perlu terjadi perbedaan penjelasan antar penulis. Juga agar terwujud kesatuan dalam buku ajar itu mengenai komponen-komponen pendukung materi. Ada baiknya dalam menentukan komponen ini, para penulis membandingkan buku sejenis yang sudah terbit. Selanjutnya tentang gaya bahasa. Sangat mungkin setiap penulis dalam satu buku ajar yang sama memiliki gaya bahasa yang berbeda. Kurang bagus jika satu buku ajar memiliki perbedaan gaya bahasa antar bab-babnya. Untuk itu harus ditunjuk satu orang yang menjadi penulis utama. Dia nantinya bertugas meminimalkan gaya bahasa yang berbeda dari masing-masing penulis yang tergabung. Jika hal ini dirasa menyulitkan, maka tim penulis bisa meminta tolong kepada editor khusus di luar struktur tim penulis itu. Tentu ada kompensasi tambahan yang dikeluarkan, namun hasilnya akan sepadan. Ketiga, mengenai cara penulisan. Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa dalam pembuatan buku ajar ada tiga cara penulisan, yakni menulis sendiri, pengemasan kembali informasi, dan penataan informasi. Jika cara pembuatan buku tidak ditentukan maka
120
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
hasilnya akan berbeda antara satu penulis dengan penulis lain dalam tim yang sama. Jadi, cara penulisan buku ajar untuk penyusunan keroyokan perlu disepakati antar anggota tim penulis sebelum mulai mengerjakan.
Menulis Buku Catatan Perjalanan Bagi kamu yang suka bepergian, ini adalah jenis buku yang bisa kamu tulis. Tentu untuk mewujudkan buku catatan perjalanan tidak bisa serta merta, dikarenakan bahan-bahan untuk penulisan buku ini tidak bisa diperoleh hanya dengan duduk dan membaca saja. Otomatis, seberapa sering dan seberapa lama kamu telah menyimpan catatan perjalanan itu yang mempengaruhi seberapa lama proses penyusunan buku ini akan selesai. Kecuali selama perjalanan yang sudah dilakukan kamu sudah memiliki dokumentasinya secara lengkap (minimal memadai sebagai bahan buku) maka perjalanan yang lalu tidak bisa serta-merta ditulis. Karenanya, menjadi penting untuk membawa perlengkapan dokumentasi (kamera, atau alat tulis) selama perjalanan kamu. Apa yang perlu ditulis dalam catatan perjalanan? Sebelumnya, perlu saya tegaskan bahwa disini kamu akan membuat buku catatan perjalanan bukan direktori tempat wisata. Jadi yang ditulis lebih pada perjalanan itu sendiri, bukan tujuannya. Meskipun tujuan juga tidak diabaikan dalam buku jenis ini.
Ahmad Faizin Karimi |
121
Karena yang mau kamu bagi dengan pembaca adalah perjalananmu maka laporan itu termasuk dari mana perjalanan itu dimulai dan menggunakan cara apa. Misalnya salah satu bagian buku itu bercerita mengenai perjalananmu menikmati sunrise (matahari terbit) di Gunung Bromo. Maka cerita itu harus mencakup rute mana yang kamu tempuh dan menggunakan kendaraan apa saja. Kapan kamu memulai perjalanan itu? dan halhal apa saja yang kamu rasakan selama perjalanan itu? Lebih baik lagi jika dalam buku itu kamu memberikan beberapa alternatif rute yang bisa dipilih oleh pembaca jika mereka ingin napak tilas perjalananmu. Biasanya sebelum menempuh perjalanan kamu tentu mencari referensi rute, alasan mengapa memilih satu rute tertentu juga merupakan bahan tulisan yang berharga. Penjelasan yang juga penting dalam buku perjalanan adalah tips-tips untuk memudahkan perjalanan itu. Misalnya tips mensiasati biaya perjalanan, tips terkait perbekalan/konsumsi, tips memilih rute, tips memilih waktu, tips keamanan, dan tips-tips lain yang diperlukan. Apa yang bisa perjalanan itu?
disertakan
sebagai
dokumentasi
Dokumentasi yang kamu ambil selama perjalanan itu penting sekali dalam buku catatan perjalanan. Dokumentasi itu tidak hanya berfungsi sebagai ―bukti’ bahwa kamu benar-benar melakukan perjalanan itu, namun lebih dari itu untuk memberikan gambaran kepada pembaca mengenai situasi tempat yang diceritakan itu.
122
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Dalam buku catatan perjalanan, tidak hanya foto obyek secara umum saja yang diperlukan, namun juga foto hal-hal yang detil dan spesifik. Misalnya foto kondisi jalan, penunjuk arah, gerbang masuk, tempat mencari perbekalan, foto tempat peristirahatan, foto karcis, dan jangan lupa foto kamu sebagai pelaku perjalanan itu.Untuk foto yang memuat dirimu, usahakan itu diambil di tempat-tempat yang paling spesial (hot spot) dari tujuan perjalanan itu. Misalnya kalau ke gunung fotonya tepat di puncak gunung itu, kalau perjalanannya ke pantai foto dengan latar belakang pantai dan obyek penanda kekhasan pantai itu. Bagaimana dibaca?
membuat
tulisan
perjalanan
itu
enak
Aturan utamanya: jangan takut tulisanmu itu tidak bagus, just write it! ceritakan saja. Semakin kita khawatir tulisan kita jelek, malah semakin jelek hasilnya. Kedua, ceritakan seakan-akan kamu bercerita pada temanmu. Ini akan membuat cerita itu mengalir. Jangan khawatir ada yang terlewat, karena kamu bisa mengevaluasinya lagi belakangan. Boleh juga jika kamu benar-benar menceritakannya pada temanmu sambil merekamnya, lalu mengubah dari rekaman itu menjadi tulisan. Sebuah cerita yang enak didengar membutuhkan lebih dari laporan, namun lebih penting lagi adalah perasaan. Uraikan emosimu selama perjalanan itu, misalnya asyiknya memilih souvenir, ramahnya warga yang ditemui, bahkan kesan-kesan tidak mengenakkan selama
Ahmad Faizin Karimi |
123
perjalanan. Cerita perjalanan semacam itu memberikan kesan mendalam bagi pembacanya.
akan
Jadi jika ada pengalaman pahit selama perjalanan itu juga bisa diceritakan? Ya, selain sebagai bumbu cerita sebuah pengalaman tidak mengenakkan dalam sebuah cerita perjalanan juga bisa menjadi referensi bagi pembaca. Paling tidak agar mereka bisa menghindari kejadian yang sama ketika mereka mengunjungi tempat tersebut.
Menulis Buku Humor Buku kumpulan humor termasuk buku ringan, baik dari sisi proses penyusunannya yang relatif lebih mudah dari jenis buku yang lain maupun dari sisi materinya yang bisa dibaca kalangan luas. Membuat buku humor bisa menjadi alternatif pilihan jika masih banyak kendala bagi kamu yang hendak menulis buku-buku jenis lain. Buku kumpulan humor juga memiliki pangsa pasar yang masih lumayan, terbukti dengan masih banyaknya penerbit yang mau menerbitkan buku-buku kumpulan humor. Sayangnya kebanyakan buku humor berisi konten yang sebagian besar sama dengan buku humor yang lain. Kecuali beberapa buku yang berkualitas karena berasal dari penulis berkualitas. Saya rasa tidak perlu berteori panjang lebar mengenai apa itu humor dan bagaimana fungsinya. Terkait topik
124
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
buku ini, yang lebih penting disini adalah bagaimana bisa mengumpulkan humor untuk dijadikan buku. Dari mana bahan untuk buku humor? Ada banyak jenis buku humor. Ada yang berbentuk cerpen humor, kamu bisa membaca buku-buku yang ditulis oleh Boim Lebom atau Raditya Dika, misalnya. Sebagian besar ide untuk buku humor cerita berasal dari pengalaman nyata penulisnya yang dikembangkan dengan fantasi humor yang baik. Apakah hanya orang-orang tertentu yang memiliki bakat ―melucu‖ yang bisa menciptakan humor? Tidak juga. Memang bakat melucu itu cukup membedakan intensitas seseorang dalam menciptakan humor-humor. Kita tahu beberapa orang disekitar kita sering membuat kelucuan, dan beberapa yang lain terlalu serius sehingga jarang tertawa. Sehingga hal ini memunculkan adanya tiga jenis orang dalam humor berdasarkan statusnya: pencipta/perumus humor, penerus humor, dan penikmat humor. Untuk bisa menjadi penulis buku humor idealnya kamu menjadi orang jenis pertama, yakni pencipta humor sehingga bahan humor untuk bukumu tidak bergantung pada humor orang lain. ya, kalau belum mampu menjadi pencipta humor minimal menjadi penerus humor, yaitu orang yang memanfaatkan humor yang ditemuinya dari orang lain dan menceritakannya pada orang lain pula. Tadi kamu katakan ada cara untuk menciptakan humor, bagaimana caranya?
Ahmad Faizin Karimi |
125
Penjelasan memadai yang saya temukan—setidaknya sampai kalimat ini saya tulis—yakni oleh Greg Dean, seorang comic. Menurutnya sebuah Joke punya struktur yang jelas dan mudah dikenali. Dengan mengenali struktur ini kita bisa menciptakan joke sendiri dari pengalaman sehari-hari. Secara sederhana penjelasannya seperti ini: struktur joke ada dua, setup dan punch. Setup adalah bagian pertama dari joke yang menyiapkan orang untuk tertawa. Setup menciptakan ekspektasi (asumsi awal). Sedangkan punch adalah bagian kedua joke yang membuat orang tertawa, punch menghadirkan kejutan dengan menghadirkan penafsiran yang berbeda dari asumsi. Ini selaras dengan salah satu pengertian mengenai humor, yakni segala sesuatu yang out of context (di luar kebiasaan/kelaziman). Jika ada hal-hal yang tidak biasa atau tidak lazim (tidak sama dengan kenyataan atau penalaran umum) maka hal itu bisa menjadi sebuah humor. Sebagian besar—kalau bukan semua—memiliki logika semacam ini. Oke, untuk mempermudah pemahaman saya kutip salah satu contoh yang diberikan Greg Dean (dengan sedikit perubahan): “Di Amerika ada banyak Santa Clause. Tapi di Mesir tidak ada sama sekali Santa Clause. Karena semuanya ke Amerika untuk cari pekerjaan” Setup: Di Amerika ada banyak Santa Clause. Tapi di Mesir tidak ada sama sekali Santa Clause. Punch: Karena semuanya ke Amerika untuk cari pekerjaan.
126
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Dapat kita lihat bahwa bagian Setup joke di atas memunculkan ekspektasi bahwa ―di Mesir tidak ada Santa Clause karena bukan negara dengan mayoritas umat Kristiani‖. Namun asumsi ini dipatahkan secara mengejutkan dengan punch yang membawa asumsi tidak lazim ―sebenarnya ada juga Santa Clause di Mesir, hanya saja mereka sedang ke Amerika untuk cari pekerjaan‖. Sudah jelas, kalau belum, bagi kamu yang berniat membuat buku humor (dengan menciptakan sendiri humor itu) coba baca buku Greg Dean yang identitasnya ada pada bagian akhir buku ini. Jadi apa tidak boleh mengutip humor yang sudah ada, misalnya dari internet atau yang disampaikan teman? Boleh-boleh saja. Penjelasan di atas ditujukan agar kamu tidak sepenuhnya bergantung pada humor orang lain. Namun jika kamu ingin membuat buku kumpulan dari humor yang sudah ada ya ndak masalah. Perlu diingat jika kamu membuat buku kumpulan humor dengan mengutip dari situs internet, buku lain, atau humor yang kamu dengar langsung adalah jangan sampai muncul klaim plagiasi (mencontek). Memang sebagian besar humor sudah seakan menjadi ―milik bersama‖, namun humor-humor tertentu mencakup nama/identitas unik. Terhadap humor semacam itu kita perlu melakukan modifikasi (misalnya mengganti nama orang/ tempat) agar tidak terlalu mencolok kesan comotmencomotnya.
Ahmad Faizin Karimi |
127
Bagaimana dengan humor gambar, itu mungkin sulit dimodifikasi! Ya, memang. Sebuah gambar terlalu riskan dicantumkan tanpa menyertakan sumbernya. Jadi untuk humor berupa gambar (cerita bergambar maupun karikatur) lebih baik menyebutkan sumber gambar tersebut. Banyak diantara buku-buku humor yang tidak menyertakan sumber gambarnya, jika memang itu adalah gambar milik penulisnya sih tidak masalah, tapi jika gambar itu milik orang lain lebih baik kita menghargai hak cipta dengan mencantumkan sumbernya (bagaimanapun, meski ini buku humor toh tetap tidak boleh merugikan orang lain).
Menulis Buku Keagamaan Ada banyak topik yang bisa dikaji untuk jenis buku keagamaan. Buku keagamaan bisa menjelaskan aspekaspek agama dari segi teologi, sejarah, kisah-kisah, hukum dan aturan-aturan, ibadah, bahkan hubungan agama dengan bidang-bidang lain. Boleh dikatakan bahwa tema-tema keagamaan sangat banyak dan tidak pernah usang untuk dijadikan bahan sebuah buku. Ciri khas dari jenis buku keagamaan adalah adanya teksteks suci (baik dari kitab suci maupun ucapan nabinabinya) yang dijadikan referensi dalam semua atau sebagian bahasannya. Baik teks suci itu sebagai obyek pembahasan maupun sebagai pendukung pemikiran, baik disebutkan secara terang-terangan maupun samar. Ini penting untuk membedakan antara buku keagamaan dengan buku yang lainnya.
128
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Tidak hanya dalam agama yang berbeda, dalam satu agama pun seringkali banyak perbedaan. Bagaimana menjelaskan satu topik tertentu dalam tulisan? Tidak masalah sebanyak apa penafsiran terhadap sebuah topik tertentu. Yang terpenting dalam menulis buku keagamaan, kita perlu setidaknya melakukan tiga hal: pertama, telah mengkaji dengan serius apa yang kita tulis. Kedua, meyakini sepenuhnya apa yang kita tulis (maksudnya jangan membuat tulisan yang tidak kita yakini—hanya sekedar iseng), dan ketiga tidak memberikan pernyataan negatif terhadap keyakinan atau penafsiran yang lain. Untuk mengkaji topik tertentu kan membutuhkan keahlian. Saya bukan ahli agama, apakah itu berarti saya tidak boleh menulis buku keagamaan? Tidak. Menurut saya kamu sah-sah saja menulis buku keagamaan, asalkan ketiga hal diatas kita lakukan. Ya, kalau pun kajian kita belum bisa maksimal paling tidak kita sudah berusaha melakukan usaha yang optimal sesuai kemampuan kita. Tidak perlu takut salah. Ini penting. Bahkan dalam menulis buku keagamaan pun kita tidak boleh takut salah. Yang tidak boleh hanya satu yaitu ―beranggapan apsti tidak salah‖. Ketika kita beranggapan bahwa keyakinan (penafsiran) kita pasti tidak salah, saat itu kita sudah salah. Banyak aspek dari sebuah agama yang tidak harus ditulis oleh ahli agama. Misalnya saja kamu bisa menulis mengenai ―pengalaman keagamaan‖ yang pernah kamu rasakan, mengenai salah satu atau beberapa perilaku baik yang disarankan (misalnya pentingnya memberi, Ahmad Faizin Karimi |
129
pentingnya berbaik sangka, dan sebagainya), atau bahkan kamu tidak perlu membuat buku yang berisi penjelasan tapi berupa kumpulan pertanyaan? (misal: kumpulan pertanyaan reflektif tentang keimanan). Biarkan saja pembaca menjawab sendiri pertanyaanpertanyaan kamu di buku itu. Gampang to? Bagaimana jika isi buku itu dikritik oleh orang lain? Itu bagus. Menurut saya jika buku kamu menuai kritik berarti buku itu sukses menarik pembaca. Etikanya, sebuah buku dikritik dengan buku juga. Tidak layak sebuah buku dikritik secara lisan. Jika ada orang yang tidak setuju dengan isi buku yang kamu buat, suruh saja dia membuat buku yang isinya mengomentari isi bukumu. Ada dua keuntungan jika ini terjadi: satu, kamu berhasil membuat orang lain menulis buku, dan dua, secara tidak langsung menjadi marketing tool (alat pemasaran) yang efektif terhadap bukumu. Mungkin dalam kaitannya dengan buku keagamaan, topik yang sangat perlu mencantumkan banyak sumber kajian adalah tentang teologi (keimanan) dan hukum. Selain itu kita bisa mengeksplorasi banyak topik dari jenis buku agama. Misalnya menjadikan sejarah nabi sebagai sebuah novel, komik, bahkan teka-teki silang. Semakin unik pendekatan kita terhadap topik-topik keagamaan ini, semakin bagus hasilnya.
130
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Saya masih remaja. Saya rasa topik-topik agama kurang menarik bagi remaja saat ini. Mungkin betul. Setidaknya itu juga saya rasakan. Tapi itu kan juga merupakan sebuah peluang. Mengapa tidak menulis buku keagamaan dengan gaya bahasa remaja saja? Mungkin remaja sekarang kurang tertarik dengan buku agama justru karena penjelasannya yang tidak mengakomodir kebutuhan remaja saat ini. Kamu bisa mencoba menulisnya. Termasuk juga menemukan topiktopik yang menarik bagi remaja, tidak melulu tentang hal-hal gaib, tapi juga yang kongkrit (misalnya kepribadian/perilaku, atau dalam kaitannya dengan belajar). Bagaimana cara mudah menemukan sumber referensi teks suci? Cara paling mudah adalah bertanya kepada pemuka agama. Setelah kamu membuat kerangka buku, susunlah daftar pertanyaan dan sodorkan kepada pemuka agama yang kamu kenal. Sekalian minta dasar teks sucinya. Rekam percakapan itu kemudian tulislah seusai wawancara.
Menulis Buku Komik Membuat buku komik sama dengan membuat buku pada umumnya, hanya saja bentuk penjelasannya menggunakan gambar yang lebih dominan daripada teks/tulisan. Jadi topik yang dijadikan ide komik itu
Ahmad Faizin Karimi |
131
mirip dengan jenis topik pada buku pada umumnya. Misalnya ada komik humor, berarti itu humor yang disampaikan melalui cerita bergambar. Ada komik kritik sosial, berarti itu opini yang disampaikan melalui cerita bergambar. Bahkan komik-komik karya Larry Gonick menjelaskan pengetahuan ilmiah melalui cerita bergambar (Kartun Riwayat Peradaban, Kartun Fisika, Kartun Kimia, Kartun Biologi, dll). Ya, komik semacam ini tidak banyak, sebagian besar komik adalah komik humor atau komik cerpen. Jadi komik itu sama dengan buku lain, hanya beda cara penjelasan? Betul. Sederhananya seperti itu. Hanya saja buku komik cenderung memasukkan lelucon-lelucon dalam penggambarannya. Mungkin ini terkait dengan karakter pembuat komik yang pada umumnya tidak suka terlalu serius. Untuk komik fiksi, apakah unsur-unsur cerita seperti dalam cerpen/novel juga perlu ada? Tentu saja. Komikmu tetap butuh konflik, alur, karakter tokoh, dan penyelesaian. Jika dalam cerita tulis semua dijelaskan melalui teks yang panjang, dalam komik selain dengan gambar kamu perlu merumuskan percakapan singkat untuk mendukung cerita itu. Apakah membuat komik harus melalui komputer? Tidak. Kamu bisa membuatnya secara manual jika memang itu yang paling mudah kamu lakukan. Kamu
132
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
bisa menggambar pada kertas biasa. Tentu saja pada akhirnya semua perlu didigitalkan (untuk pencetakan) sehingga kamu tetap perlu menjadikan gambar manualmu menjadi gambar digital. Kamu bisa menscan gambar itu lalu memolesnya kembali di komputer. Atau jika kamu sudah mahir menggunakan software grafis, utamanya software pembuat komik kamu bisa langsung menggambar di komputer. Bagaimana jika gambar saya tidak seberapa bagus? Sebagaimana cerpen/novel, roh komik ada pada konflik dan alurnya. Kamu tetap bisa membuat komik berkualitas asal konflik cerita dan alurnya menarik. Jadi gambar yang tidak seberapa bagus harus ditutupi oleh cerita yang bagus.
Ahmad Faizin Karimi |
133
134
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
BAGIAN V. EPILOG
Ahmad Faizin Karimi |
135
Literasi Dan Masa Sejarah Kita Bicara tentang makhluk prasejarah, asumsi kita otomatis mengarah kepada gambaran makhluk gua dengan lembing batu di tangan serta postur tubuh setengah merunduk. Juga makhluk dengan budaya berburunya. Nama-nama seperti Pitecantropus Erectus dan sejenisnya kita anggap sebagai makhluk prasejarah. Sebutan makhluk prasejarah juga kita alamatkan kepada binatang-binatang yang telah punah semacam keluarga Dinosaurus. Intinya, pengertian kita tentang zaman prasejarah adalah bahwa zaman tersebut sudah berlalu dan kita kini telah hidup dalam zaman sejarah. Tapi benarkah demikian? Kata sejarah menurut etimologi berasal dari kata sajaratun (Arab) yang berarti ―pohon‖. Sedangkan dalam Bahasa Arab sendiri yang dimaksud dengan sejarah dikenal dengan istilah Tarikh yang dalam Bahasa Indonesia kurang lebih artinya ―kurun waktu‖. Sedangkan prasejarah atau ―nirleka‖ (nir=tidak ada, leka=tulisan) merujuk pada satu kurun waktu tertentu dalam sebuah komunitas di mana belum ditemukan produk budaya berupa tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah dan berawalnya zaman sejarah tidaklah sama antara satu bangsa dengan bangsa lain, antara satu komunitas dengan komunitas lain. Berawalnya zaman sejarah bergantung pada tingkat peradaban tersebut dalam hal penggunaan tulisan. Misalnya zaman sejarah bagi Bangsa Mesir dimulai pada tahun 4000 SM dengan ditemukannya tulisan Hieroglyph, sedangkan bagi bangsa Indonesia diyakini dimulai dengan berdirinya kerajaan Kutai pada abad 5M
136
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
dibuktikan dengan ditemukannya tulisan dalam prasasti di sungai Mahakam. Tulisan sendiri mulai muncul pada 5000 tahun yang lalu dalam peradaban bangsa Sumeria (Irak). Mengapa tulisan menjadi penanda zaman sejarah? Inilah yang perlu kita cermati. Mengapa tulisan dengan aksara—dan bukannya produk budaya lainnya misalnya senjata, perkakas, atau busana—yang dijadikan penanda zaman sejarah? Dan apakah tafsir prasejarah dalam lingkup komunal di atas bisa kita bawa dalam ranah individual atau personal? Serta apa konsekuensinya? Masalah keberadaan tulisan sedemikian penting sampaisampai dalam sejarah peradaban Islam hal ini pernah menjadi satu polemic, yakni dalam kebijakan kodifikasi al-Qur’an yang diusulkan sahabat Umar bin Khattab kepada Abu Bakar as-Shiddiq. Ide Umar untuk menulis dan membukukan al-Qur’an selain karena khawatir dengan habisnya para khafidzul qur’an juga karena validitas bahasa lisan kurang kuat dan rentan dengan terjadinya penambahan serta pengurangan. Begitupun pada hadits, sampai pada rawi haditspun dirasa sangat perlu untuk dibukukan. Demikian juga pentingnya tulisan dibuktikan dengan lebih diakuinya Aristoteles sebagai ―guru pertama‖ para filosof, dan bukannya Sokrates. Semata-mata karena Aristoteles menuliskan buah pikirannya jauh lebih banyak daripada Sokrates, gurunya. Dengan ditulis, sebuah karya yang dihasilkan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Kemudian pengertian sejarah dan prasejarah di atas harus kita kembangkan lebih lanjut. Tidak hanya dalam konteks komunal (masyarakat) namun juga dalam lingkup individual (pribadi). Pertanyaannya adalah Ahmad Faizin Karimi |
137
zaman prasejarah dalam kehidupan kita berakhir kapan? Zaman sejarah dalam kehidupan kita sudah dimulai apa belum? Sama dengan pembeda antara zaman prasejarah dan zaman sejarah dalam konteks komunal, pembeda antara zaman prasejarah dan zaman sejarah dalam kehidupan pribadi kita dimulai saat kita memiliki karya tulis, atau menghasilkan tulisan mengenai buah pikir kita. Dalam hal ini, hanya tulisan yang berupa produk pikiran saja yang bisa dijadikan klaim, jadi tulisan selain itu semacam jawaban soal pelajaran, biodata, absensi, testimoni bukanlah penanda akhir zaman prasejarah kita. Kita dikatakan menyejarah atau menjadi makhluk sejarah jika produk tulisan sudah kita hasilkan. Yang saya maksud dengan tulisan bukan hanya berupa ―abjad‖ namun juga berupa ―gambar‖ atau gabungan keduanya. Tulisan ini bisa mewujud dalam bentuk opini, cerita fiksi, puisi, prosa, komik, tulisan panduan, diari, catatan perjalanan, dan sebagainya. Jika tulisan-tulisan itu belum terkumpul, ada baiknya kita mencontoh kebijakan kodifikasi al-Qur’an, yakni menyatukan potongan-potongan tulisan itu dan menjadikannya satu dalam bentuk buku. Maka semakin sempurnalah zaman prasejarah kita berakhir dan kita memasuki zaman sejarah dalam kehidupan kita. Jadi pertanyaannya? Sudahkah kita meninggalkan zaman prasejarah dengan menghasilkan karya tulis? Jika belum, maka kita masih selevel dengan Pitecantropus Erectus yang kita sebut-sebut sebelumnya.
138
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Tradisi Literasi Indonesia Dengan jumlah penduduk 241 juta jiwa (sensus 2011) produktifitas masyarakat Indonesia dalam bidang penulisan terbilang sangat rendah. Jumlah buku yang diterbitkan tidak sampai 18 ribu judul per tahun. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Jepang yang mencapain 40 ribu judul per tahun, India 60 ribu judul per tahun, dan China 140 ribu judul per tahun (Kompas, 25/6/2012). Prestasi Indonesia hampir sama dengan Vietnam dan Malaysia. Namun bila kita melihat dengan perspektif rasio penerbitan dengan jumlah penduduk, maka ratarata Indonesia masih kalah produktif dengan negara tetangga yang kerap mengusik kita itu. Dari bidang penerbitan tulisan ilmiah, produktifitas negara kita juga masih rendah. Berdasarkan data Scimagojr, Journal, and Country Rank 2011, Indonesia berada di ranking 65 dengan jumlah 12.871 publikasi. Posisi Indonesia di bawah Kenya dengan 12.884 publikasi. Negara Paman Sam ada di peringkat pertama, dengan 5.285.514 publikasi. Indonesia masih kalah dengan Singapura yang ada di posisi 32 dengan 108.522 publikasi (okezone.com, 21/2/2012). Jika dilihat dengan perspektif rasio publikasi penelitian dengan jumlah penduduk, prosentasenya menjadi jauh lebih kecil lagi. Menurut saya, kondisi ini ironis meski inilah kenyataan yang telah terjadi bertahun-tahun. Bagaimana sebuah bangsa yang dikenal memiliki kekayaan budaya literasi yang kaya menjadi sedemikian miskin produknya di era modern ini. Total manuskrip kuno peninggalan zaman kerajaan di Indonesia yang tersimpan dalam koleksi Perpustakaan Nasional mencapai 10 ribu eksemplar. Ada
Ahmad Faizin Karimi |
139
yang berupa Babad (sejarah keraton/tokohnya), Serat (ajaran/kisah-kisah), Suluk (konsep teologis & moral) atau Hikayat (kisah-kisah). Diperlukan ―keseriusan budaya‖ untuk menghasilkan buku-buku penerus Kitab Negarakertagama, Kitab Suluk Seloka, Babad Tanah Jawi, Serat Rama, Suluk Ratna, Hikayat Bayan Budiman dan sebagainya. Atau produk berupa gambar (lukisan, relief) yang terukir pada dinding-dinding candi, motif batik, atau ukiran rumah. Keseriusan budaya ini sulit tercapai kiranya jika tidak dilakukan secara sistematik. Proses itu menurut hemat saya paling memungkinkan dilakukan melalui jalur pendidikan. Namun ini juga bukan pilihan mudah, mengingat pendidikan kita mengalami problem akut menyangkut tradisi literasinya.
Lemahnya Tradisi Literasi di Lembaga Pendidikan Sekolah mungkin lembaga akademik, tapi dalam kenyataannya budaya akademik itu tidak akan banyak kita temui, atau setidaknya tidak akan sekental seharusnya. Yang saya maksudkan adalah sulitnya meningkatkan salah satu aktifitas ciri utama budaya akademik: membaca dan menulis. Jika anda menolak pernyataan ini, saya yakin alasannya adalah: warga sekolah selalu membaca dan menulis setiap hari, membaca buku pelajaran dan menulis tugas belajar/ kerja. Tapi bukan itu yang saya maksudkan dengan membaca dan menulis. Budaya akademik membaca dan menulis disini adalah membaca buku non-pelajaran dan menulis non-tugas.
140
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Sulitnya meningkatkan budaya membaca dan menulis ini, paling banyak—menurut saya, dikarenakan tidak adanya keinginan, perencanaan, dan contoh yang baik dari dua pihak paling sentral dalam pembentukan kultur sekolah: guru dan pimpinan lembaga. Meski ada beberapa dari guru dan pimpinan lembaga pendidikan yang suka membaca, menulis, atau keduanya, namun sedikitnya jumlah itu membuat belum kuatnya keteladanan bagi siswa untuk aktif membaca dan menulis. Agama kita mengajarkan prinsip: jika sesuatu diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. Membaca—dan menulis, tentunya— adalah salah satu cara paling efektif bagi seseorang menjadi ahli (bahkan, inilah inti sekolah dan kuliah). Tidak hanya pimpinan sekolah, budaya membacamenulis juga perlu kita akui kurang pada pendidik. Sertifikasi guru—dengan satu efek utama yang paling diinginkan: tambahan insentif—yang diklaim bisa meningkatkan performa guru, juga tidak banyak berpengaruh menjadikan guru lebih mau membeli buku. Saya sangat membayangkan—sebagai contoh—guru sosiologi mendiskusikan buku Connected-nya Nicholas Christakis dan James Fowler, atau Never Eat Alone-nya Keith Ferrazzi, atau guru Matematika yang mendikusikan buku Biografi Angka Nol-nya Charles Seife, atau guru Ekonomi mendiskusikan buku Freakonomic, dan— lanjutannya—Super Freakonomic-nya Steven D. Levitt & Stephen J. Dubner., atau guru Biologi mendiskusikan wacana Ecological Intelligence-nya Daniel Goleman, bahkan guru-guru agama yang antusias memperdebatkan The Scapegoat Theory-nya Rene Girard yang sangat menohok agama (Maaf jika bagian ini terasa agak kasar). Ahmad Faizin Karimi |
141
Ini sekedar contoh, intinya guru-guru yang mengupdate pengetahuannya dengan membaca buku adalah guruguru pembelajar sejati. Apa jadinya jika guru hanya mengajarkan kepada siswa pengetahuan yang didapatkannya 5-20 tahun lalu? Maka semua pelajaran di ruang kelas kita adalah pelajaran sejarah. Bagaimana siswa bisa memahami dunia dewasa ini jika materi pelajarannya sendiri ketinggalan dan tidak representatif lagi menggambarkan dunia yang terus berubah semakin cepat. Karena kita tidak bisa mengharapkan kesadaran membaca pada siswa akan tinggi dengan sendirinya, maka tidak ada jalan lain selain memberikan keteladanan, dan kegiatan dan sarana pendukung. Saya ingat ketika masih sekolah kelas 2 SMA, kelas kami berbuat agak nyeleneh dengan berlangganan sendiri koran untuk teman-teman sekelas. Tidak hanya satu, tapi dua koran, dengan mengambil uang kas kelas demi membaca tanpa berebut di perpustakaan sekolah. Kegiatan membaca itu akhirnya melahirkan kegiatan menulis: menerbitkan majalah kelas, bahkan saat pihak sekolah belum mampu menerbitkan majalah sekolah— meski akhirnya diakuisisi sekolah dan mendapat predikat juara umum majalah sekolah dalam Olycon tahun kemarin. Kultur membaca-menulis seperti itu seharusnya tidak kita tunggu kedatangannya seperti kita menunggu datangnya hujan. Ia perlu diciptakan. Ia perlu diarahkan agar benar-benar terealisasi dan muncul dari usaha yang terencana dan sistematis, bukan spontan dan sporadis. Jika naif apabila kita berharap semua guru menjadi teladan, maka cukup logis jika kita berharap beberapa pihak mau menjadi trigger-nya. Beberapa pihak yang saya maksud adalah pimpinan sekolah, guru bahasa, dan pengelola perpustakaan.
142
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Pimpinan sekolah perlu merumuskan strategi demi terciptanya budaya akademik membaca-menulis. Baik yang sifatnya tampak, seperti lomba, atau sifatnya tersembunyi seperti sanksi membaca-menulis bagi siswa pelanggar atau mendirikan penerbitan. Guru bahasa perlu lebih kongkrit mengarahkan kemampuan membaca-menulis siswa. Saya membaca beberapa tugas siswa seperti cerpen, puisi, resensi, bahkan opini, sangat layak jual. Terakhir, pengelola perpustakaan perlu menyediakan buku-buku bermutu, tidak hanya buku pelajaran yang itupun dari sumbangan negara, dan sesekali perlu diadakan bedah buku. Siswa sebagai peserta didik juga perlu menyadari bahwa peningkatan kompetensinya tidak bisa dilakukan hanya dengan belajar materi dari buku pelajaran semata. Siswa perlu memperdalam dengan membaca buku-buku pengayaan sehingga pemahamannya tentang materi pembelajaran lebih utuh, lebih holistik, dan terintegrasi. Jika ini terjadi imbasnya adalah tidak relevannya bicara dikotomi ilmu pengetahuan/disiplin ilmu. Karena semuanya sama, menjadi satu. Ini masih masalah membaca, belum lagi masalah menulis. Proses menulis bisa baik jika dimulai dengan membaca yang baik pula. Jadi menanamkan tradisi membaca adalah langkah awal menciptakan penulispenulis masa depan negeri ini. Membaca adalah jendela dunia, begitu guru-guru sering berkata. Jadi, tolong jendela itu jangan sekedar ada. Ia jangan dikunci dari dalam. Buka, dan siswa akan menyaksikan apa yang terjadi sekarang.[] (diadaptasi dengan perubahan seperlunya dari buku Think Different; Jejak Pikir Reflektif Seputar Intelektualitas, Humanitas, dan Religiusitas. MUHIpress, 2012).
Ahmad Faizin Karimi |
143
144
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
BAGIAN VI. LAMPIRAN
Ahmad Faizin Karimi |
145
Keterangan: 1. Setelah mencari referensi, jika dibutuhkan dilakukan perbaikan kerangka karangan. 2. Proses penulisan berjalan beriringan dengan pencarian data/referensi. 3. Jika naskah buku kita kirim ke penerbit, maka proses selanjutnya mereka yang melakukan. Jika naskah itu kita terbitkan sendiri, maka tahapan selanjutnya kita yang melakukan.
146
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Ahmad Faizin Karimi |
147
INSTRUMEN PENGAWASAN KEMAJUAN Nama penulis : ....................................................... Identitas Buku: Genre: Fiksi / Non-Fiksi Abstract: ........................................................................... ........................................................................... ........................................................................... ........................................................................... Kerangka: ........................................................................... ........................................................................... ........................................................................... ........................................................................... ........................................................................... ........................................................................... ........................................................................... Perkembangan: Tanggal
148
Uraian Kemajuan Menentukan jenis buku & topik Membuat kerangka Mencari referensi Menyempurnakan kerangka Menulis dan melengkapi isi - Bab 1 ………………………………………… - Bab 2 ………………………………………… - Bab 3 ………………………………………… - Bab 4 ………………………………………… - Bab 5 ………………………………………… ……..dst Menentukan judul Mengevaluasi draft Mengirim ke penerbit, dst…. …………dst
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
ΣHalaman -
-
SARAN BACAAN LANJUT Andrias Harefa. Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia, 2002. Dewanto Nugroho. 200 Ide Gila Menulis Buku. Bandung: Grafidia, 2008. Dodi Mawardi. Cara Mudah Menulis Buku dengan Metode 12 Pas. Depok: Raih Asa Sukses, 2009. Eka Budianta. Senyum untuk Calon Penulis. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005. Hernowo. Mengikat Makna Sehari-hari. Bandung: Mizan Learning Center, 2005. Hernowo. Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah. Bandung: Mizan Learning Center, 2004. Jakob Sumardjo. Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Muhammad Fauzil Adhim. Dunia Kata; Mewujudkan Impian Menjadi Penulis Brilian. Bandung: Mizan, 2004. Salman Faridi (ed). Proses Kreatif Penulis Hebat. Bandung, DAR! Mizan, 2003. Syamsul Arifin & Adi Kusrianto. Sukses Menulis Buku Ajar dan Referensi. Jakarta: Grasindo, 2008. Totok Djuroto & Bambang Suprijadi. Menulis Artikel dan Karya Ilmiah. Bandung: Rosdakarya, 2003.
Ahmad Faizin Karimi |
149
Tentang Penulis Ahmad Faizin Karimi. Lahir di Gresik tahun 1986. Menyelesaikan studi jurusan Perbandingan Agama di Universitas Muhammadiyah Surabaya dan Magister Sosiologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Bergiat di Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Gresik dan Majelis Kader Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik. Aktifitas sehari-hari sebagai pengajar Jurnalistik, Fotografi, Desain Grafis, dan Keterampilan Menulis di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Juga sebagai Editor Jurnal Pendidikan NAMIRA Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik dan penanggungjawab lembaga penerbitan MUHI press. Buku-buku yang sudah diterbitkan diantaranya: - Pendidikan Jurnalistik (Pustaka Agung Harapan, 2011) - Pemikiran dan Perilaku Politik Kiai Haji Ahmad Dahlan (MUHIpress, 2012) - ThinkDifferent; Jejak Pikir Reflektif Seputar Intelektualitas, Humanitas, dan Religiusitas (MUHIpress, 2012) - Kurban; Kekerasan Berbingkai Agama? (MUHIpress, 2012) - The Inspiring Nature; Hikmah Filosofis di Balik Perumpamaan (MUHIpress, 2012) Blog:www.ahmadfk.wordpress.com E-mail di:
[email protected] FB url: www.facebook.com/afkareem
150
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!
Ahmad Faizin Karimi |
151
152
|Siapapun Bisa Menerbitkan Buku!