BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan Split Mastic Asphalt Split Mastic Asphalt adalah salah satu aspal campuran panas yang bergradasi terbuka dengan material yang terdiri dari : 1.
Split / agregat kasar, dgn jumlah fraksi yang tinggi yakni 70 %
2.
Mastic Asphalt yang merupakan campuran terdiri dari agregat halus, filler dan aspal.
3.
Additive berfungsi sebagai bahan yang mampu menstabilkan aspal
Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh campuran Split Mastic Asphalt yaitu : 1.
Gradasi Terbuka
Gradasi terbuka memberikan sifat antara lain : •
Tahan terhadap alur
•
Tahan terhadap proses pengausan oleh roda kendaraan
•
digunakan aspal dengan kadar yang cukup tinggi
•
dapat dilaksanakan dengan pelapisan yang tipis.
Gradasi Terbuka mempunyai luas permukaan spesifik yang lebih kecil jika dibandingkan dengan gradasi menerus maupun senjang, sehingga mampu memberikan lapis aspal yang lebih tinggi.
II - 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.
Kadar Aspal yang Tinggi
Kadar aspal yang tinggi memberikan sifat - sifat antara lain : •
Memberikan lapisan aspal yang tebal sehingga memberikan ketahanan terhadap proses oksidasi dan kelekatan yang lebih baik terhadap campuran
•
Tidak peka terhadap perubahan kadar aspal campuran
•
Menghasilkan kelekatan yang lebih baik antara lapisan SMA sebagai wearing course dengan lapisan bawahnya, lebih fleksibel.
3.
Memerlukan Bahan Aditif
Kadar aspal yang tinggi memerlukan suatu stabilisasi dengan bahan aditif. Stabilitas terhadap bitumen bertujuan untuk : •
Meningkatkan viskositas bitumen sehingga mampu mencegah terjadinya pengaliran aspal (drain out) dari campuran, segregesi campuran, kelelehan, kegemukan (bleeding) setelah SMA dihampar.
•
Meningkatkan titik lembek dari bitumen. Dengan demikian SMA akan mampu bertahan terhadap panasnya temperatur permukaan pada siang hari.
•
Meningkatkan gaya adhesi bitumen terhadap agregat karena adanya penulangan tiga dimensi oleh bahan aditif.
Penggunaan dan pengembangan SMA pertama kali dilakukan di Eropa lebih dari 20 tahun yang lalu. Campuran ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan suatu lapisan permukaan (wearing course) yang mampu memberikan ketahanan maksimal terhadap alur (rutting) dan abrasi dari lalu lintas berat. II - 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
SMA digunakan sebagai lapis permukaan atau sebagai overlay terhadap suatu lapisan lama yang di-treatment. Terdapat tiga jenis formula campuran SMA yang didasarkan pada gradasinya, yaitu: • SMA 0/11 umumnya digunakan untuk lapisan wearing course pada jalan baru, dengan ketebalan 2.5 – 5 cm. • SMA 0/8 umumnya digunakan untuk overlay pada jalan lama, dengan ketebalan 2 – 4 cm. • SMA 0/5 umumnya digunakan sebagai lapis permukaan tipis untuk tujuan pemeliharaan, dengan ketebalan 1.5 – 3 cm.
SMA terdiri dari agregat, filler dan aspal yang distabilisasi dengan menggunakan serat selulosa sehingga didapatkan peningkatan di dalam durability, skid resistance, flexibility, strength, rutting resistance, oxidation resistance. SMA ini digunakan untuk jalan dengan beban lalu lintas berat, persimpangan, kondisi geometrik jalan dengan kemiringan yang berjenjang (tanjakan, turunan, tikungan tajam), pada kondisi di mana lapis permukaan akan mengalami tekanan roda kendaraan secara berlebihan.
2.2. Agregat Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum – Direktorat Jendral Bina Marga. 1998). Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan lain-lain (Harold N. II - 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Atkins, PE. 1997).
Sedangkan secara umum agregat didefinisikan sebagai
formasi kulit bumi yang keras dan padat (Silvia Sukirman, 2003).
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa agregat sebagai suatu kumpulan butiran batuan yang berukuran tertentu yang diperoleh dari hasil alam langsung maupun dari pemecahan batu besar ataupun agregat yang disengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Seringkali agregat diartikan pula sebagai suatu bahan yang bersifat keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan pengisi campuran. Agregat dapat berupa berbagai jenis butiran atau pecahan batuan, termasuk di dalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, abu/debu agregat dan lainlain.
Beberapa tipikal ketentuan penggunaan dalam penggambaran agregat menurut Harold N. Atkins, (1997) adalah sebagai berikut : 1.
Fine Aggregate (sand size/ukuran pasir) : Sebagian besar partikel agregat berukuran antara 4,75mm (no.4 sieve test) dan 75µm (no.200 sieve test).
2.
Coarse Aggregate (gravel size/ukuran kerikil) : Sebagian besar agregat berukuran lebih besar dari 4,75mm (no.4 sieve test).
3.
Pit run: agregat yang berasal dari pasir atau gravel pit (biji kerikil) yang terjadi tanpa melewati suatu proses atau secara alami.
4.
Crushed gravel: pit gravel (kerikil dengan pasir atau batu bulat) yang mana telah didapatkan dari salah satu alat pemecah untuk menghancurkan banyak partikel batu yang berbentuk bulat untuk menjadikan ukuran yang lebih kecil atau untuk memproduk lapisan kasar (rougher surfaces).
II - 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5.
Crushed rock: agregat dari pemecahan batuan. Semua bentuk partikel tersebut bersiku-siku/tajam (angular), tidak ada bulatan dalam material tersebut.
6.
Screenings: kepingan-kepingan dan debu atau bubuk yang merupakan produksi dalam pemecahan dari batuan (bedrock) untuk agregat.
7.
Concrete sand: pasir yang (biasanya) telah dibersihkan untuk menghilangkan debu dan kotoran.
8.
Fines: endapan lumpur (silt), lempung (clay) atau partikel debu lebih kecil dari 75µm (no.200 sieve test), biasanya terdapat kotoran atau benda asing yang tidak diperlukan dalam agregat.
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban di atasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.
2.2.1. Agregat Kasar Fraksi agregat kasar untuk agregat ini adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran-ukuran normal. Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahanan terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular) sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran II - 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
wearing course, untuk itu nilai Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi. Untuk mengetahui mutu persyaratan agregat kasar dapat dilihat pada tabel 2.1 dan persyaratan gradasi agregat kasar untuk aspal beton dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.1. Persyaratan Mutu Agregat Kasar
Standar Spesifikasi No
Pemeriksaan Min
Max
-
40%
1
Abrasi
2
Kelekatan terhadap Aspal
95%
-
3
Berat jenis
2,5
-
4
Penyerapan
-
3%
5.
Kadar Lumpur
-
1%
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) SKBI 2.4.26.1987.UDC.625(02) diterbitkan oleh Dep.PU.
Tabel 2.2. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar untuk Aspal Beton
Ukuran Saringan
Persentasi Lolos
(mm)
Atas Berat
19.0
100
12.5
30 – 100
9.5
0 – 55
4.75
0 – 10
0.075
0-1
Sumber : Dokumen Spesifikasi Buku 3 – Bina Marga
II - 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2 Agregat Halus Agregat halus adalah mineral yang harus bersih, kuat dan tahan lama, serta tajam dan bebas dari lempung dan material yang tidak digunakan.Agregat halus adalah mineral yang lolos ayakan 2.36 mm dan tertahan ayakan 0.075 mm terhadap berat total. Agregat halus terdiri dari pasir alam, hasil pemecah batu (Stone Crusser),atau krikil (Screen) atau campuran keduanya. Fungsi utama agregat halus adalah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci (interlocking) dan gesekan antar butiran. Untuk hal ini maka sifat eksternal yang diperlukan adalah angularity (bentuk menyudut) dan particle surface roughness (kekasaran permukaan butiran). Adapun persyaratan mutu agregat halus dapat dilihat pada tabel 2.3. dan syarat gradasi untuk agregat halus dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.3. Persyaratan Mutu Agregat Halus
Standar Spesifikasi No
Pemeriksaan Min
Max
1
Berat Jenis
2,5
-
2
Penyerapan
-
3%
3
Kadar Lumpur
-
3%
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) SKBI 2.4.26.1987.UDC.625(02) diterbitkan oleh Dep.PU
II - 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.4. Persyaratan Gradasi Agregat Halus untuk Aspal Beton
Ukuran Saringan
Persentasi Lolos
(mm)
Atas Berat
9.5
100
4.75
90 – 100
2.36
80 – 100
0.6
25– 100
0.075
3 - 11
Sumber : Dokumen Spesifikasi Buku 3 – Bina Marga
2.2.3 Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi dapat terdiri atas debu batu kapur, debu dolomite, semen Portland, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Bahan pengisi yang merupakan mikro agregat ini harus lolos saringan No. 200 (0,075 mm). Dari sekian banyak jenis bahan pengisi maka kapur padam banyak digunakan dari pada Portland semen. Portland semen mudah diperoleh dan mempunyai grading butiran yang bagus namun demikian harganya sangat mahal.
Fungsi bahan pengisi adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya bahan pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan menaikkan volumenya.
II - 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Banyak spesifikasi untuk wearing course menyarankan banyaknya bahan pengisi kira-kira 5% dari berat adalah mineral yang lolos saringan No. 200. Para peneliti telah
sepakat
menaikkan
kuantitas
bahan
pengisi
akan
menyebabkan
meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga udara dalam campuran, namun ada batasnya.
Terlalu tinggi kandungan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi getas dan mudah retak bila terkena beban lalu lintas, namun di lain pihak bila terlalu sedikit bahan pengisi akan menghasilkan campuran yang lembek pada cuaca panas.
2.3. Aspal Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat dalam konsistensinya di mana unsur pokok yang menonjol adalah bitumen yang terjadi secara alam atau yang dihasilkan dengan penyulingan minyak (Petroleum). Aspal Petrolium dan aspal liquid adalah material yang sangat penting. Menurut The Asphalt Institute Superpave (1999) Series No.1 (SP-1),tonase dari produksi aspal setiap tahunnya bertambah terus-menerus mulai dari 3 juta ton pada tahun 1926 meningkat menjadi 8 juta ton pada tahun 1946, kemudian terjadi peningkatan secara drastis pada tahun 1964 yaitu sebanyak 24 ton. Aspal adalah sistem koloida yang rumit dari material hydrocarbon yang terbuat dari Asphaltenes, resindan oil. Sedangkan material aspal tersebut berwarna coklat tua hingga hitam dan bersifat melekat, berbentuk padat atau semi padat yang didapat dari alam dengan penyulingan minyak. (Krebs, RD & Walker, RD.,1971) Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa organisme laut dan sisa II - 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh dan pecahan batu batuan. setelah berjuta juta tahun material organis dan lumpur terakumulasi dalam lapisan lapisan setelah ratusan meter, beban dari beban teratas menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut yang lama kelamaan menjadi atau terproses menjadi minyak mentah senyawa dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi minyak mentah tersebut, namun aspal juga ditemukan sebagai bahan alam (misal : asbuton), dimana sering juga disebut mineral (Shell Bitumen, 1990).
2.4. Asbuton (Aspal Buton) Aspal alam terbentuk dalam batuan pembawa minyak terjadi sebagai hasil perubahan minyak bumi. Pulau Buton merupakan salah satu daerah sedikit di dunia yang mempunyai kandungan aspal alam. Batuan reservior dari larutan aspal Buton meliputi satuan batuan Formasi Sampolaka dan Formasi Tondo. Tiadanya batuan penutup (cap rock) memungkinkan gas dan minyak bumi menguap dan menyisakan larutan berat aspal yang terperangkap dalam batuan reservior. Sebaran lapangan aspal alam Buton sampai sekarang ini terutama terdapat di daerah Buton Selatan pada daerah Graban Lawele yang memanjang barat daya – timur laut mulai dari Teluk Sampolawa hingga ke Teluk Lawele.
Aspal alam yang ditemukan di daerah Buton telah diketahui sejak lama, seperti terungkap dari Hetzel (1936). Penggunaan aspal alam Buton tersebut pada beberapa waktu lalu terutama digunakan sebagai bahan untuk pembuatan jalan, sedangkan sekarang dengan penggunaan teknologi terbaru aspal alam tidak hanya
II - 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
digunakan untuk konstruksi jalan, tetapi telah dicoba diekstrasi dengan teknologi pemisah tertentu yang menghasilkan energi bahan bakar.
Mengacu pada sifat fisik aspal alam Siswosoebrotho dkk (2005) membedakan aspal danau (lake asphalt) dan aspal batu (rock asphalt). Aspal danau seperti yang ditemukan di Trinidad, sedangkan aspal yang ditemukan di daerah Buton diklasifikasikan sebagai aspal batu. Keterdapatan aspal di bagian selatan Pulau Buton ini mencakup: a. Tersebar pada daerah yang mengalami perlipatan dan pensesaran kuat. b. Sebagai resapan dalam batu gamping dan batu pasir dari Formasi Sampolakosa. c. Sepanjang zona batas Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa. d. Aspal Buton terdapat mengisi antar butir, berbentuk lensa atau pun tersebar tidak teratur dalam lapisan batuan.
Aspal yang ditemukan di daerah Pulau Buton ini terutama berkaitan dengan satuan berumur Tersier seperti Formasi Sampolakosa dan Formasi Tondo. Kedua satuan batuan tersebut terutama disusun oleh batu pasir dan batu gamping, dalam hal ini cocok sebagai perangkap dari minyak yang terbentuk, mengalir dan bermigrasi hingga mencapai batuan dari Formasi Tondo maupun Formasi Sampolakosa.
Aspal tersebut masuk ke dalam pori-pori batu pasir maupun rekahan yang terdapat dalam batu gamping. Di daerah Kabungka, Buton, aspal masuk ke dalam rekahan
II - 11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
batu gamping, seperti yang terungkap dari hasil analisis kimia, di mana kandungan CaCO3 sangat tinggi sekitar 81.62% hingga 85% (Tabel 2.5).
Pemanfaatan aspal alam di Indonesia masih digunakan sebagai bahan konstruksi pembuatan jalan, sebagai aditif, pengisi dan bahan lainnya. Evaluasi aspal alam yang berada di daerah Kabungka menunjukkan hasil yang cukup baik untuk pemakaian beton aspal. Aspal alam yang diperoleh dari daerah Lawele, tepi utara dari Graben Lawele, lebih baik dibandingkan dengan aspal alam di daerah Kabungka untuk material konstruksi jalan.
Buton Granular Aspal adalah aspal buton jenis berbutir yang digunakan sebagai additive dalam campuran aspal. Pemakain aspal buton jenis ini dapat dipergunakan dalam campuran panas, campuran hangat dan campuran dingin. Jenisnya yang kering dan sudah terselimuti oleh bitumen dengan ukuran maksimal 1,2 mm. Tabel 2.5 Hasil Analisis Kimia
Zat Kimia
Presentase (%)
CaCO3
81.62 – 85.27
MgCO3
1.98 – 22.5
CaSO4
1.23 – 1.70
CaS
0.17 – 0.33
H2O
1.30 – 2.16
SiO2
6.95 – 8.25
Al2O3 + Fe2O3
2.15 – 2.84
LOI
0.83 – 1.12
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan; 2007
II - 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Aspal Buton Granular dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat bersama-sama dengan aspal minyak sehingga bersinergi membentuk suatu bahan pengikat yang lebih baik dan handal. Fungsi dari aspal Buton jenis granular ini adalah untuk meningkatkan kualitas campuran sehingga campuran akan memiliki sifat sebagai berikut : 1.
Lebih tahan terhadap deformasi
2.
Nilai modulus resilient lebih tinggi
3.
Tahan terhadap temperatur tinggi
4.
Lebih tahan lama (durable)
5.
Sangat baik untuk digunakan pada konstruksi jalan kelas I, higway, jalan tol, dll
Asbuton butir dengan ukuran butir maksimum 2,36 mm yang terbagi atas tiga tipe berdasarkan nilai penetrasi dan kandungan bitumennya sebagaimana terlihat dalam tabel 2.6. Persyaratan gradasi gabungan dari agregat, mineral asbuton serta bahan pengisi (bila diperlukan) diperlihatkan pada Tabel 2.6 (Puslitbang jalan dan Jembatan; 2007). Di sini berarti bahwa mineral yang ada pada butiran asbuton, bisa melepaskan diri dari aspal dan bercampur dengan agregat, sebagaimana halnya pada campuran beraspal panas tanpa asbuton.
II - 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.6 Sifat sifat asbuton butir yang disyaratkan Pada Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan
Tipe
Tipe
5/20
15/20
18 – 22
18 - 22
23 - 27
- Lolos saringan No 8 ( 2,36 mm) %
100
100
100
- Lolos saringan no 16 ( 1,18 mm) %
Min 95
Min 95
Min 95
Kadar air %
Maks 2
Maks 2
Maks 2
< 10
10 – 18
10 – 18
Sifat-sifat Asbuton Butir
Kadar bitumen asbuton
Tipe 15/25
Ukuran butir asbuton
Penetrasi aspal asbuton pada 25 °C, 100 g, 5 dtk; 0,1 mm
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan; 2007 Aspal yang dicampur dengan Buton Natural Aspal,serat ataupun bahan campuran lainnya disebut aspal modifikasi.persyaratannya dapat dilihat pada tabel 2.7 (Persyaratan asbuton Modifikasi)
Tabel 2.7 Persyaratan Asbuton Modifikasi
Persyaratan
No.
Jenis Pengujian
Metode
1
Penetrasi
SNI 06-2456-1991 40-60
2
Titik lembek
SNI 06-2434-1991 Min. 55
3
Titik nyala
SNI 06-2433-1991 Min. 225
4
Daktilitas
SNI 06-2432-1991 Min. 50
5
Berat jenis
SNI 06-2441-1991 Min. 1
Sumber : Spesifikasi Khusus Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton, Direktorat Jenderal Bina marga
2.5. Karakteristik Aspal Beton Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan atau II - 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workability). Di bawah ini adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut. 1.
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalulintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah : a. Gesekan internal yang dapat berasal dari kekasaran permukaan butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. b. Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya,sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.
2.
Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalulintas seperti berat kendaraandan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat penaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.
3.
Kelenturan atau fleksibilitas
adalah kemampuan beton aspal untuk
menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat
II - 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dari repetisi beban lalulintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. 4.
Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan
retak. Hal ini dapat tercapai jika
menggunakan kadar aspal yang tinggi. 5.
Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya esek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.
6.
Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan asapal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.
7.
Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat effisensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.
Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus oleh satu campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih diinginkan II - 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu lintas ringan seperti mobil penumpang sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal yang mempunyai sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada memilih jenis beton aspal dengan stabilitas tinggi.
2.6. Serat Alam Jerami Di Indonesia, jerami padi belum dinilai sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Petani membiarkan siapa saja untuk mengambil jerami dari lahan sawahnya. Di beberapa daerah, petani bahkan senang bila sawahnya bebas dari jerami. Pada sistem tata usaha tani yang intensif, jerami sering dianggap sebagai sisa usaha tanaman yang mengganggu pengolahan tanah dan penanaman padi. Oleh karena itu, 75 – 80 % petani membakar jerami di tempat, beberapa hari setelah padi dipanen. Sebagian petani memotong jerami dan menimbunnya di pinggir petakan sawah, kemudian membakarnya.
Tanpa disadari, tujuan membakar jerami di tempat adalah untuk mengembalikan hara dari jerami ke dalam tanah, mematikan hama yang tertinggal pada jerami, mematikan patogen penyakit dan memusnahkan gulma. Tetapi tujuan utama petani membakar jerami adalah menyingkirkan jerami dari petakan sawah dengan cara yang praktis. Perhitungan untung-rugi atas tindakan pembakaran tidak dipertimbangkan oleh petani.
Jumlah jerami padi memang cukup banyak, bergantung pada luas pertanaman. Perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami (grain straw ratio) II - 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
pada saat panen padi umumnya adalah 2:3. Kalau produksi gabah nasional 54 juta ton pada tahun 2005, berarti terdapat 80 juta ton jerami pada tahun tersebut. Apabila jerami diangkut ke luar persawahan dengan truk, masing-masing truk berkapasitas muat 4 ton, maka diperlukan 20 juta truk untuk mengangkut jerami setiap tahun. Untungnya jerami padi tidak harus diangkut ke luar petakan sawah dan panen padi tidak dalam waktu yang bersamaan. Dari satu hektar lahan sawah dihasilkan 5 – 8 ton jerami, bergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanaman. Pada hanparan 100 ha pertanaman padi yang panennya bersamaan berarti dihasilkan 500 – 800 ton jerami. Penimbunan jerami pada petakan sawah memerlukan areal 5 – 7 % dari total luas petakan.
Pada umumnya petani belum memperlakukan jerami sebagai bagian dari usaha tani padi. Hak kepemilikan sawah tidak jelas, kecuali pada kasus tertentu dan mereka menyatakan jerami padinya akan digunakan sendiri. Oleh karena itu, para pencari jerami memanfaatkan potensi ini dan jerami yang mereka dapatkan dengan gratis dijual kepada pihak yang memerlukan. Jerami dapat digunakan sebagai bahan baku industri kertas, bahan substrat jamur, atau sebagai pembakar bata.
Serat jerami, dan juga serat alam lainnya, telah lama digunakan sebagai bahan yang dapat menguatkan material lainnya dengan cara dicampurkan menjadi campuran komposit. Komposit adalah campuran dari dua atau lebih komponen bahan yang berbeda yang membentuk suatu kesatuan dan menghasilkan sifat yang lebih baik atau saling memunjang dari masing-masing sifat komponen-komponen individu. (JERAMI PADI, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN, Pusat II - 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007, Penyusun: A. Karim Makarim, Sumarno, Suyamto)
Padi merupakan tumbuhan monocotyl yang tumbuh di daerah tropis. Tanaman padi yang telah siap panen akan diambil butiran - butirannya dan batang serta daunnya akan dibuang. Batang dan daun inilah yang disebut dengan jerami. Jerami merupakan salah satu limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini jerami padi digunakan untuk pakan ternak dan media tumbuh jamur. Meskipun demikian jerami masih berlimpah dan terkadang harus dibakar.
Sebatang jerami yang telah dirontokkan gabahnya terdiri atas :
1. Batang (lidi jerami) Bagian batang jerami kurang lebih sebesar lidi kelapa dengan rongga udara memanjang di dalamnya. 2. Ranting jerami Ranting jerami merupakan tempat dimana butiran butiran menempel. Ranting jerami ini lebih kecil, seperti rambut yang bercabang –cabang meskipun demikian ranting jerami mempunyai tekstur yang kasar dan kuat.
3. Selongsong jerami Selongsong jerami adalah pangkal daun pada jerami yang membungkus batang atau lidi jerami.
II - 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Jerami merupakan golongan kayu lunak yang mempunyai komponen utama selulosa. Selulosa adalah serat polisakarida yang berwarna putih yang merupakan hasil dari fotosintesa tumbuh - tumbuhan. Jumlah kandungan selulosa dalam jerami antara 35 - 40 %. Kandungan lain pada jerami adalah lignin dan komponen lain yang terdapat pada kayu dalam jumlah sedikit.
Selulosa merupakan serat yang berbentuk pita (ribbon type) poros dan penampangnya datar. Pada bagian seratnya mudah patah dan sobek akan menambah luas permukaan. Sehingga akan mengakibatkan jumlah aspal yang lebih banyak dalam campuran sehingga kadar aspal yang dipakai dapat efektif mengikat dan menyelimuti agregat dan akan memberikan lapisan film aspal yang cukup tebal, yang selanjutnya bisa memperlambat perngaruh oksidasi dan masuknya air dan pada akhirnya memperpanjang keawetan jalan tersebut. Selain berbentuk pita yang mudah patah dan robek, serat selulosa yang mempunyai bentuk fisik panjang dan tipis juga mampu memberikan daya adsorbsi yang baik sehingga dapat mencegah aspal pick-up. Serat selulosa sebagai stabilizer aspal bekerja secara mekanis karena membentuk tiga arah dalam aspal, bersifat seperti tulangan sehingga bisa menahan jumlah aspal yang lebih banyak dalam campuran yang akan mencegah adanya drain down pada campuran (Jurnal Puslitbang No. 4, 1999). Bentuk serat selulosa yang dapat dipakai antara lain serat yang memanjang dan langsing, di mana dengan bentuk seperti ini mempunyai kemampuan untuk mengadsorbsi resin dari aspal lebih besar (Lismanto, 1993).
Dewasa ini serat selulosa banyak digunakan sebagai bahan stabilizer aspal. Stabilisasi aspal secara fisik dapat dilihat dengan terjadinya kenaikan titik lembek, II - 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
penurunan kelelehan, kenaikan viskositas, dan penurunan penetrasi semu dari campuran aspal + selulosa. Di samping itu selulosa merupakan polimer yang bersifat semipolar atau lebih kuat dari resin sehingga mampu menyerap ikatan hidrogen pada fraksi resin yang menyebabkan meningkatnya viskositas dari campuran. Dengan viskositas campuran yang lebih tinggi akan memungkinkan terjadinya lapisan bitumen yang relatif tebal (Lisminto, 1993), sehingga akan sangat membantu kekuatan inter-locking antar agregat kasar dalam bentuk kerangka yang bisa mendukung kinerja perkerasan menjadi lebih baik (Jurnal Puslitbang No. 4, 1999).
Serat selulosa sebagai bahan aditif pada konstruksi perkerasan jalan berguna untuk mengurangi sifat yang merugikan dari aspal akibat kenaikan suhu. Selain itu selulosa akan memperbaiki campuran aspal karena: mencegah terjadinya retak, mencegah terjadinya pemisahan/meningkatkan homogenitas density, mencegah bleeding, mencegah flow yang tinggi, pengaliran aspal (drain out) dari campuran.
Jerami sebagai limbah pertanian padi tersedia secara melimpah di indonesia, meski secara kasat mata lahan pertanian mulai menyusut dan beralih menjadi area perumahan, industri dan fungsi-fungsi lainnya. Secara umum, jenis padi yang ditanam di indonesia adalah varietas persilangan, terutama IR. Sementara itu, meski masih dijumpai di sana-sini, varietas lokal seperti rajalele atau padiketan, jumlahnya sangatlah sedikit. Identifikasi jerami secara fisik, selain dilakukan dengan melihat data sekunder juga diperoleh dari pengamatan secara langsung di lapangan. Secara umum jerami memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama, yaitu dengan panjang batang 40 cm – 60 cm dan batang berupa buluh beruas-ruas yang II - 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
bagian dalamnya berongga, dengan berat jenis 0,48 kg/cm3. demikian, bila diamati secara sungguh-sungguh dan dengan pengamatan secara fisik, ada beberapa perbedaan mendasar, terutama mengenai tingkat kekerasan batang utamanya. Jerami padi lokal, seperti rojolele, memiliki karakter batang yang lebih lunak dibandingkan jerami padi varietas persilangan, seperti IR. Jerami padi sawah juga lebih lunak dari pada jerami padi gogo (sawah kering). Demikian pula jerami padi lebih lunak dari pada jerami padi ketan. Namun demikian rata-rata memiliki waktu tanam sekitar 3 bulan. Hal ini berbeda dengan padi varietas lokal yang masih membutuhkan waktu tanam sekitar 6 bulan. Pada saat panen batang padi dipotong pada bagian bawah dengan masih menyisakan batang yang tumbuh di tanah sekitar 20 cm. Oleh petani yang masih menggunakan sistem konvensional, padi panen kemudian dipukul-pukulkan pada sebidang tikar untuk dipisahkan antara batang yang mengandung butiran gabah dengan batang yang akan menjadi jerami limbah. Selanjutnya jerami limbah ditumpuk di tepi lahan persawahan (pinggir jalan atau pematang). Seluruhnya atau sebagian dari jerami ini kemudian dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sisanya dibiarkan mengering dan membusuk di pinggir jalan atau pematang.
2.7. Perencanaan Gradasi Campuran Dalam pembuatan campuran SMA diberikan persyaratan (spesifikasi) terhadap gradasi agregat campuran (agregat kasar dan agregat halus). Persyaratan yang dipakai dapat dilihat pada tabel 2.8.
II - 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.8 Gradasi Spesifikasi SMA
Persentase lolos (%) Ayakan SMA 0/11 1/2”
12.70 mm
100.00
3/8”
9.50 mm
70 – 87.5
#4
4.75 mm
29.5 – 49
#8
2.36 mm
22 – 34
#16
1.00 mm
16.5 – 27.5
#30
0.59 mm
12.5 – 24
#50
0.30 mm
10.5 – 21
#100
0.15 mm
9 – 16
#200
0.08 mm
7.5 – 12
Sumber: Heavy Loaded Improvement Project (Bina Marga), 1993
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 062489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. II - 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Secara garis besar pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji, penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan perhitungan sifat volumetric benda uji.
Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1.
Jumlah benda uji yang disiapkan.
2.
Persiapan agregat yang akan digunakan.
3.
Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan.
4.
Persiapan campuran aspal beton.
5.
Pemadatan benda uji.
6.
Persiapan untuk pengujian Marshall.
Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan dari tujuan dilakukannya uji Marshall tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3 buah benda uji untuk setiap kadar aspal yang digunakan. Agregat yang akan digunakan dalam campuran dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105-110ºC. Setelah dikeringkan agregat dipisahpisahkan sesuai fraksi ukurannya dengan mempergunakan saringan. Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agregat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170 ± 20 centistokes, dan temperatur pemadatan adalah temperatur pada saat aspal mempunyai nilai viskositas kinematis sebesar 280 ± 30 centistokes. Karena tidak diadakan pengujian viskositas kinematik aspal maka secara umum ditentukan suhu pencampuran berkisar antara 145 ºC-155 ºC, sedangkan suhu pemadatan antara 110 ºC-135 ºC.
II - 24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.9 Spesifikasi Campuran
SIFAT-SIFAT CAMPURAN
SYARAT
Stabilitas Marsall (Kg)
Min 750
Kadar rongga udara (%)
3–5
Kelelahan (mm)
≥2
Kadar aspal efektif (%)
Min 6.0
Kadar penyerapan aspal (%)
Maks 1.5
Rongga terisi aspal (%)
76 – 82
Marshall quotient (kN/m)
1.9 – 3.0
Sumber: Heavy Loaded Improvement Project (Bina Marga), 1993
2.8. Kadar Aspal Optimum Perkiraan awal kadar aspal optimum dapat direncanakan setelah dilakukan pemilihan dan pengabungan pada tiga fraksi agregat. Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut : (Spesifikasi Depkimprawsil 2002) Pb= 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K ......................................... (2.1) Keterangan : Pb: Perkiraan kadar aspal optimum CA : Nilai prosentase agregat kasar FA : Nilai prosentase agregat halus FF : Nilai proentase Filler K : konstanta (kira-kira 0,5 - 1,0) Hasil perhitungan Pb dibulatkan ke 0,5% ke atas terdekat.
II - 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/