ISSN 2406-7601
Jurnal
AGAMA BUDDHA DAN
ILMU PENGETAHUAN Hesti Sadtyad Sujiono
Pengembangan Instrumen Motivasional, Kepuasan Kerja dan Kinerja Guru Pendidikan Agama Buddha. Penerapan Metode SQ3R Pada Pembelajaran Komptensi Membaca Kritis
Suhartoyo, dkk
Korelasi Antara Upacara Pelimpahan Jasa (Pattidana) dengan Bhakti Anak Kepada Leluhur Di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah
Mujiyanto, dkk
Pengaruh Kompetensi Sosial Guru Pendidikan Agama Buddha Tersertifikasi Terhadap Pembinaan Umat Di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung
Mujiyanto
Pengaruh Disiplin Belajar Dan Keaktifan Kegiatan ekstrakurikuler Pendalaman Kitab Suci (PKS) Agama Buddha Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Kaloran Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2011/2012
Hariyanto
Pengaruh Media Gambar dan Lagu Buddhis Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha
Sukodoyo
Motivasi Bekerja di Vihâra Pada Wanita Dewasa Awal (Studi Kasus Di Vihâra Tanah Putih Semarang)
Tri Yatno, dkk Untung Suhardi
Volume 1
Pengembangan Model Asesmen Otentik Pada Pendidikan Agama Buddha di Sekolah Dasar dalam Rangka Peningkatan Kinerja Guru Eksistensi Perempuan Hindu Kajian Nilai Pendidikan Etika Hindu Tentang Kedudukan Perempuan dalam Kitab Sarasamuccaya
Nomor 1
September 2014
45
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
PENGARUH KOMPETENSI SOSIAL GURU PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA TERSERTIFIKASI TERHADAP PEMBINAAN UMAT DI KECAMATAN KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG. THE EFFECT OF SOCIAL COMPETENCE OF CERTIFIED BUDDHA RELIGION TEACHER TO THE PEOPLE GUIDANCE IN KALORAN SUB DISTRICT TEMANGGUNG DISTRICT Mujiyanto, Marjianto, Prihadi Dwi Hatmono, Sukarti, Agus Subandi, Dini Yulinda W Abstrak Kompetensi Sosial guru Pendidikan Agama Buddha masih jauh menunjukkan keprofesionalannya. Misalnya dalam pembinaan umat Buddha di wilayahnya. Peran guru bulum menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan, begitu juga bagi guru yang sudah tersertifikasi Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan populasi sebanyak 100 umat Buddha di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Pengujian terhadap validitas, reliabilitas butir kuesioner dilakukan dengan menghitung korelasi product moment dan cronbach alpha melalui program SPSS. Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa butir kuesioner semua valid dan reliabel, dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel. Data yang sudah valid dan reliabel diolah melalui program SPSS dengan uji regresi linier berganda. Hasil uji regresi linier berganda dihasilkan bahwa variabel berpengaruh adalah kompetensi guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi dengan nilai signifikansi 0% dan nilai beta 1,189 . Hal ini dapat dilihat pada koefisien beta dengan koefisien yang belum distandarkan. Kata kunci: Kompetensi Sosial, Guru Pendidikan Agama Buddha, Sertifikasi, Pembinaan Umat. ABSTRACT The social competence of Buddhist Religion teachers is still far from professionalism. For example is in the development of Buddhists in the region. The teacher’s role was not showed significant competence improvement, as well as for certified teachers. This study used quantitative methods with a population of 100 Buddhists in Kaloran Subdistrict of Kebumen District. The tests on the validity, reliability of questionnaire item were conducted by calculating the product moment correlation and Cronbach alpha through SPSS. The validity and reliability test results showed that the all questionnaire items are valid and reliable, with the value of rcount are greater than rtable. The valid and reliable data processed through the SPSS program with multiple linear regressions. The results of multiple linear regressions showed that the effected variable is competence of certified Buddhist teacher with a significance value of 0% and a beta value of 1.189. This can be seen in the beta coefficients are not standardized coefficients. Keywords:
social competence, Buddhist teacher, certification, people guidance
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada semua aspek kehidupan manusia. Kondisi ini dapat menimbulkan perubahan positif dan negatif bagi kehidupan manusia di era persaingan global. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan.
Salah satu bidang yang mempunyai peranan besar dalam menentukan kemajuan suatu bangsa adalah bidang pendidikan. Terkait hal tersebut pemerintah Indonesia memberikan prioritas dalam bidang pendidikan dengan menambahkan jumlah anggaran setiap tahunnya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional melalui peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik dengan pemberian tunjangan
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
46
sertifikasi guru. Namun Kondisi ini belum sepenuhnya mendapatkan respon positif dari masyarakat umum. Sebagian masyarakat menilai tunjangan setifikasi guru merupakan pemborosan anggaran negara, dimana kegiatan belajar belum menampakkan hasil signifikan dengan anggaran yang dikeluarkan oleh negara. Sebagian lagi menilai bahwa guru-guru yang mendapatkan tunjangan sertifikasi mengalami perubahan gaya hidup yang tidak lagi mencerminkan gaya sebagai seorang pendidik, antara lain guru menjadi eksklusif dan konsumtif serta kepedulian sosialnya menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi guru yang mendapatkan tunjangan sertifikasi belum mencerminkan seorang guru yang ideal. Kompetensi guru ideal harus memiliki kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional, sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kondisi demikian juga terjadi pada guru Pendidikan Agama Buddha. Sehingga tidaklah mengherankan jika masyarakat Buddha yang peduli pendidikan memberikan kritik atas kinerja para guru Pendidikan Agama Buddha. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 39 ayat 2 menyebutkan bahwa tugas guru adalah: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Kalimat tersebut di atas menyiratkan bahwa guru Pendidikan Agama Buddha mempunyai peran penting dalam membentuk pribadi yang luhur, mandiri dan bertanggung jawab sebagaimana yang ingin diwujudkan dalam tujuan pendidikan nasional. Pendidikan harus menghasilkan manusia atau pribadi yang utuh, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, dan berilmu serta memilliki tingkah laku yang luhur dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya guru Pendidikan Agama Buddha masih sangat jarang menunjukkan kompetensi sosialnya, sehingga masyarakat merasa kecewa karena kontribusi para guru tersertifikasi masih jauh dari yang diharapkan masyarakat. Secara umum,
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
kewajiban guru tersertifikasi harus meningkatkan kompetensi sosialnya dalam melakukan pendidikan berupa pembinaan kepada masyarakat, sehingga masyarakat mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik serta masyarafkat. Kabupaten Temanggung, khususnya di Kecamatan Kaloran merupakan salah satu basis umat Buddha di Jawa Tengah, yang rata-rata tingkat pendidikan formalnya selesai pada tingkat pendidikan dasar. Mata pencaharian mereka sebagai petani, sehingga mereka membutuhkan bimbingan dan pembinaan dari para guru pendidikan agama Buddha, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka beranggapan bahwa guru pendidikan agama Buddha memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih dibandingkan masyarakat Buddha pada umumnya mengenai ajaran agama Buddha. Kondisi demikian menjadikan guru Pendidikan Agama Buddha dihormati dan dijadikan teladan bagi masyarakat karena memiliki memiliki status sosial yang lebih tinggi. Sudah sepantasnya jika masyarakat bimbingan dan pembinaan yang bermanfaat dari guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi. Masyarakat menjadi bagian penting dari tingkat profesionalisme guru tersertifikasi karena masyarakat akan kritis dalam menilai kinerja, kemampuan bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan. Hal inilah yang mendasari mengapa guru harus memiliki beberapa kompetensi khususnya kompetensi sosial bagi guru tersertifikasi. Masyarakat akan menilai profesi guru itu rendah bila guru tersebut tidak memiliki peran yang penting dalam kemajuan lingkungannya. Menurut Nana Sudjana (1988) dalam Drs. Moh Uzer Usman (2006) rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya pandangan masyarakat, bahwa siapa pun dapat menjadi guru jika mempunyai berpengetahuan. Kedua, kekurangan guru daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru. Ketiga, banyak guru yang belum menghargai profesinya, sehingga tidak berusaha mengembangkan profesinya. Kabupaten Temanggung dipilih sebagai tempat penelitian karena di kabupaten tersebut
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
47
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
memiliki setidaknya 10 guru pendidikan agama Buddha yang telah tersertifikasi. Selain itu letak kabupaten Temanggung strategis dan berdekatan dengan ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Menurut informasi dari masyarakat terdapat beberapa guru Pendidikan Agama Buddha yang belum memberikan peran dalam membina umat di daerah tersebut. Apabila hal ini terjadi berarti kompetensi guru tersertifikasi belum baik atau kurang sempurna. Masyarakat di Kabupaten Temanggung khususnya umat Buddha mengharapkan kepedulian dari para guru dan kaum intelek untuk berperan aktif dalam memajukan agama Buddha di daerahnya. Dimana salah satu tugas guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi memberikan pelayanan kepada masyarakat, salah satu contoh pelayanan yaitu memberikan peran dalam kegiatan Vihara seperti membina kegiatan umat dan pembinaan Sekolah Minggu Buddhis. Guru Guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: p. 497) diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Guru merupakan profesi, yaitu pekerjaan yang menuntut keahlian. Artinya bahwa pekerjaan sebagai guru tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan. Dengan demikian Guru pendidikan agama Buddha sebagai seorang pendidik hendaknya memiliki empat jenis kompetensi, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005, disebutkan bahwa guru harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sesuai dengan tugas jabatan guru sebagai profesi. Tugas dari seorang guru ditercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39 ayat (2) yaitu guru mempunyai tugas mendidik secara profesional dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Salah satu tanggung jawab guru adalah meningkatkan peranan secara profesional. Dimana dibutuhkan kecakapan maksimal dalam mengemban dan melaksanakan tanggung jawab tersebut. Seperti yang disabdakan Buddha Gautama dalam Kronologi Hidup
Buddha (Bhikkhu Kusaladhamma, 2007: p. 179) bahwa beliau memiliki konsep tersendiri dalam pembabaran Dhamma sebagai berikut: “Pergilah, Para Bhikkhu, demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, atas dasar welas asih kepada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.” Bentuk solusi ini selaras dan sesuai dengan kondisi realita umat Buddha di Kabupaten Temanggung, sehingga perlu diadakan penambahan guru pendidikan agama Buddha, sekaligus pembagian tugas guru untuk diterjunkan ke daerah-daerah untuk memberikan bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat Buddha. Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan guru profesional yang sedikitnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) mempunyai keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu‚ (2) mempunyai pengetahuan yang mendalam, (3) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang ilmu sesuai dengan bidang profesinya, (4) tingkat pendidikan keguruan yang memadai, (5) mempunyai kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, dan (6) menunjukkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya. Seorang guru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik dan pembimbing berjalan dengan baik. Dalam hal ini guru sertiifikasi mempunyai peran ganda untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Salah satu contoh peran ganda guru adalah ketika ia melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan, maka seorang guru menjelaskan melalui proses pendidikan kegiatan mendidik. Dengan demikian mengajar dan membimbing sebagai satu hal yang tak dapat dipisahkan. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah hendaknya mereka dapat berperan sebagai orang tua kedua dari siswa. Dalam hal ini guru perlu menarik simpati sehingga menjadi idola bagi para siswanya. Guru merupakan kunci keberhasilan dalam sistem pendidikan. Tetapi secara umum mereka memiliki permasalahan mengenai rendahnya kualitas pengajaran, kualitas pendidikan dan praktek pengajaran, serta tidak adanya sistem pemantauan yang layak atau pengawasan yang efektif dalam proses pembelajaran, sementara mereka dituntuk untuk memiliki aspek efektifitas dalam mengajar,
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
48
metodologi pengajaran, psikologi pendidikan, penggunaan bantuan audio-visual, teknik evaluasi dan lainnya” (Amin, Khan; 2009). Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam belajar. Sehinggga guru perlu memilih metode dan strategi yang cocok bagi siswa dalam proses pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan. Masyarakat telah menempatkan guru sebagai sosok pribadi yang terhormat di lingkungannya. Maka dari itu tidak heran jika masyarakat mengharapkan ilmu pengetahuan dari seorang guru. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukkan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kemampuan khusus yang wajib dimiliki guru sehingga mereka bertanggung jawab atas profesiya. Menurut Wijaya dkk. (1994: p. 9), setidaknya guru memiliki tanggungjawab sebagai berikut: 1) Tanggung jawab moral Setiap guru hendaknya memiliki kemampuan menghayati perilaku dan etika sesuai dengan moral Pancasila, sekaligus mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 2) Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah guru hendaknya menguasai cara pengajaran yang efektif, mampu membuat satuan pelajaran, mampu dan memahami kurikulum dengan baik, mampu mengajar dikelas, mampu menjadi model bagi siswa, mampu memberikan nasihat, menguasai teknik-teknik pemberian bimbingan dan layanan, mampu membuat dan melaksanakan evaluasi dan lain-lain. Seperti sabda Sang Buddha dalam Angguttara Nikaya dijelaskan: “Sering mengulang pelajaran membuahkan pengetahuan yang mendalam” (A. V. p. 136). Sabda Buddha Gotama di atas merupakan salah satu cara Sang Buddha memberikan pelajaran kepada murid-muridNya. Cara tersebut juga merupakan teknik dalam proses pembelajaran yang dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. 3) Tanggung jawab guru dalam bidang kemasyarakatan Tanggung jawab guru dalam bidang kemasyarakatan antara lain turut serta menyukseskan pembangunan dalam bidang kemasyarakatan, untuk itu guru harus mampu
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
membimbing, mengabdi kepada dan melayani masyarakat. 4) Tanggung jawab guru dalam bidang keilmuan guru bertanggung jawab dan turut serta memajukan ilmu, terutama ilmu yang telah menjadi spesialisasinya dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan. Kompetensi Sosial Guru Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: p. 497) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone (Mulyasa, 2007: p. 25) mengemukakan bahwa kompetensi guru adalah a descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful ... (suatu gambaran kualitatif tentang hakekat perilaku guru yang penuh arti). Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002, “kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu”. Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Johnson menyatakan "competency as a rational performance which satisfactirily meeets the objective for a desired condition". Menurutnya, kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Pengertian standar kompetensi guru dalam Australian Journal of Teacher Education, Tuck (1995) menyatakan bahwa "the notions of criterionreferenced and mastery testing had been around in one form or another for quite some time" (p. 59) and asks why they have failed to capture the minds of teachers. Dalam ajaran Buddha, Guru yang pantas dicontoh dan mendapatkan pujian juga telah dijelaskan Buddha Gotama di dalam Lohicca Sutta, yaitu: “Di sini, Lohicca, seorang Tathàgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang sempurna, telah sempurna menempuh
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
49
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, màra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna Guru Yang Baik dan Yang Buruk, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas, menjaga pintu-pintu indrianya, mencapai jhàna pertama (Sutta 2, paragraf 41-76). Dan jika seorang murid dari seorang guru mencapai keluhuran demikian, guru itu adalah yang di dunia ini tidak boleh dicela. Dan jika seseorang mencela guru itu, celaannya tidak pantas, tidak benar, dan tidak sesuai dengan kenyataan, dan salah.” (Dhigha Nikaya: p. 232-233) Menurut penjelasan Sutta diatas dalam Lohicca Sutta dijelaskan guru yang terpuji adalah guru yang telah sepenuhnya terampil dalam tiga praktek yaitu moralitas, konsentrasi, dan pengetahuan, dan mengajar siswa- siswa yang menjadi sepenuhnya mantap seperti dirinya. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Pada intinya adalah anak didik diajak untuk bergaul dengan orang lain disekitarnya, sehingga dapat memberikan kesiapan kepada mereka dengan masyarakat di masa yang akan datang. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial seorang guru sangat berguna dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Pandangan profesi seorang guru dimasyarakat sangatlah tinggi. Masyarakat masih menganggap bahwa profesi guru sebagai profesi yang mulia dan pantas dihormati. Seorang guru sering dimintai pendapat apabila di lingkungannya mengalami masalah. Hal ini membuktikan bahwa guru adalah orang yang
berpendidikan dan mampu menyelesaikan masalah sosial di masyarakat. Seseorang yang menginginkan menjadi seorang pendidik maka ia dipersyaratkan untuk mempunyai kriteria yang ditentukan oleh dunia pendidikan. Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995) syarat seorang pendidik adalah:(1) mempunyai perasaan terpanggil sebagai tugas suci, (2) mencintai dan mengasihsayangi peserta didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya. Ketiga persyaratan tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Orang terasa terpanggil untuk mendidik maka ia mencintai peserta didiknya dan memiliki perasaan wajib dalam melaksanakan tugasnya disertai dengan dedikasi yang tinggi atau bertanggungjawab. Dengan demikian Tidak semua orang dapat menjadi pendidik jika yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan bukti dengan kriteria yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008, kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain: 1) Berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat ; Bobbi De Porter dalam buku terkenalnya Quantum Taeching menyebutkan prinsip komunikasi ampuh yakni menimbulkan kesan, mengarahkan atau fokus pada materi yang disampaikan, dan spesifik. Guru hendaknya kreatif mengoptimalkan kemampuan kinerja otak sebagai tempat menimbulkan kesan. Maka guru dituntut mampu menentukan kata-kata yang tepat dalam memberi penjelasan kepada siswa. Oleh karena itu, hendaknya guru menyusun perkataan yang komunikatif serta santun untuk pembelajaran yang berkesan dan bermakna. 2) Menggunakan dan informasi;
teknologi komunikasi
Dalam perkembangan globalisasi yang semakin meningkat, kebutuhan untuk menguasai teknologi komunikasi dan informasi sangat dibutuhkan, ketika seorang guru tidak menguasainya, maka dalam hal pembelajaran maupun cara komunikasi dengan siswa akan ketinggalan zaman. Kondisi saat ini, jaringan sosial untuk membangun komunikasi semakin
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
50
luas misalnya dengan adanya facebook, twitter, blog, e-mail, e-learning maupun fasilitas internet lainnya yang bisa dijadikan sarana untuk berkomunikasi dan mencari ilmu pengetahuan selain di kelas. Berikut adalah manfaat adanya teknologi komunikasi dan informasi : a. Memperluas kesempatan belajar b. Meningkatkan efisiensi c. Meningkatkan kualitas belajar d. Meningkatkan kualitas mengajar e. Memfasilitasi pembentukan keterampilan f. Mendorong belajar sepanjang hayat berkelanjutan g. Meningkatkan perencanaan kebijakan dan manajemen h. Mengurangi kesenjangan digital 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; Adanya saling menghormati dan menghargai baik itu dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik. 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dan memperhatikan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai pribadi yang hidup di tengahtengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Ketika guru tidak memiliki kemampuan pergaulan, maka pergaulannya akan menjadi kaku dan kurang bisa diterima oleh masyarakat. Untuk memiliki kemampuan pergaulan, hal-hal yang harus dimiliki guru adalah a) Pengetahuan tentang hubungan antar manusia, b) Memiliki keterampilan membina kelompok, c) Keterampilan bekerjasama dalam kelompok, d) Menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok 5) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan Seorang guru hendaknya benar-benar mengajar dari hati, tanpa adanya keterpaksaan, sehingga membuat siswa lebih nyaman dengan
guru tersebut, selain itu seorang guru selalu berusaha untuk saling terbuka, membangun persaudaraan dimana disini guru bukan hanya berperan sebagai seseorang yang mengajar di kelas, tapi juga dapat berperan sebagai orang tua, kakak, teman ataupun sahabat. Hal ini akan mempengaruhi karakter dari siswa yang guru tersebut ajarkan, sehingga mereka akan lebih mudah menerima dan mengikuti apa yang guru tersebut sampaikan. Guru juga harus memupuk semangat kebersamaan dengan adanya diskusi kelompok sehingga terbentuk ikatan emosional dengan teman-temannya. Sertifikasi Guru Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (Mulyasa, 2007: p. 34). Sertifikasi guru merupakan salah satu amanat yang tertulis dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bagian kedua tentang sertifikasi, pasal 61 menyatakan: 1. Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. 2. Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. 3. Sertifikasi kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. 4. Ketentuan mengenal akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV pasal 8 tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
51
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
tujuan pendidikan nasional. Sedangkan Pasal 9 mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Pasal 10 menjelaskan tentang: 1. Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denagan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 menjelaskan tentang: 1. Sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. 2. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. 3. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Persyaratan bagi guru yang akan melaksanakan sertifikasi tertulis dalam buku Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2013 Bab III mengenai persyaratan peserta sertifikasi guru. Persyaratan sertifikasi dibagi menjadi dua yaitu: 1.Persyaratan Umum a. Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik dan masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kecuali guru Pendidikan Agama. Sertifikasi bagi guru Pendidikan Agama dan semua guru yang mengajar di madrasah diselenggarakan oleh Kementerian Agama dengan kuota dan aturan penetapan peserta dari Kementerian Agama (Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal PMPTK dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama
Nomor SJ/Dj.I/Kp.02/1569/ 2007, Nomor 4823/F/SE/2007 Tahun 2007). b. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi atau minimal memiliki izin penyelenggaraan. c. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas dengan ketentuan: diangkat menjadi pengawas satuan pendidikan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (1 Desember 2008), dan memiliki usia setinggi-tingginya 50 tahun pada saat diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan. d. Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila: 1) pada 1 Januari 2013 sudah mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru, atau 2) mempunyai golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a (dibuktikan dengan SK kenaikan pangkat). e. Sudah menjadi guru pada suatu satuan pendidikan (PNS atau bukan PNS) pada saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ditetapkan tanggal 30 Desember 2005. f. Guru bukan PNS pada sekolah swasta yang memiliki SK sebagai guru tetap minimal 2 tahun secara terus menerus dari penyelenggara pendidikan (guru tetap yayasan), sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari Bupati/Walikota. g. Pada tanggal 1 Januari 2014 belum memasuki usia 60 tahun. h. Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter. Jika peserta diketahui sakit pada saat datang untuk mengikuti PLPG yang menyebabkan tidak mampu mengikuti PLPG, maka LPTK berhak melakukan pemeriksaan ulang terhadap kesehatan peserta tersebut. Jika hasil pemeriksanaan kesehatan menyatakan peserta tidak sehat, LPTK berhak menunda atau membatalkan keikutsertaannya dalam PLPG. i. Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
52
2. Persyaratan Khusus untuk Guru yang mengikuti Pemberian Sertifikat secara Langsung (PSPL) a. Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b. b. Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki golongan serendahrendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c. Pembinaan Umat Pembinaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: p. 202) berarti usaha, tindakan dan kegiatan yang diadakan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pembinaan juga dapat berarti suatu kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada sesuai dengan yang diharapkan. Dari definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah ada kepada yang lebih baik (sempurna) baik dengan melalui pemeliharaan dan bimbingan terhadap apa yang sudah ada (yang sudah dimiliki). Serta juga dengan mendapatkan hal yang belum dimilikinya yaitu pengetahuan dan kecakapan yang baru. Pembangunan di bidang agama diarahkan agar menuju kehidupan beragama yang harmonis, semarak dan mendalam serta meningkatkan kualitas keimanan, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Terpeliharanya kemantapan kerukunan hidup umat beragama dan bermasyarakat mampu meningkatkan kesadaran dan peran serta serta tanggung jawab terhadap perkembangan akhlak secara bersama-sama dalam memperkokoh kesadaran spiritual, moral dan etika bangsa menuju pelaksanaan pembangunan nasional,
peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana kehidupan beragama. Dimaksudkan untuk lebih memperdalam pengalaman ajaran dan nilainilai agama untuk membentuk akhlak mulia, sehingga mampu menjawab tantangan masa depan. Peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan melalui pemahaman dan pengamalan nilai-nilai spiritual, moral dan etik agama, sehingga terbentuk sikap batin dan sikap lahir yang setia. Pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (A. Mangunhardjana, 1989: p. 12). Tidak jarang terjadi bahwa sasaran, objective, program pembinaan tidak dirumuskan dengan tegas dan jelas. Hal ini terjadi karena berbagai sebab, antara lain : a. Pembina tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program pembinaan, sehingga dia tidak membuat sasaran program pembinaan. b. Pembina terlalu yakin diri, sehingga dia tidak merasa perlu untuk membuatnya. c. Penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran program pembinaan. d. Program pembinaan sudah biasa dijalankan, tahun demi tahun, sehingga sudah menjadi tujuan tersendiri dan tidak lagi dipersoalkan sasarannya Suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasaran jelas mempunyaai resiko besar, karena arah dan tujuan tidak terprogram dengan jelas. Sehingga pembinaan tersebut hasilnya tidak dapat maksimal . Oleh karena itu sasaran harus dirumuskan dengan jelas dan tegas sesuai dengan minat dan kebutuhan para peserta. Isi, content, program pembinaan berhubungan dengan sasarannya. Maka betapapun baiknya suatu acara, pembina tidak begitu saja menjadikan acara itu sebagai isi program yang dipimpinnya, kalau tidak mendukung tercapainya sasaran program. Agar dapat sejalan dengan sasaran program, waktu
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
53
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
merencanakan isi program, pembina sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut : a. Isi sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para peserta pembinaan dan berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman mereka. b. Isi tidak terlalu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahas dan dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para peserta, serta dapat dipraktekan dalam hidup nyata. c. Isi tidak terlalu banyak, tetapi disesuaikan dengan “daya tangkap” para peserta dan waktu yang tersedia Untuk dapat mempergunakan metode-metode pembinaan secara efektif, dalam pemilihan metode itu perlu diperhitungkan dengan bahan dan acara, para peserta, waktu, sumber/peralatan, program pembinaan. a. Bahan dan acara Penggunaan metode disesuaikan : 1) Dari segi pencapaian tujuan acara pembinaan, apakah lewat metode itu bahan diolah sehingga tujuan acara pembinaan tercapai? 2) Jangan sampai terjadi bahwa tujuan acara dikorbankan demi metode yangbarangkali menarik, tetapi tidak membawa acara pembinaan menujutujuannya. 3) Dari segi kecocokan isi dan cara pengolahan isi acara, apakah isi acara cocok diolah dengan metode itu? 4) Tidak setiap isi acara dapat diolah dengan sembarang metode. b. Para peserta Sebelum mempergunakan suatu metode sebaiknya diketahui terlebih dahulu: 1) Tingkat umur, pendidikan dan latar belakang para peserta. Tidak semua metode cocok untuk segala macam orang. Misalnya metode yang menuntut banyak keaktifan lebih cocok untuk para peserta muda, kurang cocok untuk para peserta tua. 2) Pengetahuan dan kecakapan para peserta tentang metode yang akan dipergunakan. Kalau mereka belum mengetahui dan cakap melaksanakan, metode itu perlu dijelaskan dulu sebelum dipergunakan. c. Waktu Sebelum mempergunakan suatu metode sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Waktu yang tersedia dalam rangka seluruh acara pembinaan. Karena kurang perhitungan waktu pembinaan itu dapat mengacau jalannya seluruh acara. 2) Waktu hari yang ada, pagi, siang, atau malam. Tidak semua acara cocok untuk segala waktu. d. Sumber atau peralatan Sebelum mempergunakan suatu metode sebaiknya diperiksa hal-hal sebagai berikut : 1) Apakah sumbernya tersedia : tenaga, buku, hand-out, petunjuk. 2) Apakah peralatan siap. Karena tanpa sumber dan peralatan yang memadai, metode tak dapat dilaksanakan dengan baik. Sebelum mempergunakan suatu metode sebaiknya dipertimbangkan integrasi penggunaan metode itu kedalam seluruh program pembinaan. Maka : a. Perlu dijaga, agar dalam seluruh program diciptakan variasi metode dalam mengolah acara. Tujuannya, agar program berjalan secara memikat dan tidak monoton, membosankan. b. Perlu diketahui sikap, pengalaman dan keahlian Pembina dalam bidang pembinaan. Sikap Pembina menentukan cara pelaksanaan metode. Pembina yang bersifat otoriter akan lebih sulit menjalankan metode partisipatif daripada pembinaan demokratif. Pengalaman dan keahlian Pembina menentukan kecakapan menyesuaikan metode dengan keadaandan proses pembinaan yang ada Singkatnya, sebagai pegangan dalam pemilihan metode dalam suatu acara pembinaan, butirbutir dibawah ini kiranya dapat dipergunakan : a. Pokok acara pembinaan yang digarap. b. Hasil maksimum yang diharapkan datang karena mempergunakan metode itu. c. Keadaan, pendidikan dan pengalaman para peserta. d. Waktu yang tersedia dan ada. e. Tersedianya sumber dan peralatan untuk melaksanakan metode Pembinaan menurut macamnya dikenal ada pembinaan orientasi, pembinaan kecakapan, pembinaan kepribadian, pembinaan penyegaran, pembinaan lapangan. (A. Mangunhardjana : p. 21)
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
54
a. Pembinaan Orientasi Pembinaan orientasi, orientation training program, diadakan untuk sekelompok orang yang baru masuk dalam suatu bidang hidup atau kerja. Bagi orang yang sama sekali belum berpengalaman dalam bidangnya, pembinaan orientasi membantunya untuk mendapatkan halhal pokok. b. Pembinaan Kecakapan Pembinaan kecakapan, skill training, diadakan untuk membantu para peserta guna mengembangkan kecakapan yang sudah dimiliki atau mendapatkan kecakapan baru yang diperlukan untuk pelaksanaan tugasnya. c. Pembinaan Pengembangan Kepribadian Pembinaan pengembangan kepribadian, personality development training, juga disebut pembinaan pengembangan sikap, attitude development training. Tekanan pembinaan ini ada pengembangan kepribadian dan sikap. Pembinaan berguna untuk membantu para peserta, agar mengenal dan mengembangkan diri menurut gambaran atau cita-cita hidup yang sehat dan benar. d. Pembinaan Kerja Pembinaan kerja, in-service training, diadakan oleh suatu lembaga usaha bagi para anggota stafnya. Maka pada dasarnya pembinaan diadakan bagi mereka yang sudah bekerja dalam bidang tertentu. Tujuannya untuk membawa orang keluar dari situasi kerja mereka, agar dapat menganalisis kerja mereka dan membuat rencana peningkatan untuk masa depan. Bersamaan dengan itu dalam pembinaan para peserta mendapatkan penambahan pandangan dan kecakapan serta diperkenalkan pada bidang-bidang yang sama sekali baru. e. Pembinaan Penyegaran Pembinaan penyegaran, refreshng training, hampir sama dengan pembinaan kerja. Hanya bedanya, dalam pembinaan penyegaran biasanya tidak ada penyajian hal yang sama sekali baru, tetapi sekedar penambahan cakrawala pada pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada. Banyak kali dalam pembinaan penyegaran para peserta meninjau pola kerja yang ada dan berusaha mengubahnya sesuai dengan tuntutan kebutuhan baru. f. Pembinaan Lapangan Pembinaan lapangan, field training, bertujuan untuk menempatkan para peserta dalam situasi nyata, agar mendapat pengetahuan dan memperoleh pengalaman langsung dalam bidang yang diolah dalam pembinaan.
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
Pembinaan ini membantu para peserta untuk membandingkan situasi hidup dan kerja mereka dengan situasi hidup dan kerja mereka ditempat yang dikunjungi. Hal ini dapat memberikan pandangan dan gagasan yang baru dan segar. Maka tekanan pembinaan lapangan adalah mendapat pengalaman praktis dan masukan, input, khusus sehubungan dengan masalahmasalah yang ditemukan para peserta dilapangan. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan Ex Post Facto. Penelitian Ex Post Facto sering disebut juga dengan restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran kembali terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. Kuantitatif artinya mengumpulkan variabel demi variabel, satu demi satu dalam bentuk bilangan. Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Adapun waktu penelitian adalah pada bulan Agustus 2013 sampai Desember 2013. Sampel dalam penelitian menggunakan umat Buddha yang berada pada wilayah binaan guru Pendidikan Agama Buddha tersertifikasi di Kecamatan Kaloran. Data sampel diambil menggunakan teknik random sampling berdasarkan jumlah populasi umat Buddha di wilayah kecamatan Kaloran sebanyak 8109 umat yang tersebar di 48 vihara. Dengan teknik random sampling diperoleh 100 sampel. Variabel dalam penelitian adalah kompetensi sosial guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi sebagai variabel independen serta pembinaan umat sebagai variabel dependen. Teknik pengumpulan data dilakukan adalah sumber data primer, yang akan diambil dengan cara menggunakan angket/kuesioner, wawancara dan observasi. alat pengambilan data yang peneliti gunakan adalah Angket atau Kuesioner dan pedoman wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah umat Buddha yang berada di wilayah binaan guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Penyusunan kisi-kisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan mengacu pada variable-variabel penelitian yang dijabarkaan dalam indikatorindikator. Instrumen angket diuji melalui SPSS
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
55
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
dilakukan untuk menguji kesesuaian butir pertanyaan dengan variabel penelitian hingga mendapatkan hasil yang valid. Setelah dilakukan uji instrumen dengan teknik FGD, kemudian diadakan revisi sesuai dengan masukan dari ahli. Tahap berikutnya adalah menyusun kembali butir-butir pertanyaan secara lengkap sesuai dengan kisi-kisi yang telah direvisi. Teknik pengukuran instrumen menggunakan skala likert. Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dibuat dalam bentuk multiple choice dengan gradasi nilai angka 1 sampai 4 dengan asumsi berbeda untuk tiap variabel. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS dengan menghitung korelasi product moment dari tiaptiap butir instrument. Uji reliabilitas dilakukan dengan jalan menghitung koefisien korelasi dari tiap-tiap item pertanyaan. Uji selengkapnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar nilai dari pengukuran uji reliabilitas dengan koefisien alpha (cronbach alpha) dari tiap-tiap butir instrumen. Perhitungan uji reliabilitas dilakukan dengan program SPSS. Butir instrumen dikatakan reliabel apabila nilai r hitung lebih besar dari r tabel (Sugiyono, 2011: 190). Sebelum dilakukan uji regresi linier, data diuji normalitasnya pada setiap variabel. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS Chi Square Test (X2). Data dikatakan normal apabila nilai X2 lebih kecil dari X tabel (Sugiyono, 2011: 82). Penelitian ini didasarkan dengan model analisisnya, maka teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis Regresi Linier dengan nilai (α) 5%. Analisis Regresi Linier digunakan untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. PEMBAHASAN Data primer dalam penelitian berasal dari hasil kuesioner terhadap responden sebanyak 100 umat Buddha di Vihara-Vihara se-kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Data primer kemudian diolah dengan uji regresi linier. Data sekunder dari lapangan melalui wawancara tidak berstruktur dan data observasi, diperoleh informasi bahwa masih banyak umat menyatakan bahwa guru agama Buddha tersertifikasi yang berada di lingkungan Vihara tempat penelitian kurang berperan aktif dalam pembinaan umat. Hal tersebut dapat diketahui dari ketidakhadiran
mereka pada berbagai kegiatan yang diadakan di Vihara, serta kurangnya minat umat mengikuti kegiatan di Vihara. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas terhadap butir instrumen, dapat diketahui bahwa semua butir instrumen adalah valid dan reliabel. Tingkat validitas dapat ditunjukkan dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel dengan tingkat signifikansi 0,05. Begitu pula dengan tingkat reliabilitas dapat diketahui dari jumlah r hitung lebih besar dari r tabel, dengan nilai r tabel 0,312 pada tingkat signifikansi 5%. Sebelum data diolah dengan regresi linier menggunakan program SPSS variabel-variabel diuji normalitasnya dengan menggunakan Chi Square (X2). Berdasarkan nilai X2 hitung dalam uji normalitas data penelitian ini adalah normal, dengan X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel. Hasil uji frekuensi menunjukkan bahwa`kompetensi guru pendidikan agama Buddha adalah dalam skala kadang-kadang dan pernah, dengan prosentase tertinggi sebesar 50 % yang menyatakan kadang-kadang, sehingga dapat diasumsikan bahwa pembinaan umat di Kecamatan Kaloran oleh guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi hanya dilakukan kadang-kadang saja. Pernyataan yang menyatakan bahwa pembinaan umat hanya dilakukan kadang-kadang, didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan beberapa umat sebagai responden. Hal ini didukung pula dengan data kegiatan pembinaan umat yang ada di wilayah kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung, sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan keadaan yang ada di wilayah penelitian bahwa pembinaan umat oleh guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi intensitasnya masih rendah. Hasil keseluruhan data tersebut menunjukkan bahwa pembinaan umat hanya kadang-kadang saja dilakukan oleh guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi. Jika dilihat dengan prosentase secara kumulatif sebesar 91% sehingga dapat diasumsikan bahwa hampir semua responden menyatakan bahwa pembinaan umat jarang dilakukan. Pernyataan yang dapat mendukung data diatas dapat diketahui dari hasil observasi lapangan. Melalui hasil frekuensi pembinaan umat dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan umat sebagai responden menyatakan bahwa pembinaan umat kadangkadang saja dilakukan dengan frekuensi sebesar 71%, dan pernah sebanyak 27%. Sedangkan 0%
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
56
yang termasuk kategori sering. Berdasarkan akumulasi prosentase sebesar 98% umat sebagai responden menyatakan pembinaan umat kadang-kadang dan pernah. Kesimpulan dari data tersebut menunjukkan bahwa pembinaan hanya diadakan kadang-kadang saja. Hasil regresi didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dalam hal ini berhubungan dengan pembinaan umat Buddha sebagai anggota masyarakat. Kompetensi sosial seorang guru sangat berguna dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Pandangan profesi seorang guru di masyarakat sangatlah tinggi. Masyarakat masih menganggap bahwa profesi guru itu adalah profesi yang mulia dan pantas dihormati. Seorang guru pasti akan selalu diminta pendapat apabila di dalam lingkungan masyarakat mengalami masalah. Hal ini juga membuktikan bahwa guru adalah orang yang berpendidikan dan mampu menyelesaikan masalah sosial di masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008, salah satu kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dan memperhatikan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai pribadi yang hidup di tengahtengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Ketika guru tidak memiliki kemampuan pergaulan, maka pergaulannya akan menjadi kaku dan kurang bisa diterima oleh masyarakat. Untuk memiliki kemampuan pergaulan, hal-hal yang harus dimiliki guru adalah: a) Pengetahuan tentang hubungan antar manusia, b) Memiliki keterampilan membina kelompok, c) Keterampilan bekerjasama dalam kelompok, d) Menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok Pembinaan umat merupakan suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki oleh umat, hal ini sesuai dengan pendapat Mangunhardjana yang menyatakan bahwa tujuan pembinaan adalah membantu orang lain untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif. Berdasarkan hasil data dan observasi dapat disimpulkan bahwa responden yang merupakan umat Buddha yang berada di beberapa Vihara di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung tempat penelitian yang merupakan tempat domisili guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi menyatakan bahwa pembinaan umat hanya kadang-kadang saja dilakukan. Kondisi demikian dapat menghambat perkembangan umat Buddha di wilayah kecamatan Kaloran, sehingga perlu kerjasama berbagai pihak agar pembinaan oleh guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi lebih intensif dilakukan. Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut dihasilkan gambaran bahwa variabel berpengaruh adalah kompetensi sosial guru Pendidikan agama Buddha tersertifikasi dengan nilai signifikansi kesalahan 0% dan nilai beta 1,189 . Hal ini dapat dilihat pada koefisien beta dengan koefisien yang belum distandarkan. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru Pendidikan agama Buddha tersertifikasi sangat mempengaruhi pembinaan umat Buddha di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Hasil data tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan tentang perlunya intensitas yang lebih tinggi dan penjadwalan yang jelas tentang pembinaan umat Buddha yang ada di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Hal ini diperlukan mengingat Kabupaten Temanggung merupakan basis umat Buddha di Jawa Tengah. Usaha-usaha untuk lebih mengaktifkan peran guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi dalam hal pengaplikasian kompetensi sosial yang dimiliki perlu kerjasama berbagai pihak, antara lain pengawas, dinas terkait dan pemerintah. Melalui kerjasama ini diharapkan kompetensi sosial lebih maksimal penerapannya di masyarakat.
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
57
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
KESIMPULAN Berdasarkan data dan pengolahan data yang penulis teliti secara panjang lebar dalam penelitian ini, maka disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru pendidikan agama Buddha tersertifikasi berdasarkan tingkat signifikansi (α5%) tampak bahwa koefisien regresi tersebut memiliki tingkat kesalahan dibawah 5%, berarti mempengaruhi pembinaan umat sebesar 1,189. Artinya, jika kompetensi sosial guru pendidikan agama Buddha meningkat 1 satuan maka pembinaan umat meningkat sebesar 1,189 dengan asumsi variabel lain konstan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sosial Guru Pendidikan Agama Buddha Tersertifikasi mempengaruhi pembinaan umat di Kecamatan kaloran Kabupaten Temanggung. Maka sebaiknya guru memahami pentingnya pembinaan umat pada masyarakat. Ada pengaruh kompetensi sosial guru pendidikan agama Buddha terhadap pembinaan umat. Maka dari penelitian ini diharapkan dari semua pihak baik dari pengawas dapat memantau terus kinerja guru terhadap perkembangan umat Buddha. Supaya dapat menjaga dan meningkatkan kompetensi sosial guru pendidikan agama Buddha. Pemerintah diharapkan dapat ikut berperan dalam pembinaan umat Buddha, dan lebih memperhatikan lagi kebutuhan yang harus di berikan pada masyarakat.
Belajar Mengajar. P.T Rosda Karya: Bandung. Cintiawati, Wena, dkk., 2003. Petikan Angutara Nikaya. Vihara Bodhivamsa dan Wisma Dhammaguna: Klaten. Dedi Permadi. 2010. The Smiling Teacher; Perubahan Motivasi dan Sikap Dalam Mengajar. Bandung. Nuansa Aulia. Ir. M. Iqbal Hasan, M. M. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002. Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Majjhima Nikaya 5 Diterjemahkan dari Bahasa Inggris Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008 Mangunhardja A.M., SJ, 2004. Kepemimpinan, Penerbit Kanisius ; Jogjakarta. Maurice Walshe. 2009. Khotbah-Khotbah Panjang Sang Buddha (Digha Nikaya). Dhammacitta Press. Jakarta. Miftahul A’la. 2011. Quantum Teaching. DIVA Press. Jogjakarta.
DAFTAR PUSTAKA Amin, Hafeez Ullah, Khan Abdur Rashid. 2009. Acquiring Knowledge for Evaluation of Teachers’ Performance in Higher Education – using a Questionnaire. (IJCSIS) International Journal of Computer Science and Information Security, Vol. 2, No. 1. Australian Journal Of Theacher Education, Tuck (1995). Bhikkhu Kusaladhamma, 2007. Kronologi Hidup Buddha. Ehipassiko Foundation: Jakarta Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan. 1994 Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses
Moh. User Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung. Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Rosda. Bandung. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007, Tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan. Prof. Dr. Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan, ALFA Beta, Bandung.
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
58
S. Armida S. Alisjahbana, et al, 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia Tahun 2010. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Sayudi. 2012. Peranan Guru Agama Buddha. (http://belajarbuddhisme.blogspot .com/2012/06/peranan-guru-agamabuddha-dalam.html) diaksesl 4 Agustus 2012 pukul: 19.35) Tim Penerjemah. 2008. Majjhima Nikaya V. Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna: Klaten. Tim Penerjemah. 2010. Sutta Pitaka Digha Nikaya VI. Lembaga Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha Penerbit : CV. Danau Batur: Jakarta. Tim Penulis. 2003. Materi Kuliah Buddha untuk Perguruan Agama Buddha (Kitab Suci Pitaka). CV Dewi Kayana Jakarta.
Agama Tinggi Vinaya Abadi:
Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa: Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang guru dan dosen. Citra Umbara: Bandung. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Citra Umbara: Bandung.
Zain,
Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Strategi Belajar Mengajar. PT.Rineka Cipta: Jakarta.
Publikasi Elektronik: Emil Rosmali. 2005. Tugas Dan Peranan Guru, (online), http://www.alfurqon .or.id/index.php?option=com_conte nt&task=view&id=58&Itemid=110, diakses 4 Agustus 2012 pukul: 19.40).
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL AGAMA BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN
1. Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan memuat hasil hasil penelitian, maupun
kajian yang terkait dengan hasil penelitian pengembangan, maupun penelitian penerapan dalam bidang Agama Buddha maupun Ilmu Pengetahuan. Artikel yang dikirim ke redaksi belum pernah dipublikasikan dan dikemas kembali sesuai dengan format artikel jurnal. 2. Panjang naskah + 20 halaman A4, satu setengah spasi, Times New Roman, font 11, dan ditulis menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 3. Artikel ditulis dengan ketentuan sebagai berikut: a. Judul maksimal 15 kata, dengan font 14. Peringkat judul disusun sebagai berikut: PERINGKAT SATU (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, font 14, di tengah-tengah halaman) PERINGKAT DUA (HURUF BESAR, TEBAL, di tengah-tengah) PERINGKAT TIGA (HURUF BESAR, TEBAL, di tengah-tengah) b. Nama penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul: untuk Tim semua nama penulis dicantumkan c. Nama instansi ditulis di bawah nama: email ditulis di bawah nama instansi d. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris, satu spasi, 100-200 kata, satu paragraf dan font 11. e. Kata kunci merupakan inti permasalahan, bisa satu kata atau lebih, ditulis miring di bawah abstrak dengan jarak satu spasi. f.
Batang tubuh artikel: artikel kajian terdiri dari Pendahuluan (permasalahan, kerangka pikir, dan atau kerangka analisis), sub-sub judul pembahasan, dan kesimpulan; sedangkan artikel hasil penelitian terdiri dari pendahuluan ( latar belakang permasalahan, dan landasan teori), metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan, dan saran.
4. Kutipan harus disebutkan nama pengarang, tahun ,dan p. nomor halaman. Contoh: (Triyatno, 2014, p.89). kutipan langsung (persis aslinya) lebih dari tiga baris ditulis satu spasi, rata kiri dan menjorok ke kanan 7 ketukan. 5. Artikel rangkap dua disertai soft copynya dikirim ke sekretariat redaksi Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan, penulis dari lar kota bisa mengirimkan artikel secara elektronik melalui email:
[email protected] 6. Daftar pustaka disusun dengan tata cara s merujuk pada APA style dan diurutkan secara alfabetis nama pengarang.
Penerbit Yayasan Cipta Sarana Budhi Bekerjasama dengan Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah