UJI COBA RANCANGAN MODUL PELATIHAN PENERAPAN KRITERIA MEDIATED LEARNING EXPERIENCE DALAM MENGAJARKAN PRINSIP UNDERWEAR RULES UNTUK MENCEGAH KEKERASAN SEKSUAL (Studi dilakukan pada ibu dengan anak usia 4-6 tahun di TK/PAUD X Kota Bandung) Theodora Tunjung Sweta Universitas Padjadjaran Program Magister Psikologi Profesi e-mail :
[email protected] ABSTRAK Theodora Tunjung Sweta. 190420120004. Uji Coba Rancangan Modul Pelatihan Penerapan Kriteria Mediated Learning Experience dalam Mengajarkan Prinsip Underwear Rules Untuk Mencegah Kekerasan Seksual. Pembimbing : Dr. Rismijati E. Koesma dan Esti Wungu, S.Psi., M.Psi., M.Ed Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan ibu menerapkan kriteria mediated learning experience dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak usia prasekolah, dengan harapan dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak. Hal ini perlu dicegah mengingat dampak yang begitu besar pada anak. Rancangan modul pelatihan ini akan diujicoba pertama kali pada 6 ibu yang memiliki anak usia 4-6 tahun yang bersekolah di TK/PAUD X di kota Bandung. Selama pelatihan, dilakukan asesmen melalui observasi, pengukuran pengetahuan underwear rules berdasarkan NSPCC dan kemampuan mediated learning experience berdasarkan Klein, serta interview sebagai data pelengkap. Data pengetahuan underwear rules dan kemampuan penerapan kriteria mediated learning experience akan dibandingkan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rancangan modul pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan underwear rules peserta (secara kuantitatif) namun tidak dapat meningkatkan kemampuan penerapan lima kriteria mediated learning experience kelompok peserta dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak usia prasekolah. Hal ini dikarenakan pemilihan beberapa metode yang kurang tepat dalam pembelajaran orang dewasa dan juga terdapat faktor nilai yang dimiliki para peserta dan pengaruh interaksi ibu dan anak yang sudah terbentuk selama 4-6 tahun yang tidak mudah untuk diubah dalam satu hari. Kata kunci : Kekerasan seksual pada anak usia prasekolah, mediated learning experience, prinsip underwear rules
Abstract Theodora Tunjung Sweta.190420120004. Try Out of Training Module Design for The Implementing of Mediated Learning Experience Criteria in Teaching Principal of Underwear Rules for Preventing Sexual Abuse Supervisor : Dr. Rismijati E. Koesma and Esti Wungu, S.Psi., M.Ed. Main purpose of this research is to improve mother’s ability in implementing Mediated Learning Experience criteria in order to taught Underwear Rules principle for their preschool age children, in expectation to prevent sexual abuse in the future. It needs to be prevents since the impact is very significant for children. The design of this training module will be tested first time on 6 mothers who had 4-6 years old children which attend kindergarten X in Bandung. During the training, assessment conducted by observation, measurement knowledge of Under based on Klein, and interview for complementary data. This study was using Pre-Test and Post-Test Design, therefore Knowledge of Underwear Rules and ability of Mediated Learning Experience data will be compared before and after training. Result of this research shows that design of this module could improve knowledge of participant Underwear Rules (in quantitative), yet it unable to improve the ability for Implementation of five criteria Mediated Learning Experience the participants in order to teach Underwear Rules principle in pre-school age children. The result arise because the selection of several methods that are less precise in adult learning and there is also factor of the value of the participants and the influence of the mother and child interactions that have been formed during 4-6 years that is not easy to be changed in one day . Key words : Child sexual abuse, mediated learning experience (MLE), underwear rules
I. Pendahuluan Kekerasan pada anak tidak hanya sekali terjadi di Indonesia, bahkan terjadi peningkatan setiap tahunnya. Menurut Sirait (2014), jika dirata-rata, laporan kekerasan pada anak dari tahun 2010-2014 didominasi oleh tindak kekerasan seksual, yaitu 42-62 persen (www.kabar3.com, diakses 23 Mei 2014). Kekerasan seksual sendiri merupakan sebuah spektrum mulai dari memperlihatkan anggota tubuh pribadi kepada anak, memegang anggota badan yang tidak diinginkan hingga pemerkosaan pada anak di bawah usia 18 tahun (Walsh & Brandon, 2012 ; Pereda et al, 2009; Putnam 2003; Stoltenborgh et al. 2001). Jika dikaji lebih dalam, kasus kekerasan seksual yang terjadi meninggalkan bekas yang mendalam pada setiap korbannya. Contoh kasus kekerasan seksual yang terungkap seperti yang dialami oleh AK, anak berumur 6 tahun yang mendapat kekerasan seksual oleh petugas kebersihan di salah satu sekolah internasional di Jakarta. Akibat dari perbuatan pelaku, AK tidak mau bertemu dengan siapapun dan tidak mau bersekolah. Selain itu berdasarkan pemeriksaan medis, AK menderita penyakit herpes. Ketika tidur pun ia kerap
mengigau. Melihat kasus kekerasan seksual pada anak yang terus meningkat dan dampak besar yang ditimbulkan akibat peristiwa tersebut, maka perlu dilakukan suatu program pencegahan kekerasan seksual melalui pendidikan seks yang berguna untuk melindungi diri anak dari bahaya kekerasan seksual. Pendidikan seks pada anak menitikberatkan peran orang tua terutama ibu sebagai pendidik utama. Pemberian pendidikan seksual diupayakan terlaksana sejak anak masih berusia dini. Usia 4-6 tahun atau usia prasekolah dinilai sudah tepat diberikan pendidikan seks karena pada usia ini mulai muncul rasa ingin tahu dan ketertarikan mengenai masalah seksualitas secara lebih aktif. Salah satu program yang sesuai dengan karakteristik anak usia prasekolah yaitu mengenai kampanye underwear rules dimana anak diajak untuk belajar menghargai dan menjaga tubuh mereka terutama yang ditutupi pakaian dalam, bahwa area pribadi di tubuhnya bersifat pribadi sehingga anak berani berkata tidak ketika orang lain hendak menyentuh atau melihat, dan ketika mereka memiliki masalah atau tidak nyaman dengan tubuh atau area pribadinya, maka anak harus berbicara dengan orang dewasa yang dipercaya. Tiga prinsip ini sesuai dengan perkembangan seksual anak usia 4-6 tahun sehingga dinilai tepat bagi ibu untuk mengajarkan prinsip underwear rules kepada anak sebagai bekal dalam melindungi diri dari bahaya kekerasan seksual di lingkungan sekitar. Namun menjadi pendidik utama pada topik informasi seksual bukanlah hal yang mudah seperti mengajarkan berhitung atau membaca. Para orang tua terutama ibu memiliki berbagai kendala terutama yaitu mengenai cara mengkomunikasikan informasi tersebut agar anak mengerti dan menerapkan. Sementara itu di sisi lain, para orang tua dituntut untuk menciptakan komunikasi yang terbuka dengan anak khususnya seputar topik seksual yang bertujuan untuk melindungi diri anak dari bahaya kekerasan seksual. Pola komunikasi seksual antara orangtua dan anak dapat diciptakan melalui teknik mediated learning experience yang menekankan pada interaksi orangtua dengan anak untuk mengenal, mengamati, serta memaknakan stimulus yang ada di lingkungan, menemukan kaitan antara hal-hal, merencanakan, serta menilai. Konsep belajar ini telah diuji efektif dalam mengajarkan anak untuk membaca, meminimalisir permasalahan makan pada anak, dan meningkatkan interaksi ibu dan anak pada kegiatan bermain, belajar, dan mandi. Teknik ini juga dapat digunakan dalam upaya preventif atas masalah yang akan terjadi di kemudian hari. Teknik MLE ini juga dapat diterapkan pada berbagai materi mulai dari yang sederhana atau dasar hingga kompleks.
Oleh karena itu peneliti ingin melihat apakah teknik mediated learning experience dapat diterapkan dalam mengajarkan informasi seputar seksual yaitu prinsip underwear rules untuk melindungi anak dari bahaya kekerasan seksual atau tidak.
II. Kajian Literatur 1. Kekerasan Seksual Pada Anak Kekerasan
seksual
meliputi
memainkan
alat
kelamin,
menyetubuhi,
incest,
pemerkosaan, sodomi, ekshibisionis, dan eksploitasi komersial melalui prostitusi atau pornografi (Doak, 2007). Menurut American Psychological Association, kasus kekerasan seksual memiliki dampak yang berbeda-beda pada anak, mulai dari yang tidak berdampak sama sekali hingga parah (APA, 2014). Dampak jangka pendek anak yang mengalami kekerasan seksual antara lain munculnya perilaku mengompol, menghisap jempol, gangguan tidur, gangguan makan, masalah di sekolah, dan ketidaksertaan mereka dalam aktivitas di sekolah atau di lingkungan. Dampak jangka panjang yang terjadi pada anak yaitu depresi, kecemasan, dan Tidak sedikit dari mereka memperlihatkan simptom-simptom dari Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (Brown, 2012). Karakteristik Anak Usia Pra-Sekolah Anak usia prasekolah adalah periode perkembangan yang dimulai dari usia 2 – 5 atau 6 tahun (Santrock, 2007). Menurut Piaget (Santrok, 2007) perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada pada tahap pemikiran praoperasional, satu tahap menuju pemikiran konkrit. Pada tahap ini anak memiliki pemikiran intuitive, dimana anak terlihat yakin dengan pengetahuan yang dimiliki namun tanpa disertai dengan pemikiran rasional. Hal ini membuat anak banyak bertanya dan ingin mengetahui jawaban dari setiap pertanyaannya (Santrock, 2007). Pertanyaan-pertanyaan mereka menunjukkan akan perkembangan mental dan mencerminkan rasa ingin tahu intelektual mereka. Hal ini yang membuat anak usia prasekolah banyak memiliki pertanyaan termasuk seputar informasi seksual dan mereka akan terus bertanya hingga mendapatkan jawaban yang memuaskan. Pada usia ini, anak juga sudah memiliki minat seksual dan menjadi lebih besar ketika mereka memasuki dunia sekolah. Aspek seksual pada anak usia prasekolah lebih bersifat objektif yaitu mereka lebih memperhatikan apa yang terjadi pada orang lain daripada apa yang terjadi pada diri mereka sendiri. Selain itu juga mulai muncul keingintahuan mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan, bagaimana bayi bisa lahir, dan sebagainya (Hurlock, 1978). Sangat penting bagi orang tua untuk menjawab pertanyaan anak-anak dengan segera, tenang, dengan ekspresi wajah yang menyenangkan.
2. Prinsip Underwear Rules Underwear rules merupakan cara sederhana untuk melindungi anak dari bahaya tindak kekerasan. Underwear rules ini dikampanyekan oleh National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC) di Inggris kepada para orang tua yang memiliki anak usia sekolah. Underwear rules mengajarkan kepada anak bahwa tubuhnya adalah miliknya, mengajarkan anak untuk berkata “tidak”, dan menceritakan hal-hal yang membuat mereka merasa sedih dan khawatir kepada orang dewasa dalam hal ini orang tua. 3. Mediated Learning Experience Konsep mediasi yang dikembangkan oleh Feurstein dikenal dengan Mediated Learning Theory, yakni suatu model interaksi belajar yang menekankan peran individu lain sebagai mediator dalam membantu seorang anak memahami lingkungannya (Klein, 1991). Konsep pembelajaran mediated learning experience berbeda dengan konsep pembelajaran lansung, yaitu lebih bersifat intentional atau bertujuan. Mediated learning experience membuat anak memiliki fleksibilitas dalam berpikir atau adanya kapasitas memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dari stimulus yang ada di lingkungan sekitar. Keberhasilan teknik mediated learning experience ditentukan oleh kualitas dari kriteria-kriteria MLE itu sendiri yaitu Intentionality and Reciprocity (mengarahkan dan mendapatkan perhatian anak), Mediation
of
Meaning
excitement
(memberi
penjelasan
lebih
lanjut/memperkaya/memperluas), Mediation of Transendence (memberi nama dan penekanan arti), Mediation Feelings of Competence (memberikan perasaan mampu pada anak), dan Regulation and Control Behavior (merencanakan dan mengatur tindakan) (Klein, 1991). 4. Adult Learning Pembelajaran orang dewasa berbeda dengan anak-anak. Orang dewasa lebih memilih belajar sendiri dan tidak bergantung pada arahan orang lain. Orang dewasa juga akan lebih memilih pembelajaran yang bermanfaat dan memang dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang dewasa dapat belajar dengan baik bila terlibat aktif dalam menentukan apa, bagaimana, dan kapan mereka belajar (Knowles, 1996). Metode pembelajaran yang efektif bagi orang dewasa adalah ketika mereka menjadi sumber pembelajaran baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain. Selain itu, disarankan untuk memberikan pertanyaan terbuka yang dapat menstimulus pembelajar untuk mengungkapkan pengalaman dan pengetahuan mereka, dan ada kesempatan untuk berdialog dengan peserta lain. Ketika mengenalkan informasi baru, pengajar sebaiknya langsung memperlihatkan bagaimana pengetahuan atau kemampuan tersebut diaplikasikan ke dalam suatu situasi. Beberapa metode yang sesuai dengan pembelajaran orang dewasa yaitu studi
kasus, tugas, role-play, problem-solving group, dan lain-lain (Ibe, 2008, dalam Ihejirika, 2013). 5. Pelatihan Pelatihan merupakan suatu bentuk usaha yang terencana dan sistematis untuk mengembangkan
pengetahuan
atau
kemampuan
atau
sikap
melalui
pengalaman
pembelajaran, dengan tujuan akhir membantu individu dalam memperdalam kemampuan mereka agar bisa memenuhi tuntutan tugas atau pekerjaan dengan baik (Buckley & Caple, 2009). Berikut langkah-langkah dalam perencanaan suatu program pelatihan (Rae, 2005 dalam Murdiana, 2010):
Melakukan identifikasi kebutuhan
Menentukan tujuan pembelajaran
Menentukan materi
Memilih alokasi waktu
Menentukan alur pemberi materi
Menentukan metode
Menentukan alat bantu
Evaluasi
6. Taksonomi Bloom Taxonomi bloom dapat membantu menentukan target pencapaian perilaku tertentu dari rencana pendidikan. Bisa dikatakan juga, mengklasifikan pernyataan dari apa yang kita harapkan. Benjamin Bloom membagi aktivitas pembelajaran menjadi tiga yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. A. Ranah Kognitif yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), memahami (understand), penerapan (application), analisis (Analysis), sintesis (Synthesis), penilaian (Evaluation). B. Ranah Afektif (Bloom, 1950 dalam Kohls & Brussow, 1995) terdiri dari menerima (Receiving) , merespon (Responding), menilai (Valuing), organisasi (Organization), dan karakterisisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai (Characterization by a value or value complex ) C. Ranah Psikomotor (Simpson, 1966 dalam Kohls & Brussow, 1995) terdiri dari persepsi (Perception), kesiapan untuk bertindak, meliputi mental, fisik, dan emosional (Set), respon yang terarah (Guided response), mekanisme
(Mechanism), respon langsung yang kompleks (Complex overt response). Sasaran dari penelitian ini yaitu pada level respon yang terarah (guided response), dimana para partisipan diharapkan mampu mempelajari kemudian menerapkan kriteria mediated learning experience melalui proses imitasi dan trial and error dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak.
III. Metode Penelitian Bab III ini dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama merupakan metode yang digunakan dalam merancang program pelatihan dan bagian kedua merupakan metode yang digunakan dalam pelaksanaan pelatihan penerapan kriteria mediated learning experience dalam mengajarkan prinsip underwear rules. Kegiatan perancangan program pelatihan terdiri dari identifikasi kebutuhan, menentukan tujuan pembelajaran, menentukan materi,memilih alokasi waktu, menentukan alur pemberi materi, menentukan metode, menentukan alat bantu, dan evaluasi. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental karena tidak memungkinkan untuk melakukan kontrol ketat pada sejumah variabel yang dihasilkan dari perbedaan karaktetistik masing-masing partisipan (Campble, 1963). Desain penelitian yang digunakan adalah one group Pretes-Posttest Design, dimana melalui design ini dapat melihat adanya perubahan dari suatu treatment dengan cara membandingkan skor yang diperoleh sebelum pemberian treatment (pretes) dengan skor sesudah diberikan treatment (posttest) (Campble, 1963). Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam melakukan pengolahan data secara kuantitatif digunakan statistika deskriptif untuk membantu menyimpulkan, menyajikan data menjadi lebih sederhana, dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase, grafik, diagram, maupun perhitungan rata-rata (Graziano & Raulin, 2000). Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan underwear rules dan kemampuan penerapan pengetahuan kriteria mediated learning experience partisipan dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak, sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan. Selain itu juga dilakukan observasi dan wawancara untuk kemudian hasilnya dianalisa secara kualitatif. Setelah didapatkan hasil pengukuran berupa skor baik itu pada pengetahuan underwear rules maupun pada kemampuan penerapan kriteria MLE dalam mengajarkan underwear rules, kemudian dimasukan ke dalam norma untuk menentukan kategori rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorisasian ini berdasarkan norma ideal yaitu dengan cara (Haryono, 2012). Untuk perhitungan statistik uji yang
digunakan adalah Uji Wilcoxon didasarkan oleh skala alat ukur yaitu skala ordinal dan jumlah hasil pengukuran baik pre-test maupun post-test. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diukur yaitu pengetahuan underwear rules dan aplikasi kognitif kriteria mediated learning experience. Untuk mendapatkan pengetahuan underwear rules peserta, peneliti menyusun kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan seputar informasi underwear rules berdasarkan NSPCC. Sementara itu untuk melihat kemampuan aplikasi kognitf kriteria MLE partisipan, peneliti menggunakan kuesioner yang dirancang oleh peneliti berdasarkan teori kriteria mediated learning experience (Klein, 1999 ; Seng, Pou, Tan, 2003). Kuesioner ini berisi pernyataan-pernyataan mengenai kriteria MLE yang diaplikasikan dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak. Skor dari setiap item kemudian diakumulasikan untuk mendapatkan skor dari seorang responden. Diasumsikan bahwa semakin tinggi skor semakin sering ibu menerapkan kriteria MLE, maka kemampuan ibu semakin meningkat dalam menerapkan kriteria tersebut.
IV. Hasil dan Pembahasan a. Gambaran Responden Subjek dalam penelitian ini berjumlah 6 orang, dengan rentang usia berkisar 25-33 tahun dan masuk dalam kategori dewasa awal. Keenam subjek penelitian memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Empat peserta berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga dan dua diantaranya bekerja sebagai karyawan swasta. Keenam peserta merupakan orangtua yang memiliki anak usia 4-6 tahun yang bersekolah di TK/PAUD X kota Bandung.
b. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil pengukuran pre-post, terdapat peningkatan skor pengetahuan prinsip underwear rules peserta. Namun tidak dapat meningkatkan kemampuan penerapan kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak usia 4-6 tahun. Kemampuan penerapan ibu baik sebelum maupun sesudah pelatihan tetap berada di kategori sedang.
c. Pembahasan Dapat disimpulkan bahwa modul pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan peserta mengenai prinsip underwear rules (walaupun tidak signifikan), namun tidak dapat meningkatkan kemampuan penerapan kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear
rules pada anak usia 4-6 tahun. Keberhasilan dan kegagalan ini ditentukan oleh materi dan metode penyampaian pada tiap sesinya. Pada sesi pengantar, melalui metode diskusi video dan kasus dinilai dapat membuat ibu menyadari bahaya dan dampak kekerasan seksual. Mereka pun mengatakan semakin takut dan akan memperketat penjagaan terhadap anak. Mereka pun menyadari bahwa mereka lah yang berperan penting dalam mengajarkan informasi tersebut kepada anak. Pada sesi pertama melalui metode ceramah dan diskusi, dapat membuat ibu memahami peran dan karakteristik yang harus mereka miliki sebagai mediator dalam menyampaikan informasi perlindungan diri kepada anak. Mereka juga mengetahui kesulitan yang mereka alami ketika berperan sebagai mediator. Pada sesi kedua materi yang disampaikan melalui metode ceramah dan diskusi mampu menambah pengetahuan para ibu mengenai prinsip underwear rules, sehingga pengetahuan menjadi semakin bertambah setelah diberikan materi ini. Hal ini sesuai dengan hasil evaluasi yang diberikan oleh para ibu. Pada sesi ketiga, materi yang disampaikan melalui metode ceramah, diskusi, dan film show belum mampu membuat peserta membuat peserta aktif berpartisipasi sehingga mereka hanya duduk diam mendengarkan peneliti, sehingga memunculkan perilaku seperti menguap dan berbicara dengan peserta lain. Hal lain yang bisa mengakibatkan munculnya perilaku ini adalah dari segi waktu pelatihan, dimana para ibu harus memahami lima kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak dalam satu hari. Pada sesi keempat, materi yang disampaikan melalui metode role play cukup berhasil dalam membuat ibu lebih memahami penerapan lima kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear rules sekaligus menghayati peran mereka sebagai mediator. Ketika bermain peran, awalnya para ibu terlihat malu-malu, canggung, dan bingung. Namun para ibu sudah berusaha menerapkan dengan baik. Mereka pun dapat melakukan lima kriteria dengan baik, walaupun terlihat malu-malu terutama ketika harus menyebutkan organ vital kepada peserta lain. Pada sesi aplikasi, tujuannya adalah meningkatkan kemampuan ibu dalam menerapkan lima kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear rules. Peningkatan ini dilihat dari kekonsistenan ibu dalam menerapkan pada anak. Melihat hasil yang tidak signifikan pada pengukuran kemampuan penerapan kriteria MLE baik sebelum maupun sesudah, maka dapat dikatakan bahwa ibu belum berhasil menerapkan kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear rules secara konsisten kepada anak setiap harinya. Hasil yang tidak signfikan ini bisa disebabkan oleh kegagalan pada kriteria focusingintentionality and reciprocity yaitu dalam memusatkan perhatian anak pada pembelajaran dan adanya nilai yang dianut para peserta berkaitan dengan materi yang dianggap tabu yang membuat mereka tidak mengajarkan setiap harinya kepada anak.
V. Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 6 orang ibu yang memiliki anak usia 4-6 tahun dan bersekolah di TK/PAUD X, maka disimpulkan bahwa :
Modul pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan underwear rules peserta, namun belum dapat meningkatkan kemampuan ibu menerapkan kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear rules pada anak usia 4-6 tahun.
Teknik
mediated
learning experience
masih dapat
digunakan
untuk
mengajarkan prinsip underwear rules pada anak usia 4-6 tahun namun dengan beberapa perbaikan pada modul
Temuan tambahan yaitu para ibu masih kesulitan dalam membicarakan materi seksual secara eksplisit baik kepada orang dewasa (peserta lain dan peneliti) dan terutama kepada anak.
Saran Saran berkaitan dengan perbaikan program dan bagi pihak-pihak yang berminat untuk melakukan penelitian ini :
Jika ingin melakukan penelitian serupa hendaknya memperhitungkan faktor nilai serta budaya yang dimiliki setiap peserta dan interaksi ibu dan anak
Saran untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan perubahan modul sebagai berikut : o Penambahan satu sesi, agar ibu mengetahui apa itu pendidikan seks, batasan
informasi yang dapat diberikan pada anak usia prasekolah,
manfaatnya, dan lain-lain. Diharapkan setelah mendapatkan informasi yang akurat mengenai pendidikan seks usia prasekolah, persepsi mereka mengenai pendidikan seks pada anak usia prasekolah berubah dan para ibu menyadari manfaat dan pentingnya pemberian informasi tersebut sejak usia dini o Pada sesi pengantar, dilakukan penambahan video atau kasus kekerasan seksual pada anak terutama dengan pelaku orang terdekat yaitu anggota keluarga, sehingga para ibu tetap menyadari pentingnya pemberian informasi setiap harinya kepada anak.
o Pada sesi III yaitu mengenai lima karakteristik MLE dan penerapannya dalam mengajarkan prinsip underwear rules, sebaiknya para ibu lebih banyak mempraktekkan lima kriteria MLE. Sehingga para ibu semakin memahami kriteria tersebut melalui kegiatan role play bersama dengan peserta lain. o Pada sesi IV sebaiknya para ibu memiliki kesempatan dua kali yaitu pertama dengan sesama peserta,
kemudian setelahnya peneliti
memberikan umpan balik. Kesempatan kedua, para ibu mempraktekkan bersama dengan anak mereka masing-masing. Setelah itu dilakukan diskusi untuk dapat membahas pengalaman dan kendala yang mereka hadapi. Peneliti
Selain itu juga rentang waktu penelitian yang didalamnya tercakup lamanya pelatihan (hari dan jam) dan banyaknya monitoring lebih diperhatikan agar ibu menjadi terampil dalam menerapkan kriteria MLE dalam mengajarkan prinsip underwear rules.
Dikarenakan hasilnya yang tidak signifikan, maka perlu dilakukan uji coba kedua pada karakteristik yang sama namun dengan jumlah partisipan yang lebih besar.
VI. Ucapan Terimakasih Selama penyusunan tesis ini penulis mendapatkan banyak bantuan dan masukan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan tesis ini: 1. Ibu Dr. Rismijati E. Koesma selaku pembimbing utama 2. Ibu Esti Wungu selaku pembimbing kedua 3. Prof. Wilis Srisayetkti, Dra. Marisa F. Moeliono, M.Pd ,dan Dr. Poeti Joefiani selaku tim penguji seminar usulan penelitian 4. Kedua orang tua yang telah membantu baik secara moral maupun materiil 5. Kepala Sekolah beserta guru-guru di TK/PAUD X yang telah memberikan ijin bagi peneliti dan mendukung kelancaran pengambilan data 6. Ibu P, S, D, M, A, N sebagai partisipan yang telah bersedia dengan sukarela menjadi partisipan
7. Teman-teman yang telah bersedia menjadi observer sekaligus co-fasilitator dalam pelatihan 8. Pak Agus, Pak Tatang, Pak Asep selaku staf administrasi yang telah membantu dalam hal administrasi akademik 9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam penyusunan tesis ini
VI. Daftar Pustaka Association, A. P. (2014). APA College Dictionary of Psychology. USA : American Psychological Association. Berkenkamp, L.& Atkins, S.C. (2002). Talking to Your Kids About Sex from Toddlers to Preteens. A Go Parents Guide. Chicago : Nomad Communications, Inc. Brown, P.G. (2012). Handbook of Child Sexual Abuse : Identification
Assessment,
and
Treatment. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc. Campbell, D. & Stanley, J. (1963). Experimental And Quasi experimental Designs for Research. USA : Houghton Mifflin Company Crocker, L. & Algina,, J. (1986). Introduction to Classical & Modern Test Theory. Florida : Holt, Rinehart and Winston, Inc. De Freitas, M.D., F.A.A.P. (1998). Keys to Your Child’s Healthy Sexuality
Barron’s
Parenting Keys. New York : Barron’s Educational Series, Inc. Doak, M.. Child Abuse and Domestic Violence. (2007). New York : Thompson
Gale
Feuerstein, R., Klein, P., & Tannenbaum, A. J. (1991). Mediated learning experience. Theoretical psychosocial and learning implications. London: Freund. Graziano, A.,M. & Raulin, M.,J. (2000). Research Methods : A Process of Inquiry. 4th Edition. A Pearson Education Company. Hebert, M., Lavoie. F., Parent, N. (2002). An Assessment of Outcomes Following Parents’ Participation in a Child Abuse Prevention Program. Violence and Victim, Vol 17, 3. Huraerah, A. (2007). Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak). Edisi Revisi. Bandung : Penerbit Nuansa Hurlock, E.,B. (1978). Perkembangan Anak. Edisi Keenam. Terjemahan dr. Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta : Erlangga Kohls, L.,R., & Brussow, H. (1995). Training Know-How for Cross Cultural and Diversity Trainers.
Blaustein, M. & Kinniburgh, K.&. Treating Traumatic Stress in Children Adolescents How to Foster Resilience Through Attachment, SelFRegulation, 2010. New York : Guildford Publication,
and
:
Competency.
Inc.
Kirkpatrick, D.,L. & Kirkpatrick, J., D. (2006). Evaluating Training Programs
The
Four
Levels. 3rd ed. San Fransisco : Berret-Koehler Publishers, Inc. Kurnia, N. & Tjandra, E. (2013). Bunda, Seks Itu Apa Sih? Cara Cerdas dan Bijak Menjelaskan SEKS Pada Anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Mufune, P. & Nambambi.M.N. (2011). Why Is Talked About When Parents Sex With Children : Family Based Sex Education in Windhoek,
Discuss
Namibia. African
Journal of Reproductive Health, 15(4):125 Nutt, D., Stein, M. & Zohar, J. (2009). Post Traumatic Stress Disorder : Diagnosis, Management, and Treatment 2nd ed. London : Informa Papalia, D.,E.,Old,S.W. & Feldman, R.D. (2010). Human Development
(Psikologi
Perkembangan).Edisi Sembilan. Terjemahan A.K. Anwar. Jakarta : Kencana Rae, L. (2000). Effective Planning in Training Development Handbook.
Terjemahan
Rymaszewska, J. & Philpot, T. (2006). Reaching The Vulnerable Child : Therapy With Traumatized Children. London : Jessica Kingsley Publisher Roberts, J., Miltenberger, R.. (1992). Emerging Issues in the Research on Child Sexual Abuse Prevention. Education & Treatment of Children, 22 Santrock, J.,W. (2007). Child Development. 11th ed. New York : McGraw-Hill Sattler, M.,J. (2002). Assessment of Children Behavioral and Clinical Applications. 4th ed. San Diego : Jerome M. Sattler Publisher, Inc. Sciaraffa, M. & Randolph, T. (2011). “You Want Me to Talk Children about What?”Responding to the Subject of Sexuality Development in Yo Children. Proquest Education Journals, 66 Seng, A. S. H., Pou, L. K. H., & Tan, O. S. (Eds.). (2003). Mediated Learning Experience with Children: Applications Across Contexts. McGraw-Hill. Skuy, M. (1996). Mediated Learning in and Out of the Classroom. IRI/Skylight Training and Publishing, Inc., 2626 South Clearbrook Drive, Arlington Heights, IL 60005. Tharinger, et al. (1988). Prevention of Child Sexual Abuse : An Analysis of Issues, Educational Program, and Research Findings. Social Psychology Review,Vol
17,
4. Walsh, K., Brandon, L. (2012). Their Children’s First Educators : Parents’ View About Child Sexual Abuse Prevention Program. Child Family Study Journal, 21: 734-
746