Judul : Hubungan Tipe Kepribadian dengan Persepsi Remaja tentang Pencegahan Fluor Albus pada Remaja Putri Kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya
ABSTRAK
Kepribadian adalah totalitas dari ciri-ciri seseorang yang tergambar dalam perilakunya dan merupakan referensi yang membedakan dirinya dengan orang lain sehingga dapat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi. Banyak remaja putri mengatakan tidak nyaman saat mengalami keputihan, tetapi mereka tidak berusaha untuk mencegahnya karena mereka mengganggap bahwa keputihan adalah hal yang wajar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan tipe kepribadian dengan persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data responden dilakukan dengan pengisian kuesioner dengan teknik sampling proportionate stratified sampling dengan responden sebanyak 115 siswi. Variabel dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian dan persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus. Data dianalisa menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan ρ ≤ 0,05. Hasil penelitian didapatkan bahwa tipe kepribadian remaja putri di SMA Negeri 19 Surabaya sebagian besar memiliki tipe kepribadian introvert sebesar 61 (53%) responden dan sebagian besar memiliki persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus negatif sebesar 59 (51,3%) responden. Hasil uji statistik 1
chi square didapatkan hasil ρ = 0,001 (ρ value ≤ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tipe kepribadian dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Implikasi dari penelitian ini adalah pihak sekolah maupun keluarga memperhatikan kepribadian remaja serta membangun persepsi positif terhadap kesehatan reproduksi pada siswa.
Kata Kunci : Tipe Kepribadian, Persepsi, Fluor Albus
ABSTRACT
Personality is the totality of characteristics of a person that is reflected in his behavior and is a reference that distinguishes itself with others which can result in differences in perception. adolescent girls say uncomfortable when having vaginal discharge, but they did not attempt to prevent it because they assume that discharge is normal. The purpose of this study was to analyze the relationship of personality types with the perception of adolescents on the prevention of fluor albus in adolescent girls class 11 SMAN 19 Surabaya. This study uses an observational analytic design with cross sectional approach. Data collection is done by filling the questionnaire respondents with proportionate stratified sampling technique sampling by respondents as many as 115 students. The variable in this study is the type of personality and perception
2
of adolescents on the prevention of fluor albus. Data were analyzed using Chi Square test with ρ ≤ 0.05 significance level. The result showed that the personality type of young women in SMA 19 Surabaya most have introverted personality types by 61 (53%) of respondents, and most have a perception of adolescents on the prevention of fluor albus negative by 59 (51.3%) of respondents. Chi-square test results showed ρ = 0.001 (ρ value ≤ 0.05). This shows that there is a relationship between the type of personality with perceptions of fluor albus prevention in adolescent girls in grade 11 SMA 19 Surabaya. The implication of this study is the school and the family noticed adolescent personality and build a positive perception of reproductive health in students.
Keywords: Personality Type, Perception, Fluor Albus
Pendahuluan Remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa, dimana terjadinya karakter dan timbulnya ciri-ciri seksual sekunder dan terjadinya perubahan-perubahan psikologi (Sarwono, 2010). Perkembangan psikososial pada remaja, mereka mulai melihat dirinya sebagai individu yang berbeda, unik dan terpisah dari setiap individu yang lain (Mutiarach, 2012). Kepribadian dibidang psikologi, diartikan sebagai karakteristik atau cara bertingkah laku yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungan (Hendriati, 2006). Persepsi adalah perception, yaitu cara pandang terhadap sesuatu atau 3
mengutarakan pemahaman hasil olahan daya pikir, artinya persepsi berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang direspon melalui panca indera, daya ingat, dan daya jiwa (Mursidin, 2010). Keputihan atau fluor albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita (Wijayanti, 2009). Keputihan dapat terjadi pada keadaan normal (fisiologis), namun dapat juga merupakan gejala dari kelainan yang harus diobati (patologis) (Clayton, 2008). Hasil observasi di SMA Negeri 19 Surabaya, banyak remaja putri mengatakan tidak nyaman saat mengalami keputihan, tetapi mereka tidak berusaha untuk mencegahnya karena mereka mengganggap bahwa keputihan adalah hal yang wajar. Remaja putri juga umumnya masih malu untuk mengkonsultasikan masalah yang berkaitan dengan organ reproduksinya. Data keputihan tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih. Di Indonesia kejadian
keputihan
semakin
meningkat.
Berdasarkan
hasil
penelitian
menyebutkan bahwa pada tahun 2002 sebanyak 50% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan, kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi 60% dan pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi 70% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan setidaknya sekali dalam hidupnya (Katharini, 2009). Angka ini berbeda tajam dengan negara lain yang hanya 25% saja dan penelitian di Jawa Timur menunjukkan 60% remaja menderita keputihan paling sedikit seumur hidup, 50% bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih (Detik News, 2010). Hasil studi pendahuluan terhadap 10 remaja putri di SMA Negeri 19 Surabaya, sebanyak tiga orang dari remaja putri berkepribadian ekstrovert (30%) 4
mengatakan bahwa mereka sering mengalami keputihan dan merasa tidak nyaman saat mengalami keputihan, mereka berusaha untuk mencegahnya karena mereka mengganggap bahwa keputihan merupakan masalah kesehatan yang tidak boleh diabaikan dan mereka tidak malu untuk pergi berobat ke dokter. Sebanyak tujuh orang dari remaja putri berkepribadian introvert (70%) mengatakan mereka merasa tidak nyaman saat mengalami keputihan, tetapi mereka tidak berusaha untuk mencegahnya karena mereka mengganggap bahwa keputihan adalah hal yang wajar dan mereka masih malu untuk mengkonsultasikan masalahnya ke dokter. Keadaan yang lembab pada daerah kewanitaan akan lebih mendukung berkembangnya jamur penyebab keputihan. Untuk itu sangat disarankan untuk menjaga agar daerah kewanitaan dalam keadaan bersih dan tidak lembab dengan mengenakan pakaian dalam yang cukup menyerap keringat atau terbuat dari jenis kain katun. Penggunaan cairan pembasuh vagina harus dilakukan secara bijaksana dengan mengetahui suatu prinsip bahwa lingkungan vagina bersifat asam yang juga merupakan lingkungan normal bagi flora normal di vagina. Adanya perubahan lingkungan normal tersebut, misalnya dengan penggunaan cairan pembasuh vagina yang bersifat basa, dapat memicu pertumbuhan kuman secara abnormal yang salah satu akibatnya adalah keputihan (Anolis, 2011). Apabila keputihan tidak normal dibiarkan saja tanpa diobati, akibatnya infeksi bisa menjalar, masuk ke dalam rahim, saluran telur, dan bisa juga sampai menginfeksi ovarium. Kondisi ini bisa merusak organ reproduksi bagian dalam dan bisa juga mengakibatkan kemandulan. Sehingga kita harus mewaspadai munculnya gejalagejala keputihan yang tidak normal, dan tidak perlu malu untuk memeriksakannya 5
ke dokter. Karena itu dalam menjaga kebersihan diri sangatlah penting untuk mencegah terjadinya keputihan (Widyandana, 2006). Usaha mencegah keputihan pada remaja, remaja diharapkan mempunyai kepribadian yang terbuka sehingga dapat memperoleh informasi tentang keputihan dari berbagai sumber. Dan informasi-informasi tersebut tidak diterima begitu saja, melainkan dipilih dan diseleksi. Apa saja yang sekiranya dapat meningkatkan kemampuan sebagai individu maupun anggota masyarakat itulah yang nantinya akan diterimanya (Azwar, 2005). Dalam usaha mencegah keputihan, remaja diharapkan tidak mengganggap keputihan adalah hal yang wajar. Karena bisa saja merupakan adanya tanda suatu penyakit atau adanya kanker. Menurut Army (2007), hal yang dapat mencegah keputihan antara lain menjaga kebersihan daerah vagina, mencuci bagian vulva (bagian luar vagina) setiap hari dan menjaga agar tetap kering harus dilakukan untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur. Remaja juga sebaiknya menggunakan sabun non parfum saat mandi untuk mencegah timbulnya iritasi pada vagina. Selain itu, hindari penggunaan cairan pembersih kewanitaan yang mengandung deodoran dan bahan kimia terlalu berlebihan, karena hal itu dapat mengganggu pH cairan kewanitaan dan dapat merangsng timbulnya jamur atau bakteri. Menjaga kuku tetap bersih dan pendek merupakan salah satu cara mencegah keputihan pada remaja. Kuku dapat terinfeksi candida akibat garukan pada kulit yang terinfeksi. Candida yang tertimbun dibawah kuku tersebut dapat menular ke vagina saat mandi atau cebok (Army, 2007).
6
Metode Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik korelasi dengan pendekatan cross secrional dimana hasil penelitian didapatkan dengan menganalisis hubungan tipe kepribadian dengan persepsi remaja tentang pencegahan flour albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Desain cross sectional merupakan jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen tipe kepribadian dan variabel dependen persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus hanya satu kali pada satu saat. Populasi pada penelitian ini adalah siswi kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya dengan jumlah 162 siswi. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian siswi kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 115 siswi. Dalam penelitian ini dengan judul hubungan tipe kepribadian dengan persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya ini menggunakan teknik sampling probability sampling dengan pendekatan proportionate stratified sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian siswi kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner. Lembar kuesioner pertama berisi data demografi yang terdiri atas umur, status orang tua, tinggal serumah dengan, posisi dalam keluarga, memiliki saudara perempuan, sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus. Pada lembar kuesioner tipe kepribadian menggunakan Eysenk Personality 7
Inventory dengan 21 pertanyaan mengenai tipe kepribadian. Kuesioner tipe kepribadian terdiri dari pernyataan tipe kepribadian ekstrovert jawaban ya diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi skor 0, sedangkan untuk pernyataan introvert jawaban ya diberi skor 0 dan jawaban tidak diberi skor 1. Pada lembar kuesioner persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus dengan 25 pertanyaan mengenai persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus. Kuesioner persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus terdiri dari pernyataan positif diberi skor 4 (sangat setuju), 3 (Setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju) dan pernyataan negatif diberi skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Teknik analisis data dilakukan dengan uji statistik dengan analisis univariate dan analisis bivariate. Analisis univariate dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian, sedangkan analisis bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga saling berhubungan. Kuesioner yang telah dikumpulkan diperiksa ulang untuk mengetahui kelengkapan isi data. Setelah data lengkap, data dikelompokkan dan ditabulasi sub variabel yang diteliti. Data yang sudah di analisis, kemudian di uji dengan uji statistik Chi-Square dengan derajat kemaknaan jika ρ ≤ 0,05 maka H1 diterima yang artinya ada hubungan antara tipe kepribadian dengan persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus.
Hasil Data umum Data umum yang ditampilkan dalam bentuk tabel, disajikan data tentang frekuensi karakteristik siswi kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya berdasarkan umur, status orang tua, tinggal serumah dengan, posisi dalam keluarga, memiliki 8
saudara perempuan, sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus. 1.
Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 5.1 Tabel karakteristik responden berdasarkan umur pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115). Umur 16 tahun 17 tahun 18 tahun Total
Frekuensi 9 97 9 115
Prosentase 7,8% 84,4% 7,8% 100,0%
Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan umur didapatkan hasil bahwa dari 115 responden, 97 (84,4%) responden berumur 17 tahun, 9 (7,8%) responden berumur 16 tahun, dan 9 (7,8%) responden berumur 18 tahun. 2.
Karakteristik responden berdasarkan status orang tua Tabel 5.2 Tabel karakteristik responden berdasarkan status orang tua pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115). Status Orang Tua Keluarga utuh Orang tua tunggal Total
Frekuensi 113 2 115
Prosentase 98,3% 1,7% 100,0%
Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan status orang tua didapatkan hasil bahwa dari 115 responden, 113 (98,3%) responden berstatus keluarga utuh dan 2 (1,7%) responden berstatus orang tua tunggal.
9
3.
Karakteristik responden berdasarkan tinggal serumah Tabel 5.3 Tabel karakteristik responden berdasarkan tinggal serumah pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115). Tinggal serumah Ayah saja Ibu saja Ayah dan ibu Kakek dan nenek Saudara Total
Frekuensi 1 1 113 0 0 115
Prosentase 0,9% 0,9% 98,2% 0,0% 0,0% 100,0%
Tabel 5.3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tinggal serumah didapatkan hasil bahwa dari 115 responden, 113 (98,2%) responden tinggal serumah dengan ayah dan ibu, 1 (0,9%) responden tinggal serumah dengan ayah saja, 1 (0,9%) responden tinggal serumah dengan ibu saja. 4.
Karakteristik responden berdasarkan posisi dalam keluarga Tabel 5.4 Tabel karakteristik responden berdasarkan posisi dalam keluarga pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115). Posisi dalam keluarga Anak tunggal Anak sulung Anak tengah Anak bungsu Total
Frekuensi 6 66 15 28 115
Prosentase 5,2% 57,4% 13,0% 24,4% 100,0%
Tabel 5.4 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan posisi dalam keluarga didapatkan hasil bahwa dari 115 responden, 66 (57,4%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak sulung, 28 (24,4%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak bungsu, 15 (13%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak tengah, dan 6 (5,2%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak tunggal. 10
5.
Karakteristik responden berdasarkan memiliki saudara perempuan Tabel 5.5 Tabel karakteristik responden berdasarkan memiliki saudara perempuan pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115). Memiliki perempuan Ya Tidak Total
saudara
Frekuensi 19 96 115
Prosentase 16,5% 83,5% 100,0%
Tabel 5.5 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan memiliki saudara perempuan didapatkan hasil bahwa dari 115 responden, 96 (83,5%) tidak memiliki saudara perempuan, 19 (16,5%) responden memiliki saudara perempuan. 6.
Karakteristik responden berdasarkan sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus Tabel 5.6 Tabel karakteristik responden berdasarkan sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115). Informasi tentang fluor albus Ya Tidak Total
Frekuensi 4 111 115
Prosentase 3,5% 96,5% 100,0%
Tabel 5.6 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus didapatkan hasil bahwa dari 115 responden, 111 (96,5%) tidak pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus, dan 4 (3,5%) responden pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus diantaranya melalui internet dan buku.
11
Data Khusus 1.
Variabel Tipe Kepribadian Tabel 5.7 Tabel tipe kepribadian pada remaja putri kelas 11 di SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115). Tipe kepribadian Introvert Ekstrovert Total
Frekuensi 61 54 115
Prosentase 53,0% 47,0% 100,0%
Tabel 5.7 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tipe kepribadian didapatkan hasil dari 115 responden, 61 (53%) responden bertipe kepribadian introvert dan 54 (47%) responden bertipe kepribadian ekstrovert. 2.
Variabel persepsi tentang pencegahan fluor albus Tabel 5.8 Tabel persepsi tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 di SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115).
Persepsi pencegahan albus Positif Negatif Total
tentang fluor
Frekuensi
56 59 115
Prosentase
48,7% 51,3% 100,0%
Tabel 5.8 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan persepsi tentang pencegahan fluor albus didapatkan hasil dari 115 responden, 59 (51,3%) responden memiliki persepsi pencegahan fluor albus negatif dan 56 (48,7%) responden memiliki persepsi pencegahan fluor albus positif.
12
3.
Hubungan Tipe Kepribadian dengan Persepsi tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri Tabel 5.9 Tabel tipe Hubungan Tipe Kepribadian dengan Persepsi tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 di SMA Negeri 19 Surabaya, 7 Mei 2015 (n=115).
Tipe kepribadian Introvert Ekstrovert Total
Persepsi tentang pencegahan fluor albus Positif Negatif 21 40 34,4 % 65,6% 35 19 64,8% 35,2% 56 59 48,7% 51,3% Uji Chi Square 0,001
Total 61 100% 54 100% 115 100%
Tabel 5.9 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan hubungan tipe kepribadian dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus didapatkan hasil bahwa dari 61 (100%) responden bertipe kepribadian introvert, 40 (65,6%) responden memiliki tipe kepribadian introvert dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif, 21 (34,4%) responden memiliki tipe kepribadian introvert dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus positif dan 54 (100%) responden bertipe kepribadian ekstrovert, 35 (64,8%) responden memiliki tipe kepribadian ekstrovert dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus positif, dan 19 (35,2%) responden memiliki tipe kepribadian ekstrovert dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif.
Pembahasan Penelitian ini mengungkapkan hubungan antara tipe kepribadian dengan persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. 13
Tipe Kepribadian pada Remaja Putri di SMA Negeri 19 Surabaya Penelitian ini dirancang untuk menganalisa tipe kepribadian pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 115 responden didapatkan 61 (53%) responden memiliki tipe kepribadian introvert dan 54 (47%) responden memiliki tipe kepribadian ekstrovert. Dr. Sugyanto (1980) mengatakan, bahwa kepribadian adalah totalitas dari ciri-ciri seseorang yang tergambar dalam perilakunya dan reaksinya tidak terbatas. Sifat-sifat dan ciri-cirinya merupakan aspek yang menempel pada seseorang dan merupakan referensi yang membedakan dirinya dengan orang lain (Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 19 Surabaya menunjukkan bahwa 61 (53%) responden memiliki tipe kepribadian introvert. Menurut Jung, seseorang yang mempunyai kepribadian introvert adalah orang yang perhatiannya lebih mengarah pada dirinya yang ditandai dengan sukar bergaul, tertutup, pendiam, dan sukar mengadakan hubungan dengan orang lain serta sering takut kepada orang lain (Suryabrata, 2005). Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian introvert dengan umur didapatkan hasil remaja putri yang berumur 17 tahun sebanyak 50 (82%) responden, remaja putri berumur 18 tahun sebanyak 6 (9,8%) responden dan remaja putri yang berumur 16 tahun sebanyak 5 (8,2%). Masa remaja adalah masa peralihan dari anak ke dewasa baik secara jasmani maupun rohani. Tahapan ini sangat menentukan bagi pribadi remaja dimana terjadi perubahan besar dan cepat dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial / tingkah laku. Perubahan fisik / jasmani seperti berat badan, ukuran anggota badan dan sebagainya; serta perubahan yang lainnya seperti berpikir / 14
kecerdasan, bertingkah laku, perasaan / kejiwaan yang berjalan secara bertahap sesuai dengan umurnya (Wong, 2009). Berdasarkan masa remaja umumnya berumur 16-19 tahun dan merupakan masa peralihan menuju kematangan (Yulia, 2008). Peneliti menyimpulkan bahwa pada penelitian ini distribusi umur tidak merata, hal ini dikarenakan karena pengambilan sampel pada kelas 11 yang ratarata berumur 17 tahun. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian introvert dengan status orang tua didapatkan hasil remaja putri yang berstatus orang tua sebagai keluarga utuh sebanyak 61 (100%) responden dan berstatus orang tua sebagai orang tua tunggal sebanyak 0 (0%) responden. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia dan negara sehingga cara orang tua mendidik akan membentuk kepribadian anaknya (Slamet, 2006). Peneliti menyimpulkan bahwa orang tua memiliki peranan yang penting dalam pengembangan karakter remaja, dengan segala model pendidikan yang diberikannya, mulai dari tingkah laku, pemikiran dan pengolahan rasa yang diberikan orang tua, maka secara tidak langsung akan membentuk kepribadian remaja. Berdasarkan crosstab tipe kepribadian introvert dengan tinggal serumah didapatkan hasil dari remaja putri yang tinggal serumah dengan ayah dan ibu sebanyak 61 (100%) responden, tinggal serumah dengan ibu saja sebesar 0 (0%) responden dan ayah saja sebesar 0 (0%). Sifat dan perilaku remaja sangat dipengaruhi oleh pola asuh kedua orang tuanya. Terlalu memanjakan atau memandang sebelah keberadaan mereka, dapat berakibat buruk terhadap kepribadian mereka kelak. Kepribadian yang buruk dapat menghambat remaja 15
tersebut menyesuaikan diri mereka dengan orang lain sehingga mereka kesulitan menerima orang lain untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri (Santrock, 2007). Peneliti menyimpulkan bahwa remaja putri yang tinggal bersama ayah dan ibu yakni kedua orang tua akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian karena dukungan, cara mengasuh, dan kepercayaan dari orang tua dapat membentuk perilaku remaja tersebut untuk dapat berinteraksi dengan yang lain. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian introvert dengan posisi keluarga didapatkan hasil remaja putri yang posisi dalam keluarga sebagai anak sulung sebanyak 34 (55,7%) responden, anak bungsu sebanyak 14 (23%) responden, anak tengah 10 (16,4%), dan anak tunggal sebanyak 3 (4,9%) responden. Anak sulung cenderung lebih bisa menyesuaikan diri dan mandiri daripada adiknya, mereka lebih afiliatif, apalagi di saat kondisi tertekan, mereka lebih mudah terpuruk dan menarik diri serta tertutup (Shaleh, 2009). Peneliti menyimpulkan bahwa anak sulung lebih memiliki banyak pengalaman sehingga dia belajar secara mandiri dari pengalaman masa lalunya dan dengan belajar dari secara mandiri pengalaman masa lalu inilah yang sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadiannya. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian introvert dengan memiliki saudara perempuan didapatkan hasil remaja putri yang tidak memiliki saudara perempuan sebanyak 49 (80,3%) responden dan memiliki saudara perempuan sebanyak 12 (19,7) responden. Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh sikap yang seseorang percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya (Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011). Peneliti menyimpulkan bahwa tidak memiliki saudara perempuan, maka 16
seseorang tidak dapat saling bertukar pikiran tentang masalah yang dihadapinya, ini yang membuat seseorang akan bersifat tertutup. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian introvert dengan sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus didapatkan hasil remaja putri yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang flour albus sebanyak 60 (98,4%) responden dan pernah mendapatkan informasi sebanyak 1 (1,6%) responden. Dalam aktivitasnya setiap orang memiliki pengalaman dan pengetahuan dari sumber informasi dipegang sebagai penghayatan dalam memberikan arah perilakunya. Tidak dapat disangkal bahwa perilaku dan pandangan hidup seseorang yang kemudian akan diserap dan menjadi bagian dalam kepribadiannya (Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011). Peneliti menyimpulkan bahwa tidak pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus sebelumnya menunjukkan bahwa remaja putri tidak memiliki pemahaman-pemahaman baru sehingga mereka cenderung tertutup. . Hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 19 Surabaya menunjukkan bahwa 54 (47%) responden memiliki tipe kepribadian ekstrovert. Tipe ekstrovert cenderung berinteraksi dengan orang sekitarnya, aktif dan ramah. Dia juga mudah bergaul, senang bersosialisasi asertif dan terbuka pada lingkungan, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar (Suryabrata, 2005). Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian ekstrovert dengan umur didapatkan remaja putri yang berumur 17 tahun sebanyak 47 (87%) responden, yang berumur 16 tahun sebanyak 4 (7,4%) responden, yang berumur 18 tahun sebanyak 3 (5,6%) responden. Matangnya usia seseorang berkaitan dengan proses belajar dan pengalaman. Proses belajar dan 17
referensi
pengalaman
secara
sinergi
mempengaruhi
perkembangan
dan
pembentukan kepribadian seseorang (Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011). Peneliti menyimpulkan bahwa pada penelitian ini distribusi umur tidak merata, hal ini dikarenakan karena pengambilan sampel pada kelas 11 yang rata-rata berumur 17 tahun. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian ekstrovert dengan status orang tua didapatkan remaja putri yang berstatus orang tua keluarga utuh sebanyak 52 (96,3%) responden dan yang berstatus orang tua tunggal sebanyak 0 (0%) responden. Peran orang tua dalam keluarga sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian seseorang (Shaleh, 2009). Peneliti menyimpulkan bahwa orang tua yang mendidik dengan penuh kasih sayang dan saling terbuka akan membentuk kepribadian yang terbuka. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian ekstrovert dengan tinggal serumah didapatkan remaja putri yang tinggal serumah dengan ayah dan ibu sebanyak 52 (96,3%) responden, tinggal serumah dengan ibu saja sebanyak 1 (1,9%) responden dan tinggal serumah dengan ayah saja sebanyak 1 (1,9%) responden. Kepribadian seseorang terbentuk sesuai dengan aktivitas sehari-hari yang dilakukan anggota keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, adek, kakak yang memiliki peran masing-masing dalam keluarga (Sarwono, 2010). Peneliti menyimpulkan bahwa remaja putri yang tinggal serumah dengan ayah dan ibu akan mengikuti tingkah laku dari keluarganya, jika keluarga tersebut senang berinteraksi dengan lingkungannya, maka anak juga akan dengan mudah dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
18
Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian ekstrovert dengan posisi dalam keluarga didapatkan hasil remaja putri yang posisi dalam keluarga sebagai anak sulung sebanyak 32 (59,3%) responden, anak bungsu sebanyak 14 (25,9%) responden, anak tengah sebanyak 5 (9,3%) responden, dan anak tunggal sebanyak 3 (5,6%) responden. Anak sulung biasanya disertai dengan ciri khas memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan dapat beradaptasi dengan lingkungan (Shaleh, 2009). Peneliti menyimpulkan bahwa anak sulung memiliki kepercayaan yang tinggi sehingga dapat berinteraksi pada lingkungannya dengan mudah. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian ekstrovert dengan memiliki saudara perempuan didapatkan hasil remaja putri yang tidak memiliki saudara perempuan sebanyak 47 (87%) responden dan memiliki saudara perempuan sebanyak 7 (13%) responden. Saudara perempuan yang ada dalam keluarga, juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku (Sahri, 2005). Peneliti menyimpulkan bahwa tidak memiliki saudara perempuan tidak akan mempengaruhi kepribadian. Berdasarkan hasil crosstab tipe kepribadian ekstrovert dengan sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus didapatkan hasil remaja putri yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus sebanyak 51 (94,4%) responden dan pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus sebanyak 3 (5,6%) responden. Sejak anak yang dilahirkan ke dunia pada hakikatnya tidak membawa sifat-sifat kejelekan kepribadian, melainkan dibekali sifat-sifat positif. Timbulnya sifat-sifat kejelekan, perilaku buruk, agresi, dan sifat-sifat jelek lainnya dipengaruhi oleh perlakuan lingkungan dan informasi yang didapatkan (Sarwono, 2010). Peneliti menyimpulkan bahwa remaja putri
19
yang tidak pernah mendapatkan informasi sebelumnya tidak mempengaruhi kepribadian.
Persepsi Remaja tentang Pencegahan Fluor Albus pada Remaja Putri di SMA Negeri 19 Surabaya Penelitian ini dirancang untuk menganalisa persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 115 responden didapatkan 59 (51,3%) responden memiliki persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif dan 56 (48,7%) responden memiliki memiliki persepsi tentang pencegahan fluor albus positif. Persepsi memfokuskan
adalah
kemampuan
perhatian
terhadap
membeda-bedakan, satu
objek
mengelempokkan,
rangsang.
Dalam
proses
pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interprestasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek (Shaleh, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 19 Surabaya menunjukkan bahwa 56 (48,7%) responden memiliki persepsi tentang pencegahan fluor albus positif. Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Hal ini berarti bahwa objekobjek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi, antara lain : pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar budaya terhadap persepsi (David Krech dan Richard S. Crutchfield dalam Rakhmat, 2011). Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus positif didapatkan hasil remaja putri yang berumur 17 tahun sebanyak 50 (89,3%) 20
responden, berumur 18 tahun sebanyak 4 (7,1%) responden, dan berumur 16 tahun sebanyak 2 (3,6%) responden. Masa remaja merupakan masa pembentukan kepribadian yang dinamis, karena pada masa ini perkembangan dan pembentukan kepribadian anak banyak bersumber dari berbagai informasi lingkungan yang memberikan kontribusi besar keanekaragaman pengalaman bagi anak, sehingga menimbulkan percepatan dan penambahan kemampuan (Azwar, 2005). Peneliti menyimpulkan bahwa pada penelitian ini distribusi umur tidak merata, hal ini dikarenakan karena pengambilan sampel pada kelas 11 yang rata-rata berumur 17 tahun. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus positif dengan status orang tua didapatkan hasil remaja putri dengan status orang tua berkeluarga utuh sebanyak 55 (98,2%) dan status orang tua tunggal sebanyak 1 (1,8%) responden. Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah keluarga. Ayah dan ibu biasanya akan memberikan pendapat yang terbaik sesuai dengan pengalaman mereka yang lalu untuk anaknya dalam mengatasi masalah (Azwar, 2005). Peneliti menyimpulkan bahwa orang tua yang memiliki banyak pengalaman-pengalaman akan mengarahkan ke arah positif. Berdasarkan hasil crosstab persepsi pencegahan tentang pencegahan fluor albus positif dengan tinggal serumah dengan ayah dan ibu sebanyak 55 (98,2%) responden, ibu saja sebanyak 1 (1,8%) responden, ayah saja sebanyak 0 (0%) responden. Seseorang yang tinggal dengan orang tua dan akan menghasilkan pola pikir yang berbeda karena memperoleh kasih sayang dari kedua orang tuanya (Azwar, 2005). Peneliti menyimpulkan bahwa orang tua akan memberikan
21
pengertian dan perhatian kepada anaknya sehingga akan menghasilkan persepsi positif pada anak. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus positif dengan posisi dalam keluarga didapatkan hasil remaja putri dengan posisi dalam keluarga sebagai anak sulung sebanyak 34 (60,7%) responden, anak bungsu sebanyak 14 (25%) responden, anak tengah sebanyak 6 (10,7%) responden, anak tunggal sebanyak 2 (3,6%) responden. Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor fungsional yaitu faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal yang termasuk apa yang kita sebut faktor-faktor personal (Alwilsol, 2008). Peneliti menyimpulkan bahwa faktor fungsional dari anak sulung adalah pengalaman-pengalam dari masa lalunya yang membuatnya belajar dari kesalahan dan mengarah ke hal-hal positif.. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus positif dengan memiliki saudara perempuan didapatkan remaja putri yang tidak memiliki saudara perempuan sebanyak 44 (78,6%) responden dan memiliki saudara perempuan sebanyak 12 (21,4%) responden. Saudara perempuan akan lebih perhatian dan dapat mengarahkan ke arah positif (Shaleh, 2009). Peneliti menyimpulkan bahwa tidak memiliki saudara perempuan tidak berpengaruh terhadap persepsi. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus positif dengan sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang
fluor albus
didapatkan remaja putri yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus sebanyak 54 (96,4%) responden dan pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus sebanyak 2 (3,6%) responden. Persepsi terdapat suatu proses 22
interested individu atau ketertarikan untuk mengetahui segala sesuatu yang terdapat di luar dirinya, tentang berbagai kejadian yang menimbulkan gerakan otak manusia untuk mengesani melalui pemahaman dan penafsiran yang subjektif terhadap objek-objek bersangkutan. Dengan demikian, bantuan indra sangat signifikan ketika individu mempersepsi sesuatu (Mursidin, 2010). Peneliti menyimpulkan bahwa sebagian remaja putri tidak pernah mendapatkan informasi tentang fluor albus karena mereka merasa tidak tertarik terhadap fluor albus. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa 59 (51,3%) responden memiliki persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif. Faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi : 1) Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa, maka makin tinggi juga minatnya dalam mempersepsikan objek atau peristiwa. 2) Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau peristiwa bagi diri seseorang, maka semakin peka dia terhadap objek-objek persepsinya. 3) Kebiasaan, artinya semakin sering dirasakan orang objek atau peristiwa, maka akan semakin terbiasa dalam membentuk persepsi. 4) Konstansi, artinya adanya kecenderungan seseorang untuk melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna dan kecemerlangan (Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011). Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan
fluor albus
negatif dengan umur didapatkan hasil remaja putri yang berumur 17 tahun sebanyak 50 (89,3%) responden, berumur 16 tahun sebanyak 7 (11,9%) responden dan berumur 18 tahun sebanyak 5 (8,5%) responden. Semakin tua usia seseorang maka mereka memiliki pengalaman-pengalaman yang bisa dijadikan pelajaran (Shaleh, 2009). Peneliti menyimpulkan bahwa pada penelitian ini distribusi umur 23
tidak merata, hal ini dikarenakan karena pengambilan sampel pada kelas 11 yang rata-rata berumur 17 tahun. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif dengan status orang tua didapatkan hasil remaja putri yang berstatus orang tua keluarga utuh sebanyak 58 (98,3%) responden dan berstatus orang tua tunggal sebanyak 1 (1,7%) responden. Didalam perkembangannya, anak mengenal orang tuanya. Orang tuanyalah yang pertama-tama dikenalnya. Dan orang tuanya dipandang sebagai orang yang sempurna (Ahmadi, 2009). Peneliti menyimpulkan bahwa orang tua yang tidak mempedulikan anaknya, maka anak akan selalu memiliki pesepsi negatif karena tidak ada yan mengarahkannya. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif dengan tinggal serumah didapatkan hasil remaja putri yang tinggal serumah dengan ayah dan ibu sebanyak 58 (98,3%) responden, ayah saja sebanyak 1 (1,7%) responden, ibu saja sebanyak 0 (0%) responden. Orang tua akan menjadi role model pendidikan di rumah dalam pembentukan persepsi (Shaleh, 2009). Peneliti
menyimpulkan
bahwa
anak
akan
menirukan
cara
orang
tua
mempersepsikan peristiwa atau objek. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan
fluor albus
negatif dengan posisi dalam keluarga didapatkan hasil remaja putri yang posisi dalam keluarga sebagai anak sulung sebanyak 32 (54,2%) responden, anak bungsu sebanyak 14 (23,7%) responden, anak tengah sebanyak 9 (15,3%) responden, anak tunggal sebanyak 4 (6,8%) responden. Anak sulung memiliki pengalamanpengalaman yang jauh lebih banyak daripada saudara lainnya. Pengalamanpengalaman dari masa lalunya ini yang akan mempengaruhi persepsi seseorang 24
tersebut (Shaleh, 2009). Peneliti menyimpulkan bahwa anak sulung memiliki pengalaman-pengalaman yang jauh lebih banyak sehingga mereka berhati-hati dalam mengambil keputusan, hal inilah yang menyebabkan terjadinya persepsi negatif. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif dengan memiliki saudara perempuan didapatkan hasil remaja putri yang tidak memiliki saudara perempuan sebanyak 52 (88,1%) responden dan memiliki saudara perempuan sebanyak 7 (11,9%) responden. Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh sikap yang seseorang percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya (Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011). Peneliti menyimpulkan bahwa remaja putri yang tidak memiliki saudara perempuan tidak memiliki seseorang yang dipercayai yang bisa diajak saling bertukar pikiran sehingga mereka memiliki persepsi yang negatif. Berdasarkan hasil crosstab persepsi tentang pencegahan fluor albus negatif dengan sebelumnya pernah mendapatkan informasi tentang
fluor albus
didapatkan hasil remaja putri yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang pencegahan fluor albus sebanyak 57 (96,6%) responden dan pernah mendapatkan informasi tentang pencegahan fluor albus sebanyak 2 (3,4%) responden. Faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi adalah : 1) Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa, maka semakin tinggi juga minatnya dalam mempersepsikan objek atau peristiwa. 2) Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau peristiwa bagi diri seseorang, maka semakin peka dia terhadap objek-objek persepsinya. 3) Kebiasaan, artinya semakin sering dirasakan orang objek atau peristiwa, maka 25
semakin terbiasa dalam membentuk persepsi. 4) Konstansi, artinya adanya kecenderungan seseorang untuk melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna dan kecenderungan (Pieter, Janiwarti dan Saragih, 2011). Peneliti menyimpulkan bahwa remaja putri tidak memiliki minat dalam mencari informasi tentang fluor albus sehingga mereka memiliki persepsi negatif.
Hubungan tipe kepribadian dengan persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya Berdasarkan data diatas hasil hubungan tipe kepribadian dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus didapatkan hasil bahwa dari 115 responden, 40 (65,6%) responden memiliki tipe kepribadian introvert dengan persepsi negatif, 21 (34,4%) responden memiliki tipe kepribadian introvert dengan persepsi positif, 35 (64,8%) responden memiliki tipe kepribadian ekstrovert dengan persepsi positif, dan 19 (35,2%) responden memiliki tipe kepribadian ekstrovert dengan persepsi negatif. Dari hasil penelitian dijelaskan bahwa ada hubungan antara tipe kepribadian dengan persepsi tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya. Remaja putri yang memiliki tipe kepribadian introvert karena mereka cenderung memilih diam dan menyendiri. Hal ini mengakibatkan remaja putri yang bertipe kepribadian introvert memiliki persepsi negatif tentang pencegahan fluor albus. Sebaliknya, remaja putri yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan mudah dan memiliki percaya diri yang tinggi sehingga mereka mencari 26
informasi tentang pencegahan fluor albus. Informasi yang diperoleh merubah cara pandang remaja tentang
pencegahan fluor albus sehingga mereka
mengganggap bahwa fluor albus bukanlah hal yang wajar dan mereka segera melakukan tindakan pencegahan. Hal ini mengakibatkan remaja putri yang bertipe kepribadian ekstrovert memiliki persepsi positif tentang pencegahan fluor albus. Hal-hal yang dapat menyebabkan perbedaan persepsi antar individu dan antar kelompok adalah sebagai berikut (Sarwono, 2010) : 1)Perhatian, pada setiap saat ada ratusan, mungkin ribuan rangsangan yang tertangkap oleh semua indra kita. Tentunya, kita tidak mampu menyerap seluruh rangsangan yang ada di sekitar kita sekaligus. Karena keterbatasan daya serap dari persepsi kita, maka kita terpaksa hanya bisa memusatkan perhatian kita pada satu atau dua objek saja. 2) Set (mental set), set (mental set) adalah kesiapan mental seseorang untuk menghadapi sesuatu rangsangan yang akan timbul dengan cara tertentu. Dengan demikian, perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi. 3) Kebutuhan, Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang, akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian, kebutuhan yang berbeda akan menyeabkan perbedaan persepsi. 4) Sistem nilai, sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi. 5) Tipe kepribadian, tipe kepribadian juga akan mempengaruhi persepsi. Misalnya, Frida dan Linda bekerja di satu kantor yang sama di bawah pengawasan satu orang atasn yang sama. Frida bertipe tertutup (introvert) dan pemalu, sedangkan Linda lebih terbuka (ekstrovert) dan percaya diri. Sangat mungkin bagi Frida akan mempersepsikan atasannya sebagai tokoh yang menakutkan dan perlu dijauhi, sementara buat Linda bosnya itu orang biasa saja yang dapat diajak bergaul 27
seperti orang biasa lainnya. 5) Gangguan kejiwaan, sebagai gejala normal, ilusi berbeda dari halusinasi dan delusi, yaitu kesalahan persepsi pada penderita gangguan jiwa (biasanya pada penderita schizophrenia) penyandang gejala halusinasi visual seakan-akan melihat sesuatu (cahaya, bayangan, hantu atau malaikat) dan ia percaya betul bahwa yang dilihatnya itu realia. Sedangkan penyandang halusinasi auditif seakan-akan mendengar suara tertentu (bisikan, suara orang bercakap-cakap, gemuruh dan sebagainya), yang diyakininya sebagai realita. Gejala halusinasi visual dan auditif dan mungkin juga halusinasi pada indra lain, bisa terdapat pada satu orang, yang menyebabkan orang itu mengalami delusi. Delusi merupakan keyakinan bahwa dirinya menjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan realita (fixed false belief) (Splitzer, 1990), misalnya merasa dirinya menjadi Rasul Tuhan, atau Satria Piningit, Raja Majapahit, atau Superman.
Simpulan 1.
Tipe kepribadian remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya sebagian besar termasuk tipe introvert.
2.
Persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus pada remaja putri kelas 11 SMA Negeri 19 Surabaya sebagian besar memiliki persepsi tentang pencegahan fluor albus yang negatif.
3.
Ada hubungan antara tipe kepribadian dengan persepsi remaja tentang pencegahan fluor albus.
28
Saran 1.
Bagi Remaja Remaja putri diharapkan tidak perlu merasa malu untuk berkonsultasi ke dokter tentang masalah yang menyangkut kesehatan reproduksi terutama fluor albus, karena fluor albus dapat menjadi penyakit fatal yang dapat menyebabkan kanker serviks apabila tidak segera ditangani dan diharapkan remaja putri selalu menjaga kebersihan diri terutama daerah kewanitaan dengan benar untuk mencegah terjadinya fluor albus.
2.
Bagi Sekolah Pihak sekolah diharapkan agar melakukan pembinaan tentang pentingnya menjaga kebersihan kewanitaanya dengan benar agar mencegah terjadinya fluor albus, melalui pendidikan formal maupun melalui seminar dan penyuluhan.
3.
Bagi Profesi Keperawatan Profesi keperawatan dapat meningkatkan referensi yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
4.
Bagi Peneliti Lainnya Melakukan
penelitian
lebih
lanjut
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi terjadinya persepsi remaja putri tentang pencegahan fluor albus karena mengingat sebagian besar persepsi remaja putri tentang pencegahan fluor albus negatif.
29
DAFTAR PUSTAKA Alex, Sobur. (2011). Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press Basford Lynn & Oliver Slevin. (2006). Teori dan Praktik Keperawatan Pendekatan Integral Asuhan Pasien. Jakarta : EGC Dewi, H.E. (2012). Memahami perkembangan Fisik Remaja. Yogyakarta : Gosyen Publishing Hidayat, Aziz Alimul, A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Howard, S. Friedman & Miriam, W. Schustack. (2008). Kepribadian : Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta : Erlangga Khusen, Denny.(2013). Rahasia Kesehatan Wanita. Jakarta : FKUI Kumalasari, Intan dan Iwan Andhyantoro.(2012). Kesehatan Reproduksi. Cetakan kedua. Jakarta : Salemba Medika Manuaba. (2005). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Perry & Potter. (2005). Fundamental Keperawatan :Konsep, Proses, dan Praktik JAKARTA : EGC Pieter, H.Z. Janiwarti, B. dan Saragih NS.M. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta : Kencana Pieter, H.Z. dan Lubis N.L. (2010). Pengantar Psikologi untuk Kebidanan. Rapha Publishing. Medan Riduwan, M.B.A. (2005). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta Risdiyanto, H. (2009). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tipe Kepribadian Siswa Kelas Delapan di SMP Negeri 1 Sukorame Kbupaten Lamongan. Diakses tanggal 11 Februari 2015 dari http://library.um.ac.id Sarwono, S.W.(2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 30
Sarwono, S.W.(2011). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Shaleh, Abdul Rahman. (2009). Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persepektif Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media Group Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi Kepribadian. Yogyakarta : Kharisma putra utama offset
31