Muzakkar et al. : Perbedaan Ekspresi Trombin dan Connexin 43
Perbedaan Ekspresi Trombin dan Connexin 43 Uterus Kelinci New Zealand setelah Dilakukan Penjahitan Kompresi Uterus Pasca Persalinan Sesar Sebagai Model Penjahitan B-Lynch Modifikasi Surabaya Musrah Muzakkar1, Agus Sulistyono1, Widjiati2 1 Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr Soetomo, Surabaya 2 Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Kematian ibu melahirkan masih menjadi masalah di Indonesia, walaupun berdasarkan survei menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu. Ada berbagai macam penyebab kematian ibu, diantaranya adalah perdarahan, eklampsia, aborsi, serta infeksi. Perdarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu. Dengan penjahitan kompresi uterus, diharapkan perdarahan segera berhenti akibat adanya obliterasi pembuluh darah oleh jahitan kompresi uterus dan pembentukan bekuan darah. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan adanya perbedaan ekspresi trombin dan connexin 43 pada uterus kelinci New Zealand setelah dilakukan penjahitan kompresi uterus sebagai model penjahitan B-Lynch Modifikasi Surabaya pasca persalinan sesar pada pengamatan ½ jam dan 2 jam. Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, antara September 2010 – Januari 2012. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni yang menggunakan posttest only control group design. Peneliti membandingkan ekspresi trombin dan connexin 43 pada pengamatan ½ jam dan 2 jam antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Analisis statistik uji t berpasangan menunjukkan ekspresi trombin yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p = 0,022 pada pengamatan ½ jam dan p < 0,001 pada pengamatan 2 jam) serta ekspresi connexin 43 juga lebih tinggi secara bermakna pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p < 0,001 pada kedua waktu pengamatan, ½ jam maupun 2 jam). Pada penelitian ini didapatkan ekspresi trombin dan connexin 43 uterus kelinci New Zealand yang lebih tinggi secara bermakna setelah dilakukan penjahitan kompresi uterus pasca persalinan sesar sebagai model penjahitan B-Lynch modifikasi Surabaya. (MOG 2012;20:1-7)
Kata kunci: penjahitan B-Lynch Modifikasi Surabaya, ekspresi trombin, ekspresi connexin 43, perdarahan post-partum ABSTRACT Maternal mortality is still a problem in Indonesia, although the survey showed a decrease over time. There are various causes of maternal mortality, such as haemorrhage, eclampsia, abortion, and infection. Bleeding occupies the highest percentage of maternal deaths. With uterine compression sutures, it is expected that bleeding soon be stopped due to the obliteration of blood vessels by uterine compression suture and the formation of blood clots.The purpose of this study is to prove the existence of differences in the expression of thrombin and Connexin 43 in the New Zealand rabbit uterus after uterine compression sutures as a model of the BLynch suturing Modification Surabaya after cesarean delivery on observation ½ hours and 2 hours. The study was conducted at the Laboratory of Pathology of the Faculty of Veterinary Medicine Airlangga University Faculty of Medicine and Physiology Laboratory UB Malang, between September 2010-January 2012. This study was purely experimental, used only posttest control group design. Researchers compared the expression of thrombin and Connexin 43 in the observation ½ hours and 2 hours between the control group and the treatment group. Statistical analysis of paired t test showed that thrombin expression was significantly higher in the treatment group compared with the control group (p = 0.022 at ½ hour observation and p <0.001 at observation 2 hours) and Connexin 43 expression was also significantly higher in the treatment group compared with the control group (p <0.001 in both the observation time, ½ hour or 2 hours). In this research, the expression of thrombin and Connexin 43 New Zealand rabbit uterus were significantly higher after uterine compression sutures after cesarean delivery as a model of the B-Lynch suturing modification Surabaya. (MOG 2012;20:1-7) Keywords: Surabaya modified B-Lynch uterine compression suture, thrombin expression, connexin 43 expression, post-partum bleeding Correspondence: Musrah Muzakkar, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr Soetomo, Surabaya,
[email protected]
1
Majalah Obstetri & Ginekologi Vol. 20 No. 1 Januari – April 2012 : 1-7
PENDAHULUAN
dengan kondisi patologis seperti inflamasi, kerusakan jaringan dan perdarahan.17 Mekanisme thrombin dalam menginduksi kontraksi yaitu dengan mengaktivasi reseptornya Protease Activated Receptor (PAR) 1. PAR 1 diduga sebagai reseptor utama bagi trombin untuk menginduksi kontraksi miometrium dengan meningkatkan kalsium melalui jalur ekstrinsik yaitu peningkatan influks ion kalsium dan melalui jalur intrinsik yang berasal dari retikulum sarkoplasma. Stimulasi reseptor trombin telah terbukti menyebabkan aktivasi berbagai jalur sinyal transduksi, termasuk phosphatidyl-inositol signaling pathway.6,9
Kematian ibu melahirkan masih menjadi masalah di Indonesia, walaupun berdasarkan survei menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), pada tahun 1994 angka kematian ibu melahirkan adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan tahun 2007 menunjukkan penurunan yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun demikian angka tersebut masih tertinggi di kawasan Asia. Ada berbagai macam penyebab kematian ibu, diantaranya adalah perdarahan, eklampsia, aborsi, serta infeksi. Perdarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu yaitu 28%. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Penyebab utama perdarahan obstetri yang masif adalah atonia uteri 30%, retensio plasenta 18,9% dan trauma jalan lahir 13,9%.2
Seperti pada sel otot lain, sinyal seluler yang mengendalikan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat dikirim secara efektif diantara sel-sel melalui intracellular junctional channels. Komunikasi dibangun antara sel-sel miometrium oleh gap junctions, yang membantu bagian dari arus listrik atau ion coupling sebagai metabolit coupling. Saluran transmembran yang membentuk gap junctions terdiri dari dua protein hemichannels yang disebut connexons dan tiap-tiap connexon terbentuk dari 6 subunit protein connexin.13
Atonia uteri terjadi akibat kegagalan serat-serat otot miometrium untuk berkontraksi dan retraksi yang selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan cepat dan hebat sampai kemudian terjadi syok hipovolemik. Proses kontraksi dan retraksi miometrium bertujuan untuk menekan dan menutup lumen pembuluh darah pada tempat implantasi plasenta, diikuti dengan pembentukan bekuan darah dan obliterasi dari lumen pembuluh darah. Perdarahan pasca persalinan yang fatal dapat terjadi akibat uterus hipotonik walaupun mekanisme koagulasi ibu cukup normal. Sebaliknya, apabila miometrium berkontraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan fatal dari tempat implantasi plasenta walaupun mekanisme pembekuan darahnya sangat terganggu.3,7,19
Ou CW et al. telah meneliti bahwa pada tikus tidak hamil, stimulus mekanis berupa peregangan pada salah satu tanduk uterus menginduksi secara bermakna peningkatan dari kadar connexin 43 mRNA. Connexin 43 yang perupakan protein gap junction juga sangat berperan dalam regulasi dan koordinasi aktivitas kontraksi miometrium. Connexin 43 diduga sebagai mediator untuk meningkatkan electrical coupling pada miometrium saat proses persalinan. Gap junction itu sendiri terdiri dari beberapa saluran transmembran yang menghubungkan kompartemen sitoplasma sel-sel yang berdekatan, dan terdapat bagian dengan hambatan listrik yang rendah dimana hal ini berfungsi dalam proses persalinan, yaitu adanya perambatan impuls listrik seluruh miometrium sehingga memfasilitasi kontraktilitas otot miometrium secara sinkron.16 Pada jaringan hidup connexon berespon terhadap perubahan lokal konsentrasi ion kalsium bebas dalam intrasel dan potensial membran dengan demikian bertanggungjawab dalam mengatur permeabilitas saluran-saluran ion.21
Kontraksi miometrium dikendalikan oleh transkripsi gen yang menghasilkan protein-protein yang dapat menekan atau meningkatkan kontraktilitas seluler. Protein-protein tersebut berfungsi: meningkatkan interaksi antara protein aktin dan miosin yang me-nyebabkan kontraksi otot, meningkatkan eksitabilitas sel-sel miometrium, dan meningkatkan komunikasi intrasel yang memungkinkan pengembangan sinkron-isasi kontraksi.13 Proses kontraksi miometrium diatur oleh mekanisme reseptor dan aktivasi mekanik (stretch) protein kontraktil aktin dan myosin. Pada sisi aktin, interaksi dengan miosin terjadi setelah aktin terkonversi dari bentuk globular (G-Actin) menjadi bentuk filamen (F-Actin).7,12
Pada atonia uteri, penanganan awal dimulai dengan metode konservatif yang sederhana berupa masase uterus, bimanual kompresi uterus dan pemberian uterotonika. Bila gagal dapat dilanjutkan dengan tindakan yang lebih invasif berupa pemasangan tampon atau balon intrauterin. Bila masih terdapat perdarahan dapat dilakukan tindakan pembedahan seperti ligasi pembuluh darah uterus (arteri uterina, arteri ovarika dan arteri hipogastrika) dan penjahitan kompresi uterus (B-Lynch, Hayman, square technique suture) bahkan sampai pada tindakan histerektomi.3,4,14,20 Pada penelitian oleh
Berdasarkan penelitian terhadap uterus tikus, Fareed et al menemukan bahwa trombin merupakan komponen aktif dalam darah yang bertanggungjawab terhadap kontraksi otot polos. Aktivasi trombin dihubungkan 2
Muzakkar et al. : Perbedaan Ekspresi Trombin dan Connexin 43
Kelompok perlakuan: dilakukan model penjahitan kompresi uterus B-Lynch modifikasi Surabaya pada pengamatan ½ jam dan 2 jam. Kelompok kontrol : tidak dilakukan model penjahitan kompresi uterus B-Lynch modifikasi Surabaya pada pengamatan ½ jam dan 2 jam. Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah : 11
Shynlova dkk (2002) didapatkan bahwa periode minimal yang dibutuhkan pada stimulasi mekanik untuk mengaktifkan gen c-fos mRNA, yang mempunyai korelasi positif dengan CAPs, adalah 30 menit dan mencapai puncaknya setelah 2 jam.18 Salah satu metode penjahitan kompresi uterus yang diperkenalkan oleh Sulistyono dari Rumah Sakit Dr. Soetomo, merupakan modifikasi penjahitan kompresi uterus B-Lynch yaitu berupa 3 jahitan vertikal pada uterus dengan cara menusukkan benang chromic no.2 pada 3 cm dari bawah sayatan segmen bawah rahim (SBR), 4 cm dari lateral kiri hingga menembus dinding belakang SBR, kemudian dilakukan ikatan pada fundus uteri. Jarak antar jahitan vertikal 2-3 cm.20 Pada periode Juli 2007 sampai dengan Agustus 2008, di Rumah Sakit Dr. Soetomo telah dilakukan penjahitan kompresi uterus metode Surabaya pada 8 kasus perdarahan pasca persalinan dengan angka keberhasilan 100%.
Kelinci betina dibuntingkan secara bertahap, pembuntingan dilakukan dengan cara : kelinci betina diinjeksi hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) sebanyak 30 IU. Empat puluh jam kemudian diinjeksi Human Chorionic Gonadotropin (HCG) sebanyak 30IU. Setelah injeksi HCG kelinci betina dikawinkan dengan kelinci jantan secara monomating. 17 jam kemudian diperiksa adanya sumbat vagina, jika positif adanya sumbat vagina, kelinci dinyatakan bunting hari pertama. Pada kelinci bunting aterm (usia kehamilan 28–31 hari) dilakukan persalinan sesar, dengan pembiusan menggunakan ketamin dosis 1 mg/kg BB.
Dengan penjahitan kompresi uterus, diharapkan perdarahan segera berhenti akibat adanya obliterasi pembuluh darah oleh jahitan kompresi uterus dan pembentukan bekuan darah. Selanjutnya stimulus mekanik ini akan menginduksi ekspresi dari Trombin dan Connexin 43 oleh sel miometrium. Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, peneliti ingin meneliti proses biomolekuler yang terjadi pada uterus yang dilakukan tindakan model penjahitan uterus B-Lynch modifikasi Surabaya, khususnya peran Trombin dan Connexin 43 dalam kontraksi uterus. Penelitian ini merupakan bagian dari serangkain penelitian mengenai ekspresi proteinprotein kontraktil di miometrium setelah penjahitan kompresi uterus.
Insisi uterus dilakukan secara sagital mengikuti arah pembuluh darah dan yang merupakan daerah yang sedikit pembuluh darah. Pada kelompok perlakuan, dilanjutkan dengan penjahitan kompresi uterus, berupa tiga jahitan vertikal dengan kekuatan yang cukup untuk menimbulkan efek kompresi dan perdarahan berhenti. Uterus pada sisi lateral direseksi pada ½ jam pertama dan pada sisi medial di reseksi setelah 2 jam kemudian, baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol. Sampel yang didapatkan diberi kode tertentu sehingga peneliti dan pemeriksa tidak mengetahui mana kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum semua pemeriksaan selesai dilakukan. Dilakukan pewarnaan sampel pada masing-masing kelompok, yaitu perwarnaan imunohistokimia untuk mengukur ekspresi Thrombin dan Connexin 43. Dilakukan pembacaan sampel dan analisa statistik.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini mempergunakan rancangan penelitian eksperimental murni (true experimental) post test only control group design. Dilakukan pada hewan uji kelinci New Zealand sebagai model penanganan perdarahan pasca persalinan yang menggantikan manusia, oleh karena penelitian ini tidak mungkin dilakukan pada manusia.Penelitian dilakukan di Laboratorium In Vitro dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, sejak bulan September 2010 sampai bulan Januari 2012.
Data dicatat dalam formulir pengumpulan data yang dirancang khusus untuk penelitian ini. Karakteristik subyek penelitian (berat induk tikus, berat janin tikus, jumlah anak pada sisi kanan maupun sisi kiri uterus) digambarkan dalam bentuk statistik deskriptif. Normalitas distribusi data diuji dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov 1 sampel. Bila data berdistribusi normal akan dilanjutkan dengan uji beda menggunakan uji t berpasangan, bila tidak berdistribusi normal akan dilanjutkan dengan uji beda menggunakan Wilcoxon signed rank test. Tingkat kemaknaan yang digunakan 95 % atau a = 0,05. Penghitungan statistik menggunakan alat bantu perangkat lunak SPSS. Kelayakan etik diperoleh dari komisi etik penelitian ilmu dasar/klinik di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Animal Care and Use Committe/ACUC).
Populasi pada penelitian ini adalah induk kelinci New Zealand yang berumur lebih dari 6 bulan, dengan kehamilan aterm dan berat badan sekitar 2000-3500 gram yang dipelihara pada peternakan kelinci Utomo di Batu, Malang. Sampel yang diambil adalah uterus dari populasi diatas, yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu: 3
Majalah Obstetri & Ginekologi Vol. 20 No. 1 Januari – April 2012 : 1-7
HASIL DAN PEMBAHASAN
statistik tersebut disimpulkan bahwa sampel penelitian ini homogen.
Teknik penjahitan kompresi uterus diperkenalkan pertama kalinya oleh Christopher B-Lynch, pada tahun 1997, dan sejak itu telah banyak publikasi tentang keberhasilan teknik ini terhadap tata laksana kasus perdarahan pasca persalinan. Teknik ini bertujuan memberikan tekanan kontinyu pada pembuluh darah yang terbuka pada bekas implantasi plasenta.14 Perdarahan pasca persalinan sangat memerlukan peranan proses hemostasis, yaitu kontraksi dan retraksi miometrium, yang bertujuan untuk menekan dan menutup lumen pembuluh darah pada tempat implantasi plasenta, kemudian diikuti dengan pembentukan bekuan darah dan penyumbatan lumen pembuluh darah.
Trombin Pada penelitian ini didapatkan ekspresi trombin yang lebih tinggi secara bermakna (p < 0,05) pada uterus kelompok yang dilakukan penjahitan kompresi uterus B-Lynch modifikasi Surabaya yaitu 37,64 ± 11,62 dan 51,36 ± 6,95 dibandingkan dengan kelompok yang tidak dilakukan penjahitan kompresi uterus yaitu 26,09 ± 5,80 dan 23,00 ± 9,11 pada masing-masing waktu pengamatan ½ jam dan 2jam. Sejalan dengan penelitian Shintani dkk yang menyebutkan bahwa perdarahan meningkatkan aktivasi dari trombin, yang merupakan konsekuensi fisiologis pada kasus persalinan dan pelepasan plasenta di miometrium. Selain itu, Fareed dkk juga melakukan penelitian pada miometrium tikus, dan diketahui bahwa trombin sebagai komponen aktif yang memberi efek pada otot polos sebagai uterotonik yang poten. Beberapa laporan berikutnya menegaskan, baik secara in vivo dan in vitro bahwa trombin merupakan faktor dalam darah yang bertanggungjawab untuk memicu vasospasme.10
Aktivasi miometrium, secara biokimiawi, dapat digambarkan sebagai suatu peningkatan ekspresi gen yang menyandikan kelompok dari contraction-associated proteins (CAPs), seperti reseptor agonis uterotonik, ion channels, dan gap junctions. Wathes dan Porter melaporkan peningkatan jumlah gap junction setelah peregangan in vivo pada uterus tikus tidak hamil dengan menggunakan balon intrauterin. Penelitian tersebut bertujuan untuk membuktikan hipotesa bahwa stimulus mekanis merupakan suatu modulator penting aktivasi miometrium dan bekerja dengan meningkatkan ekspresi CAPs pada otot polos.16 Selanjutnya, ternyata ikatan kompresi uterus juga merupakan suatu stimulus mekanik yang dapat menginisiasi interaksi antara aktin dan myosin pada otot polos miometrium.15
Kontraksi miometrium memainkan peranan utama dalam biological haemostasis pasca persalinan. Trombin mengaktifkan protease-acticated receptors (PARs) dan menginduksi berbagai respon seluler termasuk kontraksi pembuluh darah dan proliferasi otot polos. Shintani dkk dalam penelitiannya menunjukkan bahwa trombin merangsang kontraksi pada miometrium tikus dan peningkatan respon kontraktil pada miometrium tikus hamil terutama dikarenakan oleh up-regulation PAR1. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa trombin menyebabkan kontraksi yang berkepanjangan dari miometrium tikus disertai peningkatan kadar ion kalsium. Peningkatan kadar ion kalsium oleh karena influx Ca2+ merupakan sinyal intraseluler paling penting dari trombin untuk merangsang kontraksi.17
Karakteristik subyek penelitian Dari 21 ekor kelinci bunting yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, terdapat 3 ekor yang mengalami putus uji sehingga tersisa 18 ekor yang dipersiapkan untuk pemeriksaan. Dari 18 ekor yang diperiksa, didapatkan 3 sampel yang rusak sehingga tersisa 15 sampel, yang kemudian dipilih 11 sampel secara acak untuk dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hasil semua data penelitian berdistribusi normal sehingga analisis statistik yang digunakan adalah uji t berpasangan.
Pada penelitian ini juga dilakukan perbandingan antara masing-masing kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan berdasarkan waktu pengamatan ½ jam dan 2 jam. Hasilnya adalah didapatkan ekspresi trombin yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok perlakuan yaitu 37,64 ± 11,62 dan 51,36 ± 6,95 (p<0,05), sementara pada kelompok kontrol, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna, yaitu 26,09 ± 5,80 dan 23,00 ± 9,11 (p>0,05). Hal ini menguatkan hipotesa tentang efek penjahitan kompresi uterus (stimulus mekanis) terhadap peningkatan ekspresi trombin.
Uji t berpasangan terhadap karakteristik subyek penelitian, untuk berat badan anak kelinci didapatkan 34,5 ± 8,54 untuk uterus kiri dan 32,95 ± 7,16 untuk uterus kanan dengan p > 0,05 yang berarti tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara berat badan anak kelinci. Untuk jumlah anak kelinci didapatkan 2,64 ± 0,50 pada uterus kiri dan 2,55 ± 0,82 pada uterus kanan dengan p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna untuk jumlah anak kelinci. Dari hasil analisis
Interaksi trombin dengan reseptornya, PAR 1, menstimulasi aktivasi berbagai jalur sinyal transduksi, termasuk phosphatidyl-inositol signaling pathway dan menghasilkan osilasi kalsium sitosolik. Perputaran 4
Muzakkar et al. : Perbedaan Ekspresi Trombin dan Connexin 43
kalsium intraselluler melalui cadangan retikulum endoplasma memegang peranan penting selama peningkatan rangsangan osilasi kalsium sitosolik oleh respon terhadap agonis uterotonik klasik. Fenomena yang sama juga terjadi pada saat stimulasi dari trombin. Pada saat trombin berikatan dengan reseptornya yaitu PAR 1, ikatan ini selanjutnya akan berikatan dengan Gaq yang akan mengaktivasi PLC. PLC ini akan menghidrolisis IP2 menyebabkan pelepasan IP3 dan DAG. IP3 ini akan menyebabkan pelepasan ion kalsium SR, sehingga Ca2+ intraseluler meningkat dan akan membentuk Ca2+-Calmodulin, mengaktivasi MLC-kinase, menghasilkan P-Myosin yang akan berikatan dengan FAktin untuk menghasilkan kontraksi.9
juga telah dihubungkan dengan aktivasi berbagai jalur transduksi sinyal, termasuk tyrosine kinases, mitogenactivated protein kinases, protein kinase C, phospholipase C, phospholipase D, IP3, serta peningkatan pada fosforilasi myosin light chain pada arteri karotis babi. Coleman dan Parkington melaporkan bahwa stimulus terhadap otot polos uterus menghasilkan depolarisasi sementara dalam sel otot polos dengan waktu yang konsisten dengan stretch-sensitive ion channels. Kasai dkk juga menunjukkan bahwa stimulus in vitro pada uterus tikus menyebabkan kontraksi otot polos sementara dan influks ion kalsium.16 Connexin merupakan keluarga besar protein transmembran yang memungkinkan komunikasi interseluler, transfer ion-ion dan molekul-molekul penyinalan kecil antar sel. Antara molekul sel-sel adhesi, komunikasi interseluler oleh gap junction adalah yang terpenting untuk mempertahankan fungsi dan hemostasis seluler. Gap junction merupakan kelompok saluran yang terdiri dari 2 connexon atau hemichannel yang masing-masing berperan dalam komunikasi sel. Setiap connexon atau hemichannel tersusun dari 6 protein connexin. Gap junction intercellular communication (GJIC) mewakili satu saluran pusat dari ion-ion, metabolit esensial, dan second messengers, seperti ion kalsium, cAMP, cGMP dan IP3, antara sel-sel yang berdekatan. Penelitian membuktikan bahwa gap junction menjalani regulasi kompleks dan memegang peranan aktif dalam komunikasi dan signaling interseluler.8
Connexin 43 Penelitian ini juga membuktikan adanya ekspresi connexin 43 yang lebih tinggi secara bermakna (p < 0,05) setelah dilakukan penjahitan kompresi terhadap uterus, baik pada pengamatan ½ jam maupun pada pengamatan 2 jam yaitu 52,36 ± 9,84 dan 65,00 ± 6,74, dibandingkan dengan uterus yang tidak dilakukan penjahitan kompresi yaitu 32,63 ± 6,80 dan 29,73 ± 10,83. Hal ini sesuai dengan laporan Ou CW. dkk yang melakukan penelitian pada uterus tikus, dan mengatakan bahwa terdapat peningkatan bermakna dari kadar connexin 43 miometrium setelah dilakukan stimulus mekanis berupa peregangan pada uterus. Connexin 43 merupakan protein utama pembentuk plak gap junction miometrium yang diperlukan untuk pengembangan koordinasi aktifitas kontraksi uterus. Sejalan dengan Wathes dan Porter yang telah melaporkan bahwa stimulus mekanis pada uterus tikus pasca persalinan, meningkatkan jumlah gap junction per mm membran plasma di miometrium.16
Pada proses depolarisasi potensial aksi, gap junction memegang peranan yang cukup penting. Gap junction (Connexin 43) adalah suatu kanal intraseluler yang memfasilitasi komunikasi elektrik dan metabolik antar sel-sel miometrium. Pada kehamilan aterm didapatkan jumlah gap junction yang meningkat dan membuat suatu hubungan elektrik yang diperlukan untuk koordinasi sel miometrium sehingga terjadi suatu kontraksi yang efektif. Gap junction terdiri dari protein connexin yang mempunyai resistensi elektrik yang rendah sehingga terdapat jalur konduksi potensial aksi yang efisien antar sel. Membran sel-sel otot polos berhubungan melalui gap junction sehingga ion-ion dapat mengalir secara bebas dari satu sel otot ke sel otot yang lain. Resistensi elektrik yang rendah menyebabkan potensial aksi yang minimal ataupun aliran ion spontan yang mengalir tanpa potensial aksi dapat mengalir dari satu serat otot ke serat otot yang lain dan menyebabkan serat-serat otot dapat berkontraksi bersama-sama. Hal inilah yang menyebabkan pada penjahitan kompresi uterus akan lebih mudah terjadi depolarisasi potensial aksi yang cukup besar karena komunikasi elektrik antar sel lebih efektif dan sel lebih mudah tereksitasi.11,13
Analisa statistik pada penelitian ini juga dilakukan perbandingan ekspresi connexin 43 antara masingmasing kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan berdasarkan waktu pengamatan. Hasilnya adalah terdapat peningkatan yang bermakna ekspresi connexin 43 pada kelompok perlakuan (p < 0,05) yaitu 52,36 ± 9,84 dan 65,00 ± 6,74, sementara pada kelompok kontrol, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna yaitu 32,64 ± 6,80 dan 29,73 ± 10,83 (p>0,05). Hal ini juga menguatkan hipotesa tentang efek penjahitan kompresi uterus (stimulus mekanis) terhadap peningkatan ekspresi connexin 43. Stimulus mekanis juga telah diketahui sebagai pengubah kontraktilitas otot polos. Bagaimanapun, mekanisme pasti transduksi peregangan terhadap sinyal intraseluler dan akhirnya respon seluler, masih kurang dimengerti. Penelitian pada otot polos selain uterus juga telah menimbulkan stretch-activated channels. Peregangan 5
Majalah Obstetri & Ginekologi Vol. 20 No. 1 Januari – April 2012 : 1-7
Peningkatan Ca2+ intraseluler akan menginisiasi rangsangan pada sebagian besar kontraksi otot polos. Peningkatan Ca2+ dapat disebabkan oleh stimulasi saraf, stimulasi hormon, regangan pada serat otot (stimulasi mekanik) atau perubahan biokimia pada serat otot. Pada miometrium, efek dari peningkatan Ca2+ intraseluler dimediasi oleh suatu Ca2+ binding protein Calmodulin (CAM). Kompleks Ca2+ -CAM berikatan dan meningkatkan aktivitas dari myosin light chain kinase (MLCK) dengan suatu mekanisme yang menurunkan aliran autoinhibitory region dari kinase tersebut. MLCK memfosforilasi myosin 20 kD light chain pada suatu residu serine yang spesifik di dekat terminal N. Fosforilasi myosin berhubungan dengan suatu peningkatan aktivitas akto-myosin ATP-ase dan memfasilitasi interaksi aktin–myosin dengan meningkatkan fleksibilitas pada myosin head. MLC setelah mengalami fosforilasi sebagai respon dari myosin kinase akan mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan filamen aktin. Fosforilasi MLC memicu cross bridge cycling di sepanjang filamen tipis aktin dan menimbulkan kontraksi.13,22 Kontraksi otot polos rahim terjadi oleh adanya interaksi yang sama antara filamen miosin dan aktin.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
KESIMPULAN 13. Ekspresi trombin dan connexin 43 uterus kelinci New Zealand lebih tinggi secara bermakna setelah dilakukan penjahitan kompresi uterus pasca persalinan sesar sebagai model penjahitan B-Lynch modifikasi Surabaya.
14.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
3.
4.
5.
6.
15.
Ahmad S dkk. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2009. Al-Zirqi I, Vangen S, Forsen L and Pedersen S. Prevalence and risk factors of severe obstetric haemorrhage BJOG. 2008; 115:1265 Anderson JM and Etches D. Prevention and management of postpartum hemorrhage. American academy of family physicians. 2007; (75): 875 – 882. B-Lynch C. Conservative Surgical management. In: A Text Book of Postpartum Hemorrhage 1st ed. UK : Sapiens, 2006. p. 287-298. Coughlin SR. Thrombin Signaling and proteaseactivated receptors. Cardiovascular Research Institute and Departments of Medicine and Pharmacology, University of California. San Francisco, California; 2000, p. 258-263. Coughlin SR. How the protease thrombin talks to cells. Cardiovascular Research Institute and
16.
17.
18.
6
Departments of Medicine and Pharmacology, University of California. San Francisco, California; 2000, p. 11023-11027. Cunningham FG et al. Maternal Anatomy. In William Obstetrics.. 23nd edn. The McGraw-Hill Companies Inc.; 2010, p. 14-35; 136-172; 757-803. Dbouk HA, Mroue RM, El-Sabban WE, Talhouk RS. Connexins: a myriad of functions extending beyond assembly of gap junction channels. Licensee BioMed Central Ltd : 2009; p. 1-32 Elovitz MA, Saunders T, Ascher-Landsberg J, Phillippe M. Effect of thrombin on myometrial contractions in vitro and in vivo. Am J Obstet Gynecol. 2000; 183(4): 799-804. Elovitz MA, Saunders T, Ascher-Landsberg J, Phillippe M. The mechanisms underlying the stimulatory effects of thrombin on myometrial smooth muscle. Am J Obstet Gynecol. 2000: 183(3): 674-679. Garfield RE and Maner WL. Physiology and electrical activity of uterine contractions. Semin Cell Dev Biol. , 2007; 18(3): 289 - 295 Gerthoffer WT and Gunst SJ. Focal adhesion and small heat shock proteins in the regulation of actin remodelling and contractility in smooth muscle. Signal Transduction in Smooth Muscle. J Appl Physiol. 2001. 91: 963-972. Guyton AC and Hall JE. Contraction and excitation of smooth muscle. In: Textbook of medical physiology. 11th edition. Elsevier Saunders Inc; 2006: p. 92–100. Hamamy EE and Lynch CB. A worldwide review of the uses of the uterine compression suture techniques as alternative to hysterectomy in the management of severe post-partum haemorrhage. Journal of Obstetrics and Gynaecology; 2005: 25(2):143–149. MacIntyre DA, Chan EC, Smith R. Myometrial Activation-Coordination, Connectivity and Contractility. Fetal and Maternal Medicine Review; 2007; 18(4): 333-356 Ou CW and Chen ZQ. Increased Expression of the Rat Myometrial Oxytocin Receptor Messenger Ribonucleic Acid during Labor Requires Both Mechanical and Hormonal Signals. Biology of Reproduction. 1998;59: 1055–1061. Shintani Y, Hirano K, Nishimura J, Nakano H, Kanaide H. Enhanced contractile respone to thrombin in the pregnant rat myometrium. British Journal of Pharmacology. 2000; 131:1619-1628. Shynlova OP, Oldenhof AD, Liu M, Langille L, Lye SJ. Regulation of c-fos expression by static stretch in rat myometrial smooth muscle cells.Am J Obstet Gynecol. 2002; 186(6):1358-1365.
Muzakkar et al. : Perbedaan Ekspresi Trombin dan Connexin 43
19. Smith R. Parturition. Mechanisms of disease. Review article. The New England Journal of Medicine. 2007: 356:271-283. 20. Sulistyono A. Conservative Surgical Management of Postpartum Hemorrhage (PPH) using ‘Surabaya Methode’ (Modified B-Lynch Compression
Suture). Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology. 2010: 34(3): 108-113. 21. Unwin P and Ennis P. Calcium-mediated Changes in Gap junction Structure: Evidence from the Low Angle X-ray Pattern. 1983; 97:1459-1466. 22. Wray S. Insight into the uterus. Experimental Physiology. 2007; 92(4):621–631.
7