ABSTRAK PT. PP (Persero) banyak mengalami cost overrun karena masalah kontrak. walaupun telah diterapkan Standard Prosedur Manajemen Risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengelolaan risiko kontrak. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dan pengumpulan data menggunakan metode survei. Data diolah dengan analisa Deskriptif, AHP, Korelasi dan Regresi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 12 risiko kontrak yang menjadi prioritas, Pengguna Jasa yang memiliki risiko kontrak tertinggi adalah Swasta Developer, dan tindakan risiko yang selalu dilakukan yaitu identifikasi dan analisa risiko, risk contingency, kondisi penawaran, dan negosiasi kontrak ulang. Kata kunci : Pengelolaan Risiko, Risiko Kontrak, Kinerja Biaya.
ABSTRACT PT. PP (Persero) has underwent many cost overrun at its projects caused by contract risks even though Standart of Risk Management Procedure is already applied. The purpose of this research is to get management of contract risk. Method applied in this research is case study and collecting data by using surveymethod. Datas are processed by Analysis of Descriptive, AHP, Correlation and Regression. As Results, there are 12 prioritized contract risks, service user with highest contract risk is Private Developer, and main risk responses are identification-risk analysis, risk contingency, condition of bid, and re-negotiation of contract. Keywords : Risk Management, Contract Risk, Cost Performance
BAB 1 PENDAHULUAN Page 1 of 40
1.1 Latar Belakang Industri jasa konstruksi merupakan industri yang memiliki karakteristik khusus yang sulit untuk diantisipasi karena unik, sumber daya yang berfluktuasi, melibatkan banyak pihak dan kepentingan, masalah kondisi alam dan tidak adanya standart yang baku. Umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konstruksi adalah kontraktor, pemilik, arsitek, konsultan, tenaga kerja, asuransi, pemerintah, supplier material dan lainnya. Hal-hal yang tak dapat dipisahkan dari kondisi konstruksi seperti kondisi tanah, topografi permukaan, cuaca, transportasi, suplai material, perlengkapan dan pelayanan, sub kontraktor serta kondisi buruh yang merupakan bagian dari proyek konstruksi. Proyek konstruksi adalah subyek yang dipengaruhi oleh banyak variabel dan faktor-faktor yang tidak terduga. Pembangunan proyek konstruksi memerlukan banyak keahlian, material, alat, dan sumber daya yang berbeda. Banyaknya faktor-faktor dan pihak-pihak yang mempengaruhi proyek konstruksi dan karakteristik yang khusus menyebabkan banyak terjadi risiko dalam pelaksanaan proyek. Sumber risiko dapat diartikan sebagai faktor yang dapat menimbulkan kejadian yang bersifat negatif atau positif. Sebagai contoh, di bawah ini adalah sumber risiko dari suatu proyek: a. Risiko yang berkaitan dengan bidang manajemen b. Risiko yang berkaitan dengan bidang teknis dan implementasi c. Risiko yang berkaitan dengan bidang kontrak dan hukum d. Risiko yang berkaitan dengan situasi ekonomi, sosial, dan politik PT. PP (Persero) adalah salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi nasional yang didirikan pada 26 Agustus 1953. Bisnis utama perusahaan ini adalah sebagai pelaksana konstruksi Sipil dan Gedung. Pada periode awal konstruksi Indonesia, PT. PP (Persero) diserahkan oleh pemerintah proyek-proyek hotel. Perkembangan selanjutnya PT. PP (Persero) mengerjakan berbagai jenis proyek di seluruh Indonesia dan beberapa proyek di luar negeri. Dari aspek nilai penjualan, perkembangan hingga tahun 2007 menunjukkan pertumbuhan nilai yang tinggi (Gambar 1.1)
Page 2 of 40
Adanya tingkat pertumbuhan yang tinggi tersebut menuntut pengelolaan proyek yang lebih baik agar target laba proyek dapat tercapai. Dalam pelaksanaan proyek, PT. PP (Persero) sering mengalami risiko atas kompleksitas proyek yang dikerjakan yang berdampak pada penurunan kinerja biaya/cost overrun risk (COR). Risiko yang berdampak pada kinerja biaya tersebut terjadi karena hal yang sebelumnya telah diprediksi maupun yang tidak diprediksi. Risiko biaya yang terjadi pada suatu proyek menyebabkan berkurangnya keuntungan dan bahkan kerugian pelaksanaan proyek konstruksi. Tingginya risiko pada proyek konstruksi menyebabkan biaya pelaksanaan proyek yang tinggi yang berpotensi mempengaruhi performance perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Sebagai langkah dalam mengantisipasi risiko dan agar pengelolaan proyek menjadi lebih baik, PT. PP (Persero) membuat Prosedur standar Manajemen Risiko. Hal tersebut tertuang dalam Work Instruction yang termasuk dalam salah satu elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 : 2000. Prosedur tersebut mulai diberlakukan pada 12 Desember 2005. Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa biaya pelaksanaan proyek justru mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat pada rasio biaya terhadap nilai penjualan / produksi tahun 2006 dan
Page 3 of 40
tahun 2007 yang lebih besar dari pada nilai rasio biaya terhadap nilai penjualan pada tauhn 2005. Gambar berikut ini menunjukkan perkembangan rasio biaya terhadap nilai penjualan / produksi pada pelaksanaan proyek PT. PP (Persero).
Gambar 1.2. Perkembangan Rasio Biaya vs Penjualan Proyek 1998 – 2007 Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa prosedur Manajemen Risiko yang mulai diterapkan oleh PT. PP (Persero) pada akhir Tahun 2005 belum efektif dalam menekan rasio biaya proyek. Hal tersebut juga dapat berarti bahwa risiko yang terjadi dalam pelaksanaan proyek belum dapat dikelola dengan baik. Cost overrun pada PT. PP (Persero) ditunjukkan oleh indikator Projected Final Cost (PFC) terhadap Rencana Anggaran Biaya Tender (RAPT) maupun Rencana Anggaran Biaya Kendali (RAPK). PFC merupakan prediksi rasio biaya akhir proyek. PFC tersebut dihitung setiap bulan sebagai indikator Cost Overrun (COR). Banyaknya proyek yang mengalami kenaikan biaya / Cost Overrun, menunjukkan bahwa pelaksanaan standar prosedur mengenai manajemen risiko belum berjalan sebagaimana semestinya. Kesadaran atas pentingnya manajemen risiko yang didukung dengan data base pengalaman perusahaan dapat menjadi penyebab masih terjadinya penyimpangan biaya pada proyek konstruksi.
Page 4 of 40
Berdasarkan data yang ada, dari 40 proyek yang mengalami cost overrun, terdapat 20 proyek (50.0%) disebabkan oleh masalah pada aspek kontrak. Hal ini berarti sebagian besar cost overrun disebabkan karena masalah kontrak. Ditunjukkan oleh data tersebut bahwa cost overrun karena masalah kontrak umumnya terjadi pada proyek swasta dengan frekuensi yang tinggi terutama pada proyek swasta developer. Tingginya penyebab cost overrun karena aspek kontrak dapat dikarenakan kondisi kontrak konstruksi saat ini belum sesuai harapan. Kondisi kontrak dinilai masih berat sebelah dan menguntungkan pihak pengguna jasa/owner terutama owner swasta. Perbedaan pendapat, perselisihan hingga sengketa dengan pihak owner sering terjadi karena masalah kontrak. Pertumbuhan penjualan proyek yang tinggi yang tidak disertai dengan pengelolaan risiko yang belum optimal, serta tingginya frekuensi dan dampak risiko kontrak pada proyek konstruksi menyebabkan perlunya penelitian mengenai pengelolaan risiko kontrak yang lebih baik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada bagian latar belakang, maka dihasilkan suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Deskripsi Masalah PT. PP (Persero) sering mengalami risiko atas kompleksitas proyek yang dikerjakan yang berdampak pada penurunan kinerja biaya/cost overrun risk. Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor dan pihak-pihak yang mempengaruhi proyek konstruksi. PT. PP (Persero) telah membuat Prosedur standar Manajemen Risiko yang tertuang dalam Work Instruction yang termasuk dalam salah satu elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 : 2000 yang mulai diberlakukan pada 12 Desember 2005. Namun perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa biaya pelaksanaan proyek justru meningkat setelah diberlakukannya Standart tersebut. Hal ini terlihat pada rasio biaya terhadap nilai penjualan / produksi tahun 2006 dan tahun 2007 yang lebih besar dari tahun 2005.
Page 5 of 40
1.2.2 Signifikansi Masalah Penerapan Standard Prosedur Manajemen Risiko diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan proyek dalam mengelola risiko yang terjadi sehingga akan menekan terjadinya cost overrun. Namun data menunjukkan telah terjadi peningkatan rasio biaya pelaksanaan proyek. Penelusuran lebih jauh menunjukkan bahwa penyebab terbesar terjadinya cost overrun pada proyek yang dikerjakan adalah pada aspek kontrak yang dikarenakan kondisi kontrak proyek konstruksi saat ini masih belum sesuai harapan dimana belum terjadi keseimbangan dalam kontrak. Pertumbuhan penjualan proyek yang tinggi tanpa disertai dengan pengelolaan risiko yang baik, serta tingginya frekuensi dan dampak risiko kontrak pada proyek konstruksi akan menyebabkan sulit tercapainya pertumbuhan laba perusahaan. 1.2.3 Rumusan Masalah Dalam mengatasi permasalahan dan berdasarkan signifikansi masalah yang telah disebutkan di atas, maka rumusan masalah yang dapat dibuat adalah sebagai berikut: 1. Risiko dominan apa saja yang terjadi atas kontrak yang dapat mempengaruhi kinerja biaya? 2. Bagaimana tingkat dan perbedaan risiko kontrak pada Pengguna Jasa Pemerintah, Swasta Non-Developer dan Swasta Developer. 3. Bagaimana tindakan risiko yang tepat atas terjadinya risiko kontrak?
1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan masalah di atas, yaitu ; Page 6 of 40
1. Mengidentifikasi faktor risiko kontrak yang paling menentukan yang dapat mempengaruhi kinerja biaya 2. Mengetahui tingkat dan perbedaan risiko kontrak pada kontrak dengan Pengguna Jasa Pemerintah, Swasta Non-Developer, dan Swasta Developer. 3. Mengetahui tindakan risiko terhadap faktor risiko kontrak dapat mempengaruhi kinerja biaya 1.4. Batasan Masalah Banyak faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kinerja biaya pada proyek kontruksi gedung. Dalam makalah ini, dilakukan pembatasan pada halhal yang dianggap dominan sehingga pembahasannya dapat fokus dan efektif. Adapun batasan masalah dalam makalah ini sebagai berikut: 1. Sumber risiko yang akan dibahas adalah sumber risiko pada kontrak. 2. Kontrak yang dbahas adalah kontrak antara kontraktor dan Pengguna Jasa 3. Dampak risiko yang dibahas adalah kinerja biaya (kenaikan biaya) 4. Obyek pembahasan adalah PT. PP (Persero) 5. Jenis proyek yang dibahas adalah proyek konstruksi.
1.5 Manfaat Makalah ini diharapkan akan memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Memberikan informasi yang penting terhadap pengelolaan risiko pada aspek kontrak yang memberikan dampak yang besar terhadap kinerja biaya 2. Menjadi informasi kepada perusahaan kontraktor di Indonesia dalam mengelola risiko proyek konstruksi
BAB II PERMASALAHAN
Page 7 of 40
2.1. Riwayat Perusahaan PT. PP (Persero) PT. PP (Persero) didirikan pada tanggal 26 Agustus 1953. Pada saat didirikan PT. PP (Persero) mendapat kepercayaan membangun Perumahan Pejabat PT Semen Gresik Tbk, anak perusahaan BAPINDO di Gresik. Seiring dengan kepercayaan yang terus meningkat, PT. PP (Persero) mendapat tugas untuk membangun proyek-proyek besar hasil rampasan perang dari Pemerintah Jepang yaitu: Hotel Indonesia, Bali Beach Hotel, Ambarukmo Palace Hotel dan Samudera Beach Hotel. Selama lebih dari 5 (lima) dekade, PT. PP (Persero) telah menjadi pemain utama dalam bisnis konstruksi nasional, berbagai mega proyek Nasional dikelola dan dikerjakan PT. PP (Persero). Kemudian dimulai pada tahun 1991, PT. PP (Persero) menempuh diversifikasi usaha di antaranya usaha sewa ruang kantor di Plaza PP dan pengembangan usaha realti di Kawasan Cibubur, selain itu juga membentuk beberapa anak perusahaan dengan menggandeng mitra dari dalam dan luar negeri. Bidang usaha utama PT. PP (Persero) adalah Jasa Kontraktor, meliputi pekerjaan bangunan gedung bertingkat tinggi (high rise building) dan bangunan sipil lainnya seperti pekerjaan irigasi, pelabuhan, bandar udara, jalan dan jembatan, bendungan, pembangkit listrik dan lain-lain. Selain bidang konstruksi, PT. PP (Persero) juga berperan sebagai pengembang (developer), khususnya dalam pengembangan Asset Idle Perusahaan. Ada 7 (tujuh) bidang pekerjaan yang digeluti PT. PP (Persero) pada hampir sepanjang usia usahanya. Yang paling besar dan menjadi andalan adalah jasa pengerjaan bangunan gedung.
Page 8 of 40
Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. PP (Persero) Sumber: Company Profile PT. PP (Persero) 2.2.Permasalahan mengenai Risiko Atas Kontrak 2.2.1. Permasalahan mengenai Risiko dominan yang terjadi atas kontrak yang dapat mempengaruhi kinerja biaya dan tindakan risiko yang tepat atas terjadinya risiko kontrak 2.3.Permasalahan Mengenai Pelanggaran Kontrak 2.3.1.Permasalahan mengenai keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan. Contoh kasus : Seorang kontraktor dari PT.PP (Persero) pada proyek pembangunan bendung Mursapa di Cepu mengalami keterlambatan pekerjaan selama 5 bulan dari total waktu rencana penyelesaian 12 bulan.Untuk prestasi yang dicapai tersebut apakah kontraktor dapat dinilai melanggar kontrak?kalau memang
Page 9 of 40
ulah kontraktor tersebut melanggar ketentuan kontrak apakah pelanggaran tersebut bersifat material? Analisa terhadap kasus di atas: •
Konsep penilaian terhadap kadar pelanggaran kontrak ada 2, yaitu:
1. Pelanggaran material, Akibat dari pelanggaran ini adalah pemutusan hubungan kerja. 2. Pelanggaran imaterial, Akibat dari pelanggaran ini adalah ganti rugi finansial/bahkan tidak sama sekali oleh si pelanggar.
Dalam penggolongan jenis pelanggaran harus mencermati secara
seksama penyebab pelanggaran dan suasana pada saat tersebut.belum tentu pelanggaran
yang
dilakukan
oleh
kontraktor
sepenuhnya
adalah
kesalahannya.Hal ini mungkin disebabkan oleh pihak lain yang akibatnya harus ditanggung oleh kontraktor.Setelah ditinjau,kronologi mulai dari proyek dilaksanakan sampai saat tersebut ternyata adalah terjadi redisain terhadap gambar rencana yang mengakibatkan pelaksanaan di lapangan terhenti dan baru dapat dimulai kembali setelah gambar rencana selesai. Kesimpulan:
Kondisi demikian termasuk dalam pelanggaran material oleh pihak
penilai karena hal tersebut sudah ada dalam surat perjanjian mengenai waktu pelaksanaan proyek, sehingga pemilik dalam hal ini bisa memutuskan hubungan kerja sesuai dengan surat kontrak
Page 10 of 40
1.2. Permasalahan mengenai Pemutusan Kontrak Contoh Kasus : Seorang pemilik menilai kualitas pekerjaan pembetonan pada lantai kedua dari sebuah bangunan yang dilakukan oleh kontraktor sebuah perusahaan jasa konstruksi yang tidak memenuhi spesifikasi teknis yang telah di tetapkan .Tanpa pemberitahuan lebih lanjut, pemilik memutuskan hubungan kontrak karena beranggapan bahwa kontraktor melakukan pelanggaran material. Analisis kasus: Pada persolan tersebut di atas , seharusnya pemilik tidak langsung memutuskan hubungan kerja, tetapi harus memberitahukan lebih dahulu kepada kontraktor perihal pelanggaran yang dilakukan karena kontraktor berhak memperoleh pemberitahuan terlebih dahulu dan kesempatan untuk memperbaikinya.
1.3. Permasalahan Mengenai Kerugian Akibat Pelanggaran Kontrak contoh kasus : PT.PP(Persero) terikat kontrak dengan owner dengan nilai kontrak total sebesar Rp 10 juta dan diberhentikan oleh pemilik(owner) pada saat mencapi prestasi 50% karena dinyatakan tidak berhasil dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka pemilik memilih kontraktor lain yaitu PT.Sumber Jaya Utama untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.Bagaimana dengan biaya penyelesaiannya? analisis kasus: Sistem pendanaannya yaitu semua biaya yang dikeluarkan untu penyelesain tersebut diambil dari sisa pembayaran terhadap kontraktor yang pertama.Jika biaya yang dikeluarkan lebih besar maka kontraktor yang melanggar kontrak berkewajiban membayar.misal dri kasus di atas jika PT.Sumber Jaya Utama Page 11 of 40
selaku kontraktor kedua tidak bersedia menyelesaikan dengan biaya Rp.5 juta tetapi sanggup jika biayanya Rp.7,5 juta maka kekurangan Rp.2,5 juta dibebankan pada kontraktor yang pertama yaitu PT.PP(Persero).
1.4. Permasalahan Mengenai perikatan hukum kontrak konstruksi Pemutusan kontrak di proyek jalan: 1. suatu kontrak pekerjaan peningkatan jalan, panjang 40 KM di Jawa Barat 2. penyedia jasa perusahaan PT. PP (persero), kontraktor A (lokal) dan B (asing) 3. kontraktor A ternyata tidak punya apa-apa, kontraktor B sleeping partner, dalam pelaksanaan pekerjaan kontraktor A sebagai team leader dan yang menandatangani kontraknya 4. dalam pelaksanaan pekerjaan kontraktor A tidak mempunyai modal yang cukup sewa alat-alat besar tidak dibayar, sub kontraktor usaha kecil tidak dibayar. pengembalian kredit ke bank macet akibatnya: 5.
Pemutusan kontrak berlarut – larut,pimpro tidak berani mengambil tindakan tegas karena komisaris utama perusahaan adalah mantan pejabat tinggi dan mantan gubernur ( kondisi ini dimanfaatkan benar oleh kontraktor )
6. 13 tahun kemudian kontraktor menggugat pimpro ke pengadilan karena dulu merasa tidak diperlakukan secara adil. Langkah – Langkah Yang Diperlukan Untuk Mengatasi Masalah Ini Yaitu : Lakukan preconstructions meeting, tegaskan tugas dan kewajiban kontraktor, program mobilisasi, masukan dalam adendum kontrak. Jadwal waktu pelaksanaan (curva S). Berikan test case 3 bulan pembuktian pencapaian target fisik.
Page 12 of 40
Setiap pekerjaan harus ada request dan approval. Buat laporan harian (mencatat: jumlah tenaga yang ada dilapangan, bahan, dan peralatan yang tersedia, volume yang dihasilkan, data hujan) nantinya diminta hakim sebagai bukti kontraktor wanprestasi. Buat teguran untuk setiap keterlambatan pekerjaan, ingatkan pasal – pasal terkait dengan sanksi atau putus kontrak. Lakukan rapat pembuktian setiap 3 bulan pada kondisi keterlambatan yang telah mencapai kritis, berikan peringatan – peringatan.
Tahap – Tahap Menuju Proses Pemutusan Kontrak Periksa dengan teliti pasal – pasal dokumen kontrak tentang pemutusan kontrak (pasal 59), misalkan ada yang berbunyi : “Kontraktor dapat diputus kontrak apabila dalam periode 28 hari berturut – turut terbukti tidak bekerja atau kontraktor meninggalkan lapangan.” Harus terbukti secara dokumentasi bahwa kontraktor memang tidak bekerja selama 28 hari berturut – turut yaitu dari bukti laporan harian. Putus kontrak secara sepihak dapat dilakukan dalam hal keterlambatan melebihi jumlah denda perhari senilai jaminan pelaksanaan. Setelah diyakini kontraktor tidak mungkin dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak, keluarkan surat pemutusan kontrak secara sepihak. Sisa jaminan pelaksanaan setorkan ke kas negara (periksa dengan teliti masa laku jaminan pelaksanaan, ajukan klaim sebelum habis masa berlaku jaminan).
Page 13 of 40
Bentuk panitia pemutusan kontrak, undang kontraktor untuk hitung – hitungan, buat berita acara pemutusan kontrak. Simpan dokumen proyek di tempat yang aman yang setiap saat dapat dengan mudah dicari. Proses Gugatan Di Pengadilan Setelah 13 tahun kontraktor menggugat ke pengadilan didahului dengan somasi, somasi dilakukan selama 5x. Setiap somasi harus dijawab, bila tidak dijawab kontraktor dapat mengajukan gugatannya langsung ke pengadilan. Kontraktor mendaftarkan gugatannya ke pengadilan. Pimpro membuat eksepsi atas gugatan kontraktor (disarankan menggunakan
pengacara dari luar, seharusnya pengacara disediakan dari staff biro hukum, tapi biasanya kualifikasinya lemah, dan dan dari pengalaman Pimpro sering kalah didalam pengadilan). Pengadilan melakukan pemanggilan untuk sidang di pengadilan. Sidang ke 1. Replik : Mendengarkan gugatan kontraktor. Sidang ke 2. Duplik : Mendengarkan eksepsi dari Pimpro. Keputusan pengadilan negeri (belum merupan keputusan tetap). Yang kalah tidak menerima keputusan pengadilan, dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi, paling lambat 2 minggu sejak keputusan pengadilan negeri. Kontraktor membuat memori banding, dan Pimpro membuat kontra memori banding (Pimpro bisa saja tidak membuat memori banding, atau tidak menggunakan haknya, Pimpro dapat juga membiarkan atau tidak mengurus proses banding tersebut berjalan apa adanya).
Page 14 of 40
Akan ada pemberitahuan kepada Pimpro dari pengadilan negeri bahwa memori banding akan dikirim ke pengadilan tinggi, dan diberi waktu 2 minggu kepada Pimpro untuk menyiapkan kontra memori banding. Pengadilan tinggi hanya memeriksa berdasarkan berkas memori banding yang diajukan. Pengadilan tinggi dapat : mengukuhkan putusan PN, membatalkan putusan PN atau membuat putusan sendiri yang sama sekali tidak berdasarkan keputusan PN (merubah sifat putusan PN). Pencabutan gugatan banding dapat dilakukan sebelum putusan pengadilan tinggi. Yang kalah tidak menerima putusan pengadilan tinggi dapat mengajukan
kasasi ke mahkamah agung (MA), paling lambat 2 minggu sejak keputusan pengadilan tinggi.
Page 15 of 40
BAB III PEMBAHASAN MASALAH
3.1. Pengelolaan Risiko Risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan. Risiko memiliki tiga unsur, yaitu [24]: 1. Kejadian Kejadian adalah barang yang diproduksi tidak laku dijual. 2. Kemungkinan Barang yang diproduksi bisa saja (memungkinkan untuk) terjual atau bisa saja tidak terjual. 3. Akibat Jika barang sampai tidak terjual, akibat yang merugikan adalah tidak memperoleh pendapatan sementara sudah banyak biaya yang dikeluarkan. Kondisi mengenai tiga unsur risiko tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Dalam konteks proyek, risiko adalah suatu kondisi atau peristiwa tidak pasti yang jika terjadi mempunyai efek positif atau negatif terhadap sasaran proyek. Sebuah risiko mempunyai penyebab dan jika risiko itu terjadi, akan ada konsekuensi. Jika yang terjadi adalah peristiwa yang tidak pasti, maka dampaknya adalah pada biaya, jadwal, dan kualitas proyek. Risiko merupakan kemungkinan terjadinya hal-hal yang akan berdampak negatif terhadap sasaran. Risiko diukur dengan melihat konsekuensi yang mungkin terjadi dan besarnya probabilitas terjadinya risiko tersebut (AS/NZS, 1999). Dengan pembahasan khusus untuk kontraktor, maka risiko dapat didefinisikan sebagai berikut :“Risiko usaha kontraktor adalah kemungkinan terjadinya sesuatu keadaan/peristiwa/kejadian dalam proses kegiatan usaha, yang dapat berdampak negatif terhadap pencapaian sasaran usaha yang telah ditetapkan”. Definisi manajemen risiko menurut PMBOK, yaitu sebagai berikut: Page 16 of 40
a. Merupakan proses formal, dimana faktor-faktor risiko secara sistematis diidentifikasi, dianalisis dan ditangani. b. Merupakan suatu metode pengelolaan sistematis yang formal yang berkonsentrasi pada mengidentifikasi dan mengendalikan area atau kejadian-kejadian yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perubahan yang tidak diinginkan. c. Di dalam konteks suatu proyek, merupakan suatu seni dan ilmu pengetahuan dalam mengidentifikasi, menganalisis dan merespon terhadap faktor-faktor risiko yang ada selama pelaksanaan suatu proyek. Menurut Kezner (1995), manajemen risiko adalah sebuah proses mengidentifikasi dan mengukur dan mengembangkan, menyeleksi dan mengatur pilihan-pilihan untuk menangani risiko-risiko tersebut. Manajemen risiko yang layak adalah yang mengaplikasikan kemungkinan-kemungkinan di masa yang akan datang dan bersifat proaktif ketimbang reaktif. Dalam hal ini manajemen risiko tidak hanya mengurangi kecenderungan terjadinya risiko, tetapi juga dampak yang ditimbulkan risiko tersebut. Manajemen risiko adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang digunakan di dalam suatu organisasi atau perusahaan yang pada dasarnya merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan yang dilakukan terus-menerus untuk mengendalikan kemungkinan timbulnya risiko yang membawa konsekuensi merugikan bagi organisasi atau perusahaan yang bersangkutan, termasuk di dalam suatu proyek. Manajemen risiko merupakan suatu proses yang sistematis dan terorganisir mulai dari identifikasi risiko, analisa risiko, pengurangan
atau
peniadaan
risiko
secara
efektif
untuk
mencapai
sasaran/tujuan (C. Duffield & B. Trigunarsyah, 1999). 3.1.1 Sumber Risiko Identifikasi terhadap bagian-bagian yang kritis dari risiko adalah langkah pertama untuk melaksanakan penilaian risiko agar tercapai sasaran proyek. Sumber-sumber risiko diidentifikasi berdasarkan pertanyaan mengapa dan bagaimana kemungkinan-kemungkinan risiko yang ada sehingga dapat menyebabkan kerugian (Y.Y. Haimes,1998) Page 17 of 40
Pihak-pihak yang terlibat dalam jasa konstruksi memiliki tingkat risiko yang dihadapi yang berbeda-beda. Kontraktor umum, Developer, dan Arsitek merupakan pihak yang memiliki tingkat risiko yang tinggi. Peluang terbesar terjadinya sebuah peristiwa risiko (misal kesalahan estimasi waktu, estimasi biaya, atau teknologi desain) adalah dalam hal konsep, perencanaan, dan tahap mulai (start-up) dari proyek. Dampak biaya suatu peristiwa risiko di dalam proyek lebih kecil jika peristiwa terjadi lebih awal, bukan kemudian. Tahap-tahap awal dari proyek menunjukkan periode ketika ada kesempatan untuk memperkecil dampak atau pekerjaan di sekitar risiko potensial. Dan sebaliknya, ketika proyek berlangsung separuh jalan, biaya peristiwa risiko yang terjadi meningkat dengan cepat. Mengenali peristiwa risiko proyek dan memutuskan respons sebelum proyek mulai adalah sebuah pendekatan yang lebih bijaksana daripada tidak mencoba mengelola risiko. Gambar berikut menjelaskan grafik peristiwa risiko:
Gambar 2.6. Grafik Peristiwa Risiko Sumber : Imam Soeharto (1999) Menurut PMBOK terdapat beberapa kategori sumber-sumber risiko, diantaranya : 1. Eksternal, tetapi tidak dapat diperkirakan 2. Eksternal, yang dapat diperkirakan, tetapi tidak dapat dipastikan 3. Internal non teknis Page 18 of 40
4. Internal Teknis 5. Legalitas Sumber-sumber utama timbulnya risiko yang umum menurut Perry & Hayes (1985), Curtis & Napier (1992), dilihat dari beberapa jenis risiko, di antaranya fisik, lingkungan, perancangan, logistik, keuangan, aspek hukum, perundang-undangan, keamanan, politik, konstruksi dan operasional (Diah Pitaloka, 2002). Sumber risiko menurut John A. Rutgers pada bagian Procurement & Construction adalah: a. Waktu b. Biaya c. Kinerja d. Perubahan Design e. Kenaikan suku bunga f. Akibat kerusakan g. Force majeure h. Perubahan nilai mata uang Pendekatan lain yang dilakukan dalam mengidentifikasi risiko menurut Roger Flanagan berdasarkan sumber dan dampaknya seperti terlihat pada bagan di bawah ini, dimana ada risiko yang dapat dikendalikan / di kontrol dan ada yang tidak dapat dikendalikan. Kedua jenis risiko tersebut terbagi menjadi dua, yaitu risiko yang terikat dan risiko yang bebas. Sumber dan dampak risiko yang terikat ini terbagi menjadi dua, yaitu terikat penuh dan sebagian. Sumber risiko dapat diartikan sebagai faktor yang dapat menimbulkan kejadian yang bersifat negatif atau positif. Sebagai contoh, di bawah ini adalah sumber risiko dari suatu proyek: A. Risiko yang berkaitan dengan bidang manajemen 1. Kurang tepatnya perencanaan lingkup, biaya, jadwal dan mutu 2 .Ketepatan penentuan struktur organisasi 3 .Ketelitian pemilihan personil 4 .Kekaburan kebijakan dan prosedur 5 .Koordinasi pelaksanaan Page 19 of 40
B. Risiko yang berkaitan dengan bidang teknis dan implementasi 1. Ketepatan pekerjaan dan produk desain-engineering 2. Ketepatan pengadaan material dan peralatan (volume, jadwal, harga, dan kualitas 3. Ketepatan pekerjaan konstruksi (jadwal dan kualitas) 4. Tersedianya tenaga ahli dan penyelia 5. Tersedianya tenaga kerja lapangan 6. Variasi dalam produktifitas kerja 7. Kondisi lokasi dan site 8. Ditemukannya teknologi baru dalam proses konstruksi C. Risiko yang berkaitan dengan bidang kontrak dan hukum 1. Pasal–pasal kurang lengkap, kurang jelas, dan interpretasi yang berbeda 2. Pengaturan pembayaran, change order dan klaim 3. Masalah jaminan, guaranty, dan warranty 4. Lisensi dan hak paten 5. Force majeure D. Risiko yang berkaitan dengan situasi ekonomi, sosial dan politik 1. Peraturan perpajakan dan pungutan 2. Perijinan 3. Pelestarian lingkungan 4. Situasi pasar 5. Ketidakstabilan moneter 6. Realisasi pinjaman 7. Aliran kas Menurut pendapat John Murdoch dan Will Hughes risiko-risiko di bawah ini yang sering muncul dalam kontrak konstruksi adalah sebagai berikut : A. Kondisi fisik lapangan 1. Kondisi buatan yang disebabkan oleh halangan / rintangan Page 20 of 40
2. Material cacat 3. Ketidakahlian (defective workmanship) sehingga menimbulkan kerusakan 4. Biaya test dan benda uji 5. Cuaca 6. Persiapan lapangan 7. Ketidakcukupan pegawai, buruh, peralatan, material, waktu dan biaya B. Keterlambatan dan perselisihan 1. Keberadaan di lapangan sehubungan dengan memulai pekerjaan 2. Keterlambatan dalam pengadaan informasi 3. Pelaksanaan pekerjaan yang tidak efisien 4. Keterlambatan yang disebabkan pihak lain 5. Penempatan peralatan atau material yang dapat menimbulkan keterlambatan atau perselisihan (lay out dispute) C. Pengarahan dan pengawasan 1. Keinginan untuk menguntungkan diri sendiri / ketamakan 2. Kurang ahli dalam melakukan pengarahan dan pengawasan (tidak kompeten) 3. Pengarahan dan pengawasan yang tidak efisien 4. Bersifat memihak 5. Kesenjangan komunikasi 6. Kesalahan dalam dokumentasi 7. Kesalahan perencanaan 8. Pemenuhan penjaminan yang disyaratkan 9. Ketidakjelasan spesifikasi 10. Ketidaktepatan dalam pemilihan konsultan atau kontraktor 11. Perubahan-perubahan persyaratan 12. Kerusakan pada pemilikan dan kecelakaan pada orang 13. Pelanggaran jaminan 14. Tidak terasuransinya hal-hal di luar kontrol pihak-pihak yang terkait Page 21 of 40
15. Kecelakaan 16. Risiko yang tidak terasuransikan seperti perang, kerusuhan, dll. 17. Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh risiko yang tidak terasuransi di atas 18. Rentang dan batas waktu asuransi D. Faktor-faktor eksternal 1. Kebijakan dan peraturan pemerintah tentang pajak, tenaga kerja, keamanan dan keselamatan kerja, dan lain-lain. 2. Keterlambatan atau penolakan persetujuan perencanaan 3. Keterbatasan finansial 4. Penahanan pembayaran 5. Biaya perang atau kerusuhan 6. Kerusakan yang diakibatkan oleh kejahatan, intimidasi, dan lain-lain. 7. Pemogokan tenaga kerja 8. Pemberhentian pekerjaan E. Pembayaran 1. Devaluasi 2. Keterlambatan dalam pengajuan pembayaran 3. Keterlambatan dalam sertifikasi pembayaran 4. Keterbatasan hukum / peraturan dalam pengembalian bunga 5. Ketidaksanggupan kontraktor, subkontraktor, atau pemilik dalam membayar hutang 6. Keterbatasan pendanaan 7. Kekurangan atau kesalahan dalam proses pengukuran atau perhitungan 8. Fluktuasi nilai tukar mata uang 9. Inflasi 10. Biaya penggantian peralatan F. Hukum / peraturan dan arbitrase 1. Keterlambatan dalam pemecahan masalah Page 22 of 40
2. Ketidakadilan 3. Ketidakpastian akibat kontrak atau dokumentasi lain yang bermakna ganda sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan perbedaan interpretasi 4. Perubahan Undang-undang 5. Pemahaman-pemahaman baru dalam hukum / peraturan umum Menurut Yasin, Di Indonesia baru memiliki peraturan perundang -undangan yang mengatur Usaha Jasa Konstruksi yaitu UU No 18/1999 tentang Jasa Konstruksi diikuti dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya: PP 28,29, dan 30/2000 serta UU No.30/2000 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Yasin, Peraturan perundang-undangan ini belum teruji keampuhannya karena setelah UU No 18 mulai berlaku tahun 2000 rasanya belum ada (atau belum banyak) kontrak konstruksi yang mengacu kepada undangundang ini. Para kontraktor maupun owner sudah memiliki kontrak baku yang selama ini dijadikan standart dalam pembuatan kontrak pekerjaan mereka, dimana kontrak baku tersebut belum mengacu sepenuhnya pada UUJK serta personil terkait yang menangani kontrak belum memahami UUJK. Hal tersebut bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dimana kontrak harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam pelaksanaannya di Indonesia, ketiga asas kontrak belum dapat terwujud dan masih memihak kepada pengguna jasa. Ketimpangan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa di Indonesia terjadi karena banyak faktor, dan ketimpangan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa di Indonesia terjadi karena banyak faktor, dan ketimpangan ini meliputi aspek keseimbangan, keadilan dan kesetaraan. Menurut Yasin, dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi di Indonesia, penyedia jasa hampir selalu harus memenuhi konsep/draft kontrak yang telah dibuat oleh pengguna jasa. Kontrakkontrak konstruksi jauh dari rasa keadilan dan kesetaraan sebagaimana layaknya sebuah kontrak. Kontrak “versi standart” sangat beragam, semua sah saja karena adanya asas kebebasan berkontrak (KUH Perdata Pasal 1338). Kesetaraan antara pengguna jasa dan penyedia jasa bersifat sangat kompleks, dan para pihak yg terkait di dalamnya mempunyai banyak perbedaan sudut pandang/persepsi . Page 23 of 40
Pada kontrak kerja konstruksi jasa pelaksanaan konstruksi terdapat indikasi bahwa waktu yang digunakan oleh kontraktor dalam memperkirakan biaya pekerjaan konstruksi secara tepat masih belum optimal sehingga pihak penyedia jasa masih mengalokasikan biaya risiko akibat ketidakpastian tersebut. Ada hubungan antara risiko pada kontrak kerja konstruksi dengan biaya pekerjaan konstruksi. Pengalokasian dan pendistribusian risiko yang tidak jelas dan tidak proporsional adalah hal yang signifikan berpengaruh terhadap masalah dalam pelaksanaan proyek serta kegagalan proyek . Kesalahan memilih bentuk kontrak pada tahap perencanaan saja dapat menyebabkan nilai kontrak menjadi sangat mahal. Penelitian yang relevan telah mengumpulkan beberapa alasan utama dari riset maupun opini dari enam orang praktisi dalam hal melakukan penawaran (competitive bidding). Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa empat alasan utama yang sangat berpengaruh yaitu kompetisi, risiko, posisi perusahaan dalam melakukan penawaran, dan tingkat kebutuhan akan pekerjaan tersebut. Kontribusi ataupun pengaruh empat alasan utama tersebut akan berbeda terhadap tiga jenis kontrak pengadaan konstruksi yaitu unit price, lump sum, dan design /built contract . Menurut Kerzner, salah satu faktor yang paling penting dalam mempersiapkan proposal dan memperkirakan biaya pekerjaan serta keuntungan yang didapatkan dari suatu pekerjaan konstruksi adalah tipe kontrak yang akan digunakan, tingkat kepercayaan penyedia jasa terhadap suatu proposal penawaran yang disiapkan umumnya sangat tergantung dari berapa besar suatu risiko akan terjadi melalui pelaksanaan kontrak tersebut. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa penerapan tipe-tipe kontrak kerja tertentu oleh pengguna jasa akan sangat membantu memberikan keringanan bagi penyedia jasa. Jika terdapat risiko yang besar dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi tersebut, yaitu suatu risiko yang tidak adil yang harus ditanggung oleh penyedia jasa, biaya
penawaran
yang
diajukan
oleh
penyedia
jasa
akan
selalu
mempertimbangkan bagaimana seharusnya tipe kontrak melingkupi risikorisiko tertentu baik yang risikonya tinggi maupun risikonya rendah.
Page 24 of 40
Menurut Flanagan dan Norman, ada lima tipe kontrak yang memberikan risiko yang lebih besar kepada kontraktor atau minimal sama dibanding owner, yaitu : 1. Design and built, turn key, package deal 2. Lump sum fixed price 3. Lump sum fluctuating price 4. Cost plus fixed fee with a target price 5. Management fee with a quaranteed maximum price Besarnya risiko tersebut digambarkan dalam tabel berikut ini:
Pemilihan tipe kontrak yang tepat dengan mempertimbangkan faktor risiko dan alokasi risiko tidak hanya akan mempengaruhi besarnya biaya pekerjaan konstruksi, tetapi juga akan mempengaruhi kesuksesan suatu proyek baik dari sisi penyedia jasa maupun dari pengguna jasa. Penggunaan tipe cost plus contract akan memberikan tingkat kesuksesan pada proyek yang semakin tinggi dilihat dari perspektif pengguna jasa dan penyedia jasa, seiring dengan semakin tingginya ketidakpastian yang terdapat pada proyek tersebut. Demikian pula sebaliknya pemilihan fixed price contract akan memberikan tingkat kesuksesan yang semakin tinggi dilihat dari perspektif penyedia jasa dan pengguna jasa, seiring dengan semakin rendahnya ketidakpastian yang terdapat pada proyek tersebut dalam kontrak kerja konstruksi untuk meminimalkan risiko bagi kedua belah pihak adalah sebagai berikut :
Page 25 of 40
1. Scope of services and description of project, 2. contract administration, 3. term of payment, 4. client obligation dan supplied item, 5. warranties dan guarranties, 6. liability limitation and consequential damages, 7. Indemnity, 8. Taxes, 9. Patent indemnification, 10. Confidential information, 11. Termination provisions, 12. Changes and extras, 13. Assignments, 14. Delay, 15. Including force majeure, 16. Insurance requirement, 17. Arbitration, 18. Escalation (lump sum), 19. Time of completion Ketentuan yang menimbulkan adanya alokasi biaya risiko pada kontrak jasa pelaksanaan konstruksi adalah : 1. Variabel kerahasiaan informasi, 2. Asuransi, 3. Penyelesaian perselisihan, 4. Detail gambar rencana, 5. Sistematika gambar rencana, 6. Rapat penjelasan pekerjaan, 7. Kunjungan lapangan, 8. Garansi, 9. Batasan tanggung jawab dan kerugian yang ditanggung oleh kontraktor, 10. Ketentuan pelaksanaan pekerjaan, 11. Kemudahan memahami maksud dari gambar rencana, Page 26 of 40
12. Urutan kekuatan hukum dokumen lelang, dan 13. Keakuratan kuantitas pekerjaan. Menurut
Yasin,
tidak
jarang
pelbagai
kontrak
konstruksi
mengandung hal-hal rancu, salah pengertian, benturan pengertian, dan sebagainya. Seringkali pengertian yang dipakai dalam suatu kontrak konstruksi tidak jelas atau tidak diberi definisi. Banyak terjadi kesalahpahaman yang sudah terlanjur dipakai (salah kaprah). Contohnya adalah pengertian “fixed lump sum price”. “turn key”, serta kerancuan yang terdapat dalam kontrak mengenai pilihan penyelesaian sengketa konstruksi yang tidak jelas sehingga hal ini justru menimbulkan sengketa. Kepedulian baik penyedia jasa maupun pengguna jasa terhadap kontrak konstruksi sangat rendah dan pengelolaan administrasi kontrak tidak berjalan dengan baik. Ketidakjelasan pasal dalam kontrak konstruksi dapat menyebabkan perbedaan
pemahaman,
perselisihan
pendapat,
maupun
pertentangan
antaraberbagai pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Perselisihan akan berakibat pada penurunan kinerja secara keseluruhan pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Menurut Yasin, kesalahan/kelalaian administrasi kontrak mengakibatkan hak-hak Penyedia Jasa dalam hal pembayaran tidak terpenuhi. Selain itu, pentingnya administrasi kontrak yang baik agar penanganan komersial dari suatu kontrak berjalan dengan baik sehingga dapat mengurangi pengeluaran yang tidak perlu seperti pembayaran terlalu dini, kelebihan membayar, munculnya klaimklaim yang sesungguhnya dapat dihindari. Lebih jauh disebutkan bahwa Pengguna Jasa hampir tidak pernah
secara
resmi
mengumumkan
dana
yang
dimilikinya
serta
membuktikannya. Sebaliknya, Penyedia Jasa hampir tak pernah menanyakan hal ini karena takut dimasukkan ke dalam “daftar hitam”.
3.1.2 Evaluasi Risiko Menurut Clifford dan Gray, langkah pertama menghasilkan daftar risiko potensial. Tidak semua risiko tersebut layak mendapat perhatian. Page 27 of 40
Beberapa risiko sepele dan dapat diabaikan. Evaluasi risiko terdiri dari pengukuran dan pemetaan risiko. Pada dasarnya pengukuran risiko mengacu pada 2 (dua) faktor yaitu kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai atau eksposur yang rentan terhadap risiko dan mencoba menemukan nilai-nilai realistik terhadap konsekuensi dan kecenderungan serta menganalisa secara terperinci pengaruh relatif berbagai faktor yang mengarah kepada risiko. Kualitas risiko terkait dengan tingkat risiko yang menghasilkan gambaran verbal tentang besarnya risiko serta menghasilkan suatu level risiko yang dibandingkan denga kriteria awal, untuk mengetahui indikasi dari tingkatan risiko melalui kuisioner, wawancara, dan studi laporan (PMBOK). Tujuan pemetaan ini adalah untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan. Hasil dari proses ini berupa suatu tingkatan pada faktor-faktor risiko yang ada. Dari tingkatan ini dikembangkan suatu pilihan penanganan risiko. Alat yang digunakan untuk menentukan tingkat dari faktorfaktor risiko adalah analisa keputusan. 3.1.3 Tindakan Risiko Tindakan koreksi merupakan tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi pada proses pengendalian biaya dengan tujuan agar kinerja biaya meningkat pada variabel yang dikendalikan. Terdapat empat kategori tindakan koreksi berdasarkan data tingkat perbedaan: 1. Tidak perlu tindakan koreksi (Ignoring it) Dilakukan apabila tingkat perbedaan masih dalam batas yang dapat diterima 2. Modifikasi fungsional/pengembangan alternatif (functional Modification) Dilakukan apabila tingkat perbedaan telah terjadi dalam ambang batas tertentu, tindakan yang tepat dilakukan misalnya mengembangkan alternatif, tanpa mengubah rencana awal (program plan) 3. Perencanaan ulang (replanning) Dilakukan apabila tingkat perbedaan yang terjadi cukup besar, tindakan yang dapat dilakukan misalnya perhitungan kembali anggaran biaya (cost
Page 28 of 40
budget), penambahan material, penambahan alat, penambahan tenaga kerja (apabila sumber daya tersedia). 4. Perubahan sistem (System Redesign) Dilakukan apabila perencanaan ulang tidak memadai, yakni dengan mengurangi kinerja (performance) karena aspek waktu dan biaya yang ada tidak memungkinkan lagi untuk memenuhi kinerja tersebut. Hampir setiap perusahaan yang bergerak dalam industri konstruksi memiliki cara dalam menangani risiko. Cara penanganan terhadap risiko ini tergantung dari pengalaman dan keputusan yang diambil oleh perusahaan tersebut. Menurut Yasin, Kontrak konstruksi di masa mendatang harus benarbenar berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain UU No.18/1999, Peraturan Pemerintah No. 28, 29, 30 tahun 2000 dan UU No.30/2000 termasuk peraturan-peraturan lain yang masih berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku. Selain itu, ketentua-ketentuan yang terdapat dalam standar/sistem kontrak konstruksi internasional, misalnya FIDIC/JCT yang baik serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seharusnya dipakai untuk kontrak konstruksi mendatang. Lebih jauh, Yasin mengusulkan penyempurnaan/pengubahan/penambahan
dalam
peraturan
perundang-
undangan yang baru. Salah
satu
cara
untuk
menangani
risiko
adalah
dengan
mengalokasikan risiko-risiko tersebut ke dalam klausul-klausul kontrak. Hal ini disebabkan karena kontrak merupakan alat manajemen risiko yang menjelaskan mengenai aturan yang harus dipatuhi dalam suatu proyek konstruksi. Oleh sebab itu pantaslah kiranya kita menaruh perhatian bahwa kita akan mengurangi atau mengalokasikan risiko melalui klausul-klausul yang ada dalam kontrak konstruksi. Cara untuk menangani risiko adalah dengan melakukan analisis risiko untuk mendapatkan kontrak yang berkualitas baik ditandai dengan tidak adanya perselisihan antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak . Tipe kontrak yang dapat diterima bagi pengguna jasa maupun penyedia jasa ditentukan dari keadaan masing-masing proyek dan kelaziman Page 29 of 40
dari peninjauan secara ekonomi serta kondisi yang kompetitif. Karena adanya faktor risiko pada pemilihan tipe kontrak, Kerzner menyarankan penyedia jasa harus melakukan negosiasi tidak hanya besarnya biaya penawaran tetapi juga menegosiasikan tipe kontrak yang akan diterapkan. Hal ini disebabkan karena perlindungan terhadap risiko yang akan terjadi merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh pada berapa besar biaya penawaran pekerjaan konstruksi yang diberikan oleh penyedia jasa. Format standar yang digunakan dalam dokumen kontrak memiliki keuntungan, karena penggunaannya telah terbukti di lapangan dalam sisi kepatutan dan daya kerja, di samping dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya selisih paham terhadap klausul kontrak antara beberapa pihak . Standarisasi format kontrak dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perselisihan di antara pengguna jasa, penyedia jasa dan konsultan. Menurut Yasin, isi kontak sangat tergantung pada keberhasilan cara-cara melakukan negosiasi. Agar kesetaraan kedudukan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa dapat terwujud, maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Kontrak beserta peraturan dan perundangan terkait dapat dijadikan alat pengendali bagi kedua pihak 2. Penyedia jasa dan pengguna jasa harus memahami aturan2 dan perundangan yang ada 3. Perlu adanya gerakan moral di kalangan penyedia jasa untuk meningkatkan bargaining powernya 4. Adanya peran aktif organisasi asosiasi terkait dalam memperjuangkan kesetaraan 5. Peran aktif kalangan akademisi sebagai pihak yang dapat dianggap sebagai penengah / netral Ketidakjelasan pasal dalam kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan, yang dibedakan sebagai berikut : 1. Perbedaan pendapat, umumnya masih dapat ditangani dengan dialog dengan pihak – pihak yang berselisih.
Page 30 of 40
2. Persengketaan, merupakan perselisihan yang bersifat terbatas dan mas dapat diselesaikan melalui bantuan pihak ketiga. 3. Pertentangan, tuntutan dimana masing-masing mengusahakan kemenangan, usaha pembenaran atas argumentasinya, dan usaha penolakan atas argumentasinya, dan usaha penolakan atas argumen lawannya Untuk
biaya
kontigensi
yang
diakibatkan
oleh
adanya
ketidakpastian, lebih lanjut dijelaskan oleh Kerzner terdiri dari dua komponen, yaitu: Normal contingencies, dan Risk contingencies. Normal contingencies adalah perkiraan biaya yang diakibatkan oleh ketidakakuratan pada desain dan metode perkiraan biaya, yang umumnya besarannya merupakan berdasarkan data proyek-proyek terdahulu. Sedangkan risk contingencies adalah merupakan perkiraan biaya akibat dari kemungkinan kejadian satu aktifitas akibat ketidakpastian dari aktifitas tersebut. 3.2 Pembahasan Hasil Identifikasi dan Analisis Deskriptif Risiko Kontrak Hasil identifikasi risiko kontrak, terdapat 68 risiko kontrak yang teridentifikasi dalam klausa kontrak dengan benchmark klausa kontrak FIDIC MDB Harmonised Bank 2006. Risiko tersebut terdapat dalam 15 kelompok klausa kontrak yang kemudian digabungkan menjadi 12 kelompok besar klausa kontrak. Hasil analisa deskriptif berdasarkan kelompok risiko menunjukkan karakter kelompok risiko pada unsur frekuensi dan dampak risiko. Hasil analisis tersebut memberi informasi mengenai langkah dalam mengambil tindakan risiko. Pada risiko kontrak tersebut, berdasarkan hasil analisis deskriptif dari aspek subkriteria frekuensi terjadinya risiko menunjukkan bahwa umumnya frekuensi berada pada nilai skala 2 hingga 4 yang berarti berada pada tingkat frekuensi jarang hingga sering terjadi pada proyek yang dikerjakan oleh PT. PP (Persero) sebagian besar risiko kontrak tersebut dinilai kadang-kadang terjadi dengan persentase 57.4%. Pada aspek dampak risiko kontrak, terjadinya risiko menunjukkan bahwa umumnya dampak yang terjadi atas risiko kontrak berada pada nilai skala 2 hingga 5. Hal ini berarti berada pada tingkat dampak yang cukup mempengaruhi hingga sangat mempengaruhi pada proyek yang dikerjakan oleh PT. PP (Persero). Page 31 of 40
Sebagian
besar
risiko
kontrak
tersebut
memberikan
dampak
yang
mempengaruhi kinerja biaya proyek dengan persentase sebesar 60.3%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian risiko kontrak pada PT. PP (Persero) terjadi dengan tingkat kadang-kadang namun memberikan dampak dengan tingkat mempengaruhi. 3.2.1 Pembahasan Hasil Penilaian Risiko Kontrak Penilaian masing-masing variabel risiko kontrak berdasarkan metode AHP (Analytical Hyrarchy Process) dengan menggunakan software Expert Choise berdasarkan kategori Pengguna Jasa memberikan informasi mengenai ciri risiko kontrak. Sedangkan hasil analisis level risiko memberikan informasi mengenai tingkat risiko kontrak pada masing-masing Pengguna Jasa yang ditandainya dengan banyaknya jumlah risiko kontrak dengan level High dan Significant. a. Rangking Faktor Risiko Secara Umum Hasil analisis menunjukkan terdapat 16 risiko kontrak yang menjadi rangking risiko 10 besar pada kategori Pengguna Jasa Pemerintah, Swasta Non- Developer, dan Swasta Developer. Risiko kontrak tersebut terjadi pada 7 kelompok klausa kontrak yaitu Ketentuan umum, Pengguna Jasa, Mulai Pekerjaan dan Keterlambatan, Serah Terima, Pengukuran dan Variasi, Harga Kontrak dan Pembayaran serta Pemutusan. Terdapat empat risiko kontrak yang selalu terjadi dan menjadi penekanan pada semua kategori Pengguna Jasa, yaitu masalah waktu pelaksanaan, denda tidak terbatas, kenaikan harga BBM, kegagalan bayar Pengguna Jasa, dan Pemutusan karena Pengguna Jasa melaksanakan sendiri pekerjaan. Hampir semua proyek dilaksanakan dengan skedul pelaksanaan yang ketat. Pada proyek pemerintah hal ini disebabkan karena proyek biasanya harus selesai sebelum akhir tahun sedangkan anggaran proyek baru dicairkan lewat tengah tahun. Pada proyek swasta, skedul pelaksanaan umumnya diperketat untuk memperkecil biaya tak langsung pekerjaan proyek. Pada proyek swasta, sering dimunculkan klausa denda tak terbatas Page 32 of 40
untuk menekan Penyedia Jasa dalam melaksanakan proyek agar tepat waktu. Hal ini dinilai agak berlebihan. Namun,menjadi hal yang tidak umum terjadi jika risiko ini terjadi pada proyek Pemerintah dimana umumnya denda keterlambatan adalah 0.1% perhari dan maksimal 5%. Kenaikan harga BBM yang tidak dapat diklaim umumnya terjadi pada proyek swasta. Namun, adanya kenaikan BBM pada saat survei, tidak diikuti oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga kontrak pada proyek pemerintah. Sehingga proyek pemerintah ikut terjadi risiko ini. Masalah kegagalan bayar biasanya terjadi pada proyek swasta dimana hal ini disebabkan pihak swasta mengandalkan pemasaran penjualan sebagai sumber pendanaan utama. Kegagalan bayar menjadi hal yang mulai terjadi pada proyek Pemerintah karena Pemerintah mulai kesulitan membiayai proyek. Masalah ini juga diiringi dengan masalah keengganan Pengguna Jasa untuk membayar denda bunga bank atas kegagalan atau keterlambatan pembayaran. Risiko Pemutusan merupakan risiko yang sering terjadi pada proyek swasta. Pada proyek Pemerintah, hal ini mungkin terjadi karena kegagalan kontraktor dalam memenuhi kewajibannya terutama dalam hal skedul pelaksanaan. b. Rangking Faktor Risiko Proyek Pemerintah Pada proyek Pemerintah, disamping risiko kontrak yang telah dibahas di atas, penekanan terjadi pada aspek tidak dapat dilakukan klaim, dan keterlambatan pembayaran tidak dapat dikenakan bunga. Masalah klaim pada proyek pemerintah, umumnya tidak dapat dilakukan klaim. Hal ini dikarenakan prosedur yang rumit dalam pelaksanaannya. Sehingga menjadi masalah apabila terjadi variasi pekerjaan dan pengenaan denda bunga atas keterlambatan dan kegagalan pembayaran kepada Penyedia Jasa. atas keterlambatan dan kegagalan pembayaran kepada Penyedia Jasa. c. Rangking Faktor Risiko Proyek Swasta Non-Developer
Page 33 of 40
Pada proyek Swasta Non-Developer, di samping risiko kontrak yang telah dijelaskan di atas, penekanan terjadi pada aspek administrasi kontrak yang lemah, pembuktian dana, dan serah terima pekerjaan. Masalah lemahnya administrasi kontrak dapat disebabkan karena Pengguna Jasa belum menyadari pentingnya aspek administrasi kontrak yang baik dalam penyelenggaraan
proyeknya.
Risiko atas
tidak
dibuktikannya dana proyek, mungkin terjadi sebagai akibat dari minimnya pengetahuan atas administrasi kontrak. Masalah lain yang juga mungkin disebabkan oleh lemahnya administrasi kontrak adalah masalah kesulitan serah terima pekerjaan. d. Rangking Faktor Risko Proyek Swasta Developer Penekanan risiko kontrak pada proyek Swasta Developer di samping yang telah dijelaskan sebelumnya adalah pada aspek ketentuan umum dan penyesuaian harga. Pada proyek ini, risiko kontrak dengan penekanan tinggi lebih banyak terjadi pada hal-hal yang bersifat krusial yaitu pada ketentuan umum berupa penghapusan hak klaim, tidak adanya standart kontrak yang merugikan Penyedia Jasa dan Perbedaan dokumen ditentukan atas harga tertinggi. Hal ini disebabkan karena Pengguna Jasa sangat menguasai kontrak sehingga lebih banyak mengubah isi kontrak pada umumnya demi kepentingan sendiri dan sangat merugikan. Pengubahan isi kontrak pada bagian ketentuan umum akan banyak membatalkan hak Penyedia Jasa pada bagian kontrak yang lain. Sehingga pada kontrak dengan Proyek Swasta Developer memiliki tingkat risiko High yang sangat tinggi. e. Level Risiko Hasil analisis Risk Level pada masing-masing kategori proyek, diperoleh jumlah variabel dengan tingkat risiko High, Significant, Moderate dan Low.
Page 34 of 40
Berdasarkan
grafik
yang
menggambarkan
hubungan
antara
Pengguna Jasa dan Risk Level, jumlah risiko kontrak dengan kategori High pada proyek Swasta Developer merupakan yang terbanyak. Sedangkan pada proyek Swasta Non Developer dan pemerintah cenderung sama di bawah proyek Swasta Developer. Hal ini berarti proyek Swasta Developer memiliki risiko kontrak yang paling tinggi dibandingkan dengan Swasta Non Developer dan Pemerintah. Tingginya risiko pada proyek swasta dapat disebabkan karena umumnya kontrak pada proyek swasta tidak memiliki standart atau acuan yang baku dan diubahnya isi kontrak yang krusial mempengaruhi seluruh isi kontrak yang lain. Kontrak versi swasta nasional beraneka ragam sesuai selera Pengguna Jasa. Kadang-kadang mengutip standart Departemen atau yang sudah lebih maju mengutip (sebagian) sistem Kontrak Luar Negeri seperti FIDIC, namun karena diambil setengahsetengah, maka kontrak versi ini menjadi tidak karuan dan sangat rawan sengketa (Yasin, 2006). Di samping itu, tidak setaranya posisi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa menyebabkan pihak Pengguna Jasa lebih leluasa menentukan isi kontrak yang merugikan Penyedia Jasa. Berdasarkan kesimpulan hasil penilaian risiko, dapat disimpulkan bahwa dari 10 rangking tertinggi risiko kontrak secara keseluruhan hasil perhitungan dengan metode AHP, enam diantaranya merupakan high risk dan empat adalah significant risk. Dimana pada masing-masing variabel risiko kontrak tersebut, frekuensi terjadinya risiko kontrak adalah sering dan selalu sedangkan dampak atas terjadinya risiko kontrak tersebut berada pada tingkat mempengaruhi hingga mempengaruhi serius.
3.2.2 Pembahasan Hasil Analisis Hubungan Antara Risiko Kontrak dengan Kenaikan Kinerja Biaya Berdasarkan hasil analisis hubungan antara risiko kontrak dengan kenaikan kinerja biaya dengan menggunakan analisa korelasi dan regresi dengan variabel X dan Y. Variabel X adalah risiko kontrak dimana Page 35 of 40
Penyedia Jasa tidak dapat melakukan klaim karena hak klaim seluruh pasal dihapus dengan adanya penambahan interpretasi baru dalam kontrak. Risiko kontrak ini secara otomatis akan menghilangkan segala bentuk klaim yang merupakan hak Penyedia Jasa. Hal ini tentu akan berakibat atau berdampak sangat kuat kenaikan biaya karena hak Penyedia Jasa untuk mendapatkan penggantian biaya atas peristiwa yang berdampak pada kenaikan biaya dihapus. Variabel Y adalah risiko kontrak dimana terjadi kesalahan cara pelaksanaan proyek yang disebabkan kesalahan perencanaan metode pelaksanaan yang sebagian besar berasal dari Pengguna Jasa. Pada dasarnya risiko ini dapat diatasi apabila dilakukan pembahasan bersama mengenai perencanaan metode pelaksanaan proyek. Namun, seringkali kesalahan cara pelaksanaan terlambat disadari sedemikian sudah tidak dapat dilakukan langkah-langkah yang dapat mengatasi kenaikan biaya. Hasil analisa regresi menunjukkan bahwa model yang terbentuk merupakan model linear dengan koefisien variabel adalah positif dan nilai tingkat korelasi yang kuat antara variabel X dan Y dengan Kenaikan biaya. Hal ini berarti kenaikan frekuensi atas variabel risiko kontrak X dan Y akan menambah kerugian proyek / Cost Overrun secara proporsional. Berdasarkan model yang telah didapatkan, didapat bahwa variabel independen X berkorelasi positif terhadap variabel terikat Y1 (kenaikan biaya) dengan koefisien sebesar 0,341 dan variabel independen Y berkorelasi positif terhadap variabel terikat Y (kenaikan biaya) dengan koefisien sebesar 0.763. Hal ini berarti kenaikan tertentu terhadap frekuensi X, akan menyebabkan kenaikan biaya sebesar kenaikan frekuensi X dikali dengan nilai koefisiennya yang menjadi gradien atas persamaan linear model. Hal ini berlaku pula dengan variabel independen Y. Hasil analisa korelasi dan regresi di atas dibandingkan dengan hasil analisis risiko kontrak berdasarkan cara AHP dan Risk Level. Tabel berikut menjelaskan hubungan antara variabel X dan XY dengan hasil analisis deskriptif, risk rank, dan risk level.
Page 36 of 40
Berdasarkan analisis tersebut, variabel X dan Y memiliki frekuensi yang sering terjadi dan memiliki dampak mempengaruhi dan cukup mempengaruhi kinerja biaya proyek. Pada X, dengan frekuensi yang sering dan dampak yang mempengaruhi, akan sangat mempengaruhi kenaikan biaya. Sedangkan pada Y, walaupun memiliki tingkat dampak cukup mempengaruhi, namun seringkali terlambat untuk diatasi sehingga menyebabkan kenaikan biaya yang signifikan.
BAB IV KESIMPULAN
Page 37 of 40
1. Risiko kontrak dengan peringkat tertinggi pada kelompok Pengguna Jasa terdapat 11 risiko kontrak utama, yaitu: a. Pengguna tidak dapat melakukan klaim karena hak klaim seluruh pasal dihapus b. Kontrak yang tidak seimbang / unbalaced contract karena tidak digunakannya standar kontrak yang telah dikenal memiliki fairness yang tinggi. c. Perbedaan dokumen ditentukan atas harga tertinggi karena terdapat ketentuan perbedaan ditentukan MK berdasarkan harga tertinggi d. Kesulitan melakukan klaim karena kompetensi bidang administrasi kontrak yang lemah pada Pengguna Jasa / Enjinir e. Pengguna Jasa gagal membayar karena keterbatasan dana yang terindikasi pada tidak dibuktikannya dana oleh Pengguna Jasa f. Target skedul tidak terpenuhi karena ketatnya skedul pelaksanaan yang sering dipaksanakan oleh Pengguna Jasa g. Terjadinya denda keterlambatan unlimited karena terdapat klausa denda keterlambatan yang unlimited h. Keterlambatan serah terima karena Pengguna Jasa melibatkan pihak lain dalam menyetujui perbaikan defect. i. Klaim Penyedia Jasa atas perubahan peraturan pemerintah termasuk kenaikan BBM ditolak karena terdapat klausa bahwa hal tersebut menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa j. Pengguna Jasa tidak bersedia membayar denda / bunga atas keterlambatan pembayaran karena tidak ada ketentuan mengenai masalah ini dalam kontrak k. Terjadinya pemutusan karena hal-hal yang dianggap berlebihan. l. Cara pelaksanaan pekerjaan yang keliru karena proses perencanaan yang kurang baik 2. Terdapat enam kelompok risiko kontrak yang menjadi kelompok risiko kontrak utama yaitu Ketentuan Umum, Mulai pekerjaan dan Keterlambatan, Serah terima pekerjaan, Pengukuran, Evaluasi, Variasi dan klaim, Harga kontrak dan pembayaran, serta Pemutusan. 3. Pada proyek Pemerintah, penekanan khusus terjadi pada aspek tidak dapat dilakukan klaim, dan keterlambatan pembayaran tidak dapat dikenakan bunga. Page 38 of 40
Pada proyek Swasta Non-Developer, penekanan khusus terjadi pada aspek administrasi kontrak yang lemah, pembuktian dana, dan serah terima pekerjaan. Pada proyek Swasta Developer , penekanan khusus adalah pada aspek ketentuan umum dan penyesuaian harga. 4. Kontrak pekerjaan dengan Pengguna Jasa Swasta Developer memiliki risiko kontrak yang paling tinggi dibanding dengan Pengguna Jasa yang lain. 5. Variabel risiko kontrak yang berkorelasi dengan kenaikan biaya adalah variabel hak klaim Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa seluruh pasal dihapus dan Kesalahan metode pelaksanaan pada saat tender yang menjadi lampiran dokumen kontrak. 6. Teridentifikasi empat risk response yang hampir selalu dilakukan dalam mengatasi risiko kontrak, yaitu: a. Identifikasi, dan analisa risiko kontrak yang dibahas dalam Brainstorming Tender b. Membuat risk contigency / risk allowance c. Membuat kondisi kontrak / kondisi penawaran dalam dokumen tender untuk dinegosiasikan d. Melakukan negosiasi kontrak ulang dan addendum kontrak
DAFTAR PUSTAKA
Imam Soeharto., Manajemen Proyek, Dari Konseptual Sampai Operasional, Jilid 2, Edisi Kedua (Jakarta : Erlangga, 2001) hal. 368 Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2006), hal.7
Page 39 of 40
Hamid S., Aspek Hukum Dalam Sengketa Bidang Konstruksi, (Jakarta : Djambatan, 1996)
Page 40 of 40