PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INSIDE OUTSIDE CIRCLE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI BILANGAN BULAT KELAS VII SMP NEGERI 1 BRINGIN TAHUN 2014/ 2015
Dian Tri Yunitasari, Wahyudi, Tri Nova Hasti Yunianta Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jln. Diponegoro 52-60 Salatiga, Indonesia. Email:
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle pada materi bilangan bulat kelas VII SMP N 1 Bringin tahun 2014/2015. Latar belakang penelitian ini adalah (1) hasil belajar matematika siswa kelas VII rendah, (2) proses belajar mengajar tidak menggunakan model pembelajaran. Memecahkan permasalahan tersebut maka peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model PTK yang digunakan adalah model kemis dengan dilakukan dalam 2 siklus masing-masing 3 pertemuan dari 3 tahap yaitu, perencanaan, pelaksanaan dan observasi, refleksi. Variabel penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe IOC (variabel bebas), hasil belajar matematika(variabel terikat). Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP N 1 Bringin sebanyak 32 siswa. Teknik pengumpulan data dengan tes dan non tes (observasi). Instrumen yang digunakan adalah observasi dan tes. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kompratif yaitu hasil tes antara siklus meliputi perbandingan prasiklus, siklus 1 dan siklus 2. Hasil penelitian menujukan bahwa penerapan model kooperatif tipe IOC dapat meningkatkan hasil belajar matematika yaitu ditunjukan dari ketuntasan 53% meningkat pada siklus 1 menjadi 75% dan pada siklus 2 meningkat lagi menjadi 91%. Hasil ini terjadi karena proses pembelajaran lebih aktif dan dapat percaya diri mengungkapkan pendapatnya sendiri. Kata Kunci: Inside Outside Circle, Hasil Belajar
PENDAHULUAN Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar memiliki kecerdasan, berakhlak mulia serta memiliki ketrampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah reformasi dalam pembelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam kurikulum 2006. Tujuan mata pelajaran matematika untuk jenjang SMP/MTs adalah agar siswa mampu: (1) memahami konsep matematika; (2) menggunakan penalaran; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika BSNP (2008). Pelajaran matematika yang berjalan saat ini cenderung ditakuti siswa. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan dan menyelesaikan soal-soal matematika, guru hanya mengajar, menjelaskan, memberi contoh, memberi PR. Bahkan jarang sekali guru mengajak diskusi siswa tentang materi yang disampaikan. Biasanya, hanya terdapat beberapa siswa yang memahami penjelasan guru sedangkan lainnya tidak memahaminya. Namun, biasanya mereka yang tidak memahami penjelasan guru umumnya tidak berani dalam 1
bertanya. Anita Lie (2002) menyebutkan “Strategi yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan dengan guru dikelas VII di SMP N 1 Bringin didapatkan berbagi permasalahan dalam pembelajaran matematika, dimana guru menggunakan metode konvensional, dan sebagian besar siswa mengagap bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang menakutkan dan paling sulit sehingga banyak siswa yang tidak menyenangi matematika. Hal ini dampak pada rendahnya hasil belajar siswa untuk mata pelajaran matematika dari hasil ulangan harian, ini terbukti dengan rata- rata nilai siswa adalah 68,81 pada ulangan harian dan nilai terendah 40 yang masih di bawah KKM yaitu 75. Oleh karena itu, diperlukan sebuah perubahan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang telah diuraikan, maka masalah yang muncul adalah model pembelajaran apa yang dapat dikembangkan guru dalam upaya peningkatan hasil belajar? Peneliti tertarik untuk menerapkan suatu model pembelajran yang diperkirakan mampu mendukung upaya peningkatan hasil belajar matematika siswa yaitu Model Pembelajran kooperatif tipe Inside outside circle. Dalam model pembelajaran tipe inside outside circle memberikan suasana baru bagi siswa yang lebih aktif karena semua siswa diikutsertakan dalam berdiskusi, dengan berdiskusi siswa dapat bertukar fikiran antara siswa, percaya diri untuk menyampaikan pendapatnya sendiri. Dari keterkaitan tersebut maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle cocok untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Menurut Miftahul (2011) model Pembelejaran kooperatif tipe inside outside circle merupaikan salah satu model pembelajaran yang merupaikan banyak diskusi/sharing. Teknik mengajar Lingkaran Kecil- Lingkaran Besar (Inside Outside Circle) dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada anak didik saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Bahan yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antara siswa. Siswa dapat berbagi pada pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Guru disarankan memberikan banyak kesempatan siswa untuk berdiskusi dan mengolah informasi antara siswa dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi yang disampaikan akan optimal dan memuaskan. Pada dasarnya proses pembelajaran yang berhasil akan ditunjukkan pada tingkat penguasaan materi pelajaran siswa, kemudian dinyatakan pada perolehan nilai yang baik. LANDASAN TEORITIS Pembelajaran Matematika Matematika mempunyai beberapa definisi, berikut ini definisi matematika menurut para ahli. Pengertian matematika menurut Glover (2006) yaitu“Matematika merupakan suatu pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun. Kita biasanya menggunakan matematika untuk menyelesaikan beragam masalah”. Dari pernyataan ini terlihat bahwa pembelajaran matematika yang mempelajari angka, pola dan bangun sangat perlu dipelajari karena kita bisa menggunakannya untuk menyelesaikan berbagai masalah. Pembelajaran matematika Muhsetyo (2010) menyebutkan: “Terkait dengan pembelajaran matematika, banyak kecenderungan baru yang tumbuh dan berkembang di banyak negara, 2
sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tantangan sekarang dan mendatang. Beberapa di antaranya adalah model-model contextual learning, cooperative learning, realistic mathemathic education (RME), problem solving, mathematical investigation, guided discovery, open-ended (multiple solution, multiple method of solution), manipulative material, concept map, quantum teaching/learning, dan writing in mathematics.” Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran matematika bukanlah pembelajaran yang tidak ada gunanya. Pembelajaran matematika sangat penting untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. Oleh karena itu, dalam hal cara mengajarkan matematika sebaiknya guru kreatif agar matematika tidak membosankan. Hasil Belajar Matematika Ada banyak definisi hasil belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa di antaranya yaitu Dimyati (2006) yang menyatakan bahwa “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.” Berdasarkan pengertian ini dapat kita ketahui bahwa hasil belajar tidak hanya dicapai melalui tindakan belajar yang dilakukan siswa, tetapi juga dari tindakan mengajar yang dilakukan guru. Oleh karena itu jika cara mengajar guru baik, maka akan sangat membantu siswa dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini juga didukung oleh Slameto (2010) yang menyatakan bahwa belajar tidak hanya dipengaruhi oleh 1 faktor saja tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor jasmaniah (faktor kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, dan lain-lain) dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern terdiri atas keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, dan lain-lain), sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, dan lain-lain), dan masyarakat (kegiatan anak dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Sementara itu, menurut Dr. Arief S. Sadiman, M.Sc., dkk (1986), “Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).” Pernyataan ini menunjukkan bahwa hal yang menunjukkan hasil belajar adalah perubahan. Namun, perubahan yang terjadi sebagai akibat dari tindakan belajar tidak hanya terjadi dari satu aspek tertentu saja, melainkan dari berbagai aspek yang ada. Berdasarkan kajian tentang berbagai pendapat mengenai hasil belajar yang dikemukaan oleh para ahli di atas maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran tertentu setelah siswa mengalami proses belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes dalam satu satuan waktu, berupa semester atau tahun pelajaran.
3
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside Outside Circle Menurut Isjoni (2009),“Pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya”. Hal ini berarti diperlukan adanya kerja sama untuk menguasai dan mengerjakan materi yang diberikan dalam belajar pada model pembelajaran kooperatif. Selanjutnya Isjoni, (2009) menambahkan:“Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Hal ini menunjukkan pembelajaran kooperatif dapat membangun siswa ke arah yang positif”. Pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah membangun siswa melalui kegiatan belajar dan bekerja sama dalam kerja kelompok. Menurut Miftahul (2011) pembelajaran kooperatif berarti working together to accomplish shared goals (bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama). Dalam suasana kooperatif, setiap angota sama- sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan oleh semua anggota kelompok. Dalam konteks pengajaran, pembelajaran- pembelajaran kooperatif sering kali didefinisikan sebagai pembentukan kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari siswa- siswa yang dituntut untuk bekerja sama dan saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa- siswa lain. Model pembelajaran tipe Inside Outside Circle merupaikan salah satu model pembelajaran yang merupaikan banyak diskusi. Teknik ini mengajarkan untuk memberikan kesempatan pada anak didik saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Model ini juga membutuhkan tempat yang luas untuk membentuk model tersebut Mitahul (2011). Berikut ini langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circlel Tabel 1. Sintaks Inside Outside Circle No Langkah pembelajaran Kegiatan guru Kegiatan siswa 1.
Satu kelompok dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari kelompok dalam dan kelompok luar, sehingga siswa yang di lingkaran luar dan lingkaran dalam saling berhadaphadapan.
Guru membagi kelompok dalam satu kelompok terdiri dari kelompok luar dan kelompok dalam, sehingga siswa saling berhadaphadapan.
Siswa menempatkan diri kedalam kelompok.
2.
Setiap pasangan siswa dari kelompok kecil dan besar saling berbagi informasi tentang materi.Kelompok lingkaran kecil memulai pertukaran informasi, setelah itu kelompok yang berada di lingkaran besar berbagi informasi.
Guru membagikan materi yang sama setiap pasangan. setiap pasangan mendiskusikan materi. Kemudian lingkaran luar berputar searah jarum jam dan bertemu dengan pasangan berbeda dan membahas materi.
Siswa membahas materi bersama.
4
No
Langkah Pembelajaran
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
3.
Siswa yang berada di lingkaran luar diam ditempat, sementara siswa berada dilingkaran dalam bergeser satu atau dua langkah searah perputaran jarum jam. Dengan cara ini, masingmasing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi informasi.
Guru mengarahkan siswa untuk kelompok luar diam di tempat dan kelompok dalam bergeser dua langkah yang berlawanan arah searah jarum jam. Sehingga siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi informasi.
Siswa mengikuti arahan dari guru.
4.
Siswa yang berada di lingkaran dalam membagikan informasi. Demikian seterusnya sampai bertemu dengan pasangan yang sama.
Guru mengarahkan siswa yang berada di lingkaran besar untuk membahas materi, dan berputar sampai bertemu dengan pasangan yang sama. Selajutnya siswa mempersentasikan materi dari hasil diskusi dari kelompok kecil dan besar. Dan guru meng evaluasi
Siswa mengikuti arahan guru dan mempersentasikan materi.
METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Ada Tiga Tahapan dalam pelaksanaannya yaitu perencanaan, tindakan dan observasi, dan refleksi guna mengakat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Bringin. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII G Semester I Tahun Ajaran 2014/ 2015 yang berjumlah 32 siswa, yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Desain model penelitian tindakan kelas sesuai dengan model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian dilaksanakan melalui dua siklus, setiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan pertama pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle kemudian diakhiri pengerjaan evaluasi pada pertemuan ketiga. Teknik yang digunkan dalam pengumpulan data–data tersebut adalah dengan menggunkan metode dokumentasi, dan metode tes. Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa ulangan harian. Nilai ini digunakan untuk nilai siswa sebelum dilakukan tindakan. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar matematika siswa pada masing-masing siklus. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan tindakan, peneliti ini menghasilkan peningkatan hasil belajar matematika siswa, mulai dari tahap prasiklus, siklus 1 sampai siklus 2. Peningkatan hasil belajar matematika siswa antar siklus dapat dilihat pada Gambar 1 nilai induvidu dan Tabel 2 perbandingan nilai dan Gambar 2 perbandingan persentase ketuntasan yang disajikan dalam diagram dan dapat dilihat pada Gambar 1, dan Gambar 2. 5
Gambar 1. Nilai Hasil Belajar Induvidu Antar Siklus Berdasarkan Gambar 1 terdapat perbandingan nilai hasil belajar induvidu antar siklus, dan terdapat nilai teringgi dan nilai terendah. Berdasarkan data hasil belajar matematika diatas dapat disajikan dalam bentuk Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelsa VII G Keterangan Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata
Prasiklus 40 90 66,15
Siklus 1 54 100 76,18
Siklus 2 58 100 83,68
Dilihat dari Tabel 2 dapat diketahui perbandingan nilai hasil belajar matematika nilai tertinggi dan nilai terrendah. Berdasarkan Tabel di atas dapat digambarkan dalam diagram batang pada Gambar 2.
100 80 60
Tidak Tuntas
40
Tuntas
20 0 Prasiklus
Siklus 1
Siklus 2
Gambar 1. Diagram Persentase Ketuntasan Antar Siklus Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 1 dan Gambar 2 menujukkan adanya peningkatan dari prasiklus, siklus 1 dan siklus 2. Hasil belajar matematika dapat dilihat adanya peningkatan jumlah siswa yang tuntas dalam mata pelajaran matematika terbukti untuk klasifikasi tuntas, pada prasiklus terdapat 17 siswa (53%) dengan nilai tertinggi 95, Siklus 1 terjadi peningkatan menjadi 24 siswa (75%) dan belum mencapai indikator keberhasilan dengan nilai tertinggi 100, dan siklus 2 mencapai 29 siswa (91%) dan sudah mencapai indikator keberhasilan sehingga peneliti menghentikan tindakan dengan nilai tertinggi 100. Klasifikasi tidak tuntas, 6
pada prasiklus sebanyak 15 siswa (47%) nilai terendah 40, terjadi penurunan pada siklus 1 menjadi 8 siswa (25%) dan nilai terendah 54 dan siklus 2 tinggal 3 siswa (9%) dan nilai terendah 58. Ini membuktikan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatf tipe inside outsidecircle dapat meningkat hasil belajar matematika. Hasil belajar matematika meningkat karena adnya perubahan model pembelajaran konvensional yang banyak di dominasi oleh guru. Pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle dimana siswa dapat belajar berkelompok serta mengasah kemampuan komunikasi. Pembelajaran ini ternyata dampak pada hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari ketuntasan belajar siswa yang meningkat baik dari prasiklus ke siklus 1 ke siklus 2. Pada siklus 2 meningkat dan sudah mmencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajran kooperatif tipe inside outside circle meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hasil belajar matematika sudah meningkat, namun pada siklus 2 masih terdapat tiga siswa yang belum mencapai KKM. Hal ini dikarenakan dalam kemampuan yang dimiliki siswa terdapat pembelajaran matematika kurang. Selain itu, tidak semua model pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa secara optimal yakni tuntas KKM. Walau ketiga siswa belum tuntas, melalui model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle ini sudah dapat meningkatkan hasil belajar matematika mereka. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 1 Bringin. Hasil belajar matematika siswa dari setiap siklus terjadi peningkatan, dimana pada prasiklus hanya terdapat 17 siswa atau 53% yang tuntas dalam belajar. Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle hasil belajar matematika siswa meningkat menjadi 75% atau 24 siswa yang tuntas dan belum mencapai indikator keberhasilan, pada siklus 2 menjadi peningkatan 91% atau 29 siswa yang tuntas. Tidak hanya persentase ketuntasan yang meningkat, rata-rata kelas pun juga meningkat. Peningkatan nilai rata-rata kelas terlihat dari nilai rata-rata kelas pada prasiklus sebesar 68,81 menjadi 77,88 pada siklus I, sedangkan nilai rata-rata kelas pada siklus II meningkat sebesar 84,12. Jadi pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII G. Berdasarkan simpulan, maka peneliti menyarankan sekolah untuk memberikan fasilitas kepada setiap guru guna mempelajari model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle baik dengan menyediakan beberapa referensi tentang inside outside circle. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Pedoman Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di Sekolah Dasar. BSNP: Jakarta. Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Glover. 2006. A-Z Matematika. Bandung: Grafindo Media Pratama. Huda. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
7
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lie.2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Muhsetyo. 2010. Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja. Sadiman. 1986. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
8